SKRIPSI
ANALISIS KOMPARATIF RISIKO KEUANGAN BANK MANDIRI KONVENSIONAL DAN BANK SYARIAH MANDIRI
OLEH
Hafifah 090502211
PROGRAM STUDI STRATA 1 MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
ABSTRAK
ANALISIS KOMPARATIF RISIKO KEUANGAN BANK MANDIRI KONVENSIONAL DAN BANK SYARIAH MANDIRI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan risiko
keuangan pada Bank Mandiri Konvensional dan Bank Syariah Mandiri.
Penelitian ini adalah penelitian komparasi dengan metode analisis yang
digunakan adalah analisis rasio keuangan dan analisis diskriminan Z-Score.
Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat perbedaan risiko keuangan pada
Bank Mandiri Konvensional dan Bank Syariah Mandiri. Dimana secara umum
rasio keuangan dan nilai Z-Score Bank Syariah Mandiri lebih baik dari Bank
Mandiri Konvesional. Dengan kata lain risiko keuangan Bank Syariah Mandiri
lebih rendah daripada Bank Mandiri Konvensional
ABSTRACT
COMPARATIVE ANALYSIS OF FINANCIAL RISK CONVENTIONAL BANK MANDIRI AND ISLAMIC BANK MANDIRI
This study aimed to know whether is the defferences in financial risk on PT
Conventional Bank Mandiri and Bank Syariah Mandiri. This study is
comparative study with method of analysis used is the analysis of financial ratio
and discriminant analysis of Z-Scroe.
The result showed that there are defrences in financial risk on Conventional
Bank Mandiri and Bank Syariah Mandiri. Where the general financial ratios and
the Z-Score Bank Syariah Mandiri better than Conventional Bank Mandiri. In
other words the financial risk of Bank Syariah Mandiri are lower than
Conventional Bank Mandiri.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi robbil ‘alamin puji syukur kehadirat Allah SWT, atas
segala rahmat dan karunia-Nya yang memberikan kesehatan dan hikmat yang
tidak terkira besarnya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan penulisan skripsi
ini. Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh
dari sempurna, karena itu peneliti mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari semua pihak, sehingga menjadikan skripsi ini lebih baik lagi.
dan Peneliti berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Skripsi ini berjudul “Analisis Komparatif Risiko Keuangan Bank Mandiri
Konvensional dan Bank Syariah Mandiri”. Peneliti telah banyak menerima
bimbingan, saran, motivasi dan doa dari berbagai pihak selama penulisan skripsi
ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih
yang teristimewa kepada orang tua saya Ibu Suryati, yang selalu menyayangi,
mendidik, memberikan semangat seta doa yang tiada henti kepada penulis. yang
telah memberikan bantuan dan bimbingan, yaitu kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec.Ac,Ak., selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Dr. Isfenti Sadalia SE., ME., selaku Ketua Departemen dan Ibu Dra.
Marhayanie, M.Si., selaku sekretaris S1 Manajemen Fakultas Ekonomi
3. Ibu Dr. Endang Sulistya Rini, SE., M.Si, selaku Ketua Program Studi
Manajemen dan Ibu Dra. Friska Sipayung, M.Si., selaku sekretaris Program
Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
4. Ibu Dra. Lisa Marlina, M.Si, selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan
ilmu, saran, waktu tenaga dan pikiran untuk membantu dalam penyelesaian
skripsi ini.
5. Bapak Drs. Syahyunan, M.Si, selaku Dosen Pembaca Penilai yang telah
memberikan ilmu, saran, waktu tenaga dan pikiran untuk membantu dalam
penyempurnaan skripsi ini.
6. Ibu Dr. Yeni Absah, SE., M.Si, selaku Dosen Akademik yang telah membimbing
saya selama masa perkuliahan.
7. Dosen-dosen dan Pegawai Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi
Universitas Sumatera Utara.
8. kakak dan adik penulis yang terkasih yaitu Rahmi Fitri dan Auny Azri serta calon
suami tersayang Hairusyah Putra yang selalu memberikan dukungan, waktu dan
kegembiraan dimasa-masa penulis menghadapi kendala dalam penyusunan
skripsi ini.
9. Teman-teman organisasi Himpunan Mahasiswa Manajemen (HMM) Fakultas
Ekonomi Universitas Sumatera Utara dan teman kantor Peugeot PT Capella
10. Sahabat-sahabat yang telah memberikan waktu, saran, dan masukan dalam
penyelesaian skripsi ini (Amni, Apriella, Chatrine, Annisa, Iyank, Melitha,
Pradigta, Yefta, Sitta, Meme).
Atas bantuan semua pihak diatas, penulis tidak akan dapat melupakan serta
membalas semua bentuk bantuan yang telah diberikan. Penulis hanya dapat
menyerahkan dan memanjatkan doa kehadirat Allah SWT dalam membalas
segala kebaikan yang telah mereka berikan dalam penyusunan dan penyelesaian
skripsi ini. Akhir kata, Penulis mengucapkan terima kasih, semoga skripsi ini
bermanfaat bagi berbagai pihak.
Medan, September 2013
Penulis,
NIM. 090502211
DAFTAR ISI
2.1.4 Perbedaan Bank Konvensional Dengan Bank Syariah 25
2.1.5 Risiko Finansial ... 28
2.1.6 Pengukuran Rasio Keuangan Perbankan ... 30
2.1.7 Analisis Diskriminan Z-Score ... 36
2.2 Penelitian Terdahulu ... 41
2.3 Kerangka Konseptual ... 44
BAB 3 METODE PENELITIAN... 48
4.2.1 Analisis Rasio Keuangan PT Bank Mandiri, Tbk ... 59
4.2.2 Analisis Rasio Keuangan PT. Bank Syariah Mandiri .. 63
4.2.3 Analisis Diskriminan PT. Bank Mandiri, Tbk ... 66
4.2.4 Analisis Diskriminan PT. Bank Syariah Mandiri ... 67
4.4 Pembahasan ... 69
4.4.1 Rasio Keuangan Permodalan (Capital) ... 69
DAFTAR TABEL
No Tabel Judul Halaman
1.1 Rasio Keuangan Bank Syariah Mandiri dan Bank Mandiri ... 6
2.1 Perbedaan Bank Syariah dengan Bank Konvensional ... 27
2.2 Perbandingan Sistem Bagi Hasil dengan Sistem Bunga ... 28
2.3 Kriteria Analisis Z-Score ... 37
3.1 Rasio Keuangan ... 51
4.1 Rekapitulasi Rasio-Rasio Keuangan PT Bank Mandiri, Tbk Tahun 2008-2012 ... 59
4.2 Rekapitulasi Rasio-Rasio Keuangan PT. Bank Syariah Mandiri Tahun 2008-2012 ... 63
4.3 Hasil Perhitungan Z-Score PT. Bank Mandiri, Tbk Tahun 2008-2012 ... 66
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Judul Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
No. Lampiran Judul Halaman
1. ... Rasio Keuangan Bank Mandiri Konvensional
Tahun 2008-2012 ... 76 2. Rasio Z-Score Bank Mandiri Konvensional tahun
208-2012 ... 78 3. Neraca Bank Mandiri Konvensional tahun
2008-2012 ... 80 4. Laporan Rugi/LabaBank Mandiri Konvensional
Tahun 208-2012 ... 84 5. Rasio Keuangan Bank Syariah Mandiri tahun 2008-
2012 ... 87 6. Rasio Z-Score Bank Syariah Mandiri tahun 2008-
2012 ... 89 7. Neraca Bank Syariah Mandiri tahun 2008-2012 ... 91 8. Laporan Rugi/Laba Bank Syariah Mandiri tahun 2008
ABSTRAK
ANALISIS KOMPARATIF RISIKO KEUANGAN BANK MANDIRI KONVENSIONAL DAN BANK SYARIAH MANDIRI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan risiko
keuangan pada Bank Mandiri Konvensional dan Bank Syariah Mandiri.
Penelitian ini adalah penelitian komparasi dengan metode analisis yang
digunakan adalah analisis rasio keuangan dan analisis diskriminan Z-Score.
Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat perbedaan risiko keuangan pada
Bank Mandiri Konvensional dan Bank Syariah Mandiri. Dimana secara umum
rasio keuangan dan nilai Z-Score Bank Syariah Mandiri lebih baik dari Bank
Mandiri Konvesional. Dengan kata lain risiko keuangan Bank Syariah Mandiri
lebih rendah daripada Bank Mandiri Konvensional
ABSTRACT
COMPARATIVE ANALYSIS OF FINANCIAL RISK CONVENTIONAL BANK MANDIRI AND ISLAMIC BANK MANDIRI
This study aimed to know whether is the defferences in financial risk on PT
Conventional Bank Mandiri and Bank Syariah Mandiri. This study is
comparative study with method of analysis used is the analysis of financial ratio
and discriminant analysis of Z-Scroe.
The result showed that there are defrences in financial risk on Conventional
Bank Mandiri and Bank Syariah Mandiri. Where the general financial ratios and
the Z-Score Bank Syariah Mandiri better than Conventional Bank Mandiri. In
other words the financial risk of Bank Syariah Mandiri are lower than
Conventional Bank Mandiri.
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang
Sistem keuangan merupakan salah satu kreasi yang paling krusial dalam
masyarakat modern dewasa ini. Tidak dapat dibayangkan, ketiadaan sistem keuangan
akan membawa perekonomian ke era terbelakang. Sistem pembayaran dan
intermediasi tidak mungkin akan terlaksana tanpa adanya sistem keuangan. Tugas
utama sistem keuangan dalam perekonomian modern adalah memindahkan dana dari
penabung kepada peminjam yang membutuhkan dana untuk membeli barang-barang
dan jasa-jasa serta melakukan investasi dalam bentuk peralatan-peralatan baru
sehingga perekonomian dapat tumbuh dan pada akhirnya akan meningkatkan standart
kehidupan. Sistem keuangan dapat diartikan sebagai kumpulan institusi, pasar,
ketentuan perundangan, peraturan-peraturan, dan teknik-teknik dimana surat-surat
berharga diperdagangkan, tingkat bunga ditetapkan, dan jasa-jasa keuangan (financial
services) dihasilkan serta ditawarkan keseluruh bagian dunia. (Rose, 2000).
Sistem perbankan merupakan salah satu yang termasuk didalam sistem
keuangan, yang pada dasarnya merupakan tatanan perekonomian dari suatu negara
yang memiliki peran utama dalam menyediakan fasilitas jasa keuangan. Peranan
perbankan selain sebagai lembaga penghimpun dana dari masyarakat, Bank juga
merupakan alternatif pendanaan bagi perusahaan. Bank mempunyai peran yang
sangat penting dalam perekonomian yaitu sebagai perantara dibidang keuangan yang
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam suatu negara. Perkembangan bank di
suatu negara dapat dijadikan sebagai tolok ukur kemajuan dari negara tersebut.
Bank mempunyai fungsi sebagai penyalur dana, dengan menghimpun dana
dari pihak yang mempunyai kelebihan dana dan menyalurkannya kembali kepada
pihak yang membutuhkan dana dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya
dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat banyak. Fungsi sebagai penyedia
dana ini menyebabkan pengaruh dominan perbankan terhadap perekonomian dalam
hubungannya dengan pendanaan organisasi bisnis atau perusahaan.
Dalam praktiknya bank dibagi dalam beberapa jenis. Jika ditinjau dari segi
fungsinya bank dikelompokan menjadi tiga jenis, yaitu: Bank Sentral, Bank Umum,
dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Bank sentral merupakan bank yang mengatur
berbagai kegiatan yang berhubungan dengan dunia perbankan dan dunia keuangan
disuatu negara. Bank Perkreditan Rakyat berdasarkan ketentuan perundangan, dalam
kegiatannya menghimpun dana, dapat menerima tabungan dan deposito berjangka,
namun tidak dibenarkan menerima simpanan giro dan tidak diperkenankan
memberikan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank umum, berdasarkan
peraturan, dapat menghimpun dana dari masyarakat secara langsung dalam bentuk
simpanan giro, tabungan, dan deposito berjangka, lalu menyalurkannya kepada
masyarakat terutama dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya. Bank umum
dalam kegiatannya memberikan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran. Baik bank
umum maupun BPR dapat menjalankan kegiatan perbankan konvensional dan
pemerintah, bank-bank umum swasta, bank-bank umum asing dan bank umum
koperasi. Bank-bank umum pemerintah adalah Bank Negara Indonesia 1946, Bank
Tabungan Negara, Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia, dan Bank Ekspor Impor
Indonesia.
Bank Mandiri sebagai bank konvensional yang mempunyai aset bank terbesar,
dimana bank ini lahir dari penggabungan empat bank BUMN yaitu Bank Exim, Bank
Bumi Daya (BBD), Bank Dagang Negara (BDN), dan Bank Pembangunan Indonesia
(Bapindo). Penggabungan ini dilakukan Bank Indonesia karena ketidakmampuan
bank dalam menghadapi krisis moneter di tahun 1997. Dengan merestrukturisasi bank
tersebut, bertujuan agar kinerja Bank Mandiri lebih baik dan dapat membantu
menstabilkan perekonomian. Volume usaha bank Mandiri dari tahun ke tahun
mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Bank Mandiri berfokus pada segmen
korporasi, komersial, mikro dan ritel, serta pembiayaan konsumen dengan strategi
yang berbeda di setiap bisnisnya dan bersinergi dengan seluruh segmen pasar yang
ada. Berdasarkan data yang dikemukakan di Bursa Efek Indonesia total aset Bank
Mandiri mengalami peningkatakan setiap tahunnya, Hingga Desember 2012, total
aset Bank Mandiri telah mencapai Rp.635,6 triliun, dimana jumlah ini naik dari total
aset di tahun 2008 (sebesar Rp.358,4 triliun), atau tumbuh 14,85%. Ini mengukuhkan
posisi Bank Mandiri sebagai bank terbesar di Indonesia. Kredit Bank Mandiri juga
tumbuh menjadi Rp.388,8 triliun di tahun 2012, meningkat 23,02% dari kredit tahun
2008 yang sebesar Rp.174,4 triliun. Selain menjadi bank pemberi pinjaman terbesar
terbesar di Indonesia dengan dana pihak ke tiga sebesar Rp.482,9 triliun di tahun
2012. Meningkat sebanyak14,33% dari tahun 2008 yaitu sebesar Rp.289,1 triliun
(www.bankmandiri.co.id). Salah satu momen penting adalah suksesnya Bank Mandiri
melakukan rights issue pada Februari 2011 untuk memperkuat permodalan bank.
Dengan ini, modal Bank Mandiri telah mencapai Rp.62,7 triliun, meningkat dari
tahun ke tahun dan menjadi bank pertama di Indonesia yang meraih gelar Bank
Internasional, sesuai dengan Banking Architecture atau Arsitektur Perbankan
Indonesia (API).
Selain Bank Mandiri Konvensional di Indonesia terdapat juga Bank Syariah
Mandiri, yaitu Bank Mandiri yang menjalankan fungsinya berdasarkan
prinsip-prinsip syariah. Bagi perbankan konvensional, keuntungan diperoleh dari selisih
bunga simpanan yang diberikan kepada penyimpan, dengan bunga pinjaman atau
kredit yang disalurkan. Sedangkan bagi yang berdasarkan prinsip syariah, keuntungan
bukan diperoleh dari bunga melainkan dari sistem bagi hasil.
Bank Syariah Mandiri merupakan bank syariah kedua yang berdiri di Indonesia
setelah Bank Muamalat Indonesia. Secara khusus perkembangan Bank Syariah
Mandiri sangat pesat, berdasarkan laporan keuangan Bank Syariah Mandiri dapat
dilihat jumlah aset yang dimilikinya pada periode tahun 2008-2012 yaitu sebesar
Rp.17,06 triliun di tahun 2008 naik menjadi Rp.54,23 triliun di tahun 2012 atau naik
rata-rata 34,04% per tahun, pembiayaan yang disalurkan tahun 2008 dari Rp.13,278
triliun meningkat menjadi Rp.43,45 triliun ditahun 2012 atau naik rata-rata 34,05%
menjadi Rp.47,41 triliun di tahun 2012 atau naik rata-rata 34,41%
(www.syariahmandiri.co.id).
Bank Mandiri merupakan bank terbesar di Indonesia dalam jumlah pinjaman
aset dan deposit. Nasabah Bank Mandiri yang terdiri dari berbagai segmen
merupakan penggerak utama perekonomian Indonesia. Berdasarkan sektor usaha,
nasabah Bank Mandiri bergerak dibidang usaha yang sangat beragam. Sedangkan
Bank Syariah Mandiri merupakan bank syariah kedua yang di buka setelah Bank
Muamalat yang merupakan bank BUMN pertama yang menggunakan istilah dual
banking dimana bank-bank islam dapat berdampingan dengan bank-bank
konvensional. Bank Mandiri dan Bank Syariah Mandiri memiliki perbedaan yang
terletak pada landasan falsafah yang dianutnya. Bank syariah tidak melaksanakan
sistem bunga dalam seluruh aktivitasnya sedangkan bank konvensional justru
kebalikannya. Sistem bagi hasil yang diterapkan dalam produk-produk perbankan
syariah menyebabkan bank tersebut relatif mempertahankan kinerjanya dan tidak
terlalu terpengaruh oleh tingkat suku bunga simpanan yang melonjak sehingga beban
operasional lebih rendah dari bank konvensional (Rindawati: 2007). Berikut disajikan
data rasio keuangan dari Bank Mandiri dan Bank Syariah Mandiri pada tahun 2008
Tabel 1.1
Rasio Keuangan Bank Syariah Mandiri dan Bank Mandiri Rasio
(%)
Bank Syariah Mandiri Bank Mandiri
2008 2009 2010 2011 2012 2008 2009 2010 2011 2012
CAR 12.66 12.39 10.6 14.57 13.85 15.7 15.6 14.7 15.34 15.48
LDR 89.12 83.07 82.54 84.06 93.86 56.89 59.15 65.4 71.65 77.66
BOPO 78.71 73.76 74.97 76.44 73.00 73.65 70.71 65.63 67.22 63.93
ROE 46.21 44.2 63.58 64.84 68.09 22.74 30.07 34.86 25.57 27.23
ROA 1.83 2.23 2.21 1.95 2.25 2.69 3.13 3.63 3.37 3.55
Sumber: www.syariahmandiri.co.id dan www.bankmandiri.co.id
Dari Tabel 1.1 dapat dilihat perbandingan dari rasio keuangan Bank Syariah
Mandiri dengan Bank Mandiri. Dari segi permodalan, Bank Mandiri lebih unggul
daripada Bank Syariah Mandiri. Sedangkan dari segi likuiditas, Bank Syariah
Mandiri lebih unggul daripada Bank Mandiri dan lebih memenuhi standar peraturan
BI yaitu antara 85%-110%. Dari segi BOPO tidak terdapat perbedaan yang cukup
besar antara Bank Syariah Mandiri dan Bank Mandiri. Namun dari segi ROE Bank
Syariah Mandiri lebih unggul dibandingkan dengan Bank Mandiri yang artinya
kinerja Bank Syariah Mandiri dalam mengelola modal yang tersedia untuk
menghasilkan laba lebih baik dibanding Bank Mandiri, sedangkan dengan rasio ROA
Bank Syariah Mandiri dengan Bank Mandiri tidak terdapat perbedaan yang cukup
besar.
Dalam beberapa hal baik bank konvensional maupun bank syariah memiliki
syarat-syarat untuk memperoleh pembiayaan dan lain sebagainya. Dengan prinsip sistem
bagi hasil membuat bank syariah menjadi solusi terhadap negative spread yang
dialami oleh bank konvensional, karena konsekuensi dari sistem bunga yang
ditetapkan oleh bank konvensional menjadikan bank harus menanggung rugi akibat
kegiatan usaha penghimpunan dananya pada saat suku bunga kredit lebih rendah
dibandingkan dengan suku bunga simpanan (dana pihak ketiga yang disimpan di
bank).
Walaupun seperti yang dilihat keadaan Bank Mandiri Konvensional maupun
Bank Syariah Mandiri mengalami pertumbuhan yang cukup pesat, namun sebenarnya
ada berbagai risiko yang harus dihadapi dalam kegiatan operasionalnya. Seperti yang
telah diketahui, semakin besar suatu perusahaan maka semakin besar pula resiko yang
dihadapinya.
Risiko dan Bank adalah dua hal yang tidak bisa terpisahkan satu sama lainnya,
baik bank konvensional maupun bank yang ber opersi dalam prinsip syariah tidak
luput dari berbagai macam risiko, tanpa adanya keberanian untuk mengambil risiko
maka tidak akan pernah ada bank, dalam artian bahwa bank muncul karena
keberanian untuk berisiko dan bahkan bank mampu bertahan karena berani
mengambil risiko. Namun jika risiko tersebut tidak dikelola dengan baik, bank dapat
mengalami kegagalan bahkan pada akhirnya mengalami kebangkrutan. Menurut
Idroes (2008:21), pada dasarnya risiko yang dihadapi dapat dibagi dua kelompok
besar, yaitu risiko finansial dan risiko nonfinansial. Risiko finansial terkait dengan
nonfinansial terkait pada kerugian yang tidak dapat dikalkulasikan secara jelas jumlah
uang yang hilang. Kerugian yang ditimbulkan akibat terjadinya risiko dapat
berdampak kepada stakeholder yaitu: pemegang saham, karyawan dan nasabah serta
berdampak juga kepada perekonomian di suatu negara secara umum.
Meningkatnya risiko yang dihadapi oleh perbankan disebabkan oleh semakin
pesatnya perkembangan kondisi perbankan dan semakin kompleksnya kegiatan usaha
perbankan. Industri perbankan adalah suatu industri yang erat dengan risiko, terutama
karena melibatkan pengelolaan uang masyarakat yang diputar dalam bentuk berbagai
investasi seperti kredit, pembelian surat-surat berharga dalam bentuk-bentuk
penanaman dana dan lainnya.
Perbankan sebagai salah satu bidang usaha yang mendukung perkembangan
perekonomian suatu negara dan diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan
rakyat. Sukses tidaknya suatu perbankan dipengaruhi oleh banyak aspek, diantaranya
aspek manajemen, pemasaran, sumber daya manusia dan juga kondisi keuangan yang
dimilikinya.
Laporan keuangan adalah laporan yang menunjukkan kondisi keuangan
perusahaan pada saat ini dalam suatu periode tertentu (Kasmir, 2008: 7). Laporan
keuangan melaporkan aktivitas yang sudah dilakukan perusahaan yang dituangkan
dalam angka-angka, baik dalam bentuk mata uang rupiah maupun dalam bentuk mata
uang asing. Laporan keuangan merupakan alat yang paling penting untuk
keuangan dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan ekonomi, baik oleh
pihak manajemen ataupun dari pihak eksternal.
Melalui analisis laporan keuangan pada perbankan dapat menunjukkan
tingkat risiko keuangan atau prediksi kebangkrutan perbankan. Kebangkrutan
tersebut dapat dihitung dengan menghitung rasio-rasio keuangan sehingga dapat
diukur sehat atau tidaknya suatu perbankan. Analisis Z-Score dikembangkan
oleh Professor Edward Altman (1968) dengan tujuan untuk mendeteksi apakah
suatu perusahaan dalam kondisi diambang kebangkrutan. Oleh karena itu,
analisa ini dapat digunakan untuk mengukur tingkat risiko keuangan suatu
perusahaan. Keberadaan Bank Mandiri dalam perekonomian nasional dan daerah
sangat penting dalam upaya meningkatkan taraf hidup rakyat melalui
penghimpunan dan penyaluran dana terutama usaha kecil dan mikro. Oleh
karena itu, berdasarkan uraian yang dikemukakan sebelumnya, maka peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Komperatif Risiko Keuangan Bank Mandiri Konvensional dan Bank Syariah Mandiri”.
1.2Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka yang menjadi
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah terdapat perbedaaan risiko
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui dan
menganalisis perbedaan risiko keuangan Bank Mandiri Konvensional dan Bank
Syariah Mandiri
1.4 Manfaat penelitian
Adapun manfaat yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah:
1. Bagi perusahaan
Sebagai bahan pertimbangan bagi perusahaan dan lembaga terkait dalam
menentukan kebijakan menganalisa mengenai kelangsungan kehidupan
perusahaan khususnya perbankan yang di gunakan untuk deteksi dini akan
adanya kebangkrutan.
2. Bagi peneliti
Dengan melakukan penelitian ini, peneliti dapat memperoleh pengetahuan,
menambah wawasan dan kemampuan dalam analisis risiko keuangan
perusahaan, khususnya perbankan.
3. Bagi pihak lain
Penelitian ini bermanfaat sebagai bahan referensi dan informasi bagi
peneliti lain yang akan melakukan penelitian lebih lanjut di masa yang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Perbankan 2.1.1.1 Pengertian Bank
Bank dalam menjalankan usahanya menghimpun dana dari masyarakat dan
menyalurkannya kembali dalam berbagai alternatif investasi. Sehubungan dengan
fungsi penghimpun dana ini, bank sering juga disebut dengan lembaga kepercayaan.
Berbeda halnya dengan perusahaan lain, transaksi usaha bank senantiasa berkaitan
dengan uang, karena memang usaha komoditi bank adalah uang. Sejalan dengan
karakteristik usahanya tersebut, maka bank merupakan suatu segmen usaha yang
kegiatannya banyak diatur oleh pemerintah.
Pengertian Bank menurut pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
tentang perbankan yang kemudian dikembangkan oleh Undang-Undang Nomor 10
1. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan
taraf hidup rakyat banyak.
2. Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional
dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya dapat memberikan
jasa dalam lalu lintas pembayaran.
2.1.1.2Fungsi Bank
Secara umum, fungsi utama bank (dalam Triandaru, et al. 2006 : 9) adalah
menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat
untuk berbagai tujuan. Secara lebih spesifik bank dapat berfungsi sebagai agent of
trust, agent of development, dan agent of services.
1. Agent of trust
Dasar utama kegiatan perbankan adalah kepercayaan (trust), baik dalam hal menghimpun dana maupun menyalurkan dana. Masyarakat akan mau menitipkan dananya di bank apabila dilandasi adanya unsure kepercayaan. Masyarakat percaya bahwa uangnya tidak akan disalah gunakan oleh bank, uangnya akan dikelola dengan baik, bank tidak akan bangkrut, dan pada saat yang telah dijanjikan simpanan tersebut dapay ditarik kembali dari bank. Pihak bank sendiri akan mau menempatkan atau menyalurkan dananya pada debitor atau masyarakat apabila dilandasi adanya unsure kepercayaan, debitor akan mengelola dana pinjaman dengan baik, debitor akan mempunyai kemampuan untuk membayar pinjaman pada saat jatuh tempo, dan debitor mempunyai niat baik untuk mengembalikan pinjaman beserta kewajiban lainnya pada saat jatuh tempo.
2. Agent of development
memungkinkan masyarakat melakukan kegiatan investasi, kegiatan distribusi, serta kegiatan konsumsi barang dan jasa, mengingat bahwa kegiatan investasi-distribusi-konsumsi tidak dapat dilepaskan dari adanya penggunaan uang. Kelancaran kegiatan investasi-distribusi-konsumsi ini tidak lain adalah kegiatan pembangunan perekonomian suatu masyarakat.
3. Agent of services
Disamping melakukan kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran dana, bank juga memberikan penawaran jasa perbankan yang lain kepada masyarakat. Jasa yang ditawarkan bank ini erat kaitannya dengan kegiatan perekonomian masyarakat secara umum. Jasa ini antara lain dapat berupa jasa pengiriman uang, penitipan barang berharga, pemberian jaminan bank, dan penyelesaian tagihan.
Ketiga fungsi bank ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang menyeluruh dan
lengkap mengenai fungsi bank dalam perekonomian, sehingga bank tidah hanya dapat
diartikan sebagai lembaga perantara keuangan.
2.1.1.3Jenis Bank
Dalam praktik perbankan di Indonesia saat ini terdapat beberapa jenis
perbankan yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan. Perbedaan jenis perbankan
dapat dilihat dari segi fungsi bank serta kepemilikan bank. Dari segi fungsi bank
perbedaan yang terjadi terletak pada luasnya kegiatan atau jumlah produk yang
ditawarkan maupun jangkauan wilayah operasinya. Sedangkan kepemilikan
perusahaan dilihat dari segi pemilikan saham yang ada serta akte pendiriannya.
Perbedaan lainnya adalah dilihat dari segi siapa nasabah yang mereka layani apakah
masyarakat luas atau masyarakat dalam lokasi tertentu. Jenis perbankan dibagi ke
Dilihat dari segi fungsinya bank dibedakan atas (1) Bank Sentral (2) Bank
Umum (3) Bank Perkreditan Rakyat. Jenis bank berdasarkan kepemilikannya
dibedakan atas (1) Bank milik pemerintah (2) Bank milik swasta nasional (3) bank
milik asing. Apabila dilihat dari segi cara menentukan harga bank dibedakan atas (1)
Bank Konvensional (2) Bank Syariah.
2.1.2 Bank Konvensional
2.1.2.1 Pengertian Bank Konvensional
Mayoritas bank yang berkembang di Indonesia dewasa ini adalah bank yang
berorientasi pada prinsip konvensional. Hal ini tidak terlepas dari sejarah bangsa
Indonesia dimana asal mula bank Indonesia dibawa oleh koloni belanda.
Menurut pedoman Bank Indonesia (Sastradipoera, 2004: 138), sebuah bank
disebut bank konvensional apabila didalam aktivitasnya baik dalam usaha
memobilisasi maupun dalam investasi dananya, memberikan dan mengenakan bunga
(yaitu, pengganti kerugian yang disebabkan oleh hilangnya likuiditas, atau balas jasa
yang diterima atas uang yang dipinjamkan, biasanya dinyatakan dalam persentase).
Bank konvensional yaitu bank yang dalam aktivitasnya, baik menghimpun
dana ataupun dalam meyalurkan dananya memberikan dan mengenakan imbalan
dalam persentase tertentu dari dana untuk suatu periode tertentu. Keuntungan utama
dari bisnis perbankan yang berdasarkan prinsip konvensional diperoleh dari selisih
bunga simpanan yang diberikan kepada penyimpan dengan bunga pinjaman atau
spread based. Apabila suatu bank mengalami kerugian dari selisih bunga, dimana
suku bunga simpanan lebih besar daripada suku bunga kredit, maka istilah ini dikenal
dengan negative spread.
2.1.2.2 Sumber Dana Bank
Sumber dana bank (Kasmir, 2004:19) adalah usaha bank dalam memperoleh
dana untuk membiayai kegiatan operasinya. Untuk menopang kegiatan bank sebagai
penjual uang (pemberi pinjaman) bank terlebih dahulu harus membeli uang
(menghimpun dana) sehingga dengan selisih bunga tersebut bank mendapat
keuntungan. Jenis-jenis sumber dana bank antara lain sebagai berikut:
1. Dana bersumber dari bank itu sendiri (modal sendiri) yaitu setoran
modal dari para pemilik atau bank menjual saham baru kepada pemilik
baru atau cadangan laba yang belum digunakan.
2. Dana berasal dari masyarakat luas seperti simpanan tabungan,
rekening giro dan deposito.
3. Dana berasal dari lembaga lain yaitu likuiditas dari Bank Indonesia,
pinjaman antar bank, pinjaman dari bank luar negri, dan Surat Berharga
2.1.2.3 Kegiatan Usaha Perbankan
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa sebagai lembaga keuangan,
kegiatan bank sehari-hari tidak akan lepas dari bidang keuangan. Adapun
kegiatan-kegiatan perbankan yang ada di Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Mengimpun dana dari masyarakat (funding) dalam bentuk: a. Simpanan Giro (Demand Deposit)
b. Simpanan Tabungan (Saving Deposit) c. Simpanan Deposito (Time Deposit)
2. Menyalurkan dana ke masyarakat (Lending) dalam bentuk: a. Kredit investasi
b. Kredit modal kerja c. Kredit perdagangan
3. Memberikan jasa-jasa bank lainnya (services) seperti: a. Transfer (Kiriman Uang)
b. Inkaso (Collection) c. Kliring (Clearing)
d. Safe deposito box e. Bank Card
k. Cek Wisata (Travelers Cheque) l. Jual beli surat-surat berharga
m. Menerima setoran-setoran seperti pembayaran pajak, telepon, air, dan uang kuliah
n. Melayani pembayaran-pembayaran seperti:
gaji/pensiun/honorarium, dividen, kupon dan bonus/hadiah. o. Dan jasa-jasa lainnya.
2.1.3 Bank Syariah
2.1.3.1Pengertian Bank Syariah
Menururt Siamat (2005:407), Perbankan syariah pada dasarnya adalah
syariah Islam dengan mengacu kepada Al-Qur’an dan Al-Hadist. Maksud dari sistem
yang sesuai dengan syariah islam adalah beroperasi mengikuti ketentuan-ketentuan
syariah islam, khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalat misalnya dengan
menjauhi praktik-praktik yang mengandung unsur riba dan melakukan kegiatan
investasi atas dasar bagi hasil pembiayaan sedangkan kegiatan usaha dengan
mengacu pada Al-Qur’an dan Al-Hadist yang dimaksudkan beroperasi mengikuti
larangan dan perintah yang terdapat dalam Al-Qur’an dan sunnah Rasul Muhammad
SAW.
Bank Syariah adalah bank umum sebagaimana dalam UU No.7 Tahun 1992
tentang perbankan yang saat ini telah diubah dengan UU No.10 Tahun 1998 yang
melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah termasuk unit usaha syariah
dan kantor cabang bank asing yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip
syariah.
Sedangkan yang dimaksud dalam Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip
Syariah menurut pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
perbankan yang saat ini telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara pihak bank dan pihak lain
untuk penyimpanan dana dan atau penyimpanan kegiatan usaha atau kegiatan lainnya
yang sesuai dengan syariah, antara lain:
a. Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah);
b. Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah);
d. Pembiayaan barang modal berdasarkan sewa murni tanpa pilhan (ijarah);
atau
e. Dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang disewa dari
pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina)
2.1.3.2 Kegiatan Usaha Bank Syariah
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor: 62/24/PBI/2004 tentang
Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah,
kegiatan usaha bank syariah dapat dibedakan sebagai berikut:
1. Penghimpun dana (funding)
2. Penyalur dana dan pembiayaan (financing)
3. Penyediaan jasa-jasa pelayanan perbankan (bank service)
1. Penghimpun Dana
Penghimpun dana atau disebut juga funding adalah kegiatan penarikan dana
atau penghimpunan dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan investasi
berdasarkan prinsip syariah. Berkaitan dengan penghimpun dana, dalam prinsip
syariah dibedakan antara simpanan yang tidak memberikan imbalan dan simpanan
yang memberikan imbalan.
Bentuk-bentuk simpanan berdasarkan prinsip syariah dapat disebutkan
sebagai berikut: (Simorangkir, 2000: 42)
b. Tabungan berdasarkan prinsip Al-Wadi’ah dan atau Al Mudharabah; atau
c. Deposito Berjangka berdasarkan prinsip Al-Mudharabah;
a. Prinsip Al-Wadi’ah
Produk pendanaan pada Bank Syariah pada prinsipnya tidak berbeda dengan
produk pendanaan bank konvensional. Namun yang membedakan adalah penggunaan
prinsip syariah yang menyertai masing-masing produk pendanaan, misalnya bahwa
giro dan tabungan pada dasarnya dilakukan dengan prinsip Al-Wadi’ah. Giro
Al-Wadi’ah adalah simpanan atau titipan yang kedua-duanya dapat ditarik
sewaktu-waktu. Prinsip titipan atau simpanan dalam fiqhi dikenal dengan prinsip Al-Wadi’ah
berarti titipan murni dari nasabah kepada pihak bank atau pihak lain yang harus
dijaga dan dikembalikan kepada penitip (penabung) kapan saja dia inginkan.
b. Prinsip Al-Mudharabah
Al-Mudharabah adalah perjanjian antara penanam dana dan pengelola dana
untuk melakukan kegiatan usaha tertantu, dengan pembagian keuntungan antara
kedua belah pihak dengan nisbah yang disepakati sebelumnya. Sementara Antonio
(2001) dalam Triandaru (2006) mendefinisikan Al-Mudharabah adalah Tabungan dan
Deposito Berjangka. Selanjutnya, berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh pihak
pemilik dana (penabung), prinsip Al-Mudharabah dapat dibedakan dalam 2 (dua)
1) Mudharabah Muthlaqah; dan
2) Mudharabah Muqayyadah.
1) Mudharabah Muthlaqah
Mudharabah Muthlaqah adalah kerjasama antara pemilik dana (shahibul
maa) dan mudharib (bank) yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh
spesifikasi jenis usaha, waktu dan wilayah bisnis. Artinya, pemilik dana memberikan
kepada pihak bank kekuasaan yang sangat besar dalam penggunanaan dana
simpanannya kepada mudharib. Dalam kegiatan penghimpunan dana, prinsip
Mudharabah Muthlaqah dapat diterapkan untuk pembukaan rekening Tabungan dan
Deposito Berjangka. Ini menyebabkan kemungkinan 2 (dua) jenis penghimpunan
dana berdasarkan prinsip syariah yaitu: Tabungan Al-Mudharabah dan Deposito
Berjangka Al-Mudharabah. Berdasarkan prinsip ini tidak ada pembatasan bagi pihak
bank dalam menggunakan dana yang dihimpun.
2) Mudharabah Muqayyadah
Mudharabah Muqayyadah merupakan simpanan dana khusus (restricted
investment) dimana pemilik dana menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus diikuti
oleh bank. Mudharabah Muqayyadah merupakan kebalikan dari Mudharabah
2. Penyaluran Dana
Kegiatan penyaluran dana atau pembiayaan Bank Syariah tetap berpedoman
kepada prinsip kehati-hatian yang diatur oleh Bank Indonesia. Oleh karena itu, bank
diwajibkan untuk meneliti secara seksama calon nasabah penerima dana berdasarkan
azas pembiayaan yang sehat. Ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan dengan
penyaluran dana perbankan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan
prinsip syariah. Bentuk penyaluran dana atau pembiayaan yang dilakukan Bank
Syariah dalam melaksanakan operasinya secara garis besar dapat dibedakan kedalam
4 (empat) kelompok sebagai berikut:
a. Prinsip jual beli (Bai’)
b. Prinsip bagi hasil
c. Prinsip sewa menyewa
d. Prinsip pinjam meminjam berdasarkan akad qardh
a. Prinsip jual beli (Bai’)
Dalam penerapan prinsip syariah terdapat 3 (tiga) jenis prinsip jual beli (bai’)
yang banyak dikembangkan oleh perbankan syariah dalam kegiatan pembiayaan
modal kerja dan produksi, yaitu sebagai berikut: (Karim, 2004: 97)
1) Bai’ al murabahah
2) Bai’ as-salam
3) Bai’ al-Istis
Bai’ al murabahah pada dasarnya adalah transaksi jual beli barang dengan
tambahan keuntungan yang disepakati. Untuk memenuhi kebutuhan barang oleh
nasabahnya, bank membeli barang dari supplier sesuai dengan spesifikasi barang
yang dipesan atau dibutuhkan nasabah, kemudian bank menjual barang tersebut
kepada nasabah dengan memperoleh marjin keuntungan yang telah disepakati.
Nasabah dalam hal ini dapat membeli jenis transaksi tunai, cicilan atau tangguhan.
Umumnya nasabah memilih metode pembayaran secara cicilan.
2. Bai’ as-salam
Bai’ as-salam adalah pembelian suatu barang yang penyerahannya (delivery)
dilakukan kemudian hari sedangkan pembayarannya dilakukan dimuka secara tunai.
Bai’ as-salam dalam perbankan biasanya diaplikasikan pada pembiayaan berjangka
pendek untuk produksi agribisnis atau hasil pertanian atau hasil industri lainnya.
Barang yang dibeli harus diketahui secara jelas jenis, macam, ukuran, mutu dan
jumlahnya. Harga jual yang disepakati harus dicantumkan dalam akad dan tidak
boleh berubah selama berlakunya akad. Apabila barang atau hasil produksi yang
diterima cacat atau tidak sesuai dengan akad, maka penjual dan produsen harus
bertanggung jawab dengan cara mengembalikan dana yang telah diterimanya atau
mengganti dengan barang yang sesuai dengan pesanan.
c. Bai’ Al-Istishna’
Bai’ Al-Istishna’ pada dasarnya merupakan kontrak penjualan antara pembeli
dan pembuat barang dengan pembayaran dimuka, baik secara tunai, cicilan, atau
pembuat barang menerima pesanan dari pembeli. Pembuat barang dapat saja
membuat barang yang dipesan atau dibeli sesuai dengan spesifikasi pesanan yang
dilakukan dalam kontrak kemudian menjualnya kepada pembeli. Prinsip bai’
Al-Istishna’ ini merupakan bai’ as-salam namun dalam istishna’ pembayaran dapat
dilakukan dimuka, dicicil atau ditangguhkan. Sementara dalam bai’ as-salam
dilakukan secara tunai.
b. Prinsip Bagi Hasil
Prinsip kedua dalam penyaluran dana adalah prinsip bagi hasil. Bagi hasil atau
profit sharing dalam perbankan berdasarkan prinsip syariah terdiri dari empat jenis
akad, yaitu: al-Mudarabah, al-Musyarakah, al-Muzara’ah, dan al-Musaqah. Namun
yang paling banyak diimplementasikan dalam perbankan syariah adalah dua prinsip
bagi hasil pertama, yaitu al-Mudarabah dan al-Musyarakah sementara yang dua
terakhir umumnya digunakan dalam rangka plantation financing.
1. Al-Musyarakah
Bank Indonesia mendefenisikan Al-Musyarakah sebagai suatu perjanjian
diantara para pemilik dana/modal untuk mencampurkan dana/modal mereka
pada suatu usaha tertentu, dengan pembagian keuntungan diantara pemilik
dana/modal berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.
Musyarakah dalam perbankan biasanya diaplikasikan untuk pembiayaan
proyek dimana nasabah dan bank sama-sama menyediakan dana untuk
perdagangan (trading asset), property, equipment, atau intangible asset
(seperti hak paten dan goodwill), dan barang-barang lainnya yang dapat
dinilai dengan uang. Semua modal digabung untuk dijadikan modal proyek
musyarakah dan dikelola bersama-sama. Setiap pemilik modal berhak turut
serta dalam menentukan kebijakan usaha yang dijalankan oleh pelaksana
proyek.
2. Al-Mudharabah
Al-Mudharabah pada dasarnya adalah perjanjian kerja sama antara dua
pihak atau lebih dimana salah satu pihak lainnya menyediakan tenaga atau
keahlian. Beberapa ahli fiqih berpendapat bahwa Al-Mudharabah tidak
dikelompokkan kedalam prinsip Al-Musyarakah.
c. Prinsip Sewa Menyewa
Prinsip ketiga dalam penyaluran dana Bank Syariah adalah sewa menyewa.
Sewa menyewa pada dasarnya merupakan transaksi sewa guna usaha atau leasing.
Oleh karena itu, sebagaimana dalam praktek, sewa guna usaha bisa dalam bentuk
sewa guna usaha dengan hak opsi atau financial lease dan sewa guna usaha tanpa hak
opsi atau operating lease. Dalam syariah Islam prinsip sewa menyewa ini dibedakan
berdasarkan akad, yaitu: al-ijarah, al-muntahiya bit tamlik.
1. Al-Ijarah
Al-Ijarah adalah perjanjian pemindahan hak guna atau manfaat atas suatu
pemindahan hak kepemilikan atas barang tersebut. Bank Indonesia
mendefinisikan ijarah sebagai perjanjian sewa menyewa suatu barang dalam
waktu tertentu melalui pembayaran sewa tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan atas barang itu sendiri.
2. Al-Ijarah Al-Muntahiya Bit-Tamlik
Al-Ijarah Al-Muntahiya Bit-Tamlik adalah akad atau perjanjian yang
merupakan kombinasi antara jual beli dan sewa menyewa suatu barang antara
bank dengan nasabah dimana nasabah (penyewa) diberi hak untuk memiliki
atau membeli objek sewa pada akhir akad. Dalam transaksi sewa guna usaha
(leasing), perjanjian ini disebut sale andleaseback. Harga sewa dan harga beli
ditetpkan bersama diawal perjanjian. Objek sewa harus bermanfaat,
dibenarkan oleh syariah dan nilai dari manfaat dapat diperhitungkan atau
diukur. Pada umumnya bank-bank syariah lebih memilih perjanjian sewa-beli
seperti ini (Al-Ijarah Al-Muntahiya Bit-Tamlik) karena lebih mudah
pembukuannya dan tidak memerlukan perawatan terhadap aset yang
sewa-beli.
d. Prinsip Pinjam Meminjam Berdasarkan Akad Al-Qardh
Prinsip keempat dalam penyaluran dana Bank Syariah yaitu prinsip pinjam
meminjam berdasarkan qardh. Bank Indonesia mendefinisikan Al-Qardh sebagai
penyedia dana atau tagihan antar Bank Syariah dengan pihak peminjam yang
mewajibkan pihak peminjam melakukan pembayaran sekaligus atau secara cicilan
sebagai pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali.
Dengan kata lain Qardh meminjam tanpa mengharapkan imbalan.
2.1.4 Perbedaan Bank Konvensional Dengan Bank Syariah
Menurut Triandaru, et.al (2006:156), perbedaan yang mendasar antara bank
konvensional dan bank syariah, antara lain:
1. Perbedaan Falsafah
Perbedaan pokok pada bank konvensional dan bank syariah terletak pada
landasan falsafah yang dianutnya. Bank Syariah tidak melaksanakan sistem
bunga dalam keseluruhan aktivitasnya. Sedangkan bank konvensional justru
kebalikan dari bank syariah. Pada dasarnya semua transaksi perniagaan
melalui bank syariah diperbolehkan asalkan tidak mengandung unsur bunga
(riba). Riba secara sederhana berarti sistem bunga berbunga atau compound
interest yang dalam semua prosesnya bisa mengakibatkan membengkaknya
kewajiban salah satu pihak.
2. Konsep Pengelolaan Dana Nasabah
Dalam sistem bank syariah dana nasabah dikelola dalam bentuk titipan
maupun investasi. Konsep dana titipan berarti kapan saja nasabah
membutuhkan bank syariah harus dapat memenuhinya. Akibatnya dana titipan
disalurkan kedalam berbagai usaha itulah yang akan dibagikan kepada
nasabah.
3. Kewajiban Mengelola Zakat
Bank syariah diwajibkan menjadi pengelola zakat yaitu dalam arti wajib
membayar zakat, menghimpun mengadministrasikannya, dan
mendistribusikannya. Hal ini merupakan fungsi dan peran yang melekat pada
bank syariah untuk memobilisasi dana-dana sosial (zakat, infaq dan sedekah).
4. Struktur Organisasi
Didalam strukutur organisasi suatu bank syariah diharuskan adanya
Dewan Pengawas Syariah (DPS). DPS bertugas mengawasi segala aktivitas
bank agar selalu sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. DPS ini dibawahi oleh
Dewan Pengawas Syariah Nasional (DPSN).
Secara singkat perbedaan antara bank konvensional dan bank syariah dapat
Tabel 2.1
Perbedaan Bank Syariah Dengan Bank Konvensional
No Bank Syariah Bank Konvensional
1 Berinvestasi pada usaha yang
halal Bebas nilai
2 Atas dasar bagi hasil, margin
keuntungan dan fee Sistem bunga
3 Besaran bagi hasil berubah-ubah
tergantung kinerja usaha Besaraanya tetap 4
Profit falah oriented Profit oriented
5
Pola hubungan kemitraan Hubungan debitur kreditur
6
Ada dewan pengawas syariah Tidak ada lembaga sejenis
Sumber: Triandaru, et.al (2006:157)
Sistem bagi hasil dalam perbankan syariah sering kali menjadi bahan
pertanyaan dan selalu dibandingkan dengan sistem bunga dalam perbankan
konvensional. Untuk menjelaskan keduanya, pada Tabel 2.2 berikut ini
Tabel 2.2
Perbandingan Sistem Bagi Hasil dan Sistem Bunga
No Sistem bunga Sistem bagi hasil
1 Penentuan suku bunga dibuat pada waktu akad dengan pedoman harus selalu untung untuk pihak bank
Penentuan besarnya risiko bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung atau rugi 2 Besarnya persentase berdasarkan
pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan
Besarnya risiko (nisbah) bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh 3 Tidak tergantung pada kinerja
usaha jumlah pembayaran bunga tidak mengikat meskipun jumlah keuntungan berlipat ganda saat keadaan ekonomi sedang baik
Tergantung pada kinerja usaha. Jumlah pembagian bagi hasil meningkat sesuai peningkatan bagi hasil.
4
Eksistensi bunga diragukan kehalalanya oleh semua agama termasuk agama islam
Tidak ada agama yang meragukan keabsahan bagi hasil
5 Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa
pertimbangan proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi
Bagi hasil tergantung pada keuntungan proyek yang
dijalankan. Jika proyek itu tidak mendapatkan keuntungan maka kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak Sumber: Triandaru, et.al (2006:157)
2.1.5 Risiko finansial
Risiko adalah peluang (kemungkinan) terjadinya bencana. Oleh karena itu,
risiko dari sudut pandang bank didefinisikan sebagai peluang dari kemungkinan
terjadinya situasi yang memburuk (Masyhud, 2006:3)
Menurut Idroes (2008:4), “Risiko merupakan bahaya: risiko adalah ancaman
berlawanan dengan tujuan yang ingin dicapai.” “Risiko juga merupakan peluang:
risiko adalah sisi yang berlawanan dari peluang untuk mencapai tujuan.”
Banyak teori yang tersedia untuk mendefinisikan jenis-jenis risiko dalam
menjalankan bisnis perbankan. Pada dasarnya jenis-jenis yang dihadapi dapat dibagi
dua kelompok besar yaitu risiko finansial dan risiko nonfinansial. Risiko finansial
terkait dengan kerugian langsung berupa hilangnya sejumlah uang akibat risiko yang
terjadi. Pada sisi lain dampak risiko nonfinansial tidak langsung dapat dirasakan.
Kasus seperti ketika kehilangan nasabah dan kehilangan bisnis akibat risiko yang
terjadi tidak langsung membuat bank menjadi rugi. Namun pada gilirannya, risiko
nonfinansial berpotensi untuk menimbulkan kerugian finansial. (Idroes, 2008: 22)
Jenis-jenis risiko yang dihadapi oleh perbankan adalah risiko kredit, risiko
pasar, risiko operasional, risiko konsentrasi kredit, risiko suku bunga, risiko bisnis,
risiko strategik, serta risiko reputasional. Sedangkan yang termasuk dalam risiko
finansial adalah: risiko kredit, risiko pasar, risiko operasional, konsentrasi kredit serta
risiko suku bunga. (Idroes, 2008: 22)
Dengan penjelsana risiko keuangan bank, maka untuk mengukur tinggi
rendahnya risiko suatu bank tersebut, maka diperlukan metode analisis. Adapun
metode analisis yang digunakan untuk mengukur risiko keuangan bank tersebut
adalah analisis rasio dan mengukur tingkat kebangkrutan bank tersebut digunakan
2.1.6 Pengukuran Rasio Keuangan Perbankan
Untuk melihat kondisi keuangan suatu bank maka dapat dilihat dari laporan
keuangan yang disajikan oleh suatu bank secara periodik. Berdasarkan Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 3/30/DPNP Tanggal 14 Desember 2011 tentang Pedoman
Perhitungan Rasio Keuangan Perbankan, suatu bank dapat dinilai dari rasio-rasio
CAMEL yaitu Capital, Asset, Management, Earning, dan Liquidity. Rasio tersebut
terdiri dari:
1. Permodalan (capital)
Modal merupakan salah satu faktor yang penting bagi bank dalam rangka
mengembangkan usaha dan menopang risiko kerugian yang mungkin
timbul dari penanaman dana dalam aktiva-aktiva produktif yang
mengandung risiko serta untuk membiayai penanaman dalam aktiva
lainnya.
Rasio-rasio dari aspek permodalan yaitu:
a. Capital Adequacy Ratio (CAR), merupakan rasio yang digunakan
untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank untuk
menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan risiko.
CAR adalah rasio yang memperlihatkan seberapa besar jumlah
seluruh aktiva bank yang mengandung risiko (kredit, penyertaan,
surat berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari modal
sendiri disamping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber
Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
CAR =
b. Rasio Aktiva Tetap terhadap Modal (ATTM). Rasio ini mengukur
kemampuan manajemen bank dalam menentukan besarnya aktiva
tetap dan inventaris yang dimiliki bank yang bersangkutan terhadap
modal. Semakin tinggi rasio ini artinya modal yang dimiliki bank
kurang mencukupi dalam menunjang aktiva tetap dan inventaris
sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah akan
semakin besar.
ATTM =
2. Kualitas Aktiva Produktif (Asset)
Kualitas aktiva produktif adalah semua aktiva dalam rupiah atau valas
yang dimiliki oleh bank dengan maksud untuk memperoleh penghasilan
sesuai dengan fungsinya, yaitu: pemberian kredit, kepemilikan surat-surat
berharga, dan penempatan dana kepada bank lain baik dari dalam maupun
luar negeri terkecuali penanaman dana dalam bentuk giro atau
penyertaan.
Keadaan kualitas aktiva produktif akan terus dipantau oleh pihak bank
karena kualitas aktiva produktif dalam neraca bank akan mempengaruhi
yang dilakukan dalam aktiva produktif akan dinilai kualitasnya dengan
menentukan kolektibilitas dari aktiva yang bersangkutan.
3. Kualitas Manajemen (Management)
Penilaian faktor manajemen dalam penilaian tigkat kesehatan bank
dilakukan dengan melakukan evaluasi terhadap pengelolaan terhadap
bank yang bersangkutan. Penilaian tersebut dilakukan dengan
menggunakan status kuesioner yang dikelompokan dalam dua kelompok
besar, yaitu kuesioner kelompok manajemen umum dan kuesioner
manajemen risiko. Kuesioner kelompok manajemen umum selanjutnya
dibagi dalam subkelompok pertanyaan yang berkaitan dengan (1) strategi,
(2) struktur, (3) sistem, (4) sumber daya manusia, (5) kepemimpianan, (6)
budaya kerja, sementara itu, untuk kuesioner manajemen resiko dibagi
dalam subkelompok yang berkaitan dengan (1) risiko likuiditas, (2) risiko
pasar, (3) risiko kredit, (4) risiko operasional, (5) risiko hokum, dan (6)
risiko pemilik dan pengurus.
4. Rentabilitas (Earning)
Penilaian rentabilitas penting karena menyangkut kemampuan bank
dalam memperoleh laba. Dengan laba yang kuat bank akan dapat
berkembang dengan baik. Rentabilitas digunakan untuk menilai
keberhasilan bank dalam menghasilkan laba sebelum pajak melalui
berdasarkan kemampuan bank manghasilkan laba setelah pajak
berdasarkan modal yang dimiliki. Selain itu, rentabilitas juga dapat dilihat
dari pendapatan bunga bersih yang mampu dihasilkan pihak bank bila
dibandingkan dengan aktiva produktif yang dimiliki oleh pihak bank.
Rentabilitas juga dinilai berdasarkan total beban operasional yang
ditanggung oleh pihak bank dibandingkan dengan kemampuan bank
dalam menghasilkan pendapatan operasional.
a. Return on Asset (ROA) Rasio ini digunakan untuk mengukur
kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan (laba
sebelum pajak) yang dihasilkan dari rata-rata total aset bank yang
bersangkutan. Semakin besar ROA, semakin besar pula tingkat
keuntungan yang dicapai bank sehingga kemungkinan suatu bank
dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Laba sebelum pajak
adalah laba bersih dari kegiatan operasional sebelum pajak.
Sedangkan rata-rata total aset adalah rata-rata volume usaha atau
aktiva.
ROA =
b. Return on Equity (ROE) Rasio ini digunakan untuk mengukur
kinerja manajemen bank dalam mengelolah modal yang tersedia
untuk menghasilkan laba setelah pajak. Semakin besar ROE,
kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil.
Laba setelah pajak adalah laba bersih dari kegiatan operasional
setelah dikurangi pajak sedangkan rata-rata total ekuitas adalah
rata-rata modal inti yang dimiliki bank, perhitungan modal inti
dilakukan berdasarkan ketentuan kewajiban modal minimum yang
berlaku.
ROE =
c. Net Interest Margin (NIM), Rasio ini digunakan untuk mengukur
kemampuan manajemen bank dalam mengelola aktiva produktifnya
untuk menghasilkan pendapatan bunga bersih. Pendapatan bunga
bersih diperoleh dari pendapatan bunga dikurangi beban bunga.
Semakin besar rasio ini maka meningkatnya pendapatan bunga atas
aktiva produktif yang dikelola bank sehingga kemungkinan suatu
bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil.
NIM =
d. Beban Operasi Terhadap Pendapatan Operasi (BOPO), Rasio yang
sering disebut rasio efisiensi ini digunakan untuk mengukur
kemampuan manajemen bank dalam mengendalikan biaya
operasional terhadap pendapatan operasional. Semakin kecil rasio
yang bersangkutan sehingga kemungkinan suatu bank dalam
kondisi bermasalah semakin kecil. Biaya operasional dihitung
berdasarkan penjumlahan dari total beban bunga dan total beban
operasional lainnya. Pendapatan operasional adalah penjumlahan
dari total pendapatan bunga dan total pendapatan operasional
lainnya.
BOPO =
5. Likuiditas
Likuiditas diukur dengan kemampuan perusahaan memenuhi
kebutuhannya, misalnya untuk rasio lancar (quick ratio) digunakan untuk
mengukur kemampuan aktiva lancar dalam menjamin hutang lancar
perusahaan.
LDR (Loan to Deposit Ratio), Rasio ini digunakan untuk menilai
likuiditas suatu bank yang dengan cara membagi jumlah kredit yang
diberikan oleh bank terhadap dana pihak ketiga. Semakin tinggi
rasio ini, semakin rendahnya kemampuan likuiditas bank yang
bersangkutan sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi
bermasalah akan semakin besar. Kredit yang diberikan tidak
termasuk kredit kepada bank lain, sedangkan untuk dana pihak
ketiga adalah giro, tabungan, simpanan berjangka, sertifikat deposit
LDR =
2.1.7 Analisis Diskriminan Z-Score
Rasio-rasio keuangan memberikan indikasi tentang kekuatan keuangan dari
suatu perusahaan. Keterbatasan analisis rasio timbul dari kenyataan bahwa
metodologinya pada dasarnya bersifat univariate, yang artinya setiap rasio diuji
secara terpisah. Pengaruh kombinasi dari beberapa rasio hanya didasarkan pada
pertimbangan para analis keuangan. Oleh karena itu, untuk mengatasi kekurangan
analisis rasio digunakan analisis diskiminan. Analisis diskriminan menghasilkan
suatu indeks yang memungkinkan klasifikasi dari suatu pengamatan menjadi satu dari
beberapa pengelompokan yang bersifat a priori (Sawir, 2005:22)
Analisis Z-Score dikembangkan oleh Prof. Edward Altman dengan tujuan
untuk mendeteksi apakah suatu perusahaan diambang kebangkrutan (financial
distress). Metode ini disebut juga dengan Multiple Discriminant Analysis (MDA).
Oleh karena itu analisis ini dapat digunakan untuk mengukur tingkat keuangan suatu
Bentuk dari fungsi analisis ini adalah sebagai berikut:
X4 = Nilai pasar ekuitas/ nilai buku dari total kewajiban
X5 = Penjualan/ total aktiva
Z = Indeks secara keseluruhan
Untuk menganalisis hasil perhitungan model Z-Score, digunakan angka
interpretasi yang dikembangkan oleh Prof. Edward Altman, yang akan
mendiskriminasi posisi suatu perusahaan apakah akan bangkrut atau tidak yang dapat
dilihat sebagai berikut
Tabel 2.3
Kriteria Analisis Z-Score
Score Prediction
Z > 2.99 Dikategorikan sebagai perusahaan yang sangat sehat sehingga tidak mengalami kesulitan keuangan
1.81 Z 2.99 Berada di daerah abu-abu sehingga dikategorikan sebagai perusahaan yang memiliki kesulitan keuangan, namun mungkin terselamatkan dan kemungkinan juga bangkrut sama besarnya, tergantung dari kebijaksanaan manajemen perusahaan sebagai pengambil keputusan
Nilai Z yang semakin besar, maka semakin besar pula kemungkinan perusahaan tidak
mengalami kegagalan usaha. Hasil penelitian ini, hanya signifikan untuk prediksi
selama dua tahun ke depan. Formula Altman Z-Score merupakan kombinasi dari
beberapa rasio keuangan yang dianggap dapat memprediksi kesehatan dan terjadinya
kebangkrutan pada sebuah perusahaan.
1. Modal Keja/Total Aktiva (X1)
Merupakan rasio yang mendekteksi likuiditas dari total aktiva dan posisi
modal kerja (netto), dimana modal kerja diperoleh dari selisih antara aktiva
lancar dengan hutang lancar. Jika diakitkan dengan indikator–indikator
internal seperti ketidakcukupan kas, hutang dagang membengkak, utilitas
modal (harta kekayaan) menurun, penambahan hutang yang tak terkendali dan
beberapa indikator lainnya
Perusahaan mengalami kesulitan keuangan pada umumnya modal kerjanya
akan turun lebih cepat daripada total aktiva menyebabkan rasio ini turun
(Sawir, 2005:25). Selisih antara sumber dana dan penggunaan dana akan
menunjukkan modal kerja perusahaan itu bertambah atau berkurang. Jika
terjadi sumber dana lebih besar daripada penggunaan dana, maka akan terjadi
surplus yang berarti modal kerja bertambah, demikian pula sebaliknya akan
terjadi defisit (modal kerja berkurang) apabila sumber dana lebih kecil
daripada penggunaan dana. Modal kerja bertambah karena penjualan aktiva
berkurang karena pembilang aktiva tetap, hutang jangka panjang, dan modal
sendiri.
2. Laba Ditahan/Total Aktiva (X2)
Merupakan rasio – rasio profitabilitas yang mendeteksi kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan keuntungan. Rasio Laba Ditahan/Total
Aktiva akan mengukur besarnya kemampuan suatu perusahaan dalam
memperoleh keuntungan, ditinjau dari kemampuan perusahaan yang
bersangkutan dalam memperoleh laba dibandingkan dengan kecepatan
perputaran operating aset sebagai ukuran efisiensi usaha. Bila perusahaan
mulai merugi, tentu saja nilai awal laba ditahan mulai turun. Bagi banyak
perusahan, nilai dari rasio Laba Ditahan/Total Aktiva akan menjadi negatif
(Sawir,2005:25).
3. Laba Sebelum Bunga dan Pajak/ Total Aktiva (X3)
Merupakan rasio yang mengukur kemampuan dari modal yang diinvestasikan
dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan bagi semua
investor termasuk pemegang saham dan obligasi. Beberapa indikator yang
dapat digunakan dalam mendeteksi adanya masalah pada kemampuan
profitabilitas perusahaan diantaranya adalah : piutang dagang meningkat, rugi
terus menerus dalam beberapa semester, pendapatan menurun, terlambatnya
hasil penagihan piutang, kredibilitas perusahaan berkurang, serta kesediaan
memberi kredit pada konsumen yang tak dapat membayar pada waktu yang
Rasio ini dapat digunakan sebagai ukuran seberapa produktifitas penggunaan
dana yang dipinjam. Bila rasio ini lebih besar daripada rata – rata tingkat
bunga yang dibayar, maka berarti perusahaan menghasilkan uang lebih
banyak daripada bunga pinjaman (Sawir, 2005:25)
4. Nilai Pasar Modal Sendiri (Modal Sendiri)/Total Hutang (X4)
Merupakan rasio yang mengukur aktivitas perusahaan. Rasio ini juga
digunakan dalam bentuk persamaan net worth/total debt. Rasio ini mengukur
kemampuan perusahaan dalam memberikan jaminan kepada setiap hutangnya
melalui modalnya sendiri. Umumnya perusahaan yang gagal adalah
perusahaan yang mengkonsumsi lebih banyak hutang dibandingkan modal
sendiri. Semakin tinggi rasio ini menunjukan perusahaan semakin dipercaya,
artinya nilai perusahaan menjadi lebih tinggi. Rasio ini kebalikan dari debt
equity ratio yang dikenal di dalam rasio keuangan (Sawir, 2005:25)
5. Penjualan / Total Aktiva (X5)
Rasio Penjualan/Total aktiva merupakan rasio yang mendeteksi kemampuan
perusahaan yang tertanam dalam keseluruhan aktiva berputar dalam satu
periode tertentu. Rasio ini dapat pula dikatakan sebagai rasio yang mengukur
kemampuan modal yang diinvestasikan oleh perusahaan untuk menghasilkan
pendapatan (revenue). Semakin besar perputaran total aktiva semakin efektif
perusahaan mengelola aktivanya
Beberapa indikator yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya masalah
di atas: pangsa pasar menurun, berpindahnya penguasaan pasar pada pesaing, modal
kerja menurun, kepercayaan konsumen berkurang dan beberapa indikator lainnya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat terlihat rasio-rasio yang digunakan dalam
metode Altman Z–Score tidak hanya terfokus pada bagian-bagian keuangan
perusahaan saja tetapi juga dapat dikorelasikan dengan beberapa indikator yang
mungkin dapat mempengaruh rasio-rasio tersebut. Hal ini berarti bahwa
implementasinya motede Altman Z-Score pada perusahaan di samping akan
mendekteksi terjadinya kemungkinan kebangkrutan, juga akan mengarahkan
perusahaan yang sedang mengalami masalah dengan memperhatikan indikator yang
berkaitan dengan likuiditas, profitabilitas dan aktivitas perusahaan. Metode Altman
Z-Score pertama kali dikembangkan untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan.
Pada dasarnya tujuan perhitungan nilai Z adalah untuk mengingatkan akan masalah
keuangan yang mungkin membutuhkan perhatian serius dan menyediakan petunjuk
untuk bertindak. Bila nilai Z perusahaan lebih rendah daripada yang dikehendaki
manajemen. Maka harus diamati laporan keuangan untuk mencari penyebab mengapa
terjadi begitu. Hal yang menarik mengenai Altman Z-Score adalah keandalannya
sebagai alat analisis tanpa memperhatikan bagaimana ukuran perusahaan. Meskipun
perusahaan sangat makmur, tapi bila nilai Z mulai turun dengan tajam, perusahaan
harus segera waspada dan mengambil langkah tepat untuk memperbaiki kinerjanya
Pengamatan dimulai dengan menghitung nilai Z dari periode ke periode
sebelumnya dan dibandingkan dengan nilai Z sekarang. Bila kecenderungan
yang menyebabkan skor jatuh. Memantau kecenderungan nilai Z akan membantu
mengevaluasi perubahan keuangan perusahaan.
2.2 Penelitian Terdahulu
1. Umar Hamdan dan Adi Wijaya (2006)
Hamdan dan Wijaya (2006) melakukan penelitian dengan judul “Analisis
Komparatif Risiko Keuangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Konvensional dan
BPR Syariah”, Penelitian ini dilakukan pada BPR di Sumatera Selatan. Tujuan
penelitian ini dilakukan adalah untuk mengetahui dan menganalisis tingkat risiko
BPR Konvensional dan BPR Syariah. Teknik analisis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisis diskriminan dan analisis rasio keuangan yang terdiri
dari:
a. Rasio likuiditas dengan indikator: Asset to Loan Ratio, Cash Ratio, dan Loan to
Deposit Ratio.
b. Rasio solvabilitas dengan indikator: Capital Ratio, Capital Risk dan Capital
Adequacy Ratio.
c. Rasio rentabilitas dengan indikator: Gross Profit Margin, Net Profit Margin,
Return on Equity dan Return on Asset.
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa:
1. Secara umum rasio-rasio likuiditas BPR syariah “F” relatif lebih baik
2. Rasio-rasio solvabilitas kedua BPR menunjukan kondisi sehat. Rasio
kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) kedua BPR diatas ketentuan
minimum BI (8%). CAR pada BPR konvensional “S” tahun 2003 sebesar
23,95% dan BPR Syariah “F” sebesar 37,92% dari angka tersebut ternyata
rasio solvabilitas BPR syariah “F” relatif lebih baik dibandingkan dengan
rasio solvabilitas BPR konvensional “S”.
3. Semua rasio rentabilitas kedua BPR adalah positif. Laba bersih terhadap
pendapatan operasi (NPM) yang cukup baik, dimana pada BPR konvensional
“S” sebesar 39,73% dan pada BPR syariah “F” sebesar 35,37% pada tahun
2003. Keadaan ini menunjukkan bahwa kedua BPR mampu memperoleh laba
yang wajar, walaupun NPM BPR syariah “F” relatif lebih rendah dibanding
dengan BPR konvensional “S”.
4. Perbandingan tingkat risiko keuangan berdasarkan hasil analisis diskriminan
(Z-Score) menunjukkan kedua BPR pada posisi “gray”. Namun nilai Z BPR
syariah “F” relatif lebih tinggi dibanding BPR konvensional “S”, yang berarti
risiko BPR Syariah “F” relatif lebih rendah dibandingkan BPR konvensional
“S”.
2 Sudartanto (2012)
Sudartanto melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Komparatif Risiko
Keuangan Pada Bank konvensional dan Bank Syariah (Studi Kasus pada Bank
Rakyat Indonesia dan Bank Muamalat Indonesia)”. Tujuan dilakukannya penelitian