• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Penerapan Good Farming Practices dan Good Hygienic Practices pada Ksu Jaya Abadi Kabupaten Blitar Jawa Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Penerapan Good Farming Practices dan Good Hygienic Practices pada Ksu Jaya Abadi Kabupaten Blitar Jawa Timur"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN PENERAPAN

GOOD FARMING PRACTICES

DAN

GOOD HYGIENIC PRACTICES

PADA KSU JAYA ABADI

KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR

SKRIPSI

MARIA ANGELINA PUSPITASARI

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

(2)

RINGKASAN

MARIA ANGELINA PUSPITASARI. D14204058. 2008. Kajian Penerapan Good Farming Practices dan Good Hygienic Practices pada KSU Jaya Abadi Kabupaten Blitar Jawa Timur. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Rarah R. A. Maheswari, DEA Pembimbing Anggota : Epi Taufik, S.Pt., MVPH

Susu merupakan salah satu produk primer ternak perah yang merupakan sumber protein berkualitas tinggi. Susu memiliki nilai gizi yang hampir sempurna dan sangat peka terhadap pengaruh fisik maupun mikrobiologis, sehingga sangat penting untuk menghasilkan susu yang Halal, Aman, Utuh, dan Sehat (HAUS). Kerusakan susu dapat disebabkan oleh faktor kebersihan, suhu dan kecepatan dan ketepatan dalam penanganannya, sehingga dalam proses produksinya, penting untuk diterapkan Good Farming Practices (GFP) dan Good Hygienic Practices (GHP) dengan baik dan benar pada peternakan dan koperasi produsen susu.

Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan, dimulai dari bulan Juli sampai Agustus 2007 dan dilanjutkan pada bulan Maret sampai April 2008 dengan melakukan kajian penerapan GFP dan GHP pada beberapa sampel peternakan anggota Koperasi Serba Usaha Jaya Abadi (KSUJA). Pengambilan data dengan wawancara dan observasi dilakukan dengan alat bantu kuisioner yang berpedoman pada Guide to good farming practices for animal production food safety (Office International des Epizooties, 2006) dan Guide to good dairy farming practice (International Dairy Federation Food– Agriculture Organization of the United Nations, 2004). Kajian ini dibagi dalam lima aspek yang mempunyai porsi yang sama penting yaitu (a) bangunan dan fasilitas peternakan, (b) manajemen pakan, (c) sumberdaya manusia (SDM), (d) proses pemerahan, dan (e) manajemen peternakan. Kegiatan magang di lokasi penelitian juga dilaksanakan dengan metode kerja partisipatif. Magang penelitian ini bertujuan untuk mengkaji penerapan GFP yang terkait dengan GHP pada KSUJA Desa Bendosari, Kecamatan Sanankulon, Kabupaten Blitar, Jawa Timur sebagai salah satu koperasi pemasok susu segar bagi PT Nestlé Indonesia.

Hasil kajian penerapan GFP dan GHP pada peternakan KSUJA yaitu bahwa aspek bangunan dan fasilitas peternakan dalam GFP dan GHP masih sangat kurang diterapkan oleh sebagian besar (37,93%) peternak. Terdapat 55,17% peternak kurang menerapkan GFP dan GHP pada manajemen pakan. Sebanyak 51,72% peternak kurang menerapkan GFP dan GHP pada aspek SDM. Hampir setengah dari jumlah peternak kurang menerapkan GFP dan GHP pada proses pemerahan. Manajemen peternakan yang dilaksanakan oleh 44,83% peternak masih sangat kurang sesuai dengan syarat GFP dan GHP.

Sebanyak 13,79% peternak KSUJA cukup menerapkan kelima aspek penting GFP dan GHP, sedangkan sebanyak 82,76% dan 3,45% peternak masing-masing masih kurang dan sangat kurang menerapkan GFP dan GHP di peternakannya. Penerapan GFP dan GHP pada suatu peternakan dapat mempengaruhi susu secara langsung pada kualitas mikrobiologisnya. Berdasarkan hasil uji TPC dari PT Nestlé Indonesia, kualitas mikrobiologis susu dari peternak KSUJA masih melampaui batas jumlah total kuman maksimal dari SNI 01-3141, bersesuaian dengan mayoritas peternak (82,76%) yang kurang menerapkan GFP dan GHP di peternakannya.

(3)

ABSTRACT

Evaluation of Implementation of Good Farming Practices (GFP) and Good Hygienic Practices (GHP) in KSU Jaya Abadi Blitar East Java

Puspitasari, M. A. , R. R. A. Maheswari, E. Taufik

Milk is one of the primary animal products that contain very high quality of nutrients. Perishability of raw milk should encourage farmers as producers to apply Good Farming Practices (GFP) and Good Hygienic Practices (GHP) in their dairy farms. Interview and observation have been done to 29 sample farmers in KSU Jaya Abadi (KSUJA) in Blitar East Java. KSUJA is one of raw milk suppliers for PT Nestlé Indonesia in Kejayan, Pasuruan East Java. The questionnaire was used as tool for observation and interview process. The construction of questionnaire was based on Guide to good farming practices for animal production food safety (Office International des Epizooties, 2006) and Guide to good dairy farming practice (International Dairy Federation Food-Agriculture Organization of the United Nations, 2004). Five important aspects of GFP and GHP have been evaluated i.e. (a) farm building and facilities, (b) feed management, (c) human resources, (d) milking management, and (e) farm management. The results showed that the majority of the farmers (82.76%) had less implemented of GFP and GHP aspects in their dairy farming practices. This condition associated with low microbiological quality of the milk based on Total Plate Count (TPC) test results from PT Nestlé Indonesia.

(4)

KAJIAN PENERAPAN

GOOD FARMING PRACTICES

DAN

GOOD HYGIENIC PRACTICES

PADA KSU JAYA ABADI

KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR

MARIA ANGELINA PUSPITASARI D14204058

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

(5)

KAJIAN PENERAPAN

GOOD FARMING PRACTICES

DAN

GOOD HYGIENIC PRACTICES

PADA KSU JAYA ABADI

KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR

Oleh

MARIA ANGELINA PUSPITASARI D14204058

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 31 Juli 2008

Pembimbing Utama

Dr. Ir. Rarah R. A. Maheswari, DEA NIP. 131 671 595

Pembimbing Anggota

Epi Taufik, S.Pt., MVPH NIP. 132 258 289

Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 16 Mei 1986 di Banyuwangi. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Albertus Djoko Triastadi, B.Sc. dan Ibu Johanna Peni Prijanti, S.Ag.

Penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di TKK Santa Maria Banyuwangi pada tahun 1992. Tahun pertama penulis di sekolah dasar dilalui penulis di SDK Santa Maria Banyuwangi. Tahun kedua sampai tahun keenam dilalui penulis di SDK Santa Maria Kediri. Pendidikan menengah pertama diselesaikan penulis pada tahun 2001 di SLTP Katolik Putri Kediri dan dilanjutkan ke pendidikan menengah atas di SMU Negeri I Kediri yang diselesaikan pada tahun 2004. Penulis diterima di program studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun yang sama melalui jalur USMI.

Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif menjadi anggota Keluarga Mahasiswa Katolik IPB (KEMAKI), pengurus Himpunan Profesi Produksi Ternak (HIMAPROTER) pada tahun 2005–2006. Penulis juga menjadi anggota aktif organisasi ekstra kampus yaitu PMKRI Cabang Bogor Santo Joseph a Cupertino.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang senantiasa melimpahkan kasihNYA, serta penyertaan Bunda Maria sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Kajian Penerapan Good Farming Practices (GFP) dan Good Hygienic Practices (GHP) pada KSU Jaya Abadi Kabupaten Blitar Jawa Timur” sebagai salah satu syarat kelulusan untuk mendapatkan gelar Sarjana Peternakan dari Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini berupa kajian penerapan GFP dan GHP pada peternakan di Koperasi Serba Usaha Jaya Abadi Desa Bendosari, Kecamatan Sanankulon, Kabupaten Blitar Jawa Timur. Koperasi Serba Usaha Jaya Abadi (KSUJA) merupakan salah satu pemasok susu segar bagi Industri Pengolahan Susu (IPS) PT

Nestlé Indonesia. Susu memiliki nilai gizi yang hampir sempurna dan sangat peka terhadap pengaruh fisik maupun mikrobiologis, sehingga sangat penting untuk menghasilkan susu yang Halal, Aman, Utuh, dan Sehat (HAUS). Penerapan GFP dan GHP pada suatu peternakan dapat mempengaruhi susu secara langsung pada kualitas mikrobiologisnya. Kajian ini dibagi dalam lima aspek yang mempunyai porsi yang sama penting yaitu (a) bangunan dan fasilitas peternakan, (b) manajemen pakan, (c) sumberdaya manusia (SDM), (d) proses pemerahan, dan (e) manajemen peternakan. Penerapan GFP dan GHP diperlukan agar mutu susu terjaga baik sehingga dapat tercapai keamanan pangan bagi konsumen.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam penulisan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang membangun untuk memperbaiki skripsi ini, dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Agustus 2008

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ……...……… i

ABSTRACT……...………...……… ii

RIWAYAT HIDUP………....………. iii

KATA PENGANTAR………. iv

DAFTAR ISI………...……… v

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN... ix

PENDAHULUAN... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 3

TINJAUAN PUSTAKA... 4

Susu Segar... 4

Kualitas Susu... 4

Komponen Susu ……… 6

Good Farming Practices (GFP)………... 7

Good Hygienic Practices (GHP)………. 7

Bangunan dan Fasilitas Peternakan ... 10

Manajemen Pakan... 11

Sumberdaya Manusia (SDM)... 12

Manajemen Kesehatan Pemerahan ... 13

Manajemen Peternakan... 15

Keamanan Pangan... 16

METODE... 17

Lokasi dan Waktu ... 17

Materi... 17

Prosedur... 17

Strategi Pengambilan Sampel ... 25

Penentuan Jumlah Sampel ... 25

KEADAAN UMUM KOPERASI SERBA USAHA JAYA ABADI... 26

Sejarah Perkembangan KSU Jaya Abadi ... 26

Letak dan Kondisi Geografis KSU Jaya Abadi ... 26

Kepengurusan KSU Jaya Abadi... 27

Penerimaan Susu Segar di KSU Jaya Abadi... 28

(9)

HASIL DAN PEMBAHASAN... 29

Bangunan dan Fasilitas Peternakan ... 30

Manajemen Pakan... 36

Sumberdaya Manusia (SDM)……….. 40

Proses Pemerahan ………... 44

Manajemen Peternakan... 49

Karakteristik Peternak KSUJA... 52

Penanganan dan Pendinginan Susu... 55

Mutu Susu Sapi Asal Peternak KSUJA ... 56

KESIMPULAN... 63

Kesimpulan ... 63

Saran... 63

UCAPAN TERIMA KASIH... 65

DAFTAR PUSTAKA ... 66

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Karakteristik dan Syarat Mutu Susu Segar ... 5

2. Proporsi Komposisi Utama Susu……….. 6

3. Pembobotan Kuisioner dan Checklist Kesesuaian Kondisi Peternakan dengan Good Farming Practices dan Good Hygienic Practices ………. 18

4. Hasil Kajian Penerapan GFP dan GHP pada Aspek Bangunan dan Fasilitas Peternakan kepada 29 Peternak Sampel ... 31

5. Nilai Performa Peternak Hasil Kajian GFP dan GHP Aspek Bangunan dan Fasilitas Peternakan ... 36

6. Hasil Kajian GFP dan GHP Aspek Manajemen Pakan kepada 29 Peternak Sampel... 36

7. Nilai Performa Peternak Hasil Kajian GFP dan GHP Aspek Manajemen Pakan ... 40

8. Hasil Kajian GFP dan GHP Aspek Sumberdaya Manusia (SDM) kepada 29 Peternak Sampel... 40

9. Nilai Performa Peternak Hasil Kajian GFP dan GHP Aspek Sumber Daya Manusia ... 43

10. Hasil Kajian GFP dan GHP Aspek Proses Pemerahan kepada 29 Peternak Sampel... 43

11. Nilai Performa Peternak Hasil Kajian GFP dan GHP Aspek Proses Pemerahan ... 47

12. Hasil Kajian GFP dan GHP Aspek Manajemen Peternakan kepada 29 Peternak Sampel ... 49

13. Nilai Performa Peternak Hasil Kajian GFP dan GHP Aspek Manajemen Peternakan ... 51

14. Nilai Performa Peternak Hasil Kajian GFP dan GHP dalam Seluruh Aspek yang Dikaji ... 51

15. Pengalaman Peternak KSUJA dalam Beternak Sapi Perah ... 52

16. Tingkat Pendidikan Peternak KSUJA ... 52

17. Pekerjaan Peternak KSUJA Selain Beternak Sapi Perah ... 53

18. Alasan Peternak untuk Memelihara Sapi Perah ... 54

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Peta Wilayah Kecamatan Sanankulon……... 26

2. Struktur Organisasi KSU Jaya Abadi ……….. 27

3. Contoh Kandang Milik Peternak KSUJA dengan Sirkulasi Udara yang Baik ... 30

4. Sisa Pakan dalam Palungan yang Sulit Dibersihkan ... 32

5. Gambar Alat-Alat yang Digunakan Peternak KSUJA untuk Pemerahan... 33

6. Bangunan Kandang Milik Peternak KSUJA ... 34

7. Penumpukan Limbah di Sekitar Kandang... 35

8. Tempat Penyimpanan Pakan Milik Peternak KSUJA... 38

9. Grafik Produksi Susu yang Dikirim ke PT Nestlé Indonesia ... 56

10.Grafik Frekuensi Pengiriman Susu Tiap Bulan ke PT Nestlé Indonesia... 57

11.Kandungan Protein Susu yang Dikirim ke PT Nestlé Indonesia... 57

12.Kandungan Lemak Susu yang Dikirim ke PT Nestlé Indonesia ... 58

13.Kandungan Bahan kering Tanpa Lemak (SNF) Susu yang Dikirim ke PT Nestlé Indonesia... 59

14.Kandungan Total Solid Susu yang Dikirim ke PT Nestlé Indonesia... 59

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Kuisioner Peternak... 69 2. Hasil Analisa Komposisi Bahan Pakan Ternak

(Analisa Proximate) Konsentrat Sinar Jaya Merah

oleh Tim Pakan Ternak Sapi Perah Jawa Timur... 76 3. Definisi Operasional Checklist Kesesuaian Kondisi Peternakan

dengan Good Farming Practices dan Good Hygienic Practices….. 77 4. Standar Operational Procedures (SOP) Pemerahan

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Susu merupakan salah satu produk primer ternak perah yang merupakan sumber protein berkualitas sangat baik dan merupakan potensi pangan yang dapat menjadi faktor penentu kualitas sumberdaya manusia (SDM) nasional yang kompetitif. Susu sebagai bahan pangan hasil ternak di era pasar bebas, dituntut dalam jaminan keamanan dan kualitasnya agar dapat bersaing di pasar global. Susu memiliki nilai gizi yang hampir sempurna dan sangat peka terhadap pengaruh fisik maupun mikrobiologis, sehingga sangat penting untuk menghasilkan susu yang Halal, Aman, Utuh, dan Sehat (HAUS). Kerusakan susu banyak disebabkan oleh faktor kebersihan, suhu, kecepatan dan ketepatan dalam penanganannya, sehingga dalam proses produksinya, penting untuk diterapkan Good Farming Practices dan

Good Hygienic Practices dengan baik dan benar pada peternakan dan koperasi produsen susu.

Good Farming Practices (GFP) merupakan pedoman tata cara beternak yang baik dan benar. Aplikasi GFP pada peternakan sapi perah dikenal dengan Good Dairy Farming Practices (GDFP), untuk kepentingan studi ini istilah GFP dimaksudkan sebagai tata cara beternak sapi perah yang baik dan benar. Penerapan GFP penting dilakukan bersama dengan Good Hygienic Practices (GHP) yang merupakan tata cara sanitasi yang baik untuk menghasilkan susu, yang menuntut suatu peternakan menerapkan syarat-syarat cara beternak yang baik untuk menghasilkan kualitas bahan baku hasil ternak yang higiene, kaya nutrisi, dan aman untuk dikonsumsi. Good Hygienic Practices yang diterapkan pada peternakan sapi perah di dalamnya mencakup Good Milking Practices, Good Handling Practices, serta Good Transportation Practices.

(14)

Practices penting dilaksanakan agar penanganan susu dilakukan secara tepat dan dapat mempertahankan mutu susu terutama secara fisik dan mikrobiologis sebelum diolah lebih lanjut. Prinsip utama dari penerapan Good Handling Practices adalah menghindarkan semaksimal mungkin kontaminasi air susu atau bahan pangan dengan lingkungan terutama dari pengaruh suhu yang tinggi dan segera menempatkan susu dalam ruang berpendingin untuk menjaga kualitasnya.

Susu yang segera didinginkan lalu dikirim ke koperasi atau ke industri pengolahan susu dengan menerapkan Good Transportation Practices. Good Transportation Practices penting diterapkan untuk mempertahankan kualitas susu. Susu panas harus segera didinginkan atau disetorkan kepada unit pendingin di koperasi. Susu yang telah didinginkan dikirim kepada industri pengolahan susu dengan menggunakan peralatan transportasi yang khusus yaitu berpendingin untuk mempertahankan suhu susu agar tidak meningkat selama perjalanan. Penerapan sistem rantai dingin dalam penanganan pasca panen susu sangat penting karena sifat produk yang amat mudah rusak oleh pengaruh suhu lingkungan yang tinggi, sehingga sebaiknya susu tidak diekspos terlalu lama pada suhu ruang.

Hasil kajian dari BSN yang bekerja sama dengan Departemen Pertanian tentang penerapan SNI Susu Segar nomer 01-3141 tahun 1998 di Jawa Timur (BSN, 2007) yaitu hasil uji laboratorium menunjukkan bahwa mutu susu dari peternak

masih cukup baik, tetapi berangsur-angsur menurun setelah penanganan dari peternak sampai IPS, dapat terlihat bahwa ada permasalahan dari penanganan susu pasca panen yang dilakukan peternak selama ini. Pengetahuan peternak terhadap sanitasi dan hygiene sebenarnya sudah cukup baik, tetapi kesadaran untuk menerapkan dalam praktek masih sangat rendah. Peralatan penanganan dan pengangkutan yang tidak dijaga kebersihannya, memicu tingginya kontaminasi kuman dan bakteri pada susu.

(15)

Kantor pusat Koperasi Serba Usaha Jaya Abadi terletak di desa Bendosari, Kecamatan Sanankulon, Kabupaten Blitar, Jawa Timur merupakan salah satu koperasi penyetor susu segar bagi PT Nestlé Indonesia. Oleh sebab itu penerapan GFP dan GHP menjadi hal yang sangat penting bagi KSUJA.

Penerapan GFP bersama dengan GHP pada peternakan sapi perah sangat penting untuk dilaksanakan karena merupakan suatu tindakan untuk meningkatkan jaminan mutu susu segar yang dihasilkan. Selanjutnya, sebagai wujud nyata dari adanya penerapan ini adalah terbentuknya suatu manual mutu, yaitu semacam pedoman Standard Operational Procedure (SOP) untuk melaksanakan peternakan sapi perah yang baik, baik dalam skala rakyat maupun industri.

Tujuan

Umum

Tujuan umum dari magang penelitian ini untuk memperoleh pengalaman bekerja di lapangan dengan berinteraksi langsung dengan masyarakat dan pegawai koperasi yang berada dalam sektor penghasil susu segar, mengetahui keadaan lapangan dalam dunia kerja secara nyata, meningkatkan wawasan dan ketrampilan, serta mengaplikasikan materi yang didapat untuk melakukan observasi, analisa, dan pemecahan masalah yang terdapat dalam suatu bidang usaha peternakan, khususnya peternakan sapi perah.

Khusus

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Susu Segar

Badan Standarisasi Nasional (1998) dalam ketentuannya yang tercantum dalam SNI 01-3141 menerangkan bahwa susu segar adalah susu murni yang belum mendapat perlakuan apapun kecuali proses pendinginan tanpa mempengaruhi kemurniannya. Susu murni adalah cairan yang berasal dari ambing sapi sehat dan bersih, yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun.

Rahman et al. (1992) menjelaskan bahwa susu dapat berasal dari berbagai jenis dan spesies hewan mamalia. Susu tersebut meskipun pada umumnya mengandung unsur-unsur atau komponen yang sama, namun bervariasi dalam komposisi dan sifat-sifat fisiknya. Buckle et al. (1987) menjelaskan bahwa jumlah setiap komponen susu bergantung pada spesies, waktu pemerahan, umur sapi, kesehatan ternak, pakan, dan

kondisi lingkungan seperti iklim dan masa laktasi.

Pertumbuhan mikroba pada susu dapat mempengaruhi karakteristik susu, misalnya pembentukan asam, pembentukan gas, proteolisis, pelendiran, perubahan lemak, produksi alkali serta perubahan cita rasa dan warna (Rahman et al. 1992). Susu merupakan hasil utama pada usaha sapi perah rakyat. Susu yang dihasilkan harus memenuhi syarat HAUS yaitu Halal, Aman, Utuh, dan Sehat. Susu sapi yang HAUS dapat dihasilkan jika manajemen kesehatan pemerahan diterapkan. Usaha yang harus dilakukan dalam manajemen kesehatan pemerahan meliputi tindakan sebelum dan sesudah pemerahan, serta pada saat pemerahan, yang memiliki tujuan untuk mendapatkan susu yang HAUS, memelihara kesehatan ambing, serta meningkatkan produksi susu secara optimal (Hidayat et al., 2002)

Kualitas Susu

(17)

Tabel 1. Karateristik dan Syarat Mutu Susu Segar

No. Karakteristik Syarat

1. Berat jenis (pada suhu 27,50C) minimal 1,0280

2. Kadar lemak minimal 3,0%

3. Kadar bahan kering tanpa lemak minimal 8,0%

4. Kadar protein minimal 2,7%

5. Warna, rasa, bau dan kekentalan Tidak ada perubahan

6. Derajat asam 6-7 °SH

7. Uji alkohol (70%) Negatif

8. Uji katalase minimal 3 cc

9. Angka refraksi 36-38

10. Angka reduktase 2-5 jam

11. Cemaran mikroba maksimal: • Total kuman

• Salmonella • E. coli (patogen) • Coliform

• Streptococcus group B

Staphylococcus aureus

1 x 106 CFU/ml

13. Cemaran logam berbahaya maksimal: • Timbal (Pb)

• Pestisida/ insektisida

Sesuai dengan aturan yang berlaku

15. Kotoran dan benda asing Negatif

16. Uji pemalsuan Negatif

17. Titik beku -0,520°C s/d –5,60°C

18. Uji peroxidase Positif

Sumber : Badan Standarisasi Nasional (1998)

(18)

peralatan, pendinginan dan penyimpanan susu yang tepat, menjaga kebersihan kandang dan rumah susu, dan kontrol terhadap serangga. Masalah kesehatan ternak yang paling mempengaruhi kualitas susu dan rasa susu adalah mastitis. Kebersihan fasilitas dan ternak, tempat dilaksanakan pemerahan yang kompak dan kokoh, serta pendinginan dengan cepat merupakan elemen yang mendasar untuk memperoleh kualitas susu yang baik (Ensminger dan Tyler, 2006).

Komponen Susu

Alfa-Laval (1990) menjelaskan bahwa kuantitas komposisi utama susu dapat sangat bervariasi berdasarkan jenis dan individu dalam jenis yang sama. Variasi kandungan nutrisi tersebut dapat dinyatakan dalam Tabel 2.

Tabel 2. Proporsi Komposisi Utama Susu

Komposisi Utama Susu Keragaman (%) Nilai Rata-Rata (%)

Air 85,5 – 89,5 87,5

Total Bahan Kering 10,5 – 14,5 13,0

Lemak 2,5 – 6,0 3,9

Protein 2,9 – 5,0 3,4

Laktosa 3,6 – 5,5 4,8

Mineral 0,6 – 0,9 0,8

Sumber : Alfa-Laval (1990)

Bath et al. (1985) menyatakan bahwa lemak susu dan protein adalah kandungan dalam susu yang sering berubah-ubah kadarnya. Kadar laktosa relatif konstan yaitu berkisar 5% dan mineral berkisar 0,7%. Harga susu lebih dari 80 tahun ditentukan berdasarkan kadar lemak yang sering bervariasi dalam susu.

(19)

amino dalam rumen. Sebanyak 50% lemak susu dibuat dari asam lemak rantai panjang yang berasal dari lemak punggung, lemak dari pakan, dan mikroba.

Good Farming Practices (GFP)

Good Farming Practices (GFP) menurut Department of Agriculture, Food and Rural Development Irlandia (2001) merupakan cara beternak yang baik dan benar, yang memperhatikan lingkungan dan memenuhi standar minimal sanitasi dan kesejahteraan ternak. Good Farming Practices (GFP) juga termasuk di dalamnya aturan yang berlaku di lingkungan, hygiene atau sanitasi, kesejahteraan ternak, identifikasi dan registrasi ternak serta kesehatan ternak. Aspek-aspek utama dalam GFP yaitu manajemen nutrisi, manajemen lahan rumput, perlindungan sungai dan sumber air, pemeliharaan habitat liar, pemeliharaan batas peternakan, penggunaan pestisida dan bahan kimia yang berhati-hati, perlindungan situs-situs bersejarah, pemeliharaan penampakan visual peternakan dan lingkungannya, pemeliharaan catatan peternakan, kesejahteraan ternak, hygiene atau sanitasi, tidak menggunakan bahan yang dilarang dan penggunaan obat hewan yang bertanggung jawab, dan pengetahuan peternak tentang GFP.

Menurut Office International des Epizooties (OIE) (2006) terdapat enam aspek penting dalam peternakan sapi perah yang harus dilaksanakan yaitu memperhatikan bangunan dan fasilitas lain, daerah sekitar dan kontrol terhadap lingkungan, kondisi kesehatan ternak, pakan ternak, air untuk ternak, obat-obat hewan, dan manajemen

peternakan.

International Dairy Federation Food dan Agriculture Organization of The United Nations (IDF/FAO) (2004) menyatakan bahwa untuk memperoleh susu yang aman dari suatu peternakan sapi perah, maka ada lima bagian besar yang perlu diperhatikan dan dipenuhi yaitu kesehatan ternak, pemerahan yang higienis, pakan ternak, kesejahteraan ternak, dan lingkungan peternakan.

Good Hygienic Practices (GHP)

(20)

cepat dan efektif sekaligus memastikan kesehatan sapi dan kualitas dari susunya. Konsistensi pelaksanaan prosedur pemerahan yang baik adalah bagian yang penting dalam pelaksanaan Good Agricultural Practices (GAP) untuk pemerahan. Good Agricultural Practices merupakan petunjuk penting beserta deskripsinya untuk memastikan pemerahan dan penyimpanan susu dilakukan dalam kondisi yang higienis, dan peralatan yang digunakan dalam pemerahan dan penyimpanan susu harus dalam kondisi yang terawat baik.

International Dairy Federation Food dan Agriculture Organization of The United Nations (IDF/FAO) (2004) juga menjelaskan bahwa tujuan GAP untuk pemerahan yaitu (a) memastikan pemerahan yang rutin dan tidak menyebabkan cedera pada sapi atau menambah kontaminasi pada susu, (b) memastikan pemerahan dalam kondisi yang higienis, dan (c) memastikan susu ditangani dengan seperlunya setelah pemerahan. Pemerahan harus dilaksanakan secara rutin dengan metode yang tidak menyebabkan cedera pada sapi. Hal ini dapat dilakukan dengan mengenali sapi secara individual (dengan menggunakan tanda pengenal pada sapi), menyiapkan kondisi dan peralatan yang diperlukan untuk pemerahan, memastikan teknik pemerahan yang konsisten, memisahkan susu dari sapi yang sehat dengan susu dari sapi yang sakit atau dalam masa perawatan, menggunakan dan merawat peralatan pemerahan dengan tepat dan baik, serta memastikan adanya suplai air bersih yang cukup. Pemerahan harus

dipastikan dilaksanakan dalam kondisi yang higienis, yaitu dengan menjaga kandang dan lingkungannya selalu bersih setiap saat, memastikan terjaganya kebersihan di area pemerahan dan memastikan pemerah mengikuti aturan dasar sanitasi. Penanganan susu hasil pemerahan yang higienis harus dilakukan dengan tepat. Tindakan-tindakan yang harus dilakukan yaitu dengan mendinginkan susu dengan cepat, dan dilakukan di area yang bersih. Peralatan yang digunakan untuk mendinginkan susu harus memadai. SOP pemerahan yang telah disusun oleh Hidayat et al., (2002) dapat dijadikan acuan bagi peternak sapi perah di Indonesia dalam melaksanakan GMP (Lampiran 5).

(21)

pencernaan, menyebabkan lingkungan sekitar ternak yang tidak higienis, sehingga dapat mengakibatkan sanitasi yang rendah saat pemerahan dan kondisi yang ternak yang kurang sehat.

Edmonson (2003) menjelaskan bahwa pencelupan puting setelah pemerahan penting untuk mencegah penyebaran organisme penyebab mastitis selama pemerahan. Seluruh permukaan puting harus dilapisi oleh cairan desinfektan sesuai dengan yang diijinkan pemerintah. Aplikasi yang ideal yaitu dengan pencelupan dibandingkan dengan penyemprotan karena dengan pencelupan, maka puting akan terlapisi dengan sempurna dan lebih menghemat cairan desinfektan yang digunakan.

Maskur (1999) menyatakan bahwa peralatan penanganan susu di KSU Jaya Abadi sudah berbahan dasar stainless steel, tidak bersudut, memiliki permukaan yang halus, tidak mudah berkarat, dan mudah dibersihkan. Peralatan penanganan susu dibersihkan dengan manual cleaning. Deterjen yang digunakan oleh KSU Jaya Abadi adalah teepol. Hal ini sesuai dengan persyaratan Dairy Hygiene Inspectorate (DHI) (2006) bahwa untuk mencapai keamanan pangan, peralatan yang digunakan untuk pemerahan dan penanganan susu harus selalu dibersihkan setelah digunakan. Pencucian peralatan pemerahan dan penanganan susu harus dengan menggunakan larutan pembersih.

Menurut Direktorat Penanganan Pasca Panen Direktorat Jenderal Pengolahan

dan Pemasaran Hasil Pertanian (2006), penanganan pasca panen pada produk susu perlu mendapatkan perhatian yang lebih serius karena susu mudah terkontaminasi oleh bau dan bakteri yang dapat menurunkan kualitasnya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk menghasilkan susu yang berkualitas baik diantaranya:

1) pemeliharaan kesehatan ternak agar selalu sehat dengan memberikan pakan yang bergizi dan sesuai dengan kebutuhan ternak, serta melakukan pemeriksaan kesehatan ternak secara rutin;

2) pekerja yang menangani ternak dan pemerahan harus dalam kondisi yang sehat, menjaga diri agar tidak melakukan kebiasaan menggaruk, batuk-batuk, merokok ataupun bersin untuk menghindarkan kontaminasi pada susu;

(22)

4) pemerahan dilakukan di tempat yang bersih, peralatan yang higienis dan kebersihan ternak, serta dengan metode yang tepat;

5) penyimpanan susu pada suhu dibawah 3-4 °C dilakukan secepat mungkin agar bakteri tidak berkembang biak;

6) pengujian kualitas susu dengan parameter yang sesuai dengan parameter yang dipersyaratkan IPS agar diketahui tingkat kualitas susu yang diterima oleh IPS tersebut; dan

7) pencucian serta sanitasi semua peralatan untuk penanganan susu setelah digunakan.

Bangunan dan Fasilitas Peternakan

Office International des Epizooties (OIE) (2006) menjelaskan bahwa bangunan dan fasilitas peternakan harus dikontrol agar tidak membahayakan ternak karena di dalamnya dapat merupakan sumber penyebab kontaminasi bagi ternak seperti mikroba patogen, bahan kimia dan fisik yang dapat membahayakan ternak secara langsung dan tidak langsung. Beberapa hal yang harus dilakukan untuk meminimalisasi bahaya yang datang dari lingkungan terdekat ternak yaitu (a) menghindarkan setiap kegiatan beternak dekat dengan pabrik industri yang dapat menjadi sumber polusi (i) pembakaran sampah lokal yang melepaskan banyak senyawa dioksida, pabrik pengolahan yang melepaskan senyawa pelarut dan logam berat, atau (ii) dalam suatu lingkungan yang mudah terkena

(23)

Ensminger dan Tyler (2006) menjelaskan bahwa bangunan peternakan harus dirancang untuk memfasilitasi kenyamanan, kesehatan dan produktifitas ternak. Ventilasi yang baik, tersedianya pakan dan air dengan kualitas yang baik, penerangan dan kenyamanan ternak harus diperhatikan untuk meningkatkan performa ternak. Milking parlors atau tempat pemerahan disediakan untuk meningkatkan efisiensi tenaga kerja, kondisi pekerjaan, dan sanitasi selama pemerahan.

Palmer (2005) menegaskan bahwa area yang terpisah diperlukan untuk mengisolasi ternak dan untuk perawatan ternak. Area ini harus dibuat agar nyaman bagi ternak dan memiliki suplai obat-obatan serta memiliki penerangan yang cukup. Area perawatan ini biasanya dibuat dekat dengan kandang khusus untuk melahirkan dan untuk mengisolasi ternak yang sakit. Hal ini dilakukan untuk efisiesi pekerja dan sering disebut dengan kandang untuk kebutuhan khusus.

Manajemen Pakan

Office International des Epizooties (OIE) (2006) menjelaskan bahwa pemberian pakan untuk ternak menghadapi bahaya biologis, kimia dan fisik yang mungkin dapat berada dalam pakan dan akhirnya dapat mengakibatkan residu dalam hasil ternak. Contoh bahaya yang mungkin muncul diantaranya bakteri, virus, jamur dan kapang, parasit, antibiotik, dan pestisida. Resiko residu juga mungkin berasal dari dosis yang terlalu tinggi dari obat-obatan pada pakan. Bahaya yang muncul dapat berasal dari

padang rumput atau asal rumput yang digunakan sebagai pakan. Rumput yang diberikan pada ternak beresiko mengandung chron (dekat jalan utama yang padat, atau dekat dengan pembakaran limbah pabrik setempat). Lahan tersebut juga tidak tercemar oleh residu bahan kimia (pestisida, dioksida, atau logam berat) pada level yang tidak ditoleransi, dan lahan tersebut diketahui bukan tempat bersembunyi bakteri patogen (spora anthrax) atau parasit (cacing pita). Lahan tersebut juga tidak boleh ada tanaman beracun yang tumbuh.

(24)

atau diproduksi sendiri mengandung resiko terdapat bahaya residu bahan kimia, tumbuhnya jamur dan kapang. Proses pencampuran bahan-bahan mentah harus dipastikan tepat komposisinya dan tercampur dengan sempurna. Sampel pakan, baik pakan komersial maupun pakan yang dicampur peternak sendiri harus disimpan untuk pemeriksaan lebih lanjut jika ada residu yang terkandung pada susu.

Sudono et al. (2003) menjelaskan bahwa pakan diperlukan oleh sapi laktasi untuk kebutuhan hidup pokok dan produksi susu. Jika jumlah dan mutu pakan yang diberikan kurang, hasil susunya tidak akan maksimal. Agar lebih praktis, pemberian konsentrat adalah 50% dari jumlah susu yang dihasilkan (rasio 1: 2). Konsentrat lebih berpengaruh terhadap kadar berat jenis susu dan produksi, sehingga semakin tinggi nilai gizi konsentrat, berat jenis susu akan tinggi. Pemberian rumput tetap berpatokan 10% dari bobot hidup. Kualitas rumput atau hijauan akan mempengaruhi kualitas susu yang dihasilkan, terutama kadar lemaknya. Hijauan yang biasa diberikan kepada sapi perah diantaranya adalah (a) limbah pertanian, seperti daun jagung, daun kacang tanah, jerami padi, daun ubi jalar, (b) rumput alam atau rumput lapangan, dan (c) rumput hasil budi daya, seperti rumput gajah dan sulanjana. Hijauan yang mengandung nilai gizi tinggi biasanya berasal dari limbah tanaman kacang-kacangan atau legumiosa. Produksi susu akan meningkat sampai dengan bulan kedua masa laktasi, maka pemberian pakan pada masa awal laktasi harus benar-benar sesuai kebutuhan sapi agar puncak produksi dapat

dipertahankan. Selanjutnya jika produksi susu mulai turun seiring dengan bertambahnya masa laktasi, pemberian pakannya juga harus disesuaikan dengan jumlah produksi. Jika sapi sudah mengalami penurunan masa produksi, penambahan pakan tidak akan dapat meningkatkan masa produksinya sehingga tidak ekonomis.

Sumberdaya Manusia (SDM)

Office International des Epizooties (OIE) (2006) menganjurkan bahwa sumberdaya manusia, baik itu peternak atau pekerja kandang harus memiliki kemampuan yang cukup dengan mengikuti pelatihan tentang pemerliharaan sapi perah yang baik. Pengetahuan tentang penyakit sapi perah dan cara penanggulangannya seharusnya dimiliki oleh peternak sapi perah, sehingga peternak mampu mengambil keputusan yang benar jika ternaknya sakit.

(25)

1) mempunyai rasa sayang pada hewan agar memudahkan peternak dalam melakukan pemeliharaan, perawatan dan penyembuhan pada ternaknya; 2) mempunyai ketekunan dalam bekerja untuk waktu yang lama karena

pekerjaan dalam beternak sapi perah merupakan pekerjaan yang membutuhkan perhatian yang intensif;

3) mempunyai pengetahuan dasar-dasar pemuliaan sapi perah, yakni sistem perkawinan dan seleksi, pemberian pakan dan tata laksana perkandangan sapi perah yang baik;

4) mengetahui masalah rumput atau hijauan sebagai pakan dan cara-cara menanam rumput atau hijauan tersebut;

5) mempunyai jiwa, semangat kerja sama, dan hubungan yang baik dengan peternak-peternak sapi perah lainnya;

6) dapat mengatasi kekecewaan jika terjadi kegagalan dalam usaha; dan 7) dapat mengambil keputusan-keputusan yang baik dan tepat.

Cunningham et al. (2005) menjelaskan bahwa bisnis persusuan membutuhkan manager dan pekerja yang terlatih dengan baik dan berpengalaman. Pemerahan membutuhkan lebih banyak perhatian dan waktu daripada aktivitas yang lain. Sapi diperah dua sampai tiga kali sehari. Pekerja yang dapat diandalkan harus tersedia setiap tahun. Peternak yang modern dapat dengan mudah mengadopsi teknologi mutahir untuk

efisiensi produksi, lagipula kemampuan yang tinggi untuk pemeliharaan, reproduksi, nutrisi, kandang dan manajemen limbah adalah sangat penting untuk meraih untung dalam perusahaan sapi perah. Upah pekerja merupakan proporsi yang tinggi dalam biaya produksi, oleh sebab itu penting untuk mengatur SDM dengan efisiensi yang tinggi. Sumberdaya manusia (SDM) di peternakan sapi perah harus sadar pentingnya sanitasi seperti menjaga agar ternak harus selalu bersih. Infeksi ambing harus terdeteksi dini, dan jika sudah terjadi maka SDM harus mampu mencegah penularan antar ternak. Sanitasi adalah perhatian utama dalam fasilitas peternakan sapi perah karena penjualan susu berdasarkan pada syarat kebersihan (Tabel 1).

Manajemen Kesehatan Pemerahan

(26)

Manajemen pada saat pemerahan meliputi cara pemerahan yang dianjurkan dan yang tidak dianjurkan serta jarak dan waktu pemerahan. Manajemen setelah pemerahan meliputi suci hama puting, mencatat produksi susu, menyaring susu, dan mengumpulkan susu ke TPS (Hidayat et al., 2002)

Waktu pemerahan dalam sehari umumnya dilakukan dua kali, yaitu pagi dan sore. Namun pemerahan sebaiknya dilakukan 3 kali jika produksi lebih dari 25 liter per hari. Jarak pemerahan dapat menentukan jumlah susu yang dihasilkan. Jika jaraknya adalah 12 jam, maka jumlah susu yang dihasilkan pada waktu pagi dan sore akan sama. Jarak pemerahan yang tidak sama akan menyebabkan jumlah susu yang dihasilkan pada sore hari akan lebih sedikit daripada susu yang dihasilkan pada pagi hari (Sudono et al., 2003).

Pemerahan yang dilakukan pada interval atau jarak pemerahan 10-14 jam akan menghasilkan susu yang lebih banyak setelah 14 jam. Volume susu yang dihasilkan setelah 14 jam akan mempunyai jumlah yang lebih banyak dibanding volume susu setelah 10 jam, namun bila dibagi dengan 14, maka produksi susu setiap jam akan lebih sedikit bila dibandingkan dengan produksi susu tiap jam setelah 10 jam. Hal ini menjelaskan bahwa pemerahan dalam jarak atau interval yang pendek akan meningkatkan produksi susu hingga mencapai tingkat produksi tertingginya. Peternak akan mendapatkan hasil harian yang tinggi dan tercapainya efisiensi kemampuan

ambing dalam memproduksi susu (Turner, 1962).

Sapi perah yang sehat dengan ambing yang sehat akan memproduksi susu dengan kandungan bakteri yang relatif sedikit. Pada waktu pemerahan susu, dua atau tiga aliran susu susu pertama dari puting susu mengandung lebih banyak bakteri daripada aliran susu yang belakangan, karena alasan ini ketiga aliran susu pertama ini dibuang. Sapi perah atau ambingnya yang sakit mungkin mengakibatkan susu mengandung mikroorganisme dalam jumlah yang lebih besar. Mikroorganisme tersebut bersifat patogen terhadap sapi perah dan manusia. Oleh karena itu harus diambil tindakan-tindakan pencegahan yang menjamin susu aman sebagai makanan manusia (Williamson dan Payne, 1993).

(27)

pemerahan menyebabkan pelepasan lebih awal yang menyebabkan semakin singkatnya waktu yang diperlukan untuk pemerahan (Campbell et al., 2003).

Persiapan sebelum pemerahan, termasuk pemerahan awal, dan pembersihan puting, memiliki efek langsung terhadap pengendalian mastitis. Pemeriksaan susu yang dilakukan saat pemerahan awal dapat mengantisipasi tercampurnya susu yang normal dan susu yang tidak wajar dengan menggunakan milk cup. Selanjutnya setelah pemerahan harus dilakukan desinfeksi dengan desinfektan yang dicelup atau disemprotkan, hal ini dapat membantu mencegah mastitis sub klinis. Monitoring dalam peternakan sangat penting dilakukan. Pencatatan produksi harian per ekor memudahkan peternak dalam melaksanakan tindakan yang diperlukan (Lind, 2003).

Manajemen Peternakan

Office International des Epizooties (OIE) (2006) menyebutkan beberapa rekomendasi untuk mencegah timbulnya bahaya mikroba patogen yang dapat masuk dalam peternakan, yang di dalamnya juga dapat menyebabkan kontaminasi bahan kimia. Keduanya dapat mempengaruhi resiko terjadi kontaminasi pada ternak dan produknya. Manajemen peternakan yang dimaksud diantaranya:

1) pelatihan, tingkah laku dan status kesehatan pekerja untuk memperoleh pekerja yang memiliki pengetahuan yang cukup dalam memelihara sapi perah, mengetahui tanda-tanda penyakit pada sapi perah, dan mengerti

tentang sanitasi standar dalam melakukan pekerjaan kandang;

2) perawatan, pembersihan dan desinfeksi peralatan, tempat dan lingkungan sekitar;

3) pengendalian hama dan serangga atau hewan pengganggu dan mencegah masuknya hewan selain ternak atau orang yang tidak berkepentingan agar ternak tidak terjangkit penyakit dari peternakan lain atau dari lingkungan; 4) manajemen persediaan pakan dan obat-obatan;

5) manajemen limbah dan bahan yang sudah lewat masa berlakunya agar limbah dan kotoran dari peternakan tidak menyebabkan pencemaran lingkungan;

6) penyimpanan bahan kimia; 7) monitoring produksi ternak;

(28)

9) manajemen keluar-masuknya ternak agar dengan membawa masuk ternak baru, bukan berarti membawa bibit penyakit masuk ke dalam peternakan atau sebaliknya;

10)isolasi hewan yang sakit dan produknya agar tidak digunakan untuk manusia dan ternak; dan

11)pengeluaran atau pemusnahan ternak yang mati agar tidak menjadi sumber kontaminasi dalam peternakan tersebut.

Keamanan Pangan

World Health Organization (WHO) dan Food and Agriculture Organization (FAO) sangat memperhatikan masalah keamanan pangan dan memberikan penekanan bagi seluruh negara agar memperkuat sistem keamanan pangan. Negara-negara juga diminta agar meningkatkan kewaspadaan terhadap para produsen dan penjual yang terlibat dalam industri pangan. Permasalahan terkait keamanan pangan sering disebabkan tidak adanya pengetahuan produsen makanan tentang persyaratan keamanan pangan dan implikasinya serta penggunaan resep yang ilegal dan curang, antara lain penyedap masakan maupun obat-obatan hewan yang tidak terdaftar (Depkes RI, 2007).

Food and Agriculture Organization (FAO) (1992) mendeklarasikan dalam Rahman (2007) bahwa memperoleh pangan yang cukup, bergizi, dan aman dikonsumsi adalah hak setiap orang. Metode pencegahan atau preventive control dianggap sangat

(29)

METODE

Lokasi dan Waktu

Kegiatan magang ini telah dilaksanakan di KSU Jaya Abadi Desa Bendosari Kecamatan Sanankulon Kabupaten Blitar Jawa Timur selama 4 bulan, dimulai dari bulan Juli 2007 sampai dengan Agustus 2007 dan dilanjutkan pada bulan Maret sampai April 2008.

Materi

Bahan

Bahan yang digunakan dalam pengambilan data yaitu rol film, sampel susu dari peternak Desa Bendosari, methylene blue, alkohol 70%, uji antibiotik Beta Star, dan air.

Alat

Alat yang digunakan adalah alat tulis, kuisioner (Lampiran 1), kamera, timbangan meja, timba pengukur atau balance tank, lactodensimeter, tabung reaksi, botol sampel, lactoscan SA, dan Dairyscan model JET 2.

Prosedur

Evaluasi pelaksanaan aspek-aspek GFP dan GHP oleh peternak dilakukan melalui observasi dan wawancara langsung dengan peternak di lapangan. Observasi dan wawancara berpedoman pada kuisioner yang telah disiapkan. Kuisioner untuk peternak dibuat dengan berpedoman pada jurnal Guide to good farming practices for animal production food safety (OIE, 2006) dan Guide to good dairy farming practice (IDF/FAO, 2004). Pembobotan poin-poin checklist kesesuaian kondisi peternakan dengan Good Farming Practices (GFP) dan Good Hygienic Practices (GHP) diberikan berdasarkan (a) tingkat kepentingan, dan (b) keharusan kesesuaian dengan standar GFP dan GHP. Kriteria dan pembobotan kuisioner adalah:

- nilai 5 untuk sangat penting dan harus dipenuhi; - nilai 4 untuk penting dan harus dipenuhi; - nilai 3 untuk cukup penting dan harus dipenuhi;

(30)

Pembobotan poin-poin checklist kesesuaian kondisi peternakan dengan GFP dan GHP dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Pembobotan Kuisioner dan Checklist Kesesuaian Kondisi Peternakan dengan GFP dan GHP (n = 29 responden)

Jawaban No. Perihal

Ya Tidak

Bobot Nilai

A. BANGUNAN DAN FASILITAS PETERNAKAN

1. Lokasi peternakan jauh dari pemukiman dan kegiatan industri, lingkungan yang mudah terkena polusi udara, polusi tanah serta tempat perkembangbiakan hama

5

2. Bangunan peternakan atau fasilitas lain terpisah dari tempat pembuangan dan pengolahan limbah, letaknya juga cukup jauh dari peternakan tetangga agar

mengurangi resiko penyebaran penyakit 5

3. Kandang mempunyai luas yang layak sesuai jumlah

ternak dan ventilasi yang baik 5

4. Alas kandang bersih dan tidak licin 5

5. Bentuk tempat pakan (palungan) tidak membentuk

sudut 3

6. Terdapat kandang isolasi dan atau kandang karantina

5

7. Terdapat kandang khusus untuk proses pemerahan atau tersedia sistem pemerahan yang higienis dalam

kandang 5

8. Kandang mudah dibersihkan dan didesinfeksi secara

keseluruhan 4

9. Adanya pembatas area peternakan dapat menjamin keamanan area peternakan dari hewan non ternak dan

pengganggu 3

10. Kandang memiliki desain saluran pembuangan yang mempermudah pengeluaran kotoran serta limbah

lainnya 5

11. Lingkungan peternakan selalu bersih dan bebas dari genangan air serta menyediakan area desinfeksi bagi

pengunjung 4

12. Memperhitungkan adanya resiko bencana alam 2

13. Menggunakan bahan bangunan yang tidak menjadi sumber kontaminasi baik kimia atau biologis

(31)

Tabel 3. Lanjutan

Jawaban No. Perihal

Ya Tidak

Bobot Nilai

14. Semua peralatan yang digunakan merupakan milik peternakan itu sendiri dan selalu dijaga dalam keadaan

bersih 3

15. Memiliki tempat pembuangan dan pengolahan limbah

5

TOTAL BANGUNAN DAN FASILITAS

PETERNAKAN 63

B. MANAJEMEN PAKAN

1. Hijauan

1.1. Hijauan yang diberikan tidak berasal dari lahan

yang tercemar dari limbah industri 5

1.2. Pastikan ladang rumput tidak disemprot atau dipupuk dengan bahan yang dapat menimbulkan bahaya dan penyakit pada ternak

5

1.3. Hijauan yang diberikan jumlahnya cukup sesuai

dengan kondisi dan kebutuhan ternak 4

2. Konsentrat

2.1. Semua bahan pakan yang dibeli bebas dari residu kimiawi dan bahan pencemar lainnya

seperti hasil ikutan ternak yang dilarang 5

2.2. Memeriksa label pada semua bahan pakan yang dibeli dan hasil pengamatan visualnya serta

catat semua bahan pakan yang masuk 5

2.3. Menolak dan membuang bahan pakan yang

berjamur 4

2.4. Menyimpan sampel bahan pakan untuk uji

lanjut ketika residu teridentifikasi pada susu 3

2.5. Menyimpan bahan pakan dalam tempat yang

bersih dan kering 5

2.6. Menyimpan bahan pakan dalam jumlah yang

sesuai kebutuhan 3

2.7. Jika peternak mencampur konsentrat sendiri, maka campuran berbagai komponen konsentrat

harus merata 2

2.8. Hindari pengisian tempat pakan yang terlalu

penuh 2

(32)

Tabel 3. Lanjutan

Jawaban No. Perihal

Ya Tidak

Bobot Nilai

2.9. Tempat pakan dibersihkan dari sisa pakan

sebelum diisi ulang 4

2.10. Konsentrat yang diberikan jumlahnya cukup

sesuai dengan kondisi dan kebutuhan ternak 4

2.11. Semua bahan pakan yang dibeli berasal dari produsen yang memiliki sertifikat jaminan mutu

3

2.12. Memiliki catatan semua bahan pakan yang

diterima peternakan (nota pemesanan) 2

TOTAL MANAJEMEN PAKAN 56

C. SUMBERDAYA MANUSIA

1. Mengetahui penyakit sapi perah secara umum dan cara

pencegahan maupun penanggulangannya 4

2. Mengembangkan program manajemen kesehatan ternak

yang efektif 5

3. Mencatat semua perlakuan pada ternaknya 5

4. Selalu memelihara sanitasi dan hygiene personal 4

5. Memastikan pemerah mengikuti aturan dasar sanitasi

yang baik 4

6. Menggunakan bahan kimia dan obat hewan sesuai anjuran, menghitung dosis dengan tepat dan cermat,

dengan memperhatikan tanggal kadaluarsa 5

7. Menyimpan bahan kimia dan obat hewan dengan aman

dan gunakan secara bertanggung jawab 5

8. Mampu mengambil keputusan bila ada penyakit ternak

yang dapat mempengaruhi kesehatan publik (zoonosis) 4

9. Memastikan kondisi lingkungan secara umum

khususnya di area pemerahan selalu bersih 5

TOTAL SUMBERDAYA MANUSIA 41

D PROSES PEMERAHAN

1. Peralatan pemerahan yang digunakan dalam kondisi

bersih dan kering serta terawat baik 5

2. Ambing sapi dibersihkan dengan air hangat 5

(33)

Tabel 3. Lanjutan 5. Pemerahan dilakukan dengan teknik atau cara

pemerahan yang benar dan menghindarkan cedera pada

ambing 5

6. Pemerahan susu dilakukan dengan tuntas 5

7. Dilakukan post-dipping 5

8. Susu disaring sebelum dimasukkan ke dalam milk can

4

9. Menutup rapat milk can dengan tutupnya 5 10. Susu segera disetor pada koperasi dan tidak terlalu

lama berada di suhu ruang 5

11. Susu yang berasal dari ternak yang sakit atau dalam masa perawatan harus dipisahkan dari susu lainnya dan tidak boleh digunakan untuk konsumsi manusia dan

ternak 5

TOTAL PROSES PEMERAHAN 54

E. MANAJEMEN PETERNAKAN

1. Mengikuti pelatihan sesuai dengan yang dibutuhkan, terkait dengan manajemen pelaksanaan peternakan sapi perah yang baik untuk menjamin mutu bahan pangan

asal ternak 5

2. Pemeriksaan kesehatan pekerja dilakukan secara rutin

4

3. Pekerja yang sakit dilarang untuk melaksanakan

pekerjaannya 5

4. Mengembangkan dan menerapkan secara konsisten prosedur pemeliharaan, pembersihan dan sanitasi

peralatan, kandang dan lingkungan 5

5. Pengendalian hama dan serangga 5

6. Pengendalian terhadap akses keluar masuk peternakan 5

7. Memastikan pemindahan bangkai hewan dan pemusnahannya dilakukan dengan cepat agar tidak menjadi sumber bakteri pathogen dalam kandang dan

lingkungannya 5

8. Sapi yang dibeli mempunyai status kesehatan yang jelas dan berasal dari peternakan yang bebas dari

(34)

Tabel 3. Lanjutan

Jawaban No. Perihal

Ya Tidak

Bobot Nilai

9. Setiap ternak memiliki tanda pengenal 4

10. Mencatat semua data tentang ternak termasuk produksi

dan kondisi kesehatannya 4

11. Ternak yang baru dibeli dikarantina dalam kandang

khusus 5

12. Kesehatan setiap sapi perah harus selalu berada dalam pengawasan dokter hewan atau petugas yang

berwenang 4

13. Ternak yang sakit segera diisolasi dari ternak lainnya

dan diberi perawatan yang sesuai 5

14. Bulu ambing yang panjang dicukur 5

TOTAL MANAJEMEN PETERNAKAN 66

Kriteria dan pembobotan kuisioner :

5 : Sangat penting dan harus dipenuhi 4 : Penting dan harus dipenuhi

3 : Cukup penting dan harus dipenuhi

2 : Kurang penting dan jika dipenuhi lebih baik

1 : Sangat kurang penting dan boleh dipenuhi, boleh tidak

Kegiatan magang di KSU Jaya Abadi Kabupaten Blitar, Jawa Timur dilaksanakan dengan metode kerja partisipatif. Peserta magang terlibat langsung dalam kegiatan perusahaan yang meliputi kegiatan produksi, umum dan personalia. Kegiatan dimulai dengan mempelajari keadaan umum perusahaan meliputi sejarah, lokasi dan tata letak, struktur organisasi, ketenagakerjaan dan produk yang dihasilkan terutama pada sektor susu segar.

Selama kegiatan magang berlangsung, dilakukan pengumpulan data primer yang diperoleh dari hasil wawancara, praktek kerja, konsultasi, diskusi, mengikuti kegiatan operasional serta melakukan observasi terhadap seluruh kegiatan di KSUJA. Data sekunder dikumpulkan sebagai pelengkap diperoleh dari laporan tertulis perusahaan bersangkutan, lembaga atau instansi terkait, literatur ilmiah serta hasil penelitian yang relevan dengan topik magang.

Kegiatan magang yang dilakukan secara khusus melakukan kajian terhadap

(35)

dengan pengendalian standar mutu yang lebih terfokus terhadap tata laksana peternakan sapi perah. Prinsip pengendalian mutu yang dikaji terkait dengan aspek-aspek prosedural. Good Farming Practices (GFP) dalam studi ini merupakan prosedur baku yang menyangkut tata laksana beternak yang baik dan benar untuk menghasilkan kualitas produk yang tinggi dari peternakan tersebut. Good Hygienic Practices (GHP) yang dikaji dalam magang tugas akhir ini meliputi Good Milking Practices (GMP) dan Good Handling Practices. Good Milking Practices berkaitan dengan tata cara pemerahan yang baik dan benar, sedangkan Good Handling Practices berkaitan dengan proses penanganan air susu pasca pemerahan dan sebelum diolah lebih lanjut serta didistribusikan pada Industri Pengolahan Susu.

Wawancara dan pengamatan di lapangan pada setiap peternakan responden dilakukan dalam rangka mengevaluasi aspek-aspek GFP dan GHP. Pengambilan data dengan wawancara dan observasi sebagian besar dilakukan saat dilaksanakan pekerjaan kandang, sehingga penulis dapat mengamati sendiri segala sesuatunya secara langsung sesuai dengan kondisi di lapangan dengan alat bantu kuisioner.

Data yang diperoleh dengan kuisioner disimpulkan sesuai poin-poin yang telah disusun dan diberi skor 1 jika dipenuhi (ya), dan 0 jika tidak dipenuhi (tidak), lalu dikalikan dengan bobot yang dimiliki oleh tiap poin. Hasil perkalian tersebut dijumlahkan untuk mendapatkan nilai setiap aspek. Lima aspek yang diamati

mempunyai bobot yang sama, sehingga kelimanya memiliki nilai sebanyak 20% dari nilai total. Perhitungannya adalah nilai total masing-masing aspek dibagi dengan nilai sempurna masing-masing aspek lalu dikalikan 20%, sehingga akan didapatkan skor setiap responden. Rumus yang digunakan untuk mendapatkan nilai performa kinerja responden yaitu

Y = (A + B + C + D + E) x 100% Keterangan :

Y = Nilai total performa kinerja responden (peternak)

A = nilai performa kinerja responden pada aspek bangunan dan fasilitas peternakan

(36)

Nilai A, B, C, D, dan E diperoleh dari perhitungan sebagai berikut :

Nilai total aspek bangunan dan fasilitas peternakan A =

Nilai sempurna aspek bangunan dan fasilitas peternakan x 20%

Nilai total aspek manajemen pakan B =

Nilai sempurna aspek manajemen pakan x 20%

Nilai total aspek sumberdaya manusia C =

Nilai sempurna aspek sumberdaya manusia x 20%

Nilai total aspek proses pemerahan D =

Nilai sempurna aspek proses pemerahan x 20%

Nilai total aspek manajemen peternakan E =

Nilai sempurna aspek manajemen peternakan x 20%

Keterangan :

Nilai sempurna aspek bangunan dan fasilitas peternakan = 63 Nilai sempurna aspek manajemen pakan = 56 Nilai sempurna aspek sumberdaya manusia = 41 Nilai sempurna aspek proses pemerahan = 54 Nilai sempurna aspek manajemen peternakan = 66

Klasifikasi performa peternak secara umum dilihat dari skor performa responden yang dihasilkan. Berdasarkan nilai yang diperoleh, maka performa peternak dikelompokkan sebagai berikut :

1) jika nilai total performa kinerja peternak <25%, maka penerapan GFP dan GHP di peternakan tersebut sangat kurang;

2) jika nilai total performa kinerja peternak ≥25-50 %, maka GFP dan GHP kurang diterapkan di peternakan tersebut;

3) jika nilai total performa kinerja peternak ≥50-75 %, maka GFP dan GHP cukup diterapkan di peternakan tersebut; dan

(37)

Penentuan Jumlah Sampel

Levy dan Lemeshow (1999) menyatakan bahwa untuk menghitung jumlah sampel yang diperlukan dalam penarikan sampel secara acak sederhana untuk data yang bersifat proporsi, dihitung dengan menggunakan rumus:

Keterangan : N n ε z Py

= = = = =

jumlah populasi yaitu sebesar 86 orang peternak jumlah sampel yang diperlukan

nilai error sebesar 30% atau 0,3 1,96 dengan α = 0,05 (SK = 95%)

peluang jawaban 50% (0,5) karena ada 2 pilihan jawaban, yaitu ya (1) atau tidak (0)

Jumlah sampel yang diperoleh setelah perhitungan sebesar 29 responden. Nilai error yang diambil sebesar 30% dengan harapan perbedaan yang terjadi antara nilai parameter dugaan dengan parameter sebenarnya hanya sebesar 0,3 (θ – θ = 0,3).

Strategi Pengambilan Sampel

Pengambilan data dilakukan dengan pengambilan sampel secara acak sederhana dari total 86 orang peternak. Sampel yang diambil merupakan peternak sapi perah yang menyetorkan susu pada penampungan susu sebelah selatan (TPS PMT) KSU Jaya Abadi. Peneliti mengambil nomer urut peternak secara acak satu-persatu dengan pengembalian nomer yang telah diambil sehingga peluang tiap responden adalah sama.

^ z² N Py (1 – Py)

n ≥

(38)

KEADAAN UMUM KOPERASI SERBA USAHA (KSU) JAYA ABADI

Sejarah Perkembangan KSU Jaya Abadi

Keberadaan KSU Jaya Abadi dirintis pertama kali oleh Drh. Triwiyono pada tahun 1987. Beliau mempelopori usaha peternakan sapi perah dan kemudian ditularkan dan dikembangkan bersama masyarakat sekitar. Perkembangan lebih lanjut terjadi hingga pada tahun 1990 terbentuk suatu kelompok peternakan sapi perah “Jaya Abadi” dibawah pimpinannya. Perkembangan yang pesat terjadi pada bulan Juni tahun 1996 dengan didirikan beberapa pengumpul susu dari Sumberingin, Rejotangan, Ngemplak dan Karanggayam yang dilengkapi dengan 6 buah cooling unit sehingga memungkinkan KSU Jaya Abadi untuk dapat memasok susu secara langsung ke PT Netslé Indonesia yang berada di Kejayan, Pasuruan. KSU Jaya Abadi resmi menjadi anggota GKSI (Gabungan Koperasi Seluruh Indonesia) pada

tanggal 10 Oktober 1996.

Letak dan Kondisi Geografis KSU Jaya Abadi

Koperasi Serba Usaha Jaya Abadi terletak di desa Bendosari Kecamatan Sanankulon Kabupaten Blitar Jawa Timur. Peta wilayah Kecamatan Sanankulon dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Peta Wilayah Kecamatan Sanankulon

Sumber : Pemerintah Kabupaten Blitar (2008)

Kecamatan Sanankulon

Sungai Brantas Kotamadya

(39)

Perbatasan wilayah Sanankulon yaitu Kecamatan Ponggok, Kabupaten Kediri di sebelah utara, Kecamatan Srengat, Kabupaten Blitar di sebelah barat, Kecamatan Pademangan, Kabupaten Tulungagung di sebelah selatan, dan Kecamatan Sukorejo, Kotamadya Blitar di sebelah timur. Perbatasan desa Bendosari di sebelah utara yaitu Desa Kali Pucung, Kecamatan Sanankulon, di sebelah barat Desa Ngaglik, Kecamatan Sanankulon, di sebelah selatan dibatasi oleh Sungai Brantas, dan di sebelah timur Desa Purworejo, Kecamatan Sanankulon.

Daerah tersebut merupakan dataran tinggi dengan ketinggian ± 212 m diatas permukaan laut (dpl) berupa tanah datar dan subur, dengan suhu udara berkisar 26-27 °C pada malam hari dan 32-33 °C pada siang hari, dengan rata-rata curah hujan 2735 mm/tahun. Koperasi ini berjarak ± 5-6 km sebelah barat kota Blitar, dan berada ± 1 km dari jalan raya yang menghubungkan kota Blitar dengan kota Kediri. Kondisi yang demikian memudahkan transportasi peternak dan KSU Jaya Abadi untuk menyetorkan susu, baik ke koperasi maupun ke Industri Pengolahan Susu (IPS) PT Nestlé Indonesia di Kejayan, Pasuruan.

Kepengurusan KSU Jaya Abadi

Koperasi Serba Usaha Jaya Abadi (KSUJA) memiliki struktur organisasi yang ditampilkan dalam Gambar 2.

Gambar 2. Struktur Organisasi KSU Jaya Abadi

Sumber : Lubis (2001)

RAT

Pengawas Pengurus: - Antar Pengurus - Karyawan - Anggota

Bagian Cooling Unit, laboratorium

(40)

Kekuasaan tertinggi dalam kepengurusan KSUJA yaitu Rapat Anggota Tahunan (RAT) yang diadakan setiap tahun. Hasil RAT dilaksanakan oleh seluruh anggota, difasilitasi oleh pengurus yang bertugas untuk mengatur pelaksanaannya. Koperasi Serba Usaha Jaya Abadi memiliki enam sektor usaha yang meliputi bagian administrasi dan keuangan, bagian cooling unit, laboratorium dan transportasi, bagian simpan pinjam, bagian kesehatan hewan dan obat-obatan, bagian makanan ternak, serta bagian pengembangan sapi perah.

Unit kesehatan hewan dan obat-obatan sudah ada sejak KSUJA berdiri. Fungsi utama ketersediaan unit ini adalah untuk melayani peternak anggota koperasi yang mengalami kesulitan dalam hal kesehatan ternak dan pengobatannya serta melayani kebutuhan peternak terhadap inseminasi buatan (IB). Saat ini terdapat tiga mantri hewan yang melayani kebutuhan peternak anggota koperasi. Semen beku yang digunakan dalam pelayanan IB berasal dari GKSI.

Penerimaan Susu Segar di KSU Jaya Abadi

Pemeriksaan volume dan berat jenis susu segar yang diterima KSU Jaya Abadi dari peternak dilaksanakan setiap hari, namun untuk pemeriksaan mutu susu secara lengkap untuk kadar lemak, sampel susu dari setiap peternak diambil dengan waktu yang tidak ditentukan sebelumnya sehingga peternak terdorong untuk selalu menjaga kualitas susunya. Setiap penerimaan susu selalu diukur berat jenisnya.

Setelah diukur juga volumenya, susu disaring lalu dimasukkan ke dalam cooling unit untuk didinginkan pada suhu 4°C yang dicapai setelah ± 2,5-3 jam dimasukkan dalam cooling unit.

Pengiriman Susu Segar ke Industri Pengolahan Susu PT Nestlé Indonesia

(41)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Good Farming Practices (GFP) yang dimaksud untuk dipelajari pada magang tugas akhir ini merupakan tata cara beternak sapi perah yang baik, diterapkan pada peternakan sapi perah di lokasi penelitian yaitu Desa Bendosari, Kecamatan Sanankulon, Kabupaten Blitar, Jawa Timur, tepatnya pada Koperasi Serba Usaha Jaya Abadi (KSUJA). Desa ini mempunyai dua tempat penampungan yaitu tempat penampungan susu di sebelah selatan dan sebelah utara. Tempat penampungan susu utara digunakan sebagai penampungan susu dari pengepul-pengepul besar, sedangkan tempat penampungan susu sebelah selatan digunakan sebagai penampungan susu dari peternak-peternak sapi perah yang berada di sekitar koperasi tersebut. Tempat penampungan susu sebelah selatan sering dikenal dengan tempat penampungan susu selatan atau tempat penampungan susu Pabrik Makanan Ternak (TPS PMT) karena berdekatan dengan pabrik makanan ternak milik KSUJA.

Ruang lingkup penelitian ini yaitu hanya dibatasi pada peternak yang menyetor susu ke TPS PMT. Terdapat 86 peternak yang aktif menyetorkan susu dari peternakannya ke TPS PMT. Good Hygienic Practices (GHP) yang dikaji dibatasi pada tata cara sanitasi yang baik oleh peternak dalam menghasilkan bahan pangan berupa susu segar yang mudah rusak oleh kontaminasi fisik, kimia dan biologis. Susu yang terkumpul di TPS PMT didinginkan dalam cooling unit sampai bersuhu 0°C.

Susu yang telah didinginkan lalu dipompa ke dalam milk tank untuk disetorkan ke PT Nestlé Indonesia yang berada di Kejayan, Pasuruan.

PT Nestlé Indonesia memberlakukan diferensiasi harga berdasarkan mutu susu, baik dari kandungan komponennya maupun mutu mikrobiologisnya. Semakin tinggi kandungan gizinya maka semakin tinggi pula harga belinya. Semakin rendah jumlah total kuman yang terdapat dalam susu, maka semakin tinggi pula harga belinya. Oleh karena itu penting untuk menjaga kualitas susu terutama kualitas mikrobiologisnya dengan penerapan GFP yang berkaitan dengan GHP pada peternakan sapi perah asal susu dihasilkan untuk meningkatkan mutu susu terutama untuk kandungan total kuman per liter susu dalam rangka menjamin keamanan mutu pangan bagi konsumen.

(42)

Kelima aspek tersebut yaitu bangunan dan fasilitas peternakan, manajemen pakan, sumberdaya manusia (SDM), proses pemerahan, manajemen peternakan.

Bangunan dan Fasilitas Peternakan

Kegiatan industri dapat menimbulkan polusi bagi lingkungan sekitar. Polusi yang ditimbulkan dapat berupa polusi udara dan suara. Polusi udara dari gas pembuangan kegiatan industri dapat membahayakan lingkungan sekitar daerah industri. Peternakan di dalam lingkup penelitian berada di dekat jalan pedesaan yang sering dilewati oleh sepeda motor, mobil, sampai truk sehingga letak bangunan dan fasilitas peternakan yang ideal menurut OIE (2006) tidak terpenuhi. Peternakan yang berada di daerah industri, atau jalan raya yang sering dilewati oleh kendaraan, ada kemungkinan cemaran oleh gas buangan tersebut yang mengandung logam berat. Sebanyak 10,34 % (Tabel 4) peternakan sudah memiliki bangunan peternakan atau fasilitas lain terpisah dari tempat pembuangan dan pengolahan limbah, letaknya juga cukup jauh dari peternakan tetangga agar mengurangi resiko penyebaran penyakit.

Luas kandang yang sesuai dengan jumlah ternak dan ventilasi yang cukup dapat menimbulkan kenyamanan bagi ternak (Ensminger dan Tyler, 2006). Data pada Tabel 4 menunjukkan bahwa kandang yang memfasilitasi kenyamanan bagi ternak dimiliki oleh 82,76% peternak sampel. Kenyamanan ternak dapat meminimalkan terjadinya stress pada ternak yang dapat menimbulkan berbagai

masalah kesehatan pada ternak. Contoh gambar kandang milik peternak KSUJA dengan sirkulasi udara yang baik dapat dilihat pada Gambar 3.

(43)

Data rangkuman hasil kajian terhadap penerapan GFP dan GHP pada aspek bangunan dan fasilitas peternakan milik 29 sampel peternakan di KSUJA dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil Kajian Penerapan GFP dan GHP pada Aspek Bangunan dan Fasilitas Peternakan kepada 29 Peternakan Sampel

Jawaban (%) No. Perihal

Ya Tidak Total

(%)

1. Lokasi peternakan jauh dari pemukiman dan kegiatan

industri, lingkungan yang mudah terkena polusi udara, polusi

tanah serta tempat perkembangbiakan hama 0 100 100

2. Bangunan peternakan atau fasilitas lain terpisah dari tempat pembuangan dan pengolahan limbah, letaknya juga cukup jauh dari peternakan tetangga agar mengurangi resiko

penyebaran penyakit 10,34 89,66 100

3. Kandang mempunyai luas yang layak sesuai jumlah ternak

dan ventilasi yang baik 82,76 17,24 100

4. Alas kandang bersih dan tidak licin 20,69 79,31 100

5. Bentuk tempat pakan (palungan) tidak membentuk sudut 48,28 51,72 100

6. Terdapat kandang isolasi dan atau kandang karantina 17,24 82,76 100

7. Terdapat kandang khusus untuk proses pemerahan atau

tersedia sistem pemerahan yang higienis dalam kandang 3,45 96,55 100

8. Kandang mudah dibersihkan dan didesinfeksi secara

keseluruhan 24,14 75,86 100

9. Adanya pembatas area peternakan dapat menjamin keamanan area peternakan dari hewan non ternak dan pengganggu

0 100 100 10. Kandang memiliki desain saluran pembuangan yang

mempermudah pengeluaran kotoran serta limbah lainnya 68,97 31,03 100

11. Lingkungan peternakan selalu bersih dan bebas dari genangan air serta menyediakan area desinfeksi bagi pengunjung

0 100 100 12. Memperhitungkan adanya resiko bencana alam 44,83 55,17 100

13. Menggunakan bahan bangunan yang tidak menjadi sumber

kontaminasi baik kimia atau biologis 100 0 100

14. Semua peralatan yang digunakan merupakan milik

peternakan itu sendiri dan selalu dijaga dalam keadaan bersih 89,66 10,34 100

(44)

Alas kandang sebaiknya selalu kering dan bersih agar tidak licin. Jika lantai kandang licin, maka akan menyebabkan sapi tergelincir, dan jika lantai basah maka akan tumbuh banyak mikroba. Peternak dan pekerja harus selalu membersihkan kandang untuk menjaga agar kandang tetap bersih dan kering. Peternak yang menyadari pentingnya kebersihan dan mengusahakan agar kandangnya tetap bersih dan kering hanya berkisar 20,69% dengan membersihkan kandang sesering mungkin. Sebanyak 79,31% peternak hanya membersihkan kandangnya dua kali sehari saat akan melakukan pemerahan karena bekerja di luar kandang.

Bentuk palungan atau tempat pakan dan minum bagi ternak sebaiknya didesain agar mudah dibersihkan. Palungan yang mudah dibersihkan akan mengurangi resiko tertimbunnya sisa-sisa pakan yang membusuk atau air yang kotor. Sisa pakan dan air yang tidak mengalir menjadi tempat perkembangbiakan hama serta bibit penyakit yang dapat merugikan kesehatan ternak (Gambar 4). Bentuk palungan yang dimiliki oleh 51,72% peternak masih membentuk sudut atau memiliki permukaan yang tidak halus sehingga sulit dibersihkan secara rutin dan tuntas, memiliki permukaan yang tidak rata dan tidak memiliki saluran pembuangan.

Gambar 4. Sisa Pakan dalam Palungan yang Sulit Dibersihkan

(45)

Tempat pemerahan secara khusus atau sistem untuk memfasilitasi pemerahan yang higienis tidak dimiliki oleh 96,55% peternak. Peternak umumnya melakukan pemerahan di kandang dengan membersihkan atau tanpa membersihkan kandang terlebih dahulu. Peternak menggunakan ember dan air serta milk can yang sudah dibersihkan dan dikeringkan sebelumnya (Gambar 5).

Gambar 5. Gambar Alat-Alat yang Digunakan Peternak KSUJA untuk Pemerahan

Desain kandang yang mudah dibersihkan dan didesinfeksi secara keseluruhan harus dimiliki peternak untuk mengupayakan kebersihan dan kesucian hama kandang. Kandang yang memudahkan peternak untuk membersihkan kandang dengan seksama hanya terdapat 75,86%. Kandang yang tidak mudah dibersihkan memperbesar resiko kontaminasi pada susu saat dilaksanakan pemerahan karena pemerahan dilakukan tidak di tempat khusus.

Pembatas peternakan yang diperlukan adalah pembatas peternakan yang dapat mencegah masuknya hewan pengganggu selain ternak terutama hewan liar serta mencegah masuknya orang yang tidak berkepentingan. Pembatas peternakan juga dimaksudkan untuk membatasi ternak agar tidak keluar dari peternakan (OIE, 2006). Pembatas peternakan yang berfungsi sesuai dengan benar tidak dimiliki oleh peternak sampel di KSUJA. Pembatas peternakan atau pagar yang dimiliki oleh peternak di KSUJA secara umum tidak dapat membatasi hewan liar selain ternak untuk masuk ke dalam kandang.

Gambar

Tabel 3.  Pembobotan Kuisioner dan Checklist Kesesuaian Kondisi Peternakan dengan GFP dan GHP (n = 29 responden)
Tabel 3. Lanjutan
Tabel 3. Lanjutan
Tabel 3. Lanjutan
+7

Referensi

Dokumen terkait

di kawasan ini. Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat No. 41 Tahun 2002 merupakan kebijakan yang diharapkan oleh PT PJB-BPWC, sehingga BPWC sebagai pengelola

Penelitian ini berjudul “Sistem Rayonisasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru di Kota Semarang Ditinjau dari Peraturan Gubernur Jawa Tengan Nomor 9 Tahun 2017 tentang Penerimaan

Proses pengembangan e-modul berbasis lectora inspire mata pelajaran administrasi humas dan keprotokolan pada siswa kelas XI APK di SMK PGRI 2 Sidoarjo sebelum

Tampak edema retina, spasme setempat atau menyeluruh pada satu atau beberapa arteri. Jarang terjadi perdarahan atau eksudat atau spasme. Retinopatia arteriosklerotika pada

Dalam pengertian ini terdapat konteks waktu dimana kurikulum itu tidak dapat diterapkan dalam waktu yang lama atau dengan kata lain harus ada kurikulum yang sesuai

Dalam perkara lain yang diilustrasikan oleh Nadirsyah, Ketua MK Mahfud MD juga pernah memperlihatkan pemahamannya mengenai Islam kepada Pemohon yang menginginkan

Pengambilan data dilakukan dengan melalui pengisian angket secara terhadap 110 responden berusia 13 hingga 32 tahun yang berdomisili di wilayah Jakarta, Bogor,

PENGARUH PENERAPAN PROGRAM PEMBELAJARAN INDIVIDUAL TERHADAP PRESTASI BELAJAR BAHASA INDONESIA ANAK TUNALARAS KELAS IV DI SLB-E BHINA PUTERA SURAKARTA TAHUN 2013..