• Tidak ada hasil yang ditemukan

Good Farming Practices (GFP) yang dimaksud untuk dipelajari pada magang tugas akhir ini merupakan tata cara beternak sapi perah yang baik, diterapkan pada peternakan sapi perah di lokasi penelitian yaitu Desa Bendosari, Kecamatan Sanankulon, Kabupaten Blitar, Jawa Timur, tepatnya pada Koperasi Serba Usaha Jaya Abadi (KSUJA). Desa ini mempunyai dua tempat penampungan yaitu tempat penampungan susu di sebelah selatan dan sebelah utara. Tempat penampungan susu utara digunakan sebagai penampungan susu dari pengepul-pengepul besar, sedangkan tempat penampungan susu sebelah selatan digunakan sebagai penampungan susu dari peternak-peternak sapi perah yang berada di sekitar koperasi tersebut. Tempat penampungan susu sebelah selatan sering dikenal dengan tempat penampungan susu selatan atau tempat penampungan susu Pabrik Makanan Ternak (TPS PMT) karena berdekatan dengan pabrik makanan ternak milik KSUJA.

Ruang lingkup penelitian ini yaitu hanya dibatasi pada peternak yang menyetor susu ke TPS PMT. Terdapat 86 peternak yang aktif menyetorkan susu dari peternakannya ke TPS PMT. Good Hygienic Practices (GHP) yang dikaji dibatasi pada tata cara sanitasi yang baik oleh peternak dalam menghasilkan bahan pangan berupa susu segar yang mudah rusak oleh kontaminasi fisik, kimia dan biologis. Susu yang terkumpul di TPS PMT didinginkan dalam cooling unit sampai bersuhu 0°C. Susu yang telah didinginkan lalu dipompa ke dalam milk tank untuk disetorkan ke PT Nestlé Indonesia yang berada di Kejayan, Pasuruan.

PT Nestlé Indonesia memberlakukan diferensiasi harga berdasarkan mutu susu, baik dari kandungan komponennya maupun mutu mikrobiologisnya. Semakin tinggi kandungan gizinya maka semakin tinggi pula harga belinya. Semakin rendah jumlah total kuman yang terdapat dalam susu, maka semakin tinggi pula harga belinya. Oleh karena itu penting untuk menjaga kualitas susu terutama kualitas mikrobiologisnya dengan penerapan GFP yang berkaitan dengan GHP pada peternakan sapi perah asal susu dihasilkan untuk meningkatkan mutu susu terutama untuk kandungan total kuman per liter susu dalam rangka menjamin keamanan mutu pangan bagi konsumen.

Good Farming Practices yang berkaitan dengan Good Hygienic Practices dibagi dalam lima aspek dengan porsi yang sama penting dalam penerapannya.

Kelima aspek tersebut yaitu bangunan dan fasilitas peternakan, manajemen pakan, sumberdaya manusia (SDM), proses pemerahan, manajemen peternakan.

Bangunan dan Fasilitas Peternakan

Kegiatan industri dapat menimbulkan polusi bagi lingkungan sekitar. Polusi yang ditimbulkan dapat berupa polusi udara dan suara. Polusi udara dari gas pembuangan kegiatan industri dapat membahayakan lingkungan sekitar daerah industri. Peternakan di dalam lingkup penelitian berada di dekat jalan pedesaan yang sering dilewati oleh sepeda motor, mobil, sampai truk sehingga letak bangunan dan fasilitas peternakan yang ideal menurut OIE (2006) tidak terpenuhi. Peternakan yang berada di daerah industri, atau jalan raya yang sering dilewati oleh kendaraan, ada kemungkinan cemaran oleh gas buangan tersebut yang mengandung logam berat. Sebanyak 10,34 % (Tabel 4) peternakan sudah memiliki bangunan peternakan atau fasilitas lain terpisah dari tempat pembuangan dan pengolahan limbah, letaknya juga cukup jauh dari peternakan tetangga agar mengurangi resiko penyebaran penyakit.

Luas kandang yang sesuai dengan jumlah ternak dan ventilasi yang cukup dapat menimbulkan kenyamanan bagi ternak (Ensminger dan Tyler, 2006). Data pada Tabel 4 menunjukkan bahwa kandang yang memfasilitasi kenyamanan bagi ternak dimiliki oleh 82,76% peternak sampel. Kenyamanan ternak dapat meminimalkan terjadinya stress pada ternak yang dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan pada ternak. Contoh gambar kandang milik peternak KSUJA dengan sirkulasi udara yang baik dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Contoh Kandang Milik Peternak KSUJA dengan Sirkulasi Udara yang Baik

Data rangkuman hasil kajian terhadap penerapan GFP dan GHP pada aspek bangunan dan fasilitas peternakan milik 29 sampel peternakan di KSUJA dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil Kajian Penerapan GFP dan GHP pada Aspek Bangunan dan Fasilitas Peternakan kepada 29 Peternakan Sampel

Jawaban (%) No. Perihal

Ya Tidak Total

(%) 1. Lokasi peternakan jauh dari pemukiman dan kegiatan

industri, lingkungan yang mudah terkena polusi udara, polusi

tanah serta tempat perkembangbiakan hama 0 100 100 2. Bangunan peternakan atau fasilitas lain terpisah dari tempat

pembuangan dan pengolahan limbah, letaknya juga cukup jauh dari peternakan tetangga agar mengurangi resiko

penyebaran penyakit 10,34 89,66 100 3. Kandang mempunyai luas yang layak sesuai jumlah ternak

dan ventilasi yang baik 82,76 17,24 100 4. Alas kandang bersih dan tidak licin 20,69 79,31 100 5. Bentuk tempat pakan (palungan) tidak membentuk sudut 48,28 51,72 100 6. Terdapat kandang isolasi dan atau kandang karantina 17,24 82,76 100 7. Terdapat kandang khusus untuk proses pemerahan atau

tersedia sistem pemerahan yang higienis dalam kandang 3,45 96,55 100 8. Kandang mudah dibersihkan dan didesinfeksi secara

keseluruhan 24,14 75,86 100 9. Adanya pembatas area peternakan dapat menjamin keamanan

area peternakan dari hewan non ternak dan pengganggu

0 100 100 10. Kandang memiliki desain saluran pembuangan yang

mempermudah pengeluaran kotoran serta limbah lainnya 68,97 31,03 100 11. Lingkungan peternakan selalu bersih dan bebas dari genangan

air serta menyediakan area desinfeksi bagi pengunjung

0 100 100 12. Memperhitungkan adanya resiko bencana alam 44,83 55,17 100 13. Menggunakan bahan bangunan yang tidak menjadi sumber

kontaminasi baik kimia atau biologis 100 0 100 14. Semua peralatan yang digunakan merupakan milik

peternakan itu sendiri dan selalu dijaga dalam keadaan bersih 89,66 10,34 100 15. Memiliki tempat pembuangan dan pengolahan limbah 37,93 62,07 100

Alas kandang sebaiknya selalu kering dan bersih agar tidak licin. Jika lantai kandang licin, maka akan menyebabkan sapi tergelincir, dan jika lantai basah maka akan tumbuh banyak mikroba. Peternak dan pekerja harus selalu membersihkan kandang untuk menjaga agar kandang tetap bersih dan kering. Peternak yang menyadari pentingnya kebersihan dan mengusahakan agar kandangnya tetap bersih dan kering hanya berkisar 20,69% dengan membersihkan kandang sesering mungkin. Sebanyak 79,31% peternak hanya membersihkan kandangnya dua kali sehari saat akan melakukan pemerahan karena bekerja di luar kandang.

Bentuk palungan atau tempat pakan dan minum bagi ternak sebaiknya didesain agar mudah dibersihkan. Palungan yang mudah dibersihkan akan mengurangi resiko tertimbunnya sisa-sisa pakan yang membusuk atau air yang kotor. Sisa pakan dan air yang tidak mengalir menjadi tempat perkembangbiakan hama serta bibit penyakit yang dapat merugikan kesehatan ternak (Gambar 4). Bentuk palungan yang dimiliki oleh 51,72% peternak masih membentuk sudut atau memiliki permukaan yang tidak halus sehingga sulit dibersihkan secara rutin dan tuntas, memiliki permukaan yang tidak rata dan tidak memiliki saluran pembuangan.

Gambar 4. Sisa Pakan dalam Palungan yang Sulit Dibersihkan

Kandang isolasi diperlukan untuk mengisolasi ternak yang sakit dan dalam perawatan agar tidak menularkan penyakit tersebut pada ternak yang sehat lainnya dalam kandang. Kandang ini berfungsi untuk mengkarantina ternak baru dari luar wilayah yang akan dimasukkan dalam kandang untuk observasi lebih lanjut dan berfungsi pula agar ternak dapat beradaptasi dengan kandang yang baru. Peternak yang memiliki kandang isolasi dan karantina hanya berjumlah 17,2% dikarenakan alasan biaya pembuatan kandang yang mahal dan tidak memiliki lahan.

Tempat pemerahan secara khusus atau sistem untuk memfasilitasi pemerahan yang higienis tidak dimiliki oleh 96,55% peternak. Peternak umumnya melakukan pemerahan di kandang dengan membersihkan atau tanpa membersihkan kandang terlebih dahulu. Peternak menggunakan ember dan air serta milk can yang sudah dibersihkan dan dikeringkan sebelumnya (Gambar 5).

Gambar 5. Gambar Alat-Alat yang Digunakan Peternak KSUJA untuk Pemerahan

Desain kandang yang mudah dibersihkan dan didesinfeksi secara keseluruhan harus dimiliki peternak untuk mengupayakan kebersihan dan kesucian hama kandang. Kandang yang memudahkan peternak untuk membersihkan kandang dengan seksama hanya terdapat 75,86%. Kandang yang tidak mudah dibersihkan memperbesar resiko kontaminasi pada susu saat dilaksanakan pemerahan karena pemerahan dilakukan tidak di tempat khusus.

Pembatas peternakan yang diperlukan adalah pembatas peternakan yang dapat mencegah masuknya hewan pengganggu selain ternak terutama hewan liar serta mencegah masuknya orang yang tidak berkepentingan. Pembatas peternakan juga dimaksudkan untuk membatasi ternak agar tidak keluar dari peternakan (OIE, 2006). Pembatas peternakan yang berfungsi sesuai dengan benar tidak dimiliki oleh peternak sampel di KSUJA. Pembatas peternakan atau pagar yang dimiliki oleh peternak di KSUJA secara umum tidak dapat membatasi hewan liar selain ternak untuk masuk ke dalam kandang.

Bangunan kandang hendaknya dirancang agar memiliki sistem pembuangan limbah yang dapat memudahkan peternak dan pekerja menjaga kebersihan kandang. Sebanyak 68,97% peternak telah memiliki kandang dengan desain yang memudahkan pembuangan feces, sisa pakan, air kotor serta limbah lainnya dari

peternakan. Parit-parit atau saluran air dan kotoran berfungsi dengan baik dan dirawat dan dibersihkan oleh peternak dengan baik sehingga tidak terjadi penyumbatan.

Kandang secara keseluruhan dan lingkungannya sebaiknya terbebas dari genangan air, sehingga selalu kering dan bersih. Lingkungan kandang yang terbebas dari genangan air dapat meminimalisasi kemungkinan mikroba tumbuh dan berkembang biak dalam lingkungan peternakan. Sumber penyakit tidak hanya tumbuh dari lingkungan peternakan saja, namun juga berasal dari luar peternakan. Pengunjung peternakan seperti petugas kesehatan, pekerja atau pengantar pakan ternak berpotensi membawa bibit penyakit ke dalam peternakan, oleh sebab itu perlu diadakan area desinfeksi bagi pengunjung, namun kondisi peternakan seperti ini tidak didapati diterapkan pada peternakan di KSUJA.

Pembangunan kandang dan fasilitas peternakan sebaiknya memperhitungkan adanya bencana alam yang dapat terjadi (OIE, 2006). Resiko bencana alam dapat terjadi dimana-mana, namun menurut hasil wawancara, bencana alam sangat jarang terjadi di lokasi penelitian. Peternak yang memperhitungkan resiko terjadinya bencana alam hanya berkisar 44,83% dengan menggunakan bahan bangunan yang tahan digunakan untuk beberapa tahun.

Bahan bangunan untuk kandang dan peternakan yang umum digunakan oleh peternak sampel yaitu semen, batu bata, atap genting dan baja tahan karat masif. Bahan-bahan bangunan tersebut yang diperoleh dari observasi lapangan yang digunakan untuk bangunan kandang, sehingga dinilai aman untuk ternak dan tidak menimbulkan bahaya fisik, kimia dan biologis bagi ternak (Gambar 6).

Selain bahan bangunan yang harus aman dan menghindarkan ternak dari bahaya, peralatan peternakan yang digunakan juga harus aman. Aman dari penyebaran bibit penyakit yang dapat terjadi jika peralatan digunakan bersama-sama dengan peternakan tetangga karena keterbatasan peternak. Sebanyak 10,34% peternak masih belum menyadari bahwa penggunaan peralatan peternakan secara bersama-sama tanpa pencucian sebelum dan setelah pemakaian berpotensi menimbulkan resiko penyebaran penyakit dari peternakan yang satu ke peternakan yang lain.

Limbah peternakan berupa feces, sisa pakan, air kotor dan limbah lainnya dapat menjadi suatu permasalahan yang cukup penting dalam peternakan. Manajemen pembuangan atau pengolahan limbah peternakan yang baik dapat menghindarkan pencemaran pada lingkungan sekitar peternakan. Limbah peternakan dari 62,07% peternakan masih belum memiliki tempat pembuangan atau pengolahan limbah yang memadai. Limbah dari peternakan sering dibuang ke sungai atau langsung dibawa ke sawah untuk pupuk tanpa melalui proses apapun. Pengolahan limbah yang telah diterapkan oleh 37,93% peternak adalah proses penumpukan untuk dikeringkan, atau dikubur dalam tanah pertanian (Gambar 7).

Gambar 7. Penumpukan Limbah di Sekitar Kandang

Nilai peternak anggota KSUJA yang menunjukkan penerapan GFP dan GHP dalam aspek bangunan dan fasilitas peternakan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Nilai Performa Peternak Hasil Kajian GFP dan GHP pada Aspek Bangunan dan Fasilitas Peternakan

Nilai Peternak Jumlah Peternak (%) Kategori Penerapan GFP dan GHP 0 – 25 ≥ 25 – 50 ≥ 50 – 75 ≥ 75 – 100 37,93 34,48 27,59 0 Sangat kurang Kurang Cukup Baik

Data pada Tabel 5 di atas menunjukkan bahwa aspek bangunan dan fasilitas peternakan dalam GFP dan GHP masih sangat kurang diterapkan oleh 37,93% peternak. Sebanyak 34,48% peternak kurang menerapkan GFP dan GHP pada bangunan dan fasilitas peternakan. Peternak yang sudah cukup menerapkan GFP dan GHP pada bangunan dan fasilitas peternakan hanya sebanyak 27,59%.

Manajemen Pakan

Data rangkuman hasil kajian terhadap penerapan GFP dan GHP pada aspek manajemen pakan di 29 sampel peternakan di KSUJA dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Hasil Kajian GFP dan GHP Aspek Manajemen Pakan kepada 29 Peternakan Sampel Jawaban (%) No. Perihal Ya Tidak Total (%) 1. Hijauan

1.1. Hijauan yang diberikan tidak berasal dari lahan yang tercemar dari limbah industri

68,97 31,03 100

1.2. Pastikan ladang rumput tidak disemprot atau dipupuk dengan bahan yang dapat

menimbulkan bahaya dan penyakit pada ternak

31,03 68,97 100

1.3. Hijauan yang diberikan jumlahnya cukup sesuai dengan kondisi dan kebutuhan ternak

72,41 27,59 100

2. Konsentrat

2.1. Semua bahan pakan yang dibeli bebas dari residu kimiawi dan bahan pencemar lainnya

seperti hasil ikutan ternak yang dilarang 34,48 65,52 100 2.2. Memeriksa label pada semua bahan pakan yang

dibeli dan hasil pengamatan visualnya serta

catat semua bahan pakan yang masuk 6,90 93,10 100 2.3. Menolak dan membuang bahan pakan yang

Tabel 6. Lanjutan Jawaban (%) No. Perihal Ya Tidak Total (%) 2.4. Menolak dan membuang bahan pakan yang

berjamur 44,83 55,17 100

2.5. Menyimpan sampel bahan pakan untuk uji

lanjut ketika residu teridentifikasi pada susu 0 100 100 2.6. Menyimpan bahan pakan dalam tempat yang

bersih dan kering 0 100 100 2.7. Menyimpan bahan pakan dalam jumlah yang

sesuai kebutuhan 24,14 75,86 100 2.8. Jika peternak mencampur konsentrat sendiri,

maka campuran berbagai komponen konsentrat

harus merata 89,66 10,34 100 2.9. Hindari pengisian tempat pakan yang terlalu

penuh 100 0 100

2.10. Tempat pakan dibersihkan dari sisa pakan

sebelum diisi ulang 65,52 34,48 100 2.11. Konsentrat yang diberikan jumlahnya cukup

sesuai dengan kondisi dan kebutuhan ternak 100 0 100 2.12. Semua bahan pakan yang dibeli berasal dari

produsen yang memiliki sertifikat jaminan

mutu 0 100 100

2.13. Memiliki catatan semua bahan pakan yang

diterima peternakan (nota pemesanan) 0 100 100 Pakan dapat menjadi salah satu sumber adanya residu antibiotik atau residu bahan kimia pada susu yang dihasilkan. Contoh bahaya yang mungkin muncul dari pakan, diantaranya yaitu bakteri, virus, jamur dan kapang, parasit, antibiotik, dan pestisida. Resiko residu juga mungkin berasal dari dosis yang terlalu tinggi dari obat- obatan pada pakan akibat penggunaan bahan kimia yang berlebihan (OIE, 2006).

Bahaya yang muncul dapat juga berasal dari padang rumput atau asal rumput yang digunakan sebagai pakan. Rumput yang diberikan pada ternak beresiko mengandung karbon karena dekat jalan utama yang padat, atau dekat dengan pembakaran limbah pabrik setempat. Lahan tersebut juga bisa tercemar oleh residu bahan kimia (pestisida, dioksida, atau logam berat) pada level yang tidak bisa diterima dan lahan tersebut diketahui bukan tempat bersembunyi bakteri patogen (spora anthrax) atau parasit (cacing pita) (OIE, 2006). Sebanyak 68,97% peternak

telah memberikan rumput atau hijauan yang berasal dari lahan yang tidak tercemar oleh limbah industri. Daerah sekitar lokasi penelitian jauh dari pabrik atau industri. Namun hanya 31,03% peternak yang yakin bahwa rumput untuk ternaknya berasal dari lahan yang tidak disemprot atau dipupuk dengan bahan yang dapat menimbulkan bahaya dan penyakit pada ternak.

Bobot badan sapi perah rata-rata di lokasi penelitian dari hasil wawancara adalah 450 kg, sehingga bahan kering pakan rata-rata yang diperlukan sapi adalah 3% dari bobot badan yaitu 13,5 kg. Terdapat sebanyak 72,41% peternak yang menyediakan hijauan lebih dari 13,5 kg BK per hari untuk ternaknya.

Pakan utama sapi perah adalah rumput, namun untuk memenuhi kebutuhan proteinnya peternak memberikan pakan tambahan berupa sumber protein dan sumber karbohidrat. Bahan pakan yang digunakan untuk ternak harus terbebas dari residu kimiawi dan bahan ikutan ternak yang dilarang. Bahan pakan beresiko tinggi mengandung residu bahan kimia yang berasal dari pupuk atau pestisida. Peternak yang memastikan bahwa semua bahan pakan yang dibeli bebas dari residu kimiawi dan bahan pencemar lainnya seperti hasil ikutan ternak yang dilarang hanya berkisar 34,48%. Peternak tersebut hanya menggunakan bahan pakan yang mereka yakini tidak mengandung residu kimiawi namun tanpa ada sertifikat tertentu yang mendukung keyakinan mereka.

Terdapat 6,90% peternak yang membeli bahan pakan dengan memeriksa label pada semua bahan pakan. Peternak tersebut memeriksa label yang meliputi nama produsen, komposisi, tanggal diproduksi, tanggal kadaluarsa, petunjuk penggunaan dengan mengikuti dosis yang dianjurkan, kode produksi dan kemasannya dipastikan utuh tanpa cacat yang dapat mempengaruhi isi.

Sebanyak 44,83% peternak menolak dan membuang bahan pakan yang berjamur. Umumnya pakan yang dibeli peternak selalu habis sebelum sempat membusuk atau berjamur, dan bahan pakan yang diterima selalu baru. Tidak ada peternak yang menyimpan sampel bahan pakan untuk uji lanjut ketika residu teridentifikasi pada susu.

Bahan pakan yang diterima peternak disimpan untuk persediaan hingga beberapa hari berikutnya sesuai kebutuhan agar tidak terlalu lama berada di tempat penyimpanan pakan di peternakan, di dekat kandang untuk memudahkan pemberian

pakan. Namun sayangnya tempat penyimpanan pakan untuk ternak tidak terhindar dari hujan, yaitu berupa tempat terbuka dan tidak aman dari gangguan hewan lain (Gambar 8).

Gambar 8. Tempat Penyimpanan Pakan Milik Peternak KSUJA

Konsentrat yang digunakan peternak umumnya berasal dari KSUJA dengan merk Konsentrat Sinar Jaya Merah. Hasil analisis komposisi konsentrat dari KSUJA yang dilakukan oleh Tim Pakan Ternak Sapi Perah Jawa Timur di Pasuruan mengandung 16,32% protein kasar berdasarkan bahan kering (Lampiran 2). Sebanyak 10,3% peternak mencampur sendiri konsentrat yang digunakan untuk pakan ternaknya, namun peternak-peternak tersebut tidak mencampur bahan pakan tersebut dengan sempurna sampai homogen dan tidak melakukan kalibrasi alat ukur, sehingga komposisinya tidak dijamin selalu tepat.

Hampir 100% peternak selalu mengisi palungan atau tempat pakan sebanyak dua kali sehari dengan jumlah secukupnya agar tidak bersisa dan membusuk. Terdapat hanya sebanyak 65,52% peternak yang membersihkan palungan sebelum diisi kembali. Tempat pakan yang selalu dibersihkan sebelum diisi kembali dengan desain yang mudah dibersihkan akan dapat menghindarkan menumpuknya pakan yang membusuk. Pakan yang membusuk karena tersisa namun tidak dibersihkan sebelum diisi kembali, memicu resiko tumbuhnya mikroba yang dapat mengkontaminasi pakan. Sisa pakan yang tersisa dalam palungan dapat menjadi busuk atau berjamur dan beresiko menyebabkan penyakit jika tertelan oleh ternak (OIE, 2006) seperti keracunan.

Konsentrat atau pakan tambahan disamping hijauan menjadi sumber protein dan gizi lain bagi ternak untuk mencukupi kebutuhannya. Konsentrat Sinar Jaya Merah dianjurkan untuk diberikan sebanyak 6 kg per hari per ekor. Walaupun

peternak ada yang tidak memberikan sesuai anjuran karena alasan biaya, namun hampir seluruh peternak memberikan sumber protein lain berupa ampas tahu sehingga kebutuhan protein ternak dapat dipenuhi oleh peternak KSUJA.

Peternak membeli bahan pakan yang dianggapnya aman untuk ternaknya serta harganya sesuai dengan kemampuan peternak tersebut. Konsentrat Sinar Jaya Merah dianjurkan untuk digunakan peternak anggota dengan menawarkan sistem memotong uang hasil penjualan susu ke KSUJA. Bahan pakan tambahan yang dibeli peternak tidak memiliki sertifikat jaminan mutu. Peternak tidak memiliki catatan semua bahan pakan yang diterima peternakan (nota pemesanan) pakan yang digunakan (konsentrat) sehingga jika ada pakan yang rusak dapat cepat dikembalikan. Peternak mengambil sendiri pakan yang diperlukan untuk membatasi masuknya orang luar peternakan yang dapat membawa bibit penyakit sehingga besar terjadinya resiko penyebaran penyakit.

Nilai peternak anggota KSUJA yang menunjukkan penerapan GFP dan GHP dalam aspek manajemen pakan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Nilai Performa Peternak Hasil Kajian GFP dan GHP Aspek Manajemen Pakan

Nilai Peternak Jumlah Peternak (%) Kategori Penerapan GFP dan GHP 0 – 25 ≥ 25 – 50 ≥ 50 – 75 ≥ 75 – 100 10,34 55,17 34,48 0 Sangat kurang Kurang Cukup Baik

Data pada Tabel 7 di atas menunjukkan bahwa terdapat 10,34% peternak yang masih sangat kurang menerapkan GFP dan GHP pada manajemen pakan. Sebanyak 55,17% peternak kurang menerapkan GFP dan GHP pada manajemen pakan. Peternak yang sudah cukup menerapkan GFP dan GHP pada manajemen pakan hanya sebesar 34,48% dari sampel.

Sumberdaya Manusia (SDM)

Data rangkuman hasil kajian terhadap penerapan GFP dan GHP pada aspek SDM di 29 sampel peternakan di KSUJA dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Hasil Kajian GFP dan GHP Aspek Sumberdaya Manusia (SDM) kepada 29 Peternak Sampel

Jawaban (%) No. Perihal

Ya Tidak Total

(%) 1. Mengetahui penyakit sapi perah secara umum dan cara

pencegahan maupun penanggulangannya 13,79 86,21 100 2. Mengembangkan program manajemen kesehatan

ternak yang efektif 17,24 82,76 100 3. Mencatat semua perlakuan pada ternaknya 3,45 96,55 100 4. Selalu memelihara sanitasi dan hygiene personal 68,97 31,03 100 5. Memastikan pemerah mengikuti aturan dasar sanitasi

yang baik 82,76 17,24 100

6. Menggunakan bahan kimia dan obat hewan sesuai anjuran, menghitung dosis dengan tepat dan cermat,

dengan memperhatikan tanggal kadaluarsa 93,10 6,90 100 7. Menyimpan bahan kimia dan obat hewan dengan aman

dan gunakan secara bertanggung jawab 86,21 13,79 100 8. Mampu mengambil keputusan bila ada penyakit ternak

yang dapat mempengaruhi kesehatan publik (zoonosis) 0 100 100 9. Memastikan kondisi lingkungan secara umum

khususnya di area pemerahan selalu bersih 55,17 44,83 100 Kelangsungan suatu peternakan bergantung pada kualitas sumberdaya manusia (SDM) di dalamnya. Peternak yang mengetahui tata cara beternak sapi perah yang baik dan benar, serta dapat menerapkan sanitasi di dalamnya akan memperoleh hasil yang maksimal. Menurut data pada Tabel 8 di atas terdapat sebanyak 13,79% dari populasi peternak yang mengetahui tentang penyakit yang sering terjadi pada sapi perah dan cara menanggulanginya. Peternak tersebut juga berprofesi sebagai mantri hewan, petugas IB dan dokter hewan. Tidak menutup kemungkinan adanya peternak lain yang mengetahui secara umum karena pengalaman selama beternak sapi perah.

Kesehatan ternak merupakan salah satu titik fokus dalam melaksanakan tata