• Tidak ada hasil yang ditemukan

Determinan Error Rate Puskesmas Rujukan Mikroskopis (PRM) dan Puskesmas Pelaksana Mandiri (PPM) di Kabupaten Jember

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Determinan Error Rate Puskesmas Rujukan Mikroskopis (PRM) dan Puskesmas Pelaksana Mandiri (PPM) di Kabupaten Jember"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Abstrak

Latar belakang: Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosis). Prevalensi TB paru Indonesia tahun 2011 menempati urutan ke tiga setelah India dan China. Angka error rate (angka kesalahan laboratorium) yang di dapat dari hasil pemeriksaan cross check merupakan salah satu indikator program penanggulangan TB Paru. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis determinan error rate Puskesmas Rujukan Mikroskopis (PRM) dan Puskesmas Pelaksana Mandiri (PPM) di Kabupaten Jember, meliputi karakteristik responden, prosedur kerja, sarana laboratorium, dan spesimen. Metode: Penelitian ini bersifat analitik observasional dengan menggunakan desain potong lintang (Cross Sectional). Sampel adalah 18 orang petugas laboratorium PRM dan PPM. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik wawancara, observasi dan dokumentasi. Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan narasi kemudian dianalisis menggunakan uji Chi Square dengan Confidence Interval (CI) 95%. Hasil: Hasil penelitian ini diantaranya adalah terdapat hubungan yang signifikan antara lama kerja, beban slide perhari, status pelatihan, cara fiksasi, cara pewarnaan, dan volume dahak dengan error rate hasil pemeriksaan dahak mikroskopis. Namun, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status kesehatan mata, pembacaan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, kondisi sediaan, kondisi reagen ZN, kondisi mikroskop, kondisi kaca slide dan kondisi sputum pot. Kesimpulan : Dari hasil penelitian ini diharapkan adanya peningkatan kinerja petugas laboratorium dalam melakukan prosedur pembuatan, pewarnaan serta pembacaan slide dan meningkatkan upaya informasi serta edukasi terhadap pasien suspek TB.

Kata Kunci: Error Rate, Petugas Laboratorium, Tuberkulosis

Abstract

Background: Tuberculosis (TB) is an infectious disease caused by Mycobacterium tuberculosis. Prevalence of pulmonary tuberculosis in Indonesia 2011 was ranked third after India and China . Numbers of error rate (number of laboratory error) that are able to cross check inspection results from is one of the indicator program for tackling tuberculosis. Purpose of this research is to analyze determinants of error rate of microscopic observation and examination in public health center in Jember includes characteristic of respondents, working procedures, laboratory facilities and specimen. Methods: This research was analytical study using cross sectional design. The samples were 18 laboratory officer. The data obtained were presented in table form and naration analyzed using Chi Square with Confidence Interval 95% Results: There are significant relationship between the level of the old work, loads of slides per day, training status, how the fixation, staining, and the volume of sputum. However, there are not significant relationship between age, gender, educational level, eye status, reading of the microscopic sputum examination results, condition of material, condition of ZN reagents, microscope glass slides and conditions of sputum pot. Conclusions: Expected an increase in officer performance laboratory in perform a procedure of making, staining and recitation slide and increasing information and educational with patient suspec tuberculosis

Keywords: Error rate, Laboratory officer, Tuberculosis

Zaidar Rahmi Martiningrum, Irma Prasetyowati, S,KM.,M.Kes, Yunus Ariyanto, S.KM.,M.Kes Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Jember

Jln. Kalimantan I/93, Jember 68121 E-mail: DPU@unej.ac.id

Determinan Error Rate Puskesmas Rujukan Mikroskopis (PRM) dan Puskesmas

Pelaksana Mandiri (PPM) di Kabupaten Jember

(2)

Tabel 1.1 Distribusi Faktor Risiko Error Rate Hasil Pemeriksaan Dahak Mikroskopis

Faktor Risiko

Error Rate

Rendah

Error Rate

Tinggi p-value OR Confidence Interval

(CI) 95%

n % n %

Karakteristik Responden Umur

< 30 tahun 3 25 2 33,3

0,56 0 0,078-5,678

≥ 30 tahun 9 75 4 66,7

Jenis Kelamin

Perempuan 8 66,7 5 83,3

0 0 0,034-4,681

Laki-laki 4 33,3 1 16,7

Tingkat Pendidikan

SMK-D3 Analis Kesehatan 9 75 3 50

0,29 3 0,38-23,679

SMK-D3 Non Analis Kesehatan 3 25 3 50

Lama Kerja

Lama 7 58,3 0 0

0,025* - 0,213-0,814

Baru 5 41,7 6 100

Beban Slide Perhari

< 20 Slide 11 91,7 2 33,3

0,022* 22 1,540-314,292

≥ 20 Slide 1 8,33 4 66,7

Status Kesehatan Mata

Normal 6 50 5 83,3

0,2 0,2 0,018-2,265

Kelainan 6 50 1 16,7

Status Pelatihan

Belum 7 58,3 0 0 0,025* - 0,213-0,814

Pernah 5 41,7 6 100

Prosedur Kerja Cara Fiksasi

Tepat 10 83,3 1 16,7 0,013* 25 1,803-346,694

Kurang Tepat 2 16,7 5 83,3

Cara Pewarnaan Slide BTA

Terdiri dari 10 Langkah 11 91,7 1 83,3 0,004* 55 2,831-1068,366

Kurang dari 10 Langkah 1 8,33 5 16,7

Pembacaan Hasil Pemeriksaan Dahak

Terdiri dari 6 Langkah 2 16,7 2 33,3 0 0 0,041-3,90

Kurang dari 6 Langkah 10 83,3 4 66,7

Kondisi Sediaan

Baik 4 33,3 5 83,3 0,07 0,1 0,009-1,170

(3)

Pendahuluan

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman tuberkulosis menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Gejala TB paru yaitu batuk terus menerus dan berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Gejala lain, yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas dan rasa nyeri dada, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari sebulan [1].

Prevalensi TB Paru di dunia tahun 2011 mencapai 9,7 – 11 juta penduduk dengan angka kematian rata-rata mencapai 980.000 orang [2]. Prevalensi TB paru Indonesia tahun 2011 sebanyak 489 per 100.000 populasi sedangkan di Jawa Timur mencapai 224 orang per 100.000. Jumlah Penderita TB Paru BTA+ Kabupaten Jember dari tahun 2010-2012 berturut-turut sebanyak 1946 orang, 2182 orang, dan 2085 orang. Rata-rata error rate Kabupaten Jember berturut-turut mulai tahun 2010, 2011, dan 2012 sebesar 6,52%, 5,4%, dan 9,5%. Menurut WHO, jika error rate < 5% maka mutu pemeriksaan dahak di Kabupaten atau Kota tersebut dinilai bagus [3].

Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk penanggulangan penyakit TB Paru, antara lain program DOTS (Directly Observed Treatment, Shortcourse). Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen kunci yaitu komitmen politis dengan peningkatan dan kesinambungan pendanaan, penemuan kasus melalui pemeriksaan dahak yang terjamin mutunya, pengobatan yang standar, sistem pengelolaan dan ketersediaan OAT yang efektif dan sistem monitoring pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program [4]. Salah satu masalah dalam mengimplementasikan strategi DOTS adalah mutu pemeriksaan dahak belum sepenuhnya terjamin secara merata.

Kementerian Kesehatan RI menggunakan Puskesmas untuk memutuskan rantai penularan penyakit TB Paru di masyarakat. PRM adalah laboratorium yang mampu membuat sediaan, pewarnaan dan pemeriksaan mikroskopis dahak, menerima rujukan dan melakukan pembinaan teknis kepada Puskesmas Satelit (PS). PPM adalah laboratorium yang memiliki laboratorium mikroskopis TB yang berfungsi melakukan pelayanan mikroskopis TB [3].

Salah satu pelayanan yang diberikan di Puskesmas kepada penderita TB Paru adalah pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Pemeriksaan sediaan mikroskopis BTA dari spesimen dahak merupakan komponen kunci untuk menegakkan diagnosis serta evaluasi dan tindak lanjut pengobatan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS) (Gerdunas TBC, 2005) [5].

Dinas Kesehatan Kabupaten Jember terdapat 49 Puskesmas dan 12 Rumah Sakit dengan 16 puskesmas diantaranya dan 3 RSD tersebut, merupakan PRM dan PPM. Berdasarkan rata-rata error rate dalam penegakan diagnosa TB Paru di Kabupaten Jember, terdapat kesenjangan (gap) antara yang diharapkan sebesar < 5% dengan kenyataan sebesar 9,5% menunjukkan masalah yang perlu dikaji penyebabnya dari faktor karakteristik petugas, prosedur kerja, sarana laboratorium, dan spesimen. Maka perlu dilakukan penelitian tentang determinan error rate Puskesmas Rujukan Mikroskopis (PRM) dan Puskesmas Pelaksana Mandiri (PPM) di Kabupaten Jember.

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian analitik observasional dengan pendekatan cross sectional. Penelitian di lakukan di 16 Puskesmas dan 2 RSD dengan sampel sebanyak 18 orang petugas laboratorium PRM dan PPM. Penelitian dilakukan selama 11 April- 30 April 2013.

Sumber data penelitian adalah data primer melalui wawancara mengenai karakteristik responden dan observasi mengenai prosedur kerja, sarana laboratorium dan spesimen, serta data sekunder yang bersumber dari data error rate hasil evaluasi cross check setiap triwulan yang dimiliki Dinas Kesehatan Kabupaten Jember.

Analisis hubungan antara variabel bebas dengan terikat di uji dengan menggunakan uji Chi Square dengan tingkat kemaknaan sebesar 5% (a = 0,05). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah karakteristik responden (umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, lama kerja, beban slide perhari, status kesehatan mata, dan status pelatihan), prosedur kerja (cara fiksasi, cara pewarnaan slide BTA, kondisi sediaan, dan pembacaan hasil pemeriksaan), sarana laboratorium (kondisi mikroskop, kondisi reagen ZN, kondisi kaca slide, dan kondisi sputum pot), dan spesimen yaitu volume dahak. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah error rate hasil pemeriksaan dahak mikroskopis.

Hasil Penelitian

(4)

Berdasarkan hasil penelitian terhadap 18 petugas laboratorium PRM dan PPM di Kabupaten Jember, diperoleh distribusi karakteristik responden berdasarkan umur sebagian besar responden (72,2%) berumur ≥ 30 tahun, 72,2% berjenis kelamin perempuan, 66,7% memiliki tingkat pendidikan SMK-D3 Analis Kesehatan, 61,1% baru bekerja dengan masa kerja < 5 tahun, 72,2% mengerjakan < 20 slide perhari, 61,1% memiliki status kesehatan mata normal, dan 61,1% belum pernah mengikuti pelatihan dalam tiga tahun terakhir.

Berdasarkan prosedur kerja, 61,1% responden melakukan prosedur fiksasi dengan tepat, 66,7% melakukan cara pewarnaan slide BTA sesuai dengan prosedur yaitu terdiri dari 10 langkah, 77,8% melakukan kesalahan dalam melakukan prosedur pembacaan hasil pemeriksaan dahak. Sedangkan kondisi sediaan yang di buat petugas 50% buruk.

Sarana laboratorium yaitu kondisi mikroskop menunjukkan bahwa sebagian besar mikroskop (72,2%) dalam kondisi baik. Kondisi reagen ZN mayoritas (94,4%) menunjukkan bahwa tidak ada reagen ZN yang kadaluarsa, sebagian besar kaca slide (88,9%) dalam kondisi yang baik, dan 83,3% sputum pot dalam kondisi yang baik. Sebagian besar volume dahak (83,3%) yang akan diperiksa cukup.

Pembahasan

Karakteristik Responden Umur

Hasil analisis menggunakan uji Chi square didapatkan nilai p-value=0,561 dengan Odds Ratio (OR) sebesar 0,667 dan nilai Confidence Interval (CI) 95% (0,078-5,678). Hasil analisis secara statistik serta praktis dan klinis tidak bermakna. Maka umur tidak berhubungan dengan error rate hasil pemeriksaan dahak mikroskopis serta merupakan faktor protektifbagi terjadinya error rate hasil pemeriksaan dahak mikroskopis.

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Wijono dalam Putri (2010) yang menyatakan bahwa umur tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kesalahan pemeriksaan slide TB Paru serta Syafei dan Kusnanta dalam Putri (2010) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara umur dengan semua variabel kinerja petugas puskesmas [6].

Menurut Mantra dalam Febriani (2008) menyatakan bahwa umur merupakan salah satu faktor intern dalam diri individu untuk berperilaku atau dalam perubahan perilaku. Bertambahnya umur berarti juga terjadi perubahan-perubahan dalam dirinya baik fisik maupun psikologis, mulai dari masa bayi sampai masa dewasa [7]. Sedangkan menurut Notoatmodjo (2003), menyatakan bahwa bertambahnya umur seseorang akan mempengaruhi Faktor Risiko

Error Rate

Rendah

Error Rate

Tinggi p-value OR Confidence Interval

(CI) 95%

n % n %

Sarana Laboratorium Kondisi Mikroskop

Tidak Berjamur 10 83,3 3 50

0,18 5 0,551-45,391

Berjamur 2 16,7 3 50

Kondisi Reagen ZN

Belum Kadaluarsa 11 91,7 6 100

0,67 - 0,773-1,087

Kadaluarsa 1 8,33 0 0

Kondisi Kaca Slide

Baik 11 91,7 5 83,3

0,57 2,2 0,113-42,735

Buruk 1 8,33 1 16,7

Kondisi Sputum Pot

Baik 10 83,3 5 83,3

0,76 1 0,072-13,868

Buruk 2 16,7 1 16,7

Spesimen Volume Dahak

Cukup 12 100 3 50

0,025* - 0,899-4,452

(5)

kemampuan secara fisik seperti penglihatan, mendengar, daya tangkap pembicaraan dengan orang lain ataupun daya berpikirnya [8].

Jenis Kelamin

Hasil analisis faktor jenis kelamin dengan menggunakan uji Chi square didapatkan hasil nilai p-value=0,615 dengan Odds Ratio (OR) sebesar 0,4 dan nilai Confidence Interval (CI) 95% (0,034-4,681). Hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan error rate hasil pemeriksaan dahak mikroskopis serta jenis kelamin merupakan faktor protektif.

Penelitian ini sesuai dengan penelitian Yamato dalam Meirtha (2012), bahwa variabel jenis kelamin tidak berpengaruh secara signifikan terhadap error rate. Sejalan dengan penelitian Lutiarsi dalam Meirtha (2012) yang menyatakan bahwa variabel jenis kelamin secara statistik tidak mempunyai hubungan yang bermakna dengan kinerja petugas laboratorium puskesmas [4].

Menurut Febriani (2008), kemampuan laki-laki dan perempuan dipengaruhi oleh kepribadiannya. Petugas berjenis kelamin perempuan yang lebih banyak dari laki-laki, dipengaruhi sifat-sifat dasar yang dimiliki oleh seorang perempuan, seperti sifat perasa, penuh kasih-sayang, lembut dan lebih emosional, sehingga tugas yang dibebankan pada perempuan, akan lebih hati-hati dalam pengerjaannya [7].

Tingkat Pendidikan

Hasil analisis dengan menggunakan uji Chi square didapatkan nilai p-value = 0,294 dengan Odds Ratio (OR) sebesar 3,0 dan nilai Confidence Interval (CI) 95% (0,380-23,679). Hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan error rate hasil pemeriksaan dahak mikroskopis.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Purbosari (2007) yang menyatakan bahwa faktor latar belakang pendidikan tidak berpengaruh signifikan terhadap error rate hasil pemeriksaan dahak mikroskopis (9). Menurut antara pendidikan dengan kinerja petugas laboratorium. Hal ini selaras dengan penelitian Syafei dan Kusnanta dalam Putri (2010) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan bermakna antara pendidikan dengan kinerja petugas P2TB Puskesmas [6].

mikroskopis. Secara praktis atau klinis, hasil penelitian tidak bermakna yang menunjukkan bahwa lama kerja merupakan faktor protektif bagi terjadinya error rate hasil pemeriksaan dahak mikroskopis

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Purbosari (2007) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara masa kerja dengan error rate hasil pemeriksaan dahak tuberkulosis. Ada kecenderungan bahwa error rate yang melebihi standar paling banyak terdapat pada petugas dengan masa kerja baru, sedangkan petugas dengan masa kerja sedang-lama kesalahan pemeriksaannnya relatif lebih kecil [9].

Menurut Nitisemito dalam Putri (2010), lama kerja merupakan lamanya seorang karyawan menyumbangkan tenaganya pada perusahaan tertentu [6]. Menurut Sastrohadiwiryo, (2005), pengalaman kerja memberikan banyak keahlian dan tingkat keterampilan kerja. Makin lama tenaga kerja bekerja, makin banyak pengalaman yang dimiliki tenaga kerja yang bersangkutan, sebaliknya semakin singkat masa kerja, semakin sedikit pengalaman yang diperoleh [11].

Status Kesehatan Mata

Hasil analisis dengan menggunakan uji Chi square didapatkan nilai p-value = 0,199 dengan Odds Ratio (OR) sebesar 0,2 dan nilai Confidence Interval (CI) 95% (0,018-2,265). Hasil analisis secara statistik tidak bermakna, maka variabel status kesehatan mata tidak berhubungan dengan error rate hasil pemeriksaan dahak mikroskopis serta merupakan faktor protektif terhadap error rate, sehingga petugas laboratorium dengan status kesehatan mata yang normal akan lebih sedikit melakukan kesalahan baca saat pemeriksaan dahak mikroskopis daripada petugas laboratorium dengan kelainan pada mata. Penelitian ini sesuai dengan penelitian Yamoto dalam Meirtha (2012), yaitu status kesehatan mata tidak berpengaruh signifikan terhadap error rate pemeriksaan dahak tersangka TB [4].

Beban Slide Perhari

Hasil analisis beban slide perhari dengan error rate hasil pemeriksaan dahak mikroskopis menggunakan uji Chi square didapatkan nilai p-value = 0,022 dengan Odds Ratio (OR) sebesar 22 dan nilai Confidence Interval (CI) 95% (1,540-314,292). Hasil analisis secara statistik maupun praktis dan klinis bermakna, sehingga variabel beban slide perhari berhubungan dengan error rate hasil pemeriksaan dahak mikroskopis serta merupakan faktor risiko terjadinya error rate hasil pemeriksaan dahak mikroskopis. Risiko terjadinya error rate hasil pemeriksaan dahak mikroskopis 22 kali lebih besar pada petugas laboratorium dengan beban slide ≥ 20 slide perhari daripada petugas laboratorium dengan beban slide < 20 slide perhari.

(6)

direkomendasikan untuk minimal memeriksa 10-15 sediaan sehari, tetapi tidak melebihi 20 sediaan sehari [5]. Hal ini berkaitan dengan beban kerja fisik yang berupa beratnya analisis bermakna yang berarti status pelatihan berhubungan dengan error rate hasil pemeriksaan dahak mikroskopis. Penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Putri (2012) di Wonosobo yang menyatakan bahwa pelatihan memiliki hubungan dengan keterampilan petugas dalam membuat sediaan dahak pemeriksaan BTA [13].

Secara praktis atau klinis, hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa status pelatihan merupakan faktor protektif bagi terjadinya error rate hasil pemeriksaan dahak mikroskopis. Sehingga dengan pelatihan, maka akan dapat mengurangi risiko terjadinya error rate yang dilakukan petugas laboratorium. Searah dengan penelitian Deviza dalam Putri (2010) yang menyatakan bahwa pelatihan tidak mempunyai hubungan yang bermakna dengan kinerja petugas dalam penemuan suspek TB Paru [6].

Prosedur Kerja Cara Fiksasi

Fiksasi adalah melewatkan sediaan di atas api 2-3 kali sekitar 2-3 detik. Hasil analisis dengan uji Chi Square didapatkan nilai p-value = 0,013 dengan Odds Ratio (OR) sebesar 25 dan nilai Confidence Interval (CI) 95% (1,803-346,694).

Hasil analisis secara statistik maupun praktis atau klinis adalah bermakna. Maka cara fiksasi berhubungan dengan error rate hasil pemeriksaan dahak mikroskopis sekaligus merupakan faktor risiko bagi terjadinya error rate hasil pemeriksaan dahak mikroskopis.

Risiko terjadinya error rate hasil pemeriksaan dahak mikroskopis 25 kali lebih besar pada petugas laboratorium dengan cara fiksasi yang kurang tepat daripada petugas laboratorium dengan cara fiksasi yang tepat. Hasil observasi menunjukkan bahwa kesalahan dalam prosedur fiksasi ialah terlalu lama membiarkan slide terpapar panas serta lebih dari 3 kali melewatkan sediaan diatas api. Berlawanan dengan penelitian Putri (2012) di Semarang terkait analisis keterampilan petugas laboratorum pusekesmas dan Rumah Sakit, yang menyatakan bahwa cara fiksasi yang dilakukan oleh petugas laboratorium telah sesuai dengan prosedur [13].

Cara Pewarnaan Slide BTA

Hasil analisis dengan menggunakan uji Chi square didapatkan nilai p-value = 0,004 dengan Odds Ratio (OR) sebesar 55 dan nilai Confidence Interval (CI) 95% (2,831-1068,366). Hasil analisis secara statistik maupun praktis dan klinis bermakna. Maka cara pewarnaan slide BTA berhubungan dengan error rate serta merupakan faktor risiko bagi terjadinya error rate hasil pemeriksaan dahak mikroskopis. Risiko terjadinya error rate hasil pemeriksaan dahak mikroskopis 55 kali lebih besar pada petugas laboratorium dengan cara pewarnaan slide BTA yang kurang

dari 10 langkah daripada petugas laboratorium dengan cara pewarnaan slide BTA yang terdiri dari 10 langkah.

Hasil penelitian ini searah dengan penelitian Putri (2012) di Wonosobo yang menyatakan bahwa pewarnaan yang dilakukan oleh petugas laboratorium tidak semuanya sama. Sebagian telah sesuai dengan prosedur, namun ada beberapa petugas yang tidak melakukan pewarnaan sesuai dengan prosedur.dengan prosedur [13]. Berdasarkan hasil observasi, penyebab kurang tepatnya petugas dalam melakukan prosedur pewarnaan slide BTA diantaranya adalah beberapa petugas tidak menggenangi seluruh permukaan sediaan dengan carbol fuchsin, terdapat petugas yang memanaskan sediaan setelah digenangi carbol fuchsin hingga mendidih serta kurang tepat dalam menentukan alokasi waktu setelah slide BTA digenangi methylene blue yang seharusnya berkisar antara 10-20 detik. Hal tersebut didapatkan nilai p-value = 0,407 dengan Odds Ratio (OR) sebesar 0,4 dan nilai Confidence Interval (CI) 95% (0,041-3,90). Hasil analisis secara statistik tidak bermakna yang laboratorium [13]. Berdasarkan hasil observasi, beberapa petugas memulai langkah membaca slide dengan langsung melakukan perbesaran 100x tanpa menetapkan lapang pandang pembacaan slide terlebih dahulu.

Hasil penelitian tersebut secara praktis atau klinis adalah bermakna yang menunjukkan bahwa pembacaan hasil pemeriksaan dahak merupakan faktor protektif bagi terjadinya error rate hasil pemeriksaan dahak mikroskopis. Dengan demikian, maka error rate dapat diminimalisir dengan menerapkan pembacaan hasil pemeriksaan dahak yang sesuai dengan prosedur kerja yang ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan RI.

Kondisi Sedian

Hasil analisis menggunakan uji Chi square didapatkan nilai p-value = 0,066 dengan Odds Ratio (OR) sebesar 0,1 dan nilai Confidence Interval (CI) 95% (0,009-1,170). Hasil analisis secara statistik tidak bermakna, dengan demikian variabel kondisi sediaan tidak berhubungan dengan error rate hasil pemeriksaan dahak mikroskopis.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Putri (2012), yang menunjukkan bahwa sebagian dinyatakan jelek, dan beberapa baik. Hal tersebut karena narasumber tersebut menggunakan penjiplak untuk membuat pola oval sehingga sediaannya sesuai ukuran. Sedangkan dari segi ketebalan, kerataan, dan kebersihan rata-rata telah sesuai dengan prosedur [13].

(7)

merupakan faktor protektif terjadinya error rate hasil pemeriksaan dahak mikroskopis. Kerataan sediaan apus dilihat dari dahak yang tersebar merata, tidak terlihat daerah yang kosong pada kaca objek. Ketebalan sediaan apus diperiksa dengan cara memegang sediaan apus yang belum di cat 4-5 cm di atas surat kabar. Terdapat beberapa petugas laboratorium yang menggunakan penjiplak agar ukuran sediaan sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan RI.

Sarana Laboratorium Kondisi Reagen ZN

Hasil analisis kondisi reagen ZN dengan error rate hasil pemeriksaan dahak mikroskopis dengan menggunakan uji Chi square didapatkan nilai p-value = 0, 667 dan nilai Confidence Interval (CI) 95% (0,773-1,087). Hasil analisis secara statistik tidak bermakna, dengan demikian variabel kondisi reagen ZN tidak berhubungan dengan error rate hasil pemeriksaan dahak mikroskopis. Secara praktis atau klinis tidak bermakna yang menunjukkan bahwa kondisi reagen ZN merupakan faktor protektif terjadinya error rate hasil pemeriksaan dahak mikroskopis. hubungan signifikan antara kualitas reagen ZN dengan error rate [6].

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Putri (2010) yang menunjukkan bahwa kondisi mikroskop tidak berhubungan dengan error rate hasil pemeriksaan dahak TB. Hal tersebut dikarenakan seluruh kondisi mikroskop dalam keadaan baik. Kondisi mikroskop yang baik akan memudahkan petugas laboratorium dalam melakukan pemeriksaan mikroskopis lebih tepat [6]. Berdasarkan hasil observasi, masih terdapatnya mikroskop yang berjamur ialah akibat penempatan mikroskop di luar lemari khusus, sehingga menyebabkan lembab yang memicu tumbuhnya jamur serta berdebu pada lensa serta tabung mikroskop.

Kondisi Kaca Slide

Hasil analisis menggunakan uji Chi square didapatkan nilai p-value = 0, 569 dengan Odds Ratio (OR) sebesar 2,2 dan nilai Confidence Interval (CI) 95% (0,113-42,735). Hasil analisis secara statistik tidak bermakna, dengan demikian variabel kondisi kaca slide tidak

berhubungan dengan error rate hasil pemeriksaan dahak mikroskopis.

Penelitian ini sesuai dengan penelitian Putri (2012) di Wonosobo yang menunjukkan bahwa hanya ada satu kaca slide yang kotor dari 45 slide yang diteliti, sehingga kondisi kaca slide tidak berhubungan dengan error rate hasil pemeriksaan dahak mikroskopis [13].

Secara praktis atau klinis, hasil penelitian tersebut bermakna yang menunjukkan bahwa kondisi kaca slide merupakan faktor risiko error rate hasil pemeriksaan dahak mikroskopis. Berdasarkan hasil observasi, penyebab kondisi kaca slide yang baik adalah sebagian besar petugas laboratorium menyimpan kaca slide pada lemari kaca yang terbebas dari debu maupun kotoran. Sedangkan terdapat beberapa petugas laboratorium yang menyimpan kaca slide pada tempat terbuka yang rentan terkena debu serta kotoran.

Kondisi Sputum Pot

Hasil analisis menggunakan uji Chi Square, didapatkan nilai p-value = 0, 755 dengan Odds Ratio (OR) sebesar 1 dan nilai Confidence Interval (CI) 95% (0,072-13,868). Hasil analisis secara statistik maupun praktis dan klinis tidak bermakna. Maka kondisi sputum pot tidak berhubungan dengan error rate hasil pemeriksaan dahak mikroskopis serta merupakan faktor netral terjadinya error rate hasil pemeriksaan dahak mikroskopis.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Putri (2012) di Wonosobo yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara kondisi sputum pot dengan error rate [13]. Berdasarkan hasil observasi, penyebab kondisi sputum pot yang buruk adalah beberapa petugas laboratorium terpaksa menggunakan sputum pot yang tidak sesuai dengan standar akibat terbatasnya persediaan sputum pot yang puskesmas miliki.

Volume Dahak Spesimen

Hasil analisis volume dahak dengan error rate hasil pemeriksaan dahak mikroskopis dengan menggunakan uji Chi square didapatkan nilai p-value = 0, 025 dan nilai Confidence Interval (CI) 95% (0,899-4,452). Hasil analisis secara statistik bermakna, dengan demikian variabel volume dahak berhubungan dengan error rate hasil pemeriksaan dahak mikroskopis. Hasil tersebut secara praktis atau klinis adalah tidak bermakna yang menunjukkan bahwa volume dahak merupakan faktor protektif bagi terjadinya error rate hasil pemeriksaan dahak mikroskopis. Apabila petugas memeriksa dahak dengan volume yang cukup, maka akan dapat mengurangi risiko terjadi error rate saat pemeriksaan dahak mikroskopis.

(8)

Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan hasil penelitian terhadap 18 petugas laboratorium dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan: 1) Sebagian besar responden berusia ≥ 30 tahun tahun, berjenis kelamin perempuan, tingkat pendidikan SMK-D3 Analis Kesehatan, baru bekerja dengan beban kerja slide perhari < 20 slide, memiliki status kesehatan mata normal, belum pernah mengikuti pelatihan, melakukan prosedur kerja dengan benar kecuali pembacaan hasil pemeriksaan dahak, memiliki sarana laboratorium yang baik serta memeriksa volume dahak yang cukup; 2) Terdapat hubungan yang signifikan antara karakteristik petugas yaitu lama kerja, beban slide perhari, dan status pelatihan dengan error rate hasil pemeriksaan dahak mikroskopis. Namun, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan status kesehatan mata dengan error rate hasil pemeriksaan dahak mikroskopis; 3) Terdapat hubungan yang signifikan antara prosedur kerja yaitu cara fiksasi dan cara pewarnaan dengan error rate hasil pemeriksaan dahak mikroskopis. Namun, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pembacaan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis dan kondisi sediaan dengan error rate hasil pemeriksaan dahak mikroskopis;4) Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara sarana laboratorium yang terdiri dari kondisi reagen ZN, kondisi mikroskop, kondisi kaca slide dan kondisi sputum pot dengan error rate hasil pemeriksaan dahak mikroskopis; 5) Terdapat hubungan yang signifikan antara spesimen yaitu volume dahak dengan error rate hasil pemeriksaan dahak mikroskopis.

Berdasarkan hasil kesimpulan diatas, maka saran yang dapat diberikan adalah 1) Dinas Kesehatan Kabupaten jember perlu mengadakan kegiatan rutin On the Job Training agar kemampuan petugas laboratorium semakin meningkat, memberikan laporan feedback hasil Cross Check sediaan yang berasal dari laboratorium RUS-1 kepada petugas laboratorium guna evaluasi kinerja selanjutnya serta memberikan sosialisasi pengurangan beban kerja petugas laboartorium, yakni dianjurkan hanya memeriksa maksimal 20 slide dalam satu hari; 2) Petugas laboratorium perlu memperbaiki kinerjanya khususnya cara fiksasi dan cara pewarnaan slide BTA sesuai prosedur pemeriksaan dahak mikroskopis yang ditetapkan Kementerian Kesehatan RI dan memberikan informasi serta edukasi pada pasien suspek TB agar mampu memberikan kualitas dahak yang purulen dan volume yang cukup melalui upaya penyuluhan serta pemberian materi dengan media leaflet; 3) Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor lain yang kemungkinan berhubungan dengan error rate misalnya, motivasi, status kepegawaian dan prosedur kerja pada Laboratorium Cross Check yang dapat mempengaruhi error rate hasil pemeriksaan dahak mikroskopis.

Penulisan Daftar Pustaka/Rujukan

[1] Departemen Kesehatan RI. 2007a. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

[2] WHO. 2012. Global Tuberculosis Report 2012. [serial online].

http://www.who.int/tb/publications/global_report/casedeteci onrates_faq.pdf(21 Januari 2013).

[3] Kementerian Kesehatan RI. 2011. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

[4] Meirtha YS. 2012. Pengaruh Pengetahuan dan Keterampilan Petugas Laboratorium Terhadap Error Rate Dalam Penegakan Diagnose TB Paru di Puskesmas Kota Medan.Thesis. Medan: Universitas Sumatera Utara.

[5] Gerdunas TBC. 2005. Pemeriksaan Mikroskopik Dahak dan Cross Check Sediaan BTA. Jakarta: Gerdunas TBC. [6] Putri, AG. 2010. Hubungan Karakteristik Petugas dan Sarana Laboratorium dengan Hasil Pemeriksaan Dahak Tuberkulosis di Puskesmas Rujukan Mikroskopis (PRM) Kabupaten Jember Tahun 2009. Skripsi. Jember: Universitas Jember.

[7] Febriani, L. 2008. Faktor-Faktor pada Pengawas Menelan Obat (PMO) yang Mempengaruhi Keberhasilan Pengobatan Penderita Baru Tuberkulosis Paru di Kabupaten Jember.Skripsi. Jember: Universitas Jember.

[8] Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

[9] Purbosari, R. 2007. Hubungan karakteristik Petugas Laboratorium TB Paru Puskesmas dengan Error Rate Hasil Pemeriksaan dahak Tersangka TB Paru. Skripsi. Semarang: Universitas Negeri Semarang.

[10] Hasibunan, M. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Andi Yogyakarta.

[11] Sastrohadiwiryo, S. 2005. Manajemen Tenaga Kerja Indonesia Pendekatan Administratif dan Operasional. Jakarta: Bumi Aksara.

[12] Manuaba, A. 2002. Ergonomi Kesehatan dan Keselamatan Kerja Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: Universitas Indonesia.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengontrolnya dibutuhkan driver baris, yang dirangkai dari transistor dan driver kolom, yang merupakan rangkaian shift register, dan diatur oleh mikrokontroler..

Berdasar latar belakang dan identifikasi masalah yang telah diuraikan diatas, penulis terdorong untuk meneliti faktor-faktor determinan yang memiliki pengaruh dalam

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penolakan sabda raja yang dilakukan oleh umat Islam di Daerah Istimewa Yogyakarta disebabkan karena sabda yang dikeluarkan

Berdasarkan hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa dari penurunan kadar Hb bukan sepenuhnya dari bahan bakar uap bensin, penyebab dari rendahnya kadar Hb dipengaruhi oleh

Begitu juga kaum buruh diuntungkan karena dengan uang yang tidak banyak, ia bisa membeli saham melalui Bank Syari’ah, sedangkan kaum kapitalis mendapat keuntungan

Peta laut ialah hasil pemindahan bentuk lengkung bumi keatas bidang datar yang memuat hal hal serta keterangan keterangan yang dibutuhkan seorang navigator dalam

[r]

Kajian ini dijalankan untuk mengenal pasti corak aktiviti gelombang otak dalam keadaan yang berbeza iaitu ketika rehat, semasa bermain sudoku dan selepas simulasi