• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI KETENTUAN TENTANG SEDIAAN FARMASI TANPA IZIN EDAR ( Studi Pelaksanaan Pasal 106 Jo Pasal 197 Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan di Kantor BPOM Surabaya)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "IMPLEMENTASI KETENTUAN TENTANG SEDIAAN FARMASI TANPA IZIN EDAR ( Studi Pelaksanaan Pasal 106 Jo Pasal 197 Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan di Kantor BPOM Surabaya)"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Salah satu kejahatan dan pelanggaran hukum dalam bidang kesehatan yang marak terjadi pada saat ini adalah kejahatan dibidang farmasi. Sebab dalam dunia farmasi terdapat profesi yang menyangkut seni dan cara penyediaan obat, baik dari sumber alam atau sintetik yang sesuai untuk disalurkan dan digunakan pada pengobatan dan pencegahan penyakit. Sedangkan untuk sedian farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika.

Di era globalisasi saat ini kebutuhan manusia semakin kompleks, banyak iklan yang menarik terutama produk obat-obatan dan produk kosmetik tanpa menguraikan efek samping dan keterangan yang jelas bahwa produk-produk tersebut aman untuk dikonsumsi sehingga dapat membuat konsumen tertarik untuk membelinya, sedangkan konsumen sendiri terkadang tidak memperhatikan obat dan kosmetik tersebut beredarnya dengan memiliki izin atau tidak. Namun meningkatnya permintaan konsumen akan produk obat-obatan dimanfaatkan oleh beberapa oknum pelaku usaha baik produsen, distributor maupun penjual eceran yang mengedarkan obat tanpa izin edar (ilegal) yang tidak terjamin keamanan serta manfaatnya.

(2)

tradisional dan ratusan sachet jamus erbuk.1Polisi mengamankan produk tersebut karena produk jamu tradisional itu tidak memiliki izin edar dan tidak ada mereknya.Bahkan jamu tradisional tanpa izin edar ini dengan bebasnya dijual dipasaran.

Tim BPOM Surabaya, Ditreskoba dan Ditreskrimsus Polda Jatim juga menemukan pabrik jamu oplosan kimia, bahkan pabrik jamu yang digerebek tersebut tidak tampak seperti pabrik. Untuk mengelabui dan menghindari kecurigaan petugas, pabrik jamu itu berkedok salon kecantikan. Dalam penggerebekan tersebut Kepala BPOM I Gusti Ngurah Bagus Kusuma Dewa menyatakan bahwa produk jamu tradisional yang dihasilkan oleh pabrik itu tidak memiliki izin edar dan juga terindikasi mengandung bahan kimia.2

Hal ini disebabkan pengawasan pendistribusian yang masih lemah, padahal yang kita tahu mengawasi pendistribusian obat-obatan sangat penting. Kita sudah mempunyai BPOM, akan tetapi pengawasan tersebut sering sekali dapat ditembus oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab, yaitu dimana masih ada saja obat tanpa izin edar yang masih bisa ditemukan disekitar kita. Penulis sendiri ingin menjabarkan tentang bagaimana pelaksanaan pasal dalam undang-undang tersebut dikarenakan dirasa pasal tersebut masih kurang dilaksanakan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam sediaan farmasi tanpa izin edar.

1Anonim,Polres Amankan Jamu Tradisional Tak Punya Izin, Koran Radar Malang,edisi 3 Maret 2015, halaman 30

(3)

Dimana ketentuan dalam Pasal 106 ayat 1 Undang-Undang No.36 tahun 2009 Tentang Kesehatan mengatur bahwa “ Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar”. Yang berarti produk obat-obatan dan kosmetika (sediaan farmasi) bisa layak dan aman untuk dipasarkan apabila telah memiliki izin edar yang sudah terdaftar di BPOM. Apabila hal tersebut dilanggar oleh distributor ataupun produsen maka dapat dikenai sanksi yang sudah ada dalam Pasal 197 Undang-Undang No.36 tahun 2009 Tentang Kesehatan Terkait Sediaan Farmasi Tanpa Izin Edar yang mengatur bahwa :

“ setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/ atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyakRp 1.500.000.000,00 (satumiliar lima ratus rupiah)”.3

Walaupun dalam peraturannya sudah diatur tetapi masih ada saja pelanggaran-pelanggaran yang terjadi, sediaan farmasi tanpa izin edar masih beredar dipasaran dan pelaksanaan pasal tersebut masih belum bisa berjalan secara optimal, masih ada saja petugas yang membiarkan peredaran sediaan farmasi tersebut beredar dan terjual secara bebas. Seharusnya peraturan yang sudah ada mampu dan bisa diterapkan dengan baik agar tidak ada lagi distributor/ produsen yang mengedarkan sediaan farmasi tanpa izin edar.

Bukti masih adanya peredaran sediaan farmasi tanpa izin edar juga terjadi di Sumatera Utara, yakni Petugas BPOM Medan yang bekerjasama dengan jajaran Polda Sumatera Utara belum lama ini berhasil menyita 17 jenis obat tradisional tanpa izin edar. Obat tradisional itu diamankan di salah satu distributor di

(4)

kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Beberapa jenis obat tradisional yang disita itu adalah kapsul asam urat 174 kotak, rempah alam Papua buah merah plus mahkota dewa 300 kotak, rempah alam Papua 300 renteng dan ramuan obat tradisional buah naga plus ginseng 350 kotak serta obat lainnya.4

Pemasaran obat tradisional tanpa memiliki izin edar itu, jelas melanggar pasal 106 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan serta dapat dikenai sanksi yang diatur dalam Pasal 197 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009, dan harus diproses secara hukum. Agar para pelaku bisa mendapatkan efek jera dari perbuatannya tersebut dan BPOM sendiri diharapkan agar bisa dengan selektif memberantas beredarnya sediaan farmasi yang beredar tanpa ijin edar.

Di sekeliling kita juga masih ada oknum yang mengedarkan obat-obat tradisional yang tidak menggunakan izin dari BPOM atau dari Kementerian Kesehatan. Salah satu apotik di kota malang pun juga ada yang masih menjual obat dan jamu yang tidak menggunakan izin resmi dari BPOM, dimana saat itu orangtua saya sendiri yang membeli obat tersebut. Dan menurut orangtua saya, produsen yang menjualnya pun tidak melihat obat tersebut sudah memiliki izin edar atau belum. Padahal seharusnya obat tanpa izin edar tersebut ditarik dari peredaran dan petugas bisa bersikap tegas dengan menggunakan peraturan yang sudah ada. Tetapi nyatanya obat tersebut tidak ditarik dan masih dibiarkan saja.

Ada juga seperti kasus yang terjadi di Bali dimana Bali kian ''diserbu'' dengan peredaran obat-obatan bermasalah (punya merek namun menyalahi

(5)

prosedur). Ternyata ini tidak hanya menimbulkan kerugian bagi masyarakat. Pelanggaran hukum nonkekerasan (bisnis obat) ini disinyalir akibat sikap kurang tegas dari instansi berwenang. Ribuan obat yang tidak beres disita oleh petugas, ratusan pelanggaran terjadi dan selama periode 2002 pihak Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Denpasar belum pernah membawa kasus ini ke pengadilan. Bahkan media massa lokal melansir terdapat kematian seorang kakek yang berusia 75 tahun akibat minum obat cina, diduga obat cina tersebut merupakan obat yang tidak beres yang tidak mempunyai izin edar.5

Hal tersebut pun membuat salah satu pengusaha asal Tabanan mempertanyakan dimana langkah antisipasi instansi terkait mengatasi peredaran obat bermasalah, karena menurutnya petugas BPOM Denpasar harus proaktif mengejar data, termasuk memberikan keterangan tentang hasil penyelidikan di lab terkait obat-obatan yang diduga mengandung racun. Pengusaha tersebut pun juga belum pernah melihat kasus tersebut diselesaikan di pengadilan padahal dalam peraturannya sudah jelas diatur. Apalagi jika kasus tersebut sampai menyebabkan hilangnya nyawa seseorang akibat sediaan farmasi tanpa izin edar yang sanksinya sudah diatur pada pasal 197 Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.

Kepala BPOM Jakarta yakni Roy Sparingga juga menyayangkan sekali terhadap sanksi pidana yang tidak membuat efek jera terhadap para pengedar obat maupun makanan illegal atau tanpa izin edar dan mengandung bahan berbahaya.

(6)

Realisasi dari pasal pidana Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang kenyataannya dalam putusan pengadilan jauh lebih ringan daripada yang diatur oleh Undang-Undang. Putusan pengadilan tertinggi hanya memvonis penjara 8 bulan dengan percobaan 10 bulan dan denda Rp 600.000 ( enam ratus ribu rupiah ) kurungan 1 bulan bagi terdakwa yang terbukti mengedarkan obat tanpa kewenangan dan keahlian. Sama halnya bagi mengedar obat tradisional tanpa izin edar, pada kenyataannya hanya dikenakan pidana penjara selama 4 bulan 15 hari dan denda 50 juta subsider 1 bulan.6

Dengan banyak ditemukannya sediaan farmasi tanpa ijin edar ini penulis lebih memfokuskan untuk sediaan farmasinya saja, karena penulis tertarik untuk mengetahui sejauhmana pemahaman masyarakat tentang sediaan farmasi tanpa izin edar ini. Dari sisi pelaksanaan peraturannya pun penulis merasa masih belum sesuai maka hal ini juga menarik penulis untuk lebih fokus kepada sediaan farmasinya saja.

Peraturan mengenai sediaan farmasi tanpa ijin edar sudah jelas diatur dan memiliki sanksi bagi orang yang melanggar, akan tetapi dalam kenyataannya di lapangan masih ada saja obat yang beredar tanpa izin dijual dan diedarkan dipasaran. Padahal ini sudah jelas dilarang bagi penjual/ distributor untuk memperjualbelikan sediaan farmasi tanpa ijinedar tersebut dan ada sanksi untuk pelanggar.

(7)

Hal ini mungkin akibat kurangnya kesadaran hukum dari pelaku yang mengedarkankan sediaan farmasi tanpa izin tersebut, karena mungkin menurut mereka mendaftarkan sediaan farmasi agar mendapatkan izin dari BPOM tidak perlu adanya. Dari sisi faktor ekonomi menurut mereka bisa saja untuk mencari keuntungan, lemahnya sisi penegakan hukum dalam praktik penerapan pidana belum juga berjalan maksimal karena masih ada saja pelaku pelanggaran yang hanya di kenai sanksi teguran saja dan bisa juga dari faktor kurangnya koordinasi antara instansi terkait.

Berdasarkan adanya kenyataan tersebut diatas yang melatarbelakangi penulis untuk memilih judul : IMPLEMENTASI KETENTUAN TENTANG SEDIAAN FARMASI TANPA IZIN EDAR ( Studi Pelaksanaan Pasal 106 Jo Pasal 197 Undang-Undang No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Di Kantor BPOM Surabaya )

B.Rumusan Permasalahan

Berdasarkan latar belakang dari pemikiran diatas, maka peneliti merumuskan beberapa permasalahan untuk menjadi pedoman dalam pembahasan ini. Adapun permasalahan tersebut yakni :

1. Apakah syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk memproduksi sediaan farmasi yang dapat diedarkan kepada konsumen?

(8)

3. Bagaimana kendala dan upaya yang dilakukan penegak hukum terhadap masalah beredarnya sediaan farmasi tanpa izin edar?

C.Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka adapun tujuan penelitian dari penulis yakni sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk memproduksi sediaan farmasi yang boleh diedarkan kepada konsumen.

2. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pasal 106 dan pasal 197 Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan terkait dengan banyaknya sediaan farmasi yang berdedar tanpa izin.

3. Untuk mengetahui kendala dan upaya apa yang dilakukan penegak hukum terhadap sediaan farmasi yang beredar tanpa izin.

D.Manfaat Penelitian

(9)

2. Bagi Masyarakat, hasil daripada penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan pemahaman kepada masyarakat yang terkait tentang adanya kantor atau lembaga BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan). Terutama bagi konsumen yang tidak mengetahui bahwa terdapat sediaan farmasi yang beredar tanpa ijin yang dimana dapat membahayakan mereka.

3. Bagi Pemerintah, penelitian ini dapat menjadi masukan untuk pemerintah dalam menangani permasalahan atas bererdarnya sediaan farmasi tanpa ijin. Agar para konsumen yang sebelumnya tidak mengetahui sediaan farmasi beredar tanpa ijin dapat mengetahui supaya tidak mengkonsumsinya dan supaya para distributor/ produsen tidak lagi memperjualbelikan sediaan farmasi tanpa ijin edar.

E.Kegunaan Penelitian

(10)

edarnya dan tidak terdaftar tanpa melalui prosedur yang sudah ditetapkan oleh BPOM ( Balai Pengawasan Obat dan Makanan ). Agar pula dapat memberikan efek jera bagi para pelaku.

F.Metode Penelitian

1. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang digunakan dalam penyusunan penulisan hukum ini adalah menggunakan pendekatan yuridis sosiologis, yakni melihat hukum sebagai perilaku manusia dalam masyarakat7. Dalam hal ini penulis mencoba melakukan penelitian secara mendalam mengenai bagaimana pelaksanaan pasal 106 dan pasal 197 Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan terkait dengan banyaknya sediaan farmasi yang beredar tanpa izin.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kantor BPOM ( Badan Pengawasan Obat dan Makanan ) Kota Surabaya. Dengan dasar mengambil lokasi tersebut diharapkan dapat memberi data yang valid tentang peran dari BPOM sendiri dalam menangani kasus banyaknya sediaan farmasi yang beredar tanpa ijin.

3. Jenis Data

a. Data Primer adalah jenis data dokumen tertulis, file, rekaman, informasi, pendapat dan lain-lain yang diperoleh dari sumber yang

(11)

utama/pertama8. Pengumpulan data primer ini didapatkan dengan cara observasi ke lokasi penelitian dan melakukan wawancara dengan petugas BPOM.

b. Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen-dokumen resmi, buku-buku literatur sebagai penunjang yang berhubungan dengan masalah yang diteliti, hasil penelitian dalam bentuk skripsi maupun jurnal ilmiah, serta peraturan perundang-undangan yang terkait.

4. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan penulis, ialah :

a. Wawancara atau interview yaitu suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara tanya jawab dengan yakni Ibu Siti Amanah, Apt, selaku Kepala Seksi Penyidikan Balai Pengawas Obat dan Makanan.

b. Dokumentasi yaitu berupa pengumpulan data yang dimiliki oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan terkait dengan sediaan farmasi yang beredar tanpa ijin edar.

c. Observasi yaitu studi yang dilakukan secara sistematis, terarah dan terencana untuk mengetahui sediaan farmasi tanpa ijin edar yang masih beredar di masyarakat.

(12)

5. Teknik Analisis Data

Sehubungan dengan kasus hukum yang diangkat oleh penulis, maka penulis menggunakan analisa deskripsi yang artinya mendeskripsikan atau menguraikan dari hasil penelitian kedalam sebuah tulisan dan mendalami mengenai persoalan yang dikaji dari aspek perundang-undangan.

G.Sistematika Penulisan

Sistematika Penulisan ini terdiri dari 4 (empat) bab yang tersusun secara berurutan mulai dari bab I sampai IV, dengan uraian secara garis besar sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan diuraikan latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kegunaan penelitian, metode penellitian, dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

(13)

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisikan tentang hasil penelitian yanng telah diuraikan dalam rumusan masalah, yang kemudian akan dilakukan analisa dari penelitian tersebut.

BAB IV PENUTUP

(14)

IMPLEMENTASI KETENTUAN TENTANG SEDIAAN FARMASI

TANPA IZIN EDAR

( Studi Pelaksanaan Pasal 106 Jo Pasal 197 Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan di Kantor BPOM Surabaya)

PENULISAN HUKUM

Oleh:

ALDILA CAESARIA AZHULAY

201110110311215

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

(15)

PENULISAN HUKUM

IMPLEMENTASI KETENTUAN TENTANG SEDIAAN FARMASI

TANPA IZIN EDAR

( Studi Pelaksanaan Pasal 106 Jo Pasal 197 Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan di Kantor BPOM Surabaya)

Disusun dan diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar kesarjanaan

dalam bidang Ilmu Hukum

Oleh:

ALDILA CAESARIA AZHULAY

201110110311215

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

(16)
(17)
(18)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

IMPLEMENTASI KETENTUAN TENTANG SEDIAAN FARMASI TANPA IZIN EDAR (Studi Pelaksanaan Pasal 106 Jo Pasal 197 Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan di Kantor BPOM Surabaya)

Penulisan ini merupakan salah satu syarat yang harus ditempuh dalam

menyelesaikan jenjang pendidikan Strata Satu (S-1) Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan berhasil tanpa adanya dukungan dan dorongan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu izinkan penulis menyampaiakan rasa terima kasih kepada :

1. Kedua orang tua saya, Ayah tercinta Moch. Tusafruddin, Ibunda tercinta Regina Sari, yang selalu memberikan dukungan materiil maupun moril, serta doa yang tak pernah ada putusnya agar skripsi ini terselesaikan dengan baik, serta adik-adikku Eric Caesar Mochammad dan Leony Risca Hakimah yang selalu memberi semangat agar skripsi ini bisa terselesaikan.

2. Bapak Prof. Dr. Muhadjir Effendy, M.AP, selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Malang.

3. Bapak Dr. sulardi S.H., M.Si selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang.

4. Bapak Mokh. Najih., SH, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing Pertama, atas waktu, kesabaran serta saran-sarannya yang telah mendorong penulis untuk segera menyelesaikan tugas akhir dan banyak memberikan bantuan dalam kelancaran penulisan tugas akhir.

5. Bapak Wasis Suprayitno., SH, M.Si, selaku Dosen Pembimbing Kedua atas waktu, kesabaran serta saran-sarannya yang telah mendorong penulis untuk segera menyelesaikan tugas akhir dan banyak memberikan bantuan dalam kelancaran penulisan tugas akhir.

6. Ibu Herwastuti.,SH., M.Si selaku dosen wali yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan kepada saya sehingga mampu menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang.

(19)

telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat dan membantu dalam menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang.

8. Ibu Siti Amainah,Apt selaku Kepala Seksi Penyidikan Balai Pengawas Obat dan Makanan di Surabaya yang telah banyak membantu memberikan informasi dalam penulisan skripsi ini. 9. Teman-teman Fakultas Hukum Angkatan 2011, terutama Kelompok

Mawar yang selalu mengisi, memotivasi dan memberikan dukungan khususnya sahabat hidupku Aldy Fehrial Romadhon yang selama 4 tahun ini setia menemani dan turut membantu menyelesaikan skripsi ini ditengah kesibukan menjadi mahasiswa tingkat akhir.

10.Pihak-pihak lain yang terlibat dan telah membantu dalam penulisan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Akhir kata penulis memohon maaf sebesar-besarnya jika dalam pembuatan skripsi ini penulis melakukan kesalahan baik yang disengaja maupun yang tidak sengaja. Semoga Tugas Akhir ini bermanfaat bagi semua pembaca umumnya dan bagi penulis khususnya.

Wassalamualaikum Wr. Wb

Malang, 06 November 2015

(20)

DAFTAR ISI

Lembar Cover / Sampul Dalam...i

Lembar Pengesahan ...ii

Lembar Pengesahan Majelis ...iii

Surat Pernyataan Penulisan Hukum Bukan Hasil Plagiat ...iv

Ungkapan Pribadi / Motto ...v

Abstraksi ...vi

Abstract ...vii

Kata Pengantar ...viii

Daftar Isi...x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...1

B. Rumusan Masalah ...7

C. Tujuan Penelitian ...8

D. Manfaat Penelitian ...8

E. Kegunaan Penelitian...9

F. Metode Penelitian...10

1. Metode Pendekatan...10

2. Lokasi Penelitian ...10

3. Jenis Data ...10

4. Teknik Pengumpulan Data ...11

5. Teknik Analisis Data ...12

G. Sistematika Penulisan...12

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Implementasi Peraturan ...14

B. Definisi Sediaan Farmasi ...18

(21)

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 31

1. Badan Pengawas Obat dan Makanan... 31

2. Tugas Badan Pengawas Obat dan Makanan... 32

3. Fungsi Badan Pengawas Obat dan Makanan... 33

4. Izin Edar yang Dikeluarkan Badan Pengawas Obat dan Makanan.. 34

B. Syarat-Syarat yang Harus Dipenuhi Untuk Memproduksi Sediaan Farmasi yang Dapat Diedarkan Kepada Konsumen ... 38

C. Pelaksanaan Pasal 106 dan Pasal 197 Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Terkait Sediaan Farmasi Yang Beredar Tanpa Izin Edar... 44

D. Kendala dan Upaya yang Dilakukan Penegak Hukum (BPOM) Terhadap Masalah Beredarnya Sediaan Farmasi Tanpa Izin Edar... 50

1. Kendala yang Dihadapi BPOM... 50

2. Upaya yang Dilakukan BPOM... 54

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... 57

B. Saran... 59

Daftar Pustaka... 60

(22)

DAFTAR PUSTAKA

BUKU :

Atmosudirdjo, S. Prajudi. 1994. Hukum Administrasi Negara. Ghalia Indonesia. Jakarta

Anonim. Pedoman Penulisan Hukum. 2012. Fakultas Hukum UMM, hal.18

Setiawan, Guntur. 2004. Implementasi Dalam Birokasi Pembangunan Bandung Remaja Rosdakarya Offset

Suharmiati. Handayani, L. 2005.Cara Benar Meracik Obat Tradisional. Agromedia Pustaka. Jakarta

Usman, Nurdin. 2002. Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada.

PERUNDANG-UNDANGAN :

Keputusan Kepala Balai Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia No Hk. 00.05.4.1745 Pasal 1 Ayat 1

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 949/ Menkes/ Per/ Vi/ 2000 Pasal 3

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 007 Tahun 2012 Tentang Registrasi Obat Tradisional Pasal 6 (1)

(23)

Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 Tentang Pengamanan Sediaan Farmasi Dan Alat Kesehatan

Peraturan Menteri Kesehatan Republik IndonesiaNomor 1010/ Menkes/ Per/ Xi/ 2008 Tentang Registrasi Obat

Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang, Kesehatan

Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentangkesehatan. Pasal 1 (4), (8), (9)

INTERNET :

Anonim,Polres Amankan Jamu Tradisional Tak Punya Izin, Koran Radar Malang,edisi 3 Maret 2015, halaman 30

Anonim, Grebek Pabrik Jamu Oplosan Bahan Kimia, Koran Jawa Pos, edisi 2 April 2015, halaman 13

Anonim.“ waspada banyak obat tradisional beredar tanpa izin”.

http://www.beritasatu.com. [diakses tanggal 09 Juli 2015]

Anonim. “ obat bermasalah disita proses hukum nihil “. www.balipost.co.id. [diakses tanggal 9 juli 2015]

Anonim.” Pengertian implementasi menurut para ahli”. http://dilihatya.com.

[Diakses tanggal 17 agustus 2015]

Anonim. “Farmasi”. http://id.wikipedia.org. [diakses tanggal 17 agustus 2015]

Anonim.“ pengertian kosmetik dan bagaimana memilih kosmetik yang aman”.

http://www.produkkosmetik.org.[ diakses tanggal 17 agustus 2015]

(24)

Anonim. Profil Badan Pengawas Obat dan Makanan. http://www.pom.go.id. [diakses tanggal 20 Oktober 2015 ]

Anonim.” stop obat palsu”.http://www.liputan6.com.edisi 13 september 2014. [diakses tanggal 25 oktober 2015]

Damayanti Linda. “ Penggolongan Obat Menurut UU Farmasi”.

http://damayantilinda.blogspot.com. [diakses tanggal 17 agustus 2015]. Imanuel Nicolas Manafe. “ Hukuman Tidak Buat Jera Pengedar Obat dan

Makanan”. Ilegal.m.tribunnews.com. [diakses tanggal 20 april 2015]

Laporan kinerja Badan POM tahun 2014 http://www.suarapembaruan.com. [diakses tanggal 25 oktober 2015]

Persyaratan BPOM RI

OBSERVASI/ WAWANCARA :

Referensi

Dokumen terkait

Permensos itu menyebutkan, pedoman rehabilitasi sosial anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) oleh Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS) bertujuan

Bu makalede, değişik statülerdeki korunan alanlarda ve işletme ormanlarındaki biyolojik çeşitliliğinin korunması ve devamlılığın sağlanması ile ilgili olarak Dünya’da

Berdasarkan Kantor Berita Khusus Kecantikan (2012) dan clicktop10 (2013), The Body Shop sebagai salah satu merk yang dimiliki oleh L’Oreal, perusahaan yang menjadi

Pengamatan (0besrvasi) dan dokumentasi. Teknik analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga

Pengadaan ini dilaksanakan secara elektronik, dengan mengakses aplikasi Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) pada alamat website LPSE : http://lpse.ponorogo.go.id

Can the Wilson equation be used to predict activity coefficients under conditions of phase

Rakyat. Pemerintahan Tujuan Negara. Negara Indonesia adalah Negara Hukum Negara Indonesia berdasarkan atas hokum bukan berdasarkan atas kekuasaan belaka terbukti bahwa pemerintahan

 Bila merupakan kasus pertama dalam keluarga, untuk setiap anak dapat dilakukan pemeriksaan antibodi anti HIV pada umur berapa pun, sebaiknya dengan ELISA dan menggunakan