• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis pendapatan dan efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi peternak probiotik dan non probiotik pada usaha ternak ayam ras pedaging

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis pendapatan dan efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi peternak probiotik dan non probiotik pada usaha ternak ayam ras pedaging"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN

FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PETERNAK PROBIOTIK

DAN NON PROBIOTIK PADA USAHA TERNAK AYAM RAS

PEDAGING

Oleh

ARIF KARYA KUSUMA

A07498198

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

RINGKASAN

ARIF KARYA KUSUMA. A07498198. 2005. Analisis Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Peternak Probiotik dan Peternak Non Probiotik pada Usaha Ternak Ayam Ras Pedaging. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, dibawah bimbingan NUNUNG KUSNADI.

Bisnis ayam broiler merupakan bisnis yang banyak diminati oleh para investor. Hal ini disebabkan laju perputaran modalnya yang cepat dan didukung oleh infrastruktur yang lengkap. Selain itu pertumbuhan permintaan terhadap daging ayam broiler rata-rata yang mencapai 7 persen per tahun pada tahun 2002 dan kontribusi daging ayam terhadap total konsumsi daging yang mencapai 56 persen turut mendukung berkembangnya usaha ternak ayam broiler. Namun selain memiliki keuntungan, usahaternak ayam broiler juga beresiko tinggi terhadap fluktuasi harga. Pendapatan peternak sangat dipengaruhi oleh ketersediaan modal, ketersediaan input produksi, harga input produksi, kondisi pasar yang mempengaruhi outputnya dan kondisi hasil ternaknya. Peningkatan pendapatan usaha dalam tingkat produksi yang optimum merupakan masalah yang harus dihadapi oleh setiap kegiatan usaha yang bertujuan untuk memperoleh pendapatan maksimum dari kegiatan produksinya. Usaha yang efisien akan memberikan hasil produksi yang optimal sekaligus penekanan biaya serendah mungkin, sehingga peningkatan pendapatan dapat tercapai.

Penelitian ini bertujuan untuk : (1) mengetahui pengaruh penggunaan teknologi probiotik yang dilakukan oleh peternak probiotik; (2) mengetahui efisiensi dari penggunaan faktor-faktor produksi yang dilakukan oleh peternak probiotik dan non probiotik; (3) mengukur tingkat pendapatan yang diperoleh peternak probiotik dan non probiotik.

Penelitian ini dilakukan pada Sunan Kudus Farm yang terletak di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh melalui pengamatan dan wawancara serta data sekunder yang diperoleh dari instansi terkait dan literatur yang relevan.

Model fungsi produksi yang digunakan untuk menjelaskan kondisi usaha ternak yang dilakukan oleh peternak probiotik dan peternak non probiotik adalah model fungsi produksi Cobb-Douglas dengan analisis model komponen utama. Model tersebut dipilih karena pada Cobb-Douglas biasa ditemui adanya masalah multikolinier, sehingga hasil pendugaan dari model tersebut tidak dapat diintepretasikan.

Berdasarkan nilai dari elastisitas produksinya menunjukkan bahwa penggunaan bibit, pakan, dan pemanas oleh peternak probiotik lebih responsif terhadap produksi dibanding peternak non probiotik. Sedangkan penggunaan tenaga kerja dan obat-obatan oleh peternak non probiotik lebih responsif terhadap produksinya.

(3)

Penggunaan faktor-faktor produksi baik peternak probiotik maupun peternak non probiotik belum efisien . Karena rasio antara NPM dan BKM tidak sama dengan satu. Hal ini menunjukkan peternak probiotik tidak lebih efisien dibandingkan peternak non probiotik dalam penggunaan input produksi.

Dari hasil analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C ratio) diketahui bahwa R/C ratio atas biaya tunai dan R/C ratio atas biaya total peternak probiotik sebesar 1,18 dan 1,17. Sedangkan peternak non probiotik memiliki R/C ratio atas biaya tunai dan R/C ratio atas biaya total lebih rendah yaitu sebesar 1,15 dan 1,14. Artinya kegiatan usaha ternak yang dilakukan oleh peternak probiotik memperoleh penerimaan yang lebih besar dibandingkan penerimaan peternak non probiotik.

(4)

DEPARTEMEN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang disusun oleh :

Nama : Arif Karya Kusuma

NRP : A07498198

Program Studi : Manajeme n Agribisnis

Judul Skripsi : Analisis Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor

Produksi Peternak Probiotik dan Peternak Non Probiotik Pada

Usaha Ternak Ayam Ras Pedaging

dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Nunung Kusnadi.MS NIP. 131 415 082

Mengetahui, Fakultas Pertanian

Dekan

Prof. Dr. Ir. H. Supiandi Sabiham, M.Agr NIP. 130 422 698

(5)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL

“ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN

FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PETERNAK PROBIOTIK DAN NON PROBIOTIK

PADA USAHATERNAK AYAM RAS PEDAGING ” BELUM PERNAH

DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN

MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK

TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI

BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG

BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH

PIHA K LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG

DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, Desember

2005

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 21 Mei 1980. Penulis adalah anak

kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Ir.H. Hendi Hermawan dan Ibu Hj.

Isnaeni Suryaningsih.

Penulis memulai pendidikan dasarnya pada tahun 1986 di SD Negeri

Semplak 2, Bogor, dan menyelesaikannya pada tahun 1992. Penulis melanjutkan

pendidikan menengah pertama di SMPN 1 Bogor, dan lulus tahun 1996.

Kemudian, penulis diterima di SMUN 2 Bogor, dan lulus pada tahun 1998.

Penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Manajemen Agribisnis,

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, pada tahun 1998 melalui jalur

(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdu’lillaahirabbil’aalamin penulis panjatkan, berkat rahmat karunia

serta kekuatan yang diberikan-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan

penulisan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis bermaksud menghaturkan

terimakasih kepada banyak pihak yang menjadi bagian disetiap langkah

penyusunan penelitian ini hingga terselesaikannya penulisan ini :

1. Mama dan Papa, orang tua penulis yang telah mengajarkan do’a, kerja keras

dan kesabara n adalah kombinasi terbaik meraih cita-cita.

1. Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS. selaku dosen pembimbing yang dengan

kesabaran telah memberikan bimbingan, arahan, kritik dan saran dalam

melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini.

2. Ir. Lukman M. Baga, MEc atas kesediaan menjadi dosen penguji utama.

3. Ir. Netti Tinaprilla, MM atas kesediaannya menjadi dosen penguji komisi

pendidikan.

4. Rekan-rekan di Sunan Kudus Farm, atas kerjasama dan do’anya.

5. Untuk teh Ida di komdik yang telah banyak membantu dalan hal administrasi.

6. Untuk saudara -saudaraku Andrie, Rini, Aviani serta Syarif dan juga

keponakanku Haura dan Fathin.

7. Untuk mbak Dewi dan Suprehatin di sekretariat program studi agribisnis atas

bantuannya selama ini.

8. Untuk Kiki-k u atas dukungan dan doanya selama ini, Mia, Yulia, Radit, Indra

mustika, serta anak-anak RUKO’s lainnya atas kebersamaannya selama ini.

9. Hendri Metro Purba sebagai teman satu bimbingan dan satu perjuangan

semasa kuliah.

10. Cay, Donald, Reza, Edo, para penghuni base one dan rekan-rekan ’35 lainnya

atas saran dan dorongannya selama ini.

11. Pihak-pihak lain yang membantu saya dalam proses penyelesaian skripsi ini.

Bogor, Desember 2005

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke pada Tuhan Allah Yang Maha Kuasa atas

berkat dan karunia -Nya yang besar yang memberikan segala hikmat dan kekuatan

sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Judul skripsi ini adalah “Analisis Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan

Faktor-Faktor Produksi Peternak Probiotik dan Non Probiotik Pada Usaha Ternak

Ayam Ras Pedaging”. Sesuai dengan judul tersebut, skripsi ini menganalisis

pendapatan yang diperoleh peternak dari usaha ternak ayam ras pedaging,

menganalisis faktor -faktor yang mempengaruhi produksi dalam usaha ternak

ayam ras pedaging, dan melakukan analisis efisiensi ekonomis penggunaan faktor

produksi pada usaha ternak ayam ras pedaging.

Penulis menyadari kekurangan dalam penulisan skripsi ini sehingga

diperlukan kritik dan saran unt uk perbaikan skripsi ini. Penulis berharap penelitian

yang dilakukan dapat diterima dan dimanfaatkan bagi perkembangan ilmu

pengetahuan dan pihak lain yang berkepentingan.

Bogor, Desember 2005

(9)

DAFTAR ISI

2.2.Potensi Ayam Broiler di Indonesia ... 10

2.3. Kendala Budidaya Ayam Broiler di Indonesia ... 11

2.4.Karakteristik Ayam Broiler... 13

2.5. Definisi Mikroorganisme Probiotik ... 14

2.6.Faktor Produksi Ayam Broiler ... 15

2.6.1. Bibit (DOC) ... 16

2.6.2. Pakan... 17

2.6.3. Obat-obatan dan Vaksin ... 18

2.6.4. Tenaga Kerja... 19

2.6.5. Kandang ... 20

BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 22

3.1. Kerangka Teoritis ... 22

3.1.1. Analisis Analisis Usahatani... 22

(10)

3.1.3. Model Fungsi Produksi... 29

3.1.4 Efisiensi Ekonomi... 32

3.2. Pengaruh Probiotik Terhadap Efisiensi ... 35

BAB IV. METODE PENELITIAN ... 37

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 37

4.2. Metode Pengumpulan Data dan Penentuan Sampel ... 37

4.3. Metode Pengolahan Data dan Analisis Data ... 38

4.3.1. Analisis Kualitatif ... 38

4.3.2. Analisis Kuantitatif... 38

4.3.2.1. Analisis Pendapatan Usahatani ... 39

4.3.2.2. Analisis Imbangan Penerimaan Terhadap Biaya ... 39

4.3.2. 3. Analisis Fungsi Produksi... 40

4.3.2. 4. Pengujian Hipotesa... 41

4.3.2. 5. Analisis Efisiensi Ekonomi ... 45

4.4. Pengukuran Variabel... 46

4.5. Batasan Istilah (Definisi Istilah) ... 47

4.6. Langkah-Langkah Metode Penelitian... 50

6.1. Analisis Usaha Ternak Ayam Broiler... 60

6.1.1. Total Biaya Tunai ... 67

6.1.2. Total Biaya Yang Diperhitungkan... 67

6.1.3. Total Biaya Faktor Produksi ... 68

(11)

6.1.5. Analisis Imbangan Penerimaan Terhadap Biaya ... 71

6.2. Analisis Model Fungsi Produksi... 73

6.3. Model Fungsi Cobb-Douglas Dengan Analisis Komponen Utama.... 74

6.4. Analisis Efisiensi Faktor Produksi... ... 78

6.4.1. Analisis Penggunaan Faktor Produksi ... 78

6.4.2. Feed Convertion Ratio (FCR) ... 81

6.4.3. Analisis Efisiensi Ekonomi... 82

BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN... 86

7.1. Kesimpulan ... 86

7.2. Saran ... 87

DAFTAR PUSTAKA... 88

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor

Halaman

1. Program Kesehatan Yang Dilakukan Oleh Peternak Probiotik

dan Non Probiotik Pada Sunan Kudus Farm... 56

2. Umur Pemakaian dan Penyusutan Peralatan Kandang Per 1000 Ekor

Peternak Probiotik dan Peternak Non Probiotik ... 58

3. Total Biaya Tunai Per 1000 Ekor Peternak Probiotik

dan Peternak Non Probiotik ... 60

4. Total Biaya Tidak Tunai Per 1000 Ekor Peternak Probiotik

dan Peternak Non Probiotik ... 61

5. Total Biaya Faktor Produksi Usaha Ternak Ayam Broiler Per 1000 Ekor

Peternak Probiotik dan Peternak Non Probiotik ... 61

6. Analisis Pendapatan Usaha Ternak Ayam Broiler Per 1000 Ekor

Per periode Produksi di Sunan Kudus Farm, Periode Juli-Agustus 2005... 62

7. Analisis Regresi Dengan SK1 dan SK2 Sebagai Variabel Bebas ... 67

8. Analisis Ragam Fungs i Produksi Usaha Ternak Ayam Broiler Peternak

Probiotik ... 67

9. Hasil Pendugaan Variabel Fungsi Produksi Usaha Ternak Ayam Broiler

Peternak Probiotik ... 68

10. Analisis Regresi Dengan SK1 dan SK2 Sebagai Variabel Bebas... 68

11. Analisis Ragam Fungsi Produksi Usaha Ternak Ayam Broiler Peternak

Non Probiotik ... 69

12. Hasil Pendugaan Variabel Fungsi Produksi Usaha Ternak Ayam Broiler

Peternak Non Probiotik ... 69

13. Rasio NPM-BKM Usaha Ternak Ayam Broiler Peternak Probiotik

Periode Juli-Agustus 2005 ... 74

14. Rasio NPM-BKM Usaha Ternak Ayam Broiler Peternak Non Probiotik

(13)

DAFTAR GAMBAR

No Halamaan

Teks

1. Kurva Fungsi Produksi Total dan Hubungannya Dengan Produk Marginal... 25

2. Tahap-Tahap Metode Penelitian...45

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Jumlah Populasi dan Produksi Ayam Broiler di Indonesia

Tahun 2000 - 2002 ... 82

2. Data Produksi Peternak Non Probiotik ... 83

3. Data Produksi Peternak Probiotik ... 84

4. Hasil Analisis Regresi Cobb-Douglas Peternak Probiotik Dengan Metode

Kuadrat Terkecil... 85

5. Hasil Analisis Komponen Utama Peternak Probiotik ... 86

6. Hasil Analisis Regresi Cobb-Douglas Peternak Non Probiotik Dengan

Metode Kuadrat Terkecil... ... 88

7. Hasil Analisis Komponen Utama Peternak Non Probiotik...

89

(15)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian yang tak

terpisahkan dari pembangunan subsektor pertanian, yang memiliki tujuan jangka

panjang: (1) meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan peternak; (2)

meningkatkan penyediaan komoditi ternak dan hasil ternak untuk memenuhi

permintaan pasar dalam negeri dan internasional; (3) meningkatkan ketersediaan

kesempatan kerja dan kesempatan berusaha yang produktif dari subsektor

peternakan; (4) meningkatkan perolehan devisa dari ekspor ternak dan hasil

ternak; dan (5) memelihara kelestarian sumberdaya peternakan untuk

pembangunan yang berkelanjutan (Direktorat Jenderal Peternakan, 2002).

Pembangunan subsektor peternakan khususnya peternakan ayam broiler

dapat dilihat dari perkembangan populasi dan produksi daging yang dihasilkan.

Berdasarkan data dari buku Statistik Peternakan (2002), populasi ayam broiler di

Indonesia pada tahun 2000 berjumlah 530.874.057 ekor dan pada tahun 2001

meningkat menjadi 621.870.428 ekor atau mengalami peningkatan 17,14 persen.

Pada tahun 2002 meningkat lagi menjadi 716.131.475 ekor atau mengalami

peningkatan sebesar 15,16 persen dari tahun 2001. Untuk produksi daging ayam

broiler terus mengalami peningkatan dari tahun 2000 hingga 2002. Produksi ayam

broiler pada tahun 2000 berjumlah 515.002 ton, kemudian pada tahun 2001

mengalami peningkatan sebesar 4,26 persen (536.954) dan pada tahun 2002

berjumlah 555.721 ton atau mengalami peningkatan sebesar 3,49 persen dari

tahun 2001. Perkembangan populasi dan produksi ayam broiler dapat dilihat pada

(16)

Pada tahun 2002 kontribusi konsumsi daging ayam terhadap total

konsumsi daging mencapai 56 persen sedangkan daging sapi hanya 23 persen dan

daging babi 13 persen. Kecenderungannya, kontribusi daging ayam akan terus

meningkat dan mendesak daging sapi dan kambing atau domba (Tangendjaya,

2002).

Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa usaha ternak ayam broiler

mempunyai peluang yang cukup baik. Permintaan akan produk hasil ternak ayam

broiler diperkirakan akan terus meningkat, hal ini dipengaruhi oleh 5 faktor yaitu:

(1) Pendapatan, konsumsi produk hasil ternak meningkat ketika pendapatan

penduduk naik; (2) Harga, menurunnya harga akan meningkatkan konsumsi.

Harga riel daging, susu, biji-bijian di dunia menurun antara 23 persen hingga 46

persen sehingga mendorong konsumsi lebih tinggi lagi; (3) Gaya hidup

masyarakat. Penduduk di perkotaan (urban) mendiversifikasikan pola

makanannya sehingga mengkonsumsi daging dan susu lebih tinggi lagi; (4)

Meningkatnya populasi penduduk dunia akan mendorong permintaan produk

daging yang makin tinggi, hal ini tampak dari permintaan negara-negara tertentu

seperti China, Asia Tenggara bahkan India; (5) Perdagangan dan komunikasi

global mengakibatkan tersedianya produk ternak sampai pelosok-pelosok

(Tangendjaya, 2002). Berdasarkan data SI-LMUK (Sistem Informasi Pola

Pengembangan / Lending Model Usaha Kecil, 2002).

Saat ini pertumbuhan permintaan terhadap daging ayam broiler rata-rata 7

persen per tahun. Angka kebutuhan nasional terhadap daging ayam broiler sebesar

(17)

ayam unggas 4,6 persen kilogram per tahun. Dengan demikian protein hewani asal

daging unggas, yang berasal dari daging ayam broiler mencapai 71,7 persen.

Ditengah laju peningkatan produksi ayam broiler di Indonesia.

Merebaknya isu wabah penyakit flu burung (Avian Influenza) sejak bulan

September dan Oktober 2003 mengejutkan dunia subsektor peternakan. Sekitar 15

juta ekor unggas di Indonesia mati akibat wabah flu burung (AI) tersebut. Jumlah

tersebut merata di Jawa Timur, Bali, sebagian Jawa Tengah dan Jawa Barat.

Namun, pemerintah saat itu belum mengakui dan terkesan menutup-nutupi

(Sukarno, 2004). Tindakan pemerintah yang terkesan lambat dan menutup-nutupi

akan adanya wabah flu burung (Avian Influenza) dengan tujuan untuk menjaga

ekspor ternak unggas Indonesia, ternyata membawa dampak positif dan negatif.

Dampak positif tersebut hanya dirasakan oleh perusahaan-perusahaan

besar yang melakukan ekspor, sedangkan dampak negatif dirasakan oleh peternak

rakyat dalam negeri. Berkembangnya isu tentang virus flu burung (AI) yang dapat

menular kepada manusia diduga bisa mengakibatkan konsumsi masyarakat

terhadap daging ayam broiler menjadi menurun sehingga jumlah permintaan dan

harga jual terhadap ayam broiler juga mengalami penurunan. Penurunan harga

jual ayam broiler tersebut diduga akan dapat mengakibatkan penurunan

penerimaan peternak rakyat ayam broiler.

Selain dihadapkan pada wabah penyakit flu burung (AI) yang menyerang

ternaknya, para peternak ayam broiler juga dihadapkan pada kendala tingginya

harga input produksi dan rendahnya harga hasil produksi. Di Indonesia masuknya

peternak ayam besar pada sektor budidaya yang dimulai pada tahun 1999 telah

(18)

70 persen pasokan ayam yang dikonsumsi masyarakat1). Dengan memproduksi

DOC dan pakan sendiri mereka dapat menekan harga jual ayam di pasar yang

otomatis merugikan usaha peternakan kecil karena harga jualnya tidak menutupi

biaya produksi. Hal lain yang terjadi adalah over produksi DOC dan peternak

ayam besar yang membuat berlimpahnya pasokan ayam yang beredar di pasar

sehingga harga ayam di pasar jatuh.

Kestabilan nilai tukar rupiah juga sangat berpengaruh pada naik turunnya

harga input produksi ayam broiler karena sebagian besar bahan baku utama pakan

ternak, yakni; jagung dan kedelai serta beberapa jenis vaksin, antibiotik dan

beberapa jenis desinfektan masih merupakan bahan impor. Fluktuasi harga pakan

memang tidak seperti fluktuasi harga DOC dan ayam broiler yang dapat berubah

setiap harinya. Namun sangat signifikan pengaruhnya karena biaya pakan dalam

usaha budidaya ternak ayam broiler merupakan komponen terbesar, yaitu sekitar

70 persen. Ketersediaan yang tidak menentu dan tidak adanya jaminan stabilitas

kualitas bahan pakan dalam negeri menyebabkan penggunaan bahan baku impor,

yang biayanya jelas lebih tinggi. Akibat masuknya industri peternakan ayam besar

dan pengaruh nilai rupiah pada besarnya penggunaan bahan baku impor seperti

yang telah dijelaskan diatas menggambarkan bahwa tidak saja dalam pemasaran

hasil produksinya tetapi juga dalam pembelian sarana produksi ternaknya, usaha

peternakan ayam kecil bertindak sebagai price taker.

Dalam usaha ternak ayam broiler, pendapatan yang diperoleh peternak

merupakan hasil dari selisih setiap modal yang ditanam per ekor ayam dengan

harga penjualan per kilo bobot ayam hidup siap potong. Dengan kondisi tersebut,

(19)

memanajemen faktor produksi yag dimilikinya seefisien mungkin. Alokasi modal

yang efisien menjadi kendala utama para peternak ayam broiler untuk

menjadikannya usaha yang maju dan menjadi bisnis yang baik. Ditengah

banyaknya pilihan input produksi dari berbagai perusahaan yang menawarkan

keunggulan produknya dengan harga yang kompetitif, para peternak ayam broiler

khususnya para peternak ayam skala usaha kecil dituntut untuk memilih input

produksi apa yang dapat memberikan hasil produksi optimal dengan biaya yang

relatif murah, kemudian mengalokasikan faktor-faktor produksi yang

digunakannya secara efisien.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berlangsung disegala

bidang membawa perubahan pada berbagai bidang kehidupan termasuk bidang

peternakan dan kesehatan. Berbagai perubahan-perubahan baru ilmu pengetahuan

dan teknologi yang mengarah kepada efisiensi penggunaan input produksi pada

usahaternak banyak dilakukan, salah satunya adalah teknologi penggunaan

mikrobiotik. Mikrobiotik atau yang lebih dikenal dengan istilah probiotik yaitu

biakan mikroorganisme tertentu yang ada dalam tubuh hewan dan akan menjamin

pembentukan secara efektif organisme yang bermanf aat dalam tubuh inang

(hewan) terutama sistem pencernaan.

Penggunaan teknologi probiotik ini banyak digunakan karena mampu

mengefisienkan input-input produksi pada usahaternak ayam ras terutama dalam

input produksi pakan yang mempunyai komposisi biaya terbesar dalam biaya

produksi. Probiotik mampu meningkatkan pertambahan bobot badan ternak,

konversi pakan yang lebih rendah serta menjaga kesehatan ternak dan merupakan

(20)

mikroba yang menguntungkan dan menekan pertumbuhan bakteri patogen dalam

saluran pencernaan. Pemberian probiotik dapat menjaga keseimbangan komposisi

mikroorganisme dalam sistem pencernaan ternak yang berakibat meningkatnya

daya cerna dan hewan ternak menjadi lebih kebal terhadap penyakit yang

menyerang.

1.2. Perumusan Masalah

Usaha peternakan ayam ras pedaging merupakan alternatif usaha yang

memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan peternakan penghasil daging

lainnya. Keunggulannya itu diantaranya adalah laju perputaran modal yang cepat,

waktu pemeliharaan yang singkat yaitu dalam waktu lima minggu sudah dapat

dipanen dengan bobot 1,5 hingga 1,56 kilogram per ekor dan dapat dimulai

dengan jumlah modal yang dimiliki baik dalam bentuk usaha sampingan maupun

usaha pokok. Jadi dalam hal ini peternakan ayam ras pedaging merupakan salah

satu usaha peternakan yang cepat menghasilkan produk dan cepat menghasilkan

penerimaan sehingga menjadi daya tarik bagi peternak untuk mengusahakannya.

Selain merupakan usaha yang memiliki laju perputaran modal yang cepat

dan waktu pemeliharaan yang singkat, usaha ternak ayam ras pedaging juga

merupakan usaha yang beresiko tinggi terhadap fluktuasi harga. Pendapatan

peternak sangat dipengaruhi oleh ketersedian modal, ketersediaan input produksi,

harga input produksi, kondisi pasar yang mempengaruhi harga outputnya dan

kondisi hasil ternaknya. Peningkatan pendapatan usaha dalam tingkat produksi

yang optimum merupakan masalah yang harus dihadapi oleh setiap kegiatan usaha

yang bertujuan memperoleh pendapatan maksimum dari kegiatan produksinya.

(21)

penekanan biaya produksi serendah mungkin, sehingga peningkatan pendapatan

dapat dicapai.

Usaha yang efisien sangat bergantung pada kemampuan peternak dalam

mengelola faktor-faktor produksinya, hal ini berkaitan erat dengan penggunaan

dan pengalokasian faktor-faktor produksi tersebut secara tepat. Penggunaan

teknologi mikrobiotik yang lebih dikenal dengan istilah probiotik, mulai banyak

digunakan oleh para peternak ayam ras pedaging sebagai salah satu cara untuk

dapat mengurangi stres pada ternak dan meningkatkan nafsu makan sesuai dengan

kenaikan berat badan dan tingginya rasio keberhasilan berbagai program

vaksinasi, serta hasil akhir yang dapat menekan jumlah penggunaan pakan. Hal ini

dapat terlihat dari nilai FCR (feed convertion ratio) yaitu rasio konversi pakan

ternak. Nilai FCR yang lebih kecil mengindikasikan bahwa dibutuhkan pakan

yang lebih sedikit untuk mencapai satu kilogram bobot badan ayam.

Sebagai teknologi yang baru dikenal dalam dunia usaha ternak ayam ras

pedaging, masih terdapat berbagai opini dan silang pendapat diantara para

peternak mengenai dampak dan manfaat dari penggunaan probiotik tersebut.

Menurut Infovet (2003), berdasarkan hasil dilapangan mengenai pengaruh

penggunaan teknologi probiotik. Ada pihak yang merasakan dampak dari

penggunaan probiotik dalam menekan jumlah penggunaan pakan dan mempunyai

hasil nyata yang signifikan terhadap penekanan biaya produksi sehingga

pendapatan usaha ternaknya meningkat, namun ada pula yang mengeluhkan

bahwa penggunaan probiotik tidak berpengaruh secara nyata pada penekanan

biaya pakan. Mereka merasa penggunaan probiotik tidak membuat pendapatan

(22)

penggunaannya hanya akan menambah pengeluaran baru dalam biaya produksi

sehingga yang terjadi bukan peningkatan pendapatan yang tercapai. Yang terjadi

adalah penurunan pendapatan pada usaha ternak mereka.

Alokasi faktor-faktor produksi yang efisien pada usaha peternakan ayam

broiler berkaitan erat dengan manajemen budidaya yang dilaksanakan suatu usaha

peternakan. Kondisi ini menunjukkan perlunya peninjauan kembali bagaimana

para peternak ayam broiler mengalokasikan faktor-faktor produksi yang

dimilikinya selama ini dan bagaimana yang seharusnya sehingga, pendapatan

yang maksimum pada tingkat produksi yang optimum dapat tercapai.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat ditarik perumusan masalah sebagai

berikut :

1. Sejauhmana pengaruh penggunaan probiotik dalam faktor produksi pakan

pada usaha ternak ayam ras pedaging ?

2. Bagaimana efisiensi ekonomis dari penggunaan factor-faktor produksi pada

peternak probiotik dan non probiotik dalam usaha ternak ayam ras pedaging ?

3. Apakah benar usaha ternak ayam ras pedaging dengan menggunakan

probiotik lebih menguntungkan daripada usaha ternak ayam ras pedaging

yang tidak menggunakan probiotik ?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan dari penelitian

ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan probiotik dalam upaya menekan

(23)

2. Untuk mengetahui analisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi yang

dilakukan peternak probiotik dan non probiotik.

3. Untuk mengukur tingkat pendapatan usaha ternak yang dilakukan oleh

peternak probiotik dan non probiotik dalam upaya mencapai peningkatan

pendapatan.

1.4. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai :

1. Bahan masukkan bagi perusahaan peternaka n ayam ras pedaging dalam

evaluasi usaha yang dilakukan untuk perencanaan pengembangan usaha

selanjutnya.

2. Informasi bagi pihak yang terkait dengan usaha peternakan ayam ras pedaging

(Dinas Peternakan, Praktisi, Peneliti).

3. Melatih penulis agar mampu melaksanakan penelitian dan menuangkannya

(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Usaha Peternakan Ayam Broiler

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia

No.362/kpts/TN.120/5/1990, skala usaha peternakan di Indonesia dapat dibedakan

menjadi perusahaan peternakan dan peternakan rakyat. Perusahaan peternakan

adalah suatu usaha yang dijalankan secara teratur dan terus menerus pada suatu

tempat dan dalam jangka waktu tertentu untuk tujuan komersial yang meliputi

kegiatan menghasilkan ternak (ternak bibit atau ternak potong), telur, susu serta

usaha menggemukkan suatu jenis ternak termasuk mengumpulkan, mengedarkan

dan memasarkan produk-produk peternakan. Peternakan rakyat adalah usaha

peternakan yang diselenggarakan sebagai usaha sampingan yang jumlah

maksimum kegiatannya untuk tiap jenis ternak 15.000 ekor per periode produksi.

Ayam broiler adalah istilah untuk menyebut strain ayam hasil budidaya

teknologi yang memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas pertumbuhan

cepat sebagai penghasil daging, konversi pakan kecil, siap dipotong pada umur

yang relatif muda serta menghasilkan kualitas daging berserat. Strain ayam broiler

yang beredar di Indonesia antara lain Arbor Acress, Cobb, Hubbard, Hybro, Cobb

100, Kimber dan Pilch (Suharno, 2002).

2.2. Potensi Ayam Broiler di Indonesia

Menurut Nichol (2003), prospek industri perunggasan di Indonesia sangat

menjanjikan. Hal tersebut dapat terwujud bila industri ini dikembangkan dengan

manajemen produksi yang lebih efisien, biaya produksi yang lebih murah dengan

(25)

meningkatkan pertumbuhan populasi serta kebijakan yang mendukung industri

ini.

Sebagai suatu bidang ilmu yang terkait dengan bidang usaha, peternakan

ayam ras pedaging di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat

terutama dari segi tatalaksana. Dari sisi permintaan dalam struktur konsumsi

daging nasional, dari tahun ke tahun peranan daging ayam broiler tercatat

peningkatannya , dari 13 persen pada tahun 1970 menjadi sekitar 60 persen pada

tahun 1990-an (Abidin, 2003).

Menurutnya lagi, hal tersebut perlu di antisipasi oleh para peternak agar

usaha mereka menghasilkan keuntungan sesuai dengan yang mereka harapkan.

Semua yang terkait dengan bidang usaha ini harus melakukan koreksi total

terhadap penanganan usaha peternakan rakyat, yang pada skala makro tidak hanya

meningkatkan taraf kehidupan peternak. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara

peningkatan skala usaha, penanganan yang lebih intensif dan penggunaan

berbagai hasil penelitian yang terbukti mampu meningkatkan produktivitas ternak.

2.3. Kendala Budidaya Ayam Broiler di Indonesia

Keadaan sektor peternakan saat ini banyak mengalami hambatan dalam

kemajuannya. Fakta tersebut adalah; 1) ketidakberdayaan peternak kecil dalam

menjalankan usahanya terutama pada ketidakmampuan peternak dalam

merencanakan budidayanya karena aspek supply dan demand yang digerakkan

invisible hand, 2) Daya konsumsi komoditi peternakan masih rendah yang

disebabkan oleh politik beras yang berkepanjangan dan 3) Pola korporasi sektor

peternakan khususnya perunggasan sangat leluasa gerakannya, seperti tumbuhnya

(26)

Sahid (2003) lebih lanjut mengatakan bahwa dengan pertumbuhan industri

perunggasan, persaingan yang semakin ketat akan semakin menguntungkan

peternak sebagai produsen, namun yang terjadi adalah anomali perunggasan yaitu

semakin banyak persaingan yang secara logika semakin kompetitif produknya dan

konsumen semakin leluasa memilih produk yang ditawarkan, kondisi peternak

semakin tidak berdaya karena ketidak menentuan harga beli sarana produksi dan

nilai jual komoditi.

Tantangan usaha budidaya ayam broiler menurut Abidin (2003), antara

lain adalah :

1. Kelemahan manajemen pemeliharaan; karena ayam broiler merupakan hasil

dari berbagai perkawinan silang dan seleksi yang rumit, kesalahan dan

kesilapan dari segi manajemen pemeliharaan akan mengakibatkan kerugian.

2. Fluktuasi harga SAPRONAK; sama halnya dengan harga ayam ras pedaging

siap potong. Harga sarana produksi seperti DOC, pakan ternak, vaksin, dan

obat-obatan juga mengalami fluktuasi yang bermuara pada keseimbangan

penawaran dan permintaan di pasar.

3. Tidak ada kepastian waktu jual; dalam kondisi normal peternak ayam broiler

mandiri mudah menjual ayam broiler siap potong tetapi tidak dalam kondisi

penawaran yang lebih tinggi dari permintaan. Disinilah letak tidak adanya

kepastian waktu jual, peternak dapat saja menjual murah hasil ternaknya atau

menunggu harga yang lebih baik tapi sekaligus akan menjadi pengeluaran

ekstra untuk pakan.

4. Margin usaha rendah; margin usaha budidaya ayam broiler keuntungannya

(27)

bulan). Jika dilihat angkanya mungkin masih lebih tinggi dari bunga Bank

tetapi dengan berbagai resiko yang tidak pasti misalnya outbreak ND yang

bisa menyebabkan kematian ternak hingga 100 persen.

5. Faktor lain yang menghambat; lebih dari separuh harga sapronak misalnya

vaksin, obat-obatan, feed supplement, bahan baku pakan (tepung ikan, jagung,

dan bungkil kedelai) merupakan produk impor.

2.4. Karakteristik Ayam Broiler

Menurut Abidin (2003), melalui berbagai penelitian perkawinan silang dan

seleksi para ahli pemuliaan ternak dengan mencari dan menggabungkan berbagai

keunggulan dari berbagai jenis ayam seperti ayam hutan merah (Galus galus,

Galus bankiva), ayam hutan ceton (Galus lafayetti), ayam hutan abu-abu (galus

sonerati), dan ayam hutan hijau (Galus varius, Galus javanicus) pada tahun 1945

ditemukan strain ayam pedaging yang mampu mencapai berat 1 kilogram dalam

waktu 8 minggu. Penelitian dan penemuan terus berlanjut disertai dengan

perbaikan konversi pakan hingga pada tahun 1965 kembali dirilis ayam ras

pedaging yang mampu mencapai berat badan 1,72 kilogram dalam waktu 8

minggu dengan konversi pakan 2,2 kilogram. Sejak saat itu berbagai perusahaan

pembibitan berlomba menciptakan strain baru.

Yang dimaksud dengan ayam ras pedaging adalah ayam jantan dan betina

muda yang berumur dibawah 8 minggu ketika dijual dengan bobot tertentu,

mempunyai pertumbuhan cepat serta mempunyai dada yang lebar dengan

timbunan daging yang banyak. (Rasyaf. M, 1998). Ayam ras pedaging disebut

juga ayam broiler, merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari

(28)

memproduksi daging ayam. Pemeliharaannya pun relatif singkat, sekitar 5 hingga

6 minggu sudah bisa dipanen. (Prihatman, 2002).

2.5. Definisi Mikroorganisme Probiotik

Probiotik dapat diterjemahkan sebagai Pro, yaitu pendukung atau

pemihak; dan biotik, adalah mahluk hidup, sehingga mikroorganisme probiotik

dapat diungkapkan sebagai mahluk mikroskopik atau jasad renik yang

mendukung kehidupan dan pertumbuhan mahluk hidup (Essicipta Lestari, 2002).

Menurut Infovet (2003), istilah probiotik berasal dari bahasa Yunani yang

artinya “untuk hidup”. Istilah ini mula-mula digunakan tahun 1965 oleh Lilley dan

Still Well, untuk menjelaskan suatu zat yang disekresikan oleh mikroorganisme

yang mampu menstimulasi pertumbuhan. Istilah Probiotik digunakan oleh Perker

(1974) menggambarkan tentang keseimbangan mikroorganisme di saluran

pencernaan. Pada saat ternak mengalami stres, keseimbangan mikroorganisme di

dalam saluran pencernaan jadi terganggu, mengakibatkan sistem pertahanan tubuh

menurun dan bakteri-bakteri patogen berkembang dengan cepat. Pemberian

probiotik dapat menjaga keseimbangan komposisi mikroorganisme dalam sistem

pencernaan ternak, yang berakibat meningkatnya daya cerna bahan pakan dan

menjaga kesehatan ternak.

Ahli mikrobiologi Crawford (1977) mendefinisikan probiotik sebagai

biakan mikroorganisme tertentu yang ada dalam tubuh hewan dan akan menjamin

pembentukan secara efektif organisme yang bermanfaat dalam tubuh inang

(hewan) terutama sistem pencernaan. Belakangan rekannya Fuller (1991)

mendiskripsikan sebagai sejenis makanan suplemen dari organisme hidup yang

(29)

saluran pencernaannya. Ada juga yang be rpendapat bahwa itu sebenarnya

merupakan kultur campuran dari berbagai mikroorganisme yang bersahabat dan

sangat kondusif untuk mahluk hidup yang telah dibudidayakan.

Dari bermacam-macam definisi yang di buat, yang paling banyak dipakai

dan berlaku secara saintifik dikemukakan oleh Fuller (1992) dan Gibson (1995)

yaitu bakteri hidup yang diberikan sebagai suplemen makanan yang mempunyai

pengaruh menguntungkan pada kesehatan baik pada manusia dan binatang,

dengan memperbaiki keseimbangan mikroflora intestinal. Mikroflora yang

digolongkan sebagai probiotik adalah yang memproduksi asam laktat terutama

misalnya Lactobacilli dan bifidobacteria walaupun jenis yang lain juga ada.

Probiotik yang efektif harus bisa memenuhi beberapa kriteria : (1)

memberi efek yang menguntungkan pada induk semang; (2) tidak menyebabkan

penyakit dan tidak beracun; (3) mengandung sejumlah besar sel hidup; (4) mampu

bertahan dan melakukan kegiatan metabolisme dalam usus; (5) tetap hidup selama

penyimpanan dan waktu digunakan; (6) mempunyai sifat sensor yang baik.

Dalam pemakaian, probiotik akan bisa meningkatkan populasi

mikroorganisme dan keragamannya, hingga aspek positif berupa pertumbuhan

(produksi) dan kesehatan (kualitas) ternak akan optimal.

2.6. Faktor-faktor Produksi Peternakan Ayam Broiler

Rasyaf (2000) menyatakan bahwa faktor-faktor produksi yang dibutuhkan

dalam produksi ayam broiler adalah DOC, ransum, obat-obatan, tenaga kerja dan

kandang. Hasil penelitian Indrayati (1993) menyatakan bahwa ada enam faktor

produksi dalam usaha peternakan ayam broiler yaitu: (1) bibit / DOC; (2) ransum

(30)

Penelitian yang dilakukan oleh Pakarti (2000) pada kelompok peternak plasma

memasukkan tiga faktor produksi yaitu (1) pakan starter; (2) pakan finisher; dan

(3) tenaga kerja. Mubyarto (1982) dalam Rostini (1993), faktor-faktor produksi

yang terlibat dalam usaha peternakan adalah tanah, modal dan tenaga kerja,

disamping wiraswasta (enterpreneur) yaitu pimpinan usahatani yang

mengkombinasikannya.

2.6.1. DOC (Day Old Chick)

Rasyaf (2002) menyatakan bahwa pedoman untuk memilih DOC yaitu

anak ayam harus berasal dari induk yang sehat agar tidak membawa penyakit

bawaan; ukuran atau bobot ayam yaitu untuk bobot normal DOC sekitar 35

hingga 40 gram; anak ayam itu memperhatikan mata yang cerah dan bercahaya,

aktif serta tampak tegar; DOC tidak memperlihatkan cacat fisik seperti kaki

bengkok, mata buta atau kelainan fisik lainnya yang mudah dilihat dan tidak ada

lekatan tinja di duburnya.

Direktorat Jenderal Peternakan (1985) menyatakan bahwa bibit anak

ayam (DOC broiler) yang akan dipelihara dan dibesarkan menjadi penghasil

daging haruslah DOC yang bermutu, baik kesehatannya maupun keadaan

tubuhnya. Penelitian Pakarti (2000) menyatakan bahwa kombinasi dari faktor

pakan, lingkungan dan manajemen pemeliharaan dicerminkan dalam bentuk

keragaan teknis usaha peternakan dengan beberapa indikator penting yaitu (1)

tingkat mortalitas; (2) konversi pakan dan (3) bobot hidup broiler yang dicapai.

Pakarti (2000) menyatakan bahwa pada skala usaha lebih dari 3000 ekor

ayam tingkat mortalitas 6,66 persen, konversi pakan 1,65 dan bobot hidup ayam

(31)

serangan penyakit Gumboro dan Chronic Respiratory Disease (CRD) serta

manajemen pemeliharaan yang kurang baik.

2.6.2. Pakan

Direktorat Jenderal Peternakan (1985) menyatakan bahwa makanan ayam

merupakan masukan (input) atau sarana produksi ternak (sapronak) terpenting

disamping bibit yang menentukan keberhasilan usaha peternakan ayam. Pakan

merupakan kumpulan bahan makanan yang layak dimakan oleh ayam dan telah

disusun mengikuti aturan tertentu. Aturan itu meliputi nilai gizi bagi ayam dan

nilai kandungan gizi dari bahan makanan yang digunakan. Bahan makanan yang

tersedia dan terbanyak dimakan oleh bangsa unggas berasal dari biji-bijian,

limbah pertanian dan sedikit hasil hewani dan perikanan. Ayam broiler

membutuhkan energi yang lebih tinggi (lebih dari 3000 kkal per kilogram ransum)

(Rasyaf, 2002).

Hasil penelitian Pakarti (2000), menyatakan bahwa pada skala usaha ayam

pedaging lebih dari 3000 ekor konversi pakan sebesar 1,65 dengan bobot hidup

ayam pedaging 1,35 kilogram. Hasil penelitian Harahap (1992) menyatakan

bahwa pada umur 1 hingga 25 hari ayam diberi pakan starter berbentuk Pellet

pecah (Crumble), setelah umur 25 hari sampai dengan panen ayam diberi pakan

finisher berbentuk pellet. Penelitian Arisani (2001), menyatakan bahwa ransum

starter yang dibutuhkan oleh DOC pada suatu lokasi kandang sebesar 0,74

kilogram per ekor dan pada kondisi optimal sebesar 0,66 kilogram per ekor.

Selanjutnya dinyatakan bahwa ransum finisher yang digunakan sebesar 2,59

kilogram per ekor dan pada kondisi optimal sebesar 2,23 kilogram per ekor.

(32)

sebesar 1.130,257 kilogram dan pada kondisi optimal sebesar 1.340,64 kilogram.

Selanjutnya secara aktual untuk pakan finisher yang digunakan sebesar 1.161,073

kilogram dan pakan finisher ini pada kondisi optimal dapat digunakan sebesar

896,27 kilogram.

2.6.3. Obat-obatan dan Vaksin

Obat-obatan dan vaksin yang dimaksud disini adalah obat-obatan yang

digunakan untuk pengobatan ternak yang terserang penyakit, vaksin digunakan

untuk pencegahan penyakit serta antibiotika dan vitamin dapat mendukung

pertumbuhan ayam sehingga dapat tumbuh secara optimal (Rasyaf, 2002).

Direktorat Jenderal Peternakan (1985) menyatakan bahwa pencegahan

penyakit pada hewan dapat ditempuh melalui : (1) program sanitasi yaitu tindakan

pembersihan dan pencucihamaan yang dilakukan secara teratur pada kandang,

perlengkapan dan alat-alat lainnya, (2) program vaksinasi (pengebalan) terhadap

penyakit tertentu (ND / tetelo dan cacar) dan (3) penyediaan dan pemberian

makanan yang baik dan memenuhi syarat serta pemberian makanan yang teratur.

Menurut Rasyaf (2002), vaksin yang digunakan untuk mencegah penyakit

asal virus, misalnya ND. Cara penggunaan vaksin ini ada tiga cara yaitu melalui

air minum, melalui suntikan, atau semprotan. Hasil penelitian Pakarti (2000)

menyatakan bahwa vaksinasi yang dilakukan pada usaha ternak ayam broiler tiga

kali yaitu vaksinasi tetelo 1 (ND 1) dengan tetes mata pada umur 3 sampai 4 hari.

Vaksinasi Gumboro diberikan umur 12 hingga 16 hari melalui air minum dan

vaksinasi kedua (ND 2) diberi melalui air minum pada umur 18 hingga 20 hari.

(33)

anjuran mantri hewan serta melakukan isolasi terhadap ayam sakit dengan tujuan

menghindari penularan penyakit.

2.6.4. Tenaga Kerja

Soekartawi et al. (1986) menyatakan bahwa tenaga kerja adalah daya

manusia untuk melakukan kegiatan dalam menghasilkan produksi. Tenaga kerja

usahatani dapat berasal dari dua sumber, yaitu tenaga kerja keluarga dan tenaga

kerja luar keluarga. Pekerjaan dalam usahatani menuntut macam-macam

pekerjaan yang berbeda yang disebabkan oleh adanya perbedaan keahlian,

keterampilan, kegiatan dan pengalaman. Kebutuhan tenaga kerja untuk usahatani

antara lain, untuk membuat persemaian, mengelola lahan, memelihara ternak,

memelihara tanaman dan mengumpulkan hasil panen.

Rasyaf (2002), tenaga kerja pada peternakan ayam broiler yang dikelola

secara manual (tanpa alat-alat otomatis) untuk 2000 ekor ayam broiler mampu

dipelihara oleh satu orang dewasa. Bila mempergunakan alat otomatis (pemberian

ransum dan minum dilakukan secara otomatis) maka untuk 6000 ekor ayam cukup

satu orang dewasa sebagai tenaga kandang atau disebut anak kandang yang

melakukan tugas sehari-hari di kandang. Disamping itu perlu tenaga kerja bantu

umum untuk vaksinasi, pengaturan ransum dan pekerjaan lainnya.

Hasil penelitian Harahap (1992), menyatakan bahwa pemakaian tenaga

kerja rata-rata pada setiap peternakan sebesar 21,66 Hari Kerja Pria (HKP) setiap

1000 ekor DOC per siklus produksi. Hari Kerja Pria dihitung selama delapan jam

kerja selama satu hari. Penelitian Arisani (2001), menyatakan bahwa tenaga kerja

tetap pada peternakan ayam pedaging CV. Pekerja Keras terdiri dari manajer,

(34)

pada salah satu lokasi kandang masing-masing bernilai 140 HKP, 40 HKP dan 28

HKP. Tenaga kerja tidak tetap adalah tenaga kerja yang langsung berhubungan

dengan proses produksi yaitu tenaga kerja karyawan kandang dan tenaga satpam.

Penggunaan tenaga kerja tidak tetapnya tergantung pada jumlah ayam yang

dipelihara. Penggunaan tenaga kerja karyawan dan keamanan yang paling banyak

sebesar 3.360 HKP untuk anak kandang dan 490 HKP untuk keamanan.

Selanjutnya Arisani (2001), menyatakan bahwa kondisi optimal penggunaan

tenaga kerja tetap sebesar 133 HKP, 30 HKP dan 21 HKP. Penggunaan tenaga

kerja tidak tetap sebesar 2.542 HKP untuk karyawan kandang dan 385 HKP untuk

keamanan.

2.6.5. Kandang

Mulyono (2001), kandang dan peralatan kandang berfungsi sebagai

pelindung ayam dari gangguan musuh, pelindung dari angin, terik matahari, dan

hujan; tempat ayam beristirahat; tempat tumbuh dan berkembang biak; dan tempat

melakukan penanganan terhadap ayam.

Syarat-syarat kandang yang baik yaitu kandang harus cukup mendapat

sinar matahari; kandang harus cukup mendapat udara segar; posisi kandang

terletak pada tanah yang sedikit lebih tinggi dan dilengkapi saluran drainase yang

baik; kandang tidak terletak pada lokasi yang sibuk dan gaduh mengingat ayam

mudah stres, ukuran dan luas kandang disesuaikan dengan jumlah dan umur ayam.

Hasil penelitian Pakarti (2000), menyatakan bahwa persiapan kandang

merupakan langkah awal dalam memulai pemeliharaan ayam yang terdiri dari

kegiatan pembersihan, pengapuran, pencucihamaan kandang dan peralatan yang

(35)

atau selama tiga minggu. Pada minggu pertama pemanas dinyalakan selama 24

jam, sedangkan minggu kedua dan ketiga hanya dinyalakan selama 12 jam pada

malam hari, namun demikian pemberian pemanas tergantung pada cuaca.

Penelitian Herawati (2001) menyatakan bahwa jumlah DOC per luas

kandang sekitar 12 ekor DOC per m². Setiap kandang dilengkapi dengan peralatan

kandang seperti induk pemanas (gasolec), tempat pakan, tempat minum, tirai

penutup kandang, seng pembatas dan alat penerangan. Hasil penelitian Dewi

(1993) menunjukkan bahwa kepadatan kandang 10 ekor per m² menghasilkan

berat karkas yang lebih baik yaitu rata-rata 1,27 kilogram dibandingkan dengan

kepadatan kandang 12 ekor per m² yaitu rata-rata 1,2 kilogram bagi ayam broiler

(36)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1. Analisis Usahatani

Usahata ni adalah setiap organisasi yang tersusun dari alam tenaga kerja,

modal dan manajemen yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian.

Pada dasarnya setiap usahatani memiliki empat unsur pokok yang terdiri dari

unsur lahan yang diwakili oleh alam, unsur tenaga kerja yang terdiri atas petani

(bersama keluarga), unsur modal yang beragam jenisnya (ternak, tanaman,

alat-alat) dan unsur manajemen yang peranannya dibawakan oleh seseorang yang

disebut petani. Keempat unsur tersebut tidak dapat dipisah-pisahkan dalam

usahatani karena sama pentingnya (TB. Bachtiar Rifai dalam Soeharjo dan

Patong, 1973).

Tujuan setiap kegiatan usahatani berbeda-beda tergantung lingkungan dan

kemampuan pengusahaan. Menurut Soeharjo dan Patong (1973), apabila motif

usahatani ditujukan untuk memenuhi kebutuhan keluarga baik melalui atau tanpa

peredaran uang, maka usahatani yang demikian disebut usahatani pencukup

kebutuhan keluarga (self sufficient farm atau subsistance farm). Bila motif

usahataninya didorong oleh keinginan untuk mencari keuntungan

sebesar-besarnya, maka usahatani yang demikian disebut usahatani komersial (commercial

farm). Pada dasarnya dalam menyelenggarakan usahatani setiap petani berusaha

agar hasil panennya melimpah dengan harapan mendapatkan keuntungan yang

besar untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun hal tersebut sering tidak

(37)

baik adalah usahatani yang bersifat produktif dan efisien yaitu mempunyai

produktivitas yang tinggi dan bersifat kontinyu.

Keberhasilan dalam mengelola usahatani dapat diukur dari pengeluaran

dan pendapatan yang diperoleh. Pendapatan kotor usahatani (gross farm income)

didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam waktu tertentu baik yang

dijual maupun yang tidak dijual. Dalam menghitung pendapatan kotor, semua

komponen produk yang tidak dijual harus dinilai berdasarkan harga pasar.

Pengeluaran total usahatani (total farm expenses) didefinisikan sebagai

nilai semua masukkan yang habis terpakai dan atau dikeluarkan di dalam produksi

tetapi tidak termasuk tenaga kerja keluarga petani. Pengeluaran yang dihitung

dalam tahun pembukuan adalah nilai yang dikeluarkan untuk menghasilkan

produk dalam tahun pembukuan tersebut. Pengeluaran total usahatani dapat

dipisahkan menjadi pengeluaran tetap (fixed cost) dan pengeluaran tidak tetap

(variabel cost). Pengeluaran tetap (fixed cost) adalah pengeluaran usahatani yang

tidak bergantung kepada besarnya produksi. Pengeluaran tidak tetap (variabel

cost) adalah pengeluaran yang digunakan untuk tanaman atau ternak tertentu dan

jumlahnya berubah-ubah kira-kira sebanding dengan besarnya produksi tanaman

atau ternak tersebut.

Pengeluaran usahatani mencakup pengeluaran tunai dan tidak tunai. Nilai

barang dan jasa untuk keperluan usahatani yang dibayarkan dengan benda-benda

atau berdasarkan kredit harus dimasukkan sebagai pengeluaran. Apabila dalam

usahatani digunakan alat-alat pertanian, maka harus dihitung penyusutannya dan

dianggap sebagai pengeluaran. Penyusutan ini merupakan penurunan nilai

(38)

penelitian ini, biaya penyusutan alat-alat pertanian dan barang yang memiliki

unsur ekonomis dihitung dengan menggunakan Metode Garis Lurus (Straight

Line Method) dengan nilai sisa (salvage value) diasumsikan sama dengan nol.

Harga Pembelian – Nilai Sisa Penyusutan = —————————————

Umur Pemakaian

Biaya tunai untuk biaya tetap, misalnya pajak tanah dan bunga pinjaman,

sedangkan untuk biaya variabel, misalnya pembelian bibit, obat-obatan dan tenaga

kerja. Biaya tidak tunai (diperhitungkan) untuk biaya tetap, misalnya biaya

penyusutan bangunan dan alat-alat pertanian, serta sewa lahan/kandang milik

sendiri. Untuk biaya variabel, misalnya biaya tenaga kerja keluarga bila dapat

dipisahkan.

Selisih antara pendapatan kotor usahatani dan pengeluaran total usahatani

merupakan pendapatan bersih usahatani (net farm income). Pendapatan bersih

usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan

faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan dan modal milik sendiri atau modal

pinjaman yang diinvestasikan ke dalam usahatani. Oleh karena itu, nilai tersebut

merupakan ukuran keuntungan usahatani yang dapat digunakan untuk

membandingkan penampilan beberapa usahatani.

Apabila salah satu faktor produksi dalam usahatani menyewa dari orang

lain maka petani penyewa dianggap sebagai peminjam modal. Bunga modal ini

harus dibayar dalam bentuk sewa berupa uang atau benda. Jadi, pendapatan bersih

usahatani dihitung tanpa memasukkan sewa sebagai pengeluaran usahatani. Sewa

(39)

menghitung penghasilan bersih usahatani. Pajak tanah dapat dianggap sebagai

bentuk sewa yang dibayar kepada pemerintah (Soekartawi, 1986).

Analisis pendapatan mempunyai dua tujuan yaitu menggambarkan

keadaan sekarang suatu kegiatan usaha dan menggambarkan keadaan yang akan

datang dari perencanaan atau tindakan. Analisis pendapatan dapat memberikan

bantuan untuk mengukur apakah kegiatan usahanya pada saat ini berhasil atau

tidak. Alat analisis lain yang memberikan ukuran efisiensi usahatani adalah

analisis imbangan penerimaan terhadap biaya (R/C Ratio). Dalam analisis R/C

Ratio akan diuji seberapa jauh nilai rupiah yang dipakai dalam kegiatan cabang

usahatani yang bersangkutan dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan

sebagai manfaatnya (Soeharjo dan Patong, 1973).

3.1.2. Fungsi Produksi

Mubyarto (1989) mendefinisikan fungsi produksi adalah suatu fungsi yang

menunjukkan hubungan antara hasil produksi (output) dengan faktor produksi

(input). Dalam bentuk matematika sederhana fungsi produksi dinyatakan sebagai

berikut :

Y = f(X1, X2, X3, X4, X5) ... (3.1)

dimana :

Y = Hasil produksi fisik

X = Faktor produksi

Faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi dapat dibedakan

dalam dua jenis yaitu : (1) faktor yang sifatnya tidak habis dalam satu proses

produksi yang dinamakan faktor produksi tetap, seperti tanah dan bangunan; (2)

faktor produksi yang sifatnya habis dipakai dalam satu proses produksi yang

(40)

itu faktor produksi yang digunakan dalam usahatani dapat dikategorikan menjadi

dua yaitu: (1) yang dapat dikuasai oleh petani, seperti luas tanah, pupuk, jumlah

pakan, obat-obatan, tenaga kerja dan lainnya; (2) yang tidak dapat dikuasai oleh

petani, seperti iklim dan penyakit.

Bentuk fungsi produksi dipengaruhi oleh hukum ekonomi produksi yaitu

“Hukum Kenaikan Hasil yang Semakin Berkurang” (The Law of Diminishing

Return). Hukum kenaikan hasil yang semakin berkurang mempunyai pengertian

bahwa jika faktor produksi variabel terus menerus ditambah dalam suatu proses

produksi sedangkan faktor produksi lainnya tetap, maka tambahan jumlah

produksi per satuan faktor produksi akhirnya akan menurun. Hukum ini akan

menggambarkan adanya kenaikan hasil yang negatif dalam kurva fungsi produksi

(Soekartawi, 1986).

Fungsi produksi menggambarkan transformasi sejumlah faktor produksi

dalam jumlah produksi yang dihasilkan, sedangkan untuk mengetahui efisiensi

dapat dilihat elastisitas produksinya. Elastisitas produksi merupakan persentase

perubahan dari produk yang dihasilkan sebagai akibat persentase perubahan faktor

produksi yang digunakan. Berdasarkan nilai elastisitas produksinya, fungsi

produksi dibagi atas tiga daerah yaitu daerah dengan daerah produksi yang lebih

besar dari satu (daerah I), antara nol dan satu (daerah II), dan lebih kecil dari nol

(daerah III) dapat dilihat pada Gambar 1.

Daerah produksi I (daerah irrational) mempunyai nilai elastisitas produksi

lebih dari satu, yang berarti penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan

(41)

maksimum belum tercapai karena produksi masih dapat diperbesar dengan

penggunaan faktor produksi yang lebih banyak.

Daerah II dalam kurva produksi memiliki nilai elastisitas produksi antara

nol dan satu. Artinya setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan

menyebabkan penambahan produksi paling tinggi satu persen dan paling rendah

nol. Pada tingkat penggunaan faktor produksi tertentu di dalam daerah ini

(tergantung harga faktor produksi dan harga produk) akan tercapai keuntungan

maksimum, sehingga daerah ini disebut daerah rasional.

Daerah III mempunyai elastisitas produksi lebih kecil dari nol, artinya

setiap penambahan faktor-faktor produksi akan menyebabkan penurunan jumlah

produksi yang dihasilkan. Daerah produksi ini mencerminkan penggunaan

faktor-faktor produksi yang sudah tidak efisien, sehingga daerah ini disebut daerah

(42)

Gambar 1. Kurva Fungsi Produksi Total dan Hubungannya dengan Produk Marjinal (Doll dan Orazem, 1984)

Keterangan : TP : Total Produksi

MP : Marginal Product (Produk Marjinal) AP : Average Product (Produk Rata-rata)

I II III

MP atau AP

A

MP T Y(Produksi

)

X (Faktor

(43)

3.1.3. Model Fungsi Produksi Cobb-Douglas

Untuk mengamati pengaruh dari beberapa faktor produksi tertentu

terhadap output secara keseluruhan dalam keadaan sebenarnya adalah tidak

mungkin. Oleh karena itu hubungan antara faktor produksi dengan hasil produksi

(output) perlu disederhanakan dalam suatu bentuk yang disebut model. Untuk

mendapatkan model suatu bentuk fungsi produksi yang baik, hendaknya fungsi

tersebut :(1) dapat dipertangungjawabkan; (2) mempunyai dasar yang logis secara

fisik maupun ekonomik; (3) mudah dianalisa; dan (4) mempunyai implikasi

ekonomi (Soekartawi, 1986)

Model fungsi yang dapat digunakan untuk membuat fungsi produksi ada

beberapa macam antara lain adalah model akar pangkat dua, model fungsi

kuadratik, model fungsi Cobb-Douglas dan sebagainya. Model fungsi yang baik

harus memperhitungkan fasilitas yang ada, kesesuaian dengan kenyataan dan

kemampuan model dalam memberikan gambaran mengenai masalah yang sedang

dianalisis.

Model fungsi Cobb-Douglas merupakan salah satu model untuk

menjelaskan hubungan antara produksi dengan faktor-faktor yang

mempengaruhinya. Penggunaan fungsi Cobb-Douglas didasarkan pada

pertimbangan-pertimbangan berikut : (1) koefisien pangkat dari masing-masing

fungsi produksi Cobb-Douglas sekaligus menunjukkan besarnya elastisitas

produksi dari masing-masing faktor produksi yang digunakan terhadap output; (2)

jumlah elastisitas produksi dari masing-masing faktor produksi yang diduga

sekaligus merupakan pendugaan terhadap skala usaha dari proses produksi yang

(44)

linier dari fungsi produksi Cobb-Douglas ditransformasikan ke dalam bentuk

log e (ln) sehingga variasi data menjadi lebih kecil; (4) perhitungan sederhana

karena dapat dimanipulasi ke dalam bentuk persamaan linier; (5) bentuk fungsi

produksi Cobb-Douglas paling banyak digunakan dalam penelitian, khususnya

penelitian bidang pertanian.

Namun demikian fungsi produksi Cobb-Douglas memiliki beberapa

kelemahan antara lain: (1) elastisitas produksinya dianggap konstan (sama dengan

satu); (2) nilai dugaan elastisitas produksi yang dihasilkannya berbias apabila

faktor yang digunakan tidak lengkap; (3) model fungsi Cobb-Douglas tidak dapat

digunakan untuk menduga tingkat produksi pada taraf penggunaan faktor produksi

sama dengan nol; (4) sering terjadi multikolinier (Soekartawi, 1986)

Persamaan matematik dari fungsi Cobb-Douglas secara umum dirumuskan

sebagai berikut :

Y = bo X1 b1 X2 b2 X3 b3 X4 b4 X5 b5 e u ... (3.2)

dimana :

Y = jumlah produksi fisik

X , X ,…Xn = Faktor-faktor produksi

b , b ,…bn = Parameter variabel penduga dan merupakan

elastisitas masing-masing fungsi produksi

bo = Intersep

e = Bilangan natural (2,1782)

u = Unsur sisa

Dengan mentransformasikan dari fungsi produksi Cobb-Douglas kedalam

bentuk linier logaritmik, maka model fungsi produksi tersebut dapat ditulis

sebagai berikut :

(45)

Menurut Soekartawi (1986), agar relevan dengan analisis ekonomi, maka

nilai bi harus positif dan lebih kecil dari satu. Ini artinya berlaku asumsi tambahan

hasil yang semakin berkurang (Diminishing Return) untuk semua variabel X.

Dalam penaksiran model linier majemuk yang dikemukakan digunakan

metode kuadrat terkecil biasa (Method of Ordinary Least Square, OLS). Dengan

demikian asumsi yang digunakan adalah sebagai berikut (Ramanathan, 1998) :

1. E(ui) = 0, untuk setiap i, i = 1,2,3,…n

Artinya nilai rata-rata atau rata -rata hitung sama dengan nol

2. Cov (ut, us) = 0, t s

Artinya tidak ada korelasi antara simpangan ut dan us

3. Var (ut) = ó², untuk setiap t, t = 1, 2, 3…n

Artinya setiap simpangan mempunyai varian yang sama sebesar ó ²

4. Cov (ut,x2s) = cov (ut,x3s) = 0

Artinya tidak ada korelasi antara simpangan dengan tiap variabel yang

menjelaskan (Xi)

5. Tidak ada multikolinier, yang berarti tidak ada hubungan linier yang

nyata antara variabel-variabel yang menjelaskan

Multikolinier adalah saling korelasi diantara peubah bebas didalam suatu

model regresi berganda. Kelemahan fungsi produksi Cobb-Douglas saat diduga

dengan metode OLS adalah adanya masalah multikolinier. Salah satu metode

yang digunakan untuk mengatasi masalah ini adalah metode komponen utama.

Analisis regresi komponen utama merupakan teknik analisis regresi yang

dikombinasikan dengan analisis komponen utama. Variabel-variabel asal yang

(46)

saling bebas satu sama lain, yaitu komponen utama. Koefisien penduga dari

metode ini diperoleh melalui penyusutan dimensi komponen utama, dimana

subset komponen utama yang dipilih harus tetap mempertahankan keragaman

yang sebesar-besarnya.

Jika akar ciri diurutkan dari nilai terbesar sampai terkecil, maka

pengurutan komponen utama SCi berpadanan dengan pengurutan ëj. Ini berarti

bahwa komponen utama tersebut menerangkan proporsi keragaman terhadap

respon Y yang semakin kecil. Penggunaan analisis regresi komponen utama

biasanya dilakukan dalam studi penelitian yang melibatkan banyak variabel bebas

dari sistem konkret serta diketahui bahwa terdapat saling hubungan diantara

variabel-variabel bebas.

3.1.4. Efisiensi Ekonomi

Pengertian efisiensi sangat relatif. Dalam tulisan yang disajikan pada

penelitian ini, efisiensi diartikan sebagai upaya penggunaan input yang

sekecil-kecilnya untuk mendapatkan produksi yang sebesar-besarnya. Situasi yang

demikian akan terjadi kalau peternak mampu membuat suatu upaya nilai produk

marginal (NPMx) untuk suatu input sama dengan harga input (Px) tersebut; atau

dapat dituliskan :

NPMx = Px; atau

1 =

Px NPMx

……… (3.4)

Dalam banyak kenyataan NPMx tidak selalu sama dengan Px. Yang sering terjadi

adalah sebagai berikut :

a. (NPMx / Px) > 1; artinya penggunaan input X belum efisien. Untuk

(47)

b. (NPMx / Px) < 1; artinya penggunaan input X tidak efisien, untuk

menjadi efisien, penggunaan input X perlu dikurangi.

Menurut Doll dan Orazem (1984), keuntungan yang diperoleh dengan

mengurangi penerimaan total dengan biaya total. Secara matematis dapat

dinyatakan sebagai berikut

Keuntungan maksimum tercapai pada saat turunan pertama dari fungsi

keuntungan terhadap masing-masing faktor produksi sama dengan nol, sehingga :

Py

adalah Produk Marjinal faktor produksi ke-i

sehingga Py • PMxi = Px

dimana : Py • PMxi = Nilai Produk Marjinal Xi (NPMxi)

Px = Harga faktor produksi atau Biaya Korbanan Marjinal Xi (BKMXi)

(48)

Untuk penggunaan lebih dari satu faktor produksi misalnya n faktor produksi,

maka keuntungan maksimum dapat dicapai apabila :

1

Berdasarkan kondisi kecukupan bahwa efisiensi ekonomi dengan

keuntungan maksimum tercapai apabila NPM sama dengan BKM. Hal ini berarti

tambahan biaya yang dikeluarkan untuk faktor produksi mampu memberikan

tambahan penerimaan dengan jumlah yang sama. Jika rasio NPM dengan BKM

kurang dari satu, menunjukkan penggunaan faktor produksi telah melampaui batas

optimal, maka setiap penambahan biaya yang dikeluarkan akan lebih besar

daripada tambahan penerimaannya. Bagi produsen yang rasional akan mengurangi

penggunaan faktor produksi sehingga tercapai kondisi NPM sama dengan BKM.

Pada saat rasio NPM dengan BKM lebih besar dari satu, berarti kondisi optimum

belum tercapai, sehingga produsen yang rasional akan menambah penggunaan

faktor produksi agar tercapai kondisi NPM sama dengan BKM.

Persamaan bagi kombinasi penggunaan faktor-faktor produksi pada

kondisi optimal dapat juga ditulis di dalam bentuk sebagai berikut :

1

bi = Elastisistas faktor produksi ke-i Y = Jumlah hasil produksi

Py = Harga perunit produk yang dihasilkan

Xi = Jumlah faktor produksi ke-i Pxi = Harga faktor produksi ke-i

(49)

3.2.Pengaruh Probiotik Terhadap Efisiensi

Sampai sekarang konsep tentang probiotik di dasarkan pada terbentuknya

kolonisasi mikroba yang menguntungkan yang masuk ke dalam saluran

pencernaan, mencegah perkembangan bakteri patogen, netralisasi racun pada

saluran pencernaan, mengatur aktivitas enzim bakteri tertentu dan menguatkan

pengaruh substansi yang merangsang sintesis antibodi pada sistem kekebalan

(Cruywagen, 1996).

Walijah (1999) mengatakan bahwa istilah probiotik pertama kali

digunakan oleh Lilley dan Stillwell pada tahun 1965 untuk menggambarkan

substansi yang dikeluarkan oleh suatu mikroba dalam merangsang pertumbuhan

mikroba lainnya, dan penggunaan probiotik sebagai bahan pakan tambahan untuk

meningkatkan pertambahan bobot badan, konversi pakan dan kesehatan ternak

merupakan alternatif yang aman karena aktivitasnya dalam mendukung

perkembangan mikroba yang menguntungkan dan menekan pertumbuhan bakteri

patogen dalam saluran pencernaan. Probiotik dapat berupa satu atau beberapa

jenis mikroorganisme (mikroorganisme tunggal atau kultur campuran). Spesies

bakteri yang sering digunakan sebagai probiotik adalah Lactobacillus sp,

Leuconostoc, Pediococcus, Propionibacterium dan Bacillus, dari spesies yeast

meliputi Saccharomyces cerevisae dan Candida pintolopesii, dan dari jamur

meliputi Aspergillus niger dan Aspergillus oryzae (Fuller, 1992).

Wallace (1994) menyatakan bahwa Saccharomyces cerevisae dapat

meningkatkan kecernaan serat, dan sintesa protein mikroba yang menyebabkan

laju aliran pakan ke usus halus menjadi lebih cepat, sehingga dapat meningkatkan

(50)

demikian efisiensi penggunaan pakan berserat dan produktivitas ternak akan

meningkat pula.

Fuller (1992) menyebutkan bahwa penggunaan probiotik untuk

memperoleh keuntungan seperti : 1) memperbaiki laju pertumbuhan ternak, 2)

memperbaiki penggunaan makanan; hal ini dicapai dengan peningkatan efisiensi

dari proses pencernaan sebelumnya, 3) meningkatkan produksi telur, dan 4)

memperbaiki kesehatan; hal ini mencakup ketahanan terhadap infeksi penyakit

lain oleh antagonisme langsung atau dengan stimulasi kekebalan.

Pada ternak, penggunaan probiotik bertujuan untuk memperbaiki kondisi

saluran pencernaan dengan menekan reaksi pembentukan racun dan metabolit

yang bersifat karsinogenik, merangsang reaksi enzim yang dapat menetralisir

senyawa beracun yang tertelan atau dihasilkan oleh saluran pencernaan,

merangsang produksi enzim yang diperlukan untuk mencerna pakan dan

memproduksi vitamin serta zat-zat yang tidak terpenuhi dalam pakan (Seifert dan

(51)

IV. METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Sunan Kudus Farm yang berlokasi di Ciampea,

Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini ditentukan dengan

sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Sunan Kudus Farm merupakan

perusahaan yang telah lama berkecimpung di bisnis ayam broiler sejak 1989 dan

mandiri dalam hal pemasaran produk yang dihasilkannya yaitu ayam hidup dan

ayam bersih. Selain itu Sunan Kudus Farm juga merupakan salah satu perusahaan

pengguna probiotik untuk peningkatan produktifitas ternaknya serta melakukan

banyak percobaan untuk menghasilkan produk yang lebih baik. Pengambilan data

dilakukan selama dua bulan yang dimulai pada bulan Juli dan berakhir bulan

Agustus 2005.

4.2. Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Data primer diperoleh dari hasil pengamatan dan wawancara langsung

dengan pihak peternak dan perusahaan yang memiliki informasi langsung yang

berguna bagi pelaksanaan penelitian ini. Data sekunder diperoleh dari instansi

terkait seperti Departemen Pertanian, Kantor Kecamatan dan literatur seperti

majalah dan skripsi.

Pemilihan responden (sample) dilakukan secara acak sederhana (simple

random sampling) dari data perusahaan Sunan Kudus Farm. Responden dari

peternak yang bekerja sama dengan Sunan Kudus Farm diambil sebanyak 30

Gambar

Gambar 1. Kurva Fungsi Produksi Total dan Hubungannya dengan  Produk Marjinal (Doll dan Orazem, 1984)
Gambar 2. Tahapan Metode Penelitian
Gambar 3 . Struktur Organisasi Sunan Kudus Farm
Tabel 1. Program Kesehatan Yang Dilakukan Oleh Peternak Probiotik dan Peternak non Probiotik pada Sunan Kudus Farm
+7

Referensi

Dokumen terkait

dalam penelitian ini adalah model fungsi produksi Cobb Douglas, dengan variabel. yang digunakan yaitu benih, pupuk urea, pupuk KCI, pupuk NPK, dan

Penerang Gas/M. Tnh Solar Oli Formalin Serbuk Transport TK Peny. Tnh Solar Oli Formalin Serbuk Transport TK Peny.. Biaya Operasional Usaha Ternak Ayam Ras Pedaging

Untuk menjawab penelitian tentang korelasi atau hubungan antara pendapatan peternak dan jumlah produksi ternak ayam potong di Kecamatan Bantimurung Kabupaten Maros

Perkiraan analisis ekonomi pada usaha ternak ayam kampung KUB di peternak plasma, modal usaha akan kembali apabila peternak plasma mendapatkan keuntungan lebih

Biaya tetap merupakan biaya yang dikeluarkan oleh peternak dimana besar kecilnya biaya yang dikeluarkan tidak bergantung pada jumlah produksi dan tidak mengalami perubahan

Keberhasilan usaha ternak ayam ras pedaging dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik dari faktor produksi maupun kondisi alam.Faktor produksi terdiri dari bibit, pakan,

Faktor vaksin/obat-obatan tidak berpengaruh secara nyata, (3) jika dilihat dari daerah yang terinfeksi virus AI dan yang tidak terinfeksi, persamaan dari Fungsi

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan besar produksi usaha ternak kambing; untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pertambahan berat kambing; untuk