ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN
FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PETERNAK PROBIOTIK
DAN NON PROBIOTIK PADA USAHA TERNAK AYAM RAS
PEDAGING
Oleh
ARIF KARYA KUSUMA
A07498198
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
RINGKASAN
ARIF KARYA KUSUMA. A07498198. 2005. Analisis Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Peternak Probiotik dan Peternak Non Probiotik pada Usaha Ternak Ayam Ras Pedaging. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, dibawah bimbingan NUNUNG KUSNADI.
Bisnis ayam broiler merupakan bisnis yang banyak diminati oleh para investor. Hal ini disebabkan laju perputaran modalnya yang cepat dan didukung oleh infrastruktur yang lengkap. Selain itu pertumbuhan permintaan terhadap daging ayam broiler rata-rata yang mencapai 7 persen per tahun pada tahun 2002 dan kontribusi daging ayam terhadap total konsumsi daging yang mencapai 56 persen turut mendukung berkembangnya usaha ternak ayam broiler. Namun selain memiliki keuntungan, usahaternak ayam broiler juga beresiko tinggi terhadap fluktuasi harga. Pendapatan peternak sangat dipengaruhi oleh ketersediaan modal, ketersediaan input produksi, harga input produksi, kondisi pasar yang mempengaruhi outputnya dan kondisi hasil ternaknya. Peningkatan pendapatan usaha dalam tingkat produksi yang optimum merupakan masalah yang harus dihadapi oleh setiap kegiatan usaha yang bertujuan untuk memperoleh pendapatan maksimum dari kegiatan produksinya. Usaha yang efisien akan memberikan hasil produksi yang optimal sekaligus penekanan biaya serendah mungkin, sehingga peningkatan pendapatan dapat tercapai.
Penelitian ini bertujuan untuk : (1) mengetahui pengaruh penggunaan teknologi probiotik yang dilakukan oleh peternak probiotik; (2) mengetahui efisiensi dari penggunaan faktor-faktor produksi yang dilakukan oleh peternak probiotik dan non probiotik; (3) mengukur tingkat pendapatan yang diperoleh peternak probiotik dan non probiotik.
Penelitian ini dilakukan pada Sunan Kudus Farm yang terletak di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh melalui pengamatan dan wawancara serta data sekunder yang diperoleh dari instansi terkait dan literatur yang relevan.
Model fungsi produksi yang digunakan untuk menjelaskan kondisi usaha ternak yang dilakukan oleh peternak probiotik dan peternak non probiotik adalah model fungsi produksi Cobb-Douglas dengan analisis model komponen utama. Model tersebut dipilih karena pada Cobb-Douglas biasa ditemui adanya masalah multikolinier, sehingga hasil pendugaan dari model tersebut tidak dapat diintepretasikan.
Berdasarkan nilai dari elastisitas produksinya menunjukkan bahwa penggunaan bibit, pakan, dan pemanas oleh peternak probiotik lebih responsif terhadap produksi dibanding peternak non probiotik. Sedangkan penggunaan tenaga kerja dan obat-obatan oleh peternak non probiotik lebih responsif terhadap produksinya.
Penggunaan faktor-faktor produksi baik peternak probiotik maupun peternak non probiotik belum efisien . Karena rasio antara NPM dan BKM tidak sama dengan satu. Hal ini menunjukkan peternak probiotik tidak lebih efisien dibandingkan peternak non probiotik dalam penggunaan input produksi.
Dari hasil analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C ratio) diketahui bahwa R/C ratio atas biaya tunai dan R/C ratio atas biaya total peternak probiotik sebesar 1,18 dan 1,17. Sedangkan peternak non probiotik memiliki R/C ratio atas biaya tunai dan R/C ratio atas biaya total lebih rendah yaitu sebesar 1,15 dan 1,14. Artinya kegiatan usaha ternak yang dilakukan oleh peternak probiotik memperoleh penerimaan yang lebih besar dibandingkan penerimaan peternak non probiotik.
DEPARTEMEN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang disusun oleh :
Nama : Arif Karya Kusuma
NRP : A07498198
Program Studi : Manajeme n Agribisnis
Judul Skripsi : Analisis Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor
Produksi Peternak Probiotik dan Peternak Non Probiotik Pada
Usaha Ternak Ayam Ras Pedaging
dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Nunung Kusnadi.MS NIP. 131 415 082
Mengetahui, Fakultas Pertanian
Dekan
Prof. Dr. Ir. H. Supiandi Sabiham, M.Agr NIP. 130 422 698
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL
“ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN
FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PETERNAK PROBIOTIK DAN NON PROBIOTIK
PADA USAHATERNAK AYAM RAS PEDAGING ” BELUM PERNAH
DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN
MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK
TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI
BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG
BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH
PIHA K LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG
DINYATAKAN DALAM NASKAH.
Bogor, Desember
2005
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 21 Mei 1980. Penulis adalah anak
kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Ir.H. Hendi Hermawan dan Ibu Hj.
Isnaeni Suryaningsih.
Penulis memulai pendidikan dasarnya pada tahun 1986 di SD Negeri
Semplak 2, Bogor, dan menyelesaikannya pada tahun 1992. Penulis melanjutkan
pendidikan menengah pertama di SMPN 1 Bogor, dan lulus tahun 1996.
Kemudian, penulis diterima di SMUN 2 Bogor, dan lulus pada tahun 1998.
Penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Manajemen Agribisnis,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, pada tahun 1998 melalui jalur
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdu’lillaahirabbil’aalamin penulis panjatkan, berkat rahmat karunia
serta kekuatan yang diberikan-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan
penulisan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis bermaksud menghaturkan
terimakasih kepada banyak pihak yang menjadi bagian disetiap langkah
penyusunan penelitian ini hingga terselesaikannya penulisan ini :
1. Mama dan Papa, orang tua penulis yang telah mengajarkan do’a, kerja keras
dan kesabara n adalah kombinasi terbaik meraih cita-cita.
1. Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS. selaku dosen pembimbing yang dengan
kesabaran telah memberikan bimbingan, arahan, kritik dan saran dalam
melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini.
2. Ir. Lukman M. Baga, MEc atas kesediaan menjadi dosen penguji utama.
3. Ir. Netti Tinaprilla, MM atas kesediaannya menjadi dosen penguji komisi
pendidikan.
4. Rekan-rekan di Sunan Kudus Farm, atas kerjasama dan do’anya.
5. Untuk teh Ida di komdik yang telah banyak membantu dalan hal administrasi.
6. Untuk saudara -saudaraku Andrie, Rini, Aviani serta Syarif dan juga
keponakanku Haura dan Fathin.
7. Untuk mbak Dewi dan Suprehatin di sekretariat program studi agribisnis atas
bantuannya selama ini.
8. Untuk Kiki-k u atas dukungan dan doanya selama ini, Mia, Yulia, Radit, Indra
mustika, serta anak-anak RUKO’s lainnya atas kebersamaannya selama ini.
9. Hendri Metro Purba sebagai teman satu bimbingan dan satu perjuangan
semasa kuliah.
10. Cay, Donald, Reza, Edo, para penghuni base one dan rekan-rekan ’35 lainnya
atas saran dan dorongannya selama ini.
11. Pihak-pihak lain yang membantu saya dalam proses penyelesaian skripsi ini.
Bogor, Desember 2005
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke pada Tuhan Allah Yang Maha Kuasa atas
berkat dan karunia -Nya yang besar yang memberikan segala hikmat dan kekuatan
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Judul skripsi ini adalah “Analisis Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan
Faktor-Faktor Produksi Peternak Probiotik dan Non Probiotik Pada Usaha Ternak
Ayam Ras Pedaging”. Sesuai dengan judul tersebut, skripsi ini menganalisis
pendapatan yang diperoleh peternak dari usaha ternak ayam ras pedaging,
menganalisis faktor -faktor yang mempengaruhi produksi dalam usaha ternak
ayam ras pedaging, dan melakukan analisis efisiensi ekonomis penggunaan faktor
produksi pada usaha ternak ayam ras pedaging.
Penulis menyadari kekurangan dalam penulisan skripsi ini sehingga
diperlukan kritik dan saran unt uk perbaikan skripsi ini. Penulis berharap penelitian
yang dilakukan dapat diterima dan dimanfaatkan bagi perkembangan ilmu
pengetahuan dan pihak lain yang berkepentingan.
Bogor, Desember 2005
DAFTAR ISI
2.2.Potensi Ayam Broiler di Indonesia ... 10
2.3. Kendala Budidaya Ayam Broiler di Indonesia ... 11
2.4.Karakteristik Ayam Broiler... 13
2.5. Definisi Mikroorganisme Probiotik ... 14
2.6.Faktor Produksi Ayam Broiler ... 15
2.6.1. Bibit (DOC) ... 16
2.6.2. Pakan... 17
2.6.3. Obat-obatan dan Vaksin ... 18
2.6.4. Tenaga Kerja... 19
2.6.5. Kandang ... 20
BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 22
3.1. Kerangka Teoritis ... 22
3.1.1. Analisis Analisis Usahatani... 22
3.1.3. Model Fungsi Produksi... 29
3.1.4 Efisiensi Ekonomi... 32
3.2. Pengaruh Probiotik Terhadap Efisiensi ... 35
BAB IV. METODE PENELITIAN ... 37
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 37
4.2. Metode Pengumpulan Data dan Penentuan Sampel ... 37
4.3. Metode Pengolahan Data dan Analisis Data ... 38
4.3.1. Analisis Kualitatif ... 38
4.3.2. Analisis Kuantitatif... 38
4.3.2.1. Analisis Pendapatan Usahatani ... 39
4.3.2.2. Analisis Imbangan Penerimaan Terhadap Biaya ... 39
4.3.2. 3. Analisis Fungsi Produksi... 40
4.3.2. 4. Pengujian Hipotesa... 41
4.3.2. 5. Analisis Efisiensi Ekonomi ... 45
4.4. Pengukuran Variabel... 46
4.5. Batasan Istilah (Definisi Istilah) ... 47
4.6. Langkah-Langkah Metode Penelitian... 50
6.1. Analisis Usaha Ternak Ayam Broiler... 60
6.1.1. Total Biaya Tunai ... 67
6.1.2. Total Biaya Yang Diperhitungkan... 67
6.1.3. Total Biaya Faktor Produksi ... 68
6.1.5. Analisis Imbangan Penerimaan Terhadap Biaya ... 71
6.2. Analisis Model Fungsi Produksi... 73
6.3. Model Fungsi Cobb-Douglas Dengan Analisis Komponen Utama.... 74
6.4. Analisis Efisiensi Faktor Produksi... ... 78
6.4.1. Analisis Penggunaan Faktor Produksi ... 78
6.4.2. Feed Convertion Ratio (FCR) ... 81
6.4.3. Analisis Efisiensi Ekonomi... 82
BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN... 86
7.1. Kesimpulan ... 86
7.2. Saran ... 87
DAFTAR PUSTAKA... 88
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Program Kesehatan Yang Dilakukan Oleh Peternak Probiotik
dan Non Probiotik Pada Sunan Kudus Farm... 56
2. Umur Pemakaian dan Penyusutan Peralatan Kandang Per 1000 Ekor
Peternak Probiotik dan Peternak Non Probiotik ... 58
3. Total Biaya Tunai Per 1000 Ekor Peternak Probiotik
dan Peternak Non Probiotik ... 60
4. Total Biaya Tidak Tunai Per 1000 Ekor Peternak Probiotik
dan Peternak Non Probiotik ... 61
5. Total Biaya Faktor Produksi Usaha Ternak Ayam Broiler Per 1000 Ekor
Peternak Probiotik dan Peternak Non Probiotik ... 61
6. Analisis Pendapatan Usaha Ternak Ayam Broiler Per 1000 Ekor
Per periode Produksi di Sunan Kudus Farm, Periode Juli-Agustus 2005... 62
7. Analisis Regresi Dengan SK1 dan SK2 Sebagai Variabel Bebas ... 67
8. Analisis Ragam Fungs i Produksi Usaha Ternak Ayam Broiler Peternak
Probiotik ... 67
9. Hasil Pendugaan Variabel Fungsi Produksi Usaha Ternak Ayam Broiler
Peternak Probiotik ... 68
10. Analisis Regresi Dengan SK1 dan SK2 Sebagai Variabel Bebas... 68
11. Analisis Ragam Fungsi Produksi Usaha Ternak Ayam Broiler Peternak
Non Probiotik ... 69
12. Hasil Pendugaan Variabel Fungsi Produksi Usaha Ternak Ayam Broiler
Peternak Non Probiotik ... 69
13. Rasio NPM-BKM Usaha Ternak Ayam Broiler Peternak Probiotik
Periode Juli-Agustus 2005 ... 74
14. Rasio NPM-BKM Usaha Ternak Ayam Broiler Peternak Non Probiotik
DAFTAR GAMBAR
No Halamaan
Teks
1. Kurva Fungsi Produksi Total dan Hubungannya Dengan Produk Marginal... 25
2. Tahap-Tahap Metode Penelitian...45
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Jumlah Populasi dan Produksi Ayam Broiler di Indonesia
Tahun 2000 - 2002 ... 82
2. Data Produksi Peternak Non Probiotik ... 83
3. Data Produksi Peternak Probiotik ... 84
4. Hasil Analisis Regresi Cobb-Douglas Peternak Probiotik Dengan Metode
Kuadrat Terkecil... 85
5. Hasil Analisis Komponen Utama Peternak Probiotik ... 86
6. Hasil Analisis Regresi Cobb-Douglas Peternak Non Probiotik Dengan
Metode Kuadrat Terkecil... ... 88
7. Hasil Analisis Komponen Utama Peternak Non Probiotik...
89
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar BelakangPembangunan subsektor peternakan merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari pembangunan subsektor pertanian, yang memiliki tujuan jangka
panjang: (1) meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan peternak; (2)
meningkatkan penyediaan komoditi ternak dan hasil ternak untuk memenuhi
permintaan pasar dalam negeri dan internasional; (3) meningkatkan ketersediaan
kesempatan kerja dan kesempatan berusaha yang produktif dari subsektor
peternakan; (4) meningkatkan perolehan devisa dari ekspor ternak dan hasil
ternak; dan (5) memelihara kelestarian sumberdaya peternakan untuk
pembangunan yang berkelanjutan (Direktorat Jenderal Peternakan, 2002).
Pembangunan subsektor peternakan khususnya peternakan ayam broiler
dapat dilihat dari perkembangan populasi dan produksi daging yang dihasilkan.
Berdasarkan data dari buku Statistik Peternakan (2002), populasi ayam broiler di
Indonesia pada tahun 2000 berjumlah 530.874.057 ekor dan pada tahun 2001
meningkat menjadi 621.870.428 ekor atau mengalami peningkatan 17,14 persen.
Pada tahun 2002 meningkat lagi menjadi 716.131.475 ekor atau mengalami
peningkatan sebesar 15,16 persen dari tahun 2001. Untuk produksi daging ayam
broiler terus mengalami peningkatan dari tahun 2000 hingga 2002. Produksi ayam
broiler pada tahun 2000 berjumlah 515.002 ton, kemudian pada tahun 2001
mengalami peningkatan sebesar 4,26 persen (536.954) dan pada tahun 2002
berjumlah 555.721 ton atau mengalami peningkatan sebesar 3,49 persen dari
tahun 2001. Perkembangan populasi dan produksi ayam broiler dapat dilihat pada
Pada tahun 2002 kontribusi konsumsi daging ayam terhadap total
konsumsi daging mencapai 56 persen sedangkan daging sapi hanya 23 persen dan
daging babi 13 persen. Kecenderungannya, kontribusi daging ayam akan terus
meningkat dan mendesak daging sapi dan kambing atau domba (Tangendjaya,
2002).
Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa usaha ternak ayam broiler
mempunyai peluang yang cukup baik. Permintaan akan produk hasil ternak ayam
broiler diperkirakan akan terus meningkat, hal ini dipengaruhi oleh 5 faktor yaitu:
(1) Pendapatan, konsumsi produk hasil ternak meningkat ketika pendapatan
penduduk naik; (2) Harga, menurunnya harga akan meningkatkan konsumsi.
Harga riel daging, susu, biji-bijian di dunia menurun antara 23 persen hingga 46
persen sehingga mendorong konsumsi lebih tinggi lagi; (3) Gaya hidup
masyarakat. Penduduk di perkotaan (urban) mendiversifikasikan pola
makanannya sehingga mengkonsumsi daging dan susu lebih tinggi lagi; (4)
Meningkatnya populasi penduduk dunia akan mendorong permintaan produk
daging yang makin tinggi, hal ini tampak dari permintaan negara-negara tertentu
seperti China, Asia Tenggara bahkan India; (5) Perdagangan dan komunikasi
global mengakibatkan tersedianya produk ternak sampai pelosok-pelosok
(Tangendjaya, 2002). Berdasarkan data SI-LMUK (Sistem Informasi Pola
Pengembangan / Lending Model Usaha Kecil, 2002).
Saat ini pertumbuhan permintaan terhadap daging ayam broiler rata-rata 7
persen per tahun. Angka kebutuhan nasional terhadap daging ayam broiler sebesar
ayam unggas 4,6 persen kilogram per tahun. Dengan demikian protein hewani asal
daging unggas, yang berasal dari daging ayam broiler mencapai 71,7 persen.
Ditengah laju peningkatan produksi ayam broiler di Indonesia.
Merebaknya isu wabah penyakit flu burung (Avian Influenza) sejak bulan
September dan Oktober 2003 mengejutkan dunia subsektor peternakan. Sekitar 15
juta ekor unggas di Indonesia mati akibat wabah flu burung (AI) tersebut. Jumlah
tersebut merata di Jawa Timur, Bali, sebagian Jawa Tengah dan Jawa Barat.
Namun, pemerintah saat itu belum mengakui dan terkesan menutup-nutupi
(Sukarno, 2004). Tindakan pemerintah yang terkesan lambat dan menutup-nutupi
akan adanya wabah flu burung (Avian Influenza) dengan tujuan untuk menjaga
ekspor ternak unggas Indonesia, ternyata membawa dampak positif dan negatif.
Dampak positif tersebut hanya dirasakan oleh perusahaan-perusahaan
besar yang melakukan ekspor, sedangkan dampak negatif dirasakan oleh peternak
rakyat dalam negeri. Berkembangnya isu tentang virus flu burung (AI) yang dapat
menular kepada manusia diduga bisa mengakibatkan konsumsi masyarakat
terhadap daging ayam broiler menjadi menurun sehingga jumlah permintaan dan
harga jual terhadap ayam broiler juga mengalami penurunan. Penurunan harga
jual ayam broiler tersebut diduga akan dapat mengakibatkan penurunan
penerimaan peternak rakyat ayam broiler.
Selain dihadapkan pada wabah penyakit flu burung (AI) yang menyerang
ternaknya, para peternak ayam broiler juga dihadapkan pada kendala tingginya
harga input produksi dan rendahnya harga hasil produksi. Di Indonesia masuknya
peternak ayam besar pada sektor budidaya yang dimulai pada tahun 1999 telah
70 persen pasokan ayam yang dikonsumsi masyarakat1). Dengan memproduksi
DOC dan pakan sendiri mereka dapat menekan harga jual ayam di pasar yang
otomatis merugikan usaha peternakan kecil karena harga jualnya tidak menutupi
biaya produksi. Hal lain yang terjadi adalah over produksi DOC dan peternak
ayam besar yang membuat berlimpahnya pasokan ayam yang beredar di pasar
sehingga harga ayam di pasar jatuh.
Kestabilan nilai tukar rupiah juga sangat berpengaruh pada naik turunnya
harga input produksi ayam broiler karena sebagian besar bahan baku utama pakan
ternak, yakni; jagung dan kedelai serta beberapa jenis vaksin, antibiotik dan
beberapa jenis desinfektan masih merupakan bahan impor. Fluktuasi harga pakan
memang tidak seperti fluktuasi harga DOC dan ayam broiler yang dapat berubah
setiap harinya. Namun sangat signifikan pengaruhnya karena biaya pakan dalam
usaha budidaya ternak ayam broiler merupakan komponen terbesar, yaitu sekitar
70 persen. Ketersediaan yang tidak menentu dan tidak adanya jaminan stabilitas
kualitas bahan pakan dalam negeri menyebabkan penggunaan bahan baku impor,
yang biayanya jelas lebih tinggi. Akibat masuknya industri peternakan ayam besar
dan pengaruh nilai rupiah pada besarnya penggunaan bahan baku impor seperti
yang telah dijelaskan diatas menggambarkan bahwa tidak saja dalam pemasaran
hasil produksinya tetapi juga dalam pembelian sarana produksi ternaknya, usaha
peternakan ayam kecil bertindak sebagai price taker.
Dalam usaha ternak ayam broiler, pendapatan yang diperoleh peternak
merupakan hasil dari selisih setiap modal yang ditanam per ekor ayam dengan
harga penjualan per kilo bobot ayam hidup siap potong. Dengan kondisi tersebut,
memanajemen faktor produksi yag dimilikinya seefisien mungkin. Alokasi modal
yang efisien menjadi kendala utama para peternak ayam broiler untuk
menjadikannya usaha yang maju dan menjadi bisnis yang baik. Ditengah
banyaknya pilihan input produksi dari berbagai perusahaan yang menawarkan
keunggulan produknya dengan harga yang kompetitif, para peternak ayam broiler
khususnya para peternak ayam skala usaha kecil dituntut untuk memilih input
produksi apa yang dapat memberikan hasil produksi optimal dengan biaya yang
relatif murah, kemudian mengalokasikan faktor-faktor produksi yang
digunakannya secara efisien.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berlangsung disegala
bidang membawa perubahan pada berbagai bidang kehidupan termasuk bidang
peternakan dan kesehatan. Berbagai perubahan-perubahan baru ilmu pengetahuan
dan teknologi yang mengarah kepada efisiensi penggunaan input produksi pada
usahaternak banyak dilakukan, salah satunya adalah teknologi penggunaan
mikrobiotik. Mikrobiotik atau yang lebih dikenal dengan istilah probiotik yaitu
biakan mikroorganisme tertentu yang ada dalam tubuh hewan dan akan menjamin
pembentukan secara efektif organisme yang bermanf aat dalam tubuh inang
(hewan) terutama sistem pencernaan.
Penggunaan teknologi probiotik ini banyak digunakan karena mampu
mengefisienkan input-input produksi pada usahaternak ayam ras terutama dalam
input produksi pakan yang mempunyai komposisi biaya terbesar dalam biaya
produksi. Probiotik mampu meningkatkan pertambahan bobot badan ternak,
konversi pakan yang lebih rendah serta menjaga kesehatan ternak dan merupakan
mikroba yang menguntungkan dan menekan pertumbuhan bakteri patogen dalam
saluran pencernaan. Pemberian probiotik dapat menjaga keseimbangan komposisi
mikroorganisme dalam sistem pencernaan ternak yang berakibat meningkatnya
daya cerna dan hewan ternak menjadi lebih kebal terhadap penyakit yang
menyerang.
1.2. Perumusan Masalah
Usaha peternakan ayam ras pedaging merupakan alternatif usaha yang
memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan peternakan penghasil daging
lainnya. Keunggulannya itu diantaranya adalah laju perputaran modal yang cepat,
waktu pemeliharaan yang singkat yaitu dalam waktu lima minggu sudah dapat
dipanen dengan bobot 1,5 hingga 1,56 kilogram per ekor dan dapat dimulai
dengan jumlah modal yang dimiliki baik dalam bentuk usaha sampingan maupun
usaha pokok. Jadi dalam hal ini peternakan ayam ras pedaging merupakan salah
satu usaha peternakan yang cepat menghasilkan produk dan cepat menghasilkan
penerimaan sehingga menjadi daya tarik bagi peternak untuk mengusahakannya.
Selain merupakan usaha yang memiliki laju perputaran modal yang cepat
dan waktu pemeliharaan yang singkat, usaha ternak ayam ras pedaging juga
merupakan usaha yang beresiko tinggi terhadap fluktuasi harga. Pendapatan
peternak sangat dipengaruhi oleh ketersedian modal, ketersediaan input produksi,
harga input produksi, kondisi pasar yang mempengaruhi harga outputnya dan
kondisi hasil ternaknya. Peningkatan pendapatan usaha dalam tingkat produksi
yang optimum merupakan masalah yang harus dihadapi oleh setiap kegiatan usaha
yang bertujuan memperoleh pendapatan maksimum dari kegiatan produksinya.
penekanan biaya produksi serendah mungkin, sehingga peningkatan pendapatan
dapat dicapai.
Usaha yang efisien sangat bergantung pada kemampuan peternak dalam
mengelola faktor-faktor produksinya, hal ini berkaitan erat dengan penggunaan
dan pengalokasian faktor-faktor produksi tersebut secara tepat. Penggunaan
teknologi mikrobiotik yang lebih dikenal dengan istilah probiotik, mulai banyak
digunakan oleh para peternak ayam ras pedaging sebagai salah satu cara untuk
dapat mengurangi stres pada ternak dan meningkatkan nafsu makan sesuai dengan
kenaikan berat badan dan tingginya rasio keberhasilan berbagai program
vaksinasi, serta hasil akhir yang dapat menekan jumlah penggunaan pakan. Hal ini
dapat terlihat dari nilai FCR (feed convertion ratio) yaitu rasio konversi pakan
ternak. Nilai FCR yang lebih kecil mengindikasikan bahwa dibutuhkan pakan
yang lebih sedikit untuk mencapai satu kilogram bobot badan ayam.
Sebagai teknologi yang baru dikenal dalam dunia usaha ternak ayam ras
pedaging, masih terdapat berbagai opini dan silang pendapat diantara para
peternak mengenai dampak dan manfaat dari penggunaan probiotik tersebut.
Menurut Infovet (2003), berdasarkan hasil dilapangan mengenai pengaruh
penggunaan teknologi probiotik. Ada pihak yang merasakan dampak dari
penggunaan probiotik dalam menekan jumlah penggunaan pakan dan mempunyai
hasil nyata yang signifikan terhadap penekanan biaya produksi sehingga
pendapatan usaha ternaknya meningkat, namun ada pula yang mengeluhkan
bahwa penggunaan probiotik tidak berpengaruh secara nyata pada penekanan
biaya pakan. Mereka merasa penggunaan probiotik tidak membuat pendapatan
penggunaannya hanya akan menambah pengeluaran baru dalam biaya produksi
sehingga yang terjadi bukan peningkatan pendapatan yang tercapai. Yang terjadi
adalah penurunan pendapatan pada usaha ternak mereka.
Alokasi faktor-faktor produksi yang efisien pada usaha peternakan ayam
broiler berkaitan erat dengan manajemen budidaya yang dilaksanakan suatu usaha
peternakan. Kondisi ini menunjukkan perlunya peninjauan kembali bagaimana
para peternak ayam broiler mengalokasikan faktor-faktor produksi yang
dimilikinya selama ini dan bagaimana yang seharusnya sehingga, pendapatan
yang maksimum pada tingkat produksi yang optimum dapat tercapai.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat ditarik perumusan masalah sebagai
berikut :
1. Sejauhmana pengaruh penggunaan probiotik dalam faktor produksi pakan
pada usaha ternak ayam ras pedaging ?
2. Bagaimana efisiensi ekonomis dari penggunaan factor-faktor produksi pada
peternak probiotik dan non probiotik dalam usaha ternak ayam ras pedaging ?
3. Apakah benar usaha ternak ayam ras pedaging dengan menggunakan
probiotik lebih menguntungkan daripada usaha ternak ayam ras pedaging
yang tidak menggunakan probiotik ?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan dari penelitian
ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan probiotik dalam upaya menekan
2. Untuk mengetahui analisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi yang
dilakukan peternak probiotik dan non probiotik.
3. Untuk mengukur tingkat pendapatan usaha ternak yang dilakukan oleh
peternak probiotik dan non probiotik dalam upaya mencapai peningkatan
pendapatan.
1.4. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai :
1. Bahan masukkan bagi perusahaan peternaka n ayam ras pedaging dalam
evaluasi usaha yang dilakukan untuk perencanaan pengembangan usaha
selanjutnya.
2. Informasi bagi pihak yang terkait dengan usaha peternakan ayam ras pedaging
(Dinas Peternakan, Praktisi, Peneliti).
3. Melatih penulis agar mampu melaksanakan penelitian dan menuangkannya
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Usaha Peternakan Ayam Broiler
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia
No.362/kpts/TN.120/5/1990, skala usaha peternakan di Indonesia dapat dibedakan
menjadi perusahaan peternakan dan peternakan rakyat. Perusahaan peternakan
adalah suatu usaha yang dijalankan secara teratur dan terus menerus pada suatu
tempat dan dalam jangka waktu tertentu untuk tujuan komersial yang meliputi
kegiatan menghasilkan ternak (ternak bibit atau ternak potong), telur, susu serta
usaha menggemukkan suatu jenis ternak termasuk mengumpulkan, mengedarkan
dan memasarkan produk-produk peternakan. Peternakan rakyat adalah usaha
peternakan yang diselenggarakan sebagai usaha sampingan yang jumlah
maksimum kegiatannya untuk tiap jenis ternak 15.000 ekor per periode produksi.
Ayam broiler adalah istilah untuk menyebut strain ayam hasil budidaya
teknologi yang memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas pertumbuhan
cepat sebagai penghasil daging, konversi pakan kecil, siap dipotong pada umur
yang relatif muda serta menghasilkan kualitas daging berserat. Strain ayam broiler
yang beredar di Indonesia antara lain Arbor Acress, Cobb, Hubbard, Hybro, Cobb
100, Kimber dan Pilch (Suharno, 2002).
2.2. Potensi Ayam Broiler di Indonesia
Menurut Nichol (2003), prospek industri perunggasan di Indonesia sangat
menjanjikan. Hal tersebut dapat terwujud bila industri ini dikembangkan dengan
manajemen produksi yang lebih efisien, biaya produksi yang lebih murah dengan
meningkatkan pertumbuhan populasi serta kebijakan yang mendukung industri
ini.
Sebagai suatu bidang ilmu yang terkait dengan bidang usaha, peternakan
ayam ras pedaging di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat
terutama dari segi tatalaksana. Dari sisi permintaan dalam struktur konsumsi
daging nasional, dari tahun ke tahun peranan daging ayam broiler tercatat
peningkatannya , dari 13 persen pada tahun 1970 menjadi sekitar 60 persen pada
tahun 1990-an (Abidin, 2003).
Menurutnya lagi, hal tersebut perlu di antisipasi oleh para peternak agar
usaha mereka menghasilkan keuntungan sesuai dengan yang mereka harapkan.
Semua yang terkait dengan bidang usaha ini harus melakukan koreksi total
terhadap penanganan usaha peternakan rakyat, yang pada skala makro tidak hanya
meningkatkan taraf kehidupan peternak. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara
peningkatan skala usaha, penanganan yang lebih intensif dan penggunaan
berbagai hasil penelitian yang terbukti mampu meningkatkan produktivitas ternak.
2.3. Kendala Budidaya Ayam Broiler di Indonesia
Keadaan sektor peternakan saat ini banyak mengalami hambatan dalam
kemajuannya. Fakta tersebut adalah; 1) ketidakberdayaan peternak kecil dalam
menjalankan usahanya terutama pada ketidakmampuan peternak dalam
merencanakan budidayanya karena aspek supply dan demand yang digerakkan
invisible hand, 2) Daya konsumsi komoditi peternakan masih rendah yang
disebabkan oleh politik beras yang berkepanjangan dan 3) Pola korporasi sektor
peternakan khususnya perunggasan sangat leluasa gerakannya, seperti tumbuhnya
Sahid (2003) lebih lanjut mengatakan bahwa dengan pertumbuhan industri
perunggasan, persaingan yang semakin ketat akan semakin menguntungkan
peternak sebagai produsen, namun yang terjadi adalah anomali perunggasan yaitu
semakin banyak persaingan yang secara logika semakin kompetitif produknya dan
konsumen semakin leluasa memilih produk yang ditawarkan, kondisi peternak
semakin tidak berdaya karena ketidak menentuan harga beli sarana produksi dan
nilai jual komoditi.
Tantangan usaha budidaya ayam broiler menurut Abidin (2003), antara
lain adalah :
1. Kelemahan manajemen pemeliharaan; karena ayam broiler merupakan hasil
dari berbagai perkawinan silang dan seleksi yang rumit, kesalahan dan
kesilapan dari segi manajemen pemeliharaan akan mengakibatkan kerugian.
2. Fluktuasi harga SAPRONAK; sama halnya dengan harga ayam ras pedaging
siap potong. Harga sarana produksi seperti DOC, pakan ternak, vaksin, dan
obat-obatan juga mengalami fluktuasi yang bermuara pada keseimbangan
penawaran dan permintaan di pasar.
3. Tidak ada kepastian waktu jual; dalam kondisi normal peternak ayam broiler
mandiri mudah menjual ayam broiler siap potong tetapi tidak dalam kondisi
penawaran yang lebih tinggi dari permintaan. Disinilah letak tidak adanya
kepastian waktu jual, peternak dapat saja menjual murah hasil ternaknya atau
menunggu harga yang lebih baik tapi sekaligus akan menjadi pengeluaran
ekstra untuk pakan.
4. Margin usaha rendah; margin usaha budidaya ayam broiler keuntungannya
bulan). Jika dilihat angkanya mungkin masih lebih tinggi dari bunga Bank
tetapi dengan berbagai resiko yang tidak pasti misalnya outbreak ND yang
bisa menyebabkan kematian ternak hingga 100 persen.
5. Faktor lain yang menghambat; lebih dari separuh harga sapronak misalnya
vaksin, obat-obatan, feed supplement, bahan baku pakan (tepung ikan, jagung,
dan bungkil kedelai) merupakan produk impor.
2.4. Karakteristik Ayam Broiler
Menurut Abidin (2003), melalui berbagai penelitian perkawinan silang dan
seleksi para ahli pemuliaan ternak dengan mencari dan menggabungkan berbagai
keunggulan dari berbagai jenis ayam seperti ayam hutan merah (Galus galus,
Galus bankiva), ayam hutan ceton (Galus lafayetti), ayam hutan abu-abu (galus
sonerati), dan ayam hutan hijau (Galus varius, Galus javanicus) pada tahun 1945
ditemukan strain ayam pedaging yang mampu mencapai berat 1 kilogram dalam
waktu 8 minggu. Penelitian dan penemuan terus berlanjut disertai dengan
perbaikan konversi pakan hingga pada tahun 1965 kembali dirilis ayam ras
pedaging yang mampu mencapai berat badan 1,72 kilogram dalam waktu 8
minggu dengan konversi pakan 2,2 kilogram. Sejak saat itu berbagai perusahaan
pembibitan berlomba menciptakan strain baru.
Yang dimaksud dengan ayam ras pedaging adalah ayam jantan dan betina
muda yang berumur dibawah 8 minggu ketika dijual dengan bobot tertentu,
mempunyai pertumbuhan cepat serta mempunyai dada yang lebar dengan
timbunan daging yang banyak. (Rasyaf. M, 1998). Ayam ras pedaging disebut
juga ayam broiler, merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari
memproduksi daging ayam. Pemeliharaannya pun relatif singkat, sekitar 5 hingga
6 minggu sudah bisa dipanen. (Prihatman, 2002).
2.5. Definisi Mikroorganisme Probiotik
Probiotik dapat diterjemahkan sebagai Pro, yaitu pendukung atau
pemihak; dan biotik, adalah mahluk hidup, sehingga mikroorganisme probiotik
dapat diungkapkan sebagai mahluk mikroskopik atau jasad renik yang
mendukung kehidupan dan pertumbuhan mahluk hidup (Essicipta Lestari, 2002).
Menurut Infovet (2003), istilah probiotik berasal dari bahasa Yunani yang
artinya “untuk hidup”. Istilah ini mula-mula digunakan tahun 1965 oleh Lilley dan
Still Well, untuk menjelaskan suatu zat yang disekresikan oleh mikroorganisme
yang mampu menstimulasi pertumbuhan. Istilah Probiotik digunakan oleh Perker
(1974) menggambarkan tentang keseimbangan mikroorganisme di saluran
pencernaan. Pada saat ternak mengalami stres, keseimbangan mikroorganisme di
dalam saluran pencernaan jadi terganggu, mengakibatkan sistem pertahanan tubuh
menurun dan bakteri-bakteri patogen berkembang dengan cepat. Pemberian
probiotik dapat menjaga keseimbangan komposisi mikroorganisme dalam sistem
pencernaan ternak, yang berakibat meningkatnya daya cerna bahan pakan dan
menjaga kesehatan ternak.
Ahli mikrobiologi Crawford (1977) mendefinisikan probiotik sebagai
biakan mikroorganisme tertentu yang ada dalam tubuh hewan dan akan menjamin
pembentukan secara efektif organisme yang bermanfaat dalam tubuh inang
(hewan) terutama sistem pencernaan. Belakangan rekannya Fuller (1991)
mendiskripsikan sebagai sejenis makanan suplemen dari organisme hidup yang
saluran pencernaannya. Ada juga yang be rpendapat bahwa itu sebenarnya
merupakan kultur campuran dari berbagai mikroorganisme yang bersahabat dan
sangat kondusif untuk mahluk hidup yang telah dibudidayakan.
Dari bermacam-macam definisi yang di buat, yang paling banyak dipakai
dan berlaku secara saintifik dikemukakan oleh Fuller (1992) dan Gibson (1995)
yaitu bakteri hidup yang diberikan sebagai suplemen makanan yang mempunyai
pengaruh menguntungkan pada kesehatan baik pada manusia dan binatang,
dengan memperbaiki keseimbangan mikroflora intestinal. Mikroflora yang
digolongkan sebagai probiotik adalah yang memproduksi asam laktat terutama
misalnya Lactobacilli dan bifidobacteria walaupun jenis yang lain juga ada.
Probiotik yang efektif harus bisa memenuhi beberapa kriteria : (1)
memberi efek yang menguntungkan pada induk semang; (2) tidak menyebabkan
penyakit dan tidak beracun; (3) mengandung sejumlah besar sel hidup; (4) mampu
bertahan dan melakukan kegiatan metabolisme dalam usus; (5) tetap hidup selama
penyimpanan dan waktu digunakan; (6) mempunyai sifat sensor yang baik.
Dalam pemakaian, probiotik akan bisa meningkatkan populasi
mikroorganisme dan keragamannya, hingga aspek positif berupa pertumbuhan
(produksi) dan kesehatan (kualitas) ternak akan optimal.
2.6. Faktor-faktor Produksi Peternakan Ayam Broiler
Rasyaf (2000) menyatakan bahwa faktor-faktor produksi yang dibutuhkan
dalam produksi ayam broiler adalah DOC, ransum, obat-obatan, tenaga kerja dan
kandang. Hasil penelitian Indrayati (1993) menyatakan bahwa ada enam faktor
produksi dalam usaha peternakan ayam broiler yaitu: (1) bibit / DOC; (2) ransum
Penelitian yang dilakukan oleh Pakarti (2000) pada kelompok peternak plasma
memasukkan tiga faktor produksi yaitu (1) pakan starter; (2) pakan finisher; dan
(3) tenaga kerja. Mubyarto (1982) dalam Rostini (1993), faktor-faktor produksi
yang terlibat dalam usaha peternakan adalah tanah, modal dan tenaga kerja,
disamping wiraswasta (enterpreneur) yaitu pimpinan usahatani yang
mengkombinasikannya.
2.6.1. DOC (Day Old Chick)
Rasyaf (2002) menyatakan bahwa pedoman untuk memilih DOC yaitu
anak ayam harus berasal dari induk yang sehat agar tidak membawa penyakit
bawaan; ukuran atau bobot ayam yaitu untuk bobot normal DOC sekitar 35
hingga 40 gram; anak ayam itu memperhatikan mata yang cerah dan bercahaya,
aktif serta tampak tegar; DOC tidak memperlihatkan cacat fisik seperti kaki
bengkok, mata buta atau kelainan fisik lainnya yang mudah dilihat dan tidak ada
lekatan tinja di duburnya.
Direktorat Jenderal Peternakan (1985) menyatakan bahwa bibit anak
ayam (DOC broiler) yang akan dipelihara dan dibesarkan menjadi penghasil
daging haruslah DOC yang bermutu, baik kesehatannya maupun keadaan
tubuhnya. Penelitian Pakarti (2000) menyatakan bahwa kombinasi dari faktor
pakan, lingkungan dan manajemen pemeliharaan dicerminkan dalam bentuk
keragaan teknis usaha peternakan dengan beberapa indikator penting yaitu (1)
tingkat mortalitas; (2) konversi pakan dan (3) bobot hidup broiler yang dicapai.
Pakarti (2000) menyatakan bahwa pada skala usaha lebih dari 3000 ekor
ayam tingkat mortalitas 6,66 persen, konversi pakan 1,65 dan bobot hidup ayam
serangan penyakit Gumboro dan Chronic Respiratory Disease (CRD) serta
manajemen pemeliharaan yang kurang baik.
2.6.2. Pakan
Direktorat Jenderal Peternakan (1985) menyatakan bahwa makanan ayam
merupakan masukan (input) atau sarana produksi ternak (sapronak) terpenting
disamping bibit yang menentukan keberhasilan usaha peternakan ayam. Pakan
merupakan kumpulan bahan makanan yang layak dimakan oleh ayam dan telah
disusun mengikuti aturan tertentu. Aturan itu meliputi nilai gizi bagi ayam dan
nilai kandungan gizi dari bahan makanan yang digunakan. Bahan makanan yang
tersedia dan terbanyak dimakan oleh bangsa unggas berasal dari biji-bijian,
limbah pertanian dan sedikit hasil hewani dan perikanan. Ayam broiler
membutuhkan energi yang lebih tinggi (lebih dari 3000 kkal per kilogram ransum)
(Rasyaf, 2002).
Hasil penelitian Pakarti (2000), menyatakan bahwa pada skala usaha ayam
pedaging lebih dari 3000 ekor konversi pakan sebesar 1,65 dengan bobot hidup
ayam pedaging 1,35 kilogram. Hasil penelitian Harahap (1992) menyatakan
bahwa pada umur 1 hingga 25 hari ayam diberi pakan starter berbentuk Pellet
pecah (Crumble), setelah umur 25 hari sampai dengan panen ayam diberi pakan
finisher berbentuk pellet. Penelitian Arisani (2001), menyatakan bahwa ransum
starter yang dibutuhkan oleh DOC pada suatu lokasi kandang sebesar 0,74
kilogram per ekor dan pada kondisi optimal sebesar 0,66 kilogram per ekor.
Selanjutnya dinyatakan bahwa ransum finisher yang digunakan sebesar 2,59
kilogram per ekor dan pada kondisi optimal sebesar 2,23 kilogram per ekor.
sebesar 1.130,257 kilogram dan pada kondisi optimal sebesar 1.340,64 kilogram.
Selanjutnya secara aktual untuk pakan finisher yang digunakan sebesar 1.161,073
kilogram dan pakan finisher ini pada kondisi optimal dapat digunakan sebesar
896,27 kilogram.
2.6.3. Obat-obatan dan Vaksin
Obat-obatan dan vaksin yang dimaksud disini adalah obat-obatan yang
digunakan untuk pengobatan ternak yang terserang penyakit, vaksin digunakan
untuk pencegahan penyakit serta antibiotika dan vitamin dapat mendukung
pertumbuhan ayam sehingga dapat tumbuh secara optimal (Rasyaf, 2002).
Direktorat Jenderal Peternakan (1985) menyatakan bahwa pencegahan
penyakit pada hewan dapat ditempuh melalui : (1) program sanitasi yaitu tindakan
pembersihan dan pencucihamaan yang dilakukan secara teratur pada kandang,
perlengkapan dan alat-alat lainnya, (2) program vaksinasi (pengebalan) terhadap
penyakit tertentu (ND / tetelo dan cacar) dan (3) penyediaan dan pemberian
makanan yang baik dan memenuhi syarat serta pemberian makanan yang teratur.
Menurut Rasyaf (2002), vaksin yang digunakan untuk mencegah penyakit
asal virus, misalnya ND. Cara penggunaan vaksin ini ada tiga cara yaitu melalui
air minum, melalui suntikan, atau semprotan. Hasil penelitian Pakarti (2000)
menyatakan bahwa vaksinasi yang dilakukan pada usaha ternak ayam broiler tiga
kali yaitu vaksinasi tetelo 1 (ND 1) dengan tetes mata pada umur 3 sampai 4 hari.
Vaksinasi Gumboro diberikan umur 12 hingga 16 hari melalui air minum dan
vaksinasi kedua (ND 2) diberi melalui air minum pada umur 18 hingga 20 hari.
anjuran mantri hewan serta melakukan isolasi terhadap ayam sakit dengan tujuan
menghindari penularan penyakit.
2.6.4. Tenaga Kerja
Soekartawi et al. (1986) menyatakan bahwa tenaga kerja adalah daya
manusia untuk melakukan kegiatan dalam menghasilkan produksi. Tenaga kerja
usahatani dapat berasal dari dua sumber, yaitu tenaga kerja keluarga dan tenaga
kerja luar keluarga. Pekerjaan dalam usahatani menuntut macam-macam
pekerjaan yang berbeda yang disebabkan oleh adanya perbedaan keahlian,
keterampilan, kegiatan dan pengalaman. Kebutuhan tenaga kerja untuk usahatani
antara lain, untuk membuat persemaian, mengelola lahan, memelihara ternak,
memelihara tanaman dan mengumpulkan hasil panen.
Rasyaf (2002), tenaga kerja pada peternakan ayam broiler yang dikelola
secara manual (tanpa alat-alat otomatis) untuk 2000 ekor ayam broiler mampu
dipelihara oleh satu orang dewasa. Bila mempergunakan alat otomatis (pemberian
ransum dan minum dilakukan secara otomatis) maka untuk 6000 ekor ayam cukup
satu orang dewasa sebagai tenaga kandang atau disebut anak kandang yang
melakukan tugas sehari-hari di kandang. Disamping itu perlu tenaga kerja bantu
umum untuk vaksinasi, pengaturan ransum dan pekerjaan lainnya.
Hasil penelitian Harahap (1992), menyatakan bahwa pemakaian tenaga
kerja rata-rata pada setiap peternakan sebesar 21,66 Hari Kerja Pria (HKP) setiap
1000 ekor DOC per siklus produksi. Hari Kerja Pria dihitung selama delapan jam
kerja selama satu hari. Penelitian Arisani (2001), menyatakan bahwa tenaga kerja
tetap pada peternakan ayam pedaging CV. Pekerja Keras terdiri dari manajer,
pada salah satu lokasi kandang masing-masing bernilai 140 HKP, 40 HKP dan 28
HKP. Tenaga kerja tidak tetap adalah tenaga kerja yang langsung berhubungan
dengan proses produksi yaitu tenaga kerja karyawan kandang dan tenaga satpam.
Penggunaan tenaga kerja tidak tetapnya tergantung pada jumlah ayam yang
dipelihara. Penggunaan tenaga kerja karyawan dan keamanan yang paling banyak
sebesar 3.360 HKP untuk anak kandang dan 490 HKP untuk keamanan.
Selanjutnya Arisani (2001), menyatakan bahwa kondisi optimal penggunaan
tenaga kerja tetap sebesar 133 HKP, 30 HKP dan 21 HKP. Penggunaan tenaga
kerja tidak tetap sebesar 2.542 HKP untuk karyawan kandang dan 385 HKP untuk
keamanan.
2.6.5. Kandang
Mulyono (2001), kandang dan peralatan kandang berfungsi sebagai
pelindung ayam dari gangguan musuh, pelindung dari angin, terik matahari, dan
hujan; tempat ayam beristirahat; tempat tumbuh dan berkembang biak; dan tempat
melakukan penanganan terhadap ayam.
Syarat-syarat kandang yang baik yaitu kandang harus cukup mendapat
sinar matahari; kandang harus cukup mendapat udara segar; posisi kandang
terletak pada tanah yang sedikit lebih tinggi dan dilengkapi saluran drainase yang
baik; kandang tidak terletak pada lokasi yang sibuk dan gaduh mengingat ayam
mudah stres, ukuran dan luas kandang disesuaikan dengan jumlah dan umur ayam.
Hasil penelitian Pakarti (2000), menyatakan bahwa persiapan kandang
merupakan langkah awal dalam memulai pemeliharaan ayam yang terdiri dari
kegiatan pembersihan, pengapuran, pencucihamaan kandang dan peralatan yang
atau selama tiga minggu. Pada minggu pertama pemanas dinyalakan selama 24
jam, sedangkan minggu kedua dan ketiga hanya dinyalakan selama 12 jam pada
malam hari, namun demikian pemberian pemanas tergantung pada cuaca.
Penelitian Herawati (2001) menyatakan bahwa jumlah DOC per luas
kandang sekitar 12 ekor DOC per m². Setiap kandang dilengkapi dengan peralatan
kandang seperti induk pemanas (gasolec), tempat pakan, tempat minum, tirai
penutup kandang, seng pembatas dan alat penerangan. Hasil penelitian Dewi
(1993) menunjukkan bahwa kepadatan kandang 10 ekor per m² menghasilkan
berat karkas yang lebih baik yaitu rata-rata 1,27 kilogram dibandingkan dengan
kepadatan kandang 12 ekor per m² yaitu rata-rata 1,2 kilogram bagi ayam broiler
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1. Analisis Usahatani
Usahata ni adalah setiap organisasi yang tersusun dari alam tenaga kerja,
modal dan manajemen yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian.
Pada dasarnya setiap usahatani memiliki empat unsur pokok yang terdiri dari
unsur lahan yang diwakili oleh alam, unsur tenaga kerja yang terdiri atas petani
(bersama keluarga), unsur modal yang beragam jenisnya (ternak, tanaman,
alat-alat) dan unsur manajemen yang peranannya dibawakan oleh seseorang yang
disebut petani. Keempat unsur tersebut tidak dapat dipisah-pisahkan dalam
usahatani karena sama pentingnya (TB. Bachtiar Rifai dalam Soeharjo dan
Patong, 1973).
Tujuan setiap kegiatan usahatani berbeda-beda tergantung lingkungan dan
kemampuan pengusahaan. Menurut Soeharjo dan Patong (1973), apabila motif
usahatani ditujukan untuk memenuhi kebutuhan keluarga baik melalui atau tanpa
peredaran uang, maka usahatani yang demikian disebut usahatani pencukup
kebutuhan keluarga (self sufficient farm atau subsistance farm). Bila motif
usahataninya didorong oleh keinginan untuk mencari keuntungan
sebesar-besarnya, maka usahatani yang demikian disebut usahatani komersial (commercial
farm). Pada dasarnya dalam menyelenggarakan usahatani setiap petani berusaha
agar hasil panennya melimpah dengan harapan mendapatkan keuntungan yang
besar untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun hal tersebut sering tidak
baik adalah usahatani yang bersifat produktif dan efisien yaitu mempunyai
produktivitas yang tinggi dan bersifat kontinyu.
Keberhasilan dalam mengelola usahatani dapat diukur dari pengeluaran
dan pendapatan yang diperoleh. Pendapatan kotor usahatani (gross farm income)
didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam waktu tertentu baik yang
dijual maupun yang tidak dijual. Dalam menghitung pendapatan kotor, semua
komponen produk yang tidak dijual harus dinilai berdasarkan harga pasar.
Pengeluaran total usahatani (total farm expenses) didefinisikan sebagai
nilai semua masukkan yang habis terpakai dan atau dikeluarkan di dalam produksi
tetapi tidak termasuk tenaga kerja keluarga petani. Pengeluaran yang dihitung
dalam tahun pembukuan adalah nilai yang dikeluarkan untuk menghasilkan
produk dalam tahun pembukuan tersebut. Pengeluaran total usahatani dapat
dipisahkan menjadi pengeluaran tetap (fixed cost) dan pengeluaran tidak tetap
(variabel cost). Pengeluaran tetap (fixed cost) adalah pengeluaran usahatani yang
tidak bergantung kepada besarnya produksi. Pengeluaran tidak tetap (variabel
cost) adalah pengeluaran yang digunakan untuk tanaman atau ternak tertentu dan
jumlahnya berubah-ubah kira-kira sebanding dengan besarnya produksi tanaman
atau ternak tersebut.
Pengeluaran usahatani mencakup pengeluaran tunai dan tidak tunai. Nilai
barang dan jasa untuk keperluan usahatani yang dibayarkan dengan benda-benda
atau berdasarkan kredit harus dimasukkan sebagai pengeluaran. Apabila dalam
usahatani digunakan alat-alat pertanian, maka harus dihitung penyusutannya dan
dianggap sebagai pengeluaran. Penyusutan ini merupakan penurunan nilai
penelitian ini, biaya penyusutan alat-alat pertanian dan barang yang memiliki
unsur ekonomis dihitung dengan menggunakan Metode Garis Lurus (Straight
Line Method) dengan nilai sisa (salvage value) diasumsikan sama dengan nol.
Harga Pembelian – Nilai Sisa Penyusutan = —————————————
Umur Pemakaian
Biaya tunai untuk biaya tetap, misalnya pajak tanah dan bunga pinjaman,
sedangkan untuk biaya variabel, misalnya pembelian bibit, obat-obatan dan tenaga
kerja. Biaya tidak tunai (diperhitungkan) untuk biaya tetap, misalnya biaya
penyusutan bangunan dan alat-alat pertanian, serta sewa lahan/kandang milik
sendiri. Untuk biaya variabel, misalnya biaya tenaga kerja keluarga bila dapat
dipisahkan.
Selisih antara pendapatan kotor usahatani dan pengeluaran total usahatani
merupakan pendapatan bersih usahatani (net farm income). Pendapatan bersih
usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan
faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan dan modal milik sendiri atau modal
pinjaman yang diinvestasikan ke dalam usahatani. Oleh karena itu, nilai tersebut
merupakan ukuran keuntungan usahatani yang dapat digunakan untuk
membandingkan penampilan beberapa usahatani.
Apabila salah satu faktor produksi dalam usahatani menyewa dari orang
lain maka petani penyewa dianggap sebagai peminjam modal. Bunga modal ini
harus dibayar dalam bentuk sewa berupa uang atau benda. Jadi, pendapatan bersih
usahatani dihitung tanpa memasukkan sewa sebagai pengeluaran usahatani. Sewa
menghitung penghasilan bersih usahatani. Pajak tanah dapat dianggap sebagai
bentuk sewa yang dibayar kepada pemerintah (Soekartawi, 1986).
Analisis pendapatan mempunyai dua tujuan yaitu menggambarkan
keadaan sekarang suatu kegiatan usaha dan menggambarkan keadaan yang akan
datang dari perencanaan atau tindakan. Analisis pendapatan dapat memberikan
bantuan untuk mengukur apakah kegiatan usahanya pada saat ini berhasil atau
tidak. Alat analisis lain yang memberikan ukuran efisiensi usahatani adalah
analisis imbangan penerimaan terhadap biaya (R/C Ratio). Dalam analisis R/C
Ratio akan diuji seberapa jauh nilai rupiah yang dipakai dalam kegiatan cabang
usahatani yang bersangkutan dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan
sebagai manfaatnya (Soeharjo dan Patong, 1973).
3.1.2. Fungsi Produksi
Mubyarto (1989) mendefinisikan fungsi produksi adalah suatu fungsi yang
menunjukkan hubungan antara hasil produksi (output) dengan faktor produksi
(input). Dalam bentuk matematika sederhana fungsi produksi dinyatakan sebagai
berikut :
Y = f(X1, X2, X3, X4, X5) ... (3.1)
dimana :
Y = Hasil produksi fisik
X = Faktor produksi
Faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi dapat dibedakan
dalam dua jenis yaitu : (1) faktor yang sifatnya tidak habis dalam satu proses
produksi yang dinamakan faktor produksi tetap, seperti tanah dan bangunan; (2)
faktor produksi yang sifatnya habis dipakai dalam satu proses produksi yang
itu faktor produksi yang digunakan dalam usahatani dapat dikategorikan menjadi
dua yaitu: (1) yang dapat dikuasai oleh petani, seperti luas tanah, pupuk, jumlah
pakan, obat-obatan, tenaga kerja dan lainnya; (2) yang tidak dapat dikuasai oleh
petani, seperti iklim dan penyakit.
Bentuk fungsi produksi dipengaruhi oleh hukum ekonomi produksi yaitu
“Hukum Kenaikan Hasil yang Semakin Berkurang” (The Law of Diminishing
Return). Hukum kenaikan hasil yang semakin berkurang mempunyai pengertian
bahwa jika faktor produksi variabel terus menerus ditambah dalam suatu proses
produksi sedangkan faktor produksi lainnya tetap, maka tambahan jumlah
produksi per satuan faktor produksi akhirnya akan menurun. Hukum ini akan
menggambarkan adanya kenaikan hasil yang negatif dalam kurva fungsi produksi
(Soekartawi, 1986).
Fungsi produksi menggambarkan transformasi sejumlah faktor produksi
dalam jumlah produksi yang dihasilkan, sedangkan untuk mengetahui efisiensi
dapat dilihat elastisitas produksinya. Elastisitas produksi merupakan persentase
perubahan dari produk yang dihasilkan sebagai akibat persentase perubahan faktor
produksi yang digunakan. Berdasarkan nilai elastisitas produksinya, fungsi
produksi dibagi atas tiga daerah yaitu daerah dengan daerah produksi yang lebih
besar dari satu (daerah I), antara nol dan satu (daerah II), dan lebih kecil dari nol
(daerah III) dapat dilihat pada Gambar 1.
Daerah produksi I (daerah irrational) mempunyai nilai elastisitas produksi
lebih dari satu, yang berarti penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan
maksimum belum tercapai karena produksi masih dapat diperbesar dengan
penggunaan faktor produksi yang lebih banyak.
Daerah II dalam kurva produksi memiliki nilai elastisitas produksi antara
nol dan satu. Artinya setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan
menyebabkan penambahan produksi paling tinggi satu persen dan paling rendah
nol. Pada tingkat penggunaan faktor produksi tertentu di dalam daerah ini
(tergantung harga faktor produksi dan harga produk) akan tercapai keuntungan
maksimum, sehingga daerah ini disebut daerah rasional.
Daerah III mempunyai elastisitas produksi lebih kecil dari nol, artinya
setiap penambahan faktor-faktor produksi akan menyebabkan penurunan jumlah
produksi yang dihasilkan. Daerah produksi ini mencerminkan penggunaan
faktor-faktor produksi yang sudah tidak efisien, sehingga daerah ini disebut daerah
Gambar 1. Kurva Fungsi Produksi Total dan Hubungannya dengan Produk Marjinal (Doll dan Orazem, 1984)
Keterangan : TP : Total Produksi
MP : Marginal Product (Produk Marjinal) AP : Average Product (Produk Rata-rata)
I II III
MP atau AP
A
MP T Y(Produksi
)
X (Faktor
3.1.3. Model Fungsi Produksi Cobb-Douglas
Untuk mengamati pengaruh dari beberapa faktor produksi tertentu
terhadap output secara keseluruhan dalam keadaan sebenarnya adalah tidak
mungkin. Oleh karena itu hubungan antara faktor produksi dengan hasil produksi
(output) perlu disederhanakan dalam suatu bentuk yang disebut model. Untuk
mendapatkan model suatu bentuk fungsi produksi yang baik, hendaknya fungsi
tersebut :(1) dapat dipertangungjawabkan; (2) mempunyai dasar yang logis secara
fisik maupun ekonomik; (3) mudah dianalisa; dan (4) mempunyai implikasi
ekonomi (Soekartawi, 1986)
Model fungsi yang dapat digunakan untuk membuat fungsi produksi ada
beberapa macam antara lain adalah model akar pangkat dua, model fungsi
kuadratik, model fungsi Cobb-Douglas dan sebagainya. Model fungsi yang baik
harus memperhitungkan fasilitas yang ada, kesesuaian dengan kenyataan dan
kemampuan model dalam memberikan gambaran mengenai masalah yang sedang
dianalisis.
Model fungsi Cobb-Douglas merupakan salah satu model untuk
menjelaskan hubungan antara produksi dengan faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Penggunaan fungsi Cobb-Douglas didasarkan pada
pertimbangan-pertimbangan berikut : (1) koefisien pangkat dari masing-masing
fungsi produksi Cobb-Douglas sekaligus menunjukkan besarnya elastisitas
produksi dari masing-masing faktor produksi yang digunakan terhadap output; (2)
jumlah elastisitas produksi dari masing-masing faktor produksi yang diduga
sekaligus merupakan pendugaan terhadap skala usaha dari proses produksi yang
linier dari fungsi produksi Cobb-Douglas ditransformasikan ke dalam bentuk
log e (ln) sehingga variasi data menjadi lebih kecil; (4) perhitungan sederhana
karena dapat dimanipulasi ke dalam bentuk persamaan linier; (5) bentuk fungsi
produksi Cobb-Douglas paling banyak digunakan dalam penelitian, khususnya
penelitian bidang pertanian.
Namun demikian fungsi produksi Cobb-Douglas memiliki beberapa
kelemahan antara lain: (1) elastisitas produksinya dianggap konstan (sama dengan
satu); (2) nilai dugaan elastisitas produksi yang dihasilkannya berbias apabila
faktor yang digunakan tidak lengkap; (3) model fungsi Cobb-Douglas tidak dapat
digunakan untuk menduga tingkat produksi pada taraf penggunaan faktor produksi
sama dengan nol; (4) sering terjadi multikolinier (Soekartawi, 1986)
Persamaan matematik dari fungsi Cobb-Douglas secara umum dirumuskan
sebagai berikut :
Y = bo X1 b1 X2 b2 X3 b3 X4 b4 X5 b5 e u ... (3.2)
dimana :
Y = jumlah produksi fisik
X , X ,…Xn = Faktor-faktor produksi
b , b ,…bn = Parameter variabel penduga dan merupakan
elastisitas masing-masing fungsi produksi
bo = Intersep
e = Bilangan natural (2,1782)
u = Unsur sisa
Dengan mentransformasikan dari fungsi produksi Cobb-Douglas kedalam
bentuk linier logaritmik, maka model fungsi produksi tersebut dapat ditulis
sebagai berikut :
Menurut Soekartawi (1986), agar relevan dengan analisis ekonomi, maka
nilai bi harus positif dan lebih kecil dari satu. Ini artinya berlaku asumsi tambahan
hasil yang semakin berkurang (Diminishing Return) untuk semua variabel X.
Dalam penaksiran model linier majemuk yang dikemukakan digunakan
metode kuadrat terkecil biasa (Method of Ordinary Least Square, OLS). Dengan
demikian asumsi yang digunakan adalah sebagai berikut (Ramanathan, 1998) :
1. E(ui) = 0, untuk setiap i, i = 1,2,3,…n
Artinya nilai rata-rata atau rata -rata hitung sama dengan nol
2. Cov (ut, us) = 0, t s
Artinya tidak ada korelasi antara simpangan ut dan us
3. Var (ut) = ó², untuk setiap t, t = 1, 2, 3…n
Artinya setiap simpangan mempunyai varian yang sama sebesar ó ²
4. Cov (ut,x2s) = cov (ut,x3s) = 0
Artinya tidak ada korelasi antara simpangan dengan tiap variabel yang
menjelaskan (Xi)
5. Tidak ada multikolinier, yang berarti tidak ada hubungan linier yang
nyata antara variabel-variabel yang menjelaskan
Multikolinier adalah saling korelasi diantara peubah bebas didalam suatu
model regresi berganda. Kelemahan fungsi produksi Cobb-Douglas saat diduga
dengan metode OLS adalah adanya masalah multikolinier. Salah satu metode
yang digunakan untuk mengatasi masalah ini adalah metode komponen utama.
Analisis regresi komponen utama merupakan teknik analisis regresi yang
dikombinasikan dengan analisis komponen utama. Variabel-variabel asal yang
saling bebas satu sama lain, yaitu komponen utama. Koefisien penduga dari
metode ini diperoleh melalui penyusutan dimensi komponen utama, dimana
subset komponen utama yang dipilih harus tetap mempertahankan keragaman
yang sebesar-besarnya.
Jika akar ciri diurutkan dari nilai terbesar sampai terkecil, maka
pengurutan komponen utama SCi berpadanan dengan pengurutan ëj. Ini berarti
bahwa komponen utama tersebut menerangkan proporsi keragaman terhadap
respon Y yang semakin kecil. Penggunaan analisis regresi komponen utama
biasanya dilakukan dalam studi penelitian yang melibatkan banyak variabel bebas
dari sistem konkret serta diketahui bahwa terdapat saling hubungan diantara
variabel-variabel bebas.
3.1.4. Efisiensi Ekonomi
Pengertian efisiensi sangat relatif. Dalam tulisan yang disajikan pada
penelitian ini, efisiensi diartikan sebagai upaya penggunaan input yang
sekecil-kecilnya untuk mendapatkan produksi yang sebesar-besarnya. Situasi yang
demikian akan terjadi kalau peternak mampu membuat suatu upaya nilai produk
marginal (NPMx) untuk suatu input sama dengan harga input (Px) tersebut; atau
dapat dituliskan :
NPMx = Px; atau
1 =
Px NPMx
……… (3.4)
Dalam banyak kenyataan NPMx tidak selalu sama dengan Px. Yang sering terjadi
adalah sebagai berikut :
a. (NPMx / Px) > 1; artinya penggunaan input X belum efisien. Untuk
b. (NPMx / Px) < 1; artinya penggunaan input X tidak efisien, untuk
menjadi efisien, penggunaan input X perlu dikurangi.
Menurut Doll dan Orazem (1984), keuntungan yang diperoleh dengan
mengurangi penerimaan total dengan biaya total. Secara matematis dapat
dinyatakan sebagai berikut
Keuntungan maksimum tercapai pada saat turunan pertama dari fungsi
keuntungan terhadap masing-masing faktor produksi sama dengan nol, sehingga :
Py
adalah Produk Marjinal faktor produksi ke-i
sehingga Py • PMxi = Px
dimana : Py • PMxi = Nilai Produk Marjinal Xi (NPMxi)
Px = Harga faktor produksi atau Biaya Korbanan Marjinal Xi (BKMXi)
Untuk penggunaan lebih dari satu faktor produksi misalnya n faktor produksi,
maka keuntungan maksimum dapat dicapai apabila :
1
Berdasarkan kondisi kecukupan bahwa efisiensi ekonomi dengan
keuntungan maksimum tercapai apabila NPM sama dengan BKM. Hal ini berarti
tambahan biaya yang dikeluarkan untuk faktor produksi mampu memberikan
tambahan penerimaan dengan jumlah yang sama. Jika rasio NPM dengan BKM
kurang dari satu, menunjukkan penggunaan faktor produksi telah melampaui batas
optimal, maka setiap penambahan biaya yang dikeluarkan akan lebih besar
daripada tambahan penerimaannya. Bagi produsen yang rasional akan mengurangi
penggunaan faktor produksi sehingga tercapai kondisi NPM sama dengan BKM.
Pada saat rasio NPM dengan BKM lebih besar dari satu, berarti kondisi optimum
belum tercapai, sehingga produsen yang rasional akan menambah penggunaan
faktor produksi agar tercapai kondisi NPM sama dengan BKM.
Persamaan bagi kombinasi penggunaan faktor-faktor produksi pada
kondisi optimal dapat juga ditulis di dalam bentuk sebagai berikut :
1
bi = Elastisistas faktor produksi ke-i Y = Jumlah hasil produksi
Py = Harga perunit produk yang dihasilkan
Xi = Jumlah faktor produksi ke-i Pxi = Harga faktor produksi ke-i
3.2.Pengaruh Probiotik Terhadap Efisiensi
Sampai sekarang konsep tentang probiotik di dasarkan pada terbentuknya
kolonisasi mikroba yang menguntungkan yang masuk ke dalam saluran
pencernaan, mencegah perkembangan bakteri patogen, netralisasi racun pada
saluran pencernaan, mengatur aktivitas enzim bakteri tertentu dan menguatkan
pengaruh substansi yang merangsang sintesis antibodi pada sistem kekebalan
(Cruywagen, 1996).
Walijah (1999) mengatakan bahwa istilah probiotik pertama kali
digunakan oleh Lilley dan Stillwell pada tahun 1965 untuk menggambarkan
substansi yang dikeluarkan oleh suatu mikroba dalam merangsang pertumbuhan
mikroba lainnya, dan penggunaan probiotik sebagai bahan pakan tambahan untuk
meningkatkan pertambahan bobot badan, konversi pakan dan kesehatan ternak
merupakan alternatif yang aman karena aktivitasnya dalam mendukung
perkembangan mikroba yang menguntungkan dan menekan pertumbuhan bakteri
patogen dalam saluran pencernaan. Probiotik dapat berupa satu atau beberapa
jenis mikroorganisme (mikroorganisme tunggal atau kultur campuran). Spesies
bakteri yang sering digunakan sebagai probiotik adalah Lactobacillus sp,
Leuconostoc, Pediococcus, Propionibacterium dan Bacillus, dari spesies yeast
meliputi Saccharomyces cerevisae dan Candida pintolopesii, dan dari jamur
meliputi Aspergillus niger dan Aspergillus oryzae (Fuller, 1992).
Wallace (1994) menyatakan bahwa Saccharomyces cerevisae dapat
meningkatkan kecernaan serat, dan sintesa protein mikroba yang menyebabkan
laju aliran pakan ke usus halus menjadi lebih cepat, sehingga dapat meningkatkan
demikian efisiensi penggunaan pakan berserat dan produktivitas ternak akan
meningkat pula.
Fuller (1992) menyebutkan bahwa penggunaan probiotik untuk
memperoleh keuntungan seperti : 1) memperbaiki laju pertumbuhan ternak, 2)
memperbaiki penggunaan makanan; hal ini dicapai dengan peningkatan efisiensi
dari proses pencernaan sebelumnya, 3) meningkatkan produksi telur, dan 4)
memperbaiki kesehatan; hal ini mencakup ketahanan terhadap infeksi penyakit
lain oleh antagonisme langsung atau dengan stimulasi kekebalan.
Pada ternak, penggunaan probiotik bertujuan untuk memperbaiki kondisi
saluran pencernaan dengan menekan reaksi pembentukan racun dan metabolit
yang bersifat karsinogenik, merangsang reaksi enzim yang dapat menetralisir
senyawa beracun yang tertelan atau dihasilkan oleh saluran pencernaan,
merangsang produksi enzim yang diperlukan untuk mencerna pakan dan
memproduksi vitamin serta zat-zat yang tidak terpenuhi dalam pakan (Seifert dan
IV. METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Sunan Kudus Farm yang berlokasi di Ciampea,
Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini ditentukan dengan
sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Sunan Kudus Farm merupakan
perusahaan yang telah lama berkecimpung di bisnis ayam broiler sejak 1989 dan
mandiri dalam hal pemasaran produk yang dihasilkannya yaitu ayam hidup dan
ayam bersih. Selain itu Sunan Kudus Farm juga merupakan salah satu perusahaan
pengguna probiotik untuk peningkatan produktifitas ternaknya serta melakukan
banyak percobaan untuk menghasilkan produk yang lebih baik. Pengambilan data
dilakukan selama dua bulan yang dimulai pada bulan Juli dan berakhir bulan
Agustus 2005.
4.2. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dari hasil pengamatan dan wawancara langsung
dengan pihak peternak dan perusahaan yang memiliki informasi langsung yang
berguna bagi pelaksanaan penelitian ini. Data sekunder diperoleh dari instansi
terkait seperti Departemen Pertanian, Kantor Kecamatan dan literatur seperti
majalah dan skripsi.
Pemilihan responden (sample) dilakukan secara acak sederhana (simple
random sampling) dari data perusahaan Sunan Kudus Farm. Responden dari
peternak yang bekerja sama dengan Sunan Kudus Farm diambil sebanyak 30