• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONFLIK INTERNAL SEBAGAI BAGIAN IDE PENCIPTAAN KARYA SENI LUKIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KONFLIK INTERNAL SEBAGAI BAGIAN IDE PENCIPTAAN KARYA SENI LUKIS"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

TUGAS AKHIR

KONFLIK INTERNAL

SEBAGAI BAGIAN IDE PENCIPTAAN KARYA SENI LUKIS

OLEH :

MAWARDI

NIM : K3202036

Laporan Tugas Akhir Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Dalam

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Seni Rupa

Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

PERSETUJUAN

Tugas Akhir ini telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Tim Penguji

Tugas Akhir Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

Persetujuan Pembimbing

Pembimbing I

Dra. M.Y.N. Yuliastuti, M.Pd.

NIP. 19580705 198702 2 001

Pembimbing II

Adam Wahida. S.Pd., M.Sn

(3)

commit to user

PENGESAHAN

Laporan Tugas Akhir ini telah dipertahankan dihadapan Tim Penguji Tugas

Akhir Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

dan diterima untuk memenuhi syarat mendapat gelar Sarjana Pendidikan.

Pada hari : Jum’at

Tanggal : 30 April 2010

Tim Penguji Skripsi

(Nama Terang)

Ketua : Drs. Tjahjo Prabowo, M.Sn. NIP.19530429 198503 1 001

Sekretaris : Drs. Margana, M.Sn.

NIP.19600612 199103 1 001

Anggota I : Dra. M.Y.N. Yuliastuti, M.Pd. NIP.19580705 198702 2 001

Anggota II : Adam Wahida, S.Pd., M.Sn. NIP.19730906 200501 1 001

(Tanda Tangan)

: ……….

: ...……….

: ……….

: ………

Disahkan Oleh :

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Dekan,

Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd.

(4)

commit to user

ABSTRACT

MAWARDI. KONFLIK INTERNAL SEBAGAI IDE PENCIPTAAN KARYA SENI LUKIS. The final assignment, Surakarta : Teacher Training and Education Faculty, Sebelas Maret University Surakarta, April 2010.

The purposes of this art of painting creation are : 1) To visualize the concept and basic idea of the art of painting creaion which based on he internal conflict as an inspiration, 2) To describe the process of making the art of painting creation which has internal conflict background as an inspiration, 3) To describe the art of painting creation which has a resource from internal conflict’s theme.

The method which is used in the art of painting creation include the writer’s expression in experience processing, comprehension, and the result of writer’s experiment toward a something new the expressed on the canvas with the consept of create. About the achievementof the shape, the writer usually begin with an application of acrylik paint directly on the canvas, examined the effect that as appear, aimed, and manage those effect, then in a processing of it start to imagine about a certain shapes appropriate with the first concept, they are reduction from the organ’s body human or animal.

(5)

commit to user

ABSTRAK

MAWARDI. KONFLIK INTERNAL SEBAGAI IDE PENCIPTAAN KARYA SENI LUKIS. Laporan Tugas Akhir, Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta, April 2010.

Tujuan penciptaan karya seni lukis ini adalah : 1) Memvisualisasikan konsep dan ide dasar penciptaan karya seni lukis yang berdasarkan konflik internal seagai inspirasi, 2) Mendeskripsikan proses pembuatan karya seni lukis yang berlatar belakang konflik internal sebagai inspirasi, 3) Mendeskripsikan karya seni lukis yang bersumber dari tema konflik internal.

Metode yang digunakan dalam penciptaan karya seni lukis ini meliputi Ekspresi penulis dalam mengolah pengalaman, pemahaman, dan hasil pengamatan penulis terhadap sesuatu baru kemudian diluapkan ke atas bidang kanvas dengan konsep berkarya. Mengenai pencapaian bentuk penulis biasa memulainya dengan pengaplikasian cat acrylik secara langsung di atas kanvas, mengamati efek yang timbul, mengarahkan dan mengolah efek-efek tersebut, kemudian dalam prosesnya mulai berimajinasi mengenai bentuk-bentuk tertentu sesuai konsep awal yakni reduksi dari organ-organ penyusunan tubuh baik manusia maupun binatang.

(6)

commit to user

MOTTO

o KAMU : Karep Akal mantep Usaha

(7)

commit to user

PERSEMBAHAN

Karya ini dipersembahkan

Kepada :

• Allah S.W.T dan Rasul-Nya.

• Bapak dan Ibu terhormat

Atas kesabaran dan kasih sayangnya selama ini,

yang telah membesarkan, membimbing,

mendoakan, dan selalu mendukung ananda hingga

detik ini...

• Kakak dan Adikku tersayang

Isti, Nyoto, Martanti, Padma, Ali, Ikhsan atas semua

dukungan dan doanya.

• Bapak dan Ibuku di Banjarnegara

Terima kasih atas kepercayaannya dan dukungan

serta pengertiannya selama ini.

• Prb.kutujukan untukmu

• Sahabat-sahabatku

Atas cinta dan kasihmu yang selalu memberiku

semangat untuk menggapai masa depan.

• Teman-teman seperjuangan

(8)

commit to user

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT

berkat taufik dan hidayah-Nya skripsi ini dapat disusun dengan baik. Penulisan skripsi

ini merupakan salah satu syarat yang harus ditempuh mahasiswa untuk mendapatkan

gelar Sarjana Pendidikan.

Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari

dukungan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak

langsung. Untuk itu, atas segala bentuk bantuannya, penulis sampaikan rasa terima

kasih yang sedalam-dalamnya kepada yang terhormat :

1. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. sebagai Dekan Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan UNS Surakarta.

2. Drs. Suparno, M.Pd. sebagai Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sebi FKIP

UNS Surakarta.

3. Drs Tjahjo Prabowo, M.Sn. sebagai Ketua Program Pendidikan Seni Rupa

Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni FKIP UNS Surakarta.

4. Dra. M.Y.N Yuliastuti, M.Pd. selaku Pembimbing I yang selalu memberikan

bimbingan dan pengarahan sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan.

5. Adam Wahida, S.Pd., M.Sn. selaku Pembimbing II yang dengan sabar

memberikan petunjuk dan bimbingannya sehingga dapat memperlancar

penulisan tugas akhir ini.

6. Bapak Bonyong Munni Ardhi yang selalu memberi masukan dan terus

menyemangati dalam berkesenian.

7. Almnus Sanggar KM WC, Komunitas DBS, SMM, Anti Kensel, The Bloker,

Kang Hari dan Istri, Kang santo, Wisnu (Kopong), Juna dan Sasa, Pii dan Istri,

Opik dan Istri, Endit dan Istri, Aryo dan Istri, Adi (ompong), Dhidik, Kunting,

Tegas, Inug, Doyok, Jokos, Galang, Mbendol dan Itut, Wisnu (cahaya), Sony,

Nastiti, Ismi, Wulan, Anang, Sundari Kiki, Mulyono, Mbak Sri yang telah

(9)

commit to user

8. Teman – teman mahasiswa Seni Rupa FKIP UNS.

9. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu

terlaksananya penciptaan karya Tugas Akhir. Semoga segala amal baik

tersebut mendapat imbalan dari Allah SWT.

Surakarta, 30 April 2010

(10)

commit to user

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

ABSTRAK... v

HALAMAN MOTTO... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI... ... x

DAFTAR GAMBAR... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penciptaan ... 1

B. Rumusan Penciptaan ... 2

C. Tujuan Penciptaan ... 2

D. Manfaat Penciptaan ... 3

BAB II KAJIAN SUMBER PENCIPTAAN ... 4

A. Konflik Internal Psikologis ... 4

B. Tinjauan Tentang Seni Lukis ... 8

C. Ekspresionisme ... 10

D. Simbolisme dan Seni ... 11

E. Karakteristik Karya ... 14

F. Unsur – Unsur Seni Rupa ... 15

G. Prinsip Seni ... 17

H. Tema, Bentuk, Bahan, dan Teknik Dalam Seni Lukis ... 19

I. Karya – Karya Pembanding ... 20

BAB III PROSES VISUALISASI ... 29

A. Ide Pemilihan Obyek ... 29

(11)

commit to user

C. Bahan, Alat, dan Teknik ... 31

D. Tahap Visualisasi ... 34

BAB IV DESKRIPSI HASIL PENCIPTAAN ... 35

A. Deskripsi Karya ... 35

BAB V PENUTUP... ... 45

A. Kesimpulan ... 45

(12)

commit to user

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Karya Made Supena berjudul : “Tebing”

Gambar 2 : Karya Made Budhiana berjudul : “Untitle”

Gambar 3 : Karya Didik Dhanardono berjudul : “White Crow”

Gambar 4 : Karya Pramono berjudul : “Sunrise”

Gambar 5 : Karya Hermann Nitsch berjudul : “Six Day Play”

Gambar 6 : Karya berjudul : “Potret Diri”

Gambar 7 : Karya brjudul : “Where is My Head?”

Gambar 8 : Karya berjudul : “a Choice”

Gambar 9 : Karya berjudul : “Orange Memikat”

Gambar 10 : Karya berjudul : “Prb’ Menusuk Jantungku”

Gambar 11 : Karya berjudul : “Air Mata”

(13)

commit to user

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penciptaan

Seni dalam ruang dan waktunya mewadahi semangat kreatifitas setiap

pelaku pada generasinya terlepas dari pergumulan, perdebatan, dan pertentangan

yang muncul. Karya seni dengan segala wacana pelengkapnya melahirkan

manifestasi seni yang atas nama kebaruan dan kreatifitas muncul dan mendobrak

kisi-kisi konvensi yang telah mapan sebelumnya, dan pada kelanjutannya karya

tersebut tidak lagi menjadi barang sakral namun lebih menjadi semacam catatan

yang merefleksikan semangat zamannya, terlebih pada karya-karya seni

kontemporer yang cenderung menampakkan hal-hal populer sehari-hari, banal,

dan cenderung merayakan budaya permukaan. Disertai “seabrek” konsep yang

bersumber dari sekian banyak teori yang terkadang sulit untuk dikaitkan secara

langsung dengan seni (rupa), sebuah karya dapat dirunut dalam segala sesuatunya

mulai dari ide penciptaan karya tersebut untuk ditampilkan dan diapresiasikan

orang lain, baik yang dicerna secara perlahan-lahan, ataupun seketika itu juga saat

dilihat, sehingga proses perjalanan berkasenian berlaku sampai pada dimana ia

berhenti pada tahapnya. Seniman atau perupa, pada dasarnya seperti seorang

pewarta nilai, gubahan bentuk dan rupa adalah upayanya menawarkan, dan

sekaligus menyembunyikan nilai dan makna. Di dalamnya terdapat sejumlah

kode-kode estetik, metafora, simbolisasi yang mengisyaratkan berbagai fungsi,

makna, dan tendensi. Terlepas apakah ini menjadi sesuatu yang lebih baik atau

sebaliknya, karya seni akan menjadi baik, efektif, berguna dan berarti bagi

minimal diri sendiri, orang lain, lingkungannya bahkan menembus batas-batas

kebudayaan dan wilayah atau dengan kata lain mendunia.

Ide penciptaan karya seni dapat bermula dari apa saja, baik dalam diri

sendiri ataupun respon terhadap lingkungan sekitarnya, tidak lagi hanya yang

”penting” , yang ”adiluhung” , yang ”indah” dan lain sebagainya, akan tetapi

sebaliknya bisa pula mengenai konflik personal, luka, rasa sakit, dan keterasingan

yang muncul dari dalam individu. Berangkat dari sinilah terbuka berbagai

(14)

commit to user

kemungkinan dalam penciptaan dan pemaknaan terhadap karya seni yang lebih

luas untuk dapat ditawarkan, termasuk di dalamnya konsep-konsep alternatif yang

berkesinambungan yaitu kejujuran untuk mengungkap apa yang dirasakan dalam

individu sebagai serangkaian rantai dialektika yang saling memperkuat,

melengkapi atau bahkan saling menentang dan disampaikan pada karya seni lukis

dengan cara tertentu dalam koridor kreatif dan ditampilkan untuk dapat diapersiasi

oleh orang lain.

Berdasarkan uraian diatas, penulis mencoba mengemukakan gagasan yang

diwujudkan kedalam karya seni lukis yang menampilkan visualisasi berupa

goresan-goresan, sapuan, lelehan dan penerapan konflik internal yang distorsi atau

dimunculkan dengan cara tertentu, disamping pemilihan objek-objak yang lain,

digunakan sebagai bahasa ungkap konflik internal dalam diri pelukis atau lebih

jauh disebut sebagai expressive form dalam penciptaan karya seni lukis. Dari

proses gagasan, visualisasi, kemudian untuk diapresiasi, penulis berharap akan

dapat memberikan kontribusi terhadap perkembangan seni rupa pada umumnya

dan sebagai proses berkesenian pribadi pada khususnya.

B. Rumusan Penciptaan

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat ditarik beberapa permasalahan yang

berkaitan dengan penciptaan karya antara lain:

1. Bagaimana membuat karya seni lukis berdasarkan koflik internal sebagai ide

penciptaan ?

2. Bagaimana wujud dan karakteristik karya seni lukis berlatar belakang koflik

internal sebagai ide penciptaan ?

C. Tujuan Penciptaan

Tujuan dari penulisan ini adalah :

1. Mendeskripsikan konsep dan ide dasar penciptaan karya seni lukis yang

berdasarkan koflik internal sebagai inspirasi.

2. Mendeskripsikan proses visualisasi dalam pembuatan karya seni lukis yang

(15)

commit to user

3. Mendiskripsikan visualisasi karya seni lukis yang bersumber dari tema koflik

internal.

D. Manfaat Penciptaan

Manfaat dari penulisan ini adalah :

1. Bagi penulis bermanfaat sebagai sarana pembelajaran dalam proses

berkesenian dan sebagai sarana mengkomunikasian ide-ide yang penulis

miliki.

2. Bagi pembaca, besar harapan penulis agar tulisan ini dapat dijadikan sebagai

bahan pembelajaran, referensi dan sumber pengetahuan dunia seni (rupa).

3. Bagi Universitas Sebelas Maret Surakarta adalah sebagai tambahan referensi

(16)

commit to user

BAB II

KAJIAN SUMBER PENCIPTAAN

A. Konflik Internal Psikologis

Sepanjang kehidupannya, manusia banyak mengalami kasus yang

melibatkan konflik internal dalam diri, konflik di sekolah, konflik sosial dengan

lingkungan, konflik di dunia kerja, konflik rumah tangga, dan lain-lain. Umumnya

konflik tersebut terjadi karena peranan dari berbagai faktor, namun situasi kerap

menjadi semakin rumit dengan adanya kebiasaan manusia menilai situasi, diri,

orang lain dan dunia secara negatif. Pola ini membuat konflik menjadi semakin

besar karena manusia (tanpa sadar) lebih suka menambah tekanan pada situasi

yang dihadapi daripada mencari alternatif solusi permasalahan. Menurut Darlina

Julius G dalam UPI YAI Book Dicussion manusia cenderung lebih tertarik untuk

melampiaskan emosi terpendam daripada berusaha melihat situasi dengan sisi

yang berbeda, yang membuatnya kerap luput memperhitungkan konsekwensi akan

tindakannya. Manusia menjadi lebih reaktif daripada bersikap proaktif,

merencanakan strategi untuk mencapai hasil yang diharapkan (2008: 3).

Tekanan demi tekanan dari setiap masalah yang semakin meningkat,

dengan kekhasan daya tahan-sebagai hasil perpaduan dari bakat bawaan dan pola

belajar - membentuk kombinasi kepribadian yang juga khas pada diri manusia dan

turut berperan dalam menentukan arah akan ”menjadi seperti apa?” seorang

manusia dalam kehidupannya. Ada yang gagal bertahan dan kemudian

mengadopsi gangguan-gangguan fisik dan psikologis tertentu, ada yang mencoba

bertahan namun gagal dan membiarkan luka batin kerap mengganggu kehidupan,

namun ada yang berhasil bertahan, meningkatkan ketegaran, merubah diri,

menjalani kehidupan secara bahagia, bermartabat dan sehat lahir batin.

Berbagai problema kehidupan yang terus muncul dalam kehidupan akan

semakin terakumulasi karena manusia gagal memahami situasi yang sebenarnya

terjadi dan salah mengambil pilihan terhadap kehidupannya.

Manusia ditakdirkan untuk berbeda dengan mahluk lain, diciptakan dengan

banyak kelebihan; terutama berpikir, merasa, dan bertindak. Dengan segala

(17)

commit to user

kelebihan dan kekurangannya, manusia memiliki kesempatan untuk menentukan

pilihan dalam hidup, dimana setiap pilihan yang berbeda - seiring dengan

takdirnya-akan menentukan arah nasib yang berbeda pula dalam proses menjadi

“seperti apa” dirinya di kemudian hari.

Dalam proses menjadi “seperti apa” itu, manusia mengalami banyak

peristiwa dan kejadian-kejadian yang akan menempatkan dirinya dalam suatu

proses duniawi yang khas manusia, yaitu Belajar. Proses belajar yang dilalui

manusia menandai perubahan diri seseorang untuk menjadi individu yang berbeda

nantinya. Sekali lagi manusia menggunakan kekuatan dan kelebihan khas

manusiawinya untuk menentukan pilihan hidup, yang ditandai dengan motivasi.

Motivasi inilah yang membedakan manusia, antara manusia yang satu dengan

yang lain, yang mau berubah menjadi individu yang lebih baik atau tidak mau dan

justru menjadi manusia yang tidak baik sama sekali. Motivasi juga yang menandai

kekuatan dari keinginan manusia untuk belajar dan berubah.

Salah satu makhluk Tuhan yang sangat khas mengalami perubahan menjadi

sosok yang jauh lebih indah adalah kupu-kupu. Proses perubahan itu dikenal

dengan istilah metamorfosa. Bayangkan seekor kupu-kupu, yang mengalami

metamorfosa dari bentuk ulat, menjadi kepompong dan kemudian menjadi

kupu-kupu yang indah.

Manusia tidak mengalami metamorfosa, dalam artian fisik yang

sesungguhnya, tidak mengalami proses terlahir serupa telur, menjadi ulat, menjadi

kepompong lalu terlahir kembali menjadi seperti kupu-kupu. Tetapi sebenarnya,

dengan prinsip asosiasi yang serupa, proses metamorfosa dapat terjadi pada

manusia secara psikologis pada momen-momen tertentu dalam kehidupan, yang

menandai berbagai macam perubahan, baik perubahan peran, perubahan

kepribadian, perubahan kualitas hidup, bahkan perubahan nasibnya. Setiap proses

perubahan yang terjadi, mengandung pilihan bijak individu, untuk berubah

menjadi sosok yang lebih indah-bagaikan kupu-kupu.

Berbeda dengan kupu - kupu yang tidak memiliki pilihan, manusia justru

memiliki kesempatan untuk memilih, menumbuhkan motivasi dalam diri,

mengambil keputusan, menjalani proses belajar, memaknai hidup dan menjadi

(18)

commit to user

Yang tetap perlu diingat adalah bahwa semua peristiwa dalam kehidupan

manusia selalu mengandung campur tangan Tuhan, penguasa jagad raya, dan

bahwa sesungguhnya Tuhan tiada pernah merubah nasib manusia, kecuali apabila

manusia itu mau berusaha merubah nasibnya sendiri.

1. Karakteristik Konflik

Konflik adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan. Di dalam

konsep kerjasama tim ada “form, storm, norm, perform”. Selain pembentukan,

penciptaan norma dan standar, dan berunjuk kerja, ada juga badai. Di dalam

konsep perubahan ada “pain, isolate, heal, dan commitment”. Selain

mengisolasi diri, penyembuhan, dan berkomitmen, ada juga merasakan sakit.

Semua fase di dalam kerjasama tim dan perubahan itu adalah tahapan-tahapan

yang paling alamiah di dalam kehidupan. Maka, konflik sebenarnya juga

membawa kebaikan di baliknya.

Konflik terjadi ketika ada dua atau lebih nilai, sudut pandang, prinsip,

atau pendapat berkontradiksi satu sama lain. Konflik dapat terjadi:

a. Di dalam diri kita sendiri (konflik internal), yaitu ketika merasa tak lagi

hidup di dalam sistem nilai yang kita yakini sebagai kebaikan dan

kebenaran.

b. Ketika kita merasa bahwa nilai, sudut pandang, prinsip, atau pendapat kita

sedang terancam (konflik eksternal).

c. Ketika kita merasa terancam oleh ketakutan dan kekhawatiran akibat

kekurangtahuan atau oleh sesuatu yang tidak kita ketahui, atau oleh rasa

kurangnya pencapaian (konflik eksternal). Ini bisa diselesaikan dengan

terus belajar.

2. Manfaat Konflik

a. Konflik memberi kekuatan untuk lebih fokus pada isu-isu dari persoalan.

b. Konflik membantu kita untuk tetap hidup realistis "di dunia nyata" yang

tidak sempurna.

c. Konflik membantu kita untuk belajar dan mengambil manfaat dari berbagai

(19)

commit to user

3. Cara Berurusan dengan Konflik Internal

a. Identifikasi konfliknya, jika perlu jadikan proyek dan beri nama. Ingatlah

bahwa "nama = makna". Tanpa nama, sulit memberi makna. Dan tanpa

makna, yang ada adalah kebingungan dan ketidakjelasan.

b. Berbicaralah kepada seseorang. Ini diperlukan untuk meringkaskan konflik

menjadi deskripsi yang lebih pendek dan akurat.

c. Ambillah sebuah sudut pandang terhadap konflik. Gunakan sebuah

kacamata, misalnya pengembangan diri, kemajuan karir, pribadi, masa

depan profesi, karyawan, pebisnis, dan sebagainya. Seberapa pentingkah

terselesaikannya konflik ini? Apakah memburuknya konflik ini terjadi

karena kita lelah, karena kita marah, atau karena hal lain? Apa peran diri

kita di dalam konflik ini? Pemicu, penyebab, memperparah, meringankan,

memperjelas, memperberat? Ini diperlukan untuk memutuskan apakah kita

perlu melakukan yang nomor 2 di atas.

d. Lakukan apa yang bisa kita lakukan secara konstruktif terkait dengan

konflik. Uraikan deskripsi konflik (poin 2 di atas) menjadi poin-poin isu.

Pilih setidaknya satu isu yang bisa kita garap untuk keluar dari konflik.

Lalu tentukan setidaknya tiga tindakan terkait dengan isu itu. Untuk setiap

tindakan, tentukan minimal tiga pro dan kontranya. Pilih tindakan yang

paling meringankan konflik.

e. Lakukan. Tunggu perkembangan setidaknya satu hari, guna menentukan

tindakan lain.

B. Tinjauan Tentang Seni Lukis

Estetika sebagai hasil perkembangan pemikiran manusia telah lama

berupaya memetakan apa yang selama ini disebut dengan keindahan dari berbagai

sudut kemungkinan pembacaan atasnya. Perkembangan kebudayaan manusia

berbanding lurus dengan makin banyak dan beragamnya definisi tentang

keindahan terlebih ketika manusia mulai menemukan dan menyadari hadirnya

seni. Selanjutnya keduanya mulai bersinergi membentuk serangkaian diskursus

(20)

commit to user

philosophy of the beautiful,the science of beauty and “taste” Pada pokoknya

,estetika adalah filsafat tentang hal yang indah, ilmu tentang keindahan dan

“citarasa” (dalam The Liang Gie 1996: 87). Sedangkan lebih jauh berkaitan

dengan seni rupa atau visual arts, EB. Feldman menjelaskan bahwa estetika dapat

diberi arti sebagai ilmu pengetahuan pengamatan (The Science of Perception).

(dalam Sahman 1993: 45)

Seni rupa sebagai salah satu cabang seni yang mutlak melibatkan unsur

visual tentulah termasuk didalamnya,lebih khusus lagi menunjuk pada seni lukis

dimana unsur visual merupakan hal yang tidak dapat dilepaskan dari proses

pengamatan tersebut baik dalam rangkaian proses penciptaannya maupun kelak

dalam kaitannya dengan apresiasinya. Oleh EB. Feldman estetika bahkan tidak

hanya digunakan dalam arti filsafat seni tapi, tetapi sebagai ilmu pengetahuan

tentang pengamatan yang berurusan dengan pertanyaan yang ada kaitannya

dengan cara dan proses pengamatan yang kemudian membentuk pengalaman seni.

Maksud dengan pengamatan adalah hal ikhwal melihat dan memahami

bentuk-bentuk visual. Seni lukis sebagai bagian dari visual arts memerlukan estetika

sebagai sumber telaahnya, dalam artian pemahaman terhadap seni lukis idealnya

harus berdasarkan pada pengamatan terhadap unsur-unsur pembentuk karya seni

tersebut. Lukisan sebagai sebuah karya seni atau sebagai salah satu media seni

menggunakan segi visual atau fisik sebagai unsur utamanaya, daya ungkap,

kualitas (dalam hal ini ciri-ciri yang memenuhi syarat) seni lukis terletak tentu saja

pada apa yang dapat dilihat terlebih dahulu baru kemudian melalui proses

apresiasi akan muncul interpretasi serta pemahaman yang lebih jauh terhadap

karya tersebut.

Seni lukis adalah salah satu cabang seni rupa dua dimensi yang populer dan

mempunyai banyak gaya, aliran, dan teknik pembuatan maupun bahan serta alat

yang digunakan. Dalam proses penciptaan, karya seni rupa dua dimensi ini tidak

terlalu terikat pada aturan teknis yang rumit bila dibandingkan dengan cabang seni

rupa lainnya semisal seni patung dan seni cetak (grafis) dimana memerlukan

langkah-langkah yang lebih banyak dan kompleks walaupun pada

perkembangannya seni lukis mengalami banyak pengembangan dalam teknis

(21)

commit to user

(yang kental maupun cair) di atas permukaan yang datar, sehingga karya lukis

sering dilihat sebagai karya dua dimensi. (dalam Sahman 1993: 55) Berbagai

kesan dan konfigurasi yang diperoleh darinya diharapkan dapat mengekspresikan

berbagai makna atau nilai subjektif, mengenai bidang sebenarnya tidak harus

berupa bidang datar mengingat terdapat kemungkinan untuk melukis pada bidang

yang tidak datar, melengkung atau bergelombang misalnya. Sementara The Liang

Gie mendefinisikan seni lukis sebagai hasil karya dua dimensional yang memiliki

unsur warna, garis, ruang, cahaya, bayangan, tekstur, makna, tema dan lambang

(1996: 97). Selain itu, Mikke Susanto mengatakan bahwa seni lukis adalah bahasa

ungkap dari pengalaman artistik maupun ideologi yang menggunakan warna dan

garis guna mengungkapkan perasaan, mengekspresikan emosi dari kondisi

subyektif seseorang (2002: 71). Berkaitan dengan hakikat penciptaan seni visual

(lukisan), Yasraf Amir Pilliang berpendapat bahwa lukisan adalah jalan berliku

yang penuh dengan tanda tanya, yang jawabannya ditangguhkan, diulur-ulur,

penuh jebakan, jawaban palsu yang pada akhirnya menggiring kita ke arah satu

jawaban, satu kebenaran atau malah meninggalkan kita dalam keadaan tanpa

jawaban dan tanpa kebenaran (2003: 244 ). Dari beberapa pendapat tersebut

diatas, seni lukis mengandung pengertian sebuah kebulatan atau keutuhan secara

organis yang melibatkan unsur-unsurnya kedalam bidang dua dimensional yang

merupakan penjabaran dari sebuah ide, ekspresi, dan emosi subyektif yang

didalamnya memiliki banyak kemungkinan untuk ditelaah dan dicari maknanya.

Seni lukis biasanya mengunakan kanvas sebagai medianya, namun selanjutnya

seni lukis mengalami perkembangan yang pesat termasuk dalam penggunan materi

alternatif sebagai medianya, terlebih pada karya-karya lukis dewasa ini dimana

eksperimentasi teknis dan konsep banyak dilakukan sehingga menghasilkan

karya-karya seni lukis yang lebih beragam baik dalam pemilihan bahan, obyek,

dan tema lukisannya. Hal ini banyak dilakukan karena masing-masing seniman

berupaya menampilkan keunikan dalam karya-karyanya, terlebih lagi ketika

konsep kekinian banyak dijiwai hal ikhwal personalitas. Keunikan individu untuk

tidak menjadi sama adalah nilai lebih, Modus dan cara penyajian yang mainstream

seringkali “digugat” dan begitu pula ketika merambah ke urusan obyek-obyek

(22)

commit to user

konvensional bentuk-bentuk estetik tersebut dapat saja menampilkan hal-hal yang

tidak lazim dan bahkan bagi sebagian orang tidak masuk akal untuk dikatagorikan

sebagai karya seni. Namun hal tersebut merupakan hasil perkembangan wacana

yang ada yang selalu memungkinkan munculnya gagasan-gagasan dan ide-ide

yang berkembang seiring zaman. Dari sinilah sebuah karya seni mampu

menempatkan diri sebagai salah satu kemungkinan artefak untuk membaca

kecenderungan zaman tertentu.

C. Ekspresionisme

Seni cenderung memuat ungkapan dan kondisi subyektif seseorang, oleh

karena itulah seni seringkali dikaitkan dengan ekspresi pribadi. Herbert Read

mengatakan bahwa secara teoritis urutan terjadinya seni adalah: pengamatan

terhadap kualitas material, penyusunan terhadap hasil pengamatan, dan penataan

susunan tadi untuk mengekspresikan emosi atau perasaan yang dirasakan

sebelumnya. Berkaitan dengan hal tersebut dalam seni lukis terdapat sebuah istilah

untuk menunjuk penciptaan karya yang mendasarkan pada ekspresi pribadi, yaitu

ekspresionisme (dalam Soedarso 1990).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ekspresionisme berarti aliran seni

yang melukiskan perasaan dan penginderaan batin yang timbul dari pengalaman

diluar yang diterima tidak saja oleh panca indera, melainkan juga oleh jiwa

seseorang (2001: 291). Soedarso menjelaskan pendapat Worringer tentang

ekspresionisme sebagai berikut: “…karya ekspresionistik umumnya terdapat

tendensi ke arah individualistik. Pada pribadi-pribadi tidak ditumbuhkan

nilai-nilai sosialnya, melainkan dikembangkan kesadarannya akan isolasi dan

keterpisahannya, dalam arti bahwa sekalipun secara fisik berkumpul dengan orang

lain, namun secara psikologis setiap orang adalah terpisah…” (1990: 78).

Sedangkan Herbert Read menjelaskan bahwa ekspresionisme adalah suatu jenis

seni yang berusaha untuk menggambarkan perasaan subyektif seorang seniman,

bukan kenyataan alam yang obyektif. Lebih lanjut Read menyatakan :…”seni

yang ekspresionistik adalah seni yang memberikan pelepasan lahiriah bagi

desakan, ataupun bagi kepentingan-kepentingan yang ada (dalam Listiono 1974 :

(23)

commit to user

demikian hasil seni menjadi jalur-jalur pengaman yang dapat menyalurkan

kekecewaan psikis yang tidak tertahankan dan mengembalikan keseimbangan.

Pelepasan kekuatan psikis seperti itu cenderung untuk menuju ke arah sikap yang

dibesar - besarkan kepada distorsi perwujudan alamiah yang akan berakhir dengan

bentuk-bentuk yang aneh - aneh…”. Dalam hal ini ekspresi dijadikan pijakan

utama dalam berkarya seni lukis.

D. Simbolisme dan Seni

Dalam kehidupannya manusia selalu berkembang dan berinteraksi

menggunakan simbol-simbol. Karya seni sebagai produk kebudayaan manusia

juga merupakan sebuah benda yang berupa simbol. Menurut etimologinya, simbol

dan simbolisasi diambil dari kata Yunani sumballo (sumballein) yang mempunyai

beberapa arti, yaitu berwawancara, merenungkan dan memperbandingkan,

bertemu, melemparkan menjadi satu, dan menyatukan. Bentuk simbol adalah

penyatuan dua hal luluh menjadi satu ( Hans J. Daeng 2000 : 82). Mircea Eliande

menyatakan bahwa simbol mengungkapkan aspek-aspek terdalam dari kenyataan

yang tidak terjangkau oleh alat pengenalan yang lain (dalam Hans J Daeng 2000).

Gambar, simbol dan mitos mengungkapkan modalitas. Penelaahan atasnya

membuka jalan untuk mengenal manusia sebelum terjalin dalam peristiwa sejarah.

Rupa simbol dapat berubah, tapi fungsinya sama. Biasanya simbol terjadi

berdasarkan metonimi (metonimy), yakni nama untuk benda lain yang terasosiasi

atau menjadi atributnya dan metafora (metaphor), yaitu pemakaian kata atau

ungkapan lain untuk objek atau konsep lain berdasarkan kias atau persamaan

(Kridalaksana dalam Alex Sobur. 2003 : 155). Simbol melibatkan tiga unsur yaitu

simbol itu sendiri, satu rujukan atau lebih, dan hubungan antara simbol dengan

rujukan. Ketiga hal ini adalah merupakan dasar bagi semua makna simbolik.

Simbol selalu mengacu kepada objek tertentu diluar tanda itu sendiri. Hubungan

antara simbol sebagai penanda dengan sesuatu yang ditandakan (petanda) bersifat

konvensional. Berdasarkan konvensi terebut masyarakat pemakainya menafsirkan

ciri hubungan antara simbol dengan objek yang diacu dan kemudian menafsirkan

(24)

commit to user

Seperti yang telah dikemukakan diatas, karya seni pada hakikatnya juga

merupakan sebuah simbol berkaitan dengan makna yang ada dibalik karya

tersebut. Susanne K Langer menyatakan bahwa simbol-simbol yang ditempelkan

pada karya seni itu disebut sebagai the symbol in art yang harus dibedakan dengan

the art symbol yang kemudian istilah ini diubahnya menjadi expresive form (dalam

Soedarso 2006 : 39). Simbolisasi yang terakhir ini, yaitu bahwa seni sebagai

expressive of feeling, sebagai ekspresi dari jalinan antara sensibilitas, emosi,

perasaan, dan kognisi yang impersonal merupakan ciri utama dari karya seni

sehingga karena itu Langer menyebutnya sebagai expressive form, maka (karya)

seni adalah simbol yang juga sekaligus bermuatan simbol. Demikian pula dalam

seni rupa, dalam hal ini seni lukis. Apa-apa yang yang terlihat di dalam sebuah

karya apapun medianya adalah merupakan serangkaian dari simbol-simbol seperti

yang dimaksud diatas, sehingga sebuah lukisan yang misalnya menampilkan

sebuah bunga tidaklah sekedar terlihat sebagai adukan dan komposisi warna-

warna belaka, namun adalah apa yang disimbolkannya. Kemudian dari pengenalan

ciri-cirinya apresian akan mampu mendefinisikan apa yang disimbolkan karya

sebagai bunga. Maka expressive form atau art symbol adalah hasil karya seni itu

sendiri yang kasat mata sedangkan symbol in art adalah arti atau perlambangan

yang dimuatkan kepadanya, misalnya lambang kesucian yang lebih lanjut menurut

Susanne K Langer disebut sebagai the import of an expressive form yang

dipandangnya lebih enak disebut demikian karena bentuk tadi mungkin saja

memiliki “arti“ lain disamping yang dimuatkan tersebut terlebih dalam seni rupa

kontemporer yang banyak menampilkan objek-objek alternatif dimana interpretasi

terhadapnya sangat terbuka terhadap kemungkinan pemaknaan-pemaknaan yang

lebih longgar dan terkadang tidak terduga. Sementara itu art symbol adalah

komposisi organik tunggal yang mengandung maksud bahwa bagian-bagiannya

tidak merupakan unsur yang berdiri sendiri. Dalam seni elemen-elemennya selalu

diciptakan secara baru bersama dengan keseluruhan karya dimana elemen tersebut

berada. Symbol in art adalah simbol dalam arti lumrah dan cenderung lebih

konvensional, namun art symbol adalah expressive form yang bukan sepenuhnya

simbol karena ia tidak selalu menyatakan sesuatu dibaliknya. Symbol in art adalah

(25)

commit to user

rupa tidak memakai sistem tanda tunggal untuk menyampaikan suatu sistem yang

abstrak secara konsisten seperti wacana ilmiah. Simbol muncul dalam konteks

yang sangat beragam dan digunakan untuk berbagai tujuan. Dalam pemahaman

karya seni rupa dan dalam penggunaannya oleh seniman, simbol berkembang

tanpa bisa secara mutlak dikendalikan dan digeneralisir sebagai sebuah sistem

tunggal pemaknaan, oleh karena itulah interpretasi dan penilaian terhadap sebuah

karya seni cenderung bersifat subyektif.

E. Karakteristik Karya

Lama diperdebatkan, apakah ekspresi seni harus mempesonakan, cantik,

memberikan rasa senang, dan membangkitkan pengalaman estetik. Kant

menjawab: Tidak! (Jim Supangkat, dalam Poem of Blood Tth: 7), dari sepenggal

kalimat diatas dapat ditarik sebuah permasalahan yang akan pelukis coba

akomodasi ke dalam konsep dan karya seni lukis.

Persoalan hubungan keindahan dan ekspresi seni sebenarnya sederhana

saja. “Akar” ekspresi seni adalah pengalaman merasakan keindahan. Pada proses

pengungkapan, pengalaman tentang keindahan ini mengalami berbagai stimulasi

yang muncul dari pengalaman-pengalaman dalam menjalani kehidupan. Terjadi

kemudian perumitan yang bisa dilihat sebagai “buah” pengalaman dalam

merasakan keindahan. Inilah ekspresi seni. Jim Supangkat lebih jauh mengatakan

bahwa mustahil seniman yang tidak mempunyai pengalaman merasakan

keindahan (tidak pernah menghasilkan karya yang menampilkan kecantikan)

memiliki kemampuan menampilkan ekspresi yang bermakna. Pada “struktur rasa”

inilah ekspresi dibangun. Dari sinilah pelukis kemudian mulai mengembangkan

kemungkinan untuk berkreasi (berkarya) melalui tema dan obyek yang mungkin

terkadang kurang bisa dikatakan sebagai karya yang indah secara konvensional

karena didalamnya memang memuat visualisasi yang cenderung provokatif.

Ekspresi berusaha pelukis bangun melalui unsur-unsur yang pelukis susun

sedemikian rupa melalui objek-objek dalam karya pelukis yang secara provokatif

menampilkan goresan-goresan, sapuan, lelehan dan lain sebagainya yang secara

(26)

commit to user

pelukis berupaya mengetengahkan keindahan yang terselubung lewat visualisasi

yang pelukis tampilkan, pelukis mencoba menampilkannya lebih sebagai upaya

menyadarkan tentang tragika yang membalut kehidupan, jadi dapat dikatakan

bahwa pelukis memulainya berdasarkan ekspresi personal tentang pemahaman

terhadap sesuatu berdasarkan konsep yang telah pelukis susun. Untuk

menampilkan tragika tersebut pelukis lebih memilih mengedepankannya secara

langsung tanpa memerlukan pemahaman yang bertele-tele dengan dibalut berbagai

macam “penghalusan” namun pelukis berusaha untuk membangun struktur rasa

lewat provokasi visual secara langsung. obyek tampak menonjol kontras dengan

obyek lain dalam lukisan yang seringkali ditiadakan atau digambarkan dengan

warna yang tidak mencolok, minimalis namun dengan daya tarik yang kuat.

Visualisasi berupa goresan-goresan, sapuan, lelehan dan penerapan konflik

internal yang distorsi atau dimunculkan dengan cara tertentu, disamping pemilihan

objek-objak yang lain, digunakan sebagai bahasa ungkap konflik internal dalam

diri pelukis atau lebih jauh disebut sebagai expressive form dalam penciptaan

karya seni lukis. Dari proses gagasan, visualisasi, kemudian untuk diapresiasi,

pelukis berharap akan dapat memberikan kontribusi terhadap perkembangan seni

rupa pada umumnya dan sebagai proses berkesenian pribadi pada khususnya.

F. Unsur-Unsur Seni Rupa

Unsur seni rupa adalah merupakan segala hal yang secara umum terdapat

pada setiap karya seni rupa. Sebagai elemen visual pembentuk karya secara

keseluruhan, unsur-unsur tersebut meliputi :

a. Garis

Garis adalah goresan dan batas limit dari suatu benda, massa, ruang,

warna dan lain-lain (Fajar Sidik & Aming Prayitno 1979:3). Sementara

manurut Mikke Susanto garis adalah perpaduan sejumlah titik yang sejajar

dan sama besar, memiliki dimensi memanjang dan punya arah, bisa pendek;

panjang; halus; tebal; berombak; melengkung; lurus dan lain-lain (2002: 45).

Garis sangat dominan sebagai unsur karya seni dan dapat disejajarkan dengan

peranan warna. Penggunaan garis secara matang dan benar dapat pula

(27)

commit to user

b. Warna

Menurut Fajar Sidik & Aming Prayitno warna adalah kesan yang

ditimbulkan oleh cahaya pada mata. (1979: 7) Warna merupakan salah satu

bagian terpenting dalam pembuatan sebuah karya lukis. Warna juga dapat

digunakan tidak demi bentuk tapi demi warna itu sendiri, untuk

mengungkapkan kemungkinan-kemungkinan keindahannya serta digunakan

untuk berbagai pengekspresian rasa secara psikologis.

c. Tekstur

Tekstur adalah nilai raba pada suatu permukaan benda, baik nyata

maupun semu (Fajar Sidik. 1979). Tekstur adalah sifat permukaan yang

memiliki sifat-sifat seperti lembut, kasar, licin, lunak ataupun keras. Menurut

Rasjoyo tekstur dibatasi sebagi rasa permukaan atau penggambaran dari sifat

permukaan (1987: 42).

Ada dua tekstur yaitu tekstur nyata dan tekstur semu. Tekstur nyata

terjadi karena perbedaan rasa permukaan bila diraba (kasar-halus). Sedang

tekstur semu terjadi karena pengolahan gelap terang maupun kontras warna

sehingga permukaan tampak kasar atau tampak halus.

d. Ruang

Menurut A.A.M. Djelantik ruang adalah kumpulan beberapa bidang;

kumpulan dimensi yang terdiri dari panjang, lebar dan tinggi; ilusi yang dibuat

dengan pengelolaan bidang dan garis, dibantu oleh warna (sebagai unsur

penunjang) yang mampu menciptakan ilusi sinar atau bayangan yang meliputi

perspektif dan kontras antara terang dan gelap (1992: 21). Sedangkan menurut

Mikke Susanto ruang dikaitkan dengan bidang dan keluasan, yang kemudian

muncul istilah dwimatra dan trimatra (2002: 99). Dalam seni rupa orang

sering mengaitkan dengan bidang yang memilki batas atau limit, walaupun

kadang-kadang ruang bersifat tidak berbatas dan dan tidak terjamah. Ruang

juga dapat diartikan secara fisik adalah rongga yang yang berbatas maupun

(28)

commit to user

e. Shape (bidang)

Shape adalah suatu bidang kecil yang terjadi karena dibatasi adanya

warna yang berbeda, gelap terang atau karena adanya tekstur. Shape

mempunyai bentuk alam figur dan bentuk alam non figur. Shape dapat berupa

lingkaran, segi tiga, segi empat, segi banyak, bentuk tak berbentuk dan

sebagainya.

G. Prinsip-Prinsip Seni

Prinsip seni adalah serangkaian kaidah umum yang sering digunakan

sebagai dasar pijakan dalam mengelola dan menyusun unsur-unsur seni rupa

dalam proses berkarya untuk menghasilkan sebuah karya seni rupa. Prinsip

tersebut meliputi :

a. Kesatuan

Kesatuan atau unity adalah kesatuan yang diciptakan lewat sub-azaz

dominasi dan subordinasi (yang utama dan kurang utama) dan koheren dalam

komposisi karya seni (Mikke Susanto, 2002 : 110). Prinsip kesatuan ini

menekankan pada adanya integritas jalinan konseptual antara unsur-unsurnya.

Kesatuan dapat dicapai dengan pengulangan penyusunan elemen-elemen

visual secara monoton. Cara lain untuk mencapai kesatuan adalah dengan cara

pengulangan untuk warna atau arah gerakan goresan.

b. Keseimbangan

Keseimbangan atau balance adalah penyesuaian materi-materi dari

ukuran berat dan memberi tekanan pada suatu komposisi dalam karya seni

(Mikke Susanto, 2002 : 20). Keseimbangan dapat dicapai dengan dua macam

cara yaitu dengan keseimbangan simetris dan keseimbangan asimetris.

Keseimbangan simetris menggunakan sumbu pusat diantara bagian-bagian

yang tersusun dengan bentuk kurang lebih mencerminkan satu dengan yang

lain. Keseimbangan simetris mengesankan perasaan formal atau stabil

(29)

commit to user

informal. Keseimbangan tidak dicapai menggunakan sumbu pusat, melainkan

dengan menggunakan warna gelap terang untuk membuat bidang-bidang

tertentu lebih berat secara harmonis dengan bidang yang lain.

c. Ritme

Ritme menurut E. B. Feldman seperti yang di kutip Mikke Susanto

adalah urutan pengulangan yang teratur dari sebuah elemen dan unsur-unsur

dalam suatu karya seni (2002 : 98). Ritme dapat berupa pengulangan bentuk

atau pola yang sama tetapi dengan ukuran yang bervariasi. Garis atau bentuk

dapat mengesankan kekuatan visual yang bergerak di seluruh bidang lukisan.

d. Harmoni

Harmoni atau keselarasan adalah tatanan ragawi yang merupakan produk

transformasi atau pemberdayagunaan ide-ide dan potensi-potensi bahan dan

teknik tertentu dengan berpedoman pada aturan-aturan yang ideal (Mikke

Susanto, 2002 : 49). Harmoni juga bisa ditimbulkan dari adanya kesatuan

yang mengandung kekuatan rasa yang ditimbulkan karena adanya kombinasi

unsur-unsur yang selaras antara lain rasa tenang, gembira, sedih, haru dan

sebagainya.

e. Proporsi (Ukuran Perbandingan)

Proporsi merupakan perbandingan antara bagian-bagian dalam satu

bentuk yang serasi. Proporsi berhubungan erat dengan keseimbangan, ritme

dan kesatuan. Keragaman proporsi pada sebuah karya maka akan terlihat lebih

dinamis, kreatif dan juga alternatif. Selanjutnya Tjahjo Prabowo dalam

bukunya yang berjudul “Desain Dasar I (Desain Dua Dimensional) Desain

Dwi Matra” menjelaskan bahwa proporsi merupakan hubungan perbandingan

antara bagian dengan bagian dan atau antara bagian dengan keseluruhan.

Lebih lanjut dijelaskan mengenai hal-hal yang perlu diperbandingkan yaitu;

antara unsur dengan unsur yang terdapat dalam bidang gambar, antara unsur

visual dengan bidang gambar, serta antara bidang gambar dengan kertas

(30)

commit to user

Soepratno menyatakan bahwa proporsi merupakan suatu ukuran

perbandingan antara bagian-bagian yang satu dengan yang lain pada benda

tersebut (1985: 100)

f. Variasi

Menurut JS. Badudu variasi adalah sesuatu yang lain daripada yang biasa

(bentuk, tindakan, dsb) yang disengaja atau hanya sebagai selingan;

perbedaan; mempunyai bentuk yang berbeda-beda sebagai selingan supaya

agak lain daripada yang ada atau yang biasa (2003: 360).

g. Movement

Kesan gerak yang didapat dengan merangkai sekumpulan unsur tertentu

sedemikian rupa sehingga tercipta kesan gerak dalam sebuah karya seni rupa.

h. Eurhitmy

Merupakan kombinasi dari tekanan poporsi dan movement, yang

menghasilkan kesan gerak yang seimbang.

i. Limitasi

Pembatasan yang dilakukan sedemikian rupa terhadap unsur-unsur yang

diteapkan kedalam sebuah karya, berkaitan dengan komposisi untuk

mendapatkan proporsi karya yang ideal.

H. Tema, Bentuk, Bahan dan Tehnik dalam karya seni lukis

a. Tema

Tema dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990: 921) adalah pokok

pikiran dasar; dasar cerita (yang dipercakapkan, dipakai sebagai dasar

mengarang, mengubah sajak, dsb). Dalam menciptakan karya seni lukis, tema

dapat digunakan untuk menyamakan pandangan (persepsi) serta

mempermudah pelukis dalam menuangkan ide ke dalam karya dengan

menggunakanm elemen-elemen visual (unsur seni rupa) seperti garis, warna,

(31)

commit to user

b. Bentuk

Bentuk (form) adalah totalitas dari karya seni dan merupakan organisasi

atau suatu kesatuan (komposisi) dari unsur-unsur pendukung karya. Menurut

Dharsono ada dua macam bentuk: visual form yaitu bentuk fisik dari sebuah

karya seni dan special form yaitu bentuk yang tercipta karena adanya

hubungan timbal balik antara nilai-nilai yang dipancarkan oleh fenomena

bentuk fisiknya terhadap tanggapan kesadaran emosionalnya (2003: 25).

c. Bahan dan Teknik

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bahan adalah barang yang akan

dibuat menjadi barang lain (1990: 65). Barang yang digunakan pelukis sangat

dipengaruhi oleh penguasaan serta ketertarikannya. Penguasaan pada

sifat-sifat bahan sangat mempengaruhi hasil karyanya. Ketertarikan dapat

membawa pada proses eksperimen sehingga akan memperoleh pengetahuan

yang baru. Menurut Sudarmaji teknik adalah cara untuk mentransformir

elemen-elemen visual menjadi bentuk yang ideal dan bernilai sesuai dengan

ide serta gagasan (1973: 28).

I. Karya-karya Pembanding

Disini terdapat beberapa karya seniman baik dari dalam maupun luar negeri

yang digunakan sebagai acuan pembanding dan sumber inspirasi penciptaan karya

dalam penyusunan tugas akhir karya seni ini. Acuan disini lebih menitikberatkan

kepada aspek teknis visualisasi dimana saya sedikit banyak terpengaruh oleh gaya

visualisasi dan konsep berkarya yang mereka gunakan sehingga diharapkan akan

dapat terlihat posisi karya saya dan sekaligus melihat keunikan dan kekuatan

karya lukis saya, karya tersebut antara lain:

a. Made Supena

Made Supena adalah seorang perupa Ekspresionisme-Abstrak yang

tumbuh subur di bali sejak tahun 1990-an, Made Supena merupakan perupa

lulusan ISI Denpasar yang sekarang tergabung dalam sanggar dewata

(32)

commit to user

Wayan Sika, dan banyak lagi perupa-perupa yang lebih muda. Untuk

membedakan diri dengan pelukis-pelukis abstrak dari Yogyakarta, Bandung

dan Jakarta, para pionir ini terus-menerus bereksperimen mendedahkan

ikon-ikon budaya Bali pada karya-karya lukisnya, sebagai suatu upaya

memperkenalkan identitas lokal (ke-Bali-an). Dari sini kemudian bermunculan

lukisan-lukisan abstrakisme dan ekspresionisme-abstrak dengan ”rasa Bali.”

Seperti pendedahan ikon kain poleng (hitam-putih-abu), garis-garis yang

mengacu pada rerajahan (gambar-gambar magis untuk ritual dan jimat),

dominasi warna merah-hitam-putih-kuning, pembagian ruang atau bidang

yang mengacu pada filosofis sekala (nyata)-niskala (maya) dan rwe bhineda

(dua unsur yang berlawanan, namun mengharmoniskan), dan sebagainya.

Gambar 1

Karya Made Supena berjudul : ”Tebing” Acrylic on canvas, 120 x 150 cm, 1990

Pada lukisannya kita bisa menikmati aneka rupa warna yang

bersusun-susun, berlapis-lapis, berkelindan, membentuk berbagai komposisi harmoni.

Supena berupaya menafsirkan dan merepresentasikan realitas alam yang

memikat jiwanya ke dalam gubahan lukisan-lukisan abstrak. Pelukis kelahiran

Singapadu-Gianyar, 12 Januari 1970 ini menggali ilham dari alam karena alam

memang menyediakan banyak visual yang cenderung abstrak bila diamati dari

sudut tertentu. Misalnya langit pagi menjelang fajar atau langit senja saat

[image:32.612.164.522.216.519.2]
(33)

commit to user

berwarna coklat, longsoran pasir, batu-batu akik, kerak-kerak kayu,

tebing-tebing sungai, ngarai, lembah yang diterpa cahaya sore, gejolak laut biru,

lapisan pasir hitam pantai yang digerus air laut, dan sebagainya.

Yang menarik adalah lukisan berjudul ”Tebing” di mana Supena

memperlihatkan kecenderungan abstraknya yang agak lain dari

lukisan-lukisannya terdahulu. Pada lukisan ini Supena menafsirkan tebing kedalam

lukisan abstrak dengan pengolahan warna merah, kuning, oker yang

berlapis-lapis. Di pinggiran tebing yang berbatasan dengan air itu kita menjumpai tujuh

segitiga yang meruncing ke bawah membentuk bayang-bayang pada air biru

pekat.Lukisan-lukisan abstrak Supena mirip seperti puisi-puisi Cina klasik

yang memuji keindahan dan keagungan alam. Berbeda dengan pelukis

ekspresionisme-abstrak yang menciprat-cipratkan atau mengayunkan kuas

dalam semangat action painting, Supena malah terkesan sangat hati-hati alias

alon-alon asal kelakon dalam menyusun elemen-elemen rupa yang membentuk

lukisan abstraknya. Pembubuhan warna, pelapisan, pembentukan tekstur,

pencahayaan, pengolahan komposisi dilakukan penuh dengan berbagai

pertimbangan dan perhitungan estetika. Dengan elemen-elemen rupa itu,

Supena seperti sedang menyusun puisi-puisi liris pada bidang-bidang

kanvasnya.

b. Made Budhiana

Made Budhiana adalah seorang perupa Ekspresionisme-Abstrak yang

tumbuh subur di Bali sejak tahun 1990-an, Made Supena merupakan perupa

lulusan ISI Denpasar yang sekarang tergabung dalam sanggar dewata

Indonesia, antara lain Made Wianta, Made Bhudiana, Nyoman Erawan, Wayan

Sika, dan banyak lagi perupa-perupa yang lebih muda. Spirit alam adalah

kebebasan. Mereka yang tak percaya bahwa manusia dilahirkan ke dunia

bersama hak untuk hidup merdeka, rasanya perlu kembali menengok alam. Di

mata alam, semua boleh dicatat, segalanya mendapat tempat. Baik-buruk,

gelap - terang, kekerasan dan kelembutan. Semua menyatu dalam paduan

harmoni hidup yang ajaib dan mempesona. Keragaman, kontradiksi, konflik

(34)

commit to user

tanpa makna, sepanjang itu dihidupi dalam koridor hakikatnya yang tak saling

menaklukkan. Namun sebaliknya, justru memperkaya dan memperdalam

nuansa khazanah kemanusiaan. Persepsi dan penafsiran terhadap denyut

realitas bagi masing-masing orang memang boleh, bahkan perlu, berbeda.

Bagi dia, sumber penciptaan yang tak akan pernah habis digali

keindahannya adalah alam, baik itu alam natural, alam benda (man-made

nature), maupun masyarakat dan tradisi yang hidup didalamnya. Ia gampang

tergerak oleh lingkungan di sekitarnya. Kesemuanya itu - alam, manusia dan

budaya - senantiasa ditatapnya sebagai sebuah perayaan, sekaligus peristiwa

estetis. Keyakinan seperti inilah yang membedakan karya Budhi dari

kebanyakan pelukis abstrak yang lain. Dalam lukisan-lukisan abstraknya,

realitas hidup keseharian tetap menjadi acuan utama. Yang berbeda hanya

caranya dalam memilih perspektif, mempersepsi, dan akhirnya

merepresentasikan realitas itu lewat tafsir imajinasi di atas kanvas. Budhi

terhadap realitas banyak dipengaruhi arus emosi yang bergejolak dari konflik

batin yang dialaminya. Itulah sebabnya lukisan Budhi selalu menghadirkan

nuansa kegelisahan yang liar. Sapuan kuas yang bebas-lepas, penuh

warna-warni yang kontras disertai goresan-goresan tajam, semburan dan pelototan cat

dalam ritme cepat, seolah melabrak segala batasan tradisi, material, style

maupun teknik dan teori lukis standar. Dalam sejumlah lukisannya, ekspresi

liar Budhi tampak jelas dan teknik melukisnya yang membiarkan

percikan-percikan cat meleleh sendiri, dan seakan "membebaskan" lukisan itu untuk

(35)
[image:35.612.163.525.111.461.2]

commit to user

Gambar 2

Karya Made Budhiana berjudul : “Untitle” Acrylic on canvas, 150 x 200 cm, 1997

Jika ditelusuri lebih dalam, karya Budhi masih kuat menembuskan

vitalitas napas tradisi masyarakat Bali di tengah kedahsyatan getaran gempa

modernisme saat ini. Dibandingkan periode terdahulu yang mengeksplorasi

aspek magis seni gambar tradisional rerajahan Bali, karya-karyanya yang

belakangan lebih bersemangat menyerap roh tradisi itu dalam pesona

warna-warni yang dinamis, meriah, serta kadang terkesan seronok - bahkan

carut-marut - seperti halnya ragam gerak, piranti etnik maupun musik tradisional

Bali. Kendati demikian, sebagaimana maestro abstrak-ekspresionisme

Amerika, Jackson Pollock, muaranya tetaplah pada "konsistensi-dalam" (inner

consistency). Artinya, kontemplasi dalam sistem harmoni total yang universal

dan membebaskan.

c. Didik Dhnardono

Nama Didik Dhnardono merupakan salah seorang pelukis yang cukup

aktif bekegiatan seni di Yogyakarta. Didik lahir di Pacitan Jawa Timur dan

mendapatkan pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta, jurusan seni rupa.

Karya Didik secara umum menampilkan karya abstrak ekspresif dengan

suasana suram dengan dominasi warna-warna merah terang, mencitrakan

(36)

commit to user

tidak pada mengkonstruksi citra namun justru membiarkan unsur alami

membentuk citra itu sendiri, Didik membiarkan lelehan cat acrylic bercampur

air, mengikuti irama diatas permukaan kanvas yang telah diberi genangan air

sembari mengatur gerakannya agar tidak menjadi liar. Penjelajahannya

menghasilkan citraan yang spontan , namun dengan mengandalkan intuisi.

[image:36.612.171.515.208.463.2]

Gambar 3

Karya Didik Dhnardono berjudul : White Crow Acrylic on canvas, 120 x 170 cm, 2006

Karya berjudul “White Crow” memvisualisasikan sesosok burung gagak

berwarna putih dengan background warna merah memakai teknik blok,

sepintas terlihat gagak tersebut sedang terbang menuju kearah bawah, mungkin

Didik hendak menggambarkan sosok gagak yang sedang menukik dengan

menampilkan goresan ekspresif dan warna putih, untuk mendapatkan efek

gerak yang diinginkan.

d. Pramono

Pramono adalah salah satu perupa abstrak dengan karya lukisnya yang

bisa dikatakan cukup eksis di Yogyakarta. Karyanya banyak menampilkan

spontanitas dengan banyak pilihan warna kuning, orange, merah, coklat, serta

sedikit pilihan objek sehingga banyak didominasi goresan-goresan ekspresif

yang menghasilkan visualisasi manis. Pramono dilahirkan di Sleman, suatu

desa di Jombor, daerah perkampungan sawah, dengan suasana tenang yang

(37)

commit to user

Pendidikan seni rupanya diperoleh dengan cara otodidak, melalui pencarian

sendiri maupun pegaulannya dengan sesama seniman.

Visualisasi karyanya banyak menanpilkan suasana desa, seperti suasana

matahari terbit pagi, matahari tenggelam sore, hujan di persawahan, dan

lain-lain dengan objek-objek khas pedesaan seperti ngarai, persawahan, gunung,

dan lain-lain yang disulapnya dalam goresan-goresan ekspresif yang manis.

[image:37.612.176.443.224.462.2]

Gambar 4

Karya Pramono berjudul : Sunrise Oil on Canvas, 120 x 170 cm, 2005

Karya Pramono banyak menghadirkan tema-tema suasana pedesaan,

salah satunya adalah karya yang berjudul Sunrise yang secara tenang

menggambarkan suasana matahari terbit pagi hari di pedesaan. Lukisannya

menampilkan goresan yang sederhana dengan banyak bidang kosong serta

goresan spontan dan simbolik yang cukup mewakili banyak arti. Pramono

mengatakan bahwa lukisannya lebih bersifat kecintaannya terhadap alam

dimana ia dibesarkan. Secara utuh karya Sunrise dapat dibaca sebagai upaya

Pramono untuk mengingatkan bahwa manusia sebenarnya hidup diantara

(38)

commit to user

e. Hermann Nitsch

Hermann Nitsch, lahir tahun 1938 adalah seorang seniman kelahiran

Austria yang banyak bekerja dengan media-media eksperimental dan

multimedia karyanya mengeksplorasi tema-tema kekerasan. Ia berkaitan erat

dengan kelompok Vienna Actionist yang karya-karyanya berada diluar katagori

genre seni tradisional. Hermann mengerjakan karya-karyanya melalui

serangkaian performance art dengan memakai simbol-simbol ritual keagamaan

terutama yang berkaitan dengan ritual pengorbanan, mempertanyakan etika

moral dan teologi. Dengan keseniannya ia mencari pencerahan melalui ritual

pengorbanan, penyaliban dan penyembelihan binatang yang mengingatkan

kepada ritual tradisional paganistik. Karya lukisannya yang dihasilkan melalui

performance yang dilakukannya (action painting) juga merekam sedemikian

rupa jejak “kekerasan” yang melandasi proses berkaryanya, berupa semacam

leleran dan ceceran darah yang didominasi warna merah yang seolah

mengindikasikan adanya mutilasi organis. Karyanya yang biasa digolongkan

kedalam katagori actionism konon hadir sebagai ikon suci signifikasi metafisik

yang menampilkan kecantikan dari kengerian itu sendiri, sebuah kontemplasi

kehidupan yang sublim tentang kekuasaan, transgresi, dan ekstremisitas

Berikut adalah salah satu karyanya yang berjudul Six Day Play yang

merupakan sebuah karya terakhir dari salah satu proyek seninya yang dimulai

sejak tahun 1957. Karya ini dimaksudkannya sebagai cerita penciptaan yang

(39)
[image:39.612.162.525.112.464.2]

commit to user

Gambar 5

Karya Hermann Nitsch berjudul : Six Day Play Oil and acrylic on Canvas, 200 x 300 cm, 1998

Six Day Play secara umum menampilkan “jejak kekerasan” melalui warna dan

corak lukisan yang didominasi leleran cat berwarna merah darah, memenuhi

bidang kanvas mulai dari bidang atas sampai kebagian bawah yang dengan

mudah mengasosiasikan pikiran kita dengan percikan darah. Karya ini terasa

bertambah “berat” melalui ukurannya yang cukup spektakuler yakni 200 x 300

cm. Dengan jalan ini Hermann Nitsch menemukan jalan yang tepat untuk

(40)

commit to user

BAB III

PROSES VISUALISASI PENCIPTAAN

A. Ide Pemilihan Objek

“Work of art is a man made object”. Karya seni lahir berkat adanya

kegiatan manusia, tentu saja disini karya seni (rupa) memunculkan adanya obyek

itu sebagai hasil karya seni itu sendiri. Karya seni apapun materialnya selalu

berada di dalam lapisan dan kaitan nilai-nilai , konteks, makna, dan interpretasi.

Itulah mengapa karya seni rupa sebagai satu tindakan total (rasa, imajinasi,

gagasan, pikiran, impian, obsesi) individu terhadap dunia sekelilingnya merupakan

salah satu bentuk produk kebudayaan, karena ia berada dan berfungsi dalam

proses pembelajaran, merespon, memahami, merenungkan, memaknai, dan

mencerahkan. Sebagai makhluk individu dan sekaligus makhluk sosial manusia

selalu berhadapan dengan nilai-nilai baik subyektif maupun obyektif gesekan

antara keduanya sering kali menimbulkan tegangan-tegangan yang muncul ke

permukaan sebagai akibat interaksi antar individu.

Dari sinilah ide awal pemilihan obyek karya pelukis bermula, secara umum

kebanyakan karya pelukis banyak menampilkan dominasi ruang yang kosong

dengan perspektif yang mengesankan keruangan serta menampilkan narasi

manusia dengan lingkungan yang biasa mengelilinginya semisal pintu, bidang,

sosok tubuh dan beberapa obyek lain yang dekat dengan kehidupan manusia, hal

tersebut banyak ditemukan pada karya-karya awal lukisan pelukis sebagai

visualisasi pelukis terhadap manusia dan kompleksitas permasalahan yang banyak

melingkupinya, disana akan cenderung membawa apresian ke arah lanskap yang

senyap, sunyi dan tanpa batas yang terkadang dapat membawa manusia ke dalam

perasaan yang “menyakitkan” karena individualitas yang secara kodrati

dimilikinya. Kemudian pada perkembangan selanjutnya karya lukisan lebih

mengarah langsung kedalam rasa “sakit” seperti yang pelukis sebutkan diatas

dengan visualisasi yang lebih simpel dan cenderung tidak senaratif karya-karya

awal penulis. Disini penulis cenderung lebih menekankan pada kekuatan obyek

yakni memunculkan angka tujuh yang dilukis secara terselubung diantara

(41)

commit to user

objek lukisan lain yang ditampilkan dengan sederhana. Obyek tersebut pelukis

rasa memiliki kekuatan tersendiri sebagai sebuah expressive form karena setiap

manusia memiliki hal tersebut didalam dirinya, sehingga tiap orang akan memiliki

semacam ikatan dan tegangan emosional tersendiri dalam berinteraksi dengan

obyek yang penulis pilih.

B. Konsep Penciptaan

Karya-karya pelukis tidak berpretensi untuk mempersoalkan tentang

benar-salah, baik-buruk, maupun sebagai bentuk acuan normatif lainnya. Penciptaan

karya saya berangkat dari satu titik yang sama yaitu kesadaran tentang ketiadaan

(nothingness), nihil, hampa tanpa pretensi apa-apa, namun kehampaan disini saya

sadari sepenuhnya dan kemudian saya kelola sebagai titik awal dalam berkarya.

Pelukis selalu berfikir bahwa segala sesuatu tidak pernah hadir secara mutlak

sebagai satu fenomena tanpa oposisi atasnya, begitu pula dengan kehampaan itu

sendiri yang menyimpan potensi kebalikannya yakni isi. Manusia sebagai individu

cenderung kehilangan orientasi ketika kesendirian dan kehampaan menerpanya.

Kahampaan dan kesunyian dapat menghadirkan rasa “sakit” tersendiri sehingga

manusia memerlukan jalan keluar untuk mengatasinya, rasa sakit tidak selalu

secara fisik namun lebih ke arah psikis. Sosialisasi adalah salah satu jalan yang

dapat dilalui manusia, terlebih manusia juga memiliki kodrat sebagai makhluk

sosial, namun pada prakteknya dalam sosialisasi manusia juga akan banyak

mengalami benturan-benturan terkait dengan individualitasnya. Terlebih ketika

kehidupan sosial banyak dimuati kepentingan-kepentingan individu yang

cenderung lebih mengedepankan ego yang pada akhirnya akan menimbulkan

permasalahan yang kian kompleks dalam diri manusia, tanpa memperoleh kanal

penyaluran yang tepat keadaan tersebut akan mampu memunculkan tekanan, dan

tegangan dalam diri seseorang. Tekanan tersebut terkadang begitu besarnya

sehingga manusia dapat kehilangan kendali atas dirinya sendiri. Dalam kondisi

inilah penulis justru melihat potensi rasa “sakit” manusia yang sesungguhnya.

Dari sinilah pelukis memulai memanifestasikan apa yang tertangkap

kedalam karya seni lukis, bentuk dan visualisasi yang digambarkan mewakili

(42)

commit to user

sebagai provokasi dan sekaligus sebagai kekuatan ekspresi dalam karya seni lukis

tersebut, provokasi lebih bertujuan keluar diri sedangkan ekspresi lebih cenderung

mengarah kepada kepuasan pribadi, penuangan perasaan dan emosi subyektif

kedalam karya seni lukis. Objek lukisan yang cenderung provokatif lebih mudah

memberikan provokasi ke arah yang dimaksudkan sekaligus dapat dirasakan

bahwa dari segi ekspresi juga terpenuhi. Mengenai hasil akhirnya penulis tidak

begitu mementingkan terutama apakah visualisasi tersebut indah ataupun tidak

karena ekspresi mutlak berada di tangan seniman dan dalam kesadaran tertentu hal

itu sepenuhnya sebagai pegangan agar tidak merasa terikat dalam berkarya. Seni

dapat diberi batasan sebagai kesatuan organis unsur-unsur yang bernilai ungkap,

unsur-unsur itu meliputi representasi, konotasi, dan materi tanggap inderawi dan

dalam hal ini tidak ada satu nilai pun yang tidak dapat direpresentasikan,

dikonotasikan atau diberi bentuk tanggap inderawi, oleh karena itu seni tidak

terbatas pada hal yang indah-indah saja. Karya seni selama ini memang berusaha

mengungkapkan dan membangkitkan perasaan, keadaan, atau suasana tertentu

sehingga tetap merangsang daya imajinasi apresian dan apresian memberikan

kunci terhadap hidup matinya karya seni baik dalam bentuk mencintai maupun

membencinya.

C. Bahan, Alat, dan Tehnik

Dalam penciptaan sebuah karya seni mutlak diperlukan adanya bahan, alat

serta teknik untuk mengelolanya sedemikian rupa agar tercipta sebuah karya.

1. Bahan

Secara umum pelukis menggunakan bahan-bahan yang biasa digunakan

untuk melukis secara konvensional meliputi:

a. Kanvas

Terbuat dari kain blaco dalam bentuk besar dengan ukuran panjang dan

lebar sesuai keinginan sebagai media untuk melukis, serta tekstur kain

(43)

commit to user

b. Cat

Dalam penciptaan karya pelukis biasa menggunakan beberapa jenis cat

sekaligus untuk menghasilkan efek dan visualisasi yang diinginkan,

meliputi:

1)Cat akrilik

Cat ini menggunakan air sebagai pelarutnya dengan tingkat kecepatan

kering yang lebih tinggi daripada cat minyak.Cenderung bersifat blok

walaupun dapat pula diaplikasikan secara transparan.Cat yang

digunakan adalah Mowilex, Express, Disnilux.

2)Pelarut cat

Pelukis menggunakan beberapa basis pelarut dalam berkarya yaitu: air

sebagai pelarut cat acrylic.

c. Bambu

Bambu diggunakan sebagai finising yang berfungsi sebagai figura

d. Tali

Tali digunakan sebagai salah satu instrument dalam lukisan dan berfungsi

sebagai penghubung pengikat b

Gambar

Gambar, simbol dan mitos mengungkapkan modalitas. Penelaahan atasnya
gambar (1999: 17).
   Gambar 1 Karya Made Supena berjudul :
Karya Made Budhiana berjudul : Gambar 2 “Untitle”
+7

Referensi

Dokumen terkait

Begitu juga dengan hasil penelitian Muslifah pada tahun 2008 yang menunjukkan bahwa semakin external locus of control siswa maka semakin tinggi kecenderungan

Telah dilakukan penelitian tentang Uji Aktivitas Ekstrak Buah Pare (momordica charantia L.) terhadap pertumbuhan propionibacterium acnes yang bertujuan untuk

Dengan demikian hipotesis Ha diterima dan menolak Ho karena F hitung > F tabel, artinya anggaran waktu audit, kompleksitas dokumen audit dan pengalaman auditor

Kegiatan Audit ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas disipilin dosen pada IBI Darmajaya, pengaruh kegiatan Audit ini secara umum sangat mempengaruhi terhadap

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui bagaimana pengaruh variabel makro yaitu rasio profit sharing, Inflasi, PDB, dan SWBI terhadap Tabungan Mudharabah di Perbankan

Respon pertumbuhan (persen daya tumbuh, pembentukan kalus maupun pembentukan tunas) terhadap dosisi iradiasi pada kentang hitam cenderung bersifat curvilinear yaitu meningkat pada

Soesilo, RIB/HIR dengan Penjelasan lengkap disertai Undang-undang/Peraturan- peraturan: Hukum Acara Perdata-Hukum Acara Pidana Peradilan Umum, (Bandung :

Simulasi yang dilakukan ditujukan untuk memperlihatkan bahwa untuk level harmonik tegangan output yang sama yang dihasilkan dari topologi inverter multilevel 4 komponen