TINJAUAN HISTORIS AKTIVITAS POLITIK PERHIMPUNAN INDONESIA DI BELANDA TAHUN 1908-1928
(Abstrak) Oleh: Four Nine
Perjuangan bangsa Indonesia mencapai kemerdekaan tidak saja terdapat di dalam negeri, akan tetapi juga di luar negeri yang dipelopori oleh mahasiswa-mahasiswa Indonesia di negeri Belanda. Melalui organisasi Perhimpunan Indonesia yang berhasil dibentuk, perjuangan mencapai kemerdekaan Indonesia dilakukan dengan berbagai aktivitas politik yakni diskusi politik, menghadiri dan berbicara dalam forum internasional dan mengekspresikan pendapat pada media. Awalnya Perhimpunan Indonesia bernama Indische Vereeniging yang berdiri tahun 1908 di negeri Belanda. Organisasi tersebut ditujukan untuk menggalang persatuan para mahasiswa Indonesia di negeri Belanda. Perkumpulan ini sama sekali tidak mempunyai tujuan politik hal tersebut dibuktikan melalui anggaran dasarnya yang hanya memperhatikan kepentingan bersama dari penduduk Hindia Belanda yang berada di negeri Belanda. Jumlah mahasiswa yang datang ke negeri Belanda dalam perkembangan selanjutnya semakin meningkat. Sejak itulah di antara mahasiswa-mahasiswa itu terdapat 2 aliran, yaitu aliran yang moderat dan aliran yang progresif.
mengetahui aktivitas politik yang dilakukan Perhimpunan Indonesia di negeri Belanda dalam usaha mencapai kemerdekaan Indonesia. Metode yang digunakan adalah metode historis. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik kepustakaan, sedangkan untuk menganalisis data menggunakan analisis data kualitatif.
Hasil dan pembahasan dari penelitian ini adalah bahwa upaya untuk mencapai cita-cita kemerdekaan Indonesia yang dilakukan Perhimpunan Indonesia di Belanda adalah dengan melakukan perjuangan dalam bidang politik. Usaha tersebut terlihat dalam aktivitas politik yang dilakukan Perhimpunan Indonesia yaitu dalam bentuk diskusi politik yang membicarakan tentang penegasan cita-cita perjuangan, usaha mencari identitas kebangsaan serta penolakan terhadap ide-ide yang mau bekerjasama dengan Belanda, selanjutnya mengekspresikan pendapat atau statemen pada media guna menyebarkan semangat perjuangan mencapai kemerdekaan melalui pernyataan asas organisasi maupun pernyataan secara pribadi kepada seluruh rakyat Indonesia serta menghadiri dan berbicara dalam forum internasional dalam usaha mempropagandakan permasalahan di Indonesia pada dunia internasional.
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kebijakan Politik Etis dalam bidang pendidikan yang diberlakukan oleh
pemerintah Hindia Belanda memang membuka kesempatan banyak bagi
pemuda-pemuda Indonesia untuk melanjutkan pendidikannya ke tingkat yang lebih tinggi
di negeri Belanda. Pemuda-pemuda Indonesia di luar negeri, terutama di negeri
Belanda yang kebanyakan berstatus mahasiswa, berhasil mendirikan sebuah
organisasi yang benama Indische Vereeniging tahun 1908 untuk menggalang persatuan.
Mulanya organisasi yang didirkan oleh beberapa mahasiswa Indonesia di Belanda
seperti Sutan Kasayangan, Noto Soeroto, dan Sosrokartono ini hanya bersifat
organisasi sosial. Akan tetapi semenjak berakhirnya Perang Dunia I tahun 1919
perasaan anti kolonialisme dan imperialisme di kalangan pemimpin Indische Vereeniging makin menonjol. Terlebih sejak adanya seruan Presiden Woodrow Wilson dari Amerika setelah Perang Dunia-I berakhir, kesadaran mereka tentang
hak dari bangsa Indonesia untuk menentukan nasibnya sendiri dan merdeka dari
Semenetara di Eropa dan Amerika selalu didengungkan kemerdekaan dan kebebasan oleh kaum liberal dan demokrat. Semangat kebebasan dan kemerdekaan dari Perang Kemerdekaan Amerika yang didengungkan melalui Presiden Amerika Serikat Woodrow Wilson, yakni right of selt determination untuk seluruh bangsa di dunia cukup memberikan suatu perhatian yang mendalam kepada para mahasiswa Indonesia di Belanda untuk menyadari adanya suatu bangsa, bangsa Indonesia yang masih dijajah oleh Belanda. (Nalenan 1981:33)
Pada tahun-tahun awal setelah Perang Dunia I, jumlah mahasiswa Indonesia yang
datang ke negeri Belanda semakin banyak. Dengan bernaung dalam politik etis,
pemerintah Hindia Belanda perlahan-lahan memperluas kesempatan bagi
putra-putra Indonesia dari golongan bangsawan untuk masuk sekolah dasar dan
menengah berbahasa Belanda (Jhon Ingleson, 1993:3). Sampai akhir perang dunia
pertama, kebijakan pendidikan yang diterapkan oleh pemerintah Hindia Belanda
yang mengharuskan pemuda Indonesia yang berhasil lulus dengan nilai baik
melanjutkan studinya ke negeri Belanda hanya sedikit, tapi makin lama makin
meningkat jumlahnya. Di antara mahasiswa yang baru datang ke negeri Belanda
dan bergabung dengan Indische Vereeniging terdapat Sutomo, Mohammad Hatta,
Sartono, Ali Sastroamidjojo, Budiarto, Iwa Kusumasumantri, Isqak, dan lain-lain
yang kemudian menjadi tohoh-tokoh politik nasionalisme pada tahun 1920-an.
Perhimpunan Indonesia ketika masih menggunakan nama Belanda sudah
melakukan pergerakan kebangsaan. Aktivitas politik yang dilakukan oleh para
pelajar ini juga ditempuh dengan menerbitkan sebuah majalah yang bernama
nama ini diartikan dengan perasaan bersatu antara mahasiswa-mahasiswa
Indonesia yang ada di Belanda. Para mahasiswa yang tergabung dalam
Indonesische Vereeniging ini juga giat berdiskusi, mereka melakukan diskusi di rumah anggota-anggota perkumpulan yang memiliki keluarga di Belanda. Selain
berdiskusi dengan sesama anggota para anggota perkumpulan ini juga berdiskusi
dengan orang Belanda.
Setelah berganti nama pada 1925 Indonesische Veerniging menjadi Perhimpunan
Indonesia gerakan melawan penjajah pun semakin gencar. Pada tahun 1925 masa
kepemimpinan Soekiman Wirjosandjojo Perhimpunan Indonesia mengeluarkan
Manifesto Politik. Isinya menyangkut ketegasan sikap pergerakan organisasi
Perhimpunan Indonesia, yakni:
1. Rakyat Indonesia sewajarnya diperintah oleh pemerintah yang dipilih mereka sendiri;
2. Dalam memperjuangkan pemerintahan sendiri itu tidak diperlukan bantuan dari pihak mana pun dan;
3. Tanpa persatuan kukuh dari pelbagai unsur rakyat tujuan perjuangan itu sulit dicapai. (http://id.wikipedia.org/wiki/Indische_Vereeniging)
Pergantian nama perkumpulan ini juga suatu bentuk perlawanan dari para pelajar
tersebut. Para pelajar ini mengganti nama perkumpulan untuk menghilangkan sifat
kolonial yang diganti dengan nama-nama yang bersifat nasional. Seperti nama
Perhimpunan Indonesia dengan memakai prinsip non-kooperatif, menghendaki
suatu kebijaksanaan berdikari. Perhimpunan Indonesia akan mengumandangkan
rasa hormat pada diri sendiri ke dalam kalbu rakyat Indonesia. Sebab hanya satu
bangsa yang telah menyingkirkan perasaan tergantung saja, yang tidak takut akan
hari depan.
Selain merubah nama perkumpulan para anggota Perhimpunan Indonesia juga
merubah majalah yang mereka terbitkan dari Hindia Poetra menjadi Indonesia
Merdeka. Selain itu untuk menambah kesan kebangsaan ditetapkan pula para
anggota Perhimpunan Indonesia harus menggunakan kopiah. Hal ini sebagai
penujuk identitas Perhimpunan Indonesia. Selain itu perubahan juga terjadi pada
nama-nama anggota yang berbau feodal atau kebangsawanan. Nama-nama
anggota Perhimpunan Indonesia yang ada nama kebangsawanannya sudah tidak
dipegunakan lagi dalam lingkungan teman dan masyarakat. Contohnya seperti
salah satu nama tokoh Perhimpunan Indonesia yaitu Nazir Datuk Pamuntjak
kemudian disebut Nazir Pamuntjak saja.
Sejak awal berdiri telah diformulasikan secara jelas program-program
Perhimpunan Indonesia, meliputi perjuangan mencapai kemerdekaan dan juga
ditunjang dengan program dalam mempropagandakan masalah Indonesia ke
dunia Internasional. Pada tahun 1925 Perhimpunan Indonesia diketuai oleh
Sukiman, telah disusun program-program secara tegas dan lebih intensif.
Indonesia, bahwa Indonesia tidak berdiri sendiri, yakni terlihat pada pasal 1, 2, 3.
adapun pasal-pasal tersebut adalah sebagai berikut:
Pasal 1 : Mempropagandakan asas-asas perhimpunan lebih intensif, terutama di Indonesia.
Pasal 2 : Menarik perhatian internasional pada masalah Indonesia. Pasal 3 : Perhatian para anggota harus dibangkitkan buat soal-soal internasional dengan mengadakan ceramah-ceramah, bepergian ke negara-negara lain untuk studi dan lain sebagainya. (Sudiyo, 2004:65-66)
Untuk melaksanakan program-program kerja Perhimpunan Indonesia Pasal 1,
telah ditempuh oleh Ali Sastroamidjojo dengan mengadakan penyelundupan
majalah Indonesia Merdeka ke Indonesia. Sedangkan untuk pasal 2 dan 3 baru
dapat dilaksanakan ketika Perhimpunan Indonesia di ketuai oleh Mohammad
Hatta pada tahun 1926.
Aktivitas politik mahasiswa Indonesia di negeri Belanda merupakan
pemberontakan terhadap paternalisme kekuasaan penjajahan. Mereka terutama
terbakar oleh apa yang mereka rasakan sebagai penghinaan terhadap kebudayaan,
bahasa, dan pikiran Indonesia yang dianggap rendah dari peradaban Eropa.
Menurut keyakinan mahasiswa ini, hanya kemerdekaanlah yang dapat
mengembalikan harga diri rakyat Indonesia. Dalam suatu pernyataan mengenai
prinsip-prinsip Perhimpunan Indonesia sebagai suatu idiologi yang harus
dilaksanakan, adalah melalui jalan aksi massa:
2. Syarat mutlak untuk tercapainya tujuan itu adalah adanya partisipasi seluruh lapisan masyarakat Indonesia dalam suatu perjuangan yang terpadu untuk mencapi kemerdekaan.
3. Unsur pokok yang dan dominan dalam setiap masalah politik penjajah ialah konflik kepentingan antara penguasa dan yang dijajah. Kecenderungan pihak penguasa untuk mengaburkan dan menutupi masalah ini harus dilawan dengan mempertajam dan mempertegas adanya konflik kepentingan tersebut.
4. Melihat adanya dislokasi dan demoralisasi sebagai akibat pengaruh pemerintah kolonial terhadap kesehatan fisis dan psikologis dari kehidupan orang Indonesia, diperlukan sejumlah besar usaha untuk memulihkan kondisi rohani dan material menjadi normal kembali. (A.K. Pringgodigdo, 1980:51)
Kemajuan dan perkembangan Perhimpunan Indonesia yang makin lama makin
bersikap radikal terhadap pemerintah diperhatikan dengan penuh kecemasan oleh
pemerintah Belanda. Terlebih setelah Perhimpunan Indonesia berada di bawah
pimpinan Mohammad Hatta. Perhimpunan Indonesia dalam aktivitas politiknya
juga menghadiri dan pertemuan publik atau forum-forum Internasional.
Dari uraian di atas, penulis memiliki ketertarikan untuk mencoba mengkaji lebih
dalam mengenai aktivitas politik Perhimpunan Indonesia di negeri Belanda dalam
usaha mencapai cita-cita kemerdekaan Indonesia dari cengkeraman kekuasaan
penjajahan Belanda.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, ada beberapa permasalahan yang dapat
diidentifikasi di sini adalah sebagai berikut:
1. Aktivitas politik Perhimpunan Indonesia dalam usaha pencerminan
2. Aktivitas politik Perhimpunan Indonesia dalam usaha mencapai
kemerdekaan Indonesia.
1.3 Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini tidak terlalu meluas maka penelitian ini akan dibatasi pada
aktivitas politik Perhimpunan Indonesia dalam usaha mencapai kemerdekaan
Indonesia.
1.4 Rumusan Masalah
Sesuai dengan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah apa sajakah aktivitas politik yang dilakukan Perhimpunan
Indonesia di negeri Belanda dalam usaha mencapai kemerdekaan Indonesia?
1.5 Tujuan, Kegunaan dan Ruang Lingkup Penelitiaan
1.5.1 Tujuan Penelitiaan
Tujuan penelitian ini merupakan jawaban dari permasalahan yang telah
dirumuskan sebelumnya. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
aktivitas politik yang dilakukan Perhimpunan Indonesia di negeri Belanda dalam
usaha mencapai kemerdekaan Indonesia.
1.5.2 Kegunaan Penelitian
1. Sebagai wacana untuk memperluas cakrawala tentang sejarah pergerakan
2. Untuk lebih memahami kegiatan politik yang dilakukan Perhimpunan
Indonesia di negeri Belanda.
3. Sebagai tambahan materi pelajaran Sejarah Nasional Indonesia dan Umum
di sma kelas IX semester genap.
1.5.3 Ruang Lingkup Penelitian
Mengingat masalah tersebut cukup umum, demi menghindari kesalahpahaman
dalam penelitian, maka peneliti memberikan kejelasan tentang sasaran dan tujuan
peneliti mencakup beberapa hal, yakni objek penelitiannya adalah aktivitas politik
Perhimpunan Indonesia. Adapun tempat penelitian di perpustakaan Unila dengan
waktu penelitian tahun 2011 dan bidang ilmu dalam penelitian ini adalah ilmu
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Konsep Tinjauan Historis
Pada dasarnya konsep tinjauan historis terdiri dari atas dua kata yaitu tinjauan dan historis. Dalam kamus besar bahasa Indonesia “tinjauan berarti menjenguk, melihat, memeriksa dan meneliti untuk menarik kesimpulan.” (Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, 1997:554). Kata Historis berasal dari bahasa Yunani “Istoria” yang berarti ilmu yang biasanya diperuntukkan bagi penelahan mengenai gejala-gejala terutama hal ihwal manusia secara kronologis.” (H.Rustam E. Tamburaka, 1999:2). Selain itu juga, ada beberapa istilah-istilah yang ekuivalen dengan kata “historis” seperti geschichte (Jerman), Geschiedenis (Belanda).” (H.Rustam E. Tamburaka, 1999:2). Dalam bahasa Indonesia kata historis lebih dikenal dengan sejarah yang berasal dari Bahasa Arab yakni “syajarah” yang berarti pohon.” (H.Rustam E. Tamburaka, 1999:2) sehingga kata tinjauan historis memiliki padanan kata dengan tinjauan sejarah.
Sedangkan menurut Sartono Kartodirjdjo membagi sejarah dalam dua pengertian, yaitu: Sejarah dalam arti subyektif adalah suatu konstruk bangunan yang disusun penulis sebagai uraian atau cerita. Uraian atau cerita itu merupakan suatu kesatuan atau inti yang mencakup fakta-fakta terangkaiakan untuk menggambarkan suatu gejala sejarah, baik proses maupun struktur. Kesatuan itu menunjukkan koherensi, artinya pelbagai unsur bertalian satu sama lain dan merupakan satu kesatuan. Fungsi unsur-unsur itu salaing menopang satu sama lain.
Sejarah dalam arti obyektif menunjuk kepada kejadian atau peristiwa itu sendiri atau proses sejarah dalam aktualitasnya. Kejadian itu sekali terjadi dan tidak dapat terulang kembali. Bagi orang yang mengalami suatu kejadian sebenarnya hanya dapat mengamati dan mengikuti sebagian dari totalitas kejadian atau peristiwa itu. Keseluruhan proses itu berlangsung terlepas dari subyek maupun juga; jadi, objektif dalam arti tidak memuat unsur subyek (pengarang atau pengamat). Dalam ucapan “sejarah berulang” rupanya yang dimaksud adalah sejarah dalam arti objektif, sedangkan ucapan “kita perlu belajar sejarah” akan lebih menunjuk sejarah dalam arti subjektif. (Sartono Kartodirjdjo, dalam H. Rustam E. Tamburaka, 2009:14)
Menurut Muhammad Yamin, “sejarah adalah ilmu pengetahuan dengan umumnya berhubungan dengan cerita bertarikh sebagai hasil penafsiran kejadian-kejadian dalam masyarakat manusia pada waktu yang telah lampau atau tanda-tanda yang lain” (Muhammad Yamin. Definisi Sejarah Menurut Para Ahli dimuat dalam http://blog.bukukita.com).
Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka peneliti mendeskripsikan sejarah adalah ilmu yang mempelajari segala peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lampau yang dialami manusia dan disusun secara sistematis sehingga hasilnya dijadikan sebagai pedoman hidup untuk masa sekarang dan masa yang akan datang. Dengan demikian konsep tinjauan historis adalah suatu prosedur penelitian terhadap segala peristiwa-peristiwa pada masa lampau yang terjadi pada manusia kemudian disusun secara sistematis, logis, faktual, sehingga memiliki makna yang jelas terhadap fenomena teersebut.
Berdasarkan konsep di atas, maka konteks tinjauan histories dalam penelitian ini adalah suatu penelitian peristiwa masa lampau mengenai aktivitas politik Perhimpunan Indonesia di Belanda yang ditulis berdasarkan kerangka teoritis dalam penulisan kajian sejarah dan memberi pengertian atas peristiwa tersebut.
2.1.2 Konsep Aktivitas Politik
Di antara berbagai aktivitas politik tersebut maka aktivitas politik yang sesuai dengan konteks permasalahan dan pembahasan, hanya di batasi pada aktivitas politik menghadiri dan berbicara dalam forum internasional, mengekspresikan pendapat pada media dan diskusi politik.
Pada masa pergerakan nasional aktivitas politik yang dilakukan digerakkan oleh organisasi-organisasi pergerakan yang ada pada masa itu. Aktivitas politik pada awal pergerakan nasional adalah untuk sekedar meningkatkan derajat hidup. Namun, seiring dengan perkembangan pemikiran kaum terpelajar aktivitas politik merupakan suatu usaha dalam mencapai cita-cita nasional yakni kemerdekaan bangsa.
Suatu negara yang terjajah seperti Indonesia, aktivitas politik yang dilakukan adalah bertujuan untuk melepaskan belenggu penjajahan berupaya mencapai kemerdekaan dalam arti negara yang berdaulat. Sebagaimana tercantum pada alenia kedua pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu:…kemerdekaan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. (Bahan Penataran, 1989:189)
Pada periode sejak lahirnya Budi Utomo tahun 1908 sampai kepada masa berakhirnya penjajahan atas Indonesia tahun1945, perjuangan bangsa Indonesia dalam mencapai kemerdekaan lebih mengarah pada taktik diplomasi, seperti yang dikemukakan Abdul Haris Nasution sebagai berikut; bahwa perlawanan tersebut tanpa senjata, tanpa gerilya dan mulailah cara-cara menurut kemerdekaan menyadarkan rakyat melalui partai politik negara barat. (A.H Nasution, 1977:50).
Tujuan aktivitas politik pada masa pergerakan kebangsaan adalah untuk mencapai kemerdekaan bangsa. Seperti pendapat yang dikemukakan oleh L.M Sitorus, bahwa pergerakan kebangsan Indonesia merupakan perjuangan bangsa Indonesia untuk mencapai kemerdekaan terutama perjuangan bangsa Indonesia yang mempergunakan organisasi modern yang merupakan gerakan partai politik. (L.M Sitorus, 1962:5)
Demikian juga aktivitas politik yang dilakukan Perhimpunan Indonesia di Belanda yang merupakan wujud dari usaha propaganda kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. . Perhimpunan Indonesia adalah organisasi yang bersifat nasionalis yang bertujuan untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Seperti yang diutarakan oleh M. Hatta dalam tulisannya Slotsverklaring (Penjelasan Penutup) tentang karakteristik Perhimpunan Indonesia, yaitu:
Tujuan PI hanya dapat sungguh berarti melalui sebuah partai nasional yang didukung massa di Indonesia sendiri. Dari kenyataan ini, sejak tahun lalu, dengan penuh semngat PI telah berusaha menghidupkan sebuah partai rakyat nasional Indonesia. Sebagai langkah awal, prinsipnya harus diperkenalkan lebih dahulu lewat propaganda. (M. Hatta. Slotsverklaring (Penjelasan Penutup) di muat dalam John Ingleson, 1993:108)
Hatta menjadi Voorzitter (Ketua) Perhimpunan Indonesia terlama yaitu sejak awal tahun 1926 hingga 1930, sebelumnya setiap ketua hanya menjabat selama setahun. Perhimpunan Indonesia kemudian menggalakkan secara terencana propaganda tentang Perhimpunan Indonesia ke luar negeri Belanda.
Perhimpunan Indonesia secara teratur mengadakan pertemuan di mana mereka mengutuk kejahatan kolonialisme Belanda dan menuntut kemerdekaan Indonesia dengan segera. Mereka berusaha mengadakan kontak dengan orang-orang Belanda atau organisasi internasional yang menaruh simpati terhadap perjuangan mereka, dan dengan bersemangat mereka berdebat tentang perkembangan dari hari ke hari dalam rapat anggota maupun rapat pengurus Perhimpunan Indonesia serta menyelenggarakan protes terbuka menentang reaksi pemerintah Hindia Belanda terhadap gerakan nasional. Makin intensifnya kegiatan politik Perhimpunan Indonesia dan makin sibuknya Perhimpunan Indonesia sebagai katalisator bagi suatu gerakan kebangsaan terpadu yang baru di Indonesia dapat ditelusuri sampai paro kedua tahun 1925.
dalam memperjuangkan nasib bangsa Indonesia untuk bebas dari cekeraman penjajah dan mencapai Indonesia merdeka.
Melalui pengertian tentang aktivitas politik yang dipaparkan di atas maka konteks ini aktivitas politik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah upaya Perhimpunan Indonesia dalam usaha mencapai kemerdekaan Indonesia dan mengakhiri penjajahan yang dilakukan di negeri Belanda. Upaya Perhimpunan Indonesia dalam aktivitas-aktivitas politik dilakukan melalui diskusi politik, mengekspresikan pendapat pada media serta menghadiri dan berbicara dalam forum internasional.
2.2 Kerangka Pikir
Berdasarkan teori-teori yang diperoleh dari berbagai literatur dapat dibuat suatu kerangka berpikir tentang aktivitas politik Perhimpunan Indonesia di negeri Belanda.
dan cita-cita pergerakan. Dimulai dengan penegasan identitas kebangsaan melalui perubahan nama dari Indische Vereeniging menjadi Indonesische Vereeniging hingga berganti lagi menjadi Perhimpunan Indonesia terlihat telah tercermin suatu tujuan yang jelas yaitu cita-cita kemerdekaan Indonesia dari kekuasaan penjajahan Belanda.
Untuk mencapai tujuan tersebut Perhimpunan Indonesia mengubah metode gerakan dari sosial budaya menjadi bergerak dalam bidang politik. Perubahan aktivitas Perhimpunan Indonesia ke dalam bidang politik dilakukan secara perlahan, mengingat masih hebatnya pengawasan pemerintah Belanda. Namun perlahan Perhimpunan Indonesia akhirnya secara terang-terangan bergerak dalam bidang politik terutama saat diketuai oleh Mohammad Hatta. Aktivitas politik yang dilakukan perhimpunan Indonesia yaitu sebelum berganti nama yaitu diskusi-diskusi politik, mengekspresikan pendapat melalui media yang dituangkan dengan menerbitkan majalah Hindia Poetra dan Gedenkboek, serta menghadiri dan berbicara di dalam forum internasional.
2.3 Paradigma
Keterangan :
Aktivitas Politik Perhimpunan Indonesia
Diskusi Politik Mengekpresikan Pendapat atau Statemen pada Media
: Garis hubungan : Garis pengaruh
Menghadiri dan Berbicara Dalam Forum Internasional
III. METODE PENELITIAN
3.1 Metode yang Digunakan
Untuk memecahkan suatu masalah diperlukan suatu cara atau metode, di mana
metode tersebut merupakan faktor yang penting dalam menentukan keberhasilan
sutu penelitian terhadap obyek yang diteliti. Adapun metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode historis. Menurut Margono “metode historis
adalah metode yang ditujukan kepada rekonstruksi masa lampau secara sistematis
dan objektif memahami peristiwa-peristiwa masa lampau.” (Margono, 2000:9)
Metode historis adalah prosedur yang harus ditempuh oleh sejarawan dalam menjaring informasi; pertanyaan-pertanyaan apa yang harus ditanyakan dan kemungkinan jawaban apa yang akan diperoleh; mengapa dan bagaimana seorang sejarawan melakukan kritik terhadap sumber-sumber yang diperolehnya.” (Helius Syamsudin, 1996:1-2)
Sedangkan menurut Muhammad Nazir, metode historis adalah penyelidikan yang kritis terhadap perkembangan, serta pengalaman di masa lampau dan menimbang secara cukup teliti dan hati-hati tentang bukti validitas dari sumber sejarah serta interpretasi dari sumber-sumber keterangan tersebut. (Muhammad Nazir, 1983:55-56).
Dengan demikian dari beberapa definisi di atas, maka metode historis adalah
suatu kegiatan penelitian, pemahaman dan penjelasan kondisi yang telah lalu
secara sistematis dan objektif. Adapun langkah-langkah dalam penelitian historis
1. Mengumpulkan semua sumber sejarah atau disebut Heuristik. Pada dasarnya sumber sejarah terdiri dari berbagai sumber primer dan sumber sekunder. “Sumber primer yaitu sumber cetakan dan non cetakan yang dipublikasikan oleh pemerintah dan non-pemerintah hanya yang membedakannya anatara sumber cetakan dan non-cetakan yaitu menyangkut ada tidaknya control terhadap substanti sumber atau dokumen.” (Helius Syamsudin, 1996:82) “ sedangkan sumber sekunder yaitu hasil-hasil peneleitian dan sejarawan yang berdasarkan sumber-sumber pertama.” (Helius Syamsudin, 1996:101)
2. Setelah berhasil mengumpulkan sumber-sumber sejarah tahap selanjutnya adalah kritik sumber yaitu menyaring secara kritis, terutama terhadap sumber-sumber primer agar terjaringfakta yang menjadi pilihannya. Baik terhadap bahan materi (ekstern) sumber maupun terhadap substansi (isi) sumber. (Helius Syamsudin, 1996:103)
3. Sesudah menyelesaikan langkah-langkah yang pertama dan kedua berupa heuristi dan kritik sumber, tahap selanjutnya adalah memasuki langkah ketiga dan keempat yaitu interpretasi dan historiografi. Kegiatan ini pada dasarnya bukan merupakan dua kegiatan terpisah melainkan bersamaan. (Helius Syamsudin, 1996:153)
Ketika seorang peneliti atau sejarawan memasuki tahap menulis, maka peneliti atau sejarawan akan mengerahkan seluruh daya pikirannya. Bukan saja keterampilan teknis penggunaan kutipan-kutipan dan catatan-catatan, tetapi yang terutama menggunakan pikiran-pikiran kritis dan analisisnya karena pada akhirnya peneliti harus menghasilkan dari seluruh hasil penelitiannya atau penemuannya itu dalam suatu penulisan utuh yang disebut historiografi. Keberartian (signifikasi) semua fakta yang dijaring melalui metode kritik baru dipahami hubungannya satu sama lain setelah semuanya ditulis dalam suatu keutuhan bulat historiografi.” (Helius Syamsudin, 1996:153)
Berdasarkan langkah-langkah tersebut, maka peneliti lakukan adalah:
1. Tahap awal penulis mencoba mencari dan mengumpulkan data-data dan fakta
yang diperlukan dalam penelitian ini yang menunjang objek penelitian serta
berhubungan dengan penelitian yang sedang dilakukan.
2. Setelah data-data terkumpul, kemudian peneliti melakukan kritik terhadap
menunjang kegiatan penelitian yang dilakukan. Kritik pada dasarnya berupa
kritik ekstern dan kritik intern. Kritik ekstern adalah kritik dengan melihat
apakah sumber data yang didapat itu palsu atau tidak, sedangkan kritik intern
bertujuan untuk meneliti kebenaran keaslian isi sumber yang didapat.
3. Sesudah melakukan langkah heuristik dan kritik, selanjutnya langkah yang
ketiga dan yang keempat yaitu pada tahap penafsiran terhadap data-data yang
telah diuji (Interpretasi) bersamaan melakukan penyusunan atau penulisan
dalam bentuk laporan sehingga tersusun konsep sejarah sistematis
(Historiografi)
3.2 Variabel Penelitian
Menurut Suharsimi Arikunto, “variabel adalah objek suatu penelitaian atau apa
yang menjadi titik perhatian suatu penelitian.” (Suharsimi Arikunto, 1998:91).
Pendapat lain mengatakan yang dimaksud dengan “variabel adalah konsep yang
mempunyai bermacam-macam nilai. (Nazir, 1983:149)
Berdasarkan pendapat di atas dapat diambil suatu pengertian bahwa yang
dimaksud dengan variabel adalah suatu objek penelitian yang memiliki
bermacam-macam nilai dan menjadi titik perhatian suatu penelitian. Adapun
variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel tunggal dengan
fokus penelitian mengenai aktivitas politik Perhimpunan Indonesia di Belanda
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan penelusuran data
terhadap buku-buku (dokumen) yang telah ditetapkan sebagai sumber data.
Adapun dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik kepustakaan dalam
pengumpulan data.
Menurut Koentjaranigrat, “teknik studi kepustakaan merupakan cara pengumpulan data dan informasi dengan bantuan bermacam-macam materi yang terdapat di ruang perpustakaan misalnya koran, majalah, naskah, catatan-catatan, kisah sejarah, dokumen, dan lain sebagainya yang relevan, dengan penelitian.” (Koentjaranigrat, 1983:81).
Menurut Mestika Zed, metode kepustakaan adalah serangkaian kegiatan yang
berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat
serta mengola bahan penelitian.
Ciri-ciri studi pustaka yaitu:
a. Peneliti berhadapan langsung dengan teks atau angka, bukan pengetahuan lansung dari lapangan atau saksi mata berupa kejadian-kejadian atau benda-benda lainnya.
b. Data pustaka bersifat siap pakai artinya sudah ada diperpustakaan c. Data umumnya adalah data sekunder
d. Kondisi data pustaka tidak dibatasi ruang dan waktu. ( Mestika Zed, 2004: 4)
Jadi dengan teknik studi kepustakaan ini peneliti berusaha melakukan penelitian
dengan menelaah buku-buku literatur sebagai bahan kajian dalam menunjang
3.4 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis
data kualitatif. Objek itu diteliti dalam kondisi sebagaimana adanya atau dalam
keadaan sewajarnya atau secara naturalistik.
Dalam buku Metodologi Penelitian Sejarah karya Husaini Usman dan Purnomo
Setiady Akbar secara garis besar dijelaskan bahwa langkah-langkah teknik
analisis data kualitatif dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Reduksi Data
Data yang diperoleh di lapangan kemudian dituangkan dalam bentuk laporan, selanjutnya adalah proses mengubah rekaman data ke dalam pola, kategori dan disusun secara sistematis. Proses pemilihan, pemusatan perhatian, pengabstrakan dan transformasi data dari lapangan. Proses ini berlangsung selama penelitian berlangsung. Fungsi dari reduksi data ini adalah untuk menajamkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisir sehingga interpretasi bisa ditarik. Data yang direduksi akan memberikan gambaran mengenai hasil pengamatan yang mempermudah peneliti dalam mencari kembali data yang diperoleh jika diperlukan.
2. Penyajian Data
Penyajian data adalah penampilan sekumpulan data yang memberi kemungkinan untuk menarik kesimpulan dari pengambilan tindakan. Bentuk penyajiannya antara lain dengan cara memasukkan data ke dalam sejumlah matrik, grafik, dan bagan yang diinginkan atau bisa juga hanya dalam bentuk naratif saja.
3. Pengambilan Kesimpulan dan Verifikasi
Berdasarkan langkah-langkah tersebut, maka yang peneliti lakukan dalam
menganalisis data adalah, memilih sumber atau data yang sesuai dengan objek
yang diteliti. Kemudian setelah data terkumpul peneliti berusaha untuk
menggolongkan data berdasarkan jenisnya. Pada langkah selanjutnya peneliti
melakukan pengolahan data yang disusun dengan kalimat secara sistematis dan
kronologis sehingga mudah untuk dipahami. Pada tahap yang terakhir peneliti
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Perhimpunan Indonesia di Belanda ternyata memegang posisi penting sekali
dalam gerakan kebangsaan Indonesia dan kiranya kedudukan ini kiranya sulit
dibayangkan jika melihat jumlah anggotanya yang sedikit. Perhimpunan
Indonesia menyatukan unsur nonkooperasi dan self helf dalam oraganisasi
politiknya. Kegiatan politik mereka di negeri Belanda merupakan sebuah bentuk
paternialime perlawanan terhadap penjajahan kolonial. Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan mengenai aktivitas politik yang dilakukan Perhimpunan
Indonesia di Belanda tahun 1908-1928 dalam upaya mencapai Indonesia merdeka,
dapat ditarik kesimpulan terdapat tiga bentuk aktivitas politik, yaitu:
1. Diskusi politik
Diskusi politik yang dilakukan oleh Perhimpunan Indonesia lebih banyak
mengarah pada penegasan sikap dan cita-cita perjuangan organisasi yakni sikap
yang menghilangkan segala sesuatu yang berbau kolonial dan cita-cita
kemerdekaan Indonesia. Di situlah terlihat sebuah keinginan untuk berdikari
(self help) dan terlepas dari pemerintahan kolonial.
2. Mengekspresikan Pendapat atau Statemen pada Media
Selain usaha dalam propaganda masalah Indonesia ke luar negeri Perhimpunan
Perhimpunan Indonesia di tanah air dengan jalan menerbitkan majalh Hindia
Putera yang berisi pernyataan/statemen berisi ide-ide nasionalisme. Wujud
cita-cita perjuangan Perhimpunan Indonesia tentang negara yang merdeka
disearluaskan di tanah air guna membagkitkan perasaan kebangsaan dan anti
kolonial.
3. Menghadiri dan Berbicara dalam Forum Internasional
Kegiatan menghadiri dan berbicara dalam forum internasional merupakan
sebuah upaya dalam mempropagandakan masalah-masalah Indonesia dalam
dunia internasional serta memperkenalkan “Indonesia” sebagai suatu bangsa.
Mendapatkan bantuan, simpati dan dukungan terhadap Indonesia adalah suatu
hal yang utama dalam kegiatan Perhimpunan Indonesia yang satu ini.
Wawasan politik Belanda yang disampaikan dalam forum internasioanal
mendapat simpati dari kaum demokrat serta mempunyai efek yang panjang
bagi perjuangan Perhimpunan Indonesia selanjutnya.
5.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, penulis memberikan saran sebagai
berikut:
1. Suatu hal yang penting bagi setiap organisasi nasional dalam mempersiapkan
gerakan politiknya dan disusun secara teratur dengan maksud dan tujuan yang
jelas. Hal itu dapat dilihat dari cara Perhimpunan Indonesia dalam
mempersiapkan usaha mencapai Indonesia merdeka. Propaganda mereka diatur
membangun dasar yang kuat dalam pergerakan nasional selanjutnya di tanah
air sekembalinya mereka dari negeri Belanda.
2. Dalam pengajaran di sekolah semangat nasionalisme mahasiswa-mahasiswa di
Belanda yang berjuang keras demi bangsanya dapat lebih ditonjolkan untuk
membangkitkan semangat nasionalisme di kalangan pelajar. Hal itu disebabkan
karena zaman dahulu penggerak semangat kebangsaan adalah kaum intelektual
dan haruslah diteruskan oleh kaum pelajar di zaman sekarang ini dalam hal