• Tidak ada hasil yang ditemukan

TA : Film Dokumenter Tarian Reog Bulkio.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TA : Film Dokumenter Tarian Reog Bulkio."

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

NAMA : YUDHISTI EKO PRASETYO

NIM : 08.51016.0106

PROGRAM STUDI : DIV (DIPLOMA EMPAT)

JURUSAN : KOMPUTER MULTIMEDIA

SEKOLAH TINGGI MENEJEMEN INFORMATIKA & TEKNIK

KOMPUTER SURABAYA

(2)

Karsam, MA., Ph.D. dosen pembimbing 1

IR. Hardman Budiardjo, M.Med.Kom., MOS. dosen pembimbing 2 1

Program DIV Komputer Multimedia

Menurut hasil wawancara yang dilakukan pada tanggal 9 April 2013 terhadap masyarakat di daerah Blitar yaitu Mas Yanu, pak Eko, dan Mas Wahidin menunjukkan, bahwa masih banyak masyarakat yang belum mengetahui tentang keberadaan tarian Reog Bulkio yang ada di daerah Blitar, Hasil wawancara yang didapatkan adalah salah seorang pejabat daerah dan masyarakat Blitar menganggap bahwa tarian reog Bulkio ini sama dengan tarian reog yang berada di daerah Ponorogo, padahal reog Bulikio sangat berbeda jauh dengan reog-reog yang telah ada, salah satunya di Ponorogo.

Tarian Reog Bulkio merupakan peninggalan pelarian tujuh prajurit Pangeran Diponegoro asal Bojonegoro ke Blitar. Menurut keterangan dari mbah Supangi “seni tarian Rog Bulkio diadopsi dari cerita perang dari Surat An Biya, dalam Alquran, yang mengisahkan peperangan kebaikan melawan keburukan, yang bisa di artikan perang antara umat Islam dengan kaum kafir

Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka perumusan masalah dalam pembuatan film dokumenter adalah bagaimana membuat film dokumenter tarian Reog Bulkio? Serta bagaimana membuat film dokumenter yang dapat menyampaikan informasi tentang keberadaan tari Reog Bulkio kepada masyarakat?.

Serta tujuan dari pembuatan Film dokumenter dengan tema tari Reog Bulkio adalah Membuat film dokumenter yang dapat menyampaikan informasi kepada masyarakat tentang tarian Reog Bulkio dan membuat film dokumenter yang ditujukan untuk semua lapisan masyarakat.

Metode pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti adalah metode pengumpulan data observasi dan wawancara dengan menggunakan alat rekam, agar dapat sekaligus dimasukkan kedalam film dokumenter Reog Bulkio.

Proses pembuatan film ini dimulai dari proses pra produksi yaitu perancangan karya dimulai dari ide dan konsep. Peneliti mengembangkan dalam bentuk film dokumenter. Film ini menggunakan bantuan software editing video untuk menyempurnakan hasil serta Tugas Akhirnya sehingga dapat menjadi Film dokumenter secara utuh.

Harapan peneliti adalah agar laporan Tugas Akhir ini mampu menjadi panutan bagi orang lain, baik secara teknis maupun pesan moral yang terkandung dalam film, dan melalui hasil karya ini, peneliti dapat memberikan hiburan yang berbeda sehingga masyarakat dapat menikmati film yang mempunyai unsur kesenian.

(3)

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Batasan Masalah ... 3

1.4 Tujuan... 3

1.5 Manfaat ... 4

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Film ... 5

2.2 Film Dokumenter ... 7

2.3 Film Dokumenter Ilmu Pengetahuan ... 11

2.4 Tahapan Pembuatan Film Dokumenter ... 12

2.5 Tari ... 15

2.6 Reog Bulkio ... 16

2.7 Metodologi... 16

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metodologi... 18

3.2 Metode Pengumpulan Data ... 18

3.3 Analisis Data ... 19

3.4 Perancangan Karya ... 27

(4)

3.6 Anggaran ... 35

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA 4.1 Produksi...37

4.2 Pasca Produksi ... 39

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 55

5.2 Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 57

BIODATA PENULIS ... 58

LAMPIRAN ... 59

(5)

1.1 Latar Belakang Masalah

Menurut Salah seorang penari Reog Bulkio yakni Pak Santoso Reog Bulkio merupakan kesenian asli Blitar. Tetapi menurut hasil wawancara yang dilakukan pada tanggal 9 April 2013 terhadap masyarakat di daerah Blitar yaitu Mas Yanu, pak Eko, dan Mas Wahidin menunjukkan, bahwa masih banyak masyarakat yang belum mengetahui tentang keberadaan tarian Reog Bulkio yang ada di daerah Blitar, bahkan peneliti sempat mewawancarai salah seorang pejabat daerah di Blitar tentang keberadaan tarian Reog Bolkio ini untuk mencari informasi tentang tarian tersebut. Hasil wawancara yang didapatkan adalah salah seorang pejabat daerah dan masyarakat Blitar menganggap bahwa tarian reog Bulkio ini sama dengan tarian reog yang berada di daerah Ponorogo, padahal reog Bulikio sangat berbeda jauh dengan reog-reog yang telah ada, salah satunya di Ponorogo.

Menurut Pak Santoso yang merupakan penari Reog Bulkio hingga kini, tarian perang dalam Reog Bulkio masih mengikuti Pakem dari asalnya. Semua pemain yang merupakan pria itu, terbagi menjadi tiga bagian, yakni penari, pemain alat musik, dan dalang. Mereka berjumlah 14 orang yang terdiri sembilan orang penari, empat pemukul alat musik dan satu orang dalang yang menceritakan kisah peperangan antara islam dan kaum kafir. Sedangkan gerakan tarian sejak dulu memiliki empat jenis, mulai dari lincak gagak, rubuh-rubuh gendang, untir-untir, dan perang.

(6)

Sampai sekarang ciri khas warna yang ditampilkan berwarna merah putih. Enam penari yang memainkan alat musik mengenakan celana hitam, dengan lilitan sarung warna merah putih, sedangkan tiga penari yang memainkan peperangan serta pembawa panji pemisah peperangan juga mengenakan pakaian dengan warna yang didominasi warna merah dan putih. Mereka tampil dengan mengenakan celana merah, kombinasi kemeja putih serta jas hitam yang di pertegas dengan sebilah pedang untuk masing-masing penari. Para penari itu memainkan tari peperangan dengan seorang penari yang bertugas untuk menjadi penengah dengan tanda panji putih bergambar Anoman dan Dosomuko, sementara empat pemain alat musik mengenakan kemeja putih kombinasi celana hitam dengan hiasan jarit melilit di pinggang.

Dari penggambaran kesenian tari Reog Bulkio sudah jelas bahwa kesenian ini sangat berbeda dengan kesenian Reog Ponorogo yang berasal dari daerah Ponorogo yang pernah di Klaim oleh Malaysia membuat peneliti berkeinginan untuk membuat sebuah karya seni berbentuk film dokumenter yang ingin menujukkan suatu kebudayaan dimana kebudayaan tersebut di satu padukan dengan seni drama dan musik.

(7)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka perumusan masalah dalam pembuatan film dokumenter ini dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Bagaimana membuat film dokumenter tarian Reog Bulkio?

2. Bagaimana membuat film dokumenter yang dapat menyampaikan informasi tentang keberadaan tari Reog Bulkio kepada masyarakat?

1.3 Batasan Masalah

Berdasarkan uraian rumusan masalah di atas, adapun batasan masalahnya sebagai berikut:

1. Membuat film dokumenter yang mampu mengangkat kesenian tradisional tarian Reog Bulkio.

2. Membuat film dokumenter yang dapat menyampaikan informasi kepada masyarakat tentang tari Reog Bulkio.

1.4 Tujuan

Adapun tujuan dari pembuatan Film dokumenter yang mengangkat tema tari Reog Bulkio adalah sebagai berikut:

1. Membuat film dokumenter yang dapat menyampaikan informasi kepada masyarakat tentang tarian Reog Bulkio.

(8)

menghadirkan film dokumenter yang mampu memberikan promosi luas untuk masyarkat Indonesia dan berharap juga Karya seni Reog Bulkio dapat dikenal lebih luas lagi.

1.5 Manfaat

(9)

2.1 Film

Menurut Himawan Pratista (2008: 3) bahasa film adalah kombinasi antara bahasa suara dan bahasa gambar. Sineas menawarkan sebuah solusi melalui filmnya dengan harapan tentunya bisa diterima dengan baik oleh orang yang menonton. Sedangkan menurut sejarahnya Gerzon R. Ayawaila (2008: 3) mengemukakan pada tahun 1872 Leland Stanford berniat meneliti gerakan kuda, terutama dari sisi gaya, lengkap dengan gerakan kaki saat kuda berlari. Stanford, bekas Gubernur California, tidak mengerjakan sendiri penelitian itu. Untuk itu, dia menyeponsori Eadweard Muybridge untuk merekam gerak dan gaya kuda itu lewat tata kamera Fotografi yang menjadi keahlian Muybridge. Untuk mendapatkan gambar berkesinambungan atas gerak langkah dan lari seekor kuda, Muybridge memanaatkan 12 buah kamera foto yang ditempatkan secara sejajar di sekeliling lintasan pacuan. Hasilnya? Semua rekaman gambar dari 12 kamera itu tidak fokus. Bisa dikatakan percobaan ini gagal.

Lima tahun berselang, pada tahun 1877, Muybridge kembali melakukan eksperimen. Kali ini, dia melibatkan John D Isaacs, seorang insinyur. Muybridge dan Isaacs kemudian menjejerkan 24 kamera foto, yang setiap pengokangan kamera dihubungkan kesebuah alat elektronik baterai. Hasilnya? Muybridge dan Isaacs berhasil merekam gerakan langkah dan lari seekor kuda. Gambar gerak ku-da tersebut menjadi gambar gerak pertama di dunia. Dimana paku-da masa itu belum

(10)

diciptakan kamera yang bisa merekam gerakan dinamis. Setelah penemuan gam-bar bergerak Muybridge pertama kalinya, inovasi kamera mulai berkembang keti-ka Thomas Alfa Edison mengembangketi-kan fungsi keti-kamera gambar biasa menjadi kamera yang mampu merekam gambar gerak pada tahun 1988, sehingga kamera mulai bisa merekam objek yang bergerak dinamis. Maka dimulailah era baru sinematografi yang ditandai dengan diciptakannya sejenis film dokumenter sing-kat oleh Lumière Bersaudara. Film yang diakui sebagai sinema pertama di dunia tersebut diputar di Boulevard des Capucines, Paris, Prancis dengan judul Workers Leaving the Lumière's Factory pada tanggal 28 Desember 1895 yang kemudian ditetapkan sebagai hari lahirnya sinematografi.

Film hingga saat ini banyak yang telah beredar, dengan berbagai jenis, isi, makna dan lain-lain. Menurut Amura (1989: 132) Film bukan semata-mata barang dagangan melainkan alat penerangan dan pendidikan. Film merupakan karya sinematografi yang dapat berfungsi sebagai alat pendidikan budaya. Dengan demikian film juga efektif untuk menyampaikan nilai-nilai budaya.

(11)

dar fotografi yang ditemukan oleh Joseph Nicephore Niepce dari Prancis. Pada tahun 1826 Ia berhasil membuat campuran logam dengan perak untuk menciptakan gambar pada sebuah lempengan timah yang tebal yang telah disinari beberapa jam Sumarno, (1996: 2).

2.2 Film Dokumenter

Menurut Gerzon R. Ayawaila (2008: 11) dalam bukunya menjelaskan, film dokumenter adalah film yang mendokumentasikan atau mempresentasikan kenya-taan. Artinya apa yang direkam memang berdasarkan fakta yang ada, namun da-lam penyajiannya dapat dimasukan pemikiran-pemikiran Manusia. Hal ini men-gacu pada teori-teori sebelumnya seperti, Stave Blandford, Barry Grant dan Jim Hillier, dalam buku The Film Studies Dictionary dinyatakan bahwa film docu-menter memiliki subyek yang berupa masyarakat, peristiwa, atau situasi yang be-nar-benar terjadi di dunia realita dan di luar dunia sinema.

Peneliti memilih film dokumenter karena dianggap dapat mewakili cerita realita yang ada karena berdasarkan fakta-fakta yang ada di lapangan. Film fiksi dokumenter pun bercerita atau naratif, terdapat juga aspek dramatik hanya saja isi ceritanya bukan fiktif namun berdasarkan fakta.

Gerzon R. Ayawaila (2008: 22) dalam bukunya menjelaskan, ada empat kriteria yang menerangkan bahwa dokumenter adalah film nonfiksi. Empat kriteria tersebut yaiu :

(12)

film fiksi latar belakang adegan dirancang, pada dokumenter latar belakangnya harus spontan otentik dengan situasi dan kondisi dengan situasi dan kondisi asli.

2. Yang dituturkan dalam film dokumenter berdasarkan peristiwa nyata, sedangkan pada film fiksi isi cerita berdasrkan karangan (imajinatif). Bila film dokumenter memiliki interpretasi kreatif, maka dalam film fiksi yang dimiliki adalah interpretasi imajinatif.

3. Sebagai sebuah film nonfiksi, sutradara melakukan observasi pada suatu peristiwa nyata, lalu melakukan perekaman gambar sesuai apa adanya.

4. Apabila struktur cerita pada film fiksi mengacu pada alur cerita atau plot, dalam dokumenter konsentrasinya lebih pada isi dan pemaparan.

Kesimpulannya film dokumenter adalah film yang mendokumentasikan atau mempresentasikan kenyataan. Artinya film dokumenter menampilkan kembali fakta yang ada dalam suatu kehidupan dengan berbagai sudut pandang yang di-ambil. Gerzon juga menyebutkan, dalam pembuatan film dokumenter gaya atau bentuk dapat dibagi ke dalam tiga bagian besar. Pembagian ini merupakan ringka-san dari aneka ragam bentuk film dokumenter yang berkembang sepanjang seja-rah.

(13)

1. Laporan perjalanan

Jenis ini awalnya adalah dokumentasi antropologi dari para ahli etnolog atau etnografi. Namun dalam perkembangannya bisa membahas banyak hal dari yang paling penting hingga yang ringan, sesuai dengan pesan dan gaya yang dibuat. Istilah lain yang sering digunakan untuk jenis dokumenter ini adalah travelogue, travel film, travel documentary dan adventures film. Tayangan ini pun saat ini menjadi ajang promosi suatu tempat yang sangat populer karena kemasan acaranya yang sesuai dengan gaya hidup orang masa kini.

2. Sejarah

Dalam film dokumenter, genre sejarah menjadi salah satu yang sangat kental aspek referential meaning-nya (makna yang sangat bergantung pada referensi peristiwanya) sebab keakuratan data sangat dijaga dan hampir tidak boleh ada yang salah baik pemaparan datanya maupun penafsirannya. Film dokumenter jenis ini biasanya menjadi acuan tambahan untuk anak-anak sekolah yang kurang berminat membaca ulang buku sejarah.

3. Ilmu pengetahuan

(14)

mendekatkan kita kepada kehidupan hewan liar, tumbuhan dan tempat-tempat tak terjamah lainnya.

4. Biografi

Sesuai dengan namanya, jenis ini lebih berkaitan dengan sosok seseorang. Mereka yang diangkat menjadi tema utama biasanya seseorang yang dikenal luas di dunia atau masyarakat tertentu atau seseorang yang biasa namun me-miliki kehebatan, keunikan ataupun aspek lain yang menarik. Contohnya, po-tret yaitu film dokumenter yang mengupas aspek human interest dari seseo-rang. Plot yang diambil biasanya adalah hanya peristiwa–peristiwa yang di-anggap penting dan krusial dari orang tersebut. isinya bisa berupa sanjungan, simpati, krtitik pedas atau bahkan pemikiran sang tokoh.

5. Dokumenter Drama

Film jenis ini merupakan penafsiran ulang terhadap kejadian nyata, bahkan selain peristiwanya hampir seluruh aspek filmnya (tokoh, ruang dan waktu) cenderung direkonstruksi ulang.

Dalam hal ini peneliti menggunakan dokumenter dengan jenis Ilmu pengetahuan karena tujuan dari pembuatan film dokumenter ini adalah untuk menginformasikan sistem budaya suatu etnis masyarakat. Baik dalam hal keseniannya maupun cara pelestariannya.

(15)

peristiwa atau kejadian namun merekam peristiwa yang sungguh-sungguh terjadi atau otentik.

2.3 Dokumenter Ilmu Pengetahuan

Dari penjelasan di atas tentang genre dokumenter yang ditulis oleh Gerzon peneliti menggunakan genre dokumenter ilmu pengetahuan dikarenakan berisi penyampaian informasi mengenai suatu teori, sistem, berdasrkan disiplin ilmu tertentu. Dokumenter ilmu pengetahuan dibuat untuk keperluan lembaga pendidikan formal atau nonformal, misalnya untuk metode sistem pengajaran yang menggunakan media audio-visual.

Menurut Gerzon R. Ayawaila (2008: 43) Dengan adanya teknologi komputer untuk animasi, hal ini banyak mambantu memperjelas informasi justru ketika gambar visual tak mampu memberikan detail informasi. Misalnya, informasi statistk atau gambaran mengenai sistem kerja komponen sebuah produk elektronik.

(16)

2.4 Tahapan Pembuatan Film Dukumenter

Selanjutnya, menurut Gerzon R. Ayawaila (2008: 43) tahap pembuatan film secara teknis ada tiga tahap, yaitu pra produksi, produksi dan pasca produksi. 1. Tahap Pra Produksi

Tahap pra produksi adalah proses persiapan hal-hal yang menyangkut semua hal sebelum proses produksi sebuah film, seperti pembuatan jadwal shooting, penyusunan crew dan pembuatan skenario. Dalam pembuatan film dokumen-ter yang didasari oleh realita atau fakta perlihal pengalaman hidup atau seo-rang mengenai peristiwa. Untuk mendapatkan suatu ide, dibutuhkan kepekaan dokumentaris terhadap lingkungan sosial, budaya, politik, dan alam semesta dengan cara melakukan riset atau observasi.

Hal awal yang perlu ditetapkan adalah konsep dan tema yang dipilih. Dalam menentukan konsep dan tema beberapa hal yang harus diperhatikan adalah: a. Apa yang akan dibuat atau diproduksi

b. Gaya pendekatan dan bentuk dokumenter c. Target penonton

(17)

2. Tahap Produksi

Dalam pendekatan direct cinema atau observatory dalam proses produksi dan jadwal produksi dilakukan bersamaan dengan observasi sehingga pengambi-lan gambar dapat berjapengambi-lan efektif. Secara teknis, proses produksi merekam kegiatan sehari - hari dari narasumber. Maka dari itu dalam pendekatan di-erect cinema proses prdouksi harus dilakukan secara intens agar dapat menja-ga hunbunmenja-gan antara peneliti dan narasumber sehingmenja-ga menja-gambar yang dihasil-kan dapat menampildihasil-kan spontanitas subjek. Untuk menciptadihasil-kan keintiman tersebut peneliti melakukan komunikasi dengan subjek serta lingkungan se-tempat secara intens. Sehingga proses pendekatan ini akan memunculkan rasa intim yang pada akirnya subjek dan lingkunannya dapat menaruh keper-cayaan penuh kepada peneliti. Dalam setiap kunjungan atau proses pendeka-tan ini dilakukan juga wawancara ringan guna mengembangan dan meleng-kapi data.

Penampilan gambar secara spontanitas atau (stock shot) menjadi bahan dasar dari pengolahan film dokumenter Tarian Reog Bulkio. Untuk menambah ke-san intim antara narasumber dan penonton beberapa pengambilan gambar di-lakukan penyetingan atau pengulangan. Dimana hasil wawancara yang dila-kuan secara spontan diulang kembali atau diseting agar pesannya dapat ter-sampaikan dengan baik.

(18)

dengan orang lain. Bahasa verbal terdiri dari bunyi dan kata - kata yang di-tangkap dengan telinga, sedangkan bahasa televisi atau film yang berupa gambar - gambar ditangkap dengan mata.

Tahap produksi adalah proses eksekusi semua hal yang sebelumnya telah di persiapkan pada proses pra produksi. Proses ini merupakan proses yang membutuhkan stamina si pembuat film. Pada proses ini kerja sama tim di utamakan.

Pada tahap ini sangat dibutuhkan pemahan dari ilmu sinematrografi. Dimana disesuaikan oleh kebutuhan dokumenter. Beberapa hal yang harus diperhati-kan antara lain :

a. Tata kamera

Dalam penataan kamera secara teknik yang perlu diperhatikan salah sa-tunya adalah camera angle atau sudut kamera. Menurut gerzon, dalam pemilihan sudut pandang kamera dengan tepat akan mempertinggi visuali-sasi dramatik dari suatu cerita. Sebaliknya jika pengambilan sudut pandang kamera dilakukan dengan serabutan bias merusak dan membingungkan penonton, karena makna bisa jadi tidak tertangkap dan sulit dipahami. Oleh karena itu penentuan sudut pandang kamera menjadi faktor yang sangat penting dalam membangun cerita yang berkesinambungan.

b. Ukuran Gambar (frame size) atau Komposisi

(19)

film-nya. Pengaturan komposisi yang baik dan menarik adalah jaminan bahwa gambar yang ditampilkan tidak akan membuat penonton bo-san dan enggan melepaskan dalam sekejap mata pun terhadap gambar yang kita tampilkan.

3. Tahap Pasca Produksi

Tahap ini merupakan tahap akhir sebuah film bagaimana nantinya film itu dapat memberi pesan kepada penontonnya. Dalam proses ini, semua gambar yang telah di dapat pada proses produksi disatukan dan diedit oleh seorang editor.

2.5 Tari

(20)

2.6 Reog Bulkio

Berdasarkan Hasil wawancara dengan pelestari kesenian Reog Bulkio yaitu mbah Supangi Reog Bulkio adalah Tarian Reog Bulkio merupakan peninggalan pelarian tujuh prajurit Pangeran Diponegoro asal Bojonegoro ke Blitar. Kini men-jadi kesenian asli desa Kemloko, Kecamatan Nglegok itu di komandani generasi ketiga Mustar, Prajurit Pangeran Deponegoro, yang bernama Supangi yang telah berumur 79 tahun. Seni tarian Rog Bulkio diadopsi dari cerita perang dari Surat An Biya, dalam Alquran, yang mengisahkan peperangan kebaikan melawan kebu-rukan, yang bisa di artikan perang antara umat Islam dengan kaum kafir. Peng-gambaran itu bisa dilihat dari panji putih, yang digunakan untuk memisahkan dua prajurit yang mempertunjukkan tarian perang dalam peragaan terakhir dari pe-nampilan Reog Bulkio. Dalam panji itu tergambar, dua tokoh pewayangan yang menggambarkan dua pribadi yang bertolak belakang yaitu perang antara Anoman dengan Dosomuko, Anoman yang digambarkan sebagai nilai kebaikan dan karak-ter Dosomuko yang menggambarkan kekafiran..

2.7 Metodologi

(21)
(22)

Pada Bab III ini akan menjelaskan tentang metode yang digunakan dalam pengambilan dan pengolahan data serta proses perancangan dalam pembuatan film dokumenter ini.

3.1 Metodologi

Dalam pembuatan film dokumenter ini yang bertujuan untuk membuat tugas akhir menggunakan jenis penelitian Kualitatif yaitu penelitian terapan dimana penelitian ini hasilnya dapat digunakan langsung untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Metode kualitatif dapat mendukung pembuatan film dokumenter yang bertujuan untuk menyelesaikan tugas akhir ini. Metode kualitatif digunakan sebagai dasar pemikiran untuk memecahkan masalah yang bersumber pada literatur-literatur. Metode kuantitatif dilakukan untuk menentukan alternatif terpilih berdasarkan data kualitatif melalui survey, dengan menggunakan instrumen kamera rekam karena sekaligus dapat menyimpan data hasil wawancara.

3.2 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti adalah metode pengumpulan data observasi dan wawancara dengan menggunakan alat rekam, agar dapat sekaligus dimasukkan kedalam film dokumenter Reog

(23)

Bulkio. Adapun narasumber yang dilakukan untuk objek observasi dan wawancara agar dapat menunjang film dokumneter Reog Bulkio adalah: 1. Mbah Supangi merupakan generasi ke 7 pencipta Reog Bulkio serta

pemain Reog Bulkio yang dilakukan pada tanggal 22 Juni 2013 di kediamannya desa kemloko

2. Pak Santoso adalah seorang penari Reog Bulkio yang perannya memegang bendera. Wawancara dan observasi dilakukan di rumah Mbah Supangi pada tanggal 23 Juni 2013.

3. Pak Nasrudin merupakan pengamat Reog Bulkio dalam wawancara beliau menjelaskan makna dari tarian Reog Bulkio di kediaman Mbah Supangi pada tanggal 23 Juni 2013.

4. Kepala Desa Kemloko menjelaskan kritik dan saran terhadap kelansungan Reog Bulkio di rumah Mbah Supangi pada tanggal 23 Juni 2013.

3.3 Analisis Data

(24)

1. Tahap Analisa

Tahap analisa yang digunakan meliputi pengambilan data, survey lokasi , wawancara, kemudian menjadi storyboard, untuk kemudian menjadi bekal untuk pengambilan gambar dan menjadi acuan editing. Berikut pengerjaan yang akan dilakukan pada tugas akhir ini tersusun pada gambar 3.1.

Gambar 3.1: Bagan Metodologi. (Sumber: Olahan peneliti)

Pengambilan data pada bagan meliputi survey lokasi dan wawancara. Wawancara pada bagan melibatkan beberapa narasumber yang menjadi point utama dalam mencari data. Setelah semua data lengkap, barulah kemudian melakukan penggambaran Storyboard agar dapat menjadi acuan dalam melakukan pengambilan gambar, setelah storyboard siap maka masuk ke proses pemilihan gambar yang kemudian masuk ketahap editing sehingga dapat menjadi sebuah film dokumenter Reog Bulkio.

Data

Survey Lokasi Wawancara

Pengambilan Data

Shoting

Film Dokumenter Tari Reog Bulkio

(25)

2. Study Eksisting

Sebelum melakukan penyusunan ide dan konsep peneliti melakukan Study existing guna memperdalam dan memperjelas konsep film dokumenter ini. Beberapa film yang menjadi pembanding adalahCeline Through the Eyes of the World, Long Live the Kings dan Fastest.

a. Film dokumenter “Celine Through the Eyes of the World”.

(26)

Gambar 3.2: Cuplikan gambar “Celine Through the Eyes of the World “ Sumber: Olahan peneliti dari potongan film “Celine Through the Eyes of the

World

Tabel 3.1 Analisis kelebihan film Celine Through the Eyes of the World.

Kelebihan Film Celine Through the Eyes of the World

Meskipun film ini hanya mengambil dokumentasi dari setiap perjalanan konser Celine tetapi setiap potongan mempunyai cerita tersendiri dan gambar yang di hasilkan sangat bagus dengan mengambil masyarakat dan kebudayaan yang berada di lokasi Celine konser

(27)

kebudayaan yang berada di lokasi serta dari segi pengambilan gambar yang terjadi dibelakang panggung.

b. Film Dokumenter “ Long Life the Kings”

Film dokumenter pendek dengan durasi 6 menit 49 detik ini menceritakan tentang kehidupan beberapa pengendara motor yang sangat hobi menghabiskan waktunya untuk melakukan perjalanan ke berbagai daerah dengan menggunakan motornya dan film ini menampilkan kegitan mereka sewaktu istirahat.

Gambar 3.3: Cuplikan gambar “Long Life the Kings

(28)

Tabel 3.2: Analisis kelebihan film “ Long Life the Kings”.

Kelebihan film “ Long Life the Kings”

Video ini menekankan pada pengambilan gambar sehingga memberikan kesan visual yang menarik.

Berdasarkan analisis yang dilakukan peneliti dalam film “Long Life the Kings” film tersebut menekankan pada pengambilan gambar sehingga memberikan kesan visual yang menarik. Maka peneliti ingin menghadirkan pengambilan gambar seperti film “Long Life the Kings”.

c. Film Dokumenter “Fastest”

(29)

Gambar 3.4: Cuplikan gambar “Fastest

(Sumber: Olahan peneliti dari Potongan film “Fastest “)

Tabel3.3: Analisis kelebihan film “ Fastest”.

Kelebihan Film Dokumenter“Fastest”

Penggunaan wawancara langsung yang diimbangi dari tatanan visual membuat penoton merasakan ketegangan yang terjadi saat balapan sedang berlangsung

Dari pengamatan peneliti tentang film “Fastest”, peneliti ingin mengadopsi kelebihan film tersebut yaitu menggunakan wawancara langsung yang diimbangi dengan tatanan visual.

(30)

dari beberapa film ini adalah setiap komentar atau opini mengandung emosi pribadi dari narasumber atau narrator (pembuat). Bila melihat dari segi materi dan teknik yang digunakan Film Long Life the Kings Melalui penataan visual mereka tak hanya sekedar memberikan informasi melainkan hiburan. Penyusunan materi yang sederhana mampu mewakili keingintahuan penonton. Film Dokumenter sebagai studi eksisting dapat dianggap mengetengahkan realita visual secara sederhana dan apa adanya, yang diyakini dapat menampilkan atau menjaga spontanitas aksi dan karekter objek

Dengan kesimpulan diatas film seni tarian Reog Bulkio mencoba mengambil pendekatan serupa baik dari ide dan konsep secara materi maupun secara teknis dengan penambahan yang disesuaikan target penonton.

3. Observasi dan wawancara

(31)

Mas Yanu, dengan memberi informasi tentang pertunjukan reog Bulkio selanjutnya tetapi belum mengetahui alamat Mbah Supangi, kemudian pada tanggal 13 April 2013 dilakukan pengambilan gambar pertama disalah satu acara tinju dimana sebagai salah satu hiburannya adalah Reog Bulkio, disini kami menemukan bahwa salah seorang pejabat daerah memberhentikan secara mendadak tarian Reog Bulkio tersebut tanpa alasan yang jelas, tetapi peneliti masih belum mendapatkan alamat tempat latihan Reog Bulkio. Setelah melakukan beberapa kali proses pencarian data dimulai pada tanggal 15 Maret 2013 peneliti menemukan data tentang tempat latihan oleh pak Eko salah satu panitia acara pada tanggal 13 April 2013. Maka pada tanggal 22 Juni 2013 peneliti melakukan wawancara pendekatan personal kepada mbah Supangi di kediamannya. Dalam proses wawancara terhadap Mbah Supangi dilakukan secara terbuka, maksudnya proses wawancara dilakukan didalam sela-sela observasi dan sangat menghindari hal-hal yang bersifat formal.

(32)

3.4 Perancangan Karya

Dalam pembuatan film dokumenter Kesenian Reog Bulkio secara prosesnya termbagi menjadi 3 tahap yaitu pra produksi, produksi, dan pasca produksi.

3.4.1 Prapoduksi

Setelah melakukan Observasi dan studi perbandingan. Film dokumenter yang berjudul Kesenian Reog Bulkio memiliki Ide yaitu ingin mengangkat suatu kesenian Nusantara, memperkenalkan kesenian reog bulkio tersebut kepada masyarakat Indonesia pada umumnya dan masyarakat Blitar pada khususnya. Konsep yang diberikan yaitu menampilkan dan mewawancarai pelaku kesenian tersebut serta memberikan penjelasan tentang gerakan, alat musik, asal usul tarian dan perbedaan tarian reog Bulkio dengan reog-reog yang lain.

1. Ide dan Konsep

(33)

2. Naskah

Suasana lapangan desa Kemloko di malam hari, tampak warga sekitar yang datang untuk melihat acara kemudian terlihat para penari sedang duduk menunggu giliran untuk tampil membawakan tarian Reog Bulkio, tak lama kemudian tibalah saatnya para penari untuk mempertunjukkan tarian Reog Bulkio.

Suasana malam hari di rumah mbah pangi, nampak mbah Supangi yang sedang memberikan penjelasan tentang asal usul Reog Bulkio dan bagaimana beliau belajar tarian tersebut, serta makna warna dari pakaian Reog Bulkio. Di kediaman Mbah pangi tersebut nampak para penari melakukan latihan tarian dan musik Reog Bulkio.

Suasana di rumah mbah Pangi pada malam hari salah seorang penari menceritakan tentang perannya sebagai seorang penari Reog Bulkio kemudian memperlihatkan tariannya yang ditunjukkan dalam beberapa potongan adegan. Setelah itu kemudian salah seorang pengamat Reog Bulkio memberikan penjelasan tentang makna dari tiap-tiap ragam gerak tarian Reog Bulkio tersebut.

(34)

3. Storyboard

(35)
[image:35.595.95.504.111.591.2]

Gambar 3.5 Storyboard (Sumber: Olahan Peneliti)

3.4.2 Produksi

(36)

kreatif pengambilan gambar pada film dokumenter tari Reog Bulkio didasari oleh pemahaman dari tori sinematrografi. Pemahamn tersebut meliputi: 1. Gerak kamera

Panning, Tilting, Dept of Fild dan Zooming 2. Camera angle

Ada tiga faktor yang menentukan angle kamera, yaitu ukuran subyek, angle dari subyek, dan tinggi kamera. Sudut pandang (angle) kamera adalah sudut pandang penonton. Mata kamera adalah mata penonton. Sudut pandang kamera mewakili mata penonton. Penempatan kamera menentukan sudut pandang penonton dan wilayah yang diliput pada suatu shot.

Sederhananya untuk menetapkan posisi kamera, ada dua yang harus diperhatikan: Yang pertama sudut pandang terbaik untuk pengambilan suatu adegan dan yang kedua seberapa luas atau banyak wilayah yang harus diambil. Karena pemilihan sudut pandang kamera dengan tepat akan mempertinggi visualisai dramatik dari suatu cerita. Oleh karena itu penentuan sudut pandang kamera menjadi faktor yang sangat penting dalam membangun cerita yang berkesinambungan.

(37)

kamera. Sedangkan dalam proses produksi film dokumenter Kesenian Reog Bulkio tidak menggunakan penelitian skenario sehingga tidak ada tuntutan sudut pandang yang harus diambil. Maka dari itu akan dijelaskan beberapa pengambilan sudut pandang yang akan sering digunakan dalam proses produksi film dokumenter Kesenian Reog Bulkio. yaitu:

a. Close up (CU)

Bertujuan untuk menampilkan visual lebih dekat kepada bagian penting Subjek.

b. Long Shot (LS)

Guna memeperlihatkan visual keadaan sekitar subjek c. Full shot (FS)

Bertujuan untuk menampilkan gerak spontanitas dari subjek d. Extreme close up (XCU)

Bertujuan untuk menampilkan ekspresi spontanitas subjek. e. Medium Shot (MS)

Bertujuan memerikan dan menampilkan freming kepada subjek. f. Over shoulder

(38)

1. Bugeting

Pada tahapan bugeting dilakukan guna merumuskan dan merencanakan pengeluaran pada tahap produksi.

2. Crew (terlampirkan)

Pemilihan crew dilakukan guna membantu proses produksi 3. Penyusunan Materi

Tahap ini dilakuakan guna mematangkan konsep dan ide. Sehingga membantu dalam proses produksi dan pasca produksi. Yang didalamnya terdapat study literatur, study perpandingan, dan penyusunan pertanyaan. 4. Persiapan peralatan

Tahap ini dilakukan guna mempersiapkan peralatan shooting guna mempermudah pengambilan gambar.

3.4.3 Pasca Produksi

Secara teknik proses ini bertujuan untuk melakukan penekanan dan penataan terhadap gambar (stock shot) sehingga dapat tersusun secara visual dan narasi (audio). Editing dilakukan di sebuah perangkat lunak yang diperuntukan untuk menynuting dan memberi backsound. dalam proses ini dilakukan juga teknik colour grading (perubahan warna) yang bertujuan menambah ketajaman warna dalam unsur visual sehingga dapat memberikan kesan yang menarik.

(39)

untuk memberikan penjelasan dan memperkenalkan kesenian reog Bulkio secara luas. Pada tahap ini penambahan suara latar dan proses modifikasi warna juga dilakukan guna menambahkan nilai esteika secara audio visual.

3.5 Jadwal

[image:39.595.96.508.311.565.2]

Jadwal kerja Film dapat mempermudah manejemen waktu agar dapat menyelesaikan sebuah film.

Tabel 3.4: Jadwal Produksi

Uraian Agustus September Oktober November Desember 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Pra Production Production Editing and compositing Post Rendering Penyusunan Laporan 3.6 Anggaran

Angaran Pembuatan Film The Tarian Reog Bulkio

(40)

Observasi Blitar Rp. 4.500.000 Peralatan Pendukung Rp. 600.000

(41)

Pada bab ini akan dijelaskan proses produksi dan pasca produksi. Berikut ini penjelaskan proses produksi dalam film yang berjudul ”Kesenian Reog Bulkio”, sebagai berikut:

4.1 Produksi

[image:41.595.91.509.301.625.2]

Setelah melakukan persiapan dalam proses pra produksi, dimulainya tahap wawancara dan pengambilan gambar yang dilakuan secara bersamaan.

Gambar 4.1 wawancara narasumber Reog Bulkio. (Sumber : Olahan Peneliti)

(42)
[image:42.595.97.515.205.528.2]

Selanjutnya dalam produksi di lapangan, pengambilan gambar ditekankan kepada kegiataan pementasasan. Seperti persiapan pembuatan kostum, dan pada saat menari.

Gambar. 4.2 persiapan sebelum pementasan (Sumber : Olahan Peneliti)

Dalam pembuatan film dokumenter berjudul Tarian Reog Bulkio ini peneliti menggunakan berbagai macam peralatan sinematrografi sederhana yaitu :

1.Camera DSLR dengan kemampuan merekam vidio 2. Lensa 18-250 dan fix 50

3.Microphone

(43)

6.Memory kamera 7.Lampu 500 watt

Beberapa variasi shot yang digunakan dan diterapkan dalam film dokumen-ter berjudul Tarian Reog Bulkio diantaranya adalah Extreme Long Shot, Long Shot, Medium Shot, Medium Close Up, Close Up. Untuk pergerakan kamera menggunakan beberapa teknik yaitu : Panning, Tilting dan Zooming. Untuk sudut pengambilan gambar yang digunakan Eye Level, Low Angle dan High Angle.

4.2 Proses Pasca produksi

Pada tahapan pasca produksi ini dilakukan proses editing dan spesial efek dengan beberapa langkah yang dilakukan, yaitu:

1. Pemilihan video

(44)
[image:44.595.96.521.114.525.2]

Gambar 4.3 proses pemilihan Video (Sumber : Olahan Peneliti)

2.Penataan stock shoot

(45)
[image:45.595.95.515.119.508.2]

Gambar 4.4 proses penataan gambar stock shoot (Sumber : Olahan Peneliti)

(46)

3.Proses Colour Grading

[image:46.595.95.508.248.532.2]

Proses merubah warna terhadap gambar sehingga menimbulkan kesan tertentu serta membuat terang gambar. pemilihan warna sesungguhnya tidak didasari oleh teori khusus melainkan hanya untuk menajamkan dan memberikan nilai estetika tersendiri.

Gambar 4.5 gambar asli (Sumber : Olahan Peneliti)

(47)
[image:47.595.97.514.111.510.2]

Gambar 4.6 gambar setelah warnanya dirubah (Sumber Olahan Peneliti)

Dengan memakakai software Red Giant Magic Bullet dengan program aplikasi looks maka warna dan itensitas cahaya pada video dapat dinaikkan.

4. Sound Editing

(48)
[image:48.595.98.503.99.502.2]

Gambar 4.7 Editing suara (Sumber : Olahan Peneliti)

Pada tahap editing suara peneliti menaikkan dan menurunkan volume yang terdapat dibagian bawah timeline video yang memang khusus dirancang untuk mengatur audio.

5. Editing split screen

(49)
[image:49.595.96.507.123.516.2]

Gambar 4.8 Spilt screen (Sumber : Olahan Peneliti)

Tahap ini bertujuan untuk membuat video agar lebih bervariasi, caranya dengan mengatur ukuran video yang telah di siapkan untuk proses variasi gambar.

6. Rendering

(50)
[image:50.595.96.501.119.542.2]

Gambar 4.9 Rendering (Sumber : Olahan Peneliti)

(51)

7. Hasil Render

[image:51.595.96.508.208.535.2]

Hasil render merupakan hasil akhir dari proses editing sehingga dapat menjadikan sebuah film secarah menyeluruh atau secara utuh.

Gambar 4.10 : Hasil Render (Sumber : Olahan Peneliti) 8. Mastering

(52)
[image:52.595.121.507.150.222.2]

9. Hasil Final

Gambar 4.11: Potongan adegan 1-3 (Sumber: Olahan peneliti)

Film Dokumenter Reog Bulkio dibuka dengan keterangan gambar yang berupa bumper in untuk selanjutnya berupa gambar dimana para penari Reog Bulkio tiba di lokasi untuk mengisi acara tinju amatir di Blitar. Gambar ketiga menunjukkan para penari menunggu giliran untuk tampil.

Gambar 4.12: Potongan adegan 4-6 (Sumber: Olahan peneliti)

[image:52.595.92.516.311.536.2]
(53)
[image:53.595.124.513.111.185.2]

Gambar 4.13: Potongan adegan 7-9 (Sumber: Olahan peneliti)

[image:53.595.95.516.311.500.2]

Pada adegan selanjutnya digambarkan mereka sedang melakukan salam penghormatan kepada penonto pertanda dimulainya tarian Reog Bulkio, sedangkan gambar selanjutnya di perlihatkan mereka mulai menari.

Gambar 4.14: Potongan adegan 10-12 (Sumber: Olahan peneliti)

(54)
[image:54.595.132.509.130.244.2]

Gambar 4.15: Potongan adegan 13-15 (Sumber: Olahan peneliti)

Split screen yang terdapat pada gambar hanya bertujuan untuk variasi gambar, isi dari split screen tersebut adalah lanjutan dari gambar sebelumnya yakni menceritakan proses perjalanan Mbah Supangi untuk

belajar tari Reog Bulkio dan ditambah variasi gambar penari yang sedang latihan. Gambar selanjutnya, Mbah Supangi menceritakan tentang asal-usul tarian Reog Bulkio, kemudian disisipkan gambar para penari sedang berbaris, mengikuti apa yang Mbah Supangi bicarakan.

Gambar 4.16: Potongan adegan 16-18 (Sumber: Olahan peneliti)

[image:54.595.91.512.321.536.2]
(55)
[image:55.595.124.509.103.175.2]

Gambar 4.17: Potongan adegan 19-21 (Sumber: Olahan peneliti)

[image:55.595.98.529.304.493.2]

Gambar selanjutnya para penari mempersiapkan pakaian yang akan di pakai untuk pementasan dan di beri audio penjelasan tentang maksud warna kostum yang akan dipakai.

Gambar 4.18: Potongan adegan 22-24 (Sumber: Olahan peneliti)

(56)
[image:56.595.123.513.73.146.2]

Gambar 4.19: Potongan adegan 25-27 (Sumber: Olahan peneliti)

[image:56.595.96.529.322.494.2]

Sebagai transisi untuk memasuki adegan selanjutnya dimasukkanlah adegan Pak Santoso sedang menari. Kemudian masuk ke wawancara Pak Nasrudin yang sedang menjelaskan tentang makna dari gerakan tarian Reog Bulkio, yang diperlihatkan digambar selanjutnya adalah gerakan aba-aba berperang.

Gambar 4.20: Potongan adegan 28-30 (Sumber: Olahan peneliti)

[image:56.595.107.514.564.639.2]

Gambar selanjutnya menjelaskan tentang Pesan dan kesan Bapak kepala desa Kemloko terhadap tarian Reog Bulkio. Kemudian gambar selanjutnya adalah peperangan yang terjadi di Reog Bulkio.

(57)

Adegan diatas menunjukkan bahwa perang dipisahkan oleh Rontak pemegang bendera dan sebagai adegan penutup yaitu salam dari para penari. Kemudia dilanjutkan oleh credit title untuk menunjukkan orang-orang yang telah membuat dan membantu film tersebut.

10. Publikasi

[image:57.595.87.509.306.710.2]

Setelah selesai melakukan proses penggabungan gambar seluruh hasil film, maka peneliti melakukan publikasi. Media yang digunakan peneliti untuk pub-likasi adalah poster dan DVD. Kemudian diimplementasikan ke dalam bentuk cetak berupa poster dan DVD (cover wajah dan cover cakram) seperti gambar di bawah ini :

(58)
[image:58.595.94.507.118.726.2]

Gambar 4.23: Sampul DVD (Sumber : Data Pribadi)

(59)

BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

Berdasarkan seluruh hasil produksi yang telah dilaksanakan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Hasil dari penelitian, Tarian Reog Bulkio dapat dikemas menjadi film dokumenter dengan durasi 15 menit.

2. Film dokumenter adalah salah satu media komunikasi massa yang dapat berkomunikasi dengan berbagai pesan dalam bagian-bagian scene dengan menggunakan media visual sebagai pendukung untuk memberikan pengetahuan tentang tarian Reog Bulkio.

5.2 Saran

Observasi tentang fenomena keberadaan sejarah tarian Reog Bulkio sebagai kesenian di aplikasikan kedalam sebuah karya video dokumenter ini diharapkan dapat menjadi wawasan, inspirasi dan hiburan bagi para khalayak luas. Penulis berharap bagi peneliti selanjutnya supaya dapat menampilkan sejarah tarian Reog Bulkio dengan sudut pandang yang berbeda.

Penulis mengakui masih banyak kekurangan dalam mengaplikasikan hasil observasi ini kedalam video dokumenter karena dalam pembuatan film dokumenter ini sangat diperlukan perencanaan dan perancangan yang lebih matang dan didukung oleh beberapa crew dengan spesifikasi tersendiri. Namun

(60)
(61)

DAFTAR PUSTAKA

Amura. 1989. Perfilman Indonesia dalam Era Baru. Jakarta: Lembaga Komunikasi Massa Islam Indonesia.

Ayawaila, G. R. 2008. Dokumenter : Dari Ide Sampai Produksi. Jakarta: FFTV-IKJ Press.

Bahasa, T. P. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa. Effendi, O. U. 1989. Kamus Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Kita, Y. H. 1996. Seni Tari. Jakarta: Indonesia Indah.

Pratista, H. 2008. Memahami Film. Yogyakarta: Homerian Pustaka.

Suryana, M. Prof. Dr. (2010). Metodologi Penelitian : Model Prakatis Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Jakarta: UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA.

Sumarno, M. (1996). Dasar-dasar Apresiasi Film. Jakarta: PT. Gramedia.

Gambar

gambar visual tak mampu memberikan detail informasi. Misalnya, informasi
gambar - gambar ditangkap dengan mata.
gambar yang kita tampilkan.
Gambar 3.1: Bagan Metodologi.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga melihat kasus di atas maka saya tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : Pengaruh Store Atmosphere dan Lokasi terhadap Minat beli pada Toko

Berkaitan dengan pendekatan potensi dalam pengembangan kurikulum pembelajaran bahasa Arab, dalam makalah ini dibahas sebuah teori yang menyebutkan bahwa manusia telah

pengaruh pengalaman audit, skeptisme profesional, red flags , dan tekanan anggaran waktu terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Adapun yang menjadi rumusan

terdapat di Pura dan Kongco Batu Meringgit yang bisa dikembangkan menjadi sumber belajar sejarah antara lain; (1) Aspek Historis (Sejarah), di mana seorang guru

Tujuan akhir dari penelitian pengembangan ini adalah menghasilkan produk berupa buku yang berisikan model pembelajaran renang gaya bebas (crawl) bagi siswa usia

Strategi guru pendidikan agama Islam dalam membina Akhlakul Karimah pada siswa di sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Bergas dilaksanakan dengan cara pemberian

Berikut yang merupakan perbedaan surat resmi dan surat pribadi yang tepat adalah…a. Surat resmi

Roda keberanian adalah roda media interaktif tantangan yang di buat sebagai tahapan kampanye yang saling berhubungan dengan buku stiker yang bertujuan untuk meningkatkan