• Tidak ada hasil yang ditemukan

KETIDAKEFEKTIFAN PERAN IWC (INTERNATIONAL WHALING COMMISION) DALAM UPAYA PENYELAMATAN LUMBA-LUMBA DI TAIJI, JEPANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KETIDAKEFEKTIFAN PERAN IWC (INTERNATIONAL WHALING COMMISION) DALAM UPAYA PENYELAMATAN LUMBA-LUMBA DI TAIJI, JEPANG"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

KETIDAKEFEKTIFAN PERAN IWC (INTERNATIONAL WHALING

COMMISION) DALAM UPAYA PENYELAMATAN LUMBA-LUMBA

DI TAIJI, JEPANG

SKRIPSI

Disusun untuk memenuhi persyaratan gelar

Sarjana Strata I pada Fakultas Ilmu Sosial dan Politik

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh :

BAGAS REZA MURTI

20120510014

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(2)

KETIDAKEFEKTIFAN PERAN IWC (INTERNATIONAL WHALING

COMMISION) DALAM UPAYA PENYELAMATAN LUMBA-LUMBA DI

TAIJI, JEPANG

SKRIPSI

Disusun Guna Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana

Pada Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Politik

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh :

BAGAS REZA MURTI

20120510014

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(3)

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ILMIAH

Dengan ini saya menyatakan bahwa Karya Ilmiah/Skripsi ini adalah asli hasil karya sendiri

dan karya ilmiah ini belum pernah diajukan sebagai pemenuhan untuk gelar Sarjana Strata Satu

(S1) maupun Magister (S2) dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Maupun Perguruan

Tinggi lain.

Semua Informasi yang dimuat dalam karya ilmiah ini berasal dari penulis lain baik

dipublikasi atau tidak, telah diberikan penghargaan dengan mengutip nama sumber penulis secara

benar dan semua isi dari Karya Ilmiah/Skripsi ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.

Pernyataan ini saya buat dengan sungguh-sungguh dan apabila di kemudian hari terdapat

ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya selaku penulis bersedia menerima sanksi

akademik sesuai dengan aturan yang berlaku di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Yogyakarta, 21 Desember 2016

Penulis

(4)

Halaman Motto

͆

SETIA PADA CITA-CITA, PERCAYA PADA PROSES

͇

(Motto Marching Band Gita Surosowan Banten)

When you walk through a storm, hol”

your head up high

And don't be afraid of the dark

At the end of the storm, there's a golden sky

An” the sweet, silver song of a lark

(You’ll Never Walk Alone lyri“

-

Liverpool Supporter’s song)

Expect The Best

Be Prepared For The Worst

F*ck with Others Think

Do Your Own Things

(Me)

I can’t stay here while all the other people are fighting for me. I need to serve.

I

have the energy to be a medic.”

(5)

Halaman Persembahan

Karya Tulis ini Penulis persembahkan kepada

“Keluarga Tercinta”

Terima Kasih tak terhingga bagi kedua orang tua ku

Bapak Priyo Setyono Pudji dan Ibu Puji Hastuti, S.Pd

Terima kasih telah membesarkanku, mendidikku, dan mengajariku semua hal, Semoga kalian

sehat selalu dan selalu dalam lindungan Allah SWT.

Untuk Kakakku tercinta Ardina Pradhitamurti, S,Pd dan suami Bramansyah

Arifandana, S,Pd

Dan Keponakanku Rumaisha Shinra Valiandra (almh) dan Aiyana Maryam

Khafiyya

Adikku tersayang Citra Dhistia Murti

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Depan ... i

Halaman Judul ... ii

Halaman Pengesahan Dosen Pembimbing ... iii

Halaman Pernyataan Keaslian Ilmiah ... iv

Kata Pengantar ... v

Halaman Motto ... vii

Halaman Persembahan ... viii

Halaman Ucapan Terima Kasih ... ix

Daftar Isi ... xi

Daftar Gambar ... xiv

Daftar Tabel ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Kerangka Pemikiran... 7

D. Hipotesis ... 19

E. Tujuan Penelitian ... 19

F. Jangkauan Penelitian ... 20

G. Metodologi Penelitian ... 20

(7)

BAB II INTERNATIONAL WHALING COMMISION (IWC) ... 22

A. Sejarah Terbentuknya Industri Paus ... 22

B. Awal Terbentuknya International Whaling Commision (IWC) ... 24

C. Keorganisasian IWC ... 28

1. Komisi Keuangan dan Organisasi ... 29

2. Komite Ilmiah ... 31

3. Komisi Konservasi ... 37

4. Sub-komisi untuk Perburuan Masyarakat Lokal ... 38

5. Kelompok Kerja dalam Metode Pembunuhan Paus dan Isu Kesejahteraan ... 40

6. Negara Anggota IWC ... 41

D. Peran IWC di Dunia ... 44

BAB III KEGIATAN PENANGKAPAN LUMBA-LUMBA DI TAIJI,JEPANG ... 47

A.Sejarah Penangkapan Paus Sebagai Tradisi Jepang ... 47

B. Kegiatan Penangkapan Lumba-lumba di Taiji ... 57

1. Metode Penangkapan ... 58

2. Isu Kesehatan dan Kandungan Merkuri ... 61

3. Protes Aktivis ... 63

BAB IV KETIDAKEFEKTIFAN IWC DALAM MENANGANI KASUS PEMBUNUHAN LUMBA-LUMBA DI TAIJI JEPANG ... 69

A. Problem Malignancy ... 70

1. Incongruity ... 70

(8)

3. Cumulative Cleavages ... 81

B. Problem Solving Capacity ... 84

1. Institusional Setting ... 85

2. Distribution of Power ... 86

3. Skills and Energy ... 89

C. Level of Collaboration ... 90

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 94

(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1 Keluarga Cetacean ... 6

Gambar 2.1 Bagan Organisasi IWC... 28

Gambar 2.2 Bagan Komisi Keuangan dan Administrasi ... 29

Gambar 2.3 Bagan Komite Ilmiah ... 31

Gambar 2.4 Bagan Komisi Konservasi ... 37

Gambar 2.5 Bagan Sub-komisi Perburuan Masyarakat Lokal... 38

Gambar 2.6 Bagan Kelompok Kerja dalam Metode Pembunuhan Paus dan Isu Kesejahteraan ... 40

Gambar 3.1 Pembunuhan lumba-lumba di sebuah teluk di Taiji... 59

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Daftar Negara Anggota IWC ... 42

Tabel 3.1 Daftar spesies lumba-lumba yang dibunuh di Taiji ... 60

Tabel 4.1 Pendapatan dan Pengeluaran ICR (Institute of Cetacean Research),

(11)
(12)

ABSTRACT

IWC (International Whaling Commision) menjadi badan resmi yang ditunjuk PBB

dalam masalah perpausan (whaling) sesuai dengan konvensi ICRW (International

Convention for Regulation of Whaling) yang ditandantangani pada tahun 1931. Namun

perannya dipertanyakan ketika menghadapi pembunuhan ribuan lumba-lumba di Taiji,

Jepang. Lumba-lumba termasuk jenis small cetacean dimana termasuk dalam jenis cetacean

(paus) dalam IWC. IWC tidak mampu menghentikan kasus ini sehingga mengindikasikan

ketidakefektifan peran IWC. Penelitian ini akan menjelaskan factor yang mempengaruhi

ketidakefektifan IWC dalam menghentikan ribuan lumba-lumba di Taiji, Jepang dalam segi

keefektifan rezim yang ada di IWC. Dengan menggunakan studi pustaka dan analisis data,

kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian eksplanatif ini mendukung hipotesis bahwa

Ketidakefektifan rezim dalam IWC dipengaruhi oleh Problem Malignancy yang ada di

internal IWC dan Problem Solving Capacity yang dimiliki oleh IWC.

Kata Kunci : Ketidakefektifan Rezim, Whaling, International Whaling Commision (IWC),

(13)

ABSTRACK

IWC (International Whaling Commision)become a buraue pointed by United Nations to concern at Whaling affairs based on International Convention for Regulation of Whaling (ICRW) that signed in 1931. However, his roled was inquired when IWC face the slaughter of dolphins in Taiji, Japan. Dolphi s are i cluded i to s all cetacea fa ily. IWC ca ’t stop the case so that i dicates the inectivity of IWC. This study will explain the factors that influence inectivity of IWC on stopping the slaughter of Dolphins in Taiji, Japan in a rzim efectivity side. By using a literature study and data analysis, The conclusion obtained in this study support the hypothesis that The i ectivity of IWC’s rezim is influenced by Problem Malignancy and Problem Capacity in IWC.

(14)

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perubahan drastis beberapa unsur lingkungan hidup yang diakibatkan oleh

kegiatan manusia, organisasi-organisasi bisnis publik dan privat, serta

negara-negara, belakangan ini menjadi perhatian besar umat manusia dan negara-negara-negara,

serta menimbulkan reaksi keras kelompok tertentu, terutama kalangan ekolog.

Salah satu masalah lingkungan yang patut mendapat sorotan dewasa ini adalah

laju penurunan populasi dan kepunahan beberapa spesies.

Kepunahan berarti hilangnya keberadaan dari sebuah spesies atau

sekelompok takson1. Waktu kepunahan sebuah spesies ditandai dengan matinya

individu terakhir spesies tersebut. Suatu spesies dinamakan punah bila anggota

terkahir dari spesies ini mati. Kepunahan terjadi bila tidak ada lagi makhluk hidup

dari spesies tersebut yang dapat berkembang biak dan membentuk generasi. Suatu

spesies juga disebut fungsional punah bila beberapa anggotanya masih hidup

tetapi tidak mampu berkembang biak, misalnya karena sudah tua, atau hanya ada satu

jenis kelamin.

Dalam laporan studi yang dimuat di Science Advances Journal, terungkap

bahwa sebanyak 400 spesies vertebrata punah sejak tahun 1900. Jumlah itu

menandakan angka kepunahan yang meningkat hingga 100 kali lebih cepat dibanding

angka kepunahan sebelumnya. Kepunahan itu terjadi akibat kerusakan lingkungan

(15)

yang tak lain disebabkan oleh ulah manusia. Fakta-fakta yang mencengangkan pun

bermunculan. Kehidupan di bumi semakin mendekati status pemunahan

besar-besaran. Peneliti memprediksi bahwa dalam kurun waktu 500 tahun terakhir,

sebanyak 844 spesies (seperti kucing tasmania dan passenger pigeons—merpati

penumpang) telah punah tak bersisa, dan sebanyak 16.000 spesies lainnya terancam

punah2. Sebanyak dua pertiga dari total jumlah penyu (tujuh spesies penyu) di seluruh

dunia terancam punah seluruhnya pada 2025, sebanyak 50% dari total populasi kera

di Afrika telah mati, dan setengah dari jumlah marsupilami di dunia sedang dalam

status bahaya punah. Sebanyak 40% dari total flora dan fauna di Asia juga akan

punah dalam waktu cepat.

Beberapa upaya yang telah dilakukan untuk menyelamatkan spesies dari

kepunahan Antara lain dengan konservasi. Seperti spesies harimau sumatra di

Indonesia yang sejak tahun 1970an, CITES (Convention on International Trade In

Endangered Species) memasukkan hewan ini kedalam daftar Appendix I yaitu

kategori hewan yang sangat dilarang untuk diperdagangkan baik pada tingkat

nasional maupun internasional. Dalam rangka mendukung program konservasi satwa

harimau sumatera, kemudian dibentuk strategi konservasi Harimau Sumatera. Strategi

ini memiliki dua komponen yang berbeda yaitu : komponen in situ dan komponen ex

situ. Komponen in situ mengutamakan tanggung jawab atas perlindungan populasi

harimau Sumatera liar (di alam lepas) dan kelangsungan hidupnya serta ditambah

pula dengan pengembangan strategi dalam memelihara populasinya. Komponen ex

(16)

situ mengutamakan tanggung jawab dalam pengembangan populasi dari harimau

Sumatera yang ada di dalam kebun binatang (penangkaran) serta mengatur populasi,

penyakit dan kemurnian genetik dalam mengembalikan keutuhan dari populasi liar.

Selain itu untuk mendukung upaya konservasi upaya yang dilakukan yaitu

membentuk regulasi dan badan untuk mengawasi dan mengatur jumlah spesies

tersebut. Adapun badan yang berhak tersebut adalah IUCN (International Union/or

Conservation/Nature and Natural Resources) misalnya sebagai contoh dalam kasus

harimau Sumatra mengeluarkan perundang-undangan yang melarang pemusnahan

harimau di setiap negara yang memiliki habitat asli spesies harimau. Jadi upaya

konservasi yang dilakukan juga harus diimbangi dengan pengawasan oleh suatu

badan dan regulasi.

Salah satu spesies yang mengalami bahaya kepunahan di dunia adalah Ikan

Paus. Ikan Paus telah menjadi komoditi perekonomian yang sangat menguntungkan

sejak zaman dahulu3. Perburuan Paus sebagai industri dimulai di abad 11 ketika

orang-orang Basques memulai perburuan dan menjual produk yang berasal dari Paus

Atlantik Utara. Kemudian perburuan mereka diikuti oleh Bangsa Belanda dan Inggris,

dan kemudian oleh bangsa Amerika dan semakin lama bangsa-bangsa di dunia

mengikutinya.

Paus Punggung dan Paus Sperma kemudian menjadi target selanjutnya dari

perburuan, dengan minyaknya yang sangat berguna untuk penerangan dan listrik kala

itu.Di akhir abad 19 Industri perburuan paus telah berkembang ke kapal yang lebh

(17)

modern, dilengkapi berbagai persenjataan yang lebih canggih untuk menagkap paus.

Teknologi baru, ditambah dengan menipisnya paus di seluruh dunia, menyebabkan

penyebaran perburuan beralih ke Antartika, di mana ikan paus berkonsentrasi untuk

makan membuat skala besar penangkapan ikan paus yang sangat menguntungkan.

Perang Dunia Pertama menyediakan pasar yang besar untuk bahan peledak yang

menggunakan gliserin dari minyak paus balin. Hal ini menjadi fokus utama pemburu

paus Inggris dan Norwegia di Antartika. Sementara penangkapan ikan paus Jepang

telah berkembang secara terpisah sebagai industri pesisir, terutama untuk paus

bungkuk dan paus abu-abu.

Paus sebagai organisme di dalam laut memegang peranan penting dalam

ekosistem laut. Oleh karena itu kita seharusnya sadar akan bahaya kepunahan paus.

Menurut studi terbaru yang dimuat di jurnal Frontiers in Ecology and the

environment, paus justru memegang peran besar dalam ekosistem laut yang sehat.4

Peningkatan jumlah paus berbadan besar – paus biru, paus sperma, dan paus abu -

abu mengarah pada ekosistem samudra yang lebih sehat dan ikan yang lebih banyak.

Menurut ilmuwan, ketika paus makan dilaut dalam lantas kembali ke permukaan

untuk bernafas, mereka mencampur lapisan lapisan air di laut. Substansi di dalam

urine dan kotoran paus, terutama zat besi dan nitrogen, juga merupakan penyubur

efektif bagi plankton. Selain itu, ketika paus melahirkan di kedalaman, mereka

menyumbangkan nutrisi penting bagi perairan yang sering kali miskin sumber daya.

Bahkan, plasenta paus merupakan sumber makanan yang kaya bagi organism lain.

(18)

Banyak paus bermigrasi jarak jauh untuk kawin, dan selama itu mereka membawa

nutrisi – nutrisi tersebut bersama mereka.

Untuk melindungi paus dari ancaman kepunahan akibat perburuan, tahun 1946

dibentuklah International Convention of The Regulations of Whaling (ICRW) yang

kemudian menjadi dasar dibentuknya International Whaling Comission (IWC) .IWC

adalah Komisi Penangkapan Ikan Paus Internasional. (IWC) adalah badan global

yang dibentuk untuk tujuan konservasi ikan paus dan pengelolaan penangkapan ikan

paus. IWC saat ini memiliki 89 negara anggota dari negara-negara di seluruh dunia5.

IWC adalah organisasi internasional yang dibentuk dari International

Convention of The Regulations of Whaling (ICRW). Berbagai negara yang menjadi

anggota IWC membuat keputusan mereka melalui berbagai pertemuan dan komite,

menggunakan sekretariat IWC untuk membantu diskusi dan proses pengambilan

keputusan6. IWC memiliki empat komite utama yaitu Komite Scientific, Technical,

Keuangan dan Administrasi dan komite terbaru, Komite Konservasi yang diciptakan

pada tahun 2004. Sampai saat ini, IWC telah melaksanakan pertemuan setiap tahun,

tetapi sejak 2012 IWC mengadakan pertemuan setiap dua tahun. Pertemuan terakhir

dari IWC (ke-65) digelar di Slovenia, 2014.

Faktanya,walaupun sudah ada pihak resmi yang mengatur tentang perburuan

paus yaitu IWC, namun masih saja terdapat perburuan paus, salah satunya di Taiji

Jepang. Di Perairan Taiji setiap tahunnya pada bulan September hingga Maret,

5https://iwc.int/home

(19)

Ribuan Lumba-lumba diburu dan dibunuh untuk diambil dan dijual dagingnya7.

Setidaknya sekitar 20.000 lumba-lumba dan paus dibunuh setiap tahunnya di Jepang.

Hal ini bertepatan dengan migrasi tahunan yang dilakukan lumba-lumba ketika

melewati pantai Taiji pada bulan September hingga Maret. Lumba-lumba hidung

botol kerap diincar nelayan karena selain bisa dimakan dagingnya, bisa juga dijual ke

pertunjukkan aquarium. Seekor lumba-lumba yang sehat bisa dihargai USS 200.000

atau Rp 2,4 milliar per ekornya oleh akuarium di seluruh dunia8. Nelayan di Taiji

sendiri beranggapan bahwa perburuan lumba-lumba telah menjadi bagian dari ritual

tradisi sejak mereka kecil. Di area itu mereka telah menangkap lumba-lumba dan ikan

paus sejak ribuan tahun yang lalu.

Gambar 1.1 Keluarga Cetacean

7 http://www.borneoscape.com/2014/02/pembantai-lumba-lumba-taiji-jepang.html

8

(20)

Dalam situs resmi IWC, Lumba-lumba telah dimasukkan ke dalam “tanggung

jawab” IWC. Sebagian besar pemerintah negara anggota percaya bahwa IWC

memiliki kompetensi hukum untuk mengatur regulasi untuk semua jenis Cetacean,

termasuk small cetacean termasuk lumba-lumba dan pesut. Memang International

Convention for Regulation of Whaling tidak mengatur Small Cetacean. Dalam

konvensi ini hanya mencantumkan apa yang disebut “Great Whale”. IWC hanya

memfasilitasi dan memberi bantuan untuk sejumlah besar program konservasi untuk

small cetacean, namun tidak mengatur perburuan small cetacean.

Namun di samping hal itu, IWC sendiri telah membentuk sub-committee on

small cetaceans di bawah Scientific Committee dan telah berperan aktif dalam

perlindungan lumba-lumba dan small cetacean lain di luar wilayah Jepang, menurut

Journal yang dikeluarkan IWC tahun 2014 seperti melindungi vanquita di wilayah

Teluk California di Meksiko, melindungi lumba-lumba Maui di New Zealand,

perlindungan pesut pelabuhan di laut Baltik melalui pengimplementasian Agreement

in the Cetaceans of the Baltic and North Seas (ASCOBANS). Bahkan, Surat kabar

online New Zealand “Herald” mengatakan IWC memiliki “extreme concern” pada

perlindungan lumba-lumba New Zealand. Namun di balik upaya-upaya IWC di luar

Jepang, maka menjadi sebuah misteri jika IWC tidak melihat pembunuhan

lumba-lumba di Taiji sebagai isu utama. Oleh karena itu, Peran IWC penulis nilai tidak

efektif.

(21)

Berdasarkan Latar Belakang Masalah yang penulis paparkan diatas, masalah

yang dapat ditarikadalah “Mengapa IWC tidak efektif dalam upaya penyelamatan

Lumba-lumba di Taiji, Jepang?”

C. Kerangka Pemikiran

Untuk menjawab serta mengananlisa pokok permasalahan di atas, dengan

latar belakang yang telah dijelaskan maka penulis akan menggunakan konsep

yang dapat mendukung penulisan karya tulis ini.

1. Konsep Organisasi Internasional

Menurut Jack C Plano yang dimaksud dengan organisasi internasional

merupakan suatu ikatan formal melampaui batas wilayh nasional yang menetapkan

untuk membentuk mesin kelembagaan agar memudahkan kerjasama diantara mereka

dalam bidang keamanan, ekonomi, sosial, serta bidang lainnya.9 Dari pengertian

tersebut diketahui bahwa organisasi internasional sangat berperan dalam membangun

negara. Bahkan memiliki peran yang penting yaitu sebagai alat untuk mencapai

kepentingan nasional suatu negara. Organisasi Internasional mempunyai kekuatan

dalam mendukung kepentingan berbagai negara untuk menyalurkan kepentingan

mereka yang melewati batas-batas wilayah nasional. Organisasi internasional

berfungsi sebagai media komunikasi internasional yang diharapkan dapat

memberikan pedoman untuk bertindak pada suatu situasi tertentu di lingkungan

9Plano, Jack C, Robert E.Riggs dan Helena S. Robin. Kamus Analisa Politik, PT. Rajawali:Jakarta,

(22)

internasional. Bisa dikatakan bahwa peran organisasi internasional merupakan rekasi

dari situasi internasional yang muncul.

Berdasarkan pada klasifikasi yang dibuat oleh Couloumbus dan Wolfe bahwa

organisasi antar pemerintah (IGO) dapat diklasifikasikan menjadi empat kategori

yang berdasarkan pada keanggotaan dan maksud atau tujuannya. Pertama, organisasi

internasional antar pemerintah dengan maksud dan tujuan umum. Misalnya, Liga

Bangsa-Bangsa dan PBB. Kedua organisasi internasional ini ruang lingkupnya global

dan menjalankan berbagai macam fungsi, seperti dalam bidang kerjaama ekonomi,

keamanan, perlindungan atas hak asasi manusia, pengembangan kebudayaan dan

sebagainya. Kedua, organisasi internasional antar pemerintah dengan keanggotaan

global dan tujuan yang spesifik atau khusus. Organisasi jenis ini dikenal pula dengan

organisasi fungsional karena menjalankan fungsi yang bersifat khusu. Contohnya

badan-badan khusus dari Perserikatan Bangsa-Bangsa, seperti Organisasi Perburuhan

Internasional (ILO) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Ketiga, organisasi antar

pemerintah dengan keanggotaan yang regional atau kawasan dan dengan maksud

serta tujuan umum. Organisasi internasional semacam ini merupakan organisasi

internasional yang bercorak kawasan, biasanya bergerak dalam bidang yang luas

meliputi keamanan, politik, sosial, ekonomi, dan lain-lain. Contohnya, Masyarakat

Ekonomi Eropa. Keempat, organisasi antar pemerintah dengan keanggotaan regional

dengan maksud dan tujuan khusu atau terbatas. Organisasi Internasional semacam ini

bergerak dalam satu bidang khusu misalnya ada yang bergerak dalam bidang militer

dan pertahanan, ekonomi, sosial dan lain-lain. Contohnya, Asosiasi Perdagangan

(23)

Economic Assistance (COMECON), North Atlantic Treaty Organizarion (NATO),

Pakta Warsawa dan lain-lain.10

Menurut Harold K. Jacobson, fungsi organisasi internasional dapat

dikategorikan dalam lima hal pokok yaitu yang pertama fungsi informasi yaitu

termasuk didalamnya adalah pengumpulan data dan informasi. Guna menjalankan

fungsi ini, organisasi internasional dapat mempergunakan staffnya atau menyediakan

suatu forum dimana konstituennya dapat melakukan kegiatan-kegiatan tersebut.

Kedua Fungsi Normatif yaitu meliputi pendefinisian dan pendeklarasian suatu

normastandar. Fungsi ini tidak memasukkan instrument yang memiliki efek mengikat

secara hukum, tapi sebatas pernyataan-pernyataan yang mempengaruhi lingkungan

domestic dan internasional. Ketiga fungsi pembuatan peraturan yaitu fungsi yang

hampir sama dengan fungsi normative tetapi lebih menekankan pada efek yang lebih

mengikat secara hukum. Agar produk yang dihasilkan mengikat secara hukum, maka

negara anggota harus melakukan ratifikasi atas suatu aturan yang hanya berlaku bagi

yang meratifikasi saja. Keempat fungsi pengawasan atas pelaksanaan peraturan

dimana dalam hal ini organisasi internasional menetapkan ukuran-ukran pelanggaran

dan menetapkan langkah-langkah penanganan terhadap pelanggaran suatu peraturan.

Kelima fungsi operasional yang melputi penggunaan sember daya organisasi.

Misalkan penggunaan bantuan teknis dan keuangan serta kekuatan militer.

Melihat klasifikasi organisasi internasional di atas, IWC merupakan organissi

internasional antar pemerintah dengan keanggotaan global dan bertujuan khusus atau

10Theodore A. Couloumbis, James H. Wolfe. Pengantar Ilmu Hubungan Internasional Keadilan dan

(24)

spesifik. Badan ini dibentuk untuk menjalankan fungsi khusus yaitu untuk mengatur

perlindungan Paus di seluruh dunia. Selain itu, fungsi organisasi ini dalam bidang

pelestaraian spesies terancam seperti misalnya membuat regulasi tentang perburuan

paus, membuat larangan perburuan paus untuk suatu tujuan tertentu, dan terjun

langsung dalam upaya pelestarian paus.

2. Konsep Efektifitas Rezim

Rezim menurut Stephen D Krasner (1983) adalah seperangkat norma, aturan,

prinsip, dan prosedur pengambilan keputusan yang dibuat oleh actor Hubungan

Internasional terhadap suatu isu tertentu. Organisasi Internasional juga termasuk jenis

rezim karena mewadahi negara-negara dalam menghadapi suatu isu.

Selain pengertian rezim, Kita juga membeicarakan kefektifan rezim itu

sendiri. Banyak masalah atau tantangan yang dihadapi pemerintahan akhir-akhir ini

dihadapi dan diselesaikan dengan solusi joint bersama. Bagaimanapun, bahkan ketika

solusi yang efektif dapat dikembangkan dan diimplementasikan lewat joint,

kerjasama sukarela sulit diwujudkan. Efektivitas Rezim sebagai variabel dependen

memiliki 3 komponen yaitu output, outcome, dan impact yang ada dalam rezim.

Output adalah aturan, program, dan pengorganisasian yang ditetapkan oleh anggota

(25)

hanya berbentuk kesepakatan bisa diwujudkan11. Keluaran yang muncul dari proses

pembentukan, biasanya tertulis tetapi bisa juga tidak tertulis seperti misalnya

konvensi, rules of law, treaty, deklarasi, bisa juga norma, prinsip-prinsip dan lain-lain.

Penandatangan rezim dan terjadinya langkah – langkah domestik negara terkait rezim

terjadi pada masa objek ini. Outcome adalah perubahan perilaku subyek yang dikenai

ketentuan dalam rezim, baik itu berupa penghentian tindakan yang dilakukan sebelum

rezim berdiri, maupun tindakan yang sebelum rezim berdiri tidak dilakukan12 .

Langkah – langkah domestik negara yang terlaksana mulai dirasakan efeknya pada

masa objek ini. Terakhir adalah Impact, yang berkaitan dengan tingkat keberhasilan

dalam mengatasi masalah yang menjadi dasar pemikiran pembentukan rezim

tersebut13. Di masa objek ini terlihat perubahan kebiasaan sebuah negara mengikuti

atau tidak mengikuti rezim internasional yang mana dia ikuti.

Beberapa usaha dalam membangun dan mengimplementasikan solusi bersama

pada masalah internasional ada yang sukses dan ada yang gagal, kenapa? Menurut

Arild Underdal dalam jurnalnya berjudul “One Question, Two Answers” dalam buku

Environmental Regime Efffectiveness Confronting Theory with Evidence, pertanyaan

11Underdal, Arild. One Question, Two Anwers in Environmental Regime Effectiveness: Confronting

Theory with Evidence. Hal 6

(26)

ini memiliki dua kemungkinan jawaban. Pertama terdapat pada karakter dari masalah

itu sendiri: beberapa masalah secara intelektual kurang rumit atau secara politik lebih

benign daripada yang lain dan karena itu lebih mudah untuk diselesaikan. Sementara

yang lain lebih malign atau lebih rumit sehingga susah dipahami. Kemungkinan

jawaban kedua focus pada problem solving capacity: beberapa usaha lebih sukses

dibandingkan dengan yang lainnya karena perangkat institusional yang lebih

powerful atau skill dan energy yang lebih besar digunakan untuk menyelesaikan

masalah.14

1. Problem Malignancy

Masalah menjadi susah ketika masalah itu sendiri memang membuat negara -

negara tidak mau bekerjasama secara politis, karena memang susah. Hal ini disebut

Problem Malignancy. Malignancy ini memiliki 3 karakter antara lain Incongruity,

Asymmetry dan Cumulative Cleavages. Incongruity, yaitu ketidaksepahaman akibat

tidak semua negara anggota dari sebuah rezim menganggap sebuah isu sebagai

permasalahan. Asymmetry, yaitu adanya kepentingan nasional yang berbeda – beda

antara negara anggota dari sebuah rezim. Dan Cumulative Cleavages, yaitu perbedaan

yang terakumulasi sehingga menimbulkan perpecahan.

(27)

2. Problem Solving Capacity

Efektivitas rezim adalah fungsi dari dua variable independen yang utama,

yaitu, character of the problem dan apa yang disebut problem solving capacity.

Struktur problem dan problem solving capacity tidak dapat dilihat sebagai factor

independen yang saling menguntungkan. Kapasitas adalah kemampuan melakukan

sesuatu. Dibawah level generalisasi khusus, apa yang disebut problem solving

capacity hanya dapat ditentukan dengan merujuk pada kategori problem atau tugas

tertentu. Karena itu skill problem solving dan perangkat institusi yang dibutuhkan

untuk menyelesaikan masalah yang benign sangat berbeda dari yang dibutuhkan

untuk menyelesaikan masalah yang berkarakter malign.

Underdal berargumen bahwa permasalahan dapat diatasi dengan efektif

apabila ditangani oleh lembaga atau sistem dengan power yang kuat serta didukung

adanya ketrampilan atau skill dan energi yang memadai. Apabila satu solusi

dihasilkan melalui keputusan kolektif, maka problem solving capacity bisa dipahami

sebagai fungsi saling terkait yang terdiri dari tiga unsur, yaitu:

- Seting kelembagaan (institutional setting) yang ada dalam rezim tersebut.

- Distribusi kekuasaan (distribution of power) diantara aktor yang terlibat. Jika

(28)

dapat bertindak sebagai leader namun tidak cukup kuat untuk mengabaikan

peraturan, dan juga ada pihak minoritas yang cukup kuat untuk mengontrol

pihak dominan.

- Skill (keahlian) dan energy (kekuatan) yang tersedia bagi rezim yang

digunakan untuk mencari.15

Dalam melihat tingkat kolaborasi sebuah rezim internasional, Underdal

mengemukakan enam skala ukuran level kolaborasi, yang dapat dilihat dalam skala

dibawah ini:

Level of Collaboration (skala 0-5)

0. Gagasan bersama tanpa suatu koordinasi tindakan bersama

1. Koordinasi tindakan secara diam – diam

2. Koordinasi tindakan dengan dasar aturan atau standar yang dirumuskan secara

eksplisit, namun implementasi berada sepenuhnnya di tangan pemerintah sebuah

negara. Tidak ada penilaian terpusat akan efektivitas dari sebuah tindakan.

(29)

3. Koordinasi tindakan dengan dasar aturan atau standar yang dirumuskan secara

eksplisit, namun implementasi berada sepenuhnnya di tangan pemerintah sebuah

negara. Terdapat penilaian terpusat akan efektivitas dari sebuah tindakan.

4. Koordinasi yang terencana, dikombinasikan dengan implementasi pada level

nasional. Didalamnya terdapat penilaian terpusat akan efektivitas sebuah tindakan.

5. Koordinasi dengan perencanaan dan implementasi yang menyeluruh terintegrasi,

dengan penilaian terpusat akan efektitivitas.

Dari penjelasan diatas, dapat dilihat bahwa pada intinya tingkatan kolaborasi

terdiri dari beberapa langkah, sebagai berikut: gagasan bersama, koordinasi tindakan,

rumusan aturan secara eksplisit, penilaian secara terpusat, implementasi pada tingkat

nasional, koordinasi terencana dan integrasi antara perencanaan dan implementasi.

Dalam kasus penyelamatan lumba-lumba di Jepang, IWC menemui kasus

yang malign atau rumit. Isu lingkungan menjadi fokus IWC yaitu konservasi dan

perlindungan paus. Dalam problem malignancy terdapat tiga hal yang

mempengaruhinya yaitu Incongruity, Asymmetry, dan Commulative Cleavages.

Incongruity adalah ketidaksepahaman akibat tidak semua negara anggota dari

(30)

IWC faktanya tidak melihat isu perlindungan dan konservasi paus sebagai isu yang

menyatukan mereka. Terdapat dua kubu besar didalamnya, yaitu kubu Pro-Whaling

dan Anti-Whaling. Kubu pro-whaling berisi negara yang dulunya atau bahkan hingga

sekarang memperoleh keuntungan dari industry whaling. Sedangkan kubu

anti-whaling berisi negara-negara yang masuk setelah moratorium yang mendesak IWC

melakukan moratorium karena stok paus telah menipis. Jepang, negara yang terlibat

dalam kasus lumba-lumba Taiji termasuk di dalam kubu Pro-whaling.

Yang kedua adalah Asymmetry, yaitu adanya kepentingan nasional yang

berbeda – beda antara negara anggota dari sebuah rezim. Dari keanggotaan IWC yang

terpecah menjadi dua kubu sudah tercermin kepentingan nasional yang berbeda-beda

dari setiap negara anggota. Terutama Jepang, sikapnya dalam kubu pro-whaling

memperlihatkan dia memperoleh keuntungan yang banyak dalam industry whaling.

Tidak seperti negara pro whaling lainnya, misalnya Islandia dan Norwegia yang

keluar tahun 1991. Hal itu dikarenakan Islandia merasa IWC telah meninggalkan

segala pemanfaatan yang bisa dilakukan kepada paus dan lebih mendengarkan

desakan moratorium. Jepang tidak melakukan hal tersebut. Dia justru masuk ke dalam

Komite Ilmiah IWC, posisi yang menguntungkan untuk mengarahkan pemahaman

(31)

Dan yang ketiga Cumulative Cleavages, yaitu perbedaan yang terakumulasi

sehingga menimbulkan perpecahan. Perbedaan yang mendasar dalam IWC yaitu

terbagi menjadi dua kubu telah menimbulkan perpecahan internal. Hal ini yang

menyebabkan IWC hanya dikuasai beberapa anggota, terutama negara Pro-Whaling.

Negara Anti-Whaling belum punya cukup power untuk mengimbangi negara

pro-whaling.

Selain itu, Problem Solving Capacity yang dimiliki IWC lemah. Problem

Solving Capacity dipengaruhi oleh tiga unsur yaitu Institusional Setting, Distribution

of Power dan Skills And Energy. Ketiganya saling mempengaruhi. Apabila satu

solusi dihasilkan melalui keputusan kolektif, maka problem capacity bisa dipahami

sebagai fungsi saling terkait.

Institusional Setting yaitu kemampuan institusional yang kuat dalam

mengontrol anggotanya. Keanggotaan IWC bersifat terbuka bagi setiap negara yang

ingin terlibat tanpa syarat tertentu. Selain itu IWC pada awalnya dibentuk dengan

dasar perjanjian yaitu ICRW (International Convention for the Regulation of

(32)

negara-negara terhadap perjanjian internasional yang telah disepakati.16 Dalam IWC

juga sering terjadi kesimpangsiuran mengenai hak dan kewajiban negara anggotanya.

Salah satu contohnya adalah dalam pembukaan ICRW yang menyatakan “Having

decided to conclude a convention to provide for the proper conservation of whale

stocks and thus make possible the orderly development of the whaling industry17”.

Hal ini menimbulkan interpretasi berbeda bagi anggota yakni fikus pada konservasi

atau pada pengembangan industry paus. Lalu ada Distribution of Power. Dalam IWC

Distribution of Power IWC tidak merata. Seperti dijelaskan sebelumnya, IWC terbagi

menjadi dua kubu. Dan salah satu memegang power lebih besar daripada kubu yang

lain. Kubu pro-whaling menjadi pengaruh dalam IWC paling besar dalam

menjalankan roda organisasi.

D. Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka pemikiran di atas, dapat dirumuskan

hipotes, ketidakefektifan peran IWC dalam penyelamatan lumba-lumba di Jepang

dikarenakan:

16 Augina, M. E. (2015). Implementasi Mandat International Whaling dalam kasus perlakuan

lumba-lumba di Jurnal HI Vol.4 Maret Taiji, Jepang. page 1657

(33)

1. Problem Malignacy dalam IWC, kerumitan masalah yang ada di dalam IWC.

Incongruity, Asymmetry, dan Commulative Cleavages yang mempengaruhi

Problem Malignancy IWC.

2. Problem Solving Capacity IWC yang lemah. Suatu rezim yang kuat terdiri dari 3

unsur yang mempengaruhinya yaitu, (institutional setting), (distribution of power),

Skill (keahlian) dan energy (kekuatan) . Terdapat kelemahan dalam IWC

mengenai ketiga unsur terssebut.

E. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakefektifan IWC dalam

penyelamatan lumba-lumba diTaiji, Jepang.

2. Memberikan gambaran akan kondisi yang nyata tentang keterkaitan antara

teori dan realita dalam hubungan internasional yang telah dipelajari selama

masa perkuliahan.

3. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat penulis untuk memperoleh

gelar Sarjana (S1) dari Jurusan HubunganInternasional, Fakultas Ilmu Sosial

dan Politik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

F. Jangkauan Penelitian

Dalam penulisan ini penulis membatasi periodesasi untuk membatasi persoalan

(34)

menganalisa permasalahan yang ada, maka periodisasinya adalah pada tahun 2009

ketika kasus ini mencuat dan mulai diperbincangkan dunia hingga sekarang. Namun

data dan informasi yang berada diluar rentang waktu tersebut masih bisa digunakan

selama masih dianggap layak untuk digunakan.

G. Metodologi Penelitian

Penulis menggunakan pengumpulan data dengan library research atau

pengumpulan data kepustakaan yang berasal dari jurnal, buku, artikel, dan media

lainnya seperti internet yang masih terkait dengan isu yang dibahas. Hal ini

membantu penulis untuk menjelaskan secara teoritis permasalahan yang muncul

dalam penelitian. Selanjutnya penulis menggunakan teknik analisis data dengan

metode kualitatif, dimana analisis yang dilakukan hanya sebatas deskripsi.

H. Sistematika Penulisan

BAB I akan membahas mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah,

kerangka pemikiran, tujuan penulisan, jangkauan penelitian, metodologi penelitian,

dan sistematika penulisan.

BAB II akan membahas IWC bagaimana sejarah berdirinya IWC, visi misi,

keanggotaan IWC, struktur organisasi dimiliki oleh IWC, serta peran IWC di dunia.

BAB III akan membahas fenomena pembantaian lumba-lumba di Taiji, bagaimana

(35)

BAB IV akan membahas mengapa IWC tidak efektif dalam penyelamatan

lumba-lumba

(36)

BAB II

INTERNATIONAL WHALING COMMISION (IWC)

A. Sejarah Terbentuknya Industri Paus

Sejarah Industri Ikan paus dimulai setidaknya 6000 tahun sebelum masehi ketika

Diduga orang-orang China melakukan perburuan raksasa dari laut. Pada tahun 1971

Sebuah tembok Batu pasir ditemukan di sebelah tenggara Korea dan beberapa

diantaranya tergambar Paus yang diburu oleh sekelompok pria dalam perahu. Meskipun

tidak diketahui tanggal lukisan batu tersebut, mereka percaya itu adalah gambar pertama

dari kegiatan perburuan paus. Lebih lama lagi antara 2000 hingga 1000 tahun sebelum

masehi, Orang Inuit Alaska mulai memburu Paus Kepala Busur. Sekitar 100 tahun

sebelum masehi orang asli Chukotka Peninsula di Russia ikut juga, memburu paus kepala

busur dan paus abu-abu1.

Orang pertama yang memburu paus dalam jumlah besar yang sudah terorganisasi

dan cara yang terorganisasi adalah orang Basque. Rekaman 1000 tahun setelah masehi

dan sebelumnya mempercayai kepercayaan ini. Beberapa ilmuwan percaya sejarah

perburuan paus kembali di jaman batu. Orang-orang Basque menargetkan Paus Northern

right dari abad 11 dan berkembang terus hingga abad 12. Pada waktu yang sama

orang-orang Jepang memulai pebruaun paus secara tradisional. Sementara orang-orang-orang-orang Basque

menyerah dalm perburuan paus pada abad 17 yang disebabkan oleh kelangkaan kekuatan

angkatan laut dan perlindungan dari kapal lain, dan lebih penting lagi adalah mendapat

saingan dari Orang-orang Belanda dan Inggris, Orang-orang Jepang mulai memburu paus

dengan harpoon dengan skala yang lebih besar pada abad 17 dalam kelompok-kelompok

1Japan and the IWC:Investigating Japan’s Whaling Objectives. Katholieke Universiteit Leuven. 2008-2009. Judith

(37)

yang terorganisir di pantai Taiji dan Prefektur Chiba. Pada tahun yang sama, perburuan

paus di pantai terjadi juga di Amerika, Peburuan dilakukan oleh Inggris di Greenland dan

Perburuan ekspedisi paus dari Belanda ke Spisbergen juga telah dirancang. Kemudian

Jerman ikut dalam perburuan, mencapai puncaknya pada tahun 1675 dengan 83 kapal

berburu yang telah diatur.

Dalam periode ini, Paus Bungkuk dan paus Sperma menjadi spesises yang

popular untuk minyak (disebut juga train oil) yang sebagian besar digunakan untk

penerangan (lampu). Tryworks diperkenalkan dalam kapal berburu pada tahun 1750. Hal

ini memudahkan para pemburu tidak perlu lagi kembali ke pantai unutk mengubah lemak

paus menjadi minyak. Pada tahun 1772 pabrik lilin yang memproduksi minyak

spermaceti dibuat di kota New Bedford dan di pulau Nantucket, Massachusetts.

Penciptaan tombak yang dapat meledak pada tahun 1848 menandakan mulainya era

industry perburuan paus. Dua dekade kemudian perburuan paus modern telah

berkembang di Norwegia dan penangkap paus uap telah diset. Tahun 1879 Amerika

Serikat mengikutinya dengan penangkap paus uap pertamanya. Setahun kemudian Rusia

memulai perburuan paus modernnya di stasiun pantai. Ini memungkinkan pemburu

menangkap spesies yang lebih cepat seperti Paus Sirip dan Paus Biru. Saat ini Jepang

telah bergabung dengan perburuan besar, sejak restorasi meiji telah mengijinkan

meninggalkan pulau tahun 1868.

Penemuan baja dan plastic pada tahun 1900an menggantikan “baleen” dalam

berbagai produk. Tahun 1859 Minyak ditemukan di Pennsylvania oleh Colonel Edwin

Drake dan terkadang kemudian persebaran dan ketersediaan kerosene menjadi faktor

(38)

1907 Minyak Paus terhidrogenasi untuk pertama kali, memungkinkan minyak paus

digunakan untuk pembuatan margarin, dan tahun 1914 orang Islandia memburu Paus

Minke untuk diambil dagingnya untuk pertama kali. Tahun 1914 perang dunia I pecah.

Perang ini menyediakan pasar untuk bahan peledak menggunakan gliserin dari “baleen”

minyak paus yang disediakan oleh Industri Paus Inggris dan Norwegia di Antartika.

Pentingnya paus sebagai sumber jauh dari penyelesaian. Setelah perang, Peningkatan

lainnya dalam kapal pemburu paus tahun 1925 menangkap paus sedikit lebih mudah.

Sigurd Risting dari Norwegia menggabungkan dan mempublish rekaman

penangkapan untuk Norwegian Whaling Association dari tahun 1903. Beberapa tahun

setelah 1910, Risting membuat “The International Whaling Statistics” dan kemudian dia

bertanggung jawab untuk pembuatan Blue Whale Unit.

B. Awal terbentuknya International Whaling Commision (IWC)

Lambat laun, dunia mulai menaruh perhatian terhadap menurunnya stok paus

dunia., khususnya Paus Biru, maka Para peneliti mulai melobi Peraturan Internasional

dari awal tahun 1930an. Kesempatan ini khususnya berdasarkan alasan ekonomi.

Tangakapan sebanyak 40.000 baleen paus pada tahun 1930-31 menjadikan minyak

baleen surplus dan kejatuhan harga minyak per barel. Jelas, untuk kepentingan industry.

Kuota penangkapan dan pasar harus distabilkan.2

Pada tahun 1929 The Norwegian Whaling Act dibuat. Ini merupakan kesempatan

pertama untuk mengontrol perburuan paus di laut terbuka. Hal ini membuat lerphitungan

penangkapan, imposed pajak satu barel dan sistem inspeksi, dan meletkakan batas bawah

dalam penangkapan Blue Whale pada 18.2 meter dan Puas Sirip pada 15.2

meter .Konvensi Jenewa untuk mengatur mengatur Perburuan paus terbuka untuk

(39)

ditandatangani yang merupakan usaha dari PBB. Pada tahun 1931, 22 negara

menandatanaganinya. Konvensi ini mengatur penangkapan paus right dinyatakan

dilarang. Sayangnya bagaimanapun, Perjanjian ini tidak mengikat dan beberapa negara

penting dalam industry whaling menolak untuk menandatanganinya. Jepang, misalnya

menolak karena mempunyai kepentingan dalam Whaling di Antartika. Pada tahun 1937.,

The International Agreement for the Regulation of Whaling ditandatangani di London,

dan Protocol Amending the Agreement ditandatangani di tahun berikutnya. Dalam

periode yang sama banyak negara bekerjasama dalam mengumpulkan statistic dan

mengadakan eksperimen dalam whaling dan bertukar ide dalam topic dalam konferensi.

Meskipun kesempatan untuk mengatur gagal mencapai keobjektifannya, yang mereka

lakukan merupakan hal penting dalam menerbitkan sebuah sistem peraturan

internasional dalam whaling.

Dalam artikel “Recent Negotiations toward the International Regulation of

Whaling” tahun 1941. Penulis Larry Leonard menulis :

Aktivitas ini oleh negara-negara yan mengeksploitasi hasil laut adalah sungguh belum

pernah terjadi sebelumnya, tidak pernah sebanyak ini negara-negara bergabung

bersama dalam satu cover kebijakan yang jangkauannnya sangat luas. Peraturan

whaling ini menandai awal era baru kerjasama dalam konservasi sumber dunia yang

berharga.”3

Dia memang benar, tetapi awal era baru yang pertama telah diganggu oleh Perang

Dunia kedua. Selama perang beberapa praktek whaling dilanjutkan di Antartika dan

Afrika Selatan, tetapi jumlah tangkapan jatuh jauh lebih sedikit daripada sebelum perang.

Banyak kapal dan penangkap yang berpaling menjadi kapal patroli dan kargo unutk

(40)

mendukung militer atau dirusak karena razia oleh musuh. Singkatnya, bagaimanapun

tidak cukup untuk menyiapkan stok paus yang habis. Penagkap-penangkap paus dari

negara yang bersekutu masih tertarik dengan minyak paus, da di tahun 1944 sebuah

perjanjian dari Komite Whaling Internasional Council for the Exploration of the Sea

mengantisipasi penerusan whaling. Seluruh kuota habis hingga 2/3 dari tangkapan sebelu

perang. Bahkan, setelah perang kekurangan pangan menjadi isu yang mengemuka.

Karena daging paus adalah sumber protein dan lemak, dan tersedia dalam jumlah banyak,

secara cepat setelah perdamaian tercipta pada tahun 1945, Ide menmberi makan korban

perang dengan daging paus muncul, terutama di Jepang dan Uni Soviet. Perusahaan

Whaling pergi ke Antartika sekali lagi. Ini berarti awal dari salah satu periode berburu

paling besar dan juga awal dari Olimpiade Whaling.

Dalam istilah yang lebih baik, sekarang perang telah usai, Masalah whaling dan

cara-cara berburu berkelanjutan terbuka kembali untuk didiskusikan sekali lagi. Pada

tahun 1946 ICRW disetujui di Washington DC. Konvensi ini menyimpulkan 11 artikel

untuk memenuhi tujuan dan maksudnya. Pembukaannya berisi :

“Recognizing that the whale stocks are susceptible of natural increases if whaling is

properly regulated, and that increases in the size of whale stocks will permit increases in

the number of whales which may be captured without endangeringthese natural

resources; Having decided to conclude a convention to provide for the proper

conservation of whale stocks and thus make possible the orderly development of the

whaling industry.”

Konvensi ini mempunyai 2 tujuan utama. Yang pertama. Untuk melestarikan dan

(41)

whaling. 15 negara menandatangani Konvensi dan 17 negara pada protocol 2 Desember

1946.

Semua negara yangmenyetujui ICRW dan mematuhi peraturannya dapat

bergabung ke IWC sesuai dengan Artikel X Konvensi. Satu-satunya syarat menjadi

anggota yaitu status sebagai negara dibawah Hukum Internasional. Ini berarti bahwa

partisipasi nyata dalam whaling tidak diperlukan, dan negara apapun yang tertarik dan

bersedia membayar biaya keanggotaan dapat mngakses konvensi tersebut. Setiap negara

anggota mempunyai perwakilannya sendiri yang berisi ahli dan ilmuwan. Presiden dan

wakil presidennya dipilih oleh Komisioner dan biasanya memimpin selama 3 tahun.

C. Keorganisasian IWC

Internasional Whaling Commision (IWC) didirikan sebagai badan pembuat

keputusan, awalnya dengan 15 negara anggota. IWC bertemu setiap tahun dan

mengadopsi peraturan tentang batas penangkapan, metode penangkapan ikan paus dan

kawasan lindung, atas dasar tiga perempat suara mayoritas. Berikut ini bagan organisasi

(42)

Gambar 2.1

[image:42.612.73.540.304.499.2]

1. Komisi Keuangan dan Administrasi

Gambar 2.2

Komite administrasi dan keuangan bertanggung jawab untuk anggaran, efisiensi,

efektivitas dan tata kelola organisasi. Untuk mengcover organisasi yang besar ini, Komite

adminstrasi dan keuangan mengoperasikan sejumlah sub-kelompok. Ada yang permanen dan

yang berkelanjutan, misalnya Sub-komite anggaran. Sub-Komitelainnya didirikan untuk

beberapa waktu, untuk menyelesaikan atau menangani suatu masalah tertentu. Contohnya saat

ini adalah Kelompok Kerja untuk mendukung kinerja Pemerintah yang terbatas, dan Kelompok

(43)

Dalam beberapa tahun terakhir Komite Administrasi dan Keuangan telah mencanangkan

sejumlah perubahan struktural dan prosedural. Pertemuan IWC telah berubah dari awal

pertemuan tahunan menjadipertemuan dua tahunan: Biro baru telah dibentuk untuk mengawasi

kedua periode intersessional dan perluasan program kerja intersessional, dan serangkaian

langkah-langkah telah diperkenalkan untuk membuat IWC organisasi lebih transparan. Prosedur

baru diperkenalkan yaitu transparansi keuangan, program pengarsipan online telah diciptakan

untuk memungkinkan akses gratis dan terbuka untuk arsip bersejarah dan arsip ilmiah IWC.

Kontribusi iuran dari pemerintah negara anggota IWC membentuk pendapatan inti IWC,

namun sumbangan sukarela juga diperoleh dari organisasi non-pemerintah (LSM), badan industri,

dan juga oleh pemerintah negara anggota, dan semua yang ingin mendukung program khusus..

Kontribusi tahunan didapat dari setiap pemerintah negara anggota.Perbedaan kontribusi

bervariasi antaranggota, tergantung pada tiga faktor: ukuran delegasi pada setiap pertemuan

Komisi dua tahunan , aktivitas penangkapan ikan paus yang mungkin telah dilakukan, dan

kapasitas pemerintah untuk membayar.

Kontribusi sukarela dibuat untuk IWC oleh berbagai organisasi. Sumbangan biasanya

mendukung program tertentu. Beberapa sumbangan ditujukan untuk program yang sedang

berlangsung, dana formal dan beberapa yang ditujukan untuk membantu dalam pembiayaan

workshop atau bagian dari penelitian tertentu .

Daerah kerja yang menerima sumbangan sukarela sangat beragam. Contohdana resmi

termasuk Dana sukarela bagi spesies small cetacean, yang mengundang tawaran dari para

ilmuwan yang bekerja pada konservasi dari beberapa mamalia yang paling terancam punah di

dunia, dan Dana Penghidupan spesies asli paus yang baru dibentuk, yang akan membantu

(44)

sumbangan meliputi program Keterlibatan Pelatihan Response Paus, dan workshop tentang

sampah laut, euthanasia paus terdampar, dan penandaan satelit untuk paus abu-abu di Utara

Pacific. Akun Pendapatan dan Belanja tersedia untuk umum dan diterbitkan setiap tahun di

pertemuan Tahunan dan intra sesi Laporan Komisi.

[image:44.612.86.475.194.454.2]

2. Komite Ilmiah

Gambar 2.3

Sebuah fitur penting dari komite ini adalah penekanan pada saran ilmiah tentang paus.

Komite Ilmiah adalah yang tertua, terbesar dan paling maju dari Sub-kelompok IWC. Komite ini

terdiri dari sekitar 200 ilmuwan cetacean terkemuka dari berbagai negara (baik delegasi nasional

dan ahli yang diundang ), yang mayoritas menghadiri pertemuan utama Komite Ilmiah dan

pertemuan tahunan. Selain itu, setiap tahun sejumlah workshop intersessional dan kelompok

(45)

IWC Southern Ocean Research Partnership (IWC-SORP) adalah, program yang bersifat

kolaboratif terpadu untuk penelitian cetacean, yang bertujuan untuk memaksimalkan hasil yang

berorientasi konservasi untuk spesies Cetacea Samudra Selatan. Hal ini dilakukan melalui

pemahaman tentang status pasca-eksploitasi, kesehatan, dinamika dan hubungan lingkungan

yang mempengaruhi populasi mereka, dan ancaman yang mereka hadapi. Program ini

mempertahankan hubungan yang terintegrasi dan responsif dengan Komite Ilmiah IWC dan

prioritasnya. IWC-SORP disahkan oleh Komite Ilmiah dari IWC pada Pertemuan Tahunan pada

Juni 2009.

IWC-SORP saat ini berfokus pada spesies ikan paus besar sesuai kriteria IWC: paus

Antartika biru, paus bungkuk, paus sirip dan paus minke Antartika. Paus pembunuh juga

dianggap sebagai komponen penting dari ekosistem Samudra Selatan. Fokus regional SORP

adalah Samudra Selatan tetapi upaya penelitian yang relevan juga mencakup koridor migrasi dan

tempat berkembang biak.

Ada lima proyek penelitian yang sedang dikerjakan SORP:

1. Antarctic Blue Whale Project (ABWP): menuju perkiraan kelimpahan sirkumpolar

ditingkatkan;

2. Distribusi, kelimpahan yang relatif, pola migrasi dan pencarian ekologi dari tiga ekotipe paus

pembunuh di Samudra Selatan;

3. Pencarian hubungan ekologi dan interaksi predator-mangsa antara paus balin dan udang: studi

(46)

4. tren Acoustic dalam kelimpahan, distribusi, dan kehadiran musiman paus biru Antartika dan

paus sirip di Samudra Selatan;

5. Distribusi dan tingkat pencampuran populasi paus bungkuk dari belahan bumi selatan sekitar

Antartika

Para ilmuwan yang berpartisipasi dalam IWC-SORP sedang mengembangkan dan

menerapkan metode penelitian konservasi baru berorientasi kuat termasuk teknik akustik,

perangkat penandaan, fotografi dan metode pelacakan satelit, pengambilan sampel jaringan dan

teknik genetik canggih, sepenting teori ekologi dan analisis.

Kemitraan ini termasuk sebelas negara :. Argentina, Australia, Brazil, Chile, Perancis,

Jerman, Italia, Selandia Baru, Norwegia, Afrika Selatan dan Amerika Serikat. SORP menyambut

hangat mitra baru untuk secara resmi berkomitmen untuk partisipasi dalam inisiatif ini.

SOWER (Southern Ocean Whale and Ecosystem Research)

Kapal SOWER digunakan setiap tahun selama lebih dari 30 tahun dan memberikan

informasi luas pada berbagai Cetacea. Terhitung sejak tahun 1978-1979 sebagai bagian dari

Internasional Decade Cetacean Research (IDCR), program ini diselenggarakan setiap tahun di

bawah naungan IWC. Selama 32 tahun program kapal ini melibatkan antara 1 sampai 4 kapal

setiap tahun, dengan total 4.112 kapal-hari (atau 11¼ kapal-tahun) dan mengelilingi sekitar

216.000 mil di daerah selatan dari 60 derajat bumi. Dalam prosesnya, Benua Antartika telah

dikelilingi 3 kali dan 43.000 penampakan spesies Cetacea dibuat, termasuk khususnya 25.333

paus minke dan 400 ikan paus biru. Perkiraan jumlah spesiesnya berlimpah diperoleh tidak

(47)

setiap cetacean lainnya yang terletak di garis lintang atas, termasuk beberapa spesies yang lebih

kecil yang belum pernah ditemui sebelumnya.

Survei sirkumpolar pertama berlangsung ketika penangkapan ikan paus komersial masih

berlangsung. 2748 paus minke ditandai dengan tanda Penemuan dan 95 yang pulih, termasuk

satu dalam 24 tahun kemudian: Hal ini berlanjut terus menjadi satu-satunya sumber data pada

pergerakan musim panas paus minke Antartika. Dari seri sirkumpolar kedua dan seterusnya,

1.500 biopsi dikumpulkan, lebih dari 3.000 paus difoto untuk diidentifikasi secara individu dan

ribuan jam rekaman akustik dibuat. Program ini juga mendorong pengembangan pendekatan

yang berbeda untuk pemodelan penampakan data. Tanpa pemberian kapal oleh Pemerintah

Jepang (dan awalnya oleh Uni Soviet) dan dukungan keuangan serta dukungan lainnya dari IWC,

keberhasilan program ini tidak akan mungkin terjadi. Hal ini benar-benar menjadi internasional

secara alami, dengan lebih dari 200 ilmuwan dari 15 negara anggota yang berpartisipasi. Kapal

di lintang yang lebih rendah juga telah dilakukan di Australia, Brazil, Chili, Madagaskar, Peru

dan Afrika Selatan. Semua data yang dikumpulkan di kapal pesiar tersebut diserahkan ke

Sekretariat IWC dan tersedia melalui basis DESS untuk para ilmuwan yang tertarik dari setiap

anggota IWC.

Meskipun program kini telah berakhir, Komite Ilmiah IWC pasti akan terus menambang

kekayaan informasi itu yang terakumulasi pada Cetacea selatan selama bertahun-tahun yang

akan datang.

POWER (Pasific Ocean Whale Ecosystem Research)

Kapal pesiar penelitian IWC-POWER adalah komponen penting dari pekerjaan IWC ini,

(48)

tiga puluh tahun dan telah disurvei di daerah sirkumpolar lengkap selatan dari 60 ° S tiga kali.

Program IWC-POWER merupakan upaya internasional yang dikoordinasi oleh IWC dan

dirancang oleh Komite Ilmiah IWC, dengan sebuah kapal disumbangkan oleh Jepang. Seperti

namanya, kapal pesiar fokus pada Samudera (Utara) Pasifik, dan khususnya sedikit daerah yang

dipelajari, beberapa di antaranya belum disurvei selama 40 tahun.

IWC-POWER adalah program jangka panjang yang diperkirakan akan berlangsung

selama lebih dari 10 tahun. Mendeteksi dalam jumlah hewan berumur panjang seperti paus

memakan waktu lama. Tujuan utamanya adalah untuk memberikan informasi yang akan

memungkinkan para ilmuwan untuk menentukan status populasi paus besar yang ditemukan di

Samudera Pasifik Utara. Informasi ini akan memberikan latar belakang ilmiah untuk menilai

kebutuhan konservasi dan tindakanpengelolaan dan, jika tindakan ini diperlukan, memonitor

keefektifannya.

Program ini sekarang memasuki tahun keenam. Masalah kolaborasi merupakan dasar

keberhasilannya. Selain kontribusi besar dari Jepang, biaya para ilmuwan dan peralatan khusus

didanai oleh IWC. ilmuwan Sejauh ini peneliti dari Jepang, Republik Korea, Amerika Serikat,

Meksiko dan Inggris telah berpartisipasi dalam penelitian lapangan. Selain itu, para ilmuwan dari

Australia dan Eropa adalah anggota dari kelompok pengarah IWC-POWER.

Durasi setiap kapal adalah sekitar 60 hari. Ini adalah waktu operasional maksimum kapal

sebelum pengisian bahan bakar dan supply kembali diperlukan. Pada saat kapal melakukan

perjalanan ke dan dari daerah studi, sekitar 35-45 hari untuk penelitian. Para ilmuwan diatas

(49)

membuat sebagian besar peluang dan siang hari. Sekitar 70 dan 90 mil laut ditutupi setiap hari

bahwa kapal tersebut di daerah penelitian.

Salah satu komponen utama dari penelitian yang dilakukan pada pelayaran adalah

pengumpulan data penampakan untuk memungkinkan penentuan jenis paus atau lumba-lumba

apa yang hadir, di mana mereka ditemukan dan estimasi berapa banyak dari masing-masing

spesies yang ada. Para ilmuwan juga mengumpulkan sampel biopsi dari beberapa hewan. Hal ini

dapat dianalisis dalam beberapa cara yang berbeda untuk melihat hubungan antara hewan, jenis

kelamin mereka, tingkat polutan, informasi tentang pola makan mereka, identifikasi individual(

'sidik jari') dan bahkan informasi tentang status reproduksi mereka. Bagi banyak spesies, foto

dapat digunakan untuk mengidentifikasi individu. Ketika dikumpulkan selama beberapa musim,

ini dapat memberikan informasi tentang gerakan, reproduksi dan bahkan berapa banyak spesies

mereka. Foto-foto ini juga dapat digunakan untuk memeriksa kesehatan hewan dan bukti

interaksi dengan kapal atau nelayan.

Kapal POWER juga bekerja untuk mengatasi tujuan yang lebih luas, misalnya

mengumpulkan data sampah laut yang memberikan kontribusi terhadap pemodelan pergerakan

prediksi sampah laut dari Tsunami 2011.

(50)
[image:50.612.91.426.660.783.2]

Gambar 2.4

Komite Konservasi didirikan untuk mempertimbangkan sejumlah isu-isu konservasi

cetacean yang muncul, dan perannya terus berkembang. Komite Konservasi bekerja sama

dengan Komite Ilmiah untuk memahami dan mengatasi berbagai ancaman terhadap paus dan

habitat mereka. Program kerjanya meliputi:

• strategi untuk menyediakan sebuah forum internasional untuk saran dan dukungan kepada

industri whalewatching berkembang pesat, termasuk pengembangan secara online dan

Handbook Whalewatch.

• program pemogokan kapal yang telah mengembangkan database yang dapat diakses publik,

sekarang digunakan untuk mengumpulkan data dan membangun pemahaman tentang di mana

dan mengapa tabrakan terjadi antara paus dan kapal. Tujuan utamanya adalah untuk

mengembangkan langkah-langkah praktis dan mitigasi yang diperlukan.

• pengembangan konsep Rencana Pengelolaan Konservasi, cetak biru kolaboratif dan fleksibel

untuk koordinasi yang efektif dari program konservasi antara para pemangku kepentingan lokal,

nasional, regional dan internasional. Rencana Tiga Manajemen Konservasi telah mendesak

untuk beberapa populasi ikan paus yang paling berisiko dan lebih Hal ini sedang

dipertimbangkan.

• program bersama dengan Komite Ilmiah untuk mempertimbangkan dampak dari sampah laut

pada Cetacea. Dua workshop telah diselenggarakan, saat ini sedang meninjau penelitian yang

ada di mana serangkaian tindakan yang direkomendasikan dikembangkan dan didukung oleh

Komisi.

(51)

Gambar 2.5

Perburuan Masyarakat Lokal (Aboriginal Subsistence Whaling) selalu diakui berbeda

dengan penangkapan ikan paus komersial. Hal ini ditangani secara terpisah, oleh Sub-komite

ASW yang berkaitan dengan regulasi dan manajemen dari jenis ikan paus.

Salah satu aspek penting dari pekerjaan Sub-komite ASW adalah untuk menerima

rekomendasi dari Komite Ilmiah dalam apakah permintaan untuk berburu oleh pemerintah

anggota adalah berkelanjutan. Untuk memberikan rekomendasi ini, Komite Ilmiah menggunakan

pemodelan komputer canggih bersama dengan data yang dikumpulkan pada kelimpahan dan

struktur populasi untuk mengembangkan cara-cara pencegahan untuk menilai tingkat

berkelanjutan untuk setiap perburuan.

Sub-komite ASW juga bekerja dengan pemburu itu sendiri dan dengan perwakilan

pemerintah mereka. Sebagai bagian dari proses manajemen, pemerintah yang relevan

(52)

Interpretasi dari 'kebutuhan ini’ dalam Komisi terkadang kontroversial, sebagian karena setiap

perburuan terbilang unik dan faktor-faktor yang relevan.

Kuota tangkapan lokal (dikenal sebagai batas strike) ditetapkan dalam blok setiap enam

tahun. Kuota saat ini akan ditinjau pada Rapat Komisi IWC pada 2018. Dalam mengenali

pentingnya dan kompleksitas masalah ini, ASW Sub-komite telah membentuk tambahan

kelompok Kerja (Kelompok Kerja Perburuan Masyarakat Lokal). Perannya adalah untuk

mempersiapkan ulasan 2018 dengan memberikan rekomendasi pada Rapat Komisi 2016 tentang

cara untuk meningkatkan pertimbangan kuota ASW. Kelompok ini akan mengembangkan

cara-cara lebih baik untuk menyajikan informasi tentang kebutuhan, dan proses yang jelas untuk

meninjau laporan kebutuhan untuk membantu meningkatkan pemahaman, mengklarifikasi

pengambilan keputusan dan mengurangi kontroversi.

(53)

Gambar 2.6

Kelompok ini dibentuk untuk memastikan agar perburuan semanusiawi mungkin untuk

paus, dan seaman mungkin untuk pemburu. Dalam beberapa tahun terakhir kewenangan ini telah

diperluas, dan kelompok ini sekarang bekerja pada isu kesejahteraan dalam range yang

komprehensif, misalnya menanggapi paus yang terjerat dalam alat tangkap atau sampah laut, dan

paus terdampar yang parah.

Kolaborasi antara komunitas berburu membantu untuk berbagi informasi, meningkatkan

kecepatan dan ketepatan teknik berburu. Hal ini membuat proses lebih cepat untuk ikan paus,

dan lebih dapat diandalkan untuk pemburu subsisten, untuk siapa yang gagal berburu di musim

panas dapat menyebabkan kekurangan makanan yang serius di musim dingin.

Pemerintah negara anggota diminta untuk memberikan Kelompok Kerja WK-WI dengan

data tentang metode membunuh dan waktu mati paus yang diburu atau yang sekarat. program ini

juga berlangsung untuk memberikan pemburu tradisional dengan pelatihan, peralatan dan

(54)

menembak semuanya membantu peningkatan presisi dan karena itu meminimalkan penderitaan

paus.

IWC semakin terlibat dalam masalah kesejahteraan non-berburu. Dalam menanggulangi

isu kesejahteraan yang meluas ini, sebuah kelompok intersessional dibentuk pada tahun 2012.

Mandatnya adalah untuk meninjau Kerangka Acuan untuk Kelompok Kerja, dan

mempertimbangkan bagaimana IWC mungkin meresmikan dan struktur pekerjaan kesejahteraan

ad hoc sudah sedang dilakukan, dan mengambil pendekatan yang lebih strategis untuk masalah

kesejahteraan. Kelompok ini dilaporkan kembali ke pertemuan Komisi pada tahun 2014,

mengusulkan Syarat baru Acuan dan Rencana Aksi Kesejahteraan, yang keduanya didukung oleh

Komisi. Rencana aksi adalah dokumen yang hidup dan berkembang yang bertujuan untuk

mengatur, mengartikulasikan dan menanamkan berbagai masalah kesejahteraan dalam IWC.

6. Negara Anggota IWC

Saat ini IWC memiliki 89 negara anggota, termasuk negara-negara pro-whaling ikan paus,

mantan negara yang punya industry whaling, dan negara-negara yang tidak pernah memiliki

industri whaling tapi bergabung baik untuk memiliki suara dalam konservasi paus atau untuk

mendukung kepentingan penangkapan ikan paus. Berikut ini daftar Negara Anggota IWC dan

statusnya :

Participant Action Date of Date of

Notification/Deposit Effect

(55)

Australia Ratification 01/12/1947 10/11/1948

Brazil Adherence 04/01/1974 04/01/1974

Brazil Ratification 09/05/1950 09/05/1950

Brazil Withdrawal 28/12/1965 30/06/1966

Canada Ratification 25/02/1949 25/02/1949

Denmark Ratification 23/05/1950 23/05/1950

France Ratification 03/12/1948 03/12/1948

Iceland Adherence 10/03/1947 10/11/1948

Japan Adherence 21/04/1951 21/04/1951

Mexico Adherence 30/06/1949 30/06/1949

Netherlands Adherence 04/05/1962

Netherlands Ratification 10/11/1948 10/11/1948

Netherlands Adherence 14/06/1977 14/06/1977

Netherlands Withdrawal 31/12/1958 30/06/1959

Netherlands Withdrawal 24/12/1969 30/06/1970

New Zealand Ratification 02/08/1949 02/08/1949

New Zealand Adherence 15/06/1976 15/06/1976

New Zealand Withdrawal 03/10/1968 30/06/1969

Norway Adherence 23/09/1960

Norway Ratification 03/03/1948 10/11/1948

Norway Withdrawal 29/12/1958 30/06/1959

(56)

Republic of Korea Adherence 29/12/1978 29/12/1978

Seychelles Adherence 19/03/1979 19/03/1979

Spain Adherence 06/07/1979 06/07/1979

Sweden Adherence 15/06/1979 15/06/1979

Sweden Adherence 28/01/1949 28/01/

Gambar

Gambar 1.1 Keluarga Cetacean
Gambar 2.2 Komite administrasi dan keuangan bertanggung jawab untuk anggaran, efisiensi,
Gambar 2.3
Gambar 2.4 Komite Konservasi didirikan untuk mempertimbangkan sejumlah isu-isu konservasi
+6

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penjelasan dan analisis sebagaimana dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan antara lain: Pertama, rumusan bentuk dan kadar ’uqūbat yang

Beberapa di antara mereka telah berkata bahwa mereka akan melakukan pekerjaan menggali agar dapat melunasi perjanjian mereka karena memang pada dasarnya mereka adalah anak-anak

Database adalah auatu kumpulan data terhubung (interrelated data) yang disimpan secara bersama-sama pada suatu media, tanpa mengatap satu dengan yang lain atau

Jika pihak yang terlibat lebih dari 1 (satu) orang, dijelaskan peran masing-masing pihak. 3) Kerugian diisi dengan kerugian yang telah terjadi ataupun perkiraan kerugian. 4)

Perbedaan penelitian yang dilakukan sekarang dibandingkan dengan penelitian terdahulu adalah penelitian ini menguji kompetensi yang harus dikuasai dalam melaksanakan

Data spasial dari penginderaan jauh dan survey terrestrial tersimpan dalam basisdata yang memanfaatkan teknologi komputer digital untuk pengolahan dan

Berdasarkan keterangan dari Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) di Kenagarian Bukik Batabuah dan dinas pertanian (UPTD) Kecamatan Canduang pada survey pendahuluan diketahui bahwa

Berdasarkan arsitektur MapServer sebagai program CGI pada Gambar II.1, dapat kita lihat bahwa browser (client) akan mengirimkan request ke web server dalam bentuk