• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Retina Mata Menggunakan Metode Run Length Dan Naive Bayesian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Identifikasi Retina Mata Menggunakan Metode Run Length Dan Naive Bayesian"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Retina adalah selapis tipis sel yang terletak pada bagian belakang bola mata.

Retina mengandung banyak pembuluh darah yang membentuk pola yang unik

seperti pada sidik jari, oleh karena itu retina mata dapat digunakan sebagai alat

identifikasi. Sistem identifikasi retina bekerja dengan membaca pola retina mata

seseorang yang pindai menggunakan sinar inframerah berintensitas rendah, pola

ini kemudian disimpan dalam komputer untuk dijadikan identitas seseorang [1].

Sebelumnya dilakukan penelitian oleh Md. Amran Siddiqui, untuk identifikasi

retina mata yang melalui empat proses yaitu penentuan pusat deteksi, segmentasi

dan derivasi, ekstraksi, dan pencocokan didapatkan tingkat akurasi sebesar 80%

[2]. Pada penelitian yang yang dilakukan oleh Nurul Hikmah, identifikasi retina

mata menggunakan metode HSV dan ANFIS didapatkan tingkat akurasi 65%

untuk

membership function Trapesium

dan 80% untuk

membership function

Gaussian

[3].

Berdasarkan hal tersebut, diperlukan penelitian lebih lanjut tentang

identifikasi retina mata untuk meningkatkan akurasi dengan menggunakan metode

yang berbeda. Penelitian ini menggunakan metode ekstraksi Run Length untuk

proses ektraksi citra dan metode Naive Bayesian untuk klasifikasi. Metode Run

Length menggunakan distribusi suatu pixel dengan intensitas yang sama secara

berurutan dalam satu arah tertentu sebagai primitifnya. Ciri-ciri citra tekstur yang

didapat pada metode Run Length diantaranya adalah

Short Run Emphasis

(SRE),

Long Run Emphasis

(LRE),

Grey Level Uniformity

(GLU),

Run Length

Uniformity

(RLU), dan

Run Percentage

(RPC). Hasil dari ekstraksi ciri-ciri citra

(2)

merupakan sebuah metode pengklasifikasian probabilistik sederhana yang

menghitung sekumpulan probabilitas dengan menjumlahkan frekuensi dan

kombinasi nilai dari dataset yang diberikan.

Dari permasalahan dan solusi yang telah dijelaskan, maka penelitian ini akan

mengidentifikasi retina mata berdasarkan citra retina mata dengan menerapkan

metode Run Length untuk proses ekstraksi citra dan metode Naïve Bayesian

untuk proses klasifikasi citra, diharapkan metode Run Length dan Naïve Bayesian

dapat mengidentifikasi retina mata berdasarkan tekstur dan mengukur tingkat

keakuratan klasifikasinya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas terdapat beberapa masalah, yaitu :

1.

Bagaimana penerapan metode Run Length dan Naive Bayesian untuk

identifikasi retina mata.

2.

Bagaimana tingkat akurasi dalam mengidentifikasi citra retina mata

dengan menggunakan metode Run Length dan Naive Bayesian.

1.3 Maksud dan Tujuan

Berdasarkan permasalahan yang ada, maka maksud dari penelitian ini adalah

mengidentifikasi retina mata menggunakan metode Run Length dan Naive

Bayesian.

Sedangkan tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah:

1.

Mengetahui bahwa metode Run Length dan Naive Bayesian dapat

digunakan dalam identifikasi retina mata.

2.

Mengetahui tingkat akurasi dalam identifikasi retina mata dengan

menggunakan metode Run Length dan Naive Bayesian.

1.4 Batasan Masalah

(3)

1.

Aplikasi yang dibangun berbasis desktop

2.

Citra yang akan diujikan adalah citra retina mata manusia yang sudah

tersedia di website

VARPA

[5].

3.

Database yang digunakan adalah MySQL.

4.

Metode ekstraksi yang digunakan adalah Run Length

5.

Fitur ciri yang digunakan adalah

Short Run Emphasis

(SRE),

Long

Run Emphasis

(LRE),

Grey Level Uniformity

(GLU),

run length

uniformity

(RLU),

Run Percentage

(RPC).

6.

Metode klasifikasi yang digunakan adalah Naive Bayesian.

7.

Metode analisis perancangan yang digunakan adalah analisis dan

perancangan perangkat lunak berorientasi objek, dengan menggunakan

pemodelan

Unified Modeling Language (UML).

1.5 Metodologi Penelitian

Metodologi penelitian adalah kesatuan metode-metode untuk memecahkan

masalah penelitian yang logis secara sistematis dan memerlukan data-data untuk

mendukung terlaksananya penelitian.

Metodologi penelitian yang digunakan dalam aplikasi ini adalah metode

deskriptif yaitu suatu metode yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang

jelas tentang hal-hal yang diperlukan. Metodologi penelitian ini memiliki dua

tahapan, yaitu tahap pengumpulan data dan tahap pengembangan perangkat lunak.

1.5.1 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi

literatur. Studi literatur merupakan metode pengumpulan data dengan cara

mengumpulkan dan mempelajari data-data dari berbagai sumber referensi yang

berhubungan atau berkaitan dengan identifikasi retina mata menggunakan metode

Run Length dan Naive Bayesian.

1.5.2 Metode Pembangunan Perangkat Lunak

(4)

a.

Planning

Perencanaan dari keputusan pengguna/pembuat yang telah ditetapkan

prioritasnya.

Tahap

perencanaan

ini

dilakukan

dengan

pemodelan

menggunakan metode pemrograman berorientasi objek.

b.

Design

Perancangan dari pembangunan sistem untuk identifikasi retina mata

kedalam sebuah representasi software yang dapat diperkirakan untuk kualitas

sebelum dimulai pemunculan dan melakukan perancangan antar muka yang

akan tampil pada sistem yang akan dibangun.

c.

Coding

Pengkodean dilakukan dengan mengkonversi rancangan sistem kedalam

kode-kode bahasa pemrograman tertentu. Pada tahap ini dilakukan pembuatan

komponen-komponen sistem yang meliputi modul program antar muka.

d.

Testing

Pengujian dilakukan untuk mengetahui sistem yang sudah dibangun telah

sesuai dengan perancangan dan semua fungsi dapat berjalan dan dipergunakan

dengan baik tanpa ada kesalahan.

(5)

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan tugas akhir penelitian ini disusun untuk memberikan

gambaran umum tentang penelitian yang dijalankan. Sistematika penulisan tugas

akhir ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi penjelasan mengenai latar belakang masalah, identifikasi

masalah, maksud dan tujuan, batasan masalah, metodologi penelitian serta

sistematika penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI

Bab ini membahas mengenai teori-teori yang digunakan dalam menganalisis

masalah dan teori yang dipakai dalam mengolah data penelitian yaitu teori

mengenai retina mata, teori mengenai biometrik, teori mengenai pengenalan pola,

teori mengenai pengolahan citra, teori mengenai tekstur, teori mengenai metode

Run Length, teori mengenai metode Naïve Bayesian, teori mengenai pengujian

blackbox

, teori mengenai pengujian

confusion matrix

, dan teori mengenai

pemrograman berorientasi objek.

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN

Bab ini menguraikan penjelasan mengenai analisis masalah aplikasi, analisis

simulasi yang digunakan, analisis penyelesaian masalah, analisis simulasi yang

digunakan dan perancangan aplikasi yang akan dibangun.

BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN

Bab ini menjelaskan mengenai implementasi dari hasil analisis dan

perancangan yang telah dibuat ke dalam bentuk aplikasi pemrograman serta

pengujian

blackbox

dan pengujian sistem yang meliputi pengujian parameter

algoritma yang akan diterapkan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

(6)
(7)

7

2.1 Kecerdasan Buatan

Kecerdasan buatan (

Artificial intelligence

) adalah salah satu cabang ilmu

pengetahuan yang berhubungan dengan pemanfaatan mesin untuk memecahkan

persoalan yang rumit dengan cara yang lebih manusiawi. Hal ini biasanya

dilakukan dengan mengikuti karakteristik dan analogi berpikir dari kecerdasan

manusia, dan menerapkannya sebagai algoritma yang dikenal oleh komputer.

Semakin

pesatnya

perkembangan

teknologi

menyebabkan

adanya

perkembangan dan perluasan lingkup yang membutuhkan kehadiran kecerdasan

buatan. Karakteristik cerdas sudah mulai dibutuhkan di berbagai disiplin ilmu dan

teknologi. Kecerdasan Buatan tidak hanya merambah di berbagai disiplin ilmu

yang lain. Irisan antara psikologi dan kecerdasan buatan melahirkan sebuah area

yang dikenal dengan nama

cognition

&

psycolinguistics

. Irisan antara teknik

elektro dengan kecerdasan buatan melahirkan berbagai ilmu seperti pengolahan

citra, teori kendali, pengenalan pola dan robotika.

Kecerdasan buatan digunakan untuk menganalisis pemandangan dalam citra

dengan perhitungan simbol-simbol yang mewakili isi pemandangan tersebut

setelah citra diolah untuk memperoleh ciri khas. Kecerdasan buatan bisa dilihat

sebagai tiga kesatuan yang terpadu yaitu persepsi, pengertian dan aksi. Persepsi

menerjemahkan sinyal dari dunia nyata dalam citra menjadi simbol-simbol yang

lebih sederhana, pengertian memanipulasi simbol-simbol tersebut untuk

memudahkan penggalian suatu informasi tertentu, dan aksi menerjemahkan

simbol-simbol yang telah dimanipulasi menjadi sinyal lain yang dapat merupakan

hasil akhir atau hasil antara sesuai dengan keperluan [7].

2.2 Retina Mata

(8)

manusia, cahaya masuk melalui pupil dan difokuskan pada retina dengan bantuan

lensa. Sel-sel saraf sensitif cahaya disebut

rod

(untuk kecerahan) dan

cone

(untuk

cahaya) yang beraksi terhadap cahaya. Keduanya berinteraksi satu dengan lainnya

dan mengirimkan pesan ke otak yang mengindikasikan kecerahan, warna, kontur.

Retina adalah lapisan terdalam pada mata yang mengandung sel fotoreseptor

(

rod

dan

cone

) dan neuron yang berfungsi mentransmisikan bentuk benda yang

kita lihat yang dibentuk oleh lensa ke otak melalui saraf optik.

Cahaya masuk kedalam retina melewati sebagian besar lapisan transparan

neuron sebelum mencapai rod dan cone, dua jenis fotoreseptor yang berbeda

dalam bentuk dan fungsi. Neuron retina kemudian menyampaikan informasi

visual yang ditangkap oleh fotoreseptor ke saraf optik dan otak. Setiap sel bipolar

memerima informasi dari beberapa

rod

atau

cone

dan setiap ganglion sel

mengumpulkan hasil informasi dari beberapa bipolar sel, Horisontal dan

Amacrine sel mengintegrasikan informasi di retina. Salah satu daerah retina yaitu

optik disk tidak memiliki reseptor sebagai akibatnya dae

rah ini membentuk “

blind

spot

” dimana cahaya tidak terdeteksi [8].

(9)

2.3 Biometrik

Biometrik adalah suatu cabang keilmuan dengan menggunakan data unik

yang terdapat pada anggota tubuh atau tingkah laku manusia untuk tujuan

identifikasi. Teknologi biometrik sangat berguna untuk mencegah pemalsuan

identitas, karena menggunakan anggota tubuh atau tingkah laku manusia sebagai

identitas seseorang tersebut. Anggota tubuh atau tingkah laku manusia yang akan

dijadikan untuk sistem biometrik harus memenuhi beberapa syarat diantaranya

adalah :

a.

Universality

, bahwa setiap orang memiliki karakteristik.

b.

Uniqueness

, tidak ada kesamaan karakteristik.

c.

Permanence

, bahwa karakteristik konstan dengan waktu.

d.

Collectability

, karakteristik dapat diukur secara kuantitatif.

e.

Performance

, keakuratan dalam mengidentifikasi karakteristik.

f.

Acceptability

, sistem biometrik ini dapat diterima.

g.

Circumvention

, sistem tidak mudah untuk dicurangi.

Anggota tubuh atau tingkah laku yang bisa digunakan untuk sistem biometrik

ini diantaranya adalah Wajah, Sidik jari, Geometri tangan,

Keystrokes

, Vena

tangan, Iris mata, Retina mata, Tanda tangan, Suara,

Thermograms

, Bau, DNA,

Gaya berjalan, dan Telinga. Berikut adalah tabel tingkat kualitas anggota tubuh

atau tingkah laku pada sistem biometrik:

Tabel 2.1 Perbandingan Kualitas Biometrik [9]

Biometrik Universality Uniqueness Permanence Collectability Performance Acceptability Circumvention

Wajah High Low Medium High Low High Low

Sidik Jari Medium High High Medium High Medium High

Geometri Tangan

Medium Medium Medium High Medium Medium Medium

Keystrokes Low Low Low Medium Low Medium Medium

Vena Tangan Medium Medium Medium Medium Medium Medium High

Iris Mata High High High Medium High Low High

Retina Mata High High Medium Low High Low High

Tanda Tangan

(10)

Suara Medium Low Low Medium Low High Low

Thermograms High High Low High Medium High High

Bau High High High Low Low Medium Low

DNA High High High Low High Low Low

Gaya Berjalan

Medium Low Low High Low High Medium

Telinga Medium Medium High Medium Medium High Medium

2.4 Pengenalan Pola

Pengenalan pola adalah membedakan suatu objek dengan objek lain.

Pengenalan pola bertujuan untuk menentukan kelompok atau kategori pola

berdasarkan ciri-ciri yang dimiliki oleh pola tersebut. Terdapat dua pendekatan

yang dilakukan dalam pengenalan pola yaitu pendekatan secara statistik dan

pendekatan secara sintaktik atau struktural [10].

2.4.1 Pengenalan Pola Secara Statistik

Pengenalan pola dengan pendekatan statistik ini menggunakan teori-teori

dalam ilmu peluang dan statistik. . Ciri yang dimiliki oleh suatu pola ditentukan

distribusi statistiknya, pola yang berbeda memiliki distribusi yang berbeda pula.

Dengan menggunakan teori keputusan di dalam statistik, kita menggunakan

distribusi ciri untuk mengklasifikasikan pola. Sistem pengenalan pola dengan

pendekatan statistik ditunjukkan pada gambar 2.2.

Gambar 2.2 Pengenalan Pola Dengan Pendekatan Statistik [10].

(11)

klasifikasinya. Pada fase pengenalan, citra diambil cirinya kemudian ditentukan

kelas kelompoknya [10].

Pada penelitian ini termasuk sistem pengenalan pola dengan pendekatan

statistik, karena ciri-ciri yang dimiliki oleh citra retina mata memiliki pola yang

ditentukan distribusi statistiknya. Apabila polanya berbeda maka memiliki

distribusi yang berbeda pula. Distribusi ciri digunakan untuk mengklasifikasikan

pola dengan memanfaatkan teori keputusan di dalam statistik.

2.4.2 Pengenalan Pola Secara Sintaktik

Pengenalan pola dengan pendekatan sintaktik menggunakan teori bahasa

formal. Ciri yang terdapat pada suatu pola ditentukan primitif dan hubungan

struktural antara primitif kemudian menyusun tata bahasanya. Dari aturan

produksi pada tata bahasa tersebut kita dapat menentukan kelompok pola.

Pengenalan pola secara sintaktik lebih dekat ke strategi pengenalan pola yang

dilakukan manusia, namun secara praktek penerapannya relatif sulit dibandingkan

pengenalan pola secara statistik [10]. Sistem pengenalan pola dengan pendekatan

sintaktik ditunjukkkan pada gambar 2.3.

Gambar 2.3 Pengenalan Pola Dengan Pendekatan Sintaktik [10].

2.5 Pengolahan Citra

(12)

1.

Perbaikan atau memodifikasi citra perlu dilakukan untuk meningkatkan

kualitas penampakan atau untuk menonjolkan beberapa aspek informasi

yang terkandung di dalam citra.

2.

Elemen di dalam citra perlu dikelompokkan, dicocokkan, atau diukur.

3.

Sebagian citra perlu digabung dengan bagian citra yang lain.

Pengolahan citra bertujuan memperbaiki kualitas citra agar mudah

diinterpretasi oleh manusia atau mesin (dalam hal ini komputer). Teknik-teknik

pengolahan citra mentransformasikan citra menjadi citra lain. Jadi, masukannya

adalah citra dan keluarannya juga citra, namun citra keluaran mempunyai kualitas

lebih baik daripada citra masukan [10].

2.6 Operasi-operasi Pengolahan Citra

Operasi-operasi yang dilakukan di dalam pengolahan citra banyak ragamnya.

Namun, secara umum, operasi pengolahan citra dapat diklasifikasikan dalam

beberapa jenis sebagai berikut [10]:

1.

Perbaikan kualitas citra (

image enhancement

).

Jenis operasi ini bertujuan untuk memperbaiki kualitas citra dengan cara

memanipulasi parameter-parameter citra. Dengan operasi ini, ciri-ciri khusus

yang terdapat di dalam citra lebih ditonjolkan. Contoh operasi perbaikan citra

diantaranya adalah perbaikan kontras, perbaikan tepian objek (

edge

enhancement

),

penajaman

(

sharpening

),

pemberian

warna

semu

(

pseudocoloring

), dan penapisan derau (

noise filtering

).

2.

Pemugaran citra (

image restoration

).

Operasi ini bertujuan menghilangkan / meminimumkan cacat pada citra.

Tujuan pemugaran citra hampir sama dengan operasi perbaikan citra.

Bedanya, pada pemugaran citra penyebab degradasi gambar diketahui. Contoh

operasi pemugaran citra diantaranya adalah penghilangan kesamaran

(

deblurring

) dan penghilangan derau (

noise

).

3.

Pemampatan citra (

image compression

).

(13)

penting yang harus diperhatikan dalam pemampatan adalah citra yang telah

dimampatkan harus tetap mempunyai kualitas gambar yang bagus.

4.

Segmentasi citra (

image segmentation

).

Jenis operasi ini bertujuan untuk memecah suatu citra ke dalam beberapa

segmen dengan suatu kriteria tertentu. Jenis operasi ini berkaitan erat dengan

pengenalan pola.

5.

Pengorakan citra (

image analysis

)

Jenis operasi ini bertujuan menghitung besaran kuantitif dari citra untuk

menghasilkan deskripsinya. Teknik pengorakan citra mengekstraksi ciri-ciri

tertentu yang membantu dalam identifikasi objek. Proses segmentasi

kadangkala diperlukan untuk melokalisasi objek yang diinginkan dari

sekelilingnya. Contoh operasi pengorakan citra diantaranya adalah

pendeteksian tepi objek (

edge detection

), ekstraksi batas (

boundary

), dan

representasi daerah (

region

).

6.

Rekonstruksi citra (

image reconstruction

)

Jenis operasi ini bertujuan untuk membentuk ulang objek dari beberapa citra

hasil proyeksi. Operasi rekonstruksi citra banyak digunakan dalam bidang

medis. Misalnya beberapa foto rontgen dengan sinar X digunakan untuk

membentuk ulang gambar organ tubuh.

7.

Perubahan Model Warna

Warna adalah persepsi yang dirasakan oleh sistem visual manusia terhadap

panjang gelombang cahaya yang dipantulkan oleh objek [7]. Setiap warna

mempunyai panjang gelombang yang berbeda. Warna merah mempunyai

panjang gelombang paling tinggi, sedangkan warna ungu mempunyai panjang

gelombang paling rendah. Warna-warna yang diterima oleh mata merupakan

hasil kombinasi cahaya dengan panjang gelombang berbeda. Penelitian

memperlihatkan bahwa kombinasi warna yang memberikan rentang warna

yang paling lebar adalah red (R), green (G), blue (B).

(14)

a.

Citra RGB

Citra RGB yang biasa disebut juga citra true color, disimpan dalam citra

berukuran (m x n) x 3 yang mendefinisikan warna merah (red), hijau

(green) dan biru (blue) untuk setiap pikselnya. Warna pada setiap piksel

ditentukan berdasarkan kombinasi dari warna red, green dan blue (RGB).

RGB merupakan citra 24 bit dengan komponen merah, hijau, dan biru

yang masing-masing umumnya bernilai 8 bit sehingga intensitas kecerahan

warna sampai 256 level dan kombinasi warnanya kurang dari sekitar 16

juta warna.

b.

Citra Keabuan

Citra dengan derajat keabuan berbeda dengan citra RGB, citra ini

didefinisikan oleh satu nilai derajat warna. Umumnya bernilai 8 bit

sehingga intensitas kecerahan warna sampai 256 level dan kombinasi

warnanya 256 varian. Tingkat kecerahan paling rendah yaitu 0 untuk

warna hitam dan putih bernilai 255. Untuk mengkonversikan citra yang

memiliki warna RGB ke derajat keabuan bisa menggunakan persamaan :

Gray = 0.30 *

+ 0.59 *

+ 0.11 *

(2.1)

Dimana :

R = nilai

Red

G = nilai

Green

B = nilai

Blue

2.7 Tekstur

Secara umum tekstur mengacu pada repetisi elemen-elemen tekstur dasar

yang sering disebut primitif atau

texel

(

texture element

). Suatu

texel

terdiri dari

beberapa

pixel

dengan aturan posisi bersifat periodik, kuasiperiodik, atau acak.

Pengertian dari tekstur dalam hal ini adalah keteraturan pola-pola tertentu yang

terbentuk dari susunan piksel-piksel dalam citra digital [7].

(15)

1.

Terdiri dari satu atau lebih piksel yang membentuk pola-pola primitif

(bagian-bagian terkecil). Bentuk-bentuk pola primitif ini dapat berupa titik, garis lurus,

garis lengkung, luasan dan lain-lain yang merupakan elemen dasar dari sebuah

bentuk.

2.

Munculnya pola-pola primitif yang berulang-ulang dengan interval jarak dan

arah tertentu sehingga dapat diprediksi atau ditemukan karakteristik

perulangannya, untuk contoh dari beberapa citra tekstur dapat dilihat dari

gambar 2.4.

Gambar 2.4 Contoh Citra Tekstur [7]

Suatu citra memberikan interpretasi tekstur yang berbeda apabila dilihat

dengan jarak dan sudut yang berbeda, manusia memandang tekstur

berdasarkan deskripsi yang bersifat acak, seperti halus, kasar, teratur, tidak

teratur, dan lain sebgainya. Hal ini merupakan deskripsi yang tidak tepat dan

non-kuantitatif, sehingga diperlukan adanya suatu deskripsi yang kuantitatif

(matematis) untuk memudahkan analisis [7].

2.8 Analisis Tekstur

(16)

fourier, frekuensi tepi. Teknik struktural berkaitan dengan penyusupan

bagian-bagian terkecil suatu citra. contoh metode struktural adalah model fraktal. Metode

geometri berdasar atas perangkat geometri yang ada pada elemen tekstur. Contoh

model dasar adalah medan acak. Sedangkan metode pengolahan sinyal adalah

metode yang berdasarkan analisis frekuensi seperti transformasi gabor dan

transformasi wavelet [7].

2.9 Metode Run Length

Grey level run length matrix

yang biasa disingkat dengan GLRLM

merupakan salah satu metode untuk mengekstrak tekstur sehingga diperoleh ciri

statistik atau atribut yang terdapat dalam tekstur dengan mengestimasi

piksel-piksel yang memiliki derajat keabuan yang sama. Ekstraksi tekstur dengan metode

run-length dilakukan dengan membuat rangkaian pasangan nilai (

i,j

) pada setiap

baris piksel. Perlu diketahui maksud dari run-length

itu sendiri adalah jumlah

piksel berurutan dalam arah tertentu yang memiliki derajat keabuan/nilai

intensitas yang sama. Jika diketahui sebuah matriks run-length

dengan elemen

matriks

q

(

i, j

| θ) dimana i adalah derajat keabuan pada masing

-masing piksel, j

adalah nilai run-length

, dan θ adalah orientasi arah pergeseran tertentu yang

dinyatakan dalam derajat. Orientasi dibentuk dengan empat arah pergeseran

dengan interval 45

0

, yaitu 0

0

, 45

0

, 90

0

, dan 135

0

.

Terdapat beberapa jenis ciri tekstur yang dapat diekstraksi dari matriks

run-length [11]. Berikut variabel-variabel yang terdapat di dari ekstraksi citra dengan

menggunakan metode statistikal

Grey Level Run Length Matrix

:

i = nilai derajat keabuan

j = piksel yang berurutan (

run

)

M = Jumlah derajat keabuan pada sebuah gambar

N = Jumlah piksel berurutan pada sebuah gambar

r(j) = Jumlah piksel berurutan berdasarkan banyak urutannya (

run length)

g(i) = Jumlah piksel berurutan berdasarkan nilai derajat keabuannya

s = Jumlah total nilai

run

yang dihasilkan pada arah tertentu

(17)

n = jumlah baris * jumlah kolom.

Dimana varibel-variabel tersebut akan digunakan untuk mencari nilai dari

atribut-atribut tekstur sebagai berikut:

1.

Short Run Emphasis

(SRE)

SRE mengukur distribusi short run. SRE sangat tergantung pada banyaknya

short run dan diharapkan bernilai besar pada tekstur halus.

� ∑ ∑

2.

Long Run Emphasis

(LRE)

LRE mengukur distribusi long run. LRE sangat bergantung pada banyaknya

long run dan diharapkan bernilai besar pada tekstur kasar.

� ∑ ∑

3.

Grey Level Uniformity

(GLU)

GLU mengukur persamaan nilai derajat keabuan seluruh citra dan diharapkan

bernilai kecil jika nilai derajat keabuan serupa diseluruh citra.

� ∑ ∑ ∑

4.

Run Length Uniformity

(RLU)

RLU mengukur persamaan panjangnya run diseluruh citra dan diharapkan

bernilai kecil jika panjangnya run serupa diseluruh citra.

� ∑ ∑ ∑

(18)

5.

Run Percentage

(RPC)

RPC mengukur kebersamaan dan distribusi run dari sebuah citra pada arah

tertentu. RPC bernilai paling besar jika panjangnya run adalah 1 untuk semua

derajat keabuan pada arah tertentu.

� ∑ ∑ ∑

2.10 Metode Naive Bayesian

Naïve bayesian adalah suatu metode pengklasifikasian paling sederhana

dengan menggunakan peluang yang ada, dimana diasumsikan bahwa setiap

variable X bersifat bebas (

independence

) [4]. Karena asumsi variabel tidak saling

terikat, maka didapatkan :

(2.7)

Terdapat beberapa langkah dalam pengklasifikasian menggunakan metode naive

bayesian, berikut adalah langkah - langkahnya :

Training :

1.

Hitung rata-rata (

mean

) tiap fitur dalam dataset training dengan.

(2.8)

Dimana:

= mean

= banyaknya data

= jumlah nilai data

2.

Kemudian hitung nilai varian dari dataset training tersebut seperti pada.

Dimana:

= varians

q

i

P

X

i

Y

y

y

Y

X

(19)

µ= mean

= nilai data

banyaknya data

Testing :

1.

Hitung probabilitas (

Prior

) tiap kelas yang ada dengan cara menghitung jumlah

data tiap kelas dibagi jumlah total data secara keseluruhan.

2.

Selanjutnya

menghitung

densitas

probabilitasnya.

Fungsi

densitas

mengekspresikan probabilitas relatif. Data dengan mean μ dan standar deviasi

σ, fungsi densitas probabilitasnya adalah :

Dimana :

= data masukan

π = 3,14

standar deviasi

µ = mean

3.

Setelah didapatkan nilai densitas probabilitasnya, selanjutnya menghitung

posterior masing-masing kelas dengan menggunakan persamaan.

(2.11)

Atau bisa ditulis

| |

(2.12)

4.

Setelah didapat nilai posterior masing-masing kelas, maka kelas yang sesuai

untuk data masukan adalah kelas yang memiliki nilai posterior terbesar.

2.11 Pengujian

Confusion Matrix

(20)

matriks berkorespondensi kepada hasil klasifikasi dan setiap baris pada masukan.

Akurasi sebuah klasifikasi dimana i=j menerangkan akurasi dari klasifikasi pada

setiap kelas [12]. Berikut contoh

Confusion

Matrix

dapat dilihat pada tabel 2.2.

Tabel 2.2

Confusion Matrix

Kelas

Hasil Klasifikasi

0

1

Target

0

00

01

1

10

11

Untuk menghitung akurasinya digunakan formula :

2.12 Pemrograman Berorientasi Objek

Metodologi berorientasi objek adalah suatu strategi pembangunan perangkat

lunak yang mengorganisasikan perangkat lunak sebagai kumpulan objek yang

berisi data dan operasi yang diberlakukan terhadapnya. Metodologi berorientasi

objek merupakan suatu cara bagaimana sistem perangkat lunak dibangun melalui

pendekatan objek secara sistematis. Metode berorientasi objek didasarkan pada

penerapann prinsip-prinsip pengelolaan kompleksitas. Metode berorientasi objek

meliputi rangkaian aktifitas analisis beorientasi objek, perancangan berorientasi

objek, pemrograman berorientasi objek, dan pengujian berorientasi objek [13].

(21)

Keuntungan menggunakan metodologi berorientasi objek adalah sebagai

berikut :

a.

Meningkatkan Produktivitas

Karena kelas dan objek yang ditemukan dalam suatu masalah masih dapat

dipakai ulang untuk masalah lainnya yang melibatkan objek tersebut

(

reuseable

).

b.

Kecepatan Pengembangan

Karena sistem yang dibangun dengan baik dan benar pada saat analisis dan

perancangan akan mennyababkan berkurangnya kesalahan pada saat

pengkodean

c.

Kemudahan Pemeliharaan

Karena dengan model objek, pola-pola yang cendrung tetap dan stabil dapat

dipisahkan dan pola-pola yang mungkin sering diubah-ubah.

d.

Adanya Konsistensi

Karena sifat pewarisan dan penggunaan notasi yang sama pada saat analisis,

perancangan maupun pengkodean.

e.

Meningkatkan Kualitas Perangkat Lunak

Karena adanya pendekatan pengembangan lebih dekat dengan dunia nyata dan

adanya konsistensi pada saat pengambangannya, perangkat lunak yang

dihasilkan akan mampu memenuhi kebutuhan pemakai serta mempunyai

sedikit kesalahan.

Berikut

beberapa

contoh

bahasa

pemograman

yang

mendukung

pemrograman berorientasi objek adalah :

a.

Smalltalk

Smalltalk adalah salah satu bahasa pemograman yang diekmbangkan untuk

mendukung pemrograman beroirentasi objek.

b.

Bahasa Pemrograman Eiffel

(22)

c.

Bahasa Pemrograman (Web) PHP

Php dibuat pertama kali oleh seorang perekayasa perangkat (software

engineering) yang bernama Rasmus Lerdoff.

d.

Bahasa Pemrograman C++

C++ merupakan pengembangan lebih lanjut dari bahasa pemrograman C

untuk mendukung pemrograman berorientasi objek.

e.

Bahasa Pemrograman Java

Java dikembangkan oleh perusahaan Sun Microsystem. Java menurut definisi

dari Sun Microsystem adalah nama untuk sekumpulan teknologi untuk

membuat dan menjalankan perangkat lunak pada komputer

standalone

ataupun pada lingkungan jaringan.

2.12.1 Konsep Dasar Pemrograman Berorientasi Objek

Berikut adalah konsep dasar pemrograman berorientasi objek :

a.

Objek (

Object

)

Objek adalah abtraksi dan sesuatu yang mewakili dunia nyata seperti benda,

satuan organisasi, tempat, kejadian, struktur, status, atau hal-hal lain yang

bersifat abstrak. Objek merupakan suatu entitas yang mampu menyimpan

informasi dan mempunyai operasi yang dapat diterapkan atau dapat

berpengaruh pada status objeknya.

b.

Kelas (

Class

)

Kelas adalah kumpulan objek-objek dengan karakteristik yang sama. Kelas

merupakan definisi statik dan himpunan objek yang sama yang mungkin lahir

atau diciptakan dalam kelas tersebut.

c.

Pembungkusan (

Encapsulation

)

Pembungkusan atribut data dan layanan yang mempunyai objek untuk

menyembunyikan implementasi dan objek sehingga objek lain tidak

mengetahui cara kerjanya.

d.

Pewarisan (

Inheritance

) dan Generalisasi/Spesialisasi

(23)

e.

Metode

Operasi atau metode pada sebuah kelas hampir sama dengan fungsi atau

prosedur pada metodologi struktural.

f.

Polimorfisme

Kemampuan suatu objek untuk digunakan dibanyak tujuan yang berbeda

dengan nama yang sama sehingga menghemat baris program.

2.12.2 UML (Unified Modelling Language)

Unified Modelling Language

(UML) adalah sekumpulan spesifikasi yang

dikeluarkan oleh OMG. UML terbaru adalah UML 2.3 yang terdiri dari 4 macam

spesifikasi, yaitu :

Diagram Interchange Spesification,

UML

Infrastrukture,

UML

Superstrukture, dan Object Constraint Language

(OCL). Pada UML 2.3 terdiri 13

macam diagram yang dikelompokan pada 3 kategori, yaitu [14] :

A.

Struktur Diagram, yaitu kumpulan diagram yang digunakan untuk

menggambarkan suatu struktur statis dari sistem yang dimodelkan. Pada

Struktur Diagram dibagi menjadi 6 bagian :

1.

Diagam Kelas

Diagram kelas menggambarkan struktur sistem dari segi pendefinisian

kelas-kelas yang akan dibuat untuk membangun sistem. Kelas memiliki

apa yang disebut attribut dan metode atau operasi

.

2.

Diagram Objek

Diagram objek menggambarkan struktur sistem dari segi penamaan objek

dan jalannya objek dalam sistem.

3.

Diagram Komponen

Diagram

komponen

dibuat

untuk

menunjukan

organisasi

dan

ketergantungan diantara kumpulan komponen dalam sebuah sistem.

4.

Composite Structure Diagram

Composite Structure Diagram

baru mulai ada pada UML versi 2.0.

(24)

5.

Package Diagram

Package diagram

menyediakan cara mengumpulkan elemen-elemen yang

saling terkait dalam diagram UML. Hampir semua diagram dalam UML

dapat dikelompokan menggunakan

Package Diagram

.

6.

Deployment Diagram

Deployment diagram

menunjukan konfigurasi komponen dalam proses

eksekusi aplikasi.

B.

Behavior Diagram

, yaitu kumpulan diagram yang digunakan untuk

menggambarkan kelakuan sistem atau rangkaian perubahan yang terjadi pada

sebuah sistem. Pada

Behavior Diagram

dibagi menjadi 3 bagian :

1.

Use Case Diagram

Use case diagram

merupakan pemodelan untuk kelakuan (

behavior

)

sistem informasi yang akan dibuat,.

Use case

mendeskripsikan sebuah

interaksi antara satu atau lebih aktor dengan sistem informasi yang akan

dibuat.

2.

Activity Diagram

Activity diagram

menggambarkan

workflow

atau aktivitas dari sebuah

sistem atau proses bisnis atau menu yang ada pada perangkat lunak.

3.

State Machine Diagram

State machine diagram

digunakan untuk menggambarkan perubahan

status atau transisi status dari sebuah mesin atau sistem atau objek.

C.

Interactions Diagram

, yaitu kumpulan diagram yang digunakan untuk

menggambarkan interaksi antar subsistem pada suatu sistem. Pada Interactions

Diagram dibagi menjadi 4 bagian :

1.

Sequence Diagram

Sequence diagram

menggambarkan kelakuan objek pada

use case

dengan

mendeskripsikan waktu hidup objek dan message yang dikirimkan dan

diterima antar objek.

(25)

Communication

diagram menggambarkan interaksi antar bojek/bagian

dalam

bentuk

urutan

pengiriman

pesan.

Diagram

komunikasi

merepresentasikan informasi yang diperoleh dari diagram kelas, diagram

sequence

, dan diagram

use case

untuk mendeskripsikan gabungan antara

struktur statis dan tingkah laku dinamis dari suatu sistem.

3.

Timing Diagram

Timing diagram

merupakan diagram yang fokus pada penggambaran

terkait batas waktu.

4.

Interaction Overview Diagram

Interaction overview

diagram mirip dengan diagram aktivitas yang

berfungsi untuk menggarbarkan sekumpulan urutan aktivitas, diagram ini

adalah bentuk aktivias diagram yang setiap titik merepresentasikan

diagram interaksi.

2.12.3 Database

Istilah "basis data" berawal dari ilmu komputer. Meskipun kemudian artinya

semakin luas, memasukkan hal-hal di luar bidang elektronika, artikel ini mengenai

basis data komputer. Catatan yang mirip dengan basis data sebenarnya sudah ada

sebelum revolusi industri yaitu dalam bentuk buku besar, kuitansi dan kumpulan

data yang berhubungan dengan bisnis.

(26)

lain seperti model hierarkis dan model jaringan menggunakan cara yang lebih

eksplisit untuk mewakili hubungan antar tabel. Istilah

basis data

mengacu pada

koleksi dari data-data yang saling berhubungan, dan perangkat lunaknya

seharusnya mengacu sebagai

sistem manajemen basis data

(

database management

system/DBMS

). Jika konteksnya sudah jelas, banyak administrator dan programer

menggunakan istilah basis data untuk kedua arti tersebut [15].

2.12.3.1 MySQL

MySQL adalah sebuah perangkat lunak sistem manajemen basis data SQL

atau DBMS (

Database Management System

) yang

multithread

,

multi-user

,

dengan sekitar 6 juta instalasi di seluruh dunia. MySQL AB membuat MySQL

tersedia sebagai perangkat lunak gratis di bawah lisensi GNU

General Public

License

(GPL), tetapi mereka juga menjual dibawah lisensi komersial untuk

kasus-kasus dimana penggunaannya tidak cocok dengan penggunaan GPL.

Tidak seperti PHP atau Apache yang merupakan software yang

dikembangkan oleh komunitas umum, dan hak cipta untuk kode sumber dimiliki

oleh penulisnya masing-masing, MySQL dimiliki dan disponsori oleh sebuah

perusahaan komersial Swedia yaitu MySQL AB. MySQL AB memegang penuh

hak cipta hampir atas semua kode sumbernya. Kedua orang Swedia dan satu

orang Finlandia yang mendirikan MySQL AB adalah: David Axmark, Allan

Larsson, dan Michael "Monty" Widenius [15].

Fitur-fitur MySQL antara lain :

1.

Relational Database System. Seperti halnya software database lain yang ada

di pasaran, MySQL termasuk RDBMS.

2.

Arsitektur Client-Server. MySQL memiliki arsitektur client-server dimana

server database MySQL terinstal di server. Client MySQL dapat berada di

komputer yang sama dengan server, dan dapat juga di komputer lain yang

berkomunikasi dengan server melalui jaringan bahkan internet.

(27)

4.

Mendukung Sub Select. Mulai versi 4.1 MySQL telah mendukung select

dalam select (sub select).

5.

Mendukung Views. MySQL mendukung views sejak versi 5.0

6.

Mendukung Stored Prosedured (SP). MySQL mendukung SP sejak versi 5.0

7.

Mendukung Triggers. MySQL mendukung trigger pada versi 5.0 namun

masih terbatas. Pengembang MySQL berjanji akan meningkatkan

kemampuan trigger pada versi 5.1.

8.

Mendukung

replication

.

9.

Mendukung transaksi.

10.

Mendukung foreign key.

11.

Tersedia fungsi GIS.

12.

Gratis (bebas didownload)

13.

Stabil dan tangguh

14.

Fleksibel dengan berbagai pemrograman

15.

Security

yang baik, dukungan dari banyak komunitas

16.

Perkembangan software yang cukup cepat.

2.12.4 Bahasa Pemograman C#

C#

(tanda „#‟ dibaca “Sharp”) merupakan bahasa pemograman baru yang

diciptakan Microsoft secara khusus sebagai salah satu bahasa pemrograman dalam

teknologi .Net sebagai bahasa baru, C# tidak berevolusi dari bahasa C# versi

bukan teknologi .Net. dengan demikian C# dapat memaksimalkan kemampuannya

tanpa khawatir dengan masalah kompatibilitas dengan versi-versi sebelumnya.

Keharusan sebuah perangkat lunak untuk tetap dapat kompatibel dengan

versi-versi sebelumnya sebagaimana yang terjadi pada Visual Basic (VB) maupun

C++biasanya menghambat optimalitas kemampuan dari perangkat lunak tersebut

[16].

Sejak diluncurkan pada tahun 2000, C# dengan cepat merebut hati

progammer C++ bahkan VB. Dengan tata cara penulisan yang mirip C++ dan

interface

mirip VB 6.0 menurut wikipedia, sebuah ensiklopedia gratis di internet

(28)
(29)

91

5.1 Kesimpulan

Hasil yang didapat dari penelitian yang telah dilakukan dalam penyusunan

skripsi ini serta mengacu pada tujuan penelitian, maka dapat disimpulkan.

1.

Metode run length dan naive bayesian dapat digunakan untuk

mengidentifikasi retina mata berdasarkan citra.

2.

Tingkat akurasi metode run length dan naive bayesian dalam

mengidentifikasi retina mata berdasarkan citra adalah sebesar 100%.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah tercapai saat ini, terdapat

beberapa saran yang mungkin bermanfaat jika ada yang akan melakukan

penelitian yang sejenis, yaitu :

1.

Dataset citra yang digunakan sebaiknya memiliki kelas yang lebih

beragam.

(30)

NIM

: 10111701

Jenis Kelamin

: Pria

Tempat / Tanggal Lahir

: Pemalang, 19 Desember 1993

Agama

: Islam

Alamat

: Jl D.I. No. 212, RT.02 RW.02, Kelurahan

Bojongbata, Kecamatan Pemalang, Kabupaten

Pemalang, Jawa Tengah.

Telepon / Hp

: 083861796865

Email

: tan.dickyputra@gmail.com

RIWAYAT PENDIDIKAN

1999

2005

: SD Negeri Kebondalem 1 Pemalang,

2005

2008

: SMP Negeri 2 Pemalang,

2008

2011

: SMA Negeri 2 Pemalang,

2011

2016

: Program Strata 1 (S1) ,

Teknik Informatika,

(31)

Diajukan untuk Menempuh Ujian Akhir Sarjana

DICKY TANAGA PUTRA

10111701

PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA

FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER

(32)

v

ABSTRACT

... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR SIMBOL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah... 2

1.3 Maksud dan Tujuan ... 2

1.4 Batasan Masalah ... 2

1.5 Metodologi Penelitian ... 3

1.5.1 Metode Pengumpulan Data ... 3

1.5.2 Metode Pembangunan Perangkat Lunak ... 3

1.6 Sistematika Penulisan ... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Kecerdasan Buatan ... 7

2.2 Retina Mata ... 7

2.3 Biometrik ... 9

2.4 Pengenalan Pola... 10

(33)

vi

2.7 Tekstur ... 14

2.8 Analisis Tekstur ... 15

2.9 Metode Run Length ... 16

2.10 Metode Naive Bayesian ... 18

2.11 Pengujian

Confusion Matrix

... 19

2.12 Pemrograman Berorientasi Objek ... 20

2.12.1 Konsep Dasar Pemrograman Berorientasi Objek ... 22

2.12.2 UML (Unified Modelling Language)... 23

2.12.3 Database ... 25

2.12.4 Bahasa Pemograman C# ... 27

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM ... 29

3.1 Analisis Sistem ... 29

3.1.1 Analisis Masalah ... 29

3.1.2 Analisis Proses ... 29

3.1.3 Analisis Data... 36

3.1.4 Analisis Metode / Algoritma ... 38

3.1.5 Analisis Kebutuhan Basis Data ... 59

3.1.6 Analisis Kebutuhan Perangkat Lunak ... 59

3.2 Perancangan Sistem ... 68

3.2.1 Perancangan Basis Data ... 68

3.2.2 Perancangan Antarmuka ... 70

(34)

vii

4.1.1 Implementasi Perangkat Keras ... 75

4.1.2 Implementasi Perangkat Lunak ... 75

4.1.3 Implementasi Basis Data ... 76

4.1.4 Implementasi

Class

... 77

4.1.5 Implementasi Antarmuka ... 77

4.2 Pengujian ... 79

4.2.1 Pengujian Fungsionalitas... 79

4.2.2 Pengujian Metode ... 82

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 91

5.1 Kesimpulan ... 91

5.2 Saran ... 91

(35)

92

Butterworth Publishers, 1988.

[2] Md. Rounok Salehin, S. M. Hasan Sazzad Iqba, Md. Amran Siddiqui,

"Personal Authentication through Retinal Blood,"

International Journal of

Computer Applications

, vol. 33

No.9, November 2011.

[3]

Nurul Hikmah, “Identifikasi Retina Mata Manusia Menggunakan Sistem

Inferensi Neuro Fuzzy Adaptif,”

Tugas Akhir Teknik Elektro

, Universitas

Indonesia, Depok, 2008.

[4] Zanobya Nizar, Zahoor Jan, Rehanullah Khan, Rashid Jalal Quereshi,

“Palmprint Recognition: A Naïve Bayesian Approach,”

World Applied

Sciences Journal

, Mei 2014.

[5]

M. Ortega, “

VARIA Database

,”

VARPA Retinal Images for Authentication

Database, http://www.varpa.es/varia.html (diakses 14 Desember 2015).

[6] Pressman S. R.,

Rekayasa Perangkat Lunak

. Yogyakarta: Andi, 2010.

[7] Ahmad U.,

Pengolahan Citra Digital & Pemrogramannya

. Yogyakarta:

Graha Ilmu, 2005.

[8] Neil A. Campbell, Lisa A. Urry, Michael L. Cain, Jane B. Reece, Steven A.

Wasserman, Peter V. Minorsky, Robert B. Jackson,

Campbell Biology Ninth

Edition

. San Francisco: Benjamin Cummings, 2011.

[9] Anil K. Jain, Ruud Bolle, Sharath Pankanti,

Biometrics Personal

Identification in Network Society.

New York: Kluwer Academic Publishers,

2002.

[10] Munir R.,

Pengolahan Citra Digital.

Bandung: Informatika, 2002.

[11]

Galloway M., “Texture analysis using gray level run length”, Computer

Graphics Image Process., vol. 4, pp.172-179, juni 1975.

[12]

Anik A., “Sistem Pedukung Keputusan Berbasis Decision Tree Dalam

(36)

93

Yogyakarta: Graha Ilmu, 2005.

[15] Achmad S.,

MySql dari Pemula Hingga Mahir

. Jakarta: Achmatim, 2010.

(37)

Dicky Tanaga Putra

Teknik Informatika

Universitas Komputer Indonesia

Jl. Dipatiukur 112-114 Bandung

E-mail : tan.dickyputra@gmail.com

ABSTRAK

Retina merupakan salah satu anggota tubuh manusia yang dapat digunakan sebagai identitas seseorang. Retina mengandung banyak pembuluh darah yang membentuk pola unik, setiap manusia memiliki pola yang berbeda. Cara membedakan suatu retina dengan yang lainnya yaitu dengan membedakan tekstur citra retina tersebut. Metode run length adalah suatu metode yang dapat mengekstrak ciri suatu citra berdasarkan tekstur, ciri yang didapat adalah Short Run Emphasis (SRE),

Long Run Emphasis (LRE), Grey Level Uniformity

(GLU), Run Length Uniformity (RLU), dan Run Percentage (RPC). Hasil dari ekstraksi ciri citra berdasarkan tekstur tersebut kemudian akan digunakan sebagai nilai masukan untuk menentukan hasil klasifikasi citra berdasarkan tekstur menggunakan metode naive bayesian. Metode naive

bayesian merupakan sebuah metode

pengklasifikasian probabilistik sederhana yang menghitung sekumpulan probabilitas dengan menjumlahkan frekuensi dan kombinasi nilai dari dataset yang diberikan.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui identifikasi citra retina mata dapat dilakukan dengan klasifikasi berdasarkan tekstur menggunakan metode run length sebagai metode untuk ekstraksi tekstur pada citra retina mata dan metode naive bayesian sebagai metode untuk klasifikasi. Dari hasil pengujian yang telah dilakukan identifikasi citra retina mata berdasarkan tekstur menggunakan metode run length dan naive bayesian didapat tingkat akurasi sebesar 100%.

Kata Kunci : Identifikasi Retina, Run Length, Naive Bayesian, Kecerdasan Buatan.

1. PENDAHULUAN

Retina adalah selapis tipis sel yang terletak pada bagian belakang bola mata. Retina mengandung banyak pembuluh darah yang membentuk pola yang unik seperti pada sidik jari, oleh karena itu retina mata dapat digunakan sebagai alat identifikasi. Sistem identifikasi retina bekerja dengan membaca pola retina mata seseorang yang pindai menggunakan sinar inframerah berintensitas

rendah, pola ini kemudian disimpan dalam komputer untuk dijadikan identitas seseorang [1]. Sebelumnya dilakukan penelitian oleh Md. Amran Siddiqui, untuk identifikasi retina mata yang melalui empat proses yaitu penentuan pusat deteksi, segmentasi dan derivasi, ekstraksi, dan pencocokan didapatkan tingkat akurasi sebesar 80% [2]. Pada penelitian yang yang dilakukan oleh Nurul Hikmah, identifikasi retina mata menggunakan metode HSV dan ANFIS didapatkan tingkat akurasi 65% untuk membership function Trapesium dan 80% untuk membership function Gaussian [3].

Berdasarkan hal tersebut, diperlukan penelitian lebih lanjut tentang identifikasi retina mata untuk meningkatkan akurasi dengan menggunakan metode yang berbeda. Penelitian ini menggunakan metode ekstraksi Run Length untuk proses ektraksi citra dan metode Naive Bayesian untuk klasifikasi. Metode Run Length menggunakan distribusi suatu pixel dengan intensitas yang sama secara berurutan dalam satu arah tertentu sebagai primitifnya. Ciri-ciri citra tekstur yang didapat pada metode Run Length diantaranya adalah Short Run Emphasis (SRE), Long Run Emphasis (LRE), Grey Level Uniformity

(GLU), Run Length Uniformity (RLU), dan Run Percentage (RPC). Hasil dari ekstraksi ciri-ciri citra tekstur tersebut kemudian akan digunakan sebagai nilai masukan untuk menentukan hasil klasifikasi citra berdasarkan tekstur menggunakan metode Naive Bayesian. Pada penelitian yang dilakukan oleh Zanobya Nizar, metode Naive Bayesian digunakan untuk klasifikasi citra digital pada telapak tangan menghasilkan tingkat akurasi sebesar 97% [4]. Metode Naive Bayesian merupakan sebuah metode pengklasifikasian probabilistik sederhana yang menghitung sekumpulan probabilitas dengan menjumlahkan frekuensi dan kombinasi nilai dari dataset yang diberikan.

(38)

apakah lingkungan disekitarnya terang atau gelap. Dalam hal yang lebih kompleks mata dapat membedakan bentuk dan warna. Pada mata manusia, cahaya masuk melalui pupil dan difokuskan pada retina dengan bantuan lensa. Sel-sel saraf sensitif cahaya disebut rod (untuk kecerahan) dan cone (untuk cahaya) yang beraksi terhadap cahaya. Keduanya berinteraksi satu dengan lainnya dan mengirimkan pesan ke otak yang mengindikasikan kecerahan, warna, kontur.

Retina adalah lapisan terdalam pada mata yang mengandung sel fotoreseptor (rod dan cone) dan neuron yang berfungsi mentransmisikan bentuk benda yang kita lihat yang dibentuk oleh lensa ke otak melalui saraf optik.

Cahaya masuk kedalam retina melewati sebagian besar lapisan transparan neuron sebelum mencapai rod dan cone, dua jenis fotoreseptor yang berbeda dalam bentuk dan fungsi. Neuron retina kemudian menyampaikan informasi visual yang ditangkap oleh fotoreseptor ke saraf optik dan otak. Setiap sel bipolar memerima informasi dari beberapa rod atau cone dan setiap ganglion sel mengumpulkan hasil informasi dari beberapa bipolar sel, Horisontal dan Amacrine sel mengintegrasikan informasi di retina. Salah satu daerah retina yaitu optik disk tidak memiliki reseptor sebagai akibatnya daerah ini

membentuk “blind spot” dimana cahaya tidak

[image:38.595.311.524.412.578.2]

terdeteksi [6].

Gambar 1 Bagian pada Retina

1.2 Biometrik

Biometrik adalah suatu cabang keilmuan dengan menggunakan data unik yang terdapat pada anggota tubuh atau tingkah laku manusia untuk tujuan identifikasi. Teknologi biometrik sangat berguna untuk mencegah pemalsuan identitas,

dijadikan untuk sistem biometrik harus memenuhi beberapa syarat diantaranya adalah :

a. Universality, bahwa setiap orang memiliki karakteristik.

b. Uniqueness, tidak ada kesamaan

karakteristik.

c. Permanence, bahwa karakteristik konstan dengan waktu.

d. Collectability, karakteristik dapat diukur secara kuantitatif.

e. Performance, keakuratan dalam

mengidentifikasi karakteristik.

f. Acceptability, sistem biometrik ini dapat diterima.

g. Circumvention, sistem tidak mudah untuk dicurangi.

Anggota tubuh atau tingkah laku yang bisa digunakan untuk sistem biometrik ini diantaranya adalah Wajah, Sidik jari, Geometri tangan,

[image:38.595.70.285.468.671.2]

Keystrokes, Vena tangan, Iris mata, Retina mata, Tanda tangan, Suara, Thermograms, Bau, DNA, Gaya berjalan, dan Telinga. Berikut adalah tabel tingkat kualitas anggota tubuh atau tingkah laku pada sistem biometrik:

Tabel 1 Perbandingan Biometrik

1.3 Pengolahan Citra

Pengolahan citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan komputer, menjadi citra yang kualitasnya lebih baik. Umumnya, operasi

–operasi pada pengolahan citra diterapkan pada citra bila :

1. Perbaikan atau memodifikasi citra perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas penampakan atau untuk menonjolkan beberapa aspek informasi yang terkandung di dalam citra.

2. Elemen di dalam citra perlu

dikelompokkan, dicocokkan, atau diukur. 3. Sebagian citra perlu digabung dengan

(39)

pengolahan citra mentransformasikan citra menjadi citra lain. Jadi, masukannya adalah citra dan keluarannya juga citra, namun citra keluaran mempunyai kualitas lebih baik daripada citra masukan [7].

1.4 Operasi Pengolahan Citra

Operasi-operasi yang dilakukan di dalam pengolahan citra banyak ragamnya. Namun, secara umum, operasi pengolahan citra dapat diklasifikasikan dalam beberapa jenis sebagai berikut [7]:

1. Perbaikan kualitas citra (image enhancement). Jenis operasi ini bertujuan untuk memperbaiki kualitas citra dengan cara memanipulasi parameter-parameter citra. Dengan operasi ini, ciri-ciri khusus yang terdapat di dalam citra lebih ditonjolkan. Contoh operasi perbaikan citra diantaranya adalah perbaikan kontras, perbaikan tepian objek (edge enhancement), penajaman (sharpening), pemberian warna semu (pseudocoloring), dan penapisan derau (noise filtering).

2. Pemugaran citra (image restoration).

Operasi ini bertujuan menghilangkan / meminimumkan cacat pada citra. Tujuan pemugaran citra hampir sama dengan operasi perbaikan citra. Bedanya, pada pemugaran citra penyebab degradasi gambar diketahui. Contoh operasi pemugaran citra diantaranya adalah penghilangan kesamaran (deblurring) dan penghilangan derau (noise).

3. Pemampatan citra (image compression). Jenis operasi ini dilakukan agar citra dapat direpresentasikan dalam bentuk yang lebih kompak sehingga memerlukan memori yang lebih sedikit. Hal penting yang harus diperhatikan dalam pemampatan adalah citra yang telah dimampatkan harus tetap mempunyai kualitas gambar yang bagus.

4. Segmentasi citra (image segmentation).

Jenis operasi ini bertujuan untuk memecah suatu citra ke dalam beberapa segmen dengan suatu kriteria tertentu. Jenis operasi ini berkaitan erat dengan pengenalan pola.

5. Pengorakan citra (image analysis)

Jenis operasi ini bertujuan menghitung besaran kuantitif dari citra untuk menghasilkan deskripsinya. Teknik pengorakan citra mengekstraksi ciri-ciri tertentu yang membantu dalam identifikasi objek. Proses segmentasi kadangkala diperlukan untuk melokalisasi objek yang diinginkan dari sekelilingnya. Contoh operasi pengorakan citra diantaranya adalah pendeteksian tepi objek (edge detection),

Jenis operasi ini bertujuan untuk membentuk ulang objek dari beberapa citra hasil proyeksi. Operasi rekonstruksi citra banyak digunakan dalam bidang medis. Misalnya beberapa foto rontgen dengan sinar X digunakan untuk membentuk ulang gambar organ tubuh.

7. Perubahan Model Warna

Warna adalah persepsi yang dirasakan oleh sistem visual manusia terhadap panjang gelombang cahaya yang dipantulkan oleh objek [5]. Setiap warna mempunyai panjang gelombang yang berbeda. Warna merah mempunyai panjang gelombang paling tinggi, sedangkan warna ungu mempunyai panjang gelombang paling rendah. Warna-warna yang diterima oleh mata merupakan hasil kombinasi cahaya dengan panjang gelombang berbeda. Penelitian memperlihatkan bahwa kombinasi warna yang memberikan rentang warna yang paling lebar adalah red (R), green (G), blue (B). Dalam pembentukan citra digital model warna yang umum digunakan antara lain sebagai berikut :

a. Citra RGB

Citra RGB yang biasa disebut juga citra true color, disimpan dalam citra berukuran (m x n) x 3 yang mendefinisikan warna merah (red), hijau (green) dan biru (blue) untuk setiap pikselnya. Warna pada setiap piksel ditentukan berdasarkan kombinasi dari warna red, green dan blue (RGB). RGB merupakan citra 24 bit dengan komponen merah, hijau, dan biru yang masing-masing umumnya bernilai 8 bit sehingga intensitas kecerahan warna sampai 256 level dan kombinasi warnanya kurang dari sekitar 16 juta warna.

b. Citra Keabuan

Citra dengan derajat keabuan berbeda dengan citra RGB, citra ini didefinisikan oleh satu nilai derajat warna. Umumnya bernilai 8 bit sehingga intensitas kecerahan warna sampai 256 level dan kombinasi warnanya 256 varian. Tingkat kecerahan paling rendah yaitu 0 untuk warna hitam dan putih bernilai 255. Untuk mengkonversikan citra yang memiliki warna RGB ke derajat keabuan bisa menggunakan persamaan :

Gray = 0.30 * � + 0.59 * � + 0.11 * � Dimana :

R = nilai Red

G = nilai Green

(40)

primitif atau texel (texture element). Suatu texel terdiri dari beberapa pixel dengan aturan posisi bersifat periodik, kuasiperiodik, atau acak. Pengertian dari tekstur dalam hal ini adalah keteraturan pola-pola tertentu yang terbentuk dari susunan piksel-piksel dalam citra digital [5].

Untuk membentuk suatu tekstur setidaknya ada dua persyaratan yang harus dipenuhi antara lain : 1 Terdiri dari satu atau lebih piksel yang

membentuk pola-pola primitif (bagian-bagian terkecil). Bentuk-bentuk pola primitif ini dapat berupa titik, garis lurus, garis lengkung, luasan dan lain-lain yang merupakan elemen dasar dari sebuah bentuk.

2 Munculnya pola-pola primitif yang berulang-ulang dengan interval jarak dan arah tertentu sehingga dapat diprediksi atau ditemukan karakteristik perulangannya, untuk contoh dari citra tekstur dapat dilihat dari gambar 2.

Gambar 2 Contoh Citra Tekstur Suatu citra memberikan interpretasi tekstur yang berbeda apabila dilihat dengan jarak dan sudut yang berbeda, manusia memandang tekstur berdasarkan deskripsi yang bersifat acak, seperti halus, kasar, teratur, tidak teratur, dan lain sebgainya. Hal ini merupakan deskripsi yang tidak tepat dan non-kuantitatif, sehingga diperlukan adanya suatu deskripsi yang kuantitatif (matematis) untuk memudahkan analisis [5].

1.6 Analisis Tekstur

Analisis tekstur merupakan dasar dari berbagai macam aplikasi, aplikasi dari analisis tekstur antara lain adalah penginderaan jarak jauh, pencitraan medis, identifikasi kualitas suatu bahan (kayu, kulit, tekstil dan lain-lain). Pada analisis citra, dikategorikan menjadi lima kategori utama yaitu statistis, struktural, geometri, model dasar dan pengolahan sinyal. Pendekatan statistis mempertimbangakan bahwa internsitas dibangkitkan oleh medan acak dua dimensi, metode ini berdasar pada frekuensi-frekuensi ruang. Contoh metode statistis adalah fungsi autokorelasi, run-length, matriks kookurensi, tranformasi fourier, frekuensi tepi. Teknik struktural berkaitan dengan penyusupan bagian-bagian terkecil suatu citra. contoh metode struktural adalah model fraktal. Metode geometri berdasar atas perangkat geometri yang ada pada elemen tekstur. Contoh model dasar adalah medan

1.7 Metode Run Length

Grey level run length matrix yang biasa disingkat dengan GLRLM merupakan salah satu metode untuk mengekstrak tekstur sehingga diperoleh ciri statistik atau atribut yang terdapat dalam tekstur dengan mengestimasi piksel-piksel yang memiliki derajat keabuan yang sama. Ekstraksi tekstur dengan metode run-length dilakukan dengan membuat rangkaian pasangan nilai (i,j) pada setiap baris piksel. Perlu diketahui maksud dari run-length itu sendiri adalah jumlah piksel berurutan dalam arah tertentu yang memiliki derajat keabuan/nilai intensitas yang sama. Jika diketahui sebuah matriks run-lengthdengan elemen matriks q ( i, j | θ) dimana

i adalah derajat keabuan pada masing-masing piksel, j adalah nilai run-length, dan θ adalah orientasi arah pergeseran tertentu yang dinyatakan dalam derajat. Orientasi dibentuk dengan empat arah pergeseran dengan interval 45

0

, yaitu 0

0

, 45

0

, 90

0

, dan 135

0

. Terdapat beberapa jenis ciri tekstur yang dapat diekstraksi dari matriks run-length [8]. Berikut variabel-variabel yang terdapat di dari ekstraksi citra dengan menggunakan metode statistikal Grey Level Run Length Matrix :

i = nilai derajat keabuan j = piksel yang berurutan (run)

M = Jumlah derajat keabuan pada sebuah gambar N = Jumlah piksel berurutan pada sebuah gambar r(j) = Jumlah piksel berurutan berdasarkan banyak

urutannya (run length)

g(i) = Jumlah piksel berurutan berdasarkan nilai derajat keabuannya

s = Jumlah total nilai run yang dihasilkan pada arah tertentu

p(i,j)= himpunan matrik i dan j n = jumlah baris * jumlah kolom.

Dimana varibel-variabel tersebut akan digunakan untuk mencari nilai dari atribut-atribut tekstur sebagai berikut:

1. Short Run Emphasis (SRE)

SRE mengukur distribusi short run. SRE sangat tergantung pada banyaknya short run dan diharapkan bernilai besar pada tekstur halus.

2. Long Run Emphasis (LRE)

(41)

3. Grey Level Uniformity (GLU)

GLU mengukur persamaan nilai derajat keabuan seluruh citra dan diharapkan bernilai kecil jika nilai derajat keabuan serupa diseluruh citra.

4. Run Length Uniformity (RLU)

RLU mengukur persamaan panjangnya run diseluruh citra dan diharapkan bernilai kecil jika panjangnya run serupa diseluruh citra.

5. Run Percentage (RPC)

RPC mengukur kebersamaan dan distribusi run dari sebuah citra pada arah tertentu. RPC bernilai paling besar jika panjangnya run adalah 1 untuk semua derajat keabuan pada arah tertentu.

1.8 Metode Naive Bayesian

Naïve bayesian adalah suatu metode pengklasifikasian paling sederhana dengan menggunakan peluang yang ada, dimana diasumsikan bahwa setiap variable X bersifat bebas (independence) [4]. Karena asumsi variabel tidak saling terikat, maka didapatkan :

Terdapat beberapa langkah dalam pengklasifikasian

menggunakan metode naive bayesian, berikut adalah langkah - langkahnya :

Training :

1.

Hitung rata-rata (mean) tiap fitur dalam dataset training dengan.

Dimana:

= mean

= banyaknya data

∑ = jumlah nilai data

2.

Kemudian hitung nilai varian dari dataset training tersebut seperti pada.

= varians µ= mean

= nilai data

banyaknya data Testing :

1.

Hitung probabilitas (Prior) tiap kelas yang ada dengan cara menghitung jumlah data tiap kelas dibagi jumlah total data secara keseluruhan.

2.

Selanjutnya menghitung densitas probabilitasnya.

Fungsi densitas mengekspresikan probabilitas

relatif. Data dengan mean μ dan standar deviasi σ, fungsi densitas probabilitasnya adalah :

Dimana :

= data masukan

π = 3,14

standar deviasi µ = mean

3.

Setelah didapatkan nilai densitas probabilitasnya, selanjutnya menghitung posterior masing-masing kelas dengan menggunakan persamaan.

Atau bisa ditulis

| |

4.

Setelah didapat nilai posterior masing-masing

kelas, maka kelas yang sesuai untuk data masukan adalah kelas yang memiliki nilai posterior terbesar.

1.9 Pengujian Confusion Matrix

Pengujian yang dilakukan pada metode klasifikasi terdapat pada bagian akurasi dari hasil klasifikasi. Akurasi sebuah klasifikasi berpengaruh terhadap performa dari suatu metode klasifikasi. Untuk melakukan pengujian akurasi dapat digunakan confusion matrix yaitu sebuah matriks dari prediksi yang akan dibandingkan dengan kelas yang asli dari data masukan. Setiap kolom dari matriks berkorespondensi kepada hasil klasifikasi dan setiap baris pada masukan. Akurasi sebuah klasifikasi dimana i=j menerangkan akurasi dari klasifikasi pada setiap kelas [9]. Berikut contoh

[image:41.595.343.493.699.760.2]

ConfusionMatrix dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2 Confusion Matrix

Kelas

Hasil Klasifikasi

0 1

Target 0 00 01

1 10 11

q

i

<

Gambar

Gambar 1.1 Metode Agile, XP Process [6]
Gambar 2.1 Bagian Pada Retina [8].
Tabel 2.1 Perbandingan Kualitas Biometrik [9]
Gambar 2.2 Pengenalan Pola Dengan Pendekatan Statistik [10].
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penambahan proses filtering menggunakan metode arithmetic mean filter dapat membantu metode run length encoding untuk melakukan kompresi pada citra sehingga citra dapat

Berdasarkan hal ini, penelitian akan dilakukan menggunakan teknik terbaru deteksi tepi gambar citra retina dengan metode Kirsch Template.Proses segmentasi ini

proses pengenalan retina mata akan terjadi ketidakefisienan jika pixel dalam citra retina mata langsung digunakan kedalam proses pengenalan dan identifikasi retinopati

Tugas akhir ini mengimplementasikan salah satu metode pengklasifikasi yang dapat digunakan untuk klasifikasi segmen vaskular retina yaitu Support Vector Machine dan menggunakan

Hasil akhir menunjukkan model terbaik untuk klasifikasi patologi makula pada retina berdasarkan citra retinal OCT yaitu Mobilenet dengan optimizer Adam

Pengujian dilakukan untuk mengetahui kesesuaian aplikasi “Identifikasi Acne Vulgaris Berdasarkan Fitur Warna dan Tekstur Menggunakan Klasifikasi JST Backpropagation”

Proses perbaikan kualitas citra memegang peranan penting dalam mendapatkan ciri tekstur yang khas dari citra mammografi, sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut

Berdasarkan hasil penelitian ditunjukan bahwa, klasifikasi kualitas kayu kelapa dengan menggunakan metode naive bayes berdasarkan tekstur pada citra dapat digunakan