PERANAN UNI EROPA MELALUI PROGRAM
FOREST LAW ENFORCEMENT GOVERNANCE AND TRADE (FLEGT) DALAM MENANGGULANGI ILLEGAL LOGGING
DI KALIMANTAN BARAT– INDONESIA TAHUN (2005–2007)
Diajukan Untuk Menempuh Ujian Sidang Sarjana Pada Program Studi Ilmu Hubungan Internasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia
Oleh: Andi Hertanto
44305001
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ...i
SURAT PERNYATAAN ...ii
ABSTRAK ...iii
ABSTRACT ...iv
KATA PENGANTAR ...v
DAFTAR ISI ...ix
DAFTAR LAMPIRAN ...xvii
DAFTAR TABEL ...xviii
DAFTAR GAMBAR DAN SKEMA ...xix
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ...1
1.2 Identifikasi Masalah ...15
1.3 Pembatasan Masalah ...15
1.4 Perumusan Masalah ...16
1.5 Tujuan dan Kegunaan Penelitian ...17
1.5.1 Tujuan Penelitian ...17
1.5.2 Kegunaan Penelitian ...17
1.5.2.1 Kegunaan Teoritis ...17
1.5.2.2 Kegunaan Praktis ...18
1.6 Kerangka Pemikiran, Hipotesis, dan Definisi Operasional ...18
1.6.1 Kerangka Pemikiran ...18
1.6.2 Hipotesis ...33
1.6.3 Definisi Operasional ...33
1.7 Metode Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data ...35
1.7.1 Metode Penelitian ...35
1.7.2 Teknik Pengumpulan Data ...36
1.8 Lokasi dan Waktu Penelitian ...36
1.9 Sistematika Penulisan ...37
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hubungan Internasional ……….39
2.2 Kerjasama Internasional ……….42
2.3 Pradigma Pluralis (Pluralism) ……….43
2.4 Organisasi Internasional ……….45
2.4.1 Tipologi Organisasi Internasional ……….47
2.4.2 Fungsi dari Organisasi Internasional ……….48
2.5 Konsep Peranan Organisasi Internasional ……….51
2.6 Hukum Internasional ……….54
2.6.1 Definisi Hukum Internasional ……….54
2.6.2 Sumber-sumber Hukum Internasional ……….55
2.7 Lingkungan Hidup ……….56
2.7.1 Pengertian Lingkungan Hidup ……….56
2.7.2 Perkembangan Isu Lingkungan Hidup Dalam Hubungan Internasional ...58
2.7.3 Aspek Legal Tentang Illegal Logging di Indonesia ……….60
2.8 Konsep Illegal Logging ……….62
BAB III OBJEK PENELITIAN 3.1 Uni Eropa ………...65
3.1.1 Latar Belakang Uni Eropa ………...66
3.1.2 Proses Pembentukan Pembentukan Uni Eropa (UE) ……….67
3.1.3 Struktur Organisasi Uni Eropa ……….75
3.2 Latar Belakang Program Law Enforcement Governance and Trade (FLEGT) ……….79
3.2.1 Tujuan Law Enforcement Governance and Trade (FLEGT) ……….80
3.2.2 Lokasi Proyek dan Pemilihan Tempat Kerja ……….82
3.2.3 Sumber Dana dan Anggaran ……….82
3.3 Perkembangan Isu Lingkungan Hidup di Indonesia ...89
3.3.1 Illegal Logging di Indonesia ...89
3.3.2 Aspek Yuridis Mengenai Illegal Logging di Indonesia ……….91
3.3.3 Gambaran Umum Illegal Logging di Kalimantan Barat ……….94
3.3.3.1 Hutan Tanaman Industri (HTI) ……….96
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Program Forest Law Enforcement Governance and
Trade di Kalimantan Barat ………...103
4.1.1 Program Forest Law Enforcement ………...104
4.1.1.1 Memverifikasi undang-undang yang relevan dengan
sektor kehutanan dan mendukung Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) untuk melakukan, mendokumentasi
dan mempublikasi penelitian tentang
pembalakan liar ………...106
4.1.1.2 Mendefinisikan proses, peran dan tanggung jawab
lembaga yang relevan untuk penuntutan
kasus-kasus ………...108
4.1.1.3 Mendukung kegiatan-kegiatan ad-hoc yang
diidentifikasi oleh Panitia Pengarah Nasional
dan Provinsi ………...112
4.1.2 Program Governance ………...115
4.1.2.1 Peningkatan kesadaran dan pemahaman tentang
tata pemerintahan yang baik dengan menggunakan
prinsip multi-pihak terkait di tingkat nasional,
provinsi, kabupaten atau kota, dan desa ………...116
4.1.2.2 Pembinaan dan pemberdayaan masyarakat di tingkat
desa mengenai prinsip-prinsip tata kelola yang baik …..119
4.1.2.3 Pendirian pusat Informasi di tingkat nasional,
dan di kawasan-kawasan program, di tingkat provinsi
dan kabupaten atau kota ……….123
4.1.2.4 Mengembangkan pangkalan data untuk
memasukkan informasi Geographic Information
Systems (GIS), perizinan dan izin kayu dan
catatan-catatan mengenai jenis kayu serta volumenya
masing-masing maupun total konversinya ……….124
4.1.3 Program Silviculture ………..129
4.1.3.1 Pengembangan sistem pengelolaan hutan dan
silvikultural yang lebih baik untuk digunakan dalam
konsesi penebangan kayu yang sudah ditinggalkan …...129
4.1.3.2 Mendukung penerimaan dan penggunaan
sistem-sistem pengelolaan dan silvikultural yang
cocok disertai jaminan hukum untuk konsesi
penebangan kayu yang sudah ditinggalkan …………...131
4.1.4 Program Trade ……….133
4.1.4.1 Mendukung restrukturisasi industri kayu di tingkat
nasional dan propinsi ………...134
4.1.4.2 Pembentukan pangkalan data industri kayu provinsi …..136
4.1.4.3 Mendukung Dephut untuk menetapkan suatu system
guna menentukan persediaan dan permintaan
di masa depan ………...137
4.1.4.4 Mendukung fasilitas-fasilitas yang berhubungan
dengan verifikasi kayu ………...140
4.1.4.5 Memastikan koordinasi atau dukungan
internasional menyangkut masalah-masalah
perdagangan dengan negara-negara Asia dan Pasifik,
Uni Eropa serta negara-negara importir lainnya ………144
4.1.5 Program Liaison ………...146
4.1.5.1 Koordinasi kegiatan-kegiatan Program dengan
Pemerintah Indonesia, para donor, sektor
swasta, masyarakat sipil dan LSM ……….147
4.1.5.2 Membantu atau ikut serta dalam negosiasi yang
akan menghasilkan Kesepakatan Kemitraan Sukarela
antara UE-lndonesia ………...152
4.1.5.3 Meningkatkan dialog dan kerja sama dengan
lembaga nasional dan regional serta badan-badan lain
yang pada saat ini terlibat dalam pelaksanaan
inisiatif FLEG(T) ………154
4.1.5.4 Menyediakan saran dan studi independen untuk Dephut
dan PSC mengenai FLEGT dan masalah-masalah
yang berkaitan ……….155
4.2 Kendala-kendala yang dihadapi Programme Forest Law Enforcement Governance and Trade Menanggulangi Illegal Logging di Kalimantan Barat ………...………155
4.2.1 Kendala Program Forest Law Enforcement ………...156
4.2.2 Kendala Program Governance ……….156
4.2.3 Kendala Program Silviculture ………..156
4.2.4 Kendala Program Trade ………..157
4.2.5 Kendala Program Liaison ………157
4.3 Hasil Implementasi Programme Forest Law Enforcement Governance and Trade dalam Menanggulangi Illegal Logging di Kalimantan Barat ………...157
4.3.1 Program Law Enforcement (Undang-Undang Kehutanan yang Lebih Baik dan Penegakannya) ………..158
4.3.2 Program Governance (Tata Kelola Sektor Kehutanan yang Lebih Baik melalui Pertanggungjawaban dan Transparansi yang Lebih Baik) ………160
4.3.3 Program Sistem Silvikultural (Penilaian sistem silvikultural saat ini
serta sistem yang cocok diterapkan oleh para
pemangku kepentingan) ………...161
4.3.4 Program Trade (Berkurangnya perdagangan liar hasil hutan,
dan ditingkatkannya perdagangan yang sah) ……….162
4.3.5 Program Liaison (Koordinasi Kegiatan FLEGT dan Hubungan
di Antara Para Donor, organisasi internasional lainnya
(mis. ASEAN) dan Pemerintah Indonesia sudah siap) ………...163
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ...169
5.2 Saran ...171
DAFTAR PUSTAKA ...174 LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
1. Nama : Andi Hertanto
2. Tempat dan Tanggal Lahir : Bandung, 20 November 1985
3. Nomor Induk Mahasiswa : 44305001
4. Jurusan : Ilmu Hubungan Internasional
5. Jenis Kelamin : Laki-laki
6. Kewarganegaraan : Indonesia
7. Agama : Kristen Protestan
8. Alamat di Bandung : Jl. Anyelir I No 52 Bumi Rancaekek Kencana
9. Telepon/HP : 081394074799
10. Status Marital : Belum Menikah
11. Orang Tua
1. Nama Ayah : A. Ruslie
Pekerjaan : Wiraswasta
2. Nama Ibu : Silviana
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
3. Alamat Orang Tua : Jl. Anyelir I No 52 Bumi Rancaekek Kencana
12. Hobi : Basket,makan dan jalan-jalan
13. Pendidikan : SD Majalaya 7 (1992-1998)
SLTP Negeri 3 Rancaekek(1998-2001)
SMA Negeri 1 Rancaekek (2001-2004)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hubungan Internasional
Pada dasarnya hubungan internasional merupakan interaksi antar aktor
dengan aktor lainnya. Secara umum pengertian hubungan internasional adalah
hubungan yang dilakukan negara. Menurut Couloumbis dan Wolfe
mendefinisikan negara sebagai salah satu unit politik yang memiliki teritori,
populasi, dan pemerintahan yang menjalankan kontrol efektif atas teritori dan
habitatnya baik homogenitas maupun heterogenitas etnis di dalamnya.
(Couloumbis, 1990:66)
Hubungan internasional berkembang bersamaan dengan seiring
perkembangan zaman yang semakin maju dengan berbagai macam teknologi yang
diciptakan menyebabkan studi hubungan internasional menjadi semakin
kompleks. Kompleksitas hubungan internasional itu sesuai dengan pendapat Jack
C. Plano yang mengatakan bahwa hubungan internasional mencakup hubungan
antar negara atau sebagai interaksi para aktor yang tindakan serta kondisinya
dapat menimbulkan konsekuensi terhadap aktor lainnya untuk memberikan
tanggapan (1999: 115).
Dalam sistem internasional berlangsung interaksi antar aktor sehingga
terjadi transaksi, pertukaran, arus info, aksi dan reaksi. Interaksi yang timbul di
dalam hubungan internasional akan menimbulkan adanya kerjasama internasional
yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan tertentu, dengan memberikan
keuntungan bagi semua pihak yang terlibat di dalam kerjasama ini, interaksi
menurut George Simmei adalah aksi yang beralasan dan dapat berbentuk
kerjasama, persaingan atau konflik. (Couloumbis, 1990: 32)
Pada tahun 1920-an sampai 1930-an, studi Hubungan Internasional berjalan
menurut tiga jalur, yaitu:
1. Hubungan Internasional dipelajari melalui penelaahan kejadian-kejadian
yang sedang jadi berita utama dan dari bahan itu dicoba dibuat semacam
pola umum kejadian.
2. Hubungan Internasional dipelajari melalui studi tentang Organisasi
Internasional.
3. Hubungan Internasional adalah model analisa yang menekankan Ekonomi
Internasional (Mas’oed, 1990:15).
Pada tahun 1960-an dan 1970-an, perkembangan studi Hubungan
Internasional makin kompleks dengan masuknya aktor IGO dan INGO serta
makin kuatnya peran negara-negara di luar Amerika Serikat dan Uni Soviet dalam
kancah Hubungan Internasional.
Pada tahun 1980-an, pola Hubungan Internasional masih bersifat state
centric (dalam arti masih bipolar), tetapi muncul kekuatan-kekuatan sub groups
yang mengemuka. Studi Hubungan Internasional adalah interaksi yang terjadi
antara negara-negara yang berdaulat di dunia, juga merupakan studi tentang aktor
bukan negara yang perilakunya mempunyai pengaruh terhadap kehidupan bangsa.
Hubungan Internasional mengacu pada segala aspek bentuk interaksi.
Kemudian pada tahun 1990-an, runtuhnya Uni Soviet sebagai negara
komunis utama telah memunculkan corak perkembangan ilmu Hubungan
Internasional yang khas. Berakhirnya Perang Dingin telah mengakhiri semangat
sistem internasional bipolar dan berubah pada multipolar atau secara khusus telah
mengalihkan persaingan yang bernuansa militer ke arah persaingan atau konflik
kepentingan ekonomi di antara negara-negara di dunia ini (Perwita dan Yani,
2005:2-5).
Pasca Perang Dingin yang di tandai dengan berakhirnya persaingan ideologi
antara Amerika Serikat dan Uni Soviet telah mempengaruhi isu-isu Hubungan
Internasional yang sebelumnya lebih fokus pada isu-isu high politics (isu politik
dan keamanan) kepada isu-isu low politics (misalnya HAM, ekonomi, lingkungan
hidup, terorisme) yang dianggap sudah sama penting dengan isu high politics
(Kegley dan Wittkopf, 1997:4-6).
Pada awal perkembangannnya, ada pendapat yang mengatakan bahwa ilmu
Hubungan Internasional adalah:
“Bagian dari sosiologi yang khusus mempelajari masyarakat internasional (sociology of international relations). Jadi, ilmu Hubungan Internasional dalam arti umum tidak hanya mencakup unsur politik saja, tetapi juga mencakup unsur-unsur ekonomi, sosial, budaya, hankam, perpindahan penduduk (imigrasi dan emigrasi), pariwisata, olimpiade (olahraga) atau pertukaran budaya
(cultural exchange)” (Shcwarzenberger, 1964:8).
Sementara itu, terdapat sarjana Hubungan Internasional yang justru
memperkecil ruang lingkup ilmu Hubungan Internasional, yaitu:
“Ilmu Hubungan Internasional merupakan subjek akademis dalam memperhatikan hubungan politik antarnegara, dimana selain negara ada juga pelaku internasional, transnasional atau supranasional lainnya seperti organisasi nasional” (Hoffman, 1960:6).
Pendapat lain mengatakan bahwa ilmu Hubungan Internasional adalah:
“Studi tentang interaksi antara jenis-jenis kesatuan sosial tertentu, termasuk studi tentang keadaan-keadaan relevan yang mengelilingi interaksi” (Clelland, 1986:27).
2.2 Kerjasama Internasional
Kerjasama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai
kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat bersamaan mempunyai cukup
pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi
kepentingan tersebut. Kesadaran akan adanya
kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta yang
penting dalam kerjasama yang berguna (Cooley, 1930:176).
Dalam suatu Kerjasama Internasional bertemu berbagai macam kepentingan
nasional dari berbagai negara dan bangsa yang tidak dapat dipenuhi didalam
negaranya sendiri. Kerjasama Internasional adalah sisi lain dari konflik
internasional yang juga merupakan salah satu aspek dalam Hubungan
Internasional. Isu utama dari Kerjasama Internasional yaitu berdasarkan pada
sejauhmana keuntungan bersama yang diperoleh melalui kerjasama dapat
mendukung konsepsi dari kepentingan tindakan yang unilateral dan kompetitif
(Dougherty dan Graff, 1986:419).
Dengan kata lain, Kerjasama Internasional dapat terbentuk karena kehidupan
internasional yang meliputi berbagai bidang, seperti ideologi, politik, ekonomi,
sosial, lingkungan hidup, kebudayaan, pertahanan dan keamanan. Hal tersebut
memunculkan kepentingan yang beraneka ragam sehingga mengakibatkan
berbagai masalah sosial. Untuk mencari solusi atas berbagai masalah tersebut,
maka beberapa negara membentuk suatu Kerjasama Internasional.
Pengertian Kerjasama Internasional adalah: “Kerjasama Internasional
merupakan akibat dari adanya Hubungan Internasional dan karena bertambah
kompleksnya kehidupan manusia didalam masyarakat internasional”
(Kartasasmita, 1997:9).
Tujuan dari Kerjasama Internasional adalah untuk memenuhi kepentingan
negara-negara tertentu dan untuk menggabungkan kompetensi-kompetensi yang
ada sehingga tujuan yang diinginkan bersama dapat tercapai. Kerjasama itu
kemudian diformulasikan ke dalam sebuah wadah yang dinamakan Organisasi
Internasional. Organisasi Internasional merupakan sebuah alat yang memudahkan
setiap anggotanya untuk menjalin kerjasama dalam bidang politik, ekonomi, sosial
dan lain sebagainya (Plano dan Olton, 1979:271).
2.3 Paradigma Pluralis (Pluralism)
Paradigma bisa diartikan sebagai aliran pemikiran yang memiliki kesamaan
asumsi dasar tentang suatu bidang studi, termasuk kesepakatan tentang kerangka
konseptual, petunjuk metodelogis dan teknik analisis. Paradigma berfungsi untuk
menentukan masalah-masalah mana yang penting untuk diteliti, menunjukkan
cara bagaimana masalah itu harus di konseptualisasikan, metode apa yang cocok
untuk penelitian dan bagaimana cara menginterpretasikan hasil penelitian. Selain
itu, paradigma juga berfungsi untuk menentukan batas-batas ruang lingkup suatu
disiplin atau kegiatan keilmuan dan menetapkan ukuran untuk menilai
keberhasilan disiplin tersebut (Mas’oed, 1990:8).
Pluralis merupakan salah satu perspektif yang berkembang pesat. Kaum
pluralis memandang Hubungan Internasional tidak hanya terbatas pada hubungan
antar negara saja, tetapi juga merupakan hubungan antar individu dan kelompok
kepentingan dimana negara tidak selalu sebagai aktor utama dan aktor tunggal.
Empat asumsi paradigma pluralis, yaitu:
1. Aktor-aktor non-negara adalah entitas penting dalam Hubungan
Internasional yang tidak dapat diabaikan, contohnya Organisasi
Internasional baik yang pemerintahan maupun non-pemerintahan, aktor
transnasional, kelompok-kelompok bahkan individu.
2. Negara bukanlah aktor unitarian, melainkan ada aktor-aktor lainnya yaitu
individu-individu, kelompok kepentingan dan para birokrat.
3. Menentang asumsi realis yang menyatakan negara sebagai aktor rasional,
dimana pluralis menganggap pengambilan keputusan oleh suatu negara
tidak selalu didasarkan pada pertimbangan yang rasional, akan tetapi demi
kepentingan-kepentingan tertentu.
4. Agenda dalam Politik Internasional adalah luas, pluralis menolak bahwa
ide Politik Internasional sering didominasi dengan masalah militer.
Agenda Politik Luar Negeri saat ini sudah berkembang dan militer
bukanlah satu-satunya hal yang paling utama, tetapi ada hal-hal utama lain
didalam Hubungan Internasional seperti ekonomi dan sosial (Viotti dan
Kauppi, 1990:215).
Kenyataan bahwa negara bukanlah satu-satunya aktor dalam Hubungan
Internasional akan menimbulkan adanya interaksi dan saling ketergantungan.
Saling ketergantungan tersebut lambat laun akan melahirkan Kerjasama
Internasional yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan tertentu dengan
memberikan keuntungan bagi semua pihak yang terlibat didalamnya.
2.4 Organisasi Internasional
Organisasi Internasional dalam The International Relations Dictionary
didefinisikan sebagai berikut:
“A formal arrangement transcending national boundaries that
provides for establishment of institutional machinery to facilitate cooperation among members in security, economic, social or
related fields (suatu pengaturan formal yang melintasi batas-batas
nasional yang menciptakan suatu kondisi bagi pembentukan perangkat institusional guna mendukung kerjasama diantara anggota-anggotanya dalam bidang keamanan, ekonomi, sosial dan bidang-bidang lainnya)” (Plano dan Olton, 1979:319).
Pengaturan formal disini menunjukkan arti pentingnya aturan-aturan yang
disepakati sebagai landasan kerjasama atau sebagai pedoman kerja bagi
pihak-pihak yang tergabung didalam organisasi tersebut. Melintasi batas-batas nasional
menggambarkan cakupan, jangkauan, wilayah kerja dan asal-usul
kewarganegaraan atau kebangsaan dari pihak-pihak yang tergabung dalam
organisasi yang membedakannya dari organisasi – organisasi yang berskala
nasional (hanya satu negara). Disini tidak dibedakan antara negara, pemerintah,
kelompok atau individu.
Penciptaan kondisi bagi pembentukan perangkat institusional merupakan
kelanjutan dari pengaturan formal yang bergerak ke arah penyusunan struktur,
hubungan fungsional dan pembagian kerja yang secara keseluruhan membentuk
suatu jaringan kerjasama yang lebih stable, durable dan cohesive dalam rangka
memudahkan pencapaian tujuan bersama. Bidang kerjasama dan tujuan bersama
dari pihak-pihak yang tergabung dalam organisasi terdiri dari bidang sosial,
budaya, ekonomi, politik dan militer atau gabungan dari beberapa bidang tersebut
secara keseluruhannya.
Berdasarkan definisi diatas, maka Organisasi Internasional kurang lebih
harus mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
1. Kerjasama yang ruang lingkupnya melingkupi batas-batas negara.
2. Mencapai tujuan-tujuan yang disepakati bersama.
3. Mencakup hubungan antar pemerintah maupun non-pemerintah.
4. Struktur organisasi yang jelas dan lengkap.
5. Melaksanakan fungsi secara berkesinambungan (Rudi, 1990:3).
Beberapa syarat (kriteria) utama dalam membentuk suatu Organisasi
Internasional, yaitu:
1. Tujuan dan maksud yang hendak dicapai merefleksikan adanya kesamaan
kepentingan dari masing-masing anggota.
2. Pencapaian tujuan tersebut mencerminkan adanya partisipasi keterlibatan
dari setiap negara anggota.
3. Adanya suatu kerangka institusional yang bersifat permanen, yang ditandai
dengan adanya staf sekretariat yang tetap.
4. Organisasi Internasional dibentuk berdasarkan perjanjian multilateral
internasional, yang didasarkan pada perjanjian internasional yang
mengikat masing-masing anggotanya.
5. Organisasi Internasional wajib memiliki karakteristik yang sesuai dengan
Hukum Internasional (Feld, Jordan dan Hurwitz, 1992:10).
2.4.1 Tipologi Organisasi Internasional
Tipologi Organisasi Internasional dapat dimengerti melalui 3
pengklasifikasian, yaitu:
1. Keanggotaan
Suatu organisasi harus terdiri dari dua atau lebih negara berdaulat yang
sekalipun keanggotaanya tetap tidak tertutup bagi perwakilan suatu negara,
misalnya menteri-menteri dalam pemerintahan suatu negara.
2. Tujuan
Suatu organisasi didirikan dengan tujuan untuk mencapai kepentingan
bersama angota-anggotanya, tanpa adanya upaya untuk mengabaikan
kepentingan anggota lainnya.
3. Struktur
Suatu organisasi harus memiliki struktur formal sendiri yang biasanya
terwujud dalam perjanjian, misalnya seperti konstitusi. Struktur formal
suatu organisasi haruslah terlepas dari kendali salah satu anggota, dalam
arti suatu Organisasi Internasional harus bersifat otonomi (Archer,
1984:34-35).
Berdasarkan aktivitasnya, Organisasi Internasional dapat juga
diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Organisasi Internasional yang melakukan aktivitas politik tingkat tinggi
(High Politics). Dalam aktivitas politik tingkat tinggi termasuk didalamnya
bidang diplomatik dan militer yang dihubungkan dengan keamanan dan
kedaulatan.
2. Organisasi Internasional yang memiliki aktivitas politik tingkat rendah
(Low Politics). Dalam aktivitas politik tingkat rendah adalah aktivitas
dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya.
Selain mempunyai tujuan yang harus dipenuhi, setiap Organisasi
Internasional harus mempunyai struktur formal tersendiri yang ditetapkan di
dalam sebuah perjanjian. Bentuk struktur formal dari masing-masing Organisasi
Internasional berbeda antara satu dengan yang lainnya (Archer, 1984:36). Struktur
dimaknakan sebagai aspek formal dalam suatu organisasi yang merupakan
perbedaan secara vertikal dan horizontal ke dalam tingkatan-tingkatan departemen
dan kemudian secara formal merumuskan aturan, prosedur dan peranan. Setiap
organisasi juga mempunyai fungsi yang ditetapkan untuk mencapai tujuannya.
Fungsi dapat dimaknakan sebagai struktur yang menjalankan kegiatannya
(Mas’oed, 1993:24).
2.4.2 Fungsi dari Organisasi Internasional
Fungsi dari suatu Organisasi Internasional secara umum dan luas dapat
dirumuskan sebagai berikut:
“Segala sesuatu yang harus dilakukan Organisasi Internasional secara keseluruhan agar tercapai tujuan-tujuan dari organisasi yang bersangkutan sebagaimana tercantum didalam konstitusinya” (Mandalagi, 1986:26).
Struktur formal organisasi mempunyai fungsi-fungsi tertentu dan
diimplementasikan menjadi peran yang berbeda-beda. Agar fungsi dari Organisasi
Internasional dapat berjalan dengan baik, maka tiap Organisasi Internasional perlu
menjalankan peranannya masing-masing di dalam Hubungan Internasional.
Fungsi dari Organisasi Internasional adalah sebagai berikut:
1. Informational Functions
Merupakan fungsi untuk mengumpulkan, menganalisis, saling tukar,
menyebarkan data dan cara pandang. Organisasi jenis ini dapat digunakan
stafnya sebagai alat atau dengan mengadakan forum.
2. Normative Functions
Mempunyai suatu definisi dan deklarasi standar, fungsi ini tidak mencakup
instrumen yang mengikat secara hukum.
3. Rule-Creating Functions
Mempunyai suatu definisi dan deklarasi standar serta mencakup instrumen
yang mengikat secara hukum.
4. Rule-Supervisory Functions
Merupakan ukuran-ukuran yang dapat menjamin pelaksanaan peraturan
yang berlaku.
5. Operational Functions
Penggunaan sumber-sumber daya yang ada pada organisasi untuk
mencapai tujuan (Jacobson, 1984:83).
Ada dua kategori lembaga di Organisasi Internasional, yaitu :
1. Organisasi Antar Pemerintah (International Governmental Organization
atau IGO)
IGO merupakan institusi yang beranggotakan pemerintah atau instansi
pemerintah suatu negara secara remsi, yang mana kegiatannya berkaitan
dengan masalah konflik, krisis dan penggunaan kekerasan yang menarik
perhatian masyarakat internasional. Anggotanya terdiri dari delegasi resmi
pemerintah negara-negara.
2. Organisasi Non Pemerintah (International Non-Governmental
Organization atau INGO)
INGO merupakan institusi yang terdiri atas kelompok-kelompok di bidang
agama, kebudayaan, dan ekonomi. Anggotanya terdiri dari
kelompok-kelompok swasta di bidang keilmuan, keagamaan, kebudayaan, bantuan
teknik atau ekonomi dan sebagainya (Spiegel, 1995:408).
IGO dan INGO ini kemudian dibagi lagi menjadi dua dimensi, yaitu dimensi
pertama adalah tujuan organisasi (secara umum dan khusus) dan dimensi kedua
adalah keanggotaan (secara terbatas dan universal). Dengan menggunakan dua
dimensi ini, IGO dan INGO dikategorikan berdasarkan:
1. Tujuan khusus dan keanggotaan terbatas
Organisasi Internasional disini hanya tertuju pada suatu bidang tertentu,
seperti pendidikan, kesehatan, keamanan dan lain-lain. Kemudian
keanggotaannya terbatas pada sekelompok negara individu atau asosiasi
tertentu.
Contoh: Asian Broadcasting Union, Pan America Health Organization.
2. Tujuan khusus dan keanggotaan universal
Keanggotaan Organisasi Internasional disini terbuka untuk seluruh negara,
individu atau asosiasi manapun dan melaksanakan fungsi tertentu.
Contoh: World Health Organization (WHO), UNICEF, International
Labour Organization (ILO).
3. Tujuan umum dan keanggotaan terbatas
Organisasi Internasional disini mempunyai tujuan dan fungsi di segala
bidang dengan keanggotaan terbatas.
Contoh: Organization of African Unity, Liga Arab, European Union (EU).
4. Tujuan umum dan keanggotaan universal
Organisasi Internasional bergerak di berbagai bidang dengan keanggotaan
terbuka.
Contoh: PBB (Jacobson, 1984:11-12).
2.5 Konsep Peranan Organisasi Internasional
Peranan merupakan aspek dinamis. Apabila seseorang melaksanakan hak
dan kewajibannnya sesuai dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu
peranan. Dari konsep peranan tersebut muncullah istilah peran. Peran adalah
seperangkat tingkat yang di harapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan
dalam masyarakat. Berbeda dengan peranan yang sifatnya mengkristal, peran
bersifat insidental (Perwita dan Yani, 2005:29).
Peranan (role) dapat di artikan sebagai berikut:
“Perilaku yang di harapkan dari seseorang yang mempunyai status (Horton dan Hunt, 1987:132). Peranan dapat dilihat sebagai tugas atau kewajiban atas suatu posisi sekaligus juga hak atas suatu posisi. Peranan memiliki sifat saling tergantung dan berhubungan dengan harapan. Harapan-harapan ini tidak terbatas hanya pada
aksi (action), tetapi juga termasuk harapan mengenai motivasi
(motivation), kepercayaan (beliefs), perasaan (feelings), sikap
(attitudes) dan nilai-nilai (values)” (Perwita dan Yani, 2005:30).
Teori peranan menegaskan bahwa perilaku politik adalah perilaku dalam
menjalankan peranan politik. Teori ini berasumsi bahwa sebagian besar perilaku
politik adalah akibat dari tuntutan atau harapan terhadap peran yang kebetulan
dipegang oleh aktor politik. Seseorang yang menduduki posisi tertentu di
harapkan akan berperilaku tertentu pula. Harapan itulah yang membentuk peranan
(Mas’oed, 1989:45).
Mengenai sumber munculnya harapan tersebut dapat berasal dari dua
sumber, yaitu:
1. Harapan yang dimiliki orang lain terhadap aktor politik.
2. Harapan juga bisa muncul dari cara si pemegang peran menafsirkan
peranan yang dipegangnya, yaitu harapannya sendiri tentang apa yang
harus dan apa yang tidak boleh dilakukan, tentang apa yang bisa dan tidak
bisa dilakukan (Mas’oed, 1989:46-47).
Jadi, peranan dapat dikatakan sebagai pelaksanaan dari fungsi oleh
struktur-struktur tertentu. Peranan ini tergantung juga pada posisi atau kedudukan struktur-struktur
itu dan harapan lingkungan sekitar terhadap struktur tadi. Peranan juga di
pengaruhi oleh situasi dan kondisi serta kemampuan dari si pemeran.
Pengertian lain dari peranan, yaitu:
“Orientasi atau konsepsi dari bagian yang dimainkan oleh suatu pihak dalam posisi sosialnya. Dengan peranan tersebut, para pelaku peranan individu atau organisasi akan berperilaku sesuai dengan harapan orang maupun lingkungannya. Dalam hal ini peranan menjalankan konsep melayani untuk menghubungkan harapan-harapan yang terpola dari orang lain atau lingkungan dengan hubungan dan pola yang menyusun struktur sosial” (Perwita dan Yani, 2005:31).
Konsep peranan ini pada dasarnya berhubungan dan harus dibedakan dengan
konsep posisi sosial. Posisi ini merupakan elemen dari organisasi, letak dalam
ruang sosial dan kategori keanggotaan organisasi (Perwita dan Yani, 2005:31).
Peranan Organisasi Internasional dapat dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu:
1. Sebagai instrumen. Organisasi Internasional digunakan oleh
negara-negara anggotanya untuk mencapai tujuan tertentu berdasarkan tujuan
politik luar negerinya.
2. Sebagai arena. Organisasi Internasional merupakan tempat bertemu bagi
anggota saja untuk membicarakan dan membahas masalah dalam negeri
lain dengan tujuan untuk mendapat perhatian internasional.
3. Sebagai aktor independen. Organisasi Internasional dapat membuat
keputusan-keputusan sendiri tanpa dipengaruhi oleh kekuasaan atau
paksaan dari luar organisasi (Perwita dan Yani, 2005 : 95).
Sejajar dengan negara, Organisasi Internasional dapat melakukan dan
memiliki sejumlah peranan penting, yaitu:
1. Menyediakan sarana kerjasama diantara negara-negara dalam berbagai
bidang dimana kerjasama tersebut memberikan keuntungan bagi sebagian
besar ataupun keseluruhan anggotanya. Selain sebagai tempat dimana
keputusan tentang kerjasama dibuat juga menyediakan perangkat
administratif untuk menerjemahkan keputusan itu menjadi tindakan.
2. Menyediakan berbagai jalur komunikasi antar pemerintah negara-negara
sehingga dapat dieksplorasi dan akan mempermudah aksesnya apabila
timbul masalah (Bennet,1995:3).
2.6Hukum Internasional
2.6.1 Definisi Hukum Internasional
Menurut J.G Starke dalam Rudy, Hukum internasional dapat dirumuskan
sebagai:
“sekumpulan hukum (body of law) yang sebagian besar terdiri dari asas-asas dan karena itu biasanya ditaati dalam hubungan antara negara-negara satu sama lain, yang juga meliputi:
a. Peraturan-peraturan hukum mengenai pelaksanaan fungsi
lembaga-lembaga dan organisasi-organisasi itu masing-masing serta hubungannya dengan Negara-negara dan individu-individu.
b. Peraturan-peraturan hukum tersebut mengenai individu-individu dan
kesatuan-kesatuan bukan Negara, sepanjang hak-hak atau kewajiban-kewajiban individu dan kesatuan itu merupakan masalah persekutuan internasional” (2001:1).
Sedangkan pengertian Hukum Internasional menurut Rudy dalam bukunya
yang berjudul Hukum Internasional adalah:
“keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara antara negara dengan negara serta negara dengan subjek hukum lain bukan negara atau subjek hukum bukan negara, satu sama lain” (2001: 1).
Hukum Internasional merupakan keseluruhan hukum yang sebagian besar
terdiri dari prinsip-prinsip dankaidah-kaidah perilaku dimana negara-negara
terikat untuk mentaatinya (Perwita dan Yani, 2005: 99).
Hukum Interanasional meliputi kaidah-kaidah hukum yang berkaitan dengan
fungsinya lembaga-lembaga atau organisasi internasional, hubungan antara
organisasi internasional dengan negara dan organisasi internasional dengan
individu-individu (Perwita dan Yani, 2005: 99)
Dalam kaitannya dengan aktor non-negara, Hyde mengatakan bahwa hukum
internasional merupakan sebuah kaidah hukum tertentu yang berkaitan dengan
individu atau badan non-negera sejauh hak dan kewajiban individu atau badan
non-negara tersebut penting bagi masyarakat internasional (Starke, J.G, 1997: 3).
2.6.2 Sumber-sumber Hukum Internasional
Menurut Statuta Mahkamah Internasional (International Court of Justice)
dinyatakan bahwa tata urutab sumber-sumber material hukum internasional, yaitu:
• Konvensi dan Traktat
• Kebiasaan Internasional
• Prinsip umum hukum yang diakui oleh bangsa-bangsa di dunia.
• Keputusan Yudisial dan opini hukum sebagai alat tambahan bagi
penetapan kaidah hukum (Starke, 1997: 65).
Kaidah hukum internasional yang berasal dari kebiasaan, antara lain hukum
diplomatik, praktek organ-organ internasional dan perundangan negara-negara,
keputusan pengadilan nasional yang telah menjalani suatu proses sejarah panjang
yang berpuncak pada pengakuan masyarakat internasional. (Perwita dan Yani,
2005: 100)
Traktat yang bersifat membuat hukum menetapkan kaidah-kaidah yang
berlaku secara universal dan umum. (Perwita dan Yani, 2005: 100)
Keputusan pengadilan yaitu keputusan yang dianggap berbobot atau yang
telah menjadi kebiasaan internasional. (Perwita dan Yani, 2005: 100)
2.7 Lingkungan Hidup
2.7.1 Pengertian Lingkungan Hidup
Definisi lingkungan hidup secara umum menurut Webster’s New Collegiate
Dictionary adalah kondisi eksternal yang mempengaruhi kehidupan dan
perkembangan organisme (International Encyclopedia of the Social Science,
vol.5:68).
Pengertian lingkungan hidup lainnya menurut NHT. Siahaan, adalah
kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk
didalamnya manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan hidup
dan kesejahteraan manusia beserta mahluk hidup lainnya. Sedangkan pengertian
lingkungan hidup menurut Otto Soemarwoto dalam bukunya Ekologi Lingkungan
Hidup dan Pembangunan, yaitu: “Lingkungan Hidup merupakan ruang yang
ditempati oleh makhluk hidup bersama dengan benda tak-hidup lainnya. Makhluk
hidup tidak berdiri sendiri dalam proses kehidupannya melainkan berinteraksi
dengan lingkungan tempat hidupnya” (Soemarwoto, 1991:48).
Secara ekologis, manusia adalah bagian dari lingkungan hidup. Komponen
yang berada di sekitar manusia yang sekaligus sebagai sumber mutlak
kehidupannya merupakan lingkungan hidup manusia. Lingkungan hidup inilah
yang menyediakan berbagai sumber daya alam yang menjadi daya dukung bagi
kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Sumber daya alam adalah segala
sesuatu yang ada di alam yang berguna bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya baik untuk masa kini maupun masa yang akan datang (Suratmo,
2004:4). Kelangsungan hidup manusia tergantung dari keutuhan lingkungannya.
Sebaiknya keutuhan lingkungan hidup tergantung bagaimana kearifan manusia
dalam mengelolanya. Oleh karena itu lingkungan hidup tidak hanya dipandang
sebagai penyedia sumber daya alam serta daya dukung kehidupan yang
dieksploitasi, tetapi juga sebagai sumber tempat hidup yang menyaratkan adanya
keseimbangan dan keserasian antara manusia dengan lingkungan hidup
(Soemarwoto, 1992:1-2).
Diakui pula bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat
saat ini bukan menjadikan sumber daya alam bukan lagi merupakan satu-satunya
penentu tingkat kemakmuran dan kesejahteraan manusia. Namun, bagaimanapun
juga sumber daya alam tetap menjadi modal dasar bagi pemenuhan kebutuhan
manusia. Teknologi berfungsi sebagai alat pengolah sumber daya alam yang akan
dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan tersebut.
Kehidupan manusia beserta segala aktifitasnya memerlukan sumber daya
alam dan jasa-jasa lingkungan alam atau ekosistem alamiah (Ekosistem adalah
sebuah kelompok yang terdiri dari berbagai spesies tanaman, hewan dan mikroba
yang saling berinteraksi satu sama lain dan dengan lingkungan mereka) dalam
menyediakan sumber daya alam, dan jasa-jasa lingkungan teresebut bersifat
terbatas. Disamping itu bagi perkembangan teknologi yang semakin canggih
dewasa ini, sumber daya alam dapat habis dalam waktu beberapa puluh tahun saja
karena laju penggunaannya yang melampaui kapasitas pemulihan sumber daya
alam secara alami.
Indonesia sangat kaya akan sumber daya alamnya, terutama hutan-hutannya
yang sangat luas dan lebat. Pengertian sumber daya alam menurut Gunarwan
Suratmo dalam bukunya Analisis mengenai Dampak Lingkungan adalah: “Sumber
Daya Alam adalah Segala sesuatu di alam yang berguna bagi manusia untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya, baik yang telah digunakan masa kini atau yang
akan digunakan di masa yang akan datang”.
2.7.2. Perkembangan Isu Lingkungan Hidup Dalam Hubungan Internasional
Berakhirnya Perang Dingin telah mendorong isu-isu lingkungan mengemuka
dalam agenda internasional. Bersamaan dengan berkurangnya hirauan terhadap
isu-isu keamanan dan militer yang sangat mengemuka pada masa Perang Dingin
berlangsung, perhatian terhadap isu-isu keamanan lingkungan hidup meningkat.
Dimensi global dalam masalah-masalah lingkungan hidup sebenarnya sudah
dapat dilihat sejak dulu, misalnya polusi industri yang melewati batas, penurunan
kualitas sungai atau polisi laut yang menjadi batas antar negara. Namun skala dan
kualitas permasalahan tersebut meningkat secara drastis sebagai akibat dari
pertumbuhan penduduk, laju industrilisasi yang sangat cepat dan penggunaan
bahan bakar yang meningkat (Miller, 1995:1-4).
Dewasa ini, permasalahan lingkungan hidup begitu meluas dan terasa sangat
penting sehingga melibatkan bermacam-macam aktor dan isu lainnya dalam
arena internasional. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya kesadaran lingkungan
masyarakat dunia pada umumnya dan elit politik di banyak negara, khususnya
yang berhubungan dengan kenyataan bahwa persoalan penurunan kualitas
lingkungan hidup ini sudah menyentuh kehidupan sehari-hari, seperti
memanasnya suhu bumi dan meningkatnya jenis dan kualitas penyakit akibat
penipisan ozon. Faktor lain yang menyebabkan isu ini begitu meluas adalah
gencarnya kampanye yang dilakukan terutama oleh negara-negara Barat melalui
media massa, bidang keilmuan, teknologi dan jalur-jalur lainnya (Mas’oed &
Arfani, 1992:50).
Selain itu, menurut Baylish dan Smith terdapat beberapa alasan yang
menyebabkan isu lingkungan hidup menjadi isu global (Baylish &Smith, 1997:
314-315), antara lain diantaranya:
1. “A few of biological environtment problems, scientifically is global. CFC
that released in to the atmosphere layer, it caused the global problem such
as ozone layer depletion, carbondioxide emission that can make the global
warming. The effect of this environtment problem become global, so it
needs cooperation in a global scale.
2. A few of environtment problem related with the exploitation of global
natural resource : such as the ocean, athmosphere and aerospace.
3. Many environtmental problem instrinsically is transnational by its natures,
an that problem surpassed the country’s border. For example, dioxide
emission in a country shall be blown up by the wind later on it caused the
acid rain in another country.
4. The process that caused the axagerated exploitation and this
environtmental degradation relate with the politicalal process and the
wider socio-economic, whereby the relative process is a part of the global
economic-policy”.
Selain itu isu-isu lingkungan hidup yang kini semakin mengemuka juga
merupakan hasil dari beberapa hal-hal tersebut antara lain adalah meningkatnya
kesadaran manusia akan kerusakan hidup yang terjadi yang disebabkan oleh
semakin tingginya aktifitas-aktifitas ekonomi dan pertumbuhan pupolasi yang
sangat cepat : munculnya persepsi “earth as a single biosfere“ (bumi sebagai
satu-satunya tempat hidup), dan berakhirnya Perang Dingin.
2.7.3 Aspek Legal Tentang Illegal Logging di Indonesia
Manusia merupakan bagian dari lingkungan hidup, komponen yang ada
disekitar manusia yang sekaligus sebagai sumber mutlak kehidupan. Menyediakan
berbagai sumber daya alam yang menjadi daya dukung bagi kehidupan manusia
dan komponen lainnya. Tetapi banyak terjadi pengrusakan-pengrusakan terhadap
lingkungan hidup yang dapat berakibat fatal bagi kehidupan manusia itu sendiri.
Menurut Undang-undang No. 23 Tahun 1997 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pengelolaan Lingkungan Hidup menyatakan bahwa: “Pengrusakan lingkungan
hidup adalah tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung
terhadap sifat fisik dan atau hayatinya yang mengakibatkan lingkungan hidup
tidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan berkelanjutan”.
Hutan merupakan bagian dari lingkungan hidup dan merupakan salah satu
dari kekayaan alam yang dikuasai oleh negara dimana hutan tersebut akan
digunakan untuk kesejahteraan rakyat. Pengertian hutan menurut John A. Helms
dalam buku The Dictionary of Forestry, memberi pengertian sebagai berikut:
“Hutan adalah suatu ekosistem yang dicirikan oleh penutupan pohon yang kurang
lebih padat dan tersebar, seringkali terdiri dari tegakan-tegakan yang beragam
cirinya seperti komposisi jenis, struktur, kelas umur, dan proses-proses yang
terkait, dan umumnya mencakup padang rumput, sungai-sungai kecil, ikan dan
satwa liar”.
Keanekargaman hayati Indonesia adalah sumber daya yang penting bagi
pembangunan nasional. Sifatnya yang mampu memperbaiki diri merupakan
keunggulan utama untuk dapat di manfaatkan secara berkelanjutan. Sejumlah
besar sektor perekonomian nasional tergantung secara langsung ataupun tak
langsung dengan keanekaragaman flora-fauna, ekosistem alami dan fungsi-fungsi
lingkungan yang dihasilkannya. Konservasi keanekaragaman hayati, dengan
demikian sangat penting dan menentukan bagi keberlanjutan sektor-sektor seperti
kehutanan, pertanian, dan perikanan, kesehatan, ilmu pengetahuan, industri dan
kepariwisataan, serta sektor-sektor lain yang terkait dengan sektor tersebut. Tetapi
dalam perkembangan dewasa ini, keberadaan keanekaragaman hayati terancam
karena pemanfaatan yang tidak memperhatikan lagi kondisi lingkungan hidup
tetapi hanya memperhatikan segi komersialisasi. Konvensi PBB Tahun 1992
tentang Keanekaragaman Hayati dalam pasal 2 memberikan penjelasan sebagai
berikut: “… keanekaragaman di antara makhluk hidup dari semua sumber
termasuk diantaranya daratan, lautan, dan ekosistem akuatik lain serta
kompleks-kompleks ekologi yang merupakan bagian dari keanekaragamannya, mencakup
keanekaragaman di dalam spesies, antar spesies, dan ekosistem”.
Laju kerusakan hutan-hutan tropis di seluruh dunia termasuk di Indonesia
sudah sangat menyedihkan, dimana kerusakan tersebut selain dikarenakan
kebakaran, hutan dewasa ini telah dieksploitasi secara besar-besaran untuk
mendapatkan keuntungan yang mayoritas hanyalah untuk segelintir orang. Jutaan
hektar hutan dibabat untuk memenuhi pasokan industri-industri kayu tanpa adanya
rehabilitas yang berkesinambungan. Kini telah terasa bahwa ketidakseimbangan
antara eksploitasi dan rehabilitasi hutan ternyata telah mengakibatkan sebuah bom
waktu bagi hutan dan industri kehutanan serta umat manusia.
2.8 Konsep Illegal Logging
Salah satu yang menyebabkan hutan-hutan di Indonesia menjadi rusak
dikarenakan maraknya kegiatan-kegiatan penebangan liar atau yang disebut
dengan illegal logging. Pengertian illegal logging menurut D. Callister
mendefinisikan illegal logging sebagai berikut: “Illegal logging adalah aksi
penebangan dan penjualan kayu secara liar yang melanggar segala bentuk
peraturan dan perundangan yang berlaku. Aktifitas illegal logging meliputi
kegiatan proses penebangan kayu-kayu hingga pendistribusian”.
Togu Manurung dalam buku laporannya Korupsi dan Anarki Memperbesar
Wabah Pencurian Kayu di Indonesia, menyatakan bahwa definisi penebangan liar
(illegal logging) adalah sebagai berikut: “Penebangan haram didefinisikan sebagai
operasi kehutanan mulai dari menebang, mengangkut, memperdagangkan hingga
mengolah kayu yang melanggar hukum atau aturan nasional. Penebangan haram
biasanya dijelaskan sebagai sesuatu operasi penebangan yang tidak sah karena
tidak memiliki izin resmi”. Sedangkan Tacconi mendefinisikan illegal logging
sebagai berikut: “illegal logging adalah kegiatan illegal yang berkaitan dengan
ekosistem hutan, industri terkait hutan dan juga produk hutan kayu dan non-kayu”
(National and International Policies to Control Illegal Forest Activities, CIFOR).
Laju kerusakan hutan-hutan di Indonesia sudah sangat menyedihkan dimana
kerusakan tersebut selain dikarenakan kebakaran, hutan dewasa ini telah
dieksploitasi secara besar-besaran untuk mendapatkan keuntungan yang mayoritas
hanyalah untuk segelintir orang. Jutaan hektar hutan dibabat untuk memenuhi
pasokan industry-industri kayu tanpa adanya rehabilitasi yang berkesinambungan.
Kini telah terasa bahwa ketidakseimbangan antara eksploitasi dan rehabilitasi
hutan ternyata telah mengakibatkan sebuah bom waktu bagi hutan dan industri
kehutanan serta umat manusia, dimana faktor utama penyebab kerusakan hutan
tropis di Indonesia pada khususnya dan Negara-negara berkembang pada
umumnya. Seperti yang dikemukakan oleh Valentinus Darsono dalam bukunya
Pengantar Ilmu Lingkungan, menyatakan bahwa:
“ Faktor utama yang merusak hutan tropis Negara berkembang adalah keterbelakangan ekonomi negra berkembang yang menyebabkan rendahnya taraf hidup mereka. Dalam langkah pembanggunan yang bergerak sangat cepat maka kawasan hutan Indonesia menjadi alternative yang digunakan oleh berbagai sektor, maka harus ditetapkan suatu fungsi hutan sebagai hutan yang mendapat konversi”.
Banyak faktor-faktor yang akan menjadi penyebab dari praktek illegal
logging ini. Dan menurut Suryanto, Wiati, CB dan Suliatyo A.S dalam bukunya
Illegal Logging Sebuah Misteri dalam Sistem Pengrusakan Hutan Indonesia,
Menyatakan bahwa :
“ faktor penyebab yang mendorong terjadinya pratek Illegal
Logging yaitu (1) krisis ekonomi, (2) perubahan tatanan politik,
(3) lemahnya kordinasi antara aparat penegak hukum, (4) adanya kolusi, korupsi dan nepotisme, (5) lemahnya sistem pengamanan hutan dan pengamanan hasil hutan, serta (6) harga kayu hasil tebangan liar yang lebih murah”.
Dan banyak juga yang menjadi sasaran pelaku utama dilapangan dari
praktek Illegal Logging tersebut. Praktek Illegal Logging ini di identifikasikan
oleh Riza Suarga dalam Bukunya Pemberantasan Illegal Logging: Optimisme di
Tengah Premanisme Global, sebagia berikut:
“Praktek Illegal Logging melibatkan 6 unsur pelaku utama, yaitu (1) cukong, pemilik modal, penguasa atau pejabat, (2) masyarakat setempat atau pendatang, (3) pemilik pabrik
moullding atau sanwill, (4) pemegang izin HPH atau IPKH yang
bertindak sebagai pencuri maupun penadah, (5) oknum aparat pemerintah dan (6) pengusaha asing. Keenam pelaku utama ini mendapat dukungan dari beberapa pihak termasuk Negara asing sebagai penampung”.
Unsur-unsur pelaku praktek illegal logging inilah yang membuat semakin
parahnya kerusakan lingkungan, sulitnya untuk menangkap para pelaku perusak
lingkungan itu karena disebabkan peran dari pihak keamanan yang masih banyak
membacking para pelaku tersebut, sehingga menjadi semakin sulit dalam
pengungkapan tiap kasus. Seharusnya, terdapat sebuah kerjasama semua pihak
agar tercipta suatu hubungan yang erat agar kasus-kasus yang menanti di depan
dapat terselesaikan sebaik-baiknya.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan
Dari penelitian yang peneliti lakukan, berdasarkan yang telah diuraikan pada
bab sebelumnya mengenai peranan Uni Eropa dalam menanggulangi illegal logging
di Kalimantan Barat, maka peneliti dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Pertimbangan dampak dari illegal logging di Kalimantan Barat. Hal ini tentu
bukan hanya Indonesia saja yang menerima dampak buruknya tetapi seluruh
dunia akan menerima dampaknya. Oleh karena itu Uni Eropa ikut membantu
dalam penanggulangan illegal logging di Indonesia khususnya di Kalimantan
Barat, sehingga akan mengurangi kegiatan yang merusak lingkungan hidup
tersebut.
2. Dalam membantu usaha penanggulangan illegal logging di Indonesia, Uni
Eropa dengan program FLEGT melaksanakan program-programnya yaitu
Forest Law Enforcement, Governance, Silvikultur, Trade, dan Liaison. Semua
program ini saling berkesinambungan satu dan yang lain tidak dapat
dipisahkan, dan program ini di implementasikan di Kalimantan Barat.
3. Kondisi moral, sosial budaya masyarakat dan aparat cenderung tidak lagi
peduli pada kelestarian hutan dan penegakan hukum serta ketahanan dan
kemandirian masyarakat yang masih rendah dengan pembodohan yang
berdalih pemberdayaan masyarakat dan juga masih terdapat industri kayu
yang mengolah kayu ilegal disinyalir merupakan hambatan dalam mengatasi
illegal logging di Indonesia.
4. Permasalahan bersumber pada lembaga negara yang bertanggung jawab untuk
mengatur pemanfaatan sumber daya. Kendati ada beberapa pejabat yang jujur
dan berdedikasi, korupsi dan rasa apatis masih begitu marak. Koordinasi
diantara lembaga negara masih lebih sering buruk, dan hal ini lebih
diperburuk otonomi daerah, yang mendorong beberapa pejabat daerah untuk
menentang pengarahan dari pusat dan bahkan mengenakan pajak atas
penebangan ilegal. Dengan demikian, untuk membangun kembali hutan
Kalimantan Barat pembenahan disiplin dan moral bangsa ini diyakini menjadi
kunci utama, disamping juga komitmen semua pihak yang berkepentingan
(stakeholder) dan penegakan hukum.
5. Peranan Uni Eropa dalam membantu penanggulangan illegal logging di
Kalimantan Barat sudah mendapatkan hasil namun belum optimal, seperti
masih adanya hambatan-hambatan dalam Program, tapi bila dinilai dari tahun
yang peneliti ambil dari tahun 2006 sampai 2008, penurunan Illegal Logging
di Kalimantan Barat dapat terlihat menurun, ini disebabkan karena
program-program FLEGT dapat dijalankan seperti, penegakan hukum di Kalimantan
Barat sudah dinilai baik sampai saat ini.
6. peranan Uni Eropa dalam membantu penanggulangan illegal logging di
Kalimantan Barat, sejauh ini sudah mendapatkan hasil yang baik, ini dapat
dilihat dari data yang dikeluarkan oleh DEPHUT dari tahun 2005 sampai
2007 terdapat penurunan yang sangat tajam. Selain data yang sudah diperoleh
perubahan pun terjadi pada pola pikir masyarakat dan pemerintah Kalimantan
Barat akan manfaat hutan serta bahaya dari illegal logging yang akan
mengakibatkan berbagai kerugian. Dalam menangani illegal logging adalah
tanggung jawab bersama, memerlukan kerjasama dari berbagai pihak tidak
hanya oleh pemerintah tetapi juga oleh semua elemen masyarakat, organisasi
internasional, lembaga swadaya masyarakat, media dan lembaga donor
internasional.
5.2. Saran
Dalam penelitian ini banyak menemukan kekurangan baik karena keterbatasan
kapabilitas peneliti, maupun kendala-kendala non teknis. peneliti ingin memberi
saran, yaitu :
1. Peranan Uni Eropa dalam membantu menanggulanggi Illegal Logging
khususnya di Kalimantan Barat dinilai sudah cukup baik. Namun, peneliti
ingin memberikan saran untuk Uni Eropa agar ditahun-tahun berikutnya
kendala-kendala yang masih terdapat selama peneliti meneliti dapat
diperbaiki sehingga ditahun-tahun berikut sampai program FLEGT
berakhir dapat lebih baik lagi.
2. Departemen Kehutanan adalah sebuah institusi yang bergerak di bidang
kehutanan. Disini peneliti ingin memberikan saran untuk Departemen
Kehutanan agar dapat mencontoh dari kerjasama yang dibentuk dengan
Uni Eropa dalam menanggulangi Illegal Logging, sehingga kedepannya
Departemen Kehutanan dapat menanggulangi Illegal Logging sendiri tidak
harus bekerjasama dengan Organisasi Internasional lainnya. Sehingga
peranan Departemen Kehutanan lebih menonjol dalam menyelesaikan
masalah-masalah di bidang kehutanan.
3. Program FLEGT yang dibentuk oleh Uni Eropa untuk menanggulangi
Illegal Logging di Indonesia diharapkan dapat lebih gencar dan lebih baik
lagi sehingga target yang diinginkan pada 2011 atau akhir dari program
bantuan ini dapat tercapai dengan lebih menurunnya angka Illegal
Logging di Indonesia khususnya di Kalimantan Barat.
4. Peranan masyarakat dinilai faktor yang utama, dimana peranan tersebut
dapat membantu dalam mengurangi angka kerusakan hutan. peneliti
menyarankan agar masyarakat dapat lebih mengerti akan pentingnya suatu
kegunaan hutan, sehingga dalam hal ini masyarakat dalam melakukan
penebangan sudah dapat memahami dampak yang ditimbulkan apabila
masyarakat menebang secara berlebihan.
5. Perusahaan-perusahaan juga dinilai faktor yang penting, dimana
perusahaan-perusahaan dinilai mengambil peranan yang penting dalam
pengrusakan lingkungan khususnya Illegal Logging. Diharapkan bagi para
perusahaan-perusahaan yang bergerak dibidang perkayuan untuk mau
bekerjasama dengan pemerintahan daerah dan mau untuk takut akan
hukum, sehingga pengrusakan hutan yang diakibatkan oleh industri dapat
berkurang.
6. Dalam hal ini peneliti masih banyak terdapat kekurangan dan kendala
dalam melakukan penyajian data yang akurat, oleh karena itu bagi yang
hendak melakukan penelitian dengan menggunakan objek dan variabel
penelitian yang sama diharapkan untuk melakukan penelitian dengan
metode dan teknik pengumpulan data yang berbeda dan memperbanyak
lagi sumber-sumber dan referensi yang terkait dengan permasalahan yang
diangkat.