• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gejala Shopaholic Di Kalangan Mahasiswa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gejala Shopaholic Di Kalangan Mahasiswa"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

Laporan Pengantar Proyek Tugas Akhir

GEJALA SHOPAHOLIC DI KALANGAN MAHASISWA

DK 38315 Tugas Akhir Semester II 2009/2010

Oleh:

Sagita Amalia Resstiani 51906056

Program Studi Desain Komunikasi Visual

FAKULTAS DESAIN

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG

(2)

Lembar Pengesahan

GEJALA SHOPAHOLIC DI KALANGAN MAHASISWA

DK 38315 Tugas Akhir Semester II 2009/2010

Oleh:

Sagita Amalia Resstiani 51906056

Program Studi Desain Komunikasi Visual

Disahkan Oleh:

Pembimbing

Drs. Hary Lubis

Koordinator Tugas Akhir

(3)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pada awalnya, para produsen menawarkan produknya dengan tujuan memenuhi kebutuhan masyarakat sebagai konsumen. Mereka membuat sebuah produk yang sesuai dengan kebutuhan manusia secara fungsional. Namun seiring dengan perkembangan teknologi dan desain sebagai alat untuk menjembatani pengetahuan, maka berbelanja mulai mengalami pergeseran makna. Produsen semakin kreatif dalam mengemas produk dan semakin gencar dalam berpromosi agar konsumen tertarik untuk membeli. Produk yang ditawarkan saat ini pun menjadi bervariasi dalam hal harga, kualitas, tipe, dan lainnya. Sehingga sering kali membuat konsumen bingung untuk memilih dan pada akhirnya menjadi konsumtif dengan alasan kepuasannya belum cukup terpenuhi oleh satu produk. Fenomena shopaholic sering terjadi di kota-kota besar. Berbagai macam pilihan untuk berbelanja barang-barang tersedia dengan perubahan tren yang sangat cepat, barang yang bervariasi dan banyaknya sarana perbelanjaan, serta akses informasi mengenai produk baru lewat media elektronik maupun cetak, mempermudah para konsumen untuk menjadi konsumtif.

(4)

2 eksesif dan berlebihan, dampaknya tidak baik juga khususnya bagi diri sendiri.

Beberapa tahun terakhir ini, shopaholic telah menjadi topik perbincangan permasalahan psikologi masyarakat. Merebaknya konsumerisme serta gaya hidup hedonis dapat menimbulkan kecanduan belanja yang biasa disebut dengan shopaholic atau oniomania. Perlu diketahui bahwa tidak semua orang yang senang berbelanja atau pergi ke pusat perbelanjaan adalah shopaholic. Seseorang dapat dikatakan mengalami shopaholic

bila menunjukkan gejala-gejala berlebihan bila menyangkut segala sesuatu yang berhubungan dengan belanja. Gejala-gejala shopaholic

(5)

3 1.2. Identifikasi Masalah

Seorang shopaholic sering melewati batas dalam membeli barang yang belum tentu dibutuhkan secara pokok (termasuk barang-barang yang telah dimiliki).

Banyak orang yang berbelanja untuk melepaskan diri dari stres, namun sesungguhnya ini hanya memiliki efek sesaat dan tidak menyelesaikan permasalahan yang membuatnya stres.

Walaupun Amerika merupakan negara dengan penduduk shopaholic

terbesar namun Indonesia menduduki ranking kedua untuk pasar wisata belanja setelah Hongkong (Carol Mcadoo Rehme dalam Jack Canfield, 2009 : 357).

Berbelanja itu sendiri dapat memberikan manfaat yang positif apabila dialokasikan dengan tepat.

Bagi mahasiswa luar daerah yang tinggal dengan menyewa kamar kos sangat rentan terpengaruh lingkungan sekitarnya karena tidak adanya perlindungan dan pantauan dari orang tua seperti biasanya. Adanya rasa ingin menunjukkan identitas dan status sosial

ekonominya dalam masyarakat dapat membuat seseorang menjadi konsumtif.

Mahasiswa dengan uang saku di atas rata-rata, memiliki kesempatan menggunakan uangnya untuk berbelanja berlebihan.

Lingkungan tempat tinggal, lingkungan pendidikan dan lingkungan pergaulan yang berada di kota besar dapat memberikan manfaat baik maupun buruk bagi perkembangan perilaku dan persepsi remaja. Ketidakstabilan emosi, jiwa yang labil mempermudah seorang remaja

menjadi mudah terbawa pergaulan yang salah. Maka apabila ia berteman dengan seseorang yang konsumtif maka ia pun bisa terbawa menjadi konsumtif.

(6)

4 Perasaan cemas yang timbul akibat trauma di masa lalu, seperti kurang perhatian orang tua semasa kecil, faktor kemiskinan dan penghinaan dapat membuat seseorang menjadi konsumtif.

Iklan yang ditampilkan di berbagai media yang menggambarkan bahwa pola hidup konsumtif merupakan sarana untuk melepaskan diri dari kejenuhan.

Kurangnya kampanye khusus yang membahas permasalahan seputar

shopaholic di wilayah Bandung.

1.3. Pembatasan Masalah

Dari sekian banyak permasalahan yang telah teridentifikasi maka, pembatasan masalah hanya meliputi:

Gejala shopaholic yang terjadi pada perempuan remaja usia 18-21 tahun yang berstatus sebagai mahasiswa perguruan tinggi wilayah kota Bandung.

Mahasiswa yang menjadi khalayak sasaran adalah mahasiswa yang masih mendapat uang bulanan dari orang tua dan tinggal di Bandung dengan menyewa kamar kost.

1.4. Fokus Permasalahan

(7)

5 1.5. Tujuan Perancangan

Adapun tujuan perancangan kampanye ini adalah:

Memberikan informasi pada kaum remaja perempuan khususnya mahasiswa akan segala sesuatu mengenai shopaholic.

Agar para khalayak sasaran dapat menyadari bahwa gejala

shopaholic ini terdapat pada diri mereka sehingga jangan sampai menimbulkan dampak negatif akibat perilaku eksesif ini.

Walaupun kampanye ini tidak dapat secara langsung mengubah perilaku khalayak sasaran, namun setidaknya apa yang diinformasikan dapat mengubah persepsi mereka selama ini mengenai shopaholic.

1.6. Definisi Kata Kunci

Dari seluruh penjelasan di atas maka didapatkan beberapa kata kunci yang berkaitan dengan permasalahan yaitu:

1.6.1. Kampanye

Kampanye adalah serangkaian tindakan komunikasi yang terencana dengan tujuan menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar khalayak yang dilakukan secara berkelanjutan pada kurun waktu tertentu (Rogers dan Storey dalam Antar Venus, 2004 : 7).

1.6.2. Shopaholic

(8)

6 1.6.3. Mahasiswa

(9)

7

BAB II

GEJALA SHOPAHOLIC DI KALANGAN MAHASISWA

2.1. Pengertian Shopaholic

Shopaholic berasal dari kata shop yang artinya belanja dan aholic

yang artinya suatu ketergantungan yang disadari maupun tidak.

Shopaholic adalah seseorang yang tidak mampu menahan keinginannya untuk berbelanja dan berbelanja sehingga menghabiskan begitu banyak waktu dan uang untuk berbelanja meskipun barang-barang yang dibelinya tidak selalu ia butuhkan (Oxford Expans dalam Rizka, 2007).

Dari landasan teori itu maka dalam makalah ini dapat disimpulkan bahwa “Shopaholic adalah seseorang yang memiliki pola belanja eksesif yang dilakukan terus menerus dengan menghabiskan begitu banyak cara, waktu dan uang hanya untuk membeli atau mendapatkan barang-barang yang diinginkan namun tidak selalu dibutuhkan secara pokok oleh dirinya”.

2.2. Faktor-Faktor Penyebab Shopaholic

Shopaholic dapat disebabkan oleh berbagai faktor dari luar maupun dari dalam diri seseorang. Menurut Klinik SERVO dalam Putri Kumala Dewi (2009), ada beberapa faktor yang dapat menjadi penyebab shopaholic, yaitu:

Seseorang yang menganut gaya hidup hedonis (materialis). Seseorang yang cenderung mempersepsi orang lain berdasarkan

apa yang dimiliki (seperti mobil, rumah, dan jabatan). Hal ini akan mengakibatkan seseorang merasa terus kekurangan, selalu diliputi kecemasan akan kebutuhannya.

(10)

8

Iklan-iklan yang ditampilkan di berbagai media yang menggambarkan bahwa pola hidup konsumtif dan hedonis merupakan sarana untuk melepaskan diri dari stres. Seperti iklan kartu kredit, diskon, dan produk-produk yang dapat di cicil pembayarannya dapat membuat konsumen tertarik dan tidak berpikir panjang akan dampaknya di masa yang akan datang. Adanya pikiran-pikiran obsesi akan sesuatu namun tidak rasional. Pengaruh lingkungan sosialisasi, pendidikan dan tempat tinggal.

Sedangkan menurut Rizky Siregar (2010 : 79) ada tiga faktor yang dapat menjadi menyebabkan seseorang shopaholic, yaitu:

Pengaruh dari dalam diri sendiri. Seorang shopaholic biasanya memiliki kebutuhan emosi yang tidak terpenuhi sehingga merasa kurang percaya diri dan tidak dapat berpikir positif tentang dirinya sendiri sehingga beranggapan bahwa belanja bias membuat dirinya lebih baik.

Pengaruh dari keluarga. Peran keluarga, khususnya orang tua dapat mempengaruhi kecenderungan seseorang menjadi

shopaholic. Orang tua yang membiasakan anaknya menerima uang atau barang-barang secara berlebihan, secara tidak langsung mendidik anaknya menjadi konsumtif dan percaya bahwa materi adalah alat utama untuk menyelesaikan masalah. Pengaruh dari lingkungan pergaulan. Lingkungan pergaulan

(11)

9

2.3. Gejala Shopaholic

Seseorang yang shopaholic akan menunjukkan gejala-gejala tidak biasa dalam penerapan pola belanja sehari-hari. Menurut Erma (2010) terdapat 5 gejala seseorang mengalami shopaholic yaitu:

Sangat bersemangat membicarakan rencana jalan-jalan untuk berbelanja. Jika tidak bisa merealisasikannya dalam waktu satu minggu, akan merasa kecewa.

Emosi sering berubah. Saat berbelanja, perasaan menjadi gembira, namun dapat berubah muram ketika uang yang dimiliki menipis atau habis.

Melihat acara pernikahan, pesta, reuni dan lainnya sebagai alasan untuk berbelanja baju baru.

Dalam lemari terdapat pakaian, sepatu, perhiasan, dan peralatan kosmetik yang baru dipakai sekali atau masih terpasang label harga atau belum terpakai sama sekali.

Banyak berutang karena pendapatan tidak bisa mendukung kebiasaan belanja ini.

Menurut klinik SERVO dalam Putri Kumala Dewi (2009), seseorang yang dapat dikategorikan sebagai shopaholic dapat dilihat dari gejala-gejala berikut ini:

Senang menghabiskan uang untuk membeli barang yang tidak dimiliki meskipun barang tersebut tidak selalu berguna bagi dirinya.

Merasa puas pada saat dirinya dapat membeli apa saja yang diinginkannya, namun setelah selesai berbelanja maka dirinya merasa bersalah dan tertekan terhadap apa yang telah dilakukannya.

(12)

10

Memiliki banyak barang seperti baju, sepatu atau barang-barang elektronik, yang tidak terhitung jumlahnya, namun tidak pernah digunakan.

Selalu tidak mampu mengontrol diri ketika berbelanja.

Merasa terganggu dengan kebiasaan belanja yang dilakukannya. Tetap tidak mampu menahan diri untuk berbelanja meskipun

dirinya sedang bingung memikirkan utang-utangnya.

Sering berbohong pada orang lain tentang uang yang telah dihabiskannya.

Sedangkan menurut Rizky Siregar (2010 : 79), seseorang yang dapat dikategorikan sebagai shopaholic dapat dilihat dari gejala-gejala berikut ini:

Maniak berbelanja dengan intensitas yang eksesif.

Jika perasaan sedang emosi, berbelanja merupakan sarana untuk melepaskan diri dari perasaan tersebut.

Membeli barang-barang yang tidak dibutuhkan, tidak terpakai dan akhirnya hanya menjadi pajangan semata.

Merasa kekurangan apabila keluar dari tempat perbelanjaan tidak membeli apapun.

Sulit menahan diri untuk tidak membeli apapun, hingga pada akhirnya melakukan berbagai cara untuk memenuhi kebiasaan buruk ini yang berujung pada tindak kriminal.

2.4. Jenis Shopaholic

Menurut Amelia Masniari (2008 : 29), ada beberapa macam jenis

shopaholic, yaitu:

Shopaholic yang fanatik pada merk tertentu.

Shopaholic yang memakai barangnya hanya 1-3 kali pakai.

(13)

11 Shopaholic yang selektif dalam soal kualitas, walaupun berharga mahal apabila kualitasnya bagus maka ia akan langsung membelinya tanpa berpikir panjang lagi.

Shopaholic yang menunjukkan gejala impulsif di tempat. Tidak berniat membeli apapun saat di rumah, namun saat datang ke tempat berbelanja ia menjadi sangat mudah tergoda dan akhirnya membeli apapun yang dirasa olehnya bagus.

Shopaholic yang senada. Apapun yang dipakai harus senada dari segi warna, bentuk dan lainnya. Apabila ia ingin memakai satu barang dan tidak memiliki aksesoris dengan warna yang sama, maka ia akan langsung membeli yang baru.

Shopaholic yang senang membeli semua warna. Apabila saat berbelanja ia senang dengan satu jenis barang, maka semua varian warna dari barang tersebut akan dibeli juga.

Shopaholic yang mudah terayu oleh bujukan. Apabila teman atau pelayan toko melebih-lebihkan suatu barang maka ia akan langsung membeli tanpa berpikir panjang lagi.

Shopaholic yang pantang untuk kalah dari orang lain. Apapun yang dimiliki orang lain, maka ia juga harus memilikinya. Bahkan harus memilikinya terlebih dahulu sebelum orang lain.

2.5. Motivasi Belanja Shopaholic

Motif-motif hedonis mendorong seseorang untuk belanja berlebihan. Melalui studi eksploratoris kualitatif dan kuantitatif oleh Arnold & Reynolds (2003) mengidentifikasi enam faktor motivasi belanja hedonis, yaitu:

Adventure Shopping, yaitu berbelanja untuk petualangan.

Social Shopping, yaitu berbelanja untuk menikmati kebersamaan dan berinteraksi dengan orang lain.

(14)

12 Idea Shopping, yaitu berbelanja untuk mengikuti tren dan inovasi baru.

Role Shopping, yaitu kesenangan berbelanja untuk orang lain.

Value Shopping, yaitu berbelanja untuk mendapatkan harga khusus. Berbelanja membuat diri

menjadi diri sendiri.

Social Shopping

Berbelanja dengan teman atau keluarga.

Berbelanja untuk bergaul. Berbelanja dengan orang

lain untuk mengeratkan ikatan persahabatan.

Gratification Shopping

Berbelanja sesuai mood. Berbelanja untuk

Berbelanja untuk mengikuti tren.

Berbelanja untuk melihat produk baru.

Role Shopping

Berbelanja agar orang lain bahagia.

Berbelanja untuk mencari hadiah.

Value Shopping

(15)

13

Berbelanja dengan tawar menawar.

Tabel 2.1. Motivasi belanja hedonis Arnold & Reynolds

Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa shopaholic memiliki motivasi inti Gratification Shopping dengan alasan berbelanja untuk menghilangkan stress, memanjakan diri dan sesuai dengan mood. Hal tersebut menunjukkan indikasi yang sama pada gejala-gejala

shopaholic.

2.6. Orang yang Berpotensi Mengalami Shopaholic

Menurut Erma (2010), sebuah penelitian di Inggris menyatakan 2-10 persen orang dewasa cenderung senang berbelanja. Pada perempuan, kecenderungan ini meningkat 9 kali lebih besar daripada lelaki. Menurut April Lane Benson dalam Muhammad Albani (2009), menyatakan bahwa sembilan dari sepuluh orang wanita mengalami

shopaholic atau kecanduan belanja. Maka dari itu diperlukan adanya kesadaran diri sejak remaja agar perilaku buruk tersebut tidak terbawa hingga menjadi kebiasaan yang sulit untuk diubah saat dewasa nanti.

2.6.1. Gejala Shopaholic di Kalangan Mahasiswa

(16)

14

pergaulannya. Mereka menjadi konsumtif karena berbelanja dapat menjadi sarana untuk menunjukkan identitas dan status sosial ekonominya dalam masyarakat.

Gambar 2.1. Mahasiswa dengan Banyak Tas Belanja di Tangannya

(Sumber www.google.co.id)

Berdasarkan pengukuran sikap untuk mengetahui kecenderungan mahasiswa terhadap perilaku shopaholic, dengan asumsi angket yang disampaikan kepada 50 orang responden mahasiswa wanita berumur 18-21 tahun, yang berasal dari luar kota Bandung dan bermukim dengan menyewa kamar kost, maka didapatkan hasil sebagai berikut:

82% responden adalah shopaholic dan mereka memilih berbelanja apabila memiliki uang lebih.

Grafik. 2.1. Persentase Responden Shopaholic

(17)

15

diberikan oleh orang tua adalah cukup, karena 50 % dari mereka diberi uang saku > Rp. 1.000.000/bulan, dan sisanya diberi uang saku Rp.500.000-1.000.000/bulan diluar biaya sewa kamar kost. Lebih dari cukup untuk membelanjakan uang mereka.

Sebagian besar tertarik akan promosi produk baru, diskon dan obral, akan tetapi dalam hal berbelanja, mereka tidak terlalu mementingkan merk. Yang terpenting adalah kualitas dan barang tersebut merupakan barang yang sedang tren saat ini.

2.7. Dampak Buruk Perilaku Shopaholic

Menurut Indari Mastuti dalam Bunga Mardhotillah (2009), ada beberapa dampak buruk dari perilaku shopaholic, diantaranya yaitu:

Dapat mengakibatkan seseorang memiliki utang dalam jumlah yang besar dikarenakan untuk memenuhi pikiran-pikiran obsesi dalam berbelanja.

Menimbulkan perasaan berdosa. Ketika keinginan berbelanja tidak dapat dikendalikan, maka para shopaholic dapat menghalalkan segala cara demi kepuasannya berbelanja.

Semakin meningkatnya gengsi. Rasa gengsi tersebut timbul dikarenakan orang yang cenderung mempersepsi orang lain berdasarkan apa yang dimiliki. Walaupun bisa saja pada kenyataannya uang miliknya tidak sebesar keinginannya untuk berbelanja.

Kekecewaan orang tua. Orang tua sangat mengetahui bagaimana sulitnya mencari uang, sehingga mereka akan merasa kecewa bila anaknya terlalu konsumtif dalam penggunaannya.

(18)

16

Tidak memiliki tabungan untuk masa depan, hanya berpikir untuk kepuasan pada saat itu saja.

Memicu seseorang untuk melakukan tindakan kriminal (seperti mencuri, memeras, korupsi) hanya karena ingin mendapatkan uang demi memenuhi keinginan untuk belanja yang terus-menerus.

Sering mengalami kehabisan uang walaupun masih awal bulan.

(19)

17

BAB III

STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL

3.1. Strategi Komunikasi

Penyampaian kampanye ini bersifat informatif dengan kadar persuasif yang tidak terlalu banyak. Hal ini didasari pada tujuan perancangan dan materi pesan, bahwa kampanye ini tidak melarang seseorang untuk berbelanja, akan tetapi kampanye ini ingin mengajak khalayak sasaran untuk berpikir bahwa segala sesuatu apabila bersifat eksesif dan berlebihan juga memiliki dampak yang buruk khususnya terhadap diri mereka sendiri. Walaupun kampanye ini tidak dapat secara langsung mengubah perilaku khalayak sasaran, namun setidaknya apa yang diinformasikan dapat mengubah persepsi mereka selama ini mengenai

shopaholic.

Adapun cara penyampaiannya yaitu dengan menarik perhatian target sasaran berdasarkan emosi dan perasaannya. Pendekatan dilakukan dengan mencoba menggambarkan gejala atau ciri-ciri shopaholic itu sendiri baik lewat visual dan headline sebagai wujud daya tarik yang memanfaatkan rasa kesadaran target sasaran. Pertama-tama penggunaan visual dan warna dibuat untuk menarik perhatian target sasaran, kemudian mereka diajak untuk menyadari gejala-gejala perilaku

shopaholic yang mungkin terjadi pada mereka lewat headline , pada saat rasa penasaran telah muncul maka mereka akan membaca materi informasi dari kampanye ini hingga pada akhirnya memahami maksud dari kampanye ini lewat logo kampanye serta taglinenya dan tertarik untuk mengikuti acaranya.

3.1.1. Materi Pesan

Materi pesan yang ingin disampaikan dalam kampanye ini yaitu: Memberikan informasi kepada khalayak sasaran mengenai

(20)

18

bagaimana gejalanya, apa saja penyebabnya, siapa saja yang dapat menjadi shopaholic, dan dampak buruk yang ditimbulkannya. Didasari atas sikap para khalayak sasaran yang cenderung bangga bila disebut shopaholic.

Kampanye ini tidak melarang seseorang untuk berbelanja karena semua itu kembali lagi kepada pribadi masing-masing khalayak sasaran, namun kampanye ini hanya ingin memberitahukan bahwa segala sesuatu yang bersifat eksesif pasti memiliki dampak buruk khususnya terhadap diri mereka sendiri.

3.1.2. Tujuan Komunikasi

Tujuan utama pengkomunikasian materi pesan dalam kampanye ini adalah sebagai berikut:

Segala informasi mengenai shopaholic yang diberitahukan kepada khalayak sasaran, diharapkan dapat menyadarkan diri mereka untuk lebih waspada pada gejala-gejala shopaholic

yang mungkin saja dapat terjadi pada diri mereka.

Walaupun tidak dapat mengubah perilaku khalayak sasaran secara langsung namun setidaknya apa yang diinformasikan saat kampanye berlangsung dapat mempengaruhi persepsi mereka selama ini mengenai shopaholic.

3.1.3. Target Audiens Demografis

Jenis Kelamin: Perempuan

Perempuan memiliki berbagai alasan untuk menjadi konsumtif, selain dari kondisi psikis, berbagai kebutuhan yang kompleks harus senantiasa terpenuhi. Selain itu, pada hakikatnya perempuan juga sangat dekat dengan dunia berbelanja.

(21)

19

Usia: 18-21 tahun

Remaja akhir yang memiliki rentang usia 18-21 merupakan masa-masa dimana pencarian jati diri akan berakhir dan segera memasuki masa dewasa. Di saat inilah banyak sekali remaja yang menjadi rapuh dan mudah terbawa pengaruh buruk oleh lingkungan sekitar.

Status Sosial: Mahasiswa

Mahasiswa memiliki kehidupan yang sangat dekat dengan kegiatan berbelanja melalui kebutuhan akademis dan sosial serta kebutuhan individual dari mahasiswa sebagai manusia yang harus dipenuhi lebih kompleks seiring pertumbuhan fisik dan mentalnya. Sehingga tidak jarang mereka dihadapkan pada situasi dilematis untuk membedakan antara kebutuhan dan keinginan.

Psikografis

Psikografis mahasiswa wanita yang aktif, dinamis, emosional dan labil dapat menjadi sasaran perkembangan tren yang ada, sehingga membuat mereka sangat mudah terpengaruh dan tertarik untuk membeli apapun yang sedang tren pada saat itu. Apalagi bila motivasi khalayak sasaran berbelanja adalah untuk menunjukkan status dan identitasnya di masyarakat, khususnya di lingkungan pergaulan, maka persepsi yang terbentuk pada mereka cenderung bangga menjadi shopaholic, apabila menjadi shopaholic maka akan diterima dalam pergaulan.

Status Ekonomi

(22)

20

orang tua diatas rata-rata (>1 juta per bulan) yang dapat menunjang perilaku boros dalam berbelanja.

Geografis

Daerah perkotaan (urban) khususnya wilayah pusat kota Bandung. Lingkungan pendidikan, tempat tinggal dan pergaulan yang berada di perkotaan memiliki banyak pengaruh positif dan juga negatif bagi kehidupan para penghuninya. Berbagai fasilitas perbelanjaan dan media informasi serta gencarnya promosi juga persepsi masyarakat pada umumnya dapat mempengaruhi pola pikir seseorang hingga akhirnya berakibat pada perubahan tingkah laku, gaya bicara bahkan gaya hidup.

3.2. Strategi Kreatif

Kampanye ini ingin menampilkan sebuah rangkaian penginformasian segala sesuatu yang berhubungan dengan shopaholic. Dimulai dari pendekatan terhadap khalayak sasaran lewat media kampanye kemudian lewat acara kampanye yang diadakan untuk mendukung suksesnya kampanye ini. Berikut ini merupakan aspek-aspek yang terdapat dalam setiap media kampanye:

3.2.1. Layout

Secara garis besar, layout dari setiap media kampanye ini terdiri dari 3 komponen yaitu headline, logo, dan gambar. Media yang bersifat memberikan awareness, layout hanya terdiri dari

(23)

21

Gambar 3.1. Layout 1

Gambar 3.2. Layout 2

3.2.1.1. Headline

(24)

22

bahwa bila sudah memiliki banyak barang bahkan dengan jenis yang sama dan masih dapat dipakai, untuk apa membeli yang baru. Diikuti dengan kalimat “Saatnya sadari perbedaan antara keinginan dan kebutuhan” yang bermakna untuk memperjelas lagi agar khalayak sasaran lebih menyadari perbedaan antara hasrat belanja karena keinginan semata dengan belanja barang kebutuhan yang memang lebih pokok.

3.2.1.2. Logo

Logo kampanye terdiri dari 2 bagian yaitu logogram dan logotype.

Gambar 3.3. Logo Kampanye

Logogram

(25)

23

Logogram ini merupakan analogi sebuah label harga menjadi tas belanja yang sedang dijinjing perempuan. Bagaimana transformasinya hingga menjadi bagian dari sebuah logo yang sederhana. Kemudian pemakaian perempuan sebagai ikon dikarenakan oleh khalayak sasaran kampanye ini adalah perempuan berusia 18-21 tahun. Logogram ini memiliki makna agar para khalayak sasaran mampu melihat dengan cermat segala hal lebih detail dalam berbelanja, seperti manfaatnya, kualitasnya dan yang terpenting adalah harga yang sering tidak dihiraukan para shopaholic. Hal ini juga bertujuan agar jangan sampai para pembeli menyesal setelah membeli barang tersebut hanya karena merk ataupun gengsi.

Logotype

Gambar 3.5. Logotype

(26)

24

sendiri memang tidak dilarang namun bila dilakukan secara berlebihan hingga menjadi shopaholic pasti akan menimbulkan dampak buruk bukan hanya untuk orang lain tapi khususnya bagi diri sendiri. Adapun jenis font dasar yang digunakan untuk logotype ini adalah Arial yang pada kata shopaholic, huruf “O” mengalami perubahan bentuk menjadi sebuah simbol gender perempuan. Kemudian kata NO yang ditulis lebih besar dari yang lain menegaskan agar khalayak sasaran kampanye yaitu para perempuan dapat menghindari perilaku buruk ini.

3.2.1.3. Visualisasi

Visualisasi kampanye ini berupa ilustrasi yang sesuai dengan konsep kreatif kampanye. Dimana terdapat 6 gambar dibuat untuk diterapkan pada setiap media kampanye.

Gambar 3.6. Gambar 1

(27)

25

Perempuan tersebut terus membeli barang-barang yang diinginkan akan tetapi ia menjadi lupa bahwa ternyata masih banyak barang yang bagus dan layak pakai miliknya yang tidak termanfaatkan dengan baik karena perilaku shopaholicnya.

Gambar 3.7. Gambar 2

Gambar kedua menggambarkan 2 orang perempuan yang masing - masing berada diatas tumpukan tas belanjaannya. Perempuan pertama terbaring diatas tumpukan tas belanjaannya karena lelah dalam berbelanja, selama ini ia hanya menuruti hasratnya untuk terus membeli hingga akhirnya ia tidak sadar telah membeli banyak barang belanjaan dan mengabaikan kondisi kesehatan dirinya sendiri. Sedangkan perempuan kedua tengah semangat dalam berbelanja hingga ia lupa diri bahwa barang yang ia beli sudah tak terhitung banyaknya.

(28)

26

Gambar ketiga menggambarkan 2 orang perempuan yang sedang memegang tas belanjaan dengan kaki yang terisolasi. Hal ini bermaksud bahwa perilaku shopaholic

ini telah membelenggu mereka hingga menjadi sebuah kebiasaan yang sering dilakukan.

Gambar 3.9. Gambar 4

Gambar keempat menggambarkan perempuan dengan dada membusung karena bangga bila dapat menjinjing tas belanja saat berada di tempat perbelanjaan.

Gambar 3.10. Gambar 5

(29)

27

menu utama. Kemudian dibelakangnya terdapat seorang perempuan yang tengah duduk dan di bawah kakinya terdapat tas belanja yang sama seperti dalam papan menu. Hal ini bermakna bahwa belanja dianalogikan seperti menu makanan sehari-hari yang telah menjadi rutinitas dari seorang shopaholic.

Gambar 3.11. Gambar 6

Gambar keenam menggambarkan seorang perempuan yang sedang kesulitan membawa banyak barang belanjaan dengan kedua tangannya hingga ia tak dapat memperhatikan jalan karena tumpukan barang belanjaan menutupi wajahnya.

(30)

28

Tabel 3.1. Referensi visual

Ilustrasi dipilih untuk memvisualisasikan kampanye

(31)

29

pada media. Model perempuan yang langsing, dengan rambut panjang merupakan cermin tren penampilan perempuan kota masa kini yang sangat memperhatikan penampilannya. Sehingga tak jarang mereka rela menghabiskan uang dan waktunya hanya untuk berbelanja barang-barang yang dapat menunjang penampilan. Selebihnya merupakan elemen yang terdapat ketika pergi ke pusat perbelanjaan, seperti barang-barang yang dijual, tas belanja, eskalator maupun kafé sebagai visualisasi pendukung.

3.2.2. Huruf

(32)

30

3.2.3. Warna

Warna dasar yang dipakai untuk pewarnaan media, teks, logo maupun visual terdapat 3 yaitu:

Gambar 3.12. Warna Dasar

Tiga warna dasar ini yaitu magenta, 100C100M100Y100K, dan

white. Semua warna yang digunakan adalah CMYK karena teknis pembuatan dari keseluruhan media menggunakan cetak separasi.

3.2.4. Pendekatan Kreatif Lewat Acara

Pendekatan secara kreatif akan dilakukan melalui kampanye yang dikemas dalam bentuk talk show dengan acara utama bedah buku yang di sponsori oleh sebuah stasiun radio. Acara bedah buku yang berbentuk talk show ini menghadirkan secara langsung penulis buku yang juga merupakan ikon shopaholic

(33)

31

sebagai khalayak sasaran untuk bertanya seputar permasalahan

shopaholic kepada penulis buku dan pakar psikolog khusus yang menjadi pembicara dalam acara tersebut. Kemudian untuk menarik perhatian para khalayak sasaran, acara bedah buku ini akan diselingi permainan musik dari penyanyi terkenal sesuai dengan tema acara yang bersifat tidak formal, santai namun menarik, sehingga efektif untuk sekaligus memperlihatkan media kampanye kepada umum. Pendekatan kreatif seperti ini juga diharapkan dapat menarik khalayak sasaran untuk datang dan turut menyukseskan kampanye secara langsung.

3.3. Strategi Media

Pemilihan media yang akan digunakan untuk menyampaikan informasi adalah media yang mudah dijumpai dan berada di sekitar khalayak sasaran. Media kampanye terbagi menjadi 2 yaitu media utama dan media pendukung.

3.3.1. Media Utama

Media utama terdiri dari media berbasis cetak seperti leaflet. Pemakaian media tersebut sangat efektif dan langsung dapat diterima oleh komunikan dengan cara disebarkan di universitas khalayak sasaran maupun di pusat-pusat perbelanjaan. Di samping itu, media leaflet juga dapat mencakup lebih banyak informasi dibandingkan dengan media lainnya.

3.3.2. Media Pendukung

(34)

32

Poster

Poster dapat ditempelkan pada suatu bidang datar seperti pada majalah dinding universitas maupun di papan pengumuman tempat acara.

Baliho

Sarana media yang cukup efektif karena ukurannya yang besar sehingga mudah terlihat oleh khalayak sasaran.

Brosur

Media informasi yang memuat uraian singkat mengenai isi pokok pesan yang ingin disampaikan dalam bentuk selembar kertas dan dapat secara langsung diberikan kepada khalayak sasaran.

Spanduk

Spanduk merupakan media yang efektif karena ukurannya yang besar dan dapat dipasang di depan pintu masuk pusat perbelanjaan maupun di rute jalan-jalan menuju universitas khalayak sasaran.

X-Banner

X-banner dapat ditempatkan di depan tempat acara untuk menunjukkan bahwa disana merupakan tempat pembelian tiket acara.

Iklan Majalah

(35)

33

Tiket Acara

Tiket acara merupakan media yang sangat penting untuk jalannya sebuah acara yang sifatnya terbatas. Untuk mencegah banyaknya orang yang datang dan bukan merupakan khalayak sasaran.

Ambient

Ambient merupakan media tidak berstruktur dan mengambil objek yang telah ada di lingkungan sekitar untuk kemudian diterapkan pada objek tersebut untuk menyampaikan pesan.

Stiker

Media stiker yang berisi pesan berupa gambar atau tulisan dan dapat ditempel dimana saja.

Tas Tangan

Tas tangan ini merupakan merchandise yang diberikan setelah khalayak sasaran membeli tiket. Merchandise

diberikan untuk menyenangkan khalayak sasaran atas partisipasinya terhadap acara ini. Tas tangan ini dibuat berukuran kecil dengan maksud agar para khalayak sasaran dapat mengurangi berbelanja barang-barang yang tidak bermanfaat bagi diri mereka.

Buku Panduan Mini

Buku panduan mini juga merupakan satu rangkaian

(36)

34

Media pendukung ini digunakan untuk melengkapi dan menunjang media utama baik pada saat tahap awal untuk memunculkan awareness maupun untuk penginformasian acara.

3.3.3. Penyebaran Media

Penyebaran media merupakan hal yang sangat penting untuk memastikan informasi kampanye dapat berjalan dengan baik dan tersampaikan dengan tepat pada khalayak sasaran. Kampanye mencakup lokasi dimana tempat penyebaran media dan juga jadwal penyebaran media.

3.3.3.1. Tempat Penyebaran Media

Tempat penyebaran untuk media yang secara langsung diberikan kepada khalayak sasaran seperti leaflet dan brosur, khususnya dilakukan di beberapa perguruan tinggi wilayah kota Bandung yang cukup banyak memiliki mahasiswa berpotensi menjadi shopaholic. Sedangkan untuk tiket acara dan merchandise diberikan saat khalayak sasaran telah membeli tiket. Dan sisanya adalah media-media yang ditempatkan di lingkungan sekitar khalayak sasaran. Contohnya seperti berikut ini:

Poster

(37)

35

Gambar 3.13. Lokasi Penempatan Poster

Baliho

Sarana media yang cukup efektif karena ukurannya yang besar sehingga mudah terlihat oleh khalayak sasaran. Dapat ditempatkan di depan universitas khalayak sasaran dan juga di depan tempat acara.

Gambar 3.14. Lokasi Penempatan Baliho

Spanduk

(38)

36

Gambar 3.15. Lokasi Penempatan Spanduk

X-Banner

X-banner dapat ditempatkan di depan tempat acara, ataupun di tempat pembelian tiket acara.

Gambar 3.16. Lokasi Penempatan X-Banner

Ambient

(39)

37

Gambar 3.17. Lokasi Penempatan Ambient

Stiker

Media stiker yang berisi pesan berupa gambar atau tulisan dan dapat ditempel dimana saja. Seperti di kaca mobil, di folder buku, maupun di kaca jendela rumah.

Gambar 3.18. Lokasi Penempatan Stiker

3.3.3.2. Jadwal Penyebaran Media

(40)

38

frekuensi untuk berbelanja, yaitu bulan september. Penyebaran media kampanye terdiri dari 2 tahap yaitu:

Tahap pertama dimana penyebaran media ini

bertujuan sebagai pemberitahuan awal untuk menciptakan awareness bahwa pada waktu yang telah ditentukan akan diadakan sebuah acara talk show bedah buku sekaligus sosialisasi kampanye

shopaholic.

Tahap kedua adalah penyebaran media kampanye

yang bertujuan untuk memberi informasi lengkap mengenai acaranya, dari mulai tempat pembelian tiket, tempat acara, pembicaranya dan informasi yang sudah tepat mengenai acara.

(41)

39

Tabel 3.3. Jadwal Acara Kampanye

3.4. Strategi Distribusi

Rencana distribusi media kampanye adalah salah satu unsur yang sangat penting dalam perencanaan program kampanye ini. Pendistribusian media merupakan hasil kerja sama dari stasiun radio yang memberikan mandat acara kepada sponsor-sponsor acara. Kemudian disebarkan secara langsung ke universitas tujuan dengan kerja sama dari organisasi kemahasiswaan masing-masing universitas untuk penempelan poster, baliho dan spanduk. Sedangkan brosur dan leaflet dapat disebarkan langsung di depan universitas khalayak sasaran. Distribusi media ini dapat didukung melalui jalur distribusi berikut ini:

Media Jalur Distribusi

Poster

Ditempel di mading atau papan pengumuman melalui perantara organisasi kemahasiswaan universitas masing-masing.

Brosur Disebarkan langsung di lokasi universitas khalayak sasaran.

Leaflet Disebarkan langsung di lokasi universitas khalayak sasaran dan dibagikan kepada khalayak sasaran yang membeli tiket acara.

Baliho Dipasang di depan universitas khalayak sasaran.

Spanduk Dipasang di depan pintu masuk utama tempat acara dan universitas khalayak sasaran.

(42)

40 Merchandise Dibagikan kepada khalayak sasaran saat membeli tiket

acara.

Tabel 3.4. Jalur Distribusi Media

(43)

41

BAB IV

MEDIA DAN TEKNIK PRODUKSI

4.1. Teknis Media dan Cetak

Teknis pembuatan media kampanye menggunakan ilustrasi yang kerangkanya dibuat dengan software Corel Draw 12 kemudian teknis pewarnaan dilakukan menggunakan software Photoshop CS3. Untuk penambahan elemen estetis dan pengaturan layout menggunakan Corel Draw 12 kembali. Seluruh media menggunakan warna CMYK karena teknis produksi yang menggunakan cetak separasi.

4.1.1. Media Utama

Media utama untuk kampanye ini terdiri dari media berbasis cetak seperti leaflet.

Pemakaian media tersebut sangat efektif dan langsung dapat diterima oleh komunikan. Leaflet secara tepat dapat langsung diberikan kepada mahasiswa wanita sebagai khalayak sasaran.

Leaflet

(44)

42

Leaflet dapat memuat lebih banyak informasi dan dapat secara langsung diberikan kepada khalayak sasaran. Leaflet dibuat ke dalam 2 bentuk varian.

Ukuran : 17x26cm dan 17x18 cm Material : Kertas Art paper 150 gr Teknis Cetak : Separasi

4.1.2. Media Pendukung

Media pendukung ini terdiri dari poster, baliho, brosur, spanduk, x-banner, iklan majalah, tiket acara, ambient dan merchandise

berupa stiker, tas tangan dan buku panduan mini.

Media pendukung ini digunakan untuk melengkapi dan menunjang media utama agar dapat menginformasikan materi pesan lebih gencar kepada khalayak sasaran.

Poster

(45)

43

Poster dapat diaplikasikan pada panel, dinding, kaca jendela maupun papan pengumuman universitas sebagai tempat yang paling sering dilihat oleh mahasiswa. Poster dibuat kedalam 5 bentuk varian.

Ukuran : 50x70 cm

Material : Kertas Albatros Laminasi Glossy

Teknis Cetak : Separasi

Baliho

Gambar 4.3. Varian Baliho

Media baliho sangat efektif digunakan untuk sosialisasi sebuah acara yang sifatnya terbatas, seperti acara seminar, talk show, pameran dan yang lainnya. Media ini dapat diaplikasikan langsung di tempat khalayak sasaran berada seperti di depan universitas ataupun kantor, sehingga untuk penyampaian informasinya langsung dan tepat sasaran. Baliho dibuat ke dalam 2 bentuk varian.

Ukuran : 5x7 m

(46)

44

Brosur

Gambar 4.4. Varian Brosur

Brosur merupakan media yang secara langsung dapat diberikan kepada khalayak sasaran dengan cara disebarkan di depan universitas. Brosur dibuat ke dalam 3 bentuk varian.

Ukuran : 15x21cm

Material : Kertas Art paper 150 gr Teknis Cetak : Separasi

Spanduk

Gambar 4.5. Varian Spanduk

(47)

45

perbelanjaan maupun di rute jalan-jalan menuju universitas khalayak sasaran. Spanduk dibuat ke dalam 2 bentuk varian.

Ukuran : 2x0,5 m

Material : Kertas Front Lite 340 gr Teknis Cetak : Separasi

X-Banner

Gambar 4.6. Varian X-Banner

X-Banner dapat ditempatkan di depan tempat acara, ataupun di tempat pembelian tiket acara. X-Banner dibuat ke dalam 2 bentuk varian.

Ukuran : 63x120cm

(48)

46

Iklan Majalah

Gambar 4.7. Iklan Majalah

Iklan majalah dibuat ke dalam 1 varian saja karena waktu terbit majalah yang hanya sebulan sekali.

Ukuran : 18x23cm

Material : Kertas Art paper 150 gr Teknis Cetak : Separasi

Tiket Acara

Gambar 4.8. Tiket Acara

Tiket acara merupakan media yang sangat penting untuk jalannya sebuah acara yang sifatnya terbatas. Untuk mencegah banyaknya orang yang datang dan bukan merupakan khalayak sasaran.

Ukuran : 6x15 cm

(49)

47

Ambient

Gambar 4.9. Media Ambient

Ambient merupakan media tidak berstruktur dan mengambil objek yang telah ada di lingkungan sekitar untuk kemudian diterapkan pada objek tersebut untuk menyampaikan pesan. Media ambient kampanye ini diterapkan pada dinding kaca sebuah toko atau mall.

Ukuran : Disesuaikan Material : Stiker Glossy Teknis Cetak : Separasi

Merchandise Tas

(50)

48

Tas tangan ini merupakan merchandise yang diberikan setelah khalayak sasaran membeli tiket. Merchandise diberikan untuk menyenangkan khalayak sasaran atas partisipasinya terhadap acara ini. Tas tangan ini dibuat berukuran kecil dengan maksud agar para khalayak sasaran dapat mengurangi berbelanja barang-barang yang tidak bermanfaat bagi diri mereka.

Ukuran : 12x15 cm

Material : Kertas Art paper 260 gr Teknis Cetak : Separasi

Stiker

Gambar 4.11. Stiker

Media stiker yang berisi pesan berupa gambar atau tulisan dan dapat ditempel dimana saja. Seperti di kaca mobil, di folder buku, maupun di kaca jendela rumah.

(51)

49

Buku Panduan Mini

Gambar 4.12. Buku Panduan Mini

Buku panduan mini juga merupakan satu rangkaian merchandise

yang dibagikan setelah khalayak sasaran membeli tiket. Buku ini memuat informasi dan tips serta note yang berguna untuk mencatat apapun, seperti budget belanja, jumlah uang simpanan, pengeluaran uang bulanan dan yang lainnya.

Ukuran : 10x10 cm

(52)

50

DAFTAR PUSTAKA

Canfield, J., Hansen, M, V., Peluso, T. (2009). Chicken Soup for the

Shopper’s Soul. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Masniari, A. (2008). Miss Jinjing : Belanja Sampai Mati. Jakarta: GagasMedia.

Venus, A. (2004). Manajemen Kampanye. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

Siregar, R. (2010, Juni). Shopping Disorders, Majalah Gogirl, hlm. 78.

Albani, M. (2009). Muslimah Shopaholic. Diakses pada 13 Juli 2010 dari w.w.w:

/http://akhialbani.wordpress.com/2009/06/01/muslimah-Mardhotillah, B. (2009). It's All About Shopaholic (dari buku 'Tips Cerdas untuk si penyuka belanja’ by: Indari Mastuti). Diakses pada 13 Juli 2010 dari w.w.w: /http://mardhotillah-islamic-deepfeeling. blogspot.com/2009/05/its-all-about-shopaholic-dari-buku-tips.html

(53)

51

(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Data Pribadi

Nama Lengkap : Sagita Amalia Resstiani Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 3 Desember 1988 Jenis Kelamin : Perempuan

Status Perkawinan : Belum Nikah

Agama : Islam

Pendidikan Terakhir : Sarjana Desain/Desain Komunikasi Visual

Alamat : Komp. Nata Endah II Jl. Semboja P-63, Bandung 40225 Telepon/HP : 085659018988

Email : uq2boy@yahoo.co.id

Pendidikan Formal

 TK Bumi Asri, Bandung (1993-1994)  SD Assalam 1, Bandung (1994-2000)  SMP Negeri 36, Bandung (2000-2003)  SMA Negeri 18, Bandung (2003-2006)

 Universitas Komputer Indonesia di Bandung, (2006-2010)

Pendidikan Non Formal

 Pendidikan dan Pelatihan Komputer SD Assalam (2000)  Latihan Kepemimpinan Siswa SLTP (2000)

 Ganesha Operation (2006)

Gambar

Gambar 2.1. Mahasiswa dengan Banyak Tas Belanja di
Gambar 3.1. Layout 1
Gambar 3.6. Gambar 1
Gambar 3.7. Gambar 2
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Neff (2011) seseorang yang terus-menerus memberikan compassion pada orang lain, maka individu tersebut akan kesulitan memberikan compassion pada dirinya sendiri, atau

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Uses and Gratification yang menekankan pada kegunaan dan kepuasan seseorang, yang artinya yaitu responden atau khalayak

Ketika seseorang sudah menemukan arti dalam kehidupannya, baik dalam kesenangan maupun dalam penderitaan yang terus menerus, maka orang tersebut dapat dikatakan memiliki makna

apabila berbeda dari yang lain dan tidak pasaran, hal yang seperti ini menyebabkan barang yang dimiliki atau dipakai memiliki nilai lebih dimata sipemakai itu

Jadi dapat disimpulkan bahwa pembinaan keagamaan remaja di desa Lowa itu sesuai dengan landasan teori yang ada, dimana pembinaan yang dilaksanakan di rumah

Dalam teori Akomodasi Komunikasi dijelaskan bahwa dalam percakapan, seseorang memiliki pilihan, diantaranya seseorang dapat menciptakan percakapan yang melibatkan penggunaan

Secara ringkas seseorang yang memiliki semangat enterpreneurship pertama- tama adalah seseorang yang memiliki mindset (pola pikir), kebiasaaan, karakter, dan

Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah ada, serta teori yang mendukung bahwa seseorang dengan penyakit keturunan akan memiliki pola dermatoglifi yang khas,