• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi UU No 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan Dalam Pengelolaan Yayasan Di Yayasan Pesantren Modern Daar Al-Uluum Asahan-Kisaran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Implementasi UU No 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan Dalam Pengelolaan Yayasan Di Yayasan Pesantren Modern Daar Al-Uluum Asahan-Kisaran"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI UU NO 28 TAHUN 2004 TENTANG

YAYASAN

DALAM PENGELOLAAN YAYASAN

DI YAYASAN PESANTREN MODERN DAAR AL-ULUUM

ASAHAN-KISARAN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh:

JAMRON

070200324

Departemen Hukum Keperdataan

Program Kekhususan Hukum Perdata (BW)

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

IMPLEMENTASI UU NO 28 TAHUN 2004 TENTANG YAYASAN

DALAM PENGELOLAAN YAYASAN DI YAYASAN

PESANTREN MODERN DAAR AL-ULUUM

ASAHAN – KISARAN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Guna Memenuhi Syarat Dalam Mencapai Gelar

Sarjana Hukum

OLEH:

JAMRON

NIM: 070200324

DEPARTEMEN HUKUM PERDATA BW

Disetujui Oleh:

KETUA DEPARTEMEN HUKUM PERDATA

Dr. Hasim Purba, SH. M.Hum

NIP. 196603031985081001

DOSEN PEMBIMBING I DOSEN PEMBIMBING II

Prof. Dr. H. Tan Kamello, SH., MS Dr. Idha Aprilyana S, SH., M.Hum

NIP. 196204211988031004 NIP. 197604142002122003

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt dan junjungan kita, Rasulullah Saw atas segala rahmat dan karunia yang telah diberikan-Nya.

Tiada ungkapan yang lebih pantas diungkapkan selain rasa syukur yang sedalam-dalamnya kepada Allah Swt, karena berkat rahmat dan karunia-Nyalah akhirnya penulis dapat menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan merampungkan penulisan skripsi yang berjudul: “IMPLEMENTASI UU NO 28 TAHUN 2004 TENTANG YAYASAN DALAM PENGELOLAAN YAYASAN DI YAYASAN PESANTREN MODERN DAAR AL-ULUUM ASAHAN-KISARAN”.

Sesungguhnya banyak pihak yang memberikan dorongan dan pencerahan serta dukungan dan bantuan dalam penulisan skripsi ini, sehingga penulis merasa sangat berhutang budi terhadap mereka yang telah memberikan kontribusi dan wawasan keilmuan di bidang hukum. Mudah-mudahan menjadi amal jariah bagi mereka nantinya. Melalui kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih, penghormatan dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Prof. Dr. Runtung, SH., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Syafruddin Hasibuan, SH., M.H., DFM., selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. M. Husni, SH., M.Hum., selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Dr. Hasyim Purba, SH., M.Hum., selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Syamsul Rizal, SH., M.Hum., selaku Ketua Jurusan Hukum Perdata (BW) di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Rabiatul Syahriah, SH., M.Humselaku Sekretaris Jurusan Hukum Perdata (BW) di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(4)

9. Dr. Idha Aprilyana. S, SH., M.Hum., selaku dosen Pembimbing II di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

10.Amsali Syahputera Sembiring, SH., M.Hum., selaku Dosen Penasehat Akademik.

11.Dan Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, terima kasih atas segala bimbingan dan ilmu yang telah diberikan mudah-mudahan ilmu yang telah mereka berikan bermanfaat dan menjadi amal jariah nantinya. Seluruh Tenaga Administrasi serta staf Pegawai Tata Usaha Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

12.Secara Khusus Penulis juga ingin mengungkapkan penghargaan dan penghormatan serta ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada keluarga yakni:

a. Ayahanda tercinta H. Aman Sholeh Pasaribu., Ayah merupakan seorang sosok yang paling saya kagumi, yang mana Ayahlah yang telah membimbing saya dari kecil hingga saat sekarang ini dan sampai selama-lamanya. Satu hal yang paling saya kagum dan patut saya contoh dari Ayah, tidak pernah putus asa dalam segala hal demi kebaikan anak-anaknya.Ayah tidak pernah menghambat apa yang menjadi kemauan atau keinginan anak-anaknya yang tentunya kepada hal-hal positif. Walaupun Ayah dalam jenjang pendidikannya tidak tamat SD (Sekolah Dasar) tetapi Ayah bisa membimbing semua anak-anaknya dapat mengenyam pendidikan sampai ke Perguruan Tinggi.

b. Ibunda tercinta Hj. Kasimah Sinaga.,atas segala kasih sayang, cinta, nasehat, doa dan perjuanganmu yang tidak henti-hentinya hingga saya bisa menjadi seperti ini. Saya memahami bahwa memang Ibu secara langsung tidak pernah untuk membimbing kami tapi peran Ibulah yang paling saya rasakan langsung dalam mengarungi hidup dan kehidupan ini. Karena tanpa kehadiran sosok Ibu di dalam keluarga kita mungkin keteguhan seorang Ayah dalam membimbing kami tidak akan pernah kami rasakan. Karena Ibulah yang selalu mengingatkan Ayah untuk tidak pernah berputus asa untuk membimbing kami semua anak-anaknya.

(5)

d. Buat semua keluarga besar saya Kakanda Nurhabibah Pasaribu, Nurhayati Pasaribu, Am.Kep, H. Hamdani Pasaribu, LC., MA, Julita Pasaribu, Spd.I, Meisahara Pasaribu dan Adinda Irpan Pasaribu, Rodiah Pasaribu, Julham Pasaribu, Nurhamidah Pasaribu. Tanpa dorongan dan doa Kakanda dan Adinda semua mungkin saya tidak dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini, dan tentunya semuanya itu atas izin Allah Swt Tuhan Yang Maha Esa.

13.Buat semua teman- temanku seperjuangan selama menuntut Ilmu di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Khususnya sahabat-sahabatku seperjuangan angkatan 2007.

14.Buat semua guru-guruku yang berada di PMDU, khususnya kepada Buya Drs. H. M. Sya’ban Nasution, SPd.I yang selama penulisan skripsi ini telah banyak memberikan informasi yang saya butuhkan selama riset di PMDU mudah-mudahan Allah Swt membalas kebaikan beliau. Amiin. Kepada Ummi Nurhayati, S.Ag dan kepada Abanganda Dedi Andri, S.sos.I.

Kiranya tidak lah cukup kata-kata yang penulis sampaikan kepada mereka yang telah mendorong, memberikan nasehat dan bimbingan dalam menghadapi perjuangan hidup ini. Semoga Allah Swt membalas semua kebaikan mereka. Amiin.

(6)

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan juga bagi pembaca dan dunia pendidikan pada umumnya. Akhirnya kepada Allah Swt penulis memohon ampunan dan kepada manusia penulis meminta maaf semoga saya dalam mengarungi hidup ini selalu dalam naungan dan ridhonya Allah Swt. Amiin.

Medan, September 2011

Penulis

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR……… i

DAFTAR ISI……… v

ABSTRAKSI……… viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah……… 1

B. Perumusan Masalah………. 6

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan………... 6

D. Keaslian Penulisan……….. 8

E. Tinjauan Kepustakaan………. 8

F. Metode Penulisan……… 12

G. Sistematika Penulisan………. 14

BAB II URAIAN UMUM TENTANG YAYASAN A. Pengertian Yayasan……… 16

B. Maksud dan Tujuan Yayasan………. 18

C. Pengaturan Hukum Tentang Yayasan di Indonesia…….. 19

D. Pendirian dan Pembubaran Yayasan………. 20

1. Pendirian Yayasan……….. 20

2. Pembubaran Yayasan……….. 25

E. Kekayaan Yayasan……… 29

1. Kekayaan yang Dipisahkan………. 29

2. Perolehan Kekayaan Yayasan………. 30

(8)

BAB III SEJARAH, TUJUAN DAN STRUKTUR ORGANISASI

YAYASAN PESANTREN MODERN DAAR AL-ULUUM

A. Sejarah Berdirinya Yayasan PesantrenModern

Daar Al-Uluum……… 49

B. Tujuan Pendirian Yayasan Pesantren Modern

Daar Al-Uluum……… 55

1. Tujuan Sosial, Keagamaan, dan Kemanusiaan…… 55

2. Tujuan Kekayaan Yayasan………. 57

3. Tujuan Usaha Yayasan……… 60

C. Struktur organisasi Yayasan Pesantren Modern

Daar Al-Uluum………. 61

1. Organ Yayasan Pesantren Modern

Daar Al-Uluum………. 61

2. Syarat Pengangkatan Organ Yayasan Pesantren

Modern Daar Al-Uluum……… 63

3. Kewenanngan Organ-Organ Yayasan Pesantren

Modern Daar Al-Uluum……… 69

4. Tanggung Jawab Organ YayasanPesantren

Modern Daar Al-Uluum……… 73

BAB IV IMPLEMENTASI UU NO 28 TAHUN 2004 TENTANG

YAYASAN DALAM PENGELOLAAN YAYASAN DI

YAYASAN PESANTREN MODERN DAAR AL-ULUUM

A. Keabsahan Pendirian Yayasan Pesantren Modern

Daar Al-Uluum Ditinjau dari UU No 28 Tahun 2004

tentang Yayasan……….. 78

B. Status Hukum Yayasan Pesantren Modern

Daar Al-Uluum Ditinjau dari UU No 28 Tahun 2004

tentang Yayasan……… 87

C. Perubahan-perubahan dalam Pengelolaan Yayasan

(9)

Setelah Berlakunya UU No 28 Tahun 2004

tentang Yayasan……... 91

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan………... 99

B. Saran……… 100

(10)

ABSTRAKSI

Fakta menunjukkan bahwa dewasa ini kecendrungan masyarakat mendirikan yayasan dengan maksud untuk berlindung dibalik status badan hukum yayasan yang tidak hanya digunakan sebagai wadah mengembangkan kegiatan sosial, keagamaan dan kemanusiaan, melainkan juga adakalanya bertujuan memperkaya diri para pendiri, pengurus dan pengawas.Itulah sebabnya penulis membahas masalah pengimplementasian sistem pengelolaan yayasan di salah satu yayasan yang ada di Indonesia yaitu Yayasan Pesantren Modern Daar Al-Uluum (YPMDU) Asahan Kisaran menurut UU No 28 Tahun 2004 tentang Yayasan. Dimana yang akan dibahas adalah keabsahan pendirian, status badan hukum,perubahan-perubahan sistem pengelolaan yayasan di YPMDU Asahan Kisaran menurut UU No 28 Tahun 2004 tentang Yayasan.

Dalam membahas masalah ini digunakan pendekatan normative yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara lebih dahulu bahan-bahan kepustakaan hukum yang berhubungan dengan permasalahan dan pendekatan sosiologis yang melihat kenyataan-kenyataan yang ada dalam masyarakat dengan sifat penelitian deskriptif analitis yaitu suatu metode yang dapat digunakan untuk meneliti kelompok manusia, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu peristiwa pada masa sekarang. Dengan mengumpulkan data primer dan skunder dengan menggunakan metode observasi yang berperan serta dengan wawancara terbatas terhadap beberapa responden.

(11)

ABSTRAKSI

Fakta menunjukkan bahwa dewasa ini kecendrungan masyarakat mendirikan yayasan dengan maksud untuk berlindung dibalik status badan hukum yayasan yang tidak hanya digunakan sebagai wadah mengembangkan kegiatan sosial, keagamaan dan kemanusiaan, melainkan juga adakalanya bertujuan memperkaya diri para pendiri, pengurus dan pengawas.Itulah sebabnya penulis membahas masalah pengimplementasian sistem pengelolaan yayasan di salah satu yayasan yang ada di Indonesia yaitu Yayasan Pesantren Modern Daar Al-Uluum (YPMDU) Asahan Kisaran menurut UU No 28 Tahun 2004 tentang Yayasan. Dimana yang akan dibahas adalah keabsahan pendirian, status badan hukum,perubahan-perubahan sistem pengelolaan yayasan di YPMDU Asahan Kisaran menurut UU No 28 Tahun 2004 tentang Yayasan.

Dalam membahas masalah ini digunakan pendekatan normative yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara lebih dahulu bahan-bahan kepustakaan hukum yang berhubungan dengan permasalahan dan pendekatan sosiologis yang melihat kenyataan-kenyataan yang ada dalam masyarakat dengan sifat penelitian deskriptif analitis yaitu suatu metode yang dapat digunakan untuk meneliti kelompok manusia, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu peristiwa pada masa sekarang. Dengan mengumpulkan data primer dan skunder dengan menggunakan metode observasi yang berperan serta dengan wawancara terbatas terhadap beberapa responden.

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini tampak dimasyarakat bahwa peranan yayasan diberbagai

sektor, misalnya disektor sosial, pendidikan dan agama sangat menonjol. Oleh

karena itu, lembaga tersebut hidup dan tumbuh berdasarkan kebiasaan yang

hidup di dalam masyarakat. Namun demikian, tidaklah berarti bahwa di

Indonesia sama sekali tidak ada ketentuan yang mengatur tentang yayasan.

Secara sporadis dalam beberapa pasal undang-undang disebut adanya yayasan,

seperti misalnya Pasal 365, 899, 900, dan Pasal 1680 KUHPerdata, kemudian

dalam Pasal 6 ayat (3) dan Pasal 263 Rv, serta Pasal 2 ayat (7)

Undang-Undang Kepailitan (Faillissements-verordening).1

Selain itu, di dalam Peraturan Menteri Penerangan Republik Indonesia No.01/Per/Menpen/1969 tentang Pelaksanaan Ketentuan-Ketentuan Mengenai Perusahaan Pers, dalam Pasal 28 disebutkan bahwa untuk perusahaan yang bergerak dibidang Penerbitan Pers harus berbentuk Badan Hukum. Yang dianggap sebagai badan hukum oleh Permen tersebut adalah Perseroan Terbatas (PT), Koperasi atau Yayasan. Di dalam beberapa ketentuan perpajakan juga disebutkan tentang yayasan. Di dalam berbagai peraturan perundang-undangan agraria, dimungkinkan pula bagi yayasan mempunyai hak atas tanah.2

Bahkan sejak tanggal 25 Agustus 1961 telah dibentuk yayasan Dana

Landreform oleh Menteri Agraria sebagai pelaksana dari Peraturan

      

1

Nadzir Said. 1987 Hukum Perusahaan di Indonesia I (Perorangan), Alumni, Bandung, hlm.20.

2

(13)

Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961.3 Pada tahun 1993, di dalam Keputusan

Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 227/KMK.017/1993, juga telah

dikenal Yayasan Dana Pensiun.4 Walaupun yayasan telah diatur di dalam

beberapa ketentuan di Indonesia pada waktu itu, namun belum ada satu pun

dari ketentuan-ketentuan tersebut yang memberikan rumusan mengenai

definisi yayasan, status hukum yayasan, serta cara mendirikan yayasan.

Yayasan adalah badan hukum, pengakuan sebagai badan hukum

didasarkan pada kebiasaan dan Yurisprudensi. Namun tidak diketahui dengan

pasti saat yayasan sebagai badan hukum, sebab tidak ada yang mengatur hal

tersebut. Di dalam praktek hukum yang berlaku di Indonesia, pada umumnya

yayasan selalu didirikan dengan akta notaris sebagai syarat untuk

terbentuknya suatu yayasan. Namun demikian, ada pula beberapa yayasan

yang dibentuk dengan Peraturan Pemerintah (PP) dan Keputusan Presiden

(Kepres).5 Di dalam akta notaris dimuat ketentuan dengan pemisahan harta

kekayaan oleh pendiri yayasan, yang kemudian tidak boleh dikuasai lagi oleh

pendiri. Akta notaris ini tidak didaftarkan di Pengadilan Negeri, dan tidak pula

diumumkan dalam berita Negara. Para pengurus yayasan tidak diwajibkan

untuk mendaftarkan dan mengumumkan akta pendirinya, juga tidak

disyaratkan pengesahan dari Menteri Kehakiman sebagai tindakan preventif.

       3

Boedi Harsono. 1994. Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok

Agraria, Isi, dan Pelaksanaanya, Jilid I Hukum Tanah Nasional, Djambatan, Jakarta, hlm. 320.

4

A Setiadi. 1995. Dana Pensiun Sebagai Badan Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 241.

5

(14)

Setalah keluarnya UU No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan

sebagaimana telah direvisi dengan UU No. 28 tahun 2004 tentang Perubahan

atas UU No. 16 tahun 2001 tentang Yayasan, yang selanjutnya disebut dengan

Undang-Undang Yayasan (UUY), maka secara otomatis penemuan status

badan hukum yayasan harus mengikuti ketentuan yang ada di dalam UUY

tersebut. Dalam UUY disebutkan bahwa yayasan memperoleh status badan

hukum setelah akta pendirian memperoleh pengesahan dari Menteri (Pasal 10

ayat (1)). Bagi yayasan yang telah ada sebelum adanya UUY ini, dan telah

didaftarkan di Pengadilan Negeri dan diumumkan dalam Tambahan Berita

Negara Republik Indonesia, atau didaftarkan di Pengadilan Negeri dan

mempunyai izin operasi dari instansi terkait, dinyatakan sebagai badan hukum

dengan ketentuan dalam waktu paling lambat 5 (lima) tahun sejak mulai

berlakunya undang-undang ini, yayasan tersebut wajib menyesuaikan

Anggaran Dasarnya dengan UUY. Selain itu, yayasan tersebut wajib

didaftarkan di Departemen Hukum dan perundang-undangan paling lambat 1

(satu) tahun setelah pelaksanaan penyesuaian.

Di satu sisi, masih banyak yayasan yang belum terdaftar di Pengadilan

Negeri, serta diumumkan di dalam lembaran Negara, sementara disisi lain di

dalam pasal serta penjelasan UUY tersebut telah dicantumkan sanksi bagi

yayasan yang tidak melaksanakan kewajiban tersebut. Walaupun diakui

selama ini bahwa yayasan adalah badan hukum, tetapi yayasan sebagai badan

hukum berbeda dengan Perseroan Terbatas (PT), terutama dari segi tujuan.

(15)

melarang yayasan untuk menjalankan perusahaan. Ada kegiatan usaha

yayasan yang dilakukan tidak semata-mata ditujukan untuk mencari laba,

melainkan melaksanakan amal walaupun tidak mustahil bahwa yayasan itu

mendapat keuntungan. Walaupun pada hakikatnya yayasan ini tidak bertujuan

untuk mengejar keuntungan, tetapi dengan banyaknya kemudahan-kemudahan

yang diberikan kepada yayasan, baik dari segi prosedur pendiriannya, maupun

operasionalnya, sehingga banyak orang atau badan yang sengaja mendirikan

yayasan. Padahal, pendirian yayasan ini hanya merupakan kedok untuk

mendapatkan kemudahan-kemudahan atau fasilitas-fasilitas lain, seperti untuk

menghindari pajak. Dengan kata lain, banyak yayasan yang melakukan bisnis

terselubung dengan dalih untuk mencapai tujuan yayasan.

Dalam UUY, telah diperkenankan bagi yayasan untuk mendirikan

badan usaha dengan ketentuan, bahwa penyertaan kekayaan yayasan paling

banyak 25 % (dua puluh lima persen) dari seluruh kekayaan yayasan.

Ketentuan ini dimaksudkan agar setiap yayasan yang hendak mendirikan

badan usaha hendaknya mempertimbangkan dengan cermat. Selain itu, juga

dimaksudkan untuk menghindari agar yayasan tidak menyimpang dari maksud

dan tujuan pendirian yayasan yang bersifat sosial, keagamaan, dan

kemanusiaan.

Pada umumnya yayasan ini didirikan oleh satu atau beberapa orang

dengan memisahkan harta kekayaan dengan tujuan sosial, artinya yayasan ini

harus untuk kepentingan suatu kelompok masyarakat di luar yayasan yang

(16)

beberapa Pasal di dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, seperti pasal 27

ayat (1) dan (2), Pasal 31 dan Pasal 34.

Mengingat bahwa yayasan ini harus untuk kepentingan suatu

kelompok masyarakat di luar yayasan yang yayasan merasa perlu untuk

dibantu, maka yayasan tidak mempunyai anggota. Sebelum berlakunya UUY,

satu-satunya organ yayasan yang dimiliki adalah pengurus. Pengurus inilah

yang mewakili kepentingan yayasan, baik di dalam maupun di luar

pengadilan. Dalam praktek rupanya belum ada keseragaman mengenai organ

yayasan, tetapi semuanya tergantung kepada yayasan itu sendiri. Organ

yayasan dapat terdiri dari pendiri, badan penyantun, pengurus, dan

kadang-kadang ada suatu badan pengawas khusus/internal. Akan tetapi yang selalu

ada adalah pendiri dan pengurus. Dengan berlakunya UUY, maka organ

yayasan selain pengurus, dikenal juga Pembina dan pengawas.

Kekayaan yayasan baik berupa uang maupun barang serta kekayaan

lain yang diperoleh yayasan dilarang untuk dialihkan atau dibagikan baik

secara langsung atau tidak langsung kepada organ, pegawai atau pihak lain

yang mempunyai kepentingan terhadap yayasan. Akan tetapi akhir-akhir ini,

motivasi pendirian yayasan tidak lagi sepenuhnya bertujuan sosial. Bahkan

tujuan sosial hanya merupakan kamuflase, sebab motivasi dari pendiri ini ada

pula hanya untuk alternatif meningkatkan kesejahteraan para pendiri atau

keluarganya. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila banyak timbul

(17)

Fakta menunjukkan kecenderunngan masyarakat mendirikan yayasan

dengan maksud untuk berlindung dibalik status badan hukum yayasan yang

tidak hanya digunakan sebagai wadah mengembangkan kegiatan sosial,

keagamaan dan kemanusiaan, melainkan juga adakalanya bertujuan

memperkaya diri para pendiri, pengurus dan pengawas.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan atas latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya maka

pokok permasalahan yang akan diangkat dalam skripsi ini adalah:

1. Bagaimana keabsahan pendirian Yayasan Pesantren Modern Daar

Al-Uluum ditinjau dari UU No. 28 Tahun 2004 tentang Yayasan?

2. Bagaimana status hukum Yayasan Pesantren Modern Daar Al-Uluum

ditinjau dari UU No. 28 Tahun 2004 tentang Yayasan?

3. Apakah ada perubahan-perubahan dalam pengelolaan yayasan di

Yayasan Pesantren Modern Daar Al-Uluum setelah berlakunya UU

No. 28 Tahun 2004 tentang Yayasan?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai

berikut:

1. Untuk mengetahui keabsahan pendirian Yayasan Pesantren Modern

Daar Al-Uluum ditinjau dari UU No. 28 Tahun 2004 tentang Yayasan.

2. Untuk mengetahui status hukum Yayasan Pesantren Modern Daar

(18)

3. Untuk mengetahui perubahan-perubahan dalam pengelolaan yayasan

di Yayasan Pesantren Modern Daar Al-Uluum setelah berlakunya UU

No. 28 Tahun 2004 tentang Yayasan.

Sebuah karya tulis dibuat diharapkan dapat memberikan suatu

manfaat, demikian pula yang diharapkan dari penulisan skripsi ini. Adapun

manfaat dari penulisan skripsi ini adalah :

1. Secara teoretis, penulisan skripsi ini diharapkan dijadikan sebagai

bahan kajian terhadap perkembangan hukum khususnya yang

berkaitan dengan yayasan. Selain itu, skripsi ini juga akan dapat

memberikan sumbangan pikiran yuridis terhadap perkembangan

hukum agar nantinya lebih dapat mengikuti atau bahkah mengimbangi

perkembangan teknologi informasi yang semakin cepat. Dan selain itu

juga diharapkan agar dapat memberikan pemahaman dan wawasan

ilmiah baik secara khusus maupun secara umum berkenaan dengan

masalah tanggung jawab para pihak atas permasalahan yang terjadi

dalam pelaksanaan pengelolaan yayasan.

2. Secara praktis, dapat memberikan wawasan mengenai pengelolaan

yayasan yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

berlaku. Kemudian sebagai masukan bagi pihak-pihak yang terkait

dengan masalah skripsi ini dan bahkan dapat digunakan sebagai

(19)

D. Keaslian Penulisan

Penulisan skripsi ini didasarkan pada ide, gagasan, maupun pemikiran

penulis secara pribadi. Skripsi ini benar-benar hasil karya sendiri, bukan

jiplakan dari karya orang lain. Baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau

penemuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk

berdasarkan kode etik ilmiah.

Berdasarkan penelusuran yang penulis lakukan baik melalui internet,

maupun perpustakaan ditemukan fakta bahwa belum ada sebuah skripsi yang

mengkhususkan diri untuk membahas masalah tentang Implementasi UU No.

28 Tahun 2004 tentang Yayasan dalam Pengelolaan Yayasan di Yayasan

Pesantren Modern Daar Al-Uluum Asahan-Kisaran.6

Sehingga penulis sampai kepada suatu kesimpulan, bahwa mengenai

keberadaan kutipan pendapat dalam penulisan skripsi ini adalah hal yang tidak

perlu untuk diperdebatkan karena sebuah kutipan merupakan hal yang lumrah

dan wajar karena diajukan semata-mata demi kesempurnaan tulisan ini, jadi

sama sekali tidak ada maksud penulis untuk melakukan suatu tindakan plagiat.

E. Tinjauan Kepustakaan

Jika kita telusuri lebih jauh mengenai yayasan ini sebenarnya

berupakan badan hukum. Untuk hal ini dapatlah dilihat bunyi peraturan utama

yayasan, yakni Undang-Undang No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan maka

       6

(20)

yang dimaksud dengan yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas

kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan mencapai tujuan tertentu

dibidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota.

Selanjutnya yayasan merupakan badan hukum, artinya yayasan secara hukum dianggap bisa melakukan tindakan-tindakan yang sah dan mempunyai akibat hukum walaupun nanti secara nyata yang bertindak adalah organ-organ yayasan, baik Pembina, pengawas, maupun pengurusnya. Menurut Paul Scholten dan Pitlo, kedudukan badan hukum itu diperoleh bersama-sama dengan berdirinya yayasan itu. Yayasan memiliki kekayaan tertentu, artinya yayasan mempunyai asset, baik bergerak maupun tidak, yang pada awalnya diperoleh dari modal/kekayaan pendiri yang telah dipisahkan. Maka, yayasan secara hukum mempunyai kekayaan sendiri yang terlepas dan mandiri. Kemudian yayasan mempunyai tujuan tertentu yang merupakan pelaksanaan nilai-nilai, baik keagamaan, sosial, maupun kemanusiaan. Dan yayasan tidak mempunyai anggota. Maksudnya adalah bahwa yayasan tidak mempunyai semacam pemegang saham sebagaimana Perseroan Terbatas (PT) atau lainya. Namun yayasan tentu saja digerakkan oleh organ-organ yayasan, baik Pembina, pengawas dan terlebih lagi peran utama pengorganisasian yayasan berada ditangan pengurus dengan pelaksana hariannya.7

Pembina adalah organ yayasan yang mempunyai kewenanngan yang

tidak diserahkan kepada pengurus atau pengawas oleh undang-undang

yayasan atau anggaran dasar.8

Pengurus adalah organ yayasan yang melaksanakan kepengurusan

yayasan. Pengawas adalah organ yayasan yang bertugas melakukan

pengawasan serta memberi nasihat kepada pengurus dalam menjalankan

kegiatan yayasan.9

Yayasan walaupun subjek hukum, tapi bukanlah makhluk hidup seprti

manusia, melainkan adalah badan hukum. Yayasan kehilangan daya berpikir

       7

Adib Bahari. 2010. Prosedur Pendirian Yayasan. Pustaka Yustitia, Yogyakarta, hlm. 2-3.

8

Ibid., hlm. 80 9

(21)

dan kehendaknya, karenanya yayasan tidak dapat melakukan

perbuatan-perbuatan hukum sendiri.10

Berbeda dengan manusia yang dapat bertindak sendiri, yayasan sekalipun sebagai badan hukum merupakan subjek hukum mandiri, tetapi pada dasarnya adalah “orang ciptaan hukum” (artificial person) yang hanya dapat melakukan perbuatan hukum dengan perantaraan manusia sebagai wakilnya. Walaupun di dalam bertindak yayasan harus melalui perantaraan orang (naturlijk personen), tetapi orang tersebut tidak bertindak untuk dan atas nama dirinya, melainkan untuk dan atas pertanggung jawaban yayasan disebut organ. Ketergantungan yayasan pada wakil dalam melakukan perbuatan hukum menjadi sebab yayasan mempunyai organ.11

Menurut Polak, 12 dahulu memang banyak yang menerima bahwa

hubungan antara badan hukum dengan organnya adalah pemberian kuasa.

Anggapan yang demikian ditolak oleh Paul Scholten13 dan juga oleh Pitlo.14

Menurutnya bahwa perwakilan itu bermacam-macam, dan pemberian kuasa

itu hanya salah satu sumber dari perwakilan. Bentuk perwakilan pada badan

hukum merupakan suatu perwakilan khusus yang ditetapkan dalam anggaran

dasar dan peraturan-peraturan lain dari organisasi badan hukum itu sendiri.

Menurut Paul Scholten, bahwa bentuk perwakilan dalam badan hukum itu

masuk ke dalam golongan aansreling (pengangkatan), tetapi yang menentukan

luasnya wewenang yang diwakili, adalah anggaran dasar/statutair, bukan oleh

      

10

 Ali Ridho. 1989. Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan,

Koperasi, Yayasan, Wakaf, Alumni. Bandung, hlm. 17.

11

 Fred B.G. Tambunan. 2001. Mencermati Yayasan Sebagaimana Dimaksudkan oleh

Undang-Undang Yayasan. Makalah pada seminar “Pengelolaan aset Gereja Menyongsong Berlakunya UU Yayasan” diselenggarakan oleh: Suara Pembaharuan bekerjasama dengan Kantor Hukum Aldentua

Siringoringo, SH & Fartner dan Imet, Jakarta 31 Agustus 2001, hlm. 7. 12

 M. Polak. Handboek voor het Nederlandse Handels en Faillissement srecht, sebagaimana dikutip oleh Ali Ridho, Op.cit., hlm. 18.

13

 Paul Scholten. Vertegenwoordiging en Faillisement, dikutip oleh Ali Ridho, Ibid., hlm. 18. 14

Pitlo. Het Rechts Personenrecht naar het Nederlands Burgelijk Wet Boek., hlm. 476. Sebagaimana dikutip oleh Ali Ridho. Ibid.

(22)

rapat umum, ataupun yang mengangkatnya. Pengangkatan pengurus oleh rapat

umum juga bukan merupakan pemberian kuasa/beban. Jadi meskipun

pengurus ada dibawah rapat umum, akan tetapi rapat umum tidak bisa

memerintah direksi, sebab luasnya dan wewenang mewakili itu ditentukan

oleh anggaran dasar. Pendapat senada juga dikemukakan oleh Assers.15

Walaupun pengurus merupakan wakil dari badan hukum, tetapi perbuatan dari

pengurus itu tidak dapat disamakan dengan wakil biasa yang diwakili oleh

orang lain. Pada badan hukum setiap tindakanya selalu diwakili oleh organ,

sehingga perbuatan organ merupakan perbuatan badan hukum itu sendiri.

Selanjutnya Soenawar Soekawati16 membagi perwakilan dalam 3

golongan, yaitu:

1. Perwakilan menurut undang-undang atau wettelijk vertegenwoordiging, yaitu perwakilan yang timbul dari (berdasarkan) undang-undang, artinya undang-undang telah mennunjuk dan menetapkan orang-orang yang dapat menjadi wakil, misalnya orang tua, wali, kurator dan lain-lain.

2. Perwakilan menurut perjanjian disebut juga volmach, artinya vertegenwoordingingsacht/kekuasaan untuk mewakili dalam macam ini (bentuk volmach) dapat timbul dari (berdasarkan) perjanjian pemberian kuasa (lastgving) atau perjanjian kerja (arbeidsovereenkomst) atau dari perjanjian untuk mengadakan suatu truste (waarbij een trustee woordt aan gesteld).

3. Perwakilan organik atau organieke vertegenswoordiging, artinya perwakilan yang timbul dari (berdasarkan) statute suatu badan hukum, jadi tidak ada perjanjian maupun undang-undang.

Menurut ilmu pengetahuan (para sarjana)17 “perwakilan” dibagi dalam :

      

15

 C. Assers. 1968. Handleiding To De Beofening van Het Nederlands Burgelijk Rech. Uitgeversmaatschappij. W.E.J. Tjeenk Willink-Zwolle., hlm. 141. Sebagaimana dikutip oleh Anwar Barohima. Op.cit.

16

 Chidir Ali. 1991. Badan Hukum, Alumni, Bandung, hlm. 187. 17

(23)

a. Perwakilan menurut undang-undang, (wettelijke vertegenwoordinging)

b. Perwakilan menurut perjanjian (volmacht).

Mengingat bahwa perwakilan dalam badan hukum bukan pemberian

kuasa, maka Pasal 1795 dan Pasal 1796 KUHPerdata tidak berlaku bagi

perwakilan badan hukum.

F. Metode Penulisan

Setiap penelitian ilmiah haruslah menggunakan metode penelitian

yang sesuai agar dapat diperoleh hasil penelitian yang validitas yang tinggi.

Metode penelitian adalah bagaimana secara berurut suatu penelitian dilakukan,

yaitu dengan alat apa dan prosedur bagaimana suatu penelitian dilakukan.18

Jadi suatu metode harus dipilih berdasarkan pada kesesuaian

terhadap masalah yang akan diteliti, yang nantinya berhasil atau tidaknya

suatu penelitian sangat tergantung pada metode yang dipakai, maka dalam

skripsi ini menggunakan metode penelitian sebagai berikut:

1. Metode pendekatan.

Metode pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah

pendekatan normative yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara lebih

dahulu bahan-bahan kepustakaan hukum yang berhubungan dengan

permasalahan dan pendekatan sosiologis yang melihat

kenyataan-kenyataan yang ada dalam masyarakat.

      

18

(24)

2. Sifat Penelitian

Sifat penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah bersifat

deskriptif analitis. Penelitian jenis ini adalah suatu metode yang dapat

digunakan untuk meneliti kelompok manusia, suatu kondisi, suatu sistem

pemikiran ataupun suatu peristiwa pada masa sekarang. Tujuannya sendiri

adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis,

faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan

fenomena yang diselidiki.

3. Jenis Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua jenis data, yaitu:

a. Data primer adalah sejumlah data yang berupa keterangan atau

fakta yang secara langsung diperoleh di lapangan.

b. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari bahan-bahan

kepustakaan, yaitu dari bahan dokumentasi atau bahan yang ditulis

berupa peraturan perundang-undangan, buku-buku,

laporan-laporan, dan sebagainya yang berhubungan dengan permasalahan

yang diteliti.

4. Metode Analisis Data

Data yang dikumpulkan selengkap dan seteliti mungkin untuk

mempertegas gejala-gejala yang ada dan selanjutnya dilakukan

pengelolaan dan analisis data. Hal ini dimaksudkan untuk merangkai dan

menginterpretasikan serta pengambilan kesimpulan atas data yang

(25)

mengumpulkan data kedalam pola, kategori dan satuan uraian, dasar

sehingga dapat diketemukan dan dapat dirumuskan hipotesis kerja yang

disarankan oleh data.19

Metode analisis data yang digunakan dalam skripsi ini adalah

analisis kualitatif yaitu suatu metode dan taktik pengumpulan datanya

memakai metode observasi yang berperan serta dengan wawancara

terbatas terhadap beberapa responden. Analisis kualitatif ini ditujukan

terhadap data-data yang sifatnya berdasarkan kualitas, mutu dan sifat yang

nyata berlaku dalam masyarakat.20

G. Sistematika Penulisan

Dalam menghasilkan karya ilmiah yang baik, maka pembahasan

harus diuraikan secara sistematis. Untuk memudahkan penulisan skripsi

ini, maka diperlukan adanya sistematika penulisan yang teratur yang

terbagi dalam bab-bab yang saling berangkai satu sama lain. Adapun

sistematika penulisan skripsi ini adalah:

BAB I : Berisikan pendahuluan yang merupakan pengantar yang di

dalamnya terurai mengenai latar belakang penulisan skripsi,

perumusan masalah, kemudian dilanjutkan denngan tujuan

penulisan, manfaat penulisan, tinjauan kepustakaan, metode

penulisan yang kemudian diakhiri oleh sistematika penulisan.

      

19

 Hilman Hadikusuma, 1995. Metode Pembuatan Kertas Kerja atau Skripsi Ilmu Hukum, Bandung, Mandar Maju, hlm.78.

(26)

BAB II: Merupakan gambaran umum tentang yayasan dimana diuraikan

mengenai pengertian yayasan, maksud dan tujuan yayasan,

pengaturan hukum tentang yayasan di Indonesia, pendirian dan

pembubaran yayasan, dan kekayaan yayasan.

BAB III: Merupakan pembahasan mengenai sejarah, tujuan dan struktur

organisasi YPMDU Asahan Kisaran.

BAB IV: Merupakan bab yang membahas tentang Implementasi UU No.

28 Tahun 2004 tentang Yayasan di Yayasan Pesantren Modern

Daar Al-Uluum yang di dalamnya terurai keabsahan Yayasan

Pesantren Modern Daar Al-Uluum, status hukum Yayasan

Pesantren Modern Daar Al-Uluum ditinjau dari UU No. 28

tahun 2004 tentang Yayasan, dan perubahan-perubahan dalam

pengelolaan yayasan di Yayasan Pesantren Modern Daar

Al-Uluum setelah berlakunya UU No.28 Tahun 2004 tentang

Yayasan.

BAB V: Bab ini berisikan kesimpulan dari bab-bab yang telah dibahas

sebelumnya dan saran-saran yang mungkin berguna bagi para

pihak yang mengelola yayasan, pihak akademis dan orang-orang

(27)

BAB II

URAIAN UMUM TENTANG YAYASAN

A. Pengertian Yayasan

Sebelum membicarakan lebih lanjut tentang yayasan dan seluk beluknya

maka agar ada pemikiran secara sistematis, ada baiknya kita ketahui terlebih

dahulu pengertian yayasan. Menurut C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil21,

adalah: “Yayasan atau Stichting (Belanda), suatu badan hukum yang melakukan

kegiatan dalam bidang sosial.”

Subekti, menyatakan bahwa Yayasan adalah badan hukum di bawah

pimpinan suatu badan pengurus dengan tujuan sosial dan tujuan tertentu yang

legal22.

Dari pengertian di atas, secara umum dapat disimpulkan bahwa yayasan

merupakan suatu organisasi yang melakukan kegiatan sosial (amal) yang tidak

bertujuan untuk mencari keuntungan.

Dengan diudangkannya UUY, maka pengertian yayasan menjadi lebih

jelas. Pengertian yayasan berdasarkan Pasal 1 angka 1 UUY adalah sebagai

berikut:

      

21

C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil. 2000., Kamus Istilah Aneka Hukum. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan., hlm. 198. 

22

(28)

“Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyi anggota”.

Yayasan menurut UUY adalah suatu “badan hukum” yang untuk dapat

mnjadi badan hukum wajib memenuhi kriteria dan persyaratan tertentu yang

ditentukan oleh UUY.

Adapun kriteria yang ditentukan adalah:

1. Yayasan terdiri atas kekayaan yang dipisahkan;

2. Kekayaan yayasan diperuntukkan untuk mencapai tujuan yayasan;

3. Yayasan mempunyai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan dan

kemanusiaan;

4. Yayasan tidak mempunyai anggota;

Sedangkan persyaratan yang ditentukan agar yayasan dapat

diperlakukan dan memperoleh status sebagai badan hukum adalah pendirian

yayasan sebagai badan hukum harus mendapatkan pengesahan oleh Menteri

Kehakiman dan Hak Asasi Manusia.

Dalam hal dilakukan perubahan anggaran dasar, maka perubahan

anggaran dasar untuk mengubah nama dan kegiatan yayasan, harus mendapat

persetujuan dari Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, sedangkan

untuk perubahan anggaran dasar lainya dipersyaratkan adanya pemberitahuan

(29)

B. Maksud dan Tujuan Yayasan

Di Hindia Belanda, pernah dibuat undang-undang dengan staatsblad

1927-156 tentang Regeling van de Rechtspositie der Rechtsgenootschappen,

yang menentukan bahwa gereja (kerken) atau kerkgnootschappen adalah juga

badan hukum yang mempunyai maksud dan tujuan yang sama dengan

yayasan, yakni memiliki tujuan idiil, khusus di bidang keagamaan.23

Berkaitan dengan tujuan yayasan, di Indonesia terdapat yurisprudensi Mahkamah Agung dimana sebelum berlakunya UUY menjadi acuan bagi yayasan untuk penentuan tujuan yayasan. Berdasarkan yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia tanggal 8 Juli 1975 No. 476/K/Sip/1975, pertimbangan Pengadilan Negeri yang dibenarkan Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung, bahwa perubahan wakaf Al Is Af menjadi Yayasan Al Is Af dapat saja karena dalam hal ini tujuan dan maksudnya tetap, ialah untuk membantu keluarga terutama keturunan almarhum Almuhsin bin Abubakar Alatas. Dari putusan Mahkamah Agung tersebut jelas bahwa yayasan mempunyai tujuan untuk “membantu”. Perkataan “membantu” ini diinterpretasikan sebagai suatu kegiatan sosial. Adapun bantuan yang diberikan tersebut dapat hanya ditujukan kepada pihak tertentu saja, yakni dalam hal ini terutama kepada keturunan almarhum Almuhsin bin Abubakar Alatas.24

Dengan berlakunya UUY, maka maksud dan tujuan yayasan di

Indonesia harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

1. Untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan

kemanusiaan (lihat Pasal 1 angka 1 UUY).

2. Maksud dan tujuan yayasan harus bersifat sosial, keagamaan, dan

kemanusiaan (lihat Pasal 3 ayat (2) UUY).

      

23

 Arie Kusumastuti Maria Suhardiati. 2003., Hukum Yayasan di Indonesia.Jakarta: PT. Abadi., hlm. 16.

24

(30)

3. Maksud dan tujuan yayasan wajib dicantumkan dalam anggaran dasar

yayasan (Pasal 14 ayat (2) huruf b UUY).

Maksud dan tujuan yayasan tertentu, yaitu hal-hal yang sudah

ditentukan, sudah dibatasi, dan bersifat khusus untuk melakukan suatu

kegiatan. Jadi maksud dan tujuan yayasan tidak dapat bersifat umum.

C. Pengaturan Hukum Tentang Yayasan di Indonesia

Pada tanggal 6 Agustus 2001 lahirlah undang-undang yang mengatur

tentang Yayasan yaitu Nomor 16 Tahun 2001 Lembaran Negara (LN) No. 112

Tahun 2001 Tambahan Lembaran Negara (TLN) 4132 dan telah direvisi

dengan undang No. 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas

Undang-undang No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan LN No. 115 T.L.N. 4430.

Sebelum itu, tidak ada satu pun peraturan perundang-undanngan yang

mengatur secara khusus tentang yayasan di Indonesia. Selain itu, tampak

dimasyarakat bahwa peranan yayasan diberbagai sektor, misalnya disektor

sosial, pendidikan dan agama sangat menonjol. Oleh karena itu, lembaga

tersebut hidup dan tumbuh berdasarkan kebiasaan yang hidup di dalam

masyrakat. Namun demikian, tidaklah berarti bahwa di Indonesia sama sekali

tidak ada ketentuan yang mengatur tentang Yayasan. Secara sporadis dalam

beberapa pasal undang-undang disebut adanya yayasan, seperti: Pasal 365,

Pasal 899, 900, 1680 KUHPerdata, kemudian dalam Pasal 6 ayat (3) dan Pasal

(31)

Selain itu, di dalam peraturan Menteri (Permen Penerangan Republik

Indonesia No.01/Per/Menpen/1969, tentang Pelaksanaan Ketentuan-ketentuan

mengenai Perusahaan Pers, dalam pasal 28 disebutkan, bahwa untuk

perusahaan yang bergerak di bidang penerbitan pers harus berbentuk Badan

Hukum. Yang dianggap sebagai badan hukum oleh Permen tersebut adalah

Perseroan Terbatas (PT), Koperasi atau Yayasan. Di dalam beberapa

ketentuan perpajakan juga disebutkan tentang yayasan. Di dalam berbagai

peraturan perundang-undangan agraria, dimungkinkan pula bagi yayasan

mempunyai hak atas tanah. Bahkan sejak tanggal 25 Agustus 1961 telah

dibentuk yayasan Dana Landreform oleh Menteri Agraria sebagai pelaksanaan

dari Peraturan Pemeintah Nomor 224 Tahun 1961. Pada tahun 1993, di dalam

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor

227/KMK.017/1993, juga telah dikenal Yayasan Dana Pensiun.

D. Pendirian dan Pembubaran Yayasan.

1. Pendirian yayasan

Berdasarkan Pasal 9 ayat (1) UUY, yayasan didirikan oleh satu

orang atau lebih dengan memisahkan sebagian harta kekayaan pendirinya

sebagai kekayaan awal. Yang dimaksud dengan “orang” menurut

penjelasan Pasal 9 ayat (1) UUY adalah orang perseorangan (person) dan

badan hukum dan berdasarkan Pasal 9 ayat (5) UUY “orang” ini dimaksud

dengan “orang asing” atau “bersama-sama orang asing”. Jadi yayasa dapat

(32)

1. Orang Indonesia (WNI).

2. Orang Asing (WNA).

3. Bersama-sama orang Asing.

4. Bersama-sama orang Indonesia

a. Satu orang;

1). Orang Indonesia (Warga Negara Indonesia).

2). Orag asing (Warga Negara Asing).

b. Lebih dari satu orang;

1). Orang-orang Indonesia (Warga Negara Indonesia).

2). Orang-orang asing (Warga Negara Asing)

3). Orang-orang Indonesia (Warga Negara Indonesia) dan orang-orang

asing (Warga Negara Asing).

c. Satu badan hukum;

1). Badan hukum Indonesia

2). Badan hukum asing

d. Lebih dari satu badan hukum;

1). Badan-badan hukum Indonesia

2). Badan-badan hukum asing

3). Badan hukum-badan hukum Indonesia (Warga Negara Indonesia)

dan badan hukum-badan hukum asing (Warga Negara Asing).

Dalam penjelasan Pasal 9 UUY secara terang menjelaskan bahwa

yang dimaksud dengan orang adalah orang perorangan atau badan hukum.

(33)

hukum saja. Dengan demikian UUY tidak memberikan kemungkinan

pendiri campuran orang perorangan dengan badan hukum. Hal ini

berkaitan erat dengan adanya kewajiban dari para pendiri yayasan untuk

memisahkan sebagian harta kekayaan pendirinya sebagai kekayaan awal

yayasan. Sedangkan jumlah pendiri menurut UU ini bisa satu pendiri atau

lebih dari 1 (satu) pendiri.

Dalam hal ini pendiri yayasan adalah “orang asing” atau

“bersama-sama orang asing”, maka peraturan mengenai syarat dan tata cara

pendirian yayasan demikian diataur dengan Peraturan Pemerintah.

Mengenai hal tersebut, memang sudah tepat apabila Pemerintah mengatur

secara cermat mengenai pendirian yayasan oleh “orang asing” atau

“bersama-sama orang asing”, dengan tujuan agar yayasan demikian tidak

membawa dampak yang merugikan kepentingan pemerintah dan

masyarakat Indonesia.

Yayasan yang didirikan oleh satu orang perorangan, dapat didirikan

karena:

1. Kehendak orang yang masih hidup untuk memisahkan (sebagian) harta

kekayaanya sebagai modal awal yayasan; dan

2. Kehendak orang yang masih hidup untuk memisahkan (sebagian) harta

kekayaannya sebagai modal awal yayasan yang akan berlaku apabila orang

tersebut meninggal dunia dengan mendasarkan pada surat wasiat. Dalam

(34)

UUY juga memberikan kemungkinan bagi pendiri yang dalam rangka

pembuatan akta pendirian yayasan untuk diwakili oleh orang lain berdasarkan

surat kuasa (Pasal 10 ayat (1) UUY). Pemberian surat tersebut dimaksudkan

karena pada prinsipnya si pendiri harus hadir pada saat pembuatan akta

pendirian, namun apabila ia berhalangan maka ia dapat diwakili oleh orang

lain dengan membuat dan memberikan surat kuasa yang sah. Dalam hal

yayasan didirikan dengan surat wasiat, penerima wasiat akan bertindak

mewakili pemberi wasiat dan karenanya ia atau kuasanya, wajib

menandatangani akta pendirian yayasan.

Merupakan konsekuwensi logis, bila terjadi pemisahan harta kekayaan

si pemberi wasiat baru maka akan terjadi pada saat si pemberi wasiat

meninggal dunia dan tentu saja pada saat itu tidak dapat hadir dan sudah tidak

dapat lagi melakukan perbuatan hukum untuk mendirikan yayasan, sehingga

kepentingannya diwakili oleh si penerima wasiat (yang masih hidup). Dalam

hal suatu wasiat tersebut tidak dilaksanakan, maka atas permintaan pihak yang

berkepentingan, Pengadilan dapat memerintahkan ahli waris atau penerima

wasiat yang bersangkutan untuk melaksanakan wasiat tersebut (Pasal 10 ayat

(3) UUY).

Sebagaimana halnya suatu tindakan atau perbuatan hukum di bidang

(35)

dapat dikuasakan oleh pihak yang berkehendak mendirikan yayasan (pendiri)

kepada pihak lain untuk hadir dan menghadap di hadapan notaris yang

bertugas untuk membuat akta pendirian yayasan tersebut. Meskipun

undang-undang tidak mensyaratkan bentuk pemberian kuasa, namun sebaiknya

pemberian kuasa tersebut dibuat secara tertulis.

Sesuai dengan definisi Pengadilan menurut Pasal 1 angka 2 UUY,

pengadilan yang berwenang memerintahkan ahli waris atau penerima wasiat

yang bersangkutan untuk melaksanakan wasiat dalam hal surat wasiat tidak

dilaksanakan oleh penerima wasiat adalah pengadilan negeri yang daerah

hukumnya meliputi tempat kedudukan yayasan. Namun demikian, dalam hal

ini pengadilan yang sesungguhnya perlu menjadi dan mendapat perhatian

adalah pengadilan dimana harta kekayaan yang diwasiatkan tersebut terletak,

karena yayasan yang akan didirikan berdasarkan akta wasiat tersebut belum

ada. Hal ini dapat disimpangi apabila dalam akta wasiat dapat ditentukan

secara tegas dimana harta wasiat yang akan didirikan tidak mutlak merupakan

tempat dimana harta wasiat yang akan diserahkan untuk pendirian yayasan itu

berada.

Para pendiri mengatakan kehendaknya dalam akta pendirian yayasan,

untuk mendirikan yayasan dengan jalan memisahkan sebagian dari kekayaan

awal yayasan. Kekayaan yang dipisahkan tersebut dapat dalam bentuk uang

tunai atau dalam bentuk barang. Apabila dalam bentuk uang tunai, sebaiknya

disebutkan jumlahnya, sebaliknya apabila dalam bentuk barang, maka

(36)

yang dipisahkan tersebut rumit untuk diperinci karena jumlah yang banyak

atau memerlukan perincian yang panjang, maka dapat dibuatkan daftar khusus

untuk barang tersebut. Uraian dan/atau daftar perincian kekayaan yang

dipisahkan tersebut berturut-turut dimuat dan/atau dilampirkan dalam minuta

akta pendirian yayasan sesuai dengan tata cara pembuatan akta notariil.

2. Pembubaran yayasan

Undang-undang yayasan mengatur kemungkinan pembubaran yayasan,

baik atas inisiatif organ yayasan sendiri atau berdasarkan penetapan/putusan

pengadilan. Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan yayasan bubar,

yaitu:25

a. Jangka waktu yang ditetapkan dalam anggaran dasar berakhir;

b. Tujuan yayasan yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah tercapai atau tidak tercapai;

c. Putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap berdasarkan alasan:

1). Yayasan melanggar ketertiban umum dan kesusilaan;

2). Tidak mampu membayar utangnya setelah dinyatakan pailit;

3). Harta kekayaan yayasan tidak cukup untuk melunasi utangnya setelah penyataan pailit dicabut.

Dalam hal yayasan bubar demi hukum karena jangka waktu yang

ditetapkan dalam anggaran dasar telah berakhir, atau tujuan yayasan telah tercapai

atau tidak tercapai, maka pembina menunjuk likuidator untuk membereskan

kekayaan yayasan. Apabila pembina tidak menunjuk likuidator, maka penguruslah

yang bertindak sebagai likuidator. Jika yayasan dinyatakan bubar, maka yayasan

tidak dapat melakukan perbuatan hukum, kecuali untuk membereskan kekayaan

      

25

(37)

dalam proses likuidasi. Selama proses likuidasi, maka semua surat keluar harus

mencantumkan frase dalam likuidasi dibelakang nama yayasan.

Apabila yayasan bubar karena putusan pengadilan yang telah mempeoleh

kekuatan hukum tetap, maka pengadilan yang menunjuk likuidator. Demikian

pula jika pembubaran yayasan karena pailit, maka berlaku peraturan

perundang-undangan dibidang kepailitan yaitu perlu menunjuk kurator. Tugas likuidator

adalah membereskan harta kekayaan yang telah dibubarkan, memberikan

kewenangan sekaligus kewajiban bagi likuidator untuk melakukan beberapa

tindakan proses likuidasi sebagai berikut:

a. Menginventarisir semua harta kekayaan yayasan termasuk utang-utang

dan piutang-piutang yayasan;

b. Memuat daftar utang-utang yayasan, menyusun peringkat utang tersebut;

c. Membuat daftar piutang yayasan dan melaksanakan penagihan utang

(menjadikan uang);

Setelah likuidator dalam proses likuidasinya menjual seluruh harta

kekayaan yayasan dan seluruh harta kekayaan yayasan telah menjadi uang tunai

atau dalam keadaan likuid, maka likuidator akan melakukan pembayaran

utang-utang yayasan yang telah didaftarkan dengan mendasarkan Pasal 1131 BW dan

Pasal 1136 BW, dengan pengecualian terhadap harta kekayaan yayasan yang

berasal dari atau dalam bentuk wakaf. Berdasarkan hukum Islam, kekayaan

yayasan yang berupa harta wakaf tersebut tidak dapat dilikuidasi. Hal ini

(38)

yang tidak dapat dijadikan objek jaminan dan oleh karena itu tidak dapat disita

atau dieksekusi.26

Dengan demikian, harta wakaf tersebut dapat diberikan kepada yayasan

yang mempunyai maksud dan tujuan yang sama dengan yayasan dalam likuidasi

untuk mengetahui kesamaan maksud dan tujuan yayasan yang akan digabung,

tentunya harus dilihat Akta Pendirian atau Anggaran Dasar Yayasan yang akan

diberikan wakaf tersebut oleh Pembina Yayasan dalam likuidasi atau harta wakaf

tersebut dilaksanakan untuk dan kegiatan yayasan dalam likuidasi.

Likuidator atau kurator yang ditunjuk untuk melakukan pemberesan

kekayaan yayasan yang bubar atau dibubarkan, paling lambat 5 (lima) hari

terhitung sejak tanggal penunjukan dan untuk hasil likuidasi paling lambat 30

(tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal berakhirnya likuidasi wajib

mengumumkan pembubaran yayasan dan proses likuidasinya dicantumkan dalam

2 (dua) surat kabar harian satu di antaranya berperedaran nasional. Berakhirnya

proses likuidasi yayasan, jika neraca akhir likuidasi telah disetujui menteri dan

rapat yayasan telah menerima pertanggung jawaban likuidator.

Dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal

berakhirnya proses likuidasi, maka likuidator atau kurator wajib melaporkan

pembubaran kepada pembina. Jika hal ini tidak dilakukan, maka bubarnya

yayasan tidak berlaku bagi kepentingan pihak ketiga.

Kekayaan sisa hasil likuidasi diserahkan kepada yayasan lain yang

mempunyai maksud dan tujuan yang sama dengan yayasan yang bubar. Jika tidak

      

26

 A. Buchenbacher, 1936. De Stichting in Nederlandsch-Indie, Westersche en Oostersche Vermen

van Doelvermogen, Vierde Juristen Congres, Batavia, November, Ind, Tijdschr. V.h. Recht 144,

(39)

diserahkan kepada yayasan lain yang mempunyai maksud dan tujuan yang sama,

maka sisa kekayaan tersebut diserahkan kepada negara dan penggunaanya

dilakukan sesuai dengan maksud dan tujuan yayasan tersebut. Mekanisme

penyerahan sisa kekayaan hasil likuidasi yayasan kepada negara adalah melalui

Menteri Keuangan sebagai pejabat yang bertanggung jawab di bidang keuangan

negara dan Menteri Keuangan akan menggunakan sisa hasil likuidasi sesuai

dengan maksud dan tujuan yayasan yang dilikuidasi.

Alasan dan cara pembubaran yayasan di Belanda hampir sama dengan di

Indonesia. Menurut Pasal 300 NBW, yayasan dapat dibubarkan:

a. Dalam hal ditentukan oleh anggaran dasar;

b. Jika yayasan nyata dalam keadaan insolvensi, setelah dinyatakan pailit,

atau jika kepailitan ditiadakan karena keadaan boedelnya;

c. Oleh hakim dalam hal-hal yang ditentukan oleh undang-undang.

Pengadilan pun dapat membubarkan yayasan dalam hal:

1). Apabila anggaran dasarnya bertentangan dengan ketentuan, bahwa

kepada para pendiri tidak dapat diberikan pembayaran uang.

2). Apabila keuangan yayasan tidak mencukupi lagi untuk merealisasikan

tujuannya, dan tidak dapat dikumpulkan uang dalam jangka waktu

pendek dengan salah satu jalan yang sah.

3). Jika tujuan yayasan telah tercapai atau tidak dicapai lagi.

Pembubaran oleh pengadilan dapat dilakukan atas permohonan setiap

pihak yang berkepentingan atau tuntutan kejaksaan, maupun secara jabatan oleh

(40)

anggaran dasar. Pembubaran yayasan harus didaftarkan dalam register yang

disediakan di kantor Kamer van Koophandel.

Penyelesaian pembubaran ini dilakukan oleh pihak-pihak yang disesuaikan

dengan faktor-faktor yang menyebabkan yayasan itu bubar. Jika yayasan itu bubar

karena sesuai oleh mereka yang dibebani dengan penyelenggaraan penyelesaian.

Apabila yayasan itu bubar karena insolvensi, setelah yayasan tersebut

dinyatakan pailit, atau dengan pencabutan kepailitan karena keadaan boedel, maka

penyelesaiannya diserahkan kepada kurator.

Sedangkan jika pembubaran itu terjadi karena putusan hakim, maka

penyelesaiannya diserahkan kepada panitera dewan majelis yang terakhir

memeriksa perkara. Pihak yang berkeberatan terhadap pembubaran yayasan dapat

mengajukan gugatan ke pengadilan.

E. Kekayaan Yayasan

1. Kekayaan yang dipisahkan

Kekayaan yang dipisahkan tersebut merupakan modal bagi usaha

yayasan yang berasal dari modal para pendiri sebagai modal awal dan

modal dari donatur sebagai sumbangan-sumbangan.

Kekayaan yang dipisahkan merupakan konsekwensi yayasan

sebagai badan hukum, dimana kekayaan suatu badan hukum itu harus

dipisahkan dari kekayaan para pendirinya dan juga dari kekayaan organ

(41)

pendiri yayasan dan juga bukan merupakan kekayaan organ yayasan.

Akibatnya para pendiri yayasan berikut organ yayasan tidak akan

mendapat manfaat apapun dari kekayaan yayasan dan hasil kekayaan dan

kegiatan usaha yayasan tersebut.

Kekayaan yayasan tersebut berdasarkan Pasal 5 UUY dilarang

dibagikan atau di alihkan atau dibagikan secara langsung atau tidak

langsung kepada pembina, pengurus, pegawai, pengawas, karyawan atau

pihak lain yang mempunyai kepentingan terhadap yayasan. Dalam

pejelasan Pasal 5 UUY tidak diberikan penjelasan lebih lanjut terhadap

ketentuan tersebut. Hal ini menyebabkan timbulnya pertanyaan yaitu

apabila kekayaan yayasan tersebut diberikan kepada pihak yang tidak

mempunyai kepentingan terhadap yayasan. Maka dalam hal ini tidak ada

larangan dalam UUY. Artinya yayasan dapat saja memberikan

kekayaannya pada pihak lain sepanjang pihak lain itu tidak mempunyai

kepentingan tehadap yayasan.

2. Perolehan kekayaan yayasan

a. Sumbangan atau Bantuan yang Tidak Mengikat

Yang dimaksud dengan “sumbangan atau bantuan yang tidak

mengikat” menurut penjelasan Pasal 26 ayat (2) huruf a UUY adalah

sumbangan atau bantuan sukarela yang diterima yayasan, baik dari negara,

masyarakat, maupun dari pihak lain yang tidak bertentangan denngan

(42)

Dalam keadaan tertentu negara dapat memberikan bantuan kepada

yayasan (Pasal 27 ayat (1) UUY). Dalam penjelasan Pasal 27 ayat (1)

disebutkan bahwa bantuan Negara untuk yayasan dilakukan sesuai dengan

jiwa ketentuan Pasal 34 UUD 1945. Ketentuan mengenai syarat dan tata

cara mengenai pemberian bantuan Negara tersebut diatur lebih lanjut

dengan Peraturan Pemerintah (Pasal 27 ayat (2) UUY).

UUY tidak memberikan penjelasan tentang pengertian “pemberian

yang tidak mengikat”, namun demikian maksud dari “pemberian yang

tidak mengikat” adalah suatu pemberian yang tidak menimbulkan hak

dan/atau kewajiban dalam bentuk apapun secara langsung maupun tidak

langsung, baik bagi pihak penerima maupun bagi pihak pemberi baik

sebelum maupun pada saat dan/atau sesudah pemberian dimaksud.

UUY juga tidak melarang adanya pemberian sumbangan atau

pemberian bantuan yang bersifat tetap yang biasa dilakukan oleh dan

donatur tetap. UUY tidak secara tegas mengatur dan memberikan batasan

tegas mengenai pihak pemberi bantuan tetapi dalam Pasal 27 ayat (2)

huruf b UUY disebutkan adanya kewajiban pengumuman di surat kabar

harian berbahasa Indonesia bagi pemberi bantuan dapat berupa negara,

pihak luar negeri (bantuan luar negeri) atau pihak lain dengan nilai

tertentu.

Dengan demikian, pihak yang dapat dikategorikan sebagai

(43)

1). Negara Republik Indonesia;

2). Bantuan luar negeri, yaitu baik perorangan atau badan hukum atau

lembaga asing/luar negeri atau negara asing; atau

3). Bantuan pihak lain yaitu baik perorangan atau badan hukum atau

lembaga domestik sepanjang hal tersebut tidak bertentangan dengan

UUY dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam hal bantuan dari negara kepada yayasan, baik bantuan luar

negeri atau pihak lain yang nilainya mencapai lebih dari Rp.

500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), maka iktisar laporan tahunannya

harus diumumkan dalam surat kabar harian berbahasa Indonesia dan harus

pula diaudit oleh Akuntan Publik. Dan hasil auditnya disampaikan kepada

pembina yayasan tersebut dengan tembusan kepada Menteri kehakiman

dan instansi terkait (Pasal 52 ayat (1, 2 huruf a, 3 dan 4) UUY).

Dalam hal yayasan mempunyai kekayaan yang berasal dari

kekayaan di luar harta wakaf yang nilainya mencakup lebih dari Rp.

20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah), maka iktisar laporan

tahunannya harus diumumkan dalam surat kabar harian berbahasa

Indonesia dan diaudit oleh Akuntan Publik, dan hasil auditnya

disampaikan kepada pembina yayasan tersebut dan tebusannya kepada

Meteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia serta instansi terkait (Pasal 52

(44)

tahunan tersebut di atas disusun sesuai dengan standar akuntansi keuangan

yang berlaku (Pasal 52 ayat 5 UUY).

UUY juga tidak menentukan jenis sumbangan atau bantuan. Pada

umumnya jenis sumbangan atau bantuan yang dapat diberikan adalah

berupa benda bergerak baik berupa uang atau barang-barang bergerak

lainya, seperti obat-obatan, bahan pangan, peralatan jasa atau produksi,

buku-buku pelajaran, buku-buku agama, peralatan sekolah, dan

sebagainya.

Meskipun tidak diatur, maka mengingat yayasan merupakan lembaga idiil (philantrofic) dan tidak dapat secara langsung melakukan usaha, ada baiknya agar sumbangan tersebut merupakan benda-benda baik bergerak maupun tidak bergrak yang dapat dimiliki dan bersifat produktif, sehingga dapat memberikan nilai tambah bagi kekayaan yayasan, sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum atau tidak sedang dijaminkan dan bebas dari segala sitaan dan/atau sengketa.27

Pemberian sumbangan atau bantuan tersebut harus memperhatikan

ketentuan-ketentuan mengenai tata cara pemberian dan penyerahannya.

b. Wakaf

Salah satu dari 5 (lima) rukun Islam adalah zakat. Zakat ini dapat

digunakan untuk menolong orang miskin, membangun mesjid, dan

sebagainya. Disamping itu, Islam juga mengenal lembaga Wakaf yang

identik dengan yayasan.

Pengertian wakaf menurut Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah

No. 28 Tahun 1977 adalah “Suatu perbuatan hukum seseorang atau badan

      

27

(45)

hukum yang memisahkan sebagian dari harta kekayaannya yang berupa

tanah milik dan melembagakannya untuk selama-lamanya untuk

kepentingan peribadatan atau kepentingan umum lainnya”.

Ada perbedaan nuansa dengan pengertian wakaf yang dicantumkan

dalam Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 yang tidak secara khusus

menyebutkan harta kekayaan yang berupa tanah. “Wakaf adalah perbuatan

hukum seseorang atau sekelompok orang atau badan hukum yang

memisahkan sebagian dari harta miliknya dan melembagakannya untuk

selama-lamanya guna kepentingan ibadat atau keperluan umum lainnya

sesuai dengan ajaran Islam”.

Dibandingkan dengan pengertian yayasan dalam Pasal 1 ayat (1)

Undang-Undang Yayasan No. 16 Tahun 2001, maka terlihat perbedaanya

yang nyata adalah bahwa Yayasan tidak membatasi diri pada tujuan

keagamaan, tetapi suatu tujuan yang lebih luas, yaitu tujuan sosial dan

kemanusiaan. Menurut Chatamarrasjid Ais, sebenarnya dalam tujuan

sosial dan kemanusiaan, sudah termasuk tujuan keagamaan. Pencantuman

tujuan keagamaan merupakan suatu penegasan.

Pada wakaf didapati unsur-unsur seperti yang ada pada yayasan,

seprti:28

1. Adanya harta kekayaan yang dipisahkan dari pemiliknya semula.

2. Mempunyai tujuan tertentu, baik tujuan yang bersifat keagamaan,

maupun sosial dan keanusiaan.

      

28

(46)

3. Mempunyai organisasi untuk menyelenggarakan lembaga yang

didirikan.

Bahwa wakaf merupakan harta yang dipisahkan atau dikeluarkan

dari kepemilikan subjek hukum orang yang menyerahkan wakaf, maka

demikian pula dengan yayasan. Hal ini terlihat dengan jelas dari ketentuan

dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Yayasan No. 16 Tahun 2001.

Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Yayasan No. 16 Tahun 2001:

“Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan

dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial,

keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota”.

Tidak disangsikan lagi bahwa wakaf mempunyai tujuan

keagamaan dan yayasan mengatakan hal yang sama, sebagaimana dikutip

pada Pasal 1 ayat (1) UUY No. 16 Tahun 2001 di atas. Baik wakaf

maupun yayasan mempunyai organisasi untuk menjalankan wakaf dan

yayasan itu. Penyelenggaraan wakaf dijalankan oleh Mutawalli atau

Nadzir. Pada yayasan organnya seperti dinyatakan dalam Pasal 2 UUY

terdiri dari Pembina, pengurus dan pengawas.

Menurut Abdul Wahab Khallaf, rukun wakaf ada 4 (empat)

yaitu29:

1. Orang yang berwakaf atau wakif, yakni pemilik harta benda yang

melakukan tindakan hukum.

      

29

 Sebagaimana dimuat dalam Uswatu Hasanah, Peranan Wakaf dalam Mewujudkan

(47)

2. Harta yang diwakafkan atau mauquf bih sebagai objek perbuatan

hukum.

3. Tujuan wakaf atau yang berhak menerima wakaf, yang disebut

mauquf’alaih.

4. Pernyataan wakaf dan wakif yang disebut sighat atau ikrar wakaf.

Dalam UUY RI terdapat beberapa pasal yang menyebutkan perihal

wakaf. Pasal-pasal yang menyebutkan wakaf itu adalah:

Pasal 15 ayat (3) UUY:

“Dalam hal kekayaan yayasan berasal dari wakaf, kata wakaf dapat

ditambahkan setelah kata “Yayasan”.

Pasal 26 ayat (1, 2, 3, dan 4)

“Kekayaan yayasan berasal dari sejumlah kekayaan yang dipisahkan

dalam bentuk uang atau barang”.

“Selain kekayaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), kekayaan

yayasan dapat diperoleh dari:

1. Sumbangan atau bantuan yang tidak mengikat;

2. Wakaf;

3. Hibah;

4. Hibah wasiat; dan

5. Perolehan lain yang tidak bertentangan dengan anggaran dasar yayasan

dan/atau peraturan perundang-undangan yang berlaku”.

“Dalam hal kekayaan yayasan berasal dari wakaf, maka berlaku ketentuan

(48)

“Kekayaan yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)

dipergunakan untuk mencapai maksud dan tujuan yayasan’.

Pasal 52 ayat (2) UUY:

“Ikhtisar laporan keuangan yang merupakan bagian dari iktisar laporan

tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diumumkan dalam

surat kabar harian berbahasa Indonesia bagi yayasan yang:

a. Memperoleh bantuan Negara, bantuan luar negeri, dan/atau pihak lain

sebesar Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) atau lebih dalam 1

(satu) tahun buku; atau

b. Mempunyai kekayaan diluar harta wakaf sebesar Rp 20.000.000.000,00

(dua puluh miliar rupiah) atau lebih.”

Sehubungan dengan ketentuan dalam Pasal 26 ayat (3) di atas yang

menyatakan bahwa untuk harta wakaf berlaku ketentuan hukum

perwakafan, berarti harta wakaf tidak termasuk harta pailit. Hal ini

disebabkan harta wakaf merupakan harta atau benda diluar perdagangan

yang tidak dapat dijadikan objek agunan dan oleh karena itu tidak dapat

disita atau dieksekusi.

Islam mengenal lembaga wakaf yang identik dengan yayasan. Ada

2 (dua) jenis wakaf30 , yaitu wakaf di jalan Allah (wakaf chairy) dan

wakaf kepada keluarga atau orang-orang tertentu (wakaf ahly).

Mewakaafkan ialah suatu perbuatan hukum, dimana tanah atau barang

dikeluarkan dari peredaran perniagaan dengan ketentuan bahwa pemakaian

      

30

(49)

atau hasil dari benda tersebut akan digunakan untuk orang-orang tertentu

atau untuk suatu tujuan yang telah ditetapkan.

       

Perbedaan antara wakaf ahly dan wakaf chairy hanyalah terletak pada pemanfatannya. Wakaf ahly, pemanfaatanya hanya sebatas pada keluarga wakif, yakni anak-anak mereka dalam tingkat pertama dan keturunan mereka secara turun temurun sampai anggota keluarga tersebut meninggal semuanya. Sesudah itu, hasil wakaf dapat dimanfaatkan orang lain, seperti janda, anak yatim piatu atau orang-orang miskin. Dilihat dari beralihnya pemanfaatan wakaf dari keturunan wakif kepada orang yang bukan keturunan wakif, tampak bahwa pemilikan harta tersebut memang kembali kepada Allah dan tidak kepada ahli waris wakif. Oleh karena itu, lembaga ini banyak mendapat dukungan dari ulama fiqih31.

Agar suatu wakaf sah, harus dipenuhi 4 (empat) syarat yaitu32 :

1. Orang yang mewakafkan harus orang yang sepenuhnya berhak untuk menguasai benda yang akan diwakafkan. Pemilik benda yang belum akil-balig, gila, atau kekuasaan bertindaknya dibatasi, tidak dapat mewakafkan dengan sah.

2. Benda yang diwakafkan, baik berupa tanah atau barang harus diuraikan dengan teliti. Lagi pula benda itu dalam pemakaiannya tidak lekas rusak atau habis.

3. Orang-orang yang akan menikmati wakaf itu harus disebut dengan jelas dan harus berkuasa untuk menikmati benda itu. Denngan demikian, wakaf tidak dapat diberikan untuk kepentingan orang-orang yang tidak beragama.

4. Rumusan yang dipergunakan dalam menyatakan kehendak oleh orang yang mewakafkan harus terang tujuannya.

Dalam Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 tentang

Perwakafan, dinyatakan antara lain bahwa wakaf itu adalah perbuatan

hukum seseorang atau badan hukum yang memisahkan suatu harta

kekayaan berupa hak milik dan melembagakannya untuk selama-lamanya

bagi kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya sesuai dengan

ajaran agama Islam, sedangkan fungsinya ialah mengekalkan manfaat

benda wakaf sesuai dengan tujuan wakaf.

 

31

 Uswatun Hasanah, Op.cit., hlm. 47. 32

(50)

Menurut ketentuan Pasal 5 Peraturan Pemerintah di atas, (orang

atau badan hukum yang mewakafkan tanah miiliknya) harus mengikrarkan

(pernyataan kehendaknya) secara jelas dan tegas kepada Nadzir (kelompok

orang atau badan hukum yang diserahi tugas dan pemeliharaannya dan

pengurusan benda wakaf) di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf

(pejabat yang diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Agama) dan

kemudian menuangkannya dalam bentuk Akta Ikrar Wakaf, dengan

disaksikan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi. Selanjutnya, tanah

yang diwakifkan harus didaftarkan atas nama Nadzir, sesuai dengan

ketentuann yang dimuat dalam Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961,

atas permohonan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Tanah kepada

bupati/walikota kepala daerah tingkat II.

Yurisprudensi Indonesia memberikan kedudukan yang sama

kepada wakaf dan yayasan. Hal ini terlihat dalam Putusan Mahkamah

Agung yang menyatakan Yayasan Sukapura dan Wakaf Sukapura adalah

wakaf atau badan hukum untuk mengurus tanah sawah yang diwakafkan

pada zaman dahulu. Bahwa pengertian wakaf ialah perbuatan hukum itu

sendiri, dengan perbuatan mana suatu barang/barang-barang telah

dikeluarkan/diambil dari keadaan/kegunaannya dalam lalu lintas

masyarakat semula, guna kepentingan seseorang/orang-orang tertentu atau

guna sesuatu maksud/tujuan yang telah ditentukan. Dalam

pertimbangannya Mahkamah Agung (Hakim Ketua R. Subekti, Z. Asikin

Referensi

Dokumen terkait