• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Yuridis Terhadap Yayasan Yang Tidak Didaftarkan Menurut Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2004

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Yuridis Terhadap Yayasan Yang Tidak Didaftarkan Menurut Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2004"

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS YURIDIS TERHADAP YAYASAN

YANG TIDAK DIDAFTARKAN MENURUT

UNDANG – UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2004

TESIS

Oleh :

TENGKU MARWIATI OKTAVIANI HAMID 087011123 / Mkn

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

(2)

ANALISIS YURIDIS TERHADAP YAYASAN

YANG TIDAK DIDAFTARKAN MENURUT

UNDANG – UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2004

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan dalam Program Studi Kenotariatan pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara Oleh :

TENGKU MARWIATI OKTAVIANI HAMID 087011123 / Mkn

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

(3)

Judul Penelitian : ANALISIS YURIDIS TERHADAP YAYASAN YANG TIDAK DIDAFTARKAN MENURUT UNDANG – UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2004

Nama Mahasiswa : TENGKU MARWIATI OKTAVIANI HAMID

NIM : 087011123

Program Studi : Kenotariatan

 

  Menyetujui

Komisi Pembimbing

Prof.DR.Runtung,SH,M.Hum Ketua

Prof.DR. Budiman Ginting,SH,M.Hum Chairani Bustami,SH,SpN,Mkn

Anggota Anggota

Ketua Program Studi Dekan

Prof.DR.Muhammad Yamin,SH,MS,CN Prof.DR.Runtung,SH,M.Hum

(4)

Telah diuji pada

Tanggal 30 Agustus 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof.DR.Runtung,SH,M.Hum

Anggota : 1. Prof.DR.Budiman Ginting,SH,M.Hum 2. Chairani Bustami,SH,SpN,Mkn

3. Prof.DR.Muhammad Yamin,SH,MS,CN

(5)

ABSTRAKSI

Sebelum berlakunya Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2004, belum ada keseragaman tentang cara mendirikan yayasan. Pendirian yayasan hanya didasarkan pada kebiasaan, doktrin dan yurisprudensi dalam masyarakat dan Pasal – Pasal yang diatur dalam KUHPerdata. Status badan hukum yayasan ini kemudian diperjelas oleh Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 124K/SIP/1973 yang menyebutkan bahwa yayasan adalah badan hukum, namun yurisprudensi ini tidak ada yang mengatur bagaimana tata cara yang harus dipenuhi oleh pengelola yayasan untuk memperoleh status badan hukum.

Pada saat sebelum Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan berlaku, umumnya yayasan didirikan selalu dengan akta notaris, baik yayasan yang didirikan oleh pihak swasta atau oleh pemerintah. Namun para pengurus dari yayasan tersebut tidak diwajibkan untuk mendaftarkan dan mengumumkan akta pendiriannya, juga pengesahan yayasan sebagai badan hukum ke Menteri Kehakiman pada saat itu. Ketiadaan aturan ini menimbulkan ketidak seragaman didalam pendirian yayasan.

Hal inilah yang menyebabkan masih banyaknya yayasan yang belum didaftarkan sebagai badan hukum karena tidak ada aturan hukum yang memaksa pada saat sebelum Undang – Undang Yayasan ada di Indonesia.

Yayasan yang telah lama berdiri sebelum adanya Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2004 ini dan belum memperoleh status badan hukum harus mengikuti ketentuan terkait peralihan status yang diatur dalam Undang – Undang ini. Yayasan dapat memperoleh status badan hukum dengan cara Menyesuaikan Anggaran Dasarnya dengan ketentuan Undang – Undang dan mengajukan permohonan status badan hukum kepada Menteri Hukum Dan Hak Azasi Manusia paling lambat 1 (satu) tahun sejak tanggal Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2004 mulai berlaku yaitu tanggal 6 Oktober 2006

Apabila yayasan tersebut tidak melakukan penyesuaian anggaran dasarnya dan mensahkan akta pendiriannya tersebut ke Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia maka yayasan tersebut tidak dapat menggunakan kata yayasan didepan namanya dan yayasan dapat dibubarkan berdasarkan Keputusan Pengadilan atas permohonan kejaksaan atau pihak yang berkepentingan.

(6)

ABSTRACT

Prior to enforcement of the Law No. 16/2001 jo., the Law No. 28/2004, there was no an uniformity in establishment of foundation. The establishment of foundation was simply based on habit, doctrine and jurisprudence among societies and chapters as regulated in Private Law Textbook. The corporation status of the foundation was then clarified by Supreme Court’s Jurisprudence of Republic of Indonesia No. 124/K/Sip/1973 to state that Foundation was a corporation, however this jurisprudence did not regulate the procedure or requirements to comply with in determining corporation status of foundation.

Prior to enforcement of the Law No. 16/2001 jo., the Law No. 20/2004 regarding the effective foundation, public and private foundations should be established by Notary Act. However the managers of foundation were not the approval of foundation as a corporation by the Judgement Ministry. The lack of this regulation has led to uniformity in foundation establishment.

This was a primary reason that there were still many foundations that were not registered as corporation due to absence of legal rule or statutes to apply prior to enforcement of Foundation Laws in Indonesia.

The long-standing foundations prior to enforcement of the Law No. 16/2001 jo., the Law No. 28/2004 and those who did non hold legal status of corporation should comply with regulations related to status transition as stipulated in this Law. The foundation could hold legal status by adjusting the Statute to the Laws and to submit the application for legal status wits Judgment and Human Right Menistries at least within one (1) year of enforcement of the Law No. 28/2004, i.e., since October 6, 2006.

In failure of the foundation to adjust the statute and ratifying the establisment act with Judgment and Human Rights Ministries, the foundation can not use the word “foundation” as prefix and the foundation should be demissioned by verdict of Judgment Court at request of judge and interested parties.

(7)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan karunianya sehingga Penulis telah dapat menyelesaikan

penulisan Tesis dengan judul “ANALISIS YURIDIS TERHADAP YAYASAN

YANG TIDAK DIDAFTARKAN MENURUT UNDANG – UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2004 ”. Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam menyelesaikan studi di Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih yang mendalam dan tulus Penulis sampaikan secara khusus

kepada Bapak Prof. DR. Runtung,SH.M.Hum, selaku Ketua Komisi Pembimbing

dan Bapak Prof.DR. Budiman Ginting,SH,M.Hum, Ibu Chairani

Bustami,SH,SpN,MKN selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak

membantu, memberikan bimbingan dan pengarahan dengan tulus dan ikhlas selama

proses penelitian hingga penulisan tesis ini. Terima kasih juga Penulis sampaikan

kepada Bapak Prof,DR.Muhammad Yamin,SH,MS,CN dan Ibu DR.Tengku

(8)

Selanjutnya Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Syahril Pasaribu , DTMH.,MSc(CTM).,SpA(K), selaku Rektor

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof.DR.Runtung,SH,M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara.

3. Bapak Prof.DR.Muhammad Yamin,SH,MS,CN selaku ketua Program Studi

Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu DR.Tengku Keizerina Devi,SH,CN,M.Hum selaku sekertaris Program Studi

Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Para Guru Besar dan staf pengajar Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

6. Para staf administrasi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara.

Secara khusus Penulis menghaturkan sembah dan sujud serta ucapan terima

kasih yang tidak terhingga kepada Ayahanda Tengku Zulkifli Hamid, SH (Alm) dan

Ibunda Azizah, SH yang dengan penuh keikhlasan telah mendidik dan membesarkan

Penulis. Kepada Adik - adikku, Tengku Boumedine Hamid Zulkifli, SP, Tengku

Kaddhafi Almunir, SP,MP, Tengku Faisal Zulkifli Hamid ST,MT dan Drg.

(9)

Untuk teman-teman Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara Kususnya kepada teman – teman sekelas A,terima kasih

atas semua bantuan dan dukungannya.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Tesis ini masih jauh dari

kesempurnaan. Karena itu, dengan hasrat menghasilkan yang terbaik, Penulis

mengharapkan saran-saran yang membangun serta kritik yang sehat demi

bermanfaatnyaTesis ini.

Medan, Agustus 2010

Penulis,

Tengku Marwiati Oktaviani Hamid

(10)

RIWAYAT HIDUP

 

Nama : TENGKU MARWIATI OKTAVIANI HAMID

Tempat / Tanggal Lahir : Jakarta, 12 Oktober 1968

Alamat : Jln. Palembang No. 54 Binjai

Pendidikan : SD Negeri No. 66 Padang, 1981

SMP Negeri 1 Binjai, 1984

SMA Negeri 1 Binjai, 1987

Sarjana Ekonomi, Universitas Medan Area,1992 Sarjana Hukum, Universitas Medan Area, 2005

Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, 2010

Orang Tua : TENGKU ZULKIFLI HAMID, SH (alm)

AZIZAH, SH

(11)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABCTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI... v

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Permasalahan... 1

B. Perumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Keaslian Penelitian... 10

F. Kerangka Teori dn Konsepsi ... 12

1. Kerangka Teori ... 12

(12)

G. Metode Penelitian... 16

1. Jenis dan Sifat Penelitian ... 16

2. Metode Pendekatan... 17

3. Alat Pengumpulan Data... 17

4. Teknik Pengumpulan Data ... 18

5. Analisis Data... 18

BAB II KEDUDUKAN YAYASAN YANG TIDAK DIDAFTARKAN SESUAI DENGAN UNDANG-UNDANG YANG BERLAKU .... 20

A. Dasar Hukum Yayasan ... 20

1. Sejarah Perundang-undangan tentang Yayasan... 20

2. Badan Hukum Yayasan ... 22

B. Pendirian Yayasan ... 28

1. Tujuan dan Kegiatan Usaha Yayasan ... 28

2. Tata Cara Pendirian Yayasan dan Penyesuaian Anggaran Dasar ... 34

3. Tanggung Jawab Pengurus dalam Kegiatan Yayasan ... 49

C. Kedudukan Yayasan yang Tidak Didaftarkan... 77

(13)

2. Kedudukan Yayasan Yang Akta Pendiriannya Belum

Disesuaikan dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun

2001 jo Undang-undang Nomor 28 Tahun 2004... 83

BAB III TANGGUNG JAWAB HUKUM DARI PENGURUS YAYASAN TERHADAP KEGIATAN YAYASAN YANG BELUM DIDAFTARKAN... 89

A. Tanggung Jawab Dari Pengurus Yayasan Terhadap Kegiatan Yayasan Yang Belum Didaftarkan ... 88

B. Tanggung Jawab Pengurus Terhadap Kekayaan Yayasan ... 93

C. Tanggung Jawab Pengurus Terhadap Gugatan Pihak Ketiga... 98

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN... 101

A.Kesimpulan... 101

B.Saran ... 103

(14)

ABSTRAKSI

Sebelum berlakunya Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2004, belum ada keseragaman tentang cara mendirikan yayasan. Pendirian yayasan hanya didasarkan pada kebiasaan, doktrin dan yurisprudensi dalam masyarakat dan Pasal – Pasal yang diatur dalam KUHPerdata. Status badan hukum yayasan ini kemudian diperjelas oleh Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 124K/SIP/1973 yang menyebutkan bahwa yayasan adalah badan hukum, namun yurisprudensi ini tidak ada yang mengatur bagaimana tata cara yang harus dipenuhi oleh pengelola yayasan untuk memperoleh status badan hukum.

Pada saat sebelum Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan berlaku, umumnya yayasan didirikan selalu dengan akta notaris, baik yayasan yang didirikan oleh pihak swasta atau oleh pemerintah. Namun para pengurus dari yayasan tersebut tidak diwajibkan untuk mendaftarkan dan mengumumkan akta pendiriannya, juga pengesahan yayasan sebagai badan hukum ke Menteri Kehakiman pada saat itu. Ketiadaan aturan ini menimbulkan ketidak seragaman didalam pendirian yayasan.

Hal inilah yang menyebabkan masih banyaknya yayasan yang belum didaftarkan sebagai badan hukum karena tidak ada aturan hukum yang memaksa pada saat sebelum Undang – Undang Yayasan ada di Indonesia.

Yayasan yang telah lama berdiri sebelum adanya Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2004 ini dan belum memperoleh status badan hukum harus mengikuti ketentuan terkait peralihan status yang diatur dalam Undang – Undang ini. Yayasan dapat memperoleh status badan hukum dengan cara Menyesuaikan Anggaran Dasarnya dengan ketentuan Undang – Undang dan mengajukan permohonan status badan hukum kepada Menteri Hukum Dan Hak Azasi Manusia paling lambat 1 (satu) tahun sejak tanggal Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2004 mulai berlaku yaitu tanggal 6 Oktober 2006

Apabila yayasan tersebut tidak melakukan penyesuaian anggaran dasarnya dan mensahkan akta pendiriannya tersebut ke Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia maka yayasan tersebut tidak dapat menggunakan kata yayasan didepan namanya dan yayasan dapat dibubarkan berdasarkan Keputusan Pengadilan atas permohonan kejaksaan atau pihak yang berkepentingan.

(15)

ABSTRACT

Prior to enforcement of the Law No. 16/2001 jo., the Law No. 28/2004, there was no an uniformity in establishment of foundation. The establishment of foundation was simply based on habit, doctrine and jurisprudence among societies and chapters as regulated in Private Law Textbook. The corporation status of the foundation was then clarified by Supreme Court’s Jurisprudence of Republic of Indonesia No. 124/K/Sip/1973 to state that Foundation was a corporation, however this jurisprudence did not regulate the procedure or requirements to comply with in determining corporation status of foundation.

Prior to enforcement of the Law No. 16/2001 jo., the Law No. 20/2004 regarding the effective foundation, public and private foundations should be established by Notary Act. However the managers of foundation were not the approval of foundation as a corporation by the Judgement Ministry. The lack of this regulation has led to uniformity in foundation establishment.

This was a primary reason that there were still many foundations that were not registered as corporation due to absence of legal rule or statutes to apply prior to enforcement of Foundation Laws in Indonesia.

The long-standing foundations prior to enforcement of the Law No. 16/2001 jo., the Law No. 28/2004 and those who did non hold legal status of corporation should comply with regulations related to status transition as stipulated in this Law. The foundation could hold legal status by adjusting the Statute to the Laws and to submit the application for legal status wits Judgment and Human Right Menistries at least within one (1) year of enforcement of the Law No. 28/2004, i.e., since October 6, 2006.

In failure of the foundation to adjust the statute and ratifying the establisment act with Judgment and Human Rights Ministries, the foundation can not use the word “foundation” as prefix and the foundation should be demissioned by verdict of Judgment Court at request of judge and interested parties.

(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pertumbuhan Badan Hukum Yayasan cukup pesat dalam masyarakat

Indonesia. Keberadaan yayasan pada dasarnya merupakan pemenuhan kebutuhan

bagi masyarakat yang menginginkan adanya wadah atau lembaga yang bersifat dan

bertujuan sosial, keagamaan dan kemanusiaan. Dengan adanya yayasan, maka segala

keinginan sosial, keagamaan dan kemanusiaan itu dapat diwujudkan di dalam suatu

lembaga yang telah diakui dan diterima keberadaannya. Bahkan ada pendapat

mengatakan bahwa yayasan merupakan nirlaba, artinya tujuannya bukan mencari

keuntungan, melainkan melaksanakan sesuatu yang bersifat amal.

Namun tidak semua yayasan yang ada dalam masyarakat itu didaftarkan untuk

menjadikannya suatu badan hukum menurut peraturan yang berlaku. Di Indonesia

kegiatan sosial kemanusiaan yang dilakukan yayasan diperkirakan muncul dari

kesadaran masyarakat kalangan mampu yang memisahkan kekayaannya untuk

membantu masyarakat yang mengalami kesusahan. Adapun alasan mereka memilih

mendirikan yayasan karena jika dibandingkan dengan bentuk badan hukum lain yang

hanya terkonsentrasi pada bidang ekonomi dan usaha, yayasan dinilai lebih memilih

ruang gerak untuk menyelenggarakan kegiatan sosial seperti pendidikan, kesehatan

(17)

serta keagamaan yang pada umumnya belum ditangani oleh badan – badan hukum

lain.1

Pendirian suatu yayasan di Indonesia, sebelum adanya Undang – Undang

Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan

hanyalah berdasarkan kebiasaan yang hidup dalam masyarakat dan yurisprudensi

Mahkamah Agung. Proses pendirian yayasan yang mudah mendorong orang untuk

mendirikan yayasan dalam menjalankan kegiatan mereka. Oleh karenanya yayasan

berkembang di masyarakat tanpa ada aturan yang jelas, banyak yayasan

disalahgunakan dan menyimpang dari tujuan semula yaitu bidang sosial

kemanusiaan. Sedangkan status hukumnya sebagai badan hukum masih sering

dipertanyakan oleh banyak pihak, karena keberadaan yayasan sebagai subyek hukum

belum mempunyai kekuatan hukum yang tegas dan kuat.2

Pada waktu itu ada kecendrungan masyarakat memilih bentuk yayasan antara

lain karena alasan proses pendirian sederhana, tanpa pengesahan dari pemerintah,

adanya persepsi dari masyarakat bahwa yayasan bukan merupakan subyek hukum.3

Dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia tanggal 27 Juni 1973

Nomor 124K/Sip/1973 telah berpendapat bahwa yayasan adalah badan hukum. Akan

tetapi bagaimana tata cara yang harus dipenuhi oleh pengelola yayasan untuk

memperoleh status badan hukum tersebut masih juga belum secara jelas diatur dalam       

1 Arie Kusumastuti dan Maria Suhardiadi, Hukum Yayasan Di Indonesia, PT.Abadi , Jakarta,

2003, halaman 1.

2

Yahya Zein, Status Hukum Yayasan, http://yahya zein.blokspot.com/2008/11/Status-hukum-yayasan.html,diakses 12 November 2008

3

(18)

peraturan perundang – undangan, keberadaan lembaga yayasan hanya didasarkan

pada kebiasaan, doktrin dan yurisprudensi Mahkamah Agung. Hal ini menunjukkan

walaupun tidak disebutkan secara tegas, yayasan di Indonesia telah diakui pula

sebagai badan hukum.

Untuk diakui sebagai badan hukum yayasan harus memenuhi :4

a. Syarat materiil yang terdiri dari, harus ada pemisahan harta kekayaan, adanya

tujuan tertentu dan mempunyai organisasi.

b. Syarat formil yaitu didirikan dengan akta autentik

Umumnya yayasan selalu didirikan dengan akta notaris sebagai syarat bagi

terbentuknya suatu yayasan. Namun ada juga yayasan yang didirikan oleh badan –

badan pemerintah dilakukan atau dengan suatu Surat Keputusan dari pihak yang

berwenang untuk itu atau dengan akta notaris. Didalam akta notaris yang dibuat

tersebut dimuat ketentuan tentang pemisahan harta kekayaan oleh pendiri yayasan,

yang kemudian tidak boleh lagi dikuasai oleh pendiri. Akta notaris itu tidak

didaftarkan di Pengadilan Negeri dan tidak pula diumumkan dalam berita negara.

Para pengurus yayasan tidak diwajibkan untuk mendaftarkan dan mengumumkan akta

pendiriannya, juga tidak disyaratkan pengesahan aktanya Kementeri Hukum Dan Hak

Azasi Manusia.

      

4 Http : www.kompas com/Anwar Borahima / 

(19)

Selama ini beberapa peraturan Perundang – Undangan yang berlaku hanya

menyebutkan mengenai yayasan tanpa menjelaskan atau mengatur tentang pengertian

yayasan, seperti yang terdapat dalam Pasal 365, Pasal 899, Pasal 900 dan Pasal 1680

KUHPerdata. Didalam pasal – pasal ini sama sekali tidak memberikan pengertian

tentang yayasan.

Agar pengertian yayasan tidak menyimpang maka pemerintah mengeluarkan

Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang – Undang Nomor 28 Tahun

2004 tentang Yayasan. Pengertian yayasan pada Pasal 1 angka (1) Undang – Undang

Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2004 menyatakan

bahwa :

”Yayasan adalah suatu badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang

dipisahkan untuk mencapai tujuan tertentu dibidang sosial, keagamaan, dan

kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota.”

Setelah keluarnya Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang –

Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan, maka penentuan status badan

hukum yayasan harus mengikuti ketentuan yang ada didalam Undang – Undang

tersebut. Dalam Undang – Undang tersebut menyatakan bahwa yayasan memperoleh

status badan hukum setelah akta pendirian memperoleh pengesahan dari Menteri

Hukum dan Hak Azasi Manusia.

Dengan ketentuan tersebut dapat diketahui yayasan menjadi badan hukum

karena Undang – Undang atau berdasarkan Undang – Undang bukan berdasarkan

(20)

awalnya berupa kekayaan pendiri yang dipisahkan dari kekayaan pribadinya yang

lain. Memiliki tujuan tertentu yang merupakan konkretisasi nilai – nilai keagamaan,

sosial dan kemanusiaan, tidak memiliki anggota.5

Yayasan sebagai suatu badan hukum, memiliki hak dan kewajiban yang

independen, yang terpisah dari hak dan kewajiban orang atau badan yang mendirikan

yayasan, maupun para Pengurus serta organ yayasan lainnya.6 Yayasan merupakan

suatu badan yang melakukan berbagai kegiatan yang bersifat sosial dan mempunyai

tujuan idiil.7

Dengan diberlakukannya Undang – Undang Yayasan, status badan hukum yang

jelas pada sebuah yayasan diperoleh setelah ada akta pendirian yayasan, dan syarat –

syarat pendiriannya adalah sebagai berikut :

a. Didirikan oleh satu orang atau lebih.

b. Ada kekayaan yang dipisahkan dari kekayaan pendirinya

c. Dilakukan dengan akta notaris dan dibuat dalam Bahasa Indonesia

d. Harus memperoleh pengesahan dari Menteri Hukum Dan Hak Azasi Manusia

e. Diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia

f. Tidak boleh memakai namayang telah dipakai secara sah oleh yayasan lain atau

bertentangan dengan ketertiban umum dan atau kesusilaan.

g. Nama yayasan harus didahului dengan kata ”Yayasan”

       5

Chatamarrasjid Ais, Badan Hukum Yayasan Edisi Revisi, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, halaman 2

6

Gunawan Wijaya,Yayasan di Indonesia Suatu Panduan Komprehensif, Elex Media Komputindo, Kelompok Gramedia, Jakarta, 2002, halaman 4

7

(21)

Ketentuan tersebut dimaksudkan agar penataan administrasi pengesahan suatu

yayasan sebagai badan hukum dapat dilakukan dengan baik guna mencegah

berdirinya yayasan tanpa melalui prosedur yang ditentukan dalam undang – undang

ini.

Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang – Undang Nomor 28

Tahun 2004 tentang Yayasan isinya selain bersifat mengatur, juga bersifat memaksa.

Undang – Undang ini bukan hanya berlaku terhadap yayasan yang didirikan setelah

Undang – Undang Yayasan tersebut berlaku, melainkan berlaku pula terhadap

yayasan yang ada sebelum Undang – Undang Yayasan tersebut ada.

Pada prinsipnya, terkait status badan hukum, yayasan yang telah ada sebelum

berlakunya Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang – Undang Nomor 28

Tahun 2004 tentang Yayasan, berdasarkan pada yurisprudensi dan doktrin, tetap

diakui menjadi badan hukum apabila memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam

Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang – Undang Nomor 28 Tahun

2004 tentang Yayasan.

Berdasarkan ketentuan peralihan Pasal 71 ayat (1) Undang – Undang Nomor 28

Tahun 2004, sejak berlakunya undang undang tersebut akan muncul dua pengakuan

yang berbeda terhadap yayasan. Ada yayasan yang diakui sebagai badan hukum,

(22)

Pengakuan tersebut menimbulkan konsekwensi yuridis bagi Yayasan yang telah ada

sebelum berlakunya Undang – Undang Yayasan tersebut.8

Yayasan yang telah ada sebelum berlakunya Undang – Undang Yayasan

tersebut, dan telah didaftarkan di Pengadilan Negeri tetap diakui sebagai badan

hukum. Hal ini merupakan hak yang telah diperoleh yayasan sebelumnya, oleh karena

itu sesuai dengan prinsip hukum yang belaku, hak tersebut tidak dapat hilang begitu

saja.

Pendaftaran yang telah dilakukan oleh Yayasan sebelum berlakunya Undang –

Undang Nomor 28 Tahun 2004 pada Pasal 71 Ayat (1) tentang Yayasan hanya

terbatas pada Yayasan yang :

a. Telah didaftarkan di Pengadilan Negeri dan diumumkan dalam Tambahan Berita

Negara Republik Indonesia.

b. Telah didaftarkan di Pengadilan Negeri dan Mempunyai izin melakukan kegiatan

dari instansi terkait.

Dengan pendaftaran tersebut yayasan tetap diakui sebagai badan hukum.

Pengakuan sebagai badan hukum bukan berlangsung secara otomatis, namun terlebih

dahulu yayasan harus memenuhi semua persyaratan yang diwajibkan untuk

dilakukan menurut Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2004. Persyaratanya adalah

yayasan wajib menyesuaikan anggaran dasarnya dengan ketentuan Undang – Undang

Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan

       8

(23)

dengan ketentuan bahwa paling lambat 3 (tiga) tahun sejak mulai berlakunya Undang

– Undang ini telah melakukan penyesuaian (6 Oktober 2008).

Sementara itu, yayasan yang belum pernah terdaftar di Pengadilan Negeri

dapat memperoleh status badan hukum dengan cara menyesuaikan anggaran dasarnya

dan wajib mengajukan permohonan kepada Menteri dalam jangka waktu paling

lambat 1 ( satu ) tahun sejak Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang

Yayasan tersebut berlaku . Bila dalam batas waktu tersebut pendiri yayasan lalai

menyesuaikan anggaran dasarnya dengan Undang – Undang Yayasan tersebut, maka

yayasan tidak dapat diakui sebagai yayasan dan permohonan pengesahannya ditolak

oleh Menteri Hukum Dan Hak Azazi Manusia.

Yayasan itu juga wajib memberitahukan kepada Menteri Hukum Dan Hak

Azasi Manusia setelah pelaksanaan penyesuaian anggaran dasarnya. Sangsi yang

diberikan kepada yayasan yang tidak menyesuaikan anggaran dasarnya adalah

yayasan dapat dibubarkan berdasarkan putusan pengadilan atas permohonan

kejaksaan atau pihak yang berkepentingan .9

Berdasarkan uraian tersebut diatas, menyatakan bagaimana pentingnya status

badan hukum yang diperoleh yayasan, maka penulis tertarik memilih penelitian

dengan judul ” Analisis Yuridis Terhadap Yayasan Yang Tidak Didaftarkan Menurut

Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2004.

      

9 

(24)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah kedudukan hukum Yayasan yang tidak didaftarkan sesuai dengan

Undang – Undang yang berlaku ?

2. Bagaimanakah tanggung jawab hukum dari pengurus Yayasan terhadap kegiatan

Yayasan yang belum didaftarkan ?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan :

1. Untuk mengetahui kedudukan hukum Yayasan yang tidak didaftarkan sesuai

dengan Undang – Undang yang berlaku.

2. Untuk mengetahui tanggung jawab hukum dari pengurus Yayasan terhadap

kegiatan Yayasan yang belum didaftarkan.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilaksanakan ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai

berikut :

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menyumbang pemikiran di bidang

hukum yang akan mengembangkan disiplin ilmu hukum, khususnya dalam disiplin

ilmu hukum perdata dan kenotariatan terutama berkaitan dengan bidang yayasan, dan

juga diharapkan bisa memberikan masukkan bagi penyempurnaan perangkat

(25)

Secara praktis, diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai

masukan untuk para praktisi hukum, notaris, masyarakat umum, para pengelola

yayasan, akademisi tentang cara memperoleh status badan hukum bagi pendirian

yayasan.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran pada perpustakaan Universitas Sumatera Utara, maka

penelitian tentang “Analisis Yuridis Terhadap Yayasan Yang Tidak Didaftarkan

Menurut Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2004 “ belum pernah dilakukan dalam

topik dan permasalahan yang sama.

Namun, penulis ada menemukan beberapa tesis karya mahasiswa, yang

menyangkut masalah yayasan, namun permasalahan dan bidang kajiannya sangat

jauh berbeda, yaitu :

1. Tesis atas nama Robert Purba, NIM : 017011054, dengan judul Konsekwensi

Hukum Yayasan Sebagai Badan Hukum Setelah Berlakunya Undang – Undang

Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan. Permasalahan dalam tesis ini pertama,

adalah bagaimana pelaksanaan yayasan setelah diberlakukannya Undang –

undang Nomor 16 Tahun 2001 ditinjau dari pendirian, stuktur organisasi, tujuan

pendirian, sifat dan kegiatan usaha yang dilakukan oleh Yayasan, kedua apa yang

menjadi konsekwensi hukun terhadap Yayasan sebagai badan hukum setelah

(26)

bagaimana pandangan dari para organ yayasan terhadap keberadaan Undang –

Undang Yayasan tersebut.

2. Tesis atas nama Sa’adah, NIM : 067005023, dengan judul Pertanggungjawaban

Pengurus Yayasan Dalam Penyelenggaraan Pendidikan Menurut Undang –

Undang Nomor 28 Tahun 2004. Permasalahan dalam tesis ini pertama, adalah

bagaimana tugas dan wewenang Pengurus Yayasan dalam ketentuan Undang –

Undang Yayasan, kedua, bagaimana prinsip pertanggungjawaban Pengurus

Yayasan atas penyelenggaraan prinsip Fiduciary Duty, dan terakhir bagaimana

kedudukan dan tanggung jawaban Pengurus Yayasan Dalam Bidang Pendidikan.

3. Tesis atas nama Irma Fatmawati, NIM : 077005077, dengan judul Analisis

Hukum Prinsip Transparansi Pengelolaan Kegiatan Usaha Yayasan Menurut

Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang – Undang Nomor 28 Tahun

2004 (Studi Pada Yayasan Prof.DR.H.Kadirun Yahya). Permasalahan dalam tesis

ini pertama, adalah bagaimana Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo

Undang – undang Nomor 28 Tahun 2004 mengatur tentang penggunaan prinsip

transparansi dalam pengelolaan kegiatan usaha yayasan, kedua, bagaimana peran

dan fungsi pengurus yayasan dalam penerapan prinsip transparansi pada

pengelolaan kegiatan usaha yayasan menurut Undang – Undag Nomor 16 Tahun

2001 jo Undang – undang Nomor 28 Tahun 2004, dan terakhir, bagaimana

penerapan prinsip transparansi dalam pengelolaan kegiatan usaha pada yayasan

(27)

Dari penelusuran kepustakaan tersebut diatas, ternyata bahwa kelompok

bahasan dari permasalahan yang diajukan, lain dari penelitian tesis yang pernah

dilakukan, sehingga dengan demikian, maka penelitian ini adalah asli, serta dapat

dipertanggungjawabkan keasliannya secara ilmiah.

F. Kerangka Teori Dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Teori adalah menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau

proses tertentu terjadi, suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta –

fakta yang dapat menunjukkan ketidak benarannya. Fungsi teori dalam penelitian ini

adalah untuk memberikan arahan atau petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan

gejala yang diamati.10

Kerangka teori merupakan teori yang dibuat untuk memberikan gambaran

yang sistematis mengenai masalah yang diteliti. Teori ini masih bersifat sementara

yang akan dibuktikan kebenarannya dengan cara meneliti dalam realitas.11

Sejalan dengan hal tersebut, maka teori yang digunakan dalam penelitian ini

adalah teori Badan Hukum yaitu teori Fiksi yang dipelopori oleh von Savigny,

menurutnya bahwa badan hukum itu semata – mata buatan negara saja. Badan hukum

itu suatu fiksi, yakni suatu yang sebenarnya tidak ada, tetapi orang menciptakan

       10

JJJ.Wuisman, Penyunting M.Hisyam, Penelitian Ilmu Sosial, Jilid 1, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1996, halaman 203.

11

(28)

dalam bayangannya badan hukum selalu subjek hukum yang dianggap sama dengan

manusia. Orang bersikap seolah – olah ada subjek hukum yang lain, tetapi wujud

yang tidak riil itu tidak dapat melakukan perbuatan – perbuatan sehingga yang

melakukan ialah manusia sebagai wakilnya.12

Selanjutnya dikemukakan dalam teori ini bahwa badan hukum adalah suatu

abstraksi bukan merupakan suatu hal yang konkrit. Jadi karena hanya suatu abstraksi

maka tidak mungkin menjadi suatu subjek dari hubungan hukum, sebab hukum

memberi hak – hak kepada yang bersangkutan suatu kekuasaan dan menimbulkan

kehendak berkuasa, badan hukum semata – mata hanya buatan pemerintah atau

negara, terkecuali negara, badan hukum itu fiksi yakni suatu yang sebenarnya tidak

ada tetapi orang menghidupkannya dalam bayangan untuk sesuatu hal.13

Penelitian ini berusaha memahami tentang kedudukan hukum yayasan yang

tidak didaftarkan menurut Undang – Undang, bagaimana kepastian hukum untuk

yayasan belum terdaftar ini agar bisa menjadi badan hukum sesuai dengan ketentuan

yang ada pada Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang – Undang Nomor

28 Tahun 2004.

Maksudnya badan hukum yayasan tersebut dapat diakui sebagai subjek

hukum yaitu sebagai rechtspersoon yang merupakan pasangan dari orang sebagai

subjek hukum atau natuurlijke persoon.

      

12 Handri Raharjo, 

Hukum Perusahaan, Yustisia,yokyakarta,2009, halaman 19 

13 

(29)

Scholten, mengatakan bahwa yayasan adalah badan hukum yang mempunyai

unsur – unsur sebagai berikut :

a. Mempunyai harta kekayaan sendiri, yang berasal dari suatu perbuatan pemisahan.

b. Mempunyai tujuan sendiri (tertentu).

c. Mempunyai alat perlengkapan.

Dalam sistem hukum Indonesia suatu badan hukum selain memenuhi 3 (tiga)

unsur diatas yang merupakan syarat materiil, yayasan juga perlu didaftarkan sebagai

badan hukum. Sebelum didaftarkan sebagai badan hukum, yayasan itu secara formal

belum dapat diakui secara sah sebagai suatu badan hukum. Perbuatan – perbuatan

hukum yang dilakukan oleh pengurus suatu badan hukum yang belum didaftarkan

dianggap sebagai perbuatan pribadi pengurus. Pendaftaran badan hukum yayasan

dapat dilihat sebagai unsur formal. Sahnya suatu badan hukum sering kali dikaitkan

dengan tanggung jawab pengurus, dalam hal perbuatan – perbuatan hukum tanggung

jawab pengurus badan hukum yang sah sebatas tanggung jawab pengurus yang

menjadi tanggungjawabnya menurut Anggaran Dasar. Sebaliknya jika badan

hukumnya belum didaftarkan, maka tanggungjawabnya bersifat pribadi dari orang –

orang yang duduk sebagai pengurus.

Yayasan memperoleh status badan hukum setelah Akta Pendirian Yayasan

yang dibuat oleh notaris memperoleh pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Azasi

(30)

2. Kerangka Konsepsi

Untuk menghindari kesalah pahaman atasa istilah yang dipergunakan dalam

penelitian ini, berikut dijelaskan maksud dari istilah – istilah yang dipakai dalam

penelitian ini yaitu :

a. Analisis Yuridis adalah mengkaji secara hukum

b. Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan

diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu dibidang sosial , keagamaan,dan

kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota.

c. Yayasan yang tidak didaftarkan adalah : Yayasan yang tidak dimohonkan

pengesahannya kepada Menteri Hukum dan Hak azasi Manusia dan diumumkan

dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia.

d. Badan Hukum adalah suatu badan yang dapat mempunyai harta kekayaan, hak

dan kewajiban seperti orang pribadi.

Badan Hukum adalah merupakan istilah hukum yang resmi di Indonesia dan

merupakan terjemahan istilah hukum Belanda yaitu rechtspersoon, juga

merupakan terjemahan peristilahan persona moralis (latin), legal persons

(Inggris).

d. Kekayaan Yayasan merupakan modal bagi usaha yayasan yang berasal dari

sejumlah kekayaan yang dipisahkan dalam bentuk uang atau barang, dan

kekayaan yang berasal dari sumber – sumber lain, dan yang dapat diperoleh dari

(31)

yang tidak bertentangan dengan Anggaran dasar dan/atau peraturan perundang –

undangan yang berlaku.

e. Tanggung Renteng Adalah harta kekayaan pribadi masing - masing dari

Pengurus, Pembina dan Pengawas yayasan dapat bertanggung jawab dan dipakai

untuk memenuhi kewajiban – kewajiban dari Pengurus , Pembina dan Pengawas

atas perbuatan hukum yang dilakukannya terhadap pihak ketiga

f. Pembina adalah organ Yayasan yang mempunyai kewenangan yang tidak

diserahkan kepada pengurus, pengawas oleh Undang – Undang atau anggaran

dasar.

f. Perngurus adalah organ Yayasan yang melaksanakan kepengurusan Yayasan.

g. Pengawas adalah organ Yayasan yang bertugas melakukan pengawasan dan

memberikan nasehat kepada pengurus dalam menjalankan kegiatan Yayasan.

F. Metode Penelitian

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum

normatif, dimana penelitian hukum normatif adalah suatu prosedur penelitian ilmiah

untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan dipandang dari sisi

normatifnya.14

       14

(32)

Untuk menunjang diperolehnya data yang aktual dan akurat,penelitian yang

dilakukan bersifat deskriptif analisis yaitu penelitian yang hanya menggambarkan

fakta – fakta tentang objek penelitian baik dalam kerangka sistematisasi maupun

sinkronisasi berdasarkan aspek yuridis, dengan tujuan menjawab permasalahan yang

menjadi objek penelitian.15

2. Metode Pendekatan

Metode pendekatan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif,yakni dengan

melakukan analisis terhadap permasalahan dan penelitian melalui pendekatan

terhadap asas – asas hukum yang mengacu pada norma – norma atau kaidah – kaidah

hukum positif yang berlaku.

3. Alat Pengumpulan Data

Bahan atau materi yang dipakai dalam tesis ini diperoleh melalui penelitian

kepustakaan. Dari hasil penelitian kepustakaan diperoleh data sekunder, yang

meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier yakni

dengan meneliti sumber bacaan yang berhubungan dengan tesis ini.

Penelitian yuridis normatif lebih menekankan pada data sekunder atau data

kepustakaan yang sumber datanya terdiri dari :

a. Bahan hukum primer yakni bahan hukum yang terdiri atas peraturan perundang –

undangan yang berkaitan berupa Undang – Undang Nomor 16 tahun 2001 jo

Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan.       

15

(33)

b. Bahan Hukum Sekunder adalah bahan yang memberikan penjelasan mengenai

bahan hukum primer, terdiri atas buku – buku teks, jurnal – jurnal, pendapat para

ahli, makalah – makalah, dan media internet.16

c. Bahan hukum tertier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti

kamus umum, kamus hukum, majalah dan jurnal ilmiah.17

4. Teknik Pengumpulan Data

Mengingat penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif yang memusatkan

perhatian pada data sekunder, maka pengumpulan data utama ditempuh dengan

melakukan penelitian kepustakaan dan studi dokumen – dokumen yang berkaitan

dengan Yayasan, Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2001, Undang – Undang

Nomor 28 Tahun 2004, Badan Hukum, dan Peraturan – Peraturan yang ada kaitannya

dengan Yayasan.

5. Analisis Data

Analisis data adalah proses pengumpulan data, mentabulasi data,

mensistematisasi data, menganalisis data dan menarik kesimpulan dengan

menggunakan logika berfikir deduktif – induktif yaitu menarik kesimpulan dari hal

yang umum kepada hal yang khusus. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan

       16

Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1982, halaman 24

17

(34)

metode pendekatan yang bersifat kualitatif, yaitu pendekatan dengan cara

(35)

BAB II

KEDUDUKAN YAYASAN YANG TIDAK DIDAFTARKAN SESUAI DENGAN UNDANG – UNDANG YANG BERLAKU

A. Dasar Hukum Yayasan

1. Sejarah Perundang – Undangan Tentang Yayasan.

Sebelum lahirnya Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan,

kedudukan Yayasan sebagai Badan Hukum (rechtspersoon) sudah diakui, dan

diberlakukan sebagai badan hukum, namun status yayasan sebagai Badan Hukum

dipandang masih lemah, karena tunduk pada aturan – aturan yang bersumber dari

kebiasaan dalam masyarakat atau yurisprudensi.

Pada saat itu masyarakat mendirikan yayasan dengan maksud untuk

berlindung dibalik status Badan Hukum Yayasan, yang tidak hanya digunakan

sebagai wadah mengembangkan kegiatan sosial, keagamaan, kemanusiaan,

melainkan juga adakalanya bertujuan untuk memperkaya diri para Pendiri, Pengurus,

dan Pengawas. Pada hal peranan yayasan di sektor sosial, pendididkan, dan agama

sangat menonjol, tetapi tidak ada satu Undang – Undang pun yang mengatur secara

khusus tentang yayasan.

Yayasan, dalam bahasa Belanda disebut Stichting, dalam KUHPerdata yang

(36)

dalam beberapa ketentuan KUHPerdata antara lain dalam Pasal 365, Pasal 899, Pasal

900 dan Pasal 1680 .18

Dengan ketidak pastian hukum ini yayasan sering digunakan untuk

menampung kekayaan para pendiri atau pihak lain, bahkan yayasan dijadikan tempat

untuk memperkaya para pengelola yayasan. Yayasan tidak lagi bersifat nirlaba,

namun yayasan digunakan untuk usaha – usaha bisnis dan komersial dengan segala

aspek manifestasinya.

Dengan ketiadaan peraturan yang jelas ini, maka semakin berkembang dan

bertumbuhanlah yayasan – yayasan di Indonesia dengan cepat, pertumbuhan ini tidak

diimbangi dengan pertumbuhan Undang - Undang yang mengatur bagi yayasan itu

sendiri, sehingga masing – masing pihak yang berkepentingan menafsirkan

pengertian yayasan secara sendiri – sendiri sesuai dengan kebutuhan dan tujuan

mereka.

Dalam rangka menjamin kepastian dan ketertiban hukum agar yayasan

berfungsi sesuai dengan maksud dan tujuannya berdasarkan prinsip keterbukaan dan

akuntabilitas kepada masyarakat, maka pada tanggal 6 Agustus 2001 disahkan

Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan yang mulai berlaku 1

(satu) tahun kemudian terhitung sejak tanggal diundangkan yaitu tanggal 6 Agustus

2002. Kemudian pada tanggal 6 Oktober 2004 melalui Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2004 disahkannya Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2004

      

18 Rochmat Soemitro, 

(37)

tentang perubahan Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.

Cepatnya perubahan atas Undang – Undang yang mengatur tentang Yayasan ini

menunjukkan bahwa masalah yayasan tidak sederhana dan badan hukum ini memang

diperlukan oleh masyarakat.

Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2004 ini tidak mengganti Undang –

Undang Nomor 16 Tahun 2001. Perubahan ini hanya sekedar mengubah sebagian

Pasal – Pasal dari Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2001. Jadi Undang – Undang

Nomor 28 Tahun 2004 tidak mengubah seluruh Pasal yang ada didalam Undang –

Undang Nomor 16 Tahun 2001.

Undang – undang ini dimaksudkan untuk memberikan pemahaman yang

benar kepada masyarakat mengenai yayasan, menjamin kepastian dan ketertiban

hukum serta mengembalikan fungsi yayasan sebagai pranata hukum dalam rangka

mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan berdasarkan

prinsip keterbukaaan dan akuntabilitas.. Undang – Undang ini menegaskan bahwa

yayasan adalah suatu badan hukum yang mempunyai maksud dan tujuan bersifat

sosial, keagamaan dan kemanusiaan, didirikan dengan memperhatikan persyaratan

formal yang ditentukan dalam undang – undang ini dan diharapkan akan menjadi

dasar hukum yang kuat dalam mengatur kehidupan yayasan

2. Badan Hukum Yayasan

Sebelum Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang – Undang

(38)

hanya dalam beberapa Pasal pada KUHPerdata yang menyinggung adanya lembaga

yayasan seperti Pasal 365, Pasal 899, Pasal 900, Pasal 1680 KUHPerdata.

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia istilah Yayasan adalah badan atau

organisasi yang bergerak dibidang sosial, keagamaan dan pendidikan yang bertujuan

tidak mencari keuntungan

Yayasan dalam Bahasa Belanda disebut dengan Stichting, adalah suatu badan

hukum yang berbeda dengan badan hukum perkumpulan atau Perseroan Terbatas,

dimana dalam yayasan tidak mempunyai anggota atau persero, yayasan adalah badan

hukum tanpa diperlukan campur tangan pemerintah.

Menurut Soebekti pengertian badan hukum yaitu suatu badan atau

perkumpulan yang dapat memiliki hak – hak dan melakukan perbuatan seperti

menerima serta memiliki kekayaan sendiri, dapat digugat, dan menggugat di muka

hakim.19

Menurut Teori Fiksi yang dipelopori oleh Sarjana Von Savigny, bahwa hanya

manusia saja yang mempunyai kehendak. Menurut alam manusia selalu subjek

hukum, tetapi orang menciptakan dalam bayangannya badan hukum selalu subjek

hukum diperhitungkan sama dengan manusia, jadi orang bersikap seolah – olah ada

subjek hukum yang lain, tetapi wujud yang tidak riil itu tidak dapat melakukan

perbuatan – perbuatan sehingga yang melakukan adalah manusia sebagai wakilnya.

Selanjutnya dikemukakan bahwa badan hukum adalah suatu abstraksi, bukan

      

19 Handri Raharjo, 

(39)

merupakan suatu hal yang kongkrit, jadi karena suatu abstraksi maka tidak mungkin

menjadi suatu subjek dari hubungan hukum sebab hukum memberi hak – hak kepada

yang bersangkutan suatu kekuasaan dan menimbulkan kehendak berkuasa. Badan

hukum semata – mata hanya buatan pemerintah atau negara. Kecuali negara badan

hukum itu fiksi yakni suatu yang sebenarnya tidak ada tetapi orang menghidupkannya

dalam bayangan untuk menerangkan sesuatu hal.

Menurut Scholten, yayasan adalah badan hukum yang mempunyai harta

kekayaan sendiri yang bersal dari suatu perbuatan pemisahan, mempunyai tujuan

tertentu,dan mempunyai organ yayasan.20 Menurutnya yayasan adalah badan hukum

yang memenuhi unsur – unsur :

a. Mempunyai harta kekayaan sendiri, yang berasal dari suatu perbuatan

hukum pemisahan.

b. Mempunyai tujuan sendiri (tertentu)

c. Mempunyai alat perlengkapan (organisasi)

Dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung sebagaimana termaktup dalam

Putusan Mahkamah Agung tanggal 27 Juni 1973 Nomor 124K/Sip/197321. Dalam

putusannya tersebut Mahkamah Agung telah membenarkan putusan judex factie

sebagai berikut :

      

20 

ibid 

21 

(40)

a. Bahwa Yayasan Dana Pensiun H.M.B, didirikan di Jakarta dengan nama “

Stichting Pensiunfonds H.M.B, Indonesie” dan bertujuan untuk menjamin

keuangan para anggotanya.

b. Bahwa para anggotanya ialah pegawai NV.H.M.B

c. Bahwa yayasan tersebut mempunyai pengurus sendiri terlepas dari NV.H.M.B,

dimana ketua dan bendahara dipilih oleh Direksi NV.H.M.B.

d. Bahwa pengurus yayasan tersebut mewakili yayasan didalam dan di luar

pengadilan.

e. Bahwa yayasan tersebut mempunyai harta sendiri, antara lain harta benda hibah

dari NV.H.M.B (akte hibah)

f. Bahwa dengan demikian yayasan tersebut merupakan suatu badan hukum

Berdasarkan putusan Mahkamah Agung ini maka kedudukan yayasan sebagai

badan hukum telah mempunyai kepastian hukum dalam hukum di Indonesia.

Sebelum Yurisprudensi Mahkamah Agung tersebut, status badan hukum

yayasan tidak memberikan kepastian hukum apakah yayasan tersebut merupakan

badan hukum atau bukan badan hukum sehingga dalam masyarakat terdapat

penafsiran bahwa yayasan merupakan badan hukum atau penafsiran yayasan bukan

badan hukum. Berdasarkan Yurisprudensi tersebut diatas sudah jelas bahwa yayasan

merupakan badan hukum, tetapi yang belum jelas adalah bagaimana tata cara

menurut hukum yang harus dipenuhi oleh yayasan untuk mendirikan yayasan dan

(41)

Kebiasaan selama ini yayasan yang didirikan oleh swasta atau perorangan

biasanya dilakukan dengan akta notaris. Kekayaan yang dipisahkan dari milik para

pendiri atau pengurus yayasan yang bersangkutan. Kebiasaan yang terjadi akta notaris

tersebut tidak didaftarkan atau didaftarkan di kantor Pengadilan Negeri setempat.

Kedudukan yayasan pada Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo

Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2004 telah menegaskan bahwa yayasan adalah

sebagai Badan Hukum. Pasal 1 angka (1) Undang - Undang Nomor 16 Tahun 2001

dengan tegas menyatakan bahwa yayasan adalah suatu badan hukum yang terdiri atas

kekayaan yang dipisahkan untuk mencapai tujuan tertentu dibadang sosial,

keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota. Dengan adanya

ketentuan tertulis ini telah secara jelas menyatakan Yayasan adalah badan hukum

Jika kita melihat pasal 1 angka (1) Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2001

tentang Yayasan, yayasan mempunyai unsur – unsur sebagai berikut bahwa yayasan

adalah badan hukum yang terdiri atas harta kekayaan yang dipisahkan dari kekayaan

pendirinya, tidak mempunyai anggota dimana yayasan mempunyai kekayaan sendiri.

Harta kekayaan itu digunakan untuk kepentingan tujuan yayasan dibidang sosial,

keagamaan, dan kemanusiaan.

Dalam Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang yayasan disebutkan

bahwa pendiri yayasan bukanlah pemilik yayasan. Pendiri yayasan telah memisahkan

kekayaaannya untuk menjadi milik yayasan, sehingga pendiri tidak terikat lagi dan

(42)

Kekayaan dan hasil kegiatan usaha yayasan tidak boleh dialihkan dan

dibagikan kepada organ yayasan. 22Jadi disini menjelaskan juga bahwa organ yayasan

bukan pemilik yayasan. Jadi kekayaan tersebut harus dipakai untuk mewujudkan

tujuan yayasan. Dimana tujuan yayasan itu sendiri diarahkan untuk kepentingan

masyarakat, sehingga dapat dikatakan bahwa masyarkatlah pemilik yayasan

Untuk mendapatkan status badan hukum yayasan maka memerlukan suatu

proses yaitu diperolehnya pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia 23

dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia. 24 Dengan

dilaksanakan pengesahan dari Menteri Hukum Dan Hak Azasi Manusia maka

resmilah yayasan sebagai Badan Hukum karena ini merupakan sayarat mutlak

yayasan untuk diakui sebagai badan hukum.

Fungsi pengesahan ini adalah untuk keabsahan keberadaan badan hukum

sehingga badan hukum itu tidak bertentangan dengan Perundang – Undangan yang

ada, kebenaran isi akta pendirian termasuk permodalan, hal ini dimaksudkan agar

tidak ada penipuan.

Dari keterangan diatas jelas terlihat bahwa yayasan menjadi badan hukum

karena paksaan dari negara yaitu seperti terlihat pada Undang – Undang pada Pasal 1

angka (1) Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2001 yang mengatakan bahwa

Yayasan adalah badan hukum, hal ini sesuai apa yang dikemukakan oleh tiori fiksi

(43)

semata – mata buatan negara. Jadi tanpa diatur oleh negara yayasan ini tidak

berbadan hukum.

B. Pendirian Yayasan

1. Tujuan Dan Kegiatan Usaha Yayasan

Yayasan adalah kumpulan dari sejumlah orang yang terorganisasi dan dilihat

dari segi kegiatannya, lebih tampak sebagai lembaga sosial. Dari sejak awal, sebuah

yayasan didirikan bukan untuk tujuan komersial atau untuk mencari keuntungan, akan

tetapi tujuannya tidak lebih dari membantu atau meningkatkan kesejahteraan hidup

orang lain.

Keberadaan yayasan merupakan suatu kebutuhan bagi masyarakat, yang

menginginkan adanya wadah atau lembaga yang bersifat dan bertujuan sosial,

keagamaan, dan kemanusiaan. Dengan adanya yayasan, maka segala keinginan sosial,

keagamaan, dan kemanusiaan, itu diwujudkan di dalam suatu lembaga yang diakui

dan diterima keberadaannya.25

Keberadaan Yayasan sebelum berlakunya Undang – Undang Nomor 16 Tahun

2001 jo Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan, menimbulkan

berbagai kontroversi sebab yayasan yang pada dasarnya bertujuan untuk kepentingan

masyarakat, seringkali justru dijadikan wadah melakukan perbuatan melanggar

hukum. Yayasan yang demikian, umumnya telah menyimpang dari maksud dan

      

25  Arie  Kusumastuti  Maria  Suhardiadi,

(44)

tujuan yang telah ditetapkan dalam Anggaran Dasarnya. Usaha yang semula

difokuskan pada usaha yang bersifat sosial dan kemanusiaan itu dibelokkan arahnya

sehingga kepentingan individulah yang diprioritaskan. Selain itu, beberapa yayasan

melakukan usaha layaknya badan usaha yang bertujuan mengejar keuntungan.

Dengan mengejar keuntungan, Yayasan itu umumnya tidak segan untuk melakukan

tindakan melawan hukum dan bertentangan dengan kepentingan umum.

Dengan bergesernya fungsi yayasan menjadi suatu badan usaha

mengakibatkan tujuan aslinya menjadi kabur, salah arah, dan hampir – hampir tidak

terkendali. Tampak disini yayasan digunakan untuk menjalankan usaha bisnis dan

komersial dengan segala aspek manifestasinya.

Dengan ketiadaan peraturan yang jelas ini, maka semakin berkembang dan

bertumbuhanlah yayasan – yayasan di Indonesia dengan cepat, pertumbuhan mana

tidak diimbangi dengan pertumbuhan peraturan dan pranata yang memadai bagi

yayasan itu sendiri, sehingga masing – masing pihak yang berkepentingan

menafsirkan pengertian yayasan secara sendiri – sendiri sesuai dengan kebutuhan dan

tujuan mereka.

Dalam rangka menjamin kepastian dan ketertiban hukum agar yayasan

berfungsi sesuai dengan maksud dan tujuannya berdasarkan prinsip keterbukaan dan

akutabilitas kepada masyarakat, maka pada tanggal 6 Agustus 2001 disahkan Undang

– Undang Yayasan Nomor 16 Tahun 2001 yang mulai berlaku sejak tanggal 6

Agustus 2002 dan diubah dengan Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2004, yang

(45)

Pengundangan Undang – Undang Yayasan ini dimaksudkan untuk menjamin

kepastian dan ketertiban hukum, serta memberikan pemahaman yang benar kepada

masyarakat mengenai yayasan, sehingga dapat mengembalikan fungsi yayasan

sebagai pranata hukum dalam rangka mencapai tujuan tertentu dibidang sosial,

keagamaan, dan kemanusiaan.

Tujuan dari Undang – Undang ini, memberikan pemisahan antara peran

yayasan dan peran suatu badan usaha yang didirikan, dalam hal ini yayasan sebagai

pemegang saham dalam suatu badan usaha tersebut karena adanya penyertaan modal

maksimal 25% dari kekayaan yayasan, agar tidak terjadi benturan kepentingan dan

tumpang tindih kepentingan, terlebih bila terjadi masalah yang timbul jika ada

larangan terhadap organ yayasan.26

Pasal 1 angka (1) Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang –

Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan jelas menegaskan bahwa Yayasan

harus bertujuan sosial, keagamaan, dan kemanusiaan.

Pada pasal 3, Pasal 7 dan Pasal 8 Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2001

memperkenankan yayasan untuk melakukan kegiatan usaha ataupun mendirikan

suatu badan usaha. Pasal 3 ayat (1) Undang – Undang Nomor 16 tahun 2001

menyebutkan :

” Yayasan dapat melakukan kegiatan usaha untuk menunjang pencapaian maksud dan tujuannya dengan cara mendirikan badan usaha dan atau ikut serta dalam suatu badan usaha.”

      

26 L.Boedi Wahyono dan Suyud Margono, 

(46)

Pada Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2004 ketentuan pada Pasal (3) ini

tidak diubah tetapi penjelasan pasal ini mempertegas bahwa yayasan tidak dapat

digunakan sebagai wadah usaha. Dengan perkataan lain yayasan tidak dapat langsung

melakukan kegiatan usaha, tetapi harus melalui badan usaha yang didirikannya atau

melalui badan usaha lain dimana yayasan mengikut sertakan kekayaannya.

Pada Pasal 7 Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2001 menyebutkan bahwa :

” Yayasan dapat mendirikan badan usaha yang kegiatannya sesuai dengan maksud dan tujuan yayasan.”

Dari pasal diatas dapat disimpulkan bahwa yayasan harus bertujuan sosial,

keagamaan dan kemanusiaan, dimana yayasan boleh melakukan kegiatan usaha

asalkan laba yang diperoleh dari hasil usaha tersebut dipergunakan dan diperuntukkan

untuk tujuan sosial, keagamaan dan kemanusiaan. Usaha yang memperoleh laba ini

diperlukan agar yayasan tidak tergantung selamanya pada bantuan dan sumbangan

pihak lain.27

Pasal 8 Undang – Undang Nomor 16 Tahun 200 jo Undang – Undang Nomor

28 Tahun 2004 menyebutkan bahwa :

”Kegiatan usaha dari badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) harus sesuai dengan maksud dan tujuan yayasan serta tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan/atau peraturan perundang – undangan yang berlaku.”

Dalam penjelasan Pasal 8 (delapan) ini, dijelaskan bahwa cakupan kegiatan

usaha yayasan menyangkut Hak Azasi Manusia, kesenian, olahraga, perlindungan

      

27 

(47)

konsumen, pendidikan, lingkungan hidup, kesehatan, dan ilmu pengetahuan. Dari

penjelasan itu, kita dapat menyatakan bahwa tujuan dari sebuah yayasan adalah

meningkatkan derajat hidup orang banyak atau mensejahterakan masyarakat.

Mengentaskan kemiskinan, memajukan kesehatan, dan memajukan pendidikan

merupakan kegiatan usaha yang harus menjadi prioritas bagi yayasan.

Semua tujuan yayasan diharapkan berakhir pada aspek kepentingan umum/

kemanfaatan publik sebagaimana maksud dan tujuan yayasan yang seharusnya.

Sebagai perbandingan di Inggris difinisi dari tujuan sosial, keagamaan dan

kemanusiaan ini, sering kali dikaitkan dengan pengertian charity atau sosial

Di Inggris dalam Charitable Uses Acts of 1601 mengemukakan ada 4

klasifikasi dari Charity yaitu mengatasi kemiskinan (The Relief Of Poverty),

memajukan pendidikan (The Advancement of Education), memajukan agama (The

Advancement Of religion), dan tujuan – tujuan lain untuk kepentingan umum (And

Other Purpose of Beneficial to The Community).28

Pada klasifikasi diatas mencakup aspek kepentingan umum atau kemanfaatan

bagi publik umumnya. Jadi, suatu sumbangan atau kegiatan bersifat charitable (

sosial ) dan kemanusiaan bila ia bermanfaat untuk masyarakat pada umumnya.

Yayasan tujuannya bersifar sosial, keagamaan dan kemanusiaan,namun

Undang – Undang tidak melarang yayasan untuk menjalankan kegiatan usaha.namun

tidak semata – mata untuk mencari laba, seperti yayasan yang mengusahakan

       28

(48)

poliklinik atau rumah sakit. Undang – Undang menghendaki rumah sakit atau

poliklinik berbentuk yayasan, namun jika dilihat dari kegiatan usahanya, rumah sakit

atau poliklinik ditujukan juga untuk mencari laba, namun tujuan yayasan itu bersifat

sosial dan kemanusiaan. Jadi disini rumah sakit tidak dapat dikatagorikan untuk

mencari keuntungan tetapi bertujuan untul sesuatu yang idiil atau filantropis atau

amal walaupun tidak mustahil yayasan itu mendapat keuntungan.

Yayasan sebagai philantropis adalah suatu kegiatan yang diminati menuju

kesejahteraan masyarakat. Arti dari philantropis itu adalah kedermawanan sosial,

yang dijalankan dalam kerangka kesadaran dan kesepakatan perusahaan dalam

menjalankan tanggung jawab sosial perusahaan. 29Contoh lain dalam pencapaian nilai

philantropis pada yayasan adalah melalui yayasan yang dirikan oleh perusahaan atau

group perusahaan. untuk pencapaian program Corporate Social Responcibility (CSR).

Perusahaanlah yang menyediakan modal awal, dana rutin atau dana abadi pada

yayasan yang didirikannya. Yayasan ini lah yang menjalankan program CSR

perusahaan yang terdorong untuk menolong sesama dan memperjuangkan

pemerataan sosial.

Dalam Pasal 3 ayat (1) Undang – undang Nomor 16 Tahun 2001, diterangkan

bahwa kegiatan usaha yayasan penting dilakukan dalam rangka tercapainya maksud

dan tujuan yayasan. Agar yayasan bisa melakukan kegiatan usaha, yayasan

memerlukan wadah atau sarana. Untuk itu, yayasan diperbolehkan mendirikan badan

       29

Edi Suharto,Pekerjaan Sosial Industri,CSR Dan ComDev,

(49)

usaha supaya bisa melaksanakan kegiatan usahanya,. Bahwa ketika mendirikan badan

usaha, yayasan harus mengutamakan pendirian badan usaha yang memenuhi hajat

hidup orang banyak, misalnya badan usaha yang bergerak dibidang penanganan Hak

Azasi Manusia, kesenian, olahraga, perlindungan konsumen, pendidikan, lingkungan

hidup, kesehatan dan ilmu pengetahuan dapat kita lihat bahwa disini bidang – bidang

usaha tersebut selalu berorientasi pada kepentingan publik. Di samping itu, dalam

mendirikan badan usaha tersebut organ yayasan perlu mempertimbangkan beberapa

hal berikut yaitu : badan usaha tersebut tidak boleh bertentangan dengan kepentingan

umum, badan usaha tidak melanggar kesusilaan, badan usaha itu tidak melanggar

aturan dan ketentuan yang berlaku pada Pasal 8 Undang – Undang Nomor 16 Tahun

2001.

2. Tata Cara Pendirian Yayasan Dan Penyesuaian Anggaran Dasar

Sebelum berlakunya Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang –

Undang Nomor 28 Tahun 2004, belum ada keseragaman tentang cara mendirikan

yayasan. Pendirian yayasan hanya didasarkan pada kebiasaan dalam masyarakat,

kerena belum ada peraturan Undang – Undang yang mengatur tentang cara

mendirikan yayasan.

Di dalam hukum perdata, pembentukan yayasan terjadi dengan surat

pengakuan (akta) diantara para pendirinya, atau dengan surat hibah/wasiat yang

dibuat dihadapan notaris. Dalam surat – surat itu ditentukan maksud dan tujuan,

(50)

yayasan tersebut.30 Sehingga Pendirian suatu yayasan di dalam hukum perdata

disyaratkan dalam dua aspek yaitu:

a. Aspek material

i. harus ada suatu pemisahan kekayaan

ii. suatu tujuan yang jelas

iii. ada organisasi ( nama,susunan dan badan pengurus )

b. aspek formal, pendirian yayasan dengan akta otentik31

Pada saat sebelum Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang –

Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan berlaku, umumnya yayasan

didirikan selalu dengan akta notaris, baik yayasan yang didirikan oleh pihak swasta

atau oleh pemerintah. Yayasan yang didirikan oleh badan – badan pemerintah

dilakukan dengan suatu surat keputusan dari pejabat yang berwenang untuk itu atau

dengan akta notaris sebagai syarat terbentuknya suatu yayasan. Namun para pengurus

dari yayasan tersebut tidak diwajibkan untuk mendaftarkan dan mengumumkan akta

pendiriannya, juga pengesahan yayasan sebagai badan hukum ke Menteri Kehakiman

pada saat itu. Ketiadaan aturan ini menimbulkan ketidak seragaman di dalam

pendirian yayasan.

Hal inilah yang menyebabkan masih banyaknya yayasan yang belum

didaftarkan sebagai badan hukum karena tidak ada aturan hukum yang memaksa pada

saat sebelum Undang – Undang Yayasan ada di Indonesia.

Setelah berlakunya Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang –

Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan, maka suatu yayasan dapat didirikan

      

30 Chaidir Ali, 

Badan Hukum, PT.Alumni, Bandung, 2005, halaman 88 

31 

(51)

dengan tata cara yang telah ditetapkan oleh Undang – Undang. Ada tiga proses yang

perlu diperhatikan dalam pendirian yayasan yaitu :

a. Proses Pendirian Yayasan

b. Proses Pengesahan Akta Yayasan

c. Proses Pengumuman Yayasan Sebagai Badan Hukum

a. Proses Pendirian Yayasan

Di dalam Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang – Undang

Nomor 28 Tahun 2004 telah dicantumkan dengan jelas syarat untuk didirikan

yayasan yaitu :

1. Didirikan oleh 1 (satu) orang atau lebih.

2. Ada kekayaan yang dipisahkan dari kekayaan pendirinya.

3. Harus dilakukan dengan akta notaris dan dibuat dalam Bahasa Indonesia

4. Harus memperoleh pengesahan menteri.

5. Diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia.

6. Tidak boleh memakai nama yang telah dipakai secara sah oleh yayasan lain, atau

bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan.

7. Nama yayasan harus didahului dengan kata yayasan.

Dalam Pasal 9 ayat (1) Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang

Yayasan disebutkan, yayasan dapat didirikan oleh satu orang atau lebih dengan

memisahkan harta kekayaan pendirinya, sebagai kekayaan awal. Yang dmaksud

(52)

yayasan hanya bisa didirikan oleh orang perseorangan saja atau boleh badan hukum

saja.

Makna dari memisahkan harta kekayaan pendirinya menunjukkan bahwa

pendiri bukanlah pemilik yayasan karena telah sejak awal semula memisahkan

sebagian dari kekayan pendirinya menjadi milik yayasan. Yayasan sebagai badan

hukum harus memiliki kekayaan sendiri, karena kekayaan yayasan digunakan untuk

kepentingan tujuan yayasan dibadang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan. Hal ini

yang harus menjadi perhatian dari pendiri yayasan. Pendiri yayasan ketika

mendirikan yayasan sudah memisahkan harta kekayaannya, untuk dijadikan kekayaan

awal yayasan. Oleh karena itu orang yang akan mendirikan yayasan harus memiliki

kekayaan yang cukup, dan kekayaan itu harus dipisahkan. Dengan memisahkan

kekayaannya tersebut dan kemudian mendirikan yayasan, maka harta tersebut sudah

beralih menjadi milik yayasan. Hal ini merupakan alasan untuk berpendapat bahwa

yayasan adalah milik masyarakat.

Yang dapat mendirikan yayasan bukan hanya semata – mata orang melainkan

juga badan hukum. Pasal 9 ayat (5) Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2001

dimungkinkan orang asing untuk mendirikan yayasan di Indonesia. Orang asing

tersebut dapat mendirikan sendiri atau secara bersama sama dalam arti sesama orang

asing atau bersama – sama dengan orang Indonesia.

Dengan demikian dapat diartikan bahwa suatu yayasan dapat didirikan oleh :

a. Satu orang yaitu orang Indonesia (Warga Negara Indnesia), orang Asing

(53)

b. Lebih dari satu orang yaitu orang Indonesia (Warga Negara Indonesia), orang Asing (Warga Negara Asing), orang Indonesia beserta orang asing (Warga Negara Indonesia bersama – sama Warga Negara Asing)

c. Satu badan hukum yaitu Badan Hukum Indonesia, Badan Hukum Asing

d. Lebih dari satu badan hukum yaitu badan – badan hukum Indonesai, badan –

badan hukum asing, badan hukum Indonesia bersama – sama badan hukum asing.32

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka yayasan tersebut dapat didrikan oleh

satu orang/badan hukum dan atau lebih dari satu orang/badan hukum, maka dapat

dikatakan bahwa yayasan dapat didirikan oleh satu orang dan atau beberapa orang

atau satu badan hukum atau beberapa badan hukum.

Selain pendirian yayasan dilakukan dengan kehendak seseorang, dalam Pasal

9 ayat (3) Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2004 mengatur juga tentang pendirian

yayasan yang dilakukan berdasarkan surat wasiat. Hal ini dapat terjadi jika

seseoarang menerima surat wasiat yang isinya adalah mengenai pendirian suatu

yayasan. Dimana isi dari surat wasiat tersebut tentang pendirian yayasan, dan

dicantumkan mengenai harta peninggalan yang dapat dijadikan kekayaan awal

yayasan.

Hal ini menjadi kewajiban bagi si penerima wasiat untuk melaksanakan

wasiat mendirikan Yayasan. Dimana sipenerima wasiat mewakili pemberi wasiat.

Dalam hubungan ini, bila penerima wasiat atau ahli waris tidak melaksanakan

maksud pemberi wasiat untuk mendirikan Yayasan, atas permintaan pihak yang

berkepentingan, pengadilan dapat memerintahkan ahli waris atau penerima wasiat

      

32 

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan kasus diatas, dpat disimpulkan bahwa sumber pencemarnya adalah logam berat arsen yang berasal dari air tanah pada mineral sulfida yang dibawah permukaan

Terkait dengan bentuk penalaran dalam tradisi ilmu al-bayan (istidlal bayani) ini, al-Jabiri menemukan karakter “pemaksaan epistemologis” dalam kegiatan bernalar,

Hasil dari skema diatas didapatkan bahwa informan primer yaitu 15 remaja di SMAN 1 Banguntapan Kabupaten Bantul Yogyakarta, didapatkan hasil bahwa mayoritas informan

Setelah mengikuti mata kuliah Nirmana ini, mahasiswa akan dapat membuat disain dan mempresentasikannya ke dalam bentuk dua dimensi maupun tiga dimensi baik secara konsep tual

Komponen dalam oleoresin jahe terdiri atas gingerol dan zingiberen, shagaol, minyak atsiri dan resin.Jahe yang digunakan sebagai bumbu masak terutama berkhasiat untuk

[r]

Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Tanggapan Responden berdasarkan Kategori pada Variabel Waktu Makan, Penampilan Makanan, Rasa Makanan, Keramahan Pramusaji, Kebersihan