Jagjit Singh : Tinjauan Hukum Yayasan Keagamaan Hindu Sikh Di Sumatera Utara Sebagai Badan Hukum Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004, 2009.
TINJAUAN HUKUM YAYASAN KEAGAMAAN HINDU SIKH DI
SUMATERA UTARA SEBAGAI BADAN HUKUM SETELAH
BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 Jo
UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2004
TESIS
Oleh
JAGJIT SINGH
077011034/MKn
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Jagjit Singh : Tinjauan Hukum Yayasan Keagamaan Hindu Sikh Di Sumatera Utara Sebagai Badan Hukum Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004, 2009.
TINJAUAN HUKUM YAYASAN KEAGAMAAN HINDU SIKH DI
SUMATERA UTARA SEBAGAI BADAN HUKUM SETELAH
BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 Jo
UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2004
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan dalam Program Studi Kenotariatan pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara
Oleh
JAGJIT SINGH
077011034/MKn
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Jagjit Singh : Tinjauan Hukum Yayasan Keagamaan Hindu Sikh Di Sumatera Utara Sebagai Badan Hukum Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004, 2009.
Judul Tesis : TINJAUAN HUKUM YAYASAN KEAGAMAAN HINDU SIKH DI SUMATERA UTARA SEBAGAI BADAN HUKUM SETELAH BERLAKUNYA UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 Jo UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2004
Nama Mahasiswa : Jagjit Singh Nomor Pokok : 077011034 Program Studi : Kenotariatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
Ketua
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)
(Dr.T.Keizerina Devi A,SH,MHum,CN) (
Anggota Anggota
Notaris Syahril Sofyan, SH, MKn)
Ketua Program Studi, Direktur,
(Prof.Dr.Muhammad Yamin,SH,MS,CN) (Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa B.MSc)
Jagjit Singh : Tinjauan Hukum Yayasan Keagamaan Hindu Sikh Di Sumatera Utara Sebagai Badan Hukum Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004, 2009.
Telah diuji pada Tanggal 29 Juli 2009
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin Lubis, S.H, M.S, CN Anggota : 1. Dr. T. Keizerina Devi A, S.H, CN, M.Hum
Jagjit Singh : Tinjauan Hukum Yayasan Keagamaan Hindu Sikh Di Sumatera Utara Sebagai Badan Hukum Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004, 2009.
ABSTRAK
Yayasan dalam kehidupan bermasyarakat dipandang sebagai bentuk ideal
(philantropic) sebagai wujud keinginan manusia untuk adanya lembaga yang secara
fungsional dapat dijadikan prasarana untuk hal-hal yang bertujuan sosial keagamaan yang dapat membawa manfaat dari segi sosial kemanusiaan. Hal inilah yang menjadikan banyak rumah ibadah Hindu Sikh memilih yayasan sebagai bentuk ideal yang dapat membawa manfaat pada kegiatan sosial keagamaannya, sekaligus mewujudkannya sebagai suatu bentuk badan hukum. Dengan keluarnya Undang-undang Yayasan yang mengharuskan yayasan-yayasan tersebut untuk dapat menyesuaikan anggaran dasarnya, namun hingga saat ini masih ada yayasan keagamaan Hindu Sikh yang belum juga melakukan penyesuaian anggaran dasar tersebut, dengan demikian perlu diteliti mengenai perlindungan hukum terhadap yayasan tersebut, sejauh mana prinsip keterbukaan dijalankan, serta pandangan dari para pengelola yayasan tersebut terhadap penerapan Undang-undang Yayasan tersebut.
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yaitu penelitian ini merupakan penelitian yang menggambarkan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai pelaksanaan kegiatan yayasan keagamaan Hindu Sikh di Sumatera Utara. Untuk jenis penelitian yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif dan empiris dimana pendekatan terhadap permasalahan dilakukan dengan mengkaji berbagai aspek hukum baik dari segi ketentuan peraturan-peraturan yang berlaku mengenai yayasan serta meneliti atau menelaahnya dari segi pelaksanaannya, sehingga dapat mengimplementasikan dalam praktek dilapangan, khususnya para organ-organ yayasan dalam kegiatan keseharian yayasan keagamaan Hindu Sikh yang mereka kelola. Metode pengumpulan data yang dipergunakan adalah penelitian kepustakaan
(library research) dan penelitian lapangan (field research). Sedangkan alat penelitian
yang digunakan adalah studi dokumen dan wawancara.
Jagjit Singh : Tinjauan Hukum Yayasan Keagamaan Hindu Sikh Di Sumatera Utara Sebagai Badan Hukum Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004, 2009.
walaupun yayasan-yayasan tersebut belum melakukan penyesuaian anggaran dasar dari penelitian ini didapati bahwa yayasan tersebut sebenarnya telah siap untuk melakukan pembaharuan anggaran dasar mereka.
Jagjit Singh : Tinjauan Hukum Yayasan Keagamaan Hindu Sikh Di Sumatera Utara Sebagai Badan Hukum Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004, 2009.
ABSTRACT
Legal foundations in daily lives are regarded as ideal bodies (Philanthropic) as to the wishes of humanity to have legal foundations as the basics for social and religions, that can bring benefits from the aspects of social humantarianlism. This is the basic choice of most Hindu Sikh religious places to have legal foundations that can benefit their social religious activities and at the same time as a legal body. With the implementation of the new legal foundations law, all social religious foundations can implement the necessary legal provisious in their basic legal charters of the above mentioned foundations but to this date there are Hindu Sikh foundations that have not implemented in their basic legal charters, so it is necessary to research legal protections for the foundations, by bearing in mind the principles of open management and the views of the foundation management to the implementation of the new laws.
The research is based on descriptive analysis the research potrays systematically, factually and accurately about the management activities of the Hindu Sikh foundations in North Sumatera. The type of research is judicial approach, normative, and empirical, where the research approach is based on discussing the various legal aspects as to the implementation of legal codes for the foundations at the same time researching and pondering how to implement them so they can be implemented practically in the day to day activities especially for the organs of the Hindu Sikh foundations that they manage. The data collected is by doing literary research (library research) and field research. The research is based on studying the legal documents and interviews of the personnel.
After doing the research, the legal protection of Hindu Sikh foundations that were in exist prior to the new laws, the foundations have made the necessary alterations in their basic legal charter, they are lawfully legal, and they can continue to function, at the same time, the foundations that have not made the necessary basic alterations in their charter, they have to be liquidated that their legal status legally is dissolved they have to implement the new legal codes in their charter, so they can function as legal bodies under the umbrella of the constitution. Implementing the open management system in Hindu Sikh legal foundations at the moment are far from satisfactory which can be attributed to being, unaware of the legal codes or are not implementing the open management system. There are legal foundations that are working on knowing more open management systems. Those who are not implementing the open management system can fall prey to claims made by the third party (outsiders). They have their own views on the matters some have negative impressions while others have positive impressions, even though they have made the necessary implementations in their charter,from the research carried out,we have the impression that they are willing to make the necessary changes in their basic charter.
Jagjit Singh : Tinjauan Hukum Yayasan Keagamaan Hindu Sikh Di Sumatera Utara Sebagai Badan Hukum Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004, 2009.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, atas
berkat, rahmat dan karunia-Nya, akhirnya Penulis dapat menyelesaikan penulisan
tesis ini yang berjudul “TINJAUAN HUKUM YAYASAN KEAGAMAAN
HINDU SIKH DI SUMATERA UTARA SEBAGAI BADAN HUKUM SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 Jo UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2004”
Pada penulisan tesis ini, Penulis telah memperoleh banyak bantuan,
dukungan, dorongan secara moril, masukan dan saran sehingga tesis ini dapat
diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya. Oleh karena itulah dalam
kesempatan ini, Penulis mengucapkan terima kasih khususnya kepada yang terhormat
komisi pembimbing, Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin Lubis, S.H, MS, CN, Ibu
Dr. T. Keizerina Devi Azwar, S.H, CN, M.Hum, dan Bapak Notaris Syahril Sofyan,
S.H, MKn atas kesediaannya dalam membantu dan memberikan bimbingan serta
arahan untuk kesempurnaan penulisan tesis ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Chairani Bustami, S.H,
SpN, MKn, dan Bapak Notaris Syafnil Gani, S.H, M.Hum yang telah banyak
memberikan masukan-masukan terhadap penyempurnaan tesis ini.
Pada kesempatan ini dengan kerendahan hati, Penulis menyampaikan ucapan
Jagjit Singh : Tinjauan Hukum Yayasan Keagamaan Hindu Sikh Di Sumatera Utara Sebagai Badan Hukum Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004, 2009.
1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K), selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa B, MSc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin Lubis, S.H, M.S, CN dan Ibu Dr. T.
Keizerina Devi Azwar, S.H, CN, M.Hum selaku Ketua dan Sekretaris
Program Studi Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera
Utara.
4. Kepada yang tercinta Ayahanda Sukhdev Singh Chahal, dan Ibunda Karamjit
Kaur yang selalu memberikan doa, dukungan, kasih sayang, bimbingan serta
dorongan kepada penulis untuk selalu berbuat yang terbaik dan melanjutkan
pendidikan.
5. Kepada para Dosen dan Staf pengajar di Magister Kenotariatan Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah mengajari dan
memberikan ilmunya kepada penulis selama kuliah di Magister Kenotariatan
SPs USU. Serta para karyawan pada Sekolah Pascasarjana Universitas
Sumatera Utara diantaranya Ibu Fatimah, SH, Mbak Sari, Mbak Winda, Mbak
Lisa, Mbak Afni, Mas Adi, Mas Rizal dan lain-lain yang telah banyak
membantu dalam penulisan tesis ini.
6. Kepada para pengelola yayasan-yayasan keagamaan Hindu Sikh yang tersebar
Jagjit Singh : Tinjauan Hukum Yayasan Keagamaan Hindu Sikh Di Sumatera Utara Sebagai Badan Hukum Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004, 2009.
memberikan berkas yang diperlukan penulis sehingga dapat menyelesaikan
tesis ini dengan baik.
7. Kepada Alm. Caci (Iso Kaur), kepada Pua (Hardial Kaur), dan saudaraku
Rahmandip Singh, S.E, serta Bru.
8. Kepada rekan-rekan serta teman-temanku di Sekolah Pascasarjana Universitas
Sumatera Utara di Program Magister Kenotariatan terutama angkatan 2007
yang selalu memotivasi dan memberikan semangat dalam menyelesaikan tesis
ini.
Atas semua bantuan dan kebaikan yang telah diberikan, Penulis mengucapkan
terima kasih. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa memberikan rahmat kepada semua
pihak yang telah memberikan bantuan dan perhatiannya sehingga Penulis dapat
menyelesaikan penulisan tesis ini. Penulis menyadari tesis ini masih jauh dari
sempurna, namun Penulis berharap semoga tesis ini dapat memberikan manfaat
kepada semua pihak pada masa yang akan datang.
Medan, Juli 2009
Penulis
Jagjit Singh : Tinjauan Hukum Yayasan Keagamaan Hindu Sikh Di Sumatera Utara Sebagai Badan Hukum Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004, 2009.
RIWAYAT HIDUP
I. Identitas Pribadi
Nama : Jagjit Singh, S.H.
Tempat/Tanggal lahir : Medan, 09 Mei 1984
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Belum Menikah
Agama : Hindu
Alamat : Jalan Pinang Baris Nomor 263-d Medan
II. Keluarga
Nama Ayah : Sukhdev Singh
Nama Ibu : Karamjit Kaur
Nama Saudara Kandung : Rahmandip Singh, S.E
III. Pendidikan
1. SD : Yayasan Pendidikan Brigjen Katamso Medan (1990 - 1996)
2. SMP : Yayasan Pendidikan Brigjen Katamso Medan (1996 - 1999)
3. SMU : Yayasan Pendidikan Sultan Iskandar Muda Medan
(1999 - 2002)
4. S-1 : Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (2002 - 2007)
5. S-2 : SPs USU Program Magister Kenotariatan USU (2007 - 2009)
Medan, Juli 2009
Penulis
Jagjit Singh : Tinjauan Hukum Yayasan Keagamaan Hindu Sikh Di Sumatera Utara Sebagai Badan Hukum Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004, 2009.
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK……….i
ABSTRACT……….………iii
KATA PENGANTAR………iv
RIWAYAT HIDUP………...vii
DAFTAR ISI……….viii
BAB I PENDAHULUAN………1
A. Latar belakang……….1
B. Perumusan masalah………...11
C. Tujuan penelitian………...11
D. Manfaat Penelitian……….12
E. Keaslian penulisan……….13
F. Kerangka Teori dan Konsepsi………...13
G. Metode Penelitian………..31
BAB II PERLINDUNGAN HUKUM PEMERINTAH TERHADAP YAYASAN KEAGAMAAN HINDU SIKH YANG SUDAH BERDIRI SEBELUM BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2004………36
A. Undang-Undang Yayasan dan Latar Belakang Terbentuknya…..36
B. Dampak Undang-Undang Yayasan Terhadap Yayasan Yang Sudah Berdiri………43
C. Eksistensi Yayasan Sebagai Badan Hukum Serta Entitas Hukum Privat………50
Jagjit Singh : Tinjauan Hukum Yayasan Keagamaan Hindu Sikh Di Sumatera Utara Sebagai Badan Hukum Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004, 2009.
BAB III PENERAPAN PRINSIP KETERBUKAAN DALAM YAYASAN KEAGAMAAN HINDU SIKH DI SUMATERA
UTARA………...75
A. Yayasan Sebagai Wadah Partisipasi Publik………..75
B. Kepemilikan dan Kekayaan Yayasan………81
C. Yayasan Keagamaan Hindu Sikh di Tinjau dari Segi Manajerial dan Keterbukaannya………91
D. Pengawasan dan Pemeriksaan Yayasan………...101
BAB IV PANDANGAN ORGAN-ORGAN YAYASAN TERHADAP PENERAPAN UU NOMOR 16 TAHUN 2001 Jo UU NOMOR 28 TAHUN 2004 TERHADAP YAYASAN KEAGAMAAN HINDU SIKH………...108
A. Paradigma Dalam Pengelolaan Yayasan………108
B. Karakteristik Hindu Sikh dan Kegiatan Yayasan Keagamaan Hindu Sikh………...115
C. Tugas, Wewenang dan Tanggung Jawab Pengurus Badan Hukum Yayasan………..123
D. Pandangan Para Organ Yayasan Hindu Sikh Terhadap Penerapan Undang-undang Yayasan………...140
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………....153
A. Kesimpulan………..153
B. Saran………155
Jagjit Singh : Tinjauan Hukum Yayasan Keagamaan Hindu Sikh Di Sumatera Utara Sebagai Badan Hukum Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004, 2009.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keberadaan yayasan dalam kehidupan bermasyarakat dipandang sebagai
bentuk ideal (philantropic) sebagai wujud keinginan manusia untuk adanya wadah
atau lembaga yang secara fungsional dapat dijadikan prasarana untuk pekerjaan
maupun hal-hal yang bertujuan sosial, keagamaan, kebudayaan dan juga ilmu
pengetahuan. Sehingga keberadaannya dapat membawa manfaat dari segi sosial
kemanusiaan, dikarenakan yayasan tidak hanya mengutamakan profit atau
keuntungan semata atau mencari keuntungan sebesar-besarnya sebagaimana yang
menjadi tujuan dari badan usaha lainnya dimana sebaiknya yayasan sebagai lembaga
yang tidak mengejar keuntungan. Hal ini pulalah yang menjadikan banyak rumah
ibadah Hindu Sikh khususnya di wilayah Sumatera Utara yang memilih yayasan
sebagai bentuk ideal yang dapat membawa manfaat pada kegiatan sosial
keagamaannya, hal ini sekaligus mewujudkannya sebagai suatu bentuk badan hukum.
Yayasan dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah foundation dan istilah
stichting dalam bahasa Belanda. Stichting berarti lembaga atau yayasan, berasal dari
kata stichten yang berarti membangun atau mendirikan. Menurut Yan Pramedya
Jagjit Singh : Tinjauan Hukum Yayasan Keagamaan Hindu Sikh Di Sumatera Utara Sebagai Badan Hukum Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004, 2009.
paguyuban atau badan yang pendiriannya disahkan dengan akte yang dibuat notaris,
dimana aktifitas bergerak di bidang sosial.1
Di negara Indonesia yang memberlakukan Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata (Burgerlijke Wetbook) dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
(Burgerlijke Wetbook van Koophandle) tidak diketemukan adanya peraturan
mengenai yayasan (stichting). Istilah yayasan dapat ditemui didalam beberapa
ketentuan KUH Perdata, yaitu dalam Pasal 365, Pasal 899, Pasal 900, Pasal 1680,
Pasal 1852, Pasal 1954 dan juga dalam Pasal 6 ayat (3), Pasal 236 dan 890 Reglement
op de Rechtsvordering (RV), dengan nama dan penyebutan yang berbeda-beda antara
lain “stichting”, “stichtingen”, “gestichten”, dan “armeninstichtingen”.2
Di dalam ketentuan Pasal 900 dan Pasal 1680 KUH Perdata secara tegas tidak
menyebutkan mengenai stichting tetapi dapat disimpulkan bahwa stichting diakui
keberadaannya. Pasal 900 KUH Perdata mengenai pemberian hibah wasiat dengan
surat wasiat untuk keuntungan antara lain badan-badan amal, lembaga-lembaga
keagamaan. Sedangkan dalam Pasal 1680 KUH Perdata ada mengenai akibat dari
Dalam
Pasal 365 KUH Perdata disebutkan mengenai stichting sebagai wali dan Pasal 899
KUH Perdata menyebutkan bahwa stichting dapat didirikan sekaligus menerima
sesuatu dalam akta notaris yang sama.
1
Yan Pramedya Puspa, Kamus Hukum Edisi Lengkap, dalam Abdul Muis, Yayasan Sebagai
Wadah Kegiatan Masyarakat, Fakultas Hukum USU, Medan, 1991, hal.6. 2
Jagjit Singh : Tinjauan Hukum Yayasan Keagamaan Hindu Sikh Di Sumatera Utara Sebagai Badan Hukum Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004, 2009.
penghibahan-penghibahan kepada lembaga-lembaga umum atau lembaga-lembaga
keagamaan.
Pengertian dari yayasan didalam pasal-pasal KUH Perdata tidaklah
ditemukan, dimana pengertian yayasan hanya berasal dari pendapat-pendapat para
ahli doktrin ilmu hukum. Menurut Blac’k Law Dictionary, adapun pengertian
yayasan sebagai foundation yaitu:
Permanent fund estabilished and maintened by contribution for charitable, educational, religious, research, or other benevolent purpose. An institution or association given to rendering financial aid to colleges, schools, hospitals, and charities and generally supported by gifts for such purposes.
The foundering or building of college or hospital.
The incorporation or endowment of college or hospital is the foundation; and he who endows it with land or other property is the founder.3
Keberadaan lembaga yayasan sebelumnya hanya didasarkan pada kebiasaan
dan yurisprudensi Mahkamah Agung. Diterimanya yayasan sebagai badan hukum
bukan berdasarkan peraturan perundang-undangan akan tetapi melalui Yurisprudensi
(Putusan Hoogerechtshof tahun 1884 dan Putusan MA RI No. 124 K/Sip/1973 Dari pengertian yayasan diatas, apabila diperhatikan pengertian yayasan
ditekankan pada adanya suatu dana permanen yang dipisahkan dan diurus
berdasarkan kontribusi yang bertujuan demi kegiatan amal (charity), pendidikan
(educational), keagamaan (religious), riset (research) atau tujuan kedermawanan
lainnya (other benevolent purpose).
3
Henry Chambell Black, Black’s Law Dictionary, dalam Arie Kusumastuti Maria Suhardiadi,
Jagjit Singh : Tinjauan Hukum Yayasan Keagamaan Hindu Sikh Di Sumatera Utara Sebagai Badan Hukum Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004, 2009.
tanggal 27 Juni 1973).4 Yuruspridensi Mahkamah Agung sebagaimana termaktub
dalam Putusan Mahkamah Agung tanggal 27 Juni 1973 Nomor 124K/Sip/19735
a. Bahwa Yayasan Dana pensiun H.M.B tersebut didirikan di Jakarta dengan
nama “Stichting Pensiunfonds H.M.B. Indonesie” dan bertujuan menjamin
keuangan para anggotanya ;
tentang kedudukan suatu yayasan sebagai badan hukum yang membenarkan putusan
judex facti, dengan uraian :
b. Bahwa para anggotanya ialah pegawai-pegawai N.V.H.M.B.;
c. Bahwa yayasan tersebut mempunyai pengurus sendiri terlepas dari
N.V.H.M.B. dimana ketua dan bendahara dipilih Direksi N.V.H.M.B.;
d. Bahwa pengurus yayasan tersebut mewakili yayasan di dalam dan diluar
Pengadilan;
e. Bahwa yayasan tersebut mempunyai harta sendiri, antara lain harta benda
hibah dari N.V.H.M.B (akte hibah) ;
f. Bahwa dengan demikian yayasan tersebut merupakan suatu badan hukum.
Berdasarkan putusan Mahkamah Agung ini maka kedudukan yayasan sebagai
badan hukum telah mempunyai kepastian hukum dalam lingkungan hukum di
Indonesia. Sebelum Yurisprudensi Mahkamah Agung tersebut, status badan hukum
yayasan tidak memberikan kepastian hukum apakah yayasan tersebut merupakan
4
Ningrum N. Sirait, Modul II: Hukum Perusahaan, Program Magister Manajemen PPs-USU, Medan, hal. 4.
5
H.P.Panggabean, Praktik Peradilan Mengenai Kasus Aset Yayasan (Termasuk Aset
Lembaga Keagamaan) & Upaya Penanganan Sengketa Melalui Alternatif Penyelesaian Sengketa,
Jagjit Singh : Tinjauan Hukum Yayasan Keagamaan Hindu Sikh Di Sumatera Utara Sebagai Badan Hukum Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004, 2009.
badan hukum atau bukan badan hukum sehingga dalam masyarakat terdapat
penafsiran bahwa yayasan merupakan badan hukum dan penafsiran lainnya bahwa
yayasan tersebut bukan merupakan badan hukum. Berdasarkan yurisprudensi tersebut
di atas sudah jelas bahwa yayasan merupakan badan hukum, akan tetapi yang masih
tidak jelas tata cara menurut hukum yang harus dipenuhi oleh yayasan untuk
memperoleh status badan hukum tersebut.
Sebelum diberlakukannya Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang
Yayasan tidak adanya satu peraturan pun yang secara tegas menentukan status hukum
daripada yayasan-yayasan yang telah berdiri tersebut berbentuk badan hukum dimana
masing-masing kekayaan pendiri dipisahkan dari kekayaan yayasan, ataupun
bukanlah merupakan badan hukum yang mempunyai pengertian dalam hal kekayaan
yayasan dan kekayaan para pendiri yayasan tersebut terjadi percampuran kekayaan.
Disamping ketidakpastian mengenai bentuk hukum dari yayasan ini, hal lain yang
perlu diperhatikan adalah tujuan maupun kegiatan apa saja yang boleh dijalankan
oleh suatu yayasan tersebut hal ini juga tidak ditemui pengaturannya dalam peraturan
apapun. Adapun tujuan maupun kegiatan yayasan serta pengaturan tentang harta
kekayaan yayasan diatur hanya berdasarkan kepada kebiasaan-kebiasaan yang terjadi
dikarenakan oleh kebutuhan dan juga yang dapat diterima didalam masyarakat.
Kesulitan dalam penentuan perumusan mengenai apa yang dimaksud dengan
yayasan, kaburnya pengertian tentang kegiatan sosial dan kegiatan kemanusiaan,
boleh tidaknya yayasan melakukan kegiatan bisnis, hal ini menimbulkan berbagai
Jagjit Singh : Tinjauan Hukum Yayasan Keagamaan Hindu Sikh Di Sumatera Utara Sebagai Badan Hukum Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004, 2009.
peraturan yang jelas tersebut maka masing-masing orang dapat melakukan
interpretasi dengan pendapat mereka sendiri hal ini sesuai dengan tujuan yang hendak
dicapainya. Badan hukum yayasan, di samping untuk tujuan sosial, keagamaan, dan
kemanusiaan, telah pula dipergunakan untuk tujuan-tujuan lain yang menyimpang
dari tujuan semula penciptaan badan hukum ini. Hal yang sama terjadi pula pada
yayasan-yayasan Hindu Sikh di Sumatera Utara yang menginterpretasikan bagaimana
cara menjalankan kegiatan yayasan tersebut sesuai dengan pendapat para pengurus
yayasan tersebut.
Yayasan menurut Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-undang
Nomor 28 Tahun 2004 adalah Badan Hukum yang terdiri atas kekayaan yang
dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu dibidang sosial,
keagamaan dan kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota.6
Dalam Praktek yang berlaku di Indonesia sebelum berlakunya undang-undang
yayasan, pendirian yayasan senantiasa dilakukan dengan akte notaris, sepanjang
mengenai yayasan-yayasan yang didirikan oleh pihak swasta atau perorangan,
sedangkan yayasan-yayasan yang didirikan oleh badan-badan pemerintah dilakukan
atau dengan suatu Surat Keputusan dari pihak yang berwenang untuk itu atau dengan
akte notaris.7
Sejak tanggal 6 Agustus 2001, Indonesia telah memiliki suatu undang-undang
yang mengatur tentang Yayasan. Suatu perjalanan yang panjang, dimulai dari
6
Rahayu Hartini, Hukum Komersil, Universitas Muhammadiyah, Malang, 2005, hal. 113.
7
Jagjit Singh : Tinjauan Hukum Yayasan Keagamaan Hindu Sikh Di Sumatera Utara Sebagai Badan Hukum Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004, 2009.
berbagai naskah akademik rancangan undang-undang yang lahir silih berganti,
pembicaraan yang panjang di DPR. Akhirnya, 45 tahun setelah Belanda memiliki
Undang-undang Yayasan, baru kini Indonesia memiliki undang-undang mengenai
persoalan yang sama. Selanjutnya pada tanggal 6 Oktober 2004 melalui Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 115 telah diundangkan
Undang-undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Undang-Undang-undang Nomor 16 Tahun
2001 tentang Yayasan. Cepatnya perubahan atas undang-undang yang mengatur
tentang yayasan menunjukkan bahwa masalah yayasan tidaklah sederhana dan badan
hukum ini memang diperlukan oleh masyarakat.
Undang-undang tentang Yayasan, Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001
serta Undang-undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Undang-undang
Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, diharapkan akan menjadi dasar hukum yang
kuat dalam mengatur kehidupan yayasan di Indonesia serta menjamin kepastian dan
ketertiban hukum agar yayasan berfungsi sesuai dengan maksud dan tujuannya
berdasarkan prinsip keterbukaan dan akuntabilitas. Pada dasarnya prinsip ini juga
seharusnya berlaku pada yayasan-yayasan yang menaungi rumah ibadah Hindu Sikh
yang ada di Sumatera Utara tapi apakah hal ini telah terwujud dalam kegiatan
pengelolaan dana yang diperoleh oleh yayasan-yayasan tersebut yang perolehan
dana-dana tersebut diperoleh dari sumbangan masyarakat.
Untuk mempertahankan yayasan benar-benar harus bertujuan idiil dan sosial
semata, cukup berat. Keuangannya hanya mengharap pada belas kasih dan
Jagjit Singh : Tinjauan Hukum Yayasan Keagamaan Hindu Sikh Di Sumatera Utara Sebagai Badan Hukum Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004, 2009.
realistis, sumbangan yang diberikannya dipergunakan untuk apa, dan apa manfaat
yang diterimanya atas sumbangannya itu. Take and Give yaitu memberi dan
menerima sudah merupakan hal yang biasa sekarang ini.8
Selama ini tujuan mendirikan yayasan adalah untuk mencapai sasaran bidang
sosial (pendidikan, kesehatan, pengaturan/distribusi) bahan-bahan pokok dan lain-lain
yang sifatnya nirlaba (No-for-profit) serta berfungsi membantu pemerintah dalam
misi sosial sehingga pemerintah memiliki partner serta kerja sama dalam mencapai
tugas-tugas pemerintah yang tidak mampu menjalankannya sendiri sampai pada
sasaran tertentu.
Tidak dapat dipungkiri pula
masih banyaknya anggota masyarakat yang menyumbang penuh dengan keikhlasan
tanpa pamrih dan perhitungan secara mendetail.
9
Sebagai suatu badan hukum, yayasan memiliki hak dan kewajiban yang
independen, yang terpisah dari hak dan kewajiban orang atau badan yang mendirikan
yayasan, maupun para pengurus serta organ yayasan lainnya.10
Sebagai badan hukum yang mempunyai maksud dan tujuan sosial, keagamaan
dan kemanusiaan, yayasan mempunyai organ yang terdiri atas Pembina, Pengurus
dan Pengawas. Pemisahan yang tegas antara fungsi, wewenang dan tugas
8
Abdul Muis, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Membuka Peluang Yayasan
Berkarakter Komersial, Makalah pada seminar sehari “Sosialisasi UU No. 16 Tahun 2001 tentang
Yayasan”, diselenggarakan oleh Kerjasama Fakultas Hukum USU dengan Paguyuban Marga Tionghwa Sumatera Utara di Polonia Hotel tanggal 22 Juni 2002, Medan, hal 1.
9
ST.T.S.H.Sidabutar, Perspektif Undang-Undang Yayasan Di Tengah-Tengah Kemajemukan
Tuntutan Reformasi Masyarakat, Makalah dalam Dialog Interaktif diselenggarakan oleh Kerjasama
Fakultas Hukum Universitas HKBP Nomensen, Law Office Januari Siregar, SH & Associates, dan Kantor Notaris Sopar Siburian, di Royal Room Hotel Danau Toba Internasional, Senin 15 April 2002, Medan, hal. 2.
10
Jagjit Singh : Tinjauan Hukum Yayasan Keagamaan Hindu Sikh Di Sumatera Utara Sebagai Badan Hukum Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004, 2009.
masing organ tersebut serta pengaturan mengenai hubungan antara ketiga organ
yayasan dimaksud untuk menghindari kemungkinan konflik intern yayasan yang
tidak hanya dapat merugikan kepentingan yayasan melainkan juga pihak lain.11
11
Penjelasan Undang-Undang No 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan.
Pengurus mempunyai tugas sepenuhnya dalam hal pengelolaan kekayaan dan
juga pelaksanaan kegiatan yayasan. Oleh sebab itu, pengurus juga berkewajiban
membuat laporan keadaan keuangan dan perkembangan kegiatan yayasan dalam
suatu laporan tahunan yang disampaikan kepada pembina.
Dalam perwujudan mekanisme pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat
terhadap yayasan yang diduga telah melakukan suatu perbuatan yang bertentangan
baik undang-undang, anggaran dasar maupun kepentingan umum. Undang-Undang
Yayasan ada mengatur mengenai kemungkinan dilakukannya pemeriksaan terhadap
yayasan yang dilakukan oleh ahli berdasarkan suatu penetapan Pengadilan atas
permohonan tertulis dari pihak ketiga yang berkepentingan dan juga atas permintaan
Kejaksaan dalam hal mewakili kepentingan umum.
Yayasan keagamaan Hindu Sikh yang tersebar diwilayah Sumatera Utara
disinyalir ada sekitar 6 (enam) yayasan, yang tersebar di kota-kota seperti Medan,
Tebing Tinggi dan Pematang Siantar. Dimana pengurus-pengurusnya terdiri dari
beragam kelompok profesi, seperti umumnya pedagang, profesional maupun
karyawan dimana keseluruhan dari mereka bukan berasal dari kaum alim ulama dari
Jagjit Singh : Tinjauan Hukum Yayasan Keagamaan Hindu Sikh Di Sumatera Utara Sebagai Badan Hukum Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004, 2009.
Adapun peran yayasan Hindu Sikh pada umumnya berperan sebagai wadah
pelayanan keagamaan, pendidikan keagamaan secara non formal dan pelayanan
kemasyarakatan sebagai fasilitator dan penyedia jasa-jasa dibidang keagamaan
umumnya seperti pada waktu diberlangsungkannya acara pernikahan, kemalangan,
kematian dan juga pada hari-hari besar keagamaan maupun hari besar nasional. Bila
ditinjau dari sumbangan yayasan keagamaan Hindu Sikh kepada kaum Hindu Sikh itu
sendiri yaitu sebagai wadah pemberian sumbangan bagi mereka yang membutuhkan
seperti kepada warga tidak mampu yang tertimpa musibah seperti sakit dan
kecelakaan yang dihimpun dari masyarakat kaum Hindu Sikh secara insidental.
Pada kenyataannya setelah masih terdapat yayasan-yayasan Hindu Sikh yang
belum berubah sesuai dengan Undang-undang Yayasan, Nomor 16 Tahun 2001 serta
Undang-undang Nomor 28 Tahun 2004, dan apa yang menyebabkan sampai saat ini
belum juga dilakukan penyesuaian anggaran dasar yayasan-yayasan tersebut sesuai
dengan Undang-undang Yayasan, sehingga untuk lebih lanjut perlu diketahui tinjauan
hukum yayasan keagamaan Hindu Sikh disesuaikan dengan Undang-undang
Yayasan.
Berdasarkan beberapa hal yang dituliskan di atas, maka dalam penyusunan
tesis ini akan membahas mengenai sejauhmana penerapan Undang-undang Yayasan
terhadap yayasan-yayasan keagamaan Hindu Sikh di Sumatera Utara sebagai badan
hukum yang telah ada sebelum undang-undang ini berlaku yang akan dituangkan
Jagjit Singh : Tinjauan Hukum Yayasan Keagamaan Hindu Sikh Di Sumatera Utara Sebagai Badan Hukum Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004, 2009.
“TINJAUAN HUKUM YAYASAN KEAGAMAAN HINDU SIKH DI
SUMATERA UTARA SEBAGAI BADAN HUKUM SETELAH BERLAKUNYA
UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 Jo UNDANG-UNDANG
NOMOR 28 TAHUN 2004”
B. Perumusan Masalah
Masalah yang akan dibahas dalam tesis ini adalah:
1. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap yayasan keagamaan Hindu Sikh
yang sudah berdiri sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 16 Tahun
2001 jo Undang-undang Nomor 28 Tahun 2004?
2. Bagaimanakah penerapan prinsip keterbukaan dalam yayasan keagamaan
Hindu Sikh di Sumatera Utara?
3. Bagaimanakah pandangan organ-organ yayasan terhadap penerapan
Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang-undang Nomor 28 Tahun 2004
terhadap yayasan Hindu Sikh yang mereka kelola?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka tujuan
yang ingin dicapai dari penelitian tesis ini adalah:
1. Untuk dapat mengetahui perlindungan hukum terhadap yayasan keagamaan
Hindu Sikh yang sudah berdiri sebelum berlakunya Undang-undang Nomor
Jagjit Singh : Tinjauan Hukum Yayasan Keagamaan Hindu Sikh Di Sumatera Utara Sebagai Badan Hukum Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004, 2009.
2. Untuk dapat mengetahui penerapan prinsip keterbukaan dalam yayasan
keagamaan Hindu Sikh di Sumatera Utara.
3. Untuk dapat mengetahui pandangan organ-organ yayasan terhadap penerapan
Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-undang Nomor 28 Tahun
2004 terhadap yayasan Hindu Sikh yang mereka kelola.
D. Manfaat Penelitian
Secara teoritis maupun praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
masukan dan manfaat bagi ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang yayasan di
Indonesia antara lain yaitu:
1. Untuk dapat memberikan suatu pemahaman yang mendalam serta dapat
dijadikan bahan pegangan bagi masyarakat pada umumnya maupun pihak lain
serta instansi terkait sehubungan dengan Yayasan keagamaan Hindu Sikh di
Sumatera Utara sebagai badan hukum yang disesuaikan dengan
Undang-undang Yayasan.
2. Diharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat menyumbangkan pemikiran
dibidang hukum yang akan mengembangkan disiplin ilmu hukum, lebih
mengkhususkan dalam bidang disiplin ilmu hukum perdata terutama yang
berkaitan dengan Yayasan keagamaan Hindu Sikh di Sumatera Utara sebagai
Jagjit Singh : Tinjauan Hukum Yayasan Keagamaan Hindu Sikh Di Sumatera Utara Sebagai Badan Hukum Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004, 2009.
3. Untuk dapat dijadikan sebagai bahan rujukan bagi penulis lanjutan yang ingin
melengkapi secara rinci sisi lain dari Yayasan keagamaan sebagai badan
hukum sesuai dengan Undang-undang Yayasan.
E. Keaslian Penulisan
Sepanjang yang diketahui dan berdasarkan informasi, data yang ada dan
penelusuran lebih lanjut pada kepustakaan khususnya pada kepustakaan Program
Studi Magister Kenotariatan, Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Sumatera Utara,
Medan diketahui bahwa belum ada penelitian sebelumnya yang berjudul
“TINJAUAN HUKUM YAYASAN KEAGAMAAN HINDU SIKH DI SUMATERA UTARA SEBAGAI BADAN HUKUM SETELAH BERLAKUNYA UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 Jo UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2004.” Dengan demikian penelitian ini adalah asli
dan dapat dipertanggungjawabkan.
F. Kerangka Teori Dan Konsepsi 1. Kerangka Teori
Kerangka teori adalah merupakan kerangka berfikir lebih lanjut terhadap
masalah-masalah yang diteliti. Sebelum mengetahui kegunaan dari kerangka teori,
maka perlu diketahui lebih dahulu mengenai arti teori.
Menurut Bintoro Tjokroamidjojo dan Mustafa Adidjojo teori diartikan sebagai
Jagjit Singh : Tinjauan Hukum Yayasan Keagamaan Hindu Sikh Di Sumatera Utara Sebagai Badan Hukum Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004, 2009.
bidang tertentu, sehingga dapat digunakan sebagai kerangka berfikir (frame of
thinking) dalam memahami serta menangani permasalahan yang timbul didalam
bidang tersebut.12 Teori adalah suatu hal yang digunakan untuk menerangkan atau
menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses terjadi.13
Sedangkan menurut M. Solly Lubis, kerangka teori adalah kerangka
pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai suatu kasus atau
permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan pegangan teoritis.
Selain itu suatu teori harus
diuji dengan menghadap pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak
benarannya.
Berdasarkan penjelasan diatas maka ditarik kesimpulan bahwa kerangka teori
adalah pengetahuan yang diperoleh dari tulisan dan dokumen serta pengetahuan kita
sendiri yang menjadi kerangka berfikir dari suatu pemikiran dan sebagai lanjutan dari
teori yang bersangkutan, sehingga teori dari penelitian ini dapat digunakan untuk
proses penyusunan maupun penjelasan serta meramalkan kemungkinan adanya
gejala-gejala yang timbul.
14
12
Bintoro Tjokroamidjojo, Mustofa Adidjojo, Teori dan Strategi Pembangunan Nasional, CV. Haji Mas Agung, Jakarta, 1998, hal. 12.
13
J. J. J. M. Wuisman, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Asas-asas. Penyunting oleh M. Hisyam, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 1996, hal. 203 lihat M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu
dan Penelitian, CV Mandar Maju, Bandung, 1994, hal. 27 menyebutkan bahwa teori yang dimaksud
disini adalah penjelasan mengenai gejala yang terdapat dalam dunia fisik tersebut tetapi merupakan suatu abstraksi intelektual dimana pendekatan secara rasional digabungkan dengan pengalaman empiris yang artinya dijelaskan bahwa suatu penjelasan biar bagaimanapun meyakinkan, tetapi harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar.
14
Jagjit Singh : Tinjauan Hukum Yayasan Keagamaan Hindu Sikh Di Sumatera Utara Sebagai Badan Hukum Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004, 2009.
Dalam hal ini fungsi kerangka teori selaras dengan apa yang dinyatakan oleh
Sugiyono bahwa teori-teori yang relevan dapat digunakan untuk menjelaskan tentang
variable yang akan diteliti. Setara sebagai dasar untuk memberikan jawaban
sementara terhadap masalah yang diajukan.15
1. Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya,
memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih
kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan
meninggalkannya, serta berhak kembali.
Untuk mengetahui tentang tinjauan hukum mengenai yayasan keagamaan
Hindu Sikh sebagai badan hukum dapat dilihat dari peraturan perundang-undangan
mengenai Yayasan yaitu Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 dan Undang-undang
Nomor 28 Tahun 2004 dan dikaitkan dengan pandangan organ yayasan dalam
kegiatan pengurusan yayasan-yayasan dalam kegiatan sehari-hari yang disesuaikan
dengan peraturan tersebut. Artinya teori yang timbul dari pembahasan mengenai
kedudukan badan hukum tersebut merupakan reaksi atau perbaikan dari teori yang
ada sebelumnya.
Kaitan teori yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah karena
kemerdekaan berserikat dan berkumpul yang berlandaskan pada Pasal 28 UUD 1945,
yaitu; Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan
dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang. Serta Pasal 28 E UUD
1945, yaitu:
15
Jagjit Singh : Tinjauan Hukum Yayasan Keagamaan Hindu Sikh Di Sumatera Utara Sebagai Badan Hukum Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004, 2009.
2. Setiap oramg berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan
pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
3. Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan
pendapat.
Di Indonesia, istilah yayasan dapat dijumpai dalam beberapa ketentuan Kitab
Undang-undang Hukum Perdata, antara lain dalam Pasal 365, Pasal 899, Pasal 900,
Pasal 1680, Pasal 1954 serta dalam Pasal 6 ayat (3), Pasal 236, dan Pasal 890
Reglement op de Rechtsvordering (Rv), dengan nama dan penyebutan yang
berbeda-beda antara lain stichting, stichtingen, gestichten. Selain yayasan yang dikenal dalam
Kitab Undang-undang Hukum Perdata, dalam praktek dikenal juga seperti misalnya
Yayasan Tionghoa (Chineeshe Stichting) dan yayasan dalam bentuk wakaf.16
Meskipun keberadaan dan sifat badan hukum dari suatu yayasan tidak dapat
ditolak, namun demikian perlu diperhatikan juga bahwa keberadaan yayasan dan
pengawasan akan kegiatan yayasan tidak pernah berada dalam satu instansi, badan, Didalam rumusan pasal-pasal Kitab Undang-undang Hukum Perdata sama
sekali tidak ditemukan pengertian dari yayasan, hanya saja dari rumusan Pasal 236
dan Pasal 890 Rv dapat diketahui, bahwa hukum acara yang berlaku untuk
orang-orang Belanda waktu itu Hindia Belanda (Indonesia) mengakui yayasan sebagai suatu
Badan Hukum. Hal ini berarti keberadaan yayasan sebagai badan hukum
sesungguhnya tidak dapat dibantah atau ditolak, secara formal (tersirat) status
Yayasan sebagai Badan Hukum sejak tahun 1848.
16
Jagjit Singh : Tinjauan Hukum Yayasan Keagamaan Hindu Sikh Di Sumatera Utara Sebagai Badan Hukum Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004, 2009.
departemen, atau lembaga yang berwenang. Dengan demikian, yayasan yang
bergerak dalam kegiatan pendidikan berada di bawah pengawasan Departemen
Pendidikan Nasional, yayasan yang bergerak dalam kegiatan sosial berada di bawah
koordinasi Departemen Sosial, sedangkan yayasan yang bergerak dalam kegiatan
kesehatan ada dalam kewenangan Departemen Kesehatan, dan yayasan dalam bidang
keagamaan berada di bawah Departemen Agama, dengan segala persyaratannya. Ini
berarti sesungguhnya tidak pernah adanya keseragaman dalam pengaturan,
persyaratan dan pengurusan yayasan.17
17
Ibid, hal. 3.
Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-undang Nomor 28 Tahun
2004 tentang yayasan ini keberadaannya diharapkan dapat menciptakan selain
keseragaman tetapi juga kepastian hukum mengenai sifat badan hukum, keberadaan,
pengurusan dan pertanggungjawaban pengelolaan yayasan, penggabungan yayasan,
hingga pembubaran yayasan tersebut.
Disamping itu keberadaan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 yang
diubah dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2004 menginginkan dihapusnya sisi
negatif masa lalu mengenai yayasan. Keinginan Undang-undang Yayasan yang
hendak menghilangkan peyalahgunaan yayasan supaya benar-benar dapat mencapai
tujuan dalam bidang sosial kemasyarakatan, keagamaan serta kemanusiaan senantiasa
melaksanakan melalui ketentuan dalam pasal-pasal dari Undang-undang Yayasan
Jagjit Singh : Tinjauan Hukum Yayasan Keagamaan Hindu Sikh Di Sumatera Utara Sebagai Badan Hukum Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004, 2009.
1. Yayasan merupakan suatu badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang
dipisahkan serta tidak mempunyai anggota, hal ini berarti aset yang dimiliki
secara khusus hanya boleh digunakan untuk kepentingan tujuan yayasan dan
bukan peruntukan bagi orang perorangan yang terlibat dalam yayasan.
2. Yayasan tidaklah diperbolehkan membagikan hasil kegiatan usaha kepada
pembina, pengurus, maupun pengawas yayasan. Dengan perkataan lain,
kesemua ini adalah pekerja sukarela tanpa boleh menerima imbalan uang
apapun. Bahkan sebagai organ yayasan, mereka terikat dengan ketentuan yang
mewajibkan bahwa yayasan membayar segala biaya atau ongkos yang
dikeluarkan dalam rangka menjalankan tugas yayasan.
3. Meskipun yayasan dapat mendirikan badan usaha yang kegiatannya harus
sesuai dengan maksud tujuan yayasan, nama pembina, pengurus, dan
pengawas yayasan tidak boleh merangkap sebagai direksi, pengurus,
komisaris, ataupun pengawas dari badan usaha tersebut.18
4. Pembina selaku organ yayasan memiliki wewenang yang tinggi karena dapat
mengangkat serta memberhentikan pengurus dan pengawas. Hal tersebut
berguna untuk membatasi kewenangan tersebut, pembina tidak dibenarkan
merangkap menjadi pengurus dan ataupun pengawas.
18
Jagjit Singh : Tinjauan Hukum Yayasan Keagamaan Hindu Sikh Di Sumatera Utara Sebagai Badan Hukum Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004, 2009.
5. Pengalihan/pembagian kekayaan yayasan baik langsung maupun tidak
langsung kepada pembina, pengurus, pengawas, karyawan ataupun pihak lain
yang memiliki kepentingan terhadap yayasan, merupakan tindak pidana.19
Menurut isi Pasal 11 ayat 1 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2004
ditegaskan bahwa yayasan baru memperoleh status badan hukum setelah akta
pendiriannya memperoleh pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Pendirian yayasan harus dilakukan dengan akta notaris yang memuat anggaran dasar
dan keterangan lain yang dianggap perlu. Pasal 1 dari Keputusan Direktur Jenderal
Administrasi Hukum Umum Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor
C-26.HT.01.10, Tahun 2004 menentukan bahwa akta pendirian yayasan adalah akta
yang dibuat dihadapan notaris yang berisi keterangan mengenai identitas dan
kesepakatan para pihak untuk mendirikan yayasan beserta anggaran dasarnya. Notaris
yang membuat akte pendirian yayasan harus bertanggung jawab penuh terhadap
materi akta yang telah dibuat dihadapannya. Dengan demikian maka pelanggaran atas
bentuk akta pendirian tersebut mengakibatkan bukan hanya mempunyai kekuatan
pembuktian sebagai akta dibawah tangan, akan tetapi mengakibatkan perbuatan
hukum tersebut batal demi hukum karena persyaratan mutlak pendirian yayasan dan
diwajibkan oleh undang-undang dengan akte notaris.
19
Jagjit Singh : Tinjauan Hukum Yayasan Keagamaan Hindu Sikh Di Sumatera Utara Sebagai Badan Hukum Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004, 2009.
2. Konsepsi
Konsep adalah suatu bagian terpenting dari teori. Konsep diterjemahkan
sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang kongkrit, yang
disebut definisi operasional (operational definition).20 Pentingnya definisi
operasional adalah untuk menghindari perbedaan kepentingan dan penafsiran mendua
(dubius) dari semua istilah yang dipakai.21
Pengertian Yayasan sebagai Badan Hukum
Oleh karena itu untuk menghindari
terjadinya perbedaan pengertian tentang konsep yang dipakai dalam penelitian ini,
maka diperlukan penjelasan mengenai pengertian konsep yang dipakai tersebut
sebagaimana dikemukakan sebagai berikut :
1. Pengertian Yayasan
Adapun mengenai arti yayasan, para sarjana hukum berpendapat bahwa :
Stichting adalah suatu badan hukum yang berbeda dengan badan hukum
perkumpulan atau Perseroan Terbatas, tidak mempunyai anggota atau pesero,
oleh karena itu Stichting dianggap badan hukum terdiri sejumlah kekayaan
berupa uang dan lain-lain benda kekayaan.
Dalam pada itu Paul Scholten berpendapat bahwa : Yayasan adalah suatu
badan hukum yang dilahirkan oleh suatu pernyataan sepihak, pernyataan itu
harus berisikan pemisahan suatu kekayaan untuk suatu tujuan yang tertentu
20
Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi
Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank Indonesia, Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 1993, hal 10. 21
Tan Kamelo, Perkembangan Lembaga Fiducia: Suatu Tinjauan Putusan Pengadilan dan
Jagjit Singh : Tinjauan Hukum Yayasan Keagamaan Hindu Sikh Di Sumatera Utara Sebagai Badan Hukum Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004, 2009.
dengan memberikan petunjuk bagaimana kekayaan itu harus diurus dan
digunakan.
Menurut N.H. Bregstein: yayasan adalah suatu badan hukum yang didirikan
dengan suatu perbuatan hukum, yang tidak bertujuan untuk membagikan
kekayaan dan atau penghasilan kepada pendiri atau penguasanya di dalam
yayasan itu kepada orang-orang lain, kecuali sepanjang yang mengenai
terakhir ini, yang demikian adalah bagi kegunaan tujuan idil.
W.L.G Lemaire mengemukakan: yayasan diciptakan dengan suatu perbuatan
hukum, yakni pemisahan suatu harta kekayaan untuk tujuan yang tidak
diharapkan keuntungan serta penyusunan suatu organisasi (berikut pengurus),
dengan mana sungguh-sungguh dapat terwujud tujuannya dengan alat-alat
tersebut.22
a. Penetapan tujuan dan organisasi oleh para pendirinya, Menurut Maijers pada yayasan pokoknya terdapat, yaitu :
b. Tidak ada organisasi anggotanya,
c. Tidak ada hak bagi pengurusnya untuk mengadakan perubahan yang berakibat jauh dalam tujuan dan organisasi,
d. Perwujudan dari suatu tujuan, terutama dengan modal yang diperuntukkan untuk itu.23
Bagaimana di Indonesia ternyata untuk menemukan pendapat-pendapat para
ahli dan yurisprudensi-yurisprudensi mengenai yayasan tidak mudah, tetapi
praktik hukum dan kebiasaan membuktikan, bahwa di Indonesia dapat
didirikan yayasan dan yayasan mempunyai kedudukan sebagai badan hukum.
22
Chidir Ali, Badan Hukum, Alumni Bandung, Bandung, 1999, hal. 86.
23
Jagjit Singh : Tinjauan Hukum Yayasan Keagamaan Hindu Sikh Di Sumatera Utara Sebagai Badan Hukum Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004, 2009.
Dalam kenyataannya yayasan-yayasan yang didirikan tersebut dalam
pergaulan hukum diakui mempunyai hak dan kewajiban sendiri, merupakan
salah satu pihak dalam hubungan hukum dengan subjek yang lain.24
a. Harus ada pemisahan modal/kekayaan sedemikian rupa, sehingga orang yang mendirikannya atau ahli warisnya tidak mempunyai kekuasaan secara nyata lagi terhadap kekayaan yang dipisahkan itu;
Yayasan dapat didirikan baik pada waktu pendiriannya masih hidup atau
dengan suatu surat wasiat.
Hukum kebiasaan dan yurisprudensi mensyaratkan bagi yayasan sebagai badan hukum :
b. Harus ada tujuan tertentu yang dirumuskan secara jelas;
c. Harus ada penunjukan dalam penguasaan kekayaan dan penghasilannya dalam batas-batas yang ditetapkan;
d. Adanya organisasi yang mengurus yayasan guna mendapat apa yang menjadi tujuannya. Sebagai syarat formil, pendirian yayasan harus dilakukan dengan akta Notaris.25
Kekayaan yang terpisah itu diperlukan untuk mengejar tercapainya tujuan dan
merupakan sumber dari segala hubungan-hubungan hukum. Tujuan itu sendiri
harus tujuan yang idiil. Dengan demikian, tidak dibenarkan tujuan yang
komersil atau tujuan untuk kepentingan sendiri. Pendiri adalah sama sekali
bebas untuk mengaturnya sesuai dengan kehendaknya, tetapi harus dijaga
bahwa yayasan tidak boleh berubah menjadi perkumpulan. Dalam akta
pendirian memuat aturan-aturan, tentang penunjukkan para pengurus,
24
R Ali Rido, Badan Hukum dan kedudukan Badan Hukum Perseroan Perkumpulan,
Koperasi, Yayasan, Wakaf, Alumni Bandung, Bandung, 2004, hal. 109. 25
Jagjit Singh : Tinjauan Hukum Yayasan Keagamaan Hindu Sikh Di Sumatera Utara Sebagai Badan Hukum Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004, 2009.
ketentuan pengantian anggota pengurus dan wewenang serta kewajiban
pengurus.26
a. Kekayaan yang dipisahkan,
Yayasan pada mulanya selalu didirikan dengan akta notaris sebagai syarat
terbentuknya suatu yayasan, walaupun yayasan pada awalnya belum diatur
dalam undang-undang maupun praktik hukum yang berlaku di Indonesia. Di
dalam akta pendiriannya memuat anggaran dasar yang menentukan :
b. Nama dan tempat kedudukan yayasan,
c. Tujuan,
d. Bentuk dan susunan pengurus serta cara penggantian anggota pengurus,
e. Cara pembubaran,
f. Cara menggunakan sisa kekayaan dari yayasan yang telah dibubarkan.
Tidak adanya kewajiban untuk mendaftarkan dan mengumumkan akta
pendiriannya oleh para pengurus, maupun mendapatkan pengesahan dari
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia sebagai tindakan preventif dan hal
tersebut tidaklah disyaratkan.
Ali Rido selanjutnya menjelaskan, dapat didirikan Badan Hukum Yayasan
dengan tidak adanya campur tangan dari penguasa, bahwa hukum kebiasaan
dan yurisprudensi bersama-sama menetapkan bahwa kedudukan badan hukum
tersebut diperoleh bersama-sama dengan berdirinya yayasan itu. Untuk
mendirikan suatu yayasan diperlukan:
26
Jagjit Singh : Tinjauan Hukum Yayasan Keagamaan Hindu Sikh Di Sumatera Utara Sebagai Badan Hukum Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004, 2009.
1. Syarat-syarat material yang terdiri dari :
a. Harus ada suatu pemisahan kekayaan
b. Suatu tujuan
c. Suatu organisasi
2. Syarat formal pendiriannya dilakukan dengan akte otentik para pengurus
tidak diwajibkan untuk mendaftarkan dan mengumumkan akta
pendiriannya, juga pengesahan dari Menteri Kehakiman.27
Dalam perkembangan yayasan sebagai badan hukum sebelum lahirnya
Undang-undang Yayasan telah diakui dalam Yurisprudensi dan Doktrin, hal
ini dapat dibuktikan dengan adanya :
1. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 152 K/Sip/1969
tanggal 26 November 1969 yang menyatakan bahwa yayasan adalah
badan hukum dengan alasan : karena yayasan mempunyai pengurus
sendiri, pengurus yayasan tersebut mewakili yayasan di dalam dan diluar
pengadilan, yayasan tersebut mempunyai harta sendiri.28
2. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 601 K/Sip/1975
tanggal 20 April 1977 yang menyatakan : Gugatan Penggugat tidak dapat
diterima karena gugatan untuk Tergugat ditunjuk secara pribadi dan bukan
27
Ibid.
28
Jagjit Singh : Tinjauan Hukum Yayasan Keagamaan Hindu Sikh Di Sumatera Utara Sebagai Badan Hukum Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004, 2009.
digugat sebagai Pengurus Yayasan (karena yayasan adalah badan
hukum).29
Hal yang demikian diungkapkan pula dengan Dokterina di bawah ini
dikemukakan pendapat Sri Soedewi M.S, menjelaskan pertama-tama yang
merupakan badan pribadi (persoon) itu ialah manusia tunggal dan disamping
itu oleh hukum dapat diberikan kedudukan sebagai persoon kepada sesuatu
yang disebut : badan hukum. Status bagi badan hukum dapat diberikan kepada
wujud-wujud tertentu yaitu :
a. Kumpulan orang-orang yang bersama-sama bertujuan untuk
mendirikan suatu badan yaitu berwujud perhimpunan.
b. Kumpulan harta kekayaan yang tersendiri untuk tujuan-tujuan tertentu,
di dalam masyarakat berwujud yayasan.
Baik perhimpunan maupun yayasan kemudian mempunyai status sebagai
badan hukum, jadi merupakan persoon, pendukung hak-hak dan kewajiban.30
Setelah diundangkannya Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 dan yang
selanjutnya diubah dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2004 maka
pengertian yayasan dapat dilihat dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-undang Dengan demikian yayasan dapat dikatakan sebagai badan hukum apabila telah
didaftarkan di Pengadilan Negeri dan diumumkan dalam Tambahan Berita
Negara atau telah mempunyai izin melakukan kegiatan dari instansi terkait.
29
H.P. Panggabean, Op.Cit. hal. 27.
30
Jagjit Singh : Tinjauan Hukum Yayasan Keagamaan Hindu Sikh Di Sumatera Utara Sebagai Badan Hukum Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004, 2009.
Yayasan menyatakan bahwa yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas
kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu
di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan yang tidak mempunyai
anggota, dengan memperhatikan persyaratan formil yang ditentukan oleh
undang-undang antara lain : dibuat dengan Akte Notaris, dalam Bahasa
Indonesia, meminta pengesahan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia, diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia.31
a. Mempunyai kekayaan yang dipisahkan
Adapun ciri-ciri yayasan sebagai badan hukum menurut Undang-undang Yayasan adalah sebagai berikut :
b. Mencapai tujuan tertentu
c. Ruang lingkup kegiatannya bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan d. Yayasan tidak mempunyai anggota
e. Organ yayasan terdiri atas pembina, pengurus dan pengawas
f. Yayasan didirikan oleh satu orang atau lebih dengan memisahkan harta kekayaan pendirinya, sebagai kekayaan awal
g. Pendirian yayasan dapat dilakukan dengan akta notaris dan dapat didirikan berdasarkan surat wasiat
h. Yayasan memperoleh status sebagai badan hukum setelah akta pendirian yayasan memperoleh pengesahan Menteri.32
2. Pengertian dan Syarat Badan Hukum
a. Pengertian Badan Hukum
Di dalam pergaulan hukum di tengah-tengah masyarakat, ternyata manusia
bukan merupakan satu-satunya subjek hukum (pendukung hak dan
kewajiban), tetapi masih ada subjek hukum lainnya yang sering disebut
badan hukum (rechtspersoon).
31
Rahayu Hartini, Op.Cit. hal. 114.
32
Jagjit Singh : Tinjauan Hukum Yayasan Keagamaan Hindu Sikh Di Sumatera Utara Sebagai Badan Hukum Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004, 2009.
Sebagaimana halnya subjek hukum manusia, badan hukum inipun dapat
mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban, serta dapat pula
mengadakan hubungan-hubungan hukum baik antara badan hukum yang
satu dengan badan hukum yang lain maupun antara badan hukum dengan
manusia. Karena itu badan hukum dapat mengadakan
perjanjian-perjanjian jual-beli, tukar menukar, sewa-menyewa dan segala macam
perbuatan di lapangan harta kekayaan.
Dengan demikian badan hukum ini adalah pendukung hak dan kewajiban
yang tidak berjiwa sebagai lawan pendukung hak dan kewajiban yang
berjiwa yakni manusia.33
Sri Soedewi Maschun Sofwan menjelaskan bahwa manusia adalah badan
pribadi itu adalah manusia tunggal. Selain dari manusia tunggal, dapat
juga oleh hukum diberikan kedudukan sebagai badan pribadi kepada
wujud lain disebut badan hukum yaitu kumpulan dari orang-orang Menurut R. Subekti, badan hukum pada pokoknya adalah suatu badan atau
perkumpulan yang dapat memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan
seperti seorang manusia, serta memiliki kekayaan sendiri, dapat digugat
atau menggugat di depan hakim.
R. Rochmat Soemitro mengemukakan, badan hukum (rechtspersoon)
ialah suatu badan yang dapat mempunyai harta, hak serta kewajiban
seperti orang pribadi.
33
Jagjit Singh : Tinjauan Hukum Yayasan Keagamaan Hindu Sikh Di Sumatera Utara Sebagai Badan Hukum Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004, 2009.
bersama-sama mendirikan suatu badan (perhimpunan) dan kumpulan harta
kekayaan, yang ditersendirikan untuk tujuan tertentu (yayasan).
Kedua-duanya merupakan badan hukum.
Menurut Purnadi Purbacaraka dan Agus Brotosusilo, pengertian tentang
pribadi hukum ialah suatu badan yang memiliki harta kekayaan terlepas
dari anggota-anggotanya, dianggap sebagai subjek hukum mempunyai
kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum, mempunyai tanggung
jawab dan memiliki hak-hak serta kewajiban-kewajiban seperti yang
dimiliki oleh seseorang. Pribadi hukum ini memiliki kekayaan tersendiri,
mempunyai pengurus atau pengelola dan dapat bertindak sendiri sebagai
pihak didalam suatu perjanjian.
Wirjono Prodjodikoro mengemukakan perngertian suatu badan hukum,
yaitu badan yang disamping manusia perseorangan juga dianggap dapat
bertindak dalam hukum dan yang mempunyai hak-hak,
kewajiban-kewajiban dan perhubungan hukum terhadap orang lain atau badan lain.34
a. Perkumpulan orang (organisasi),
Dari pendapat-pendapat diatas dapatlah disimpulkan tentang pengertian
badan hukum sebagai subjek hukum itu mencakup hal berikut, yaitu :
b. Dapat melakukan perbuatan hukum dalam hubungan-hubungan hukum,
c. Mempunyai harta kekayaan tersendiri, d. Mempunyai pengurus,
e. Mempunyai hak dan kewajiban,
34
Jagjit Singh : Tinjauan Hukum Yayasan Keagamaan Hindu Sikh Di Sumatera Utara Sebagai Badan Hukum Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004, 2009.
f. Dapat digugat atau menggugat di depan Pengadilan.35
b. Syarat-syarat Badan Hukum
Adapun beberapa persyaratan yang harus dimiliki oleh suatu
badan/perkumpukan/badan usaha agar dapat dikatakan sebagai badan
hukum (rechtspersoon). Menurut doktrin syarat-syarat itu adalah sebagai
berikut :
1). Adanya harta kekayaan yang terpisah
Harta kekayaan ini diperoleh dari para anggota maupun dari perbutan
pemisahan yang dilakukan seseorang/partikelir/pemerintah untuk
suatu tujuan tertentu. Adanya harta kekayaan ini dimaksudkan sebagai
alat untuk mencapai tujuan tertentu daripada badan hukum yang
bersangkutan. Harta kekayaan ini, meskipun berasal dari pemasukan
anggota-anggotanya, namun terpisah dengan harta kekayaan
kepunyaan pribadi anggotanya itu. Perbuatan pribadi
anggota-anggotanya tidak mengikat harta kekayaan tersebut, sebaliknya,
perbuatan badan hukum yang diwakili pengurusnya tidak mengikat
harta kekayaan anggota-anggotanya.
2). Mempunyai tujuan tertentu
Tujuan tertentu ini dapat berupa tujuan yang idiil maupun tujuan
komersil yang merupakan tujuan tersendiri daripada badan hukum.
35
Jagjit Singh : Tinjauan Hukum Yayasan Keagamaan Hindu Sikh Di Sumatera Utara Sebagai Badan Hukum Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004, 2009.
Jadi bukan tujuan untuk kepentingan satu atau beberapa orang
anggotanya. Usaha untuk mencapai tujuan dilakukan sendiri oleh
badan hukum dengan diwakili organnya. Tujuan yang hendak dicapai
itu lazimnya dirumuskan dengan jelas dan tegas dalam anggaran dasar
badan hukum yang bersangkutan.
3). Mempunyai kepentingan sendiri
Dalam mencapai tujuannya, badan hukum mempunyai kepentingan
sendiri yang dilindungi oleh hukum. Kepentingan-kepentingan
tersebut merupakan hak-hak subjektif sebagai akibat dari
peristiwa-peristiwa hukum. Oleh karena itu badan hukum mempunyai
kepentingan sendiri, dan dapat menuntut serta mempertahankannya
terhadap pihak ketiga dalam pergaulan hukumnya. Kepentingan
sendiri dari badan hukum ini harus stabil, artinya tidak terikat pada
suatu waktu yang pendek, tetapi untuk jangka waktu yang panjang.
4). Ada organisasi yang teratur
Badan hukum adalah suatu konstuksi yuridis. Kerena itu sebagai
subjek hukum disamping manusia badan hukum hanya dapat
melakukan perbuatan hukum dengan perantaraan organnya.
Bagaimana tata cara organ badan hukum yang terdiri dari manusia itu
bertindak mewakili badan hukum, bagaimana organ itu dipilih, diganti
Jagjit Singh : Tinjauan Hukum Yayasan Keagamaan Hindu Sikh Di Sumatera Utara Sebagai Badan Hukum Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004, 2009.
lain atau keputusan rapat anggota yang tiada lain daripada pembagian
tugas. Dengan demikian badan hukum mempunyai organisasi.36
Metode penelitian merupakan suatu sistem dan suatu proses yang mutlak
harus dilakukan dalam suatu kegiatan penelitian dan pengembangan ilmu
pengetahuan. Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan
pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari
satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya. Kecuali itu,
maka diadakan juga pemeriksaan mendalam terhadap fakta hukum tersebut, untuk
kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang
timbul didalam gejala yang bersangkutan.
Yang dapat menentukan suatu badan/perhimpunan/perkumpulan sebagai
badan hukum atau bukan merupakan badan hukum ialah hukum positif
yakni hukum yang berlaku pada suatu daerah/negara tertentu, pada waktu
dan pada suatu masyarakat tertentu pula.
G. Metode Penelitian
37
Sebagai suatu penelitian ilmiah, maka rangkaian kegiatan penelitian dinilai
dari pengumpulan data sampai pada analisis data dilakukan dengan memperhatikan
kaidah-kaidah ilmiah sebagai berikut:
36
Riduan Syahrani, Op.Cit, hal. 62.
37
Jagjit Singh : Tinjauan Hukum Yayasan Keagamaan Hindu Sikh Di Sumatera Utara Sebagai Badan Hukum Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004, 2009.
1. Sifat Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan adalah bersifat deskriptif analitis,
maksudnya penelitian ini merupakan penelitian yang menggambarkan secara
sistematis, faktual dan akurat terhadap suatu populasi atau daerah tertentu, mengenai
sifat-sifat atau faktor-faktor tertentu.38
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
yuridis normatif dan empiris,
Untuk menelaah dan menjelaskan serta
menganalisa peraturan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam hal
penyesuaian pelaksanaan kegiatan yayasan keagamaan Hindu Sikh di Sumatera Utara
tersebut, sehingga dapat dilakukan penyusunan, pengolahan dan penilaian terhadap
data-data yang ditemukan maka dapat diperoleh gambaran yang lengkap dan
menyeluruh mengenai permasalahan yang diteliti.
39
dimana pendekatan terhadap permasalahan dilakukan
dengan mengkaji berbagai aspek hukum baik dari segi ketentuan peraturan-peraturan
yang berlaku mengenai yayasan serta meneliti atau menelaahnya dari segi
pelaksanaannya, sehingga dapat mengimplementasikan dalam praktek dilapangan,
khususnya para organ-organ yayasan dalam kegiatan keseharian yayasan keagamaan
Hindu Sikh yang mereka kelola.
38
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997, hal. 36.
39