• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Hukum Pendirian Yayasan Sebagai Badan Hukum Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Tinjauan Hukum Pendirian Yayasan Sebagai Badan Hukum Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

41

Tinjauan Hukum Pendirian Yayasan Sebagai Badan Hukum Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004

Robi Krisna

Universitas Pembangunan Panca Budi

E-mail: robikrisna@dosen.pancabudi.ac.id

Abstract

Yayasan adalah badan hukum yang terdiri dari harta kekayaan yang dipisahkan dan dimaksudkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak memiliki anggota. Dengan diundangkannya Undang-Undang Republik Indonesia tentang Yayasan Nomor 16 Tahun 2001 pada tanggal 6 Agustus 2001 yang mulai berlaku pada tanggal 6 Agustus 2002, diharapkan upaya untuk mewujudkan kepastian hukum tentang Yayasan di Indonesia dapat terwujud.

Namun, pada tanggal 6 Oktober 2004, pemerintah mengesahkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 agar peraturan yang ada tentang yayasan dapat disempurnakan untuk meminimalkan kemungkinan penggunaan jabatan seperti yang dijelaskan.Masalah dalam penulisan ini adalah:Tahukah anda perubahan-perubahan yang terjadi dalam pendirian yayasan menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 terhadap Undang- Undang Nomor 16 Tahun 2001? Bagaimana Dampak Organ Yayasan dan Laporan Tahunan Yayasan dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan? Dari pembahasan masalah tersebut, dapat dibuka proses pendirian yayasan menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 bahwa perubahan-perubahan yang terjadi dalam undang-undang yayasan terakhir khususnya proses pendirian yayasan, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 adalah hasil penyempurnaan UU.

-UU Yayasan yang lama Nomor 16 Tahun 2001. Penyempurnaan tersebut meliputi cara atau prosedur hukum yang harus dilalui oleh pendiri Yayasan atau Notaris untuk mendapatkan persetujuan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Kata Kunci:

Peraturan No. 28 Tahun2004, Yayasan

How to cite:

Krisna, R.(2021), “Tinjauan Hukum Pendirian Yayasan Sebagai Badan Hukum Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004”, Vol 2(1),41-47.

PENDAHULUAN

Di Indonesia, keberadaan Yayasan telah dikenal sejak zaman pemerintah Hindia Belanda, yang dikenal dengan sebutan “Stichting”. Keberadaan yayasan merupakan suatu kebutuhan bagi masyarakat yang menginginkan adanya wadah atau lembaga yang bersifat dan bertujuan sosial, keagamaan dan kemanusiaan. Pada beberapa waktu lalu yayasan merupakan alat yang secara fungsional menjadi sarena untuk hal-hal atau pekerjaan dengan tujuan sosial, kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Dengan adanya yayasan, maka segala keinginan sosial, keagamaan dan kemanusiaan ini kadang kala merupkan wujud dari kebutuhan kerohanian manusia itu sendiri. Dengan diundangkannya Undang-undang Republik Indonesia tentang Yayasan dengan Nomor 16 tahun 2001 pada tanggal 6 Agustus 2001 yang mulai berlaku pada tanggal 6 Agustus 2002, maka usaha untuk mencapai kepastian dan ketertiban hukum tentang yayasan di Indonesia diharapkan dapat diwujudkan. Namun pada tanggal 6 Oktober 2004 pemerintah mengesahkan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Undang- Undang Nomor 16 Tahun 2001 sehingga peraturan hukum yang telah ada mengenai yayasan akan diperbaharui sedemikian rupa untuk memperkecil kemungkinan adanya penggunaan

(2)

42 kedudukan yayasan tidak sebagaimana mestinya. Undang-undang yayasan sebagai ketentuan yang mengatur tentang persyaratan formil dan materil merupakan peraturan hukum yang bersifat memaksa. Dengan berlakunya Undang-undang yayasan pada tanggal 6 Oktober 2004, maka sudah ditentukan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh suatu yayasan. Dengan penggunaan system pengesahan yayasan untuk dapat diberlakukan sebagai suatu badan hukum telah mengakhiri “suasana ketidakadilan” yang selama ini terjadi, dimana satu pihak yayasan diakui dan diperlakukan sebagai badan hukum tanpa melalui prosedur pengesahan tertentu, sebaliknya di lain pihak bentuk-bentuk organisasi lainnya seperti perseroan terbatas, memerlukan pengesahan dengan prosedur tertentu untuk dapat diakui dan diperlakukan sebagai badan hukum. Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk membahas mengenai pendirian Yayasan menurut Undang-undang Nomor 28 tahun 2004.

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Yayasan

Dengan diundangkannya Undang-undang No. 28 tahun 2004 tentang Yayasan, maka pengertian yayasan menjadi lebih jelas. Pengertian yayasan berdasarkan Pasal 1 butir 1 Undang-undang yayasan Nomor 28 tahun 2004 adalah sebagai berikut : Yayasan adalah badan hukum yang terdiri dari atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota. Yayasan menurut Undang-undang uayasan adalah suatu “badan hukum“ yang untuk dapat menjadi badan hukum wajib memenuhi kriteria dan persyaratan tertentu oleh Undang-undang yayasan. Menurut I.G.Rai Widjaya, yayasan merupakan suatu badan yang melakukan berbagai kegiatan yang bersifat sosial dan tujuan idiil. Ali Rido menyebutkan pengertian yayasan sebagai berikut : “yaysan adalah suatu badan hukum yang dijalankan oleh suatu badan pernyataan sepihak, pernyataan itu harus berisikan pemisahan suatu kekayaan untuk suatu tujuan tertentu dengan penunjukan bagaimanakah kekayaan itu diurus dan digunakan. Menurut Chaidir Ali Yayasan adalah yayasan yang diciptakan dengan perbuatan hukum, yakni pemisahan suatu harta kekayaan untuk tujuan yang tidak diharapkan keuntungan beserta penyusunan suatu organisasi (berikut pengurus) dengan mana sungguh- sungguh dapat terwujud tujuannya dengan alat-alat itu . Maksud Dan Tujuan Yayasan Yayasan hanya dapat didirikan dan disahkan menjadi badan hukum, jika maksud dan tujuan yayasan adalah kegiatan yang bergerak dalam bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan, dapat kita temukan lebih jauh dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-undang yayasan Nomor 16 tahun 2001. namun di dalam Undang-undang Nomor 28 tahun 2004 di bagian penjelasan Pasal 3 ayat (1) terjadi perubahan yakni dikatakan bahwa Ketentuan dalam ayat ini dimaksudkan untuk menegaskan bahwa yayasan tidak digunakan sebagai wadah usaha dan yayasan tidak dapat melakukan kegiatan usaha secara langsung tetapi harus melalui badan usaha yang didirikannya atau melalui badan usaha lain dimana yayasan menyertakan kekayaannya. Dalam rangka mencapai tujuannya tersebut, yayasan dimungkinkan untuk menjalankan atau melaksanakan kegiatan usaha, termasuk untuk mendirikan badan usaha dan /atau ikut serta dalam suatu badan usaha. Pasal 7 Undang-undang yayasan membatasi bentuk penyertaan yayasan dengan menyatakan bahwa

Sehingga apabila lihat dari rumusan yang diberikan dapat disimpulkan, bahwa dalam rangka menjalankan kegiatan usaha yang sesuai dengan maksud dan tujuan yayasan, Undang- undang yayasan memberikan kewenangan sepenuhnya kepada Pengurus yayasan, dengan atau tanpa persetujuan organ lainnya, untuk secara penuh dan mandiri melakukan pengolaan badan usaha tersebut. Ini berarti tidak diperlukan pembatasan kepemilikan yang demikian.

Disamping itu Undang-undang yayasan tidak ingin membatasi kemungkinan yayasan untuk ikut serta dalam kegiatan usaha lain, yang berada diluar maksud dan tujuan yayasan, yang memiliki prospek cukup baik sehingga yayasan dapat meningkatkan harta kekayaannya, yang

(3)

43 pada akhirnya bermuara juga pada pencapaian maksud dan tujuan yayasan. Kendati tidak boleh secara langsung melainkan harus melalui badan usaha yang didirikannya. Hal terakhir juga perlu mendapat perhatian adalah bahwa pada kenyataannya dewasa ini kegiatan yayasan bergerak dalam batasan yang sangat luas, mulai dari yang semata-mata memberikan bantuan hingga yang benar-benar bergerak dalam kegiatan yang mencari keuntungan Yayasan Panti Asuhan, Yayasan Panti Jompo dan Yayasan Yatim Piatu adalah yayasan yang bergerak dalam maksud dan tujuan kemanusiaan. Yayasan pendidikan, Yayasan melaksanakan kegiatan kesehatan dan Yayasan pemberi bea siswa dapat kita golongkan sebagai kesehatan dan Yayasan pemberi bea siswa dapat kita golongkan sebagai yayasan yang bergerak dalam maksud dan tujuan sosial. Sedangkan yayasan keagamaan adalah yayasan yang semata-mata didirikan untuk kepentingan keagamaan, seperti pada mesjid, gereja dan vihara. Sedangkan Yayasan-yayasan lainnya di luar bidang-bidang kegiatan sosial, kemanusiaan dan keagamaan hendaknya dapat menyesuaikan diri dengan Undang-undang yayasan ini.

Jangka Waktu Berdirinya Yayasan

Menurut Pasal 16 ayat (1) Undang-undang yayasan, jangka waktu didirikannya yayasan adalah :1. Untuk jangka waktu tertentu. 2. Untuk jangka waktu tidak tertentu; Bagi yayasan yang didirikan untuk jangka waktu tertentu, dapat diajukan perpanjangan jangka waktu pendirian yayasan dalam waktu paling lambat 1 (satu) tahun sebelum berakhirnya jangka waktu pendirian. Permohonan perpanjangan jangka waktu yayasan tersebut ditujukan kepada Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia dan dilakukan oleh pengurus. Dalam hal ini, berarti lama pendirian yayasan harus diatur dan ditentukan dalam Anggaran Dasar . Selain yayasan mempunyai jangka waktu berdiri tertentu, Yayasan juga berakhir karena beberapa hal. Pertama, karena berakhirnya jangka waktu bagi yayasan; lazimnya yayasan didirikan untuk jangka waktu tidak tertentu. Kedua, karena tujuan yayasan telah tercapai atau karena tujuannya telah nyata tidak dapat tercapai lagi. Ketiga, karena yayasan dalam keadaan pailit.

Keempat, yayasan, harta miliknya menjadi milik negara, jika akta yayasan tidak menyebutkan lain.

Kekayaan Yayasan

Dalam pasal 5 jo Pasal 26 ayat (1) jo Pasal 26 ayat (2) Undang-undang yayasan diketahui bahwa kekayaan yayasan merupakan kekayaan yang dipisahkan yang dapat berupa uang, barang maupun kekayaan lain yang diperoleh yayasan berdasarkan Undang-undang yayasan, yakni kekayaan yang dapat diperoleh dari sumbangan atau bantuan yang tidak mengikat, wakaf, hibah, hibah wasiat (legaat) dan perolehan lain yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar yayasan dan/atau peraturan perUndang-undang yang berlaku. Dari ketentuan Undang-undang yayasan dapat dilihat bahwa Undang-undang yayasan menitikberatkan pada adanya prinsip kemandirian (independency) yayasan, khususnya dalam rangka perolehan harta kekayaan yayasan. Pemisahan kekayaan yayasan dari kekayaan pendiri serta pihak lain yang menyerahkan (sebagian) kekayaannya kepada yayasan merupakan bukti adanya kemandirian yayasan. Artinya pendiri serta pihak lain yang menyerahkan (sebagian) kekayaannya kepada yayasan tersebut tidak lagi mempunyai hak atas harta yang telah diserahkan kepada yayasan. Namun mereka dapat melakukan control terhadap yayasan berdasarkan prinsip akuntabilitas dan prinsip keterbukaan yayasan sebagaimana yang akan diuraikan dalam penjelasan kemudian. Adanya prinsip kemandirian tersebut dapat menumbuhkan kepercayaan terhadap yayasan dan kenerjanya.

Yayasan Sebagai Badan Hukum

Yayasan sebagai badan hukum telah diterima di negeri Belanda dalam suatu yurisprudensi tahun 1982. Hoge Raad yang merupakan badan peradilan tertinggi di negeri

(4)

44 Belanda berpendirian bahwa Yayasan sebagai badan hukum adalah sah menurut hukum dan karenanya dapat didirikan. Wirjono Projodikoro dalam bukunya yang berjudul ”Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu” berpendapat bahwa Yayasan adalah badan hukum. Dasar suatu Yayasan adalah suatu harta benda kekayaan, yang dengan kemauan pemilik ditetapkan guna mencapai suatu tujuan tertentu. Pengurus Yayasan juga ditetapkan oleh pendiri Yayasan itu. Pendiri (dapat) mengadakan peraturan untuk mengisi lowongan dalam mengurus. Meskipun Yayasan sama sekali tidak diatur dalam undang-undang, tetapi dalam pergaulan hidup nyata diakui keberadaannya sebagai badan hukum yang dapat turut serta dalam pergaulan hidup dimasyarakat; artinya dapat jual beli, sewa menyewa dan lain- lain, dengan mempunyai kekayaan yang terpisah dari barang-barang kekayaan orang-orang yang mengurus Yayasan itu. Rumusan Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Yayasan secara tegas menyatakan bahwa Yayasan adalah badan hukum dengan ketentuan bahwa status hukum Yayasan baru diperoleh setelah Akta Pendirian Yayasan disahkan oleh Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. Ini berarti bahwa pengesahan Akta Pendirian ini, merupakan satu- satunya dokumen yang menentukan saat berubahnya status Yayasan menjadi badan hukum.

Rumusan ini tentunya membawa konsekuensi bahwa sebagai badan hukum, Yayasan memiliki karakteristik dan kemampuan bertindak sebagai layaknya suatu subjek hukum. Dari apa yang diuraikan diatas dapat disimpulkan bahwa Yayasan merupakan badan hukum yang menyandang hak dan kewajibannya sendiri, yang dapat digugat maupun menggugat di Pengadilan, serta memiliki status yang dipersamakan dengan orang perorangan sebagai subjek hukum dan keberadaannya ditentukan oleh hukum. Sebagai badan hukum, Yayasan cakap melakukan perbuatan hukum sepanjang perbuatan hukum itu tercakup dalam maksud dan tujuan Yayasan yang dituangkan dalam perbuatan hukum (ultra vires), yang diluar batas demi hukum (null and void;nieting). Achamad Ichsan menegaskan bahwa Yayasan sebagai badan hukum harus diatur dalam akta notaries. Akta tersebut memuat peraturan-peraturan mengenai Yayasan yang harus memenuhi syarat-syarat tertentu dengan gengsi tidak sah.

Anggaran Dasar Yayasan

Berdasarkan Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Yayasan, Anggaran Dasar Yayasan sekurang- kurangnya memuat :

Nama dan tempat kedudukan;

Maksud dan tujuan serta kegiatan untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut;

Jangka waktu pendirian;

Jumlah kekayaan awal yang dipisahkan dari kekayaan pribadi dalam bentuk uang atau benda;

Cara memperoleh dan penggunaan kekayaan;

Tata cara pengangkatan, pemberhentian dan penggantian anggota Pembina, Pengurus dan Pengawas;

Hak dan kewajiban anggota Pembina, Pengurus dan Pengawas;

Tata cara penyelenggaraan rapat organ Yayasan;

Ketentuan mengenai perubahan Anggaran Dasar;

Penggabungan dan pembubaran Yayasan;

Penggunaan kekayaan sisa likuidasi atau penyaluran kekayaan Yayasan setelah pembubaran.

Muatan anggaran Dasar Yayasan yang dimaksud dalam Undang-undang Yayasan tersebut merupakan ketentuan minimum yang harus dimuat dalam Anggaran Dasar Yayasan. Dalam hal ini, apabila dipandang perlu, Anggaran Dasar dapat memuat hal-hal yang dipandang perlu untuk dimuat dalam suatu Anggaran Dasar Yayasan. Jumlah minimum harta kekayaan awal yang dipisahkan dari kekayaan pribadi pendiri ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Sedangkan yang dimaksud sebagai benda dalam modal awal Yayasan adalah benda berwujud dan benda tidak berwujud yang dapat dinilai dengan uang. Mengenai tempat kedudukan Yayasan, di dalam Pasal 4 Undang-Undang Yayasan menentukan bahwa Yayasan (harus)

(5)

45 mempunyai tempat kedudukan dalam wilayah negara Republik Indonesia. Tempat kedudukan Yayasan harus disebutkan dalam Anggaran Dasar Yayasan.

Perubahan Anggaran Dasar Yayasan

Undang-undang Yayasan menyatakan bahwa ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Anggaran Dasar Yayasan pada prinsipnya dapat diubah, kecuali mengenai maksud dan tujuan Yayasan Perubahan Anggaran Dasar hanya dapat dilaksanakan berdasarkan keputusan Rapat Pembina. Rapat Pembina tersebut hanya dapat dilakukan, apabila dihadiri oleh paling sedikit 2/3 (dua per tiga) jumlah anggota Pembina. Perubahan Anggaran Dasar tersebut dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia. Pada dasarnya keputusan Rapat Pembina ditetapkan berdasarkan musyawarah untuk mufakat. Dalam hal keputusan rapat berdasarkan musyawarah untuk mufakat tidak tercapai. Keputusan ditetapkan berdasarkan persetujuan paling sedikit 2/3 (dua per tiga) dari jumlah seluruh anggota Pembina yang hadir. Dalam hal korum tersebut tidak tercapai, rapat Pembina yang kedua dapat diselenggarakan paling cepat 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal Rapat Pembina yang pertama diselenggarakan. Rapat Pembina yang kedua sah, apabila diambil berdasarkan persetujuan suara terbanyak dari jumlah anggota Pembina yang hadir. Undang-undang Yayasan menetapkan dua kriteria bagi perubahan Anggaran Dasar. Pertama dikatakan bahwa perubahan Anggaran Dasar yang meliputi nama dan kegiatan Yayasan harus mendapat persetujuan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. Kedua bagi perubahan Anggaran Dasar Yayasan mengenai hal lain, cukup diberitahukan kepada Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. Khususnya mengenai perubahan Anggaran Dasar Yayasan yang memerlukan persetujuan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, maka segala ketentuan yang berkaitan dengan pengesahan Yayasan secara mutatis, mutandis berlaku juga bagi permohonan perubahan Anggaran Dasar, pemberian persetujuan, dan/atau penolakan atas perubahan Anggaran Dasar.

Selanjutnya dalam Undang-undang Yayasan ditentukan bahwa perubahan Anggaran Dasar tidak dapat dilakukan pada saat Yayasan dinyatakan dalam keadaan pailit kecuali atas persetujuan kurator.

Permohonan persetujuan perubahan Anggaran Dasar Yayasan dapat diberikan atau tidak diberikan (ditolak) oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia atas nama Menteri Kehakiman. Namun demikian Undang-undang Yayasan tidak mengatur secara tegas berapa lama persetujuan wajib diberikan oleh Menteri Kehakiman tersebut oleh karena Pasal 22 Undang-undang Yayasan menyebutkan bahwa yang berlaku secara mutatis dan mutandis bagi perubahan Anggaran Dasar Yayasan adalah ketentuan Pasal 11 dan Pasal 12 Undang-Undang Yayasan saja yakni mengenai kewenangan perubahan tersebut memerlukan pertimbangan dari instansi terkait. Hal ini menimbulkan ketidakpastian dalam pelaksanaan pemberian persetujuan atas perubahan Anggaran Dasar Yayasan.

Perubahan Anggaran Dasar Yayasan wajib diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia, dan kewajiban tersebut harus dilaksanakan dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari sejak tanggal akta pendirian Yayasan disahkan atau perubahan Anggaran Dasar disetujui atau diterima oleh Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. Biaya permohonan pengumuman perubahan Anggaran Dasar Yayasan yang sudah disetujui Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah (Pasal 24 ayat (4) Undang-Undang Yayasan).

PEMBAHASAN

Adapun dampak terhadap Organ Yayasan dengan berlakunya Undang-undang Nomor 28 tahun 2004 adalah pada Undang-Undang yayasan Nomor 16 tahun 2001 memberi batasan waktu kewenagan seorang Pengurus yang lebih sempit dibanding perubahannya di dalam Undang-undang yayasan Nomor 28 Tahun 2004 dimana seorang Pengurus di dalam Undang-

(6)

46 undang yayasan yang terdahulu hanya dapat diangkat kembali untuk satu kali masa jabatan setelah lima tahun sejak diangkat sementara di Undang-undang yayasan yang baru, soeorang Pengurus dapat diangkat kembali setelah lima tahun dia menjabat tanpa dibatasi masa jabatan untuk ke depan selama di dalam rapat Pembina memilihnya kembali untuk menduduki jabatannya sebagai Pengurus, Perbedaan lainnya adalah dalam hal terdapat penggantian Pengurus yayasan, Pembina tidak lagi mempunyai kewajiban menyampaikan pemberitahuan kepada Menteri setelah adanya penggantian Pengurus melainkan Pengurus yang menggantikan yang harus menyampaikan pemberitahuan kepada Menteri paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal penggantian Pengurus yayasan. Sedangkan di dalam undang- undang yayasan yang terdahulu, pemberitahuan ini harus ditujukan kepada Menteri dan Instansi terkait. Hal ini ditiadakan dalam Undang-undang yayasan yang baru dimana pemberitahuan ini hanya disampaikan kepada Menteri saja. Dan Masa jabatan seorang Pengawas diperbaharui oleh Undang-undang yayasan Nomor 28 tahun 2004 dengan menentukan seorang Pengawas yayasan dapat diangkat berdasarkan keputusan rapat Pembina selama jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali. Yang juga memperpanjang masa jabatan seorang Pengurus yayasan apabila dia diangkat kembali tanpa batas masa jabatan selam masih dipercaya dalam rapat Pembina yayasan yang merupakan kebalikan dari Undang-undang Nomor 16 tahun 2001 yang hanya memperbolehkan seorang Pengawas yayasan menduduki masa jabatan sekali lagi setelah lima tahun menjabat sejak diangkat pertama kalinya. Dampak terhadap Organ Yayasan dengan berlakunya Undang-undang Nomor 28 tahun 2004 adalah Perubahan cara penyampaian Laporan Tahunan dan sumber kekayaan yang dapat diperoleh Yayasan berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 sebagai wujud perubahan dari Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001, dapat disimpulkan bahwa untuk melakukan atau membuat Laporan Tahunan ini berarti Yayasan harus mempunyai pembukuan yang baik dan minimum mengumumkan laporan tahunannya pada papan pengumuman di kantor Yayasan. Selain itu Laporan Tahunan tersebut harus diaudit oleh akuntan public untuk menjamin transparannya suatu Yayasan.

KESIMPULAN

Yayasan adalah badan hukum yang terdiri dari atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota. Dari proses tata cara pendirian yayasan menurut Undang- undang Nomor 28 Tahun 2004 yang telah dibahas di bab-bab sebelumnya dapat di tarik kesimpulan bahwa perubahan yang terjadi di dalam undang-undang yayasan terbaru khususnya proses mengenai pendirian Yayasan, bahwa Undang-undang NOmor 28 tahun 2004 merupakan hasil penyempurnaan dari Undang-Undang Yayasan Nomor 16 Tahun 2001 sebelumnya. Penyempurnaan itu didalamnya termasuk cara atau prosedur hukum yang harus dilalui oleh pendiri Yayasan atau notaris untuk memperoleh pengesahan dari Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. Dampak terhadap Organ Yayasan dengan berlakunya Undang-undang Nomor 28 tahun 2004 adalah. Undang-undang yayasan Nomor 16 tahun 2001 memberi batasan waktu kewenagan seorang Pengurus yang lebih sempit dibanding perubahannya di dalam Undang-undang yayasan Nomor 28 Tahun 2004 dimana seorang Pengurus di dalam Undang-undang yayasan yang terdahulu hanya dapat diangkat kembali untuk satu kali masa jabatan setelah lima tahun sejak diangkat sementara di Undang-undang yayasan yang baru, soeorang Pengurus dapat diangkat kembali setelah lima tahun dia menjabat tanpa dibatasi masa jabatan untuk ke depan selama di dalam rapat Pembina memilihnya kembali untuk menduduki jabatannya sebagai Pengurus. Perbedaan lainnya adalah dalam hal terdapat penggantian Pengurus yayasan, Pembina tidak lagi mempunyai kewajiban menyampaikan pemberitahuan kepada Menteri setelah adanya penggantian Pengurus melainkan Pengurus yang menggantikan yang harus menyampaikan pemberitahuan

(7)

47 kepada Menteri paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal penggantian Pengurus yayasan. Sedangkan di dalam undang-undang yayasan yang terdahulu, pemberitahuan ini harus ditujukan kepada Menteri dan Instansi terkait. Hal ini ditiadakan dalam Undang-undang yayasan yang baru dimana pemberitahuan ini hanya disampaikan kepada Menteri saja. Masa jabatan seorang Pengawas diperbaharui oleh Undang-undang yayasan Nomor 28 tahun 2004 dengan menentukan seorang Pengawas yayasan dapat diangkat berdasarkan keputusan rapat Pembina selama jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali. Yang juga memperpanjang masa jabatan seorang Pengurus yayasan apabila dia diangkat kembali tanpa batas masa jabatan selam masih dipercaya dalam rapat Pembina yayasan yang merupakan kebalikan dari Undang-undang Nomor 16 tahun 2001 yang hanya memperbolehkan seorang Pengawas yayasan menduduki masa jabatan sekali lagi setelah lima tahun menjabat sejak diangkat pertama kalinya. Dampak terhadap Organ Yayasan dengan berlakunya Undang- undang Nomor 28 tahun 2004 adalah Perubahan cara penyampaian Laporan Tahunan dan sumber kekayaan yang dapat diperoleh Yayasan berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 sebagai wujud perubahan dari Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001, dapat disimpulkan bahwa untuk melakukan atau membuat Laporan Tahunan ini berarti Yayasan harus mempunyai pembukuan yang baik dan minimum mengumumkan laporan tahunannya pada papan pengumuman di kantor Yayasan. Selain itu Laporan Tahunan tersebut harus diaudit oleh akuntan public untuk menjamin transparannya suatu Yayasan.

DAFTAR PUSTAKA

Achmad Ichsan, Dunia Usaha Indonesia, Pradnya Paramita, Jakarta, tahun 1986 A B Susanto, Reformasi Yayasan, Andi, Yokyakarta, tahun 2005.

Ali Rido, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan dan Wakaf, Alumni, Bandung, tahun 1996..

Arif Kusumastuti Maria Suhardiadi, Hukum Yayasan di Indonesia, PT.

Abadi, Jakarta, tahun 2002.

Chaidir Ali, Badan Hukum, Alumni, Bandung, tahun 1999.

Gunawan Widjaja, Suatu Paduan Komprehensif Yayasan di Indonesia, PT Ales Media Komputindo, Jakarta, tahun 2005.

I G Rai Wijaya, Hukum Perusahaan, Kesain Blanc, Jakarta, tahun 2002

, Hukum Perusahaan Perseroan Terbatsa, KBI, Jakarta, tahun 2000.

R Murjiyanto, Pengantar Hukum Dagang (Aspek-aspek Hukum Perusahaan dan Larangan Praktek Monopoli, Liberty, Yokyakarta.

Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata tentang Persetujuan-persetujuan tertentu, Sumur, Bandung.

W J S. Poerwadarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, PN. Balai Pustaka, Jakarta, tahun 1996.

Undang-undang Nomor 28 tahun 2004 tentang Yayasan

Referensi

Dokumen terkait

Setelah mengikuti mata kuliah Nirmana ini, mahasiswa akan dapat membuat disain dan mempresentasikannya ke dalam bentuk dua dimensi maupun tiga dimensi baik secara konsep tual

Komponen dalam oleoresin jahe terdiri atas gingerol dan zingiberen, shagaol, minyak atsiri dan resin.Jahe yang digunakan sebagai bumbu masak terutama berkhasiat untuk

Hasil penelitian menunjukan bahwa: (1) Terdapat pengaruh antara supervisi kepala sekolah terhadap profesionalisme guru di SMK Negeri 1 Seyegan, hal tersebut ditunjukkan

Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Tanggapan Responden berdasarkan Kategori pada Variabel Waktu Makan, Penampilan Makanan, Rasa Makanan, Keramahan Pramusaji, Kebersihan

Hasil uji t kedua menunjukkan variabel religiusitas, pengetahuan dan lokasi berpengaruh positif dan tidak signifikan terhdap minat menabung masyarakat pada bank

Memposisikan PI saat ini sebagai salah satu bagian dari psikologi yang berwawasan religius, atau salah satu bentuk dari indeginous psychology akan lebih mudah diterima oleh

Berdasarkan kasus diatas, dpat disimpulkan bahwa sumber pencemarnya adalah logam berat arsen yang berasal dari air tanah pada mineral sulfida yang dibawah permukaan

Terkait dengan bentuk penalaran dalam tradisi ilmu al-bayan (istidlal bayani) ini, al-Jabiri menemukan karakter “pemaksaan epistemologis” dalam kegiatan bernalar,