• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PRINSIP TRANSPARANSI DALAM PENGELOLAAN KEGIATAN USAHA YAYASAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 JO UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2004

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II PRINSIP TRANSPARANSI DALAM PENGELOLAAN KEGIATAN USAHA YAYASAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 JO UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2004"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PRINSIP TRANSPARANSI DALAM PENGELOLAAN KEGIATAN USAHA YAYASAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001

JO UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2004

A. Prinsip Transparansi dalam Pengelolaan Yayasan 1. Pengertian dan Karakteristik Prinsip Transparansi

Transparansi merupakan suatu prinsip yang sangat penting dalam suatu badan usaha. Prinsip ini menjamin adanya pengungkapan ataupun keterbukaan segala informasi yang berkaitan dengan performance serta berbagai permasalahan yang berkaitan dengan badan usaha secara tepat waktu dan akurat.50

Pengertian transparansi memberikan suatu petunjuk agar pelaku kunci yang terlibat untuk bertanggung jawab dan menjamin kinerja pelayanan publik yang baik.

Prinsip transparansi merupakan pelaksanaan keterbukaan dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh pihak terkait atas pelaksanaan kewenangan yang diberikan padanya.

Prinsip ini terutama berkaitan erat dengan keterbukaan terhadap efektivitas kegiatan dalam pencapaian sasaran atau target kebijakan ataupun program yang telah ditetapkan. Transparansi mempunyai karakteristik:

a. Adanya tujuan yang telah ditetapkan;

b. Penentuan standard yang dibutuhkan untuk pencapaian tujuan;

c. Mendorong penerapan atau pemakaian standarisasi;

50 Adri Mustiko, Peran Prinsip Transparansi dalam Mewujudkan Good Corporate Governance pada Perseroan Terbatas Terbuka, dikutip dari buku Corporate Governance oleh Tager I.

Nyoman (Tesis, 2005).

(2)

d. Mengembangkan standard organisasi dan operasional secara ekonomis.51 2. Fungsi Prinsip Transparansi dalam Pengelolaan Yayasan

Kehadiran dunia usaha sangat berperan penting dalam menopang kegiatan perekonomian masyarakat dan bangsa. Dunia usaha akan mendorong menguatnya sektor riel masyarakat dan sekaligus akan menyerap tenaga kerja serta mengurangi pengangguran. Perkembangan dunia usaha terutama di bidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang atau jasa.

Di samping itu, globalisasi dan perdagangan bebas yang didukung oleh kemajuan teknologi telekomunikasi dan informasi telah memperluas ruang gerak arus transaksi barang atau jasa melintasi batas-batas wilayah suatu negara, sehingga barang dan jasa yang ditawarkan semakin bervariasi baik produksi luar negeri maupun produksi dalam negeri.

Sehubungan dengan itu, sudah semestinya dunia usaha juga harus memiliki tata kelola usaha yang baik dan tidak merugikan kepentingan masyarakat, khususnya para konsumen. Salah satu solusinya, perlu diberlakukannya dan ditegakkannya prinsip-prinsip good corporate governance (GCG) bagi dunia usaha dan praktek bisnis pada umumnya, sebagai pedoman dan parameter kinerja dunia usaha dalam menjalankan aktivitasnya. Dalam hal ini kontrol dan pengawasan publik terhadap praktek bisnis dapat melibatkan baik dari unsur pemerintah, masyarakat dan kalangan dunia usaha sendiri. Perkembangan bisnis sekarang menuntut adanya transparansi

51 YB. Sigit Hutomo, “Reformasi Yayasan Perspektif Hukum dan Manajemen, The Jakarta Consulting Group (Editor) 360” Approach on Fondation, (Yogyakarta: Andi, 2002), hal. 144.

(3)

manajemen dalam mengelola perusahaan. Pihak manajemen harus menyajikan kondisi perusahaan secara jelas, baik secara finansial maupun operasional.

transparansi manajemen ini tidak lepas dari peran independen yaitu audit eksternal.

Audit eksternal yang independen adalah akuntan publik dan akuntan pemerintah.

Akuntan publik sebagai badan pemeriksa laporan keuangan perusahaan privat, sedangkan akuntan pemerintah dalam hal ini badan Pemeriksa Keuangan sebagai Pemeriksa Perusahaan Publik atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Oleh karena itu perusahaan Indonesia dapat dipercaya masyarakat maupun investor jika sudah diperiksa laporan keuangan oleh akuntan dalam tahun-tahun belakangan ini berbagai tuntutan dari masyarakat agar mendapatkan pelayanan yang baik merupakan suatu gejala yang sulit dihindari baik di sektor pemerintahan maupun sektor swasta.

Suatu badan usaha yang bergerak di sektor publik akan memberikan perhatian yang penuh terhadap prinsip transparansi dalam bentuk prosedur dan penekanan atas nilai-nilai yang direfleksikan pada kebijakan administratif sehingga memungkinkan masyarakat untuk menilai bentuk pertanggungjawaban yayasan dalam setiap aktivitasnya, terutama berkaitan dalam kegiatan usaha yayasan.

Ellwod menjelaskan ada 4 (empat) dimensi transparansi yang harus dipenuhi oleh organisasi sektor publik atau badan hukum, yaitu:

a. Transparansi Kejujuran dan Transparansi Hukum

Transparansi kejujuran terkait dengan keterbukaan atas tindakan yang tidak bertentangan dalam bentuk penyalahgunaan jabatan (abuse a power), sedang

(4)

transparansi hukum berkaitan dengan jaminan akan kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku;

b. Tranparansi Proses

Transparansi proses terkait dengan prosedur pelaksanaan tugas yang berkaitan dengan kecukupan informasi yang diberikan pada publik;

c. Transparansi Program

Transparansi program terkait dengan pertimbangan atas pencapaian dari tujuan yang telah ditetapkan serta program yang memberikan hasil optimal;

d. Transparansi Kebijakan

Transparansi kebijakan terkait dengan keterbukaan setiap organ terkait atas kebijakan-kebijakan yang diambil dalam rangka pencapaian tujuan.52

3. Kedudukan Prinsip Transparansi dalam Good Corporate Governance a. Good Corporate Governance (GCG)

Perkembangan konsep Good Corporate Governance (GCG) atau disebut juga tata kelola usaha yang baik sesungguhnya telah dimulai jauh sebelum isu Corporate Governance menjadi kosa kata yang paling hangat di kalangan eksekutif bisnis.

Bersamaan dengan dikembangkannya sistim korporasi di Inggris, Eropa dan Amerika Serikat sekitar satu setengah abad lalu (1840-an), isu Corporate Governance telah muncul ke permukaan meskipun masih berupa saran dan anekdot.53

52 Hamid Abidin, Akuntabilitas dan Transparansi Yayasan, www.yahoo.com, diakses 20 April 2009.

53 Mas Ahmad Daniri, Good Corporate Governance: Konsep dan Penerapannya dalam Konteks Indonesia, (Jakarta: Ray Indonesia, 2005), hal. 7.

(5)

Good Corporate Governance pada dasarnya digunakan untuk menentukan arah dan pengendalian kinerja perusahaan seperti monitor dan mengendalikan keputusan serta tindakan yang akan diambil, mempengaruhi implementasi strategi, memberi perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham khususnya pemegang saham minoritas serta hubungan antara pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders).54

Good Corporate Governance merupakan segala aturan hukum yang ditujukan untuk memungkinkan suatu perusahaan dapat mempertanggung-jawabkan kegiatannya di hadapan pemegang saham dan publik.55

Istilah corporate governance untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh Cadbury Committee pada tahun 1992, yang menggunakan istilah tersebut dalam laporan mereka yang kemudian dikenal sebagai Cadbury Report. Laporan ini dipandang sebagai titik balik (turning point) yang sangat menentukan bagi praktek corporate governance di seluruh dunia.56

Cadbury Committee mendefinisikan corporate governance sebagai seperangkat aturan yang merumuskan hubungan antara para pemegang saham,

54 Ibid.

55 Bismar Nasution, Hukum Kegiatan Ekonomi I, (Jakarta: Books Terrace & Library, 2007), hal. 241.

56 Cadbury Report adalah sebutan lazim untuk The Report of Cadbury Committee on Finansial Aspects of Corporate Governance: The Code of Best Practice, sebuah laporan yang dikeluarkan oleh Cadbury-Schweppes tahun 1992. Komite ini dibentuk pada bulan Mei 1991 oleh London Stock Exchange dan profesi akuntan yang diketuai oleh Sir Adrian Cadbury untuk membahas aspek-aspek finansial corporate governance. Komite ini menghasilkan Code of The Best Practice yang kemudian wajib dilaksanakan oleh semua perusahaan terbuka di Kerajaan Inggris (Sumber: Yayasan Pembaruan Administrasi Publik Indonesia, Memahami Good Government Governance dan Good Corporate Governance, Yogyakarta, 2004), hal. 14.

(6)

manajer, kreditur, pemerintah, karyawan dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya baik internal maupun eksternal sehubungan dengan hak-hak dan tanggung- jawab mereka.57

Pembahasan mengenai Good Corporate Governance (GCG) tidak dapat dipisahkan dengan konsep dan sistim korporasi itu sendiri, serta keterkaitan hubungan antara manajemen, direksi, dewan komisaris, shareholders dan stakeholders dalam suatu korporasi. Hal ini mengakibatkan Good Corporate Governance (GCG) berkembang pesat.

Setiap negara atau lembaga internasional memiliki definisi yang berbeda berkenaan dengan Good Corporate Governance (GCG), antara lain:

1. Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI)

Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) menyatakan bahwa corporate governance adalah seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak dan kewajiban mereka. Atau dengan kata lain suatu sistim yang mengendalikan perusahaan;

2. World Bank

World Bank menyatakan bahwa corporate governance merupakan suatu gabungan daripada hukum, peraturan serta praktek-praktek usaha yang diterapkan dalam dunia korporasi, dengan tujuan untuk menarik masyarakat

57 Ibid.

(7)

pemodal melaksanakan efisiensi serta untuk eksistensi daripada usaha yang dimaksud;

3. Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara No.KEP-117/MMBU/2002 tentang Penerapan Praktek Good Corporate Governance pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Keputusan Menteri BUMN tersebut menyatakan bahwa corporate governance adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya berlandaskan peraturan perundang-undangan dan nilai-nilai etika.58

Banyak pendapat lain yang dikemukakan oleh negara-negara dan lembaga internasional tentang definisi corporate governance, di mana masing-masing mempunyai konsep dan tujuan tersendiri. Tetapi pada dasarnya semua memiliki suatu persamaan dalam hal ingin dicapainya suatu kinerja perusahaan yang baik sehingga memberi keuntungan bagi para pemegang saham dan stakeholder lainnya. Oleh karena banyaknya pendapat dari berbagai negara dan lembaga internasional, akhirnya Organization for Economic Corporation and Development (OECD) membuat suatu rumusan mengenai Good Corporate Governance sehingga terdapat kesamaan formulasi yang diberlakukan di setiap yurisdiksi hukum masing-masing negara.

Organization for Economic Corporation and Development (OECD) mendefinisikan corporate governance sebagai suatu struktur yang olehnya para pemegang saham,

58 I Nyoman Tager, Corporate Governance, (Jakarta: Prenhalindo, 2003), hal. 27.

(8)

komisaris dan manajer menyusun tujuan-tujuan perusahaan dan sarana untuk mencapai tujuan tersebut dan mengawasi kinerja.59

Pada dasarnya pemahaman mengenai corporate governance dapat dibagi menjadi 2 (dua) unsur, yaitu:

1. Unsur yang berasal dari dalam perusahaan

Unsur yang berasal dari dalam perusahaan terdiri dari pemegang saham, direksi, dewan komisaris, manajer, pekerja atau serikat pekerja, sistim remunerasi berdasarkan kinerja dan komite audit;

2. Unsur yang berasal dari luar perusahaan

Unsur yang berasal dari luar perusahaan terdiri dari kecukupan undang-undang dan perangkat hukum lainnya, investor baik dari dalam maupun luar negeri, institusi penyedia informasi, akuntan publik, konsultan hukum, institusi yang memihak kepentingan publik bukan golongan, pemberi pinjaman dan pengesah legalitas.60

Corporate governance mensyaratkan adanya struktur dan perangkat untuk tercapainya tujuan dan pengawasan atas kinerja. Dalam hal ini corporate governance harus dapat menjadi rangsangan atau pendorong bagi manajemen untuk mencapai tujuan yang merupakan kepentingan perusahaan atau badan hukum, dan dapat

59 Ibid.

60 Ibid.

(9)

memfasilitasi pemonitoran atau pengawasan yang efektif sehingga mendorong perusahaan atau badan hukum untuk menggunakan sumber daya dengan efisien.61

Dalam hal pengembangan badan hukum seperti yayasan, diharapkan GCG dapat dimengerti dan diterapkan dengan baik. Kerangka corporate governance harus menjadi pedoman strategik dari suatu badan usaha seperti halnya yayasan, mencakup pemonitoran manajemen yang efektif oleh pengawas yayasan dan transparansi pengurus dalam setiap kegiatan usaha yayasan berkaitan dengan pengungkapan yang tepat waktu dan akurat.62

Good Corporate Governance pada dasarnya merupakan rangkain hubungan antara manajemen perusahaan, shareholder dan stakeholder sehingga terbentuk sistim dan struktur yang memungkinkan organ-organ yayasan atau stakeholder untuk mengendalikan yayasan; mencakup proses pengambilan keputusan, pemantauan dan pengawasan yayasan mendukung terakomodasinya aspirasi mereka dalam perumusan tujuan yayasan serta pemantauan atas proses pencapaian tujuan tersebut berikut kinerja yang telah dicapai.63

b. Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance

Dalam konteks tumbuhnya kesadaran akan pentingnya corporate governance, Organization for Economic Corporation Development (OECD) sebagai organisasi internasional di bidang ekonomi dan pembangunan yang didirikan pada April 1998 telah mengembangkan seperangkat prinsip-prinsip yang dapat diterapkan secara

61 Yayasan Pembaruan Administrasi Publik Indonesia, Op.Cit. hal. 102.

62 Ibid.

63 Ibid.

(10)

fleksibel sesuai dengan keadaan, budaya dan tradisi masing-masing negara. Prinsip- prinsip ini diharapkan menjadi titik rujukan bagi pemerintah (regulator) dalam membangun framework bagi penerapan corporate governance.64

Prinsip-prinsip OECD menyangkut 5 (lima) bidang utama, yaitu:

1. Perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham (the right of shareholder);

2. Persamaan perlakuan terhadap seluruh pemegang saham (the equitable treatment of shareholders);

3. Peran para pemegang kepentingan yang terkait dengan perusahaan (the rule of stakeholders);

4. Keterbukaan dan transparansi (disclosure and transparency);

5. Akuntabilitas para dewan (the responsibilities of board).65

Prinsip-prinsip OECD terkait langsung dengan permasalahan yang dihadapi dunia usaha pada umumnya yakni masalah korupsi dan ketidakjujuran, tanggung jawab sosial dan etika korporasi, tata kelola sektor publik dan reformasi hukum.66

Dalam usaha pencapain tujuan korporasi, terdapat 4 (empat) prinsip utama dalam penerapan Good Corporate Governance (GCG) yang sejalan dengan prinsip- prinsip yang dirumuskan oleh Organization for Economic Corporation Development (OECD), yaitu:

64 I Nyoman Tager, Op.Cit. hal. 30.

65 Ibid.

66 Ibid.

(11)

1. Keadilan atau kewajaran (fairness);

Prinsip ini tercermin melalui keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang- undangan yang berlaku dengan memberi perlakuan yang sama terhadap para pemegang saham, terutama pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing melalui keterbukaan informasi serta melarang pembagian untuk pihak sendiri dan perdagangan saham oleh orang dalam.67 Keadilan di sini merupakan keadilan bagi semua pihak yang terkait dengan yayasan, baik para donator, masyarakat maupun pemerintah untuk memperoleh perlindungan dari segala bentuk penipuan oleh yayasan dalam bentuk informasi ataupun praktek tidak sehat lainnya; 68

2. Transparansi atau keterbukaan (transparency)

Prinsip ini menekankan pada keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan. Dalam hal ini hak-hak para pemegang saham harus diberi informasi dengan benar dan tepat pada waktunya serta dapat ikut berperan serta dalam pengambilan keputusan mengenai perubahan- perubahan yang mendasar atas perusahaan dan turut memperoleh bagian dari

67 Ibid, hal. 49.

68 Yayasan Pembaharuan Administrasi Publik Indonesia, Op.Cit. hal. 102.

(12)

keuntungan perusahaan.69 Transparansi di sini merupakan peningkatan keterbukaan atas informasi yang akurat dan tepat waktu atas kinerja yayasan;70 3. Akuntabilitas atau pertanggungjawaban (accountability)

Prinsip ini menekankan tanggung jawab manajemen melalui pengawasan yang efektif berdasarkan balance of power antara manajer, pemegang saham, dewan komisaris dan auditor. Akuntabilitas merupakan bentuk tanggung jawab manajemen terhadap perusahaan dan para pemegang saham.71 Akuntabilitas adalah bentuk pertanggungjawaban manajemen melalui pengawasan efektif berdasarkan kesetaraan dan keseimbangan kekuasaan antara organ-organ yayasan;72

4. Tanggung jawab (responsibility)

Prinsip ini tercermin dalam bentuk pengakuan atas peranan pemegang saham sebagaimana ditetapkan oleh hukum dan kerja sama yang aktif antara perusahaan serta pemegang kepentingan dalam menciptakan kekayaan, lapangan kerja dan perusahaan yang sehat dalam aspek keuangan. Hal ini merupakan bentuk tanggung jawab perusahaan sebagai anggota masyarakat yang tunduk kepada hukum dan bertindak dengan memperhatikan kebutuhan-kebutuhan masyarakat sekitarnya.73 Tanggung jawab adalah merupakan bentuk tanggung jawab

69 I Nyoman Tager, Op.Cit. hal. 49.

70 Yayasan Pembaruan Administrasi Publik Indonesia, Op.Cit. hal. 102.

71 I Nyoman Tager, Op.Cit, hal. 49.

72 Yayasan Pembaharuan Administrasi Publik Indonesia, Op.Cit. hal. 102.

73 I Nyoman Tager, Op.Cit, hal. 49.

(13)

yayasan sebagai anggota masyarakat untuk mematuhi ketentuan yang berlaku di suatu negara atau lingkungan masyarakat.74

Prinsip transparansi (transparency) mempunyai peranan dan kedudukan yang penting dalam penerapan Good Corporate Governance (GCG). Pelaksanaan prinsip transparansi perlu dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan agar suatu badan hukum seperti yayasan menjadi lebih efisien dan mampu memberikan pelayanan atau perbaikan pola kerja sehingga kinerja yayasan akan menjadi lebih baik dimasa yang akan datang.

B. Pengaturan Prinsip Transparansi dalam UU No. 16 Tahun 2001 jo UU No.

28 Tahun 2004

1. Prinsip Transparansi dalam Pengaturan Yayasan Sebelum Keluarnya UU No. 16 Tahun 2001 jo UU No. 28 Tahun 2004

Yayasan di masa lalu, sebelum negara Republik Indonesia memiliki Undang- Undang Yayasan Tahun 2001, landasan hukumnya tidak begitu jelas, karena belum ada aturannya secara tertulis. Yayasan yang didirikan pada waktu itu menggunakan hukum kebiasaan yang ada dalam praktik. Demikian pula dalam menjalankan kegiatannya, mendasarkan pada hukum kebiasaan. Meskipun demikian, selama itu yayasan dikehendaki berstatus badan hukum. Belum adanya peraturan tertulis mengenai yayasan, berakibat tidak ada keseragaman hukum yang dijadikan dasar bagi sebuah yayasan dalam menjalankan kegiatan untuk dapat mencapai tujuan yang

74 Yayasan Pembaruan Administrasi Publik Indonesia, Op.Cit. hal. 102.

(14)

dicita-citakan. Keadaan yang demikian tidak luput dari kelemahan yang dialami oleh yayasan.

Ada beberapa kelemahan yang dapat dijumpai dalam praktik, antara lain bahwa yayasan bersifat tertutup, status hukumnya tidak jelas, dan pengelolaannya belum ke arah profesional. Dengan belum adanya ketentuan tertulis tentang yayasan, menjadikan yayasan yang ada di negara kita pada waktu itu tampak bersifat tertutup.

Sifat tertutup tersebut terasa di masyarakat, karena masyarakat pada umumnya tidak mengetahui tentang struktur organisasi suatu yayasan. Orang luar tidak mengetahui apa saja yang menjadi organ yayasan itu. Kemudian dari segi administrasi pendaftaran, tidak ada kewajiban bagi yayasan untuk melakukan pendaftaran ke salah satu instansi pemerintah, sehingga pihak pemerintah tidak dapat melakukan pengawasan terhadap kegiatan yayasan yang telah berdiri. Di samping itu juga tidak ada kewajiban bagi yayasan untuk mengumumkan dalam Berita Negara sehingga masyarakat tidak mengetahui secara resmi tentang adanya yayasan. Dari segi keuangan, tidak ada kewajiban bagi yayasan untuk mengumumkan laporan tahunan dengan menempel di papan pengumuman yayasan atau diumumkan melalui surat kabar, sehingga masyarakat tidak dapat mengetahui kondisi suatu yayasan. Selain sifatnya tertutup, yayasan juga berstatus tidak jelas, apakah sebagai badan hukum atau tidak. Seperti yang dikemukakan oleh Scholten, yang menghendaki bahwa yayasan sebagai badan hukum. Namun masalahnya, suatu organisasi dapat dikatakan sebagai badan hukum, harus melalui suatu proses yaitu adanya pengesahan dari pemerintah. Dengan tidak adanya peraturan tertulis tentang yayasan pada waktu itu,

(15)

mengalami kesulitan untuk dapat mengatakan bahwa yayasan itu adalah badan hukum.

Sebagaimana di atas tadi disebutkan bahwa sebelum lahirnya Undang-Undang Yayasan Tahun 2001, struktur organisasi yayasan tidak jelas. Jika dalam suatu perseroan terbatas organnya berupa RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham), direksi dan komisaris. Direksi yang kerjanya mengurus perseroan diawasi oleh komisaris dan RUPS sebagai wadah untuk mengatasi persoalan yang ada dalam perseroan. Dalam organisasi yayasan pada waktu itu tidak jelas, apakah ada lembaga pengawasan seperti komisaris yang bertugas mengawasi pekerjaan pengurus yayasan. Di samping itu apakah ada lembaga yang mempunyai kekuasaan tertinggi dalam yayasan seperti RUPS? yang dapat mengangkat dan memberhentikan pengurus jika melakukan kesalahan yang merugikan yayasan. Kemudian tidak jelas pula bagaimana caranya yayasan mencari dana untuk kepentingan yayasan dan bagaimana cara penggunaan dana tersebut, apakah sebagian dapat dibagikan kepada pengurus maupun personel organ yayasan lainnya? selanjutnya tidak pula dapat diketahui dengan jelas tentang bagaimana pengurus mempertanggungjawabkan keuangan yayasan untuk setiap tahunnya. Dengan tidak jelasnya struktur organisasi dan masalah mengurus keuangan yayasan, merupakan salah satu alasan untuk mengatakan bahwa pengelolaan yayasan belum secara profesional alias secara tradisional.

(16)

2. Prinsip Transparansi dalam UU No. 16 Tahun 2001 jo UU No. 28 Tahun 2004 tentang Yayasan

Sebelum tahun 2001, peraturan tertulis tentang yayasan belum ada. Dalam KUH Perdata tidak dijumpai ketentuan mengenai yayasan. Demikian pula dalam KUH Dagang dan peraturan-peraturan lainnya tidak mengaturnya. Di Belanda telah memiliki KUH Perdata yang baru dan berlaku mulai tahun 1977, tampak bahwa yayasan diatur secara khusus bersama-sama dengan Rechtpersoonen dalam Buku 2 Titel 5 Pasal 285 sampai Pasal 305. Pengaturan yayasan dalam pasal-pasal tersebut dilakukan secara sistematis mengenai ketentuan tentang syarat-syarat pendiriannya, kedudukannya, kewenangan pengurusnya, perubahan anggaran dasarnya, pembubarannya dan sebagainya. Di Indonesia setelah 56 tahun merdeka baru mempunyai peraturan mengenai yayasan, yaitu Undang-Undang No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, yang diundangkan pada tanggal 6 Agustus 2001 dalam Lembaran Negara RI Tahun 2001 No. 112 dan Tambahan Lembaran Negara RI No. 4132, dan mulai berlaku sejak tanggal 6 Agustus 2002.

Pemberlakuan Undang-Undang Yayasan satu tahun setelah tanggal pengundangan, dimaksudkan agar masyarakat mengetahui dan memahami peraturannya dan dapat mempersiapkan segala sesuatunya yang berhubungan dengan yayasan. Lambatnya membentuk Undang-Undang Yayasan dapat berakibat lambatnya masyarakat untuk menyesuaikan diri terhadap undang-undang tersebut terutama bagi yayasan yang telah berdiri sebelumnya, karena masyarakat telah terbiasa mengelola yayasan secara tradisional yang norma-normanya telah

(17)

internalized atau mendarah daging. Sedangkan Undang-Undang Yayasan dibentuk dengan tujuannya digunakan untuk melakukan perubahan masyarakat (agent of change),75 agar yayasan dapat sebagai lembaga yang dikelola secara profesional dan mampu berperan maksimal di masyarakat. Setelah Undang-Undang Yayasan No. 16 Tahun 2001 tersebut berjalan kurang lebih dua tahun, diubah dengan Undang-Undang No. 28 Tahun 2004, yang diundangkan pada tanggal 6 Oktober 2004 dalam Lembaran Negara RI Tahun 2004 No. 115 dan Tambahan Lembaran Negara RI No.

4430, dan mulai berlaku sejak tanggal 6 Oktober 2005, satu tahun setelah diundangkan.76

Perubahan Undang-Undang Yayasan sesuai dengan konsideran Undang- Undang No. 28 Tahun 2004 disebabkan karena Undang-Undang No. 16 Tahun 2001 dalam perkembangannya belum menampung seluruh kebutuhan dan perkembangan hukum dalam masyarakat, serta terdapat beberapa substansi yang dapat menimbulkan berbagai penafsiran. Tujuan diubahnya undang-undang ini dimaksudkan untuk lebih menjamin kepastian dan ketertiban hukum, serta memberikan pemahaman yang benar kepada masyarakat mengenai yayasan, sehingga dapat mengembalikan fungsi yayasan sebagai pranata hukum dalam rangka mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan. Dari 73 pasal yang ada dalam Undang-Undang No. 16 Tahun 2001, sebanyak 21 pasal yang diubah, dan tiga alinea dalam penjelasan umum yang diubah dengan Undang-Undang No. 28 Tahun 2004. Oleh karena itu,

75 Gatot Supramono, Hukum Yayasan di Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hal. 8.

76 Ibid.

(18)

pasal-pasal yang tidak diubah dan penjelasan yang tidak diubah dalam undang- undang tersebut masih berlaku. Dengan adanya perubahan tersebut, kedua undang- undang itu saling berkaitan dan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

Undang-Undang Yayasan pada prinsipnya menghendaki yayasan bersifat terbuka dan pengelolaannya bersifat profesional. Dengan adanya Undang-Undang Yayasan sangat menggembirakan masyarakat, karena sudah ada kaidah hukum yang menjadi pegangan bagi mereka yang berkecimpung dalam yayasan dan sebagai pegangan bagi masyarakat pada umumnya. Masyarakat dapat melihat bagaimana kehidupan yayasan di Indonesia setelah berlakunya Undang-Undang Yayasan.

C. Prinsip Transparansi dalam Pengelolaan Kegiatan Usaha Yayasan 1. Pengelolaan Yayasan

Keberadaan yayasan merupakan suatu kebutuhan bagi masyarakat yang menginginkan adanya wadah atau lembaga yang bersifat dan bertujuan sosial, keagamaan, dan kemanusiaan. Pertimbangan hakikinya adalah bahwa sifat dasar manusia sebagai makhluk sosial yang mau tidak mau harus atau setidaknya mempunyai keinginan untuk memperhatikan nasib kehidupan sosial mereka, atau dalam arti kata memberikan cinta kasih dan menambah arti dan kualitas hidup yang positif bagi sesamanya. Yayasan dipandang sebagai bentuk ideal (philantropic) untuk mewujudkan keinginan manusia, dan karena itu keberadaannya dirasakan membawa manfaat positif dari sisi sosial kemanusiaan. Mengapa demikian? Karena yayasan

(19)

tidak semata-mata mengutamakan profit atau mengejar mencari keuntungan dan/atau penghasilan sebesar-besarnya sebagaimana layaknya badan usaha lainnya.

Yayasan sebagai badan hukum merupakan “artificial person” (orang ciptaan hukum) yang hanya dapat melakukan perbuatan hukum dengan perantaraan manusia selaku wakilnya. Yayasan sangat tergantung pada wakil-wakilnya dalam melakukan perbuatan hukum, karenanya agar yayasan dapat dengan mudah melakukan perbuatan hukum tersebut yayasan harus mempunyai organ. Ketiadaan organ menyebabkan yayasan tidak dapat berfungsi dan mencapai maksud dan tujuan pendiriannya. Dalam menjalankan kegiatan usahanya yayasan dibina, diurus, dan diawasi oleh organ yayasan. Yang termasuk sebagai organ yayasan adalah:77

a. Pembina;

b. Pengurus;

c. Pengawas.

Tugas dan tanggung jawab organ yayasan bersumber pada:78 (i) ketergantungan yayasan kepada organ tersebut mengingat bahwa yayasan tidak dapat berfungsi tanpa organ, dan (ii) kenyataan bahwa organ adalah sebab bagi keberadaan (raison d’etre) yayasan, karena apabila tidak ada yayasan, maka juga tidak akan ada organ.

Antara yayasan dengan (masing-masing) organ terdapat fiduciary relationship (hubungan kepercayaan) yang melahirkan fiduciary duties. Adanya hubungan

77 Arie Kusumastuti Maria Suhardiadi, Hukum Yayasan di Indonesia, (Jakarta: Abadi, 2001), hal. 93.

78 Ibid.

(20)

kepercayaan atau fiduciary relationship antara yayasan dengan organnya berarti bahwa keberadaan organ adalah semata-mata demi kepentingan dan tujuan yayasan yang dipertegas dalam Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang No. 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang No. 28 Tahun 2004 tentang yayasan. Guna menjaga fiduciary relationship dan fiduciary duties antara yayasan dengan organ yayasan, maka Undang-Undang Yayasan juga mengatur mengenai adanya larangan perangkapan jabatan dan larangan menerima gaji, upah, atau honor tetap, yang tidak lain gunanya menghindari conflict of interest antara kepentingan yayasan dengan kepentingan pribadi organ yayasan.

6. Prinsip Transparansi dalam Pengelolaan Kegiatan Usaha Yayasan

Pada dasarnya yayasan sebagai suatu badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan guna mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota. Hal ini memberi makna bahwa kekayaan yayasan terpisah dari kekayaan pendiri ataupun kekayaan organ- organ terkait. Selain itu yayasan merupakan subjek hukum (entitas hukum) mandiri yang tidak bergantung pada keberadaan organ yayasan, dalam pengertian bahwa organ yayasan bukanlah pemilik yayasan melainkan sebagai pengelola kelangsungan hidup yayasan, di mana organ yayasan bertanggung jawab penuh terhadap pengelolaan kekayaan yayasan untuk mencapai maksud dan tujuan yayasan.79

Tetapi pada masa lalu ada kecenderungan masyarakat untuk mendirikan yayasan guna berlindung di balik status badan hukum yayasan, yang tidak hanya

79 Gatot Supramono, Hukum Yayasan di Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hal. 3.

(21)

bertujuan sosial, keagamaan dan kemanusiaan, tetapi sering dijadikan sebagai suatu wadah untuk memperkaya diri pribadi dari organ-organ yayasan itu sendiri, sering menimbulkan beragam permasalahan terutama berkaitan dengan kegiatan yayasan yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan yayasan yang tercantum dalam anggaran dasar yayasan. Prinsip yayasan pada masa itu jauh dari indikasi adanya penerapan transparansi, di mana hanya penyantun dan organ yayasan yang mengetahui jumlah kekayaan dan bentuk kegiatan usaha yayasan yang sebenarnya. Ada anggapan bahwa orang luar (dalam hal ini masyarakat) tidak berhak untuk mengetahui dan campur- tangan dalam urusan yayasan.80

Undang-Undang Yayasan pada prinsipnya menghendaki yayasan bersifat terbuka atau transparan dan pengelolaannya bersifat profesional. Dengan adanya Undang-Undang Yayasan sangat menggembirakan masyarakat, karena sudah ada kaidah hukum yang menjadi pegangan bagi mereka yang berkecimpung dalam yayasan dan sebagai pegangan bagi masyarakat pada umumnya. Masyarakat dapat melihat bagaimana kehidupan yayasan di Indonesia setelah berlakunya Undang- Undang Yayasan. Mengenai yayasan dikehendaki bersifat terbuka atau transparansi ini, dapat dilihat dari sejumlah aturan mainnya dalam Undang-Undang No. 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang No. 28 Tahun 2004, antara lain:81

80 YB Sigit Hutomo, Op.Cit. hal. 139.

81 Gatot Supramono, Op.Cit. hal. 11.

(22)

a. Cara mencari dana

Sesuai ketentuan Pasal 3 ayat (1) dan Pasal 7, yayasan dapat mencari dana dengan cara yang telah ditetapkan, yaitu:

1. Mendirikan badan usaha;

2. Ikut serta dalam suatu badan usaha.

Yayasan tidak dapat menjalankan usaha secara langsung karena yayasan kedudukannya bukan sebagai badan usaha atau perusahaan, dan yayasan tidak sebagai lembaga yang tujuannya mencari dana untuk kepentingan yayasan, dengan jalan mendirikan badan usaha. Di sini yayasan hanya mendirikan badan usaha, dan kedudukannya juga semata-mata sebagai pendiri badan usaha. Yayasan selaku pendiri, tidak dapat mengelola badan usaha itu. Pasal 7 ayat (3) melarang dengan tegas kepada anggota pembina, pengurus, dan pengawas yayasan merangkap menjadi anggota direksi (pengurus) atau komisaris (pengawas) badan usaha yang didirikan yayasan. Sebagai pendiri badan usaha, setiap tahunnya yayasan akan memperoleh bagian keuntungan (deviden) yang berasal dari laba badan usaha yang didirikan tersebut. Selain itu yayasan dalam mencari dana juga dapat melakukan kerja sama antar perusahaan dengan cara ikut serta menanamkan modal. Modal yang diikutsertakan dalam kerja sama itu berasal dari harta kekayaan yayasan. Menurut Pasal 7 ayat (2) penyertaan modal tersebut paling banyak 25% dari seluruh nilai kekayaan yayasan. Ditentukan batas maksimum penyertaan itu dimaksudkan agar tidak mengganggu kegiatan yayasan dalam mencapai maksud dan tujuan yayasan itu sendiri. Dengan melihat cara mencari dana seperti yang ditentuka tersebut di atas,

(23)

tampak bahwa cara ini sifatnya terbuka atau transparan, di mana yayasan dapat melakukan kegiatan usaha dengan pihak lain.

b. Cara mengelola kekayaan

Kekayaan yayasan yang berasal dari kegiatan usaha maupun dari sumbangan pihak ketiga, merupakan milik yayasan dan sesuai dengan Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 5 ayat (1) tidak boleh dibagikan atau dialihkan kepada pembina, pengurus, maupun pengawas yayasan. Aturan main yang demikian, tujuannya untuk menghindari agar sebuah yayasan jangan sampai disalahgunakan untuk mencari dana atau keuntungan bagi para personel organ yayasan. Juga untuk melindungi yayasan, supaya yayasan tetap dapat mencapai tujuan yang dicita-citakan. Cara yang demikian sebagai cara yang terbuka bahwa dalam mengelola kekayaan yayasan tidak tergantung kepada kemauan pembina, pengurus, atau pegawai yayasan. Masing-masing organ yayasan maupun pegawai yayasan dapat mengontrol pengelolaan kekayaan yayasan.

c. Akta pendirian diumumkan

Setiap yayasan diharuskan mempunyai akta pendirian dan akta tersebut disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM kemudian diumumkan dalam Berita Negara RI (Pasal 24 Undang-Undang Yayasan). Dengan pengumuman tersebut, masyarakat dianggap telah mengetahui setiap ada yayasan yang baru didirikan. Dengan mengajukan permohonan pengesahan kepada menteri dan mengumumkan dalam Berita Negara perbuatan-perbuatan itu merupakan sikap keterbukaan dari sebuah yayasan, karena anggaran dasarnya diketahui oleh pemerintah dan keberadaannya diakui oleh negara dan masyarakat.

(24)

d. Pengisian personel organ yayasan

Setiap yayasan ditetapkan oleh Undang-Undang Yayasan, wajib memiliki alat perlengkapan yang berupa pembina, pengurus, dan pengawas. Kemudian setiap alat perlengkapan, dapat memiliki lebih dari seorang anggota. Untuk mengisi atau mengangkat anggota organ yayasan tersebut, tidak harus personel yang berasal dari dalam yayasan, melainkan dapat diisi oleh orang dari luar yayasan (Pasal 28 ayat (3), Pasal 40 ayat (3) Undang-Undang Yayasan). Pengisian masing-masing personel organ yayasan yang tidak mengharuskan orang yang berasal dari dalam yayasan, merupakan sikap yayasan yang terbuka atau transparan.

e. Mengumumkan laporan tahunan

Setiap tahunnya pengurus yayasan mempunyai kewajiban untuk membuat laporan tahunan yang berisi dua hal, yaitu laporan keadaan dan kegiatan yayasan dan laporan keuangan. Laporan tahunan tersebut disahkan dalam rapat pembina yayasan (Pasal 50 ayat (3) Undang-Undang Yayasan). Selain itu ikhtisar laporan tahunan diumumkan melalui penampilan pada papan pengumuman di kantor yayasan. Khusus bagi yayasan yang menerima bantuan dari negara, bantuan luar negeri, maupun pihak lain minimal Rp. 500 juta atau mempunyai kekayaan di luar harta wakaf minimal sebesar Rp. 20 miliar, diwajibkan oleh Pasal 52 ayat (2) untuk mengumumkan ikhtisar laporan tahunan melalui media massa/surat kabar harian berbahasa Indonesia.

Peraturan-peraturan tersebut juga mewajibkan yayasan bersifat terbuka di bidang keuangan dan hasil kegiatan usaha selama satu tahun.

(25)

f. Pemeriksaan yayasan oleh pihak ketiga

Yayasan yang diduga melakukan perbuatan yang kurang atau tidak baik, yaitu organnya melakukan perbuatan melanggar hukum, lalai dalam menjalankan tugasnya, perbuatannya merugikan yayasan atau pihak ketiga, atau melakukan melakukan perbuatan yang merugikan negara, dapat dilakukan pemeriksaan berdasarkan penetapan pengadilan atas dasar permintaan pihak ketiga, kecuali perbuatan yayasan yang merugikan negara atas permintaan kejaksaan. Pemeriksaan terhadap yayasan menggambarkan, bahwa dalam mengelola yayasan harus bersifat terbuka. Pihak ketiga diberi pintu oleh undang-undang untuk melakukan pemeriksaan, jika terdapat ketidakberesan dalam yayasan.

Transparansi yayasan menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 adalah:

1. Pendokumentasian kegiatan usaha organisasi non profit (ornop) dan bukti pembukuan serta data pendukung administrasi keuangan;

2. Adanya mekanisme laporan tahunan (keadaan dan kegiatan yayasan), laporan keuangan serta catatan lainnya;

3. Laporan tahunan di papan kantor, standard akuntansi, pengumuman di surat kabar dan audit independent (kondisi tertentu).82

82 Hamid Abidin, Op.Cit.

(26)

Yayasan menerapkan transparansi dalam beberapa model, yaitu:

1. Model legalisme (legalism model) yaitu model yang berdasarkan hukum, misalnya Undang-Undang Yayasan. Dalam hal ini adanya keharusan audit independent untuk kepentingan publik;

2. Model asositisme (associatism model) yaitu model yang berdasarkan kesepakatan sosial atau konsorsium. Dalam hal ini adanya kesepatan atas bentuk pelaporan tahunan, misalnya standard laporan Ikatan Akuntan Indonesia;

3. Model komunalisme (communalism model) yaitu model yang berdasarkan kesepakatan komunitas atau masyarakat konstituen. Dalam hal ini masyarakatlah yang menentukan model terhadap kinerja yayasan.83

Pada hakekatnya tujuan transparansi pada yayasan mencakup:

1. Memberikan informasi yang diperlukan untuk mengelola yayasan secara tepat, efisien, dan ekonomis atas aktivitas dan sumber daya ekonomis;

2. Memberikan informasi yang memungkinkan para pengurus yayasan melaporkan pelaksanaan tanggung jawab mengelola secara tepat dan efektif.84

Bagi manajemen yayasan, transparansi informasi digunakan sebagai proses pengendalian manajemen mulai dari strategi perencanaan, penyusunan program sampai dengan pelaporan kinerja. Dan transparansi tersebut mencakup penyediaan informasi bagi donator, pemerintah dan publik pada umumnya.85

83 Ibid.

84 YB Sigit Hutomo, Op.Cit. hal. 142.

85 Ibid.

(27)

Sesuai dengan Pasal 48 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2004 yang mewajibkan pengurus untuk membuat dan menyimpan catatan atau tulisan yang berkaitan dengan kegiatan usaha yayasan, hal ini merupakan bentuk penerapan prinsip transparansi dalam manajemen kegiatan usaha yayasan berkaitan dengan penyediaan informasi bagi kinerja yayasan.86

Secara tekhnis transparansi dapat diartikan sebagai bentuk kewajiban dari pihak yang dipercaya (agent) untuk memberikan pertanggungjawaban, laporan dan mengungkapkan segala aktivitas serta kegiatan kepada pemberi kepercayaan (principal) yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut. Dalam konteks yayasan, organ yayasan dalam (hal ini pengurus) berperan sebagai pihak yang diberi kepercayaan (agent) dan publik atau masyarakat berperan sebagai pemberi kepercayaan (principal). Sedangkan pengawas yayasan berperan sebagai internal auditor yang berfungsi sebagai penjamin bahwa pengurus telah melakukan kegiatan yayasan sesuai dengan maksud dan tujuan yang telah ditetapkan.87

Untuk mengembangkan transparansi yang baik dan sehat, yayasan perlu membangun sistim pengendalian manajemen yang dirancang untuk meningkatkan upaya pencapaian tujuan organisasi dan untuk menilai efektivitas sistim pengendalian manajemen dalam pencapaian tujuan.88

86 Sebagaimana diatur dalam Pasal 48 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004.

87 YB Sigit Hutomo, Op.Cit. hal. 143.

88 Ibid.

(28)

3. Prinsip Transparansi dalam Pengelolaan Kegiatan Usaha Yayasan

Pada dasarnya yayasan sebagai suatu badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan guna mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota. Hal ini memberi makna bahwa kekayaan yayasan terpisah dari kekayaan pendiri ataupun kekayaan organ- organ terkait. Selain itu yayasan merupakan subjek hukum (entitas hukum) mandiri yang tidak bergantung pada keberadaan organ yayasan, dalam pengertian bahwa organ yayasan bukanlah pemilik yayasan melainkan sebagai pengelola kelangsungan hidup yayasan, di mana organ yayasan bertanggung jawab penuh terhadap pengelolaan kekayaan yayasan untuk mencapai maksud dan tujuan yayasan.89

Tetapi pada masa lalu ada kecenderungan masyarakat untuk mendirikan yayasan guna berlindung di balik status badan hukum yayasan, yang tidak hanya bertujuan sosial, keagamaan dan kemanusiaan, tetapi sering dijadikan sebagai suatu wadah untuk memperkaya diri pribadi dari organ-organ yayasan itu sendiri, sering menimbulkan beragam permasalahan terutama berkaitan dengan kegiatan yayasan yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan yayasan yang tercantum dalam anggaran dasar yayasan. Prinsip yayasan pada masa itu jauh dari indikasi adanya penerapan transparansi, di mana hanya penyantun dan organ yayasan yang mengetahui jumlah kekayaan dan bentuk kegiatan usaha yayasan yang sebenarnya. Ada anggapan bahwa

89 Gatot Supramono, Hukum Yayasan di Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hal. 3.

(29)

orang luar (dalam hal ini masyarakat) tidak berhak untuk mengetahui dan campur tangan dalam urusan yayasan.90

Transparansi yayasan menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 adalah:

1. Pendokumentasian kegiatan usaha organisasi non profit (ornop) dan bukti pembukuan serta data pendukung administrasi keuangan;

2. Adanya mekanisme laporan tahunan (keadaan dan kegiatan yayasan), laporan keuangan serta catatan lainnya;

3. Laporan tahunan di papan kantor, standard akutansi, pengumuman di surat kabar dan audit independent (kondisi tertentu).91

Yayasan menerapkan transparansi dalam beberapa model, yaitu:

1. Model legalisme (legalism model) yaitu model yang berdasarkan hukum, misalnya Undang-Undang Yayasan. Dalam hal ini adanya keharusan audit independent untuk kepentingan publik;

2. Model asositisme (associatism model) yaitu model yang berdasarkan kesepakatan sosial atau konsorsium. Dalam hal ini adanya kesepatan atas bentuk pelaporan tahunan, misalnya standard laporan Ikatan Akuntan Indonesia;

3. Model komunalisme (communalism model) yaitu model yang berdasarkan kesepakatan komunitas atau masyarakat konstituen. Dalam hal ini masyarakatlah yang menentukan model terhadap kinerja yayasan.92

90 YB Sigit Hutomo, Op.Cit. hal. 139.

91 Hamid Abidin, Op.Cit.

(30)

Pada hakekatnya tujuan transparansi pada yayasan mencakup:

1. Memberikan informasi yang diperlukan untuk mengelola yayasan secara tepat, efisien, dan ekonomis atas aktivitas dan sumber daya ekonomis;

2. Memberikan informasi yang memungkinkan para pengurus yayasan melaporkan pelaksanaan tanggung jawab mengelola secara tepat dan efektif.93

Bagi manajemen yayasan, transparansi informasi digunakan sebagai proses pengendalian manajemen mulai dari strategi perencanaan, penyusunan program sampai dengan pelaporan kinerja. Dan transparansi tersebut mencakup penyediaan inormasi bagi donator, pemerintah dan publik pada umumnya.94

Sesuai dengan Pasal 48 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2004 yang mewajibkan pengurus untuk membuat dan menyimpan catatan atau tulisan yang berkaitan dengan kegiatan usaha yayasan, hal ini merupakan bentuk penerapan prinsip transparansi dalam manajemen kegiatan usaha yayasan berkaitan dengan penyediaan informasi bagi kinerja yayasan.95

Secara tekhnis transparansi dapat diartikan sebagai bentuk kewajiban dari pihak yang dipercaya (agent) untuk memberikan pertanggungjawaban, laporan dan mengungkapkan segala aktivitas serta kegiatan kepada pemberi kepercayaan (principal) yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut. Dalam konteks yayasan, organ yayasan dalam (hal ini pengurus) berperan

92 Ibid.

93 YB Sigit Hutomo, Op.Cit. hal. 142.

94 Ibid.

95 Sebagaimana diatur dalam Pasal 48 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004.

(31)

sebagai pihak yang diberi kepercayaan (agent) dan publik atau masyarakat berperan sebagai pemberi kepercayaan (principal). Sedangkan pengawas yayasan berperan sebagai internal auditor yang berfungsi sebagai penjamin bahwa pengurus telah melakukan kegiatan yayasan sesuai dengan maksud dan tujuan yang telah ditetapkan.96

Untuk mengembangkan transparansi yang baik dan sehat, yayasan perlu membangun sistim pengendalian manajemen yang dirancang untuk meningkatkan upaya pencapaian tujuan organisasi dan untuk menilai efektivitas sistim pengendalian manajemen dalam pencapaian tujuan.97

96 YB Sigit Hutomo, Op.Cit. hal. 143.

97 Ibid.

Referensi

Dokumen terkait

Komponen dalam oleoresin jahe terdiri atas gingerol dan zingiberen, shagaol, minyak atsiri dan resin.Jahe yang digunakan sebagai bumbu masak terutama berkhasiat untuk

Berdasarkan kasus diatas, dpat disimpulkan bahwa sumber pencemarnya adalah logam berat arsen yang berasal dari air tanah pada mineral sulfida yang dibawah permukaan

Terkait dengan bentuk penalaran dalam tradisi ilmu al-bayan (istidlal bayani) ini, al-Jabiri menemukan karakter “pemaksaan epistemologis” dalam kegiatan bernalar,

Hasil dari skema diatas didapatkan bahwa informan primer yaitu 15 remaja di SMAN 1 Banguntapan Kabupaten Bantul Yogyakarta, didapatkan hasil bahwa mayoritas informan

Sebuah katrol dari benda pejal dengan tali yang dililitkan pada sisi luarnya ditampilkan seperti gambar.. Gesekan

Strategi keibubapaan tradisi atau dunia nyata amat sesuai untuk diamalkan dalam keibubapaan siber, di mana ibu bapa melindungi anak-anak kecil dengan mengawasi mereka secara

Setelah mengikuti mata kuliah Nirmana ini, mahasiswa akan dapat membuat disain dan mempresentasikannya ke dalam bentuk dua dimensi maupun tiga dimensi baik secara konsep tual