• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengalaman Suku Melayu Dalam Perawatan Masa Nifas Di Desa Perhiasan Kecamatan Selesai Kabupaten Langkat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengalaman Suku Melayu Dalam Perawatan Masa Nifas Di Desa Perhiasan Kecamatan Selesai Kabupaten Langkat"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

PENGALAMAN SUKU MELAYU DALAM PERAWATAN

MASA NIFAS DI DESA PERHIASAN KECAMATAN

SELESAI KABUPATEN LANGKAT

DESI ETIKASARI SEMBIRING

105102060

KARYA TULIS ILMIAH

PROGRAM D-IV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)
(3)
(4)

PROGRAM D-IV BIDAN PENDIDIK FALKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Karya Tulis Ilmiah, Juni 2011 Desi Etikasari Sembiring

Pengalaman Suku Melayu Dalam Perawatan Masa Nifas Di Desa Perhiasan Kecamatan Selesai Kabupaten Langkat

vii + 43 + 7 Lampiran Abstrak

Masa nifas merupakan masa yang berhubungan dengan pemulihan kembali organ-organ reproduksi ke keadaan sebelum hamil. Pada kenyataannya, keadaan ini tidak hanya berkaitan dengan aspek biologis saja tetapi juga sosiokultural. Aspek sosiokultural ini menghasilkan respon yang bervariasi untuk setiap masyarakat yang mempengaruhi pilihan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan misalnya dalam melakukan praktek perawatan kesehatan. Suku Melayu memiliki tradisi dalam melakukan perawatan kekhususan dalam masa nifas. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengalaman suku Melayu dalam perawatan masa nifas. Desain penelitian ini yang digunakan adalah kualitatif fenomenologi. Jumlah partisipan adalah enam orang. Proses pengumpulan data melalui kuesioner data demografi sebagai data dasar dan wawancara mendalam dengan menggunakan alat perekam suara. Adapun hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah didapatkannya filosofi kesehatan suku Melayu tentang Perawatan ibu pada masa nifas yang menyatakan bahwa perawatan maupun pantangan perilaku yang dilakukan pada masa nifas berhubungan dengan keadaan di masa tua. Nilai- nilai yang mendasari praktek budaya yakni terdiri dari pantangan perilaku yaitu tidak boleh keluar rumah selama 40 hari, perilaku khusus yang dilakukan seperti keramas selama seminggu dan memakai pilis di kening, pantangan makanan seperti pantang makan sayuran kangkung, genjer, ikan, daging. Perilaku tersebut tidak sesuai dengan ilmu kesehatan. Berbeda halnya dengan pantangan mengkonsumsi nangka, makanan yang pedas-pedas dan es yang sesuai dengan ilmu kesehatan. Ramuan tradisional seperti meminum pati jahe, kencur dan kunyit juga dikonsumsi oleh suku Melayu. Praktek perawatan nifas terdiri dari aktivitas seperti tidak boleh banyak bergerak dan bekerja, pemeliharaan kebersihan diri seperti mandi wiladah dan perawatan khusus seperti memakai air daun sirih untuk membersihkan vagina dan memakai bengkung.

Hasil penelitian diharapkan akan dapat menjadi sumber ilmu pengetahuan dan informasi bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada ibu selama masa nifas tanpa mengabaikan aspek biopsikososial, agar tingkat kesehatan masyarakat meningkat. Kata kunci : Pengalaman suku Melayu, perawatan masa nifas

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya peneliti dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Pengalaman Suku Melayu Dalam Perawatan Masa Nifas di Desa Perhiasan

Kecamatan Selesai Kabupaten Langkat ” yang diajukan untuk memenuhi salah satu

syarat dalam menyelesaikan pendidikan pada program D-IV Bidan Pendidik Falkultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis banyak menerima bantuan moril maupun materil dari berbagai pihak, untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. dr. Dedi Ardinata, M. Kes selaku Dekan Keperawatan Universitas Sumatera Utara. 2. Nur Asnah Sitohang, S. Kep, Ns, M.Kep selaku Ketua Pelaksana Program Studi

D-IV Bidan Pendidik Falkultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

3. Idau Ginting, M. Kes selaku pembimbing penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini yang telah dapat menyediakan waktu, memberikan arahan dan masukan berharga dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

4. Sunarto selaku kepala desa Perhiasan Kecamatan Selesai yang telah membantu dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

(6)

6. Rekan-rekan mahasiswa D IV Bidan Pendidik Falkultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara T. A. 2010 / 2011 yang telah banyak memberi dukungan terhadap penulis dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini

7. Dan semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah

ini.

Penulis menyadari atas kekurangan dari Karya Tulis Ilmiah ini, peneliti memberikan kesempatan kepada berbagai pihak untuk melakukan koreksi dan kritik untuk kesempurnaan laporan ini, semoga Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat bagi kita semua untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan.

Medan, Juni 2011

Penulis

(7)

DAFTAR ISI

Halaman LEMBAR PERSETUJUAN

ABSTRAK... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Pertanyaan Penelitian ... 3

C. Tujuan Penelitian... 3

D. Manfaat Penelitian ... 4

1. Praktek Pelayanan Kebidanan ... 4

2. Pendidikan Kebidanan ... 4

3. Peneliti ... 4

4. Tempat Peneliti ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengalaman ... 5

B. Perawatan Masa Nifas ... 7

1. Masa Nifas ... 7

2. Tujuan Perawatan ... 8

C. Konsep Budaya tentang Perawatan Nifas ... 9

(8)

2. Aspek Budaya Setelah Melahirkan ... 10

3. Budaya Melayu ... 11

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian... ... 12

B. Populasi dan Sampel... ... 12

1. Populasi... ... 13

2. Sampel ... 13

C. Tempat Penelitian ... 13

D. Waktu Penelitian ... 14

E. Etika Penelitian... 14

F. Instrumen Penelitian ... 15

G. Pengumpulan Data ... 15

H. Analisis Data ... 16

I. Tingkat Kepercayaan Data ... 17

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Karakteristik Partisipan... .. 19

2. Hasil Wawancara... 21

B. Pembahasan 1. Interpretasi dan Hasil Penelitian ... 31

1.1 Nilai-nilai yang mendasari praktik budaya selama nifas... ... 32

a. Pantangan Perilaku……….. 32

(9)

c. Pantangan Makanan……… 34

d. Ramuan Tradisional ... 35

1.2. Praktek perawatan masa nifas... 36

a. Aktivitas ... 36

b. Pemeliharaan Kebersihan Diri ... 37

c. Perawatan Khusus ... 38

2. Keterbatasan Peneliti ... 40

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... .. 41

B. Saran... .. 42

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Lembar Persetujuan Menjadi Partisipan Penelitian Lampiran 2 : Kuesioner Data Demografi

Lampiran 3 : Panduan Wawancara

Lampiran 4 : Surat Izin Penelitian dari Program D-IV Bidan Pendidik USU

Lampiran 5 : Surat Balasan Penelitian dari Desa Perhiasan Kec. Selesai Kab. Langkat Lampiran 6 : Surat Pernyataan Editor Bahasa Indonesia

Lampiran 7 : Daftar riwayat hidup

(11)

PROGRAM D-IV BIDAN PENDIDIK FALKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Karya Tulis Ilmiah, Juni 2011 Desi Etikasari Sembiring

Pengalaman Suku Melayu Dalam Perawatan Masa Nifas Di Desa Perhiasan Kecamatan Selesai Kabupaten Langkat

vii + 43 + 7 Lampiran Abstrak

Masa nifas merupakan masa yang berhubungan dengan pemulihan kembali organ-organ reproduksi ke keadaan sebelum hamil. Pada kenyataannya, keadaan ini tidak hanya berkaitan dengan aspek biologis saja tetapi juga sosiokultural. Aspek sosiokultural ini menghasilkan respon yang bervariasi untuk setiap masyarakat yang mempengaruhi pilihan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan misalnya dalam melakukan praktek perawatan kesehatan. Suku Melayu memiliki tradisi dalam melakukan perawatan kekhususan dalam masa nifas. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengalaman suku Melayu dalam perawatan masa nifas. Desain penelitian ini yang digunakan adalah kualitatif fenomenologi. Jumlah partisipan adalah enam orang. Proses pengumpulan data melalui kuesioner data demografi sebagai data dasar dan wawancara mendalam dengan menggunakan alat perekam suara. Adapun hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah didapatkannya filosofi kesehatan suku Melayu tentang Perawatan ibu pada masa nifas yang menyatakan bahwa perawatan maupun pantangan perilaku yang dilakukan pada masa nifas berhubungan dengan keadaan di masa tua. Nilai- nilai yang mendasari praktek budaya yakni terdiri dari pantangan perilaku yaitu tidak boleh keluar rumah selama 40 hari, perilaku khusus yang dilakukan seperti keramas selama seminggu dan memakai pilis di kening, pantangan makanan seperti pantang makan sayuran kangkung, genjer, ikan, daging. Perilaku tersebut tidak sesuai dengan ilmu kesehatan. Berbeda halnya dengan pantangan mengkonsumsi nangka, makanan yang pedas-pedas dan es yang sesuai dengan ilmu kesehatan. Ramuan tradisional seperti meminum pati jahe, kencur dan kunyit juga dikonsumsi oleh suku Melayu. Praktek perawatan nifas terdiri dari aktivitas seperti tidak boleh banyak bergerak dan bekerja, pemeliharaan kebersihan diri seperti mandi wiladah dan perawatan khusus seperti memakai air daun sirih untuk membersihkan vagina dan memakai bengkung.

Hasil penelitian diharapkan akan dapat menjadi sumber ilmu pengetahuan dan informasi bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada ibu selama masa nifas tanpa mengabaikan aspek biopsikososial, agar tingkat kesehatan masyarakat meningkat. Kata kunci : Pengalaman suku Melayu, perawatan masa nifas

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masa nifas merupakan masa setelah melahirkan selama 6 minggu atau 40 hari menurut hitungan awam. Masa ini hal yang sangat penting untuk diperhatikan guna menurunkan angka kematian ibu dan bayi di Indonesia (Saleha, 2009). Diperkirakan 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama (Ambarwati, 2009). Infeksi nifas merupakan penyebab tertinggi angka kematian ibu (AKI) (Bahiyatun, 2009). Menurut Suherni (2009), masa nifas disebut juga puerperium merupakan masa /waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta keluar lepas dari rahim sampai enam minggu berikutnya disertai dengan pulihnya kembali organ-organ yang berkaitan dengan kandungan yang mengalami perubahan seperti perlukaan dan lain sebagainya berkaitan saat melahirkan.

Pada kenyataannya keadaan ini tidak hanya dapat mencakup dari aspek biologis saja tetapi juga sosiokultural. Hal ini dapat diketahui dari respon yang berbeda/bervariasi untuk setiap masyarakat yang memiliki cara-cara khusus seperti pengobatan, larangan, dan praktek budaya yang berbeda pula (Swasono, 1998).

(13)

Lain halnya dengan masyarakat Mandailing, selain mengkonsumsi jantung pisang dan daun katu, juga mengkonsumsi daun bakung untuk memperlancarkan ASI. Selain itu seorang ibu pada saat nifas tidak boleh memakai bantal kalau tidur yang bertujuan mencegah mata menjadi rabun, dan kepercayaan unruk mengikat paha bagian atas untuk merapatkan vagina dan menjaga luka hecting (Siregar, 2006).

Pada masyarakat etnis Tionghoa pada masa nifas dilarang memakan makanan sayuran yang menghasilkan angin (gas) dan bersifat dingin, air putih, dan daging bebek. Kebanyakan dari jenis sayuran yang menghasilkan angin seperti kol, buncis, jagung, terong juga tidak boleh dimakan karena sayuran bersifat dingin dan menghasilkan angin di dalam tubuh. Selain itu ada juga terdapat pantangan perilaku yang dilakukan pada masa nifas seperti keluar rumah selama satu bulan bisa menyebabkan tubuh masuk angin dan kepala sakit, pantangan mandi dan keramas selama satu bulan karena kondisi ibu yang dianggap dingin setelah melahirkan sehingga bila terpapar yang dingin lagi akan menyebabkan masuk angin, perut kembung dan akhirnya dimasa tua cepat sakit, serta aktivitas seksual (Mahriani, 2008).

Dalam pandangan budaya, perawatan nifas dilakukan dengan perilaku dan pengetahuan yang berbeda-beda. Di mana masyarakat memiliki respon terhadap kebudayaannya yang mengatakan bahwa terbentuknya janin, kelahiran dan pasca melahirkan merupakan sesuatu yang wajar dalam kelangsungan hidup manusia (Swasono, 1998).

(14)

dilakukan setelah melahirkan (selama masa nifas) seperti pantangan perilaku yakni tidak boleh keluar rumah selama 40 hari, perilaku khusus yang dilakukan seperti keramas setiap hari selama seminggu dan bilasan air terakhir diteteskan ke mata, memakai pilis di kening, dan ada juga pantangan makanan seperti tidak boleh makan kangkung, genjer, ikan, daging, nangka, es serta makanan yang pedas-pedas. Ada juga beberapa ramuan tradisional yang suku Melayu pakai seperti pati jahe, pati kencur dan pati kunyit. Dari segi praktek perawatan seperti pemeliharaan kebersihan diri dalam suku Melayu wajib mandi wiladah dan perawatan khusus yang dilakukan seperti menggunakan daun sirih untuk membersihkan alat kemaluan dan memakai bengkung yang sebelumnya diolesi tapel dengan daun jarak atau daun mengkudu.

Dalam hal ini sangat perlu diperhatikan, tidak semua perawatan yang dilakukan menurut kebudayaan tersebut dapat diterima sepenuhnya karena tidak semua dapat menguntungkan bagi ibu dan bayinya sehingga sangat perlu perhatian untuk mengatasinya (Swasono, 1998). Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian bagaimana pengalaman suku Melayu dalam perawatan masa nifas.

B. Pertanyaan Penelitian

Bagaimana pengalaman suku Melayu dalam perawatan masa nifas di Desa Perhiasan Kecamatan Selesai Kabupaten Langkat.

C. Tujuan Penelitian

(15)

D. Manfaat Penelitian

1. Praktek Pelayanan Kebidanan

Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan dapat menjadi sumber pengetahuan bagi bidan dalam memberikan informasi kepada ibu- ibu tentang bagaimana perawatan pada masa nifas yang baik sehingga masalah-masalah yang tidak diinginkan dapat dihindari.

2. Pendidikan Kebidanan

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bekal dan masukan bagi pendidikan kebidanan.

3. Peneliti

Untuk menambah wawasan dan pengetahuan peneliti tentang perawatan masa nifas menurut suku Melayu.

4. Tempat Penelitian

(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengalaman

1. Definisi

Pengalaman merupakan suatu proses pembelajaran dan pertambahan perkembangan potensi bertingkah laku baik dari pendidikan formal maupun non formal atau bisa diartikan sebagai suatu proses yang membawa seseorang kepada suatu pola tingkah laku yang lebih tinggi. Suatu pembelajaran juga mencakup perubahaan yang relatif tepat dari perilaku yang diakibatkan pengalaman, pemahaman dan praktek (Knoers & Haditono, 1999).

Pengalaman berarti pernah mengalami dalam arti melihat, mendengar, merasakan dan melakukan serta melibatkan seluruh pancaindera dengan demikian kita dapat mengetahui, menganlisa, memahami dan mampu mengulangi atau melaksanakan di kemudian hari. Dian Indri Purnamasari, (2005) memberikan kesimpulan bahwa seorang yang memiliki pengalaman yang tinggi akan memiliki keunggulan dalam beberapa hal diantaranya:

1. mendeteksi kesalahan 2. memahami kesalahan

3. mencari penyebab munculnya kesalahan.

(17)

Pengalaman seseorang menunjukkan jenis-jenis pekerjaan yang pernah dilakukan seseorang dan memberikan peluang yang besar bagi seseorang untuk melakukan pekerjaan yang lebih baik. Semakin luas pengalaman seseorang, semakin trampil melakukan pekerjaan dan semakin sempurna pola berpikir dan sikap dalam bertindak untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Abriyani. P, 2004).

Pengalaman dapat memperdalam dan memperluas kemampuan kerja. Semakin sering seseorang melakukan pekerjaan yang sama, semakin terampil dan semakin cepat dia menyelesaikan pekerjaan tersebut. Semakin banyak macam pekerjaan yang dilakukan seseorang, pengalaman kerjanya semakin kaya dan luas dan memungkinkan peningkatan kinerja (Payama. J, 2005). Seperti dikatakan Boner & Walker (1994), peningkatan pengetahuan yang muncul dari penambahan pelatihan formal sama bagusnya dengan yang didapat dari pengalaman khusus dalam rangka memenuhi persyaratan sebagai seorang profesional.

Pengalaman juga dapat diartikan sebagai sumber pengetahuan dan tindakan seseorang dalam melakukan sesuatu hal. Adanya pengalaman melahirkan dan menjalani masa nifas maka ibu akan mempunyai perilaku yang mengacu pada pengalaman yang telah dialami sebelumnya. Misalnya ibu nifas yang dahulunya mengalami masalah baik pada dirinya maupun bayinya karena pantang makanan maka ibu nifas tidak akan melakukan memakan pantangan makanan kembali pada masa nifas berikutnya.

B. Perawatan Masa Nifas.

1. Masa Nifas

(18)

pertimbangan banyaknya kematian ibu yang terjadi pada masa nifas, maka diperlukan asuhan kebidanan yang optimal (Baniyatun, 2009).

Masa nifas adalah suatu rentang waktu yang amat penting bagi kesehatan ibu dan anak setelah melewati masa hamil dan melahirkan (Suherni, 2009). Masa ini merupakan bagian integral pada proses melahirkan dan harus dimanfaatkan sebagai suatu kesempatan untuk memberikan perawatan pada ibu dan bayinya (Sutomo, 2003). Masa nifas ini berlangsung selama 6 minggu atau 42 hari merupakan waktu yang diperlukan untuk pulihnya alat kandungan pada keadaan yang normal (Ambarwati, 2009).

Dalam menjalani proses pemulihan tersebut juga membutuhkan suatu perawatan nifas yang membantu mengoptimalkan kondisi tubuh. Perawatan nifas antara lain meliputi perawatan fisik, yang bertujuan mengembalikan organ reproduksi ke bentuk semula. Jalan lahir yang meregang, bahkan bengkak atau sobek memerlukan perawatan khusus. Karena kehamilan dan pasca persalinan mengakibatkan adanya perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuh ibu, seperti kulit dan otot perut meregang karena adaanya janin dalam perut, perubahan tubuh yang lain berupa kegemukan, kulit kotor, rambut kotor, rambut rontok, pengeluaran cairan lochea dan masalah defekasi. Selain itu, perawatan payudara juga penting diperhatikan untuk memenuhi kebutuhan bayi, yang berpengaruh terhadap pengeluaran ASI, juga pemenuhan nutrisi dan gizi untuk ibu yang menyusui, kebutuhan istirahat dan higine (Handayani, 2003).

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa betapa pentingnya perawatan pada masa nifas yang berimplikasi pada kondisi kesehatan yang akan dicapai oleh ibu dan anak yang baru dilahirkan. Pemberian pelayanan kesehatan pada masa ini sangat dipengaruhi oleh budaya yang mengikat wanita tersebut.

(19)

Perawatan nifas merupakan perawatan yang lebih lanjut bagi wanita sesudah melahirkan. Hal ini sangat penting dilakukan karena dapat memulihkan kesehatan umum ibu nifas dengan cara menyediakan makanan yang memadai kebutuhan karena makanan merupakan sumber tenaga yang mengandung zat-zat yang dibutuhkan untuk pengembalian kesehatan umum, menghilangkan anemia, pencegahan terhadap infeksi dan komplikasi, pergerakan otot yang cukup agar tonus otot menjadi lebih baik, peredaran darah lebih lancar dan dapat memulihkan keadaan emosi serta memperlancar pembentukan ASI (Ibrahim, 1996). Manfaat lain yaitu mengajarkan ibu untuk melaksanakan perawatan mandiri sampai masa nifas selesai dan memelihara bayi dengan baik sehingga bayi dapat mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang normal (Bahiyatun, 2009).

C. Konsep Budaya tentang Perawatan Nifas

1. Definisi Budaya

Menurut E.B Tylor, budaya didefinisikan sebagai komplek yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum dan adat istiadat, kemampuan- kemampuan serta kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Budaya berkesinambungan dan hadir dimana-mana, budaya meliputi semua peneguhan perilaku yang diterima selama suatu periode kehidupan. Budaya mewakili cara persepsi, perilaku, penilaian atau panduan seseorang untuk menentukan nilai keyakinan dan perilaku dalam kehidupannya.

(20)

masyarakat diantaranya cara melaksanakan sistem pelayanan kesehatan pribadi dan pemilihan tempat pelayanan kesehatan (Potter & Perry, 2005).

M. Leininger dalam konsep keperawatan lintas budaya menyatakan bahwa terdapat tiga kategori budaya yang memerlukan tindakan keperawatan yang berbeda. Tiga kategori tersebut antara lain :

1. culture preservation (baik dan mendukung kesehatan). 2. culture accomodation (tidak bertentangan dengan kesehatan). 3. culture repattering (bertentangan dengan kesehatan).

Budaya yang baik di masyarakat perlu di dukung dipertahankan (maintenance), budaya yang tidak bertentangan di negoisasi (negociation) untuk mendapatkan manfaat yang lebih sehat sedangkan budaya yang bertentangan dengan kesehatan perlu di bantu dan bimbing untuk berubah dan memodifikasi gaya hidup masyarakat sehingga mendapatkan kesehatan yang memuaskan daripada sebelumnya (Rohmah, 2010).

Pada dasarnya, peran kebudayaan terhadap kesehatan masyarakat adalah membentuk, mengatur dan mempengaruhi tindakan atau kegiatan individu-individu suatu kelompok sosial untuk memenuhi berbagai kebutuhan kesehatan. Memang tidak semua praktek/perilaku masyarakat yang pada awalnya bertujuan untuk menjaga kesehatan dirinya adalah merupakan praktek yang sesuai dengan ketentuan medis / kesehatan (Fatma, 2005).

2. Aspek Budaya Setelah Melahirkan

(21)

kelahirannya. Persepsi masyarakat terhadap kondisi kebanyakan wanita yang baru saja melahirkan adalah berada dalam kondisi dingin, berbeda halnya dengan saat hamil yang dianggap berada pada kondisi panas (Foster & Anderson, 1986), sehingga beberapa dari kelompok budaya tersebut melarang ibu yang sedang nifas untuk mandi, keramas, dan berendam karena harus melindungi diri dari yin (kekuatan dingin), diet yang diperbolehkan yaitu makanan yang memberikan tubuh kehangatan seperti susu panas, air minum hangat, dan sup (Bobak, 2004). Tradisi- tradisi ini bervariasi dari suatu kelompok ke kelompok lain.

Berbagai pantangan itu untuk sulit diubah walau dari segi ilmiah sering terlihat tidak rasional. Menghadapi kebiasaan pantangan yang kurang mendukung tercapainya kondisi yang sehat bagi ibu maupun bayinya, dibutuhkan strategi yang tepat dan tidak menyinggung nilai baik yang terkandung didalam setiap perlakuan tersebut.

Respon masyarakat yang bersifat budaya terhadap fenomena kelahiran bayi ditunjukkan sejak mulai terbentuknya janin dalam kandungan ibu hingga saat sesudah kelahirannya. Respon-respon tersebut mempunyai implikasi yang baik maupun yang buruk terhadap kesehatan bayi dan ibunya. Karena itu aspek-aspek budaya yang berkaitan dengan kelahiran bayi, sejak dari berkembangnya janin dalam kandungan ibu hingga setelah kelahirannya, merupakan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam upaya pelayanan kesehatan bagi bayi dan ibunya.

Perawat harus menyadari perbedaan kebudayaan yang kompleks yang terjadi di masyarakat dan penting untuk menvalidasi keyakinan budaya dalam upaya memperbaiki pelayanan kesehatan bagi bayi dan ibunya (Swasono, 1998).

3. Budaya Melayu

(22)

kebudayaan Melayu yang hilang dan punah akibat globalisasi (Yusuf Efendi, 2010). Contohnya dalam bidang kesehatan banyak ibu-ibu suku Melayu yang masih melakukan perawatan sesuai dengan budaya mereka walaupun hal tersebut bertentangan dengan ilmu kesehatan. Mereka masih berpegang pada kebiasaan atau perilaku yang mereka dapatkan dari orang tua mereka secara temurun, misalnya nilai-nilai yang mendasari praktek budaya dalam suku Melayu adalah adanya pantangan perilaku seperti pantangan keluar rumah selama 40 hari, perilaku yang khusus dilakukan seperti keramas setiap hari selama seminggu dan memakai pilis. Kemudian adanya pantangan makanan yang sangat bertentangan dengan kesehatan seperti larangan mengkonsumsi sayuran seperti kangkung, genjer, ikan, daging, nangka, dan es.

Sayuran licin seperti kangkung dan genjer menurut suku Melayu dapat mengakibatkan vagina menjadi licin. Lain halnya dengan ikan dan daging, menurut mereka makanan tersebut dapat menyebabkan perdarahan. Selain itu suku Melayu juga mengkonsumsi ramuan tradisional seperti pati jahe, kunyit dan kencur yang berfungsi untuk menghangatkan tubuh dan membuat tubuh menjadi sehat.

(23)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif fenomenologi. Penelitian kualitatif lebih menekankan pada proses kerja dan seluruh fenomena yang dihadapi,diterjemahkan dalam kegiatan sehari-hari terutama yang berkaitan langsung dengan masalah kebidanan (Danim, 2003). Fenomenologi adalah suatu ilmu yang memiliki tujuan untuk menjelaskan fenomena, penampilan dari sesuatu yang khusus, misalnya pengalaman hidup. Fokus utama fenomenologi adalah pengalaman nyata. Penelitian fenomenologi mencoba menjelaskan atau mengungkapkan makna konsep atau fenomena pengalaman yang didasari oleh kesadaran yang terjadi pada beberapa individu. Penelitian ini dilakukan dalam situasi yang alami sehingga tidak ada batasan dalam memaknai atau memahami fenomena yang dikaji (Saryono, 2010).

Tujuan penelitian fenomenologi adalah menjelaskan pengalaman apa yang dialami oleh orang dalam kehidupan ini, termasuk interaksi dengan orang lain (Danim, 2003). Hal ini sesuai dengan tujuan peneliti untuk mengidentifikasi pengalaman ibu terhadap perawatan masa nifas menurut budaya Melayu.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah ibu suku Melayu yang pernah melakukan perawatan nifas sebanyak 102 orang.

(24)

Tehnik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling yaitu suatu tehnik penetapan sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi yang dikehendaki peneliti sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah ditetapkan sebelumnya (Nursalam, 2003). Sampel dalam penelitian ini sebanyak 6 partisipan. Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini adalah :

1. Ibu suku Melayu yang pernah melakukan perawatan nifas/ menyatakan masih melakukan praktek perawatan nifas yang diajarkan orang tua atau menurut tradisi.

2. Dapat berbahasa Indonesia.

3. Melahirkan secara spontan atau normal.

4. Bersedia menjadi partisipan dalam penelitian ini.

C. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di desa Perhiasan Kecamatan Selesai Kabupaten Langkat. Alasan peneliti memilih tempat ini karena adanya populasi yang mencukupi untuk dijadikan partisipan dan di tempat ini juga belum pernah dilakukan penelitian yang sama dengan judul dari peneliti.

D. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan September tahun 2010 sampai bulan Juni 2011. Pengumpulan data dimulai dari Februari sampai April 2011.

E. Etika Penelitian

(25)

Informed concent merupakan bentuk perlindungan terhadap manusia sebagai objek peneliti yang berisi penjelasan tentang hak dan kewajiban sebagai objek penelitian serta perlindungan yang diberikan oleh peneliti. Peneliti melindungi hak-hak calon partisipan untuk mengambil keputusan sendiri dalam hal berpartisipasi pada penelitian ini maupun yang tidak berpartisipasi. Tidak ada paksaan bagi calon partisipan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Selama pengambilan data peneliti memberi kenyamanan pada partisipan dengan mengambil tempat wawancara sesuai dengan keinginan partisipan sehingga partisipan dapat leluasan tanpa ada pengaruh lingkungan untuk mengungkapkan masalah yang dialaminya.

Selanjutnya partisipan juga dijaga kerahasiaan identitasnya selama dan sesudah penelitian. Selama kegiatan penelitian nama partisipan tidak digunakan melainkan menggunakan kode partisipan. Lembar persetujuan data (kuesioner) diberi nomor kode yang hanya diketahui oleh peneliti sehingga kerahasiaan identitas semua informasi yang diberikan tetap terjaga.

F. Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan dua jenis instrument yaitu :

a. Kuesioner data demografi berisi tentang data umum partisipan pada lembar pengumpulan data (Kuesioner) yang berupa usia, agama, pendidikan terakhir, pekerjaan, dan paritas serta pengalaman berdasarkan penyuluhan yang dapat dilihat pada lampiran 2.

(26)

G. Prosedur Pengumpulan Data

1. Pengumpulan data dilakukan setelah mendapat izin dari Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan USU dan izin dari Kepala Desa Perhiasan Kecamatan Selesai Kabupaten Langkat.

2. Setelah data diperoleh, peneliti melakukan wawancara awal sebagai pilot study di mana hasil wawancara tersebut diperiksa oleh pembimbing untuk melihat proses wawancara yang dimulai dengan probing sampai menganalisis data sudah benar serta melanjutkan penelitiannya selanjutnya.

3. Setelah pilot study dilakukan, peneliti melakukan pendekatan kepada calon partisipan

untuk mendapat persetujuan sebagai sampel penelitian.

4. Pada penelitian ini, partisipan yang diperoleh sebanyak 6 partisipan.

5. Untuk setiap partisipan, peneliti melakukan prolonged engangement kepada partisipan sebanyak 2-3 kali (setiap kunjungan lamanya 30 menit) kunjungan ke rumah masing-masing partisipan dan setelah kunjungan awal tersebut peneliti merasa cukup dekat dengan partisipan, kemudian peneliti membuat janji dengan partisipan mengenai waktu wawancara, maka wawancara dilakukan sesuai waktu yang telah disepakati.

6. Setelah peneliti merasa cukup dengan partisipan, peneliti memberikan kuesioner data demografi untuk diisi oleh partisipan dan panduan wawancara yang berisi beberapa pertanyaan untuk terlebih dahulu dipahami oleh partisipan.

(27)

8. Setelah selesai wawancara yang pertama, peneliti langsung membuat transkip hasil wawancara, tanpa harus menunggu wawancara berikutnya kemudian melakukan analisis data.

9. Peneliti mengidentifikasi tindak lanjut hasil wawancara yang telah diperoleh. 10. Pengumpulan data selesai jika sudah mencapai saturasi data.

11. Setelah diperoleh saturasi data, maka peneliti melakukan member check.

H. Analisis Data

Proses analisis data pada penelitian ini dilakukan oleh peneliti langsung setelah mengumpulkan data dari masing-masing partisipan. Setelah melakukan wawancara dengan partisipan dan dianggap sudah menjawab semua tujuan penelitian maka penelitian segera melakukan transkripsi hasil rekaman untuk selanjutnya dianalisis.

Menurut metode Collaizi (1978) adapun tahapan proses analisis data adalah sebagai berikut : a. Memilih gambaran yang jelas tentang fenomena yang diteliti.

b. Mencatat data yang diperoleh yaitu hasil wawancara dengan partisipan.

c. Membaca hasil transkrip secara berulang ulang dari semua partisipan agar lebih memahami pernyataan-pernyataan partisipan tentang pengalamannya.

d. Membaca transkrip untuk memperoleh ide yang dimaksud partisipan berupa kata kunci dari setiap pernyataan partisipan.

e. Menentukan arti dalam setiap pernyataan yang penting dari semua partisipan.

f. Melakukan pengelompokkan data ke dalam berbagai kategori selanjutnya dipahami secara utuh dan menentukan tema-tema yang muncul.

(28)

i. Mengklarifikasi data hasil wawancara berupa transkrip yang telah dibuat kepada partisipan untuk memberikan kesempatan kepada partisipan menambahkan informasi yang belum diberikan pada saat wawancara pertama atau ada informasi yang tidak diinginkan dalam penelitian.

j. Data baru yang diperoleh saat dilakukan validasi kepada partisipan digabungkan ke dalam transkrip yang telah disusun peneliti berdasarkan persepsi partisipan dan data yang baru digabungkan pada hasil wawancara yang pertama yaitu pada partisipan pertama, kedua, dan selanjutnya (Saryono, 2010).

I. Tingkat Kepercayaan Data

Untuk memperoleh tingkat kepercayaan data hasil penelitian kualitatif, maka harus memenuhi beberapa kriteria, menurut Lincoln dan Guba (1985) dalam Danim (2003) tingkat kepercayaan hasil penelitian dapat dicapai jika peneliti berpegang pada empat prinsip yaitu : credibility, dependability, confirmability, dan transferability.

Tingkat kepercayaan data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini hanya menggunakan tiga prinsip yaitu :

1. Kredibilitas

(29)

seluruh wawancara yang telah dilakukan, dengan cara menanyakan kembali kepada partispan apakah sudah sesuai hasil penelitian yang dilakukan peneliti dengan yang dialami oleh partispan. 2. Dependability

Dependability ini diterapkan oleh peneliti dengan membuat catatan lengkap yang berisi keseluruhan aktivitas peneliti selama proses penelitian, mulai dari awal penelitian, proses pengumpulan data, turun ke lapangan, proses wawancara, proses analisis data, proses pengujian kepercayaan data, sampai proses membuat kesimpulan dari data yang diperoleh. Semua proses tersebut harus dapat ditunjukkan peneliti sebagai bukti bahwa hasil penelitian tersebut memiliki keandalan atau reliabilitas.

3. Konfirmabilitas

(30)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Karakteristik Partisipan

Penelitian ini melibatkan enam orang partisipan dan seorang narasumber dari suku Melayu yang beragama Islam. Keenam partisipan tersebut adalah wanita yang pernah melahirkan, yang mempunyai anak hidup, dan pada saat nifas dirawat oleh mertua atau pun ibu mereka sendiri. Narasumber dalam penelitian ini adalah wanita yang mempunyai pengetahuan banyak tentang adat istiadat dan ramuan tradisional yang sering dipakai dalam budaya Melayu. Berikut ini paparan masing-masing karakteristik partisipan dan narasumber :

a. Partisipan I

Partisipan I adalah seorang wanita berusia 39 tahun. Beragama Islam dan termasuk suku Melayu. Pendidikan terakhir beliau adalah Sekolah Dasar. Beliau memiliki dua orang anak terdiri dari seorang laki-laki dan seorang perempuan. Partisipan ini adalah seorang ibu rumah tangga dan memiliki pengalaman melahirkan dan mengasuh anak-anaknya ini serta merawatnya setelah melahirkan menurut budaya Melayu.

b. Partisipan 2

Partisipan 2 adalah seorang wanita berumur 56 tahun. Beragama Islam dan termasuk suku Melayu. Pendidikan terakhir pastisipan SMP. Partisipan adalah seorang ibu rumah tangga. Partisipan mempunyai empat orang anak yang terdiri dari satu orang laki-laki dan tiga orang perempuan. Selama masa nifas partisipan dirawat oleh mertuanya.

(31)

Partisipan 3 adalah seorang wanita yang berumur 61 tahun. Beragama Islam dan pendidikan terakhir beliau SD. Partisipan adalah seorang ibu rumah tangga. Partisipan mempunyai lima orang anak yang terdiri dari tiga orang laki-laki dan dua orang perempuan. Selama masa nifas beliau dirawat oleh ibunya menurut tradisi mereka yaitu budaya Melayu. d. Partisipan 4

Partisipan 4 adalah seorang wanita yang berusia 60 tahun. Beragama Islam. Pendidikan terakhirnya adalah SMP. Partisipan adalah seorantg ibu rumah tangga yang memiliki enam orang anak yang terdiri dari empat orang laki-laki dan dua orang perempuan.

e. Partisipan 5

Partisipan 5 adalah seorang wanita yang berusia 48 tahun. Beragama Islam dan pendidikan terakhirnya adalah SMP. Partisipan adalah seorang ibu rumah tangga yang memiliki tiga orang anak yang terdiri dari dua orang laki-laki dan satu orang perempuan. Selama masa nifas beliau dirawat oleh mertuanya menurut tradisi mereka yaitu budaya Melayu.

f. Partisipan 6

Partisipan 6 adalah seorang wanita yang berusia 58 tahun. Beragama Islam dan pendidikan terakhirnya adalah SD. Partisipan ini adalah seorang ibu rumah tangga yang memiliki 4 orang anak yang terdiri satu anak laki-laki dan tiga orang anak perempuan. Ibu ini memiliki pengalaman melahirkan dan merawat anaknya menurut sukunya sendiri.

g. Narasumber

(32)

laki-laki dan tiga orang perempuan. Narasumber ini memiliki pengalaman tentang perawatan setelah melahirkan menurut suku Melayu.

2. Hasil Wawancara

Suku Melayu memiliki budaya tersendiri dalam melakukan perawatan masa nifas yang meliputi :

a. Persepsi kesehatan tentang perawatan ibu pada masa nifas yang menyatakan bahwa perawatan ataupun pantangan perilaku yang dilakukan pada masa nifas berhubungan dengan keadaan ibu di masa tua.

b. Nilai – nilai yang mendasari praktek budaya yaitu pantangan perilaku, perilaku khusus yang dilakukan, pantangan makanan dan ramuan tradisional.

c. Praktek perawatan nifas yang terdiri dari aktivitas, pemeliharaan kebersihan diri dan perawatan khusus.

a.1. Persepsi kesehatan tentang perawatan ibu pada masa nifas

Persepsi kesehatan suku Melayu tentang perawatan ibu pada masa nifas diketahui berdasarkan hasil wawancara dari keenam partisipan yang menyatakan bahwa perawatan dan pantangan perilaku yang dilakukan dimasa nifas berhubungan dengan keadaan di masa tua. Bila pantangan yang telah dibuat dilanggar atau dilakukan oleh ibu maka akibatnya akan terlihat di masa tua yakni ibu mudah sakit. Hal ini terbukti dari pernyataan keempat partisipan :

“Pokoknya dijagalah kesehatan badan biar gak cepat sakit kalo udah tua”.

(Partisipan 3) “Ya cepatlah kena penyakit kalo gak dari sekarang dijaga, waktu melahirkan kan capek jadi dijaga badan biar dihari tua nanti gak sakit-sakitan”.

(partisipan 1) “Apalagi perut kan bisa kembung, kan gak mau sakit kita”

(33)

“Kalo pantangannya dilanggar ya bisa sakitlah”.

(Partisipan 4)

b.1. Nilai –nilai yang mendasari praktik budaya selama masa nifas

1). Pantangan Perilaku

Menurut partisipan terdapat pantangan perilaku yang dilakukan selama masa nifas. Pantangan perilaku tersebut yakni pantangan keluar rumah selama 40 hari. Hal ini disebabkan tubuh si ibu akan masuk angin dan membuat kepala menjadi sakit. Selain kondisi ibu yang belum pulih total akan mudah terserang penyakit dan ada juga yang mengatakan kalau ibu yang baru selesai melahirkan diganggu oleh roh jahat.

Berikut paparannya :

“Gak boleh keluar rumah, bisa kena sial karena baru selesai melahirkan”.

(Partisipan 3) “Badan kan masih lemah jadi kalo kena angin mudah sakitnya. Jadi gak bolehlah keluar rumah”.

(Partisipan 4) “Pantanganya jangan keluar rumah, bisa kena sial nanti apalagi masih punya bayi, trus anginnya diluar bisa buat masuk angin”.

(Partisipan 6) Seorang partisipan juga menyatakan bahwa ada juga ibu yang hendak keluar rumah yang tidak betah di rumah, maka ia harus menggunakan handuk atau kain yang menutupi area kepalanya supaya tidak masuk angin ke kepalanya.

“Kan ada juga ibu –ibu yang bandel, gak betah di rumah trus, jadi keluar rumah dia di ambilnya kain untuk menutupi kepalanya semualah”.

(34)

2). Perilaku Khusus yang Dilakukan

Menurut empat dari enam partisipan menyatakan terdapat perilaku-perilaku yang dilakukan oleh ibu selama masa nifas. Perilaku tersebut antara lain seperti keramas setiap hari selama seminggu dan air bilasan terakhir diteteskan ke mata serta memakai pilis di kening ibu.

Yang pertama perilaku yang dilakukan keramas setiap hari selama seminggu dan air bilasan terakhir diteteskan ke mata. Menurut keenam partisipan hal ini dilakukan supaya keputihan tidak naik ke mata dan mata ibu tidak kabur.

“Terus itu harus mandi keramas selama seminggu. Kepalanya dicuci”.

(Partisipan 1) “Biasanya pantangan kan gak boleh keramas tapi ini harus keramas selama seminngu. Biar gak keputihan”.

(partisipan 3) “Terus cuci kepala keramas, air bilasan terakhir kita teteskan kemata, katanya biar gak buta dan supaya gak keputihan”.

(Partisipan 5) “Harus gitulah keramas, kalo mandikan tanggung, biar gak ada keputihan, gak buta juga bisa”.

(Partisipan 2) Yang kedua yaitu memakai pilis di kening ibu. Menurut lima dari enam partisipan, perilaku ini dilakukan supaya ibu tidak pening dan mencegah darah putih naik ke mata.

“Ya, pilis juga dipakai dioleskan di kening, biar gak pening”.

(Partisipan 2) “Kadang kan mau seperti demam gitu, ditaruhlah pilis di dahi, kepala juga gak pening jadinya”.

(35)

“Mau juga kepala kayak pening gitu, kan abis melahirkan capek, diolesilah pilis ke kening, terasa enakan juga lah”.

(Partisipan 4) “Kalo sakit kepala, pakai ramuan gitu dulu, diolesilah pilis ke kening dan kadang gitu aja dibuat, bisa juga pakai kain tipis dibuat di kening”.

(Partisipan 5) “Kadang kepala pening juga kerena menguras tenaga waktu melahirkan, di buatlah pilis yang di taruh ke dahi. Sampai kering biar lebih enakan. Trus mencegah keputihan juga yang naik ke mata”.

(Partisipan 6) 3). Pantangan Makanan

Empat dari enam partisipan menyatakan ada beberapa makanan yang menjadi pantangan bagi ibu nifas seperti sayuran yang licin seperti kangkung, genjer, ikan seperti ikan gurami, lele, daging dan nangka, es dan yang pedas-pedas.

Berikut paparannya :

Yang pertama sayuran yang licin seperti kangkung, genjer dan daun kacang. Kebanyakan dari jenis sayuran seperti ini tidak diperbolehkan dimakan karena dapat menyebabkan kemaluan menjadi licin sehingga membuat kemaluan menjadi basah.

“Ada beberapa sayuran yang gak boleh dimakan seperti kangkung, genjer, daun kacang dan talas. Buat kemaluan jadi licin itu kalo kita makan”.

(Partisipan 3) “Ya pantanglah makan sayuran yang licin seperti kangkung, genjer, gak boleh dimakan. Kalo lagi kepengin ya ditahan dululah”.

(Partisipan 2) “Tidak bolehlah, kan sayuran kangkung, genjer licin. Pantang kalo dimakan. Ya cari jenis sayuran yang lainlah”.

(36)

Yang kedua yang menjadi pantangan makanan yaitu makan ikan dan daging. Menurut empat dari enam partisipan tidak boleh makan ikan atau daging karena dapat menyebabkan perut menjadi sakit dan bisa juga menyebabkan perdarahan yang banyak karena makan daging.

“Ikan seperti gurami, lele gak boleh..

Ya bisa buat perut menjadi sakit, kan susah nanti”.

(Partisipan1) “kan banyak pantangannya, ikan gak boleh trus daging juga gak boleh. Sakit nanti perut kalo dimakan”.

(Partisipan 2) “Mujair, lele gak boleh, ya carilah makanan yang baik yang boleh dimakan jangan semua asal makan. Daging harus dihindari juga”.

(Partisipan 5) “Kalo pun dilanggar, nanti berbahaya pula jadi gak bolehlah makan ikan, apalagi daging nanti perdarahan pula umi”.

(Partisipan 6) Yang ketiga adalah pantangan makan nangka dan minum es. Menurut empat dari enam partisipan tidak diperbolehkan makan nangka dan minum. Hal ini disebabkan nangka dapat menyebabkan perut ibu dan bayi menjadi kembung. Sama halnya juga jika ibu minum es.

“Makan nangka juga gak boleh, es juga. Kembunglah perut kalo dimakan dan diminum”.

(Partisipan 2) “Kalo es kembunglah perut, bagusan air putih aja”.

(Partisipan 4) “Kalo mau sehat janganlah makan pantangan, apalagi nangka bisa kembung. Yang bersantan juga sama”.

(Partisipan 1) “Selain yang bersantan, nangka, es juga buat perut kembung”.

(37)

mengandung cabai karena dianggap kalau makan yang pedas-pedas airmata ibu dan bayi akan mengalir terus menerus.

“Yang pedas-pedas juga gak boleh, nanti bayinya kepedasan dan nangis terus. Bisa juga bayinya mencret gitulah”.

(Partisipan 5) “Pedas juga gak bisa, cuman tahu dan tempe yang digoreng boleh bisa”.

(Partisipan 2) ....gak boleh makan yang pedas juga, sama nangka dan es.

(Partisipan 6) “Makanan pedas kan gak baik untuk ibu baru selesai melahirkan jadi janganlah dimakan. Kata orang dulu nanti saya dan bayi saya airmatanya mengalir terus”.

(Partisipan 3) 4. Ramuan Tradisional

Menurut tiga dari enam partisipan dan narasumber ada beberapa ramuan tradisional yang di minum oleh ibu selama masa nifas seperti pati kunyit, pati jahe dan pati kencur.

Yang pertama pati kunyit. Pati kunyit diminum oleh ibu setelah sisa darah melahirkan habis, biasanya diminum pada saat hari yang ke 21 dan diminum selama 3 hari.. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan keputihan ibu dan ibu menjadi lebih segar. Hal ini sesuai dengan pernyataan ketiga partisipan.

“Iya, pati kunyit diminum biar segar, keputihan juga bisa hilang, tambah semangat juga”.

(Partisipan 2) “Kalo pati kunyit tadi pun pahit, tambah aja madu. Bisa juga buat air susu makin banyak. Badan juga segar”.

(Partisipan 6) “seperti minum jamulah, tapi dibuat sendiri. Dari kunyit misalnya dibuat pati kunyit untuk menambah air susu ibu dan makin segar setelah diminum. Makanya saya minum karena enak juga saya rasa”.

(38)

Adapun cara membuat pati kunyit adalah kunyit diparut kemudian ditambah air panas dan madu serta kuning telur ayam kampung. Lalu diminum oleh ibu. Pati kunyit diminum selama tiga hari setelah darah sisa melahirkan habis. Biasanya pada hari ke 21 dihitung setelah persalinan.

Yang kedua pati jahe dan kencur. Pati jahe dan kencur diminum oleh ibu yang selesai melahirkan selama lima hari. Setelah selesai minum pati kunyit kemudian diteruskan dengan pati jahe dan kencur.

Berikut paparannya :

“Kalo mau kita dan anak kita sehat minum jahe dan kencurlah. Badan terasa lebih hangat”.

(partisipan 1) “Ya.. ikutilah apa kata orang tua dulu. Minum jahe katanya diminum, minum kencur katanya diminum. Kan lebih pengalaman mereka”.

(Partisipan 3) “Supaya gak mudah sakit dan badan pun hangat terus gak kedinginan minum air jahe dan kencur saya. Kalo untuk kesehatan suka gak suka ya diminum lah”.

(Partisipan 6) “Iyalah harus diminum air jahe yang udah diparut langsung, hangatkan tubuh kita supaya gak kedinginan”.

(Partisipan 4) Menurut narasumber minum pati jahe dan kencur sangat bermanfaat bagi kesehatan ibu. Selain menghangatkan tubuh ibu, juga dapat membuat si ibu dan bayi sehat. Tidak hanya diminum oleh ibu yang selesai melahirkan tetapi yang lainnya juga bisa meminumnya.

“Gak ada ruginya minum air jahe dan kencur atau pun kunyit, malah makin sehat dibuatnya. Badan dihangatkan, makin segar lagi kita setelah minum itu”.

(39)

c.1. Praktek Perawatan Nifas

1). Aktivitas

Menurut empat dari enam partisipan setelah melahirkan aktivitas pun dibatasi pergerakannya. Sesuai dengan pernyataan keempat partisipan yang menyatakan bahwa pada masa nifas tidak boleh banyak bergerak atau bekerja. Menurut keempat partisipan aktivitas yang dibatasi dilakukan karena kondisi ibu yang belum pulih dan masih lemah karena banyak kehilangan tenaga pada saat proses persalinan.

“Gak boleh banyak bergerak atau bekerja, kan belum pulih kondisinya. Banyak lagi habis tenaga waktu melahirkan, capeklah”.

(Partisipan 2) “Tenaga sudah abis, banyak lagi bergerak bisa sakitlah. Baik pun belom kondisi jadi janganlah banyak bergerak jalan sana sini”.

(Partisipan 3) “Harus istirahatlah setelah melahirkan, lom bisa beraktivitas. Banyak jalan juga gak boleh, masih lemah kondisi, trus kan masih capek. Janganlah bergerak banyak atau pun bekerja”.

(Partisipan 1) “Gak boleh capek karena masih lemah, janganlah banyak bergerak apalagi bekerja belum bisalah”.

(Partisipan 4) 2). Pemeliharaan Kebersihan Diri

Sesuai dengan pernyataan empat dari enam partisipan yang berkaitan dengan pemeliharaan kebersihan diri yaitu dikenal dengan mandi “wiladah” mandi seluruh tubuh dari kepala sampai ke kaki dengan air panas. Tujuannya supaya tubuh sehat, cepat pulih kembali, bersemangat dan tidak mudah capek.

“Ya kalo di suku melayu, harus mandi seluruh tubuh namanya mandi wiladah, karena badan kita kan masih kotor jadi mandi seluruhnya biar wangi”.

(40)

“Mandi wiladah biar wangi badan kita dan badan lebih cepat pulih kembali”.

(Partisipan 5) “Harus mandi seluruhnyalah biar wangi dan badan cepat pulih trus segar lagi. Mandi “wiladah” biasa disini disebut. Pakai air panas dimandikan, dengan rebusan daun-daunan”.

(Partisipan 2) “Satu hari setelah melahirkan harus mandi seluruh badan, pakai air rebusan daun-daunan. Kan wangi setelah mandi. Badan jadi pulih kembali. Namanya sering disebut mandi wiladah”.

(Partisipan 3) Salah seorang partisipan menyatakan bahwa badan menjadi wangi karena pengaruh mandi dengan air rebusan daun-daunan. Setelah mandi badan terasa pulih kembali dan tubuh pun menjadi lebih segar.

“Kan segar badan karena badan dengan air rebusan daun-daunan dan badan juga menjadi wangi. Jadi terasa lebih enakan”.

(Partisipan 4) 3). Perawatan Khusus

Perawatan khusus yang dilakukan suku Melayu adalah perawatan vulva higiene, pemakaian bengkung yang diolesi dengan tapel. Berdasarkan pernyataan keenam partisipan terdapat perawatan vulva hiegiene yang menggunakan air sirih yang sudah dimasak. Hal ini dilakukan supaya daerah kemaluan tidak bau maka digunakan air sirih yang telah dimasak dan digunakan saat air tersebut hangat.

“Pakai sirihlah yang sudah dimasak dan airnya yang hangat dipakai untuk membersihkan kemaluan biar gak bau”.

(Partisipan 2) “Terus kemaluannya dibersihkan pakai air rebusan daun sirih biar gak bau”.

(Partisipan 6) “Gak boleh pakai air dingin untuk cebok, pakai air sirih yang hangat”.

(41)

“Air rebusan daun sirih yang hangat, itulah yang dicebokkan untuk membersihkan kemaluan. Biar gak bau”.

(Partisipan 5) “Air hangat sirih itu dipakai untuk membersihkan kemaluan, jangan yang dingin”.

(Partisipan 3) “Pokoknya air hangat daun sirih biar kemaluan gak bau. Kalo gak bisa bau amis kan”.

(Partisipan 1) Perawatan yang kedua yaitu ibu memakai bengkong yang sebelumnya diolesi dengan tapel. Tindakan seperti memakai bengkong pada ibu dilakukan dengan tujuan supaya perut ibu ketat, langsing dan perut tidak turun. Selain itu tujuan dilakukan perawatan ini adalah supaya rahim ibu kembali seperti semula. Karena adanya anggapan para ibu setelah selesai melahirkan tubuh akan menjadi kendur dan kelihatan jelek dan untuk memperketat daerah perut ibu di pakai bengkung ynag sebelumnya ditapeli dengan daun jarak ataupun daun mengkudu.

Berikut ini pernyataan keenam partisipan :

“Mulai hari ketiga sampai ketujuh ibu ditapeli biar perutnya langsing”.

(Partisipan 2) “Ya harus ditapeli dan di bengkung pakai kain panjang biar perut gak turun”.

(Partisipan 5) “Siap melahirkan mulai hari ketiga ditapeli pakai daun jarak atau mengkudu supaya rahim balik lagi seperti dulu”.

(Partisipan 3) “Ini pun penting, buatkan tapel sama ibu dan dibengkung pakai kain panjang seperti gurita biar perutnya pun ketat dan langsing, rahim pun kembali lagi seperti dulu”.

(Partisipan 6) “Ialah, kalo mau langsing dan ketat perutnya harus ditapeli si ibu, trus di bengkung ketat pakai kain panjang. Resikonya susah umi dulu bergerak bebas kadang seperti sesak lagi”.

(42)

“Haruslah di bengkung pakai kain panjang, ketat dibuat. Tapi ya sebelumnya ibu ditapelilah kadang pakai daun jarak atau mengkudu biar rapi perutnya, terus langsing lagi. Harus jaga penampilan jugalah”.

(Partisipan 4) Menurut narasumber, perawatan seperti memakai bengkung kemudian diolesi dengan tapel masih sering dilakukan dalam suku Melayu dengan maksud untuk menjaga penampilan tubuh mereka sehingga perut ramping kembali dan ketat, perut tidak turun sehingga kelihatan cantik.

“Kalo perilaku seperti ini sudah menjadi keharusan, dan sudah menjadi tradisi bagi masyarakat di tempat ini. Penampilan juga harus dijaga walaupun sudah tua. Dulu umi takut kali kelihatan jelek kalo selesai melahirkan. Kan badan umi melar gitu jadi kalo pakai itu perut jadi ketat, rapi dan langsing. Jadi penampilan lebih baiklah. Makanya umi pakai bengkung setelah ditapeli”.

(Narasumber)

B. Pembahasan

Sejak hamil sampai sesudah melahirkan, seorang wanita perlu melakukan langkah-langkah perawatan agar pada saat hamil maupun setelah melahirkan berada dalam kondisi yang sehat (Muskibin, 2005). Perawatan pascapersalinan sangat penting dilakukan demi terjaminnya kesehatan ibu dan anak yang dilahirkannya. Walaupun persalinan berlangsung di pusat pelayanan kesehatan, RS atau klinik bersalin tidak jarang sekembalinya ke rumah, para wanita yang baru melahirkan itu menjalani perawatan secara tradisional sesuai dengan kebudayaan atau kebiasaan yang masih mereka pertahankan sejak dahulu.

(43)

tuanya. Suku Melayu masih memegang erat paradigma tentang kesehatan dalam merawat ibu pascapersalinan sesuai dengan tradisinya.

Filosofi kesehatan suku Melayu tentang perawatan masa nifas diketahui berdasarkan hasil wawancara dari keenam partisipan yang menyatakan bahwa perawatan maupun pantangan perilaku yang dilakukan pada masa nifas berhubungan dengan keadaan ibu di masa tua.

Berdasarkan hasil penelitian bahwa terdapat nila-nilai yang mendasari praktek budaya suku Melayu pada masa nifas yang terdiri dari pantangan perilaku, perilaku khusus yang dilakukan, pantangan makanan, dan ramuan tradisonal.

1. Interpretasi dan Hasil Diskusi

1.1 Nilai-nilai yang mendasari praktek budaya selama masa nifas.

Berdasarkan hasil penelitian, terdapat nilai-nilai yang mendasari praktek budaya selama nifas pada ibu suku Melayu.

a). Pantangan Perilaku

(44)

Dari alasan kepercayaan dikatakan bahwa ibu dan bayi tetap berada dalam keadaan tidak bersih selama beberapa minggu setelah melahirkan. Selama waktu ini, ibu harus tetap menyendiri dan tidak banyak melakukan aktivitas. (Bobak, 2005).

Hal ini berbeda dengan pendapat Dian Warjanti (2010), yang mengatakan perilaku tersebut tidak diperlukan karena pada masa nifas, ibu dan bayi yang baru lahir harus periksa kesehatan sekurang-kurangnya 2 kali dalam bulan pertama yaitu umur 0-7 hari dan 8-30 hari guna pemberian imunisasi bagi si bayi tersebut.

b). Perilaku Khusus yang Dilakukan

Perilaku khusus yang dilakukan oleh ibu suku Melayu adalah keramas setiap hari selama seminggu dan air bilasan terakhir diteteskan ke mata. Menurut empat dari enam partisipan hal ini dilakukan supaya keputihan tidak naik ke mata dan mata ibu tidak kabur.

Hal ini sejalan dengan pendapat Dian Warjanti (2010), yang mengatakan bahwa ibu keramas setiap pagi dengan tujuan agar badan si ibu merasakan kesegaran dan peredaran darah si ibu lancar.

Berbeda halnya dengan ibu etnis Tionghoa yang melarang ibu nifas untuk mandi dan keramas selama satu bulan dengan alasan kondisi ibu dianggap masih dingin setelah melahirkan sehingga bila terpapar yang dingin lagi akan menyebabkan ibu masuk angin, perut kembung dan akhirnya di masa tua cepat sakit (Mahriani, 2008).

(45)

Menurut Handayani (2003), seorang ibu yang melahirkan sering menderita demam dan pening. Gejala tersebut bisa berkurang jika peredaran darah berjalan lancar. Untuk memperlancar peredaran darah khususnya dibagian kepala bisa di kompres dengan pilis. Kepercayaan orang tua dulu penggunaan pilis bisa membuat mata tetap terang dan mencegah naiknya darah putih. Hal ini sejalan dengan pendapat Bony (2003), yang menyatakan bahwa pilis ramuan yang ditempelkan di kening berguna agar mata tidak sembab dan terlihat jernih kembali.

c). Pantangan Makanan

Berdasarkan hasil wawancara tiga dari enam partisipan bahwa selama masa nifas ibu suku Melayu mempunyai pembatasan- pembatasan dalam mengkonsumsi makanan yaitu sayuran-sayuran licin seperti kangkung dan genjer.

Di dalam budaya Melayu tidak dibenarkan memakan sayur sayuran seperti kangkung dan genjer karena dianggap sayuran tersebut bisa membuat kemaluan ibu menjadi licin.

Kangkung selain memiliki fungsi sebagai sayuran yang dapat diolah, ternyata juga memiliki fungsi lain yang juga baik untuk tubuh. Sayuran yang diketahui berasal dari India ini dipercaya memiliki fungsi untuk mengeluarkan racun dari dalam tubuh. Hal ini karena kangkung juga memiliki bermacam zat yakni, vitamin A, B1, dan C, juga mengandung protein, kalsium, fosfor. Selain itu kangkung juga bersifat anti racun (Dian, W, 2010).

(46)

dianjurkan untuk banyak mengkonsumsi sayuran berwarna hijau karena bermanfaat untuk memperlancar ASI.

Masyarakat Melayu percaya bahwa dengan mengkonsumsi ikan atau daging dapat menyebabkan perut menjadi sakit dan bisa juga menyebabkan perdarahan yang banyak. Menurut Hurhaeni (2009), ibu nifas dianjurkan untuk mengkonsumsi sumber protein hewani seperti telur, daging ayam, daging sapi, ikan air tawar segar, dan ikan air laut segar. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat kita ketahui bahwa pendapat suku Melayu tidak sesuai dengan ilmu kesehatan di mana di dalam ilmu kesehatan ibu nifas sangat dianjurkan mengkonsumsi ikan dan daging karena makanan mengandung protein yang tinggi yang sangat baik untuk kesehatan ibu dan bayi.

Selain itu suku Melayu juga tidak membenarkan ibu nifas untuk mengkonsumsi nangka atau pun es serta makanan yang pedas-pedas. Hal ini disebabkan nangka dapat menyebabkan perut ibu dan bayi menjadi kembung. Begitu juga dengan mengkonsumsi es. Menurut ilmu medis buah nangka, cempedak dan durian dilarang dikonsumsi oleh ibu nifas karena dapat menghasilkan gas-gas dalam saluran pencernaan sehingga mengganggu lambung dan usus (Arif, N, 2009). Jadi perilaku suku Melayu tersebut sesuai dengan ilmu kesehatan.

d). Ramuan Tradisional

Menurut beberapa partisipan dan narasumber ada beberapa ramuan tradisional yang di minum oleh ibu selama masa nifas seperti pati kunyit, pati jahe dan pati kencur. Ramuan-ramuan tersebut bermanfaat untuk menghilangkan keputihan, membuat tubuh ibu menjadi hangat, tidak kedinginan dan sehat serta membuat ibu menjadi lebih segar.

(47)

lancar sehingga memperingan kerja jantung memompa darah. Khasiat lain yaitu menambah nafsu makan, memperkuat lambung, memperbaiki percenaan karena jahe mengandung enzim percenaan (Koswara, 2008).

Tradisi ini juga dilakukan masyarakat Bandaneira dengan memberikan minuman yang terdiri dari campuran jeruk asam (jeruk nipis), jahe yang diparut dan lada yang semuanya dimasak. Tujuannya untuk menghangatkan ibu dan ibu juga menjadi lebih segar (Swasono, 1998).

Pandangan budaya tentang jenis ramuan dan obat-obatan yang digunakan oleh setiap kelompok masyarakat pada saat hamil, menjelang saat dan sesudah melahirkan, merupakan bahan-bahan yang berasal dari pengetahuan budaya masyarakat yang bersangkutan, dan sebagian sudah digunakan secara turun menurun sejak beberapa generasi. Bahan-bahan yang paling sering digunakan dan diyakini oleh masyarakat setempat sebagai bahan yanb memberikan khasiat bagi wanita selama pasca persalinan, perlu diteliti untuk dipertimbangkan pengembangannya bagi pemanfaatan yang lebih luas (Swasono, 1998).

1.2. Praktek perawatan nifas

Sesudah terjadinya persalinan seorang ibu suku Melayu menjalani perawatan nifas yang meliputi aktivitas, pemeliharaan kebersihan diri dan perawatan khusus.

a). Aktivitas

(48)

Persalinan merupakan peristiwa alamiah yang dapat terjadi secara normal atau dengan gangguan. Meskipun persalinan berlangsung secara normal dan lancar tetap menyebabkan kelelahan bagi ibu. Kelelahan fisik akibat menyangga beban bayi dalam perut ditambah dengan proses persalinan telah menguras tenaga ibu. Untuk memulihkan kondisi tubuhnya ibu yang baru melahirkan sebaiknya beristirahat atau tidur.

Walaupun istirahat dan tidur perlu bagi ibu sehabis melahirkan, tetapi bukan berarti ibu harus berbaring terus selama beberapa hari. Bila keadaan ibu normal, beberapa jam setelah melahirkan diperolehkan duduk dan pada hari kedua sudah diperbolehkan bangun dan turun dari tempat tidur dan berjalan perlahan-lahan dan pada hari ke empat sudah diperkenankan berjalan lebih banyak dan melakukan senam nifas. Ambulasi dini ini dilakukan untuk memperlancar sirkulasi darah ibu, mempercepat penyembuhan, mengurangi bahaya embolus, dan memperlancar pengeluaran lochia yang berarti mempercepat terjadinya involusi uterus (Ibrahim, 1996).

b). Pemeliharaan Kebersihan Diri

Sesuai dengan pernyataan keenam partisipan yang berkaitan dengan pemeliharaan kebersihan diri yaitu dikenal dengan mandi “wiladah” mandi seluruh tubuh dari kepala sampai ke kaki dengan air panas. Tujuannya supaya tubuh sehat, cepat pulih kembali, bersemangat dan tidak mudah capek.

(49)

darah dan pertukaran zat asam di seluruh jaringan tubuh serta menghilangkan bau keringat (Handayani, 2003).

Daya tahan dan kesehatan ibu setelah melahirkan lebih rendah dari biasanya. Hal ini dikarenakan dalam persalinan banyak tenaga yang dikeluarkan, terjadinya perdarahan dan terdapatnya robekan jaringan yang memudahkan kuman-kuman masuk tumbuh dan berkembang di dalam tubuh ibu. Oleh karenanya, pada hari-hari pertama setelah melahirkan ibu dimandikan oleh pertugas kesehatan sebanyak dua kali satu hari. Pada hari kedua ibu boleh mandi sendiri dengan duduk di tempat tidur dan pada hari ketiga mandi sudah dapat dilakukan ibu di kamar mandi secara mandiri (Ibrahim, 1996).

c). Perawatan Khusus

Dari hasil wawancara keenam partisipan diketahui bahwa selama masa nifas ibu suku Melayu menggunakan air rebusan daun sirih yang digunakan dalam keadaan hangat. Menurut mereka dengan menggunakan air ini akan dapat menghilangkan bau di daerah kemaluan.

Menjaga kebersihan vagina harus jadi perhatian utama, karena vulva yang dibersihkan akan meningkatkan resiko terjadinya infeksi. Vulva (bibir kemaluan) harus selalu dibersihkan dari depan ke belakang. Apabila terjadi pembengkakan dapat dikompres dengan es dan untuk mengurangi rasa tidak nyaman dapat dengan duduk berendam di air hangat setelah 24 jam pascapersalinan ( Handayani, 2003).

(50)

Sama halnya dengan hasil wawancara dengan keenam partisipan yang menyatakan bahwa mereka menggunakan bengkung untuk mengembalikan keadaan tubuh mereka. Tindakan seperti memakai bengkong dilakukan dengan tujuan supaya perut ibu ketat, langsing dan perut tidak turun. Selain itu tujuan dilakukan perilaku ini adalah supaya rahim ibu kembali seperti semula. Karena adanya anggapan para ibu setelah selesai melahirkan tubuh akan menjadi kendur dan kelihatan jelek dan untuk memperketat daerah perut ibu di pakai bengkung yang sebelumnya ditapeli dengan daun jarak ataupun daun mengkudu.

Secara medis pemakaian gurita, stargen atau alat peramping tubuh lainnya sebaiknya dihindari karena tubuh seperti “dipaksa menipis” padahal hanya latihanlah cara tepat mengembalikan bentuk tubuh. Pakaian longgar dan nyaman pilihan terbaik ibu pascapersalinan karena memudahkan sirkulasi udara dan membuat ibu nyaman (Bonny, D, 2003).

Menurut Endjun (2003) pemasangan gurita tidak baik untuk kesehatan ibu serta mengganggu kenyamanan ibu. Pemasangan gurita yang terlalu ketat dalam jangka waktu yang lama menyebabkan aliran darah di tungkai kurang lancar sehingga tungkai terasa sakit/bengkak. Pada umumnya dari segi medis tidak dianggap perlu memakai gurita tapi banyak masyarakat merasa lebih enak memakainya oleh karena kebiasaan atau tradisi budaya mereka. Otot-otot perut dapat kembali mengencang dengan latihan otot perut, latihan ini dapat berupa kegel exercise (Handayani, 2003).

Demikianlah praktek perawatan nifas yang dilakukan oleh suku Melayu. Terdapat banyak nilai yang mendasari terbentuknya kebiasaan yang mereka lakukan pada masa nifas.

(51)

terdapat kemungkinan krisis dalam proses penyesuaian keluarga. Membuat suatu rencana perawatan yang melibatkan kekuatan keluarga dan memberi dukungan dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab yang baru. Masalah budaya juga harus dipertimbangkan saat merencanakan perawatan.

Penting bagi perawat untuk tidak menggunakan keyakinan budayanya sebagai kerangka kerja. Walaupun keyakinan budaya dan perilaku orang lain mungkin tampak aneh sebaiknya perawat tetap membiarkan hal tersebut asalkan hal ini tidak membahayakn ibu dan bayinya. Di pihak lain, perawat juga tidak boleh menganggap bahwa seorang ibu pasti suka melakukan tindakan dari suatu kelompok budaya tertentu hanya karena ibu ini berasal dari kelompok budaya tersebut. Banyak ibu muda, yang merupakan generasi pertama atau generasi kedua dan lahir disuatu tempat, mengikuti tradisi budaya mereka hanya jika ada anggota yang lebih tua. Perawat perlu lebih mengenal setiap wanita sebagai individu dan memvalidasi keyakinan budaya yang bermakna bagi wanita tersebut. Dengan pengetahuan ini, perawat dapat mendukung dan memelihara keyakinan yang meningkatkan adaptasi fisik dan emosinya pasca melahirkan.

Hasil akhir perawatan yang diharapakan adalah bahwa ibu dan keluarganya dapat mengidentifikasi tindakan yang meningkatkan penyesuaian pribadi yang sehat pada periode pascapartum dan mempertahankan fungsi keluarga secara sehat berdasarkan norma budaya dan harapan pribadi. Namun, jika keyakinan tertentu diidentifikasi dapat membahayakan, perawat harus berhati-hati dalam menggali keyakinan tersebut pada pasien dan gunakan keyakinan tersebut dalam proses reduksi dan modifikasi (Bobak, 2005).

2. Keterbatasan peneliti

(52)
(53)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Hasil penelitian yang diperoleh peneliti dari keenam partisipan mengenai perawatan masa nifas yang umum dilakukan oleh ibu-ibu suku Melayu meliputi : pantangan perilaku, perilaku khusus yang dilakukan, pantangan makanan dan ramuan tradisional, aktivitas, pemeliharaan kebersihan diri dan perawatan khusus.

Dari hasil pembahasan diperoleh bahwa, dalam kehidupan masyarakat suku Melayu masih banyak melestarikan budaya-budaya para pendahulunya. Di mana dampaknya masih mereka rasakan manfaatnya hingga saat ini. Misalnya pantangan perilaku, perilaku khusus yang dilakukan, pantangan makanan dan ramuan tradisional, aktivitas, pemeliharaan kebersihan diri dan perawatan khusus.

Dengan berbagai fenomena tata cara perawatan masa nifas tradisional tersebut, menurut beberapa persepsi ilmuwan medis modern saat ini justru tidak semua bisa diterima begitu saja. Contohnya ibu dilarang mengkonsumsi sayur-sayuran seperti kangkung, genjer dan sejenisnya karena dianggap dapat menyebabkan vagina menjadi licin. Sebaliknya dalam ilmu gizi, ibu hamil dianjurkan lebih banyak mengkonsumsi sayur-sayuran hijau untuk kebutuhan kesehatan ibu dan janinnya. Kemudian beberapa pantangan lain seperti dilarang mengkonsumsi ikan dan daging. Hal ini juga tidak selaras dengan persepsi ilmuwan medis yang menganjurkan ibu mengkonsumsi ikan dan daging secukupnya untuk kesehatan ibu dan bayinya.

(54)

ketat dan ramping. Lain halnya dengan teori kesehatan yang menyatakan bahwa hal ini tidak baik dilakukan karena dapat menghambat peredaran darah ke tungkai sehingga menyebabkan tungkai kaki menjadi bengkak/sakit.

Hasil penelitian ini diharapkan akan menjadi sumber pengetahuan dan strategi perawat/bidan dalam memberikan asuhan keperawatan atau asuhan kebidanan yang lebih komprehensif pada ibu selama masa nifas. Dalam implementasinya perawat atau bidan sebagai provider harus cepat tanggap terhadap berbagai pengaruh aspek budaya tradisional yang diyakini berbagai kalangan masyarakat dalam ruang lingkup praktek kerjanya, yaitu dengan memperhatikan faktor-faktor budaya setempat yang dapat dikembangkan tanpa meninggalkan nila-nilai dasar budaya itu sendiri, dalam hal ini masyarakat yang terkait adalah masyarakat suku Melayu.

B. Saran

1. Rekomendasi Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang untuk mengetahui bagaimana perawatan masa nifas menurut suku Melayu melalui beberapa partisipan, namun tidak diketahui bagaimana pelaksanaannya secara umum oleh suku Melayu.

(55)

2. Praktek Pelayanan Kebidanan

Diharapkan kepada petugas pelayanan kesehatan untuk memberikan informasi yang benar tentang perawatan masa nifas kepada masyarakat khususnya ibu hamil dan menyusui misalnya melalui penyuluhan sehingga paragdigma masyarakat tentang kesehatan menurut budaya yang bertentangan dengan ilmu kesehatan dapat diperbaharui.

3. Tempat Penelitian

(56)

DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, E.R. (2009). Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Mitra Cendikia Press

Arif, N. (2009). Panduan Ibu Cerdas ASI dan Tumbuh Kembang. Yogyakarta : Media Presindo Bahiyatun (2009). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta: EGC

Bobak, Lawdermik, & Jensen. (2004). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Ed.4. Jakarta: EGC Bony, D. (2010). 40 Hari Pascapersalinan Masalah dan Solusinya. Dian, W. (2010). Aspek Sosial Budaya dan Masa Nifas.

Des 2010.

Foster, G.M., & Anderson, B.G. (1986). Antropologi Kesehatan. Jakarta: UI Press

Handayani, L. (2003). Tanaman Obat Untuk Masa Kehamilan dan Pasca Melahirkan, cet I Jakarta: Agromedia Pustaka

Ibrahim, C.S. (1996). Perawatan Kebidanan Jilid 3. Jakarta: Bharata

Indrawati, P. (2010). Panduan Perawatan Kehamilan. Yogyakarta: Atma Media Press

Mulyana, D & Rahmat, J. (2003). Komunikasi Antar Budaya. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Mulyadi,. (2010). Maukah kita bercermin ke kota Medan. http : //et-ee.facebook.com.

Notoadmodjo, S. (2007). Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta

Nursalam, (2003). Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Panim, S. (2003). Metode Penelitian Kebidanan. Jakarta: EGC

Potter, D.F., & Hungler, B.P. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik. Jakarta: EGC

Rahmat, J. (2005). Psikologi komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Saleha, S. (2009). Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika

(57)

Saryono (2010). Metode Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Nulia Medika

Siregar, R.J. (2006). Perawatan Post Partum Berdasarkan Perspektif Budaya Mandailing di Kecamatan Medan Tembung. Medan: Sumatera Utara : Tidak Dipublikasikan

Suherni, (2009). Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta: Fitra Maya Sunaryo, (2004). Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC

Suparyanto, (2010), Pantangan Makanan di Masa Nifas

Suryanto, (2009). Riset Kebidanan Metodologi dan Aplikasi. Yogyakarta: Mitra Cendikia Sutomo, A.H. (2003). Pedoman Praktis Safe Motherhood Asuhan Ibu dan Bayi. Jakarta: EGC Swasono, M.F. (1998). Kehamilan, Kelahiran, Perawatan Ibu dan Bayi Dalam Konteks Budaya.

Jakarta: UI Press

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan antara perawatan payudara masa nifas dengan kualitas hidup ibu nifas di wilayah Puskesmas

Dari hasil penelitian diketahui praktik perawatan masa nifas di Kecamatan Pecangaan Kabupaten Jepara yang terkait dengan faktor sosial budaya meliputi: memberikan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui praktik perawatan masa nifas di Kecamatan Pecangaan Jepara terkait dengan faktor sosial budaya. Jenis penelitian

Dari hasil penelitian terdapat lima tema utama, mobilisasi terbatas selama masa nifas, perawatan masa nifas dilakukan oleh pihak keluarga atau perawat nifas

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perawatan masa nifas (bak afu-afu) yang dilakukan pada suku Leukhon di Desa Lubuk baik Kecamatan Alafan.. Jenis penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perawatan masa nifas (bak afu-afu) yang dilakukan pada suku Leukhon di Desa Lubuk baik Kecamatan Alafan.. Jenis penelitian

Hasil dari penelitian ini diperoleh ibu nifas yang mempunyai tingkat pengetahuan yang buruk hampir tiga per empat mempunyai praktik perawatan masa nifas yang buruk, Hal

Variabel independen adalah pengetahuan ibu tentang materi perawatan masa nifas dalam Buku KIA. Yang dimaksud dengan pengetahuan ialah segala informasi yang diketahui