• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Derajat Skor CURB-65 Saat Awal Masuk Pada Pasien Pneumonia Komunitas Terhadap Nilai Antithrombin III (AT-III)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Derajat Skor CURB-65 Saat Awal Masuk Pada Pasien Pneumonia Komunitas Terhadap Nilai Antithrombin III (AT-III)"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

Hubungan Derajat Skor CURB-65 Saat Awal Masuk Pada Pasien

Pneumonia Komunitas Terhadap Nilai Antithrombin III (AT-III)

TESIS

Oleh

SARI ANDRIYANI

NIM: 077101014

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013

Hubungan Derajat Skor CURB-65 Saat Awal Masuk Pada Pasien

(2)

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Magister Ilmu Penyakit Dalam danSpesialis Penyakit Dalam dalam Program Studi Ilmu Penyakit Dalam pada Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Oleh

SARI ANDRIYANI

NIM : 077101014

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Judul Tesis :Hubungan Derajat Skor CURB-65 Saat Awal Masuk Pada Pasien Pneumonia Komunitas Terhadap Nilai

Antithrombin III (AT-III)

Nama Mahasiswa :Sari Andriyani Nomor Pokok :077101014

Program Studi : Magister Kedokteran Klinik-Spesialis IlmuPenyakit Dalam

Menyetujui

Pembimbing Tesis I Pembimbing Tesis II

(dr. Alwinsyah Abidin, Sp.PD-KP) (dr. E. N. Keliat, Sp.PD-KP

NIP .195104011977111001 NIP. 195207131982031002 )

Disyahkan Oleh:

Ketua Program Studi Kepala Departemen

Departemen Ilmu Penyakit Dalam Ilmu Penyakit Dalam

(dr. Zulhelmi Bustami, SpPD-KGH) (dr. Salli Roseffi Nasution, SpPD-KGH NIP. 19530625 198201 1001 NIP. 19540514 198110 1002

)

(4)

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya penulis sendiridan semua sumber baik yang dikutip

maupun dirujuk telah penulisnyatakan dengan benar

Nama : Sari Andriyani

NIM :077101014

(5)

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di

bawah ini :

Nama : Sari Andriyani

Nomor Induk :077101014

Program Studi : Magister Kedokteran Klinik-Spesialis Ilmu PenyakitDalam

Jenis Karya :Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas

Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-eksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right)

atas tesis saya yang berjudul :

Hubungan Derajat Skor CURB-65 Saat Awal Masuk Pada Pasien

Pneumonia Komunitas Terhadap Nilai Antithrombin III (AT-III)

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-eksklusif ini,

Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam

bentuk database, merawat dan mempublikasikan tesis saya tanpa meminta izin dari saya

selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Medan

Pada tanggal : April 2013

Yang menyatakan

(6)

Abstrak

Hubungan Derajat Skor CURB-65 Saat Awal Masuk Pada Pasien Pneumonia Komunitas Terhadap Nilai Antithrombin III (AT-III)

Sari Andriyani, E.N. Keliat, Alwinsyah Abidin, Divisi Pulmonologi dan Alergi Immunologi

Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara RSUP.H.Adam Malik Medan

Latar Belakang

Pada penderita pneumonia komunitas, melakukan penilaian derajat keparahan pada awal pasien masuk sangat penting sebab akan menentukan beratnya penyakit dan rencana tatalaksana selanjutnya. Antithrombin III sebagai biomarker koagulasi yang berguna untuk menilai tingkat keparahan PK pada saat awal masuk Antithrombin III dapat berperan dalam diagnosis, memutuskan pemberian antibiotik dan prognosis penderita PK.

Tujuan :

Untuk mengetahui hubungan skor CURB-65 terhadap nilai Antithrombin III (AT-III) pada saat awal pasien pneumonia komunitas datang ke rumah sakit.

Bahan dan Cara :

Penelitian observasional analitik dengan metode pengukuran cross sectional. Subjek dengan pneumonia komunitas yang masuk dari instalasi gawat darurat,maupun pasien rawat jalan setelah memenuhi kriteria dilakukan penilaian skor CURB-65 (Confusion, Urea, Respiratory rate, Blood pressure, Age>65 years), laboratorium darah, kultur sputum dan darah. Selanjutnya skor CURB-65 dihubungkan dengan AT-III dan parameter lainnya.

Hasil :

Sebanyak 55 subjek penelitian dimana subjek yang tergolong dalam skor CURB-65 berat (3-5) sebanyak 23 orang (41,8%), skor sedang ( 2 ) sebanyak 17 orang (30,9% ) dan skor ringan (0-1) sebanyak 15orang (27,3%). Setelah dilakukan uji korelasiSpearman diperoleh hubungan signifikan antara derajat skor CURB-65 dengan nilai Antithrombin III (p= 0,0001).

Kesimpulan :

Antithrombin IIImerupakan biomarker koagulasi yang memiliki hubungan dengan derajat keparahan PK yang dinilai dengan skor CURB-65 sehingga Anti thrombin III dapat digunakan untuk menentukan prognosis pasien PK sejak awal masuk rumah sakit.

Kata Kunci :Pneumonia Komunitas, Skor CURB-65, Antithrombin III, Prognosis.

(7)

Abstract

The Correlation Between Prognosis Scoring CURB-65 and Antithrombin III

in Community Acquired Pneumonia at Early Admission in Hospital

Sari Andriyani, E.N. Keliat, Alwinsyah Abidin, Division of Pulmonology and Allergy-Immunology

Department of Internal Medicine Medical Faculty of UniversitySumatera Utara

H. Adam Malik General Hospital Medan

Background

The assessment of level severity in patient with community acquired pneumonia (CAP) is very important to determine the next management of disease. Antithrombin III is known as one of biomarker coagulation may be helpful in predicting the severity of CAP at the early admission in hospital.The application of Antithrombin III is known to be used in diagnosis, to help clinician to decide antibiotic treatment and to make prognosis.

Objective :

To determine the correlation between CURB-65 score and Antithrombin III in CAP patients at the early admission in hospital.

Materials and Methods :

An analytical observational study was conducted using the cross-sectional measurement method. We had examined CAP subject with CURB-65 (Confusion, Urea, Respiratory rate, Blood pressure, Age >65 years), Antithrombin III, other laboratory assessment and sputum and blood culture at the early admission at emergency room (ER) and outpatient. We had correlate the CURB-65 score with Antithrombin III to determined prognostic utility of Antithrombin III.

Result:

Total of CAP subject was 55, consist of 23 subjects (41.8%), with severe CURB-65 scores (3-5), moderate scores (2) as many as 17 subjects (30.9%) and mild scores (0-1) as many as 15 subjects (27.3%). We had found a significant correlation between CURB-65 with Antithrombin III using Spearman correlation test (p= 0,0001) .

Conclusion :

Antithrombin III is a biomarker of coagulation that has correlation with clinical scoring system CURB-65. Antithrombin III can be use to determine the prognosis in CAP at early admission in hospital.

Key Word : Community Acquired Pneumonia, CURB-65 score, Antithrombin III,

Prognosis.

iiii

(8)

KATA PENGANTAR

Terlebih dahulu saya mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan karunianya, sehingga saya dapat menyelesaikan tesis ini dengan

judul:

“Hubungan Derajat Skor CURB-65 Saat Awal Masuk Pada Pasien Pneumonia

Komunitas Terhadap Nilai Antithrombin III ( AT-III)“ yang merupakan persyaratan dalam menyelesaikan magister kedokteran klinik- pendidikan dokter ahli di bidang ilmu

penyakit dalam pada fakultas kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dengan selesainya karya tulis ini, maka penulis ingin menyampaikan terima kasih

dan rasa hormat serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Dr. Salli Roseffi Nasution, SpPD-KGH, selaku Kepala Departemen Ilmu Penyakit

Dalam FK USU / RSUP H. ADAM MALIK MEDAN yang telah memberikan

kesempatan pada penulis untuk mengikuti pendidikan serta senantiasa membimbing,

memberi kemudahan dan dorongan buat penulis dalam menyelesaikan tulisan ini.

2. Ketua Program Studi Ilmu Penyakit Dalam Dr. Zulhelmi Bustami, SpPD-KGH dan

Sekretaris Program Ilmu Penyakit Dalam Dr. Zainal Safri, SpPD,SpJP yang telah

dengan sungguh-sungguh telah membantu danmembentuk penulis menjadi dokter

Spesialis Penyakit Dalam yang siap mengabdi bagi nusa dan bangsa.

3. Prof. Dr. Harun Rasyid lubis,SpPD-KGH sebagai ketua TKP-PPDS FK USU ketika

saya diterima sebagai peserta pendidikan Spesialis Penyakit Dalam, serta yang

bersedia memberikan rekomendasi kepada penulis untuk mengikuti ujian masuk

Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Dalam. Demikian juga kepada

Dr. Salli Roseffi Nasution, SpPD-KGH danDr. Zulhelmi Bustami, SpPD-KGH yang

bersedia memberi rekomendasi dan motivasi untuk terus berjuang agar penulis bisa

mengikuti pendidikan ini. Semoga semua jasa dan budi baik ini dibalas oleh Tuhan

Yang Maha Esa.

4. Khusus mengenai karya tulis ini, penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada Dr. Alwinsyah Abidin, Sp.PD-KP dan Dr. E.N.Keliat,Sp.PD-KP

sebagai pembimbing tesis, yang telah memberikan bimbingan dan kemudahan bagi

penulis selama melaksanakan penelitian, juga telah banyak meluangkan waktu dan

dengan kesabaran membimbing penulis sampai selesainya karya tulisini. Kiranya

Allah SWT memberikan rahmat dan karunia kepada beliau beserta keluarga.

(9)

5. Seluruh staf Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU / RSUD Dr Pirngadi / RSUP

H Adam Malik medan : Prof. Dr. Harun Rasyid Lubis, SpPD-KGH., Prof. Dr.

Bachtiar Fanani Lubis, SpPD-KHOM., Prof. Dr. Habibah Hanum, SpPD-KPsi., Prof.

Dr. Sutomo Kasiman, SpPD-KKV., Prof. Dr. Azhar Tanjung, SpPD-KP-KAI-SpMK.,

Prof. Dr. OK Moehad Sjah, SpPD-KR., Prof. Dr. Lukman H. Zain, SpPD-KGEH.,

Prof. Dr. M. Yusuf Nasution, SpPD-KGH., Prof. Dr. Azmi S Kar, SpPD-KHOM.,

Prof. Dr. Gontar A Siregar, SpPD-KGEH., Prof. Dr. Haris Hasan, SpPD-SpJP(K).,

Dr. Nur Aisyah, SpPD-KEMD., Dr. A Adin St Bagindo, SpPD-KKV., Dr. Lutfi

Latief, SpPD-KKV., Dr. Syafii Piliang, SpPD-KEMD (Alm)., Dr. OK. Alfien

Sjukran,SpPD-KEMD (alm), Dr. T. Bachtiar Panjaitan, SpPD., Dr. Rustam Effendi

YS, SpPD-KGEH., Dr. Abiran Nababan, SpPD-KGEH., Dr. Betthin Marpaung,

KGEH., Dr. Sri M Sutadi, KGEH., Dr. Mabel Sihombing,

KGEH., Dr. Salli R. Nasution, KGH., DR. Dr. Juwita Sembiring,

KGEH., Dr. Alwinsyah Abidin, KP., Dr. Abdurrahim Rasyid Lubis,

SpPD-KGH., Dr. Dharma Lindarto, SpPD-KEMD., DR. Dr Umar Zein,

SpPD-KPTI-DTM&H-MHA., Dr. Yosia Ginting, SpPD-KPTI., Dr. Refli Hasan, SpPD-SpJP., Dr.

EN. Keliat, SpPD-KP., DR. Dr. Blondina Marpaung, SpPD-KR., Dr. Leonardo Dairy,

SpPD-KGEH., Dr. Pirma Siburian, SpPD-KGer., Dr. Mardianto, SpPD-KEMD., Dr.

Santi Safril, SpPD-KEMD., Dr Zuhrial, SpPD-KAI., yang merupakan guru-guru saya

yang telah banyak memberikan arahan dan petunjuk kepada saya selama mengikuti

pendidikan.

6. Dr. Armon Rahimi, SpPD-KPTI., Dr. R Tunggul Ch Sukendar, SpPD-KGH (Alm).,

Dr. Daud Ginting, SpPD., Dr. Tambar Kembaren, SpPD., Dr. Saut Marpaung, SpPD.,

Dr. Dasril Effendi, SpPD-KGEH., Dr. Ilhamd, SpPD., Dr. Calvin Damanik, SpPD.,

Dr. Rahmat Isnanta, SpPD., Dr. Jerahim Tarigan, SpPD., Dr. Endang, SpPD., Dr. T.

Abraham, SpPD., Dr. Soegiarto Gani, SpPD., Dr. Savita Handayani, SpPD., Dr.

Fransiskus Ginting, SpPD., Dr. Deske Muhadi, SpPD., Dr. Syafrizal Nst, SpPD., Dr.

Ida Nensi Gultom, SpPD., Dr. Imelda Rey, SpPD., Dr. Anita Rosari, SpPD., Dr. Wika

Hanida, SpPD., Dr. Radar R Ginting, SpPD., Dr. Ameliana Purba, SpPD., Dr. Taufik

Sungkar, SpPD., Dr.Henny Syahrini Lubis, SpPD., dan Dr. Riri Andri Muzasti, SpPD

sebagai dokter kepala ruangan / senior yang telah amat banyak membimbing saya

selama mengikuti pendidikan ini.

(10)

sarana Rumah Sakit untuk menunjang pendidikan keahlian ini..

8. Kepada teman-teman seangkatan yang memberikan dorongan semangat: Dr. Aron

Pase, Dr. Ira Ramadhani, Dr. Donald Purba, Dr. Abida, Dr. Rini Miharty, Dr.

Immanuel Tarigan, Dr.M.Gusti Shahfredi. Juga para sejawat dan PPDS interna

lainnya yang tidak dapat saya sebut satu persatu, terima kasih atas persahabatan dan

kerjasamanya dalam menjalani kehidupan sebagai residen.

9. Bapak Syarifuddin Abdullah, Kak Leli, Erjan, Deni, Fitri, Wanti, Yanti, Tika (lab

HOM) dan seluruh pegawai administrasi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU,

terima kasih atas bantuan dan kerjasama yang baik selama ini.

10. Para co-asisten dan petugas kesehatan di SMF / Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUP

H. Adam Malik Medan / RSUD Dr. Pirngadi Medan / RS Haji Medan / RS Tembakau

Deli, karena tanpa adanya mereka tidak mungkin penulis dapat menyelesaikan

pendidikan ini.

11. Kepada Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes yang telah memberikan bantuan dan

(11)

Rasa hormat dan terima kasih saya yang setinggi-tingginya dan setulusnya penulis

haturkan kepada ayahanda Ir.Eddy Ferdinand dan ibunda Hj.Tri Prajanji yang sangat

ananda sayangi dan kasihi, tiada kata-kata yang tepat untuk mengucapkan perasaan hati, rasa

terima kasih atas segala jasa-jasanya ayahanda dan ibunda yang tiada mungkin terucapkan

dan terbalaskan. Semoga Allah SWT memberikan kesehatan dan kebahagiaan, rahmat dan

karunia-Nya kepada orang tua yang sangat saya cintai dan sayangi.

Kepada abangku dan adikku Eko Darmo Prasetyo, S.T., Adithya Darma, M.T.

dan Dimas Yudha Pamungkas, S.Si., M.T.yang telah banyak membantu memberi semangat, doa dan dorongan selama pendidikan, yang telah diberikan kepada penulis

sehingga dapat menyelesaikan pendidikan ini.terima kasihku yang tak terhingga untuk

segalanya.

Akhirnya izinkanlah penulis memohonmaafyang sebesar-besarnya atas kesalahan

dan kekurangan selama penulis mengikuti pendidikan ini, semoga segala bantuan, dorongan

dan petunjuk yang diberikan kepada penulis selama mengikuti pendidikan kiranya mendapat

balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT yang Maha Pengasih, Maha Pemurah dan Maha

Penyayang.

Medan, April 2013

Penulis

vi

(12)

DAFTAR ISI

2.6. Sepsis Akibat Pneumonia Komunitas. ... ………… 10

2.7. Antithrombin III pada Sepsis……….. … 11

2.8. Kultur Sputum……… 12

2.9. Kultur Darah………... 13

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... ………… 14

3.1. Kerangka Konsep ... ………… 14

3.2. DefinisiOperasional ... ………… 14

(13)

5.3 Keterbatasan Penelitiian……… 27

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... ... 28

6.1Kesimpulan... .. 28

6.2Saran... ... 28

DAFTAR PUSTAKA………. 29

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel . 2.5. CURB– 65 Skor ………..………. 10

Tabel 5.1.1 Data karakteristik dasar subjek dengan pneumonia komunitas………. 23

Tabel 5.1.2 Hubungan Antithrombin III terhadap skor CURB-65……….. 24

Tabel 5.1.3 Rerata nilai Antithrombin III terhadap skor CURB-65…………..………… 25

Tabel 5.14. Rerata nilai Antithrombin III pada penderita PK yang sepsis

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.2.1 Fisiologi dan Jalur (Pathway) Koagulasi ... ………….. 7

Gambar 5.1.1 Korelasi antara Antithrombin III dengan skor CURB-65……….……….24

(16)

DAFTAR SINGKATAN

ATS : American Thoracic Society

AT-III : Antithrombin III

AUC : Area Under Curve

BACTEC : Best Patient Care Drug Neutralization Capabilities

BM : Berat Molekul

BTS : British Thoracic Society

CDC : Centers for Disease Control

CURB-65 :Confusion, Ureum, Respiratory rate, Blood pressure

Age≥65.

Dkk : Dan kawan-kawan

H-CAP : Health-Care Associated Pneumonia

IDSA : Infectious Disease Society of America

Mg : Miligram

mmHg : Millimeter air raksa

n : Jumlah subjek penelitian

p : Tingkat kemaknaan

PF 3 : Platelet Factor 3

PF1.2 : Prothrombin Fragment 1.2

PK : Pneumonia Komunitas

PORT : Patients Outcomes Research Team Score

PSI : Pneumonia Severity Index

ROC :Receiving Operating Curve

RSCM : Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo

SD :Standar Deviasi

(17)

SIRS : Systemic Inflamatory Response Syndrome

SKRT : Survei Kesehatan Rumah Tangga

TDD : Tekanan Darah diastolik

TDS : Tekanan Darah sistolik

TREM-1 : Triggering receptor expressed on myeloid cell-1

Zα : Deviat baku normal untuk α

Zβ : Deviat baku normal untuk β

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

LAMPIRAN 1. Lembar Penjelasan Kepada Subjek……… 34

LAMPIRAN 2. Lembar Persetujuan Subjek Penelitian………. 35

LAMPIRAN 3. Lembar Kerja Profil Peserta Penelitian………. 36

LAMPIRAN 4. Lembar Persetujuan Komite Etik Penelitian………. 37

LAMPIRAN 5. Uji Statistik ... ……... 38

LAMPIRAN 6. Daftar Riwayat Hidup ... ……… 42

(19)

Abstrak

Hubungan Derajat Skor CURB-65 Saat Awal Masuk Pada Pasien Pneumonia Komunitas Terhadap Nilai Antithrombin III (AT-III)

Sari Andriyani, E.N. Keliat, Alwinsyah Abidin, Divisi Pulmonologi dan Alergi Immunologi

Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara RSUP.H.Adam Malik Medan

Latar Belakang

Pada penderita pneumonia komunitas, melakukan penilaian derajat keparahan pada awal pasien masuk sangat penting sebab akan menentukan beratnya penyakit dan rencana tatalaksana selanjutnya. Antithrombin III sebagai biomarker koagulasi yang berguna untuk menilai tingkat keparahan PK pada saat awal masuk Antithrombin III dapat berperan dalam diagnosis, memutuskan pemberian antibiotik dan prognosis penderita PK.

Tujuan :

Untuk mengetahui hubungan skor CURB-65 terhadap nilai Antithrombin III (AT-III) pada saat awal pasien pneumonia komunitas datang ke rumah sakit.

Bahan dan Cara :

Penelitian observasional analitik dengan metode pengukuran cross sectional. Subjek dengan pneumonia komunitas yang masuk dari instalasi gawat darurat,maupun pasien rawat jalan setelah memenuhi kriteria dilakukan penilaian skor CURB-65 (Confusion, Urea, Respiratory rate, Blood pressure, Age>65 years), laboratorium darah, kultur sputum dan darah. Selanjutnya skor CURB-65 dihubungkan dengan AT-III dan parameter lainnya.

Hasil :

Sebanyak 55 subjek penelitian dimana subjek yang tergolong dalam skor CURB-65 berat (3-5) sebanyak 23 orang (41,8%), skor sedang ( 2 ) sebanyak 17 orang (30,9% ) dan skor ringan (0-1) sebanyak 15orang (27,3%). Setelah dilakukan uji korelasiSpearman diperoleh hubungan signifikan antara derajat skor CURB-65 dengan nilai Antithrombin III (p= 0,0001).

Kesimpulan :

Antithrombin IIImerupakan biomarker koagulasi yang memiliki hubungan dengan derajat keparahan PK yang dinilai dengan skor CURB-65 sehingga Anti thrombin III dapat digunakan untuk menentukan prognosis pasien PK sejak awal masuk rumah sakit.

Kata Kunci :Pneumonia Komunitas, Skor CURB-65, Antithrombin III, Prognosis.

(20)

Abstract

The Correlation Between Prognosis Scoring CURB-65 and Antithrombin III

in Community Acquired Pneumonia at Early Admission in Hospital

Sari Andriyani, E.N. Keliat, Alwinsyah Abidin, Division of Pulmonology and Allergy-Immunology

Department of Internal Medicine Medical Faculty of UniversitySumatera Utara

H. Adam Malik General Hospital Medan

Background

The assessment of level severity in patient with community acquired pneumonia (CAP) is very important to determine the next management of disease. Antithrombin III is known as one of biomarker coagulation may be helpful in predicting the severity of CAP at the early admission in hospital.The application of Antithrombin III is known to be used in diagnosis, to help clinician to decide antibiotic treatment and to make prognosis.

Objective :

To determine the correlation between CURB-65 score and Antithrombin III in CAP patients at the early admission in hospital.

Materials and Methods :

An analytical observational study was conducted using the cross-sectional measurement method. We had examined CAP subject with CURB-65 (Confusion, Urea, Respiratory rate, Blood pressure, Age >65 years), Antithrombin III, other laboratory assessment and sputum and blood culture at the early admission at emergency room (ER) and outpatient. We had correlate the CURB-65 score with Antithrombin III to determined prognostic utility of Antithrombin III.

Result:

Total of CAP subject was 55, consist of 23 subjects (41.8%), with severe CURB-65 scores (3-5), moderate scores (2) as many as 17 subjects (30.9%) and mild scores (0-1) as many as 15 subjects (27.3%). We had found a significant correlation between CURB-65 with Antithrombin III using Spearman correlation test (p= 0,0001) .

Conclusion :

Antithrombin III is a biomarker of coagulation that has correlation with clinical scoring system CURB-65. Antithrombin III can be use to determine the prognosis in CAP at early admission in hospital.

Key Word : Community Acquired Pneumonia, CURB-65 score, Antithrombin III,

Prognosis.

iiii

(21)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pneumonia memiliki angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi di seluruh dunia. Di

Indonesia, berdasarkan data studi mortalitas dari Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)

tahun 2001 mencatat kematian akibat pneumonia dan infeksi saluran nafas sebanyak

34/100.000 penduduk pada pria dan 28/100.000 penduduk pada wanita (SKRT, 2001).

Hardiyanto dkk (1998) melaporkan dari 235 pasien pneumonia yang dirawat di R.S.

Hasan Sadikin Bandung, sebanyak 75,3% menderita pneumonia komunitas (PK) dan 24,7%

pneumonia nasokomial (PN). Dari seluruh pasien 81,28% disertai penyakit dasar paru

sedangkan sisanya disertai penyakit lainnya.

Pneumonia komunitas (PK) merupakan masalah utama morbiditas dan mortalitas di

Amerika Serikat dan didunia.Influenza dan pneumonia adalah penyebab utama kematian ke

delapan di Amerika Serikat. Pada tahun 2011, dari data CDC (Centers for Disease Control)

di Amerika Serikat terdapat sekitar 52,136 kematian disebabkan pneumonia, dengan angka

rata-rata kematian sekitar 16,7 per 100.000 orang (Donna dkk, 2011).

Di negara maju seperti Amerika Serikat, PK menyebabkan angka rawatan 1,3 juta

orang per tahun dan tercatat sebagai penyebab terbesar sepsis berat dan kematian terbanyak

akibat infeksi (De Frances dkk, 2008). Tingginya angka kejadian dan dampak mortalitas

diikuti oleh tingginya biaya kesehatan terutama pada penderita PK berat (Dahlan Z dkk,

2009).

Pneumonia secara umum adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal

bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli serta menimbulkan

konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat (Abidin A, 2010).

(22)

diluar rumah sakit atau dalam 48 jam sejak masuk rumah sakit disebut dengan pneumonia

komunitas (PK) dan tidak memenuhi kriteria Health-Care Associated Pneumonia (H-CAP)

(Dahlan Z, 2009).

Berbagai sistem untuk memeriksa keparahan penyakit dan resiko kematian pada PK

telah ada dan dipakai secara luas, antara lain PSI (Pneumonia Severity Index), PORT

(Patients Outcomes Research Team Score), sistem CURB-65 (Confusion, Urea, Respiratory

rate, Blood pressure, Age >65 years) serta pentingnya peran biomarker dalam diagnosis,

penatalaksanaan, maupun sebagai faktor prediktor untuk menilai prognosis pada PK. Ada

beberapa biomarker koagulasi yang potensial yang dapat digunakan yaitu Protein C, D-Dimer

(DD), thrombin-antithrombin complex, prothrombin fragment 1,2, activated partial

thromboplastin time (Mira JP dkk,2008), (Christ Crain dkk, 2010).

Agapakis dkk (2010), melaporkan bahwa antithrombin III (AT-III) sebagai biomarker

koagulasi pada PK memiliki sensitivitas 80% dan spesifisitas 75%.dengan nilai cut-off point

85% untuk menentukan perlunya perawatan di rumah sakit, sedangkan DD memiliki

sensitivitas 90% dan spesifisitas 78%.

Beberapa penelitian sebelumnya telah membuktikan hubungan antara biomarker

koagulasi antithrombin III (AT-III) saat masuk rumah sakit dengan keparahan PK. Pada

penelitian Agapakis dkk melaporkan hubungan nilai serum antithrombin III (AT-III) saat

masuk tampaknya berguna untuk menilai tingkat keparahan PK. Pada studi ini didapatkan

bahwa tiga puluh tujuh pasien (48%) digolongkan sebagai kelompok I (PK ringan, Curb- 65

score 0-2) dan 40 pasien (52%) tergolong kelompok II (PK berat, Curb-65 score 3-5). Pasien

dan kontrol tidak berbeda dalam usia, jenis kelamin, merokok,AT-III. Nilai serum AT-III

lebih rendah pada kelompok-II (p <0,001). Pada cut-off point 85% AT-III akan membedakan

derajat keparahan antara PK ringan dan berat dengan sensitivitas dan spesifisitas 80% dan

75%, masing-masing (95% CI:0,11-0,34 area di bawah kurva ROC, 0,22) (Agapakis dkk,

2010).

Pada studi yang dilakukan Agapakis dkk (2010) dengan mengukur nilai serum AT-III

saat masuk tampaknya berguna untuk menilai tingkat keparahan PK dan bisa menjadi

(23)

Meskipun sistem untuk memeriksa keparahan penyakit dan resiko kematian pada PK

telah ada dan dipakai secara luas seperti PSI, PORT sistem CURB-65, namun sistem tersebut

terlalu rumit untuk digunakan dalam praktek sehari-hari sehingga diperlukan biomarker yang

potensial dapat memberikan informasi mengenai prognosis yang setara dengan sistem skoring

yang telah ada (De Frances dkk, 2008), (Mira JP dkk, 2008).

Berdasarkan uraian di atas, peneliti berminat melakukan suatu penelitian yang mencari

hubungan antara skor CURB-65 terhadap nilai antithrombin III (AT-III) pada saat awal pasien

datang ke rumah sakit.

1.2 Perumusan Masalah

Apakah terdapat hubungan skor CURB-65 terhadap nilai Antithrombin III (AT-III ) pada

saat awal pasien pneumonia komunitas datang ke rumah sakit.

1.3 Hipotesis

Semakin berat derajat skor CURB-65 pada saat awal penderita pneumonia komunitas

datang ke rumah sakit semakin rendah nilai Antithrombin III (AT- III).

1.4 Tujuan Penelitian

Diketahuinya hubungan skor CURB-65 terhadap nilai Antithrombin III (AT- III) pada saat

awal pasien pneumonia komunitas datang ke rumah sakit

1.5 Manfaat Penelitian

a. Dapat membantu klinisi dalam mengidentifikasi derajat keparahan pneumonia

sehingga dapat menentukan arah tatalaksana pasien pneumonia komunitas secara

dini.

b. Membantu meyakinkan klinisi dalam mengambil keputusan untuk pemberian

antibiotika sejak awal.

c. Sebagai data dasar untuk penelitian selanjutnya, memberi pemahaman akan

penggunaan petanda koagulasi serta menambah pengetahuan mengenai karakteristik

PK di Medan sehingga bermanfaat dalam menurunkan angka mortalitas.

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biomarker pada Pneumonia

Pneumonia merupakan kumpulan gejala (demam, nyeri pleuritik, sesak nafas) dan

tanda (infiltrat paru) yang berasal dari sistem pernapasan namun dapat mempengaruhi

penderitanya secara sistemik (Lim dkk, 2009). Sebagai penyakit infeksi yang terjadi di

parenkim paru, PK dapat menstimulasi proses inflamasi dimana terjadi pelepasan sitokin pro

inflamasi dan mediator lipid ke sistemik serta menyebabkan gangguan sistem hemostasis

yang ditandai dengan keadaan hiperkoagulasi (Kaplan dkk, 2003).

Selain masalah morbiditas dan mortalitas yang tinggi, seringkali pneumonia tidak

memberi tanda klinik yang jelas.Hal ini menimbulkan hambatan diagnosis yang akhirnya

menyebabkan keterlambatan terapi (Capelastegui A dkk, 2006).Dalam suatu analisis

receiving operating characteristic (ROC) yang bertujuan untuk menilai akurasi diagnostik

dalam membedakan PK yang dikonfirmasi melalui radiologik dengan kondisi medik lainnya.

Didapatkan kelemahan gambaran klinik (seperti: demam, batuk, produksi sputum, temuan

auskultasi yang abnormal) dalam mendiagnosis PK dengan area under curve (AUC) sebesar

0,79 (Christ-Crain M dkk, 2010), (Muller B dkk, 2007).

Hingga saat ini, biomarker belum memiliki definisi yang universal. Akan tetapi,

biomarker dipahami sebagai suatu biomolekul yang timbul akibat suatu proses fisiologik

maupun patologik. Biomarker yang ideal adalah suatu biomarker yang tidak dapat dideteksi

atau yang nilainya sangat rendah dalam keadaan non inflamasi dan akan meningkat dalam

keadaan inflamasi yang selanjutnya akan mengalami penurunan saat proses inflamasi mereda

(Capelastegui A dkk, 2006).

Dalam hal membantu tegaknya diagnosis pneumonia, beberapa biomarker telah

dikenal, seperti: CRP, leukosit total, immunoglobulin, PCT dan Triggering receptor

expressed on myeloid cell-1 (TREM-1). Beberapa biomarker lain yang masih dalam tahap

studi untuk penggunaannya pada pneumonia antara lain: copeptin, kortisol, endotoksin

dan proadrenomedullin (Capelastegui A dkk, 2006). Selain petanda inflamasi, sistem

koagulasi juga dikatakan memiliki potensi dalam menilai risiko kematian penderita PK.

Aktifasi sistem koagulasi dan aktifitas fibrinolisis merupakan gambaran yang dijumpai pada

(25)

Dalam beberapa tahun terakhir, berbagai studi telah mencoba meneliti dalam respon

host terhadap bakteri terutama terhadap aktivasi koagulasi. Respon terhadap infeksi yang

memberikan dampak terhadap sistem koagulasi yang mungkin berperan adalah patogenesis

disfungsi organ. Beberapa studi epidemiologi memperlihatkan bahwa gangguan yang umum

pada sepsis berat akan mengaktivasikan atau menyebabkan gangguan pada sistem koagulasi

(Kaplan dkk, 2003).

Pneumonia yang awalnya infeksi lokal, mengakibatkan aktivasi koagulasi sistemik,

ini disebabkan aktivasi lokal dari sistem koagulasi yang terjadi pada pneumonia dengan

deposisi fibrin dalam kompartemen alveolar yang terinfeksi, meningkatkan permeabilitas

pembuluh darah, merangsang proinflamasi sitokin dan meningkatkan akumulasi neutrophil

(Milbrandt dkk,2009). Aktivasi koagulasi lokal yang muncul akan didorong terutama oleh

tissue factor (Rijneveld dkk, 2006). Biasanya, sangat sedikit tissue factor yang keluar dari

sirkulasi darah namun alveolar makrofag, neutrofil, dan sel endotel dapat mengeluarkan

tissue factor pada permukaan dimana dapat membentuk thrombogenic tissue factor yang

selanjutnya berkembang menjadi gangguan koagulasi sistemik selama infeksi paru (Abraham

E dkk, 2000).

Ribelles dkk (2004) mencoba menghubungkan nilai plasma D-dimer terhadap

mortalitas pada 302 pasien PK. Hasilnya adalah kematian lebih banyak terjadi pada pasien

dengan D-dimer yang tinggi ( 3.786 vs 1.609 ng/ml dengan p< 0,00001). Hasil ini membuka

peluang untuk penelitian terhadap petanda koagulasi lainnya seperti prothrombin fragment

1.2 (PF1.2), thrombin-antithrombin complex dan fibrinogen dalam hubungannya terhadap

PK.

Agapakis dkk(2010) melaporkan bahwa AT-III memiliki sensitivitas 80% dan

spesifisitas 75% dengan nilai cut-off 85% sedangkan DD sebagai biomarker koagulasi pada

PK memiliki sensitivitas 90% dan spesifitas 78% untuk menentukan perlunya perawatan di

rumah sakit.

(26)

Pada Gambar 1 menunjukan jalur (pathway) koagulasi, yang terdiri dari dua jalur

yakni jalur instinsik, dan jalur ekstrinsik.Dimana pada jalur insrinsik yang ditimbulkan oleh

adanya fase kontak dan pembentukan kompleks activator FX. Kemudian jalur ini akan

meliputi diaktifkannya F XII, F XI, F IX, F VIII, High Molecular Weight Kiminogen

(HMWK), Pre Kalikrein, PF 3 (platelet factor 3) dan ion kalsium. Sedangkan pada jalur

ekstrinsik terdiri dari reaksi tunggal yaitu dengan adanya ion kalsium ,faktor kalikrein dan

faktor tromboplastin jaringan oleh karena adanya pembuluh darah yang luka, maka faktor VII

akan teraktifasi menjadi faktor VIIa. Kemudian kedua jalur ini akan bergabung menjadi jalur

bersama, yaitu faktor VIIa (jalur ekstrinsik), faktor IXa, PF3, ion Ca (jalur instrinsik) akan

mengaktifkan faktor X menjadi faktor Xa serta melibatkan Faktor V, PF3, protrombin dan

fibrinogen. Rangkaian reaksi koagulasi ini akan membentuk thrombin dan mengubah

fibrinogen menjadi benang-benang fibrin yang tidak larut. Fibrin sebagai hasil akhir dari

proses pembekuan darah akan menstabilkan sumbatan trombosit (Jerry B L dkk, 2008),

(Suharti, 2009).

(27)

Gambar2.2.1 Escobar CE, et al., Introduction to hemostasis. In: Harmening DM, ed. Clinical Hematology and Fundamentals of Hemostasis. 4th ed. Philadelphia, PA: FA Davis Company;

2002:441-470.

AT-III

(28)

Sistem koagulasi diatur oleh sejumlah inhibitor.Inhibitor ini berfungsi membatasi

reaksi koagulasi yang berlebihan, agar pembentukan fibrin terbatas disekitar daerah yang

mengalami injuri saja, untuk mencegah terjadinya kondisi patologi.Beberapa inhibitor

penting dalam sistem koagulasi yaitu antithrombin III (AT-III), Protein C, ProteinS

(Singanayagam, 2009).

Antithrombin III (AT-III) merupakan inhibitor koagulasi fisiologik yang kuat , terdiri

atas glikoprotein yang disintesa oleh hepar. Antithrombin III (AT-III) menghambat aktivitas

FXa, FIIa (thrombin) dan dalam tingkatan yang lebih rendah juga menghambat faktor IXa,

XIa,XIIa dan kalikrein. Fungsi inhibitor ini menjadi semakin kuat dengan adanya

heparin.Antithrombin memiliki waktu paruh dalam plasma darah dari sekitar 3

hari.Konsentrasi nilai antithrombin III normal pada plasma darah manusia sekitar 75–125

U/dl atau 75–125% (Suharti, 2009).

Temuan pertama yang penting dari penelitian Agapakis adalah bahwa nilai AT-III

menurun secara bermakna pada pasien dengan PK berat, meskipun nilai AT-III tidak berbeda

antara semua pasien PK dengan subjek kontrol sehat. AT-III mengikat dan menghambat

aktivasi protein koagulasi dan menurunnya nilai AT-III dihubungkan dengan peningkatan

risiko thrombosis (Agapakis dkk, 2010).

Hal ini diketahui bahwa endotelium pembuluh darah paru memainkan peranan

penting dalam katabolisme AT-III (Proletta M dkk, 2007). Di sisi lain, gangguan proses di

alveolar yang disebabkan gangguan pembentukan fibrin telah dilaporkan pada pasien dengan

pneumonia (Idell S dkk, 2003). Pembentukan fibrin yang berisi agen infeksi saat terjadi

infeksi paru dapat mempengaruhi kekebalan pejamu dan juga mempengaruhi pemeliharaan

dan perbaikan endotel-epitel barrier.Namun, hasil akhir koagulasi seperti trombin dan fibrin

merupakan proinflamator signifikan yang dapat mengganggu fungsi paru, seperti yang

mungkin terjadi pada ARDS berat (Levi M, 2003). Choi dkk (2004) melaporkan bahwa

ventilator-terkait pneumonia (VAP) ditandai dengan keadaan protrombotik di lokasi infeksi.

Namun hubungan antara AT-III dengan PK berat tidak ada yang spesifik telah

dilaporkan pada studi sebelumnya. Penelitian ini menunjukkan bahwa rendahnya nilai AT-III

saat masuk dapat mengidentifikasi pasien beresiko PK berat.Oleh karena itu, AT-III mungkin

merupakan biomarker baru untuk memprediksi tingkat keparahan PK. Penurunan

antikoagulan alami ini dapat memfasilitasi terjadinya thrombosis (Agapakis dkk, 2010).

(29)

2.4 Skor Klinis Pneumonia

Meskipun sistem untuk memeriksa keparahan penyakit dan resiko kematian pada PK

telah ada dan dipakai secara luas seperti PSI, PORT sistem ,CURB 65, namun sistem tersebut

terlalu rumit untuk digunakan dalam praktek sehari-hari sehingga diperlukan biomarker yang

potensial dapat memberikan informasi mengenai prognosis yang setara dengan sistem skoring

yang telah ada (Mandell LA dkk, 2007), (Muller, 2007)

Penilaian derajat keparahan pneumonia merupakan komponen penting dalam

tatalaksana PK. Hal ini membuat munculnya berbagai sistem skoring PSI, CURB-65,

modified ATS (m-ATS) dsb. Beberapa studi di Amerika Serikat dan Inggris telah

mengeksplorasi sebagai faktor-faktor yang memprediksi kematian pada pasien rawat inap

dengan PK, Skor Curb-65 dan PSI adalah sistem penilaian yang paling umum digunakan

untuk memprediksi mortalitas (Mandell LA dkk, 2007).

2.5 CURB-65 SCORE

Curb-65, juga dikenal sebagai Curb kriteria, merupakan aturan prediksi klinis yang

telah divalidasi untuk memprediksi kematian pada pneumonia komunitas dan infeksi

lainnya.CURB-65 didasarkan pada Curb skor sebelumnya dan direkomendasikan oleh British

Thoracic Society (BTS) untuk penilaian keparahan pneumonia (Lim WS dkk, 2009).

Skor CURB-65 (Tabel 2.5.1) diperkenal oleh British Thoracic Society (BTS) pada

tahun 2003 yang melibatkan 12.000 penderita pneumonia, terdiri atas 5 kategori yang

dihubungkan dengan risiko kematian dalam 30 hari. Skor 0-1 masuk dalam kategori skor

kematian rendah dimana skor 0= 0,7% dan skor 1= 3,2%. Skor 2= 13% masuk kategori risiko

kematian sedang dan skor >3 masuk dalam skor kematian tinggi ( 3= 17%, 4= 41,5% dan 5=

57%). Kemampuan prediksi dari skor ini hampir sama dengan PSI yaitu dengan AUC: 0,73

-0,83. Keunggulan CURB-65 terletak pada variabel yang digunakan lebih praktis dan mudah

diingat. ATS dalam guideline PK yang terbaru menyadari kompleksitas dari skor PSI dan

akhirnya merekomendasikan penggunaan CURB-65, (S. Ewig dkk, 2000), (Capelastegui dkk,

2006).

(30)

Tot a l

Dikutip dari Q J Med 2009; 102:379–388

Baik skor PSI maupun CURB-65 sama-sama memiliki kelemahan yang sama, yaitu

masih bergantung pada hasil pemeriksaan laboratorium. Keadaan ini melahirkan skor CRB

65 yang menghilangkan unsur ureum.Manfaat dari skor CRB-65 ini adalah dapat digunakan

oleh dokter umum di tingkat layanan primer. Skor ini dikatakan memiliki peforma yang sama

dengan PSI dan CURB-65 dengan AUC: 0,69 – 0,78. Sayangnya, penggunaan skor ini belum

teruji dengan jumlah sampel yang besar seperti pendahulunya sehingga validasinya masih

perlu diuji (Capelastegui dkk, 2006), (S. Ewig dkk, 2000), (Thomas M dkk, 2011).

2.6 Sepsis Akibat Pneumonia Komunitas

Di Amerika Serikat, lebih dari 1 juta penderita PK setiap tahunnya dan 10% dari

penderita harus dirawat di ICU (intensive care unit). Pada PK yang dirawat jalan mortalitas

sebesar diperkirakan < 5%, jika penderita PK dirawat inap maka mortalitas meningkat hingga

12% dan akan semakin meningkat menjadi 22% jika pasien dipindahkan ke ICU. Keadaan ini

disebabkan perjalanan PK menjadi sepsis berat (PK berat) yang ditandai dengan adanya

disfungsi organ (Laterre PF dkk, 2005).

Sepsis merupakan suatu respon inflamasi sistemik terhadap infeksi, dimana

lipolisakarida atau toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi aktivasi proses

inflamasi. Sepsis ditandai dengan perubahan suhu tubuh, perubahan jumlah lekosit,

(31)

tachycardiadantachypnea. Sedangkan sepsis berat adalah sepsis yang ditandai dengan

hipotensi atau disfungsi organ atau hipoperfusi organ (ACCP, 1992).

Pada tahun 1992, menurut The American College of Chest Physician (ACCP) and The

Society for Critical Care Medicine (SCCM) Consensus Conference on Standardized

Definitions of Sepsis, telah mempublikasikan suatu konsensus dengan definisi baru dan kriteria

diagnosis untuk sepsis dan keadaan-keadaan yang berkaitan dan menetapkan kriteria Systemic

Inflammatory Response Syndrome (SIRS), sepsis berat dan syok sepsisdibawah ini:

- Bakteremia : adanya bakteri dalam darah, yang dibuktikan dengan kultur darah positif.

- SIRS : respon tubuh terhadap inflamasi sistemik, ditandai dua atau lebih keadaan

- Sepsis berat : sepsis yang disertai dengan disfungsi organ, hipoperfusi atau hipotensi

termasuk asidosis laktat, oliguria dan penurunan kesadaran.

- Syok sepsis : sepsis dengan hipotensi meskipun telah diberikan resusitasi cairan secara

adekuat, bersama dengan disfungsi organ.

- Hipotensi : tekanan darah sistolik < 90 mmHg atau berkurang 40 mmHg dari tekanan

darah normal pasien.

- Multiple Organ Dysfunction Syndrome : disfungsi dari satu organ atau lebih, memerlukan

intervensi untuk mempertahankan homeostasis (Kasper dkk, 2005).

2.7 Antithrombin III pada Sepsis

Pada keadaan sepsis, endotoksin yang dihasilkan oleh bakteri menstimulasi sitokin

proinflamasi. Endotoksin yang menstimulasi sitokin proinflamasi menyebabkan kerusakan

langsung pada endotel, menginduksi adhesi leukosit ke sel endotel dan produksinitric oxide,

dan mengaktifkan komplemen dan jalur koagulasi. Aktivasi jalur koagulasi ini berkaitan

dengan terjadinya kerusakan endotel, bekuan intravaskular dan trombosis mikrovaskuler,

serta terjadi konsumsi faktor antikoagulan alami seperti Antithrombin III (AT-III), protein C,

dan protein S (Marianne N dkk, 2003).

(32)

(61±3) maupun yang tidak hidup (35 ±2) dengan p<0.000l.

Penelitian Pettila V dkk (2002) juga menunjukkan bahwa nilai Antithrombin III

yang rendah pada pasien sepsis antara pasien yang hidup ( 66%) maupun yang tidak hidup

(46%) secara signifikan dengan p<0.001.

Pada penelitian yang dilakukan Arash dkk (2007) menyimpulkan bahwa menurunnya

konsentrasi nilai Antithrombin III sekitar 20-40% pada keadaaan sepsis dan ini sejalan

dengan berat keparahan penyakit.

2.8 Kultur Sputum

Dalam Infectious Disease Society of American (IDSA) dan American Thoracic

Society Guidelines (ATS, 2007) menunjukkan bahwa penyebab PK terbanyak disebabkan

bakteri Gram positif oleh kuman Streptococcus Pneumoniae. Sedangkan kuman patogen

penyebab PK lainnya mencakup Hemophilus Influenza, Mycoplasma Pneumoniae,

Chlamydia Pneumoniae, Staphylococcus Aureus, Streptococcus Pyogenes, Neisseria

Meningitides, Moraxella Catarrhalis, Klebsiella Pneumoniae, Legionella sp dan batang gram

negatif lainnya.

Menurut British Thoracic Society Guidelines (BTS, 2009) menyatakan bahwa kuman

patogen penyebab PK yang banyak ditemukan , yaitu Streptococcus Pneumoniae dan

diikuti kuman patogen lainnya Mycoplasma Pneumoniae, Chlamydia Pneumoniae dan

kuman gram negatif lainnya. Di Asia Tenggara, Streptococcus Pneumoniae juga paling

sering ditemukan kemudian diikuti Chlamydia Pneumonia dan bakteri gram negatif

(Wattanathum dkk, 2003).

Di Cina kuman patogen Streptococcus Pneumoniae paling banyak ditemukan lalu

kuman- kuman lainnya seperti Mycoplasma Pneumoniae dan H Influenza (Huang HH dkk,

2006). Begitu juga di Jepang, Streptococcus Pneumoniae paling umum ditemukan dan diikuti

oleh H Influenza (Saito A dkk, 2006).

Berdasarkan dari pedoman diagnostik dan penatalaksanaan pneumonia komunitas di

Indonesia (PDPI, 2003) dilaporkan bahwa kuman patogen penyebab PK yang paling umum

diidentifikasi , yakni Streptococcus Pneumoniae dan diikuti kuman patogen gram postif

lainnya, seperti Klebsiella Pneumoniae, Staphylococcus Aureus, Streptococcus

(33)

2.9 Kultur Darah

Kultur darah dianjurkan untuk semua pasien pada PK sedang dan berat, sebaiknya

dilakukan pemeriksaan sebelum pemberian terapi antibiotik dimulai. Jika diagnosis PK

telah pasti dikonfirmasi dan pasien dengan keparahan PK ringan tanpa komorbiditas

penyakit, kultur darah boleh tidak dianjurkan. Kultur darah dapat membantu untuk

mengidentifikasi bakteremia dan patogen resisten, dimana kuman Streptococcus Pneumoniae

menjadi patogen yang paling umum yang diidentifikasi (BTS, 2009).

ATS dan IDSA merekomendasikan indikasi kuat untuk kultur darah pada PK berat.

Pasien dengan PK berat lebih mungkin terinfeksi dengan kuman patogen selain Streptococcus

Pneumoniaee,termasuk Staphylococcus Aureus, PseudomonasAeruginosa, dan gram-negatif

lainnya. Kultur darah yang positif pada Pneumonia hanya pada 5-16% kasus.Dimana kuman

patogen yang paling umum ditemukan adalah Streptococcus Pneumoniae (ATS, 2007).

Christ-Crain M dkk (2006) medapatkan bahwa adanya bakteri patogen di dalam darah

(bloodstream infection/ BSI) erat kaitannya terhadap tingginya mortalitas pasien sepsis.

Keadaan ini disebabkan terlambatnya pemberian antibiotik yang seharusnya sudah dapat

dimulai saat awal pasien masuk. Umumnya antibiotik diberikan pada pasien dengan gejala

infeksi yang nyata (demam dan leukositosis), yang sensitifitas dan spesifisitasnya rendah dan

jika harus menunggu hasil kultur akan memperpanjang masa penundaan pemberian

antibiotik.

(34)

3.1Kerangka Konsep

3.2Definisi Operasional

3.2.1. Pneumonia komunitas adalah infeksi akut pada parenkim paru yang berhubungan

dengan setidaknya beberapa gejala infeksi akut, disertai adanya gambaran infiltrat

akut pada radiologi toraks atau temuan auskultasi yang sesuai dengan Pneumonia

(perubahan suara nafas atau ronkhi setempat) pada orang yang tidak dirawat di rumah

sakit atau tidak berada pada fasilitas perawatan jangka panjang selama ≥ 14 hari

sebelum timbulnya gejala ataupun dalam rawatan rumah sakit ≤ 48 jam (Dahlan Z,

2009).

3.2.2. Penilaian derajat keparahan penyakit adalah suatu alat bantu klinisi untuk membuat

keputusan klinik seperti kebutuhan rawat inap, pemberian terapi intravena dan

rencana monitoring lanjutan yang diperlukan oleh klinisi di tingkat primer maupun

sekunder (Singanayagam A dkk, 2009).

14

3.2.3. Antithrombin III (AT-III) adalah Glikoprotein yg disintesa oleh hati yang berperan

sbg antiserine protease inhibitor site koagulasi, tempat berikatan dgn heparin. Fungsi Penderita

Pneumonia Komunitas

Derajat Keparahan Pneumonia Pada Awal Masuk Rumah Sakit

Skor CURB-65

Antithrombin III (AT-III)

(35)

menetralkan atau sebagai inhibitor dari faktor koagulasi aktif (thrombin, Xa, IXa, XIa,

XIIa). Nilai normal Antithrombin III (AT -III) : 75-125 U/dl atau (75-125%) (Suharti,

2009).

3.2.4. Derajat keparahan Pneumonia dinilai berdasarkan skor CURB- 65 menurut acuan

BTS (British Thoracic Society) 2009, seperti yang terlihat pada uraian di bawah

ini(Lim WS, 2009) :

1. Konfusio/Confusion : gangguan kesadaran yang baru terjadi atau

adanya abnormalitas skor mental.

2. Urea :> 7 mmol/l ; > 20 mg/dl.

3. Laju pernapasan/Respiratory rate : ≥ 30x/menit.

4. Tekanan darah/ Blood Pressure: adanya tekanan darah rendah (sistolik ≤ 90 mmHg dan atau diastolik ≤ 60 mmHg)

5. Umur/Age≥ 65 tahun.

Rentang nilai pada skor di atas adalah 0- 5 dimana setiap kriteria bernilai

satu.

Untuk penilaian konfusio dapat dibantu dengan skor mental yang telah

disesuaikan dengan pengetahuan di Indonesia.

Skor Mental (disesuaikan)

1. Berapa usia anda?

2. Kapan tanggal lahir anda?

3. Jam berapa saat ini?( tidak perlu menitnya)

4. Tahun berapa saat ini?

5. Apa nama Rumah Sakit yang anda datangi ini ?

6. Mengenal 2 orang ( contoh: dokter, perawat, anggota keluarga)

7. Alamat rumah saudara?

8. Menghitung mundur angka 20 sampai 1

9. Siapa nama Presiden Indonesia saat ini?

10. Tahun berapa Indonesia merdeka?

Setiap pertanyaan bernilai 1 dan jika nilai yang didapat ≤ 8, maka dapat ditegakkan

adanya konfusio pada penderita PK. 15

(36)

4.1 Desain Penelitian

Penelitian observasional dengan jenis pengukuran secara cross-sectional yang

bersifat analitik.

4.2 Waktu dan tempat penelitian

Penelitian dilakukan mulai bulan Februari s/d Maret 2013 di Instalasi Gawat

Darurat, Ruang Rawat Inap dan Poliklinik Pulmonologi dan Alergi Immunologi

RS H. Adam Malik Medan.

4.3Subjek Penelitian

Penderita Pneumonia Komunitas yang dirawat inap maupun rawat jalan di Rumah

Sakit H. Adam Malik.

4.4Kriteria Inklusi

1. Usia di atas 18 tahun

2. Gambaran klinis dan radiologik sesuai dengan diagnosis Pneumonia.

3. Bersedia mengikuti penelitian.

4.5Kriteria Eksklusi

1. Wanita Hamil.

2. Pada saat 6 bulan post partum.

3. Baru pulang dari rumah sakit 10 hari yang lalu.

4. Penyakit ginjal kronis tahap akhir yang menjalani hemodialisis

5. Mendapat terapi antibiotik selama 48 jam terakhir.

6. Mendapat terapi heparin dan Antithrombin III

7. Pasien dengan gangguan defisiensi Antithrombin III

4.6 Besar Sampel

(37)

Studi ini menggunakan sampel tunggal untuk uji hipotesis proporsi suatu populasi.

Dan perkiraan besar sampel :

n = {Z ( 1-α/2 ) √P0 (1-Po) + Z (1-β ) √Pa(1-Pa) }

( Po – Pa)

2

=

2

( 0,15)

1,96√0,92 x 0,82 + 1,036√0,216 x 0,784

= 55 orang

2

Dimana: Z (1-α/2) : deviat baku untuk α = 0,05 : 1,96

Z (1-β ): deviat baku untuk β= 0,15: 1,036

Po: Proposi Pneumonia : 0,77 *

Qo= 1- Po = 1- 0,77= 0,23

Pa: Perkiraan proporsi Pneumonia yang diteliti: 0,92 **

Qa= 1 – Pa= 1- 0,92= 0,08

Po-Pa = beda proporsi yang bermakna, ditetapkan sebesar 0,15

n = jumlah sampel minimal

Keterangan: **Agapakis dkk, 2010

*WHO sample size determination in Health studies, S. K Lwanga and

S.Lomenshow

(38)

kriteria inklusi dan eksklusi, selanjutnya dilakukan pemeriksaan laboratorium

seperti darah lengkap, ureum, creatinin, antithrombin III (AT-III) , kultur

sputum dan kultur darah.

b. Dilakukan penilaian derajat keparahan Pneumoniae dengan skor CURB-65.

Jika subjek memiliki skor 0-1 maka disebut ringan, skor 2 disebut sedang

dan jika berada pada skor 3-5 disebut berat.

c. Nilai Antithrombin III (AT-III) diukur menggunakan metode ELISA

denganreagen kit (Te-Chrom AT,Behring, Marburg, Germany).

4.7.1 Pengambilan sampel darah

• Sampel darah diambil dari vena mediana cubiti dengan terlebih dahulu dilakukan

tindakan anti septik dengan alkohol 70% dan dibiarkan kering. Pengambilan

darah sebanyak 6 cc dilakukan dengan menggunakan dispossible syringe 10 cc

yang dibagi atas 2 bagian. Bagian pertama sebanyak 3 cc darah dengan

antikoagulan EDTA untuk pemeriksaan darah lengkap. Bagian kedua sebanyak 3

cc darah tanpa antikoagulan dan diambil serumnya untuk pemeriksaan

Antithrombin III. Pengambilan sampel darah dilakukan tanpa memperdulikan

hari keberapa pasien dirawat, dimana apabila ditemukan pasien sepsis maka

diambil sampel darahnya dalam waktu 24 jam. Dan pada saat

pengambilansampel darah , pasien dalam posisi berbaring.

Pemeriksaan darah lengkap dilakukan dengan alat Cell Dyne 3700dan morfologi

darah tepi diidentifikasi dari blood film dengan pewarnaan Giemsa.Pemeriksaan

Laju Endap Darah dilakukan dengan caraWestergren.

4.7.2 Teknik Pemeriksaan Antithrombin III

Pengambilan dan penyimpanan spesimen :

 Mendapatkan sampel darah vena dengan pungsi vena bersih.

 Sampel darah langsung dicampur dengan 3,2% natrium sitrat

 Spesimen disentrifuse 1500g dalam l0 menit. (platetet <10000µ/l)

(39)

 Plasma terpisah setelah disentrifugasi dan simpan di tabung gelas plastik atau tabung

gelas silikon.

 Gunakan plasma dalam waktu 4 jam, dimana akan mencair sesaat sebelum

digunakan jika tidak dgunakan bisa disimpan dalam beku.

Manual Metode : Coatron M System

System Setup

Method : Kinetic Unit : % OD-com :0% (100) Coag-com:0% (100)

Preparation of Standard, Control and Patient Dlutions

% AT -III Plasma Dilution Buffer

100% 10µl Standard 990µl

50% 500µl 100% STD 500µl

25% 500µl 50% STD 500µl

12,5% 500µl 25% STD 500µl

Patient or Control 10µl Plasma 990µl

Prosedur:

 Pipet 200µl plasma diencerkan 1: 100 ke kuvet

 Tambahkan 200 µl faktor Xa reagen dan di inkubasi pada suhu 37 °c selama 2 menit

 Tambahkan 200 µl Faktor Xa Substrat dan kemudian dilakukan pengujian

 Hasil Antithrombin III yang normal sekitar : 75-125%

4.7.3 Kultur Darah dan GAL dengan BACTEC 9050

Prinsip Pemeriksaan: Membiakkan dan menginokulasikan bakteri yang terdapat pada sampel darah pada media agar. Jika terdapat pertumbuhan koloni bakteri,

dilakukan identifikasi dan selanjutnya dilakukan uji kepekaan.

Metode: Kultur

Sampel

 Jenis : Darah

 Volum : 8-10 ml (untuk pasien dewasa), 1-3 ml (untuk pasien anak)

 Stabilitas: 24 Jam pada suhu ruang pada media Bactec plus Aerobic

Langkah Kerja • Persiapan

(40)

- Disinfeksi penutup botol dengan kapas alkohol 70%

- Dengan menggunakan spuilt, masukkan 8-10 ml (untuk pasien dewasa) darah ke

dalam botol Bactec Plus Aerobic atau 1-3 ml (untuk pasien anak) darah ke dalam

botol Bactec Peds Plus.

- Masukkan botol ke alat Bactec 9050

- Inkubasi botol fan aerobic selama 5 hari

- Keluarkan botol dari alat Bactec 9050

Inokulasi Sampel

- Dengan menggunakan spuit, ambil 1 ml sampel dari botol yang menunjukan hasil

positif kemudian ratakan dengan ose (dilakukan secara aseptis) pada permukaan

media agar.

- Inkubasi pada suhu 37o

- Lakukan pewarnaan Gram, identifikasi dan atau uji kepekaan terhadap koloni

tersangka

C selama 18-24 jam.

Catatan : untuk kultur Gal, lakukan konfirmasi dengan test serologi anti sera terhadap salmonela.

4.7.4 Kultur sputum

o Satu ose bahan sputum ditanam ke media padat blood agar dan Mc Conkey,

masukkan ke inkubator 37 C selama 24 jam.

o Dibaca dan dilihat pertumbuhan bakterinya, jika tumbuh dibuat direct smear

dan dilakukan pengecatan gram.

o Bahan yang tumbuh di Mc Conkey agar, dilanjutkan ke reaksi biokimia untuk

dimasukkan lagi ke inkubator selama 24 jam dan dibaca serta ditentukan jenis

kumannya.

o Kalau hanya tumbuh pada blood agar, langsung dibaca dan ditentukan jenis

kumannya.

d. Selanjutnya skor CURB-65 yang didapat akan dicari hubungannya

dengan nilai Antithrombin III.

(41)

4.8 Analisa Data

 Untuk melihat gambaran karasteristik dan nilai Antithrombin III pada subjek

PK disajikan dalam bentuk tabulasi dan dideskripsikan.

 Untuk melihat hubungan derajat keparahan PK dengan skor CURB-65

terhadap nilai Antithrombin III digunakan korelasi Spearman.

 Untuk menilai perbedaan rerata pada dua kelompok digunakan uji T

independent

 Analisa data menggunakan program SPSS 15 for windows

 Untuk semua uji statistik p < 0,05 dianggap bermakna dalam statistik.

4.9Ethical Clearence dan Informed Consent

Ethical clearence (izin untuk melakukan penelitian) diperoleh dari Komite

Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang

ditanda tangani oleh Prof. Dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD, Sp.JP (K) pada tanggal 5

Februari 2013 dengan nomor 27/KOMET/FK USU/2013.

Informed consent diminta secara tertulis dari subjek penelitian yang bersedia

untuk ikut dalam penelitian setelah mendapatkan penjelasan mengenai maksud dan

(42)

5.1.Hasil Penelitian

Selama periodepenelitian (Februari s/d Maret 2013) di Departemen Ilmu Penyakit

Dalam RS. H. Adam Malik Medan diperoleh 55 subjek penelitian dengan pneumonia

komunitas. Seluruh subjek penelitian merupakan pasien rawat inap dan rawat jalan.

Subjek berjenis kelamin pria sebanyak 28 (50,9%) dan berjenis kelamin wanita

sebanyak 27(49,1%) dengan rentang usia antara 24-76 tahun dengan rerata (±SD)

adalah 52,8 ± 16,19 tahun.

Rentang nilai Hb terletak antara rerata 10,45± 2,5 gr/dl. Rerata leukosit (13.634,7

± 5770,7/mm3

Pada pemeriksaann kultur darah didapatkan sebanyak 20 orang (36,4%) dimana 3

orang (5,5%) dijumpai kultur darah positif. Dimana didapati tiga bakteri yang terdeteksi

pada darah yaitu kuman Klebsiella Pneumoniae, Pseudomonas sp danStaphylococcus

Epidermidis.Pada pemeriksaan kultur sputum hanya diperoleh sebanyak 9 orang

(16,3%) dimana 4 orang (7,2%) dijumpai kultur sputum positif. Empat bakteri yang

terdeteksi pada sputum antara lain Klebsiella Pneumoniae,Providencia Rettgeri dan

Dermacoccus Nishinomiyaensis.(Tabel 5.1.1.)

), ureum (48,03 ± 47,69mg/dl) dan kreatinin (1,6 ± 2,4 mg/dl) meningkat

dari nilai normal. Lima puluh lima subjek penelitian memiliki rentang nilai

Antithrombin III (AT-III) dengan rerata 91,3±13,89%.

Subjek yang tergolong dalam skor CURB-65 berat sebanyak 23 orang (41,8%) ,

skor sedang sebanyak 17 (30,9%) dan skor ringan sebanyak 15 orang ( 27,3%). Setelah

dilakukan uji korelasi spearman diperoleh hubungankoefisien korelasi linier negatif

(r=-0,747) signifikan antara derajat skor CURB-65 terhadap penurunan nilai

Antithrombin III dengan, p =0,01 (Gambar 5.1.1).

(43)

Tabel 5.1.1 Data Karakteristik Dasar Subjek Dengan Pneumonia Komunitas

- Antithrombin III (AT-III) n (%)

10,45 ± 2,5

Tabel 5.1.2. Hubungan skor CURB-65 terhadap Antithrombin III*

(44)

Spearman’s rho AT-III Correlation Coefficient

**Correlation is significant at the 0,01 level ( 2-tailed)

*Korelasi spearman p=0,01

Setelah dilakukan uji korelasi Spearman diperoleh hubungan antara derajat skor

CURB-65 terhadap penurunan nilai Antithrombin III dengan koefisien korelasi linier negatif

(r= - 0,747) denganp =0,0001. (Tabel 5.1.2 )

Tabel 5.1.3 Rerata nilai Antithrombin III terhadap Skor CURB-65

CURB-65 n Mean SD SE

r = - 0,747 p = 0,0001

Gambar 5.1.1Korelasi antara Skor CURB-65 dengan Antithrombin III Skor CURB-65

(45)

AT-III Ringan ( 0-1 ) 15 103,227 1,69 0,43

Sedang ( 2 ) 17 94.841 7,06 1,71

Berat ( 3-5) 23 80.926 14,72 3,07

Rerata Nilai Antithrombin III semakin menurun sesuai dengan semakin memberatnya skor

CURB-65. (Tabel 5.1.3)

Tabel 5.1.4 ReratA Nilai Antithrombin III pada penderita PK yang sepsis dengan non-sepsis*

AT-III

( % )

Diagnosis n Mean SD SE

PK (Sepsis ) 32 86,41 15,14 2,67

Non Sepsis 23 98,12 8,23 1,71

* Uji Tindependent p= 0,001

Sebanyak 32 orang (58,2%) subjek dengan sepsis dan non sepsis sekitar 23 orang (41,8%).

Rerata nilai Antithrombin III pada subjek penderita PK yang sepsis (86,41 ±15,14 %) dan

non sepsis (98,12 ±8,23 %) dimana perbedaan itu signifikan berdasarkan uji T independent,

p=0,001. (Tabel 5.1.4)

(46)

PK yang aman dan efesien adalah kemampuan untuk memprediksi pasien yang akan

membaik atau justru akan mengalami perburukan. Untuk mencapai tujuan ini, telah

banyak sistem skoring klinis yang diuji manfaatnya, antara lain seperti skor CURB-65

(AUC: 0,73-0,83) maupun CRB-65 (AUC:0,69-0,78) telah tervalidasi untuk

memprediksi kematian dalam 30 hari dan cukup sederhana untuk diterapkan. (Mira JP

dkk, 2008), (Singanayagam A dkk, 2009).

Pada penelitian ini dihubungkan skor CURB-65 dengan Antithrombin III

saat awal pasien masuk rumah sakit. Hasil penelitian ini didapatkan adanya korelasi

signifikan secara statistik dengan uji Spearman antara skor CURB-65 dengan nilai

Antithrombin III, dengan koefisien linier negatif sebesar (r = - 0,747 ; p= 0,0001).

Bahwatemuan ini menyatakan adanya hubungan yang signifikan antara nilai

Antithrombin III dengan derajat keparahan PK dimana semakin meningkat skor

CURB-65semakin rendah nilai Antithrombin III, yang sesuai dengan penelitian

sebelumnya Agapakis dkk.Selain itu, semakin buruk prognosis penderita PK maka

semakin rendah nilai Antithrombin III yang diperoleh dan keadaan ini sudah dapat

diperkirakan sejak awal pasien masuk.

Pada penelitian yang dilakukan Agapakis dkk (2010), menunjukkan

penurunan nilai Antithrombin III terhadap derajat keparahan PK, dimana nilai

Antithrombin III terlihat menurun pada derajat PK berat, dengan nilai p < 0,001

signifikan.

Dari penelitian ini juga dijumpai rerata nilai Antithrombin III yang rendah

sesuai dengan memberatnya derajat keparahan PK, yang dinilai berdasarkan skor

CURB-65. Pada skor ringan (0-1) :103,227 ±1,69 ; skor sedang (2) : 94,841 ± 7,06;

skor berat (3) : 80,926 ± 14,72. Ini menunjukkan bahwa nilai Antithrombin III

menurun sejalan dengan memberatnya skor CURB-65.

Pada penelitian ini didapatkan bahwa rerata nilai Antithrombin III

signifikan lebih rendah pada kelompok penderita PK yang sepsis (86,413±15,14)

dibandingkan dengan kelompok non sepsis (98,12± 8,23) dengan uji T independent (p=

0,001) yang sesuai dengan penelitian sebelumnya Fourrier F dkk (1992), Pettila V dkk

(2002) dan Arash dkk (2007) yang menunjukkan rendahnya konsentrasi nilai

(47)

Pada penelitian ini juga menelusuri kultur sputum dan kultur darah untuk

mendapatkan kuman penyebab. Dari semua subjek hanya 16,3 % berhasil didapatkan

kultur sputum. Hal ini disebabkan pasien yang pulang sebelum kultur sputum

dilakukan dan faktor-faktor lain seperti cara pengambilan dan pengiriman sputum

yang kurang representatif, serta sulitnya mendapatkan spesimen sputum.

Pada 7,2% dari kultur sputum positif didapati empat bakteri yang terdeteksi pada

sputum antara lain Klebsiella Pneumoniae, Providencia Rettgeri dan Dermacoccus

Nishinomiyaensis.

Dari penelitian ini juga didapatkan hasil kultur darah positif hanya 5,5 %.

Pada temuan didapati tiga bakteri yang terdeteksi yaitu kuman Klebsiella

Pneumoniae, Pseudomonas sp dan Staphylococcus Epidermidis.

Baik dari pemeriksaan kultur sputum dan darah tidak ditemukan kuman

Streptococcus Pneumoniae yang paling umum ditemukan. Hal ini disebabkan jumlah

sampel baik kultur sputum dan darah yang masih kurang dari penelitian ini, yang

memungkinkan temuan kuman patogen pada penelitian ini berbeda dengan

kuman-kuman patogen penyebab PK yang secara umum banyak disebabkan oleh bakteri

gram positif sesuai dengan IDSA dan ATS (2007) serta BTS (2009).

5.3 Keterbatasan Penelitian

Kelemahan penelitian ini adalah jumlah sampel kultur sputum untuk

mendapatkan kuman penyebab yang masih kurang sehingga tidak bisa mengambarkan

penyebab kuman terbanyak di penelitian ini. Serta jumlah sampel kultur darah yang

masih kurang sehingga belum bisa didapatkan hubungan antara rerata nilai

Antithrombin III dengan kultur darah.

BAB VI

(48)

6.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Antithrombin III merupakan biomarker koagulasi yang memiliki hubungan

dengan derajat keparahan PK yang dinilai dengan skor CURB-65 sehingga

Antithrombin III dapat digunakan untuk menentukan prognosis pasien PK sejak

awal masuk rumah sakit.

2. Rendahnya nilai Antithrombin III pada penderita sepsis memberi keyakinan

klinisi akan infeksi bakteri sehingga dapat membantu klinisi untuk memutuskan

pemberian antibiotik tanpa harus berpedoman pada leukosit ataupun hasil kultur.

6.2 Saran

1. Perlunya penelitian lebih lanjut dengan sampel lebih besar dan desain penelitian

kohort ataupun uji survival untuk mendapatkan hubungan antara Antithrombin

III, skor CURB-65 dengan mortalitas pasien PK.

2. Antithrombin III diharapkan dapat diaplikasikan secara klinis pada pasien PK

dalam menilai derajat keparahan PK pada saat awal masuk rumah sakit.

(49)

DAFTAR PUSTAKA

Abidin A. Management of Community Acquired Pneumonia. Dalam : Naskah lengkap

11th

Abraham E. (2000) Coagulation Abnormalities in Acute Lung Injury and Sepsis. Am. J.

Respir. Cell Mol. Biol. 22:401–4.

Annual Scientific meeting Internal Medicine 2010. Semarang. Badan penerbit USU

press.2010; p. 132-42.

Agapakis DI, Tsantilas D, Psarris P, Massa EV, KotsaftisP, Konstantinos Tziomalos K,

Hatzitolios AI. Coagulation and Inflammation Biomarkers May Help Predict The

Severity of Community-Acquired Pneumonia. Respirology.2010; 15: 796-803.

American College of Chest Physicians/Society of Critical Care Medicine Consensus

Conference: Definitions for Sepsis and Organ Failure and Guidelines for The Use of

InnovativeTherapies in Sepsis. Critical Care Medicine, 1992. Vol 20 no 6.and Prevention

National Center for Health Statistics National Vital Statistics System. Deaths: final data.

National Vital Statistics Reports, 2011.Vol. 61, No. 6.

Arash A, et al.Antithrombin III in critically ill patients: Systematic Review with

Meta-Analysis and Trial Sequential Meta-Analysis.BMJ.2007 : 1-9.

Capelastegui A, Espana PP, Quintana JM, Arcitio I, Gorondo I, Egurolla M, et.al.

Validation of Predictive Rule for the Management of Community Acquired Pneumoniae.

Eur Respir J. 2006; 27: 151-57.

Choi G, Scultz MJ, van Till JWO et al. Disturbed Alveolar Fibrin Turnover During

Pneumonia is Restricted to The Site of Infection. Eur. Respir. J. 2004; 24: 786–9.

(50)

Dahlan Z, Pneumonia. Dalam: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati

S (editors).Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta 2009;2196-2205.

De Frances CJ, Lucas CA, Buie VC, Golosinskiy A. 2006 National Hospital Discharge

Survey. National Health Statistic Reports. 2008;5: 1-20.

Donna L. Hoyert, Ph.D. and Jiaquan Xu, M.D.; Centers for Disease Control and

Prevention National Center for Health Statistics National Vital Statistics System.

Deaths: final data. National Vital Statistics Reports, 2011.Vol. 61, No. 6.

Escobar CE, et al., Introduction to hemostasis. In: Harmening DM, ed. Clinical

Hematology and Fundamentals of Hemostasis. 4th ed. Philadelphia, PA: FA Davis

Company; 2002:441-470.

Fourreir F, et al Septic Shock, Multiple Organ Failure and Disseminated Intravascular

Coagulation Compared Pattern of Antithrombin III, Protein C and Protein S Deficiencies.

Hardiyanto UM.Tinjauan beberapa aspek penderita Pneumonia yang dirawat di

SMF/Bagian IP Dalam RSUP Hasan Sadikin, Bandung tahun 1995-1996. FK Unpad

1998.

Huang HH, Zhang YY, Xiu QY, et al. Community-Acquired Pneumonia in

Shanghai,China: Microbial Etiology and Implications for Empirical Therapy in a

Prospective Study of 389 patients. Eur J Clin Microbiol Infect Dis 2006;25:369–74.

Idell S. Coagulation, Fibrinolysis and Fibrin Deposition in Acute Lung Injury. Crit. Care

Med. 2003; 31: S213–20.

Jerry B.L,Coagulation Pathway and Physiology.An Algorithmic Approach to Hemostasis

Gambar

Gambar2.2.1 Escobar CE, et al., Introduction to hemostasis. In: Harmening DM, ed. Clinical
Tabel 2.5.1 Skor CURB- 65
Tabel 5.1.1 Data Karakteristik Dasar Subjek Dengan Pneumonia Komunitas
Gambar 5.1.1Korelasi antara Skor CURB-65 dengan Antithrombin III
+2

Referensi

Dokumen terkait

Pencatu daya atau sumber tegangan atau biasa yang sering kita sebut sebagai power supply merupakan alat pengubah tegangan listrik AC (alternating current / arus bolak-balik)

Analisis Kepribadian Tokoh Utama Pada Novel 5cm Karya Donny Dhirgantoro (Sebuah Analisis Psikologi Humanisme Carl Rogers). Malang: Universitas

Pada penelitian ini, diperoleh analisis kelayakan bisnis dengan perhitungan ROI sebesar 28.70 % , PBP = 1,59 Tahun, NPV=11.871.837, BEP sebesar 166,34 dan B/C

The self is the most important aspect of the person and therefore humanists focus on how a person see themselves or their sense of who they are, who they feel they should be (as

Penelitian ini menerima Hipotesis 4 yang diajukan yaitu UTAUT berpengaruh positif dan signifikan terhadap efektivitas e-government dikota Palembang, sehingga dapat

Practically, this thesis can be lessons especially to know about how love and sympathy as positive regards develops and sustains the personality of the leading

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan buku panduan menulis cerita bermuatan nilai karakter pada siswa kelas III SD yakni: (1) mendeksripsikan profil buku

Tujuan jangka panjang proyek ini untuk: (1) memahami bagaimana suatu grup nonprofit menggunakan dan mempelajari teknologi, (2) mengembangkan model untuk mendukung