• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Kadar Antithrombin III (AT-III) Saat Awal Masuk Rumah Sakit Terhadap Kematian 30 Hari Pada Pasien Pneumonia Komunitas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Kadar Antithrombin III (AT-III) Saat Awal Masuk Rumah Sakit Terhadap Kematian 30 Hari Pada Pasien Pneumonia Komunitas"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KADAR ANTITHROMBIN III (AT-III) SAAT

AWAL MASUK RUMAH SAKIT TERHADAP KEMATIAN

30 HARI PADA PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS

TESIS

Oleh

SYAFRAN HALIM HARAHAP

NIM : 067101009

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

HUBUNGAN KADAR ANTITHROMBIN III (AT-III) SAAT

AWAL MASUK RUMAH SAKIT TERHADAP KEMATIAN

30 HARI PADA PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar

Spesialis Penyakit Dalam dalam Program Studi Ilmu Penyakit Dalam

pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Oleh

SYAFRAN HALIM HARAHAP

NIM : 067101009

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

HUBUNGAN KADAR ANTITHROMBIN III (AT-III) SAAT

AWAL MASUK RUMAH SAKIT TERHADAP KEMATIAN

30 HARI PADA PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar

Spesialis Penyakit Dalam dalam Program Studi Ilmu Penyakit Dalam

pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Oleh

SYAFRAN HALIM HARAHAP

NIM : 067101009

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(4)

Judul Tesis : HUBUNGAN KADAR ANTITHROMBIN III (AT-III)

SAAT AWAL MASUK RUMAH SAKIT TERHADAP

KEMATIAN 30 HARI PADA PASIEN PNEUMONIA

KOMUNITAS

Nama Mahasiswa : Syafran Halim Harahap

NIM : 067101009

Program Studi : Spesialis Ilmu Penyakit Dalam

Menyetujui, Pembimbing Pertama

NIP. 195104011977111001 dr. Alwinsyah Abidin, SpPD-KP

Pembimbing Kedua

NIP. 195207131982031002 dr. E. N. Keliat, SpPD-KP

Sekretaris Program Studi Sekretaris Departemen

Ilmu Penyakit Dalam Ilmu Penyakit Dalam

dr. Zainal Safri, Sp.PD, Sp.JP

NIP. 19680504 199903 1 001 NIP. 19610403 198709 1 001 dr. Refli Hasan, Sp.PD, SpJP(K)

(5)

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya penulis sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah penulis nyatakan dengan benar.

Nama : Syafran Halim Harahap

NIM : 067101009

(6)

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Syafran Halim Harahap

NIM : 067101009

Program Studi : Ilmu Penyakit Dalam Jenis Karya : Tesis

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-eksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas tesis saya yang berjudul :

HUBUNGAN KADAR ANTITHROMBIN III (AT-III) SAAT AWAL

MASUK RUMAH SAKIT TERHADAP KEMATIAN 30 HARI PADA

PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalihmedia/ formatkan, mengelola dalam bentuk database, merawat dan mempublikasikan tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Medan

Pada : Februari 2014

Yang menyatakan :

(7)

Abstrak

Hubungan Kadar Antithrombin III (AT-III) Saat Awal Masuk Rumah Sakit Terhadap Kematian 30 Hari Pada Pasien Pneumonia Komunitas

Syafran Halim, E.N. Keliat, Alwinsyah Abidin

Divisi Pulmonologi dan Alergi Immunologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara RSUP.H. Adam Malik Medan

Latar Belakang. Pada pasien pneumonia komunitas (PK), melakukan penilaian derajat keparahan pada awal pasien masuk sangat penting sebab akan menentukan beratnya penyakit dan rencana tatalaksana selanjutnya yang lebih baik sehingga angka kematian 30 hari pada PK dapat dikurangi. Antithrombin III (AT-III) sebagai biomarker koagulasi yang berguna untuk menilai tingkat keparahan PK pada saat awal masuk AT-III dapat berperan dalam diagnosis dan prognosis penderita PK.

Tujuan. Untuk mengetahui hubungan kadar AT-III saat awal masuk rumah sakit terhadap kematian 30 hari pada pasien PK.

Bahan dan Cara. Penelitian dilakukan secara cohort study yang bersifat prospektif. Subjek dengan PK yang masuk dari instalasi gawat darurat, setelah memenuhi kriteria dilakukan penilaian skor CURB-65(Confusion, Urea,

Respiratory rate, Blood pressure, Age >65 years), AT-III, laboratorium darah,

kultur sputum, kultur darah dan foto thorax. Selanjutnya kadar AT-III dihubungan dengan kematian 30 hari.

Hasil. Dari 55 subjek penelitian dimana 9 subjek (100%) tergolong kadar AT-III rendah dengan skor CURB-65 berat, 46 subjek tergolong kadar AT-III normal terdiri dari 28 subjek (60,9%) dengan skor CURB-65 ringan dan 18 subjek (39,1%) dengan skor CURB-65 berat, dijumpai total yang meninggal sebanyak 20 subjek (36,4%), dari 9 subjek yang tergolong dalam kadar AT-III rendah meninggal 8 subjek (88,9%), dan 46 subjek yang tergolong dalam kadar AT-III normal meninggal 12 subjek (26,1%). Setelah dilakukan chi-Square test diperoleh hubungan signifikan antara penurunan kadar AT-III dengan kematian 30 hari (p =0,0001)

Kesimpulan. Kadar AT-III saat awal masuk rumah sakit pada pasien PK berkorelasi kuat dengan jumlah kematian 30 hari, dimana semakin rendah kadar AT-III maka semakin tinggi jumlah kematian 30 hari.

(8)

Abstract

Association between Antithrombin III during Initial Hospital Admission with 30 Days Mortality In Community Acquired Pneumonia Patients

Syafran Halim, E.N. Keliat, Alwinsyah Abidin

Pulmonology and Allergy-Immunology Division Internal Medicine Department

Faculty of Medicine University of North Sumatera H. Adam Malik General Hospital Medan

Background. In patients with community acquired pneumonia (CAP), assessing the severity of the disease during the patient's initial hospital admission is very important to determine the best management for the patient in order to reduce 30-day mortality rate. Antithrombin III (AT-III) is a coagulation biomarker that is useful for the assessment of the severity of CAP at the time of admission. AT-III may play a role in the diagnosis and prognosis of patients with CAP.

Objective. To determine the association between the level of antithrombin during hospital admission with 30-day mortality in patients with CAP.

Materials and Methods. This is a prospective cohort study. Subjects that met CAP criteria in the emergency department were examined for their CURB-65 score (Confusion, Urea, Respiratory rate, Blood pressure, Age >65 years), AT-III, laboratory blood, sputum culture, blood culture and chest radiographs. We then use statistic analysis to determine the association between level of AT-III and 30-day mortality.

Result. Of the total 55 study subjects, 9 subjects (100%) with low levels of AT-III had severe CURB-65 score. Of the remaining 46 subjects with normal levels of AT-III, 28 subjects (60,9%) had mild CURB-65 score, 18 subjects (39,1%) had severe CURB-65. A total of 20 subjects died (36,4%) : 8 subjects (88,9%) from the low level AT III group and 12 subjects (26,1%) from the normal level AT-III group. Using the chi-square test we found a significant relationship between low levels of AT-III with 30-day mortality (p =0,0001)

Conclusion. AT-III levels during hospital admission in patients with CAP is associated with 30-day mortality.

(9)

KATA PENGANTAR

Terlebih dahulu saya mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunianya, sehingga saya dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul: “Hubungan Kadar Antithrombin III (AT-III) Saat Awal Masuk Rumah Sakit Terhadap Kematian 30 Hari Pada Pasien

Pneumonia Komunitas” yang merupakan persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan dokter ahli di bidang ilmu penyakit dalam pada fakultas kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dengan selesainya karya tulis ini, maka penulis ingin menyampaikan terima kasih dan rasa hormat serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Kepala Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU / RSUP H ADAM MALIK MEDAN dr. Salli Roseffi Nasution, SpPD-KGH (Alm), dan Sekretaris dr. Refli Hasan, SpPD, SpJP(K) yang telah memberikan kemudahan dan dorongan buat penulis dalam menyelesaikan tulisan ini. 2. Ketua Program Studi Ilmu Penyakit Dalam dr. Zulhelmi Bustami,

SpPD-KGH (Alm), dan Sekretaris Program Ilmu Penyakit Dalam dr. Zainal Safri, SpPD, SpJP yang dengan sungguh-sungguh telah membantu dan membentuk penulis menjadi ahli penyakit dalam yang berkualitas, handal dan berbudi luhur serta siap untuk mengabdi bagi nusa dan bangsa.

3. Prof. dr. Harun Rasyid Lubis, SpPD-KGH sebagai Ketua TKP-PPDS FK USU ketika saya diterima sebagai peserta pendidikan spesialis penyakit dalam. Terimakasih atas kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk dapat mengikuti program pendidikan spesialis. Demikian juga kepada Prof. dr. Habibah Hanum Nasution, SpPD-KPsi, Prof. dr. Yusuf Nasution, KGH, dr. Abdurrahim Rasyid Lubis,

(10)

4. Khusus mengenai karya tulis ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Alwinsyah Abidin, SpPD-KP dan

dr. Ermanta Ngirim Keliat, SpPD-KP sebagai pembimbing tesis, yang telah memberikan bimbingan dan kemudahan bagi penulis selama melaksanakan penelitian, juga telah banyak meluangkan waktu dan dengan kesabaran membimbing penulis sampai selesainya karya tulis ini. Kiranya Allah SWT memberikan rahmat dan karunia kepada beliau beserta keluarga.

5. Seluruh staf Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU / RSUD Dr Pirngadi / RSUP H Adam Malik medan : Prof. dr. Harun Rasyid Lubis, SpPD-KGH, Prof. dr. Bachtiar Fanani Lubis, SpPD-KHOM, Prof. dr.

Habibah Hanum, SpPD-Kpsi, Prof. dr. Sutomo Kasiman, SpPD-KKV,

Prof. dr. Azhar Tanjung, SpPD-KP-KAI-SpMK, Prof. dr. OK

Moehad Sjah, SpPD-KR, Prof. dr. Lukman H. Zain, SpPD-KGEH,

Prof. dr. M. Yusuf Nasution, SpPD-KGH, Prof. dr. Azmi S Kar,

SpPD-KHOM, Prof. dr. Gontar A Siregar, SpPD-KGEH, Prof. dr.

Haris Hasan, SpPD-SpJP(K), dr. Nur Aisyah, SpPD-KEMD, dr. A

Adin St Bagindo, SpPD-KKV, dr. Lutfi Latief, SpPD-KKV, dr. Syafii

Piliang, SpPD-KEMD (Alm), dr. T. Bachtiar Panjaitan, SpPD, DR. dr.

Rustam Effendi YS, KGEH, dr. Abiran Nababan,

SpPD-KGEH, dr. Betthin Marpaung, SpPD-KGEH (Alm), dr. Sri M Sutadi,

SpPD-KGEH, dr. Mabel Sihombing, SpPD-KGEH, dr. Salli R.

Nasution, KGH (Alm), DR. Dr. Juwita Sembiring,

SpPD-KGEH, Dr. Alwinsyah Abidin, SpPD-KP., dr. Abdurrahim Rasyid

Lubis, SpPD-KGH, DR. dr. Dharma Lindarto, SpPD-KEMD, DR. dr

Umar Zein, KPTI-DTM&H-MHA., dr. Yosia Ginting,

SpPD-KPTI., dr. Refli Hasan, SpPD-SpJP(K), dr. EN. Keliat, SpPD-KP, DR.

dr. Blondina Marpaung, KR, dr. Leonardo Dairy,

KGEH, dr. Pirma Siburian, Kger, dr. Mardianto,

(11)

6. dr. Armon Rahimi, KPTI, dr. R Tunggul Ch Sukendar, SpPD-KGH (Alm), dr. Daud Ginting, SpPD, dr. Tambar Kembaren, SpPD,

dr. Saut Marpaung, SpPD, dr. Dasril Effendi, SpPD-KGEH, dr.

Ilhamd, SpPD, dr. Calvin Damanik, SpPD, dr. Rahmat Isnanta,

SpPD, dr. Jerahim Tarigan, SpPD, dr. Hariani Adin, SpPD, dr.

Endang, SpPD, dr. T. Abraham, SpPD, dr. Soegiarto Gani, SpPD, dr.

Savita Handayani, SpPD, dr. Fransiskus Ginting, SpPD, dr. Deske

Muhadi, SpPD, dr. Syafrizal Nst, SpPD, dr. Alwi Thamrin, SpPD, dr.

Arianto Purba, SpPD, dr. Ida Nensi Gultom, SpPD, dr. Imelda Rey,

SpPD, dr. Anita Rosari, SpPD, dr. Wika Hanida, SpPD, dr. Radar R

Ginting, SpPD, dr. Ameliana Purba, SpPD, dr. Henny Syahrini

Lubis, SpPD, dr. Riri Andri Muzasti, SpPD, dr. Lenni Sipayung,

SpPD, dr. Taufik Sungkar, SpPD, dr. Restuti Tarigan, SpPD, dr. Dina

Aprilia, SpPD dan dr. Melati Nasution, SpPD., sebagai dokter kepala ruangan / poliklinik / senior yang telah amat banyak membimbing saya selama mengikuti pendidikan ini.

7. Kepada teman-teman seangkatan selama pendidikan yang memberikan dorongan semangat: dr. Salomo Garda Utama, SpPD, dr. Yusmardi, SpPD, dr. Ivo Plora, SpPD, dr. Dina Aprilia, SpPD, dr. Dewi Murni,

SpPD. Juga para teman sejawat dan PPDS interna lainnya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, paramedik dan Bapak Syarifuddin Abdullah,

Kak Leli, Deni, Fitri, Ita, Wanti, Yanti, Tika dan Sari atas kerjasama yang baik selama ini.

8. Direktur RSUP H Adam Malik Medan dan RSUD Dr. Pirngadi Medan yang telah memberikan begitu banyak kemudahan dan izin dalam menggunakan fasilitas dan sarana Rumah Sakit untuk menunjang pendidikan keahlian ini.

(12)

10. Para pasien yang telah bersedia ikut dalam penelitian ini sehingga penulisan tesis ini dapat terwujud.

11. Kepada Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes yang telah memberikan bantuan dan bimbingan yang tulus dalam menyelesaikan penelitian ini. Rasa hormat dan terima kasih saya yang setinggi-tingginya dan setulusnya penulis tujukan kepada ayahanda Drs. H. Muhammad Idris Harahap, MM. dan ibunda Dra. Hj. Zuraidah Nasution (Alm) yang sangat ananda sayangi dan kasihi, tiada kata-kata yang tepat untuk mengucapkan perasaan hati, rasa terima kasih atas segala jasa-jasanya ayahanda dan ibunda yang tiada mungkin terucapkan dan terbalaskan. Semoga Allah SWT memberikan kesehatan dan kebahagian kepada orang tua yang sangat saya cintai dan sayangi. Demikian juga mertua saya H. Syafaruddin Dalimunthe dan Hj. Murni Oloan Nasution yang telah mendukung, membimbing, menyemangati dan menasihati agar kuat dalam menjalani pendidikan, saya ucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya. Semoga Allah memberikan kesehatan dan kebahagiaan kepada orang tua yang sangat saya cintai dan sayangi.

Kepada isteri tercinta Elvi Syahreni Dalimunthe, SST dan ketiga anakku tercinta Anisa Farihalim Harahap, Alya Mukhbita Halim Harahap

dan Aqila Zaida Halim Harahap, terima kasih atas kesabaran, ketabahan, pengorbanan dan dukungan yang telah diberikan selama ini. Semoga apa yang kita capai dapat memberikan kebahagiaan dan kesejahteraan bagi kita dan diberkati oleh Allah SWT.

Kepada adik-adikku Ikhsanuddin Ahmad Harahap, SKp. Doli Murdah Harahap, ST. dan dr. Zandika Hardi Murdah Harahap yang telah banyak membantu memberi semangat dan dorongan selama pendidikan, terima kasihku yang tak terhingga untuk segalanya.

Kepada semua pihak baik perorangan maupun instansi yang tidak mungkin kami ucapkan satu persatu yang telah membantu kami dalam menyelesaikan pendidikan spesialis ini, kami ucapkan banyak terima kasih.

(13)

pendidikan kiranya mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT yang maha pengasih, maha pemurah dan maha penyayang.

Medan, Februari 2014

(14)

DAFTAR ISI

Daftar Singkatan……….... xvi

Daftar Lampiran……… xvii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Perumusan Masalah... 3

1.3. Hipotesis... 3

1.4. Tujuan Penelitian ... 3

1.5. Manfaat Penelitian... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biomarker Pada Pneumonia... 4

2.2. Fisiologi Jalur (Pathway) Koagulasi... 6

2.3. Antithrombin III... 7

2.4. Skor Klinis Pneumonia………..………... 9

2.5. Skor CURB-65………... 9

2.6. Sepsis Akibat Pneumonia Komunitas... 10

2.7. Antithrombin III pada sepsis……...………... 11

2.8. Kultur Sputum………....………... 12

2.9. Kultur Darah………....….. 13

(15)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian... 22 5.2. Pembahasan……….... 26

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan... 29 6.2. Saran... 29

(16)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.5.1. Skor CURB-65…………...…….………..…………... 10 Tabel 5.1.1. Data karakteristik dasar subjek dengan pneumonia komunitas... 23 Tabel 5.1.2. Hubungan kadar AT-III terhadap kematian 30 hari……...….. 24 Tabel 5.1.3. Hubungan kadar AT-III terhadap skor CURB-65...….. 24 Tabel 5.1.4. Hubungan kadar AT-III terhadap sepsis dan non sepsis...….. 25

(17)

DAFTAR GAMBAR

(18)

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

ATS American Thoracic Society

AT-III Antithrombin III

AUC Area Under Curve

BACTEC Best Patient Care Drug Neutralization Capabilities

BM Berat Molekul

BTS British Thoracic Society

CDC Centers for Disease Control

CURB-65 Confusion, Ureum, Respiratory rate, Blood pressure, Age≥65.

Dkk Dan kawan-kawan

H-CAP Health-Care Associated Pneumonia

IDSA Infectious Disease Society of America

Mg Miligram

mmHg Millimeter air raksa

n Jumlah subjek penelitian

p Tingkat kemaknaan

PF 3 Platelet Factor 3

PF1.2 Prothrombin Fragment 1.2

PK Pneumonia Komunitas

PORT Patients Outcomes Research Team Score

PSI Pneumonia Severity Index

ROC Receiving Operating Curve

RSCM Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo

SD Standar Deviasi

SE Standar Error

SIRS Systemic Inflamatory Response Syndrome

SKRT Survei Kesehatan Rumah Tangga

TDD Tekanan Darah diastolik

TDS Tekanan Darah sistolik

TREM-1 Triggering receptor expressed on myeloid cell-1 Zα Deviat baku normal untuk α

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

LAMPIRAN 1. Lembar Penjelasan Kepada Subjek... 34

LAMPIRAN 2. Lembar Persetujuan Subjek Penelitian... 35

LAMPIRAN 3. Lembar Kerja Profil Peserta Penelitian…..………..…... 36

LAMPIRAN 4. Lembar Persetujuan Komite Etik Penelitian... 37

LAMPIRAN 5. Daftar Riwayat Hidup…………... 38

(20)

Abstrak

Hubungan Kadar Antithrombin III (AT-III) Saat Awal Masuk Rumah Sakit Terhadap Kematian 30 Hari Pada Pasien Pneumonia Komunitas

Syafran Halim, E.N. Keliat, Alwinsyah Abidin

Divisi Pulmonologi dan Alergi Immunologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara RSUP.H. Adam Malik Medan

Latar Belakang. Pada pasien pneumonia komunitas (PK), melakukan penilaian derajat keparahan pada awal pasien masuk sangat penting sebab akan menentukan beratnya penyakit dan rencana tatalaksana selanjutnya yang lebih baik sehingga angka kematian 30 hari pada PK dapat dikurangi. Antithrombin III (AT-III) sebagai biomarker koagulasi yang berguna untuk menilai tingkat keparahan PK pada saat awal masuk AT-III dapat berperan dalam diagnosis dan prognosis penderita PK.

Tujuan. Untuk mengetahui hubungan kadar AT-III saat awal masuk rumah sakit terhadap kematian 30 hari pada pasien PK.

Bahan dan Cara. Penelitian dilakukan secara cohort study yang bersifat prospektif. Subjek dengan PK yang masuk dari instalasi gawat darurat, setelah memenuhi kriteria dilakukan penilaian skor CURB-65(Confusion, Urea,

Respiratory rate, Blood pressure, Age >65 years), AT-III, laboratorium darah,

kultur sputum, kultur darah dan foto thorax. Selanjutnya kadar AT-III dihubungan dengan kematian 30 hari.

Hasil. Dari 55 subjek penelitian dimana 9 subjek (100%) tergolong kadar AT-III rendah dengan skor CURB-65 berat, 46 subjek tergolong kadar AT-III normal terdiri dari 28 subjek (60,9%) dengan skor CURB-65 ringan dan 18 subjek (39,1%) dengan skor CURB-65 berat, dijumpai total yang meninggal sebanyak 20 subjek (36,4%), dari 9 subjek yang tergolong dalam kadar AT-III rendah meninggal 8 subjek (88,9%), dan 46 subjek yang tergolong dalam kadar AT-III normal meninggal 12 subjek (26,1%). Setelah dilakukan chi-Square test diperoleh hubungan signifikan antara penurunan kadar AT-III dengan kematian 30 hari (p =0,0001)

Kesimpulan. Kadar AT-III saat awal masuk rumah sakit pada pasien PK berkorelasi kuat dengan jumlah kematian 30 hari, dimana semakin rendah kadar AT-III maka semakin tinggi jumlah kematian 30 hari.

(21)

Abstract

Association between Antithrombin III during Initial Hospital Admission with 30 Days Mortality In Community Acquired Pneumonia Patients

Syafran Halim, E.N. Keliat, Alwinsyah Abidin

Pulmonology and Allergy-Immunology Division Internal Medicine Department

Faculty of Medicine University of North Sumatera H. Adam Malik General Hospital Medan

Background. In patients with community acquired pneumonia (CAP), assessing the severity of the disease during the patient's initial hospital admission is very important to determine the best management for the patient in order to reduce 30-day mortality rate. Antithrombin III (AT-III) is a coagulation biomarker that is useful for the assessment of the severity of CAP at the time of admission. AT-III may play a role in the diagnosis and prognosis of patients with CAP.

Objective. To determine the association between the level of antithrombin during hospital admission with 30-day mortality in patients with CAP.

Materials and Methods. This is a prospective cohort study. Subjects that met CAP criteria in the emergency department were examined for their CURB-65 score (Confusion, Urea, Respiratory rate, Blood pressure, Age >65 years), AT-III, laboratory blood, sputum culture, blood culture and chest radiographs. We then use statistic analysis to determine the association between level of AT-III and 30-day mortality.

Result. Of the total 55 study subjects, 9 subjects (100%) with low levels of AT-III had severe CURB-65 score. Of the remaining 46 subjects with normal levels of AT-III, 28 subjects (60,9%) had mild CURB-65 score, 18 subjects (39,1%) had severe CURB-65. A total of 20 subjects died (36,4%) : 8 subjects (88,9%) from the low level AT III group and 12 subjects (26,1%) from the normal level AT-III group. Using the chi-square test we found a significant relationship between low levels of AT-III with 30-day mortality (p =0,0001)

Conclusion. AT-III levels during hospital admission in patients with CAP is associated with 30-day mortality.

(22)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pneumonia memiliki angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi di seluruh dunia. Di Indonesia, berdasarkan data studi mortalitas dari Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 mencatat kematian akibat pneumonia dan infeksi saluran nafas sebanyak 34/100.000 penduduk pada pria dan 28/100.000 penduduk pada wanita.

Hardiyanto dkk melaporkan dari 235 pasien pneumonia yang dirawat di RS. Hasan Sadikin Bandung, sebanyak 75,3% menderita pneumonia komunitas (PK) dan 24,7% pneumonia nasokomial (PN). Dari seluruh pasien 81,28% disertai penyakit dasar paru sedangkan sisanya disertai penyakit lainnya.

1

Pneumonia komunitas (PK) merupakan masalah utama morbiditas dan mortalitas di Amerika Serikat dan di dunia. Influenza dan pneumonia adalah penyebab utama kematian kedelapan di Amerika Serikat. Pada tahun 2011, dari data CDC (Centers for Disease Control) di Amerika Serikat terdapat sekitar 52,136 kematian disebabkan pneumonia, dengan angka rata-rata kematian sekitar 16,7 per 100.000 orang.

2

3

Tingginya angka kejadian dan dampak mortalitas diikuti oleh tingginya biaya kesehatan terutama pada penderita PK berat.

Di negara maju seperti Amerika Serikat, PK merupakan faktor penyebab rawatan sebesar 1,3 juta orang per tahun dan tercatat sebagai penyebab terbesar sepsis berat dan kematian terbanyak akibat infeksi.

4

5

Pneumonia secara umum adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.

6

(23)

rumah sakit disebut dengan pneumonia komunitas (PK) dan tidak memenuhi kriteria Health-Care Associated Pneumonia (H-CAP).

Berbagai sistem untuk memeriksa keparahan penyakit dan resiko kematian pada PK telah ada dan dipakai secara luas, antara lain PSI (Pneumonia Severity

Index), PORT (Patients Outcomes Research Team Score), sistem CURB-65

(Confusion, Urea, Respiratory rate, Blood pressure, Age >65 years) serta

pentingnya peran biomarker dalam diagnosis, penatalaksanaan, maupun sebagai faktor prediktor untuk menilai prognosis pada PK. Ada beberapa biomarker koagulasi yang potensial yang dapat digunakan yaitu Protein C, D-Dimer (DD),

thrombin-antithrombin complex, prothrombin fragment 1,2, activated partial

thromboplastin time.

4

7,8

Beberapa penelitian sebelumnya telah membuktikan hubungan antara biomarker koagulasi antithrombin III (AT-III) saat masuk rumah sakit dengan keparahan PK. Pada penelitian Agapakis dkk. melaporkan bahwa AT-III sebagai biomarker koagulasi pada PK memiliki sensitivitas 80% dan spesifisitas 75% dengan nilai cut-off point 85% untuk menentukan perlunya perawatan di rumah sakit, sedangkan DD memiliki sensitivitas 90% dan spesifisitas 78%. Pada studi ini didapatkan bahwa 37 pasien (48%) digolongkan sebagai kelompok I (PK ringan, CURB-65 score 0-2) dan 40 pasien (52%) tergolong kelompok II (PK berat, CURB-65 score 3-5). Pasien dan kontrol tidak berbeda dalam usia, jenis kelamin, riwayat merokok dan AT-III. Kadar serum AT-III lebih rendah pada kelompok II (p < 0,001). Pada cut-off point 85% AT-III akan membedakan derajat keparahan antara PK ringan dan berat dengan sensitivitas 80% dan spesifisitas 75% (95% CI 0,110-0,336 area di bawah kurva ROC 0,22).

Temuan ini amat penting untuk mengenali derajat keparahan dan karakteristik PK pada saat awal masuk sehingga dapat direncanakan tatalaksana dini yang lebih baik sehingga angka kematian 30 hari pada pasien PK dapat diturunkan.

9

(24)

1.2. Perumusan Masalah

Apakah terdapat hubungan kadar Antithrombin III saat awal masuk rumah sakit terhadap kematian 30 hari pada pasien pneumonia komunitas.

1.3. Hipotesis

Angka kematian 30 hari pasien pneumonia komunitas lebih tinggi pada pasien dengan kadar Antithrombin III yang rendah daripada kadar Antithrombin III yang normal.

1.4. Tujuan Penelitian

Diketahuinya hubungan kadar Antithrombin III saat awal masuk rumah sakit terhadap kematian 30 hari pada pasien pneumonia komunitas.

1.5. Manfaat Penelitian

a. Dapat membantu klinisi dalam mengidentifikasi derajat keparahan pneumonia sehingga dapat menentukan arah tatalaksana pasien pneumonia komunitas secara dini.

b. Membantu meyakinkan klinisi dalam mengambil keputusan untuk pemberian antibiotika sejak awal.

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Biomarker pada Pneumonia

Pneumonia merupakan kumpulan gejala (demam, nyeri pleuritik, sesak nafas) dan tanda infiltrat paru yang berasal dari sistem pernapasan namun dapat mempengaruhi penderitanya secara sistemik.10 Sebagai penyakit infeksi yang terjadi di parenkim paru, PK dapat menstimulasi proses inflamasi dimana terjadi pelepasan sitokin pro inflamasi dan mediator lipid ke sistemik serta menyebabkan gangguan sistem hemostasis yang ditandai dengan keadaan hiperkoagulasi.

Selain masalah morbiditas dan mortalitas yang tinggi, seringkali pneumonia tidak memberi tanda klinik yang jelas. Hal ini menimbulkan hambatan diagnosis yang akhirnya menyebabkan keterlambatan terapi.

11

12

Dalam suatu analisis receiving operating characteristic (ROC) yang bertujuan untuk menilai akurasi diagnostik dalam membedakan PK yang dikonfirmasi melalui radiologik dengan kondisi medik lainnya. Didapatkan kelemahan gambaran klinik (seperti: demam, batuk, produksi sputum, temuan auskultasi yang abnormal) dalam mendiagnosis PK dengan area under curve (AUC) sebesar 0,79.

Hingga saat ini, biomarker belum memiliki definisi yang universal. Akan tetapi, biomarker dipahami sebagai suatu biomolekul yang timbul akibat suatu proses fisiologik maupun patologik. Biomarker yang ideal adalah suatu biomarker yang tidak dapat dideteksi atau yang nilainya sangat rendah dalam keadaan non inflamasi dan akan meningkat dalam keadaan inflamasi yang selanjutnya akan mengalami penurunan saat proses inflamasi mereda.

8,13

(26)

Dalam hal membantu tegaknya diagnosis pneumonia, beberapa biomarker telah dikenal, seperti: CRP, leukosit total, immunoglobulin, PCT dan Triggering

receptor expressed on myeloid cell-1 (TREM-1). Beberapa biomarker lain yang

masih dalam tahap studi untuk penggunaannya pada pneumonia antara lain:

copeptin, kortisol, endotoksin dan proadrenomedullin.12 Selain petanda inflamasi,

sistem koagulasi juga dikatakan memiliki potensi dalam menilai risiko kematian penderita PK. Aktivasi sistem koagulasi dan aktivitas fibrinolisis merupakan gambaran yang dijumpai pada keadaan sepsis berat.7,8

Dalam beberapa tahun terakhir, berbagai studi telah mencoba meneliti dalam respon host terhadap bakteri terutama terhadap aktivasi koagulasi. Respon terhadap infeksi yang memberikan dampak terhadap sistem koagulasi yang mungkin berperan adalah patogenesis disfungsi organ. Beberapa studi epidemiologi memperlihatkan bahwa gangguan yang umum pada sepsis berat akan mengaktivasi atau menyebabkan gangguan pada sistem koagulasi.

Pneumonia yang awalnya infeksi lokal, mengakibatkan aktivasi koagulasi sistemik, ini disebabkan aktivasi lokal dari sistem koagulasi yang terjadi pada pneumonia dengan deposisi fibrin dalam kompartemen alveolar yang terinfeksi, meningkatkan permeabilitas pembuluh darah, merangsang proinflamasi sitokin dan meningkatkan akumulasi neutrophil.

11

14

Aktivasi koagulasi lokal yang muncul akan didorong terutama oleh tissue factor.15 Biasanya, sangat sedikit tissue factor

yang keluar dari sirkulasi darah namun alveolar makrofag, neutrofil, dan sel endotel dapat mengeluarkan tissue factor pada permukaan dimana dapat membentuk thrombogenic tissue factor yang selanjutnya berkembang menjadi gangguan koagulasi sistemik selama infeksi paru.16

Ribelles dkk mencoba menghubungkan nilai plasma D-dimer terhadap mortalitas pada 302 pasien PK. Hasilnya adalah kematian lebih banyak terjadi

pada pasien dengan D-dimer yang tinggi (3.786 vs 1.609 ng/ml dengan

p <0,00001). Hasil ini membuka peluang untuk penelitian terhadap petanda koagulasi lainnya seperti prothrombin fragment 1.2 (PF1.2),

thrombin-antithrombin complex dan fibrinogen dalam hubungannya terhadap PK.

Agapakis dkk melaporkan bahwa AT-III memiliki sensitivitas 80% dan spesifisitas 75% dengan nilai cut-off 85% sedangkan DD sebagai biomarker

(27)

koagulasi pada PK memiliki sensitivitas 90% dan spesifitas 78% untuk menentukan perlunya perawatan di rumah sakit.9

2.2. Fisiologi dan Jalur (Pathway) Koagulasi

Pada Gambar 2.2.1. menunjukan jalur (pathway) koagulasi, yang terdiri dari dua jalur yakni jalur instinsik dan jalur ekstrinsik. Dimana pada jalur insrinsik yang ditimbulkan oleh adanya fase kontak dan pembentukan kompleks activator FX. Kemudian jalur ini akan meliputi diaktifkannya F XII, F XI, F IX, F VIII, High Molecular Weight Kiminogen (HMWK), Pre Kalikrein, PF 3

(platelet factor 3) dan ion kalsium. Sedangkan pada jalur ekstrinsik terdiri dari

(28)

Gambar 2.2.1. Escobar CE, et al., Introduction to hemostasis. In: Harmening DM, ed.

Clinical Hematology and Fundamentals of Hemostasis. 4th ed. Philadelphia, PA: FA

Davis Company; 2002:441-470.

2.3. Antithrombin III (AT-III)

Sistem koagulasi diatur oleh sejumlah inhibitor. Inhibitor ini berfungsi membatasi reaksi koagulasi yang berlebihan, agar pembentukan fibrin terbatas disekitar daerah yang mengalami injuri saja untuk mencegah terjadinya kondisi patologi. Beberapa inhibitor penting dalam sistem koagulasi yaitu AT-III, Protein C, Protein S.20

(29)

AT-III merupakan inhibitor koagulasi fisiologik yang kuat, terdiri atas glikoprotein yang disintesa oleh hepar, AT-III menghambat aktivitas FXa, FIIa (thrombin) dan dalam tingkatan yang lebih rendah juga menghambat faktor IXa, XIa,XIIa dan kalikrein. Fungsi inhibitor ini menjadi semakin kuat dengan adanya heparin. Antithrombin memiliki waktu paruh dalam plasma darah sekitar 3 hari. Konsentrasi nilai AT-III normal pada plasma darah manusia sekitar 75–125 U/dl atau 75–125%.

Temuan pertama yang penting dari penelitian Agapakis dkk. adalah bahwa nilai AT-III menurun secara bermakna pada pasien dengan PK berat, meskipun nilai AT-III tidak berbeda antara semua pasien PK dengan subjek kontrol sehat. AT-III mengikat dan menghambat aktivasi protein koagulasi dan menurunnya nilai AT-III dihubungkan dengan peningkatan risiko thrombosis.

19

Hal ini diketahui bahwa endotelium pembuluh darah paru memainkan peranan penting dalam katabolisme AT-III.

9

21

Di sisi lain, gangguan proses di alveolar yang disebabkan gangguan pembentukan fibrin telah dilaporkan pada pasien dengan pneumonia.22 Pembentukan fibrin yang berisi agen infeksi saat terjadi infeksi paru dapat mempengaruhi kekebalan pejamu dan juga mempengaruhi pemeliharaan dan perbaikan endotel-epitel barrier. Namun, hasil akhir koagulasi seperti trombin dan fibrin merupakan proinflamator signifikan yang dapat mengganggu fungsi paru, seperti yang mungkin terjadi pada ARDS berat.23 Choi dkk melaporkan bahwa ventilator terkait pneumonia (VAP) ditandai dengan keadaan protrombotik di lokasi infeksi.

Namun hubungan antara AT-III dengan PK berat tidak ada yang spesifik telah dilaporkan pada studi sebelumnya. Penelitian ini menunjukkan bahwa rendahnya nilai AT-III saat masuk dapat mengidentifikasi pasien beresiko PK berat. Oleh karena itu, AT-III mungkin merupakan biomarker baru untuk memprediksi tingkat keparahan PK. Penurunan antikoagulan alami ini dapat memfasilitasi terjadinya thrombosis.

24

(30)

2.4. Skor Klinis Pneumonia

Meskipun sistem untuk memeriksa keparahan penyakit dan resiko kematian pada PK telah ada dan dipakai secara luas seperti PSI, PORT sistem, CURB-65, namun sistem tersebut terlalu rumit untuk digunakan dalam praktek sehari-hari sehingga diperlukan biomarker yang potensial dapat memberikan informasi mengenai prognosis yang setara dengan sistem skoring yang telah ada.

Penilaian derajat keparahan pneumonia merupakan komponen penting dalam tatalaksana PK. Hal ini membuat munculnya berbagai sistem skoring PSI, CURB-65, modified ATS (m-ATS) dsb. Beberapa studi di Amerika Serikat dan Inggris telah mengeksplorasi sebagai faktor-faktor yang memprediksi kematian pada pasien rawat inap dengan PK, skor CURB-65 dan PSI adalah sistem penilaian yang paling umum digunakan untuk memprediksi mortalitas.

13,25

25

2.5. Skor CURB-65

CURB-65, juga dikenal sebagai Curb kriteria, merupakan aturan prediksi klinis yang telah divalidasi untuk memprediksi kematian pada pneumonia komunitas dan infeksi lainnya.CURB-65 didasarkan pada CURB skor sebelumnya dan direkomendasikan oleh British Thoracic Society (BTS) untuk penilaian keparahan pneumonia.

Skor CURB-65 (Tabel 2.5.1) diperkenal oleh British Thoracic Society

(BTS) pada tahun 2003 yang melibatkan 12.000 penderita pneumonia, terdiri atas 5 kategori yang dihubungkan dengan risiko kematian dalam 30 hari. Skor 0-1 masuk dalam kategori skor kematian rendah dimana skor 0=0,7% dan skor 1= 3,2%. Skor 2=13% masuk kategori risiko kematian sedang dan skor >3 masuk dalam skor kematian tinggi (3=17%, 4=41,5% dan 5=57%). Kemampuan prediksi dari skor ini hampir sama dengan PSI yaitu dengan AUC: 0,73-0,83. Keunggulan CURB-65 terletak pada variabel yang digunakan lebih praktis dan mudah diingat. ATS dalam guideline PK yang terbaru menyadari kompleksitas dari skor PSI dan akhirnya merekomendasikan penggunaan CURB-65.

10

(31)

Tabel 2.5.1. Skor CURB-65

Clinical Factor Points

C Confusion 1

U Blood urea nitrogen > or = 20 mg/dl 1

R Respiratory rate > or = 30 breaths/ min 1

B Systolic BP < 90 mm Hg or Diastolic < or = 60 mm Hg 1

65 Age > or 65 1

Total Score

Mortality

% Risk Level Suggested Site-of-Care

0 0,6% Low Outpatient

1 2,7% Low Outpatient

2 6,8% Moderate Short inpatient / supervised outpatient

3 14,0% Moderate to High Inpatient

4 or 5 27,8% High Inpatient / ICU

Dikutip dari Q J Med 2009; 102:379–388

Baik skor PSI maupun CURB-65 sama-sama memiliki kelemahan yang sama, yaitu masih bergantung pada hasil pemeriksaan laboratorium. Keadaan ini melahirkan skor CRB-65 yang menghilangkan unsur ureum.Manfaat dari skor CRB-65 ini adalah dapat digunakan oleh dokter umum di tingkat layanan primer. Skor ini dikatakan memiliki peforma yang sama dengan PSI dan CURB-65 dengan AUC: 0,69–0,78. Sayangnya, penggunaan skor ini belum teruji dengan jumlah sampel yang besar seperti pendahulunya sehingga validasinya masih perlu diuji.12,26,27

2.6. Sepsis Akibat Pneumonia Komunitas

(32)

Sepsis merupakan suatu respon inflamasi sistemik terhadap infeksi, dimana lipolisakarida atau toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi aktivasi proses inflamasi. Sepsis ditandai dengan perubahan suhu tubuh, perubahan jumlah leukosit, tachycardia dan tachypnea. Sedangkan sepsis berat adalah sepsis yang ditandai dengan hipotensi atau disfungsi organ atau hipoperfusi organ.

Pada tahun 1992, menurut The American College of Chest Physician

(ACCP) and The Society for Critical Care Medicine (SCCM) Consensus

Conference on Standardized Definitions of Sepsis, telah mempublikasikan suatu

konsensus dengan definisi baru dan kriteria diagnosis untuk sepsis. Keadaan-keadaan yang berkaitan untuk menetapkan kriteria Systemic Inflammatory

Response Syndrome (SIRS), sepsis berat dan syok sepsis seperti dibawah ini:

29

- Bakteremia : adanya bakteri dalam darah dengan kultur darah positif.

- SIRS : respon tubuh terhadap inflamasi sistemik, ditandai dua atau lebih keadaan berikut:

1. Suhu >38ºC atau <36ºC

2. Takikardia (HR >90 kali/menit)

3. Takipneu (RR >20 kali/menit) atau PaCO2 <32 mmHg

4. Leukosit darah >12.000/µL, <4.000/µL atau netrofil batang >10% - Sepsis : SIRS yang dibuktikan atau diduga penyebabnya kuman.

- Sepsis berat : sepsis yang disertai dengan disfungsi organ, hipoperfusi atau hipotensi, asidosis laktat, oliguria dan penurunan kesadaran.

- Syok sepsis : sepsis dengan hipotensi meskipun telah diberikan resusitasi cairan secara adekuat, bersama dengan disfungsi organ.

- Hipotensi : tekanan darah sistolik <90 mmHg atau berkurang 40 mmHg dari tekanan darah normal pasien.

- Multiple Organ Dysfunction Syndrome:

disfungsi dari satu organ atau lebih, memerlukan intervensi untuk mempertahankan homeostasis.30

2.7. Antithrombin III pada Sepsis

(33)

proinflamasi menyebabkan kerusakan langsung pada endotel, menginduksi adhesi leukosit ke sel endotel dan produksi nitric oxide, dan mengaktifkan komplemen dan jalur koagulasi. Aktivasi jalur koagulasi ini berkaitan dengan terjadinya kerusakan endotel, bekuan intravaskular dan trombosis mikrovaskuler serta terjadinya konsumsi faktor antikoagulan alami seperti AT-III, protein C dan protein S.

Dari penelitian Fourrier dkk. mendapatkan bahwa secara signifikan nilai AT-III yang rendah pada pasien sepsis yang hidup (61 ±3%) maupun yang tidak hidup (35 ±2%) dengan p <0,000l.

31

Penelitian Pettila dkk. juga menunjukkan bahwa secara signifikan nilai AT-III yang rendah pada pasien sepsis yang hidup (66%) maupun yang tidak hidup (46%) dengan p <0,001.

32

Pada penelitian yang dilakukan Arash dkk. menyimpulkan bahwa menurunnya konsentrasi nilai AT-III sekitar 20-40% pada keadaaan sepsis dan ini sejalan dengan berat keparahan penyakit.

33

34

2.8. Kultur Sputum

Dalam Infectious Disease Society of American (IDSA) dan American

Thoracic Society Guidelines (ATS) menunjukkan bahwa penyebab PK terbanyak

disebabkan bakteri Gram positif oleh kuman Streptococcus Pneumoniae. Sedangkan kuman patogen penyebab PK lainnya mencakup Hemophilus Influenza, Mycoplasma Pneumoniae, Chlamydia Pneumoniae, Staphylococcus

Aureus, Streptococcus Pyogenes, Neisseria Meningitides, Moraxella Catarrhalis,

Klebsiella Pneumoniae, Legionella sp dan batang gram negatif lainnya.

Menurut British Thoracic Society Guidelines (BTS, 2009) menyatakan bahwa kuman patogen penyebab PK yang banyak ditemukan, yaitu

Streptococcus Pneumoniae dan diikuti kuman patogen lainnya Mycoplasma

Pneumoniae, Chlamydia Pneumoniae dan kuman gram negatif lainnya. Di Asia

Tenggara, Streptococcus Pneumoniae juga paling sering ditemukan kemudian diikuti Chlamydia Pneumonia dan bakteri gram negatif lainnya.

25

(34)

Influenza.36 Begitu juga di Jepang, Streptococcus Pneumoniae paling umum ditemukan dan diikuti oleh H Influenza.

Berdasarkan dari pedoman diagnostik dan penatalaksanaan pneumonia komunitas di Indonesia dilaporkan bahwa kuman patogen penyebab PK yang paling umum diidentifikasi, yakni Streptococcus Pneumoniae dan diikuti kuman patogen gram postif lainnya, seperti Klebsiella Pneumoniae, Staphylococcus

Aureus, Streptococcus Viridans, Pseudomonas Aeuroginosa serta kuman patogen

gram negatif lainnya.

37

38

2.9. Kultur Darah

Kultur darah dianjurkan untuk semua pasien pada PK sedang dan berat, sebaiknya dilakukan pemeriksaan sebelum pemberian terapi antibiotik dimulai. Jika diagnosis PK telah pasti dikonfirmasi dan pasien dengan keparahan PK ringan tanpa komorbiditas penyakit, kultur darah boleh tidak dianjurkan. Kultur darah dapat membantu untuk mengidentifikasi bakteremia dan patogen resisten, dimana kuman Streptococcus Pneumoniae menjadi patogen yang paling umum yang diidentifikasi (BTS, 2009).

ATS dan IDSA merekomendasikan indikasi kuat untuk kultur darah pada PK berat. Pasien dengan PK berat lebih mungkin terinfeksi dengan kuman patogen selain Streptococcus Pneumoniaee, termasuk Staphylococcus Aureus,

Pseudomonas Aeruginosa, dan gram-negatif lainnya. Kultur darah yang positif

pada Pneumonia hanya pada 5-16% kasus. Dimana kuman patogen yang paling umum ditemukan adalah Streptococcus Pneumoniae.

Christ-Crain dkk medapatkan bahwa adanya bakteri patogen di dalam darah (bloodstream infection/ BSI) erat kaitannya terhadap tingginya mortalitas pasien sepsis. Keadaan ini disebabkan terlambatnya pemberian antibiotik yang seharusnya sudah dapat dimulai saat awal pasien masuk. Umumnya antibiotik diberikan pada pasien dengan gejala infeksi yang nyata (demam dan leukositosis), yang sensitifitas dan spesifisitasnya rendah dan jika harus menunggu hasil kultur akan memperpanjang masa penundaan pemberian antibiotik.

25

(35)

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

Keterangan :

Subjek penelitian

Parameter yang diteliti

Hubungan yang diteliti

3.2. Definisi Operasional

3.2.1. Pneumonia komunitas adalah infeksi akut pada parenkim paru yang berhubungan dengan setidaknya beberapa gejala infeksi akut, disertai adanya gambaran infiltrat akut pada radiologi toraks atau temuan auskultasi yang sesuai dengan pneumonia (perubahan suara nafas atau ronkhi setempat) pada orang yang tidak dirawat di rumah sakit atau tidak berada pada fasilitas perawatan jangka panjang selama ≥ 14 hari sebelum timbulnya gejala ataupun dalam rawatan rumah sakit ≤ 48 jam.

3.2.2. Penilaian derajat keparahan penyakit adalah suatu alat bantu klinisi untuk 4

Penderita Pneumonia Komunitas

?

Derajat Keparahan Pneumonia

CURB-65

AT-III

(36)

intravena dan rencana monitoring lanjutan yang diperlukan oleh klinisi di tingkat primer maupun sekunder.

3.2.3. AT-III adalah Glikoprotein yg disintesa oleh hati yang berperan sbg antiserine protease inhibitor site koagulasi, tempat berikatan dgn heparin. Fungsi menetralkan atau sebagai inhibitor dari faktor koagulasi aktif (thrombin, Xa, IXa, XIa, XIIa). Nilai normal AT –III : 80-120 U/dl atau (80-120%)

20

3.2.4. Derajat keparahan pneumonia dinilai berdasarkan skor CURB-65 menurut acuan British Thoracic Society (BTS, 2009)

1. Konfusio/Confusion: gangguan kesadaran yang baru terjadi atau adanya abnormalitas skor mental.

10

2. Urea: >7 mmol/l ; >20 mg/dl.

3. Laju pernapasan/Respiratory rate: ≥30x/menit.

4. Tekanan darah/ Blood Pressure: adanya tekanan darah rendah (sistolik ≤90 mmHg dan atau diastolik ≤60 mmHg)

5. Umur/Age:≥65 tahun.

Rentang nilai skor di atas adalah 0-5 dimana setiap kriteria bernilai satu. Untuk penilaian konfusio dapat dibantu dengan skor mental yang telah disesuaikan dengan pengetahuan di Indonesia.

Skor Mental (disesuaikan) 1. Berapa usia anda?

2. Kapan tanggal lahir anda?

3. Jam berapa saat ini?( tidak perlu menitnya) 4. Tahun berapa saat ini?

5. Apa nama Rumah Sakit yang anda datangi ini ?

6. Mengenal 2 orang ( contoh: dokter, perawat, anggota keluarga) 7. Alamat rumah saudara?

8. Menghitung mundur angka 20 sampai 1 9. Siapa nama Presiden Indonesia saat ini? 10. Tahun berapa Indonesia merdeka?

(37)

BAB IV

BAHAN DAN METODE

4.1. Desain Penelitian

Penelitian dilakukan secara cohort study yang bersifat prospektif.

4.2. Waktu dan tempat penelitian

Penelitian dilakukan mulai bulan Januari 2013 s/d Mei 2013 di Instalasi Gawat Darurat, Ruang Rawat Inap dan Poliklinik Pulmonologi dan Alergi Immunologi RSUP. H. Adam Malik Medan.

4.3. Subjek Penelitian

Penderita Pneumonia Komunitas yang dirawat inap maupun rawat jalan di RSUP. H. Adam Malik Medan.

4.4. Kriteria Inklusi

1. Usia di atas 18 tahun

2. Gambaran klinis, laboratorium dan radiologik sesuai dengan diagnosis pneumonia.

3. Bersedia mengikuti penelitian.

4.5. Kriteria Eksklusi

1. Dugaan emboli paru. 2. Wanita Hamil.

3. Pada saat 6 bulan post partum. 4. Riwayat trauma

5. Stroke trombosis

(38)

8. Sistemik lupus eritematosus (SLE)

9. Penyakit ginjal kronis tahap akhir yang menjalani hemodialysis. 10. Penyakit hati kronis.

11. Mendapat terapi antibiotik selama 48 jam terakhir. 12. Mendapat terapi heparin dan AT-III

13. Pasien dengan gangguan defisiensi AT-III

4.6. Besar Sampel

Studi ini menggunakan sampel tunggal untuk uji hipotesis proporsi suatu populasi.

Perkiraan besar sampel :

n = {Z(1-α/2)√Po(1-Po) + Z(1-β)√Pa(1-Pa)}

( Pa – Po)

2

n =

2

{(1,96)√0,77(0,23) + (0,85)√0,92(0,08)}

( 0,92 – 0,77)

2

= 55 → Jadi besar sampel minimal 55 orang. 2

Dimana :

Z(1-α/2) : deviat baku untuk α = 0,05 : 1,96

Z(1-β) : deviat baku untuk β = 0,15: 1,036

Po : proporsi pneumonia : 0,77 *

Pa-Po : beda proporsi yang bermakna ditetapkan sebesar 0,15 Pa : perkiraan proposi pneumonia yang diteliti : 0,92**

n : besar sampel minimal

Keterangan :

**Agapakis dkk, 2010

(39)

4.7. Cara Penelitian

a. Seluruh pasien yang didiagnosis menderita pneumonia komunitas dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiologi. Setelah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, selanjutnya dilakukan pemeriksaan laboratorium seperti darah lengkap, fungsi ginjal, fungsi hati, kultur sputum/ST dan kultur darah/ST pada pasien sepsis akibat pneumonia. b. Dilakukan penilaian derajat keparahan pneumonia dengan skor

CURB-65. Jika subjek memiliki skor 0-2 maka disebut ringan dan jika berada pada skor 3-5 disebut berat.

c. Kadar AT-III diukur menggunakan metode ELISA dengan reagen kit

(Te-Chrom AT, Behring, Marburg, Germany)

d. Pasien yang berobat jalan tetap diobservasi sampai 30 hari setelah pemeriksaan AT-III.

e. Selanjutnya akan dicari hubungan kadar AT-III terhadap kematian 30 hari dengan menggunakan Chi-square test.

4.7.1. Pengambilan sampel darah

Sampel darah diambil dari vena mediana cubiti dengan terlebih dahulu dilakukan tindakan anti septik dengan alkohol 70% dan dibiarkan kering. Pengambilan darah sebanyak 6 cc dilakukan dengan menggunakan dispossible

syringe 10 cc yang dibagi atas 2 bagian. Bagian pertama sebanyak 3 cc darah

dengan antikoagulan EDTA untuk pemeriksaan darah lengkap. Bagian kedua sebanyak 3 cc darah tanpa antikoagulan dan diambil serumnya untuk pemeriksaan AT-III. Pengambilan sampel darah dilakukan tanpa memperdulikan hari keberapa pasien dirawat, dimana apabila ditemukan pasien sepsis maka diambil sampel darahnya dalam waktu 24 jam. Dan pada saat pengambilan sampel darah, pasien dalam posisi berbaring.

(40)

4.7.2. Teknik Pemeriksaan Antithrombin III

Pengambilan dan penyimpanan spesimen :

- Mendapatkan sampel darah vena dengan pungsi vena bersih.

- Sampel darah langsung dicampur dengan 3,2% natrium sitrat

- Spesimen disentrifuse 1500g dalam l0 menit. (platetet <10000µ/l)

4.7.3. Kultur sputum

- Satu ose bahan sputum ditanam ke media padat blood agar dan Mc Conkey, masukkan ke inkubator 37o

- Dibaca dan dilihat pertumbuhan bakterinya, jika tumbuh dibuat direct smear dan dilakukan pengecatan gram.

C selama 24 jam.

- Bahan yang tumbuh di Mc Conkey agar, dilanjutkan ke reaksi biokimia untuk dimasukkan lagi ke inkubator selama 24 jam dan dibaca serta ditentukan jenis kumannya.

- Kalau hanya tumbuh pada blood agar, langsung dibaca dan ditentukan jenis kumannya.

4.7.4. Kultur Darah dengan BACTEC 9050

Prinsip Pemeriksaan : membiakkan dan menginokulasikan bakteri yang terdapat pada sampel darah pada media agar. Jika terdapat pertumbuhan koloni bakteri, dilakukan identifikasi dan selanjutnya dilakukan uji kepekaan.

Metode : Kultur Sampel :

- Jenis : Darah

- Volum : 8-10 ml (untuk pasien dewasa), 1-3 ml (untuk pasien anak)

- Stabilitas : 24 Jam pada suhu ruang pada media Bactec plus Aerobic. Langkah Kerja :

- Persiapan

(41)

Penanganan Sampel :

- Disinfeksi penutup botol dengan kapas alkohol 70%

- Dengan menggunakan spuilt, masukkan 8-10 ml darah ke dalam botol

Bactec Plus Aerobic.

- Masukkan botol ke alat Bactec 9050 - Inkubasi botol fan aerobic selama 5 hari - Keluarkan botol dari alat Bactec 9050 Inokulasi Sampel :

- Dengan menggunakan spuit, ambil 1 ml sampel dari botol yang menunjukan hasil positif kemudian ratakan dengan ose (dilakukan secara aseptis) pada permukaan media agar.

- Inkubasi pada suhu 37o

- Lakukan pewarnaan Gram, identifikasi dan atau uji kepekaan C selama 18-24 jam.

terhadap koloni tersangka

4.8. Analisa Data

- Untuk melihat gambaran karasteristik dan kadar AT-III pada subjek PK disajikan dalam bentuk tabulasi dan dideskripsikan.

- Untuk melihat hubungan kadar AT-III berdasarkan tingkatannya terhadap kematian 30 hari digunakan uji Chi square.

- Untuk melihat hubungan kadar AT-III terhadap variabel lain digunakan korelasi pearson untuk data distribusi normal, sedangkan untuk data distribusi tidak normal digunakan korelasi spearman.

- Untuk menilai perbedaan rerata pada dua kelompok digunakan uji

t independent atau Uji Mann-Whitney.

- Analisa data menggunakan SPSS 20.0

(42)

4.9. Ethical Clearence dan informed consent

Ethical clearence (izin untuk melakukan penelitian) diperoleh dari

Komite Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang ditandatangani oleh Prof. Dr. Sutomo Kasiman, SpPD, SpJP(K) pada tanggal 13 Februari 2013 dengan nomor 61/KOMET/FK USU/2013.

Informed consent diminta secara tertulis dari subjek penelitian yang

bersedia untuk ikut dalam penelitian setelah mendapatkan penjelasan mengenai maksud dan tujuan penelitian ini.

4.10. Kerangka Operasional

Keterangan :

Subjek penelitian

Parameter yang diteliti

Hubungan yang diteliti

Penderita Pneumonia Komunitas

?

- Darah lengkap

- Fungsi ginjal

- Fungsi hati

- Kultur sputum/ST

- Kultur darah/ST

- Foto thorax PA

CURB-65

AT-III

Kematian 30 hari Kriteria

Inklusi

(43)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

Selama periode penelitian (Februari 2013 s/d Mei 2013) di Instalasi Gawat Darurat dan ruang rawat inap RSUP. H. Adam Malik Medan, diperoleh 55 subjek penelitian dengan pneumonia komunitas. Subjek penelitian terdiri dari 28 (50,9%) pria dan 27 (49,1%) wanita dengan rerata umur (±SD) yaitu 52,8 ±16,2 tahun.

Rerata Hb terletak antara 10,5 ±2,5 gr/dl, leukosit 13634,7 ±5770,7 /mm3

Pada pemeriksaann kultur darah didapatkan sebanyak 20 (36,4%) dimana 3 (5,5%) dijumpai kultur darah positif. Didapati tiga bakteri yang terdeteksi pada darah yaitu kuman Klebsiella Pneumoniae, Pseudomonas sp dan Staphylococcus

Epidermidis. Pada pemeriksaan kultur sputum hanya diperoleh sebanyak 9 orang

(16,3%) dimana 4 orang (7,2%) dijumpai kultur sputum positif. Empat bakteri yang terdeteksi pada sputum antara lain Klebsiella Pneumoniae, Providencia

Rettgeri dan Dermacoccus Nishinomiyaensis (Tabel 5.1.1.)

, ureum 48 ±47,6 mg/dl, kreatinin 1,6 ±2,4 mg/dl.

Setelah dilakukan uji korelasi Pearson Chi Square diperoleh hubungan antara kadar AT-III terhadap kematian 30 hari (p =0,0001) (Tabel 5.1.2.) dimana ditemukan 9 subjek (100%) dengan kadar AT-III <80% mengalami kematian 8 subjek (88,9%) dan 46 subjek (100%) dengan kadar AT-III ≥80% mengalami kematian 12 subjek (26,1%) dengan sensitivitas 40% dan spesifisitas 97% (95% CI: 19,2-63,9 dan 85-99,5), Likelihood Ratio 13, Positive Predictive Value (PPV)

Subjek yang tergolong dalam skor CURB-65 ringan sebanyak 28 subjek (50,9%) dengan kadar AT-III ≥80% dan skor CURB-65 berat sebanyak 27 (49,1%),

88,9%, Negative Predictive Value (NPV) 73,9%. Rerata kadar AT-III terhadap kematian 30 hari adalah 84,7 ±18,6% dengan p =0,007

(44)

Tabel 5.1.1. Data karakteristik dasar subjek dengan pneumonia komunitas

Creatinin (mg/dl) (± SD)

10,5 ±2,5

(45)

Tabel 5.1.2. Hubungan kadar AT-III terhadap kemartian 30 hari

AT-III Kematian 30 hari Total

Mati Hidup

<80% (n;%) 8 (88,9) 1 (11,1) 9 (100)

≥80% (n;%) 12 (26,1) 34 (73,9) 46 (100)

Total 20 (36,4) 35 (63,6) 55 (100)

*

AT-III= antithrombin III

Gambar 5.1.1. Hubungan kadar AT-III terhadap kematian 30 hari

Tabel 5.1.3. Hubungan AT-III terhadap skor CURB-65

AT-III

Skor CURB-65

Total Ringan

(0-2)

Berat (3-5)

<80% (n;%) 0 (0) 9 (100) 9 (100)

≥80% (n;%) 28 (60,9) 18 (39,1) 46 (100)

Total 28 (50,9) 27 (49,1) 55 (100)

*

(46)

Gambar 5.1.2. Hubungan kadar AT-III terhadap skor CURB-65

Penderita PK yang sepsis sebanyak 32 (58,2%) dimana 9 subjek (28,1%) dengan kadar AT-III <80% dan 23 subjek (71,9%) dengan kadar AT-III ≥80% sedangkan yang non sepsis sebanyak 23 (41,8%). Rerata kadar AT-III (masing-masing 86,4 ±15,1% dan 98,1 ±8,2%), dimana perbedaan ini signifikan berdasarkan uji t-independent, p =0,001 (Tabel 5.1.3.)

Tabel 5.1.4. Hubungan AT-III dengan Sepsis dan Non Sepsis

Diagnosis AT-III Total

<80% (n,%) ≥80% (n,%)

Sepsis (n,%) 9 (28,1) 23 (71,9) 32 (100)

Non Sepsis (n,%) 0 (0) 23 (100) 23 (100)

Total 9 (16,4) 46 (83,6) 55 (100)

*

AT-III= antithrombin III

(47)

5.2. Pembahasan

Penilaian derajat keparahan penyakit merupakan salah satu langkah awal dalam menentukan rencana manajemen setelah menegakkan diagnosis. Kunci manajemen PK yang aman dan efesien adalah kemampuan untuk memprediksi pasien yang akan membaik atau justru akan mengalami perburukan.36 Dalam hal ini, telah banyak sistem skoring klinis yang diuji manfaatnya, antara lain seperti skor CURB-65 (AUC: 0,73-0,83) maupun CRB-65 (AUC:0,69 -0,78) telah tervalidasi untuk memprediksi kematian dalam 30 hari dan cukup sederhana untuk diterapkan.20 Hubungan antara biomarker terhadap derajat keparahan penyakit dalam beberapa studi masih kontroversi.

5.2.1. Hubungan kadar AT-III terhadap kematian 30 hari 7,20

Pada studi ini kami mencari hubungan kadar AT-III saat awal masuk rumah sakit terhadap kematian 30 hari pada pasien PK. Ditemukan kadar AT-III yang rendah sejalan dengan bertambahnya skor CURB-65 menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara kadar AT-III pada saat awal masuk rumah sakit dengan kematian 30 hari pada pasien PK. Temuan ini menyatakan adanya hubungan yang signifikan antara kadar AT-III terhadap kematian 30 hari dimana angka kematian 30 hari pasien pneumonia komunitas lebih tinggi pada pasien dengan kadar AT-III yang rendah daripada kadar AT-III yang normal dengan

p =0,0001. Selain itu, semakin rendah kadar AT-III yang diperoleh semakin buruk prognosis penderita PK dan keadaan ini sudah dapat diperkirakan sejak awal pasien dirawat.

(48)

Likelihood Ratio 13, Positive Predictive Value (PPV)

Penelitian yang dilakukan oleh Agapakis dkk (2010) yang melibatkan 77 pasien PK, dimana 37 pasien (48%) dengan PK ringan dan 40 pasien (52%) dengan PK berat, dimana termasuk diantaranya 31 pasien (78%) dengan kadar AT-III <85% mengalami kematian 2 pasien (6,5%) dalam masa rawatan 9,1 ±5,42 hari, sedangkan pasien dengan kadar AT-III ≥85% tidak ada mengalami kematian. Untuk membedakan PK ringan dengan PK berat pada titik cut-off AT-III 85% dengan

88,9%, Negative Predictive Value (NPV) 73,9%.

sensitivitas 80% dan spesifisitas 75% (95% CI: 0,11-0,34, area di bawah kurva ROC 0.22), PPV 78% dan NPV 75

5.2.2. Hubungan kadar AT-III terhadap Skor CURB-65

% dengan rerata kadar AT-III terhadap PK ringan adalah 98,2 ±23,2% dan pada PK berat adalah 76,8 ±16,9% dengan

p =0,001.

Penelitian ini menemukan rerata kadar AT-III pada PK ringan 99,7 ±6,1% dan 82,7 ±14,5% pada PK berat, ini menunjukkan bahwa kadar AT-III menurun sejalan dengan bertambahnya skor CURB-65. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Agapakis dkk (2010) yang menunjukkan penurunan kadar AT-III terhadap derajat keparahan PK, dimana kadar AT-III terlihat menurun pada derajat PK berat (p <0,001).

5.2.3. Hubungan kadar AT-III terhadap keadaan sepsis

Pada penelitian ini ditemukan secara signifikan kadar AT-III yang rendah pada pasien sepsis yang mati (88,9%) maupun yang hidup (11,1%) dengan

p =0,000l. Penelitian Fourrier dkk (1992) mendapatkan bahwa secara signifikan kadar AT-III yang rendah pada pasien sepsis yang hidup (61 ±3%) maupun yang tidak hidup (35 ±2%) dengan p <0,000l dan penelitian Pettila dkk (2002) dan Arash dkk (2007) menunjukkan rendahnya konsentrasi nilai AT-III pada keadaaan sepsis dan ini sejalan dengan berat keparahan penyakit.

Dan pada penelitian ini juga menelusuri kultur sputum dan kultur darah untuk mendapatkan kuman penyebab. Baik dari pemeriksaan kultur sputum dan kultur darah tidak ditemukan bakteri gram positif yaitu kuman Streptococcus

Pneumoniae yang merupakan kuman patogen penyebab PK secara umum sesuai

(49)

5.2.4. Keterbatasan penelitian

(50)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Kadar Antithrombin III di awal pemeriksaan pada pasien pneumonia komunitas berkorelasi kuat dengan jumlah kematian 30 hari, dimana semakin rendah kadar Antithrombin III maka semakin tinggi jumlah kematian 30 hari.

2. Semakin rendah kadar Antithrombin III maka semakin berat derajat keparahan pneumonia komunitas yang dinilai dengan skor CURB-65. 3. Semakin rendah kadar Antithrombin III semakin besar kemungkinan

untuk terjadi sepsis pada pasien pneumonia komunitas.

6.2. Saran

1. Perlu penelitian lebih lanjut dengan sampel lebih besar untuk mendapatkan hubungan antara kadar Antithrombin III, skor CURB-65 terhadap mortalitas pasien pneumonia komunitas.

2. Perlu penelitian lebih lanjut untuk melihat manfaat terapi Antithrombin III atau antikoagulan pada pasien pneumonia komunitas berat.

(51)

DAFTAR PUSTAKA

1. Summary Executive. Pola Penyakit Penyebab Kematian di Indonesia. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT). 2001: 2.

2. Hardiyanto UM.Tinjauan beberapa aspek penderita Pneumonia yang dirawat di SMF/Bagian IP Dalam RSUP Hasan Sadikin, Bandung tahun 1995-1996. FK Unpad 1998.

3. Donna L. Hoyert, Ph.D. and Jiaquan Xu,M.D; Centers for Disease Control and Prevention National Center for Health Statistics National Vital Statistics System. Deaths: final data. National Vital Statistics Reports, 2011.Vol. 61, No. 6.

4. Dahlan Z, Pneumonia. Dalam: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S (editors).Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta 2009;2196-2205.

5. De Frances CJ, Lucas CA, Buie VC, Golosinskiy A. 2006 National Hospital Discharge Survey. National Health Statistic Reports. 2008;5: 1-20.

6. Abidin A. Management of Community Acquired Pneumonia. Dalam : Naskah lengkap 11th

7. Mira JP, Max A, Burgel PR. The Role of Biomarker in Community Acquired Pneumonia: Prediciting Mortality and Response to Adjunctive Therapy. Critical Care. 2008;12(Suppl 6): 1-7.

Annual Scientific meeting Internal Medicine 2010. Semarang. Badan penerbit USU press.2010; p. 132-42.

8. Christ-Crain M, Opal SM. Clinical Review: The Role of Biomarkers in the Diagnosis and Management of Community Acquired Pneumonia. Critical care.2010; 14: 1- 11.

(52)

10. Lim WS, Baudouin SV, George RC, Hill AT, Jamieson C, Jeune IL, et.al. British Thoracic Society Guidelines For The Management of Community Acquired Pneumoniain Adults: update 2009. Thorax. 2009; 64(suppl II) : 1- 55.

11. Kaplan V, Clermont G, Griffin MF, Kasal J, Watson RS, Linde-Zwirble WT, et.al. Pneumonia: Still the Oldman’s Friend. Arch Intern Med. 2003; 163: 317-23.

12. Capelastegui A, Espana PP, Quintana JM, Arcitio I, Gorondo I, Egurolla M, et.al. Validation of Predictive Rule for the Management of Community Acquired Pneumoniae. Eur Respir J. 2006; 27: 151-57.

13. Muller B, Harbarth S, Stolz D, Bingisser R, Mueller C, Leuppi J, et.al. Diagnostic and Prognostic Accuracy of Clinical and Laboratory Parameters in Community Acquired Pneumonia. BMC Infectious Diseases.2007;7:1- 10. 14. Milbrandt EB, Reade MC, Lee MJ, Shook SL, Angus DC, Kong L, et al.

Prevalence and Significance of Coagulation Abnormalities in Community-acquired Pneumonia. Molecular medicine. 2009; 15(11-12): 438–445.

15. Rijneveld AW, et al. (2006) Local Activation of The Tissue Factor-factor VIIa Pathway in Patients with Pneumonia and The Effect of Inhibition of This Pathway in Murine Pneumococcal Pneumonia. Crit. Care Med. 34:1725–730.

16. Abraham E. (2000) Coagulation Abnormalities in Acute Lung Injury and Sepsis. Am. J. Respir. Cell Mol. Biol. 22:401–4.

17. Ribelles JMQ, Tenias JM, Grav E, Querol-Borras JM, Climent JL, Gomez E, et.al. Plasma d-dimer levels Correlate with Outcomes in Patient with Community Acquired Pneumonia. Chest.2004; 126: 1087-92.

18. Jerry B.L,Coagulation Pathway and Physiology.An Algorithmic Approach to Hemostasis Testing, 2008 – PK staging.PK.org.

19. Suharti. Dasar-dasar HemostasisDalam: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S (editors).Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta 2009;1293-1300.

20. Singanayagam A, Chalmers JD, Hill AT. Severity Assesment in Community

(53)

21. Proietta M, Pulignano I, Porto F et al. Antithrombin III Metabolism In The pulmonary Vessel Endothelium. Blood Coagul.Fibrinolysis 2007;18:237-40. 22. Idell S. Coagulation, Fibrinolysis and Fibrin Deposition in Acute Lung

Injury. Crit. Care Med. 2003; 31: S213–20.

23. Levi M, Schultz MJ, Rijneveld AW, van der Poll T. Bronchoalveolar Coagulation and Fibrinolysis in Endotoxemia and Pneumonia. Crit Care Med.2003;31:238-42.

24. Choi G, Scultz MJ, van Till JWO et al. Disturbed Alveolar Fibrin Turnover During Pneumonia is Restricted to The Site of Infection. Eur. Respir. J. 2004; 24: 786–9.

25. Mandell LA, Wunderik RG, Arzueto A, Bartlett JG, Campbell GD, Dean NC, et.al. Infectious Diseases Society of America/ American Thoracic Society Consensus Guidelines on The Management of Community Acquired Pneumonia in Adults. CID. 2007; 44: 27- 72.

26. Ewig S. et al. Severity Assessment in Community-Acquired Pneumoniae Eur Respir J 2000; 16: 1193-1201.

27. Thomas M F, Jr, MD, Prognosis of Community-Acquired Pneumonia in

adults. 2011, available in:

28. Laterre PF, Garber G, Levy H, Wunderink R, Kinasewitz GT, Sollet JP, et.al. Severe Community Acquired Pneumoniae As Cause Of Severe Sepsis: Data from PROWESS study. Crit Care Med, 2005; 33(5): 952-61.

29. American College of Chest Physicians/Society of Critical Care Medicine Consensus Conference: Definitions for Sepsis and Organ Failure and Guidelines for The Use of InnovativeTherapies in Sepsis. Critical Care Medicine, 1992. Vol 20 no 6.and Prevention National Center for Health Statistics National Vital Statistics System. Deaths: final data. National Vital Statistics Reports, 2011.Vol. 61, No. 6.

30. Kasper, Braunwald, Fauci, Hauser, Longo, Jameson(Editors). Sepsis and Septic Shock. Harrison’s Manual Of Medicine, 18 th Edition, Mc Graw Hill, 2005:49-53.

(54)

32. Fourreir F, et al Septic Shock, Multiple Organ Failure and Disseminated Intravascular Coagulation Compared Pattern of Antithrombin III, Protein C and Protein S Deficiencies.

33. Pettilä V,Pentti J,Pettilä M,Takkunen O, Jousela I,et al.Predictive Value of Antithrombin III and Serum C-reactive Protein Concentration in cCitically Ill Patients with Suspected Sepsis.Crit Care Med 2002; 30:271–275.

34. Arash A, et al.Antithrombin III in critically ill patients: Systematic Review with Meta-Analysis and Trial Sequential Analysis.BMJ.2007 : 1-9.

35. Wattanathum A, Chaoprasong C, Nunthapisud P, et al. Community-Acquired Pneumonia in southeast Asia: The Microbial Differences Between Ambulatory and Hospitalized Patients. Chest 2003;123:1512–9.

36. Huang HH, Zhang YY, Xiu QY, et al. Community-Acquired Pneumonia in Shanghai,China: Microbial Etiology and Implications for Empirical Therapy in a Prospective Study of 389 patients. Eur J Clin Microbiol Infect Dis 2006;25:369–74.

37. Saito A, Kohno S, Matsushima T, et al. Prospective Multicenter Study of The Causative Organisms of Community-Acquired Pneumonia in Adults in Japan. J Infect Chemother 2006;12:63–9.

Gambar

Gambar 2.2.1. Escobar CE, et al., Introduction to hemostasis. In: Harmening DM, ed.
Tabel 2.5.1. Skor CURB-65
Tabel 5.1.1. Data karakteristik dasar subjek dengan pneumonia komunitas
Gambar 5.1.1. Hubungan kadar AT-III terhadap kematian 30 hari
+2

Referensi

Dokumen terkait

Analisis Kepribadian Tokoh Utama Pada Novel 5cm Karya Donny Dhirgantoro (Sebuah Analisis Psikologi Humanisme Carl Rogers). Malang: Universitas

Pada penelitian ini, diperoleh analisis kelayakan bisnis dengan perhitungan ROI sebesar 28.70 % , PBP = 1,59 Tahun, NPV=11.871.837, BEP sebesar 166,34 dan B/C

The self is the most important aspect of the person and therefore humanists focus on how a person see themselves or their sense of who they are, who they feel they should be (as

Penelitian ini menerima Hipotesis 4 yang diajukan yaitu UTAUT berpengaruh positif dan signifikan terhadap efektivitas e-government dikota Palembang, sehingga dapat

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan buku panduan menulis cerita bermuatan nilai karakter pada siswa kelas III SD yakni: (1) mendeksripsikan profil buku

Tujuan jangka panjang proyek ini untuk: (1) memahami bagaimana suatu grup nonprofit menggunakan dan mempelajari teknologi, (2) mengembangkan model untuk mendukung

Kontribusi Pengendalian Intern, Sistem Informasi Akuntansi, dan Financial Value Added terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan serta Dampaknya terhadap Kinerja Organisasi

Pada pengujian lelah terdapat suatu poros yang berputar, diberi beban lentur, akan mengalami tegangan tarik dan tekan pada setiap putaran dari poros tersebut.. Kalau poros