ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
EARNINGS RESPONSE COEFFICIENT (STUDI EMPIRIS
PADA PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR
DI JAKARTA ISLAMIC INDEX)
TESIS
Oleh
Isna Ardila
097017072 / Akt
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
EARNINGS RESPONSE COEFFICIENT (STUDI EMPIRIS
PADA PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR
DI JAKARTA ISLAMIC INDEX)
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains
dalam Program Studi Ilmu Akuntansi pada
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
Isna Ardila
097017072 / Akt
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
THE ANALYZE OF FACTORS THAT INFLUENCE EARNINGS
RESPONSE COEFFICIENT (AN EMPIRICAL STUDIES IN
COMPANIES THAT LISTED IN THE JAKARTA
ISLAMIC INDEX)
THESIS
By
Isna Ardila 097017072/Accounting
MAGISTER SCHOOL
UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA
MEDAN
Judul Tesis : ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI EARNINGS RESPONSE
COEFFICIENT (STUDI EMPIRIS PADA
PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR DI JAKARTA ISLAMIC INDEX)
Nama Mahasiswa : Isna Ardila
Nomor Pokok : 097017072
Program Studi : Akuntansi
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA) (Drs. Syahyunan, M.Si)
Ketua Program Studi Direktur
(Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA) (Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)
Telah Diuji pada
Tanggal : 12 Januari 2012
PANITIA PENGUJI TESIS :
Ketua : Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA.
Anggota : 1. Drs. Syahyunan, M.Si
2. Dra. Tapi Anda Sari, Lubis, M.Si., Ak. 3. Drs. Rasdianto, M.Si., Ak.
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan Tesis yang berjudul :
“ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EARNINGS
RESPONSE COEFFICIENT (STUDI EMPIRIS PADA PERUSAHAAN YANG
TERDAFTAR DI JAKARTA ISLAMIC INDEX)”
Adalah benar hasil karya saya sendiri yang belum pernah dipublikasikan oleh
siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah
dinyatakan secara benar dan jelas.
Medan, Januari 2012
Yang membuat pernyataan
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini untuk menguji faktor-faktor yang mempengaruhi
Earnings Response Coefficient pada perusahaan yang terdaftar di Jakarta Islamic
Index. Faktor-faktor tersebut adalah persistensi laba, struktur modal, risiko sistematik, kesempatan bertumbuh, ukuran perusahaan, dan Corporate Social
Responsibility.
Populasi penelitian ini adalah perusahaan yang terdaftar di Jakarta Islamic Index periode 2007-2010. Penarikan sampel dengan menggunakan metode purposive
sampling. Peneliti menggunakan 8 (delapan) perusahaan sebagai sampel dan diambil
dengan menggunakan metode purposive sampling pada perusahaan yang terdaftar di Jakarta Islamic Index periode 2007-2010, sehingga total observasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 32 observasi. Metode analisis data menggunakan analisis regresi linear berganda. Pengujian hipotesis dengan menggunakan uji t dan uji F.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa persistensi laba, struktur modal, risiko sistematik, kesempatan bertumbuh, ukuran perusahaan, dan Corporate Social
Responsibility berpengaruh terhadap Earnings Response Coefficient secara simultan
pada perusahaan yang terdaftar di Jakarta Islamic Index periode 2007-2010. Tetapi hanya persistensi laba, risiko sistematik secara parsial berpengaruh positif signifikan terhadap Earning Response Coefficient, ukuran perusahaan secara parsial berpengaruh negatif signifikan terhadap Earning Response Coefficient. Sementara itu, struktur modal, kesempatan bertumbuh dan Corporate Social Responsibility tidak berpengaruh signifikan terhadap Earning Response Coefficient.
Kata kunci : Persistensi Laba, Struktur Modal, Risiko Sistematik, Kesempatan Bertumbuh, Ukuran Perusahaan, Corporate Social Responsibility,
ABSTRACT
The purpose of this research is to analyze factors that influence Earnings Response Coefficient in the Jakarta Islamic Index. Those factors are
Population in this research are companies that listed in the Jakarta Islamic Index period 2007-2010. Samples are taken by using purposive sampling method. I used 8 companies as sample in companies that listed in the Jakarta Islamic Index period 2007-2010, So total observation in this research are 32 observations. The using of analyzed method is by multiple linear regression.
earnings persistence, capital structure, systematic risk ,growth opportunities, companies size, and Corporate Social Responsibility.
Hypothesis testing are using t test
The result of this research show and F test.
that earnings persistence, capital structure,
systematic risk, growth opportunities, companies size, and corporate social responsibility influence Earnings Response Coefficient simultaneously in Jakarta Islamic Index period 2007-2010. But only, earnings persistence, systematic risk that influence Earnings Response Coefficient partially and positive significantly, companies size influence Earnings Response Coefficient partially and negative significantly. Meanwhile, capital structure, growth opportunities and corporate social responsibility do not influence Earnings Response Coefficient significantly.
RIWAYAT HIDUP
1. NAMA : ISNA ARDILA
2. TEMPAT/TGL LAHIR : MEDAN/1 APRIL 1979
3. AGAMA : ISLAM
4. ORANG TUA
a. AYAH : Alm Drs SYAMSUDDIN BAZ
b. IBU : Hj. MARIANI HASAN
5. ALAMAT : JL. TANGGUK BONGKAR X No 27 B
MEDAN
6. PENDIDIKAN
a. SD Muhammadiyah 23 Medan Tamat Tahun 1991
b. SMP Muhammadiyah 1 Medan Tamat Tahun 2004
c. SMU NEGERI 6 Medan Tamat Tahun 1997
d. Diploma III Program Studi Administrasi Perpajakan USU Tamat 2000
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim
Segala puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayahNya serta kesehatan dan kesempatan kepada penulis
sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Shalawat beiring salam atas
junjungan Nabi Muhammad SAW yang insya Allah memberikan safaat kepada
penulis dan seluruh umatnya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa segala yang dilakukan dalam
penyusunan tesis ini tidak akan terlaksana dengan baik tanpa adanya bantuan dan
bimbingan serta dorongan dari berbagai pihak, untuk itu dengan segala kerendahan
hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H.,M.Sc (CTM), Sp.A(K), selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan yang diberikan untuk
mengikuti dan menyelesaikan pendidikan magister di Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE., selaku Direktur Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara atas kesempatan yang diberikan untuk
mengikuti dan menyelesaikan pendidikan magister pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS., MBA., CPA., selaku Ketua Program
Studi Magister Ilmu Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
dan arahan di sela-sela kesibukannya dari awal penulisan hingga selesainya
penulisan tesis ini.
4. Bapak Drs. Syahyunan, M.Si., selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak
memberi bimbingan dan mengarahkan penulis di sela-sela kesibukannya dari awal
penulisan hingga selesainya penulisan tesis ini.
5. Ibu Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si., Ak., Bapak Drs. Rasdianto, M.Si., Ak., dan
Bapak Syamsul Bahri TRB, MM., Ak., selaku Dosen Penguji yang telah
memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan tesis ini.
6. Seluruh staf pengajar Program Magister Ilmu Akuntansi Sekolah Pasca Sarjana
Universitas Sumatera Utara atas segala ilmu dan pengetahuan yang telah
diberikan
7. Seluruh staf administrasi Program Magister Ilmu Akuntansi Sekolah Pasca
Sarjana Universitas Sumatera Utara.
8. Ibunda Hj. Mariani Hasan dan Alm Ayahanda Drs. Syamsuddin BAZ, yang selalu
mendoakan dan memberikan dorongan moril maupun materil serta bantuan yang
tak ternilai dalam bentuk apapun juga, sehingga penulis dapat menyelesaikan
kuliah dan tesis ini.
9. Keluarga yang telah memberi dukungan dan motivasi yang tak pernah henti.
10.Teman-teman di Program Magister Ilmu Akuntansi, yang penuh dengan rasa
kekeluargaan dan persahabatan dalam memberi sumbangan pikiran selama
Akhirnya, semoga Allah SWT selalu melimpahkan berkah dan hidayah-Nya, dan
apa yang penulis lakukan ini mendapatkan ridho-Nya serta berguna bagi penulis
khususnya dan pembaca umum. Amin
Medan, Januari 2012
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 9
1.3. Tujuan Penelitian ... 9
1.4. Manfaat Penelitian ... 9
1.5. Originalitas ... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12
2.1. Landasan Teori ... 12
2.1.1. Earnings Response Coefficient ... 12
2.1.3. Struktur Modal ... 15
2.1.4. Risiko Sistematik ... 20
2.1.5. Kesempatan Bertumbuh ... 21
2.1.6. Ukuran Perusahaan ... 22
2.1.7. Corporate Social Responsibility ... 23
2.1.8. Persistensi Laba dan ERC ... 26
2.1.9. Struktur Modal dan ERC ... 28
2.1.10. Risiko sistematik dan ERC ... 29
2.1.11. Kesempatan Bertumbuh dan ERC ... 29
2.1.12. Ukuran Perusahaan dan ERC ... 31
2.1.13. Corporate Social Responsibility dan ERC ... 32
2.1.14. Jakarta Islamic Index ... 34
BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS ... 37
3.1. Kerangka Konsep ... 37
3.2. Hipotesis Penelitian ... 40
BAB IV METODE PENELITIAN ... 41
4.1. Jenis Penelitian ... 41
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 41
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 41
4.4. Metode Pengumpulan Data ... 43
4.5. Definisi Operasional dan Metode Pengukuran Variabel ... 43
4.5.2. Variabel Independen ... 46
4.6. Metode Analisis Data ... 51
4.6.1. Pengujian Asumsi Klasik ... 51
4.6.1.1. Uji Normalitas ... 52
4.6.1.2. Uji Multikolinearitas ... 52
4.6.1.3. Uji Autokorelasi ... 53
4.6.1.4. Uji Heteroskedastisitas ... 53
4.6.2. Pengujian Hipotesis ... 54
4.6.2.1. Uji Hipotesis secara Simultan (UJi F) ... 54
4.6.2.2. Uji Hipotesis secara Parsial (Uji t) ... 55
4.6.2.3. Koefisien Determinasi (R2 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 57
) ... 56
5.1. Hasil Penelitian ... 57
5.1.1 Statistik Deskriptif ... 57
5.2. Hasil Pengujian Asumsi Klasik ... 61
5.2.1. Uji Normalitas ... 62
5.2.2. Uji Autokorelasi ... 63
5.2.3. Uji Multikolinearitas ... 64
5.2.4. Uji Heteroskedastisitas ... 65
5.3. Hasil Pengujian Hipotesis ... 67
5.3.1. Hasil Uji Hipotesis secara Simultan (Uji F) ... 67
5.3.3. Hasil Koefisien Determinasi ... 71
5.4. Pembahasan Hasil Penelitian ... 72
5.4.1. Pengaruh Persistensi Laba Terhadap ERC ... 72
5.4.2. Pengaruh Struktur Modal Terhadap ERC ... 73
5.4.3. Pengaruh Risiko Sistematik Terhadap ERC ... 74
5.4.4. Pengaruh Kesempatan Bertumbuh Terhadap ERC ... 75
5.4.5. Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap ERC ... 75
5.4.6. Pengaruh CSR Terhadap ERC ... 76
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 78
6.1. Kesimpulan……. ... 78
6.2. Keterbatasan Penelitian ... 79
6.3. Saran penelitian ... 79
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1.1 Laba Bersih dan Harga Saham ... 4
2.1 Review Penelitian Terdahulu ... 36
4.1 Sampel Perusahaan Jakarta Islamic Index ... 42
4.2 Daftar Perusahaan Sampel ... 42
4.3 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 50
5.1. Statistik Deskriptif ... 57
5.2 Uji Normalitas ... 62
5.3. Uji Autokorelasi ... 64
5.4. Uji Multikolinearitas ... 65
5.5. Uji Heteroskedastisitas ... 66
5.6. Hasil Uji Hipotesis secara Simultan (Uji F) ... 67
5.7. Hasil Uji Hipotesis secara Parsial (Uji t) ... 69
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul
1. Daftar Saham Perusahaan Jakarta Islamic Index Periode 2007-2010
2. Tanggal Publikasi Laporan keuangan
3. Index Corporate social Responsibility
4. Variabel Penelitian Tahun 2007-2010
5. Statistik deskriptif
6. Hasil Uji Asumsi Klasik, Nilai Koefisien Determinasi
7. Hasil Pengujian Hipotesis
8. Item Pengukuran Tahun 2007-2010
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini untuk menguji faktor-faktor yang mempengaruhi
Earnings Response Coefficient pada perusahaan yang terdaftar di Jakarta Islamic
Index. Faktor-faktor tersebut adalah persistensi laba, struktur modal, risiko sistematik, kesempatan bertumbuh, ukuran perusahaan, dan Corporate Social
Responsibility.
Populasi penelitian ini adalah perusahaan yang terdaftar di Jakarta Islamic Index periode 2007-2010. Penarikan sampel dengan menggunakan metode purposive
sampling. Peneliti menggunakan 8 (delapan) perusahaan sebagai sampel dan diambil
dengan menggunakan metode purposive sampling pada perusahaan yang terdaftar di Jakarta Islamic Index periode 2007-2010, sehingga total observasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 32 observasi. Metode analisis data menggunakan analisis regresi linear berganda. Pengujian hipotesis dengan menggunakan uji t dan uji F.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa persistensi laba, struktur modal, risiko sistematik, kesempatan bertumbuh, ukuran perusahaan, dan Corporate Social
Responsibility berpengaruh terhadap Earnings Response Coefficient secara simultan
pada perusahaan yang terdaftar di Jakarta Islamic Index periode 2007-2010. Tetapi hanya persistensi laba, risiko sistematik secara parsial berpengaruh positif signifikan terhadap Earning Response Coefficient, ukuran perusahaan secara parsial berpengaruh negatif signifikan terhadap Earning Response Coefficient. Sementara itu, struktur modal, kesempatan bertumbuh dan Corporate Social Responsibility tidak berpengaruh signifikan terhadap Earning Response Coefficient.
Kata kunci : Persistensi Laba, Struktur Modal, Risiko Sistematik, Kesempatan Bertumbuh, Ukuran Perusahaan, Corporate Social Responsibility,
ABSTRACT
The purpose of this research is to analyze factors that influence Earnings Response Coefficient in the Jakarta Islamic Index. Those factors are
Population in this research are companies that listed in the Jakarta Islamic Index period 2007-2010. Samples are taken by using purposive sampling method. I used 8 companies as sample in companies that listed in the Jakarta Islamic Index period 2007-2010, So total observation in this research are 32 observations. The using of analyzed method is by multiple linear regression.
earnings persistence, capital structure, systematic risk ,growth opportunities, companies size, and Corporate Social Responsibility.
Hypothesis testing are using t test
The result of this research show and F test.
that earnings persistence, capital structure,
systematic risk, growth opportunities, companies size, and corporate social responsibility influence Earnings Response Coefficient simultaneously in Jakarta Islamic Index period 2007-2010. But only, earnings persistence, systematic risk that influence Earnings Response Coefficient partially and positive significantly, companies size influence Earnings Response Coefficient partially and negative significantly. Meanwhile, capital structure, growth opportunities and corporate social responsibility do not influence Earnings Response Coefficient significantly.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Laporan keuangan merupakan media bagi perusahaan untuk memberikan
informasi penting yang diberikan oleh perusahaan kepada publik, khususnya bagi
mereka yang menggunakan laporan keuangan untuk tujuan pengambilan keputusan.
Laporan keuangan tahunan yang diterbitkan suatu perusahaan harus dapat
mengungkapkan kondisi keuangan yang sebenarnya, sehingga bermanfaat bagi
pemakai laporan keuangan. Informasi yang diungkapkan dalam laporan keuangan
tahunan dapat berupa informasi akuntansi yaitu informasi yang berkaitan dengan
laporan keuangan dan informasi non keuangan. Laba rugi merupakan bagian dari
laporan keuangan yang menyajikan laba (earnings) yang di peroleh perusahaan
dalam suatu periode dan yang paling banyak diperhatikan dan dinanti-nantikan bagi
pengambil keputusan dalam investasi.
Setiap even yang terjadi di pasar modal akan menyebabkan timbulnya reaksi
dari pelaku pasar, salah satunya adalah dengan adanya pengumuman laba, maka pasar
akan bereaksi yang dapat dilihat dari pergerakan saham (Kwang En, 2002). Penelitian
oleh Ball dan Brown (1968) menemukan adanya hubungan yang signifikan antara
pengumuman laba perusahaan dengan perubahan harga saham, yaitu pada saat
pada harga saham, dan sebaliknya jika diumumkan laba mengalami penurunan terjadi
perubahan negatif pada harga saham.
Perubahan-perubahan harga saham pada saat laba diumumkan dapat dilihat
pada perusahaan yang terdaftar di Jakarta Islamic Index (JII) selama periode
2007-2010. Khusus untuk melihat perubahan harga saham yang terjadi di periode
pengamatan 2007 maka menggunakan perbandingan laba tahun 2006 dengan laba
yang di peroleh pada tahun 2007. Tahun 2006 PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI)
memperoleh laba sebesar 787.318.000.000 dan di tahun 2007 laba naik menjadi
1.973.428.000.000, di ikuti dengan kenaikan harga saham dari 31.800 naik ke level
32.350. Tahun 2008 laba yang diperoleh sebesar 2.631.019.000.000, hal tersebut
menunjukkan laba mengalami kenaikan dari tahun 2007 dan harga saham juga
mengalami kenaikan dari 11.850 ke level 12.350. Tahun 2010 diperoleh laba sebesar
2.016.780.000.000, hal tersebut menunjukkan laba mengalami kenaikan dari tahun
2009 dan harga saham juga ikut naik dari 21.500 ke level 22.300.
Tahun 2006 PT Aneka Tambang Tbk (ANTAM) memperoleh laba sebesar
1.552.777.307 dan di tahun 2007 laba naik menjadi 5.118.987.734.000, tetapi tidak di
ikuti dengan kenaikan harga saham pada saat publikasi, harga saham malah
mengalami penurunan dari 4.100 ke level 3.925. Untuk tahun 2008 laba yang
diperoleh sebesar 1.368.139.165, hal tersebut menunjukkan laba mengalami
penurunan dari tahun 2007, sebaliknya harga saham naik dari 1.060 ke level 1.120.
PT International Nickel Indonesia Tbk (INCO) menghasilkan laba di tahun
terjadinya kenaikan laba mengalami penurunan dari 4.100 ke level 3.925. Hal
tersebut juga diikuti pada tahun 2010 laba juga mengalami kenaikan dari tahun 2009
tetapi perolehan harga saham turun dari 4.850 ke level 4.725. Untuk tahun 2009 laba
yang diperoleh turun dari tahun 2008 tetapi harga saham malah bergerak naik dari
3.375 ke level 3.875.
PT Indocement Tunggal Perkasa Tbk (INTP) di tahun 2007 mendapatkan laba
sebesar 980.103.086.314 mengalami kenaikan dari laba tahun 2006, sebaliknya harga
saham turun dari 7.950 ke level 7.450, pada tahun 2010 juga mendapatkan kenaikan
laba dari tahun 2009 yaitu 3.224.941.884.793 dan tidak diikuti dengan kenaikan
harga saham yang turun dari 17.550 ke level 17.100.
PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) menghasilkan laba di tahun 2007 sebesar
705.694.196.679 dari tahun 2006 sebesar 676.581.653.872, harga saham turun dari
1.130 ke level 1.000, untuk tahun 2008 laba juga naik sebesar 706.822.146.190 dan
harga saham juga turun dari 640 ke level 630. Sebaliknya di tahun 2009 laba yang
diperoleh juga naik tetapi tidak diikuti dengan kenaikan harga saham, harga saham
malah turun dari 2.325 ke level 2.375.
PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk di tahun 2007 harga saham turun dari
11.850 ke level 11.150 dimana laba ditahun tersebut mengalami kenaikan sebesar
762.211.000.000, sedangkan di tahun 2010 harga saham naik dari 22.200 ke level
22.400 dimana laba di tahun tersebut mengalami penurunan dari tahun sebelumnya.
PT telekomunikasi (TLKM) tahun 2006 memperoleh laba 11.005.577.000.000 dan di
Saham Saham Saham Saham Saham Saham
-5 hari -5 hari -5 hari publikasi -5 hari publikasi
AALI Astra Agro Lestari Tbk 787,318,000,000 1,973,428,000,000 31,800 32,350 2,631,019,000,000 11,850 12,350 1,660,649,000,000 24,400 24,200 2,016,780,000,000 21,500 22,300
ANTM Aneka Tambang (Persero) Tbk 1,552,777,307 5,118,987,734,000 4,100 3,925 1,368,139,165,000 1,060 1,120 604,307,088,000 2,100 2300 1,683,399,992,000 2,300 2,300
INCO International Nickel Indonesia Tbk 513,358,000 1,173,036,000 9,250 8,500 3,593,160,000 2,900 3275 1,704,170,000 3,375 3875 4,373,630,000 4,850 4,725
INTP Indocement Tunggal Perkasa Tbk 592,802,016,775 980,103,086,314 7,950 7,450 1,745,500,936,215 4,275 5050 2,746,654,071,082 12,900 13850 3,224,941,884,793 17,550 17,100
KLBF Kalbe Farma Tbk 676,581,653,872 705,694,196,679 1,130 1,000 706,822,146,190 640 630 929,003,740,338 2,325 2375 1,286,330,026,012 3,625 3,575
PTBA Tambang Batubara Bukit Asam Tbk 485,670,000,000 762,211,000,000 11,850 11,150 1,707,771,000,000 6,750 6,900 2,727,734,000,000 16,950 17800 2,008,891,000,000 22,200 22,400
TLKM Telekomunikasi Indonesia Tbk 11,005,577,000,000 12,857,018,000,000 10,000 9,450 10,619,470,000,000 8,250 8700 11,398,826,000,000 9,000 9550 11,536,999,000,000 7,150 7,350
UNVR Unilever Indonesia Tbk 1,721,595,000,000 1,964,652,000,000 6,800 6,700 2,407,231,000,000 7,800 7,650 3,044,107,000,000 11,000 11050 3,386,970,000,000 15,300 15,300
Saham
publikasi Laba Tahun 2009 Laba Tahun 2010
Kode Nama Perusahaan Laba Tahun 2006 Laba Tahun 2007 Saham
publikasi Laba 2008
kenaikan harga saham, saham turun dari level 6.800 ke level 6.700. Sebaliknya di
tahun 2008 laba yang di peroleh turun menjadi 2.407.231.000.000, di saat laba
mengalami penurunan harga saham naik dari 8.250 ke level 8.700.
PT Unilever Indonesia (UNVR) menghasilkan laba di tahun 2007 sebesar
1.964.652.000.000 hal tersebut menunjukkan adanya kenaikan laba dari tahun 2006
yaitu sebesar 2.407.231.000.000, kenaikan laba tersebut tidak di ikuti dengan harga
saham yang turun dari 6.800 ke level 6.700. Hal yang sama juga terjadi di tahun 2008
dimana laba yang di hasilkan juga mengalami kenaikan tetapi harga saham turun ke
level 7.650.
Berikut ini adalah daftar laba bersih dan perubahan-perubahan harga saham
pada saat publikasi Laporan Keuangan pada perusahaan yang terdaftar di Jakarta
Islamic Index :
Dari penjelasan di atas menunjukkan bahwa kenaikan laba tidak selalu di ikuti
dengan perubahan harga saham yang positif yaitu terjadi kenaikan pada harga saham,
sebaliknya pada saat laba mengalami penurunan laba maka harga saham tidak selalu
ikut mengalami penurunan. Hal tersebut mengindikasikan bahwa dalam pengambilan
keputusan ekonomi para investor memang membutuhkan informasi tentang kondisi
keuangan perusahaan tetapi tidak hanya informasi laba saja tetapi banyak
informasi-informasi lainnya (Mulyani, et.al, 2007). Earnings Response Coefficient (ERC)
merupakan model penilaian yang dapat digunakan untuk mengindikasikan
kemungkinan naik turunnya harga saham atas reaksi pasar terhadap informasi laba
perusahaan. Menurut Chaney dan Jeter (1991), salah satu pengukuran yang dapat
digunakan untuk mengukur reaksi pemodal atau respon harga saham terhadap
informasi laba akuntansi adalah Earnings Response Coefficient. Adapun faktor-faktor
yang mempengaruhi ERC yaitu persistensi laba, struktur modal, risiko sistematik,
kesempatan bertumbuh, ukuran perusahaan, dan Corporate Social Responsibility.
Pelaporan laba bermanfaat bagi investor yang biasanya digunakan untuk
memprediksi laba masa depan. Agar prediksi yang diperoleh tepat, investor
membutuhkan laba yang berkualitas untuk menjamin informasi laba tersebut
bermanfaat. Laba yang berkualitas menggambarkan laba yang persisten yaitu
perusahaan dapat mempertahankan jumlah laba yang diperoleh saat ini sampai masa
mendatang. Perusahaan yang mampu mempertahankan laba dari waktu ke waktu akan
di respon investor untuk memprediksi prospek perusahaan ke depan. Penelitian
dari waktu ke waktu maka semakin tinggi ERC, hal tersebut menunjukkan terjadi
peningkatan laba yang di peroleh perusahaan terus menerus. Penelitian ini
menyimpulkan bahwa ERC berpengaruh positif signifikan dengan persistensi laba
akuntansi. Namun, berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Harahap (2004)
yang menyimpulkan bahwa persistensi laba tidak berpengaruh terhadap Earnings
Response Coeffisiense.
Penggunaan hutang yang besar oleh perusahaan dalam menjalankan
aktivitasnya menyebabkan semakin besar pula beban bunga yang akan ditanggung
perusahaan. Oleh sebab itu, investor sebelum mengambil keputusan dalam
berinvestasi tidak hanya melihat kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba
tetapi juga penggunaan hutang oleh perusahaan karena hal tersebut akan berpengaruh
terhadap tingkat keuntungan yang diperoleh perusahaan dan berdampak pada return
yang akan diterima oleh investor. Penelitian yang dilakukan oleh Mulyani, et.al
(2007) bahwa ERC berpengaruh signifikan terhadap struktur modal. Namun, hasil
berbeda di temukan oleh Chandarin (2003), dan Jaswadi (2003) yang menyimpulkan
bahwa struktur modal tidak berpengaruh terhadap ERC.
Risiko sistematis merupakan risiko yang berasal dari kondisi ekonomi dan
kondisi pasar secara umum, dimana risiko ini tercermin dari nilai beta saham.
Mengingat bahwa investasi memiliki ketidakpastian yang cukup tinggi, maka investor
yang membeli saham pada awal periode tidak mengetahui return yang akan diperoleh
pada akhir periode sehingga investor harus memprediksi return saham yang
maka selalu dihadapkan pada permasalahan apakah tingkat keuntungan yang
diharapkan telah sesuai atau sebanding dengan tingkat risiko yang harus dipikulnya.
Investasi yang berisiko tidak akan dilakukan oleh investor jika investasi tersebut tidak
memberi harapan pada tingkat laba yang tinggi. Penelitian Palupi (2006), yang
menunjukkan bahwa risiko sistematik memberikan pengaruh positif signifikan
terhadap ERC, yang artinya semakin besar risiko sistematik, maka semakin besar
ERC.
Kesempatan bertumbuh menjelaskan adanya prospek pertumbuhan
perusahaan dimasa depan. Oleh karena adanya kesempatan bertumbuh maka
perusahaan akan berusaha meningkatkan laba. Investor akan memberi respon yang
lebih besar kepada perusahaan yang mempunyai kesempatan bertumbuh atau laba
yang meningkat. Penelitian Mulyani, et.al (2007), menyimpulkan bahwa kesempatan
bertumbuh memberikan pengaruh positif signifikan terhadap Earnings Response
Coefficient. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin besar kesempatan bertumbuh
perusahaan, maka semakin tinggi kesempatan perusahaan untuk mendapatkan atau
menambah laba yang diperoleh perusahaan pada masa mendatang. Berbeda dengan
penelitian Palupi (2006), yang menyimpulkan bahwa kesempatan bertumbuh tidak
berpengaruh terhadap ERC.
Ukuran perusahaan secara langsung akan mencerminkan tinggi rendahnya
aktivitas operasi maupun investasi perusahaan. Investor biasanya lebih memiliki
kepercayaan pada perusahaan besar, karena perusahaan besar dianggap mampu untuk
labanya dengan memiliki total aktiva yang besar sehingga dapat menarik investor
untuk menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut. Penelitian Mulyani, et.al
(2006) menemukan bahwa ukuran perusahaan memberikan pengaruh positif
signifikan terhadap Earnings Response Coefficient. Namun hasil yang berbeda
ditemukan oleh Palupi (2006) yang menyimpulkan bahwa ukuran perusahan tidak
memberikan pengaruh terhadap Earning Response Coefficient.
Adanya banyak kasus lingkungan akibat aktivitas yang menggunakan sumber
daya alam, menimbulkan polusi air, tanah dan udara, kepedulian masyarakat global
terhadap produk-produk ramah lingkungan dan diproduksi dengan memperhatikan
kaidah-kaidah sosial dan prinsip-prinsip hak asasi manusia merupakan tangung jawab
perusahaan yang memproduksi barang dan jasa, dan tanggung jawab perusahaan
kepada pekerja dan organisasinya (serikat pekerja). Hal tesebut menjadikan
Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai salah satu hal penting yang
diperhatikan semua pihak dan sudah banyak diterapkan sebagai bagian dari aktivitas
perusahaan. Pengungkapan CSR menjadi salah satu informasi tambahan kepada
investor selain dari yang sudah tercakup dalam laba akuntansi. Penelitian sayekti dan
Wondabio (2008), menyimpulkan bahwa pengungkapan CSR berpengaruh positif
terhadap ERC.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang:
“Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Earnings Response Coefficient
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dibahas
dapat dirumuskan sebagai berikut: Apakah terdapat pengaruh secara simultan dan
parsial dari persistensi laba, struktur modal, risiko sistematik, kesempatan bertumbuh,
ukuran perusahaan, Corporate Social Responsibility terhadap Earnings Response
Coefficient pada perusahaan yang terdaftar di Jakarta Islamic Index ?
1.3.Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini untuk
memperoleh bukti empiris tentang: pengaruh secara simultan dan parsial dari
persistensi laba, struktur modal, risiko sistematik, kesempatan bertumbuh, ukuran
perusahaan, Corporate Social Responsibility terhadap Earnings Response Coefficient
pada perusahaan yang terdaftar di Jakarta Islamic Index.
1.4.Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:
1. Manajemen perusahaan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan
kepada manajemen perusahaan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi
pasar atau respon harga saham diukur dengan Earnings Response Coefficient,
sehingga perusahaan dapat menerapkan kebijakan yang tepat agar investor tertarik
untuk melakukan kegiatan investasi pada perusahaan.
2. Investor dan calon investor, dapat dipergunakan sebagai pertimbangan dalam
3. Bagi akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan referensi bagi
penelitian selanjutnya.
4. Bagi peneliti, dapat menambah wawasan dan pengetahuan dalam penelitian
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi Earnings Response Coefficient.
1.5.Originalitas
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang telah dilakukan oleh
Mulyani, et.al (2007), yang meneliti tentang Faktor-faktor yang mempengaruhi
Earnings Response Coefficient. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa persistensi
laba, struktur modal, risiko sistematik, kesempatan bertumbuh, ukuran perusahaan
berpengaruh signifikan terhadap Earnings Response Coefficient.
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Mulyani, et.al (2007) , penelitian
ini dilakukan pada periode tahun 2007-2010, sedangkan pada penelitian terdahulu
dilakukan pada periode 2001-2005. Selain itu penelitian ini meneliti pada perusahaan
yang terdaftar di Jakarta Islamic Index (JII), sedangkan pada penelitian sebelumnya
meneliti pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ).
Perbedaan lainnya adalah adanya penambahan variabel lain yaitu Corporate Social
Responsibility pada penelitian ini. Penambahan variabel ini dilakukan dengan
merujuk pada penelitian yang dilakukan Sayekti dan Wondabio (2008) tentang
pengaruh Corporate Social Responsibility (CSR) terhadap Earnings Response
Coefficient yang menyatakan bahwa tingkat pengungkapan informasi CSR dalam
Alasan melakukan replikasi adalah peneliti ingin mengetahui apakah
faktor-faktor yang mempengaruhi ERC hasilnya masih konsisten ketika tahun pengamatan
dan lokasi penelitiannya diubah, dan penelitian CSR terhadap ERC masih sangat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Earnings Response Coeffisient
Earnings Response Coefficient (ERC) adalah ukuran besaran abnormal return
suatu saham sebagai respon terhadap komponen laba abnormal (unexpected earnings)
yang dilaporkan oleh perusahaan yang mengeluarkan saham tersebut (Scott, 2003).
ERC berguna dalam analisis fundamental oleh investor, dalam model penilaian untuk
menentukan reaksi pasar atas informasi laba perusahaan perusahaan. ERC merupakan
koefisien yang diperoleh dari regresi antara proksi harga saham dan laba akuntansi.
Proksi harga saham yang digunakan adalah cummulative abnormal return (CAR),
sedangkan proksi laba akuntansi adalah unexpected earning (UE)(Chaney dan Jeter,
1991). Regresi model tersebut akan menghasilkan ERC untuk masing-masing sampel
yang akan digunakan untuk analisis berikutnya.
ERC merupakan pengaruh laba abnormal (unexpected earnings) terhadap
CAR, yang ditunjukkan melalui slope coeficient dalam regresi abnormal return
saham dengan unexpected earnings (Scott, 2003). Hal ini menunjukkan bahwa ERC
adalah reaksi CAR terhadap laba yang diumumkan oleh perusahaan.
Ada beberapa hal yang menyebabkan respon pasar yang berbeda-beda
terhadap laba yaitu persistensi laba, beta, struktur permodalan perusahaan, kualitas
Response Coeffisiens diprediksi lebih tinggi jika laba perusahaan lebih persisitensi di
masa depan. Demikian juga jika kualitas laba semakin baik, maka diprediksi nilai
ERC akan semakin tinggi. Beta mencerminkan risiko sistematis. Investor akan
menilai laba sekarang untuk memprediksi laba dan return dimasa yang akan datang.
Jika future return tersebut semakin berisiko, maka reaksi investor terhadap
unexpected earnings perusahaan juga semakin rendah (Scott, 2003).
Laba memiliki kandungan informasi yang tercermin dalam harga saham
(Easton dan Harris, 1991 dalam Hidayati dan Murni, 2009). Penelitian ini
membuktikan bahwa laba memiliki nilai relevan yang diketahui dari pengaruhnya
terhadap reaksi pasar yang digambarkan dalam harga saham. Perubahan harga saham
bergerak sesuai dengan kepercayaan investor, sejalan dengan Eficiency Market
Theory yang menyatakan bahwa pasar akan bereaksi cepat terhadap informasi yang
baru, sehingga sesaat sebelum dan sesudah laporan keuangan dikeluarkan, informasi
mengenai angka laba yang dipublikasikan akan memengaruhi tingkah laku investor.
Peningkatan laba abnormal (unexpected earnings) diikuti oleh return abnormal
positif dan penurunan laba abnormal diikuti oleh tingkat return abnormal negatif
(Ball dan Brown, 1968). Hasil ini menunjukkan bahwa adanya hubungan yang
signifikan antara pengumuman laba perusahaan dengan perubahan harga saham.
Seberapa jauh respon pasar terhadap informasi laba dikenal dengan penelitian ERC.
Asumsi yang mendasari penelitian ERC adalah bahwa investor merespon
secara berbeda terhadap informasi laba akuntansi sesuai dengan kredibilitas atau
(2005), reaksi pasar ditunjukkan dengan (return saham) perusahaan tertentu yang
cukup mencolok pada saat pengumuman laba adanya perubahan harga pasar. Maksud
dari mencolok adalah perbedaan yang cukup besar antara return realisasi dengan
return ekspektasi yang disebut sebagai return abnormal.
Beberapa penelitian menyatakan bahwa respon pasar terhadap laba di
masing-masing perusahaan dapat bervariasi dan tidak konstan. Beberapa peneliti yang
memiliki pendapat tersebut adalah Easton dan Zmijweski (1989) ; Collins dan
Khotari (1989). Pihak lain mengatakan bahwa Earnings Response Coefficient relatif
tidak berubah dan tetap, diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh;
Kormendi dan Lipe (1987).
2.1.2. Persistensi Laba
Persistensi laba merupakan suatu ukuran yang menjelaskan kemampuan
perusahaan untuk mempertahankan jumlah laba yang diperoleh saat ini sampai masa
mendatang. Persistensi laba sering digunakan sebagai pertimbangan kualitas laba
karena persistensi laba merupakan komponen dari karakteristik kualitatif relevansi
yaitu predictive value (Jonas dan Blanchet, 2000). Penman (2000) menyatakan bahwa
persistensi laba adalah revisi dalam laba akuntansi yang diharapkan di masa
mendatang (expected future earnings) yang tercermin pada laba tahun berjalan
(current earnings).
Menurut Meythi (2006) persistensi laba adalah properti laba yang
saat ini sampai masa mendatang. Persistensi laba sering kali dikategorikan sebagai
salah satu pengukuran kualitas laba karena persistensi laba mengandung unsur
predictive value sehingga dapat digunakan oleh pengguna laporan keuangan untuk
mengevaluasi kejadian-kejadian di masa lalu, sekarang dan masa depan. Predictive
Value adalah salah satu komponen relevansi selain feedbackvalue dan timeliness.
Inovasi terhadap laba sekarang informatif terhadap laba masa depan
ekspektasian, yaitu manfaat masa depan yang diperoleh pemegang saham (Wijayanti,
2003). Penelitian yang pernah dilakukan oleh Lipe (1990) dan Sloan (1996)
menggunakan koefisien dari regresi antara laba akuntansi periode sekarang dengan
periode yang akan datang sebagai proksi persistensi laba, jika koefisien variabelnya
semakin kecil.
Scott (2003) menyatakan bahwa persistensi laba adalah revisi laba yang
diharapkan dimasa mendatang (expected future earnings) yang diimplikasikan oleh
inovasi laba tahun berjalan sehingga persistensi laba dapat dilihat dari inovasi laba
tahun berjalan yang dihubungkan dengan perubahan harga saham.
2.1.3. Struktur Modal
Modal menjadi salah satu aspek penting dalam perusahaan karena baik dalam
pembukaan bisnis maupun pengembangannya, modal sangatlah diperlukan. Oleh
sebab itu perusahaan harus menentukan seberapa banyak modal yang diperlukan
untuk membiayai bisnisnya. Sumber dana bagi perusahaan dapat diperoleh dari dalam
dan depresiasi, sedangkan dana dari luar perusahaan berasal dari para kreditur dan
dana dari peserta yang mengambil bagian dari perusahaan yang akan menjadi modal
sendiri.
Keputusan pendanaan atau keputusan atas struktur modal merupakan suatu
keputusan keuangan yang berkaitan dengan komposisi utang, saham preferen dan
saham biasa yang harus digunakan oleh perusahaan. Keputusan struktur modal
secara langsung berpengaruh terhadap besarnya resiko yang ditanggung oleh
pemegang saham beserta besarnya tingkat pengembalian atau tingkat keuntungan
yang diharapkan (Brigham dan Houston, 2001). Keputusan struktur modal tidak saja
berpengaruh terhadap profitabilitas perusahaan, tetapi juga berpengaruh terhadap
risiko keuangan yang dihadapi perusahaan. Risiko keuangan tersebut meliputi
kemungkinan ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kewajibannya dan
kemungkinan tidak tercapainya tingkat laba yang ditargetkan perusahaan.
Apabila perusahaan melakukan pinjaman kepada pihak di luar perusahaan
maka akan timbul utang sebagai konsekuensi dari pinjamannya tersebut dan berarti
perusahaan telah melakukan financial leverage. Semakin besar utang maka financial
leverage juga akan semakin besar. Berarti resiko yang dihadapi perusahaan akan
semakin besar karena utangnya tersebut. Pembiayaan dengan utang atau leverage
keuangan memiliki tiga implikasi penting, yaitu:
1. Memperoleh dana melalui utang membuat pemegang saham dapat
2. Kreditur melihat ekuitas atau dana yang di setor pemilik untuk memberikan marjin
penganggaran, sehingga jika pemegang saham hanya memberikan sebagian kecil
dari total pembiayaan, maka risiko perusahaan sebagian besar ada pada kreditur.
3. Jika perusahaan memperoleh pengembalian yang lebih besar atas investasi yang
dibiayai dengan dana pinjaman di banding pembayaran bunga, maka
pengembalian atas modal pemilik akan lebih besar atau leverage.
Financial levarage dianggap menguntungkan apabila laba yang di peroleh lebih besar
dari pada beban tetap yang timbul akibat penggunaan utang tersebut. Financial
leverage di anggap merugikan apabila laba yang diperoleh lebih kecil dari pada beban
tetap yang timbul akibat penggunaan utangnya tersebut.
Ghosh, et.all (2000), mendefinisikan struktur modal sebagai perbandingan
antara hutang perusahaan (total debt) dan total aktiva (total asset). Perbandingan ini
dilihat dengan bagaimana distribusi aktiva perusahaan terhadap total kewajiban
perusahaan.
Beberapa teori yang terkait dengan dengan struktur modal, yaitu :
1. Agency Theory
Teori ini dikemukakan oleh Jansen dan Meckling (1976), manajemen
merupakan agen dari pemegang saham, sebagai pemilik perusahaan. Untuk dapat
melakukan fungsinya dengan baik, manajemen harus diberikan insentif dan
pengawasan yang memadai. Pengawasan dapat dilakukan melalui cara-cara seperti
yang dapat diambil manajemen. Kegiatan pengawasan tentu saja membutuhkan biaya
yang disebut dengan biaya agensi.
Biaya agensi menurut (Horne dan Wachowicz 1998 dalam Saidi, 2001)adalah
biaya-biaya yang berhubungan dengan pengawasan manajemen untuk meyakinkan
bahwa manajemen bertindak konsisten sesuai dengan perjanjian kontraktual
perusahaan dengan kreditor dan pemegang saham. Menurut (Horne dan Wachowicz
1998, dalam Saidi, 2001), salah satu pendapat dalam teori agensi adalah siapapun
yang menimbulkan biaya pengawasan, biaya yang timbul pasti tanggungan pemegang
saham. Sebagai misal, pemegang obligasi, mengantisipasi biaya pengawasan, serta
membebankan bunga yang lebih tinggi. Semakin besar peluang timbulnya
pengawasan, semakin tinggi tingkat bunga, dan semakin rendah nilai perusahaan bagi
pemegang saham. Biaya pengawasan berfungsi sebagai insentif dalam penerbitan
obligasi, terutama dalam jumlah yang besar. Jumlah pengawasan yang diminta
pemegang obligasi akan meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah obligasi
yang beredar.
2. Signaling Theory
Signal atau isyarat adalah suatu tindakan yang diambil manajemen perusahaan
yang memberi petunjuk bagi investor tentang bagaimana manajemen memandang
prospek perusahaan (Brigham dan Houston,2001). Menurut Brigham dan Houston
(2001), Perusahaan dengan prospek yang menguntungkan akan mencoba menghindari
penjualan saham dan mengusahakan setiap modal baru yang diperlukan dengan
normal. Perusahaan dengan prospek yang kurang menguntungkan akan cenderung
untuk menjual sahamnya. Pengumuman emisi saham oleh suatu perusahaan
umumnya merupakan suatu isyarat (signal) bahwa manajemen memandang prospek
perusahaan tersebut suram. Apabila suatu perusahaan menawarkan penjualan saham
baru lebih sering dari biasanya, maka harga sahamnya akan menurun, karena
menerbitkan saham baru berarti memberikan isyarat negatif yang kemudian dapat
menekan harga saham sekalipun prospek perusahaan cerah.
3. Pecking Order Theory
Penamaan Pecking Order Theory dilakukan oleh Myers (1984) Teori ini
menyatakan bahwa ada semacam tata urutan (pecking order) bagi perusahaan dalam
menggunakan modal. Teori tersebut juga menjelaskan bahwa perusahaan lebih
mengutamakan pendanaan ekuitas internal (menggunakan laba yang ditahan)
daripada pendanaan ekuitas eksternal (menerbitkan saham baru).
4. Trade Off Theory
Trade off theory oleh Modigliani dan Miller (1963), menyatakan bahwa suatu
perusahaan memiliki tingkat hutang yang optimal dan berusaha untuk menyesuaikan
tingkat hutang aktualnya ke arah titik optimal, ketika perusahaan tersebut berada pada
tingkat hutang yang terlalu tinggi (overlevered) atau terlalu rendah (underlevered).
Pada kondisi yang stabil, perusahaan akan menyesuaikan tingkat hutangnya kepada
tingkat rata-rata hutangnya dalam jangka panjang. Karena itu, teori ini disebut juga
2.1.4. Risiko Sistematik
Risiko keseluruhan (total risk) dari pemilikan suatu saham terdiri dari dua
bagian yaitu risiko yang sistematik dan risiko yang tidak sistematik. Risiko
sistematik merupakan risiko yang keseluruhan di pasar dan tidak bisa dihilangkan
dengan diversifikasi (investasi pada berbagai jenis saham). Apabila risiko sistematik
muncul dan terjadi, maka semua jenis saham akan terkena dampaknya sehingga
investasi dalam 1 jenis saham atau lebih tidak dapat mengurangi kerugian. Contoh
risiko sistematik adalah kenaikan inflasi yang tajam, kenaikan tingkat bunga, dan
siklus ekonomi (Samsul, 2006). Sedangkan risiko yang tidak sistematik merupakan
risiko yang dapat dihilangkan dengan diversifikasi. Karena risiko ini untuk suatu
perusahaan, yaitu hal yang buruk terjadi dalam suatu perusahaan dapat diimbangi
dengan hal baik yang terjadi di perusahaan lain, misal perusahaan pesaing, perubahan
teknologi bagian produksi, pemogokan buruh dan sebagainya.
Return dan risiko mempunyai hubungan yang positif, semakin besar risiko
yang harus ditanggung, semakin besar return yang dikompensasikan (Hartono, 2003).
Kepekaan tingkat keuntungan yang saham terhadap perubahan pasar disebut dengan
beta saham. Menurut Hartono (2003) beta merupakan ukuran volatilities return
saham terhadap return pasar. Volatilitas dapat diartikan sebagai fluktuasi dari
return-return suatu sekuritas atau portofolio dalam suatu periode dari waktu ke waktu.
Semakin besar fluktuasi return saham terhadap return pasar maka semakin besar pula
beta saham tersebut. Demikian pula sebaliknya, semakin kecil fluktuasi return saham
mempunyai risiko berarti bahwa investasi tersebut tidak akan memberikan
keuntungan yang pasti. Investor tidak akan tahu dengan pasti hasil yang akan
diperoleh dari investasi yang dilakukanya. Dalam keadaan itu investor hanya
mengharapkan untuk memperoleh tingkat keuntungan tertentu. Dalam pembuatan
keputusan investasi, investor memerlukan ukuran risiko sistematik yang akurat dan
tidak bias. Hal ini sangat penting bagi investor, sebagai dasar untuk memperkirakan
besarnya risiko maupun return investasi dimasa depan.
Oleh karena itu, secara implisit dapat dikatakan bawa beta saham merupakan
parameter kondisi keuangan suatu perusahaan, apakah perusahaan itu sehat ataukah
perusahaan itu mendekati kegagalan bursa (delisting). Karena jika emiten di-delist
dari bursa maka investor merupakan pihak yang paling dirugikan. Investor akan
menanggung risiko jika menyusun portofolio investasinya melibatkan saham yang
berpotensi gagal, sebab investor tidak dapat lagi memperjualbelikan sahamnya.
Dengan kata lain akan timbul kerugian akibat salah investasi. Jadi selain
memperhatikan return yang tinggi, investor juga harus memperhatikan tingkat risiko
yang harus ditanggung.
2.1.5. Kesempatan Bertumbuh
Kesempatan bertumbuh menjelaskan prospek pertumbuhan perusahaan di
masa depan. Penilaian pasar (investor/pemegang saham) terhadap kemungkinan
bertumbuh suatu perusahaan nampak dari harga saham yang terbentuk sebagai suatu
saham akan memberi respon yang lebih besar kepada perusahaan dengan
kemungkinan bertumbuh yang tinggi. Hal ini terjadi karena perusahaan yang
mempunyai kemungkinan bertumbuh yang tinggi akan memberikan manfaat yang
tinggi di masa depan bagi investor.
Penilaian pasar terhadap kemungkinan bertumbuh suatu perusahaan nampak
dari harga saham yang terbentuk sebagai suatu nilai ekspektasi terhadap manfaat
masa depan yang akan diperoleh. Pemegang saham akan memberi respon yang lebih
besar kepada perusahaan dengan kemungkinan bertumbuh yang tinggi. Hal ini terjadi
karena perusahaan yang mempunyai kemungkinan bertumbuh yang tinggi akan
memberi manfaat yang tinggi di masa depan bagi investor (Palupi, 2006).
2.1.6. Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar
kecilnya perusahaaan menurut berbagai cara antara lain dengan ukuran pendapatan,
total aset, dan total modal (Brigham dan Houston, 2001). Pada dasarnya ukuran
perusahaan hanya terbagi dalam tiga kategori yaitu perusahaan besar (large firm),
perusahaan menengah (medium size) dan perusahaan kecil (small firm). Penentuan
ukuran perusahaan ini didasarkan kepada total asset perusahaan (Machfoedz, 1994).
Ukuran perusahaan bisa diukur dengan menggunakan total aktiva, penjualan,
atau modal dari perusahaan tersebut. Salah satu tolok ukur yang menunjukkan besar
kecilnya perusahaan adalah ukuran aktiva dari perusahaan tersebut. Perusahaan yang
tahap kedewasaan dimana dalam tahap ini arus kas perusahaan positif dan dianggap
memilki prospek yang baik dalam jangka waktu yang relatif lama, selain itu juga
mencerminkan bahwa perusahaan relatif lebih stabil dan lebih mampu menghasilkan
laba dibanding perusahaan dengan total asset yang kecil (Daniati dan Suhairi, 2003).
Aktiva merupakan tolok ukur besaran atau skala suatu perusahaan. Biasanya
perusahaan besar mempunyai aktiva yang besar pula nilainya. Secara teoritis
perusahaan yang lebih besar mempunyai kepastian (certainty) yang lebih besar
daripada perusahaan kecil sehingga akan mengurangi tingkat ketidakpastian
mengenai prospek perusahaan ke depan, hal tersebut membantu investor memprediksi
risiko yang mungkin terjadi jika berinvestasi pada perusahaan tersebut (Yolana dan
Martini, 2005)
Suatu perusahaan yang sudah mapan akan memiliki akses yang mudah
menuju pasar modal, sementara perusahaan baru dan masih kecil akan mengalami
banyak kesulitan untuk melakukan akses ke pasar modal. Selain itu, ukuran
perusahaan turut menentukan tingkat kepercayaan investor, semakin besar perusahaan
semakin dikenal masyarakat yang berarti semakin mudah untuk mendapatkan
informasi mengenai perusahaan (Hartono, 2003).
2.1.7. Corporate Social Responsibility
Corporate Social Responsibility dapat diartikan sebagai komitmen industri
untuk mempertanggung jawabkan dampak operasi dalam dimensi sosial, ekonomi,
masyarakat dan lingkungan hidupnya (Tanudjaja, 2006). Perusahaan semakin
menyadari bahwa kelangsungan hidup perusahaan juga tergantung dari hubungan
perusahaan dengan masyarakat dan lingkungannya. Pinasty (2004), menyatakan dari
waktu ke waktu semakin banyak tersedia informasi alternatif, selain informasi
akuntansi bagi investor di pasar modal. Informasi tersebut semakin banyak digunakan
oleh investor dalam penilaian perusahaan. Dari perspektif ekonomi, perusahaan akan
mengungkapkan suatu informasi jika informasi tersebut akan meningkatkan nilai
perusahaan (Verecchia, 1983 dalam Basalamah dan Jermias, 2005). Pengungkapan
informasi CSR diharapkan memberikan informasi tambahan kepada para investor
selain dari yang sudah tercakup dalam laporan keuangan..
Pengungkapan tanggung jawab social perusahaan yang sering juga disebut
sebagai social disclosure, corporate social reporting, social accounting (Mathews,
1997) atau corporate social responsibility (Hackston dan Milne, 1996) merupakan
proses pengkomunikasian dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan ekonomi
organisasi terhadap kelompok khusus yang berkepentingan dan terhadap masyarakat
secara kesuluruhan. Pengungkapan kinerja corporate social responsibility (CSR)
melalui pelaporan berkelanjutan kini menjadi penting dan terutama ketika membuat
keputusan investasi jangka panjang, dengan melalui pelaporan kinerja corporate
social responsibility (CSR) tersebut akan tercermin apakah perusahaan telah
menjalankan akuntabilitas sosial dan lingkungan secara optimal atau tidak, yang
sekaligus akan terungkap bahwa perusahaan bersangkutan apakah telah
komitmen usaha yang telah sesuai atau tidak dengan peraturan perundang-undangan
berlaku. Disamping itu, pihak perusahaan harus bersikap terbuka dan jujur dalam
penyampaian informasi akurat atau pelaporan mengenai program pelaksanaan kepada
corporate social responsibility (CSR) stakeholders nya.
Beberapa teori berkaitan dengan pengungkapan pertanggungjawaban sosial
perusahaan yang berhubungan dengan aktivitas dan dampak yang ditimbulkan
perusahaan tersebut yaitu :
1. Agency Theory, yaitu pertanggungjawaban perusahaan yang berorientasi kepada
manajemen (agen) dan pemilik (principal).
2. Stakeholders Theory, yaitu Kesuksesan perusahaan tidak hanya terletak pada
kemampuannya dalam membangun hubungan yang baik dengan pemegang saham
(Shareholder) saja, akan tetapi perusahaan juga perlu membangun hubungan baik
dengan individu, masyarakat dan lingkungan sebagai stakeholders dalam
pembuatan keputusan (Sujatmoko, 2007 dalam Hidayati dan Murni, 2009).
3. Legitimacy Theory, yaitu perusahaan memiliki kontrak dengan masyarakat untuk
melakukan kegiatannya berdasarkan nilai-nilai justice, dan bagaimana perusahaan
menanggapi berbagai kelompok kepentingan untuk melegitimasi tindakan
perusahaan (Titl, 1994 dalam Sayekti dan Wondabio, 2008).
Perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya, mengupayakan
sejenis pengakuan atau legitimacy. Perusahaan senantiasa meningkatkan return
saham bagi para investor untuk mendapatkan pengakuan dari investor, untuk
layanan dan untuk memperoleh legitimasi dari masyarakat, perusahaan melakukan
aktivitas pertanggung jawaban sosial (Hidayati dan Murni, 2009). Dengan
menerapkan CSR, diharapkan perusahaan akan memperoleh legitimasi sosial dan
memaksimalkan kekuatan keuangan dalam jangka panjang (Kiroyan dalam Sayekty
dan Wondabio, 2008).
Pelaksanaan CSR dapat dilihat dari dua perspektif yang berbeda yaitu :
1. Pelaksanaan CSR merupakan praktik bisnis secara sukarela (discretionary
business practice), artinya pelaksanaan CSR lebih banyak berasal dari inisiatif
perusahaan dan bukan merupakan aktivitas yang dituntut untuk dilakukan
perusahaan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
2. Pelaksanaan CSR bersifat Mandatory (sukarela) yang sudah diatur oleh
undang-undang (Solihin, 2009).
Pada tanggal 20 Juli 2007 pemerintah mengesahkan Undang-undang No. 40
tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang mengatur kewajiban perusahaan untuk
melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social
Responsibility.
2.1.8. Persistensi laba dan Earning Response Coefficient
Nilai Earnings Response Coeffisiens diprediksi lebih tinggi jika laba
perusahaan lebih persisitensi di masa depan. Demikian juga jika kualitas laba
semakin baik, maka diprediksi nilai ERC akan semakin tinggi. Laba akuntansi
ditemukan memiliki hubungan yang positif dengan Earnings Response Coefficient.
Semakin persisten atau semakin permanen laba perusahaan, maka akan semakin
tinggi Earnings Response Coefficient, hal ini berkaitan dengan kekuatan laba,
persistensi laba mencerminkan kualitas laba perusahaan dan menunjukkan bahwa
perusahaan dapat mempertahankan laba dari waktu ke waktu.
Menurut Scott (2003) peristensi laba adalah revisi laba yang diharapkan
dimasa mendatang yang diimplikasikan oleh inovasi laba tahun berjalan sehingga
persistensi laba dilihat dari inovasi laba tahun berjalan yang dihubungkan dengan
perubahan harga saham. Menurut Pennman (2000) Persistensi laba adalah revisi
dalam laba akuntansi yang diharapkan di masa depan (expected future earnings) yang
diimplikasi oleh laba akuntansi tahun berjalan (current earnings). Besarnya revisi ini
menunjukkan tingkat persistensi laba. Inovasi terhadap laba sekarang adalah
informatif terhadap laba masa depan ekspektasian, yaitu manfaat masa depan yang
diperoleh pemegang saham. Harga saham merupakan nilai sekarang manfaat masa
depan ekspektasian yang diperoleh pemegang saham. Nilai sekarang dari revisi atas
laba masa depan dapat memperkirakan nilai sekarang revisi manfaat masa depan
ekspektasiannya, yaitu dalam harga saham (Kormendi dan Lipe, 1987). Semakin kecil
revisi laba akuntansi masa depan (semakin persisten laba akuntansi), semakin kuat
hubungan laba akuntansi dengan abnormal return (semakin besar koefisien respon
laba).
Penelitian Kormendi dan Lipe (1987) menyimpulkan bahwa earnings
ini diacu oleh penelitian selanjutnya antara lain oleh Easton dan Zmijewski (1989)
dan Collins dan Kothari (1989), dengan hasil yang konsisten dengan Pennman
(2000). Berbeda dengan Penelitian yang dilakukan oleh Harahap (2004) menyatakan
bahwa persistensi laba tidak berpengaruh terhadap Earnings Response Coefficient.
2.1.9. Struktur Modal dan Earnings Response Coefficient
Struktur modal umumnya di proksi dengan besarnya leverage perusahaan.
Perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi berarti memiliki utang yang lebih
besar dibandingkan modal. Kerugian yang timbulkan dari penggunaan leverage,
yaitu:
1. Semakin tinggi debt ratio, semakin berisiko perusahaan, karena semakin tinggi
biaya tetapnya yaitu berupa pembayaran bunga.
2. Jika sewaktu-waktu perusahaan kesulitan keuangan dan operating income tidak
cukup untuk menutup beban bunga, maka akan menyebabkan kebangkrutan
(Brigham dan Houston, 2001)
Penelitian Dhaliwal, et. al (1991) menunjukkan bahwa earnings response
coefficient berpengaruh negatif dengan tingkat leverage. Perusahaan dengan tingkat
leverage yang tinggi berarti memiliki utang yang lebih besar dibandingkan modal.
Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Mulyani (2007), yang menyimpulkan
bahwa struktur modal berpengaruh terhadap ERC. Namun, hasil berbeda ditemukan
oleh oleh Chandarin (2003), dan Jaswadi (2003) yang menyimpulkan bahwa struktur
2.1.10. Risiko Sistematik dan Earnings Response Coefficient
Kemampuan investasi pada dasarnya merupakan keputusan yang tidak pasti,
karena menyangkut harapan masa depan yang akan datang berupa imbalan hasil
(return) yang diharapkan, serta risiko yang harus ditanggung investor. Mengingat
bahwa investasi memiliki ketidakpastian yang cukup tinggi, maka investor yang
membeli saham pada awal periode tidak mengetahui return yang akan diperoleh
pada akhir periode sehingga investor harus memprediksi return saham yang
diharapkan pada akhir periode. Karena sifat investor enggan terhadap risiko (risk
averse) maka selalu dihadapkan pada permasalahan apakah tingkat keuntungan yang
diharapkan pada akhir telah sesuai atau sebanding dengan tingkat risiko yang harus
dipikulnya.
Risiko (riskness) menunjukkan variasi antar perusahaan dan risk-free interest
rate menunjukkan variasi antar waktu. Kedua risiko tersebut menunjukkan variasi
antar waktu. Kedua risiko ini dibuktikan secara empiris oleh Collins dan Kothari
(1989) berpengaruh negatif signifikan dengan Earnings Response Coefficient.
2.1.11. Kesempatan bertumbuh dan Earnings Response Coefficient
Kesempatan bertumbuh yang dihadapi di waktu yang akan datang merupakan
suatu prospek baik yang dapat mendatangkan laba bagi perusahaan. Kesempatan
bertumbuh tersebut hanya dapat direalisasi oleh perusahaan melalui kegiatan
investasi. Kegiatan investasi tersebut akan memerlukan biaya yang relatif besar,
perusahaan dari tahun ke tahun dapat meningkat atau mengalami penurunan.
Peningkatan laba yang stabil dari suatu perusahaan menunjukkan bahwa pertumbuhan
laba perusahaan baik. Demikian juga sebaliknya, penurunan laba dari tahun ke tahun
menunjukkan bahwa pertumbuhan laba perusahaan kurang baik. Jika semakin besar
kesempatan kesempatan bertumbuh perusahaan maka semakin tinggi kesempatan
perusahaan mendapatkan laba yang diperoleh perusahaan pada masa mendatang.
Peniliaian pasar (investor/pemegang saham) terhadap kemungkinan
bertumbuh suatu perusahaan nampak dari harga saham yang terbentuk sebagai suatu
nilai ekspektasian terhadap manfaat masa depan yang akan diperolehnya. Pemegang
saham akan memberi respon yang lebih besar kepada perusahaan dengan
kemungkinan bertumbuh yang tinggi. Hal ini terjadi karena perusahaan yang
mempunyai kemungkinan bertumbuh yang tinggi akan memberikan manfaat yang
tinggi di masa depan bagi investor (Palupi, 2006).
Penelitian oleh Collins dan Kothari (1989) menunjukkan bahwa perusahaan
yang memiliki kesempatan bertumbuh yang lebih besar akan memiliki Earnings
Response Coefficient tinggi. Kondisi ini menunjukkan bahwa semakin besar
kesempatan bertumbuh perusahaan maka semakin tinggi kesempatan perusahaan
mendapatkan atau menambah laba yang diperoleh perusahaan pada masa mendatang.
Berbeda dengan Penelitian Palupi (2003) menunjukkan hasil yang berlawanan,
dimana kesempatan bertumbuh tidak berpengaruh terhadap Earning Response
2.1.12. Ukuran Perusahaan dan Earnings Response Coefficient
Pada saat pengumuman laba, informasi laba akan direspon positif oleh
pemodal, pada umumnya perusahaan besar cenderung mempunyai reporting
responsibility yang lebih tinggi dan mengindikasikan bahwa pada perusahaan besar
Earnings Response Coefficients akan meningkat pula (Scoot,2003).
Ukuran perusahaan menunjukkan jumlah pengalaman dan kemampuan
tumbuhnya suatu perusahaan yang mengindikasikan kemampuan dan tingkat risiko
dalam mengelola investasi yang diberikan para Stockholder untuk meningkatkan
kemakmuran mereka. Besar kecilnya perusahaan ditunjukkan dari ukuran aktiva
perusahaan tersebut. Perusahaan yang memiliki total aktiva besar menunjukkan
bahwa perusahan tersebut telah mencapai tahap kedewasaan dimana dalam tahap ini
perusahaan mempunyai prospek yang baik dalam jangka waktu yang relatif lama,
diprediksi relatif lebih stabil dan lebih mampu menghasilkan laba dibandingkan
perusahaan kecil. Jika prospek perusahaan perusahaan baik karena lebih mampu
menghasilkan laba maka akan dapat menarik investor untuk menanamkan dananya
pada perusahaan tersebut.
Penelitian yang menguji pengaruh ukuran perusahaan terhadap Earnings
Response Coefficients menemukan hasil yang beragam. Penelitian Naimah dan
Utama (2003) menyatakan bahwa Earnings Response Coefficients ditemukan lebih
besar pada perusahaan besar. Penelitian Chaney dan Jater (2003) yang menguji
hubungan ukuran perusahaan dengan Earning Response Coefficients dalam jangka
informasi pada perusahaan-perusahaan besar, akan meningkatkan Earning Response
Coefficients dalam jangka panjang. Informasi yang tersedia sepanjang tahun pada
perusahaan memungkinkan pelaku pasar untuk menginterpretasikan informasi yang
terdapat pada laporan keuangan dengan lebih sempurna, sehingga dapat memprediksi
arus kas yang lebih akurat dan menurunkan ketidakpastian. Beberapa penelitian yang
diungkapkan oleh Cho dan Jung (1991) mendukung adanya pengaruh positif antara
Earnings Response Coefficient dan ukuran perusahaan ( Shevlin dan Shues, 1993).
2.1.13.Corporate Social Responsibility dan Earnings Response Coefficient
Dalam era ketebukaan informasi dewasa ini, perusahaan harus dapat
memberikan informasi kepada para stakeholder, seperti halnya informasi CSR ysng
telah disinggung di atas. Banyak perusahaan yang memiliki kemajuan dalam
teknologi maupun ekonomi dikritik karena menciptakan permasalahan sosial. Sebagai
akibatnya citra perusahaan dapat mengalami kenunduran. Dalam jangka panjang hal
ini dapat menggangu kelangsungan hidup perusahaan yang telah berjalan.
Pengungkapan tanggungjawab sosial perusahaan dapat digambarkan sebagai
pengungkapan informasi keuangan dan non keuangan berhubungan dengan interaksi
organisasi dengan lingkungan fisik dan sosialnya, yang dinyatakan dalam laporan
tahunan perusahaan atau dalam laporan terpisah (Guthrie dan Mathews 1985 dalam
Sembiring 2003). Perusahaan menggunakan laporan tahunan sebagai salah satu media
untuk berkomunikasi langsung dengan para investor. Secara teoritis, ada hubungan
1993). Pengungkapan informasi dalam laporan tahunan yang dilakukan perusahaan
diharapkan dapat mengurangi asimetri informasi dan juga mengurangi agency
problem (Healy dan Palepu, 2001).
Lang dan Lundholm (1993) melakukan penelitian mengenai pengungkapan
sukarela yang menunjukkan bahwa tingkat pengungkapan yang lebih tinggi
berasosiasi dengan kinerja pasar yang lebih baik (yang diukur dengan return saham).
Penelitian tersebut menggunakan asimetri informasi yang merupakan proksi sebagai
korelasi laba dan return saham. Korelasi laba dan return saham yang rendah
mengindikasikan bahwa informasi laba hanya memberikan sedikit informasi tentang
nilai perusahaan yang menunjukkan bahwa masih terdapat asimetri informasi yang
tinggi. Pengungkapan yang dilakukan oleh perusahaan bertujuan untuk mengurangi
asimetri informasi terutama pada perusahaan yang memiliki korelasi earnings/returns
yang rendah. Hasil dari penelitian tesebut menyatakan bahwa adanya hubungan
negatif antara korelasi earnings/return (ERC) dengan tingkat pengungkapan.
Penelitian yang dilakukan oleh Widiastuti (2002), dengan menguji pengaruh
pengungkapan dalam laporan tahunan terhadap ERC. Penelitian ini tidak
menunjukkan hasil yang konsisten dengan prediksi tentang pengaruh luas
pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan terhadap ERC. Prediksi penelitian ini
adalah ada luas pengungkapan sukarela berpengaruh negatif terhadap ERC. Tetapi,
pengujian empiris menemukan adanya pengaruh positif signifikan dari luas
pengungkapan sukarela terhadap ERC. Widiastuti (2002) menjelaskan