• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Earnings Response Coefficient (Studi Empiris Pada Perusahaan Yang Terdaftar Di Jakarta Islamic Index)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Earnings Response Coefficient (Studi Empiris Pada Perusahaan Yang Terdaftar Di Jakarta Islamic Index)"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

EARNINGS RESPONSE COEFFICIENT (STUDI EMPIRIS

PADA PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR

DI JAKARTA ISLAMIC INDEX)

TESIS

Oleh

Isna Ardila

097017072 / Akt

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

EARNINGS RESPONSE COEFFICIENT (STUDI EMPIRIS

PADA PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR

DI JAKARTA ISLAMIC INDEX)

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains

dalam Program Studi Ilmu Akuntansi pada

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

Isna Ardila

097017072 / Akt

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

THE ANALYZE OF FACTORS THAT INFLUENCE EARNINGS

RESPONSE COEFFICIENT (AN EMPIRICAL STUDIES IN

COMPANIES THAT LISTED IN THE JAKARTA

ISLAMIC INDEX)

THESIS

By

Isna Ardila 097017072/Accounting

MAGISTER SCHOOL

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA

MEDAN

(4)

Judul Tesis : ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMPENGARUHI EARNINGS RESPONSE

COEFFICIENT (STUDI EMPIRIS PADA

PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR DI JAKARTA ISLAMIC INDEX)

Nama Mahasiswa : Isna Ardila

Nomor Pokok : 097017072

Program Studi : Akuntansi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA) (Drs. Syahyunan, M.Si)

Ketua Program Studi Direktur

(Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA) (Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)

(5)

Telah Diuji pada

Tanggal : 12 Januari 2012

PANITIA PENGUJI TESIS :

Ketua : Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA.

Anggota : 1. Drs. Syahyunan, M.Si

2. Dra. Tapi Anda Sari, Lubis, M.Si., Ak. 3. Drs. Rasdianto, M.Si., Ak.

(6)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan Tesis yang berjudul :

“ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EARNINGS

RESPONSE COEFFICIENT (STUDI EMPIRIS PADA PERUSAHAAN YANG

TERDAFTAR DI JAKARTA ISLAMIC INDEX)”

Adalah benar hasil karya saya sendiri yang belum pernah dipublikasikan oleh

siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah

dinyatakan secara benar dan jelas.

Medan, Januari 2012

Yang membuat pernyataan

(7)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini untuk menguji faktor-faktor yang mempengaruhi

Earnings Response Coefficient pada perusahaan yang terdaftar di Jakarta Islamic

Index. Faktor-faktor tersebut adalah persistensi laba, struktur modal, risiko sistematik, kesempatan bertumbuh, ukuran perusahaan, dan Corporate Social

Responsibility.

Populasi penelitian ini adalah perusahaan yang terdaftar di Jakarta Islamic Index periode 2007-2010. Penarikan sampel dengan menggunakan metode purposive

sampling. Peneliti menggunakan 8 (delapan) perusahaan sebagai sampel dan diambil

dengan menggunakan metode purposive sampling pada perusahaan yang terdaftar di Jakarta Islamic Index periode 2007-2010, sehingga total observasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 32 observasi. Metode analisis data menggunakan analisis regresi linear berganda. Pengujian hipotesis dengan menggunakan uji t dan uji F.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persistensi laba, struktur modal, risiko sistematik, kesempatan bertumbuh, ukuran perusahaan, dan Corporate Social

Responsibility berpengaruh terhadap Earnings Response Coefficient secara simultan

pada perusahaan yang terdaftar di Jakarta Islamic Index periode 2007-2010. Tetapi hanya persistensi laba, risiko sistematik secara parsial berpengaruh positif signifikan terhadap Earning Response Coefficient, ukuran perusahaan secara parsial berpengaruh negatif signifikan terhadap Earning Response Coefficient. Sementara itu, struktur modal, kesempatan bertumbuh dan Corporate Social Responsibility tidak berpengaruh signifikan terhadap Earning Response Coefficient.

Kata kunci : Persistensi Laba, Struktur Modal, Risiko Sistematik, Kesempatan Bertumbuh, Ukuran Perusahaan, Corporate Social Responsibility,

(8)

ABSTRACT

The purpose of this research is to analyze factors that influence Earnings Response Coefficient in the Jakarta Islamic Index. Those factors are

Population in this research are companies that listed in the Jakarta Islamic Index period 2007-2010. Samples are taken by using purposive sampling method. I used 8 companies as sample in companies that listed in the Jakarta Islamic Index period 2007-2010, So total observation in this research are 32 observations. The using of analyzed method is by multiple linear regression.

earnings persistence, capital structure, systematic risk ,growth opportunities, companies size, and Corporate Social Responsibility.

Hypothesis testing are using t test

The result of this research show and F test.

that earnings persistence, capital structure,

systematic risk, growth opportunities, companies size, and corporate social responsibility influence Earnings Response Coefficient simultaneously in Jakarta Islamic Index period 2007-2010. But only, earnings persistence, systematic risk that influence Earnings Response Coefficient partially and positive significantly, companies size influence Earnings Response Coefficient partially and negative significantly. Meanwhile, capital structure, growth opportunities and corporate social responsibility do not influence Earnings Response Coefficient significantly.

(9)

RIWAYAT HIDUP

1. NAMA : ISNA ARDILA

2. TEMPAT/TGL LAHIR : MEDAN/1 APRIL 1979

3. AGAMA : ISLAM

4. ORANG TUA

a. AYAH : Alm Drs SYAMSUDDIN BAZ

b. IBU : Hj. MARIANI HASAN

5. ALAMAT : JL. TANGGUK BONGKAR X No 27 B

MEDAN

6. PENDIDIKAN

a. SD Muhammadiyah 23 Medan Tamat Tahun 1991

b. SMP Muhammadiyah 1 Medan Tamat Tahun 2004

c. SMU NEGERI 6 Medan Tamat Tahun 1997

d. Diploma III Program Studi Administrasi Perpajakan USU Tamat 2000

(10)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim

Segala puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan hidayahNya serta kesehatan dan kesempatan kepada penulis

sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Shalawat beiring salam atas

junjungan Nabi Muhammad SAW yang insya Allah memberikan safaat kepada

penulis dan seluruh umatnya.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa segala yang dilakukan dalam

penyusunan tesis ini tidak akan terlaksana dengan baik tanpa adanya bantuan dan

bimbingan serta dorongan dari berbagai pihak, untuk itu dengan segala kerendahan

hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H.,M.Sc (CTM), Sp.A(K), selaku

Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan yang diberikan untuk

mengikuti dan menyelesaikan pendidikan magister di Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE., selaku Direktur Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara atas kesempatan yang diberikan untuk

mengikuti dan menyelesaikan pendidikan magister pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS., MBA., CPA., selaku Ketua Program

Studi Magister Ilmu Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

(11)

dan arahan di sela-sela kesibukannya dari awal penulisan hingga selesainya

penulisan tesis ini.

4. Bapak Drs. Syahyunan, M.Si., selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak

memberi bimbingan dan mengarahkan penulis di sela-sela kesibukannya dari awal

penulisan hingga selesainya penulisan tesis ini.

5. Ibu Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si., Ak., Bapak Drs. Rasdianto, M.Si., Ak., dan

Bapak Syamsul Bahri TRB, MM., Ak., selaku Dosen Penguji yang telah

memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan tesis ini.

6. Seluruh staf pengajar Program Magister Ilmu Akuntansi Sekolah Pasca Sarjana

Universitas Sumatera Utara atas segala ilmu dan pengetahuan yang telah

diberikan

7. Seluruh staf administrasi Program Magister Ilmu Akuntansi Sekolah Pasca

Sarjana Universitas Sumatera Utara.

8. Ibunda Hj. Mariani Hasan dan Alm Ayahanda Drs. Syamsuddin BAZ, yang selalu

mendoakan dan memberikan dorongan moril maupun materil serta bantuan yang

tak ternilai dalam bentuk apapun juga, sehingga penulis dapat menyelesaikan

kuliah dan tesis ini.

9. Keluarga yang telah memberi dukungan dan motivasi yang tak pernah henti.

10.Teman-teman di Program Magister Ilmu Akuntansi, yang penuh dengan rasa

kekeluargaan dan persahabatan dalam memberi sumbangan pikiran selama

(12)

Akhirnya, semoga Allah SWT selalu melimpahkan berkah dan hidayah-Nya, dan

apa yang penulis lakukan ini mendapatkan ridho-Nya serta berguna bagi penulis

khususnya dan pembaca umum. Amin

Medan, Januari 2012

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 9

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Manfaat Penelitian ... 9

1.5. Originalitas ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1. Landasan Teori ... 12

2.1.1. Earnings Response Coefficient ... 12

(14)

2.1.3. Struktur Modal ... 15

2.1.4. Risiko Sistematik ... 20

2.1.5. Kesempatan Bertumbuh ... 21

2.1.6. Ukuran Perusahaan ... 22

2.1.7. Corporate Social Responsibility ... 23

2.1.8. Persistensi Laba dan ERC ... 26

2.1.9. Struktur Modal dan ERC ... 28

2.1.10. Risiko sistematik dan ERC ... 29

2.1.11. Kesempatan Bertumbuh dan ERC ... 29

2.1.12. Ukuran Perusahaan dan ERC ... 31

2.1.13. Corporate Social Responsibility dan ERC ... 32

2.1.14. Jakarta Islamic Index ... 34

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS ... 37

3.1. Kerangka Konsep ... 37

3.2. Hipotesis Penelitian ... 40

BAB IV METODE PENELITIAN ... 41

4.1. Jenis Penelitian ... 41

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 41

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 41

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 43

4.5. Definisi Operasional dan Metode Pengukuran Variabel ... 43

(15)

4.5.2. Variabel Independen ... 46

4.6. Metode Analisis Data ... 51

4.6.1. Pengujian Asumsi Klasik ... 51

4.6.1.1. Uji Normalitas ... 52

4.6.1.2. Uji Multikolinearitas ... 52

4.6.1.3. Uji Autokorelasi ... 53

4.6.1.4. Uji Heteroskedastisitas ... 53

4.6.2. Pengujian Hipotesis ... 54

4.6.2.1. Uji Hipotesis secara Simultan (UJi F) ... 54

4.6.2.2. Uji Hipotesis secara Parsial (Uji t) ... 55

4.6.2.3. Koefisien Determinasi (R2 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 57

) ... 56

5.1. Hasil Penelitian ... 57

5.1.1 Statistik Deskriptif ... 57

5.2. Hasil Pengujian Asumsi Klasik ... 61

5.2.1. Uji Normalitas ... 62

5.2.2. Uji Autokorelasi ... 63

5.2.3. Uji Multikolinearitas ... 64

5.2.4. Uji Heteroskedastisitas ... 65

5.3. Hasil Pengujian Hipotesis ... 67

5.3.1. Hasil Uji Hipotesis secara Simultan (Uji F) ... 67

(16)

5.3.3. Hasil Koefisien Determinasi ... 71

5.4. Pembahasan Hasil Penelitian ... 72

5.4.1. Pengaruh Persistensi Laba Terhadap ERC ... 72

5.4.2. Pengaruh Struktur Modal Terhadap ERC ... 73

5.4.3. Pengaruh Risiko Sistematik Terhadap ERC ... 74

5.4.4. Pengaruh Kesempatan Bertumbuh Terhadap ERC ... 75

5.4.5. Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap ERC ... 75

5.4.6. Pengaruh CSR Terhadap ERC ... 76

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 78

6.1. Kesimpulan……. ... 78

6.2. Keterbatasan Penelitian ... 79

6.3. Saran penelitian ... 79

(17)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1 Laba Bersih dan Harga Saham ... 4

2.1 Review Penelitian Terdahulu ... 36

4.1 Sampel Perusahaan Jakarta Islamic Index ... 42

4.2 Daftar Perusahaan Sampel ... 42

4.3 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 50

5.1. Statistik Deskriptif ... 57

5.2 Uji Normalitas ... 62

5.3. Uji Autokorelasi ... 64

5.4. Uji Multikolinearitas ... 65

5.5. Uji Heteroskedastisitas ... 66

5.6. Hasil Uji Hipotesis secara Simultan (Uji F) ... 67

5.7. Hasil Uji Hipotesis secara Parsial (Uji t) ... 69

(18)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul

1. Daftar Saham Perusahaan Jakarta Islamic Index Periode 2007-2010

2. Tanggal Publikasi Laporan keuangan

3. Index Corporate social Responsibility

4. Variabel Penelitian Tahun 2007-2010

5. Statistik deskriptif

6. Hasil Uji Asumsi Klasik, Nilai Koefisien Determinasi

7. Hasil Pengujian Hipotesis

8. Item Pengukuran Tahun 2007-2010

(20)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini untuk menguji faktor-faktor yang mempengaruhi

Earnings Response Coefficient pada perusahaan yang terdaftar di Jakarta Islamic

Index. Faktor-faktor tersebut adalah persistensi laba, struktur modal, risiko sistematik, kesempatan bertumbuh, ukuran perusahaan, dan Corporate Social

Responsibility.

Populasi penelitian ini adalah perusahaan yang terdaftar di Jakarta Islamic Index periode 2007-2010. Penarikan sampel dengan menggunakan metode purposive

sampling. Peneliti menggunakan 8 (delapan) perusahaan sebagai sampel dan diambil

dengan menggunakan metode purposive sampling pada perusahaan yang terdaftar di Jakarta Islamic Index periode 2007-2010, sehingga total observasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 32 observasi. Metode analisis data menggunakan analisis regresi linear berganda. Pengujian hipotesis dengan menggunakan uji t dan uji F.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persistensi laba, struktur modal, risiko sistematik, kesempatan bertumbuh, ukuran perusahaan, dan Corporate Social

Responsibility berpengaruh terhadap Earnings Response Coefficient secara simultan

pada perusahaan yang terdaftar di Jakarta Islamic Index periode 2007-2010. Tetapi hanya persistensi laba, risiko sistematik secara parsial berpengaruh positif signifikan terhadap Earning Response Coefficient, ukuran perusahaan secara parsial berpengaruh negatif signifikan terhadap Earning Response Coefficient. Sementara itu, struktur modal, kesempatan bertumbuh dan Corporate Social Responsibility tidak berpengaruh signifikan terhadap Earning Response Coefficient.

Kata kunci : Persistensi Laba, Struktur Modal, Risiko Sistematik, Kesempatan Bertumbuh, Ukuran Perusahaan, Corporate Social Responsibility,

(21)

ABSTRACT

The purpose of this research is to analyze factors that influence Earnings Response Coefficient in the Jakarta Islamic Index. Those factors are

Population in this research are companies that listed in the Jakarta Islamic Index period 2007-2010. Samples are taken by using purposive sampling method. I used 8 companies as sample in companies that listed in the Jakarta Islamic Index period 2007-2010, So total observation in this research are 32 observations. The using of analyzed method is by multiple linear regression.

earnings persistence, capital structure, systematic risk ,growth opportunities, companies size, and Corporate Social Responsibility.

Hypothesis testing are using t test

The result of this research show and F test.

that earnings persistence, capital structure,

systematic risk, growth opportunities, companies size, and corporate social responsibility influence Earnings Response Coefficient simultaneously in Jakarta Islamic Index period 2007-2010. But only, earnings persistence, systematic risk that influence Earnings Response Coefficient partially and positive significantly, companies size influence Earnings Response Coefficient partially and negative significantly. Meanwhile, capital structure, growth opportunities and corporate social responsibility do not influence Earnings Response Coefficient significantly.

(22)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Laporan keuangan merupakan media bagi perusahaan untuk memberikan

informasi penting yang diberikan oleh perusahaan kepada publik, khususnya bagi

mereka yang menggunakan laporan keuangan untuk tujuan pengambilan keputusan.

Laporan keuangan tahunan yang diterbitkan suatu perusahaan harus dapat

mengungkapkan kondisi keuangan yang sebenarnya, sehingga bermanfaat bagi

pemakai laporan keuangan. Informasi yang diungkapkan dalam laporan keuangan

tahunan dapat berupa informasi akuntansi yaitu informasi yang berkaitan dengan

laporan keuangan dan informasi non keuangan. Laba rugi merupakan bagian dari

laporan keuangan yang menyajikan laba (earnings) yang di peroleh perusahaan

dalam suatu periode dan yang paling banyak diperhatikan dan dinanti-nantikan bagi

pengambil keputusan dalam investasi.

Setiap even yang terjadi di pasar modal akan menyebabkan timbulnya reaksi

dari pelaku pasar, salah satunya adalah dengan adanya pengumuman laba, maka pasar

akan bereaksi yang dapat dilihat dari pergerakan saham (Kwang En, 2002). Penelitian

oleh Ball dan Brown (1968) menemukan adanya hubungan yang signifikan antara

pengumuman laba perusahaan dengan perubahan harga saham, yaitu pada saat

(23)

pada harga saham, dan sebaliknya jika diumumkan laba mengalami penurunan terjadi

perubahan negatif pada harga saham.

Perubahan-perubahan harga saham pada saat laba diumumkan dapat dilihat

pada perusahaan yang terdaftar di Jakarta Islamic Index (JII) selama periode

2007-2010. Khusus untuk melihat perubahan harga saham yang terjadi di periode

pengamatan 2007 maka menggunakan perbandingan laba tahun 2006 dengan laba

yang di peroleh pada tahun 2007. Tahun 2006 PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI)

memperoleh laba sebesar 787.318.000.000 dan di tahun 2007 laba naik menjadi

1.973.428.000.000, di ikuti dengan kenaikan harga saham dari 31.800 naik ke level

32.350. Tahun 2008 laba yang diperoleh sebesar 2.631.019.000.000, hal tersebut

menunjukkan laba mengalami kenaikan dari tahun 2007 dan harga saham juga

mengalami kenaikan dari 11.850 ke level 12.350. Tahun 2010 diperoleh laba sebesar

2.016.780.000.000, hal tersebut menunjukkan laba mengalami kenaikan dari tahun

2009 dan harga saham juga ikut naik dari 21.500 ke level 22.300.

Tahun 2006 PT Aneka Tambang Tbk (ANTAM) memperoleh laba sebesar

1.552.777.307 dan di tahun 2007 laba naik menjadi 5.118.987.734.000, tetapi tidak di

ikuti dengan kenaikan harga saham pada saat publikasi, harga saham malah

mengalami penurunan dari 4.100 ke level 3.925. Untuk tahun 2008 laba yang

diperoleh sebesar 1.368.139.165, hal tersebut menunjukkan laba mengalami

penurunan dari tahun 2007, sebaliknya harga saham naik dari 1.060 ke level 1.120.

PT International Nickel Indonesia Tbk (INCO) menghasilkan laba di tahun

(24)

terjadinya kenaikan laba mengalami penurunan dari 4.100 ke level 3.925. Hal

tersebut juga diikuti pada tahun 2010 laba juga mengalami kenaikan dari tahun 2009

tetapi perolehan harga saham turun dari 4.850 ke level 4.725. Untuk tahun 2009 laba

yang diperoleh turun dari tahun 2008 tetapi harga saham malah bergerak naik dari

3.375 ke level 3.875.

PT Indocement Tunggal Perkasa Tbk (INTP) di tahun 2007 mendapatkan laba

sebesar 980.103.086.314 mengalami kenaikan dari laba tahun 2006, sebaliknya harga

saham turun dari 7.950 ke level 7.450, pada tahun 2010 juga mendapatkan kenaikan

laba dari tahun 2009 yaitu 3.224.941.884.793 dan tidak diikuti dengan kenaikan

harga saham yang turun dari 17.550 ke level 17.100.

PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) menghasilkan laba di tahun 2007 sebesar

705.694.196.679 dari tahun 2006 sebesar 676.581.653.872, harga saham turun dari

1.130 ke level 1.000, untuk tahun 2008 laba juga naik sebesar 706.822.146.190 dan

harga saham juga turun dari 640 ke level 630. Sebaliknya di tahun 2009 laba yang

diperoleh juga naik tetapi tidak diikuti dengan kenaikan harga saham, harga saham

malah turun dari 2.325 ke level 2.375.

PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk di tahun 2007 harga saham turun dari

11.850 ke level 11.150 dimana laba ditahun tersebut mengalami kenaikan sebesar

762.211.000.000, sedangkan di tahun 2010 harga saham naik dari 22.200 ke level

22.400 dimana laba di tahun tersebut mengalami penurunan dari tahun sebelumnya.

PT telekomunikasi (TLKM) tahun 2006 memperoleh laba 11.005.577.000.000 dan di

(25)

Saham Saham Saham Saham Saham Saham

-5 hari -5 hari -5 hari publikasi -5 hari publikasi

AALI Astra Agro Lestari Tbk 787,318,000,000 1,973,428,000,000 31,800 32,350 2,631,019,000,000 11,850 12,350 1,660,649,000,000 24,400 24,200 2,016,780,000,000 21,500 22,300

ANTM Aneka Tambang (Persero) Tbk 1,552,777,307 5,118,987,734,000 4,100 3,925 1,368,139,165,000 1,060 1,120 604,307,088,000 2,100 2300 1,683,399,992,000 2,300 2,300

INCO International Nickel Indonesia Tbk 513,358,000 1,173,036,000 9,250 8,500 3,593,160,000 2,900 3275 1,704,170,000 3,375 3875 4,373,630,000 4,850 4,725

INTP Indocement Tunggal Perkasa Tbk 592,802,016,775 980,103,086,314 7,950 7,450 1,745,500,936,215 4,275 5050 2,746,654,071,082 12,900 13850 3,224,941,884,793 17,550 17,100

KLBF Kalbe Farma Tbk 676,581,653,872 705,694,196,679 1,130 1,000 706,822,146,190 640 630 929,003,740,338 2,325 2375 1,286,330,026,012 3,625 3,575

PTBA Tambang Batubara Bukit Asam Tbk 485,670,000,000 762,211,000,000 11,850 11,150 1,707,771,000,000 6,750 6,900 2,727,734,000,000 16,950 17800 2,008,891,000,000 22,200 22,400

TLKM Telekomunikasi Indonesia Tbk 11,005,577,000,000 12,857,018,000,000 10,000 9,450 10,619,470,000,000 8,250 8700 11,398,826,000,000 9,000 9550 11,536,999,000,000 7,150 7,350

UNVR Unilever Indonesia Tbk 1,721,595,000,000 1,964,652,000,000 6,800 6,700 2,407,231,000,000 7,800 7,650 3,044,107,000,000 11,000 11050 3,386,970,000,000 15,300 15,300

Saham

publikasi Laba Tahun 2009 Laba Tahun 2010

Kode Nama Perusahaan Laba Tahun 2006 Laba Tahun 2007 Saham

publikasi Laba 2008

kenaikan harga saham, saham turun dari level 6.800 ke level 6.700. Sebaliknya di

tahun 2008 laba yang di peroleh turun menjadi 2.407.231.000.000, di saat laba

mengalami penurunan harga saham naik dari 8.250 ke level 8.700.

PT Unilever Indonesia (UNVR) menghasilkan laba di tahun 2007 sebesar

1.964.652.000.000 hal tersebut menunjukkan adanya kenaikan laba dari tahun 2006

yaitu sebesar 2.407.231.000.000, kenaikan laba tersebut tidak di ikuti dengan harga

saham yang turun dari 6.800 ke level 6.700. Hal yang sama juga terjadi di tahun 2008

dimana laba yang di hasilkan juga mengalami kenaikan tetapi harga saham turun ke

level 7.650.

Berikut ini adalah daftar laba bersih dan perubahan-perubahan harga saham

pada saat publikasi Laporan Keuangan pada perusahaan yang terdaftar di Jakarta

Islamic Index :

(26)

Dari penjelasan di atas menunjukkan bahwa kenaikan laba tidak selalu di ikuti

dengan perubahan harga saham yang positif yaitu terjadi kenaikan pada harga saham,

sebaliknya pada saat laba mengalami penurunan laba maka harga saham tidak selalu

ikut mengalami penurunan. Hal tersebut mengindikasikan bahwa dalam pengambilan

keputusan ekonomi para investor memang membutuhkan informasi tentang kondisi

keuangan perusahaan tetapi tidak hanya informasi laba saja tetapi banyak

informasi-informasi lainnya (Mulyani, et.al, 2007). Earnings Response Coefficient (ERC)

merupakan model penilaian yang dapat digunakan untuk mengindikasikan

kemungkinan naik turunnya harga saham atas reaksi pasar terhadap informasi laba

perusahaan. Menurut Chaney dan Jeter (1991), salah satu pengukuran yang dapat

digunakan untuk mengukur reaksi pemodal atau respon harga saham terhadap

informasi laba akuntansi adalah Earnings Response Coefficient. Adapun faktor-faktor

yang mempengaruhi ERC yaitu persistensi laba, struktur modal, risiko sistematik,

kesempatan bertumbuh, ukuran perusahaan, dan Corporate Social Responsibility.

Pelaporan laba bermanfaat bagi investor yang biasanya digunakan untuk

memprediksi laba masa depan. Agar prediksi yang diperoleh tepat, investor

membutuhkan laba yang berkualitas untuk menjamin informasi laba tersebut

bermanfaat. Laba yang berkualitas menggambarkan laba yang persisten yaitu

perusahaan dapat mempertahankan jumlah laba yang diperoleh saat ini sampai masa

mendatang. Perusahaan yang mampu mempertahankan laba dari waktu ke waktu akan

di respon investor untuk memprediksi prospek perusahaan ke depan. Penelitian

(27)

dari waktu ke waktu maka semakin tinggi ERC, hal tersebut menunjukkan terjadi

peningkatan laba yang di peroleh perusahaan terus menerus. Penelitian ini

menyimpulkan bahwa ERC berpengaruh positif signifikan dengan persistensi laba

akuntansi. Namun, berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Harahap (2004)

yang menyimpulkan bahwa persistensi laba tidak berpengaruh terhadap Earnings

Response Coeffisiense.

Penggunaan hutang yang besar oleh perusahaan dalam menjalankan

aktivitasnya menyebabkan semakin besar pula beban bunga yang akan ditanggung

perusahaan. Oleh sebab itu, investor sebelum mengambil keputusan dalam

berinvestasi tidak hanya melihat kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba

tetapi juga penggunaan hutang oleh perusahaan karena hal tersebut akan berpengaruh

terhadap tingkat keuntungan yang diperoleh perusahaan dan berdampak pada return

yang akan diterima oleh investor. Penelitian yang dilakukan oleh Mulyani, et.al

(2007) bahwa ERC berpengaruh signifikan terhadap struktur modal. Namun, hasil

berbeda di temukan oleh Chandarin (2003), dan Jaswadi (2003) yang menyimpulkan

bahwa struktur modal tidak berpengaruh terhadap ERC.

Risiko sistematis merupakan risiko yang berasal dari kondisi ekonomi dan

kondisi pasar secara umum, dimana risiko ini tercermin dari nilai beta saham.

Mengingat bahwa investasi memiliki ketidakpastian yang cukup tinggi, maka investor

yang membeli saham pada awal periode tidak mengetahui return yang akan diperoleh

pada akhir periode sehingga investor harus memprediksi return saham yang

(28)

maka selalu dihadapkan pada permasalahan apakah tingkat keuntungan yang

diharapkan telah sesuai atau sebanding dengan tingkat risiko yang harus dipikulnya.

Investasi yang berisiko tidak akan dilakukan oleh investor jika investasi tersebut tidak

memberi harapan pada tingkat laba yang tinggi. Penelitian Palupi (2006), yang

menunjukkan bahwa risiko sistematik memberikan pengaruh positif signifikan

terhadap ERC, yang artinya semakin besar risiko sistematik, maka semakin besar

ERC.

Kesempatan bertumbuh menjelaskan adanya prospek pertumbuhan

perusahaan dimasa depan. Oleh karena adanya kesempatan bertumbuh maka

perusahaan akan berusaha meningkatkan laba. Investor akan memberi respon yang

lebih besar kepada perusahaan yang mempunyai kesempatan bertumbuh atau laba

yang meningkat. Penelitian Mulyani, et.al (2007), menyimpulkan bahwa kesempatan

bertumbuh memberikan pengaruh positif signifikan terhadap Earnings Response

Coefficient. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin besar kesempatan bertumbuh

perusahaan, maka semakin tinggi kesempatan perusahaan untuk mendapatkan atau

menambah laba yang diperoleh perusahaan pada masa mendatang. Berbeda dengan

penelitian Palupi (2006), yang menyimpulkan bahwa kesempatan bertumbuh tidak

berpengaruh terhadap ERC.

Ukuran perusahaan secara langsung akan mencerminkan tinggi rendahnya

aktivitas operasi maupun investasi perusahaan. Investor biasanya lebih memiliki

kepercayaan pada perusahaan besar, karena perusahaan besar dianggap mampu untuk

(29)

labanya dengan memiliki total aktiva yang besar sehingga dapat menarik investor

untuk menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut. Penelitian Mulyani, et.al

(2006) menemukan bahwa ukuran perusahaan memberikan pengaruh positif

signifikan terhadap Earnings Response Coefficient. Namun hasil yang berbeda

ditemukan oleh Palupi (2006) yang menyimpulkan bahwa ukuran perusahan tidak

memberikan pengaruh terhadap Earning Response Coefficient.

Adanya banyak kasus lingkungan akibat aktivitas yang menggunakan sumber

daya alam, menimbulkan polusi air, tanah dan udara, kepedulian masyarakat global

terhadap produk-produk ramah lingkungan dan diproduksi dengan memperhatikan

kaidah-kaidah sosial dan prinsip-prinsip hak asasi manusia merupakan tangung jawab

perusahaan yang memproduksi barang dan jasa, dan tanggung jawab perusahaan

kepada pekerja dan organisasinya (serikat pekerja). Hal tesebut menjadikan

Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai salah satu hal penting yang

diperhatikan semua pihak dan sudah banyak diterapkan sebagai bagian dari aktivitas

perusahaan. Pengungkapan CSR menjadi salah satu informasi tambahan kepada

investor selain dari yang sudah tercakup dalam laba akuntansi. Penelitian sayekti dan

Wondabio (2008), menyimpulkan bahwa pengungkapan CSR berpengaruh positif

terhadap ERC.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang:

“Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Earnings Response Coefficient

(30)

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dibahas

dapat dirumuskan sebagai berikut: Apakah terdapat pengaruh secara simultan dan

parsial dari persistensi laba, struktur modal, risiko sistematik, kesempatan bertumbuh,

ukuran perusahaan, Corporate Social Responsibility terhadap Earnings Response

Coefficient pada perusahaan yang terdaftar di Jakarta Islamic Index ?

1.3.Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini untuk

memperoleh bukti empiris tentang: pengaruh secara simultan dan parsial dari

persistensi laba, struktur modal, risiko sistematik, kesempatan bertumbuh, ukuran

perusahaan, Corporate Social Responsibility terhadap Earnings Response Coefficient

pada perusahaan yang terdaftar di Jakarta Islamic Index.

1.4.Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:

1. Manajemen perusahaan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan

kepada manajemen perusahaan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi

pasar atau respon harga saham diukur dengan Earnings Response Coefficient,

sehingga perusahaan dapat menerapkan kebijakan yang tepat agar investor tertarik

untuk melakukan kegiatan investasi pada perusahaan.

2. Investor dan calon investor, dapat dipergunakan sebagai pertimbangan dalam

(31)

3. Bagi akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan referensi bagi

penelitian selanjutnya.

4. Bagi peneliti, dapat menambah wawasan dan pengetahuan dalam penelitian

tentang faktor-faktor yang mempengaruhi Earnings Response Coefficient.

1.5.Originalitas

Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang telah dilakukan oleh

Mulyani, et.al (2007), yang meneliti tentang Faktor-faktor yang mempengaruhi

Earnings Response Coefficient. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa persistensi

laba, struktur modal, risiko sistematik, kesempatan bertumbuh, ukuran perusahaan

berpengaruh signifikan terhadap Earnings Response Coefficient.

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Mulyani, et.al (2007) , penelitian

ini dilakukan pada periode tahun 2007-2010, sedangkan pada penelitian terdahulu

dilakukan pada periode 2001-2005. Selain itu penelitian ini meneliti pada perusahaan

yang terdaftar di Jakarta Islamic Index (JII), sedangkan pada penelitian sebelumnya

meneliti pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ).

Perbedaan lainnya adalah adanya penambahan variabel lain yaitu Corporate Social

Responsibility pada penelitian ini. Penambahan variabel ini dilakukan dengan

merujuk pada penelitian yang dilakukan Sayekti dan Wondabio (2008) tentang

pengaruh Corporate Social Responsibility (CSR) terhadap Earnings Response

Coefficient yang menyatakan bahwa tingkat pengungkapan informasi CSR dalam

(32)

Alasan melakukan replikasi adalah peneliti ingin mengetahui apakah

faktor-faktor yang mempengaruhi ERC hasilnya masih konsisten ketika tahun pengamatan

dan lokasi penelitiannya diubah, dan penelitian CSR terhadap ERC masih sangat

(33)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Earnings Response Coeffisient

Earnings Response Coefficient (ERC) adalah ukuran besaran abnormal return

suatu saham sebagai respon terhadap komponen laba abnormal (unexpected earnings)

yang dilaporkan oleh perusahaan yang mengeluarkan saham tersebut (Scott, 2003).

ERC berguna dalam analisis fundamental oleh investor, dalam model penilaian untuk

menentukan reaksi pasar atas informasi laba perusahaan perusahaan. ERC merupakan

koefisien yang diperoleh dari regresi antara proksi harga saham dan laba akuntansi.

Proksi harga saham yang digunakan adalah cummulative abnormal return (CAR),

sedangkan proksi laba akuntansi adalah unexpected earning (UE)(Chaney dan Jeter,

1991). Regresi model tersebut akan menghasilkan ERC untuk masing-masing sampel

yang akan digunakan untuk analisis berikutnya.

ERC merupakan pengaruh laba abnormal (unexpected earnings) terhadap

CAR, yang ditunjukkan melalui slope coeficient dalam regresi abnormal return

saham dengan unexpected earnings (Scott, 2003). Hal ini menunjukkan bahwa ERC

adalah reaksi CAR terhadap laba yang diumumkan oleh perusahaan.

Ada beberapa hal yang menyebabkan respon pasar yang berbeda-beda

terhadap laba yaitu persistensi laba, beta, struktur permodalan perusahaan, kualitas

(34)

Response Coeffisiens diprediksi lebih tinggi jika laba perusahaan lebih persisitensi di

masa depan. Demikian juga jika kualitas laba semakin baik, maka diprediksi nilai

ERC akan semakin tinggi. Beta mencerminkan risiko sistematis. Investor akan

menilai laba sekarang untuk memprediksi laba dan return dimasa yang akan datang.

Jika future return tersebut semakin berisiko, maka reaksi investor terhadap

unexpected earnings perusahaan juga semakin rendah (Scott, 2003).

Laba memiliki kandungan informasi yang tercermin dalam harga saham

(Easton dan Harris, 1991 dalam Hidayati dan Murni, 2009). Penelitian ini

membuktikan bahwa laba memiliki nilai relevan yang diketahui dari pengaruhnya

terhadap reaksi pasar yang digambarkan dalam harga saham. Perubahan harga saham

bergerak sesuai dengan kepercayaan investor, sejalan dengan Eficiency Market

Theory yang menyatakan bahwa pasar akan bereaksi cepat terhadap informasi yang

baru, sehingga sesaat sebelum dan sesudah laporan keuangan dikeluarkan, informasi

mengenai angka laba yang dipublikasikan akan memengaruhi tingkah laku investor.

Peningkatan laba abnormal (unexpected earnings) diikuti oleh return abnormal

positif dan penurunan laba abnormal diikuti oleh tingkat return abnormal negatif

(Ball dan Brown, 1968). Hasil ini menunjukkan bahwa adanya hubungan yang

signifikan antara pengumuman laba perusahaan dengan perubahan harga saham.

Seberapa jauh respon pasar terhadap informasi laba dikenal dengan penelitian ERC.

Asumsi yang mendasari penelitian ERC adalah bahwa investor merespon

secara berbeda terhadap informasi laba akuntansi sesuai dengan kredibilitas atau

(35)

(2005), reaksi pasar ditunjukkan dengan (return saham) perusahaan tertentu yang

cukup mencolok pada saat pengumuman laba adanya perubahan harga pasar. Maksud

dari mencolok adalah perbedaan yang cukup besar antara return realisasi dengan

return ekspektasi yang disebut sebagai return abnormal.

Beberapa penelitian menyatakan bahwa respon pasar terhadap laba di

masing-masing perusahaan dapat bervariasi dan tidak konstan. Beberapa peneliti yang

memiliki pendapat tersebut adalah Easton dan Zmijweski (1989) ; Collins dan

Khotari (1989). Pihak lain mengatakan bahwa Earnings Response Coefficient relatif

tidak berubah dan tetap, diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh;

Kormendi dan Lipe (1987).

2.1.2. Persistensi Laba

Persistensi laba merupakan suatu ukuran yang menjelaskan kemampuan

perusahaan untuk mempertahankan jumlah laba yang diperoleh saat ini sampai masa

mendatang. Persistensi laba sering digunakan sebagai pertimbangan kualitas laba

karena persistensi laba merupakan komponen dari karakteristik kualitatif relevansi

yaitu predictive value (Jonas dan Blanchet, 2000). Penman (2000) menyatakan bahwa

persistensi laba adalah revisi dalam laba akuntansi yang diharapkan di masa

mendatang (expected future earnings) yang tercermin pada laba tahun berjalan

(current earnings).

Menurut Meythi (2006) persistensi laba adalah properti laba yang

(36)

saat ini sampai masa mendatang. Persistensi laba sering kali dikategorikan sebagai

salah satu pengukuran kualitas laba karena persistensi laba mengandung unsur

predictive value sehingga dapat digunakan oleh pengguna laporan keuangan untuk

mengevaluasi kejadian-kejadian di masa lalu, sekarang dan masa depan. Predictive

Value adalah salah satu komponen relevansi selain feedbackvalue dan timeliness.

Inovasi terhadap laba sekarang informatif terhadap laba masa depan

ekspektasian, yaitu manfaat masa depan yang diperoleh pemegang saham (Wijayanti,

2003). Penelitian yang pernah dilakukan oleh Lipe (1990) dan Sloan (1996)

menggunakan koefisien dari regresi antara laba akuntansi periode sekarang dengan

periode yang akan datang sebagai proksi persistensi laba, jika koefisien variabelnya

semakin kecil.

Scott (2003) menyatakan bahwa persistensi laba adalah revisi laba yang

diharapkan dimasa mendatang (expected future earnings) yang diimplikasikan oleh

inovasi laba tahun berjalan sehingga persistensi laba dapat dilihat dari inovasi laba

tahun berjalan yang dihubungkan dengan perubahan harga saham.

2.1.3. Struktur Modal

Modal menjadi salah satu aspek penting dalam perusahaan karena baik dalam

pembukaan bisnis maupun pengembangannya, modal sangatlah diperlukan. Oleh

sebab itu perusahaan harus menentukan seberapa banyak modal yang diperlukan

untuk membiayai bisnisnya. Sumber dana bagi perusahaan dapat diperoleh dari dalam

(37)

dan depresiasi, sedangkan dana dari luar perusahaan berasal dari para kreditur dan

dana dari peserta yang mengambil bagian dari perusahaan yang akan menjadi modal

sendiri.

Keputusan pendanaan atau keputusan atas struktur modal merupakan suatu

keputusan keuangan yang berkaitan dengan komposisi utang, saham preferen dan

saham biasa yang harus digunakan oleh perusahaan. Keputusan struktur modal

secara langsung berpengaruh terhadap besarnya resiko yang ditanggung oleh

pemegang saham beserta besarnya tingkat pengembalian atau tingkat keuntungan

yang diharapkan (Brigham dan Houston, 2001). Keputusan struktur modal tidak saja

berpengaruh terhadap profitabilitas perusahaan, tetapi juga berpengaruh terhadap

risiko keuangan yang dihadapi perusahaan. Risiko keuangan tersebut meliputi

kemungkinan ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kewajibannya dan

kemungkinan tidak tercapainya tingkat laba yang ditargetkan perusahaan.

Apabila perusahaan melakukan pinjaman kepada pihak di luar perusahaan

maka akan timbul utang sebagai konsekuensi dari pinjamannya tersebut dan berarti

perusahaan telah melakukan financial leverage. Semakin besar utang maka financial

leverage juga akan semakin besar. Berarti resiko yang dihadapi perusahaan akan

semakin besar karena utangnya tersebut. Pembiayaan dengan utang atau leverage

keuangan memiliki tiga implikasi penting, yaitu:

1. Memperoleh dana melalui utang membuat pemegang saham dapat

(38)

2. Kreditur melihat ekuitas atau dana yang di setor pemilik untuk memberikan marjin

penganggaran, sehingga jika pemegang saham hanya memberikan sebagian kecil

dari total pembiayaan, maka risiko perusahaan sebagian besar ada pada kreditur.

3. Jika perusahaan memperoleh pengembalian yang lebih besar atas investasi yang

dibiayai dengan dana pinjaman di banding pembayaran bunga, maka

pengembalian atas modal pemilik akan lebih besar atau leverage.

Financial levarage dianggap menguntungkan apabila laba yang di peroleh lebih besar

dari pada beban tetap yang timbul akibat penggunaan utang tersebut. Financial

leverage di anggap merugikan apabila laba yang diperoleh lebih kecil dari pada beban

tetap yang timbul akibat penggunaan utangnya tersebut.

Ghosh, et.all (2000), mendefinisikan struktur modal sebagai perbandingan

antara hutang perusahaan (total debt) dan total aktiva (total asset). Perbandingan ini

dilihat dengan bagaimana distribusi aktiva perusahaan terhadap total kewajiban

perusahaan.

Beberapa teori yang terkait dengan dengan struktur modal, yaitu :

1. Agency Theory

Teori ini dikemukakan oleh Jansen dan Meckling (1976), manajemen

merupakan agen dari pemegang saham, sebagai pemilik perusahaan. Untuk dapat

melakukan fungsinya dengan baik, manajemen harus diberikan insentif dan

pengawasan yang memadai. Pengawasan dapat dilakukan melalui cara-cara seperti

(39)

yang dapat diambil manajemen. Kegiatan pengawasan tentu saja membutuhkan biaya

yang disebut dengan biaya agensi.

Biaya agensi menurut (Horne dan Wachowicz 1998 dalam Saidi, 2001)adalah

biaya-biaya yang berhubungan dengan pengawasan manajemen untuk meyakinkan

bahwa manajemen bertindak konsisten sesuai dengan perjanjian kontraktual

perusahaan dengan kreditor dan pemegang saham. Menurut (Horne dan Wachowicz

1998, dalam Saidi, 2001), salah satu pendapat dalam teori agensi adalah siapapun

yang menimbulkan biaya pengawasan, biaya yang timbul pasti tanggungan pemegang

saham. Sebagai misal, pemegang obligasi, mengantisipasi biaya pengawasan, serta

membebankan bunga yang lebih tinggi. Semakin besar peluang timbulnya

pengawasan, semakin tinggi tingkat bunga, dan semakin rendah nilai perusahaan bagi

pemegang saham. Biaya pengawasan berfungsi sebagai insentif dalam penerbitan

obligasi, terutama dalam jumlah yang besar. Jumlah pengawasan yang diminta

pemegang obligasi akan meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah obligasi

yang beredar.

2. Signaling Theory

Signal atau isyarat adalah suatu tindakan yang diambil manajemen perusahaan

yang memberi petunjuk bagi investor tentang bagaimana manajemen memandang

prospek perusahaan (Brigham dan Houston,2001). Menurut Brigham dan Houston

(2001), Perusahaan dengan prospek yang menguntungkan akan mencoba menghindari

penjualan saham dan mengusahakan setiap modal baru yang diperlukan dengan

(40)

normal. Perusahaan dengan prospek yang kurang menguntungkan akan cenderung

untuk menjual sahamnya. Pengumuman emisi saham oleh suatu perusahaan

umumnya merupakan suatu isyarat (signal) bahwa manajemen memandang prospek

perusahaan tersebut suram. Apabila suatu perusahaan menawarkan penjualan saham

baru lebih sering dari biasanya, maka harga sahamnya akan menurun, karena

menerbitkan saham baru berarti memberikan isyarat negatif yang kemudian dapat

menekan harga saham sekalipun prospek perusahaan cerah.

3. Pecking Order Theory

Penamaan Pecking Order Theory dilakukan oleh Myers (1984) Teori ini

menyatakan bahwa ada semacam tata urutan (pecking order) bagi perusahaan dalam

menggunakan modal. Teori tersebut juga menjelaskan bahwa perusahaan lebih

mengutamakan pendanaan ekuitas internal (menggunakan laba yang ditahan)

daripada pendanaan ekuitas eksternal (menerbitkan saham baru).

4. Trade Off Theory

Trade off theory oleh Modigliani dan Miller (1963), menyatakan bahwa suatu

perusahaan memiliki tingkat hutang yang optimal dan berusaha untuk menyesuaikan

tingkat hutang aktualnya ke arah titik optimal, ketika perusahaan tersebut berada pada

tingkat hutang yang terlalu tinggi (overlevered) atau terlalu rendah (underlevered).

Pada kondisi yang stabil, perusahaan akan menyesuaikan tingkat hutangnya kepada

tingkat rata-rata hutangnya dalam jangka panjang. Karena itu, teori ini disebut juga

(41)

2.1.4. Risiko Sistematik

Risiko keseluruhan (total risk) dari pemilikan suatu saham terdiri dari dua

bagian yaitu risiko yang sistematik dan risiko yang tidak sistematik. Risiko

sistematik merupakan risiko yang keseluruhan di pasar dan tidak bisa dihilangkan

dengan diversifikasi (investasi pada berbagai jenis saham). Apabila risiko sistematik

muncul dan terjadi, maka semua jenis saham akan terkena dampaknya sehingga

investasi dalam 1 jenis saham atau lebih tidak dapat mengurangi kerugian. Contoh

risiko sistematik adalah kenaikan inflasi yang tajam, kenaikan tingkat bunga, dan

siklus ekonomi (Samsul, 2006). Sedangkan risiko yang tidak sistematik merupakan

risiko yang dapat dihilangkan dengan diversifikasi. Karena risiko ini untuk suatu

perusahaan, yaitu hal yang buruk terjadi dalam suatu perusahaan dapat diimbangi

dengan hal baik yang terjadi di perusahaan lain, misal perusahaan pesaing, perubahan

teknologi bagian produksi, pemogokan buruh dan sebagainya.

Return dan risiko mempunyai hubungan yang positif, semakin besar risiko

yang harus ditanggung, semakin besar return yang dikompensasikan (Hartono, 2003).

Kepekaan tingkat keuntungan yang saham terhadap perubahan pasar disebut dengan

beta saham. Menurut Hartono (2003) beta merupakan ukuran volatilities return

saham terhadap return pasar. Volatilitas dapat diartikan sebagai fluktuasi dari

return-return suatu sekuritas atau portofolio dalam suatu periode dari waktu ke waktu.

Semakin besar fluktuasi return saham terhadap return pasar maka semakin besar pula

beta saham tersebut. Demikian pula sebaliknya, semakin kecil fluktuasi return saham

(42)

mempunyai risiko berarti bahwa investasi tersebut tidak akan memberikan

keuntungan yang pasti. Investor tidak akan tahu dengan pasti hasil yang akan

diperoleh dari investasi yang dilakukanya. Dalam keadaan itu investor hanya

mengharapkan untuk memperoleh tingkat keuntungan tertentu. Dalam pembuatan

keputusan investasi, investor memerlukan ukuran risiko sistematik yang akurat dan

tidak bias. Hal ini sangat penting bagi investor, sebagai dasar untuk memperkirakan

besarnya risiko maupun return investasi dimasa depan.

Oleh karena itu, secara implisit dapat dikatakan bawa beta saham merupakan

parameter kondisi keuangan suatu perusahaan, apakah perusahaan itu sehat ataukah

perusahaan itu mendekati kegagalan bursa (delisting). Karena jika emiten di-delist

dari bursa maka investor merupakan pihak yang paling dirugikan. Investor akan

menanggung risiko jika menyusun portofolio investasinya melibatkan saham yang

berpotensi gagal, sebab investor tidak dapat lagi memperjualbelikan sahamnya.

Dengan kata lain akan timbul kerugian akibat salah investasi. Jadi selain

memperhatikan return yang tinggi, investor juga harus memperhatikan tingkat risiko

yang harus ditanggung.

2.1.5. Kesempatan Bertumbuh

Kesempatan bertumbuh menjelaskan prospek pertumbuhan perusahaan di

masa depan. Penilaian pasar (investor/pemegang saham) terhadap kemungkinan

bertumbuh suatu perusahaan nampak dari harga saham yang terbentuk sebagai suatu

(43)

saham akan memberi respon yang lebih besar kepada perusahaan dengan

kemungkinan bertumbuh yang tinggi. Hal ini terjadi karena perusahaan yang

mempunyai kemungkinan bertumbuh yang tinggi akan memberikan manfaat yang

tinggi di masa depan bagi investor.

Penilaian pasar terhadap kemungkinan bertumbuh suatu perusahaan nampak

dari harga saham yang terbentuk sebagai suatu nilai ekspektasi terhadap manfaat

masa depan yang akan diperoleh. Pemegang saham akan memberi respon yang lebih

besar kepada perusahaan dengan kemungkinan bertumbuh yang tinggi. Hal ini terjadi

karena perusahaan yang mempunyai kemungkinan bertumbuh yang tinggi akan

memberi manfaat yang tinggi di masa depan bagi investor (Palupi, 2006).

2.1.6. Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar

kecilnya perusahaaan menurut berbagai cara antara lain dengan ukuran pendapatan,

total aset, dan total modal (Brigham dan Houston, 2001). Pada dasarnya ukuran

perusahaan hanya terbagi dalam tiga kategori yaitu perusahaan besar (large firm),

perusahaan menengah (medium size) dan perusahaan kecil (small firm). Penentuan

ukuran perusahaan ini didasarkan kepada total asset perusahaan (Machfoedz, 1994).

Ukuran perusahaan bisa diukur dengan menggunakan total aktiva, penjualan,

atau modal dari perusahaan tersebut. Salah satu tolok ukur yang menunjukkan besar

kecilnya perusahaan adalah ukuran aktiva dari perusahaan tersebut. Perusahaan yang

(44)

tahap kedewasaan dimana dalam tahap ini arus kas perusahaan positif dan dianggap

memilki prospek yang baik dalam jangka waktu yang relatif lama, selain itu juga

mencerminkan bahwa perusahaan relatif lebih stabil dan lebih mampu menghasilkan

laba dibanding perusahaan dengan total asset yang kecil (Daniati dan Suhairi, 2003).

Aktiva merupakan tolok ukur besaran atau skala suatu perusahaan. Biasanya

perusahaan besar mempunyai aktiva yang besar pula nilainya. Secara teoritis

perusahaan yang lebih besar mempunyai kepastian (certainty) yang lebih besar

daripada perusahaan kecil sehingga akan mengurangi tingkat ketidakpastian

mengenai prospek perusahaan ke depan, hal tersebut membantu investor memprediksi

risiko yang mungkin terjadi jika berinvestasi pada perusahaan tersebut (Yolana dan

Martini, 2005)

Suatu perusahaan yang sudah mapan akan memiliki akses yang mudah

menuju pasar modal, sementara perusahaan baru dan masih kecil akan mengalami

banyak kesulitan untuk melakukan akses ke pasar modal. Selain itu, ukuran

perusahaan turut menentukan tingkat kepercayaan investor, semakin besar perusahaan

semakin dikenal masyarakat yang berarti semakin mudah untuk mendapatkan

informasi mengenai perusahaan (Hartono, 2003).

2.1.7. Corporate Social Responsibility

Corporate Social Responsibility dapat diartikan sebagai komitmen industri

untuk mempertanggung jawabkan dampak operasi dalam dimensi sosial, ekonomi,

(45)

masyarakat dan lingkungan hidupnya (Tanudjaja, 2006). Perusahaan semakin

menyadari bahwa kelangsungan hidup perusahaan juga tergantung dari hubungan

perusahaan dengan masyarakat dan lingkungannya. Pinasty (2004), menyatakan dari

waktu ke waktu semakin banyak tersedia informasi alternatif, selain informasi

akuntansi bagi investor di pasar modal. Informasi tersebut semakin banyak digunakan

oleh investor dalam penilaian perusahaan. Dari perspektif ekonomi, perusahaan akan

mengungkapkan suatu informasi jika informasi tersebut akan meningkatkan nilai

perusahaan (Verecchia, 1983 dalam Basalamah dan Jermias, 2005). Pengungkapan

informasi CSR diharapkan memberikan informasi tambahan kepada para investor

selain dari yang sudah tercakup dalam laporan keuangan..

Pengungkapan tanggung jawab social perusahaan yang sering juga disebut

sebagai social disclosure, corporate social reporting, social accounting (Mathews,

1997) atau corporate social responsibility (Hackston dan Milne, 1996) merupakan

proses pengkomunikasian dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan ekonomi

organisasi terhadap kelompok khusus yang berkepentingan dan terhadap masyarakat

secara kesuluruhan. Pengungkapan kinerja corporate social responsibility (CSR)

melalui pelaporan berkelanjutan kini menjadi penting dan terutama ketika membuat

keputusan investasi jangka panjang, dengan melalui pelaporan kinerja corporate

social responsibility (CSR) tersebut akan tercermin apakah perusahaan telah

menjalankan akuntabilitas sosial dan lingkungan secara optimal atau tidak, yang

sekaligus akan terungkap bahwa perusahaan bersangkutan apakah telah

(46)

komitmen usaha yang telah sesuai atau tidak dengan peraturan perundang-undangan

berlaku. Disamping itu, pihak perusahaan harus bersikap terbuka dan jujur dalam

penyampaian informasi akurat atau pelaporan mengenai program pelaksanaan kepada

corporate social responsibility (CSR) stakeholders nya.

Beberapa teori berkaitan dengan pengungkapan pertanggungjawaban sosial

perusahaan yang berhubungan dengan aktivitas dan dampak yang ditimbulkan

perusahaan tersebut yaitu :

1. Agency Theory, yaitu pertanggungjawaban perusahaan yang berorientasi kepada

manajemen (agen) dan pemilik (principal).

2. Stakeholders Theory, yaitu Kesuksesan perusahaan tidak hanya terletak pada

kemampuannya dalam membangun hubungan yang baik dengan pemegang saham

(Shareholder) saja, akan tetapi perusahaan juga perlu membangun hubungan baik

dengan individu, masyarakat dan lingkungan sebagai stakeholders dalam

pembuatan keputusan (Sujatmoko, 2007 dalam Hidayati dan Murni, 2009).

3. Legitimacy Theory, yaitu perusahaan memiliki kontrak dengan masyarakat untuk

melakukan kegiatannya berdasarkan nilai-nilai justice, dan bagaimana perusahaan

menanggapi berbagai kelompok kepentingan untuk melegitimasi tindakan

perusahaan (Titl, 1994 dalam Sayekti dan Wondabio, 2008).

Perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya, mengupayakan

sejenis pengakuan atau legitimacy. Perusahaan senantiasa meningkatkan return

saham bagi para investor untuk mendapatkan pengakuan dari investor, untuk

(47)

layanan dan untuk memperoleh legitimasi dari masyarakat, perusahaan melakukan

aktivitas pertanggung jawaban sosial (Hidayati dan Murni, 2009). Dengan

menerapkan CSR, diharapkan perusahaan akan memperoleh legitimasi sosial dan

memaksimalkan kekuatan keuangan dalam jangka panjang (Kiroyan dalam Sayekty

dan Wondabio, 2008).

Pelaksanaan CSR dapat dilihat dari dua perspektif yang berbeda yaitu :

1. Pelaksanaan CSR merupakan praktik bisnis secara sukarela (discretionary

business practice), artinya pelaksanaan CSR lebih banyak berasal dari inisiatif

perusahaan dan bukan merupakan aktivitas yang dituntut untuk dilakukan

perusahaan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

2. Pelaksanaan CSR bersifat Mandatory (sukarela) yang sudah diatur oleh

undang-undang (Solihin, 2009).

Pada tanggal 20 Juli 2007 pemerintah mengesahkan Undang-undang No. 40

tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang mengatur kewajiban perusahaan untuk

melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social

Responsibility.

2.1.8. Persistensi laba dan Earning Response Coefficient

Nilai Earnings Response Coeffisiens diprediksi lebih tinggi jika laba

perusahaan lebih persisitensi di masa depan. Demikian juga jika kualitas laba

semakin baik, maka diprediksi nilai ERC akan semakin tinggi. Laba akuntansi

(48)

ditemukan memiliki hubungan yang positif dengan Earnings Response Coefficient.

Semakin persisten atau semakin permanen laba perusahaan, maka akan semakin

tinggi Earnings Response Coefficient, hal ini berkaitan dengan kekuatan laba,

persistensi laba mencerminkan kualitas laba perusahaan dan menunjukkan bahwa

perusahaan dapat mempertahankan laba dari waktu ke waktu.

Menurut Scott (2003) peristensi laba adalah revisi laba yang diharapkan

dimasa mendatang yang diimplikasikan oleh inovasi laba tahun berjalan sehingga

persistensi laba dilihat dari inovasi laba tahun berjalan yang dihubungkan dengan

perubahan harga saham. Menurut Pennman (2000) Persistensi laba adalah revisi

dalam laba akuntansi yang diharapkan di masa depan (expected future earnings) yang

diimplikasi oleh laba akuntansi tahun berjalan (current earnings). Besarnya revisi ini

menunjukkan tingkat persistensi laba. Inovasi terhadap laba sekarang adalah

informatif terhadap laba masa depan ekspektasian, yaitu manfaat masa depan yang

diperoleh pemegang saham. Harga saham merupakan nilai sekarang manfaat masa

depan ekspektasian yang diperoleh pemegang saham. Nilai sekarang dari revisi atas

laba masa depan dapat memperkirakan nilai sekarang revisi manfaat masa depan

ekspektasiannya, yaitu dalam harga saham (Kormendi dan Lipe, 1987). Semakin kecil

revisi laba akuntansi masa depan (semakin persisten laba akuntansi), semakin kuat

hubungan laba akuntansi dengan abnormal return (semakin besar koefisien respon

laba).

Penelitian Kormendi dan Lipe (1987) menyimpulkan bahwa earnings

(49)

ini diacu oleh penelitian selanjutnya antara lain oleh Easton dan Zmijewski (1989)

dan Collins dan Kothari (1989), dengan hasil yang konsisten dengan Pennman

(2000). Berbeda dengan Penelitian yang dilakukan oleh Harahap (2004) menyatakan

bahwa persistensi laba tidak berpengaruh terhadap Earnings Response Coefficient.

2.1.9. Struktur Modal dan Earnings Response Coefficient

Struktur modal umumnya di proksi dengan besarnya leverage perusahaan.

Perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi berarti memiliki utang yang lebih

besar dibandingkan modal. Kerugian yang timbulkan dari penggunaan leverage,

yaitu:

1. Semakin tinggi debt ratio, semakin berisiko perusahaan, karena semakin tinggi

biaya tetapnya yaitu berupa pembayaran bunga.

2. Jika sewaktu-waktu perusahaan kesulitan keuangan dan operating income tidak

cukup untuk menutup beban bunga, maka akan menyebabkan kebangkrutan

(Brigham dan Houston, 2001)

Penelitian Dhaliwal, et. al (1991) menunjukkan bahwa earnings response

coefficient berpengaruh negatif dengan tingkat leverage. Perusahaan dengan tingkat

leverage yang tinggi berarti memiliki utang yang lebih besar dibandingkan modal.

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Mulyani (2007), yang menyimpulkan

bahwa struktur modal berpengaruh terhadap ERC. Namun, hasil berbeda ditemukan

oleh oleh Chandarin (2003), dan Jaswadi (2003) yang menyimpulkan bahwa struktur

(50)

2.1.10. Risiko Sistematik dan Earnings Response Coefficient

Kemampuan investasi pada dasarnya merupakan keputusan yang tidak pasti,

karena menyangkut harapan masa depan yang akan datang berupa imbalan hasil

(return) yang diharapkan, serta risiko yang harus ditanggung investor. Mengingat

bahwa investasi memiliki ketidakpastian yang cukup tinggi, maka investor yang

membeli saham pada awal periode tidak mengetahui return yang akan diperoleh

pada akhir periode sehingga investor harus memprediksi return saham yang

diharapkan pada akhir periode. Karena sifat investor enggan terhadap risiko (risk

averse) maka selalu dihadapkan pada permasalahan apakah tingkat keuntungan yang

diharapkan pada akhir telah sesuai atau sebanding dengan tingkat risiko yang harus

dipikulnya.

Risiko (riskness) menunjukkan variasi antar perusahaan dan risk-free interest

rate menunjukkan variasi antar waktu. Kedua risiko tersebut menunjukkan variasi

antar waktu. Kedua risiko ini dibuktikan secara empiris oleh Collins dan Kothari

(1989) berpengaruh negatif signifikan dengan Earnings Response Coefficient.

2.1.11. Kesempatan bertumbuh dan Earnings Response Coefficient

Kesempatan bertumbuh yang dihadapi di waktu yang akan datang merupakan

suatu prospek baik yang dapat mendatangkan laba bagi perusahaan. Kesempatan

bertumbuh tersebut hanya dapat direalisasi oleh perusahaan melalui kegiatan

investasi. Kegiatan investasi tersebut akan memerlukan biaya yang relatif besar,

(51)

perusahaan dari tahun ke tahun dapat meningkat atau mengalami penurunan.

Peningkatan laba yang stabil dari suatu perusahaan menunjukkan bahwa pertumbuhan

laba perusahaan baik. Demikian juga sebaliknya, penurunan laba dari tahun ke tahun

menunjukkan bahwa pertumbuhan laba perusahaan kurang baik. Jika semakin besar

kesempatan kesempatan bertumbuh perusahaan maka semakin tinggi kesempatan

perusahaan mendapatkan laba yang diperoleh perusahaan pada masa mendatang.

Peniliaian pasar (investor/pemegang saham) terhadap kemungkinan

bertumbuh suatu perusahaan nampak dari harga saham yang terbentuk sebagai suatu

nilai ekspektasian terhadap manfaat masa depan yang akan diperolehnya. Pemegang

saham akan memberi respon yang lebih besar kepada perusahaan dengan

kemungkinan bertumbuh yang tinggi. Hal ini terjadi karena perusahaan yang

mempunyai kemungkinan bertumbuh yang tinggi akan memberikan manfaat yang

tinggi di masa depan bagi investor (Palupi, 2006).

Penelitian oleh Collins dan Kothari (1989) menunjukkan bahwa perusahaan

yang memiliki kesempatan bertumbuh yang lebih besar akan memiliki Earnings

Response Coefficient tinggi. Kondisi ini menunjukkan bahwa semakin besar

kesempatan bertumbuh perusahaan maka semakin tinggi kesempatan perusahaan

mendapatkan atau menambah laba yang diperoleh perusahaan pada masa mendatang.

Berbeda dengan Penelitian Palupi (2003) menunjukkan hasil yang berlawanan,

dimana kesempatan bertumbuh tidak berpengaruh terhadap Earning Response

(52)

2.1.12. Ukuran Perusahaan dan Earnings Response Coefficient

Pada saat pengumuman laba, informasi laba akan direspon positif oleh

pemodal, pada umumnya perusahaan besar cenderung mempunyai reporting

responsibility yang lebih tinggi dan mengindikasikan bahwa pada perusahaan besar

Earnings Response Coefficients akan meningkat pula (Scoot,2003).

Ukuran perusahaan menunjukkan jumlah pengalaman dan kemampuan

tumbuhnya suatu perusahaan yang mengindikasikan kemampuan dan tingkat risiko

dalam mengelola investasi yang diberikan para Stockholder untuk meningkatkan

kemakmuran mereka. Besar kecilnya perusahaan ditunjukkan dari ukuran aktiva

perusahaan tersebut. Perusahaan yang memiliki total aktiva besar menunjukkan

bahwa perusahan tersebut telah mencapai tahap kedewasaan dimana dalam tahap ini

perusahaan mempunyai prospek yang baik dalam jangka waktu yang relatif lama,

diprediksi relatif lebih stabil dan lebih mampu menghasilkan laba dibandingkan

perusahaan kecil. Jika prospek perusahaan perusahaan baik karena lebih mampu

menghasilkan laba maka akan dapat menarik investor untuk menanamkan dananya

pada perusahaan tersebut.

Penelitian yang menguji pengaruh ukuran perusahaan terhadap Earnings

Response Coefficients menemukan hasil yang beragam. Penelitian Naimah dan

Utama (2003) menyatakan bahwa Earnings Response Coefficients ditemukan lebih

besar pada perusahaan besar. Penelitian Chaney dan Jater (2003) yang menguji

hubungan ukuran perusahaan dengan Earning Response Coefficients dalam jangka

(53)

informasi pada perusahaan-perusahaan besar, akan meningkatkan Earning Response

Coefficients dalam jangka panjang. Informasi yang tersedia sepanjang tahun pada

perusahaan memungkinkan pelaku pasar untuk menginterpretasikan informasi yang

terdapat pada laporan keuangan dengan lebih sempurna, sehingga dapat memprediksi

arus kas yang lebih akurat dan menurunkan ketidakpastian. Beberapa penelitian yang

diungkapkan oleh Cho dan Jung (1991) mendukung adanya pengaruh positif antara

Earnings Response Coefficient dan ukuran perusahaan ( Shevlin dan Shues, 1993).

2.1.13.Corporate Social Responsibility dan Earnings Response Coefficient

Dalam era ketebukaan informasi dewasa ini, perusahaan harus dapat

memberikan informasi kepada para stakeholder, seperti halnya informasi CSR ysng

telah disinggung di atas. Banyak perusahaan yang memiliki kemajuan dalam

teknologi maupun ekonomi dikritik karena menciptakan permasalahan sosial. Sebagai

akibatnya citra perusahaan dapat mengalami kenunduran. Dalam jangka panjang hal

ini dapat menggangu kelangsungan hidup perusahaan yang telah berjalan.

Pengungkapan tanggungjawab sosial perusahaan dapat digambarkan sebagai

pengungkapan informasi keuangan dan non keuangan berhubungan dengan interaksi

organisasi dengan lingkungan fisik dan sosialnya, yang dinyatakan dalam laporan

tahunan perusahaan atau dalam laporan terpisah (Guthrie dan Mathews 1985 dalam

Sembiring 2003). Perusahaan menggunakan laporan tahunan sebagai salah satu media

untuk berkomunikasi langsung dengan para investor. Secara teoritis, ada hubungan

(54)

1993). Pengungkapan informasi dalam laporan tahunan yang dilakukan perusahaan

diharapkan dapat mengurangi asimetri informasi dan juga mengurangi agency

problem (Healy dan Palepu, 2001).

Lang dan Lundholm (1993) melakukan penelitian mengenai pengungkapan

sukarela yang menunjukkan bahwa tingkat pengungkapan yang lebih tinggi

berasosiasi dengan kinerja pasar yang lebih baik (yang diukur dengan return saham).

Penelitian tersebut menggunakan asimetri informasi yang merupakan proksi sebagai

korelasi laba dan return saham. Korelasi laba dan return saham yang rendah

mengindikasikan bahwa informasi laba hanya memberikan sedikit informasi tentang

nilai perusahaan yang menunjukkan bahwa masih terdapat asimetri informasi yang

tinggi. Pengungkapan yang dilakukan oleh perusahaan bertujuan untuk mengurangi

asimetri informasi terutama pada perusahaan yang memiliki korelasi earnings/returns

yang rendah. Hasil dari penelitian tesebut menyatakan bahwa adanya hubungan

negatif antara korelasi earnings/return (ERC) dengan tingkat pengungkapan.

Penelitian yang dilakukan oleh Widiastuti (2002), dengan menguji pengaruh

pengungkapan dalam laporan tahunan terhadap ERC. Penelitian ini tidak

menunjukkan hasil yang konsisten dengan prediksi tentang pengaruh luas

pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan terhadap ERC. Prediksi penelitian ini

adalah ada luas pengungkapan sukarela berpengaruh negatif terhadap ERC. Tetapi,

pengujian empiris menemukan adanya pengaruh positif signifikan dari luas

pengungkapan sukarela terhadap ERC. Widiastuti (2002) menjelaskan

Gambar

Tabel 1.1 Laba Bersih dan Harga Saham  Periode Tahun 2007-2010
Tabel 2.1 Review Penelitian Terdahulu
Gambar 3.1 Kerangka Konsep
Tabel 4.2 Daftar Perusahaan Sampel
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh struktur aktiva, profitabilitas, ukuran perusahaan dan risiko bisnis terhadap struktur modal pada perusahaan

Judul Skripsi : Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Earning Response Coefficient (ERC) Pada Perusahaan Yang Terdaftar di Jakarta Islamic Index (JII).. Nama :

Judul Skripsi : Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Earning Response Coefficient (ERC) Pada Perusahaan Yang Terdaftar di.. Jakarta Islamic

variabel determinan ERC lainnya, hasil penelitian menunjukkan bahwa persistensi laba akuntansi memiliki pengaruh positif secara signifikan terhadap ERC, pertumbuhan laba

Disimpulkan bahwa 33,1% variabel dependen kualitas laba dapat dijelaskan oleh variabel independen persistensi laba, peluang pertumbuhan, risiko, ukuran perusahaan,

Hasil penelitian ini akan memberikan referensi materi tambahan terkait pengaruh leverage, risiko sistematis, pertumbuhan perusahaan, kesempatan bertumbuh, persistensi laba,

Romasari, Sonya, 2013, “Pengaruh Persistensi Laba, Struktur Modal, Ukuran Perusahaan dan Alokasi Pajak Antar Periode Terhadap Kualitas Laba (Studi Empiris pada

Dalam penelitian ini untuk menguji pengaruh antara Risiko, Kualitas Auditor, Ukuran Perushaan dan Struktur Modal terhadap kualitas laba pada industri LQ45 yang