HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI
(SELF CONCEPT)
DEN GAN KEBERMAKNAAN HID UP NARAPIDANA DI
LEMBAGAPEMASYARAKATANTANGERANG
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Syarat Dalam Meraih Gelar Sarjana Psikologi
•••
111
セMセMセセョMNᄋL@ L ᄋᄋᄋᄋMMセMセBGBBGBBGBGGGBBセQ@
d.ori : .. ,,/(,, ...
2
..
1.,,,,i'X ... ,.\DISUSUN OLEH:
NURKAMALA
205070000509
1.gt :
.1?.::\,.:.t.,.'f,Q/?"'t"""""'
'Jn. lnduk :
0..LliJ ..
::.L ... ; ..
';;1Ji:<..-;b. .. ,
klasifikasi : ...•... ._ ... ,
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Syarat
Dalam Meraih Gelar Sarjana Psikologi ( S. Psi ) セZ⦅⦅⦅Z⦅@
___
_,
Pembimbing I
Oleh:
NURKAMALA
I
205070000509
Dibawah Bimbingan,
PERPUST AK.AAN UT AMA
UIN SYAH!O JAl</\RTA \ ... ---·"·---·----···---·-.. セBBBG[@
Pembimbing II
Neneng Tati Sumiati, M.Psi. Psi NIP. 150 300 679
Mohamad Avicenna, M. HSc. Psy NIP. 19770906 200112 I 004
FAI(ULTAS PSII(OLOGI
UNIVERSIT AS ISLAM NEGERI
SY ARIF HIDAY ATULLAH
JAI(ARTA
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
)Si yang berjudul Hubungan Antara Konsep Diri Dengan Keberrnaknaan Hidup
1pidana Di Lernbaga Pernasyarakatn Tangerang telah diajukan dalarn sidang
aqasah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
1 tanggal 3 Desernber 2009. Skripsi ini telah diterima sebagai syarat untuk
iperoleh gelar Sarjana Psikologi.
a Merangkap Anggota
3 Umar, Ph. D
130885522
セオェゥ@ I
·atu h·M.Si
1989 03 2001
bimbing I
:mg Tati Sumiati. M.Psi. Psi
150300679
Sidang Munaqasah
Angggota:
Jakarta, 9 Desember 2009
Sekretaris Merangkap Anggota
dイ。セセNmウ[@
NIP. 195612231983032001
Penguji II
Neneng Tati Sumiati. M.Psi. Psi
NIP. 150300679
Pembimbing II
セᄉZセ@
Mohamad Avicenna,M.HSc.Psy
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nam a
NIM
: Nurkamala
: 205070000509
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul HUBUNGAN ANTARA
KONSEP DIRI ( SELF CONCEPT) DENGAN KEBERMAKNAAN HIDUP
NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN TANGERANG adalah
benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat
dalam penyusunan karya tersebut.
Adapun kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan karya ini telah saya
cantumkan sumber pengutipannya dalam skripsi. Saya bersedia untuk
melakukan proses yang semestinya sesuai dengan undang-undang jika
ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau ciplakan dari karya
orang lain
Demikian pernyataan ini dibuat untuk dipergunakan seperlunya
t
Jakarta, November 2009
Yang Menyatakan
Nurkamala
MOTTO
Raihlah kebahagian dan janganlah bersedih
Sadarilah bahwa kita tidak hanya hidup pada batasan
hari ini saja, maka lakukanlah apa yang bisa dikerjakan
Lupakan masa lalu dan semua yang pernah ter jadi ,
karena perhatian yang terpaku pada yang telah lewat
dan selesai merupakan kebodohan dan kegilaan.
Kedamaian seorang hamba berada dalam perasaan
tenanngnya kepada Allah
Sesungguhnya setelah kesulitan itu akan ada kemudahan
Berfikirlah tentang nikmat, lalu bersykurlah
Kehidupan ini tak lebih hanya sekedar roti, air dan
bayangan, maka tak usah lah bersedih jika semua itu
ada
cCtm fi.ecCua acll/iJiu yem:J Btm:Jat afi.u Btrytm:Ji.
(A)FAKULTAS PSIKOLOGI (B) NOVEMBER 2009
ABSTRAK
(C) NURKAMALA
(D) HUBUNGAN ANT ARA KONSEP DIRI
(SELF CONCEPT)
DENGAN KEBERMAKNAAN HIDUP NARAPIDANA DI LEMBAGAPEMASYARAKATANTANGERANG (E) 80 halaman + lampiran
(F) Setiap orang menginginkan hidupnya berharga dan bermanfaat baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain, keluarga dan masyarakatnya. Keinginan tersebut merupakan hasrat yang mendasar dalam diri manusia yaitu hasrat untuk hidup bermakna, jika keinginan itu terpenuhi, maka kehidupan akan terasa berharga dan bermakna, tetapi jika tidak bermakna maka akan menimbulkan kekecewaan dalam diri orang terse but..
Melakukan tindak kejahatan merupakan salah satu kejadian dalam hidup yang dapat membuat seseorang berubah pandangan hidupnya.
Perubahan itu dapat rnengarah kepandangan yang negatif. Pandangan yang negatif ini dapat menyebabkan konsep diri narapidana berubah rnenjadi negatif dibandingkan dengan sebelumnya. Konsep diri yang negatif ini antara lain rnenyebabkan individu tidak merniliki pandangan yang tetap terhadap dirinya sendiri karena ada yang salah dalam dirinya (Calhoun & Acocella, 1990)
Narapidana dianggap sebagai kornunitas yang rentan terhadap kondisi keputusasaan. Ketika keputusasaan rnendera rnaka seseorang
cenderung akan kehilangan keyakinannya terhadap rnakna kehidupan. Padahal jika seseorang dapat meyakini adanya rnakna dalarn kehidupan, dapat meyakini nilai pokok diri sendiri dan orang lain, dapat rneyakini bahwa alam (lingkungan) rnerniliki makna yang dapat mernbantunya dalam rneretas jalan untuk rnengatasi rasa ketidakamanan, rnaka ia akan kembali memiliki rasa percaya diri sekaligus keberanian yang dibutuhkan untuk menghadapi kehidupan
(G)Tujuan: Mengetahui apakah ada hubungan antara konsep diri(se/f
Concept) dengan kebermaknaan hidup narapidana di lembaga
sampel yang sudah ditentukan karakteristiknya dengan jumlah sampel sebanyak 39 narapidana.
Pengumpulan data : Skala konsep diri (self concept) menggunakan skala Model Likert yang telah dimodifikasi menjadi 77 item dan 35 item yang valid setelah uji validitas. Skala makna hidup yang menggunakan skala PIL TEST Crumbaugh
&
Maholick ( 1973) yang dimodffikasi menjadi skala Model Likert menjadi 50 item dan 32 item yang valid setelah uji validitas. Uji validitas menggunakan rumus product moment pearson. Estimasi reabilitas menggunakan rumus Npha Cronbach, sedangkan untuk analisa data untuk mencari korelasi menggunakan rumus Product MomentPearson, dan mendapatkan hasil 0, 737 > rtabel (Sig. 5% & 1% =0.316 &
0.408; N=39)
Kesimpulan: Hasil uji statistik (rh =0,737 >rt =0,05 (0,316), artinya ada hubungan yang signifikan antara konsep diri (self concept) dengan
kebenTlaknaan hidup. Dari hasil penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa terdapat korelasi positif dan signifikan antara konsep diri dengan
kebenTlaknaan hidup narapidana di Lembaga Pemasyarakatan
Tangerang, yang dapat di interpertasikan bahwa, semakin tinggi kualitas konsep diri maka akan semakin baik kebenT1aknaan hidup. Dan dari hasil regresi dapat disimpulkan bahwa Konsep Diri memberikan sumbangsih sebesar 60.6% bagi perubahan variabel Kebermaknaan Hidup. Dengan
demikian terdapat 39.4% aspek lain selain kelima aspek Konsep Diri yang tidak terukur dalam penelitian ini yang dapat memberikan perubahan terhadap Kebermaknaan Hidup.
Bagi Lembaga Pemasyarakatan agar seyogyanya memberikan pengetahuan dan pelatihan tentang konsep diri dan kebenTlaknaan hidup, seperti konseling, seminar-seminar, kegiatan keagamaan, dan kegiatan-kegiatan lain yang berkaitan dengan pengembangan konsep diri dan kebermaknaan hidup. Dengan demikian diharapkan narapidana dapat mengetahui dan mengembangkan kemampuan secara optimal guna mencapai konsep diri yang positif
(H) Daftar Pustaka
(A) Psychology Faculty (B) November 2009 (C)Nurkamala
ABSTRACT
(0) The Relation between self concept and the meaning of life of convicts in the jail in Tangerang
(E) 80 pages + enclosure
(F) Everybody want to have meaningful life and useful life, not only for themselves but also for others. That is inherent basic wish for human.
If that wish is not fulfilled, people will feel meaningless and useless, and it will cause a disappointment.
Doing crime is one of scandal that may change somebody. That change may point to negative view, it may cause self concept of some convicts getting worst. Negative self concept will cause someone do not have constant view of himself because of something wrong inside himself. (Calhoun & Acocella, 1990)
Convicts are considered as a susceptible community to lose hope. Losing hope will make someone losing meaning of life. Whereas, if someone sure to the meaning of life, he will sure to the basic value of himself and others, he also can sure that society has value which can help him to escape from fear, so it will make someone to have a self confidence and bravery that needed to face the reality of life
Purpose: to know is there any relationship between self concept and the meaning of life of convicts in the jail in Tangerang. This formulation of research is distinctively to know is there any correlation between aspects of self concept and the meaningfulness of life
Method: this thesis is using quantitative approach and using description of correlation with free variable; self concept, bound variable; meaningfulness of life.
Sample: the convicts that have crime scandal in the jail in Tangerang that has purpose sampling. I took the sample that the characteristic has been decided in amount of 39 convicts.
Conclusion: the result of statistic test (rh
=
0,737 > rt= 0,05 (0,316), it is mean that there is significant correlation between self concept and the meaningfulnesslife.
From that researchI
got conclusion that there are positive and significant correlation between self concept and meaningfulness of life of convicts in the jail in Tangerang, it can be interpreted that, if the quality of self concept higher, themeaningfulness of life will be higher too. From the result of regression we can conclude that self concept give contribution to the change of meaningfulness of life in the amount of 60.6%. So, there are 39.4% other aspects except five aspects of self which is measurable in this research that can give the change to the variable of meaningfulness of life.
For the jail to give knowing and training about self concept and meaning of life such as conceling, seminaries, religious activity, and the others that correlation with self concept development and meaning of life. Thus.convict is hoped to knowing and developing ability with optimally for getting posltif self concept.
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirrahim
Segala puji dan syukur bagi Allah Rabb alam semesta. Atas segala rahmat
dan karunianya, dimana atas kesempatan-Nya lah penulis memperoleh
kemampuan untuk dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul " Hubungan
Antara Konsep Diri (Self Concept) Dengan Kebermaknaan Hidup
Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Tangerang". Shalawat dan
salam semoga senantiasa tecurah kepada junjungan dan tauladan kita,
Muhammad Rasulullah, keluarga dan para sahabat.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis juga tidak luput dari berbagai masalah
dan menyadari sepenuhnya bahwa keberhasilan yang diperoleh bukanlah
semata-mata hasil usaha penulis sendiri, melainkan berkat dukungan,
bantuan, dan bimbingan yang tidak ternilai dari pihak-pihak lain. Dengan
setulus hati penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Jahja Umar. Ph. D, Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Neneng Tati Sumiati M.Si. Psi dan Mohamad Aviccena M.HSc. Psy
dosen pembimbing yang selalu memberikan waktu dan ilmu kepada
penulis sehingga pikiran penulis jadi lebih terbuka.
3. Guru-guru penulis di Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang telah mendidik penulis dan seluruh staf akademik yang telah banyak
membantu.
4. Ayahanda H. Adnan Ja'far dan ibunda Ruslaina yang telah memotivasi
penulis dalam penyelesaikan skripsi, serta keluaga besar ja'far di
6. Bapak Ishak yang telah mengkoordinir teman-teman di lembaga
pemasyarakatan untuk bersedia bekerjasama dengan penulis dalam
penelitian ini.
7. Para narapidana yang telah telah bersedia bekerjasama dengan penulis
8. Teman-teman angkatan 05 yang telah berhasil menjaga keakraban dan
meningkatkan prestasi dengan cara yang unik dengan makan-makan.
9. Teman-teman sekosan yang selalu mengingatkan penulis untuk
semangat menyelesaikan skripsi ini yaitu, de' dijah yang telah bersedia
meluangkan waktunya menemani penulis ke serang untuk mengantarkan
surat penelitian, walaupun kita sempat nyasar, tapi kenangannya tetap tak
bisa dilupakan. Buat Mba Eni yang sangat setia menemani penulis
selama penelitian. Buat fikiriah yang sudah berbaik hati memberikan
trans!etin gratis buat peneliti. Dan buat yiki n lela, terimah kasih banyak
atas supportnya.
10.Adik-adik di Khadijah Islamic School yang telah banyak membantu serta
tak lupa support yang diberikan kepada penulis.
Mengingat kemampuan dan pengalaman penulis yang masih sangat
terbatas, maka penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam
penulisan skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran
yang membangun untuk perbaikan dan kesempumaan skripsi ini.
Akhimya penulis mengharapkan semoga skripsi ini dalam bermamfaat bagi
pihak yang memerlukan.
ii
Jakarta, November 2009
Penulis
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PERSETUJUAN
HALAMANPENGESAHAN
HALAMANPERNYATAAN
MOTTO
PERSEMBAHAN
ABSTRAK·
DAFTAR ISi
KAT A PENGANTAR ...•....•...
DAFT AR ISi ... . .. ... ... .. ... ... .. . .. ... ... ... ... ... ... ... ... ... .. ... ... ... ..
iii
DAFT AR T ABEL ...
viii
DAFT AR GAMBAR ... .. . ... .. ... . .. . .. .. . ... ... .. ... ... .. . ... ... ... ... . ... ... ...
x
BAB1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang .. ... ... ... ... ... .... ... ... ... 1
1.2. ldentifikasi Masalah ... 7
1.3. Batasan Masalah dan Rumusan Masalah ... 8
1.3.1. Batasan Masalah... 7
1.3.2. Rumusan Masalah .. .... ... ... .. . ... ... 8
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 9
1.4.1. Tujuan Penelitian ... ... ... 9
BAB2
KAJIAN PUSTAKA2.1. Makna Hid up ... 13
2.1.1. Definisi Makna Hidup ... 13
2.1.2. Karekteristik Makna Hidup ...
15
2.1.3. Sumber-sumber Makna Hidup ... 16
2.1.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Makna Hidup ... 17
2.1.5
Ciri-ciri lndividu yang Memiliki kebermaknaan Hidup ... 182.1.6. Metode-metode Makna Hidup ... 18
2.1.7. Makna Hidup dalam Perspektif Islam ... 20
2.1. 7 .1. Manusia Sempurna ... 20
2.1.7.2. Makna Hidup ... 21
2.1.7.3. Penghayatan Makna Hidup ... 23
2.2. Konsep Diri ...
25
2.2.1.
Pengertian Konsep Diri. ...25
2.2.2. Dimensi Konsep Diri ... 28
2.2.3. Proses Pembentukan Konsep Diri ... 32
2.2.4. Faktor yang Mempengaruhi Konsep Dlri ... 34
2.3.
Narapidana ...39
2.4.
Lembaga Pemasyarakatan ... 442.5. Kerangka Berpikir ... 46
2.6.
Hipotesis ... 49BAB3
METODE PENEl..ITIAN3.1.
Pendekatan dan Metode Penelitian ... 503.2. Definisi Variabel dan Definisi Operasional Vanabel ... 51
3.2.1.
Definisi Vanabel. ... 513.4.4.
Operasional V<1ri<1b<9.I ... ,92
3,3,
Pop1,1lasi dan Sampel ...53
3.3.1.
Jumlah Populasi dan Sampel ...53
3.3.2.
Teknik Pengambilan Sampel ...53
3.4.
Pengumpulan Data ... 543.5.
Teknik Analisa Data ... 583.6.
TE!hapan Penelitian ... 59BAB4
PERSENTASE DAN ANALISA DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek ... 614.1.1.
Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis ...61
4.1.2.
Gambaran Subjek Berdasarkan Usia ...62
4.1.3.
Gambaran Subjek Berdasarkan agama ...63
4.2.
Persentase dan Analisa Data ...64
4.2.3. Uji Hipotesis ... 70
4.2.4. Uji Regresi ... 73
BABS
KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN5.1. Kesimpulan ... 76
5.2. Diskusi ... 77
5,3. Saran ... 80
DAFT AR PUST AKA
LAMPI RAN
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Pengskoran Skala Model Likert
Tabel 3.2 Blue Print Konsep Diri ( sebelum uji coba)
Tabel 3.3 Blue Print Kebermaknaan Hidup ( sebelum uji coba)
Tabel 3.4 Blue Print Konsep Diri (setelah uji coba)
Tabel 3.5 Blue Print Konsep Diri ( setelah uji coba)
Tabel 4.1 Gambaran Subjek Berdasarkan Kasus Kriminal
Tabel 4.2 Gambaran Subjek Berdasarkan Usia
Tabel 4.3. Gambaran Subjek Berdasarkan Agama
Tabel 4.4 Hasil Uji Normalitas Skala Konsep Diri
Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas Kebermaknaan Hidup
Tabel 4.6 Gambaran Subjek Berdasarkan Penyebaran Skor Skala Konsep
Diri
Tabel 4.7 Gambaran Subjek Berdasarkan Penyebaran Skor Skala
Kebermaknaan Hidup
Tabel 4.8 Hasil Uji Hipotesis
Tabel 4.9 Korelasi per-aspek konsep diri dengan Kebermaknaan Hidup
Tabel 4.10 Hasil Uji Regresi
Tabel 4.11 Anova (b)
[image:17.519.34.437.80.512.2]3mbar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir
3mbar 4.1 Scatterplot Skala Konsep Diri
1.1. Latar Belakang
BAB I
PENDAHULUAN
Angka kejahatan di negara Indonesia semakin meningkat. Berdasarkan
pikiran rakyat online( dalam http://hotnews.pikiran-rakyat.com. 2009), tingkat
kejahatan di Indonesia mengalami kenaikan 6% tiap tahunnya. Meningkatnya
angka kejahatan terjadi diberbagai wilayah indonesia, terutama dikota besar.
Contohnya adalah Bandung, berdasarkan laporan Polda Jabar per 19 Januari
- 15 Februari 2009, dari 387 kasus kriminal di Jawa Barat, angka kejahatan di
Kata Bandung menempati pasisi tertinggi diantara kota/kabupaten lainnya di
Jawa Barat disusul aleh Kota Bogar dan Kabupaten Bogar ( dalarn
http://www.republika.co.id. 2009).
Sedangkan di Jakarta, hasil evaluasi polisi selama tahun 2008, setiap 9 menit
21 detik, terjadi satu kejahatan di Jakarta. Kasus-kasus yang naik tahun 2008
ini adalah pembunuhan naik 16, 41 persen menjadi 78 kasus. Kasus
perjudian naik 47 persen menjadi 1.007 kasus di tahun 2008 ini. Khusus
untuk tahun 2009, palisi memperkirakan angka dan ragam modus kejahatan
semakin banyak. Selain itu dampak krisis ekonomi global yang
rnemunculkan banyak pengangguran yang berujung pada meningkatnya
tingkat kekerasan di masyarakat ( dalam http://www.tempointeraktif.com.
2008)
Menurut Kartono (2005) Kejahatan itu bukan merupakan peristiwa herediter
(bawaan sejak lahir, warisan). Tingkah laku kejahatan bisa dilakukan oleh
siapapun , baik wanita maupun pria;dapat berlangsung pada usia anak,
dewasa ataupun lanjut usia. Masyarakat modern yang sangat kompleks
menumbuhkan aspirasi-aspirasi materiil tinggi dan sering disertai oleh
ambisi-ambisi sosial yang tidak sehat. Dambaan pemenuhan kebutuhan materlil
yang melimpah-limpah misalnya untuk memiliki harta kekayaan dan
barang-barang mewah tanpa mempunyai kemampuan untuk mencapainya dengan
jalan wajar , mendorong individu untuk melakukan tindak kejahatan. Tingkah
laku individu yang jahat, immoril, dan anti sosial itu banyak meimbulkan
reaksi kejengkelan dan kemarahan dikalangan masyarakat dan jelas sangat
merugikan umum (Kartono, 2005). Dengan demikian, siapa yang melanggar
maka akan dikenai sankst
Menurut hukum pelaku kejahatan akan diadili dan diberi hukuman. Bentuk
hukuman yang diberikan berbeda-beda, seharusnya sesuai dengan tindak
kejahatan yang dilakukan. Ada yang harus membayar denda berupa uang
atau barang sitaan, ada juga yang dimasukkan kedalam Lembaga
2004). Pada saatseseurangterpidana menjalani hukuman di dalam
Lembaga Pemasyaratakan, statusnya berubah menjadi naraptdana.
3
Lembaga µemasyarakatan berganti nama dari penjara pada tahun t964.
Perubahan nama menjadi lembaga pemasyarakatan bertujuan untuk
menjadikan LPbukantranya "Sebagai tempat menghukum dan menderitakan
orang, tetapi untuk membina atau mendidik orang-orang yang telah
melakukan penyimpangan(narapidana) agar setelah menjalani pembinaan di
LP dapat menjadl orang balk dan dapat menyesuallk:an dirt de1iga11
fingkungan masyarakat ( (Chazawi. 2007)
Sykes (dalam Syofia, 2003), kehidupan yang di alami na1apida11a di LP
tentu
saja 1>angat iJerbeda uengan situasi uirumah, perbedaan yang sangat jefas
disebabkan oteh hilangnya kepribadian, hilangnya rasa aman, hila11g11ya
icebebasan, tiilangnya kemudahan memperofeh pelayanan dan jasa,
hilangnya hubungan heteroseksual.
Segala perubahan yang diafami oieh narapidana selama berada di LP akan
membawa dampak bagi diri narapidana itu sendiri. Mereka yang berubah ke
arah positif belum tentu mendapat penerimaan yang baik di masyarakat
mereka tertanam bahwa mereka tidak pernah lepas dari segala kesalahan
dan hukuman yang pernah mereka lakukan.
Hasmi {dalam Korah, 2004) pandangan dan penolakan dari masyarakat
tersebut akan mempengaruhi narapidana. Mereka akan cenderung dijauhi
dalam kehidupan bermasyarakat wafaupun mereka sudah bertaubat dan
kembali kejalan yang benar. Semua yang di alami narapidana di LP ataupun
diluar LP akan membawa dampak negatif bagi mereka. Menurut Udiati
(dalam Korah, 2004) sikap masyarakat yang kurang menerima dan selafu
"CUfiga te1I1adap nekas 11a1 apidana menyebabkan mereka frustasi dan merasa
tidak berguna lagi dalam masyarakat, sehingga dalam diri narapidana timbuf ketakutan untuk i<embali menghadapi kehidupan dalam masyarakat.
Keadaan -keadaan yang membuat mereka tertekan ,depresi, ataupun stres
dapat mengubah pandangan mereka terhadap diri mereka sendiri. Mungkin
sebelum masuk LP, narapidana memiliki pandangan yang lebih baik tentang
dirinya, tapi setelah di LP akan membawa dampak negatif bagi mereka.
Salah satu dampak negatif adalah terpengaruhnya konsep diri.
Konsep diri (seff concept) merupakan gambaran yang dimiliki seseorang
tentang dirinya, yang dibentuk melalui pengalaman-pengalaman yang
diperoleh dari interaksi dengan tingkungannya(Agustiani, 2006 ). Konsep diri
5
faktor yang dipelajari dan 1erbentuk dari pengalaman dafam berhubungan
dengan individu lainnya. Dalam interaksi ini, setiap individu akan menerima
tanggapan, tanggapan yang diberikan tersebut akan dijadikan cermin bagi
individu untuk menilai dan memandang dirinya sendiri. Jadi, konsep diri
terbentuk karena suatu proses umpan balik dari individu lainnya
(Pudjijogyanti,
1988).
Konsep diri (self concept) dapat berubah karenaberbagai haf, salah satunya adalah kejadian yang cukup berpengaruh dalam
hid up.
Melakukan tindak kejahatan merupakan salah satu kejadian dalam hidup
yang dapat membuat seseorang berubah pandangan hidupnya. Perubahan
itu dapat mengarah kepandangan yang negatif. Pandangan yang negatif ini
dapat menyebabkan konsep diri narapidana berubah menjadi negatif
dibandingkan dengan sebelumnya. Konsep diri yang negatif ini antara lain
menyebabkan individu tidak memiliki pandangan yang tetap terhadap dirinya
sendiri karena ada yang salah dalam dirinya (Calhoun & Acocella, 1990).
Narapidana dianggap sebagai komunitas yang rentan terhadap kondisi
keputusasaan. Ketika keputusasaan mendera maka seseorang cenderung
akan kehilangan keyakinannya terhadap makna kehidupan. Padahat jika
seseorang dapat meyakini adanya makna dalam kehidupan, dapat meyakini
nilai pokok diri sendiri dan orang lain, dapat meyakini bahwa alam
untuk mengatasi rasa ketidakamanan, maka ia akan kembali memiliki rasa
percaya diri sekaligus keberanian yang dibutuhkan untuk menghadapi
kehidupan (dalam http://wangmuba.com 2009)
Frankl (2003) berpendapat bahwa kekuatan yang paling utama untuk
menggerakkan kepribadian manusia terletak sejauh mana keinginannya
untuk memberi makna hidup. Semangat untuk memberi makna hidup
merupakan fondasi
yang
siap menghadapi beban apapun. Tanpa makna hidup dan tujuan yang jelas, ia akan terombang ambing dalam permainanarus yang membingungkan dirinya sendiri.
Makna hidup merupakan sesuatu yang dianggap penting dan berharga, serta
memberikan nilai khusus bagi seseorang. Makna hidup bila berhasil
ditemukan dan dipenuhi akan menyebabkan kehidupan ini dirasakan
uemikianiJerarti uan berharga. ( Bastaman, 1996).
Keinginan untuk hidup secara bermakna memang benar-benar merupakan
motivasi utama pada manusia dan hasrat inilah yang mendasari berbagai
kegiatan manusia. Hasrat untuk hidup bermakna yang pada gilirannya akan
menimbulkan perasaan bahagia. Sebaliknya bila hasrat tidak terpenuhi akan
mengakibatkan terjadinya kekecewaan hidup dan penghayatan diri hampa
7
gangguan perasaan dan penyesuaian diri yang menghambat pengembangan
pribadi dan harga diri (Bastaman, 2007)
Berdasarkan dari uraian di atas tentang pentingnya konsep diri dalam hidup.
Penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai penghayatan
hidup narapidana yang ditihat dari konsep diri serta mengenai hubungan
antara konsep diri dengan kebermaknaan hidup narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan Tangerang.
1.2.
ldentifikasi
Masalah
Berdasarkan latarbelakangl)ermasalahan diatas, maka identifikasi
permasalahannya adalah sebagai berikut:
1. Apakah ada hubungan antara Konsep Diri dengan Kebermaknaan Hidup
Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Tangerang?
2. Bagaimana pengaruh Konsep Diri terhadap Kebermaknaan Hidup
narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Tangerang?
3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi konsep diri terhadap
kebermaknaan hidup narapidana di Lembaga Pemasyarakatan
Tangerang?
4. Bagaimana gambaran konsep diri narapidana di Lembaga
5. Bagairnana rnernperoleh keberrnaknaan hidup pada narapidana di
Lernbaga Pernasyakaratan Tangerang?
1.3. Batasan Masalah dan Rumusan Masalah
1.3.1. Bat.asan llllasalah
Untuk mernudahkan dan rnengarahkan pembatasan, peneliti rnernbatasi
perrnasalahan sebagai berikut:
1. Konsep diri atau seff concept adalah evaluasi individu mengenai diri
sendiri, penilaian atau penaksiran diri oleh individu yang bersangkutan.
2. Keberrnaknaan hidup sesuatu yang bersifat personal, dan bisa berubah
seiring berjalannya waktu rnaupun perubahan situasi dalarn kehidupannya
dan harus di pertanggungjawabkan (Frankl, 1985 ).
3. Narapidana adalah terpidana yang rnenjalani pidana hilang kernerdekaan
dilernbaga pernasyarakan" (UU:12 tahun 1995 Tentang pernasyarakan).
4. Lernbaga pernasyarakatan adalah sebuah lernbaga yang
rnernasyarakatkan kernbali terpidana sehingga rnenjadi warga yang balk
dan berguna.
1.3.2. Rumusan Masalah
Sedangkan rurnusan rnasalah dibagi rnenjadi dua yaitu secara urnurn dan
1. Secara umum rumusan masalah penelitian ini yaitu, apakah terdapat
hubungan antara konsep diri dengan kebermaknaan hidup narapidana di
Lembaga Pemasyarakatan Tangerang?
2. Sedangkan secara khusus, rumusan masalah ini dibagi menjadi:
a. Apakah terdapat korelasi antara aspek Diri Fisik ( physical self)
dengan kebermaknaan hidup narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan Tangerang?
b. Apakah terdapat korelasi antara aspek Diri Moral Etik( moral ethical
self) dengan kebermaknaan hidup narapidana di lembaga
Pemasyarakatan Tangerang?
c. Apakah terdapat korelasi antara aspek Diri Pribadi( personal self)
dengan kebermaknaan hidup narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan Tangerang?
d. Apakah terdapat korelasi antara aspek Diri Keluarga ( family self)
dengan kebermaknaan hidup narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan Tangerang?
9
e. Apakah terdapat korelasi antara aspek Diri Sosial ( social self) dengan
kebermaknaan hidup narapidana di Lembaga Pemasyarakatan
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4.1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara
konsep diri dengan kebermaknaan hidup narapidana di lembaga
Pemasyarakatan dan korelasi dari lima aspek konsep diri yakni,
1. Apakah terdapat korelasi antara aspek Diri Fisik { physical self) dengan
kebermaknaan hidup narapidana di lembaga Pemasyarakatan
Tangerang.
2. Apakah 1erdapat korelasi antara aspek Diri Moral Etik( moral ethical self)
dengan kebermaknaan hidup narapidana di lembaga Pemasyarakatan
Tangerang.
3. Apakah terdapat korelasi antara aspek Diri Pribadi( personal self)
dengan kebermaknaan hidup narapidana di Lembaga Pernasyarakatan
Tangerang.
4. Apakah terdapat korelasi antara aspek Diri Keluarga (family self )dengan
kebermaknaan hidup narapidana di Lernbaga Pernasyarakatan
Tangerang.
5. Apakah terdapat korelasi antara aspek Diri Sosial ( social self) dengan
kebermaknaan hidup narapidana di Lernbaga Pernasyarakatan
11
1.4.2. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat teoritis. Hasil penelitian ini diharapkkan dapat bermanfaat dan
dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan psikologi klinis, dan juga
diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumbangan pemikiran
tentang hubungan antara konsep diri dengan kebermaknaan hidup
narapiadana di Lembaga Pemasyarakatan.
2. Manfaat praktis. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dan dapat
menjadi bahan masukan bagi-Lembaga Pemasyarakatan serta akademisi.
1.5. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan penelitian ini dengan menggunakan APA Style,
dengan format yang terdapat dalam pedoman penyusunan dari penulisan
skripsi Fakultas Psikologi UIN Jakarta. Untuk mempermudah pembahasan
penelitian ini, secara sistematis penyusunannya dibagi ke dalam lima bab,
terdiri dari sub-sub bab. Adapun sistematinya sebagai berikut:
Bab 1 Berisi pendahuluan yang memuat latar belakang masalah,
identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.
Bab 2 Kajian pustaka, bab ini menjelaskan tentang uraian-uraian
Bab 3
Bab
4
Bab 5
sumber makna hidup, faktor yang mempengaruhi kebermaknaan
hidup, ciri-ciri individu yang memiliki kebermaknaan hidup,
metode-metode menemukan makna hidup pandangan islarn
tentang kebermaknaan hidup. Konsep diri, pengertian konsep diri
(self concept), dimensi konsep diri, perkembangan konsep diri,
Faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri. Narapidana.
Lembaga Pemasyarakatan. Kerangka berpikir. Hipotesis
Dalam metode penelitian ini berisi tentang pendekatan penelitian,
pengumpulan data: meliputi subjek penelitian, teknik
pengumpulan data, teknik analisa data, serta prosedur penelitian
Persentase dan Analisa Data
BAB2
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kebermaknaan Hidup
2.1.1. Pengertian Kebermaknaan Hidup
Setiap orang (normal) senantiasa menginginkan dirinya menjadi orang yang
berguna dan berharga bagi keluarga, lingkungan dan masyarakatnya.
Keinginan untuk hidup secara bermakna memang benar-benar merupakan
motivasi utama pada manusia dan hasrat inilah yang mendasari berbagai
kegaiatan manusia. Hasrat untuk hidup bermakna yang pada gilirannya
akan menimbulkan perasaan bahagia. Sebaliknya bila hasrat tidak terpenuhi
akan mengakibatkan terjadinya kekecewaan hidup dan penghayatan diri
hampa tak bermakna yang kalau berlarut-larut akan menimbulkan berbagai
gangguan perasaan dan penyesuaian diri yang menghambat pengembangan
pribadi dan harga diri (Bastaman, 2005)
Bastaman (1996) rnenyatakan bahwa makna hidup merupakan sesuatu yang
dianggap penting dan berharga, serta mernberikan nilai khusus bagi
seseorang. Makna hidup bila berhasil ditemukan dan dipenuhi akan
menyebabkan kehidupan ini dirasakan demikian berarti dan berharga.
Menurut pandangan Frankl (dalam Koeswara, 1992) makna hidup harus
dilihat sebagai suatu yang sangat objektif karena berkaitan dengan hubungan
individu dengan pengalamannya dalam dunia ini, meskipun makna hidup itu
sendiri sebenarnya suatu yang objektif, artinya benar-benar ada dan dialami
dalam kehidupan.
Frankl ( 1985 ) menyebutkan bahwa makna hidup sebagai sesuatu hal yang
bersifat personal, dan bisa berubah seiring berjalannya waktu maupun
perubahan situasi dalam kehidupannya. lndividu seolah-olah ditanya apa
makna hidupnya pada setiap waktu maupun situasi dan kemudian harus
mempertanggungjawabkan.
Menurut Yalom ( dalam Bastaman, 1996 ) pengertian makna hidup sama
artinya dengan tujuan hidup yaitu segala sesuatu yang ingin dicapai dan
dipenuhi.
Menurut Tasmara (2001) makna hidup adalah seluruh keyakinan dan cita-cita
yang paling mulia. Dengan keyakinan itu pula seseorang dapat menjalankan
misi kehidupan melalui sikap dan perilaku yang bertangung jawab dan
15
Berdasarkan uraian dia atas maka dapat disimpulkan bahwa makna hidup
adalah hal-hal yang dianggap sangat penting dan berharga serta
memberikan nilai khusus bagi seseorang, sehingga dapat menjadi motivasi
seseorang untuk melakukan kegiatan yang berguna bagi diri sendiri maupun
orang lain.
2.1.2. Karakteristik Makna Hidup
Menurut Frank yang dikutip oleh Bastaman (2007), karakteristik makna hidup
antara lain :
a. Makna hidup sifatnya unik, pribadi dan temperer
Artinya apa yang dianggap berarti bagi seseorang belum tentu berarti
pula bagi orang lain. Demikian pula hal-hal yang dianggap penting dapat
berubah dari waktu ke waktu.
b. Kongkrit dan spesifik
Yakni makna hidup dapat ditemukan dalam pengalaman dan kehidupan
sehari-hari, serta tidak usah selalu dikaitkan dengan hal-hal yang serba
abstrak filosofis dan idealis atau kreativitas dan prestasi akademis yang
serba menakjubkan.
c. Memberi pedoman dan arah
Artinya makna hidup yang ditemukan oleh seseorang akan memberikan
sehingga makna hidup seakan-akan menantang ( challenging) dan
mengundang (inviting) seseorang untuk memenuhinya.
2.1.3. Sumber-sumber Makna Hidup
Bastaman (2007) ada tiga nilai yang merupakan sumber makna hidup, yaitu:
a. Creative value (nilai-nilai kreatif), bekerja dan berkarya serta
melaksanakan tugas dengan keterlibatan dan tanggung jawab penuh
pada pekerjaan. Sebenarnya pekerjaan hanyalah merupakan sarana
yang dapat memberikan kesempatan untuk menemukan dan
mengembangkan makna hidup. Makna hidup bukan terletak dari
pekerjaan melainkan pada sikap dan cara kerja yang mencerminkan
keterlibatan pribadi pada pekerjaan.
b. Experiental value (nilai-nilai penghayatan), meyakini dan menghayati
kebenaran, kebajikan, keindahan, keadilan, keimanan, dan nilai-nilai lain
yang dianggap berhharga. Dalam hal ini cinta kasih merupakan nilai yang
sangat pentingdalam mengembangkan hidup bermakna. Dengann
demikian, seseorang akan merasakan hidupnya sarat akan dengan
pengalaman-pengalaman penuh makna dan membahagiakan.
c. Attitudinal value (nilai-nilai sikap), menerima dengan tabah dan
mengambil sikap yang tepat terhadap penderitaan yang tak dapat
dihindari lagi setelah berbagai upaya dilakukan secara optimal tetapi
beban mental akibat musibah mengurang, bahkan mungkin saja dapat
memberikan pengalaman berharga.
17
2.1.4.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebermaknaan HidupMenurut Bastaman (1996) faktor-faktor yang mempengaruhi kebermaknaan
hidup adalah :
1. Kualitas-kualitas insani.
Adalah semua kemampuan , sifat, sikap dan kondisi yang semata-mata
terpatri dan terpadu dalam eksistensi manusia dan tidak dimiliki makhluk
lain. Kualitas insani dapat dikategorikan antara lain inlegensia, kesadaran
diri, pengembangan diri, humor, hasrat untuk bermakna, moralitas,
kreativitas,kebebasan dan tanggung jawab.
2. Encounter
Crumbaugh (1973) dalam bukunya "Everything to Gain" menjelaskan
bahwa encounter dapat digambarkan sebagai hubungan mendalam
antara seorang pribadi dengan pribadi yang lain. Hubungan ini ditandai
dengan penghayatan keakraban dan keterbukaan serta sikap dan
kesediaan untuk saling menghargai, memahami dan menerima
sepenuhnya satu sama lainnya. Hubungan ini semata-mata bukan hanya
didasari oleh pertimbangan rasional, melainkan lebih diwarnai oleh
teraktualisasi untuk kemudian kekuatan-kekuatan itu dikembangkan dan
kelemahan-kelemahan dihambat dan dikurangi.
2. Bertindak positif
Mencoba menerapkan dan melaksanakan dalam perilaku dan
tindakan-tindakan nyata sehari-hari yang dianggap baik dan bermanfaat. Bertindak
positif merupakan kelanjutan dari berfikir positif.
3. Pengakraban Hubungan
Secara sengaja meningkatkan hubungan yang baik dengan
pribadi-pribadi tertentu (misalnya anggota keluarga, teman, rekan kerja,
tetangga), sehingga masing-masing merasa saling menyayangi, saling
membutuhkan dan bersedia bantu-membantu.
Menurut Hasan (dalam Bastaman,1996) hakikat manusia ialah
berbedaannya dalam suatu kesamaan (being in community)
4. Pengalaman Tri-Nilai
Berupaya untuk memahami dan memenuhi tiga ragam nilai yang
dianggap sebagai sumber makna hidup yaitu nilai-nilai kreatif ( kerja,
karya), nilai-nilai penghayatan (kebenaran, keindahan, kasih, iman), dan
nilai-nilai bersikap (menerima dan mengambil sikap yang tepat atas derita
yang tidak dapat dihindari lagi ).
5. lbadah.
lbadah merupakan upaya mendekatkan diri pada sang pencipta yang
yang dilakukan secara terus-menerus dan khusuk memberikan perasan
seolah-olah dibimbing dan mendapat arahan ketika melakukan suatu
perbuatan.
2.1.7. Makna Hidup dalam Perspektif Islam
2.1.7.1. Manusia sempurna
20
Menurut Murtadha Muthahhari (2001) manusia sempurna adalah manusia
teladan, unggul dan luhur. Seperti setiap hal, seorang manusia mungkin
sempurna, mungkin juga tidak sempurna, mungkin sehat dan mungkin juga
cacat. Pribadi sehat pun mungkin sempurna atau tak sempurna. Dalam hal ini
yang dimaksud manusia sempurna manurut islam tentu saja mukmin
sempurna dan muslim yang baik. Muslim sempurna ialah orang yang
mencapai kesempurnaan dalam islam, mukmin sempurna ialah orang yang
mencapai kesempunaan daam keimanannya. Islam menyebutkan bahwa
contoh manusia sempurna adalah Nabi Muhammad Saw. Dengan mengenal
seluruh kepribadiannya, maka beliau dapat dijadikan teladan, baik dalam
aspek ucapan, perasaan, maupun dalam tindakan.
Setiap manusia memiliki tingkat kesempurnaan sendiri-sendiri. Manusia
merupakan perpaduan malaikat dengan akal suci, pikiran murni, roh ilahi dan
juga sekaligus memiliki sifat hewani seperti hawa nafsu, marah, dan
dan dibiarkan bebas untuk memilih jalan hidupnya. Jika memilih kebaikan,
maka pahala akan diperolehnya, sebaliknya jika kejahatan yang dipilih, ia
akan memperoleh hukuman atas perbuatannya. Dengan demikian ia
mendapat kesempurnaan melalui pengendalian dan penyeimbang diri
dengan mengerahkan seluruh kemampuannya,atau dengan kata lain insan
kamil adalah manusia yang seimbang (Muthahhari, 2001)
2.1.7.1 Makna Hidup
Menurut Tasmara (2001) makna hidup adalah seluruh keyakinan dan
cita-cita yang paling mulia. Dengan keyakinan itu pula seseorang dapat
menjalankan misi kehidupan melalui sikap dan perilaku yang bertangung
jawab dan berbudi luhur.
Rifyal Ka'bah (dalam Rachmah, 2002) mengungkapkan bahwa kesadaran
akan kematian membuat seseorang akan memahami makna hidup dan
berfikir secara positif. Dengan demikian akan menempuh hidup ini dengan
penuh optimis menuju satu tujuan akhir yang pasti, bertemu dengan Allah
yang ia cintai dan mencintainya.
Sedangkan Effendi (2001) iman dan pedoman agama merupakan hal
terpenting dalam hidup manusia. Iman merupakan modal sekaligus kekuatan
22
Sehingga dapat memandang dunia dengan optimis, hati bersih, dan pikiran
jernih. Sebaliknya, betapapun perkasanya manusia, kalau tidak mempunyai
ilmu dan pendoman agama akan terlunta-lunta pada akhirnya. Sabda Nabi
Muhammad Saw" Ada tiga perkara yang bisa membinasakan manusia, hawa
nafsu yang di ikuti, sifat bakhil yang dita 'ati, dan kekaguman terhadap diri
sendirt. Karena itu Allah senantiasa memerintahkan manusia agar
senantiasa memelihara keseimbangan dalam hidup. Sebagaimana firman
Allah "Dan carilah dari karunia yang diberikan Allah itu untuk mempero/eh
kesempatan hid up dinegeri akhirat, tetapi jangan pula kau lupakan
bagiaanmu di dunia"(Al-Qashash:77).
Jika manusia ingin hidup bahagia di dunia, dia harus bekerja keras untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya dengan materialnya dengan sandang,
pangan, dan papan. Sebaliknya, jika manusia ingin hidup bahagia di akhirat,
maka harus mangisi kehidupan spritualnya dengan iman, ilmu, dan amal
shaleh. Dengan kekuatan iman, ketinggianilmu, dan kemuliaan amal
makanya akan tercapai kebahagiaan akhirat ( Effendi. 2001)
Dari beberapa pengertian makna hidup diatas. Penulis menyimpulkan bahwa
makna hidup merupakan seluruh keyakinan yang dimiliki seseorang.
Sehingga seseorang mampu menjalankan kehidupannya melalui sikap dan
merupakan modal utama sehingga dapat memandang dunia dengan optimis,
hati bersih, dan pikiran jernih untuk bekal kehidupan di akhirat yaitu bertemu
dengan sang Khalik.
2.1.7.3. Penghayatan Makna Hidup
Toto Tasmara (2001) Setiap muslim merasakan seluruh gerakan hidupnya
merupakan faktor keyakinan (iman) untuk mendayagunakan kenyataan yang
dihadapinya, yaitu adanya ruang,waktu, dan gerak. Sehingga cara seorang
muslim memberikan makna tentang hidup dapat dirumuskan sebagai berikut:
MH
=
f K (R,W,G)Dalam memahami aspek-aspek diatas , penulis akan menjelaskan secara
terperinci, yaitu:
a. Cara Pandang terhadap Ruang
Ruang yang dimaksud adalah hamparan bumi dan langit yang harus diyakini
sebagai ciptaan Allah untuk manusia agar mengolah dan memeliharanya
sebagai amanah. Setiap muslim yang ingin memberikan makna hidup harus
meyakini bahwa bumi dan langit bukanlah miliknya, melainkan amanah Allah
yang wajib dipelihara dan menjauhinya dari sifat fasad(kerusakan,
keserakahan, dan eksploitasi berlebihan). Hal ini telah ditegaskan Allah
dalam Al-Our' an:" kepunyaan Allah /ah segala apa yang ada di/angit dan di
24
Hidup akan mempunyai makna apabila kita mampu menyadari secara hakiki
bahwa ruang tempat berpijak adalah amanah Allah yang harus dimanfaatkan
sebesar-besarnya untuk dirinya lalu ia mempertanggungjawabkan kelak
dihadapan Allah. Karena, kesadaran manusia terhadap ruang berarti
menyadari seluruh lingkungan manusia dengan segala kreasinya. Seseorang
akan memiliki makna hidup yang berkualitas, selama ia mampu memberikan
pengaruh kepada lingkungannya. Kemudian pada saat yang sama, ia
mengolah pengaruh dari dari pihak luar sehingga timbullah saling
ketergantungan dan saling mempengaruhi menuju satu harmoni.
b. Cara Pandang Terhadap Esensi Waktu
Hidup akan bermakna selama individu memberikan makna terhadap waktu.
Waktu merupakan rangkaian saat, moment, kejadian atau batas awal dan
akhir dari sebuah peristiwa.
c. Keyakinan terhadap gerak
Makna hidup akan semakin berkualitas apabila menyakini bahwa hidup
adalah gerak. Dengan demikian , makna hidup seorang muslim sangat
ditentukan oleh oleh gerak yang mencakup gerak batiniah(niat), gerak
amaliah (aktivitas tujuan), dan gerak keshalehan ( mempunyai moral dan
2.2. Konsep Diri
2.2.1 Pengertian Konsep Diri
Lau & Pun ( dalam Robert A. Baron & Donn Byrn, 2003 ) mengemukakan
bahwa berpikir mengenai dirinya sendiri adalah aktifitas manusia yang tak
dapat dihindari. Pada umumnya, secara harfiah orang akan berpusat pada
dirinya sendiri yang sebagian besar didasarkan pada interaksi dengan orang
lain yang dipelajari dan dimulai dengan anggota keluarga terdekat, kemudian
meluas ke orang lain di luar anggota keluarga.
William Fit! (dalam Agustiani, 2006) mengatakan bahwa
pengalaman-pengalaman yang peroleh dari interaksi dengan lingkungan akan membentuk
konsep diri seseorang. Konsep diri merupakan aspek terpenting dalam diri
seseorang karena merupakan acuan dalam berinteraksi. Oleh karena itu,
setiap orang harus mempunyai pengetahuan dan mengetahui gambaran atau
persepsi terhadap dirinya sehingga mampu menghadapi segala tantangan
dan kewajiban-kewajibannya sebagi manusia dalam berbagai dimensi dan
peranannya ( Tasmara, 2001)
Secara umum, konsep diri dapat didefinisikan sebagai sikap , pandangan
26
Beberapa tokoh yang memilki sudut pandang masing-masing
mengungkapkan tentang definisi konsep diri, diantaranya adalah :
William D. Broorks (dalam Rakhmat, 2005) mendefinisikan konsep diri
sebagai " those pysical, social, and psychological perseptions of ourselves
that we have derived from experiences and our interaction with other". atau
persepsi tentang diri kita yang bersifat fisik, sosial, psikologis yang diperoleh
dari pengalaman dan interaksi dengan orang lain.
Anita Taylor ( dalam Rakhmat, 2005) mendefinisikan konsep diri sebagai "all
you think and feel about you, the entire complex of beliefs and attitudes you
hold about yourself'. jadi Konsep diri bukan hanya sekedar gambaran
deskriptif, tetapi juga penilaian individu tentang dirinya sendiri.
Rogers (dalam Calvin S. Hall & Gardner Lindzey, 2006) konsep diri
merupakan:
Symond (dalam Suryabrata,2007) mendefinisikan konsep diri sebagai cara
seseorang bereaksi terhadap diri sendiri, yang mengandung empat aspek
yaitu: bagaimana seseorang mengamati dirinya sendiri,bagaimana orang
berpikir tentang dirinya sendiri, bagaimana orang menilai dirinya sendiri,dan
bagaimana orang berusaha dengan berbagai cara untuk menyempurnakan
dan mempertahankan diri"
Chaplin (2006) Konsep diri atau self concept adalah evaluasi individu
mengenai diri sendiri, penilaian atau penaksiran mengenai diri sendiri atau
individu yang bersangkutan
Rahmat ( 2000 ) Keseluruhan fisik, sosial dan psikologis individu yang
diperoleh dari pengalaman-pengalamnnya dan interaksinya dengan orang
lain atau lingkungannya.
Agustiani (2006) Konsep diri me11Jpakan gambaran yang dimiliki seseorang
tentang dirinya, yang dibentuk melalui pengalaman-pengalaman yang
diperoleh dari interaksi dengan lingkungannya.
William H.Fitts (dalam Agustiani, 2006) mengemukakan bahwa konsep diri
merupakan aspek penting dalam diri seseorang, karena konsep diri sesorang
merupakan acuan (frame of reference) dalam berinteraksi dengan
28
PER PUST AKMN UT
':MA
UIN SYAHID JAKARfA
-Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan konsep diri sendiri adalah
individu yang memiliki keyakinan-keyakinan mengenai dirinya sendiri tentang
fisik, sosial, psikologis yang diperoleh dari pengalaman dan interaksi dengan
orang lain. Kumpulan dari keyakinan-keyakinan itu membentuk gambaran diri
atau konsep diri dan merupakan hasil evaluasi serta penilaian yang dimiliki
oleh diri sendiri sebagai objek.
Dengan demikian, ada dua komponen konsep diri: komponen kognitif dan
komponen afektif. Komponen kognitif merupakan pengetahuan individu
tentang gambaran dirinya, misalnya" saya ini orang bodoh ". Gambaran diri
(self picture) tersebut akan membentuk citra diri (self image). Sedangkan
konponen afektif merupakan penilaian individu terhadap dirinya. misalnya,
"saya malu sekali karena saya menjadi orang bodoh". Penilaian tersebut
akan membentuk harga diri (self esteem) (Rakhmat, 2005 )
2.2.2 Dimensi Konsep Diri
Fitts ( dalam Agustiani, 2006 ) membagi konsep diri dalam dua dimensi
pokok, yaitu sebagai berikut :
1. Dimensi internal
Dimensi internal atau yang disebut juga kerangka acuan internal ( internal
penilaian yang dilakukan individu terhadap dirinya sendiri berdasarkan
dunia didalam dirinya. Dimensi ini terdiri dari tiga bentuk :
a. Diri ldentitas (identity self)
Merupakan aspek yang paling dasar dari diri dimana terkumpul
seluruh simbol yang digunakan individu untuk mengamati dan menilai
serta menggambarkan dirinya. Diri identitas dapat mempengaruhi cara
seseorang berinteraksi dengan lingkungan dan diri sendri.
b. Diri Pelaku ( behavioral self)
Merupakaan persepsi terhadap tingkah laku atau cara bertindak
individu. Apakah tingkah laku dipengaruhi faktor internal atau eksternal
dan apakah tingkah laku perlu dipertahankan atau diulangi.
c. Diri Penerimaan I penilai (judging self)
Merupakan bagian dari diri yang menjalankan fungsi sebagai
pengamat, pemberi nilai standar, perbandingan dan yang paling utama
sekali sebagai penilai diri sendiri.
2. Dimensi Eksternal
Dimensi eksternal adalah dimensi yang melihat diri sebagai suatu
kesatuan yang utuh dan dinamis dalam melakukan pengamatan dan
penilaian terhadap diri yang timbul sebagai hasil dari pertemuan individu
dengan dunia luar. Fitt (dalam Agustiani,2006 ) membagi dimensi
eksternal dalam lima aspek, yaitu:
Merupakan persepsi individu terhadap keadaan fisik, kesehatan,
penampilan diri dan gerak motoriknya.
b. Diri moral etik ( moral ethical self)
Merupakan persepsi individu tenang dirinya di tinjau dari standar
pertimbangan moral dan etika.
c. Diri pribadi (personal self)
30
Merupakan perasaan atau persepsi sesorang tentang keadaan
pribadinya. Hal ini tidak dipengaruhi oleh kondisi fisik atau orang lain,
tetapi dipengaruhi oleh sejauh mana individu merasa puas terhadap
dirinya.
d. Diri keluarga (family self)
Diri keluarga menunjukkan perasaan dan harga diri seseorang dalam
kedudukannya sebagai anggota keluarga.
e. Diri sosial (social self)
Merupakan penilaian individu terhadap interaksi dirinya dengan orang
lain maupun dengan lingkungannya.
Pudjijogyanti (1998) mengemukakan bahwa konsep diri terbagi atas dua
komponen, yaitu komponen kognitif dan komponen afektif. Komponen kognitif
merupakan pengetahuan individu tentang keadaan dirinya, misalnya"saya
anak bodoh". Jadi komponen kognitif merupakan komponen kognitif
tentang diri. Gambaran diri(se/f picture) akan membentuk citra diri (self
image). Komponen afektif merupakan peni/aian individu terhadap diri.
Penilaian tersebut akan membentuk penerimaan terhadap diri (self
ecceptance), serta harga diri(self esteem) individu. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa komponen kognitif merupakan data yang bersifat objektif,
sedangkan komponen afektif merupakan data yang bersifat subyektif.
Calhoun & Acocella (1990) membagi konsep diri ke dalam tiga dimensi,
yaitu:
1. Dimensi pengetahuan, yaitu deskripsi seseorang terhadap dirinya.
Misalnya jenis kelamin, etnis, ras, usia, berat badan, atau pekerjaan.
2. Dimensi harapan, yaitu kepemilikan seseorang terhadap satu set
pandangan mengenai kemungkinan akan menjadi apa dirinya dimasa
yang akan datang.
3. Dimensi penilaian, yaitu penilaian tentang diri sendiri. Berdasarkan hasil
penelitiannya Marsh (1987) menyimpulkan bahwa evaluasi atau penilaian
seseorang terhadap dirinya sendiri dalam rangka untuk memperbaiki diri
sendiri di masa mendatang akan memunculkan konsep diri yang sangat
2.2.3. Proses Pembentukan Konsep Diri
Konsep diri bukan merupakan faktor yang dibawa sejak lahir, melainkan
faktor yang dipelajari dan terbentuk dari pengalaman dalam berhubungan
dengan individu lainnya. Dalam interaksi ini, setiap individu akan menerima
tanggapan, tanggapan yang diberikan tersebut akan dijadikan cermin bagi
individu untuk menilai dan memandang dirinya sendiri. Jadi, konsep diri
terbentuk karena suatu proses umpan balik dari individu lainnya
(Pudjijogyanti, 1988 ).
Perkembangan konsep diri merupakan proses yang terus berlanjut di
sepanjang kehidupan manusia. Symond ( dalam Fitts, 1971) mengatakan
bahwa persepsi tentang diri tidak langsung muncul saat kelahiran, tetapi
mulai berkembang secara bertahap dengan munculnya kemampuan
perseptif. lndividu merasakan bahwa dirinya terpisah dan berbeda dengan
orang lain
32
Menurut Weir (dalam Calhoun, 1990) kemajuan yang paling besar dalam
perkembangan konsep diri terjadi pada saat mulai menggunakan bahasa
kirakira berumur satu tahun. Dengan memahami apa yang dikatakan orang
-orang di sekitar tentang diri sese-orang, maka akan individu tersebut akan
Agustiani (2006 ) mengemukakan bahwa pada usia 6-7 tahun, batas-batas
individu mulai menjadi lebih jelas sebagai hasil eksplorasi dan pengalaman
dengan tubuhnya sendiri. Selama periode awal kehidupan, konsep diri
individu sepenuhnya didasari oleh persepsi-persepsi tentang diri sendiri.
Kemudian dengan bertambahnya usia, pandangan tentang diri lebih banyak
didasari oleh nilai-nilai yang diperoleh dari interkasi dengan orang lain.
Selama masa anak pertengahan dan akhir, kelompok teman sebaya mulai
memainkan peran yang dominan, menggantikan orang tua sebagai orang
yang turut berpengaruh pada konsep diri mereka. Anak makin
mengidentifikasi diri dengan anak-anak seusianya dan mengadopsi
bentuk-bentuk tingkah laku dari kelompok teman sebaya dari jenis kelamin yang
sama. Selama masa anak akhir konsep diri yang terbentuk sudah agak stabil.
Tetapi dengan mulainya masa pubertas terjadi perubahan drastis pada
konsep diri (Agustiani, 2006 ).
Pudjijogyanti (1988) mengemukakan bahwa sampai saat ini para ahli
psikologi sepakat untuk memandang masa remaja adalah masa yang
pontensial untuk mengembangkan konsep diri sebab masa remaja
merupakan masa yang penuh dengan tekanan dan masalah yang
memungkinkan individu menemukan identitas dirinya. Masa remaja
merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.
34
menimbulkan perubahan yang sangat menegangkan. Perubahan yang
diawali dengan perubahan fisik, yaitu dengan berkembangnya tanda-tanda
kelamin sekunder, menimbulkan perasaan aneh, ganjil dan berbeda dengan
orang lain. Perasaan tersebut menimbulkan perasaan yang tidak puas
terhadap diri sendiri.
Karena perubahan-perubahan yang terjadi mempengaruhi remaja pada
hampir semua area kehidupan, konsep diri juga berada dalam keadaan terus
berubah pada periode ini. Ketidakpastian masa depan, membuat formulasi
dari tujuan yang jelas merupakan tugas yang sulit. Namun dari penyelesaian
masalah dan konflik remaja inilah lahir konsep diri orang dewasa. Nilai-nilai
dan sikap-sikap yang merupakan bagian dari konsep diri pada akhir remaja
cenderung menetap dan relatif merupakan pengatur tingkahlaku yang bersifat
permanen. Pada usia 25-30 tahun biasanya ego orang dewasa sudah
terbentuk dengan lengkap, namun mulai dari sinilah konsep diri menjadi
semakin sulit berubah (Agustiani,2006 ).
2.2.4. Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan konsep diri antara
lain:
1. Usia
Konsep diri terbentuk seiring dengan bertambahnya usia. Dimana
perkembangan. Pada masa kanak-kanak konsep diri sseorang
menyangkut hal-hal disekitar dirinya dan keluragnya. Pada masa remaja,
konsep diri sangat dipengaruhi oleh teman sebaya dan orang yang
dipujanya, sedangkan pada masa dewasa konsep dirinya sangat
dipengaruhi oleh satus sosial dan pekerjaan, pada masa usia tua konsep
diri lebih banyak dipengaruhi oleh keadaan fisik, perubahan mental
maupun sosial (Burns, 1993)
2. Pola Asuh Orang Tua
Kajian yang di lakukan oleh Dikcstein dan Posner (dalam
Pudjijogyanti, 1988) membuktikan adanya hubungan yang erat antara
kualitas hubungan orang tua dengan anak dengan pandangan anak
terhadap dirinya dan lingkungannya. Hal ini disebabkan ibu dari anak
yang mempuriyaf konsep diri yang tinggi tidak menggunakan tekanan
psikologis dalam menghukum anaknya.
Hasil penelitian Sears mendukung hasil penelitian Coopertmith, yaitu
kehangatan orang tua berhubungan erat dengan konsep diri anak karena
kehangatan orang tua merupakan aspek yang terpenting dalam
mengasuh anak (Pudjijogyanti, 1988)
3. Status Sosial Ekonomi
Status sosial seseorang mempengaruhi bagaimana penerimaan orang
lain terhadap dirinya. Penerimaan lingkungan dapat memepengaruhi
cenderung didasarkan pada status sosial ekonominya. Maka dapat
dikatakan individu yang status sosialnya tinggi akan memiliki konsep diri
yang positif dibandingkan individu yang status sosialnya rendah.
Hal ini didukung oleh penelitian Rosemberg terhadap anak-anak dari
ekonomi sosial tinggi menunjukkan bahwa mereka memiliki konsep diri
yang tinggi dibandingkan dengan anak-anak yang berasal dari status
ekonomi rendah. Hasilnya adalah 51 % anak dari ekonomi tinggi
mempunyai konsep diri yang tinggi. Dan 38% anak dari tingkat ekonomi
rendah memiliki tingkat konsep diri yang rendah.
36
Perbedaan pengaruh kelas sosial ekonomi terhadap perkembangan
konsep diri anak lebih tampak pada anak laki-laki dibandingkan dengan
anak perempuan. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan pola asuh
orang tua dan adanya pandangan bahwa individu yang berasal dari
ekonomi rendah adalah pemalas, bodoh, dan hanya berburu kesenangan
saja (( Pudjijogyanti, 1988 )
4. Reaksi dari orang lain.
Gabriel Marcel (dalam Rakhmat,2005 ) filosuf eksistensialis, menulis
tentang peranan orang lain dalam memahami diri kita, "The fact is that we
cqn understand ourselves by starting from other, or from others, and only
by staring fro them." Kita mengenal diri kita dengan mengenal orang lain
terlebih dahulu. Bagaimana anda menilai diri saya, akan membentuk
Harry Stack Sullivan (1953) menjelaskan bahwa bahwa jika kita diterima
orang lain, dihormati dan disegani keadaan diri kita,kita akan cenderung
bersikap menghormati dan menerima diri kita. Sebaliknya, jika orang lain
selalu meremehkan diri kita, kita akan cenderung tidak menyenangi diri
kita.
Hasil penelitian menunjukkan sebuah proses timbal balik dimana persepsi
diri mempengaruhi persepsi orang lain dan pesepsi-persepsi itu pada
akhirnya mempengaruhi persepsi diri (Robert A. Baron & Donn
Byrne,2003).
Namun tidak semua orang lain mempunyal pengaruh yang sama terhadap
diri kita. Ada yang paling berpengaruh, yaitu orang-orang yang paling
dekat dengan diri kita. George Herbert Mead (1934 ), seperti yang dikutip
oleh Jalaluddin Rakhmat (2005) , menyebut mereka significant
other-orang lain yang sangat penting misalnya other-orang tua, saudara-saudara kita
dan orang lain yang tinggal satu rumah dengan kita. Richard Dewey &WJ
Humber (1996) menamainya affective others-orang lain yang dengan
mereka kita mempunyai ikatan emosional. Dari merekalah konsep diri itu
terbentuk.
5. Keadaan fisik dan penghayatan seseorang terhadap dirinya
Setiap individu tidak dapat melihat secara keseluruhan tubuhnya. Hanya
melalui refleksi dari individu lain citra fisik dapat dibentuk. Tanggapan dari
38
oleh adanya dimensi tubuh ideal. Dimensi tubuh ideal berbeda antara
kebudayaan satu dengan kebudayaan lainnya dari waktu ke waktu.
Dengan adanya dimensi tubuh ideal sebagai patokan untuk menanggapi
keadaan fisik individu lain, maka setiap individu berusaha mencapai
patokan tubuh ideal tersebut. Dan tidak dapat disangkal lagi bahwa
keadaan fisik seseorang sangat berperan penting dalam pembentukan
konsep diri (Pudjijogyanti, 1988)
6. Pekerjaan
Menurut Stradling, Crowe & Tuohy, 1993 (dalam Robert & Donn,2003)
Memasuki sebuah pekerjaan baru juga cenderung membawa perubahan
terhadap konsep diri seseorang. Penelitian menunjukkan bahwa menjadi
seorang polisi merupakan konsep diri yang baru dan berbeda.
7. Budaya
Miller (dalam Robert A. Baron & Donn Byrne,2003 ) Konsep diri juga
dipengaruhi oleh budaya. Banyak hal khas yang diyakini dunia barat
adalah norma yang menyatakan bahwa minat dan kemauan seseorang
merupakan penentu dan seharusnya menjadi determinasi utama dalam
tingkah laku seseorang
8. Jenis Kelamin
Ketika pertama kali manusia dilahirkan, pertanyaan yang muncul untuk
perempuan ". Menurut Wilson & Wilson yang dikutip oleh Clara( 1988)
dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa laki-laki memiliki konsep diri
yang berbeda dengan wanita. Konsep diri laki-laki bersumber pada
keberhasilan, persaingan, dan kekuasaan. Sedangkan konsep diri wanita
bersumber pada keberhasilan pribadi, citra fisik, keberhasilan dalam
hubungan keluarga
2.3.
Narapidana
Pada saat seseorang terpidana menjalani hukuman di dalam Lembaga
Pemasyaratakan, statusnya berubah menjadi narapidana.
"Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan
dilembaga pemasyarakan"
" Narapidana adalah seseorang yang menjalani hukuman vonis yang dijatuhi
oleh hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap"
(UU:12 tahun 1995 Tentang pemasyarakan)"
Di lembaga pemasyarakatan , narapidana digolongkan berdasarkan jenis
kelamin, usia, dan jenis kasus, dan lama masa hukuman. Narapidana wanita
dan pria ditempatkan di LP yang terpisah, demikian pula antara narapidana
Menurut pasal 13 KUHP (dalam Chazawi. 2007) narapidana penjara dibagi
dalam beberapa kelas , yaitu sebagai berikut :
1. Kelas I, yaitu bagi narapidana penjara seumur hidup dan narapidana
penjara sementara yang membahayakan orang lain
I
masyarakat.2. Kelas II, yaitu
a. Bagi narapidana yang dipidana lebih dari tiga bulan
b. Bagi narapidana sementara yang berada di kelas I dan ia
berkelakukan baik, maka ia di pindahkan kekelas II.
c. Bagi narapidana sementara di pindahkan ke kelas II atau Ill dengan
alasan-alasan tertentu.
40
3. Kelas Ill, yaitu narapidana sementara yang dipindahkan dari kelas I
karena memiliki kelakuan baik dan menjadi contoh bagi narapidana yang
lain.
4. Kelas IV, yaitu narapidana yang di pidana penjara sementara paling lama
tiga bulan.
Walaupun masing-masing narapidana telah mendapat vonis yang harus
dijalani, karena adanya remisis (pemotongan hukuman ) dan pembebasan
bersyarat , maka vonis tersebut tidak berjalan sesuai dengan masa hukuman
Menurut Harsono ( dalam http://digilib.unnes.ac.id. 2009) Ada beberapa
tahapan yang harus dijalani narapidana dalam proses menjalani
hukumannya, yaitu:
1. Tahap admisi I orientasi,
2. Tahap Pembinaan yaitu, Pada tahap pembinaan, narapidana dibina,
dibimbing agar dikemudian hari tidak melakukan tindak pidana lagi.
3. Tahap Asimilasi yaitu, narapidana diasimilasikan ke tengah-tengah
masyarakat diluar lembaga pemasyarakatan. Hal ini sebagai upaya
memberikan bekal kepada narapidana agar ia tidak lagi canggung
bila keluar dari lembaga pemasyarakatan.
Selain itu narapidana juga mempunyai hak seperti, melakukan ibadah sesuai
dengan agama atau kepercayaannya, mendapat perawatan, baik perawatan
rohani maupun jasmani, mendapatkan pendidikan dan pengajaran,
mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak,
menyampaikan keluhan, mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran
media massa lainnya yang tidak dilarang, mendapatkan upah atau premi atas
pekerjaan yang dilakukan, menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum,
atau orang tertentu lainnya, mendapatkan pengurangan masa pidana
(remisi), mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi
keluarga, mendapatkan pembebasan bersyarat, mendapatkan cuti menjelang
perundang-undangan yang berlaku (dalam UU RI no 12 Tahun 1995 Tentang
Pemasyarakatan)
42
Berbagai usaha dalam pembinaan narapidana, namun dampak psikologis
akibat pidana penjara masih nampak dan memerlukan pemikiran yang tuntas.
Sykes (dalam Syofia, 2003) ada beberapa masalah yang muncul akibat dari
status sebagai narapidana, yaitu:
a. Deprivasi Kebebasan (The deprivation of Liberty)
Hal ini berkaitan dengan keterbatasan gerak, karena ruang lingkupnya
terbatas hanya didalam lingkungan LP saja. Menjadi narapidana membuat
narapidana berpisah dengan keluarga, kerabat dan teman. Keadaan
narapidana yang terisolasi inilah menyebabkan narapidana kesepian
karena tidak ada hubungan emosional
b. Deprvasi terhadap barang dan pelayanan ( The deprivation of good and
service).
Setiap manusia mempunyai sifat pemilih dalam memilki barang yang
sesuai dengan yang diinginkan. Tetapi dalam LP hal tersebut harus
dihilangkan sedapat mungkin karena tidak bisa diperoleh. Kebutuhan
dasar narapidana akan materi memang terpenuhi dalam arti narapidana
tidak kelaparan ataupun kedinginan. Tetapi narapidana tidak dapat makan
enak, pakaian yang lebih layak, perabot yang lengkap seperti rumah, atau
Bagi mereka yang terbiasa dengan pelayanan istimewa, di dalam LP
tidak dapat lagi mengharapkan ha! tersebut, karena narapidana
diperlakukan sama tanpa memandang status sosial. Narapidana harus
mampu mengurus diri sendiri.
c. Deprivasi terhadap hubungan heteroseksual (The deprivation of
heterosexual relationship).
Selama menjalani pidana, narapidana ditempatkan dalam blok-blok
sesuai dengan jenis kelaminnya dengan pengawasan ketat dari para
petugas. Sehari-sehari mereka hanya bertemu dengan orang yang sama
jenisnya, hal inilah yang akhimya mereka melakukan hubungan dengan
sejenis.
d. Deprivasi Keamanan (The Deprivation of Security)
Dengan masuknya seseorang kedalama LP secara otomatis akan tinggal
bersama dengan narapidana lainnya selama menjalani masa pidananya.
Takjarang seorang narapidana bahkan narapidana dengan kejahatan
kriminal sekalipun memandang narapidana lain sebagai orang yang
berbahaya. Dia juga dapat merasa tidak aman karena terpaksa bergaul
dengan orang yang bukan pilihannya. Mereka ditempatkan dalam satu
kamar dengan