• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penetuan Koefisien Fenol Pembersih Lantai yang Mengandung Pine Oil 2,5 % terhadap Pseudomonas aeruginosa. 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penetuan Koefisien Fenol Pembersih Lantai yang Mengandung Pine Oil 2,5 % terhadap Pseudomonas aeruginosa. 2015"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENENTUAN KOEFISIEN FENOL PEMBERSIH

LANTAI YANG MENGANDUNG PINE OIL 2,5 %

TERHADAP BAKTERI Pseudomonas aeruginosa

Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA KEDOKTERAN

OLEH :

Eka Rahma

NIM: 1112103000084

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

v

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.

Alhamdulilahirabbil’alamin, puji serta syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas segala rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan penelitian ini. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, serta umatnya.

Terselesaikannya penelitian ini tidak terlepas oleh bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. DR. Arif Sumantri, S.KM, M.Kes selaku Dekan FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dr. Achmad Zaki, M.Epid, SpOT selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, serta seluruh dosen Program Studi Pendidikan Dokter yang selalu membimbing serta memberikan ilmu kepada saya selama menjalani masa

pendidikan di Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Yuliati, S.Si, M.Biomed selaku dosen pembimbing I, yang selalu memberikan ilmu, arahan, saran, dan bimbingan kepada saya agar penelitian ini berjalan dengan sebaik-baiknya.

3. Ibu Rr. Ayu Fitri Hapsari, M.Biomed selaku dosen pembimbing II, yang selalu memberikan ilmu, arahan, saran, dan bimbingan kepada saya terutama dalam penulisan laporan penelitian ini.

4. dr. Lindawaty Valentina Legowo selaku kakak pembimbing, yang telah memberikan ilmu, arahan, dan bimbingan kepada saya dalam penelitian ini.

(6)

vi

6. dr. Flori Ratna Sari selaku penanggung jawab (PJ) modul riset PSPD 2012. Mba Novi Prsatyowati selaku laboran Laboratorium Mikrobiologi yang telah banyak membantu dan memberikan arahan selama penelitian ini. Pak Bacok dan Bapak satpam lainnya (Bpk. Irul, dkk) yang telah melancarkan peminjaman ruang laboratorium.

7. Kedua orang tua tercinta, Bpk. Nuryadin dan Ibu Rita Anri Yani yang selalu memberikan cinta dan kasih sayang, memberikan do’a, nasihat, serta semangat dalam hidup saya.

8. Ketiga adik kandung saya, Ida Lutfiah, Nurita Wulan Dari, dan Ahmad Affandi serta seluruh keluarga besar saya yang selalu memberikan semangat untuk menjadi teladan yang baik dan terus berjuang untuk menggapai cita-cita.

9. Rendy Akbar, S.Pd.I yang selalu menemani sembari memberikan semangat untuk menyelesaikan penelitian ini.

10.Teman seperjuangan, Adichita Khaira, Mulia Sari, Linda Pratiwi Sulaeman, dan Putri Aulia Hilfa Lubis atas kebersamaan, dukungan dan

kerja kerasnya sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan baik.

11.Para sahabat, baik sweet home, tulipers, SJD-SS dan As-Shaff 2012, GBF, IKA PPQ Jakarta, dan PSPD 2012 yang selalu memberikan do’a, semangat, serta bersedia mendengarkan keluh kesah selama penelitian dan masa pendidikan pre-klinik.

12.Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

Saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dalam penelitian ini agar dapat terus dilanjutkan dan bermanfaat untuk berbagai pihak, karena saya menyadari penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Demikian laporan penelitian ini saya tulis, semoga dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya.

Ciputat, Oktober 2015 Penulis,

(7)

vii ABSTRAK

Eka Rahma. Program Studi Pendidikan Dokter. Penetuan Koefisien Fenol Pembersih Lantai yang Mengandung Pine Oil 2,5 % terhadap Pseudomonas aeruginosa. 2015.

Fenol digunakan sebagai standar pemanding untuk menentukan efektivitas suatu desinfektan. Suatu desinfektan dianggap masih efektif membunuh bakteri apabila memiliki nilai koefisien fenol lebih dari 1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai koefisien fenol pembersih lantai yang mengandung pine oil 2,5 % terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa. Metode yang digunakan adalah deskriptif dengan uji koefisien fenol. Larutan desinfektan dan fenol (sebagai pembanding) dibuat dengan pengenceran 1:40, 1:60, 1:80, 1:100, 1:100, 1:120, 1:140 dalam aquades steril. Pertumbuhan bakteri diamati dalam waktu kontak 5, 10, 15, 20, 15, dan 30 menit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa koefisien fenol pembersih lantai yang mengandung pine oil 2,5 % terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa adalah 1,08. Maka dapat disimpulkan bahwa pembersih lantai yang mengandung pine oil 2,5 % masih efektif membunuh bakteri Pseudomonas aeruginosa.

Kata kunci: desinfektan, koefisien fenol, pine oil, Pseudomonas aeruginosa.

ABSTRACT

Eka Rahma. Medical Education Program. Determination of Phenol Coefficient Containing of 2,5 % Pine Oil as Floor Disinfectant against

Pseudomonas aeruginosa. 2015.

Phenol is used as a standard comparator to determine the effectiveness of a disinfectant. A disinfectant is considered to be effective if the phenol coefficient value is over 1. This study was conducted to determine the value of phenol coefficient of floor cleaners containing pine oil 2.5% against Pseudomonas aeruginosa. This study is using phenol coefficient test to measure it. The disinfectant and phenol solution were prepared by diluting the sample in sterile distilled water in ratio 1:40, 1:60, 1:80, 1:100, 1:120, 1:140. The growth of bacteria was observed at the exposure time of 5, 10, 15, 20, 15, and 30 minutes. The results showed that phenol coefficient of floor cleaners containing pine oil 2.5% against Pseudomonas aeruginosa is 1.08. It can be concluded that floor cleaners containing pine oil 2.5% was effective to eradicate Pseudomonas aeruginosa.

(8)
(9)

ix

1.2 Waktu dan Tempat Penelitian... 1.3 Sampel Penelitian... 1.4 Identifikasi Variabel... 1.5 Alat dan Bahan Penelitian... 1.5.1 Alat Penelitian... 1.5.2 Bahan Penelitian... 1.6 Cara Kerja Penelitian...

1.6.1 Tahap Persiapan... 1.6.1.1Sterilisasi Alat dan Bahan... 1.6.1.2Persiapan Media Perbenihan... 1.6.1.3Pembuatan Stok Bakteri... 1.6.1.4Persiapan Sampel dan Standar Uji... 1.6.1.5Persiapan Bakteri Uji... 1.6.2 Tahap Pengujian... 1.7 Alur Penelitian... 1.8 Manajemen data...

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN... 4.1 Hasil... 4.2 Pembahasan...

(10)

x DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Identifikasi kimia pine oil... Tabel 2.1. Identifikasi fisik pine oil... Tabel 4.1 Waktu bunuh rata-rata sampel X terhadap Pseudomonas

aeruginosa...

Tabel 4.2 Waktu bunuh rata-rata fenol terhadap Pseudomonas

aeruginosa... 18 18

33

(11)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Mekanisme dan sasaran kerja desinfektan... Gambar 2.2 Pewarnaan Gram Pseudomonas aeruginosa... Gambar 2.3 Klasifikasi beberapa pseudomonas yang penting dalam

kedokteran... Gambar 2.4 Pigmen piosianin pada sebagian besar Pseudomonas aeruginosa Gambar 2.5 Koloni Pseudomonas aeruginosa pada media agar...

15 18

(12)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Alat dan bahan penelitian... Lampiran 2 Hasil uji koefisien fenol sampel X terhadap bakteri

Pseudomonas aeruginosa...

Lampiran 3 Hasil uji koefisien fenol standar fenol terhadap bakteri

Pseudomonas aeruginosa...

Lampiran 4 Riwayat penulis... 43

46

(13)

1 antiseptik/desinfektan, bahan baku pembuatan obat misalnya asam salisilat, sebagai zat warna, dan lem kayu.1,2

Fenol dapat digunakan sebagai desinfektan dan antiseptik karena memiliki aktivitas antimikroba yang bersifat bakterisid namun senyawa ini tidak bersifat sporisid. Fenol diformulasikan dalam bentuk solusi untuk meningkatkan daya penetrasinya dan dapat ditemukan pada karbol, kresol, trikresol, dan heksaklorofen. Senyawa golongan ini biasanya digunakan untuk desinfeksi di bak mandi, permukaan lantai, serta dinding dan peralatan yang terbuat dari kayu.3,4,5

Diantara beberapa golongan desinfektan lainnya, yaitu aldehid, alkohol, zat penghasil halogen, agen pengoksida, biguanid, dan amonium kuartener, fenol dapat digunakan sebagai standar pembanding untuk menentukan efektivitas suatu

desinfektan. Penggunaan fenol sebagai pembanding ini dikarenakan fenol merupakan zat desifektan tertua yang telah diketahui kekuatannya.4,6

(14)

sp, Bacillus sp, Moraxella lakunata, Klebsiella pneumoni,, Pseudomonas

aeruginosa, dan E. Coli.9 Diantara berbagai bakteri tersebut, Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri yang paling banyak ditemukan di rumah sakit Dr.

Moewardi yaitu sebesar 12 %.4

Banyaknya spesies bakteri yang beredar baik di rumah maupun dan di rumah sakit memiliki kepekaan yang berbeda terhadap berbagai golongan desinfektan yang beredar. Selain itu, desinfektan memiliki kemungkinan untuk terkontaminasi oleh bakteri. Berdasarkan Guideline Desinfeksi dan Sterilisasi pada Fasilitas Kesehatan oleh CDC (Center for Disease Control) tahun 2008, Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri yang paling sering diisolasi dari

desinfektan yang terkontaminasi.10 Kemungkinan terjadinya resistensi bakteri terhadap desinfektan juga dapat terjadi baik di lingkungan rumah maupun rumah sakit. Berbagai faktor tersebut menyebabkan perlu dilakukannya pemeriksaan potensi desinfektan terhadap bahan pembersih lantai yang digunakan.9,11

Salah satu metode yang digunakan untuk menilai efektivitas suatu desinfektan adalah dengan menggunakan uji koefisien fenol dimana berbagai pengenceran fenol dan produk desinfektan yang dijadikan sampel percobaan dicampur dengan suatu volume tertentu biakan bakteri uji kemudian dinilai adakah pertumbuhan bakteri melalui ada tidaknya kekeruhan yang terbentuk pada

media perbenihan, lalu dilakukan penghitungan nilai koefisien fenol. Metode ini telah diaplikasikan dalam beberapa penelitian diantaranya oleh Sulistyaningsih tahun 2010. Sulistyaningsih melakukan penelitian tentang kepekaan sediaan antiseptik yang mengandung klorosilenol dan povidon iodin terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa dan Pseudomonas aeruginosa multiresisten dengan

menggunakan uji koefisien fenol. Hasilnya, kedua kandungan antiseptik yang diuji masih mempunyai kepekaan terhadap kedua bakteri tersebut.4,6

Penelitian desinfektan dengan kandungan pine oil 2,5 % terhadap bakteri Pseudomonas eruginosa juga telah dilakukan pada tahun 2012 oleh Lembah

(15)

3

Hasil dari penelitian ini disimpulkan bahwa kandungan pine oil 2,5 % tidak efektif dalam membunuh bakteri Pseudomonas aeruginosa.12

Berdasarkan perbedaan hasil penelitian diatas, maka peneliti ingin mengetahui koefisien fenol kandungan pine oil 2,5 % dalam pembersih lantai terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa untuk mengetahui efektivitas dari kandungan desinfektan tersebut.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah berapa nilai koefisien fenol pine oil 2,5 % yang terkandung dalam pembersih lantai terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa ?

1.3Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk menetapkan nilai koefisien fenol pine oil 2,5 % yang terkandung dalam pembersih lantai terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui pengenceran tertinggi pembersih lantai dengan

kandungan pine oil 2,5 % yang dapat membunuh bakteri Pseudomonas aeruginosa.

2. Untuk mengetahui waktu tercepat dengan pengenceran tertinggi pembersih lantai dengan kandungan pine oil 2,5 % yang dapat membunuh bakteri Pseudomonas aeruginosa.

3. Untuk mengetahui pengenceran pembersih lantai dengan kandungan pine oil 2,5 % yang paling efisien dalam membunuh bakteri

Pseudomonas aeruginosa.

1.4Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan agar dapat memperoleh manfaat yaitu;

(16)

2. Memajukan UIN Syarif Hidayatullah dan FKIK UIN Syarif Hidayatullah dengan publikasi penelitian ini.

3. Memberikan informasi tentang nilai koefisien fenol dan efektivitas kandungan pine oil 2,5 % pada pembersih lantai terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa.

(17)

5 BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori 2.1.1 Koefisien Fenol

Koefisien Fenol adalah ukuran kemampuan suatu zat antimikrobial salah satunya desinfektan dalam membunuh bakteri dibandingkan dengan fenol sebagai standar. Tujuan dilakukannya penentuan koefisien fenol terhadap suatu desinfektan adalah untuk mengevaluasi daya antimikrobanya dengan memperkirakan keefektifannya berdasarkan lamanya waktu kontak dan konsentrasi desinfektan terhadap mikroorganisme tertentu.3,13

Nilai koefisien fenol hasil perbandingan antara desinfektan uji dengan fenol standar diartikan kedalam dua bagian, yaitu apabila nilai koefisien fenol kurang atau sama dengan 1 maka hal tersebut menunjukkan bahwa efektivitas desinfektan yang diuji sama atau lebih kecil dari fenol. Sedangkan jika nilai koefisien fenol yang didapat hasilnya lebih dari 1 berarti bahwa desinfektan yang diuji lebih efektif dalam membunuh bakteri uji dibanding fenol.4,14

Lindawati tahun 2012, melakukan uji efektivitas produk pembersih lantai yang mengandung benzalkonium klorida 1,5 % dan pine oil 2,5 % terhadap

bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Diperoleh hasil bahwa koefisien fenol benzalkonium klorida 1,5 % terhadap bakteri Staphyolococcus aureus dan Escherichia coli adalah 1,33 dan 1,75. Selain itu, Koefisien fenol

pine oil 2,5 % terhadap bakteri Staphyolococcus aureus dan Escherichia coli

adalah 1,67 dan 2. Secara keseluruhan, koefisien fenol desinfektan yang diperoleh melebihi nilai 1 yang artinya bahwa kedua desinfektan tersebut efektif dalam membunuh bakteri Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa.15

(18)

membunuh bakteri uji berupa Salmonella typhi dengan nilai koefisien fenol 2,38; 2,00; 3,00; 3,38; 2,38; 2,63; dan 3,00.3

Selain terhadap desinfektan, koefisien fenol juga dinilai pada antiseptik untuk menilai kepekaannya dalam membunuh bakteri. Pada tahun 2010, Sulistyaningsih melakukan uji koefisien fenol povidon iodin dan klorosilenol terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa dan Pseudomonas aeruginosa multiresisten. Hasilnya, diperoleh nilai koefisien fenol 1,06 dan 1,2 dari sampel uji klorosilenol dan diperoleh nilai 25 dan 21 dari sampel povidon terhadap kedua bakteri uji.4

2.1.2 Desinfektan 2.1.2.1Definisi

Desinfeksi adalah tindakan membunuh organisme patogen (bentuk vegetatif, tidak spora bakteri) dengan cara fisik atau kimia, dilakukan terhadap benda mati. Hal ini berbeda dengan antiseptis yang merupakan tindakan mencegah pertumbuhan atau aktivitas mikroorganisme baik dengan menghambat atau membunuh, yang dilakukan terhadap jaringan hidup. Jadi terdapat perbedaan disini, bila bertujuan melakukan tindakan disinfeksi terhadap jaringan hidup maka menggunakan antiseptik, sedangkan disinfeksi terhadap benda mati

menggunakan desinfektan. Desinfektan adalah zat (biasanya kimia) yang dipakai untuk membunuh mikroorganisme didalam maupun di permukaan suatu benda mati.Menurut Environtment Protection Agen (EPA), bahan desinfektan adalah

“pestisida antimikroba” dan merupakan substansi yang biasanya digunakan

untuk mengontrol, mencegah, dan menghancurkan mikroorganisme berbahaya (seperti bakteri, virus, dan jamur) pada permukaan atau benda yang tidak hidup.5,6,10

2.1.2.2Penggunaan Desinfektan

(19)

7

Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada desinfeksi :

1. Rongga yang cukup diantara alat-alat yang didesinfeksi , sehingga seluruh permukaan alat tersebut dapat berkontak dengan desinfektan.

2. Waktu (lamanya) desinfeksi harus tepat, alat-alat yang didesinfeksi jangan diangkat sebelum waktunya.

3. Desinfektan yang dipakai sebaiknya bersifat germisid (membunuh).

4. Pengenceran desinfektan harus sesuai dengan yang dianjurkan, dan setiap kali harus dibuat pengenceran baru. Desinfektan yang sudah menunjukkan tanda-tanda pengeruhan atau pengendapan harus diganti dengan yang baru. 5. Solusi yang biasa dipakai untuk membunuh spora kuman biasaya bersifat

sangat mudah menguap sehingga ventilasi ruangan perlu diperhatikan. 6. Sebaiknya menggunakan hand lotion setelah berkontak dengan desinfektan.6

Agar suatu tindakan desinfeksi memperoleh hasil yang efektif, maka seharusnya melewati serangkaian proses berikut :

1. Penilaian (Assesment)

Langkah awal desinfeksi efektif adalah melakukan penilaian masalah secara menyeluruh. Hal ini meliputi agen penyebab, cara transmisinya, kemudian pemilihan desinfektan yang tepat.

2. Pembersihan (Cleaning)

Tindakan selanjutnya adalah melakukan pembersihan. Tindakan ini sudah dapat membersihkan sekitar 90% bakteri yang ada di permukaan. Langkah pembersihan kering ini berupa menyikat, menyapu, dan menghilangkan semua kotoran, debu, debris, bahan-bahan organik, dan benda-benda kecil lainnya dari daerah yang akan dibersihkan.

Tujuan dari tindakan ini adalah menghilangkan sebanyak mungkin bahan organik yang akan mempengaruhi kerja desinfektan terhadap mikroorganisme. Pembersihan ini penting, karena banyak desinfektan yang akan menjadi inaktif saat berinteraksi dengan bahan organik.

3. Mencuci/Sanitasi ( Washing/Sanitation)

(20)

objek dengan air panas atau dengan deterjen dan agen pembersih lainnya kemudian dicuci dengan cara digosok ataupun disemprot. Pencucian dilakukan dari area yang tinggi ke rendah dan perhatikan daerah sudut lantai ataupun objek saat mencuci, karena daerah ini dapat menjadi reservoir dari mikroorganisme.

Meskipun berbagai debris dapat bersih dari proses ini, namun biofilm yang terbentuk pada permukaan bakteri setelah proses mencuci dapat menyebabkan bakteri tersebut menjadi resisten terhadap desinfeksi. Oleh karena itu, perlu dilakukan pembilasan terhadap deterjen ataupun sabun yang digunakan untuk mengurangi dilusi potensi desinfektan pada saat diaplikasikan. 4. Desinfeksi (Desinfection)

Pemilihan desinfektan harus sesuai dengan mikroorganisme yang dicurigai dan harus memperhatikan faktor lingkungan serta keselamatan. Ikuti aturan pakai produk desinfektan yang tertera agar sesuai dengan konsentrasi yang efektif. Selain itu, agar desinfektan efektif, maka permukaan lantai harus basah. Waktu kontak desinfektan juga harus tepat, ini berbeda pada masing-masing produk. Seperti diatas, untuk daerah yang merupakan reservoir dari mikroorganime maka haruslah dibersihkan terlebih dahulu.

5. Evaluasi (Evaluation)

Untuk memastikan bahwa agen mikroorganisme telah dihancurkan, maka

perlu dilakukan evaluasi tingkat lanjut dari tindakan yang telah dilakukan. Selain melalui inspeksi, perlu dilakukan pengambilan sampel secara bakteriologis untuk mengetahui efektivitas dari pembersihan yang dilakukan beserta protokolnya. Kegagalan desinfeksi yang dilakukan mungkin berhubungan dengan pemilihan ataupun penggunaan desinfektan yang tidak efektif, atau karena faktor lingkungan seperti suhu dan kelembaban.10

2.1.2.3Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Desinfektan

(21)

9

1. Jumlah dan lokasi mikroorganisme

Selama kondisi lain tetap konstan, semakin besar jumlah mikroba maka akan semakin lama waktu yang dibutuhkan desinfektan untuk membasminya. Keadaan ini memperkuat alasan dibutuhkannya proses pembersihan (cleaning) sebelum dilakukan desinfeksi.

Lokasi mikroorganisme juga harus mejadi faktor yang dipertimbangkan. Permukaan yang berlekuk-lekuk akan menjadi sulit dibersihkan. Hanya permukaan yang berkontak langsung dengan desinfektan yang akan terdesinfeksi.

2. Resistensi bawaan mikroorganisme

Resistensi terhadap proses desinfeksi dan sterilisasi sangat bervariasi. Misalnya, spora yang tahan terhadap desinfektan karena adanya mantel spora yang berperan sebagai barier, bakteri memiliki dinding sel yang mencegah masuknya desinfektan, dan bakteri Gram negatif memiliki membran ektraseluler yang berperan sebagai barier penyerapan desinfektan. Dibutuhkan waktu pemaparan dan konsentrasi yang lebih untuk membasmi mikroorganisme yang resisten ini agar hancur sempurna.

Selain prion, spora bakteri memiliki resistensi tertinggi terhadap desinfektan, diikuti oleh kokidia (kriptosporidium), mycobacterium, virus kecil dan tidak berlipid (poliovirus, coxsackievirus), jamur (aspergillus, candida), bakteri vegetatif (staphylococcus dan pseudomonas), dan virus berukuran

medium dan berlipid (herpes, HIV). Secara signifikan, Pseudomonas aeruginosa pada lingkungan alami lebih resisten terhadap beberapa desinfektan dibandingkan dengan bakteri yang dikultur pada media laboratorium.

3. Konsentrasi dan potensi desinfektan

Pada kondisi variabel lain konstan, dengan semakin besar konsentrasi suatu desinfektan maka akan semakin besar efektivitas dan semakin pendek waktu yang diperlukan untuk membunuh mikroba.

Spaulding melakukan percobaan terkait hal ini, dengan menggunakan test mucin-loop didapatkan hasil bahwa isopropyl alkohol 70 % menghancurkan 104

(22)

konsentrasi 3 % membunuh bakteri tersebut dalam level yang sama membutuhkan waktu 2-3 jam.

4. Faktor kimia dan fisika

Beberapa faktor fisika dan kimia juga mempengaruhi produk desinfektan, seperti suhu, pH, dan kelembaban. Aktivitas beberapa desinfektan akan meningkat dengan suhu yang juga meningkat. Namun, suhu yang terlalu tinggi justru dapat mendegradasi desinfektan bahkan menyebabkannya menjadi berbahaya bagi kesehatan.

Peningkatan pH juga dapat meningkatkan aktivitas beberapa desinfektan seperti glutaraldehid dan QAS (Quarternary Ammonium Compounds), namun dapat menurunkan efektivitas pada beberapa desinfektan lain seperti pada fenol, hipoklorit, dan iodin. pH mempengaruhi aktivitas mikrobial melalui mengubah molekul desinfektan atau permukaan sel.

5. Bahan organik dan inorganik

Bahan organik seperti serum, darah, pus, feses, atau lubrikan dapat mengintervensi aktivitas antimikroba. Hal ini terjadi melalui dua cara, yaitu melakukan intervensi pada reaksi kimia antara desinfektan dan bahan organik sehingga menghasilkan kompleks yang kurang bersifat germisida atau bahkan menjadi non-germisida. Cara lainnya yaitu bahan organik akan menjadi barier

bagi desinfektan. Bahan inorganik yang menjadi kontaminan adalah kristal garam.

6. Waktu pajanan

Objek harus terpajan desinfektan setidaknya selama waktu kontak minimum. Berdasarkan penyelidikan, dibutuhkan waktu kontak minimal 30-60 detik untuk desinfektan level rendah terhadap bakteri vegetatif, jamur, dan mycobacteria agar efektif membunuh. Secara umum waktu kontak yang lebih lama lebih efektif daripada waktu kontak yang pendek.

7. Biofilm

(23)

11

desinfektan dengan berbagai cara. Bakteri dalam bentuk biofilm 1000 kali lebih resisten terhadap antimikroba dibanding dalam bentuk suspensi.16

2.1.2.4Macam-Macam dan Mekanisme Kerja Desinfektan

Banyak bahan kimia yang berfungsi sebagai desinfektan, tetapi umumnya dikelompokkan kedalam golongan aldehid atau golongan pereduksi, yaitu gugus kimia yang mengandung gugus –COH; golongan alkohol yang mengandung gugus –OH; golongan halogen atau senyawa terhalogenasi, yaitu senyawa kimia golongan halogen atau yang mengandung gugus –X; golongan fenol dan fenol terhalogenasi; golongan garam amonium quartener, dan golongan biguanida. 1. Fenol

Zat ini bekerja dengan cara meningkatkan permeabilitas membran sitoplasma sehingga menyebabkan kebocoran progresif komponen intraseluler. Permeabilitas proton menyebabkan hilangnya rangkaian fosfolirasi oksidatif, koagulasi sitoplasma hingga akhirnya terjadi lisis sel.6,10,17

Derivat fenol berasal dari grup fungsional (alkil, fenil, benzil, halogen) yang menggantikan satu atom halogen pada cincin aromatik. Dua derivat fenol biasanya ditemukan sebagai kesatuan pada desinfektan yang ditemukan di rumah sakit, yaitu berupa ortho-phenylphenol dan ortho-benzyl-para-chlorophenol.18

Penambahan halogen seperti klorin akan meningkatkan kualitas fenol.6 Contoh zat yang mengandung fenol adalah fenol (karbol), kresol, trikresol, dan heksaklorofen.4

Fenol biasanya diformulasikan dalam bentuk solusi untuk meningkatkan daya penetrasinya dan pada konsentrasi 5% bahan ini bersifat bakterisida, tuberkulosida, fungisida, dan virusida terhadap virus beramplop. Fenol tidak efektif terhadap virus tidak beramplop dan spora.10

Fenol dan kresol berbau khas dan bersifat korosif terhadap jaringan. Walaupun demikian, fenol tahan terhadap pemanasan dan pengeringan sehingga tidak terpengaruh oleh bahan-bahan organik, namun kurang efektif terhadap spora.6

(24)

Keunggulan fenol, yaitu sifatnya yang stabil, persisten, dan ramah terhadap beberapa jenis material. Kerugiannya, yaitu susah terdegradasi, bersifat racun, dan korosif.5

Fenol merupakan standar pembanding untuk menetukan efektivitas suatu desinfektan melalui metode uji koefisien fenol.6 Penggunaan fenol sebagai pembanding dikarenakan fenol merupakan zat desifektan tertua yang telah diketahui kekuatannya.4

2. Alkohol

Merupakan zat yang paling efektif untuk desinfeksi dan sterilisasi. Bahan ini bekerja dengan cara mendenaturasi protein melalui hidrasi, dan melarutkan lemak sehingga membran sel rusak dan akhirnya enzim-enzim mikroorganisme akan diinaktivasi. Rusaknya membran sel ini menyebabkan terbuangnya komponen intaseluler dan menghambat sistesis DNA, RNA, protein, dan peptidoglikan.6,17

Jenis yang biasa digunakan adalah metanol (CH3OH), etanol (CH3CH2OH), dan isopropanol ((CH3)2CHOH). Berat molekul isopropil alkohol paling tinggi sehingga daya bakterisidnya yang paling efektif dan paling sering digunakan, dalam solusi 70-80% air. Konsentrasi yang terlalu tinggi atau rendah menyebabkan daya bakterisidnya berkurang, yaitu diatas 90% atau dibawah 50%

kecuali isopropil alkohol yang masih tetap efektif meskipun konsentrasinya mencapai 99%.6,10

Dalam waktu 10 menit sudah dapat membunuh sel vegetatif. Hanya dengan apusan cepat sudah dapat mengurangi populasi, namun untuk sterilisasi perlu dilakukan perendaman terhadap alat-alat medis. Alkohol tidak bersifat korosif terhadap logam, namun dapat merusak karet atau plastik. Bahan ini banyak digunakan untuk desinfeksi peralatan seperti termometer, ambu bag, probe USG.5,6

3. Aldehid

(25)

13

Contoh zat yang digunakan adalah formaldehid dan glutaraldehid. Formaldehid dikenal dengan nama dagang formalin, konsentrasi efektif untuk membunuh mikroba adalah 8% sedangkan pada konsentrasi yang tinggi bersifat karsinogenik. Formaldehid bersifat bakterisida, tuberkulosida, fungisida, virusida, dan sporosida. Glutaraldehid merupakan hasil saturasi dari dialdehid yang merupakan desinfektan tingkat tinggi. Glutaraldehid biasanya digunakan untuk peralatan medis.6,18

Formaldehid dan glutaraldehid memiliki daya bunuh luas terhadap berbagai macam mikroba patogen, namun dapat terinaktivasi bila ada materi organik. Bahan ini tidak korosif terhadap benda metal. Efek sampingnya dapat menyebabkan iritasi pada mata, kulit, dan pernapasan.5

4. Zat penghasil halogen

Merupakan zat pengoksidasi aktif tingkat tinggi yang merusak aktivitas protein seluler, mengganggu proses fosforilasi oksidatif dan aktivitas membran. Iodin bereaksi dengan kelompok sistein dan metionil thiol, nukleotida, dan asam lemak yang menyebabkan kematian sel.17

Contoh zat ini adalah klorin, iodin dan derivatnya. Bahan ini memiliki spektrum yang luas dengan toksisitas yang rendah, biayanya murah dan mudah digunakan. Klorin bebas memiliki bau yang tajam dan warna khas berupa hijau.

Sodium hipoklorit merupakan contoh kandungan klorin yang sering digunakan. Pada konsentrasi yang rendah sudah aktif membunuh bakteri vegetatif jamur, dan sebagian besar virus.Solusi hipoklorit bersifat relatif tidak membahayakan jaringan sehingga sering digunakan untuk desinfeksi dan menghilangkan bau. Kebanyakan digunakan di rumah sakit untuk mendesinfeksi permukaan, ruangan, dan peralatan bedah. Derivat organiknya dapat dipakai untuk desinfeksi air. Penggunaan klorin dengan konsentrasi melebihi 0,5% dan pemaparan lebih dari 20 menit bersifat korosif.5,6,10

(26)

5. Biguanid

Zat ini merusak membran luar dan dalam yang menjadikan hilangnya potensial membran dan kebocoran intaseluler. Hal tersebut menyebabkan difusi pasif yang memperantarai uptake lebih lanjut dan terjadilah koagulasi sitosol.17,18

Biguanid merupakan antibakteri spektrum luas, meskipun memiliki keterbatan efektivitas terhadap virus dan tidak besifat sporosida. Bigunaid dapat berfungsi pada pH 5-7 dan dapat diinaktivasi oleh deterjen dan sabun. Contoh bahan ini adalah klorheksidin.10,17

6. Agen Pengoksida

Bahan ini bekerja dengan cara memproduksi radikal bebas peridoksil sebagai oksidan, yang kemudian beraksi dengan lemak, protein, dan DNA. Kelompok sulhifdril juga menjadi sasaran umum, sehingga terjadi peningkatan permeabilitas membran sel.17

Contoh zat ini adalah hidogen peroksida dan asam perasetat. Hidrogen peroksida berefek terhadap bakteri, virus , jamur, dan dapat bersifat spirosidal pada konsentrasi tinggi.Pada konsentrasi 0,3-6,0 hidrogen peroksida digunakan sebagai desinfektan, dan pada konsentrasi 6,0-25% digunakan untuk sterilisasi.6,10,17

7. Quarternary Ammonium Compounds/QAS

Agen ini merusak dinding sel dan membran sitoplasma, memediasi ikatan fosfolipid sehingga menyebabkan hilangnya integritas struktural membran sitoplasma; meningkatkan uptake dan menginduksi kebocoran komponen intraseluler kemudian terjadi lisis.17

Contoh agen ini adalah benzalkonium klorida dan cetrimid. Agen ini memiliki keefektifan tinggi terhadap bakteri Gram positif, dan memiliki keefektifan yang baik terhadap bakteri Gram negatif, jamur, dan virus beramplop.10,17

(27)

15

1. Mengacaukan proton transmembran sehingga menyebabkan terlepasnya fosoforilasi oksidatif dan menghambat transpor aktif melewati membran.

2. Meghambat proses respirasi atau reaksi katabolik/anabolik. 3. Mengacaukan replikasi.

4. Hilangnya kerapatan membran sehingga menyebabkan kebocoran komponen intraseluler penting seperti potasium, fosfat inorganik, pentosa, nukleotida, dan protein.

5. Lisis.

6. Koagulasi material intraselular.19

Adapun sasaran mekanisme kerja masing-masing desinfektan tersebut dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut :

Gambar 2.1. Mekanisme dan sasaran kerja desinfektan.3

2.1.2.5Metode Pengujian Desinfektan

(28)

a. Uji Koefisien Fenol

Metode ini merupakan suatu uji baku efektivitas desinfektan yang umum dilakukan dan telah distandarisasi oleh British standard. Fenol digunakan sebagai bahan standar uji efektivitas desinfektan karena kemampuannya membunuh jasad renik sudah teruji. Pada uji ini, dibandingkan efektivitas suatu produk antimikroba dengan daya bunuh fenol dalam kondisi uji yang sama. Berbagai pengenceran fenol dan produk yang dijadikan sampel percobaan dicampur dengan suatu volume tertentu biakan bakteri uji.6,14

Uji koefisien fenol dilakukan dengan memasukkan satu volume tertentu organisme uji kedalam larutan fenol murni dan zat kimia yang akan diuji pada berbagai pengenceran. Kemudian setelah interval tertentu, suatu jumlah tertentu dari tiap pengenceran diambil dan ditanam pada media perbenihan lalu diinkubasi selama 18-24 jam. Setelah diinkubasi dilakukan penilaian terhadap pertumbuhan bakteri.4

Nilai koefisien fenol dihitung dengan cara membagi hasil uji pengenceran tertinggi zat antiseptik uji yang tidak ada pertumbuhan bakterinya pada waktu tercepat dan terlama dengan hasil uji pengenceran fenol yang tidak ada pertumbuhan bakterinya pada waktu tercepat dan terlama. Nilai koefisien fenol yang kurang atau sama dengan 1 menunjukkan bahwa efektivitas senyawa

tersebut sama dengan fenol atau lebih kecil dari fenol. Sedangkan jika nilai koefisien fenolnya lebih dari 1 berarti senyawa tersebut lebih efektif dibanding fenol.4,14

b. Uji Kapasitas (Capasity test)

Uji kapasitas dilakukan dengan meningkatkan jumlah mikroorganisme secara bertahap sehingga dapat diukur kemampuan bunuh desinfektan terhadap mikroorganisme tertentu. Jumlah bakteri yang masih mampu dibunuh menunjukkan kapasitas desinfektan.3,20

c. Uji pembawa (Carier test)

(29)

17

ditunjukkan dengan hasil tidak adanya pertumbuhan mikroorganisme pada media inokulasi. Uji pembawa ini memiliki kelemahan, yaitu bakteri yang hidup pada pembawa selama pengeringan tidak konstan dan jumlah bakteri yang terdapat pada pembawa sulit diperkirakan.3

d. Uji praktek (Practical test)

Uji praktek dilakukan untuk memastikan apakah efektivitas desinfektan memiliki korelasi dengan hasil percobaan laboratorium. Prinsip metode ini adalah mengukur hubungan waktu dengan konsentrasi desinfektan terhadap mikroorganisme yang terdapat pada peralatan rumah tangga. Metode ini menggunakan sepotong Polivinil Clorida (PVC) yang sudah dikontaminasi dengan inokulum bakteri baku kemudian dikeringkan. Sejumlah larutan desinfektan kemudian disebar menutupi PVC dengan waktu kontak tertentu lalu dibilas dengan air suling steril. Air bilasan inilah yang kemudian menjadi bahan inokulasi untuk melihat ada atau tidak pertumbuhan bakteri.3,19

e. Uji Suspensi (suspension test)

Uji suspensi merupakan metode yang paling sederhana, dapat dilakukan secara kualitatif maupun kuantitatif. Secara kualitatif dilakukan dengan mengambil satu sengkelit suspensi mikroorganisme lalu dimasukkan kedalam larutan desinfektan. Diambil inokulasi dari suspensi desinfektan yang telah

tercampur mikroorganisme kemudian ditanam pada media pertumbuhan. Hasilnya dinilai dengan melihat ada tidaknya pertumbuhan mikroorganisme.3

(30)

2.1.3 Kandungan Pine Oil pada Desinfektan

Pine oil dapat berfungsi sebagai desinfektan, sanitizer, mikrobisid/mikrostatik, insektisida, dan virusida. Prinsip dan daya kerja pine oil adalah dengan cara mendenaturasi protein. Penggunaannya dapat diaplikasikan sebagai pembersih untuk di kamar mandi, toilet, bagian dalam kantor, ruangan rumah, bagian dalam rumah sakit, dan lain-lain. Selain itu dapat juga digunakan untuk mengatasi bau yang membandel.21,22,23

Tabel. 2.1. Identifikasi Kimia Pine Oil 22

Nama kimia 1-Methyl-4-isoprophyl-1-cyclo-hexen-8-ol

Nama umum / dagang Pine Oil 80

Rumpun kimia alpha-Terpineol dan Terpinolon (Terpen alkohol)

Kode kimia EPA 067002

Rumus kimia C10H18O

Struktur kimia CH3-C6H9-(OH)-C3H5

Tabel 2.2 Identifikasi Fisik Pine Oil 22

Parameter Nilai

Berat molekul 154,0

Warna Tidak berwarna sampai kuning pucat

Sediaan Cairan

Gaya berat spesifik 0,952 pada suhu 20o

pH Tidak dapat larut dalam air

Stabilitas Penelitian menunjukkan bahwa penyimpanan yang

diperpanjang hingga 30 hari, substansinya tetap stabil Kelarutan dalam bahan

organik

Isopropil alkohol >90% Toluen >90%

Tekanan uap 0,2 mmHg pada suhu 20oC

Mikroorganisme target yang dapat dibunuh oleh pine oil diantaranya : Brevibacterium ammoniagenes, Enterobacteraerogenes, Candida albicans,

Escherichia coli, bakteri enterik Gram-negatif, kuman rumah tangga, kuman

rumah tangga Gram-negatif seperti yang dapat menyebabkan salmonellosis, Herpes simplex tipe 1 and 2, virus influenza tipe A2/Japan, virus influenza tipe

A/Brazil, bakteri pencernaan, klebsiella pneumoniae, bakteri penyebab bau, jamur, lumut, Pseudomonas aeruginosa, Trichophyton mentagrophytes, Salmonella choleraesuis, Salmonella typhi, Salmonella typhosa, Serratia

marcescens, Shigella sonnei, Streptococcus faecalis, Streptococcus pyogenes,

(31)

19

Penggunaan di rumah sakit dan bagian dalam rumah, cara penggunaanya bila dalam bentuk awal konsentrat, yaitu dengan cara menambahkan ¼ sampai 4 sendok makan pine oil kedalam satu galon air. Basahi permukaan selama 10 menit, kemudian bilas dengan air. Jika dalam bentuk siap pakai, aplikasikan langsung pine oil, biarkan selama 10 menit, kemudian bilas dengan air bersih.22

2.1.4 Pseudomonas aeruginosa

2.1.4.1Morfologi dan Klasifikasi

Bakteri Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri Gram negatif, motil, berbentuk batang tunggal, kadang berpasangan, atau kadang dalam bentuk rantai pendek, berukuran 0,5-1,0 x 3,0-4,0 µm, umumnya memiliki flagel polar, tetapi terkadang ada 2-3 flagel. Struktur dinding sel sama dengan famili Enterobacteriaceae. Terdapat lapisan lendir polisakarida ekstraseluler pada

bakteri yang tumbuh di perbenihan tanpa sukrosa. Strain yang yang diisolasi dari bahan klinik sering mempunyai pili yang berfungsi untuk perlekatan pada permukaan sel yang kemudian berperan penting dalam resistensi terhadap fagositosis.24,25,26,27

Gambar 2.2. Pewarnaan Gram Pseudomonas aeruginosa.24

(32)

Gambar 2.3. Klasifikasi beberapa pseudomonas yang penting dalam kedokteran.26

Klasifikasi taksonomi Pseudomonas aeruginosa :

Kingdom : Bakteria Phylum : Proteobakteria

Kelas : Gamma Proteobakteria Ordo : Pseudomonadales Famili : Pseudomonadadaceae Genus : Pseudomonas

Spesies : Pseudomonas aeruginosa.24

2.1.4.2Biakan dan Sifat Pertumbuhan

Pseudomonas aeruginosa merupakan organisme yang sangat mudah

beradaptasi, dapat tumbuh pada media kultur tanpa ada kandungan O2,

menggunakan amonia sebagai sumber nitrogen, asetat sebagai sumber karbon, dan menggunakan 80 gugus organik yang berbeda untuk pertumbuhannya. Pseudomonas aeruginosa juga dapat tumbuh pada perbenihan untuk isolasi

(33)

21

Bakteri ini dapat mentolerasi berbagai kondisi fisik termasuk suhu. Resisten terhadap konsentrasi garam yang tinggi, antiseptik lemah, dan antibiotik yang umum digunakan. Predileksinya di lingkungan yang lembab dan dapat tumbuh dengan baik pada suhu 37-42 ºC, namun pada literatur lain disebutkan bahwa suhu pertumbuhan optimumnya 35 ºC. Pada suhu pertumbuhan 42 °C dapat dibedakan spesies ini dari spesies pseudomonas yang lain dalam kelompok effloresensi. Bakteri ini bersifat oksidase-positif, dan tidak memfermentasi karbohidrat, tetapi banyak strain yang mengoksidasi glukosa. Identifikasi biasanya berdasarkan morfologi koloni, sifat oksidase-positif, adanya pigmen khas, dan pertumbuhan pada suhu 42 °C. 22,26

Biakan bakteri ini kadang menghasilkan bau manis atau seperti anggur atau seperti jagung. Hasil isolasi klinik sering menghasilkan beta hemolisis pada agar darah. Pseudomonas aeruginosa pada biakan dapat membentuk berbagai jenis koloni yang terkadang tidak jelas apakah suatu jenis koloni merupakan pseudomonas aeruginosa yang berbeda atau varian dari strain yang sama. Pseudomonas aeruginosa dari jenis koloni yang berbeda dapat mempunyai

aktivitas enzimatik dan biokimia yang berbeda dan menghasilkan pola kerentanan yang berbeda terhadap antimikroba.25

Pigmen khas yang dihasilkan oleh bakteri ini adalah :

1. Piosianin, yaitu pigmen hijau–kebiruan atau kebiru-biruan yang tidak berflouresensi, berdifusi kedalam agar, dan larut dalam kloroform. Sedangkan strain lainnya menghasilkan pigmen fenazin.

(34)

2. Flouresen, yaitu pigmen hijau-kekuningan yang larut dalam air. Pigmen pioverdin yang berflouresesi memberikan warna kehijauan pada agar. Sedangkan beberapa strain menghasilkan pigmen piomelanin yang berwarna hitam atau piorubin yang berwarna merah gelap.25,26,27

Gambar 2.5. Koloni Pseudomonas aeruginosa pada media agar.24

2.1.4.3Epidemiologi Infeksi Bakteri Pseudomonas aeruginosa

Pseudomonas aeruginosa merupakan jenis tersering penyebab infeksi di

rumah sakit/infeksi nosokomial. Berdasarkan data dari CDC (Center for Disease Control), rerata insidensi infeksi Pseudmonas aeruginosa di rumah sakit US

sekitar 0,4 % dan bakteri ini merupakan bakteri tersering ke-4 dari patogen nosokomial yang diisolasi sekitar 10,1 % dari semua infeksi yang didapat di rumah sakit. Sebesar 16 % bakteri ini menjadi patogen penyebab infeksi nosokomial melalui luka operasi, dan 4,9 % pada darah.24

Pseudomonas aeruginosa dapat berproliferasi dibawah kondisi yang

(35)

23

(36)

2.3Kerangka Konsep

Sampel X pembersih lantai dengan kandungan pine oil 2,5 %

Dilakukan uji koefisien fenol terhadap bakteri Pseudomonas

aeruginosa

Penghitungan nilai koefisien fenol dengan menggunakan rumus =

Pc = {(Cat : Cbt) + (Cat’ : Cbt’)} : 2

Efektif membunuh bakteri Pseudomonas

aeruginosa

Tidak efektif membunuh bakteri Pseudomonas

(37)
(38)

26 3.1Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode Uji Koefisien Fenol untuk mengetahui efektivitas desinfektan dibandingkan dengan fenol dalam membunuh bakteri Pseudomonas aeruginosa. Metode ini dilakukan dengan cara memasukkan 0,2 ml

bakteri Pseudomonas aeruginosa yang telah diencerkan setara Mc Farland III kedalam larutan fenol standar dan pine oil 2,5 % yang telah diecerkan kedalam enam pegenceran yaitu 1/40, 1/60, 1/80, 1/100, 1/120, dan 1/140. Kemudian setiap interval waktu 5 menit, satu ose dari tiap pengenceran diambil dan ditanam pada media perbenihan Nutrien Broth (NB) lalu diinkubasi selama 24 jam. Setelah diinkubasi dilakukan penilaian terhadap pertumbuhan bakteri dengan melihat kekeruhannya. Terakhir, dilakukan penghitungan nilai koefisien fenol dari hasil tersebut.

3.2Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei – Oktober 2015 di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

3.3Populasi dan Sampel Penelitian

Produk yang dipilih sebagai sampel adalah pembersih lantai dengan kandungan pine oil 2,5 % yang paling sering digunakan oleh masyarakat. Diperoleh pembersih lantai merk X.

3.4Identifikasi Variabel 3.4.1 Variabel bebas

(39)

27

3.4.2 Variabel Terikat

Pertumbuhan bakteri Pseudomonas aeruginosa.

3.5Alat dan Bahan Penelitian 3.5.1 Alat Penelitian

Tabung reaksi, rak tabung, ose, bunsen, cawan petri, mikro pipet 1000 µl, tip 100 µl, pipet tetes, vortex, spatula besi, timbangan digital, gelas beker 500 ml, gelas ukur 100 ml, gelas ukur 10 ml, tabung erlenmeyer, laminar air flow, stopwatch, hot plate, alumunium foil,

tissue, autoklaf, inkubator, oven, lemari es, alat tulis, label, baki, stir

magnetik, kertas putih, korek api, plastik tahan panas, karet gelang, kain lap, masker, sarung tangan, kamera.

3.5.2 Bahan Penelitian

Pembersih lantai X dengan kandungan pine oil 2,5 %, standar uji serbuk fenol, Nutrien Agar (NA), Nutrien Broth (NB), larutan pengencer NaCl steril, larutan standar 0,5 Mc Farland, biakan bakteri Pseudomonas aeuginosae ATCC (American Type Culture Coloni) 27853, aquades

steril, alkohol 70 %.

3.6Cara Kerja Penelitian 3.6.1 Tahapan Persiapan

3.6.1.1Sterilisasi Alat dan Bahan

Seluruh alat yang digunakan dicuci dengan air dan cairan pembersih lalu dikeringkan. Setelah dicuci, khusus cawan petri dibungkus dengan kertas putih lalu dimasukkan kedalam oven sampai suhu mencapai 150 °C, sedangkan untuk bahan dan alat lainnya disterilisasi dengan menggunakan autoklaf selama 1-2 jam yang diatur tekanannya sebesar 15 dyne/cm3 (1 atm) dan suhu sebesar 120 °C.

3.6.1.2Persiapan Media Perbenihan

(40)

masing-masing dengan volume 5ml. Kemudian dilakukan sterilisasi menggunakan autoklaf lalu diberi label masing-masing tabung dari a1, a2, a3, a4, a,5, a6, begitupula untuk tabung selanjutnya b, c, d, e, dan f.

Media Nutrien Agar yang telah dipanaskan disterilisasi kemudian dituang kedalam cawan petri masing-masing 20 ml.

3.6.1.3 Pembuatan Stok Bakteri

Pembuatan stok bakteri ini bertujuan untuk memperbanyak dan meremajakan bakteri uji, yaitu Pseudomonas aeruginosa. Caranya dengan mengambil 1 ose biakan murni bakteri Pseudomonas aeruginosa lalu ditanam pada media Nutrien Agar

(NA) kemudian diinkubasi pada suhu 37 °C selama 24 jam.

3.6.1.4 Persiapan Sampel dan Standar Uji

Larutan pembersih lantai X dengan kandungan pine oil 2,5 % dan standar uji serbuk fenol disimpan dalam suhu ruangan dan tetap ditutup rapat. Fenol serbuk dijaga agar terhindar dari paparan sinar matahari. Pengenceran larutan pembersih lantai X dengan

kandungan pine oil 2,5 % menggunakan NaCl 0,9% kedalam 6 konsentrasi yaitu 1/40, 1/60, 1/80, 1/100, 1/120, dan 1/140.14 Pembuatan larutan fenol dengan cara mencampurkan fenol serbuk 5 gram dengan aquadest sampai volume keduanya mencapai 100 ml kemudian dilakukan pengenceran kedalam enam konsentrasi seperti larutan desinfektan. Perbandingan volume antara aquadest dan bahan uji untuk pengenceran tertera pada lampiran 2. Kemudian memberi label pada masing-masing tabung reaksi A, B, C, D, E, dan F.

3.6.1.5 Persiapan Bakteri Uji

(41)

29

aeruginosa yang telah diremajakan satu hari sebelumnya kedalam

tabung tersebut. Setarakan kekeruhannya dengan larutan Mc. Farland III (109 kuman/ml) dengan menambahkan NaCl 0.9 % sesuai kebutuhan.

3.6.2 Tahap Pengujian

Percobaan dilakukan terhadap desinfektan dan fenol dengan menggunakan enam konsentrasi yang telah disiapkan sebelumnya. Suspensi bakteri Pseudomonas 109 kuman/ml yang telah disiapkan sebelumnya diambil sebanyak 0,2 ml dan dimasukkan ke tabung A. Setelah 30 detik kemudian dimasukkan pula 0,2 ml suspensi biakan ke tabung B, demikian seterusnya sampai tabung F. Pemindahan ini menggunakan mikropipet agar volume suspensi bakteri yang ditambahkan akurat dan dilakukan dalam keadaan aseptik untuk menghindari terjadinya kontaminasi.

Uji dilanjutkan dengan menambahkan masing-masing satu ose suspensi bakteri Pseudomonas aeruginosa kedalam 36 tabung berisi Nutrien Broth 5 ml yang telah disterilisasi dan diberi label a1, a2, a3, a4, a5, a6 sampai f6 dengan interval waktu 5 menit. Pada waktu memasukkan suspensi bakteri ke tabung F, maka secara bersamaan dilakukan pemindahan satu ose suspensi bakteri dari

tabung A ke tabung a1, lalu 30 detik kemudian diikuti dengan pemindahan satu ose suspensi bakteri dari tabung B ke b1, begitu seterusnya sampai pemindahan bakteri dari tabung F ke tabung f6. Pemindahan satu ose suspensi bakteri dilakukan dengan menggunakan ose yang telah difiksasi dan ditunggu beberapa saat sampai ose tidak terlalu panas agar bakteri yang dipindahkan tidak mati karena ose yang telalu panas. Kemudian, setiap selesai pemindahan bakteri dilakukan pencampuran dengan menggunakan vortex. Keterangan interval waktu pemindahan bakteri dapat dilihat pada bagan cara kerja uji koefisien fenol yang tertera pada bagan 3.1.

(42)

pseudomonas aeruginosa karena telah terbunuh oleh kandungan desinfektan

berupa pine oil 2,5 % pada pembersih lantai.

(43)

31

(44)

3.8Manajemen Data

Menyajikan tabel pembacaan hasil kekeruhan tabung uji :

Waktu kontak

Pengenceran (sampel/standar fenol)

1/40 1/60 1/80 1/100 1/120 1/140

5 menit - - - -

10 menit - - - -

15 menit - - - -

20 menit - - - -

25 menit - - - -

30 menit - - - -

Keterangan:

+ : keruh (ada pertumbuhan bakteri)

- : jernih (tidak ada pertumbuhan bakteri)

Setelah menuliskan hasil kekeruhan tabung ke dalam bentuk tabel, dilakukan penghitungan nilai koefisien fenol dengan rumus :

Pc = {(Cat : Cbt) + (Cat’ : Cbt’)} : 2

Keterangan :

Pc = Koefisien fenol

Cat = Pengenceran desinfektan uji dengan waktu tercepat membunuh

Cbt = Pengenceran fenol dengan waktu tercepat membunuh

Cat’ = Pengenceran desinfektan uji dengan waktu terlama membunuh Cbt’ = Pengenceran fenoldengan waktu terlama membunuh

Interpretasi nilai koefisien fenol :

a. Kurang atau sama dengan 1 yang berarti efektivitasnya sama dengan fenol atau lebih kecil dari fenol.

(45)

33 BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1Hasil Penelitian

Dilakukan uji kekeruhan terhadap pengenceran bertingkat sampel X yang mengandung pine oil 2,5 %. Hasilnya, daya bunuh tercepat sampel X terhadap Psedomonas aeruginosa yaitu pada menit ke-5 dengan pengenceran 1/100, sedangkan daya bunuh terlama pada menit ke-30 dengan pengenceran 1/140, tertera pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Waktu Bunuh Rata-rata Sampel X terhadap Pseudomonas aeruginosa

Waktu kontak

Pengenceran sampel X

1/40 1/60 1/80 1/100 1/120 1/140

5 menit - - - - + +

10 menit - - - +

15 menit - - - +

20 menit - - - -

25 menit - - - -

30 menit - - - -

Keterangan:

+ : keruh (ada pertumbuhan bakteri)

- : jernih (tidak ada pertumbuhan bakteri)

Uji kekeruhan juga dilakukan terhadap fenol sebagai standar. Hasil yang diperoleh menunjukkan daya bunuh tercepat fenol terhadap Pseudomonas aeruginosa yaitu pada menit ke-5 dengan pengenceran

(46)

Tabel 4.1 Waktu Bunuh Rata-rata Fenol terhadap Pseudomonas

+ : keruh (ada pertumbuhan bakteri)

- : jernih (tidak ada pertumbuhan bakteri)

Waktu bunuh rata-rata sampel X kemudian dibandingkan terhadap

fenol untuk mendapatkan nilai koefisien fenol.

Koefisien fenol sampel X = {(100 : 100) + (140 : 120)} : 2

= (1 + 1.16) : 2

= 1,08

Koefisien fenol sampel X terhadap Pseudomonas aeruginosa adalah 1,08.

4.2Pembahasan

(47)

35

menunjukkan bahwa pembersih lantai dengan kandungan pine oil 2,5 % masih masih efektif membunuh bakteri Pseudomonas aeruginosa.

Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lembah Sulistyaningsih dkk tahun 2012, bahwa pine oil 2,5 % yang terkandung dalam pembersih lantai tidak efektif dalam membunuh bakteri Pseudomonas aeruginosa. Pada penelitian Lembah dkk, didapatkan hasil

berupa tidak terbentuknya zona hambat pertumbuhan bakteri Pseudomonas aeruginosa disekitar sumur yang telah diberi larutan pine oil

2,5 % pada media Mueller Hinton Agar. Metode uji yang berbeda kemungkinan menjadi penyebab perbedaan hasil ini. Penelitian Lembah dkk menggunakan metode difusi agar modifikasi, sedangkan untuk pengujian desinfektan seharusnya menggunakan metode uji koefisien fenol yang merupakan uji baku efektivitas desinfektan, seperti yang dilakukan pada penelitian ini. Selain itu, Lembah dkk menyatakan bahwa ketidakefektifan pine oil yang telah diujikan juga dapat dipengaruhi oleh konsentrasi antimikroba yang tidak mencapai kadar Konsentrasi Hambat Minimal (KHM).12,15

Berdasarkan pembahasan penelitian Lembah Sulistyaningsih dkk tahun 2012, bahwa pine oil bukanlah antimikrobial yang memiliki

spektrum luas, namun efektif untuk membunuh bakteri Gram negatif dan akan menghasilkan efek sinergis dalam membunuh bakteri Gram negatif maupun positif ketika dikombinasikan dengan larutan asam organik.12 Hal tersebut sesuai dengan penelitian ini, dimana bakteri uji yang digunakan adalah Pseudomonas aeruginosa yang merupakan bakteri Gram negatif dan kandungan zat aktif sampel X yang digunakan adalah pine oil tanpa tambahan larutan asam organik.

(48)

povidon iodin dan klorosilenol didapatkan nilai koefisien fenol 1,06 dan 1,2 yang artinya kedua desinfektan masih memiliki kepekaan terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa karena memiliki nilai koefisien fenol lebih dari 1. Selain itu, pada Guideline Desinfeksi dan Sterilisasi pada Fasilitas Kesehatan oleh CDC (Center for Disease Control) tahun 2008, tercantum bahwa bakteri Pseudomonas aeruginosa pada lingkungan alami secara signifikan lebih resisten terhadap beberapa desinfektan dibandingkan dengan yang hidup pada media kultur laboratorium seperti yang dilakukan pada penelitian ini. Kondisi lingkungan bebas/alami yang memiliki banyak stressor yang dapat menimbulkan stress pada bakteri sehingga menyebabkan bakteri bermutasi dan melakukan adaptasi. Salah satu bentuk adaptasinya adalah membentuk self-encapsulate dengan bahan matriks, terutama yang tersusun atas polisakarida ekstraseluler yaitu alginate, Psl, dan Pel sehingga bakteri menjadi lebih resisten terhadap kondisi lingkungan yang dapat membunuhnya.4,18,19

Pada tabel 4.1 dan 4.2 tertera bahwa pine oil 2,5 % sudah mampu membunuh bakteri pada pengenceran yang lebih tinggi (konsentrasi lebih rendah) yaitu 1/140 dibanding fenol yaitu 1/120, dan memiliki waktu kontak yang lebih cepat dalam membunuh bakteri Pseudomonas aeruginosa yaitu pada menit ke-20, sedangkan fenol pada menit ke-30.

Hasil ini juga menunjukkan bahwa pine oil 2,5 % pada pembersih lantai bekerja lebih efektif dibanding fenol dalam membunuh bakteri. Hal ini menunjukkan efektivitas dari sampel X yang digunakan karena dengan konsentrasi yang lebih rendah dan waktu kontak yang relatif cepat (dibanding fenol) sudah dapat membunuh desinfektan.

(49)

37

(50)

38 5.1Kesimpulan

Berdasarkan analisis dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa: 1. Nilai koefisien fenol pembersih lantai yang mengandung pine oil 2,5 %

terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosae adalah 1,08. Nilai ini menunjukkan bahwa pine oil 2,5 % yang terkandung dalam pembersih lantai efektif membunuh bakteri Pseudomonas aeruginosa.

2. Pengenceran tertinggi pembersih lantai dengan kandungan pine oil 2,5 % yang dapat membunuh bakteri Pseudomonas aeruginosa adalah 1/140. 3. Waktu tercepat dengan pengenceran tertinggi pembersih lantai dengan

kandungan pine oil 2,5 % yang dapat membunuh bakteri Pseudomonas aeruginosa adalah pada menit ke-20.

4. Pengenceran pembersih lantai dengan kandungan pine oil 2,5 % yang paling efisien dalam membunuh bakteri Pseudomonas aeruginosa adalah 1/120, yang sudah mampu membunuh pada menit ke-5.

5.2Saran

Penulis menyarankan perlu dilakukan:

1. Penelitian lebih lanjut tentang koefisien fenol pembersih lantai yang mengandung pine oil 2,5 % terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa yang hidup pada lingkungan alami ataupun bakteri Psedomonas aeruginosa multiresisten.

2. Penelitian lebih lanjut tentang koefisien fenol pembersih lantai yang mengandung pine oil 2,5 % terhadap bakteri lain.

(51)

39

DAFTAR PUSTAKA

1. Pubchem Open Chemistry Database [Internet]. Bethesda (MD): U.S National Library of Medicine; c2015. National Center for Biotechnology Information; 2015 [cited 2015 Oct]; [about 1 screens]. Available from:

http://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/phenol#section=Top

2. Nora AN. Pabrik Fenol dati Tandan Kosong kelapa Sawit dengan Proses Prolisis [Internet]. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya; 2010 [cited 2015 Okt 10]. Available from: http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-7785-2306030071-bab1.pdf

3. Romauli ATM. Penentuan Koefisien Fenol Produk Desinfektan yang

Dipasarkan di Beberapa Supermarket Kota Medan [Internet]. Medan: Fakultas Farmasi Universitas Sumatera utara; 2014 [cited 2015 June 13]. Available

from: http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/41055

4. Sulistyaningsih. Uji Kepekaan beberapa Sediaan Antiseptik terhadap Bakteri Psudomonas aeruginosa dan Pseudomonas aeruginosa Multi Resisten

(PAMR) [Internet]. Bandung: Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran; 2010

[cited 2015 May 10]. Available from : http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/11/uji_kepekaan_beberapa_kesediaan_antiseptik_terhad ap_bakteri_multi_resisten.pdf

5. Darmadi. Infeksi Nosokomial: Problematika dan Pengendaliannya. Jakarta: Salemba Medika; 2008.

6. Aidilfiet C, Suharto. Sterilisasi dan Desinfeksi. In: Bakteriologi Dasar. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Edisi revisi. Tangerang: Bina Rupa Aksara; 2010. p. 55-69.

7. Chris J, James D, Paul G, Michelle C. Bathroom Bacteria. Miamy University [Internet]. 2012 Oct [cited 2015 April 20]. Available from:

(52)

8. Ajayi A, Ekozien MI. Sensitivity Profile of Bacterial Flora Isolated from Bathroom. Elite Journal of Biotechnology and Microbiology [Internet]. 2014 July [cited 2015 July 20]; 2(1): [about 1-3 pp.]. Available from :

www.eliteresearchjournals.org

9. Mustika O. Angka dan Pola Kuman pada Dinding, Lantai, dan Udara di Ruang ICU, RSUD dr. Mewardi Surakarta [Internet]. Surakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta; 2013 [cited 2015 May

10]. Available from :

http://eprints.ums.ac.id/23914/18/NASKAH_PUBLIKASI.pdf

10.Glenda D. Desinfection. The Center for Food Security and Public Health [Internet]. 2008 May [cited 2015 May 10]. Available from :

www.cfsph.iastate.edu

11.Hendro W. Peran Mikrobiologi Klinik pada Penanganan Penyakit Infeksi. Cetakan Pertama. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro; 2007.

12.Lembah S, Eko BK, Ramadhani. Benzalkonium Chloride and pine Oil – Containing Cleaning Fluid is not Effective Agains Pseudomonas aeruginosa. Folia Medica Indonesiana [Internet]. 2012 July [cited 2015 June 06] ; 48 (3): 121-125. Available from : http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-fmib9d9c8a85efull.pdf.html

13.Lay BW. Analisi Mikroba di Laboratorium. Jakarta: Grafindo; 1994.

14.Lindawaty VW. Koefisien Fenol Beberapa Pembersih Lantai terhadap

Staphylococcus aureus dan Escherichia coli [Internet]. Email to: Eka Rahma.

2015 Sept 16 [cited 2015 Sept 19].[ 2 chapter].

15.Lindawaty VW. Koefisien Fenol Beberapa Pembersih Lantai terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli [Internet]. Bandung: Universitas

Maranatha; m2013 [cited 2015 June 06]. Avialable from :

(53)

41

16.Ducel G, Fabry J, Nicolle L. Prevention of Nosocomial Infection. In: Prevention of Hospital-Acquired Infections [Internet]. 2nd ed. United States: World Health Organization; 2002. p. 30-34. [cited 2015 May 12]. Available

from :

www.who.int/csr/resources/publications/drugresist/en/whocdscsreph200212.p df

17.Albert TS. Antimicrobial Resistance: Antiseptic “Resistance”: Real or Perceiver Threat?. Infectoius Disease Society of America [Internet]. 2005

[cited 2015 Sept 12]. Available from:

http://cid.oxfordjournals.org/content/40/11/1650.full.pdf+html

18.William AR, David JW. Guideline for Disinfection and Sterilization in Healthcare Facilities. Center for Disease Control [Internet]. 2008 [cited 2015

Sept 12]. Available from:

http://www.cdc.gov/hicpac/pdf/guidelines/Disinfection_Nov_2008.pdf

19.Denyer SP, Stewart GSAB. Mechanism of Actions of Disinfectants. International Biodeteriation and Biodegradation. United Kingdom: Elsevier; 1998.

20.Tafti F, Jajari AA, Kamran. Comparison of Effectiveness of Sodium Hypochlorite and Dentamize Tablet for Denture Disinfection. World Jorunal of Medical Sciences [Internet]. 2012 [cited 2015 Sept 13]: 3 (1); 10-14. Available from: http://www.idosi.org/wjms/3(1)08/3.pdf

21.Sukma Yalina. Efektivitas Desinfektan Pine Oil 1,5% + Crealic Acid dan Pine Oil 2,5% terhadap Jumlah Angka Kuman pada Lantai ruang Rawat Inap

Rumah Sakit Umum Deli Medan [Internet]. Medan: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara; 2014 [Cited 2015 Sept 16]. Available from : http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/49778

(54)

23.Entjang I. Mikrobiologi dan Parasitologi untuk Akademi Keperawatan. Bandung : Citra Aditya Bakti; 2003.

24.Kenneth T. Todar’s Online Textbook of Bacteriology : Pseudomonas aeruginosa [Internet]. Wisconsin: University of Wisconsin; 2004 [cited 2015 May 10] Available from : http://textbookofbacteriology.net/pseudomonas.html

25.Karsinah, Lucky HM, Suharto, Mardiastuti HW. Batang Negatif Gram. In: Bacteriologi Medik. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Edisi revisi. Tangerang: Bina Rupa Aksara; 2010. p.185-225

26.Geo FB, Janet SB, Stephen AM. Alih Bahasa, Huriawati Hartanto [et al] ; editor bahasa Indonesia, Retna Neary Elferia [et al.]. Mikrobiologi Kedokteran Jawetz, Melnick, & Adelberg. Edisi 23. Cetakan 1.Jakarta: EGC; 2007.

27.Fritz H Keiser, Kurt A Bienz, Johannes Eckert, Rolf M Zinkernagel. Medical Microbiology. Thieme; 2007.

28.Michael JF, David EN, Joel TW, P Lynne H. Biosynthesis of Pseudomonas aeruginosa Extracellular Polysaccharides, alginate, Pel, and Psl. In: Fontiers

Reseach Topics: Pseudomonas aeruginosa, Biology, Genetics, and Host-Pathogen Interactions [Internet]. United States: Frontiers Media SA; 2012. p.49-60. [Cited Oct 2015, 15]. Available From:

(55)

43

Lampiran 1

Alat dan Bahan Penelitian

Sampel X dengan

kandungan pine oil 2,5%

Biakan bakteri uji

Pseudomonas aeruginosa

Aquades steril, Fenol 5 %, dan NaCl steril Larutan

Mc.Farland III

Sterilisasi tabung reaksi dan media

pertumbuhan bakteri

Sterilisasi cawan petri

(56)

Lampiran 1

Alat dan Bahan Penelitian

Inkubasi biakan bakteri uji Cawan petri steril

Kulkas tempat penyimpanan alat,

bahan dan media pertumbuhan Proses vortex bakteri

Pengenceran larutan standar fenol 5 % (1/40, 1/160, 1/80,

(57)

45

Lampiran 1

Alat dan Bahan Penelitian

Pengenceran larutan standar fenol 5 % (1/40, 1/160, 1/80,

1/100, 1/120, 1/140)

Penempatan sampel X, standar fenol, dan media pertumbuhan

Nutrien Broth di dalam laminar airflow selama uji koefisien fenol

Kontrol positif dan

(58)

Lampiran 3 Hasil Uji Koefisien Fenol Sampel X

Hasil uji koefisien fenol sampel X terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa dalam 6 pengenceran:

A. Pengenceran 1/140 B. Pengenceran 1:60

C. Pengenceran 1/80 D. Pengenceran 1/100

(59)

47

Lampiran 4

Hasil Uji Koefisien Fenol Standar Fenol

Hasil uji koefisien fenol standar fenol terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa dalam 6 pengenceran:

A. Pengenceran 1/140 B. Pengenceran 1:60

C. Pengenceran 1/80 D. Pengenceran 1/100

(60)

Lampiran 5

Riwayat Penulis

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Eka Rahma

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat, tanggal lahir : Pangkalan Balai, 12 Desember 1994

Agama : Islam

Alamat :Jl. Palembang-Jambi KM. 36 no.106 RT.03 RW.06 Desa Langkan Kecamatan Banyuasin III Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan

e-mail : ekarahma122@yahoo.com

Riwayat Pendidikan

 2000-2006 : SDN Pangkalan Panji-Langkan  2006-2009 : Mts. PP. Qodratullah

 2009-2012 : MA. PP. Qodratullah

 2012-sekarang : Program Studi Pendidikan Dokter, FKIK UIN

Gambar

Tabel 2.1  Identifikasi kimia pine oil................................................................
Gambar 2.1  Mekanisme dan sasaran kerja desinfektan.....................................
Gambar 2.1. Mekanisme dan sasaran kerja desinfektan.3
Tabel. 2.1. Identifikasi Kimia Pine Oil 22
+7

Referensi

Dokumen terkait