• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi terhadap sinetron religius bernuansa mistis dengan religiusitas wanita dewasa awal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi terhadap sinetron religius bernuansa mistis dengan religiusitas wanita dewasa awal"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PERSEPSI TERHADAP SINETRON RELIGIUS BERNUANSA

MISTIS DENGAN RELIGIUSITAS WANITA DEWASA AWAL

(Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat meraih gelar Sarjana Psikologi)

Oleh:

Nur Alfi Inayah

NIM: 101070023035

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)

MISTIS DENGAN RELIGIUSITAS WANITA DEWASA AWAL

(Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat meraih gelar Sarjana Psikologi)

Oleh:

Nur Alfi Inayah

NIM: 101070023035

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(3)

HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERSEPSI

TERHADAP SINETRON RELIGIUS BERNUANSA MISTIS

DENGAN RELIGIUSITAS WANITA DEWASA AWAL

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Syarat-syarat Memeroleh Gelar Sarjana Psikologi

Disusun oleh:

Nur Alfi Inayah

101070023035

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I, Pembimbing II,

Drs. Choliluddin AS, M.A. Gazi Saloom, M. Si NIP. 03 0308 3501 NIP. 19711214 200701 1 014

Fakultas Psikologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2010

(4)

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul Hubungan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi terhadap Sinetron Religius Bernuansa Mistis dengan Religiusitas Wanita

Dewasa Awal ini telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada: Selasa, 28 September 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi.

Jakarta, 28 September 2010 Sidang Munaqasyah

Dekan/

Ketua merangkap Anggota

Jahja Umar, Ph.D

NIP. 13 0885 522

Pembantu Dekan/ Sekretaris merangkap Anggota

Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si

NIP. 19561223 198303 2 001 Anggota :

Prof. Dr. Abdul Mudjib, M.Ag

NIP. 19680614 199704 1 001

Drs. Choliluddin A.S., M.A.

NIP. 03 0308 3501

Gazi Saloom, M.Si

NIP. 19711214 200701 1 014

(5)

ABSTRAK

(A)Fakultas Psikologi (B)Agustus 2010 (C)Nur Alfi Inayah

(D)Hubungan Persepsi terhadap Sinetron Religius Bernuansa Mistis dengan Religiusitas Wanita Dewasa Awal

(E)x + 71

(F)Penelitiaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi terhadap sinetron religius bernuansa mistis dengan religiusitas wanita dewasa awal. Populasi dalam penelitian adalah wanita dewasa awal berusia 25 – 39 tahun yang berdomisili di Kelurahan Pejuang Kecamatan Medan Satria Kotamadya Bekasi yang berjumlah 8574 orang. Sampel yang digunakan berjumlah 60 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive pengambilan data menggunakan skala faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dan skala religiusitas Glock & Stark.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif sedangkan metode yang digunakan adalah metode deskriptif korelasional.

Penghitungan statistik dilakukan menggunakan program SPSS versi 11.5 yang akan di interpretasikan dengan mengacu pada tabel korelasi Pearson’s product moment. Dihasilkan nilai rhitung sebesar 0.109.

Sementara nilai rtabel pada taraf signifikansi 5% dengan N = 60 adalah

sebesar 0.254. Karena nilai rhitung yang didapat < rtabel, maka hipotesis nihil

(H0) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara faktor-faktor

yang menentukan persepsi terhadap sinetron religius bernuansa mistis dengan religiusita wanita dewasa awal diterima. Hal ini berarti bahwa religiusitas seseorang tidak terpengaruh oleh persepsi mereka terhadap sinetron religius bernuansa mistis.

Saran teoritis yang peneliti ajukan adalah untuk menggali lebih jauh efek media televisi atau media lain terhadap sikap atau persepsi pemirsanya dengan menggunakan Teori Kultivasi-nya Gerbner, atau dengan menggunakan Teori Diffusion of Innovation-nya Roger atau Social Learning-nya Bandura. Selain itu, untuk meneliti suatu fenomena sebaiknya dilakukan anaqlisa dengan segera. Jika tidak ingin kesulitan melacak kembali sumber-sumber yang berhubungan dengan tema tersebut. (G)Daftar Pustaka: 26 (1980 – 2007)

(6)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah swt. yang telah memberikan petunjuk serta hidayahNya sehingga karya ini pada akhirnya dapat terselesaikan. Shalawat dan salam tetap tercurah kepada Rasulullah Muhammad saw., teladan bagi seluruh umatnya.

Peneliti menyadari bahwa banyak sekali pihak yang terlibat dan berjasa dalam penyusunan skripsi ini. Kepada mereka peneliti ingin menyampaikan penghormatan dan rasa terima kasih yang mendalam.

1. Bapak Jahja Umar, Ph.D, Dekan Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak dan Ibu Pembantu Dekan,serta seluruh Dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan pengajaran selama masa belajar peneliti.

2. Bapak Choliluddin AS, M.A. dan Bapak Gozi Saloom, M.Si., pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulisan skripsi ini.

3. Bapak Prof. Dr. Abdul Mudjib, M.Ag., penguji I pada munaqasyah-ku. 4. Keluarga besarku; Maaf, saya tau kalian mulai bosan menunggu.

5. Teman-temanku yang selalu setia mendukung dan memahamiku: Sri “Buci” Rahayu, Eer Arumi, Neneng Humairoh dan Dara Amalia.

6. Manusia-manusia deadline yang juga teman-teman seperjuanganku di F. Psi angkatan 2001: Nenden Wulansari, Iman Firmansyah, Nana, Ahmad Muzambiq, Abdul Kholiq dan ‘Gele. “Selalu ada hikmah di setiap kejadian, bukan?”

7. Para operator rental komputer yang dengan murah hati mau diganggu kapan pun dibutuhkan selama masa suram notebook peneliti: Mbah Orion, Mas Hamdan dan Mas Komar.

8. Manusia paling baik hati yang selalu dengan senang hati berbagi pemahamannya yang luas tentang segala hal: Agus Nurbani.

9. My sweetest Om, Ahmad Makki. Wish we’ll have a lot more to celebrate.

(7)

Pihak lain yang tidak dapat diucap satu per satu, semoga Allah membalas kebaikan kalian.

Jakarta, 28 September 2010

Peneliti

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul ………..

Lembar Persetujuan ………... Lembar Pengesahan ……….. Abstrak ………..

1.1. Latar Belakang Masalah ……….. 1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah ………...

1.2.1.Pembatasan Masalah … ……….. 1.2.2. Perumusan Masalah ……….. 1.3. Tujuan Penelitian ………... 1.4. Manfaat Penelitian ………..

1.4.1. Manfaat Praktis ……….. 1.4.2. Manfaat Teoritis ..……….. 1.5. Sistematika Penulisan ……….. Bab 2 Kajian Pustaka

2.1. Religiusitas ………..

2.1.1. Definisi Agama ……….. 2.1.2. Definisi Religiusitas ……….. 2.1.3. Faktor-faktor yang Dapat Menimbulkan

Religiusitas ………... 2.1.4. Dimensi-dimensi Religiusitas ……….. 2.1.5. Religiusitas Wanita Dewasa Awal ………….. 2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi ………….. 2.2.1. Definisi Persepsi ……….. 2.2.2. Peran Atensi pada Persepsi ... 2.2.3. Pengaruh Lingkungan terhadap Persepsi

Penglihatan ... 2.2.5. Faktor-faktor yang Menentukan Persepsi ….

2.7. Kerangka Berpikir ………...

2.8. Pengajuan Hipotesa ………..

2.8.1. Hipotesa Nol ……….. 2.8.2. Hipotesa Alternatif ……….. Bab 3 Metode Penelitian

3.1. Jenis Penelitian ……….. 3.1.1. Pendekatan dan Metode Penelitian ………….. 3.1.2. Variabel Penelitian ………..

(9)

3.2. Populasi dan Sampel ………... 3.2.1. Populasi ………... 3.2.2. Sampel ……….. 3.2.3. Teknik Pengambilan Sampel ……….. 3.3. Teknik Pengumpulan ……….. 3.3.1. Metode dan Instrumen Penelitian ………….. 3.3.2. Teknik Uji Instrumen Penelitian ………….. 3.4. Teknik Analisis Data ……….. 3.5. Prosedur Penelitian ……….. 3.5.1. Tahap Persiapan ……….. 3.5.2. Uji Coba Instrumen ……….. 3.5.3. Pelaksanaan Penelitian ……….. Bab 4 Hasil Penelitian

4.1. Gambaran Umum Subjek ……….. 4.1.1. Berdasarkan Usia ……….. 4.1.2. Berdasarkan Lama Menonton Televisi dalam

Sehari ……….. 4.1.3. Berdasarkan Frekuensi Menonton Sinetron

(10)

DAFTAR TABEL DAN SKEMA

Halaman

Tabel 3.1. Blue-print penyebaran item skala persepsi ... 33

Tabel 3.2. Blue-print penyebaran item skala religiusitas ... 33

Tabel 3.3. Nilai pilihan jawaban pada skala ………... 34

Tabel 3.4. Data item valid skala persepsi ... 35

Tabel 3.5. Data item valid skala religiusitas ... 36

Tabel 4.1 Gambaran umum subjek bedasarkan usia ………... 40

Tabel 4.2 Gambaran umum subjek bedasarkan lama menonton tv dalam sehari ………... 41

Tabel 4.3 Gambaran umum subjek bedasarkan frekuensi menonton SRBM dalam seminggu ………... 42

Tabel 4.4 Kategori skor skala persepsi terhadap SRBM ……... 43

Tabel 4.5. Uji hipotesis ………... 44

(11)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Skala persepsi terhadap sinetron religius bernuansa mistis …

Lampiran 2. Skala religiusitas ………. Lampiran 3. Uji validitas dan reliabilitas skala persepsi terhadap SRBM .. Lampiran 4. Uji validitas dan reliabilitas skala religiusitas ……… Lampiran 5. Analisis korelasi product moment Pearson ……… Lampiran 6. Tabel nilai kritis r-product moment ……… Lampiran 7. Data uji coba skala persepsi terhadap SRBM ……….. Lampiran 8. Data uji coba skala religiusitas ……….... Lampiran 9. Data skor penelitian ....………

(12)

Pada bab ini akan diuraikan tentang latar belakang permasalahan, masalah penelitian, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian.

1.1. Latar Belakang Masalah

Masa dewasa awal disebut sebagai masa bermasalah. Pada masa ini individu dihadapkan oleh berbagai tekanan dan permasalahan yang belum pernah dihadapi sebelumnya. Permasalahan yang muncul pada fase ini kerap disebabkan oleh perkembangan peran, dari remaja menjadi dewasa dan tuntutan-tuntutan lingkungan sebagai konsekuensi dari peran barunya itu. Karenanya perkembangan kepribadian yang terjadi pada masa ini adalah perkembangan yang menjembatani jarak antara tuntutan-tuntutan dalam masyarakat dan proses penyesuaian diri individu terhadap tuntutan-tuntutan tersebut (Hurlock, 1980).

Namun fase dewasa awal menjadi sangat penting dalam perjalanan hidup individu, karena pada masa ini sekali seseorang menemukan pola hidup yang diyakininya dapat memenuhi kebutuhannya, ia akan mengembangkan pola-pola perilaku, sikap dan nilai-nilai yang cenderung akan menjadi kekhasannya selama sisa hidupnya. Karenanya masa dewasa awal ini juga dikenal sebagai masa pengaturan atau settling down (Hurlock, 1980).

(13)

2

Untuk menemukan pola hidup yang sesuai dan memenuhi tuntutan masyarakat, individu dewasa awal harus melakukan pencarian jawaban atas segala permasalahan yang dihadapinya. Proses ini memungkinkan terjadinya perubahan nilai-nilai dalam dirinya. Jadi masa dewasa awal juga disebut sebagai masa perubahan nilai (Hurlock, 1980).

Salah satu hal yang paling mungkin mengalami perubahan nilai pada individu di fase dewasa awal ini adalah religiusitas atau keberagamaannya. Religiusitas adalah hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan keseharian kita sebagai manusia beragama. Idealnya terutama pada individu dewasa awal, karena tujuan dari agama adalah juga mengatur pengikutnya.

Mangunwijaya (Anggarasari, 1997) membuat perbedaan penting antara istilah religi atau agama dengan istilah religiusitas. Istilah agama atau religi merujuk pada aspek legal-formal yang terkait aturan-aturan dan kewajiban-kewajiban. Ini terkait dengan ritual-ritual yang diajarkan dalam tiap-tiap agama, terlepas dari soal penghayatan. Sementara istilah religiusitas merujuk pada aspek keagamaan yang dihayati oleh individu. Menurut Djamaluddin (1995), penghayatan ini ditandai oleh pengamalan nilai-nilai agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari dalam semua aspek kehidupan.

(14)

Menurut Hurlock (1980), pada fase dewasa awal inilah mulai dibangunnya pandangan pribadi yang relatif menetap tentang perilaku keberagamaan dalam diri seseorang. Ia menambahkan, pada usia ini seseorang akan mengatasi keragu-raguan terhadap kepercayaan keagamaan, sebagaimana dialami pada masa remaja.

Berdasar seks, Hurlock (1980) menerangkan bahwa wanita cenderung lebih berminat terhadap agama ketimbang pria. Hal ini mungkin terkait dengan kecenderungan wanita yang lebih mudah menerima dan mengaplikasikan ajaran agama yang diterimanya.

Dengan begitu dapat dikatakan bahwa wanita yang tengah berada di usia dewasa awal sebetulnya berada pada fase krusial. Jika pada fase remaja pandangan keberagamaan seseorang sekadar mengikuti perilaku keberagamaan orang-orang di sekitarnya, maka di masa dewasa awal ia mulai membangun pandangan pribadinya yang khas tentang religiusitas. Pandangan ini juga berhubungan dengan peran dan tuntutan sosial kepada dirinya, serta perkembangan psikologis, yang turut berubah sejalan dengan pertambahan usia. Jika ia telah menemukan prinsip-prinsip dasar yang memuaskan bagi dirinya, maka pandangan inilah yang akan diamalkannya dalam sisa hidupnya.

(15)

4

banyak sekali diterbitkan buku-buku tentang agama, diselenggarakan pengajian-pengajian, bahkan pihak rumah produksi pun tak mau ketinggalan membuat sinetron-sinetron agama.

Sinetron agama yang sempat menjadi fenomena adalah sinetron-sinetron religius bernuansa mistis. Sejak kemunculannya pertama kali di layar kaca TPI (saat ini MNC TV) pada medio 2005, Sinetron Rahasia Illahi menjadi primadona sebagian besar penonton Indonesia, termasuk penonton wanita berusia dewasa awal. Sinetron tersebut pun mampu mendongkrak posisi TPI di antara stasiun-stasiun televisi lainnya. Hal inilah yang mendorong stasiun-stasiun televisi lain menayangkan sinetron serupa. Menurut sebuah survey rating, sinetron-sinetron religius-mistis mampu mengalahkan tayangan-tayangan lain (Syaikhu, 2006).

(16)

Keberatan lain dikemukakan oleh Ghazali (2005) karena sinetron-sinetron itu telah berhasil menjadikan Islam sebagai agama yang penuh aura magis dan agama yang tidak rasional. Padahal, kanjeng Nabi Muhammad pernah bersabda bahwa al-dîn `aqlun lâ dîna liman la `aqla lah. Agama itu rasional; bukanlah orang beragama yang tidak bisa memungsikan akalnya secara optimal.

Tetapi protes-protes itu seakan hanya muncul dan menguap begitu saja, karena pada masanya masyarakat terus menggandrungi tayangan-tayangan tersebut. Pada akhirnya justru rasa jenuh masyarakatlah yang membuat tayangan-tayangan sinetron sejenis ini tak lagi mendapat sambutan ramai dari penonton.

Pertanyaannya, benarkah sinetron religius bernuansa mistis tersebut dipersepsikan oleh para wanita dewasa awal sebagai salah satu alternatif sumber informasi tentang religiusitas, dalam menemukan pola religiusitas yang sesuai dengan kebutuhannya?

(17)

6

Karena kesenjangan antara fakta-fakta di ataslah peneliti tergelitik untuk mengetahui jawabannya secara lebih jauh lagi, bagaimana hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi terhadap sinetron religius bernuansa mistis dengan religiusitas wanita dewasa awal.

1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1.2.1. Pembatasan Masalah

Mengingat kompleksnya permasalahan ini, perlu dilakukan pembatasan terhadap masalah yang akan diteliti. Pembatasan ini dilakukan agar penelitian berjalan di jalur yang sesuai dengan apa yang ingin diungkap oleh peneliti.

Persepsi terhadap sinetron religius bernuansa mistis dapat diartikan sebagai proses pengorganisasian serta pemberian makna terhadap pola stimulus yang diindera dari sinetron religius bernuansa mistis, sehingga pemirsa dapat memahami serta memberi arti terhadap sinetron tersebut.

(18)

Subyek yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah para wanita yang masuk dalam masa perkembangan dewasa awal yang berdomisili di Kelurahan Pejuang Kecamatan Medan Satria Kotamadya Bekasi. Alasan pemilihan wanita dewasa awal sebagai subyek penelitian, di antaranya; pertama, menurut Hurlock (1980), wanita cenderung lebih mudah menerima serta mengaplikasikan nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran agamanya. Ia juga menerangkan, bahwa, kedua, karena pelbagai tuntutan, wanita pada fase dewasa awal akan mengalami perubahan-perubahan sosial dan psikologis. Pada fase inilah mereka mulai mengembangkan pola-pola perilaku, sikap dan nilai-nilai yang cenderung akan menjadi kekhasannya selama sisa hidupnya. Hal ini juga berlaku pada aspek religiusitasnya.

Batasan usia dewasa awal yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah usia 25-39 tahun, disesuaikan dengan data sensus kecamatan yang menghitung jumlah populasi dengan mengelompokkannya per lima tahun. Dalam usia ini juga, sebagaimana diacu dari teori Levinson, dalam buku Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam berbagai Bagiannya yang ditulis oleh Siti Rahayu Haditono (1999), dinyatakan bahwa individu sudah melewati masa peralihan dari remaja menjadi dewasa.

1.2.2. Perumusan Masalah

(19)

8

Apakah ada hubungan antara faktor-faktor yang menentukan persepsi terhadap sinetron-sinetron religius bernuansa mistis yang ditayangkan oleh stasiun-stasiun televisi dengan religiusitas wanita dewasa awal?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan menguji hubungan antara faktor-faktor yang menentukan persepsi terhadap sinetron religius bernuansa mistis dengan religiusitas wanita dewasa awal.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada masyarakat secara umum mengenai gambaran bagaimana media elektronik, khususnya televisi, mempunyai pengaruh secara tidak langsung terhadap kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan beragama mereka.

1.4.2. Manfaat Teoritis

(20)

1.5. Sistematika Penulisan

Penulisan hasil penelitian ini mengacu pada pedoman penulisan skripsi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, dengan sistematika sebagai berikut:

Bab 1: Pendahuluan, menjelaskan latar belakang permasalahan, masalah penelitian, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian.

Bab 2: Landasan teori, mengemukakan kajian teori mengenai persepsi, sinetron religius bernuansa mistis, religiusitas, wanita dewasa awal, kerangka berpikir serta pengajuan hipotesa.

Bab 3: Metode penelitian, memberikan pendekatan dan metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, populasi dan subjek penelitian, teknik pengambilan sampel, teknik dan instrumen pengumpulan data, teknik analisis data, serta prosedur penelitian.

Bab 4: Analisis hasil penelitian, menjabarkan gambaran umum subjek penelitian, hasil analisis dan interpretasi data.

(21)

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

Dalam Bab 2 ini akan diterangkan beberapa landasan teori, di antaranya mengenai religiusitas, persepsi dan faktor- faktor yang mempengaruhinya, serta kerangka berpikir dan hipotesa yang akan dijadikan sebagai acuan penelitian ini.

2.1. Religiusitas

2.1.2. Definisi Religiusitas

Mangunwijaya (Anggarasari, 1997) membedakan antara istilah religi atau agama dengan istilah religiusitas. Agama atau religi menunjuk pada aspek formal yang berkaitan dengan aturan-aturan dan kewajiban-kewajiban, sedangkan religiusitas menunjuk pada aspek yang dihayati oleh individu.

Berkaitan dengan religiusitas, Shihab (1996) memberikan definisinya sebagai pengenalan dan pengalaman manusia untuk mengetahui siapa atau apa Yang Maha Suci, yang kemudian diaplikasikan dengan berhubungan dengan-Nya dan meneladani sifat-sifat-Nya atau dengan kata lain terpatrinya rasa kesucian dalam jiwa seseorang.

Adapun menurut Ancok (2001), religiusitas berarti pembicaraan mengenai pengalaman atau fenomena yang menyangkut hubungan antara agama dan

(22)

penganutnya, atau sesuatu keadaan yang ada dalam diri seorang penganut agama yang mendorongnya untuk bertingkah laku yang sesuai dengan agamanya.

Djamaluddin (1995) mendefinisikan religiusitas sebagai manifestasi seberapa jauh individu penganut agama meyakini, memahami, menghayati dan mengamalkan agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari dalam semua aspek kehidupan.

Dalam pandangan Maslow (dalam Ancok, 2001) tentang religiusitas, semua manusia memiliki perjuangan atau kecenderungan yang dibawa sejak lahir untuk mengaktualisasikan diri. Orang yang mengaktualisasikan diri didorong oleh metamotivasi.

(23)

12

Lebih lanjut Maslow (dalam Ancok, 2001) mengemukakan konsep metamotivasi di luar kelima hirarki kebutuhan. Pengalaman mistis atau pengalaman puncak (peak experience) adalah bagian dari metamotivasi yang menggambarkan pengalaman keagamaan yang sangat mendalam. Di mata Maslow, level ini adalah bagian dari kesempurnaan manusia”.

Berdasarkan beberapa definisi di atas, peneliti mengartikan religiusitas dalam penelitian ini sebagai keyakinan dan pemahaman yang dapat dihayati oleh individu untuk mengetahui siapa atau apa Yang Maha Suci sehingga mendorong individu untuk bertingkah laku sesuai dengan agamanya dalam semua aspek kehidupan.

2.1.3. Faktor-faktor yang Dapat Menimbulkan Religiusitas

(24)

keselamatan, (b). Kebutuhan akan cinta kasih, (c). Kebutuhan untuk memperoleh harga diri dan (d). Kebutuhan yang timbul karena adanya ancaman kematian. Keempat, faktor intelektual. Berkaitan dengan berbagai proses pemikiran verbal atau rasionalisasi.

2.1.4. Dimensi-dimensi Religiusitas

Menurut Glock dan Stark sebagaimana dikutip oleh Rakhmat (2003), dimensi religiusitas dibagi menjadi lima, yaitu:

2.1.4.1. Dimensi ideologis, bagian dari religiusitas yang berkaitan dengan apa yang harus dipercayai. Dimensi ini adalah dimensi yang paling dasar yang membedakan satu agama dengan agama lainnya. Rakhmat menyebutkan tiga kategori kepercayaan; pertama kepercayaan yang menjadi dasar esensial suatu agama (seperti kepercayaan kepada Nabi Muhammad), kedua kepercayaan yang berkaitan dengan tujuan Ilahi dalam penciptaan manusia (seperti kepercayaan orang Yahudi bahwa mereka adalah umat pilihan Tuhan yang mempunyai misi untuk menciptakan dunia yang lebih baik secara moral dan spiritual), ketiga kepercayaan yang berkaitan dengan cara terbaik untuk melaksanakan tujuan Ilahi yang di atas.

(25)

14

Dalam Ancok (2001), Praktek-praktek keagamaan ini terdiri dari dua garis besar, pertama ritual (berupa tindakan-tindakan keagamaan yang sifatnya formal dan suci), dan kedua ketaatan (berupa tindakan-tindakan persembahan dan kontemplasi personal yang relatif spontan dan pribadi).

2.1.4.3. Dimensi eksperensial (pengalaman), dimensi ini berkaitan dengan pengalaman keagamaan, perasaan, persepsi-persepsi, dan sensasi-sensasi yang dialami seseorang dan didefinisikan oleh suatu kelompok keagamaan yang melihat komunikasi –walaupun kecil– dalam suatu esensi ketuhanan, yaitu dengan Tuhan, kenyataan terakhir dengan otoritas transedental (Ancok, 2001).

Sebagaimana disebutkan dalam Alquran surat al Anam ayat 76 – 79 tentang pengalaman Nabi Ibrahim as. dalam mencari Tuhannya.

76. Ketika malam telah gelap, dia (Ibrahim) melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: "Inilah Tuhanku", tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: "Saya tidak suka kepada yang tenggelam."

77. Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: "Inilah Tuhanku". tetapi setelah bulan itu terbenam, dia berkata: "Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang yang sesat."

78. Kemudian tatkala ia melihat matahari terbit, dia berkata: "Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar". Maka tatkala matahari itu terbenam, dia berkata: "Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan.

(26)

2.1.4.4. Dimensi intelektual, disebutkan dalam Ancok (2001) dimensi ini mengacu pada harapan bahwa orang-orang yang beragama paling tidak memiliki sejumlah pengetahuan mengenai dasar-dasar keyakinan, ritus-ritus, kitab suci dan tradisi. Dimensi pengetahuan dan keyakinan jelas berkaitan satu sama lain, karena pengetahuan mengenai suatu keyakinan adalah syarat bagi penerimanya.

2.1.4.5. Dimensi konsekuensial, dimensi ini menunjukkan akibat ajaran agama dalam perilaku umum, yang tidak secara langsung dan secara khusus ditetapkan agama (seperti dalam dimensi ritualistik). Akibat ini boleh jadi positif atau negatif.

2.1.5. Religiusitas Wanita Dewasa Awal

Masa dewasa awal merupakan masa pengaturan (settle down). Pada masa ini Sekali seseorang menemukan pola hidup yang diyakininya dapat memenuhi kebutuhannya, ia akan mengembangkan pola-pola perilaku, sikap dan nilai-nilai yang cenderung akan menjadi kekhasannya selama sisa hidupnya.

(27)

16

dengan suami/isteri mulai membentuk keluarga, mengasuh anak, mengemudikan rumah tangga, menemukan kelompok sosial, mulai bekerja dan menerima tanggung jawab sebagai warga negara.

Menurut Hurlock (1980) selama masa dewasa awal yang panjang ini, perubahan-perubahan fisik dan psikologis terjadi pada waktu-waktu yang dapat diramalkan seperti masa kanak-kanak dan masa remaja, yang juga mencakup periode yang cukup lama.

M. Alisuf Sabri (2001) menambahkan bahwa masa dewasa awal ini merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Mereka diharapkan memainkan peranan baru, seperti peran suami/istri, orang tua dan pencari nafkah, dan mengembangkan sifat-sifat baru, keinginan-keinginan dan nilai-nilai baru sesuai dengan tugas-tugas baru ini. Permasalahan seringkali muncul, terutama dalam upaya menyesuaikan diri dengan peran barunya, baik dalam karier, rumah tangga maupun harapan-harapan yang timbul dalam masyarakat terhadapnya.

(28)

kewajiban yang tidak berguna, kini sadar akan nilai pendidikan sebagai batu loncatan untuk meraih keberhasilan sosial, karier dan kepuasan pribadi (Hurlock, 1980).

Perubahan-perubahan ini berpengaruh juga pada pola religiusitas wanita dewasa awal, terutama pada aspek psikologisnya. Menurut Hurlock (1980), jika pada remaja akhir aktivitas dan pandangan keberagamaannya sekadar mengikuti perilaku keberagamaan orang-orang di sekitarnya, maka pada fase dewasa awal perilaku ini diikuti oleh terbangunnya pandangan pribadi yang relatif menetap tentang perilaku keberagamaan.

Biasanya, sesudah orang menjadi dewasa ia telah dapat mengatasi keragu-raguan di bidang kepercayaan atau agamanya, yang mengganggunya pada waktu ia masih remaja. Setelah menjadi dewasa ia biasanya sudah mempunyai suatu pandangan hidup, yang didasarkan pada agama, yang memberi kepuasan baginya. Atau dapat terjadi bahwa orang meninggalkan agama yang dianut keluarga karena agama itu tidak memberi kepuasan baginya (Hurlock, 1980).

(29)

18

kelas sosial, golongan kelas menengah sebagai kelompok lebih tertarik agama dibandingkan dengan kelas yang lebih tinggi atau yang lebih rendah.

Faktor ketiga adalah lokasi tempat tinggal, orang-orang dewasa yang tinggal di pedesaan atau di pinggir kota menunjukkan minat yang lebih besar pada agama daripada orang yang tinggal di kota. Lalu yang keempat latar belakang keluarga, orang-orang dewasa yang dibesarkan dalam keluarga yang erat beragama cenderung lebih tertarik pada agama daripada orang-orang yang dibesarkan dalam keluarga yang kurang peduli pada agama.

Selanjutnya adalah minat religius teman-teman, orang-orang dewasa awal lebih memperhatikan hal-hal keagamaan jika tetangga-tetangga dan temannya aktif dalam organisasi-organisasi keagamaan daripada apabila teman-temannya yang kurang peduli. Kemudian pasangan dari iman yang berbeda, pasangan yang berbeda agama cenderung kurang aktif dalam urusan agama daripada suami-istri yang menganut agama yang sama.

(30)

seimbang lebih luwes terhadap agama-agama lain dan biasanya lebih aktif dalam kegiatan agamannya.

2. 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi

2.2.1. Definisi Persepsi

Persepsi merupakan salah satu fungsi psikis yang ada dalam setiap individu yang terbentuk karena adanya stimulus dari lingkungan. Persepsi bisa berbeda pada setiap individu, ini sebagai akibat dari berbedanya proses yang terjadi. Sarwono (2000) mendefinisikan persepsi sebagai kemampuan untuk mengorganisasikan pengamatan. Sedang Desideranto, dalam Rakhmat (2005), mendefinisikan persepsi sebagai pengalaman tentang obyek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.

(31)

20

Dari beberapa definisi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa persepsi bukanlah cermin realitas, tetapi adalah proses pengorganisasian serta pemberian makna terhadap pola stimulus yang diindera oleh individu dari lingkungan, sehingga individu dapat memahami serta memberi arti terhadap apa yang diinderanya itu.

Proses persepsi ini dapat dipahami melalui teori kultivasi yang disampaikan oleh Gerbner (McDonnel, 2006) bahwa Television makes specifik and measurable contributions to viewer’s conception of reality. Dalam penjelasan lanjutannya Gerbner (McDonnel, 2006) mengatakan What people view on tv has a small but considerable impact on their attitudes, perceptions and behaviors.

Menurut Gerbner (dalam Astuti, 2004) orang yang menonton televisi minimal empat jam dalam sehari tergolong heavy viewers atau pecandu berat televisi. Dengan demikian, kecenderungan untuk belajar dari televisi semakin besar.

2.2.2. Peran Atensi pada Persepsi

(32)

Davidoff (1981) lalu menjelaskan, selama manusia tidak dalam keadaan tidur, maka sejumlah rangsang yang besar sekali saling berlomba menuntut perhatiannya. Biasanya manusia dan hewan hanya akan memilih mana dari rangsang tersebut yang paling mengesankan. Rangsang yang ada di luar perhatian, akan menjadi semacam latar belakangnya. Keterbukaan untuk memilih inilah yang disebut sebagai atensi.

2.2.3. Pengaruh Lingkungan terhadap Persepsi Penglihatan

Davidoff (1981) menyebutkan ada empat faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap persepsi penglihatan seseorang:

2.2.3.1. Pengalaman sensomotorik biasa dan tak dapat dihindarkan selama

masa bayi

Selama masa bayi, tidak bisa dihindari, manusia akan mengamati pengaruh cahaya, pengalaman penglihatan berdasarkan pola dan gerakan yang aktif.

2.2.3.2. Faktor deprivasi sensorik setelah bayi

Lingkungan indera yang terlalu monoton dapat mengubah dan memengaruhi perilaku, jasmani dan persepsi. Bahkan, di bawah kondisi monoton tanpa perangsangan indera, maka tidak hanya penglihatan yang terganggu, tetapi juga pendengaran dan perabaan.

2.2.3.3. Keadaan mental

(33)

22

Individu akan segera tertarik bila hal tersebut menarik minatnya. Bahkan seringkali apa yang terlihat sesuai dengan apa yang sebenarnya ingin dilihat.

2.2.3.4. Lingkungan budaya

Pengalaman-pengalaman pada berbagai kebudayaan yang berbeda dapat memengaruhi bagaimana informasi penglihatan itu diproses.

2.2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi

2.2.4.1. Faktor-faktor fungsional

Rakhmat (2005) menjelaskan bahwa faktor-faktor fungsional (atau yang lazim disebut frame of reference/kerangka rujukan) ini berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lain yang termasuk apa yang disebut sebagai faktor-faktor personal. Jadi yang menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimuli, tetapi karakteristik orang yang memberikan respon pada stimuli itu. Faktor-faktor personal yang menentukan persepsi antara lain; Perhatian, set (harapan seseorang akan rangsang yang akan timbul), kebutuhan, sistem nilai, ciri kepribadian, dan gangguan kejiwaan (Sarwono, 2000).

(34)

akan mempersepsikan pusat perbelanjaan tersebut penuh dengan restoran atau kios-kios makanan.

2.2.4.2. Faktor-faktor struktural

Rakhmat (2005) menjelaskan, bahwa faktor-faktor struktural ini berasal semata-mata dari sifat stimuli fisik dan efek-efek saraf yang ditimbulkannya pada sistem saraf individu. Faktor-faktor ini bergerak menggunakan prinsip Gestalt, bila mempersepsikan sesuatu, individu memersepsikannya sebagai suatu keseluruhan. Mereka tidak melihat bagian-bagiannya, lalu menghimpunnya.

Lebih lanjut dalam penjelasannya, Rakhmat (2005) menyebutkan tiga dalil Krech dan Crutchfield yang terakhir: Kedua, medan perseptual dan kognitif selalu diorganisasikan dan diberi arti, maksudnya individu mengorganisasikan stimuli dengan melihat konteksnya. Ketiga, sifat-sifat perseptual dan kognitif dari substruktur ditentukan pada umumnya oleh sifat-sifat struktur secara keseluruhan. Menurut dalil ini, jika individu dianggap sebagai anggota kelompok, semua sifat individu yang berkaitan dengan sifat kelompok akan dipengaruhi oleh keanggotaan kelompoknya. Keempat, obyek atau peristiwa yang berdekatan dalam ruang dan waktu atau menyerupai satu sama lain, cenderung ditanggapi sebagai bagian dari struktur yang sama.

(35)

24

diartikan sebagai faktor-faktor yang menentukan proses pengorganisasian serta pemberian makna terhadap pola stimulus yang diindera dari sinetron religius bernuansa mistis, sehingga pemirsa dapat memahami serta memberi arti terhadap sinetron tersebut.

2.3. Kerangka Berpikir

Religiusitas adalah hal substansial yang relevan diperbincangkan di sepanjang rentang kehidupan manusia, terutama dalam praktik menjadi Warga Negara Indonesia, yang merupakan negara berketuhanan ini.

Thouless (1955) mengemukakan bahwa ada empat faktor yang memicu religiusitas dalam diri manusia, yaitu pengaruh pendidikan dan berbagai tekanan sosial, faktor pengalamaan, faktor kebutuhaan serta faktor intelektual.

Menurut Hurlock (1980), dalam diri wanita dewasa awal akan terjadi perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang disebabkan oleh tuntutan sosial dan psikologis. Pada fase inilah mereka mulai mengembangkan pola-pola perilaku, sikap dan nilai-nilai yang cenderung akan menjadi kekhasannya selama sisa hidupnya.

(36)

bidang kepercayaan atau agamanya yang mengganggunya pada waktu ia masih remaja (Hurlock 1980). Jika pada remaja akhir aktivitas dan pandangan keberagamaannya sekadar mengikuti perilaku keberagamaan orang-orang di sekitarnya, maka pada fase dewasa awal perilaku ini diikuti oleh terbangunnya pandangan pribadi yang relatif menetap tentang perilaku keberagamaan.

Publikasi cerita-cerita bernuansa religius-mistik secara berkala dimulai oleh Majalah Hidayah yang mendapat sambutan hangat dari masyarakat. Melihat peluang ini, stasiun-stasiun televisi kemudian berlomba untuk mengangkat kisah-kisah religius-mistik ke televisi. Medio 2005-2007 sinetron semacam ini menjadi tontonan yang sangat digemari oleh masyarakat. Indikasi hal ini dapat dilihat dari kebijakan hampir semua stasiun televisi yang memilih untuk menayangkan sinetron bertema religius-mistik.

Berdasar Hurlock (1980), wanita cenderung lebih mudah menerima serta mengaplikasikan nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran agamanya. Dikaitkan dengan dinamika kepribadian wanita dewasa awal yang mulai mengembangkan pola-pola perilaku, sikap dan nilai-nilai yang cenderung akan menjadi kekhasannya selama sisa hidupnya, maka fase ini bisa dianggap periode krusial dalam menentukan pola religiusitasnya.

(37)

26

menemukan referensi tentang kebutuhan religiusitasnya. Jargon dan simbol-simbol Islam yang ada dalam sinetron-sinetron religius bernuansa mistis memungkinkan wanita dewasa awal untuk mempersepsikan sinetron tersebut mewakili Islam secara keseluruhan.

Asumsinya, wanita dewasa awal yang mempersepsikan sinetron-sinetron tersebut sesuai dengan dirinya, bahwa mereka menemukan apa yang mereka butuhkan dalam sinetron tersebut dan benar mereka menganggap sinetron tersebut mewakili Islam secara utuh, maka akan berpengaruh terhadap religiusitasnya.

Jika demikian, dikaitkan dengan pendapat Thouless (1995) tentang faktor-faktor yang dapat memicu religiusitas, maka dapat dikatakan bahwa persepsi wanita dewasa awal terhadap sinetron-sinetron religius bernuansa mistis merupakan faktor intelektual yang ikut memicu munculnya religiusitas pada diri mereka.

2.4. Pengajuan Hipotesis

(38)
(39)

BAB 3

METODE PENELITIAN

Pada bab ini penulis akan mengemukakan metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini. Bab ini juga akan menguraikan cara pengambilan populasi dan sampel penelitian dan teknik yang digunakan dalam menganalisa data yang diperoleh.

3.1. Jenis Penelitian

3.1.1. Pendekatan dan Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang datanya dikumpulkan dan disajikan dalam bentuk angka-angka.

Sedangkan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Penelitian deskriptif secara sederhana berarti penelitian yang berusaha memaparkan suatu fenomena berdasarkan data-data yang terkumpul dari penelitian yang dilakukan. Suryabrata (1998) menyatakan bahwa penelitian deskriptif adalah penelitian yang bermaksud untuk membuat pencandraan mengenai situasi-situasi atau kejadian-kejadian tertentu.

(40)

Sevilla et al. (1993), menyatakan bahwa penelitian deskriptif bertujuan menggambarkan sifat suatu keadaan yang ditemukan pada saat penelitian dilaksanakan, dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu. Hanya saja penelitian deskriptif ini tidak memiliki kekuatan kontrol terhadap hal-hal yang terjadi tersebut, dan hanya dapat mengukur apa yang ada.

Jenis penelitian deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian korelasi. Fox dalam Sevilla et.al (1993) mengartikannya sebagai penelitian yang dirancang untuk menentukan tingkat hubungan variabel-variabel yang berbeda dalam suatu populasi.

3.1.2. Variabel Penelitian

3.1.2.1. Variabel Pertama (V1)

Variabel pertama dalam penelitian ini adalah faktor-faktor yang menentukan persepsi terhadap sinetron religius bernuansa mistis.

3.1.2.1.1. Batasan konseptual: faktor-faktor yang menentukan proses

(41)

29

3.1.2.1.2. Batasan operasional: adalah skor yang didapat sebagai respon dari skala tentang persepsi terhadap sinetron religius bernuansa mistis yang meliputi faktor fungsional dan struktural.

3.1.2.2.Variabel Kedua (V2)

Variabel kedua dalam penelitian ini adalah religiusitas.

3.1.2.2.1. Batasan konseptual: keyakinan dan pemahaman yang dapat

dihayati oleh individu untuk mengetahui siapa atau apa YMS sehingga mendorong individu untuk bertingkah laku sesuai dengan agamanya dalam semua aspek kehidupan.

3.1.2.2.2. Batasan operasional: skor yang didapat sebagai respon dari skala religiusitas yang yang meliputi lima aspek dari Glock & Stark, yaitu dimensi ideologis, ritualistik, intelektual, eksperiensial dan konsekuensial.

3.2. Populasi dan Sampel

3.2.1. Populasi

(42)

3.2.1. Sampel

Sampel yang dipakai dalam penelitian ini adalah sebanyak 60 wanita dewasa awal berusia 25-39 tahun yang tinggal di Kelurahan Pejuang Kecamatan Medan Satria Kotamadya Bekasi. Jumlah subyek tersebut melebihi ukuran minimum yang diberikan oleh Gay dalam Sevilla et.al. (1993) untuk penelitian korelasi, yaitu sebanyak 30 subyek.

Pemilihan wanita di daerah ini dengan pertimbangan bahwa mereka termasuk kategori wanita yang kerap menonton sinetron religius bernuansa mistis.

3.2.2. Teknik Pengambilan Sampel

Sampel, menurut Sevilla et.al (1993), adalah kelompok kecil yang diamati dan populasi adalah kelompok besar yang merupakan sasaran generalisasi. Sedangkan sampling atau pengambilan sampel merupakan proses yang meliputi pengambilan sebagian dari populasi, melakukan pengamatan pada populasi secara keseluruhan.

Dalam penelitian ini, jenis pengambilan sampel yang digunakan oleh peneliti adalah metode nonprobability sampling, dengan teknik pengambilan sampel secara purposive (bertujuan).

(43)

31

purposif disebut Kerlinger (2004) memiliki ciri penilaian dan upaya cermat untuk memperoleh sampel representatif dengan cara meliputi wilayah-wilayah atau kelompok-kelompok yang diduga sebagai anggota sampelnya.

Subyek yang valid sebagai responden adalah yang memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut:

1. Wanita.

Wanita cenderung lebih berminat pada agama daripada pria (Hurlock, 1980).

2. Usia berkisar 25-39 tahun (dewasa awal).

Pada kisaran usia ini diharapkan mereka sudah bisa beradaptasi dengan harapan-harapan dan juga tugas-tugas yang diembannya, dan yang terpenting mereka telah melewati masa peralihan dari remaja menjadi dewasa (Levinson dalam Haditono, 1999).

3. Beragama Islam.

Hal ini dikarenakan nilai-nilai yang terkandung dalam sinetron-sinetron religi bernuana mistis adalah nilai-nilai yang ada dalam agama Islam (www.nupakistan.or.id, 2005).

4. Menonton televisi minimal 4 jam dalam sehari.

(44)

berat televisi. Dengan demikian, kecenderungan untuk belajar dari televisi semakin besar.

5. Menonton Sinetron Religi bernuana mistis minimal tiga kali dalam seminggu.

Diharapkan frekuensi tiga kali dalam seminggu ini cukup bagi sampel untuk menyerap informasi dan membentuk persepsi tentang sinetron religi bernuansa mistis.

3.3. Teknik Pengumpulan Data

3.3.1. Metode dan Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah skala yang memuat sejumlah pernyataan yang harus dijawab oleh responden. Menurut Azwar (1999) skala adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur aspek atau atribut afektif. Sementara menurut Kerlinger (2004), skala; digunakan untuk mengacu pada dua hal: instrumen pengukuran dan angka-angka sistematis pada instrumen pengukuran itu.

(45)

33

Tabel 3.1.

Blue-Print Penyebaran Aitem Skala Faktor-faktor yang Menentukan Persepsi terhadap SRBM

Aitem

Faktor Aspek

F U F %

a. Kebutuhan 1, 32*,25*,59* 9*, 41*,16, 57* 8 12,7

b. Kondisi Mental 15*, 34*,10,38,62* 2, 48,61*,22,60,63* 11 17,46

c. Suasana Emosional 17*, 45*,3,51* 24*, 30,11, 42* 8 12,7

1. Fungsional

d. Latar Belakang Budaya 18*, 56*,12*,36* 26,44*,4,50* 8 12,7

a. Konteks 23, 49*,13,52* 19*, 35,5, 39* 8 12,7

b. Asimilasi & Kontras 27,40,58*,6,29,43* 14*,31*,53*,20,46*,55 12 19,04 2. Struktural

c. Kedekatan 8*, 54*, 21*,47* 7*, 37*, 28*,33* 8 12,7

Total Jumlah 31 32 63 100

Keterangan: * Aitem valid

Selain itu, berdasarkan dimensi-dimensi religiusitas yang dikemukakan oleh Glock & Stark, dibuat pula skala religiusitas.

Tabel 3.2.

Blue-Print Penyebaran Aitem Skala Religiusitas

Aitem

Indikator Aspek

F UF ∑ %

a. Kepercayaan dasar 1, 2, 65* 7*, 8 5 6,94

b. Kepercayaan berkaitan dengan tujuan

penciptaan manusia 3, 4* 9, 10, 66* 5 6,94

1. Ideologis

c. Kepercayaan berkaitan dengan cara

(46)

a. Pengetahuan akan dasar-dasar

a. Hubungan manusia dengan manusia

lain 53*, 54* 59*, 60* 4 5,56

b. Hubungan manusia dengan

lingkungannya 55, 56* 61*, 62* 4 5,56

5.Konsekuen-sial

c. Hubungan manusia dengan Tuhannya 57*, 58 63*, 64* 4 5,56

Total Jumlah 37 35 72 100

Keterangan: * Aitem valid

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah skala model Likert. Pada masing-masing skala tersebut ada pernyataan yang mendukung (favourable) dan pernyataan yang tidak mendukung (unfavourable) dengan empat alternatif jawaban, yaitu sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS) dan sangat tidak sesuai (STS). Penghitungan skor dari tiap-tiap alternatif jawaban dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.3.

Nilai pilihan jawaban pada skala Pernyataan SS S TS STS

(47)

35

3.3.2. Teknik Uji Instrumen Penelitian

Skala faktor-faktor yang menentukan persepsi terhadap penayangan sinetron religius bernuasa mistis dan skala religiusitas telah disusun terlebih dahulu lalu diujicobakan guna mengetahui validitas dan reliabilitasnya. Validitas diperlukan untuk mengetahui butir-butir pernyataan yang mampu mengukur objek yang sama dengan apa yang diukur oleh skala secara keseluruhan.

Penghitungan uji validitas item dilakukan dengan menggunakan formula Pearson’s product moment, sedang uji reliabilitas instrumen diperggunakan formula alpha Cronbach. Kedua pengujian instrumen di atas dalam penghitungannya dibantu dengan menggunakan SPSS 11.5.

Setelah diuji validitas, 40 aitem dari skala faktor-faktor yang menentukan persepsi dan 38 aitem dari skala religiusitas dinyatakan valid.

Tabel 3.4.

(48)

Total Jumlah 21 19 40

Nilai reliabilitas instrumen skala faktor-faktor yang menentukan persepsi terhadap SRBM yang didapat adalah sebesar 0.9251.

Tabel 3.5.

Data Aitem Valid Skala Religiusitas

Aitem Dimensi Indikator

F UF

a. Kepercayaan dasar 65 7 2

b. Kepercayaan berkaitan dengan tujuan

penciptaan manusia 4 66 2

1. Ideologis

c. Kepercayaan berkaitan dengan cara terbaik

melakukan tujuan Ilahi 5, 6 11,12 4

a. Pengetahuan akan dasar-dasar keyakinan 38 45,46 3

b. Pengetahuan akan ritus-ritus 70 47 2

c. Pengetahuan akan kitab suci 41,42 49 3

4. Intelektual

d. Pengetahuan akan tradisi 71 68 2

a. Hubungan manusia dengan manusia lain 53,54 59,60 4

b. Hubungan manusia dengan lingkungannya 56 61,62 3

5. Konsekuensial

c. Hubungan manusia dengan Tuhannya 57 63,64 3

Total Jumlah 18 20 38

(49)

37

Nilai reliabilitas yang didapat oleh kedua instrumen di atas bermakna bahwa instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini memiliki tingkat keajegan yang sangat tinggi.

3.4. Teknik Analisis Data

Setelah data dalam penelitian ini terkumpul, maka dilakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan formula product-moment Pearson.

(50)

3.5. Prosedur Penelitian

3.5.1. Tahap Persiapan

Pada tahap persiapan ini peneliti melakukan penelusuran kepustakaan untuk menemukan berbagai konsep dan teori ilmiah yang berkenaan dengan masalah yang diteliti untuk membuat instrumen penelitian. Penelusuran ini dilakukan melalui buku-buku serta artikel-artikel yang terdapat di situs-situs internet yang menyajikan bahasan-bahasan yang sesuai dengan masalah ini. Hal ini dilakukan untuk menemukan teori dan kelengkapan aspek yang akan diukur dalam penelitian ini.

Selanjutnya peneliti membuat instrumen penelitian berdasarkan teori-teori yang terkumpul. Setelah instrumen penelitian ini selesai, dilakukan observasi lapangan guna mengumpulkan data subjek penelitian, serta meminta izin untuk melaksanakan penelitian kepada pihak-pihak yang terkait.

3.5.2. Uji Coba Instrumen Penelitian

(51)

39

3.5.3. Pelaksanaan Penelitian

(52)

Dalam bab ini akan dibahas hasil dari penelitian yang telah dilakukan. Hasil penelitian ini mencakup pengujian hipotesis.

4.1. Gambaran Umum Subyek

Subyek kelompok sampel ini adalah para wanita yang beragama Islam dengan kisaran usia antara 25-39 tahun dan bertempat tinggal dalam Kelurahan Pejuang Kecamatan Medan Satria Kotamadya Bekasi. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 60 orang dari total populasi 8574 orang.

4.1.1. Berdasarkan Usia

Tabel 4.1.

Penyebaran Responden berdasarkan Usia

Nomor Usia (tahun) Jumlah

1. 2. 3.

25 – 29 30 – 34 35 – 39

8 15 37

Total Jumlah 60

Sebagaimana terlihat pada tabel di atas, yang mendominasi penelitian ini adalah responden dengan kisaran usia 35-39 tahun. Menurut Levinson (dalam Haditono, 1999), kisaran usia ini disebut dengan fase kemantapan, di mana orang

(53)

41

dengan keyakinan yang mantap menemukan tempatnya dalam masyarakat dan berusaha untuk memajukan karir sebaik-baiknya. Berada di peringkat kedua yaitu responden dengan kisaran usia 30-34 tahun. Pada usia tersebut (Levinson dalam Haditono, 1999) pilihan struktur kehidupan seseorang menjadi lebih tetap dan stabil.

Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa hampir 90% responden dalam penelitian ini adalah wanita yang telah menemukan struktur kehidupan yang mantap, bahkan cenderung telah menemukan posisinya dalam masyarakat.

4.1.2. Berdasarkan Lama Menonton Televisi dalam Sehari

Tabel 4.2.

Penyebaran Responden Berdasarkan Lamanya Menonton Televisi

Nomor Lama Menonton Jumlah

1.

(54)

4.1.3. Berdasarkan Frekuensi Menonton Sinetron Religi bernuansa Mistis

dalam Seminggu

Tabel 4.3.

Penyebaran Responden berdasarkan Frekuensi Menonton Sinetron Religi Bernuansa

Mistis (SRBM)

Nomor Frekuensi Menonton SRBM Jumlah

1. 2. 3.

3 kali seminggu 4 kali seminggu > 4 kali seminggu

45 11 4

Total Jumlah 60

Data di atas menunjukkan bahwa responden yang setiap harinya menonton televisi minimal selama 4 jam, menyempatkan untuk menonton sinetron religius bernuansa mistis kesayangannya setidaknya tiga kali dalam seminggu. Frekuensi ini diharapkan cukup bagi responden untuk mempersepsikan baik/buruknya sinetron tersebut.

4.2. Hasil Penelitian

(55)

43

Berikut adalah data yang diperoleh dari skala faktor-faktor yang menentukan persepsi terhadap sinetron religius bernuansa mistis:

Nilai terendah : 73

Skor yang didapat dari masing-masing skala dikategorikan menjadi: Tabel 4.4.

Kategori Skor Skala Faktor-faktor yang menentukan Persepsi terhadap Sinetron Religi bernuansa Mistis

Nomor Skor Kategori ∑ Subyek Persentase

1. 73 – 106 Rendah 27 45

2. 107 – 113 Tidak terkategori 12 20

3. 114 – 134 Tinggi 21 35

∑ 60 100

(56)

4.3. Uji Hipotesis

Hasil penghitungan uji korelasi dengan menggunakan teknik Pearson’s product moment, dihasilkan nilai r hitung sebesar 0.109. Sementara nilai r tabel pada taraf signifikansi 5% dengan N 60 adalah sebesar 0.254. Keputusan: H0

diterima jika r hitung < r tabel.

Tabel 4.5. Descriptive Statistics

Mean Std. Deviation N

Persepsi 109.7167 14.35517 60

Religiusitas 124.5667 14.48596 60

Correlations

Persepsi Religiusitas Pearson Correlation 1 .109

Sig. (2-tailed) . .409

Persepsi

N 60 60

Pearson Correlation .109 1 Sig. (2-tailed) .409 . Religiusitas

N 60 60

Karena nilai r hitung yang didapat (0.109) < r tabel (sig. 5% ; N 60 = 0.364) maka hipotesis nihil (H0) yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan

(57)

45

4.4. Pembahasan Hasil Penelitian

Untuk mengetahui adanya hubungan antara persepsi terhadap sinetron religius bernuansa mistis dengan religiusitas pada wanita dewasa awal, peneliti membandingkan angka besaran r-hitung dengan r-tabel.

(58)

Pada bab ini akan diuraikan kesimpulan penelitian mengenai hubungan antara faktor-faktor yang menentukan persepsi terhadap sinetron religius bernuansa mistis dengan religiusitas wanita dewasa awal. Selanjutnya akan disambung dengan diskusi yang membahas hasil penelitian, dan ditutup dengan saran-saran yang berkaitan dengan penelitian ini.

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak terdapat hubungan antara faktor-faktor yang menentukan persepsi terhadap sinetron religius bernuansa mistis dengan religiusitas pada wanita dewasa awal. Artinya persepsi seseorang terhadap sinetron religius bernuansa mistis ternyata tidak berbanding lurus dengan religiusitas orang tersebut.

5.2. Diskusi

Hipotesis penelitian ini adalah persepsi responden (dalam hal ini wanita dewasa awal) terhadap sinetron religius bernuansa mistis berpengaruh terhadap religiusitasnya. Artinya, wanita dewasa awal yang memersepsikan sinetron-sinetron tersebut sesuai dengan dirinya, bahwa mereka menemukan apa yang mereka

(59)

47

butuhkan dalam sinetron tersebut (faktor fungsional) dan benar mereka menganggap sinetron tersebut mewakili Islam secara utuh (faktor struktural), maka akan berpengaruh terhadap religiusitasnya.

Dasar dari hipotesis ini adalah, wanita dewasa awal yang mendapat tuntutan dari lingkungannya atas peran barunya sebagai orang dewasa membutuhkan referensi tentang berbagai hal, dalam hal ini religiusitas, sebagai upaya memenuhi tuntutan tersebut. Kehadiran sinetron religius bernuansa mistis sebagai tontonan populer dapat dianggap sebagai bahan informasi yang tersedia bagi wanita dewasa awal untuk menemukan referensi tentang kebutuhan religiusitasnya. Jargon dan simbol-simbol Islam yang ada dalam sinetron-sinetron religius bernuansa mistis memungkinkan wanita dewasa awal untuk memersepsikan sinetron tersebut mewakili Islam secara keseluruhan.

Hasil yang didapat ternyata tidak membuktikan hipotesis di atas. Persepsi responden terhadap sinetron religius bernuansa mistis tidak berhubungan dengan religiusitasnya. Beberapa hal bisa saja menjadi pemicunya. Pertama, preferensi responden menonton sinetron religius bernuansa mistis mungkin sekadar mencari hiburan dan tidak perlu direferensikan pada kenyataan.

(60)

cenderung akan melihat segala hal berdasar kebutuhannya, apa yang dipilihnya sebagai tontonan akan dipersepsikan penuh dengan hal yang ia inginkan. Rangsang yang ada di luar atensi, akan menjadi semacam latar belakangnya (Davidoff, 1981).

Data AC Nielson (http://forum.kafegaul.com/showthread.php?t=166791) menyebutkan bahwa mayoritas penonton TV Indonesia suka sinetron mistik, penuh kekejaman, kekerasan, kemustahilan dll. Masuk ke dalam salah satu primadona pemirsa adalah tayangan sinetron religius bernuansa mistis.

Sinetron religius bernuansa mistis sejak masa awal penayangannya sudah menuai banyak protes. Meski mengklaim memiliki dua komponen dalam setiap tayangannya, yaitu nilai-nilai agama (dalam hal ini Islam) dan nuansa mistis, dalam kenyataannya nuansa mistislah yang kerap mendominasi.

Pemirsa sinetron religius bernuansa mistis gemar, bahkan butuh tayangan-tayangan yang bernuansa mistis, cenderung akan melihat sinetron tersebut penuh dengan adegan-adegan mistis karena atensi mereka tertuju pada hal itu. Sementara nilai-nilai agama yang, sebagaimana diklaim, juga terkandung di dalamnya akan menjadi latar belakangnya saja.

(61)

49

dunia dan akhirat (Daradjat, 2002). Wajar jika kompleksitas tersebut tidak dengan mudah dapat diganggu gugat hanya dengan mengultivasi nilai-nilai agama melalui sinetron yang–notabene religius tetapi–penuh dengan adegan-adegan mistis, dalam durasi yang hanya berkisar antara 30 sampai 60 menit.

5. 3. Saran

Dengan hasil penelitian sebagaimana telah disebutkan di atas, ada beberapa saran yang bisa diajukan di sini:

5. 3. 1. Saran Teoretis

Di saat-saat akhir penelitian, peneliti merasa tertarik untuk menggali lebih jauh efek media televisi atau media lain terhadap sikap atau persepsi pemirsanya dengan Teori Kultivasi dari Gerbner, atau dengan menggunakan Teori Diffusion of Innovation-nya Roger atau Social Learning-nya Bandura. Namun peneliti sadar, untuk mengukur efek media ini diperlukan waktu yang tidak sebentar. Jadi, mungkin peneliti hanya bisa menyarankan preferensi untuk bahan penelitian-penelitian yang berkaitan selanjutnya.

5. 3. 2. Saran Praktis

(62)

menjadi perhatian peneliti sekarang mungkin sudah terlupakan sama sekali. Karenanya peneliti merasakan kesulitan ketika mesti menyegarkan memori untu menyelesaikan karya tulis ini.

Oleh karena itu peneliti menganjurkan agar setiap penelitian yang dilakukan mesti diselesaikan secepatnya. Waktu dan kondisi akan mengubah perhatian dan konsentrasi kita, karenanya akan terasa lebih sulit untuk mengolah hasil penelitian yang dilakukan dalam kondisi dan perhatian yang berbeda.

Penelitian ini dilakukan ketika sinetron mistis bernuansa religius tengah menjadi primadona di kalangan masyarakat. Tren itu kini telah bergeser cukup signifikan, hal ini terindikasi dari tak satu pun stasiun televisi yang menayangkan tontonan semacam ini lagi. Peneliti kesulitan menemukan kembali fenomena yang beberapa tahun lalu dijadikan referensi data dalam penelitian ini. Hal ini tentu juga akan menyulitkan penelitian-penelitian selanjutnya yang hendak meneliti tema yang berdekatan.

(63)

DAFTAR PUSTAKA

Ancok, Jamaluddin. (2001). Psikologi islami. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Anggarasari, R.E. (1997). Hubungan tingkat religiusitas dengan sikap konsumtif pada ibu rumah tangga. Indonesian psychologycal journal. Psikologika. Halaman 15-20 Nomor 4 Tahun II.

Astuti, Santi Indra. (2004). Kekerasan kriminalitas di televisi. Diakses pada 20 Nopember 2007 dari Pikiran Rakyat.

Azwar, Saifuddin. (1999). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Azwar, Saifuddin. (2003). Reliabilitas dan validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Davidoff, L.L., (1981). Psikologi: suatu pengantar (terj). Jakarta: Erlangga. Daradjat, Zakiah. (2002). Psikoterapi islam. Jakarta: PT Bulan Bintang.

Djamaluddin, M. (1995). Religiusitas dan stress kerja pada polisi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Ghazali, Abd Moqsith. (2005). Sinetron religius. Diakses pada 25 Juni 2010 dari http://islamlib.com/id/artikel/sinetron-religius/

Hurlock, E.B., (1980). Psikologi perkembangan: suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan (terj). Jakarta: Erlangga.

Kafegaul.com. (2007). Lembaga rating acara tv dalam negeri. Diakses pada 25 Juni 2010 dari http://forum.kafegaul.com/showthread.php?t=166791

Kerlinger, F.N., (2004). Asas-asas penelitian behavioral (terj). Jakarta: Gadjah Mada University Press.

McDonnel, Jocelyn. (2006). George gerbner’s cultivation theory application

Paper. Diakses pada 20 Agustus 2010 dari

http://www.colorado.edu/communication/meta-discourses/Papers/App_Papers/McDonnell.htm

Monks, F.J.; Knoers, A.M.P.; Haditono, S.R. (2002). Psikologi perkembangan: pengantar dalam berbagai bagiannya. Jakarta: Gadjah Mada University Press.

(64)

Nurgiantoro, B. et al., (2002). Statistik terapan untuk penelitian ilmu-ilmu sosial. Yogyakarta ; Gadjah Mada University Press

PCI-NU. Sinetron islam. (2005, Desember 23). Rais Syuriah Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCI-NU) Republik Islam Pakistan. Diakses pada 19 April 2006 dari www.nupakistan.or.id

Rakhmat, Jalaluddin. (2003). Psikologi agama: sebuah pengantar. Bandung: Mizan.

Rakhmat, Jalaluddin. (2005). Psikologi komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sabri, Alisuf M. (2001). Pengantar psikologi umum dan perkembangan. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya.

Sarwono, Sarlito Wirawan. (2000). Pengantar umum psikologi. Jakarta: Bulan Bintang.

Schultz, D., (1993). Psikologi pertumbuhan: model-model kepribadian sehat (terj). Yogyakarta: Kanisius.

Sevilla, C. G., et.al. (1993). Pengantar metode penelitian (terj). Jakarta: UI Press. Shihab, Quraisy. (1996). Wawasan alquran. Bandung: PT. Mizan Pustaka.

Syaikhu, Nanang. (2006). Gulita mistik di layar kaca. Tabloid Dzikir. Halaman 11 - 12 Edisi 05 Tahun I.

Suryabrata, Sumadi. (1998). Metodologi penelitian. Jakarta ; Rajawali Press

Gambar

Tabel 3.1.
Tabel 3.2.
Tabel 3.3.
Tabel 3.4.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan analisis data, dapat diperoleh kesimpulan bahwa hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara faktor-faktor

Selain hubungan antara pola menonton sinetron remaja tersebut, diduga adanya faktor-faktor yang mempunyai hubungan dengan gaya hidup hedonisme remaja yaitu faktor

Serta terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara religiusitas dan resiliensi pada wanita muslimah bercadar usia dewasa awal di Kota Bandung, dengan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan positif antara persepsi terhadap harapan orangtua dengan

Dalam penelitian ini akan dilihat apakah terdapat hubungan antara body image dengan perilaku diet berlebihan pada remaja wanita yang berprofesi sebagai pemain

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara persepsi keterlibatan ayah dalam pengasuhan dengan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh maka dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat perbedaan persepsi etis yang signifikan antara mahasiswa/i yang sudah atau

Penelitian ini menguji faktor- faktor yang mempengaruhi kualitas prosedur pengendalian internal dalam memoderasi hubungan antara persepsi. keadilan organisasi terhadap