TERHADAP AGAMA ISLAM
(Kasus Siswa Sekolah Menengah Umum Negeri 22, Kelurahan Utan Kayu Selatan, Kecamatan Matraman, Kotamadya Jakarta Timur, Propinsi Daerah
Khusus Ibukota (DKI) Jakarta)
Oleh :
EKO KURNIASIH
A14202014
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN
EKO KURNIASIH. HUBUNGAN ANTARA PERILAKU MENONTON TAYANGAN SINETRON RELIGIUS DENGAN SIKAP REMAJA TERHADAP AGAMA ISLAM. Kasus Siswa Sekolah Menengah Umum Negeri 22, Kelurahan Utan Kayu Selatan, Kecamatan Matraman, Kotamadya Jakarta Timur, Propinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta. (Di bawah bimbingan
DWI SADONO)
Pada saat ini tayangan sinetron yang banyak ditayangkan di berbagai
stasiun televisi adalah sinetron religius. Setiap hari masyarakat disajikan berbagai
peristiwa religius dengan materi tayangan sinetron religius yang menyentuh hati
pemirsanya. Sinetron yang bernuansa religius itu mau tidak mau harus kita terima
sebagai sebuah tawaran baru dalam persinetronan Indonesia atau paling tidak
menjadi salah satu cara dakwah dalam Islam itu sendiri.
Tujuan penelitian ini adalah (1) untuk menganalisis hubungan antara
karakteristik individu remaja dengan perilaku menonton tayangan sinetron
religius; (2) untuk menganalisis hubungan antara lingkungan sosial remaja dengan
perilaku menonton tayangan sinetron religius; (3) untuk menganalisis hubungan
antara alasan menonton remaja dengan perilaku menonton tayangan sinetron
religius; (4) untuk menganalisis hubungan antara perilaku menonton tayangan
sinetron religius dengan sikap remaja terhadap agama Islam.
Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Umum Negeri (SMUN) 22
Jakarta Timur. Pemilihan sampel penelitian dilakukan dengan cara Cluster
Sampling maka terpilih siswa kelas II saja. Selanjutnya dilakukan pemilihan
responden secara purposive yaitu siswa kelas II IPA 1 dan siswa kelas II IPS 5
menggunakan program SPSS 12.0 dengan uji statistik Chi Square dan Spearman.
Data yang diperoleh dari wawancara digunakan untuk memperdalam kesimpulan
yang diperoleh dari data statistik.
Karakteristik individu yang berhubungan nyata dengan perilaku
menonton tayangan sinetron religius adalah waktu luang dengan pilihan sinetron
religius rumahtangga, sementara jenis kelamin tidak berhubungan nyata. Terdapat
hubungan yang nyata tersebut dikarenakan tayangan jenis ini merupakan tayangan
sinetron religius yang banyak ditayangkan pada stasiun televisi, sehingga sebagian
besar remaja tersebut menggunakan waktu luangnya untuk menonton sinetron
religius rumahtangga dibandingkan dengan jenis sinetron religius komedi dan
misteri yang jumlahnya lebih sedikit.
Lingkungan sosial yang berhubungan nyata dengan perilaku menonton
tayangan sinetron religius adalah lingkungan teman dengan total waktu menonton
dan pilihan sinetron religius misteri, sementara lingkungan keluarga tidak
berhubungan nyata. Lingkungan teman dapat menyebabkan remaja untuk tertarik
menonton tayangan sinetron religius, dimana teman sering menonton, mengajak
dan menceritakan kembali jalan cerita sinetron religius.
Alasan menonton remaja yang berhubungan nyata dengan perilaku
menonton tayangan sinetron religius adalah alasan integrasi dan interaksi sosial
dengan pilihan jenis sinetron religius misteri, sementara alasan informasi, identitas
pribadi dan hiburan tidak berhubungan nyata. Adanya hubungan yang nyata
Perilaku menonton tayangan sinetron religius yang berhubungan nyata
dengan sikap remaja terhadap agama Islam adalah total waktu menonton,
frekuensi menonton dan pilihan jenis sinetron religius rumahtangga, sementara
pilihan jenis sinetron religius komedi dan misteri tidak berhubungan nyata. Hal
tersebut dikarenakan remaja menyatakan bahwa sinetron religius penting
keberadaaannya. Walaupun remaja memiliki total waktu menonton dan frekuensi
menonton yang rendah namun tetap memiliki sikap yang positif terhadap agama
Islam dan remaja tetap merasa bahwa tayangan sinetron religius dapat
memberikan pengetahuan mengenai agama Islam. Tayangan sinetron religius
rumahtangga merupakan jenis sinetron religius yang paling banyak dan sering
ditayangkan di televisi. Jadi remaja lebih banyak dan sering menonton tayangan
sinetron religius rumahtangga dibandingkan dengan kedua pilihan jenis yang lain.
Perilaku menonton tayangan sinetron religius yang berhubungan nyata
dengan komponen sikap kognitif remaja terhadap agama Islam adalah frekuensi
menonton dan pilihan jenis sinetron religius komedi, sementara total waktu
menonton, pilihan jenis sinetron religius rumahtangga dan misteri tidak
berhubungan nyata. Remaja merasa bahwa tayangan sinetron religius dapat
memberikan pengetahuan mengenai agama Islam, walaupun mereka memiliki
frekuensi menonton yang rendah. Remaja merasa memperoleh pengetahuan
mengenai agama Islam dengan menonton tayangan sinetron religius komedi.
Perilaku menonton tayangan sinetron religius yang berhubungan nyata
dapat membuat remaja mendapatkan hikmah walaupun mereka tidak konsisten
dalam menonton sinetron tersebut.
Perilaku menonton tayangan sinetron religius yang berhubungan nyata
dengan komponen sikap konatif remaja terhadap agama Islam adalah total waktu
menonton, frekuensi menonton dan pilihan jenis sinetron religius rumahtangga,
sementara pilihan jenis sinetron religius komedi dan misteri tidak berhubungan
nyata. Sinetron religius menurut remaja dapat membuat memiliki keinginan
berperilaku sesuai agama Islam. Jenis tayangan sinetron religius rumahtangga
merupakan tayangan yang paling banyak dan sering ditayangkan di televisi
TERHADAP AGAMA ISLAM
(Kasus Siswa Sekolah Menengah Umum Negeri 22, Kelurahan Utan Kayu Selatan, Kecamatan Matraman, Kotamadya Jakarta Timur, Propinsi Daerah
Khusus Ibukota (DKI) Jakarta)
Oleh
EKO KURNIASIH A14202014
Skripsi
Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian
pada
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN
Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang disusun oleh :
Nama Mahasiswa : Eko Kurniasih
Nomor Pokok : A14202014
Judul : Hubungan Antara Perilaku Menonton Tayangan Sinetron
Religius dengan Sikap Remaja terhadap Agama Islam (Kasus Siswa Sekolah Menengah Umum Negeri 22, Kelurahan Utan Kayu Selatan, Kecamatan Matraman, Kotamadya Jakarta Timur, Propinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta)
Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Ir. Dwi Sadono, MSi NIP : 132 009 375
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr NIP : 130 422 698
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL
“HUBUNGAN ANTARA PERILAKU MENONTON TAYANGAN SINETRON
RELIGIUS DENGAN SIKAP REMAJA TERHADAP AGAMA ISLAM“
BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU
LEMBAGA LAIN MANAPUN. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA
SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK
MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU
DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN
RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.
Bogor, Agustus 2006
Penulis merupakan anak pasangan Enny B Ekonensih dan Sobari yang
dilahirkan pada tanggal 10 Maret 1984 di Jakarta sebagai anak pertama dari empat
bersaudara. Penulis bersekolah di Taman Kanak-Kanak Al- Fajar Bekasi pada
tahun 1990 sampai dengan tahun 1991. Pada tahun 1991 sampai dengan tahun
1996 bersekolah di Sekolah Dasar Negeri 04 Pagi. Lalu melanjutkan ke Sekolah
Menengah Pertama Negeri 172 Cakung Jakarta Timur pada tahun 1996 sampai
dengan tahun 1999. Penulis melanjutkan pada Sekolah Menengah Atas Negeri 22
Jakarta Timur pada tahun 1999 sampai dengan tahun 2002.
Pada tahun 2002 penulis diterima oleh Institut Pertanian Bogor menjadi
mahasiswa Program Studi Komunikasi Pengembangan Masyarakat, Departemen
Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian melalui USMI (Undangan Seleksi
Masuk Institut Pertanian Bogor). Ketika di Sekolah Menengah Atas, penulis aktif
sebagai pengurus OSIS dengan jabatan sebagai Ketua Sie Sosial pada periode
tahun 2000 sampai dengan 2001. Pada saat penulis belajar di Institut Pertanian
Bogor, penulis mengikuti kegiatan kemahasiswaan antara lain menjadi panitia
Open House IPB pada tahun 2003, panitia penyambutan mahasiswa baru pada
tingkat Fakultas di tahun 2003 dan pada tingkat Jurusan atau Departemen di tahun
2004. Penulis juga mengikuti Latihan Kader 1 HMI Fakultas Pertanian pada tahun
2004 dan seminar Public Relation pada tahun 2004. Penulis juga pernah menjadi
Asisten Dosen untuk mata kuliah Pengantar Ilmu Kependudukan pada tahun
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Skripsi yang berjudul ”Hubungan Antara Perilaku Menonton Tayangan Sinetron
Religius dengan Sikap Remaja terhadap Agama Islam”.
Pengambilan judul tersebut dilatarbelakangi keinginan penulis melihat
bagaimana hubungan antara perilaku menonton tayangan sinetron religius dengan
sikap remaja terhadap Agama Islam. Hal tersebut dilihat dengan menganalisis
hubungan antara karakteristik individu, lingkungan sosial individu dan alasan
menonton dengan perilaku menonton tayangan sinetron religius serta
menganalisis hubungan antara perilaku menonton tayangan sinetron religius
dengan sikap remaja terhadap Agama Islam. Pembuatan Skripsi ini merupakan
suatu karya ilmiah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada
Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari bahwa penulisan Skripsi ini masih terdapat banyak
kekurangan baik dari penulisannya maupun isinya. Akhir kata, penulis berharap
semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.
Bogor, Agustus 2006
TERHADAP AGAMA ISLAM
(Kasus Siswa Sekolah Menengah Umum Negeri 22, Kelurahan Utan Kayu Selatan, Kecamatan Matraman, Kotamadya Jakarta Timur, Propinsi Daerah
Khusus Ibukota (DKI) Jakarta)
Oleh :
EKO KURNIASIH
A14202014
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN
EKO KURNIASIH. HUBUNGAN ANTARA PERILAKU MENONTON TAYANGAN SINETRON RELIGIUS DENGAN SIKAP REMAJA TERHADAP AGAMA ISLAM. Kasus Siswa Sekolah Menengah Umum Negeri 22, Kelurahan Utan Kayu Selatan, Kecamatan Matraman, Kotamadya Jakarta Timur, Propinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta. (Di bawah bimbingan
DWI SADONO)
Pada saat ini tayangan sinetron yang banyak ditayangkan di berbagai
stasiun televisi adalah sinetron religius. Setiap hari masyarakat disajikan berbagai
peristiwa religius dengan materi tayangan sinetron religius yang menyentuh hati
pemirsanya. Sinetron yang bernuansa religius itu mau tidak mau harus kita terima
sebagai sebuah tawaran baru dalam persinetronan Indonesia atau paling tidak
menjadi salah satu cara dakwah dalam Islam itu sendiri.
Tujuan penelitian ini adalah (1) untuk menganalisis hubungan antara
karakteristik individu remaja dengan perilaku menonton tayangan sinetron
religius; (2) untuk menganalisis hubungan antara lingkungan sosial remaja dengan
perilaku menonton tayangan sinetron religius; (3) untuk menganalisis hubungan
antara alasan menonton remaja dengan perilaku menonton tayangan sinetron
religius; (4) untuk menganalisis hubungan antara perilaku menonton tayangan
sinetron religius dengan sikap remaja terhadap agama Islam.
Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Umum Negeri (SMUN) 22
Jakarta Timur. Pemilihan sampel penelitian dilakukan dengan cara Cluster
Sampling maka terpilih siswa kelas II saja. Selanjutnya dilakukan pemilihan
responden secara purposive yaitu siswa kelas II IPA 1 dan siswa kelas II IPS 5
menggunakan program SPSS 12.0 dengan uji statistik Chi Square dan Spearman.
Data yang diperoleh dari wawancara digunakan untuk memperdalam kesimpulan
yang diperoleh dari data statistik.
Karakteristik individu yang berhubungan nyata dengan perilaku
menonton tayangan sinetron religius adalah waktu luang dengan pilihan sinetron
religius rumahtangga, sementara jenis kelamin tidak berhubungan nyata. Terdapat
hubungan yang nyata tersebut dikarenakan tayangan jenis ini merupakan tayangan
sinetron religius yang banyak ditayangkan pada stasiun televisi, sehingga sebagian
besar remaja tersebut menggunakan waktu luangnya untuk menonton sinetron
religius rumahtangga dibandingkan dengan jenis sinetron religius komedi dan
misteri yang jumlahnya lebih sedikit.
Lingkungan sosial yang berhubungan nyata dengan perilaku menonton
tayangan sinetron religius adalah lingkungan teman dengan total waktu menonton
dan pilihan sinetron religius misteri, sementara lingkungan keluarga tidak
berhubungan nyata. Lingkungan teman dapat menyebabkan remaja untuk tertarik
menonton tayangan sinetron religius, dimana teman sering menonton, mengajak
dan menceritakan kembali jalan cerita sinetron religius.
Alasan menonton remaja yang berhubungan nyata dengan perilaku
menonton tayangan sinetron religius adalah alasan integrasi dan interaksi sosial
dengan pilihan jenis sinetron religius misteri, sementara alasan informasi, identitas
pribadi dan hiburan tidak berhubungan nyata. Adanya hubungan yang nyata
Perilaku menonton tayangan sinetron religius yang berhubungan nyata
dengan sikap remaja terhadap agama Islam adalah total waktu menonton,
frekuensi menonton dan pilihan jenis sinetron religius rumahtangga, sementara
pilihan jenis sinetron religius komedi dan misteri tidak berhubungan nyata. Hal
tersebut dikarenakan remaja menyatakan bahwa sinetron religius penting
keberadaaannya. Walaupun remaja memiliki total waktu menonton dan frekuensi
menonton yang rendah namun tetap memiliki sikap yang positif terhadap agama
Islam dan remaja tetap merasa bahwa tayangan sinetron religius dapat
memberikan pengetahuan mengenai agama Islam. Tayangan sinetron religius
rumahtangga merupakan jenis sinetron religius yang paling banyak dan sering
ditayangkan di televisi. Jadi remaja lebih banyak dan sering menonton tayangan
sinetron religius rumahtangga dibandingkan dengan kedua pilihan jenis yang lain.
Perilaku menonton tayangan sinetron religius yang berhubungan nyata
dengan komponen sikap kognitif remaja terhadap agama Islam adalah frekuensi
menonton dan pilihan jenis sinetron religius komedi, sementara total waktu
menonton, pilihan jenis sinetron religius rumahtangga dan misteri tidak
berhubungan nyata. Remaja merasa bahwa tayangan sinetron religius dapat
memberikan pengetahuan mengenai agama Islam, walaupun mereka memiliki
frekuensi menonton yang rendah. Remaja merasa memperoleh pengetahuan
mengenai agama Islam dengan menonton tayangan sinetron religius komedi.
Perilaku menonton tayangan sinetron religius yang berhubungan nyata
dapat membuat remaja mendapatkan hikmah walaupun mereka tidak konsisten
dalam menonton sinetron tersebut.
Perilaku menonton tayangan sinetron religius yang berhubungan nyata
dengan komponen sikap konatif remaja terhadap agama Islam adalah total waktu
menonton, frekuensi menonton dan pilihan jenis sinetron religius rumahtangga,
sementara pilihan jenis sinetron religius komedi dan misteri tidak berhubungan
nyata. Sinetron religius menurut remaja dapat membuat memiliki keinginan
berperilaku sesuai agama Islam. Jenis tayangan sinetron religius rumahtangga
merupakan tayangan yang paling banyak dan sering ditayangkan di televisi
TERHADAP AGAMA ISLAM
(Kasus Siswa Sekolah Menengah Umum Negeri 22, Kelurahan Utan Kayu Selatan, Kecamatan Matraman, Kotamadya Jakarta Timur, Propinsi Daerah
Khusus Ibukota (DKI) Jakarta)
Oleh
EKO KURNIASIH A14202014
Skripsi
Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian
pada
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN
Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang disusun oleh :
Nama Mahasiswa : Eko Kurniasih
Nomor Pokok : A14202014
Judul : Hubungan Antara Perilaku Menonton Tayangan Sinetron
Religius dengan Sikap Remaja terhadap Agama Islam (Kasus Siswa Sekolah Menengah Umum Negeri 22, Kelurahan Utan Kayu Selatan, Kecamatan Matraman, Kotamadya Jakarta Timur, Propinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta)
Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Ir. Dwi Sadono, MSi NIP : 132 009 375
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr NIP : 130 422 698
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL
“HUBUNGAN ANTARA PERILAKU MENONTON TAYANGAN SINETRON
RELIGIUS DENGAN SIKAP REMAJA TERHADAP AGAMA ISLAM“
BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU
LEMBAGA LAIN MANAPUN. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA
SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK
MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU
DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN
RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.
Bogor, Agustus 2006
Penulis merupakan anak pasangan Enny B Ekonensih dan Sobari yang
dilahirkan pada tanggal 10 Maret 1984 di Jakarta sebagai anak pertama dari empat
bersaudara. Penulis bersekolah di Taman Kanak-Kanak Al- Fajar Bekasi pada
tahun 1990 sampai dengan tahun 1991. Pada tahun 1991 sampai dengan tahun
1996 bersekolah di Sekolah Dasar Negeri 04 Pagi. Lalu melanjutkan ke Sekolah
Menengah Pertama Negeri 172 Cakung Jakarta Timur pada tahun 1996 sampai
dengan tahun 1999. Penulis melanjutkan pada Sekolah Menengah Atas Negeri 22
Jakarta Timur pada tahun 1999 sampai dengan tahun 2002.
Pada tahun 2002 penulis diterima oleh Institut Pertanian Bogor menjadi
mahasiswa Program Studi Komunikasi Pengembangan Masyarakat, Departemen
Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian melalui USMI (Undangan Seleksi
Masuk Institut Pertanian Bogor). Ketika di Sekolah Menengah Atas, penulis aktif
sebagai pengurus OSIS dengan jabatan sebagai Ketua Sie Sosial pada periode
tahun 2000 sampai dengan 2001. Pada saat penulis belajar di Institut Pertanian
Bogor, penulis mengikuti kegiatan kemahasiswaan antara lain menjadi panitia
Open House IPB pada tahun 2003, panitia penyambutan mahasiswa baru pada
tingkat Fakultas di tahun 2003 dan pada tingkat Jurusan atau Departemen di tahun
2004. Penulis juga mengikuti Latihan Kader 1 HMI Fakultas Pertanian pada tahun
2004 dan seminar Public Relation pada tahun 2004. Penulis juga pernah menjadi
Asisten Dosen untuk mata kuliah Pengantar Ilmu Kependudukan pada tahun
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Skripsi yang berjudul ”Hubungan Antara Perilaku Menonton Tayangan Sinetron
Religius dengan Sikap Remaja terhadap Agama Islam”.
Pengambilan judul tersebut dilatarbelakangi keinginan penulis melihat
bagaimana hubungan antara perilaku menonton tayangan sinetron religius dengan
sikap remaja terhadap Agama Islam. Hal tersebut dilihat dengan menganalisis
hubungan antara karakteristik individu, lingkungan sosial individu dan alasan
menonton dengan perilaku menonton tayangan sinetron religius serta
menganalisis hubungan antara perilaku menonton tayangan sinetron religius
dengan sikap remaja terhadap Agama Islam. Pembuatan Skripsi ini merupakan
suatu karya ilmiah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada
Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari bahwa penulisan Skripsi ini masih terdapat banyak
kekurangan baik dari penulisannya maupun isinya. Akhir kata, penulis berharap
semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.
Bogor, Agustus 2006
Skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik berkat Allah SWT yang telah
memberikan Rahmat dan Karunia serta Kemudahan dalam menyelesaikan Skripsi
serta tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada semua pihak baik secara
langsung maupun tidak langsung telah membantu dalam penyelesaian Skripsi ini,
khususnya kepada :
1. Dosen Pembimbing Bapak Ir. Dwi Sadono, MSi yang telah memberikan
masukan dan saran demi kesempurnaan penulisan Skripsi.
2. Ibu Sarwititi SA, MS dan Ibu Ratri Virianita, MSi yang bersedia meluangkan
waktunya menjadi dosen penguji Skripsi.
3. Kedua Orang Tuaku yang tersayang yang telah memberikan do’a dan restu,
serta dukungan moril dan materil serta tempat keluh kesah selama penulisan
Skripsi ini.
4. Adik-adikku yang tersayang (ade Athie, Kiki dan Sonny) yang selalu
mendukung setiap langkahku.
5. Seluruh anggota keluarga besarku yang tidak dapat disebutkan satu persatu,
baik dari pihak Mama ataupun Papa yang senantiasa memberikan doa dan
dukungan.
6. Sahabat-sahabatku yang selalu mendorong agar dapat menyelesaikan Skripsi
ini serta memberikan masukan, terima kasih buat Icha ,Yanti, Ivo, Aniez, Niar
8. Teman-teman di Wisma Gajah yang sudah setia mendengarkan keluh kesah
ketika menyelesaikan Skripsi ini.
9. Teman-teman seperjuangan dan seangkatan KPM 39 yang saling memberikan
Halaman
Tayangan Sinetron Religius ... 61
BAB V HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK
BAB VI HUBUNGAN ANTARA SIKAP TERHADAP AGAMA
ISLAM DENGAN PERILAKU MENONTON ... 102 6.1 Hubungan Antara Sikap terhadap Agama Islam dengan
Perilaku Menonton ... 102 6.2 Hubungan Antara Komponen Sikap Kognitif terhadap
Agama Islam dengan Perilaku Menonton ... 104 6.3 Hubungan Antara Komponen Sikap Afektif terhadap
Agama Islam dengan Perilaku Menonton ... 107 6.4 Hubungan Antara Komponen Sikap Konatif terhadap
Agama Islam dengan Perilaku Menonton ... 109
BAB VII KESIMPULAN ... 112 7.1 Kesimpulan ... 112 7.2 Saran ... 113
DAFTAR PUSTAKA ... 114
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman Teks
Tabel 1. Jenis Sinetron Religius ... 45
Tabel 2. Kisi-kisi Pernyataan Sikap ... 47
Tabel 3. Jenis Kelamin Remaja ... 57
Tabel 4. Waktu Luang Remaja... 57
Tabel 5. Lingkungan Keluarga Remaja ... 58
Tabel 6. Lingkungan Teman Remaja ... 61
Tabel 7. Alasan Informasi Remaja ... 64
Tabel 8. Alasan Identitas Pribadi Remaja ... 67
Tabel 9. Alasan Integrasi dan Interaksi Sosial Remaja ... 69
Tabel 10. Alasan Hiburan Remaja ... 71
Tabel 11. Total Waktu Remaja Menonton Tayangan Sinetron Religius ... 73
Tabel 12. Tayangan Sinetron Religius yang di tonton Responden Siswa
SMUN 22 Jakarta ... 74
Tabel 13. Frekuensi Remaja Menonton Tayangan Sinetron Religius ... 75
Tabel 14. Remaja yang Menonton Tayangan Sinetron Religius Berdasarkan Jenis Tayangan Sinetron Religius ... 76
Tabel 15. Sikap Remaja terhadap Agama Islam ... 79
Tabel 16. Komponen Sikap Kognitif Remaja terhadap Agama Islam ... 82
Tabel 17. Komponen Sikap Afektif Remaja terhadap Agama Islam ... 82
Tabel 18. Komponen Sikap Afektif Remaja terhadap Agama Islam ... 83
Tabel 19. Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Perilaku Menonton
Tabel 20. Hubungan antara Waktu Luang dengan Total Waktu dan
Frekuensi Menonton Tayangan Sinetron Religius ... 88
Tabel 21. Hubungan antara Waktu Luang dengan Pilihan Jenis
Tayangan Sinetron Religius ... 89
Tabel 22. Hubungan antara Lingkungan Keluarga dengan Total
Waktu dan Frekuensi Menonton Tayangan Sinetron Religius ... 90
Tabel 23. Hubungan antara Lingkungan Keluarga dengan Pilihan Jenis
Tayangan Sinetron Religius ... 91
Tabel 24. Hubungan antara Lingkungan Teman dengan Total
Waktu dan Frekuensi Menonton Tayangan Sinetron Religius ... 92
Tabel 25. Hubungan antara Lingkungan Teman dengan Pilihan Jenis
Tayangan Sinetron Religius ... 93
Tabel 26. Hubungan antara Alasan Informasi dengan Total Waktu dan
Frekuensi Menonton Tayangan Sinetron Religius ... 94
Tabel 27. Hubungan antara Alasan Informasi dengan Pilihan Jenis
Tayangan Sinetron Religius ... 95
Tabel 28. Hubungan antara Alasan Identitas Pribadi dengan Total
Waktu dan Frekuensi Menonton Tayangan Sinetron Religius ... 96
Tabel 29. Hubungan antara Alasan Identitas Pribadi dengan
Pilihan Jenis Tayangan Sinetron Religius ... 97
Tabel 30. Hubungan antara Alasan Integrasi dan Interaksi Sosial dengan Total Waktu dan Frekuensi Menonton Tayangan Sinetron
Religius ... 98
Tabel 31. Hubungan antara Alasan Integrasi dan Interaksi Sosial dengan Pilihan Jenis Tayangan Sinetron Religius ... 99
Tabel 32. Hubungan antara Hiburan dengan Total Waktu dan Frekuensi
Menonton Tayangan Sinetron Religius ... 100
Tabel 33. Hubungan antara Alasan Hiburan dengan Pilihan Jenis
Tayangan Sinetron Religius ... 101
Tabel 34. Hubungan antara Sikap terhadap Agama Islam dengan Total
Waktu dan Frekuensi Menonton Tayangan Sinetron Religius ... 103
Tabel 35. Hubungan antara Sikap terhadap Agama Islam dengan Pilihan
Tabel 36. Hubungan antara Komponen Sikap Kognitif terhadap Agama Islam dengan Total Waktu dan Frekuensi Menonton Tayangan
Sinetron Religius ... 105
Tabel 37. Hubungan antara Komponen Sikap Kognitif terhadap
Agama Islam dengan Pilihan Jenis Tayangan Sinetron Religius ... 107
Tabel 38. Hubungan antara Komponen Sikap Afektif terhadap
Agama Islam dengan Total Waktu dan Frekuensi Menonton
Tayangan Sinetron Religius ... 108
Tabel 39. Hubungan antara Komponen Sikap Afektif terhadap
Agama Islam dengan Pilihan Jenis Tayangan Sinetron Religius ... 109
Tabel 40. Hubungan antara Komponen Sikap Konatif terhadap Agama Islam dengan Total Waktu dan Frekuensi Menonton
Tayangan Sinetron Religius ... 110
Tabel 41. Hubungan antara Komponen Sikap Konatif terhadap
Agama Islam dengan Pilihan Jenis Tayangan Sinetron Religius ... 111
Lampiran
Tabel 1. Hasil Uji SPSS Tentang Hubungan Antara Jenis Kelamin
dengan Perilaku Menonton ... 117
Tabel 2. Hasil Uji SPSS Tentang Hubungan Antara Waktu Luang
dengan Perilaku Menonton ... 120
Tabel 3. Hasil Uji SPSS Tentang Hubungan Antara Lingkungan
Keluarga dengan Perilaku Menonton ... 122
Tabel 4. Hasil Uji SPSS Tentang Hubungan Antara Lingkungan
Teman dengan Perilaku Menonton ... 124
Tabel 5. Hasil Uji SPSS Tentang Hubungan Antara Alasan Informasi
dengan Perilaku Menonton ... 126
Tabel 6. Hasil Uji SPSS Tentang Hubungan Antara Alasan Identitas
Pribadi dengan Perilaku Menonton ... 128
Tabel 7. Hasil Uji SPSS Tentang Hubungan Antara Alasan Integrasi
dan Interaksi Sosial dengan Perilaku Menonton ... 130
Tabel 8. Hasil Uji SPSS Tentang Hubungan Antara Alasan Hiburan
Tabel 9. Hasil Uji SPSS Tentang Hubungan Antara Perilaku Menonton
dengan Sikap Terhadap Agama Islam ... 134
Tabel 10. Hasil Uji SPSS Tentang Hubungan Antara Perilaku Menonton
dengan Komponen Sikap Kognitif ... 135
Tabel 11. Hasil Uji SPSS Tentang Hubungan Antara Perilaku Menonton
dengan Komponen Sikap Afektif ... 136
Tabel 12. Hasil Uji SPSS Tentang Hubungan Antara Perilaku Menonton
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman Teks
Gambar 1. Kerangka Pemikiran ... 37
Gambar 2. Remaja yang Memilih Pernyataan Lingkungan keluarga
Berdasarkan Jenisnya ... 59
Gambar 3. Remaja yang Memilih Pernyataan Lingkungan Teman
Berdasarkan Jenisnya ... 62
Gambar 4. Remaja yang Memilih Pernyataan Alasan Informasi
Berdasarkan Jenisnya ... 65
Gambar 5. Remaja yang Memilih Pernyataan Alasan Identitas
Pribadi Berdasarkan Jenisnya ... 68
Gambar 6. Remaja yang Memilih Pernyataan Alasan Integrasi dan
Interaksi Sosial Berdasarkan Jenisnya ... 70
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Televisi termasuk ke dalam komunikasi massa dan merupakan salah satu
bentuk media massa yang banyak di tonton saat ini. Hampir setiap rumah
memiliki televisi selain sebagai sarana hiburan juga sebagai sumber informasi
yang cepat dan mudah untuk diakses. Budhiarty (2004) mengutip Ibrahim yang
mengatakan saat ini di Indonesia terdapat 20 sampai dengan 23 juta rumahtangga
yang memiliki pesawat televisi. Komunikasi massa menurut Freidsow yang
dikutip Rakhmat (1991) adalah komunikasi yang dialamatkan kepada sejumlah
populasi dari berbagai kelompok dan bukan hanya satu atau beberapa individu
atau sebagian khusus populasi serta terdapat alat-alat khusus untuk menyampaikan
komunikasi agar komunikasi itu dapat mencapai pada saat yang sama semua
orang yang mewakili berbagai lapisan masyarakat sedangkan media massa
menurut Effendy (1984) adalah saluran untuk menyampaikan pesan dalam
komunikasi massa. Ardianto dan Erdinaya (2004) mengatakan selain televisi
terdapat enam bentuk media massa antara lain yaitu surat kabar, majalah, radio
siaran, film serta komputer dan internet.
Berbeda dengan media massa lain, televisi mudah dimengerti dan
dipahami oleh pemirsa karena tidak memerlukan kemampuan dan pengetahuan
tertentu seperti halnya kemampuan membaca dalam menikmati surat kabar,
tabloid atau majalah. Kuswandi (1996) mengatakan bahwa daya tarik televisi
sehingga pemirsa tidak perlu lagi mempelajari isi pesan dalam menangkap siaran
televisi. Televisi dapat menjangkau massa yang cukup banyak dan nilai aktualitas
dari informasi atau berita yang disampaikan televisi sangat cepat.
Kuswandi (1996) mengutip Skornis yang menjelaskan televisi
merupakan gabungan dari media dengar dan gambar yang bisa bersifat politis,
informatif, hiburan maupun pendidikan. Televisi dapat bersifat politis, informatif,
hiburan maupun pendidikan tergantung dari cara pandang pembuat program
televisi dan pemirsa yang menontonnya. Pada saat ini jumlah stasiun televisi
semakin bertambah seiring dengan perkembangan jaman. Stasiun televisi di tanah
air bermunculan mulai dari hanya satu stasiun televisi (TVRI) sampai 12 stasiun
TV yang mengudara secara nasional dan berkantor di Ibukota Jakarta serta
sejumlah TV komunitas yang hanya dinikmati satu kota atau daerah tertentu saja
(Ardianto dan Erdinaya, 2004). Kedua belas stasiun TV tersebut antara lain yaitu
Televisi Republik Indonesia (TVRI), Rajawali Citra Televisi (RCTI), Surya Citra
Televisi (SCTV), Televisi Pendidikan Indonesia (TPI), Andalas Televisi (Anteve),
Indosiar Visual Mandiri (IVM), Televisi Transformasi Indonesia (TRANS TV),
METRO TV, LATIVI, TV 7 dan GLOBAL TV. Contoh stasiun televisi
komunitas antara lain JAK TV dan O CHANNEL untuk komunitas Ibukota
Jakarta serta Bali TV untuk komunitas daerah Bali.
Media komunikasi televisi memiliki beragam acara mulai dari berita,
sinetron, musik, film sampai infotaiment. Beragam acara yang ditampilkan
tersebut memiliki pengaruh yang cukup kuat bagi pemirsa yang menontonnya.
Kuswandi (1996) mengatakan acara televisi dapat mengancam nilai-nilai sosial
masyarakat serta akan membentuk nilai-nilai sosial baru dalam kehidupan
masyarakat. McQuail (1987) juga mengatakan bahwa media massa mampu
mengubah perilaku khalayak dalam keadaan apapun, terlebih lagi media audio
visual yang pesan-pesannya seakan-akan menghipnotis massa dalam berperilaku.
Salah satu acara televisi yang mampu mempengaruhi pemirsa yang
menontonnya adalah sinetron. Sinetron menurut Labib (2002) adalah film cerita
yang dibuat untuk media televisi. Acara sinetron yang menampilkan drama
kehidupan sehari-hari yang ditayangkan oleh stasiun televisi juga beragam mulai
dari sinetron anak-anak, sinetron drama, sinetron laga, sinetron remaja sampai
sinetron yang bertemakan religius. Sinetron yang banyak ditayangkan pada saat
ini atau sedang menjadi tren di hampir semua stasiun televisi yaitu sinetron yang
bertemakan religius seperti Rahasia Illahi, Allah Maha Besar, Hidayah,
Astagfirullah dan lain-lain. Tayangan sinetron ini merupakan tayangan sinetron
yang berisi pengetahuan agama Islam. Adanya keseragaman program tersebut
menurut Wardhana (2001) dikarenakan stasiun televisi selalu mengacu pada
perolehan rating pada setiap programnya dengan perolehan rating yang tinggi
akan diikuti oleh perolehan iklan yang banyak, sehingga pemasukkan dana bagi
stasiun televisi pun menjadi semakin besar. Umumnya apabila salah satu stasiun
televisi berhasil dengan program telenovelanya, maka stasiun televisi yang lain
akan mengikutinya dengan menyajikan telenovela juga.
Berdasarkan hasil survei AC Nielsen pada bulan Maret-April 2005,
sinetron religius Rahasia Illahi dan Takdir Illahi mampu mendongkrak posisi TPI
dari tujuh besar ke posisi tertinggi di Indonesia. Hasil survei ini juga
untuk semua program di semua stasiun televisi, begitu juga dengan sinetron
Astagfirullah di SCTV dan Azab Illahi di Lativi mampu mendongkrak rating
kedua televisi tersebut.1
Tayangan sinetron religius sering mengisahkan perjalanan seseorang
dalam mengarungi hidup sampai ajal. Sinetron religius yang menceritakan
kebesaran Tuhan dimana setiap perbuatan seseorang akan mendapatkan
ganjarannya sesuai apa yang diperbuatnya. Seseorang yang berbuat kebaikan akan
menuai kebaikan pula sedangkan seseorang yang berbuat kejahatan maka akan
mendapatkan azab dari Tuhan. Orang jahat biasanya digambarkan dengan siksa
yang pedih menjelang ajal (sakratulmaut) sedangkan orang baik digambarkan
dengan keadaan yang baik pula, seperti mayat yang wangi, mayat yang utuh
selama sekian tahun, dan sebagainya. Sinetron yang bertemakan religius ini
memberikan pengaruh yang cukup besar bagi pemirsa yang menontonnya dalam
realitas kehidupan sehari-hari. 2
Siaran televisi berupa sinetron religius tersebut memiliki pengaruh yang
cukup kuat bagi pemirsa yang menontonnya terutama remaja yang mudah
terpengaruh karena perkembangan jiwanya masih labil. Remaja secara umum
menurut Sarwono (1989) adalah usia 11-24 tahun, belum menikah dan menuju
proses kematangan fisik dan terutama kematangan sosial psikologi.
1
Ruzdy Nurdiansyah 2005, Sinetron Islami Membawa Berkah,
http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=195347&kat_id=306&kat_id1=&kat_id2=-31k_. (Diakses Tanggal 15 Maret 2006)
2
Beni Setiawan, Menggugat Tayangan Religius,
Adanya sinetron religius akan memberikan pengaruh sikap remaja
terhadap agama Islam. Myers yang dikutip Sarwono (1999) mengatakan sikap
adalah reaksi suka atau tidak suka pada sesuatu, seseorang, diluar kebiasaan
kepercayaannya, perasaan atau perilakunya. Sarwono (1989) mengutip Lawrence
Kohlberg yang mengatakan pada usia remaja, tingkah laku moral ditujukan untuk
mempertahankan norma-norma tertentu. Ketika menyaksikan tayangan sinetron
religius mungkin seorang remaja yang taat pada agama akan berusaha agar ia rajin
bersembahyang supaya agama itu sendiri bisa berkelanjutan atau karena ia merasa
perlu hidup dengan berpedoman pada agama. Di pihak lain, ia mungkin memilih
norma-norma kawan-kawan sekelompoknya karena norma itulah yang berlaku di
lingkungannya dan ia mengikuti norma-norma itu sebagai ukuran moralnya
karena beranggapan bahwa kelompoknya itulah yang dipatut dijadikannya
pedoman.
Oleh karena itu, untuk dapat memahami perilaku remaja dalam menonton
tayangan sinetron religius jadi perlu dipelajari adakah hubungan antara perilaku
menonton tayangan sinetron religius dengan sikap remaja terhadap agama Islam.
1.2. Perumusan Masalah
Permasalahan utama yang dapat diangkat adalah apakah perilaku
menonton tayangan sinetron religius di televisi berhubungan dengan sikap remaja
terhadap agama Islam. Permasalahan utama tersebut penting untuk diteliti selain
karena penelitian mengenai tayangan sinetron religius belum ada yang meneliti
juga karena tayangan sinetron religius merupakan tayangan sinetron yang banyak
1. Apakah karakteristik individu remaja berhubungan dengan perilaku
mereka dalam menonton tayangan sinetron religius di televisi?
2. Apakah lingkungan sosial remaja berhubungan dengan perilaku mereka
dalam menonton tayangan sinetron religius di televisi?
3. Apakah alasan menonton remaja berhubungan dengan perilaku mereka
dalam menonton tayangan sinetron religius di televisi?
4. Apakah perilaku remaja dalam menonton tayangan sinetron religius di
televisi berhubungan dengan sikap remaja terhadap agama Islam?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara
perilaku menonton tayangan sinetron religius di televisi dengan sikap remaja
terhadap agama Islam. Tujuan tersebut dirinci sebagai berikut:
1. Menganalisis hubungan karakteristik individu remaja dengan perilaku
mereka dalam menonton tayangan sinetron religius di televisi.
2. Menganalisis hubungan lingkungan sosial remaja dengan perilaku mereka
dalam menonton tayangan sinetron religius di televisi.
3. Menganalisis hubungan alasan menonton remaja dengan perilaku mereka
dalam menonton tayangan sinetron religius di televisi.
4. Menganalisis hubungan perilaku remaja dalam menonton tayangan
1.4. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini berguna untuk:
1. Menambah pengetahuan penulis mengenai perkembangan serta teori-teori
yang mendukungnya.
2. Referensi untuk penelitian selanjutnya.
3. Masukan bagi pihak pengelola televisi dan pihak lain yang terkait dengan
pertelevisian.
4. Masukan bagi pemirsa televisi khususnya remaja untuk dapat memilih
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Pustaka
2.1.1 Komunikasi Massa dan Efek Komunikasi Massa
Rakhmat (1991) mengutip Maletzke yang mengatakan komunikasi massa
sebagai setiap bentuk komunikasi yang menyampaikan pernyataan secara terbuka
melalui media penyebaran teknis secara tidak langsung dan satu arah pada publik
yang tersebar. Komunikasi massa menurut Wright yang dikutip Rakhmat (1991)
dilihat berdasarkan karakteristik utamanya yaitu diarahkan pada khalayak yang
relatif besar, heterogen dan anonim, pesan disampaikan secara terbuka, seringkali
dapat mencapai kebanyakan khalayak secara serentak, bersifat sekilas,
komunikator cenderung berada dalam organisasi yang kompleks dan melibatkan
biaya besar. Menurut Rakhmat (1991) komunikasi massa diartikan sebagai jenis
komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen
dan anonim melalui media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat
diterima secara serentak dan sesaat.
Karakteristik komunikasi massa ada delapan yaitu: (a) komunikator
terlembagakan, melibatkan lembaga dan komunikatornya bergerak dalam
organisasi yang kompleks, misalnya media televisi; (b) pesan bersifat umum,
ditujukan untuk semua orang bukan sekelompok tertentu; (c) komunikannya
anonim dan heterogen, komunikator tidak mengenal komunikan (anonim) karena
menggunakan media dan tidak tatap muka sedangkan komunikannya heterogen
keserempakkan, keserempakkan kontak dengan sejumlah besar dalam jarak yang
jauh dari komunikator dan penduduk tersebut satu sama lain berada dalam
keadaan terpisah; (e) komunikasi mengutamakan isi ketimbang hubungan, pesan
harus disusun sedemikian rupa berdasarkan sistem tertentu dan disesuaikan
dengan karakteristik media massa yang digunakan; (f) komunikasi massa bersifat
satu arah, komunikator dan komunikannya tidak dapat melakukan kontak
langsung; (g) stimulasi alat indera terbatas, tergantung pada jenis media massa
serta (h) umpan balik tertunda, dalam komunikasi massa maka umpan balik
tertunda karena tidak berkomunikasi secara langsung (Ardianto dan Erdinaya,
2004).
Ardianto dan Erdinaya (2004) mengutip pernyataan Dominick mengenai
fungsi komunikasi massa bagi masyarakat ada lima. Pertama pengawasan yang
terbagi menjadi dua yaitu pengawasan peringatan terjadi ketika media massa
menginformasikan tentang ancaman bencana alam, serangan militer dan lain-lain,
sedangkan pengawasan instrumental adalah penyebaran informasi yang memiliki
kegunaan atau dapat membantu khalayak dalam kehidupan sehari-hari. Kedua,
penafsiran terhadap kejadian penting. Ketiga, pertalian yang dapat menyatukan
anggota masyarakat yang beragam sehingga membentuk pertalian berdasarkan
kepentingan dan minat yang sama tentang sesuatu. Keempat, penyebaran
nilai-nilai yang mewakili seseorang dengan model peran yang diamati dan harapan
untuk menirunya. Kelima, hiburan untuk mengurangi ketegangan pikiran
khalayak.
Media komunikasi massa antara lain (1) pers, media cetak dimana pesan
menggunakan tatanan mentalnya secara aktif; (2) radio siaran, memiliki kekhasan
sebagai media audio (dengar); (3) televisi, media yang bersifat audiovisual
(didengar dan dilihat) serta (4) film yang dipertunjukkan di gedung-gedung
bioskop yang mempunyai fungsi dan sifat mekanik, rekreatif, edukatif dan
persuasif (Ardianto dan Erdinaya, 2004).
Teori komunikasi massa yaitu (1) teori peluru atau jarum hipodermik,
mengamsusikan bahwa media memiliki kekuatan yang sangat perkasa, dan
komunikan dianggap pasif; (2) teori arus banyak tahap, sebagian besar orang
menerima efek media dari tangan kedua yaitu opinion leaders (para pemuka
pendapat); (3) teori proses selektif, penerima pesan media cenderung melakukan
selective exposure (terpaan selektif); (4) teori pembelajaran sosial, menjelaskan
bahwa pemirsa meniru apa yang dilihat di televisi melalui proses pembelajaran
hasil pengamatan; (5) teori difusi inovasi, penyebaran pesan-pesan sebagai ide
baru; dan (6) teori kultivasi, teori yang berpendapat bahwa pecandu berat televisi
membentuk suatu citra yang tidak konsisten dengan kenyataan (Ardianto dan
Erdinaya, 2004).
Efek kognitif komunikasi massa menurut Roberts yang dikutip oleh
Rakhmat (1991) mengatakan komunikasi massa secara tidak langsung
menimbulkan perilaku tertentu tetapi cenderung mempengaruhi cara kita
mengorganisasikan citra kita tentang lingkungan dan citra inilah yang
mempengaruhi cara kita berperilaku. Citra terbentuk berdasarkan informasi yang
kita terima. Media massa bekerja untuk menyampaikan informasi dan informasi
itu dapat membentuk, mempertahankan atau meredefinisikan citra. Media
televisi memilih tokoh-tokoh tertentu untuk ditampilkan dan mengesampingkan
tokoh lain dan karena seseorang tidak dapat dan tidak sempat mengecek
peristiwa-peristiwa yang disajikan media sehingga cenderung menerima informasi itu hanya
berdasarkan pada apa yang dilaporkan media massa. Akhirnya seseorang
membentuk citra tentang lingkungan sosial seseorang berdasarkan realitas kedua
yang ditampilkan media massa.
Pada efek afektif terdapat rangsangan emosional seperti yang dikatakan
oleh Weiss yang dikutip Rakhmat (1991), ada faktor-faktor yang mempengaruhi
intensitas rangsangan pesan media massa. Faktor-faktor itu antara lain suasana
emosional, skema kognitif, predisposisi individual dan tingkat identifikasi
khalayak dengan tokoh media massa. Respon seseorang pada film, sandiwara
televisi atau novel akan dipengaruhi oleh suasana emosional orang itu sendiri.
Skema kognitif yaitu semacam naskah pada pikiran seseorang yang menjelaskan
alur peristiwa. Misalnya seseorang tahu bahwa dalam film seorang tokoh utama
akan menang pada akhirnya, jadi tidak terlalu cemas ketika tokoh utama atau
pahlawan jatuh dari jurang. Lalu faktor yang ketiga adalah suasana terpaan,
misalnya anak-anak lebih ketakutan menonton televisi dalam keadaan sendirian
atau di tempat gelap. Faktor predisposisi individual mengacu pada karakteristik
khas individu, misalnya orang yang melankolis cenderung menanggapi tragedi
lebih terharu daripada orang periang. Identifikasi menunjukkan sejauhmana orang
merasa terlibat dengan tokoh yang ditampilkan dalam media massa. Dengan
identifikasi penonton, pembaca atau pendengar menempatkan dirinya dalam posisi
Rakhmat (1991) mengatakan teori yang menjelaskan efek konatif yaitu
teori dari Bandura dimana kita belajar bukan dari pengalaman langsung tetapi dari
peniruan atau peneladanan. Ia menjelaskan proses belajar sosial melalui empat
tahap yaitu (1) proses perhatian, adanya peristiwa yang menarik perhatian dimana
peristiwa tersebut tampak menonjol dan sederhana, terjadi berulang-ulang atau
menimbulkan perasaan positif pada pengamatnya; (2) proses pengingatan, dimana
khalayak harus sanggup menyimpan hasil pengamatan dalam benaknya dan
memanggilnya kembali tatkala mereka akan bertindak sesuai dengan teladan yang
diberikan; (3) proses reproduksi motoris, artinya menghasilkan kembali perilaku
atau tindakan yang kita amati, serta (4) proses motivasional, maksudnya kita akan
terdorong melakukan teladan bila kita melihat orang lain yang berbuat sama
mendapat ganjaran karena perbuatannya.
2.1.2 Televisi dan Pengaruh Televisi
Televisi bermula ditemukannya electrische teleskop oleh mahasiswa
Jerman yang bernama Paul Nipkov yang dijuluki ”bapak” televisi untuk mengirim
gambar melalui udara dari satu tempat ke tempat yang lain. Kelebihan televisi
antara lain penyampaian isi pesan seolah-olah langsung antara komunikator dan
komunikan, informasi yang disampaikan akan mudah dimengerti karena jelas
terdengar secara audio dan terlihat secara visual serta dengan adanya satelit
komunikasi maka peristiwa di satu tempat dapat dilihat di tempat lain melalui
televisi. Media televisi bersifat transitory (hanya meneruskan) maka pesan-pesan
yang disampaikan melalui komunikasi massa media tersebut hanya dapat didengar
tentang suatu isu yang terjadi di masyarakat. Karena sifat komunikasi massa
media televisi itu transitory maka isi pesan yang disampaikan harus singkat dan
jelas, cara penyampaian kata per kata harus jelas serta intonasi suara dan artikulasi
harus tepat dan baik. Kesemuanya itu tentu saja menekankan unsur isi pesan yang
komunikatif agar pemirsa dapat mengerti secara tepat tanpa harus menyimpang
dari pemberitaan yang sebenarnya. Kelemahan televisi adalah karena bersifat
“transitory” maka isi pesannya tidak dapat di’memori’ oleh pemirsa. Media
televisi terikat oleh waktu tontonan dan tidak bisa melakukan kritik sosial dan
pengawasan secara langsung dan vulgar (Kuswandi, 1996).
Televisi memiliki beberapa fungsi seperti yang diungkapkan oleh
Hofmann (1999) mengenai teori lima fungsi televisi yaitu sebagai berikut :
1. Pengawasan Situasi Masyarakat dan Dunia
Fungsi ini disebut informasi. Fungsi televisi yang sebenarnya adalah
mengamati kejadian didalam masyarakat dan kemudian melaporkannya sesuai
dengan kenyataan yang ditemukan. Dalam hal ini, tekanannya bukan pada
siarannya melainkan pada kamera dan mikrofon yang merekam. Seandainya
fungsi ini diperhatikan betul, televisi dapat menjadi media komunikasi yang
cukup demokratis sejauh yang hidup di dalam masyarakat dikembalikan lagi
kepada masyarakat lewat siaran.
2. Menghubungkan Satu Dengan yang Lain
Menurut Neil Postman, televisi tidak berkesinambungan. Akan tetapi,
televisi yang menyerupai sebuah mosaik dapat saja menghubungkan hasil
pengawasan satu dengan hasil pengawasan lain secara jauh lebih gampang
3. Menyalurkan Kebudayaan
Diharapkan televisi dapat lebih proaktif. Televisi sendiri tidak hanya
mencari tetapi juga ikut memperkembangkan kebudayaan. Fungsi ini dilihat
sebagai pendidikan. Namun, istilah ’pendidikan’ sengaja dihindari karena di
dalam kebudayaan audiovisual tidak ada yang namanya kurikulum yang
dirancang oleh seorang pendidik. Kebudayaan yang diperkembangkan untuk
televisi merupakan tujuan tanpa pesan khusus di dalamnya.
4. Hiburan
Sekarang ini hiburan semakin diakui sebagai kebutuhan manusia. Tanpa
hiburan manusia tidak dapat hidup wajar. Hiburan juga dapat diberi nilai yang di
Amerika Serikat disebut Recreational Succes yaitu keberhasilan sebagai rekreasi.
Di dalam penelitian di antara ibu-ibu rumahtangga penggemar tayangan serial
telenovela di Amerika Latin, telenovela dipilih karena dengan menonton serial itu,
mereka dapat belajar berbicara lebih baik dan berani sehingga tidak mudah
dikuasai oleh suami yang macho. Mereka kemudian meniru para wanita di layar
televisi dengan cara berpakaian, berias dan berdandan. Kalau tidak ada sesuatu
yang dapat dipelajari suatu hiburan umumnya kurang menarik. Pembuat program
televisi yang baik memperhatikan dengan jeli hal apa yang ingin dipelajari oleh
para penonton.
5. Pengerahan Masyarakat untuk Bertindak dalam Keadaan Darurat
Misalnya kalau terjadi wabah penyakit di suatu daerah, televisi bisa saja
memberitakan berdasarkan fungsinya sebagai pengawas. Televisi harus proaktif
Ardianto dan Erdinaya (2004) mengatakan televisi memiliki fungsi
memberi informasi, mendidik, menghibur dan membujuk. Media televisi adalah
salah satu media massa yang mampu menyajikan informasi kejadian-kejadian
dalam masyarakat secara objektif. Konsep diri pemirsa setelah menyaksikan
tayangan acara televisi jelas menentukan seberapa jauh media televisi itu
mempunyai dampak yang menyentuh aspek kepribadian pemirsa secara
emosional, intelektual maupun sosial. Dampak acara televisi terhadap pemirsa
yaitu (1) dampak kognitif yaitu kemampuan seseorang atau pemirsa untuk
menyerap dan memahami acara yang ditayangkan televisi yang melahirkan
pengetahuan bagi pemirsa, misalnya acara kuis di televisi; (2) dampak peniruan
yaitu pemirsa dihadapkan pada tren aktual yang ditayangkan di televisi, misalnya
model pakaian dan rambut dari bintang televisi yang kemudian digandrungi atau
ditiru secara fisik; serta (3) dampak perilaku yaitu proses tertanamnya nilai-nilai
sosial budaya yang telah ditayangkan acara televisi yang diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari pemirsa, misalnya sinetron Dokter Sartika yang
mengintemalisasikan kesehatan bagi masyarakat (Kuswandi, 1996).
Dampak televisi berupa peniruan juga diungkapkan oleh Tubbs dan Moss
(1996) yang mengatakan sikap atau perilaku pada diri seseorang dapat diperoleh
dari hasil peniruan atau imitasi dengan cara memperhatikan perilaku seseorang
atau tokoh pada televisi. Peniruan atau proses imitasi berlangsung sepanjang
hidup seseorang, terutama masa-masa pembentukkan pada anak-anak dan remaja.
Hal tersebut dikarenakan informasi dan berbagai program yang disajikan oleh
televisi tentang berbagai kehidupan sosial dan peranan yang ditampilkan akan
dikatakan oleh Schramn and Porter (1982) seorang anak atau remaja yang sedang
menonton tayangan televisi secara tidak sengaja akan mempelajari atau
menemukan hal-hal yang baru kemudian akan diingatnya dan kemudian
ditiru.Anak berusia delapan tahun akan mampu mengingat tiga sampai lima hal
baru pada tayangan televisi, sedangkan anak remaja dapat mengingat sembilan
sampai sepuluh hal baru yang ditayangkan televisi.
2.1.3 Program Acara Sinetron 2.1.3.1 Sinetron dan Pengaruhnya
Acara televisi yang berhubungan dengan misi pembangunan adalah paket
sinetron. Tampilan paket sinetron televisi mempunyai beberapa unsur yaitu cerita
sinetron umumnya sesuai dengan realitas kehidupan masyarakat dan isi sinetron
mengkomunikasikan soal pembangunan fisik maupun mental. Ada beberapa
faktor yang membuat paket sinetron disukai yaitu isi pesannya sesuai dengan
realitas sosial pemirsa, isi pesannya mengandung cerminan tradisi nilai luhur dan
budaya pemirsa dan isi pesannya lebih banyak mengangkat permasalahan atau
persoalan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat (Kuswandi, 1996).
Dalam membuat paket ini kru televisi harus memasukkan isi pesan yang
positif dan pesan dapat mewakili aktualitas kehidupan masyarakat dalam realitas
sosialnya. Untuk membuat sinetron ada dua hal perlu diperhatikan yaitu terdapat
permasalahan sosial dalam cerita sinetron yang mewakili realitas sosial dalam
masyarakat dan menyelesaikan permasalahan yang terjadi dalam sinetron secara
Tayangan sinetron telah menjadi mata acara primadona di televisi.
Sinetron yang ditayangkan pada televisi menurut Labib (2002) dapat dibedakan
menjadi tiga jenis yaitu sinetron seri, serial dan sinetron lepas. Sinetron seri dan
sinetron serial memiliki kesamaan yaitu jumlah episodenya yang banyak. Namun,
memiliki perbedaan yaitu kalau sinetron seri antara episode pertama dan
selanjutnya tidak menunjukkan hubungan sebab akibat, dimana terdapat tiga
babak yaitu pemaparan, konflik dan ditutup dengan solusi, tampak tegas sehingga
memuaskan pemirsa serta tokoh-tokoh yang muncul baik protagonis maupun
antagonis tetap dengan cerita yang dibuat berubah-ubah setiap episodenya.
Berbeda dengan sinetron serial yang pada setiap episodenya selalu memilki
hubungan sebab akibat namun struktur ceritanya disesuaikan dengan kepentingan
untuk ”menjerat” minat pemirsa agar terus-menerus mengikuti episode
selanjutnya. Sinetron lepas atau sinetron yang satu episodenya selesai atau film
televisi (FTV), struktur ceritanya tampak sangat jelas dan persis mengikuti pola
tiga babak tersebut. Jenis sinetron lepas ini memiliki format yang berbeda dengan
sinetron pada umumnya yaitu durasi (running time) mencapai satu setengah jam
(90 menit) sudah termasuk selipan iklan dan tidak bersambungan, tidak serial juga
tidak bermini seri, dimana satu kali tayang langsung selesai serta pada
tayangan-tayangan untuk pekan berikutnya masing-masing tidak ada sangkut pautnya sama
sekali.
Sinetron juga dapat dibedakan atas dasar tema ceritanya yang dibagi
menjadi dua kategori besar. Pertama, sinetron drama yaitu sebagai komposisi
cerita atau kisah, syair lagu-lagu yang diharapkan dapat menggambarkan
emosi atau konflik yang dikemas secara khusus untuk ditayangkan di televisi.
Jenis sinetron drama ini pun dibagi dalam tiga kategori besar yaitu sinetron drama
komedi yaitu sinetron drama yang berisi kelucuan-lucuan yang mengajak pemirsa
tertawa, sinetron drama rumahtangga yaitu sinetron drama yang mengangkat
masalah-masalah dalam rumahtangga dan sinetron drama misteri yaitu sinetron
drama yang mengangkat masalah misteri atau menciptakan situasi yang
mencekam. Kedua adalah sinetron laga yaitu sinetron yang banyak menceritakan
dan mengisahkan perkelahian sebagai menu utamanya. Jenis sinetron laga juga
dapat dibagi menjadi dua yaitu sinetron laga misteri kolosal yaitu sinetron laga
yang mengangkat pertarungan-pertarungan dengan tema misteri dengan pemeran
dalam jumlah besar dan sinetron laga drama yaitu sinetron laga drama yang
mengangkat pertarungan-pertarungan dengan masa setting masa kini (Labib,
2002).
Acara sinetron memberikan pengaruh yang cukup besar bagi pemirsa
yang menontonnya. Seperti yang diungkapkan oleh Labib (2002) dimana cerita
sinetron tidak hanya sekedar menjadi sajian menarik di layar kaca, tetapi juga
telah menjadi bahan diskusi di antara para ibu di kelompok arisan, antar anggota
keluarga, bahkan tidak jarang nilai-nilai sosial di dalamnya hadir sebagai rujukan
perilaku para penggemarnya. Bahkan para penggemar sinetron umumnya merasa
cemas jika ketinggalan salah satu episode cerita sinetron kesayangannya.
Lagu-lagu tema sinetron banyak dihapal oleh para ibu-ibu dan remaja putri. Saat itulah
muncul komunitas baru yaitu komunitas para penggemar artis sinetron. Bahkan
putri, mereka mengubah model rambut dan dandanannya seperti artis
kesayangannya.
Paket sinetron menurut Kuswandi (1996) selama ini tampaknya telah
dianggap sebagai mata acara primadona televisi. Namun, anggapan demikian
ternyata tidak selalu benar dan tepat. Banyak sinetron yang telah ditayangkan di
televisi terlihat asal jadi baik dari segi isi pesan maupun teknik penggarapannya.
Sampai saat ini masih belum banyak paket sinetron yang berfungsi sebagai alat
atau sarana agen perubahan sosial maupun agen pembangunan.
2.1.3.2 Sinetron Religius
Beberapa tahun terakhir ini, pemirsa tayangan televisi dimanjakan
dengan berbagai ragam acara yang bernuansa religius. Tayangan-tayangan
tersebut diatur sedemikian rupa sehingga digemari penonton. Sejak pertengahan
tahun 2004 televisi di Indonesia banjir dengan sinetron religius bertajuk ”Ilahi”.
Diawali dengan sukses TPI menayangkan serial Rahasia Ilahi, yang konon
diilhami oleh kisah-kisah nyata dalam majalah Hidayah, stasiun TV swasta lain
kemudian mengikuti jejak TPI. SCTV dengan Astaghfirullah dan Kuasa Ilahi;
Trans-TV dengan Taubat, Insyaf, dan Istighfar; Lativi dengan Azab Ilahi,
Pada-Mu Ya Rabb, dan Sebuah Kesaksian; RCTI dengan Tuhan Ada di Mana-mana;
ANTV dengan Azab Dunia dan Jalan ke Surga; TV7 dengan Titik Nadir; dan TPI
sendiri dengan Takdir Ilahi, Allah Maha Besar, dan Kehendak-Mu.1
1
www.kompas.co.id/kompas-Sinetron religius semacam ini ternyata mampu mendongkrak peringkat
stasiun penayangnya.2 Tak heran jika kemudian hampir semua stasiun TV
menayangkan sinetron sejenis. Sinetron religius yang kini tengah menjamur,
sesungguhnya merupakan kelanjutan dari tren tayangan televisi sebelumnya, yang
doyan menayangkan mistik. Setelah aroma mistis sempat populer dalam bungkus
reality show, seperti Dunia Lain, Gentayangan, dan lain-lain, kini aroma serupa
dikemas dalam bentuk sinetron. 3
Berdasarkan sumber cerita, sinetron religius dapat dikategorikan menjadi
dua. Pertama, sinetron yang didasarkan pada kisah nyata. Kedua, sinetron yang
ide ceritanya diambil dari sumber-sumber Islam klasik, terutama hadis-hadis yang
dianggap sahih atau dari buku kumpulan cerita yang juga diambil dari kitab-kitab
klasik. 4
Satu hal yang sama dalam kedua jenis sinetron ini adalah di akhir
tayangan dihadirkan seorang kiai, dai, atau agamawan yang dianggap dapat
memberi tafsir kontekstual.5 Beberapa tayangan religius yang langsung
didampingi dai-dai kondang Indonesia seperti, Arifin Ilham, Jefri al Bukhori,
Luthfiah Sungkar, dan seterusnya. Pendamping sinetron itu mengajak pemirsa
untuk merenungkan apa yang telah dilihatnya di awal ataupun di akhir tayangan.
Sinetron yang bernuansa religius itu mau tidak mau harus kita terima sebagai
2 Loc.cit 3
Ukon Akhmad Furkon 2005, Penuh Mistik dan Gambaran Tuhan yang Kejam Sinetron Religius yang Menyedihkan, http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/1005/01/0805.htm-19k. (Diakses Tanggal 7 Desember 2005)
4
sebuah tawaran baru dalam persinetronan Indonesia atau paling tidak menjadi
salah satu cara dakwah dalam Islam itu sendiri. 6
Sinetron religius berdasarkan jenis sinetron yang dikemukakan oleh
Labib (2002) termasuk ke dalam sinetron lepas atau sinetron yang satu episodenya
selesai atau film televisi (FTV), dimana struktur ceritanya tampak sangat jelas dan
persis mengikuti pola tiga babak yaitu pemaparan, konflik dan ditutup dengan
solusi. Jenis sinetron lepas ini memiliki durasi (running time) yang mencapai satu
setengah jam (90 menit) dimana sudah termasuk selipan iklan dan tidak
bersambungan, tidak serial juga tidak bermini seri, dimana satu kali tayang
langsung selesai serta pada tayangan-tayangan untuk pekan berikutnya
masing-masing tidak ada sangkut pautnya sama sekali. Sinetron religius juga termasuk ke
dalam sinetron drama yaitu komposisi cerita atau kisah, syair lagu-lagu yang
menggambarkan kehidupan dan watak melalui tingkah laku (akting) atau dialog
yang melibatkan emosi atau konflik yang dikemas secara khusus untuk
ditayangkan di televisi. Tayangan sinetron religus lebih spesifik termasuk ke
dalam sinetron drama misteri yaitu sinetron drama yang mengangkat masalah
misteri atau menciptakan situasi yang mencekam.
Munculnya tayangan sinetron religius yang menggambarkan setiap
perbuatan pasti akan mendapatkan balasan yang setimpal, ternyata sangat
diharapkan oleh Manshur. Manshur (1996) mengatakan perlu ada saluran khusus
untuk menampilkan acara mengenai sanksi dan hukuman dalam Islam. Dalam
acara ini harus dijelaskan terlebih dahulu dasar-dasar, asal-usul dan tujuan dari
adanya sanksi dan hukuman yang diberlakukan dalam Islam. Perlu dijelaskan juga
8
Beni Setiawan, Menggugat Tayangan Religius,
batas-batas keadilan dan pelaksanaan dalam hukum Islam, persamaan hak dan
kedudukan bagi setiap manusia dimata hukum Islam ditambah dengan penjelasan
mengenai dasar-dasar peraturan berbagai sanksi dan hukuman tersebut.
2.1.4 Remaja
Batasan remaja menurut WHO pada tahun 1974 terdiri dari tiga kriteria
yaitu biologik dimana individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan
tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual,
psikologik dimana individu mengalami perkembangan psikologik dari pola
indentifikasi anak-anak menjadi dewasa serta sosial ekonomi dimana terjadi
peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada keadaan yang
relatif lebih mandiri. WHO menetapkan batas usia 10-20 tahun sebagai batasan
usia remaja. Masyarakat Indonesia mendefinisikan remaja sebagai remaja pada
batasan usia 11-24 tahun (Sarwono, 1989). Hurlock (1996) membagi masa remaja
menjadi dua bagian yaitu masa awal remaja dan masa akhir remaja. Masa awal
remaja berlangsung dari usia 13 tahun sampai 16 tahun atau 17 tahun. Untuk masa
remaja akhir dimulai dari usia 16 atau 17 tahun sampai dengan 18 tahun.
Masa remaja menurut Sabri (1993) merupakan masa yang penting. Masa
ini disebut juga sebagai suatu tahap peralihan, perubahan, usia bermasalah,
mencari identitas, usia yang menakutkan, tidak realistik dan diambang dewasa.
Masa peralihan disebut juga sebagai masa transisi. Pada masa ini remaja
mengalami ketidakmapanan tingkah laku. Pada masa remaja, perubahan yang
Menurut Yusuf yang dikutip oleh Badriah (2003), proses perkembangan
mencari identitas diri dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu:
a) Iklim keluarga, yang berkaitan dengan interaksi sosio-emosional antar anggota
keluarga, sikap dan perlakuan orangtua terhadap anak.
b) Tokoh idola, orang-orang yang dianggap remaja sebagai figur yang memiliki
posisi di masyarakat. Pada umumnya remaja mengidolakan tokoh-tokoh dari
kalangan selebritis.
c) Peluang pengembangan diri, yaitu kesempatan untuk melihat ke depan dan
menguji dirinya dalam setting kehidupan yang beragam.
Masa remaja adalah usia individu mulai berintegrasi dengan masyarakat
dewasa, usia anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang lebih tua
melainkan dalam tingkatan sama, sekurang-kurangnya masalah hak. Posisi
seorang individu yang berusia remaja tidak mempunyai tempat yang jelas. Remaja
tidak digolongkan pada golongan anak, dan juga tidak termasuk pada golongan
orang dewasa atau golongan tua. Remaja masih harus menemukan tempatnya
dalam masyarakat (Hurlock, 1996).
Lawrence Kohlberg yang dikutip Sarwono (1989) mengatakan tentang
perkembangan moral dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dalam
tahapan-tahapan. Ia berpendapat bahwa kemampuan seseorang untuk menilai baik
buruknya sesuatu tergantung pada kemampuan penalaran orang yang
bersangkutan. Tahapan-tahapan perkembangan sebagai berikut :
1. Tahap Pra Konvensional (0-5 tahun)
Pada tahap ini anak belum mengetahui sama sekali tentang aturan-aturan
membedakan mana yang baik dan buruk maka orangtua mendidik anak dengan
sistem hukuman dan ganjaran.
2. Tahap Konvensional
Ada dua subtahap yaitu: (a) Orientasi anak baik-anak nakal yang terjadi
antara usia 6-11 tahun, dimana anak mengukur tingkah lakunya dengan
berorientasi pada apa yang lazimnya dianggap baik (misalnya hormat pada
orangtua, rajin sembahyang dan lain-lain) dan tidak melakukan apa yang dianggap
tidak baik dan (b) Orientasi menjaga sistem, dimana pada ada usia remaja tingkah
laku moral ditujukan untuk mempertahankan norma-norma tertentu. Remaja yang
taat pada agama akan berusaha agar ia rajin bersembahyang supaya agama itu
sendiri bisa berkelanjutan atau karena ia merasa perlu hidup dengan berpedoman
pada agama. Di pihak lain, ia mungkin memilih norma-norma kawan-kawan
sekelompoknya karena norma itulah yang berlaku di lingkungannya dan ia
mengikuti norma-norma itu sebagai ukuran moralnya karena beranggapan bahwa
kelompoknya itulah yang dipatut dijadikannya pedoman.
3. Tahap Pra Konvensional (masa dewasa)
Kalau sampai dengan masa remaja perkembangan moral masih terikat
pada situasi-situasi yang konkrit dan diukur dengan norma-norma yang relatif
baku, usia dewasa tolak ukurnya sudah bersifat umum dan kuat. Orang dewasa
sudah tidak berpedoman pada konvensi-konvensi yang baku lagi kecuali
konvensi-konvensi itu dianggapnya bisa berfungsi untuk tahapan yang lebih luas.
Dalam masa perkembangannya ini, remaja selalu mencari jati diri, salah
satunya adalah dengan mencontoh idola mereka. Sebagian besar remaja memiliki
bintang film. Mengingat tokoh idolanya sering muncul di media massa, terutama
televisi, maka remaja sangat suka dan termotivasi dalam menonton televisi.
2.1.5 Sikap
Sikap menurut Azjen yang dikutip Sarwono (1999) adalah ketidak
posisian untuk merespon kesukaan atau ketidaksukaan terhadap objek, orang,
institut atau suatu event. Ciri khas dari sikap berdasarkan definisi di atas adalah
mempunyai objek tertentu (orang, perilaku, konsep, situasi, benda dan
sebagainya) dan mengandung penilaian (setuju-tidak setuju, suka-tidak suka).
Azwar (1995) mengutip Secord dan Backman yang mendefinisikan sikap
sebagai keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi) dan
predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan
sekitarnya. Sarwono (1999) mengatakan sikap mengandung tiga bagian menurut
yaitu kognitif (kesadaran), afektif (perasaan) dan konatif (perilaku). Ketiga bagian
itu saling terkait erat misalnya jika kita dapat mengetahui kognisi dan perasaan
seseorang terhadap suatu objek maka kita akan tahu pula kecenderungan
perilakunya. Sikap digambarkan oleh Mar’at (1981) dalam berbagai kualitas dan
intensitas yang berbeda dan bergerak secara kontinyu dari positif melalui areal
netral ke arah negatif. Kualitas dan intensitas sikap menggambarkan konotasi dari
komponen afeksi sehingga terjadi kecenderungan untuk dapat bertingkah laku
berdasarkan kualitas emosional.
Komponen sikap kognitif berisi kepercayaan seseorang mengenai apa
yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap. Kepercayaan tersebut muncul