TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Pustaka
2.1.7 Hasil Penelitian Perilaku Menonton
Shaliza (2001) yang melakukan penelitian mengenai perilaku menonton
dan pengaruh isi siaran mengatakan terdapat hubungan antara jenis kelamin
dengan lama menonton televisi dimana pada remaja tingkat SLTP, laki-laki lebih
banyak tergolong penonton ringan sedangkan perempuan lebih banyak tergolong
penonton sedang. Pada remaja tingkat SMU, laki-laki lebih banyak tergolong
sebagai penonton ringan sedangkan perempuan mempunyai jumlah yang
seimbang antara penonton ringan dengan penonton sedang.
Rasyid, et.al (2005) yang melakukan penelitian mengenai hubungan
keterdedahan tayangan mistik komersial dengan perilaku remaja terhadap aqidah
Islam mengatakan bahwa antara siswa laki-laki maupun perempuan baik siswa
SMA maupun MAN berpotensi sama terdedah oleh tayangan tersebut. Siswa
MAN laki-laki lebih sering menonton metode komunikasi tayangan mistik
komersial dibanding siswa MAN perempuan pada tehnik penyajian uji nyali. Pada
siswa SMU dan MAN berpotensi sama terdedah terhadap tayangan mistik
komersial, namun pada tehnik penyajian uji nyali siswa MAN lebih berpotensi
terdedah tayangan mistik komersial. Tayangan mistik komersial ternyata tidak
maupun SMA dimana semakin sering menonton tayangan mistik komersial maka
semakin melemahkan aqidah islam para siswa.
Shaliza (2001) mengatakan bahwa terdapat hubungan antara motivasi
remaja menonton acara televisi dengan lama menonton televisi dimana pada
tingkat SLTP remaja dengan motivasi afektif paling banyak tergolong penonton
sedang dan remaja dengan motivasi pelepasan ketegangan mempunyai jumlah
yang seimbang antara penonton ringan dengan penonton berat. Pada remaja
tingkat SMU, dimana remaja dengan motivasi afektif mempunyai jumlah yang
seimbang antara penonton ringan dengan penonton berat dan remaja dengan
motivasi pelepasan ketegangan paling banyak tergolong penonton berat. Terdapat
hubungan antara motivasi menonton acara televisi dengan jenis acara yang
ditontonnya dimana pada remaja tingkat SLTP, acara hiburan anak paling banyak
ditonton dengan motivasi afektif sedangkan acara hiburan drama paling banyak
ditonton dengan motivasi pelepasan ketegangan. Pada tingkat SMU, acara hiburan
drama paling banyak ditonton dengan motivasi afektif dan motivasi pelepasan
ketegangan. Pengaruh siaran televisi terhadap emosi pada remaja SLTP dan SMU
menunjukkan bahwa 75 persen memberikan reaksi sesuai dengan acara yang
ditontonnya.
Badriah (2003) yang melakukan penelitian mengenai motivasi, perilaku
dan pemenuhan kebutuhan remaja dari acara hiburan televisi mengatakan remaja
di kota memiliki motivasi informasi dan motivasi integrasi serta interaksi yang
lebih tinggi dibandingkan remaja di desa. Pada motivasi identitas pribadi dan
hiburan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara remaja di kota dengan di desa.
antara siswa perempuan dengan siswa laki-laki di desa yang dikarenakan
penggunaan waktu untuk membantu orangtua di desa relatif sama untuk
keduanya. Pada siswa laki-laki di kota memiliki durasi yang lebih tinggi
dibandingkan siswa perempuan karena remaja laki-laki tidak banyak ikut terlibat
membantu orangtua. Untuk hubungan antara jenis kelamin siswa di desa maupun
di kota dengan jumlah acara yang ditontonnya menunjukkan tidak ada hubungan.
Badriah (2003) dalam penelitiannya mengatakan bahwa jenis motivasi
yang berhubungan nyata terhadap durasi acara hiburan di televisi pada siswa di
desa adalah motivasi informasi, integrasi dan interaksi sosial serta hiburan.
Hubungan yang terjadi antara ketiga variabel motivasi di atas dengan durasi
menonton adalah searah, sementara motivasi identitas pribadi tidak berhubungan
nyata dengan durasi menonton. Pada siswa di desa tidak ada satupun dari jenis
motivasi berhubungan nyata terhadap jumlah acara hiburan yang ditontonnya hal
ini disebabkan tidak berpolanya tiap jenis motivasi yang diungkapkan siswa
menurut jumlah acara hiburan yang ditontonnya. Pada siswa di kota motivasi yang
berhubungan nyata dengan durasi menonton adalah motivasi integrasi dan
interaksi sosial serta hiburan. Sementara untuk motivasi informasi dan identitas
pribadi tidak adanya hubungan antara durasi menonton dengan informasi
dikarenakan banyaknya akses informasi selain televisi pada masyarakat kota. Pada
siswa di kota motivasi yang berhubungan nyata terhadap jumlah acara hiburan
adalah motivasi informasi serta integrasi dan interaksi sosial. Hal ini disebabkan
banyaknya akses informasi yang diperoleh siswa di kota menunjukkan tingginya
akses media massa didukung pula oleh tingginya interaksi sosial dengan orang-
banyak sehingga menimbulkan rasa ingin tahu terhadap acara tersebut yang
mengakibatkan banyaknya acara yang ditonton. Sementara tidak berhubungannya
motivasi hiburan terhadap jumlah acara yang ditontonnya disebabkan adanya
perilaku menonton siswa yang berbeda-beda dalam memenuhi motivasi
hiburannya sedangkan untuk motivasi identitas pribadi tidak berhubungan
dipengaruhi oleh interpretasi yang berbeda-beda terhadap variabel motivasi
tersebut.
Budyatna (1994) yang melakukan penelitian mengenai perilaku remaja
dalam menonton tayangan televisi mengatakan bahwa status sosial berhubungan
dengan waktu yang digunakan untuk menonton. Hasil penelitiannya yaitu terdapat
perbedaan lamanya waktu yang digunakan dalam menonton pada remaja yang
tinggal di real estate Pondok Indah dan penghuni rumah susun Kelurahan Malaka
Sari, dimana kelompok yang lebih lama menonton adalah kelompok remaja yang
tinggal di real estate Pondok Indah. Terdapat perbedaan selera acara yang disukai
remaja penghuni real estate dengan remaja rumah susun. Remaja real estate lebih
menyenangi adegan penuh petualangan dan remaja penghuni rumah susun lebih
menyukai adegan lucu dan hiburan. Namun mereka sepakat tidak terlalu
menyukai adegan kekerasan dan ketegangan. Remaja laki-laki, apalagi
perempuan, kurang menyukai adegan-adegan yang penuh ketegangan dan
kekerasan.
Berdasarkan penelitian Untoro yang diikuti Badriah (2003), pria lebih
banyak menonton acara yang bersifat informasi dan hiburan ’action’, sementara
Remaja dalam memilih acara televisi dipengaruhi oleh orang-orang yang
melihat acara tersebut bersama remaja, hal ini berdasarkan hasil penelitian Chaffe
dan Tims yang dikutip oleh Hurlock (1996). Ketika menonton televisi, remaja
biasanya didampingi oleh orang tua atau keluarga. Oleh karenanya pendidikan
orang tua ikut juga berpengaruh dalam perilaku menonton televisi seorang anak.
Anak remaja yang orang tuanya memiliki latar belakang pendidikan tinggi
cenderung semakin kurang durasi menonton televisinya dan semakin tinggi
tingkat pendidikannya maka jumlah acara informasi yang ditonton lebih banyak
dibandingkan dengan acara yang bersifat hiburan (Anggrek, 1996).
Herlina (1999) yang mengutip Greenberg dari hasil penelitiannya di
Inggris, menyatakan bahwa setiap individu membentuk pola tertentu dalam
menggunakan media massa. Jika pola dan motif anak-anak dalam menggunakan
media dapat diidentifikasikan, maka pola tersebut akan terikut terus dan menjadi
dasar dari pola penggunaan dan orientasi orang dewasa terhadap media massa.
Pola dan motif ini penting diketahui sebagai dasar untuk mengidentifikasi potensi
efek dan perubahan perilaku sosial yang mungkin terjadi akibat penggunaan suatu
media.