NILAI DAN MANFAAT EKONOMI KEBERADAAN TAMAN
KOTA MENTENG, JAKARTA PUSAT SEBAGAI
SALAH SATU BENTUK PEMANFAATAN
RUANG TERBUKA HIJAU
NUR ELOK FAIQOH
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
NILAI PENTING TAMAN KOTA MENTENG JAKARTA PUSAT SEBAGAI BENTUK RUANG TERBUKA HIJAU
THE ESSENTIAL VALUE OF MENTENG URBAN PARK AS OPEN GREEN SPACE IN CENTRAL JAKARTA
Faiqoh, Nur Elok 1), Meti Ekayani 2), Nuva 3) Abstract
The availability of land for open green space (OGS) in Jakarta competes with other development sector such as infrastructure, building, and property. This condition will affect environmental degradation. Therefore, DKI Jakarta Government tend to increase the number of OGS. One of the government effort was building Menteng Urban Park in Central Jakarta which was originally a sport area of Persija Football Stadium. The development concept was expected to harmonize three functions of the Menteng Park; ecological functions, social and cultural functions, and aesthetics functions. On the other side, the existence of Menteng Urban Park that draws visitors was expected to be economically beneficial for people, especially for entrepreneurs who will see it as job opportunity. The economic value of the existence of Menteng Urban Park was counted with apply willingnes to pay (WTP) by using the contingent valuation method (CVM). Other economic benefit can be seen from the contribution of the labors creation, raise income of community, and did the income which generate from the Menteng Urban Park is the main income. This research aimed to confirm whether the essential value of Menteng Urban Park for the society is suitable with the intention and the objective of government, since the footbal stadium was convert urban park.
Keywords : Menteng urban park, contingent valuation method, existence value, the economic benefit.
1
Mahasiswa Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, FEM IPB 2
Dosen Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Gelar: Dr. S.Hut, M.Sc 3
iii
RINGKASAN
NUR ELOK FAIQOH. Nilai dan Manfaat Ekonomi Keberadaan Taman Kota Menteng, Jakarta Pusat sebagai Salah Satu Bentuk Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau. Dibimbing oleh METI EKAYANI dan NUVA.
Pembangunan yang terjadi di Jakarta memberikan pertumbuhan dari segi ekonomi, namun cenderung menurun dari segi ekologi. Ruang Terbuka Hijau (RTH) berupa Taman Kota merupakan salah satu upaya untuk memperbaiki kualitas lingkungan Jakarta yang semakin menurun. Keberadaan taman kota memiliki fungsi sebagai penghasil oksigen, penyerap karbon, daerah resapan air, dan penyeimbang kondisi lingkungan. Taman Kota Menteng Jakarta Pusat adalah salah satu taman yang memiliki nilai ekologis, estetika yang bagus, dan dalam kondisi pengelolaan yang baik. Kawasan Taman Menteng awalnya merupakan Stadion Persija Menteng dengan status Penyempurna Hijau Rekreasi (PHR) yang fungsi utamanya sebagai daerah resapan air. Kondisi Stadion Persija pada saat itu dinilai tidak efektif lagi dengan fungsi utamanya dan tidak memungkinkan untuk dipertahankan. Pemerintah DKI Jakarta memutuskan untuk mengalihfungsikan sebagai taman kota dengan tujuan ingin menata kawasan lingkungan Menteng. Awalnya perubahan fungsi Taman Menteng tersebut sempat menjadi kontroversi antar pihak yang berkepentingan dengan fungsi Taman Menteng sebagai stadion bola dan keinginan pemerintah merubah menjadi taman kota yang dirasa lebih efektif berfungsi sebagai RTH. Oleh karena itu, perlu dikaji apakah keberadaan Taman Kota Menteng memiliki nilai dan manfaat penting dengan menilai seberapa penting keberadaan Taman Menteng sebagai Taman Kota dilihat dari nilai dan manfaat ekonomi dengan melakukan identifikasi persepsi
multistakeholder terhadap fungsi keberadaan Taman Menteng, menghitung nilai ekonomi, dan menganalisis manfaat ekonomi dari keberadaan Taman Menteng.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa keberadaan Taman Menteng memiliki potensi pemanfaatan sebagai sarana rekreasi, olahraga, family gathering,
video shooting, dan lainnya. Fungsi yang paling dirasa penting dengan keberadaan Taman Menteng berdasarkan persepsi multistakeholder adalah fungsi sosial budaya (35.8%) sebagai sarana rekreasi keluarga (30.5%), fungsi ekologis (31.9%) sebagai perbaikan kualitas lingkungan (31.4%), fungsi estetika (26.1%) sebagai memperindah lingkungan (41.1%), dan fungsi ekonomi (6.2%) sebagai lapangan pekerjaan. Kegiatan yang paling diminati pada saat di taman adalah duduk-duduk di sekitar taman dan menikmati keindahan taman. Akan tetapi, sebagian responden menyatakan bahwa keberadaan Taman Menteng juga memiliki dampak negatif karena disalahgunakan oleh sebagian pengguna taman seperti tempat melakukan tindakan di luar norma.
iv memiliki rataan WTP tertinggi terhadap keberadaan Taman Menteng sebesar Rp 49 630 dibandingkan masyarakat sekitar sebesar Rp 16 844 dan pengunjung sebesar Rp 5 522. Hal ini dikarenakan, pelaku usaha memiliki kepentingan terhadap keberadaan Taman Menteng yang merupakan sumber penghasilan utama sehingga mereka memberikan nilai ekonomi yang tinggi terhadap keberadaan Taman Menteng. Hasil penilaian ekonomi tersebut mencerminkan bahwa keberadaan Taman Menteng memiliki nilai penting bagi masyarakat sehingga keberadaannya pelu dipertahankan.
Manfaat ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat sekitar dari keberadaan Taman Menteng diantaranya adalah penyerapan tenaga kerja dan kontribusi terhadap tambahan pendapatan bagi sebagian masyarakat. Penyerapan tenaga kerja dengan adanya Taman Menteng sebanyak 77 orang yang terbagi dalam 8 kelompok pekerjaan. Juru parkir merupakan pihak yang paling merasakan manfaat berupa tambahan pendapatan dari keberadaan Taman Menteng yaitu sebesar Rp 3 750 000. Selanjutnya, tambahan pendapatan yang diterima oleh kelompok pekerja lainnya adalah usaha warung sebesar Rp 3 600 000, penjaja makanan sebesar Rp 2 665 000, minuman keliling sebesar Rp 2 248 182, kebersihan taman sebesar Rp 1 635 571, keamanan taman sebesar Rp 1 416 667, dan penyiraman taman sebesar Rp 1 100 000. Keberadaan Taman Menteng menjadi sumber penghasilan utama bagi kelompok pekerjaan sebagai juru parkir dan penyiraman taman dengan proporsi pendapatan keduanya sebesar 100%, begitu pula dengan 4 kelompok pekerjaaan lainnya, seperti minuman keliling (91%), penjaja makanan (86%), warung taman (85%), dan kebersihan taman (73%). Bagi pekerja penjaga toilet dan keamanan taman, pendapatan yang didapatkan dari adanya Taman Menteng merupakan pendapatan sampingan terlihat dari proporsi pendapatan keduanya berturut-turut sebesar 38% dan 46%. Penentuan kategori pendapatan tersebut terkait dengan teori menurut Soehadji dalam Soetanto (2002), dimana proporsi pendapatan antara 70-100% disebut pandapatan utama, antara 30-70% disebut pendapatan sampingan, dan kurang dari 30% dikatakan sebagai pendapatan sambilan.
Kata kunci : Taman Kota Menteng, Willingness to Pay, Replacement Cost,
nilai ekonomi keberadaan, manfaat ekonomi, proporsi pendapatan.
NILAI DAN MANFAAT EKONOMI KEBERADAAN TAMAN
KOTA MENTENG, JAKARTA PUSAT SEBAGAI
SALAH SATU BENTUK PEMANFAATAN
RUANG TERBUKA HIJAU
NUR ELOK FAIQOH
H44080107
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
ii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Nilai dan Manfaat Ekonomi
Keberadaan Taman Kota Menteng, Jakarta Pusat sebagai Salah Satu Bentuk
Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau adalah karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Februari 2013
Nur Elok Faiqoh
v Judul Skripsi : Nilai dan Manfaat Ekonomi Keberadaan Taman Kota Menteng,
Jakarta Pusat sebagai Salah Satu Bentuk Pemanfaatan Ruang
Terbuka Hijau
Nama : Nur Elok Faiqoh
NIM : H44080107
Disetujui,
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Dr. Meti Ekayani, S.Hut, M.Sc NIP : 19690917 200604 2 011
Nuva, SP, M.Sc -
Diketahui,
Ketua Departemen
Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
vi Tanggal Lulus :
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan
terima kasih yang setulus-tulusnya kepada semua pihak yang telah memberikan
kontribusi serta kerjasama dalam penyusunan skripsi ini terutama kepada:
1. Alm. Ibunda tercinta Suyatni, Ayahanda Susanto, Kakak ku Nur Rohman,
adik ku Nur Fatimah, Lek Nurul, Mba Reni, Mas Agus serta keluarga besar
yang telah memberikan kasih sayang, motivasi, dukungan moril maupun
materil, serta limpahan doa yang tak pernah putus kepada penulis.
2. Dr. Meti Ekayani, S.Hut, M.Sc selaku dosen pembimbing pertama dan Nuva,
SP, M.Sc selaku dosen pembimbing kedua yang telah memberikan waktu,
tenaga, arahan, motivasi untuk memberikan bimbingan dengan penuh
kesabaran serta kebaikan yang sangat membatu penulis selama ini.
3. Dr. Ir. Ahyar Ismail, M.Agr atas kesediannya menjadi dosen penguji utama
dan Rizal Bahtiar, S.Pi, M.Si selaku dosen penguji perwakilan departemen
yang telah bersedia meluangkan waktu serta memberikan kritik dan saran
bagi perbaikan skripsi ini.
4. Bpk. Kamal Alatas selaku pengawas Taman Menteng dan Ibu Reyna dari
Dinas Pertamanan dan Pemakaman Prov. DKI Jakarta, Seksi Taman Kota dan
Lingkungan, Bidang Taman Kota; Bpk. M Fajar Sauri selaku Kepala Bidang
Taman Kota; serta para pekerja taman yang memberikan kesempatan kepada
penulis untuk melakukan penelitian dan informasi yang telah diberikan.
5. Sahabat penulis: Anggi P.A, Ninggar, Sausan, Indri, Anggi A.O, Mimi,
Ajeng, Fauziah, Imam, Sandy, Yogi, Husen, Nany, Neno, Cipie, Ijal. Rekan
satu bimbingan skripsi: Mirza, Dyah, Nurul, Novalita, Evy, Erwan, Shinta.
Sahabat tersayang di Kost Harmony 1: Sakinah, Dinia, Citra, Ana, Yona,
Rumi, Rathih, Risma, Riska, Nobi serta keluarga besar ESL 45 yang tidak
bisa disebutkan satu persatu. Terima kasih atas berbagai ilmu, kebersamaan,
vii 6. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu dalam membantu
proses persiapan hingga selesai penyusunan skripsi ini. Semoga kebaikan
yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat, hidayah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Shalawat serta salam tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Skripsi ini
merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas
Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Judul skripsi ini adalah “Nilai dan Manfaat Ekonomi Keberadaan Taman
Kota Menteng, Jakarta Pusat sebagai Salah Satu Bentuk Pemanfaatan Ruang
Terbuka Hijau”. Penelitian ini bertujuan memberikan gambaran mengenai
persepsi multistakeholder terhadap fungsi keberadaan Taman Menteng,
mengetahui besarnya nilai ekonomi keberadaan Taman Menteng, dan
menganalisis manfaat ekonomi yang ditimbulkan dari kegiatan di Taman Menteng
terhadap masyarakat.
Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak khususnya
kepada pengelola Taman Menteng dan taman kota lainnya dalam rangka
pengembangan dan pengelolaan taman.
Bogor, Februari 2013
Nur Elok Faiqoh
viii
2.6.1 Penelitian Mengenai Nilai Ekonomi Taman ... 21
2.6.2 Penelitian Terhadap Keberadaan RTH ... 22
III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 23
IV. METODE PENELITIAN ... 28
4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 28
4.2 Jenis dan Sumber Data ... 28
4.3 Metode Pengambilan Sampel ... 29
ix 4.4.1 Persepsi Multistakeholder terhadap Fungsi Keberadaan
Taman Menteng ... 31
4.4.2 Pendugaan Nilai Ekonomi Keberadaan Taman Menteng ... 32
4.4.3 Analisis Manfaat Ekonomi dari Kegiatan di Taman Menteng dengan Mengestimasi Perubahan Pendapatan Masyarakat .... 37
V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN ... 39
5.1 Gambaran Umum Kawasan Taman Menteng ... 39
5.2 Sejarah Taman Menteng ... 40
5.3 Operasional Pengelolaan Taman Menteng ... 42
5.4 Karakteristik Umum Pengunjung Taman Menteng ... 44
5.5 Karakteristik Umum Masyarakat Sekitar Taman Menteng ... 48
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 51
6.1 Potensi Pemanfaatan Taman Menteng ... 51
6.2 Persepsi Multistakeholder terhadap Keberadaan Taman Menteng . 56 6.2.1 Kondisi Taman Menteng ... 57
6.2.2 Kegiatan yang Dilakukan di Taman Menteng... 60
6.2.3 Perbaikan Fasilitas Taman Menteng ... 62
6.2.4 Dampak Negatif Keberadaan Taman Menteng ... 65
6.2.5 Pentingnya Keberadaan Taman Menteng ... 67
6.3 Nilai Ekonomi Keberadaan Taman Menteng ... 74
6.3.1 Pendekatan Teknik Biaya Pengganti (Replacement Cost) .... 75
6.3.2 Pendekatan Metode CVM ... 76
6.4 Manfaat Ekonomi Keberadaan Taman Menteng ... 83
x
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Kualitas dan Baku Mutu Udara Prov. DKI Jakarta 2009-2011 ... 2
2. Jumlah Kendaraan Bermotor Prov. DKI Jakarta 2008-2010 ... 3
3. Luas Ruang Terbuka Hijau Provinsi DKI Jakarta... 4
4. Penelitian Mengenai Nilai Ekonomi Taman Kota ... 21
5. Penelitian Mengenai Ruang Terbuka Hijau ... 22
6. Matriks Analisis Data ... 30
7. Indikator Kriteria Kategori Penilaian Kondisi Taman Menteng ... 31
8. Karakteristik Responden Pengunjung Taman Menteng ... 45
9. Karakteristik Responden Masyarakat Sekitar Taman Menteng ... 49
10.Persepsi Multistakeholder Mengenai Kondisi Taman Menteng ... 58
11.Persepsi Multistakeholder Mengenai Kegiatan yang Dilakukan Saat di Taman Menteng ... 61
12.Persepsi Multistakeholder terhadap Perbaikan Fasilitas ... 63
13.Persepsi Multistakeholder terhadap Fungsi Keberadaan Taman Menteng... 68
14.Rincian Biaya Keseluruhan Pembangunan dan Pemeliharaan Taman Menteng Tahun 2012(Rupiah) ... 76
15.Distribusi Nilai WTP Taman Menteng ... 79
16.Manfaat Ekonomi Keberadaan Taman Menteng Bagi Masyarakat ... 83
17.Penyerapan Tenaga Kerja Taman Menteng ... 85
18.Jumlah Unit Usaha dan Jenis Usaha di Taman Menteng ... 86
19.Pendapatan Rata-rata Masyarakat Dengan dan Tanpa Adanya Taman Menteng(Rupiah/Bulan) ... 88
xi
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Ruang Terbuka Hijau ... 12
2. Skema Kerangka Alur berpikir ... 27
3. Area Parkir Taman Menteng ... 52
4. Rumah Kaca Taman Menteng ... 52
5. Area Olahraga Taman Menteng ... 53
6. Pemanfaatan Area Taman ... 54
7. Area Bermain Anak Taman Menteng ... 55
8. Pemanfaatan Basement Gedung Parkir Taman Menteng ... 55
9. Monumen Kenangan Persija ... 56
10.Rambu Taman, Biopori, Tempat Sampah, Kolam Air Mancur Taman Menteng... 56
11.Tutupan Lahan oleh Tanaman Pada Tahun 2008 dan 2012 ... 60
12.Dampak Negatif Keberadaan Taman Menteng ... 66
13.Persepsi Multistakeholder Mengenai Perlunya Penambahan Jumlah RTH di Jakarta ... 73
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Pembagian Jenis-jenis RTH Publik dan RTH Privat ... 101
2. Jenis, Fungsi dan Tujuan Pembangunan RTH ... 102
3. Rincian Data Nilai WTP dari Masing-masing Responden ... 104
4. Rincian Pendapatan Unit Usaha/Bulan Taman Menteng ... 107
5. Rincian Pendapatan Para Pekerja Taman Menteng ... 108
6. Peta Lokasi Taman Menteng ... 109
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Jakarta merupakan ibu kota yang menjadi salah satu pusat perekonomian
di Indonesia. Hampir semua pusat pemerintahan, industri, dan perdagangan
Indonesia berada di kota ini. Perkembangan Jakarta yang pesat ternyata telah
mengubah wujud kota yang maju secara ekonomi namun cenderung mundur
secara ekologi (Yuleff, 2008). Pada dasarnya pembangunan merupakan
pendayagunaan sumberdaya dan lingkungan sehingga memberikan manfaat serta
kesejahteraan bagi masyarakat dan kualitas lingkungan yang baik agar tetap
terjaga (Manik, 2009). Pembangunan kota selalu menimbulkan dampak
lingkungan, baik positif maupun negatif. Kenyataannya, pembangunan kota yang
menitikberatkan pada pertumbuhan ekonomi semata cenderung bertentangan
dengan prinsip pelestarian lingkungan.
Selain itu, berbagai aktivitas masyarakat juga akan mempengaruhi kualitas
lingkungan sekitarnya. Kualitas lingkungan akan berkaitan erat dengan kualitas
hidup penghuninya. Semakin lengkap fasilitas umum yang dapat dijangkau oleh
semua penduduk kota, berarti semakin baik kualitas hidup kolektif penduduk
yaitu kualitas hidup kota. Akan tetapi, saat ini kondisi Jakarta menunjukkan
penurunan kualitas lingkungan seperti meningkatnya polusi udara seperti yang
2
Tabel 1. Kualitas dan Baku Mutu Udara Provinsi DKI Jakarta Menurut Lokasi Pengukuran Tahun 2009-2011
Lokasi Pengukuran Sumber: BPLHD Provinsi DKI Jakarta, Diolah (2012)
Keterangan: Kriteria Ambien Kualitas Udara (Bilai Baku Mutu)
- Nitrogen Dioksida (NO2) = 0.0500 ppm = 92.00 µg/Nm3/24jam - Sulfur Dioksida (SO2) = 0.1000 ppm = 260 µg/Nm
3 /24jam - TSP = 150 (µg/m3) = 230 µg/m3/24jam
Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa untuk menentukan kualitas udara dapat dilihat dari empat parameter (NO2, SO2, TSP, Pb). Berdasarkan
empat parameter yang diukur oleh stasiun pemantauan yang berbeda dalam
penentuan kualitas udara dapat diketahui telah terjadi penurunan kualitas udara di
Jakarta tiap tahunnya. Walaupun memang belum melewati kriteria ambien
kualitas udara berdasarkan BPLHD Jakarta yang telah ditentukan, akan tetapi
tingkat pencemaran udara terus meningkat. Salah satu penyebabnya adalah makin
meningkat polusi udara terutama dari pertumbuhan kendaraan bermotor di Jakarta
3
Tabel 2. Jumlah Kendaraan Bermotor Provinsi DKI Jakarta 2008-2010
No Jenis Kendaraan Tahun
2008 2009 2010
1 Sepeda Motor 6 765 723 7 518 098 8 764 130
2 Mobil Penumpang 2 034 943 2 116 282 2 334 883
3 Mobil Bis 538 731 550 924 565 727
4 Mobil Beban/Truk 308 528 309 385 332 779
Total 9 647 925 10 494 689 11 997 519 Sumber: BPS Prov.DKI Jakarta 2011
Menurut Darmanto dan Sofyan (2012), transportasi merupakan salah satu
sektor yang menyumbang emisi pencemar udara yang cukup tinggi terutama dari
mini bus dan truk ringan untuk NO2 dan sepeda motor untuk CO. Emisi yang
dihasilkan dari sektor transportasi dalam ton pertahun untuk zat SO2 sebanyak
21.73%, NO2 92.27%, dan CO 99.94%. Sulitnya pengendalian terhadap jumlah
kendaraan memperburuk kualitas lingkungan Jakarta. Masalah lingkungan hidup di perkotaan merupakan masalah yang kompleks. Menurut Irwan (2008)
pengelolaan lingkungan hidup di Jakarta merupakan upaya terpadu, meliputi
berbagai ilmu dari berbagai sektor seperti pemanfaatan, penataan, pemeliharaan
pengawasan, pengendalian, pemulihan, dan pengembangan dari berbagai intansi
pemerintah, swasta, perguruan tinggi, maupun masyarakat.
Pemekaran dan pengembangan kota cenderung terus meningkat dan
menimbulkan fenomena pembangunan fisik struktur menuju arah maksimal,
pengembangan Ruang Terbuka Hijau (RTH) menuju arah minimal, dan
kecenderungan mengubah wajah lingkungan alam (Salfifi, 1983). Semakin
berkurangnya keberadaan RTH dan bertambahnya dominasi lahan terbangun kota
berdampak pada keseimbangan ekosistem kota dengan indikasi penurunan
kualitas lingkungan perkotaan, banjir pada musim hujan, fenomena pulau panas
4 kota (Joga dan Ismaun, 2012). Penentuan luas RTH, sebaiknya tidak hanya fokus
terhadap besarnya lahan (kuantitas), tetapi juga fungsinya (kualitas). Sebagian
besar penambahan RTH harus digunakan untuk kepentingan masyarakat.
Ruang Terbuka Hijau Kota (RTHK) di wilayah Jakarta dikategorikan
menjadi 3 bagian, yaitu RTHK Pertamanan, RTHK Pertanian, RTHK Konservasi.
Masing-masing dikelola oleh intansi di lingkungan pemda, yaitu Dinas
Pertamanan, Dinas Pertanian, dan Dinas Kehutanan (Sugandhy dan Hakim, 2009).
Rencana umum tata ruang wilayah Jakarta 1985-2005 secara tegas mencantumkan
perlunya pembangunan pertamanan khususnya RTHK untuk menciptakan
lingkungan kota yang teratur, bersih, indah, teduh, dan sehat. Tindak lanjut dari
pembangunan tersebut Pemerintah Wilayah Jakarta membentuk instansi
pengelolaan ruang terbuka hijau yaitu Dinas Pertamanan dan Pemakaman.
Berdasarkan Tabel 3, terlihat bahwa terjadi peningkatan dalam segi luas RTH tiap tahunnya mulai dari tahun 2008 hingga 2011 di Provinsi DKI Jakarta yang
dikelola oleh Dinas Pertamanan dan Pemakaman.
Tabel 3. Luas Ruang Terbuka Hijau Provinsi DKI Jakarta
No. Wilayah Kota Madya
Luas Ruang Terbuka Hijau Pertamanan Provinsi DKI Jakarta (m²)
2008 2009 2010 2011 Sumber: Dinas Pertamanan dan Pemakaman Prov. DKI Jakarta, Diolah (2012)
Berdasarkan UU Penataan Ruang No. 26 tahun 2007 luas RTH suatu
daerah adalah 30% dari luas wilayah administratif. Akan tetapi, pemerintah
5 sebesar 20%, namun hingga tahun 2011 realisasinya baru mencapai 9.8% dari
total luas kota Jakarta yaitu 7 639.83 km2 (Dinas Pertamanan dan Pemakaman
DKI Jakarta, 2011). Luasan RTH ini relatif sangat rendah dibandingkan dengan
luasan RTH yang disyaratkan bagi setiap kota di Indonesia yaitu sebesar 30%.
Pemda DKI Jakarta terus berupaya untuk meningkatkan RTH yang ada, salah
satunya dengan perencanaan penggabungan RTH publik dan privat.
Permasalahan penambahan RTH pada umumnya terkait erat dengan
ketersediaan lahan untuk RTH yang semakin bersaing dengan sektor
pembangunan lainnya. RTH yang sudah dibangun di Jakarta pada umumnya
belum efektif, seperti yang terjadi di sepanjang sisi kali sunter, dimana area yang
seharusnya berfungsi sebagai jalur hijau saat ini terlihat kumuh (Fajri, 2012).
Keberadaan RTH tidak boleh dikesampingkan dengan pembangunan di sektor
lain. Hal tersebut dikarenakan fungsi RTH sangatlah penting terutama dari fungsi
ekologis yang bisa mengatasi permasalahan lingkungan Kota. Menurut Irwan
(2008), masalah lingkungan kota di Jakarta dapat ditanggulangi dengan
mengembangkan penghijauan kota yang efektif, dirancang ke arah terbentuknya
struktur ekologis yang berfungsi melestarikan lingkungan yang nyaman dan sehat
berbentuk RTH. Peningkatan kuantitas dan kualitas penghijauan kota dalam
bentuk RTH mutlak diperlukan agar masyarakat Jakarta bisa merasakan kualitas
lingkungan yang lebih baik. Berdasarkan Pasal 74 dalam RTRW DKI Jakarta
tahun 2007 menjelaskan bahwa salah satu bentuk RTH publik di perkotaan
adalah sebagai taman kota.
Salah satu upaya penambahan RTH Publik berupa taman kota
6 Menteng Jakarta Pusat. Keberadaan Taman Menteng selain dimaksudkan untuk
mengembalikan fungsi utama kawasan tersebut sebagai Penyempurna Hijau
Rekreasi (PHR) juga berfungsi sebagai daerah resapan air, mereduksi polutan,
sumber oksigen, dan keindahan kota (Dinas Pertamanan dan Pemakaman, 2012).
Disisi lain, Taman Kota Menteng berfungsi sebagai wadah bertemunya satu
kelompok dengan kelompok lainnya untuk berbagai kegiatan positif. Taman kota
diperuntukkan sebagai penyeimbang antara area terbangun dan tidak terbangun
yang memiliki fungsi seperti area bermain, berolahraga, bersosialisasi, dan
aktivitas lain bagi masyarakat (Bappeda, 2009). Taman kota dapat menyerap hasil
negatif dari kegiatan kota seperti mereduksi potensi banjir, menyerap panas,
meredam kebisingan, mengurangi debu, serta membentuk habitat untuk berbagai
jenis burung dan menimbulkan lingkungan yang baik untuk kota (Joga dan
Ismaun, 2011).Oleh karena itu, keberadaan taman kota memiliki peranan penting
sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai nilai dan manfaat ekonomi
keberadaan Taman Menteng sebagai salah satu bentuk pemanfaatan RTH.
1.2 Perumusan Masalah
Taman Menteng awalnya merupakan Lapangan Sepak Bola Persija atau
lebih dikenal Stadion Persija Menteng. Pemerintah DKI Jakarta berupaya untuk
menambah RTH Publik dan juga menata lingkungan kawasan Menteng dengan
mengalihfungsikan Stadion Persija menjadi RTH publik yaitu berupa taman kota.
Maksud dan tujuan dari penataan tersebut adalah meningkatkan kualitas
lingkungan kota dan menyediakan ruang terbuka publik serbaguna yang dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat (Dinas Pertamanan dan Pemakaman, 2006). Hal
7 tentang RTRW Provinsi DKI Jakarta, dimana status kawasan Taman Kota
Menteng adalah Penyempurna Hijau Rekreasi (PHR).
Konsep pengembangan yang dibentuk diharapkan dapat menyelaraskan
tiga fungsi Taman Menteng yaitu, fungsi ekologis, fungsi sosial budaya, dan
fungsi estetika (Dinas Pertamanan dan Pemakaman, 2012). Selain fungsi
utamanya sebagai daerah resapan air (fungsi ekologis), Taman Menteng juga
memberikan pelayanan publik untuk memenuhi kebutuhan akan kualitas
lingkungan yang baik, keindahan kota serta sarana hiburan masyarakat Jakarta
dari berbagai lapisan perekonomian. Pengunjung Taman Menteng bukan hanya
masyarakat lokal, tidak sedikit masyarakat luar Jakarta. Secara umum, Taman
Menteng memiliki konsep publik yang pengembangannya menitikberatkan pada
pelestarian dan perbaikan kualitas lingkungan. Selain itu, taman ini diharapkan
sebagai taman kota yang diperuntukkan bagi kegiatan wisata keluarga dan taman
interaktif masyarakat (Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta, 2006).
Besarnya potensi yang dimiliki Taman Menteng sebagai penyeimbang
lingkungan dan penyedia sarana hiburan dan olahraga bagi masyarakat DKI
Jakarta menjadikan taman ini tidak pernah sepi dari pengunjung. Beragam jenis
aktivitas dapat dilakukan pengunjung saat berada di kawasan ini. Bahkan
semenjak diresmikan pada tahun 2007, jumlah pengunjung Taman Menteng terus
mengalami peningkatan (Seksi Taman Kota dan Lingkungan, 2012). Peningkatan
jumlah pengunjung menunjukkan adanya minat lebih masyarakat terhadap
keberadaan Taman Menteng. Penggunaan fungsi lahan yang berkembang dan
meningkat di kawasan Taman Menteng diharapkan tidak mengakibatkan terjadi
8 yang terjadi di kawasan ini sebelumnya sebagai Stadion Persija Menteng. Oleh
karena itu, perlu adanya perhatian khusus oleh pengelola Taman Menteng,
pengunjung, masyarakat, dan pihak terkait dalam pemeliharaan agar kualitasnya
dapat terjaga secara berkelanjutan dan tetap menjadi sarana yang potensial sebagai
penyeimbang lingkungan.
Pengelolaan yang baik diharapkan dapat menjaga eksistensi Taman
Menteng sehingga tetap menjadi taman kota yang diharapkan oleh masyarakat.
Besarnya minat masyarakat yang datang untuk melakukan berbagai aktivitas di
Taman Menteng diharapkan dapat meningkatkan manfaat ekonomi bagi sebagian
masyarakat yang berusaha maupun bekerja di sekitar taman. Peningkatan jumlah
kunjungan berkaitan erat dengan penghasilan yang akan diterima oleh masyarakat
yang memiliki usaha di Taman Menteng. Berdasarkan perumusan masalah
tersebut terdapat permasalahan yang perlu dianalisis, yaitu :
1. Apa pentingnya keberadaan Taman Menteng ?
2. Berapa nilai ekonomi keberadaan Taman Menteng ?
3. Berapa besarnya manfaat ekonomi bagi masyarakat dengan adanya
keberadaan Taman Menteng ?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah tersebut, adapun tujuan dari penelitian :
1. Mengidentifikasikan persepsi multistakeholder terhadap fungsi keberadaan
Taman Menteng.
2. Mengetahui seberapa besar nilai ekonomi keberadaan Taman Menteng.
3. Menganalisis manfaat ekonomi yang ditimbulkan dari kegiatan wisata di
9
1.4 Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian tersebut maka hasil penelitian ini diharapkan
dapat memberikan manfaat bagi Pemda DKI Jakarta, khususnya Dinas
Pertamanan dan Pemakaman selaku pengelola taman kota dan para pengambil
kebijakan RTH terutama sebagai bahan rujukan untuk mengembangkan RTH
kedepannya. Selanjutnya, bagi pengelola Taman Menteng untuk melakukan
perbaikan dalam segi pengelolaan sarana maupun prasarana sehingga mampu
memberikan fasilitas pelayanan publik yang baik. Di sisi lain, dapat memberikan
peningkatan kesejahteraan bagi sebagian masyarakat sekitar yang memanfaatkan
keberadaan Taman Menteng. Bagi civitas akademik, penelitian ini diharapkan
dapat dijadikan pelengkap disiplin keilmuan ekonomi sumberdaya dan lingkungan
serta sebagai bahan tambahan dan rujukan untuk penelitian-penelitian selanjutnya,
sedangkan bagi peneliti sendiri, penelitian ini sebagai bagian praktik dari berbagai
teori dan konsep yang telah dipelajari selama masa pendidikan di bangku
perkuliahan.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Adapun ruang lingkup penelitian ini dilakukan pada kawasan Taman
Menteng, Jakarta Pusat dan tidak membandingkan dengan taman kota lainnya.
Penelitian ini menilai ekonomi keberadaan (existence value) Taman Menteng
tidak dinilai secara keseluruhan, namun lebih difokuskan kepada nilai dan
manfaat yang dirasakan penting bagi pengguna Taman Menteng tersebut. Manfaat
ekonomi keberadaan Taman Menteng terhadap masyarakat sekitar dalam
penelitian ini merupakan kontribusi pendapatan yang diterima masyarakat sebagai
10 pendapatan dihitung hanya dari pendapatan di Taman Menteng terhadap
pendapatan total. Unit usaha yang terkait penelitian ini merupakan unit usaha
kecil karena fokus terhadap masyarakat sekitar saja. Fungsi keberadaan Taman
Menteng dinilai berdasarkan multi pihak melalui analisis deskriptif dengan
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsepsi Ruang Terbuka Hijau
Ruang terbuka hijau di wilayah perkotaan merupakan bagian dari penataan
ruang kota. RTH berfungsi sebagai kawasan hijau pertamanan kota, kawasan hijau
hutan kota, kawasan hijau rekreasi kota, kawasan hijau kegiatan olahraga, dan
kawasan hijau pekarangan (Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988
tentang Penataan ruang terbuka hijau di Wilayah Perkotaan).
2.1.1 Pengertian dan Tujuan RTH
Secara sistem, ruang terbuka hijau kota pada dasarnya adalah bagian dari
kota yang tidak terbangun yang berfungsi menunjang kenyamanan, kesejahteraan,
peningkatan kualitas lingkungan, dan pelestarian alam. Menurut Hakim (2010),
secara definitif ruang terbuka hijau adalah kawasan atau areal permukaan tanah
yang didominasi oleh tumbuhan yang dibina untuk fungsi perlindungan habitat
tertentu, sarana lingkungan kota, dan pengamanan dan atau budidaya pertanian.
Definisi Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang mengacu pada Peraturan
Daerah Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030 adalah area memanjang atau
jalur dan atau mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat
tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja
ditanam. Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota adalah bagian dari ruang-ruang
terbuka (open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan,
tanaman, dan vegetasi guna mendukung manfaat langsung dan atau tidak
langsung yang dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut yaitu keamanan,
kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan tersebut
12
2.1.2 Tipologi RTH
Berdasarkan tipologi RTH, secara fisik RTH dapat diklasifikasikan
menjadi RTH alami dan RTH non alami. RTH alami berupa habitat liar atau
alami, kawasan lindung, dan taman nasional. RTH non alami atau binaan seperti
taman kota, lapangan olahraga, kebun bunga, pemakaman, dan jalur hijau jalan.
Berdasarkan fungsinya, RTH diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung
manfaat ekologis, sosial budaya, estetika, dan ekonomi. Berdasarkan Pedoman
Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan
pembagian jenis-jenis RTH yang ada sesuai dengan tipologi RTH sebagaimana
Gambar 1.
Alami Ekologis Pola Ekologis Publik
Non Alami Sosial Budaya Pola Planologis Privat
Estetika
Ekonomi
Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.05/PRT/M/2008
Gambar 1. Ruang Terbuka Hijau
Dari segi kepemilikan, RTH dibedakan ke dalam RTH publik dan RTH
privat. RTH publik, yaitu RTH yang berlokasi pada lahan-lahan publik atau lahan
yang dimiliki oleh pemerintah pusat maupun daerah. RTH privat atau non publik,
yaitu RTH yang berlokasi pada lahan-lahan milik privat (Departemen Arsitektur
Lanskap IPB, 2005). Pembagian jenis-jenis RTH publik dan RTH privat dapat
dilihat pada Lampiran 1. RTH publik maupun privat memiliki fungsi utama yaitu Ruang Terbuka Hijau
13 fungsi ekologis dan fungsi tambahan, yaitu sosial budaya, ekonomi, estetika atau
arsitektural. Khusus untuk RTH dengan fungsi sosial seperti tempat istirahat,
sarana olahraga dan atau area bermain, maka RTH ini harus memiliki aksesibilitas
yang baik untuk semua orang, termasuk aksesibilitas bagi penyandang cacat.
Dalam penjelasan UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang,
RTH publik terdiri dari taman kota, taman pemakaman umum, dan jalur hijau
sepanjang jalan, sungai, dan pantai. RTH privat terdiri dari kebun/halaman
rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan. Status
kepemilikan RTH dapat berupa RTH publik yang penyediaan dan pemeliharaan
menjadi tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota, dan RTH privat atau non
publik yang penyediaan dan pemeliharaannya menjadi tanggung jawab pihak atau
lembaga swasta, perseorangan dan masyarakat yang dikendalikan melalui izin
pemanfaatan ruang oleh pemerintah kabupaten atau kota. Berdasarkan Pedoman
Penyediaan dan Pemanfaatan RTH di Kawasaan Perkotaan Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum No.05/PRT/2008 mengenai tujuan penyelenggaraan RTH
terdapat tiga tujuan. Pertama, menjaga ketersediaan lahan sebagai kawasan
resapan air. Kedua, menciptakan aspek planologis kota melalui keseimbangan
antara lingkungan alam dan binaan yang berguna untuk kepentingan masyarakat.
Ketiga, meningkatkan keserasian lingkungan perkotaan sebagai sarana pengaman
lingkungan perkotaan yang aman, nyaman, segar, indah, dan bersih.
2.1.3 Fungsi Ruang Terbuka Hijau
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mulai konsentrasi untuk melakukan
upaya penambahan RTH mengingat fungsi RTH yang sangat penting bagi
14 Kawasan Perkotaan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.05/PRT/2008, Ruang
Terbuka Hijau memiliki dua fungsi yaitu sebagai fungsi utama (intrinsik) dan
fungsi tambahan (ekstrinsik). Fungsi utama yaitu fungsi ekologisnya, seperti
memberi jaminan pengadaan RTH menjadi bagian dari sirkulasi udara, pengatur
iklim mikro agar sistem sirkulasi udara dan air secara alami dapat berlangsung
lancar, sebagai peneduh, produsen oksigen, penyerap air hujan, penyedia habitat
satwa, penyerap polutan media udara, air, tanah, dan penahan angin.
Fungsi tambahan RTH terbagi menjadi tiga fungsi. Pertama, fungsi sosial
dan budaya seperti menggambarkan ekspresi budaya lokal, media komunikasi
warga kota, tempat rekreasi, wadah dan objek pendidikan, penelitian, dan
pelatihan dalam mempelajari alam. Kedua, fungsi ekonomi seperti menjadi bagian
dari usaha pertanian, perkebunan, kehutanan sebagai sumber produk yang bisa
dijual seperti tanaman bunga, buah, dan sayuran. Ketiga, fungsi estetika seperti
meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan kota, menstimulasi
kreativitas dan produktivitas warga kota, pembentukan faktor keindahan
arsitektural, menciptakan suasana serasi dan seimbang antara area terbangun dan
tidak terbangun (Diskominfomas Prov. DKI Jakarta, 2011). Manfaat yang dapat
diperoleh dari Ruang Terbuka Hijau Kota sesuai Instruksi Menteri Dalam Negeri
No. 14 Tahun 1988, antara lain memberikan kesegaran, kenyamanan dan
keindahan lingkungan, memberikan lingkungan yang bersih dan sehat bagi
penduduk kota, memberikan hasil produksi berupa kayu, daun, bunga dan buah.
2.1.4 Bentuk Ruang Terbuka Hijau
Berdasarkan fungsi dan tujuan pembangunan, terdapat delapan jenis
15 taman olahraga, bermain, relaksasi; taman pemakaman umum; pertanian kota; dan
taman (hutan) kota. Jenis pertama sebagai taman kota memiliki fungsi ekologis,
rekreatif, estetis dan olahraga dan dengan tujuan keindahan, mengurangi cemaran,
meredam kebisingan dan lain sebagainya. Jenis, fungsi, dan tujuan pembangunan
RTH lainnya dapat dilihat pada Lampiran 2.
2.2 Taman Kota
Salah satu tipe hutan kota adalah tipe pemukiman. Hutan kota tipe
pemukiman dapat berupa taman dengan komposisi tanaman pepohonan yang
tinggi dikombinasikan dengan semak dan rerumputan. Taman adalah sebidang
tanah terbuka dengan luasan tertentu didalamnya ditanam pepohonan, perdu,
semak, dan rerumputan yang dapat dikombinasikan dengan kreasi dari bahan
lainnya. Pada umumnya taman dipergunakan untuk olahraga, bersantai, bermain,
dan sebagainya (Dahlan, 1992). Menurut Dahlan (1992), taman kota merupakan
salah satu bentuk dari hutan kota. Taman kota diartikan sebagai taman yang
ditanam dan ditata sedemikian rupa, baik sebagian maupun semuanya hasil
rekayasa manusia untuk mendapatkan komposisi tertentu yang indah. Setiap jenis
tanaman mempunyai karakteristik tersendiri baik menurut bentuk, warna, dan
teksturnya.
Taman kota mempunyai banyak fungsi (multifungsi) baik berkaitan
dengan fungsi hidroorologis, ekologi, kesehatan, estetika dan rekreasi. Taman
perkotaan yang merupakan lahan terbuka hijau dapat berperan dalam membantu
fungsi hidrologi dalam hal penyerapan air dan mereduksi potensi banjir.
Pepohonan melalui perakarannya yang dalam mampu meresapkan air ke dalam
16 jumlah aliran limpasan air juga berkurang yang akan mengurangi terjadinya
banjir. Selain itu, terkait dengan fungsi ekologis taman kota dapat berfungsi
sebagai filter berbagai gas pencemar dan debu, pengikat karbon, pengatur iklim
mikro. Pepohonan yang rimbun dan rindang dapat terus-menerus menyerap dan
mengolah gas karbondioksida (CO2), sulfur oksida (SO2), ozon (O3),
nitrogendioksida (NO2), karbon monoksida (CO), dan timbal (Pb) yang
merupakan 80 persen pencemar udara kota, menjadi oksigen segar yang siap
dihirup warga setiap saat (Atmojo, 2007).
2.3 Analisis Deskripsi Berdasarkan Persepsi
Persepsi menurut Applebaum (1973) adalah suatu proses interpretasi yang
dilakukan seseorang terhadap realitas yang diterimanya. Rakhmat (2005)
menyatakan bahwa persepsi adalah pengalaman tentang obyek atau
hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan penafsiran pesan.
Definisi yang lebih komprehensif dikemukakan oleh Hubeis (2007) yang
mengungkapkan bahwa persepsi adalah proses dimana suatu individu
berhubungan dengan berbagai hal diluar dirinya lalu mencoba memberinya makna
yang dikaitkan dengan kondisi dirinya dan dimana dia berada. Intinya, seseorang
mempersepsikan sesuatu karena dia mampu menangkap sesuatu tersebut dari
inderanya dan juga dia memiliki berbagai kerangka rujukan yang memungkinkan
untuk menginterpretasikan, memahami, dan memberi makna terhadap sesuatu.
2.4 Nilai Keberadaan (Existence Value)
Nilai keberadaan (Existence Value) adalah manfaat yang dirasakan oleh
masyarakat dari keberadaan ekosistem atau spesies yang ada, terlepas dari apakah
17 menurut Dziegielewska (2009) nilai keberadaan merupakan cerminan dari nilai
yang diberikan oleh masyarakat lebih karena manfaat keberadaan suatu barang
atau jasa tertentu. Penetapan nilai keberadaan dapat digunakan melalui
pendekatan harga pasar maupun non pasar. Teknik pendekatan harga pasar, yaitu
pendekatan produktivitas, pendekatan modal manusia (Human Capital) atau
pendekatan nilai yang hilang, dan pendekatan biaya kesempatan (Oportunity
Cost). Terdapat beberapa teknik pendekatan produktivitas yang biasa digunakan,
yaitu (a) perubahan produktivitas, (b) biaya pengganti atau Replacement Cost,
dan (c) biaya pencegahan atau Prevention Cost. Teknik pendekatan non pasar
dapat dilakukan melalui metode nilai hedonis (Hedonic Pricing), metode biaya
perjalanan (Travel Cost), metode kesediaaan membayar atau kesediaan menerima
(Contingent Valuation), dan metode Benefit Transfer (Dhewanthi, et al, 2007).
2.4.1 Contingent Valuation Method (CVM)
Kesediaan berkorban masyarakat terhadap keberadaan suatu sumberdaya
dapat dihitung menggunakan Contingent Valuation Method (CVM). CVM yaitu
metode dengan teknik survei untuk menanyakan secara langsung kepada para
penduduk yang berada disekitar kawasan taman tentang keberadaannya melalui
nilai atau harga yang mereka berikan terhadap suatu komoditi seperti barang
lingkungan yang tidak memiliki harga pasar baik barang maupun jasa
lingkungan. Pendekatan ini dilakukan dari asumsi bahwa dengan adanya manfaat
yang dirasakan penduduk sekitar kawasan taman maka mereka akan mau
berkorban (willingnes to pay/WTP) atau kemauan untuk membayar guna
mempertahankan suatu barang lingkungan yang telah memberikan manfaat bagi
18 menggunakan WTP didasarkan karena individu atau masyarakat sekitar tidak
memiliki hak atas barang dan jasa yang dihasilkan dari sumberdaya alam tersebut
karena taman kota merupakan ruang publik dengan kepemilikan pemerintah
(Fauzi, 2006). Nilai WTP dimaksudkan untuk mendapatkan besarnya penawaran.
Konsep dasar bagi semua teknik penilaian ekonomi adalah kesediaan
membayar (willingnes to pay) dari individu untuk sumberdaya alam atau jasa
lingkungan yang diperolehnya atau kesediaan untuk menerima kompensasi akibat
adanya kerusakan lingkungan di sekitarnya (Pearce dan Moran, 1984). Menurut,
Fauzi (2006) WTP merupakan keinginan membayar seseorang terhadap barang
dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan lingkungan. Keinginan
membayar tersebut didasarkan pada survei yang diperoleh secara langsung dari
responden yang langsung diungkapkannya secara lisan maupun tertulis.
Sementara menurut Haab dan McConnel (2002) dalam Fauzi (2006), pengukuran
WTP dapat diterima dengan syarat WTP tidak memiliki batas bawah yang negatif,
batas atas WTP tidak boleh melebihi pendapatan, dan adanya konsistensi
keacakan pendugaan perhitungannya.
2.4.2 Biaya Pengganti (Replacement Cost)
Teknik biaya pengganti atau replacement cost merupakan suatu teknik
yang terdapat pada pendekatan produktivitas. Pendekatan produktivitas digunakan
untuk memberikan harga SDA dan lingkungan sedapat mungkin menggunakan
harga pasar yang sesungguhnya. Biaya pengganti yaitu suatu teknik yang
mengidentifikasikan biaya pengeluaran untuk perbaikan lingkungan hingga
mencapai atau mendekati keadaan semula. Biaya yang diperhitungkan untuk
19 pengelolaan SDA yang kurang sesuai dapat menjadi dasar penaksiran manfaat
yang diperkirakan dari suatu perubahan (Dhewanti, 2007).
Metode biaya pengganti memiliki beberapa keunggulan, antara lain dapat
mengatasi kesalahan penghitungan akutansi yang menggunakan nilai saat ini,
berpotensial untuk digunakan secara transparan, sangat cocok untuk menilai suatu
aset saat terjadi inflasi yang tinggi, dan dapat menjadi dasar penentuan keputusan
untuk memasuki suatu pasar. Kekurangan yang dimiliki biaya pengganti adalah
menjadi subjektif dikarenakan nilai saat ini sulit untuk ditentukan, membutuhkan
penghitungan yang akurat apabila menggunakan nilai sekarang apabila terjadi
pergantian teknologi, mengabaikan nilai keoptimalan, dan dapat terjadi
overestimate dari suatu aset yang dinilai. Menurut Jones, et al (2000), biaya
pengganti terkadang dianggap kategori spesial dalam preventive expenditure,
dimana perhitungannya dengan mengestimasi nilai kerusakan lingkungan
berdasarkan jumlah yang dimiliki untuk dikeluarkan dalam memperbaiki
lingkungan ke keadaan sebelum kerusakan. Maka, kejadian seperti polusi dihitung
sebagai potensi dan secara aktual biaya pembersihan mungkin dapat menjadi
indikator yang baik menilai pengukuran pencegahan.
2.5 Manfaat Ekonomi Taman Kota
Pembangunan taman kota merupakan suatu proyek pemerintah untuk
memberikan pelayanan publik berupa penghijauan kota. Definisi proyek adalah
kegiatan investasi atau pengalokasian kembali sumberdaya-sumberdaya yang
direncanakan serta mempertimbangkan individu atau masyarakat seluruhnya yang
mendapat keuntungan sebesar-besarnya atau mengalami kerugian dari
20 proyek diperlukan untuk menentukan dan menilai biaya-biaya dan
manfaat-manfaat yang akan timbul dengan usulan proyek dan membandingkan keduanya
dalam situasi tanpa proyek (Gittinger, 2008).
Manfaat adalah tambahan bagian yang diperoleh atau dirasakan oleh
individu atau masyarakat sebagai akibat adanya investasi baik yang dirasakan
langsung maupun tidak langsung. Manfaat langsung (direct benefit) yaitu manfaat
yang secara nyata dan langsung dapat dirasakan sebagai akibat proyek
(Departemen ESL, 2008). Manfaat langsung dengan adanya taman kota misalnya
tempat rekreasi, olahraga, kesejukan, penyerapan tenaga kerja, dan lainnya.
Manfaat tidak langsung (indirect benefit) yaitu manfaat yang secara tidak
langsung ditimbulkan karena adanya proyek. Manfaat tidak langsung dengan
adanya taman kota bisa berupa daerah resapan air, penyerap polusi, dan peredam
kebisingan. Selain itu, manfaat proyek juga bisa berupa manfaat yang tidak bisa
dihitung (intangible benfit) dan manfaat yang bisa dihitung (tangible benefit).
Intangible benfit yaitu manfaat yang secara tidak langsung dapat dinikmati
masyarakat tetapi sulit dihitung seperti keindahan kota karena adanya taman kota.
Tangible benefit yaitu manfaat yang dihasilkan suatu proyek yang bisa dihitung.
Menurut Tyrvainen (2001) manfaat suatu taman kota dapat diukur dan dihitung
nilai manfaatnya. Parameter yang dihitung antara lain seperti: kesediaan
membayar untuk rekreasi, sebagai penghasil kayu dan non-kayu, kesejukan dan
kenyamanan. Menurut Dahlan (2004) manfaat penghijauan kota dapat dihitung
secara ekonomi. Berikut nilai ekonomi yang dapat dihitung dari adanya taman
kota, seperti hasil kayu dan non kayu, tempat pesta, berdasarkan nilai ekologisnya
21 dan produksi air tanah), dan penyerapan tenaga kerja. Vanhove, 2005
mengemukakan bahwa dampak ekonomi dari kegiatan wisata adalah: peningkatan
atau pembangkit pendapatan (income generation), peningkatan tenaga kerja,
peningkatan pendapatan dari pajak, efek keseimbangan pembayaran, perbaikan
struktur ekonomi daerah wisata, mendorong kegiatan usaha dan kerugian
ekonomi. Suatu pendapatan dari kegiatan usaha dapat dikatakan sebagai
pendapatan pokok jika memiliki persentase terhadap pendapatan total sebesar
>70%, pendapatan sampingan antara 30-70%, dan cabang pendapatan <30%
(Soehadji, 1995 dalam Soetanto, 2002).
2.6 Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian sebelumnya yang dijadikan referensi untuk
penyempurnaan penelitian ini seperti penelitian tentang keberadaan ruang terbuka
hijau dan penilaian ekonomi terhadap keberadaan taman kota. 2.6.1 Penelitian Mengenai Nilai Ekonomi Taman
Penelitian yang memperhitungkan nilai ekonomi suatu taman kota telah
dilakukan oleh Harnik dan Welle (2006) dan Harnik, (2011). Hasil penelitian
tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Penelitian Mengenai Nilai Ekonomi Taman Kota
22 No. Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian
1. Harnik “The Economic
Penelitian ini menilai ekonomi dari adanya taman di pantai Virginia dengan luas 33 640 hektar. Mengukur manfaat penggunaan langsung menggunakan konsep Willingness to Pay. Terdapat tujuh faktor untuk menilai manfaat ekonomi dalam penelitian ini diantaranya udara bersih ($4,5 juta), air bersih ($1,5 juta), pariwisata ($295 juta), penggunaan langsung ($337 juta), kesehatan ($38 juta), nilai properti ($10,2 juta), dan hubungan sosial masyarakat ($3,9juta). Estimasi nilai total manfaat ekonomi Taman Pantai Virginia adalah $ 691 166 971
2. Harnik
Luas area taman ini sebesar 5 040 hektar. Mengukur manfaat penggunaan langsung didasarkan pada satuan hari menggunakan konsep Willingness to Pay dengan metode yang dikembangkan oleh US Army Corps Engineers. Aktivitas yang dilakukan oleh pengunjung diberikan nilai satuan dollar per aktivitasnya. Fasilitas atau kegiatan terdiri dari penggunaan taman secara umum (taman bermain, jalan, duduk,dll), penggunaan fasilitas olahraga (tennis, sepedaan, berenang, dll), dan penggunaan khusus (golf, festifal, konser, atraksi, dll) yang masing-masing memiliki nilai total berturut-turut sebesar $ 146 230 236, $ 147 812 453, dan $ 60 309 713. Sehingga didapatkan nilai ekonomi total penggunaan langsung sebesar $ 335 352 402
2.6.2 Penelitian Mengenai Keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Penelitian mengenai ruang terbuka hijau telah dilakukan oleh beberapa
peneliti, diantaranya adalah Hasanah (2011) dan Yuliasari (2008). Hasil penelitian
tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Penelitian Mengenai Ruang Terbuka Hijau
No. Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian
1. Hasanah “Pengaruh
23 No. Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian
Timur dan Kelapa Gading Barat”
dan luas RTH Privat dengan hasil model regresi double log dengan R² adjust 85,3% 2. Yuliasari “Distribusi Spasial
Ruang Terbuka Hijau berdasarkan pengelolaan RTH di Provinsi DKI Jakarta”
III. KERANGKA PEMIKIRAN
Pembangunan fisik dan ekonomi yang sejalan dengan perlindungan
lingkungan harus dilaksanakan secara simultan, agar tercapai pembangunan yang
berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan
didefinisikan sebagai upaya sadar dan terencana yang memadukan lingkungan
hidup, termasuk sumberdaya ke dalam proses pembangunan untuk menjamin
kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa
depan (UU No. 23 Tahun 1997). Pertumbuhan ekonomi disertai pesatnya
peningkatan penduduk, perkembangan teknologi serta kegiatan industri
menimbulkan berbagai masalah lingkungan, terutama daerah perkotaan seperti
DKI Jakarta. Permasalahan lingkungan Jakarta yang makin meningkat membuat
Jakarta sulit keluar dari bencana banjir, krisis air bersih, kemacetan lalu lintas,
pencemaran udara yang membuat kondisi Jakarta makin terpuruk. Bahkan
berdasarkan pengamatan 30 tahun terakhir ini, kenaikan suhu rata-rata udara di
kota Jakarta hampir mencapai 5°C (Wardhana, 2010). Permasalahan tersebut akan
menjadi beban bagi lingkungan Jakarta bila tidak ada upaya untuk meminimalkan
dampaknya.
Salah satu upaya pencegahan untuk memperbaiki kualitas lingkungan
adalah meningkatkan kualitas lingkungan. Pemerintah DKI telah berupaya
melakukan perlindungan lingkungan dengan baku mutu lingkungan dari beberapa
peraturan perundangan yang telah dibuat seperti SK Gubernur DKI Jakarta No.
1222 Tahun 1990 tentang baku mutu udara emisi kendaraan bermotor (Siahaan,
2004). Di sisi lain, diperlukan pula suatu upaya penataan lingkungan yang baik,
24 Sistem tata ruang merupakan pengelolaan lingkungan dalam berbagai fungsi yang
didasarkan pada karakter, sifat, corak, dan potensi dari tata lingkungan itu sendiri
(Siahaan, 2004). Adanya sistem tata ruang maka dengan mudah dapat diketahui
kemampuan suatu ekosistem lingkungan atau sumberdaya alamnya. Setiap daerah
dibuatkan tata ruang sesuai karakter ekosistemnya. DKI Jakarta memiliki rencana
tata ruang yang berlandaskan hukum, yaitu Rencana Umum Tata Ruang (RUTR)
DKI Jakarta.
Salah satu bagian dalam RUTR DKI Jakarta terdapat Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) mengenai kegiatan perlindungan dan pemeliharaan lingkungan
yang sehat dan aman sehingga mampu memperbaiki kondisi kehidupan yang
ramah lingkungan dan berkelanjutan. Salah satunya adalah membangun Ruang
Terbuka Hijau (RTH). RTH sebagai penyeimbang ekosistem kota, baik itu sistem
hidrologi, klimatologi, keanekaragaman hayati, maupun sistem ekologi lainnya
yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup, estetika kota, kesehatan, dan
kesejahteraan masyarakat (Joga dan Ismaun, 2011). Sejauh ini, luas RTH Jakarta
masih belum memenuhi kriteria yang disyaratkan UU Penataan Ruang No. 26
Tahun 2007 yaitu sebesar 30%. Keterbatasan lahan, dana yang tersedia, dan
mahalnya harga tanah menjadi kendala pemerintah daerah Jakarta sulit
memasukkan target RTH 30% ke dalam RTRW kota. Meskipun demikian,
pemerintah DKI terus berupaya lebih lanjut untuk memperbaiki, menyelaraskan,
menyempurnakan, dan meningkatkan RTH kota berupa ruang hijau publik yang
salah satunya adalah taman kota.
Taman Kota Menteng merupakan salah satu taman kota upaya pemerintah
25 Jakarta sebesar 20%. Taman Menteng dibangun di lahan seluas ± 24 546 m2 yang
awalnya merupakan Stadion Persija Menteng. Pembangunan taman ini dirancang
dengan tujuan utama memperbaiki kualitas lingkungan bagi masyarakat Menteng,
keindahan kota, dan memberikan taman interaktif bagi masyarakat yang nyaman,
indah, menarik, dan nyaman (Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta,
2012). Pada dasarnya taman kota adalah taman umum pada skala kota yang
peruntukannya sebagai fasilitas untuk rekreasi, olahraga, dan sosialisasi
masyarakat di kota yang bersangkutan (Arifin et al, 2007). Menurut Eckbo (1964)
dalam Arsyanur (2008), taman kota merupakan ruang dengan penggunaan
terbatas dengan bentuk yang fleksibel dibangun dengan kontruksi serendah
mungkin dengan menggunakan material alami secara maksimal. Tekanan terhadap
stres yang biasa dialami oleh penduduk kota dapat dikurangi dengan cara rekreasi
di alam terbuka seperti taman kota. Rekreasi pada kawasan taman kota bertujuan
untuk menyegarkan kembali kondisi badan yang penat dan jenuh dari aktivitas
rutin, agar siap menghadapi tugas yang baru. Selain itu, keberadaan Taman
Menteng dapat menjaga keserasian dan keseimbangan ekosistem lingkungan
perkotaan, khususnya daerah Menteng.
Dinas pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta selaku pengelola Taman
Menteng terus berupaya untuk mengelola taman secara baik sehingga dapat
memberikan taman interaktif yang diminati oleh masyarakat tanpa melupakan
fungsi utama taman sebagai fungsi ekologis seperti daerah resapan air. Taman
Menteng memiliki potensi untuk menunjang perbaikan kualitas lingkungan dan
sarana serta prasarana bagi masyarakat sekitar untuk memperoleh hiburan baik
26 menyebabkan meningkatnya kunjungan ke lokasi ini dengan bermacam aktivitas.
Secara tidak langsung, aktivitas tersebut akan memberikan dampak positif
maupun negatif terhadap keberlanjutan taman. Keindahan dan eksistensi taman
akan tercipta jika pengelola, pengunjung dan masyarakat secara bersama-sama
berperan aktif untuk menjaganya. Penelitian mengenai nilai dan manfaat ekonomi
keberadaan Taman Menteng perlu dilakukan untuk mengetahui seberapa besar
manfaat yang dirasakan oleh masyarakat akan keberadaannya dengan mengetahui
persepsi multi pihak akan fungsi keberadaan Taman Menteng, menilai ekonomi
keberadaan Taman Menteng melalui pendekatan harga pasar dan non pasar, dan
mengetahui apakah keberadaan Taman Menteng memberikan kontribusi terhadap
pendapatan masyarakat. Adanya keberadaan Taman Menteng perlu dikaji
manfaatnya agar dapat menjadi bahan pertimbangan untuk kebijakan pengelolaan
Taman Menteng kedepannya oleh pihak-pihak yang terkait. Adapun alur kerangka
27
Gambar 2. Skema Kerangka Alur Berfikir
Nilai Ekonomi
Manfaat Keberadaaan Taman Menteng sebagai Salah Satu RTH di Jakarta Metode CVM Pembuatan/Penambahan Luas RTH Perkotaan
Pengelolaan RTH sebagai Taman Kota Menteng, Jakarta Pusat
Fungsi dan Pemanfaatan Taman Menteng, Jakarta Pusat oleh Masyarakat dan Pengunjung
Perlu Upaya Meningkatkan Kualitas Lingkungan Perkotaan
Perubahan Kualitas Lingkungan Perkotaan Akibat Peningkatan Jumlah Penduduk dan
IV. METODE PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di salah satu ruang terbuka hijau publik yaitu di
Taman Kota Menteng, Kelurahan Menteng, Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat
mengingat luasan RTH di Jakarta yang baru mencapai 9.8%. Pemilihan lokasi
penelitian dilakukan secara sengaja (purposive). Hal ini dikarenakan Taman
Menteng dibangun sebagai upaya pemerintah DKI Jakarta untuk menambah
luasan RTH guna mencapai target sesuai RTRW DKI Jakarta yaitu sebesar 20%.
Pada awalnya, pembangunan Taman Menteng mengundang kontroversi antara
pihak yang berkepentingan untuk mempertahankan sebagai stadion bola dan
keinginan pemerintah untuk mengalokasikan menjadi taman kota yang dirasa
lebih efektif berfungsi sebagai RTH. Pengambilan data dilakukan pada bulan
Maret-September 2012.
4.2 Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian meliputi data primer dan data
sekunder yang diolah baik secara kuantitatif maupun kualitatif dan
diinterpretasikan secara deskriptif. Pengumpulan data primer didapatkan
menggunakan kuisioner dan wawancara kepada pengunjung, pelaku usaha, tenaga
kerja Taman Menteng, dan masyarakat sekitar kawasan. Selain itu, interview
secara mendalam juga dilakukan kepada key person diantaranya adalah aparat
setempat, dan Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta mengenai
pengelolaan Taman Menteng. Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari
29 dengan topik penelitian, yaitu Pemda DKI Jakarta, Dinas Pertamanan dan
Pemakaman Provinsi DKI Jakarta, serta BPS.
4.3 Metode Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel pengunjung dengan metode non-probability sampling
dimana pada metode ini kemungkinan atau peluang bagi setiap anggota populasi
untuk menjadi anggota sampel tidak sama atau tidak diketahui (Prasetyo dan
Jannah, 2005). Responden untuk pengunjung, masyarakat sekitar, dan pelaku
usaha dipilih dengan menggunakan metode pengambilan sampel aksidental atau
convenience sampling yang didasarkan karena sampling frame tidak ada. Sampel
dapat terpilih karena berada pada waktu, situasi, dan tempat yang tepat (Prasetyo
dan Jannah, 2005). Responden tenaga kerja menggunakan metode sensus
berdasarkan populasi. Wawancara secara mendalam dilakukan kepada pihak yang
merupakan informan kunci (key person) untuk mengetahui fungsi keberadaan
Taman Menteng, yaitu kepada Ketua RT dan RW, petugas dari kelurahan, serta
dua orang dari pihak Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta. Pemilihan
informan kunci ini didasarkan pada asusmsi bahwa mereka adalah orang-orang
yang mengerti mengenai kondisi serta pengelolaan Taman Menteng.
Responden pengunjung adalah mereka yang berusia 15 tahun keatas dan
sedang melakukan kegiatan di Taman Menteng. Usia diatas 15 tahun dipilih
karena dinilai dapat berkomunikasi dengan baik dan bersedia untuk diwawancarai
sehingga mudah untuk mendapatkan data yang diperlukan. Jumlah sampel
responden untuk pengunjung 45 orang, masyarakat 45 orang, pelaku usaha 27
orang, dan key person 12 orang yang terdiri dari 7 Ketua RT, 1 Ketua RW, 2
30 DKI Jakarta. Responden tenaga kerja berdasarkan sensus sebanyak 23 pekerja.
Penentuan jumlah sampel pengunjung dan masyarakat berdasarkan Gay dalam
Idrus (2009) yang menyatakan bahwa ukuran sampel paling minimum yang dapat
diterima berdasarkan metode deskriptif adalah 30 subyek. Penentuan sampel
pelaku usaha berdasarkan Idrus (2009) dimana jumlah sampel 20-30% dari
populasi.
4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh dalam penelitian dianalisis secara kuantitatif maupun
kualitatif. Pengolahan data dilakukan dengan terlebih dahulu mengolah data hasil
wawancara ke dalam matriks, kemudian dilakukan pengkodean. Selanjutnya,
penghitungan persentase responden dan menginterpretasikan secara deskriptif
melalui tabel dan grafik. Pengolahan dan analisis data dilakukan secara manual
dan menggunakan komputer. Berikut uraian matriks analisis data yang digunakan
dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Matriks Analisis Data
No. Tujuan Penelitian Sumber Data Analisis Data
1. Mengidentifikasikan persepsi
multistakeholder terhadap
2. Mengetahui seberapa besar
nilai ekonomi keberadaan Taman Menteng dengan dua pendekatan
3. Menganalisis manfaat
31
4.4.1 Persepsi Multistakeholder terhadap Fungsi Keberadaan Taman Menteng
Persepsi multistakeholder yang termasuk dalam responden ini adalah
pengunjung, masyarakat sekitar, tenaga pekerja di taman, pelaku usaha sekitar
taman, aparat desa setempat, intansi terkait di pemerintahan yaitu Dinas
Pertamanan dan Pemakaman yang dianalisis secara deskriptif. Responden
diberikan pilihan terkait beberapa fungsi Taman Menteng yang mereka rasakan
selama ini kemudian responden memberikan beberapa fungsiselain dari pilihan di
kuisioner mengenai keberadaan taman, baik dari segi manfaatnya maupun dampak
negatifnya berdasarkan prioritas utama. Terdapat empat (4) fungsi Taman
Menteng yang di analisis, yaitu fungsi ekologis, sosial budaya, estetika, dan
ekonomi. Analisis ini ditujukan untuk mengetahui persepsi multi pihak mengenai
fungsi dan dampak keberadaan Taman Menteng. Akan tetapi, sebelum
memberikan penilaian persepsi tersebut, responden terlebih dahulu menentukan
penilaian mengenai kondisi Taman Menteng yang terdiri dari 6 kategori. Tabel 7
menjabarkan indikator mengenai kriteria-kriteria dalam kategori penilaian
terhadap kondisi Taman Menteng.
Tabel 7. Indikator Kriteria dalam Kategori Penilaian Kondisi Taman Menteng
Kriteria Kategori
Sangat Baik Baik Kurang Baik Tidak Baik
Kebersihan -Kondisi taman bersih tidak ada sampah dan coret-coretan di area
Fasilitas -Terpenuhinya semua fasilitas penunjang Pengelolaan -Pengoptimalan yang
32 Kriteria
Kategori
Sangat Baik Baik Kurang Baik Tidak Baik
pemupukan,
Pelayanan -Para pekerja bekerja dengan sangat baik taman terasa sejuk dan asri
Arsitektur -Dibuat dengan desain yang menarik, unik,
4.4.2 Pendugaan Nilai Ekonomi Keberadaan Taman Menteng
Penilaian terhadap keberadaan Taman Menteng merupakan suatu penilaian
terhadap manfaat yang dimiliki oleh taman tersebut, seperti keindahan dan
keserasian berdasarkan atas dasar nilai penghargaan terhadap keberadaan taman.
Nilai ekonomi keberadaan Taman Menteng diperoleh dengan menggunakan dua
pendekatan. Pendekatan pertama menggunakan konsep Willingness To Pay
(WTP). Nilai kesediaan membayar/WTP diperoleh dengan cara wawancara
menggunakan kuisioner kepada responden yang terdiri dari masyarakat sekitar,
pengunjung dan pelaku usaha. Analisis nilai ekonomi keberadaan Taman Menteng
dengan menggunakan pendekatan Contingent Valuation Method (CVM). Hal ini
dikarenakan nilai keberadaan Taman Menteng tidak memiliki harga pasar baik
dari segi barang maupun jasa lingkungan. Penerapan CVM dalam menentukan
33 namun untuk penelitian ini hanya 5 tahapan saja karena peneliti hanya ingin
melihat besarnya total nilai WTP. Tahapan tersebut adalah :
1) Membangun Pasar Hipotetis
Dalam metode penetapan WTP digunakan dengan mengajukan
pertanyaan terhadap masyarakat sekitar, pelaku usaha dan pengunjung
sebagai reponden tentang berapa nilai yang ingin dibayarkan untuk tetap
mempertahankan keberadaan Taman Menteng. Sebelum mendapatkan nilai
kesediaan membayar, penulis membuat skenario/pasar hipotetik.
“SKENARIO : Keberadaan Taman Menteng memiliki fungsi yang beragam, seperti memproduksi oksigen, mengontrol iklim setempat, mencegah erosi, penyimpanan air tanah, mereduksi polusi debu dan kebisingan, menahan angin, sarana rekreasi keluarga, dan lain sebagainya. Fungsi yang beragam tersebut membuat keberadaan taman sangatlah penting karena dapat meningkatkan kualitas lingkungan daerah sekitar. Jika keberadaan taman ini tidak dijaga dengan baik maka akan menimbulkan degradasi lingkungan, seperti terjadi peningkatan suhu udara, banjir, penurunan permukaan tanah, intrusi air laut, pencemaran air, suasana gersang, dan tingkat kebisingan yang tinggi. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk tetap menjaga keberadaan Taman Menteng. Salah satu upaya tersebut adalah menilai secara ekonomi mengenai keberadaan Taman Menteng dengan konsep Willingnes to Pay (WTP) oleh pengunjung, masyarakat dan pelaku
34
keberadaan Taman Menteng yang menghargai secara moneter agar keberadaan serta kelestarian tetap terjaga secara berkelanjutan.”
2) Memperoleh Nilai Penawaran
Setelah pasar hipotetik terbentuk, untuk mendapatkan nilai penawaran
pada penelitian ini dilakukan dengan survei langsung ke responden. Survei ini
bertujuan untuk memperoleh nilai maksimum keinginan membayar (WTP)
dari responden. Responden diberi pertanyaan mengenai kesediaannya untuk
berkontribusi yang sanggup dibayarkan. Pertanyaan akan dihentikan sampai
nilai sesuai kemauan yang mereka bayar diperoleh, dimana mendapatkan nilai
maksimum WTP atau responden enggan untuk kembali membayar (Syaukat,
2011; Fauzi, 2006).
3) Menghitung Dugaan Nilai Rataan WTP
Setelah memperoleh nilai penawaran, langkah selanjutnya adalah
memperkirakan nilai rataan WTP menggunakan nilai rata-rata dari
penjumlahan keseluruhan nilai WTP dibagi dengan jumlah responden.
Dugaan Rataan WTP dihitung dengan rumus (Hanley dan Spash, 1993):
EWTP
=
∑��=1��� Dimana :EWTP = Dugaan rataan WTP (Rp)
Wi = Nilai WTP ke-i (Rp)
n = Jumlah responden (orang)
i = Responden ke-i yang bersedia membayar (i=1,2,...,n)
4) Menduga Kurva WTP
Kurva WTP responden dibentuk menggunakan jumlah kumulatif dari