• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Penentuan Suku Bunga Dasar Kredit Ritel ( Studi Empiris Pada Bank BUMN Di Indonesia Periode Oktober 2011 – Maret 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Penentuan Suku Bunga Dasar Kredit Ritel ( Studi Empiris Pada Bank BUMN Di Indonesia Periode Oktober 2011 – Maret 2013"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

ANALISIS PENENTUAN SUKU BUNGA DASAR KREDIT RITEL ( STUDI EMPIRIS PADA BANK BUMN DI INDONESIA

PERIODE OKTOBER 2011 – MARET 2013 )

OLEH :

BRANDO PRATENTA GINTING 090501052

PROGRAM STUDI S-1 EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Penentuan Suku Bunga Dasar Kredit Ritel (studi empiris pada Bank BUMN di Indonesia periode Oktober 2011-Maret 2013)” adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas akademik guna menyelesaikan beban akademik pada Fakultas Ekonomi Sumatera Utara.

Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari perusahaan atau lembaga, atau yang saya kutip dari hasil karya orang lain telah mendapat izin dan dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan penulisan etika ilmiah.

Apabila kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat dalam skripsi saya, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, Oktober 2013 Yang membuat pernyataan,

(3)

ABSTRACT

ANALYSIS DETERMINATION OF THE RETAIL PRIME LENDING RATE ( SOE EMPIRICAL STUDY ON GOVERNMENT BANKS IN INDONESIA

PERIOD OCTOBER 2011 - MARCH 2013)

This research was conducted to determine the factors that influencing the determination of the retail prime lending rate on government bank in Indonesia. The main purpose of this research is to analyze the influence of BI rate and BOPO for the determination of the retail prime lending rate. The data used in this research is a secondary data which the object of this study is the government bank by using the Financial Statements of the period October 2011 - March 2013.

The data in this study is the type of panel data that analyzed using panel data regression of the fixed effect model (FEM) which was considered suitable in this research because the model has a different intercept equations or constant on each individual. Before analyzing the data, first tested for normality and test redundant fixed effect to determine whether the data that normally distributed and used to determine the suitability of the fixed effect model for this research.Further processing of the data were performed using the Eviews 6.

The results showed that simultaneously the BI rate and BOPO variables with significant impact on the retail prime lending rate at 95% confidence level. In addition, from the values shown by the coefficient of determination shows that the BI rate and ROA variables are able to explain the variable the retail prime lending rate amounted to 97,7%.

(4)

ABSTRAK

ANALISIS PENENTUAN SUKU BUNGA DASAR KREDIT RITEL ( STUDI EMPIRIS PADA BANK BUMN DI INDONESIA

PERIODE OKTOBER 2011 – MARET 2013 )

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penentuan suku bunga dasar kredit ritel pada bank BUMN di Indonesia. Tujuan utama dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh BI rate dan BOPO terhadap penentuan suku bunga dasar kredit ritel. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang objek penelitian ini adalah Bank BUMN Persero dengan menggunakan Laporan Keuangan Publikasi periode Oktober 2011 - Maret 2013.

Data didalam penelitian ini merupakan jenis data panel yang dianalisis dengan menggunakan regresi data panel yakni model fixed effect (FEM) yang dinilai sesuai dalam penelitian ini karena model tersebut memiliki intercept persamaan yang berbeda-beda atau tidak konstan pada setiap individu. Sebelum menganalisis data, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan uji redundant fixed effect untuk mengetahui apakah data yang digunakan berdistribusi normal dan untuk mengetahui kesesuaian model fixed effect terhadap penelitian ini. Selanjutnya pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program Eviews 6.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan variabel BI rate dan BOPO berpengaruh dengan signifikan terhadap variabel suku bunga dasar kredit (SBDK) ritel pada tingkat kepercayaan 95 %. Selain itu dari nilai yang ditunjukkan melalui koefisien determinasi menunjukkan bahwa variabel BI rate dan BOPO mampu memberi penjelasan terhadap variabel suku bunga dasar kredit (SBDK) ritel sebesar 97,7%.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Penentuan Suku Bunga Dasar Kredit Ritel ( Studi Empiris Pada Bank BUMN Di Indonesia Periode Oktober 2011 – Maret 2013”. Penulis telah banyak menerima bimbingan, saran, motivasi serta doa dari berbagai pihak selama penulisan skripsi ini..

Pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang tulus kepada :

1. Ibu saya Mei Linda Sipayung,M.Si yang tidak pernah lelah memberikan kasih sayang, doa, nasehat hingga saat ini

2. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec.Ac, Ak, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec, selaku Ketua Departemen dan Bapak Drs. Syahrir Hakim Nasution, SE, M.Si, selaku Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

(6)

5. Ibu Dr. Hasan Basri Tarmizi,SE, selaku Penasehat Akademik yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan selama masa perkuliahan.

6. Bapak Syarief Fauzie, SE, M.Ak, Ak, selaku Dosen Pembimbing saya yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan saran dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Yang sangat saya kasihi yaitu kakak saya Juvika Orisa Ginting,BA serta adik yang selalu memberikan doa, semangat serta kasih sayang yang tulus selama ini. Teman-teman yang tidak pernah letih memberikan semangat dan bantuan sepanjang masa perkuliahan serta pengerjaan skripsi ini. Tidak lupa juga untuk semua keluarga dan pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, terima kasih atas segala bantuan yang telah diberikan selama ini. Penulis menyadari banyak terdapat kekurangan dalam skripsi ini, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak.

Medan, Oktober 2013 Penulis,

(7)

DAFTAR ISI

2.1.3.1. Jenis Bank Menurut Fungsinya ... 14

2.1.3.2. Jenis Bank Menurut Kepemilikannya .. 16

2.1.4. Usaha Bank ... 19

2.1.4.1. Bank Sentral ... 19

2.1.4.2. Bank Umum ... 27

2.1.4.3. Bank Perkreditan Rakyat ... 29

2.1.5. Pengertian Suku Bunga ... 29

2.1.6. Suku Bunga Kredit Menurut Jenisnya ... 31

2.1.7. Suku Bunga Dasar Kredit ... 31

2.1.7.1. Komponen SBDK ... 32

2.1.7.2. Penggolongan Jenis Kredit SBDK ... 35

2.1.8. Kriteria Penggolongan Kredit ... 35

2.1.9. Suku Bunga Bank Indonesia ... 35

2.1.9.1.Fungsi BI rate ... 35

2.1.9.2.Penetapan BI rate ... 36

2.1.10. Rasio Rentabilitas ... 37

2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 38

2.3. Hubungan antara BI rate dengan SBDK ... 39

2.4. Hubungan antara BOPO dengan SBDK ... 40

2.5. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 40

(8)

BAB III METODE PENELITIAN

(9)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

1.1 Perkembangan SBDK Ritel BUMN ... 5

2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 38

3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 44

4.1 Analisis Deskriptif ... 55

4.2 Hasil Regresi Model Fixed Effect ... 57

4.3 Hasil Redundant Test pada Fixed Effect ... 58

4.4 Uji Kolmogorov-Smirnov ... 59

4.5 Uji Multikolinearitas ... 60

4.6 Uji Autokorelasi ... 61

(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Halaman

1 Suku Bunga Dasar Kredit ... 73

2 BOPO ... 74

3 Suku Bunga Bank Indonesia (BI rate) ... 75

4 Metode Common-Constant ... 76

5 Metode Fixed Effect ... 77

6 Redundant Fixed Effect Test ... 78

7 Metode Random Effect ... 78

(12)

ABSTRACT

ANALYSIS DETERMINATION OF THE RETAIL PRIME LENDING RATE ( SOE EMPIRICAL STUDY ON GOVERNMENT BANKS IN INDONESIA

PERIOD OCTOBER 2011 - MARCH 2013)

This research was conducted to determine the factors that influencing the determination of the retail prime lending rate on government bank in Indonesia. The main purpose of this research is to analyze the influence of BI rate and BOPO for the determination of the retail prime lending rate. The data used in this research is a secondary data which the object of this study is the government bank by using the Financial Statements of the period October 2011 - March 2013.

The data in this study is the type of panel data that analyzed using panel data regression of the fixed effect model (FEM) which was considered suitable in this research because the model has a different intercept equations or constant on each individual. Before analyzing the data, first tested for normality and test redundant fixed effect to determine whether the data that normally distributed and used to determine the suitability of the fixed effect model for this research.Further processing of the data were performed using the Eviews 6.

The results showed that simultaneously the BI rate and BOPO variables with significant impact on the retail prime lending rate at 95% confidence level. In addition, from the values shown by the coefficient of determination shows that the BI rate and ROA variables are able to explain the variable the retail prime lending rate amounted to 97,7%.

(13)

ABSTRAK

ANALISIS PENENTUAN SUKU BUNGA DASAR KREDIT RITEL ( STUDI EMPIRIS PADA BANK BUMN DI INDONESIA

PERIODE OKTOBER 2011 – MARET 2013 )

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penentuan suku bunga dasar kredit ritel pada bank BUMN di Indonesia. Tujuan utama dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh BI rate dan BOPO terhadap penentuan suku bunga dasar kredit ritel. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang objek penelitian ini adalah Bank BUMN Persero dengan menggunakan Laporan Keuangan Publikasi periode Oktober 2011 - Maret 2013.

Data didalam penelitian ini merupakan jenis data panel yang dianalisis dengan menggunakan regresi data panel yakni model fixed effect (FEM) yang dinilai sesuai dalam penelitian ini karena model tersebut memiliki intercept persamaan yang berbeda-beda atau tidak konstan pada setiap individu. Sebelum menganalisis data, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan uji redundant fixed effect untuk mengetahui apakah data yang digunakan berdistribusi normal dan untuk mengetahui kesesuaian model fixed effect terhadap penelitian ini. Selanjutnya pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program Eviews 6.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan variabel BI rate dan BOPO berpengaruh dengan signifikan terhadap variabel suku bunga dasar kredit (SBDK) ritel pada tingkat kepercayaan 95 %. Selain itu dari nilai yang ditunjukkan melalui koefisien determinasi menunjukkan bahwa variabel BI rate dan BOPO mampu memberi penjelasan terhadap variabel suku bunga dasar kredit (SBDK) ritel sebesar 97,7%.

(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Industri perbankan telah mengalami perubahan besar dalam beberapa tahun terakhir mulai dari praderegulasi sampai pascaderegulasi. Pengklasifikasian perbankan sesusai dengan jenis, kepemilikkan, kegiatan usaha, pembentukkan uang giral serta sistem organisasinya. Lembaga keuangan dibagi menjadi lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan bukan bank yang masing-masing memiliki tugas dan fungsinya sendiri-sendiri. Dan untuk menciptakan perbankan yang sehat, kuat dan efisien maka diperlukan arsitektur perbankan indonesia. Data statistik perbankan tanah air yang dirilis Bank Indonesia, 15 Agustus 2011, menyebutkan bahwa total aset bank-bank umum nasional di triwulan I – 2011 naik sebesar 19,2% dibanding periode yang sama tahun 2010, menjadi Rp. 3.195,11 Triliun. Laba bersih mencapai sebesar Rp. 37,096 Triliun, meningkat 26,4% dibandingkan periode yang sama di tahun 2010 yang lalu. Demikian pula dari segi rasio-rasio keuangan.

(15)

perbankan yang dibutuhkan nasabah dan persaingan makin ketat serta penetrasi layanan perbankan di Indonesia yang belum mampu mengimbangi pertumbuhan ekonominya, sehingga margin keuntungan khususnya dari pendapatan bunga makin menurun.

Dalam kegiatannya terdapat tiga pemain dalam dunia perbankan, yaitu bank, deposan, dan peminjam. Deposan menyimpan uangnya di Bank dengan harapan memperoleh return berupa bunga atas uang yang dipinjamkannya kepada Bank. Selanjutnya Bank akan menawarkan uang tersebut kepada peminjam dalam bentuk kredit dalam rangka memperoleh pendapatan bunga. Tingkat suku bunga yang ditetapkan Bank kepada peminjam akan lebih tinggi dari pada tingkat suku bunga yang ditetapkan Bank kepada deposan. Suku bunga yang dikenakan bank atas uang yang ditawarkan disebut suku bunga kredit. Sedangkan suku bunga yang ditetapkan bank kepada deposan disebut suku bunga deposito.

(16)

dalam mencari fasilitas pinjaman. Konsumen yang rasional akan memilih bank yang menetapkan tingkat suku bunga kredit terendah (Kusumastuti, 2005).

Bank Indonesia mulai 31 Maret 2011 mewajibkan perbankan untuk mengumumkan suku bunga dasar kredit (SBDK) secara luas ke masyarakat. SBDK adalah suku bunga terendah yang digunakan sebagai dasar bagi bank dalam penentuan suku bunga kredit yang dikenakan kepada nasabah bank. Kebijakan itu dilakukan untuk meningkatkan transparansi mengenai produk perbankan. Pengaturan ini akan meningkatkan tata kelola yang baik dan menjadi sasaran untuk mendorong kompetisi yang sehat dalam industri perbankan melalui terciptanya disiplin pasar yang lebih baik.

Transparansi juga akan meningkatkan perlindungan konsumen karena dapat membentuk level of playing field yang sama antara bank dan nasabah/masyarakat, sehingga biaya dan risiko produk kredit perbankan akan semakin mudah dipahami guna mendukung pengambilan keputusan kredit yang lebih baik oleh nasabah. BI juga menjelaskan, perhitungan SBDK (prime lending rate) yang merupakan hasil perhitungan dari tiga komponen, yaitu (a) harga pokok dana untuk kredit atau (HPDK), (b) biaya overhead yang dikeluarkan bank dalam proses pemberian kredit dan (c) margin keuntungan (profit margin) yang ditetapkan untuk aktivitas perkreditan.

(17)

kredit tanpa agunan. Adapun definisi dari 3 (tiga) jenis kredit tersebut adalah definisi yang digunakan oleh internal setiap bank. Pengaturan ini akan meningkatkan tata kelola yang baik dan menjadi sasaran untuk mendorong kompetisi yang sehat dalam industri perbankan melalui terciptanya disiplin pasar yang lebih baik. SBDK belum memperhitungkan komponen premi risiko yang besarnya tergantung dari penilaian bank terhadap risiko masing-masing debitur. Dengan demikian, besarnya suku bunga kredit yang dikenakan kepada debitur belum tentu sama dengan SBDK.

Kriteria bank yang wajib mempublikasikan SBDK adalah Bank yang pada dan/atau setelah tanggal 28 Februari 2011 berdasarkan posisi Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) mempunyai total aset Rp.10.000.000.000.000,00 (sepuluh triliun rupiah) atau lebih wajib melakukan publikasi informasi SBDK dalam rupiah melalui: (i) papan pengumuman di setiap kantor bank, (ii) halaman utama website bank, dalam hal bank memiliki website, dan (iii) surat kabar bersamaan

dengan pengumuman.

Dengan fakta ini dapat dikatakan SBDK mencerminkan kondisi bank yang sebenarnya bukan berdasarkan hasil kesepakatan atau perbandingan dengan bank lain. Belum lagi pada saat penetapan suku bunga kredit, bank juga melakukan benchmarking atau analisis terhadap pihak kreditor. Tak dapat disangkal bahwa

(18)

sebagaimana diatur dalam Pasal 12 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah.

Berikut ini merupakan data mengenai SBDK Ritel Bank BUMN Januari-Juni 2013.

Tabel 1.1

Perkembangan SBDK Ritel BUMN Januari -Juni 2013

Nama Bank

Tahun 2013

Suku Bunga Dasar Kredit (%) Januari Pebruari Maret April Mei Juni

PT BANK MANDIRI 12,00 12,00 12,00 12,00 12,00 11,75

PT BANK RAKYAT INDONESIA. 11,50 11,50 11,50 11,50 11,50 11,75

PT BANK NEGARA INDONESIA 11,60 11,60 11,60 11,60 11,60 12,95

PT BANK TABUNGAN NEGARA 10,25 10,25 10,25 10,25 10,25 10,68

Tabel 1.1. menunjukkan bahwa kondisi SBDK ritrel bank BUMN bulan Januari sampai dengan Juni 2013 relatif konstan dan mengalami kenaikan pada bulan Juni 2013. SBDK tersebut di atas belum memperhitungkan komponen premi risiko yang besarnya tergantung dari penilaian bank terhadap risiko masing-masing debitur/kelompok debitur seperti jumlah, jangka waktu, risiko, hingga proyek yang dibiayai. Suku bunga kredit di kisaran 10-15 persen, level tersebut masih lebih tinggi dibanding di China dan Thailand yang berkisar 4-8 persen. Kondisi bunga kredit yang tinggi saat ini, memberikan profit atau pendapatan bagi kalangan perbankan. Namun sebaliknya menjadi salah satu faktor penghambat bagi pelaku ekonomi yang bertindak sebagai debitur.

(19)

rasio yang mengukur efisiensi dan efektivitas operasional suatu perusahaan dengan jalur membandingkan satu terhadap lainnya (Dendawijaya, 2005). Semakin rendah BOPO berarti semakin efisien bank tersebut dalam mengendalikan biaya operasionalnya, dengan adanya efisiensi biaya maka keuntungan yang diperoleh bank akan semakin besar (Riyadi, 2006).

Menurut Laporan Bank Indonesia (BI), per akhir Januari 2013, rasio BOPO sebagai indikator tingkat efisiensi perbankan adalah 75,40% dimana rasio idealnya BOPO 70%-80%. Angka ini mengalami penurunan atas rasio BOPO pada akhir 2011 sebesar 85,34%. Penurunan BOPO terjadi pada hampir semua kelompok bank. Demikian juga dengan rata-rata suku bunga kredit pada triwulan IV-2012, untuk tiap jenis penggunaan mengalami penurunan.

(20)

Dalam periode enam tahun terakhir, dari tahun 2007–2012, jumlah gerai ritel modern di Indonesia mengalami pertumbuhan rata-rata 17,57% per tahun. Pada tahun 2007, jumlah usaha ritel di Indonesia masih sebanyak 10.365 gerai, kemudian pada tahun 2011 mencapai 18.152 gerai tersebar di hampir seluruh kota di Indonesia. Pertumbuhan jumlah gerai tersebut tentu saja diikuti dengan pertumbuhan penjualan. Menurut Asosiasi Perusahaan Ritel Indonesia (Aprindo), pertumbuhan bisnis ritel di Indonesia antara 10%–15% per tahun. Penjualan ritel pada tahun 2006 sebesar Rp.49 triliun, dan meningkat hingga mencapai Rp.120 triliun pada tahun 2011. Sedangkan pada tahun 2012, pertumbuhan ritel diperkirakan masih sama, yaitu 10%–15%, atau mencapai Rp138 triliun. Jumlah pendapatan terbesar merupakan kontribusi dari hipermarket, kemudian disusul oleh minimarket dan supermarket.

Menurut Ma’ruf (2006) pertumbuhan bisnis ritel, terutama bisnis ritel modern, saat ini semakin berkembang dengan pesat di Indonesia. Bisnis ritel memainkan peranan penting dalam perekonomian sebuah negara. Perekonomian negara tertolong dengan adanya bisnis ritel ketika terjadi krisis moneter pada akhir tahun 1997 di Indonesia. Bisnis ritel merupakan salah satu sektor utama perekonomian negara yang menghasilkan keuntungan besar di berbagai negara, termasuk negara-negara industri maju seperti Prancis, Inggris, Jepang dan Amerika Serikat.

(21)

yang dilakukan oleh Darna (2012), mengungkapkan kenaikan atau penurunan BI rate tidak berhubungan dengan penurunan SBDK namun SBDK berhubungan

dengan kenaikan atau penurunan BOPO walaupun sangat rendah dan besarnya SBDK bukan hanya dipengaruhi oleh BI rate dan besarnya BOPO atau efisiensi biaya operasi bank, namun dipengaruhi juga oleh faktor lainnya seperti harapan perolehan keuntungan dari bank, persaingan dan lain-lain. Penurunan tingkat SBDK akan berdampak terhadap perekonomian khususnya di skala mikro yang pada akhirnya juga akan berpengaruh terhadap skala makro.

Ketika BI rate mengalami kenaikan maka bunga pinjaman ataupun simpanan di bank dan lembaga keuangan yang lain juga ikut naik. Rate yang dikeluarkan oleh BI bukan merupakan peraturan melainkan hanya sebuah rujukan, sehingga tidak mengikat maupun memaksa. Sementara bagi BI sendiri, BI rate adalah suku bunga bagi Sertifikat Bank Indonesia (SBI), yang disalurkan ke bank-bank. Ketika BI rate naik, maka para bank menyimpan dana mereka di BI dalam bentuk SBI, dan akan menerima bunga per tahun. Artinya jika BI rate dinaikkan, Bank akan cenderung lebih memilih menyimpan dana tabungan nasabahnya di BI daripada disalurkan kepada masyarakat dalam bentuk pinjaman atau kredit karena khawatir terhadap risiko kredit macet. Keadaan ini akan berbahaya terhadap perekonomian yang akan mengalami stagnasi.

(22)

ekonomi lainnya. Di sisi internal tingkat suku bunga berkaitan dengan inflasi, permintaan dalam negeri dan nilai tukar rupiah. Dalam lingkup eksternal tingkat suku bunga sangat berperan terhadap arus modal masuk dan keluar. Oleh karena itu upaya pengendalian tingkat suku bunga yang dilakukan harus selalu memperhatikan keseimbangan berbagai faktor.

Berdasarkan fenomena dan hasil penelitian terdahulu di atas, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai “Analisis Penentuan Suku Bunga Dasar Kredit Ritel” (Studi Empiris pada Bank BUMN Indonesia Periode Oktober 2011-Maret 2013).

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, peneliti merumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

1. Apakah secara parsial BI rate dan BOPO berpengaruh terhadap SBDK ritel Bank BUMN di Indonesia ?

2. Apakah secara simultan BI rate dan BOPO berpengaruh terhadap SBDK ritel Bank BUMN di Indonesia ?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai berdasarkan perumusan masalah di atas adalah untuk :

1. Mengetahui pengaruh BI rate dan BOPO terhadap SBDK ritel Bank BUMN di Indonesia secara parsial.

(23)

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun penilitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut :. 1. Bagi peneliti

Sebagai wadah mengaplikasikan ilmu pengetahuan dan teori yang telah dipelajari selama kuliah, serta menambah wawasan pengetahuan mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap SBDK ritel.

2. Bagi manajemen perusahaan

Sebagai bahan pertimbangan bagi perusahaan dalam mengaplikasikan variable-variabel penelitian ini untuk membantu meningkatkan minat para investor untuk melakukan investasi pada perusahaan ritel.

3. Bagi calon investor

Dengan adanya kajian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai pertimbangan pada saat melakukan invesatasi pada sebuah perusahaan.

4. Bagi akademisi

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan teori mengenai BI rate dan BOPO serta pengaruhnya terhadap SBDK ritel.

5. Bagi peneliti selanjutnya

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori

2.1.1. Pengertian Bank

Pengertian bank umum menurut Undang-Undang No. 10 tahun 1998 adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegaiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Sedangkan pengertian bank umum menurut Peraturan Bank Indonesia No. 9/7/PBI/2007 adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Jasa yang diberikan oleh bank umum bersifat umum, artinya dapat memberikan seluruh jasa perbankan yang ada. Bank umum sering disebut bank komersial (commercial bank).

(25)

2.1.2. Fungsi dan Manfaat Bank

Fungsi utama bank sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Secara lebih spesifik fungsi bank adalah sebagai berikut:

a. Agent of trust

Dasar utama dari suatu bank adalah kepercayaan atau dengan kata lain adalah trust. Masyarakat yang meyimpan dana kepada bank berarti mereka memiliki rasa kepercayaan terhadap bank tersebut. Bank yang dipercaya oleh masyarakat hendaknya dapat menjaga dan memelihara dana-dana masyarakat yang dipercayakan kepadanya. Selain itu, bank juga harus memberikan kenyamanan dan keamanan bagi nasabah dengan begitu nasabah akan mendapatkan kepuasan atas pelayanan bank tersebut. Begitu pula antara pihak bank dan para debitur, dana-dana yang cair menandakan bahwa pihak bank percaya kepada debitur tersebut. Oleh karena itu debitur harus dapat mengelola dana yang diberikan oleh bank dengan sebaik mungkin.

b. Agent of Development

(26)

penggunaan uang, kelancaran kegiatan investasi, distribusi, dan komunikasi ini tidak lain adalah kegiatan pembangunan perekonomian masyarakat.

c. Agent of services

Selain melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana, bank juga memberikan penawaran jasa-jasa yang ditawarkan bank ini erat kaitannya dengan kegiatan perekonomian masyarakat secara umum, jasa-jasa ini antara lain dapat berupa pengiriman uang, pemberian jaminan bank, jasa penitipan barang berharga dan lain-lain.

Adapun bank tentunya memberikan manfaat bagi banyak pihak, manfaat tersebut antara lain

1. Sebagai model investasi yaitu transaksi derivatif dapat dijadikan sebagai salah satu model berinvestasi. Walaupun pada umumnya merupakan jenis investasi jangka pendek (yield enhancement).

2. Sebagai cara lindung nilai yaitu transaksi derivatif dapat berfungsi sebagai salah satu cara untuk menghilangkan risiko dengan jalan lindung nilai (hedging), atau disebut juga sebagai risk management.

3. Informasi harga yaitu transaksi derivatif dapat berfungsi sebagai sarana mencari atau memberikan informasi tentang harga barang komoditi tertentu dikemudian hari (price discovery).

(27)

5. Fungsi manajemen produksi berjalan dengan baik dan efisien yaitu transaksi derivatif dapat memberikan gambaran kepada manajemen produksi sebuah produsen dalam menilai suatu permintaan dan kebutuhan pasar di masa mendatang. Terlepas dari fungsi-fungsi perbankan (bank) yang utama atau turunannya, maka yang perlu diperhatikan untuk dunia perbankan, ialah tujuan secara filosofis dari eksistensi bank di Indonesia. Hal ini sangat jelas tercermin dalam Pasal empat (4) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang menjelaskan bahwa perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Meninjau lebih dalam terhadap kegiatan usaha bank, maka bank (perbankan) Indonesia dalam melakukan usahanya harus didasarkan atas asas demokrasi ekonomi yang menggunakan prinsip kehati-hatian. Hal ini jelas tergambar, karena secara filosofis bank memiliki fungsi makro dan mikro terhadap proses pembangunan bangsa. 2.1.3. Jenis bank

2.1.3.1. Jenis Bank Menurut Fungsinya a. Bank sentral

(28)

lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pemerintah dan atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang ini.

Bank Indonesia mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan dan melaksanakan setiap tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang tersebut. Pihak luar tidak dibenarkan mencampuri pelaksanaan tugas Bank Indonesia, dan Bank Indonesia juga berkewajiban untuk menolak atau mengabaikan intervensi dalam bentuk apapun dari pihak manapun juga. Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar Bank Indonesia dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas moneter secara lebih efektif dan efisien. Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pemerintah dan atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang.

b. Bank Umum

Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran (UU No.10 Tahun 1998).

c. Bank Perkreditan Rakyat

(29)

2.1.3.2. Jenis Bank Menurut Kepemilikannya a. Bank Persero (Bank Pemerintah)

Bank persero atau juga sering disebut bank BUMN, pada awalnya masing-masing didirikan dengan undang-undang tersendiri mengenai bidang tugas masing-masing bank. Dalam kegiatan operasionalnya, bank persero tetap tunduk pada undang-undang tentang perbankan. Siamat (2005) mengemukakan bahwa Bank Persero, atau sering juga disebut bank pemerintah, adalah bank umum yang secara mayoritas sahamnya dimiliki pemerintah.

Dari pengertian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa bank persero merupakan bank yang kepemilikan sahamnya dikuasai oleh pemerintah. Bank -bank yang termasuk ke dalam kelompok -bank persero adalah Bank Negara Indonesia, Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia, Bank Tabungan Negara.

b. Bank Umum Swasta Nasional

(30)

c. Bank Asing

Menurut Kasmir (2008) menerangkan bahwa bank jenis ini merupakan cabang dari bank yang ada di luar negeri, bank milik swasta asing atau pemerintah asing. Bank asing merupakan bank milik negara di luar Indonesia yang membuka cabang di Indonesia. Pemberian pelayanan jasa-jasa dalam kegaiatan operasional bank asing pada prinsipnya tidak memiliki perbedaan signifikan dengan bank-bank umum swasta nasional, kecuali dalam hal pembatasan pembukaan kantor di wilayah tertentu di Indonesia.

Selain itu, bank asing tidak diperkenankan menerima simpanan dari masyarakat dalam bentuk tabungan. Segmen usaha bank asing yang ditekuni terutama adalah segmen korporasi atau corporate banking. Ciri lain dari kegiatan bank asing ini adalah penyediaan jasa di bidang investment bank yang menawarkan jasa-jasa di pasar modal. Contoh bank asing seperti City Bank, Hongkong and Shanghai Bank Corporation, American Express Bank, Bangkok Bank, Bank of Tokyo.

d. Bank Pemerintah Daerah

(31)

memilih dan menetapkan badan hukumnya apakah menjadi Perseroan Terbatas, Koperasi, atau Perusahaan Daerah sebagaimana diamanatkan dalam undang-undang tersebut di atas.

Pada dasarnya bank umum pemerintah dengan bank pemerintah daerah adalah sama, hanya saja yang membedakan keduanya yaitu kepemilikannya, bank umum pemerintah dimiliki oleh pemerintah secara nasional sedangkan bank pemerintah daerah (BPD) dimiliki oleh pemerintah daerah tingkat I dan tingkat II masing-masing propinsi. Adapun contoh bank pemerintah daerah yang ada di Indonesia, diantaranya adalah Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat (Bank Jabar), Bank Pembangunan Daerah DKI Jakarta, Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah.

e. Bank Campuran

Kegiatan usaha bank campuran pada prinsipnya tidak berbeda dengan apa yang dilakukan oleh bank umum swasta nasional, bank umum persero, atau bank pemerintah. Dari sudut kegiatan penghimpunan dana (funding), sumber dana bank campuran terutama berasal dari simpanan berjangka (time deposits) dan giro (demand deposits). Kegiatan memobilisasi dana melalui tabungan (saving deposits) tidak diperkenankan dilakukan oleh bank campuran. Selanjutnya, kegiatan penyaluran dana terutama dilakukan dengan memberikan pembiayaan usaha perdagangan internasional (international financing) dan kredit bagi sektor-sektor industri dan produksi.

(32)

Kegiatan operasional bank campuran meliputi kegiatan yang terjadi di bank-bank lain yaitu menghimpun dana kemudian menyalurkannya dalam bentuk pembiayaan usaha perdagangan internasional dan kredit. Perbedaannya terletak pada kegiatan menghimpun dana, bank campuran tidak diperkenankan untuk menghimpun dana dalam bentuk tabungan. Contoh bank campuran diantaranya adalah PT. ANZ Bank, PT. Bank Commonwealth, PT. Bank Finconesia, PT. ING Indonesia Bank.

2.1.4. Usaha Bank 2.1.4.1.Bank Sentral

Dalam kapasitasnya sebagai bank sentral, Bank Indonesia mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain.

(33)

Gambar 2.1 Tiga Pilar Utama Bank Indonesia

Ketiga bidang tugas tersebut perlu diintegrasi agar tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah dapat dicapai secara efektif dan efisien anatara lain,yaitu :

1. Menetapkan dan Melaksanakan Kebijakan Moneter

(34)

dengan menetapkan suku bunga (BI rate). Perkembangan indikator tersebut dikendalikan melalui piranti moneter tidak langsung, yaitu menggunakan operasi pasar terbuka, penentuan tingkat diskonto, dan penetapan cadangan wajib minimum bagi perbankan. Pendekatan pegendalian moneter secara tidak langsung ini telah dilakukan sejak 1983 dengan mekanisme operasional yang disesuaikan dengan dinamika perkembangan pasar uang di dalam negeri.

a. Operasi Pasar Terbuka

Operasi Pasar Terbuka (OPT) dilaksanakan untuk mempengaruhi likuiditas rupiah di pasar uang, yang pada gilirannya akan mempengaruhi tingkat suku bunga. OPT dilakukan melalui dua cara, yaitu melalui penjualan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Intervensi Rupiah.

Penjualan SBI dilakukan melalui lelang sehingga tingkat diskonto yang terjadi benar-benar mencerminkan kondisi likuiditas pasar uang. Sedangkan kegiatan intervensi rupiah dilakukan oleh Bank Indonesia untuk menyesuaikan kondisi pasar uang, baik likuiditas maupun tingkat suku bunga.

b. Penetapan Cadangan Wajib Minimum

(35)

Indonesia. Apabila Bank Indonesia memandang perlu untuk mengetatkan kebijakan moneter maka cadangan wajib tersebut dapat ditingkatkan, dan demikian pula sebaliknya.

c. Peran sebagai Lender of The Last Resort

Bank Indonesia juga berfungsi sebagai lender of the last resort. Dalam melaksanakan fungsi ini, Bank Indonesia dapat memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah kepada bank yang mengalami kesulitan likuiditas jangka pendek yang disebabkan oleh terjadinya mismatch dalam pengelolaan dana. Pinjaman tersebut berjangka waktu

maksimal 90 hari dan bank penerima pinjaman wajib menyediakan agunan yang berkualitas tinggi serta mudah dicairkan dengan nilai sekurang-kurangnya sama dengan jumlah pinjaman.

d. Kebijakan Nilai Tukar

(36)

berlaku adalah benar-benar pencerminan keseimbangan antara kekuatan penawaran dan permintaan. Untuk menjaga stabilitas nilai tukar, Bank Indonesia pada waktu-waktu tertentu melakukan sterilisasi di pasar valuta asing, khususnya pada saat terjadi gejolak kurs yang berlebihan. e. Pengelolaan Cadangan Devisa

Cadangan devisa merupakan posisi bersih aktiva luar negeri pemerintah dan bank-bank devisa, yang harus dipelihara untuk keperluan transaksi internasional. Dalam mengelola cadangan devisa ini, Bank Indonesia lebih mengutamakan tercapainya tujuan likuiditas dan keamanan daripada keuntungan yang tinggi. Walaupun demikian, Bank Indonesia tetap mempertimbangkan perkembangan yang terjadi di pasar internasional, sehingga tidak tertutup kemungkinan terjadinya pergeseran dalam portfolio komposisi jenis penempatan cadangan devisa. Dalam mengelola cadangan devisa yang optimal, Bank Indonesia menerapkan sistem diversifikasi, baik berdasarkan jenis valuta asing maupun berdasarkan jenis investasi surat berharga. Dengan cara tersebut diharapkan penurunan nilai dalam salah satu mata uang dapat dikompensasi oleh jenis mata uang lainnya atau penempatan lain yang mempunyai nilai yang lebih baik.

f. Kredit Program

(37)

akan dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang ditunjuk Pemerintah. Pengalihan tugas ini dimaksudkan agar Bank Indonesia dapat lebih memfokuskan perhatian pada pencapaian sasaran-sasaran moneter serta agar dapat tercipta pembagian tugas yang baik antara Pemerintah dan Bank Indonesia.

2. Mengatur dan Menjaga Kelancaran Sistem Pembayaran

Sesuai dengan Undang- Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, salah satu tugas Bank Indonesia adalah mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Di bidang sistem pembayaran Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah serta mencabut, menarik dan memusnahkan uang dari peredaran. Disisi lain dalam rangka mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran Bank Indonesia berwenang melaksanakan, memberi persetujuan dan perizinan atas penyelenggaraan jasa sistem pembayaran seperti sistem transfer dana baik yang bersifat real time, sistem kliring maupun sistem pembayaran lainnya misalnya sistem pembayaran berbasis kartu.

(38)

Pada sistem pembayaran non tunai, saat ini penyediaan layanan jasa pembayaran sebagian besar dilakukan oleh perbankan baik melalui rekening bank di Bank Indonesia, hubungan bilateral antar bank maupun melalui jaringan internal bank yang dimilikinya. Layanan pembayaran dana antar nasabah tersebut biasanya dilakukan melalui transfer elektronik, sistem kliring maupun melalui sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS). Dari sisi piranti pembayaran, secara historis sistem pembayaran non tunai di Indonesia didominasi oleh piranti pembayaran berbasis warkat, namun dalam perkembangannya piranti elektronik mulai banyak berperan terutama sejak dioperasikannya sistem BI-RTGS pada bulan November untuk penyelesaian transaksi bernilai besar atau urgent.

Sementara itu dalam kaitannya dengan pengawasan sistem pembayaran, Bank Indonesia memiliki tanggung jawab agar masyarakat luas dapat memperoleh jasa sistem pembayaran yang efisien, cepat, tepat dan aman. Fungsi pengawasan sistem pembayaran ini selain berwenang untuk memberikan izin operasional terhadap pihak yang menyelenggarakan kegiatan di bidang sistem pembayaran juga berwenang untuk melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan sistem pembayaran baik yang dilakukan oleh Bank Indonesia maupun pihak lain di luar Bank Indonesia.

3. Mengatur dan Mengawasi Bank

(39)

mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Dalam pelaksanaan tugas ini, Bank Indonesia berwenang menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan dengan menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian. Berkaitan dengan kewenangan di bidang perizinan, selain memberikan dan mencabut izin usaha bank, Bank Indonesia juga dapat memberikan izin pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor bank, memberikan persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank, serta memberikan izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu.

Di bidang pengawasan, Bank Indonesia melakukan pengawasan langsung maupun tidak langsung. Pengawasan langsung dilakukan baik dalam bentuk pemeriksaan secara berkala maupun sewaktu-waktu bila diperlukan. Pengawasan tidak langsung dilakukan melalui penelitian, analisis dan evaluasi terhadap laporan yang disampaikan oleh bank. Sebagai upaya membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan dan perekonomian Indonesia, Bank Indonesia telah menempuh langkah restrukturisasi perbankan yang komprehensif.

(40)

2.1.4.2. Bank Umum

Fungsi-fungsi bank sentral yang diuraikan di bawah ini menujukkan betapa pentingnya keberadaan bank umum dalam perekonomian modern, yaitu :

1. Penciptaan uang

Uang yang diciptakan bank umum adalah uang giral, yaitu alat pembayaran lewat mekanisme pemindahbukuan. Kemampuan bank umum menciptakan uang giral menyebabkan possisi dan fungsinya dalam pelaksanaan kebijakan moneter. Bank sentral dapat mengurangi atau menambah jumlah uang yang beredar dengan cara mempengaruhi kemampuan bank umum menciptakan uang giral.

2. Mendukung Kelancaran Mekanisme Pembayaran

Fungsi lain dari bank umum yang juga sangat penting adalah mendukung kelancaran mekanisme pembayaran. Hal ini dimungkinkan karena salah satu jasa yang ditawarkan bank umum adalah jasa-jasa yang berkaitan dengan mekanisme pembayaran. Beberapa jasa yang amat dikenal adalah kliring, transfer uang, penerimaan setoran-setoran, pemberian fasilitas pembayaran dengan tunai, kredit, fasilitas-fasilitas pembayaran yang mudah dan nyaman, seperti kartu plastik dan sistem pembayaran elektronik.

3. Penghimpunan Dana Simpanan Masyarakat

(41)

dihimpun akan disalurkan kepada pihak-pihak yang membutuhkan, utamanya melalui penyaluran kredit.

4. Mendukung Kelancaran Transaksi Internasional

Bank umum juga sangat dibutuhkan untuk memudahkan dan atau memperlancar transaksi internasional, baik transaksi barang/jasa maupun transaksi modal. Kesulitan-kesulitan transaksi antara dua pihak yang berbeda negara selalu muncul karena perbedaan geografis, jarak, budaya dan sistem moneter masing-masing negara. Kehadiran bank umum yang beroperasi dalam skala internasional akan memudahkan penyelesaian transaksi-transaksi tersebut. Dengan adanya bank umum, kepentingan pihak-pihak yang melakukan transaksi internasional dapat ditangani dengan lebih mudah, cepat, dan murah.

5. Penyimpanan Barang-Barang Berharga

Penyimpanan barang-barang berharga adalah satu satu jasa yang paling awal yang ditawarkan oleh bank umum. Masyarakat dapat menyimpan barang-barang berharga yang dimilikinya seperti perhiasan, uang, dan ijazah dalam kotak-kotak yang sengaja disediakan oleh bank untuk disewa (safe deposit box). Perkembangan ekonomi yang semakin pesat menyebabkan bank memperluas jasa pelayanan dengan menyimpan sekuritas atau surat-surat berharga.

6. Pemberian Jasa-Jasa Lainnya

(42)

2.1.4.3. Bank Perkreditan Rakyat

Kegiatan usahanya meliputi:

1. Menyimpan dana masyarakat dalam bentuk simpanan berupa tabungan, deposito, dan giro atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.

2. Memberikan kredit

3. Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah.

2.1.5. Pengertian Suku Bunga

Menurut Hubbard dalam (Laksmono, 2001), bunga adalah biaya yang harus dibayar borrower atas pinjaman yang diterima dan imbalan bagi lender atas investasinya. Sementara itu, Kern dan Guttman dalam (Laksmono, 2001), menganggap suku bunga merupakan sebuah harga dan sebagaimana harga lainnya, maka tingkat suku bunga ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran.

(43)

Menurut Mishkin (2007), suku bunga adalah biaya pinjaman atau harga yang dibayar atas penyewaan dana. Mishkin memandang suku bunga dari sisi peminjam (borrower). Menurut Pindyck (2005), suku bunga adalah harga yang dibayar oleh peminjam kepada pemberi pinjaman. Seperti harga pasar, penentuan tingkat suku bunga ditentukan oleh permintaan dan penawaran dari loanable funds.

Siamat (2005) membedakan pengertian bunga (interest) dalam 2 perspektif, yaitu: (1) bunga dari sisi permintaan. Bunga dari sisi permintaan dan sisi penawaran merupakan pendapatan atas pemberian kredit. Bunga merupakan sewa atau harga dari uang, (2) bunga dari sisi penawaran. Pemilik dana akan menggunakan atau mengalokasikan dananya pada jenis investasi yang menjanjikan pembayaran bunga yang lebih tinggi.

Para ekonom membedakan suku bunga menjadi suku bunga nominal dan suku bunga riil. Suku bunga nominal adalah rate yang terjadi di pasar sedangkan suku bunga riil adalah konsep yang mengukur tingkat pengembalian setelah dikurangi dengan inflasi. Efek ekspektasi inflasi terhadap suku bunga nominal sering disebut efek Fisher dan hubungan antara inflasi dengan suku bunga ditunjukkan dengan persamaan Fisher.

(44)

2.1.6. Suku Bunga Kredit Menurut Jenisnya

Suku bunga kredit sangat bergantung pada jenis kredit itu sendiri. Berdasarkan Undang-undang Perbankan No. 10 Tahun 1998, menurut tujuan penggunaannya, kredit dibedakan menjadi tiga yaitu kredit modal kerja, kredit investasi dan kredit konsumsi. Kredit modal kerja (working capital loan) adalah kredit yang diberikan untuk membiayai kegiatan usahanya atau perputaran modal misalnya pembelian barang dagangan. Kredit Modal Kerja (KMK) adalah fasilitas kredit modal kerja yang diberikan baik dalam rupiah maupun valuta asing untuk memenuhi modal kerja yang habis dalam satu siklus usaha dengan jangka waktu maksimal satu tahun.

Kredit investasi adalah kredit jangka menengah/panjang yang diberikan kepada (calon) debitur untuk membiayai barang-barang modal dalam rangka rehabilitasi, modernisasi, perluasan ataupun pendirian proyek baru, misalnya untuk pembelian mesin-mesin, bangunan dan tanah untuk pabrik, yang pelunasannya dari hasil usaha dengan barang-barang modal yang dibiayai. Jangka waktu kredit ini umumnya lebih dari satu tahun. Kredit konsumsi (consumer loan) adalah kredit yang diberikan bank untuk membiayai pembelian barang, yang tujuannya tidak untuk usaha tetapi untuk pemakaian pribadi. Jangka waktu kredit ini dapat berjangka waktu panjang atau pendek.

2.1.7. Suku Bunga Dasar Kredit

(45)

bagi Bank dalam menetapkan suku bunga kredit yang akan dikenakan kepada nasabah.

2.1.7.1. Komponen SBDK

Dihitung secara per tahun dalam bentuk persentase (%) yang penghitungannya dilakukan berdasarkan 3 (tiga) komponen yaitu:

1. Harga Pokok Dana untuk Kredit (HPDK) yang timbul dari kegiatan penghimpunan dana;

2. Biaya overhead yang dikeluarkan Bank berupa beban operasional bukan bunga yang dikeluarkan untuk kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran kredit termasuk biaya pajak yang harus dibayar

3. Marjin keuntungan (profit margin) yang ditetapkan Bank dalam kegiatan penyaluran kredit.

Pada dasarnya SBDK adalah suku bunga terendah yang digunakan sebagai dasar bagi bank dalam penentuan suku bunga kredit yang dikenakan kepada nasabah bank. SBDK merupakan hasil perhitungan tiga komponenn, yaitu Harga Pokok Dana untuk Kredit (HPDK), biaya overhead yang dikeluarkan Bank dalam proses pemberian kredit, dan marjin keuntungan (profit margin) yang ditetapkan untuk aktivitas perkreditan. Perhitungan SBDK tersebut belum memperhitungkan komponen premi resiko individual nasabah Bank yang besarnya tergantung dari penilaian bank terhadap resiko masing-masing debitur. Dengan demikian, besarnya suku bunga kredit yang dikenakan kepada debitur belum tentu sama

(46)

Beberapa manfaat utama prime lending rate.

1. Menciptakan transparansi, dengan lahirnya SBDK, BI sangat mengharapkan dapat tercipta transparansi. Dengan demikian, nasabah dapat membandingkan SBDK bank satu dengan bank lain yang lebih kompetitif. Dengan bahasa lebih jernih, nasabah bakal memiliki aneka referensi mengenai SBDK sebelum menentukan pilihan akhir. Nasabah akan lebih leluasa dalam menentukan bank nasional mana yang menawarkan SBDK menarik sesuai dengan kemampuan finansial nasabah. 2. Membangun iklim persaingan sehat, dengan terciptanya transparansi

tersebut, BI juga berharap akan lahir iklim persaingan yang sehat antar bank nasional dalam merebut nasabah utama (prime customer). Selain memicu persaingan yang sehat, transparansi SBDK akan mendorong efisiensi.

Dalam kebijakan transparansi SBDK kemungkinan bisa timbul kartel sehingga BI akan selalu mengawasi dan mengantisipasi agar tidak timbul kartel. Oleh karena itu BI menjamin tidak akan ada kartel. Selain kartel, kemungkinan akan terjadi PHK pada bank kecil yang asetnya dibawah 10 triliun, karena bank-bank kecil kemungkinan akan melakukan merger agar dapat bersaing dengan bank-bank besar (asset diatas 10 triliun). Konsekuensi dari merger antar bank kecil maka akan timbul PHK, meskipun melakukan merger bukan hal yang mudah bagi suatu bank.

(47)

7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah disebutkan bahwa bank yang melanggar ketentuan akan dikenakan sanksi administratif dan dapat diperhitungkan dengan komponen penilaian tingkat kesehatan bank, (2) dalam PBI 3/22/PBI/2011 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank diatur dalam Pasal 38 ayat 2 dan 3. Ayat 2 menjelaskan bank yang tidak mengumumkan laporan keuangan publikasi triwulan membayar denda paling rendah Rp.l00.000.000 dan paling tinggi Rp.500.000.000. Ayat 3 disebutkan bank yang mengumumkan laporan keuangan publikasi triwulanan, namun tidak menyampaikan laporan keuangan publikasi triwulanan kepada BI akan dikenakan sanksi membayar denda Rp. 30.000.000, (3) pasal 38 ayat 4 huruf a disebutkan jika menurut penilaian BI, laporan keuangan publikasi triwulanan secara material tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya dan atau tidak disajikan sesuai ketentuan dalam Peraturan Bank Indonesia ini dan atau Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku, atau Surat Komentar (Management Letter) dari Akuntan Publik menyatakan adanya kelemahan mendasar yang ada dari sistem pelaporan data bank ke Bank Indonesia, maka setelah diberi peringatan dua kali surat teguran oleh BI dengan tenggang waktu dua minggu untuk setiap teguran, bank tidak memperbaiki dan atau mengumumkan kembali laporan yang dimaksud, dikenakan sanksi berupa kewajiban membayar serendah-rendahnya sebesar Rp.l00.000.000 dan

(48)

2.1.7.2. Penggolongan Jenis Kredit SBDK 1. Kredit korporasi

2. Kredit ritel 3. Kredit mikro

4. Kredit konsumsi (KPR dan Non KPR).

Kredit konsumsi non KPR tidak termasuk penyaluran dana melalui kartu kredit dan kredit tanpa agunan (KTA).

2.1.8. Kriteria Penggolongan Kredit

Penggolongan kredit korporasi, kredit ritel, dan kredit konsumsi (KPR dan Non KPR) dilakukan berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh internal Bank, sedangkan penggolongan kredit mikro berpedoman pada definisi usaha mikro sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

2.1.9. Suku Bunga Bank Indonesia

Suku bunga Bank Indonesia (BI rate) adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh bank Indonesia dan diumumkan kepada publik.

2.1.9.1. Fungsi BI rate

BI rate diumumkan oleh Dewan Gubernur Bank Indonesia setiap yang dilakukan Bank Indonesia melalui pengelolaan likuiditas

(49)

suku bunga Pasar Uang Antar Bank Overnight (PUAB O/N). Pergerakan di suku bunga PUAB ini diharapkan akan diikuti oleh perkembangan di suku bunga deposito, dan pada gilirannya suku bunga kredit perbankan. Dengan mempertimbangkan pula faktor-faktor lain dalam perekonomian, Bank Indonesia pada umumnya akan menaikkan BI rate apabila inflasi ke depan diperkirakan melampaui sasaran yang telah ditetapkan, sebaliknya Bank Indonesia akan menurunkan BI rate apabila inflasi ke depan diperkirakan berada di bawah sasaran yang telah ditetapkan.

2.1.9.2. Penetapan BI Rate

a. Jadwal Penetapan dan Penentuan

1. Penetapan respons (stance) kebijakan moneter dilakukan setiap bulan melalui mekanisme RDG Bulanan dengan cakupan materi bulanan.

2. Respon kebijakan moneter (BI rate) ditetapkan berlaku sampai dengan RDG berikutnya

3. Penetapan respon kebijakan moneter (BI rate) dilakukan dengan memperhatikan efek tunda kebijakan moneter (lag of monetary policy) dalam mempengaruhi inflasi.

4. Dalam hal terjadi perkembangan di luar prakiraan semula, penetapan stance kebijakan moneter dapat dilakukan sebelum mingguan.

b. Perubahan BI Rate

(50)

menunjukkan intensi Bank Indonesia yang lebih besar terhadap pencapaian sasaran inflasi, maka perubahan BI rate dapat dilakukan lebih dari 25 bps dalam kelipatan 25 bps.

2.1.10. Rasio Rentabilitas

Hanafi (1999), menyatakan bahwa efisiensi akan lebih jelas jika dikaitkan dengan konsep perbandingan outpu-input. Output merupakan hasil suatu organisasi, dan input merupakan sumber daya yang digunakan untuk menghasilkan output tersebut. Dalam kasus perusahaan yang bergerak dibidang perbankan, efisiensi operasi dilakukan untuk mengetahui apakah bank dalam operasinya yang berhubungan dengan usaha pokok bank,dilakukan dengan benar dalam arti sesuai dengan yang diharapkan manajemen dan pemegang saham. Efisiensi operasi juga berpengaruh terhadap kinerja bank, yaitu untuk menunjukkan apakah bank telah menggunakan semua faktor produksinya dengan tepat guna.

(51)

persen maka bank tersebut dapat dikategorikan tidak efisien dalam menjalankan operasinya. Pada penelitian ini variabel BOPO diambil sebagai salah satu variabel atau faktor yang mempengaruhi kinerja keuangan bank, karena bagaimanapun juga jika kita berbicara mengenai kinerja suatu perusahaan pastilah juga berhubungan dengan efisiensi operasi bank tersebut.

2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Adapun penelitian-penelitian terdahulu yang berkaitan dengan suku bunga, antara lain :

Tabel 2.1

Tinjauan Penelitian Terdahulu

Peneliti Judul Variabel

(52)

Ahmad publik. Pada bank non go publik variabel BOPO tidak berpengaruh bunga kredit dan volume penyaluran kredit

berlawanan arah, artinya jika suku bunga kredit turun maka volume terhadap LDR pada Bank BUMN Persero di

Indonesia. Sumber : data diolah oleh peneliti

2.3. Hubungan antara BI rate dengan SBDK

(53)

bunga pinjaman maupun simpanan bagi bank dan atau lembaga-lembaga keuangan di seluruh Indonesia. Patokan ini hanya bersifat rujukan dan bukan merupakan peraturan, sehingga tidak mengikat ataupun memaksa.

Jika BI rate mengalami kenaikan maka akan mempengaruhi kenaikkan suku bunga pinjaman kepada orang yang mengajukan kredit, begitu juga sebaliknya. Suku bunga pinjaman kredit tersebut berasal dari perhitungan suku bunga dasar kredit (SBDK) serta premi resiko dari setiap nasabah. Jadi secara tidak langsung naik turunnya BI rate akan mempengaruhi penentuan SBDK dari setiap bank.

2.4. Hubungan antara BOPO dengan SBDK

Biaya operasional dan pendapatan operasional (BOPO) merupakan cerminan efisiensi bank. Semakin tinggi BOPO, semakin tinggi beban operasional yang ditanggung bank yang dapat berimbas kenaikan terhadap penentuan suku bunga kredit. Suku bunga pinjaman kredit tersebut berasal dari perhitungan suku bunga dasar kredit (SBDK) serta premi resiko dari setiap nasabah. Jadi secara tidak langsung naik turunnya BOPO akan mempengaruhi penentuan SBDK dari setiap bank.

2.5. Kerangka Pemikiran Teoritis

(54)

dan tinjauan penelitian terdahulu serta alasan-alasan logis. Adapun kerangka konseptual dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

Gambar 2.2 Kerangka Konseptual 2.6. Hipotesis

Menurut Kerlinger dalam Sangadji dan Sopiah (2010), hipotesis adalah prediksi tentang fenomena dan pernyataan dugaan (conjectural) tentang hubungan antara dua variabel atau lebih. Berdasarkan tinjauan teoritis dan kerangka konseptual yang telah dijelaskan sebelumnya, penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut :

H1: BI rate secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap SBDK ritel Bank BUMN di Indonesia.

H2: BOPO secara parsial berpengaruh negatif signifikan terhadap SBDK ritel Bank BUMN di Indonesia.

H3: BI rate dan BOPO secara simultan berpengaruh signifikan terhadap SBDK ritel Bank BUMN di Indonesia.

SBDK Ritel

(Y) BI Rate (X1)

(55)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah desain kasual. Desain kausal disebut juga dengan hubungan sebab akibat. Menurut Umar (2001), desain kausal berguna untuk menganalisis variabel dengan variabel lainnya atau bagaimana suatu variabel mempengaruhi variabel lainnya. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis penentuan SBDK ritel pada Bank BUMN Indonesia periode Oktober 2011-Maret 2013, dimana BI rate dan BOPO merupakan variabel yang memengaruhi, sedangkan SBDK ritel merupakan variabel yang dipengaruhi.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian yang digunakan oleh penulis adalah pada bank BUMN terdaftar di Bank Indonesia (BI). Dengan demikian, peneliti akan menggunakan data-data yang disediakan Bank Indonesia (BI). Bank BUMN yang terdaftar di BI,

yaitu, PT. Bank Mandiri (persero), PT. Bank Negara Indonesia (persero), PT. Bank Rakyat Indonesia (persero) dan PT. Bank Tabungan Negara (persero).

Waktu yang digunakan untuk penelitian ini adalah bulan Mei 2013 dimulai dengan pengajuan judul dan pengesahan judul hingga bulan Oktober 2013 untuk penyelesaian dan pengesahan skripsi.

3.3. Batasan Operasional

(56)

istilah-istilah dalam judul, sehingga dapat menciptakan persepsi dan pemahaman yang jelas. Oleh karena itu penulis menggunakan penegasan istilah agar ruang lingkupnya tidak terlalu luas sehingga dapat dilakukan penegasan yang lebih mendalam yaitu:

1. Objek yang diteliti adalah Bank BUMN terdaftar di Bank Indonesia (BI) dari bulan Oktober 2011- Maret 2013.

2. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah SBDK ritel

3. Variabel independen dalam penelitian ini adalah BI rate.dan BOPO. 3.4. Definisi Operasional

Berdasarkan perumusan masalah dan metode analisis, maka variabel-variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel-variabel bebas dan variabel-variabel terikat.

1. Variabel bebas adalah variabel yang menyebabkan atau mempengaruhi, yaitu faktor-faktor yang diukur, dimanipulasi atau dipilih oleh untuk menentukan hubungan antara fenomena yang diobservasi atau diamati. Sugiyono (2009) menyatakan bahwa pengertian variabel bebas adalah merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat).

(57)

3.5. Skala Pengukuran Variabel

Tabel 3.1

Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Jenis Variabel

Nama Variabel

Definisi Pengukuran Skala

Bebas

Penetapan oleh BI Rasio

BOPO dan ditetapkaan oleh BI

Rasio

Sumber : data diolah oleh peneliti

3.6. Populasi dan Sampel Penelitian

(58)

adalah laporan keuangan Bank Persero, yaitu sebanyak 4 bank, yakni PT. Bank Negara Indonesia Tbk, PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk, PT. Bank Mandiri Tbk, dan PT. Bank Tabungan Negara Tbk

Sugiyono (2009) mengemukakan bahwa pengertian sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling. Menurut Sangadji dan Sopiah (2010) purposive sampling adalah penetapan sampel berdasarkan kriteria tertentu. Adapun kriteria-kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Bank BUMN yang terdaftar di BI dan tidak pailit selama periode pengamatan (sejak tahun Oktober 2011-Maret 2013).

2. Bank BUMN yang telah mempublikasikan SBDK ritel kepada publik. 3. Bank BUMN yang memberikan kredit ritel kepada investor selama periode

Oktober 2011-Maret 2013.

Berdasarkan kriteria tersebut, maka diperoleh 4 Bank BUMN sebagai sampel penelitian, yaitu; PT. Bank Mandiri, PT.Bank Rakyat Indonesia, PT. Bank Negara Indonesia, dan PT. Bank Tabungan Negara.

3.7. Jenis dan Sumber Data

(59)

masa lampau yang telah dikumpulkan secara teratur menurut urutan waktu kejadian dan data silang tempat (cross section), yaitu sekumpulan data untuk meneliti suatu fenomena tertentu dalam suatu kurun waktu oleh (Umar, 2001). Sumber data penelitian ini berupa laporan keuangan perusahaan yang telah dipublikasikan dan didapat dengan mengunduh dari situs website

3.8. Metode Pengumpulan Data

dan situs perusahaan manufaktur tersebut selama kurun waktu antara 2011-2013.

Data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh melalui mengkaji data langsung dari laporan keuangan yang telah dipublikasikan di Bank Indonesia. Laporan keuangan ini diperoleh dari situs serta situs perbankan demi kelengkapan data yang diperlukan sesuai dengan variabel yang ingin diteliti.

3.9. Teknik Analisis Data

3.9.1. Metode dan Model Analisis Data

Penelitian ini menggunakan metode regresi linear berganda dengan data panel untuk menguji besarnya pengaruh variabel indepen terhadapat variabel dependen . Variabel tersebut ditransformasikan ke dalam bentuk fungsi dan selanjutnya dibuat dalam bentuk persamaan regresi.

Y = f ( X1,X2)...(1)

Kemudian fungsi tersebut ditransformasikan ke dalam model regresi linear berganda sebagai berikut:

(60)

Dimana :

Y = SBDK ritel a = Konstanta

β1,β2 = Koefisien regresi

X1 = BI rate

X2 = BOPO

i = 1, 2, ..., N , dimana N adalah banyaknya data cross-section t = 1, 2, ..., T , dimana T adalah banyaknya data time-series

ε = Kesalahan penggangu (standard error)

Bentuk hipotesis di atas secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut:

∂Y/∂X1 > 0, artinya apabila X1 ( BI rate ) mengalami kenaikan maka Y (

SBDK ) akan mengalami kenaikan

∂Y/∂X2 > 0, artinya apabila X2 ( BOPO ) mengalami kenaikan maka Y (

SBDK ) akan mengalami kenaikan 3.9.2. Model Regresi Data Panel

Dalam analisis model data panel terdapat tiga macam pendekatan yang terdiri dari pendekatan Common-Constant, pendekatan efek tetap (fixed effect), dan pendekatan efek acak (random effect). Kedua pendekatan yang dilakukan dalam analisis data panel dapat dijelaskan sebagai berikut :

2. Metode Common-Constant ( The Pooled OLS Method )

Metode Common-Constant akan dipilih saat tidak terdapat perbedaan diantara data matrix (matrices) pada dimensi cross section. Model ini berarti

(61)

ini mengasumsikan bahwa nilai intersep antar individual dianggap sama dengan asumsi yang sangat terbatas (restricted) (Gujarati, 2004). Oleh karena itu, lebih baik menggunakan pendekantan efek tetap dan efek acak.

2. Pendekatan efek tetap (Fixed effect)

Salah satu kesulitan prosedur data panel adalah bahwa asumsi intersep dan slope yang konsisten sulit terpenuhi. Untuk mengatasi hal tersebut, yang dilakukan dalam panel data adalah dengan memasukkan variabel boneka (dummy variable) untuk memperbolehkan terjadinya perbedaan nilai parameter yang berbeda-beda baik lintas unit (cross section) maupun antar waktu (time-series). Pendekatan dengan memasukkan variabel boneka dikenal dengan model efek tetap (fixed effect) atau Least Square Dummy Variable (LSDV).

3. Pendekatan efek acak (Random effect)

Keputusan untuk memasukkan variabel boneka dalam model efek tetap (fixed effect) akan dapat menimbulkan konsekuensi (trade off). Penambahan variabel boneka ini akan dapat mengurangi banyaknya derajat kebebasan (degree of freedom) yang pada akhirnya akan mengurangi efisiensi dari parameter yang

diestimasi. Model data panel yang melibatkan korelasi antar error term karena perubahan waktu dan observasi dapat diatasi dengan pendekatan model komponen salah (error component model) atau disebut juga dengan model efek acak (random effect).

(62)

a. Apabila jumlah time-series (T) besar sedangkan jumlah cross-section (N) kecil, maka hasil fixed effect dan random effect tidak jauh berbeda, sehingga dapat dipilih pendekatan yang lebih mudah untuk dihitung, yaitu FEM (fixed effect model).

b. Apabila cross-section (N) besar dan time-series (T) kecil, maka hasil estimasi kedua pendekatan akan berbeda jauh. Jadi, jika unit cross-section yang dipilih dalam penelitian diambil secara acak (random) maka random effect harus digunakan. Jika unit cross-section yang dipilih dalam penelitian tidak diambil secara acak maka dapat menggunakan fixed effect.

c. Apabila komponen error εi individual berkorelasi maka penaksir random effect akan bias dan penaksir fixed effect tidak bias.

d. Apabila cross-section (N) besar dan time-series (T) kecil, dan asumsi yang mendasari random effect dapat terpenuhi, maka penggunaan model random effect lebih efisien dibandingkan model fixed effect.

3.9.3. Redundant Fixed Effect Test

Dikarenakan model yang dipilih dalam penelitian ini adalah model fixed effect, maka perlu diketahui apakah model ini baik digunakan dalam penelitian ini

(63)

3.9.4. Uji Asumsi Klasik

Adapun syarat uji asumsi klasik yang harus dipenuhi model regresi berganda sebelum data tersebut dianalisis adalah sebagai berikut :

a. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan dalam tahap awal dalam pemilihan analisis data. Tujuan uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah dalam model regresi, variabel independen atau keduanya berdistribusi normal atau tidak. Jika data normal digunakan statistik parametrik, namun jika data tidak normal digunakan statistik non parametrik atau lakukan treatment agar data normal. Untuk menguji normalitas data, peneliti menggunakan uji Kolmogorov Smirnov. Apabila probabilitas > 0,05, maka distribusi data normal dan dapat digunakan regresi berganda. Apabila probabilitas < 0,05, maka distribusi data dikatakan tidak normal, sehingga perlu dilakukan transformasi data atau menambah maupun mengurangi data. Cara untuk mengatasi data yang tidak normal, dapat dilakukan transformasi data dalam bentuk lain, seperti melakukan trimming atau winsorizing.

b. Uji Multikolinearitas

(64)

jika nilai VIF (variance inflation factor) < 5 dan nilai Tolerance > 0.1, maka model dapat dikatakan terbebas dari multikolinearitas.

c. Uji Autokorelasi

Uji ini bertujuan untuk melihat apakah dalam suatu model regresi linear ada korelasi atau kesalahan penggangu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1, autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang tahun

yang berkaitan satu dengan yang lainnya. Hal ini sering ditemukan pada data time series. Pada data time series, masalah autokorelasi relatif terjadi. Model regresi yang baik adalah model regresi yang terbebas dari autokorelasi. Uji autokorelasi ini menggunakan uji Durbin Watson (DW).

d. Uji Heterokedastisitas

Uji ini digunakan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi terjadi ketidaksamaan variabel dari residual dari suatu pengamatan ke pengamatan lainnya. Jika varian dari residual dari suatu pengamatan ke pengamatan lainnya tetap, maka disebut homoskedastisitas, tetapi jika varian residualnya berbeda disebut heterokedastisitas. Model yang baik adalah tidak terjadi heterokedastisitas.

(65)

a) Jika hasil Uji Glejser menunjukkan variabel independen signifikan secara statistik mempengaruhi variabel dependen, maka ada indikasi heteroskedastisitas.

b) Jika hasil Uji Glejser menunjukkan variabel independen tidak signifikan secara statistik mempengaruhi variabel dependen, maka model regresi tidak mengandung adanya heteroskedastisitas.

3.9.5. Goodnes of fit test

Uji hipotesis berguna untuk memeriksa atau menguji apakah koefisien regresi yang didapat signifikan. Model regresi linear berganda dikatakan model yang baik jika model tersebut memenuhi asumsi normalitas data dan terbebas dari asumsi-asumsi klasik statistik baik multikolinearitas, autokorelasi dan heterokedastisitas.

Adapun jenis analisis regresi linear berganda yang dapat dilakukan yaitu: a. Koefisien Determinasi (R2)

Menurut Ghozali (2005) “koefisien determinasi (R2) mengukur seberapa jauh kemampuan model menerangkan variasi variabel independen”. Nilai koefisien determinasi dapat dilihat pada R Square. R Square dikatakan baik jika nilainya di atas 0,5 karena nilai R Square berkisar antara 0 dan 1.

b. Uji-F (Uji Signifikansi Simultan)

(66)

Bentuk pengujiannya yaitu :

H0 : artinya variabel BI rate dan BOPO secara bersama-sama tidak

mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap SBDK ritel.

Ha : artinya variabel BI rate dan BOPO secara bersama-sama mempunyai

pengaruh yang signifikan terhadap SBDK ritel.

Uji ini dilakukan dengan membandingkan signifikansi Fhitung dengan

ketentuan: jika Fhitung < Ftabel pada α 0.05 dan nilai p-value > level of significant

sebesar 0,05, maka H0 diterima dan Ha ditolak, sedangkan jika Fhitung > Ftabel pada

α 0.05 dan nilai p-value < level of significant sebesar 0,05, maka H0 ditolak dan

Ha diterima.

c. Uji-T (Uji Signifikansi Parsial)

Digunakan untuk menguji koefisien regresi secara individual. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah secara parsial masing-masing variabel bebas mempunyai pengaruh signifikan atau tidak terhadap variabel terikat. Setelah didapat nilai thitung maka selanjutnya nilai thitung dibandingkan dengan nilai ttabel.

Bentuk pengujiannya sebagai berikut:

H0 : artinya variabel BI rate dan BOPO secara parsial tidak mempunyai

pengaruh yang signifikan terhadap SBDK ritel.

Ha : artinya variabel BI rate dan BOPO secara parsial mempunyai pengaruh

yang signifikan terhadap SBDK ritel.

Pada penelitian ini thitung akan dibandingkan dengan ttabel pada tingkat signifikansi

(67)

H0 diterima dan jika thitung > ttabel, maka H0 ditolak dan Ha diterima. Jika tingkat

Gambar

Tabel 1.1 Perkembangan SBDK Ritel BUMN Januari -Juni 2013
Gambar 2.1 Tiga Pilar Utama Bank Indonesia
Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Gambar 2.2 Kerangka Konseptual
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil perhitungan, determinan suku bunga kredit perbankan pada Bank Umum Pemerintah periode Juli 2005 – Desember 2007 adalah tingkat inflasi dengan nilai t hitung

Responden yang telah menjalani usahanya selama 7-10 tahun memiliki nilai rata-rata untuk variabel tingkat suku bunga pinjaman bank sebesar 3.785 dan responden yang

Maulana (2006) dalam penelitiannya yang berjudul: Analisis tingkat suku bunga kredit dan jangka waktu pemberian kredit terhadap jumlah pemberian kredit dimana

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Jumlah Alokasi Kredit Modal Kerja sebagai variabel dependen sedangkan Suku bunga kredit modal kerja dan

Fungsi pengawasan sistem pembayaran ini selain berwenang untuk memberikan izin operasional terhadap pihak yang menyelenggarakan kegiatan di bidang sistem pembayaran juga

Varians dari tingkat equivalent rate pembiayaan murabahah yang dipengaruhi oleh variabel itu sendiri dan variabel tingkat suku bunga kredit investasi me- nunjukkan bahwa mayoritas

Hasil penelitian pengaruh suku bunga SBI dan suku bunga kredit terhadap penyaluran kredit berbagai jenis kredit UMKM yaitu (1) suku bunga SBI berpengaruh negatif dan

Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis pengaruh dana pihak ketiga, inflasi, modal bank dan suku bunga dasar kredit terhadap penyaluran kredit.. Empat bank