• Tidak ada hasil yang ditemukan

transformasi Identitas Diri Mustamik dalam Majelis Taklim Asy-Syifa Wal mahmuudiyyah (Studi Fenomenologi Transformasi Identitas Diri Mustamik Dalam majelis Taklim Asy-Syifaa Wal Mahmuudiyyah di Kota Bandung)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "transformasi Identitas Diri Mustamik dalam Majelis Taklim Asy-Syifa Wal mahmuudiyyah (Studi Fenomenologi Transformasi Identitas Diri Mustamik Dalam majelis Taklim Asy-Syifaa Wal Mahmuudiyyah di Kota Bandung)"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk menempuh ujian sarjana pada

Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Humas

Oleh :

Yanis Muda Arianto

NIM : 41809175

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI KONSENTRASI KEHUMASAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG

▸ Baca selengkapnya: contoh sk majelis taklim desa word

(2)
(3)
(4)

vi

Segala puji dan syukur peneliti panjatkan hanya kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang mana atas segala berkat dan anugerah-Nya yang telah memberikan kekuatan, kesehatan, keyakinan dan jalan serta kesabaran bagi peneliti dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Peneliti menyadari dalam penyusunan skripsi ini, banyak menemukan hambatan-hambatan disebabkan keterbatasan dan kemampuan peneliti, namun berkat bantuan dan bimbingan serta dorongan dari berbagai pihak, disertai keinginan yang kuat dan usaha yang sungguh-sungguh, maka akhirnya penelitian ini dapat diselesaikan sebagaimana diharapkan.

Untuk mamah tersayang terimakasih atas nasihat, motivasi, doa dan kasihnya yang sangat luar biasa. Papah tercinta atas doa dan dukungan baik moral dan materil, terutama untuk kasih sayang yang tak pernah ada habisnya. Untuk kedua sodara peneliti Aditya putra pratama dan Angga Tri Sahputra terima kasih atas dukungan dan kasih sayang yang diberikan.

(5)

vii pengesahan skripsi.

2. Yth. Bapak Drs. Manap Solihat M. Si selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi dan Public Relations Unikom, yang telah memberikan nasihat, saran motivasi selama peneliti serta mengikuti perkuliahan dan telah memberikan pengesahan pada skripsi untuk disidangkan

3. Ibu Melly Maulin, S.Sos, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Komputer Indonesia. Selaku dosen tetap Program Studi Ilmu Komunikasi yang banyak memberikan ilmunya kepada penulis melalui proses perkuliahan. 4. Bapak Dr. Drs. H. M. Ali Syamsuddin Amin, S.Ag., M.Si selaku dosen

pembimbing penulis yang pada penulisan karya ilmiah ini, telah banyak memberikan masukan, arahan dan saran kepada penulis melalui proses pembimbingan, serta memberikan semangat agar penulis dapat menyelesaikan penulisan ini dengan baik.

5. Bapak Sangra Juliano M.I.kom, selaku dosen tetap Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Komputer Indonesia dan sekaligus dosen wali penulis yang telah banyak memberikan nasihat, masukan, semangat kepada penulis selama proses perkuliahan. 6. Seluruh Jajaran Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas

(6)

viii

Bapak Olih Solihin, S.Sos, M.Ikom, Ibu Tine A. Wulandari S.Ikom. Ibu Ditha Prasanti, M.IKom., Terima kasih kepada para dosen yang telah memberikan banyak ilmunya melalui proses perkuliahan, memberikan semangat dan masukan kepada penulis.

7. Jajaran staf sekretariat Program Studi Ilmu Komunikasi. Ibu Astri Ikawati Amd.Kom, Terima kasih atas kemudahan proses administrasi selama berkuliah.

8. Sekertaris Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Komputer Indonesia. Ibu Ratna Widiastuti, A.Md Terima kasih penulis ucapkan kemudahan proses administrasi.

Seluruh penghuni Gagak House serta seluruh anak-anak Jurusan Humas, Jurusan Jurnalistik dan IK 5 angkatan 2009, anak-anak kosan, serta semua orang yang tidak bisa disebutkan satu-satu, terima kasih telah menjadi bagian di dalam hidup peneliti. Karena kalian hidup peneliti penuh akan warna dan arti. Terima kasih semua.

(7)

ix

lebih baik, lebih menarik dan lebih bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandung, Agustus 2013 Peneliti

(8)

x

1.4.1 Kegunaan Penelitian Teoritis ……… 11

1.4.2 Kegunaan Penelitian Praktis ………. 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA dan KERANGKA PEMIKIRAN … 13 2.1 Tinjauan Pustaka ………... 13

2.1.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu ……….…. 13

2.1.2 Tinjauan Tentang Komunikasi …….……..………. 16

2.1.2.1Pengertian Komunikasi …….…..……….…. 16

2.1.2.2Definisi Proses Komunikasi …….……...………. 19

2.1.2.3Unsur-unsur Komunikasi ... 21

2.1.3 Tinjauan Tentang Komunikasi Kelompok…….….…….. 23

2.1.3.1Definisi Komunikasi Kelompok …….…..……... 23

2.1.3.2Klasifikasi Komunikasi Kelompok ………...….... 24

2.1.3.3Fungsi Komunikasi Kelompok ……… 27

2.1.4 Tinjauan Tentang Majelis Taklim ………... 29

2.1.5 Tinjauan Tentang Mustamik ……… 33

(9)

xi

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN ……… 46

3.1 Objek Penelitian ……… 46

3.1.1 Sejarah Majelis Taklim Asy-Syifaa Wal Mahmuudiyyah... 46

3.1.2 Struktur Organisasi dan Keanggotaan Majelis Taklim Asy-Syifaa Wal Mahmuudiyyah Kota Bandung………. 47

3.1.3 Kegiatan Rutin Majelis Taklim Asy-Syifaa Wal Mahmuudiyyah Bandung ………. 48

3.2 Metode Penelitian ………. 49

3.2.1 Desain Penelitian ……… 49

3.2.2 Teknik Pengumpulan Data ……… 51

3.2.2.1Studi Pustaka……….. 51

4.1.2 Deskripsi informan pendukung ……….. 70

4.2 Hasil penelitian ……….. 72

4.2.1 Identitas diri mustamik sebelum masuk majelis taklim asy-syifaa wal mahmuudiyyah ……….……. 73

4.2.2 Pengelolaan kesan mustamik pada saat di dalam majelis taklim asy-syifaa wal mahmuudiyyah ……….. 76

4.2.3 Identitas diri mustamik setelah masuk majelis taklim asy-syifaa wal mahmuudiyyah ………... 81

4.2.4 Deskripsi hasil wawancara dengan informan pendukung .. 84

4.3 Pembahasan hasil penelitian ………. 94

4.3.1 identitas diri mustamik sebelum majelis taklim asy-syifaa wal mahmuudiyyah ………... 97

4.3.2 Pengelolaan kesan kesan mustamik pada saat di dalam majelis taklim asy-syifaa wal mahmuudiyyah ………….. 101

(10)

xii

5.1.2 Pengelolaan kesan mustamik majelis taklim asy-syifaa

wal mahmuudiyyah ………... 108 5.1.3 Identitas diri mustamik setelah masuk majelis taklim

asy-syifaa wal mahmuudiyyah ……… 108 5.2 Saran

5.2.1 Saran untuk masyarakat ……… 109 5.2.2 Saran untuk majelis taklim Asy-syifaa Wal

Mahmuudiyyah ………. 110 5.2.3 Saran untuk penelitian selanjutnya

DAFTAR PUSTAKA ...………... 111

(11)

xiii

(12)

xiv

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu ………. 14

Tabel 3.1 Tabel Informan Penelitian ….…... 54

Tabel 3.2 Tabel Informan Pendukung ……….. 55

Tabel 3.3 Jadwal Penelitian ………... 60

Tabel 4.1 Tempat dan waktu wawancara informan ……….. 62

(13)

Anselm, Strauss. 1959. Transformasi Identitas. Metode Penelitian Komunikasi: Deddy Mulyana (2007:165), Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Ardianto, Elvinaro. 2010. Metode Penelitian untuk Public Relation. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

Arifin, Anwar. 1984. Strategi Komunikasi. Bandung : Armico.

___________. 1998. Ilmu komunikasi: Suatu Pengantar Ringkas. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Effendy, Onong Uchjna. 2001. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Kuswarno, Engkus. 2009. Fenomenologi. Bandung: Widya Padjajaran

Miles, Matthew B. & A. Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Moleong, L.J. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

___________. 2007. Metode Peneliian Kualitatif (edisi revisi). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Mulyana, Deddy.2002. Nuansa-Nuansa Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

(14)

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif dan R&D. Bandung: CV. Alfabeta.

________. 2009. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

________.2010. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung

Suryabrata, Sumadi. 2008. Psikologi Kepribadian. Jakarta: PT. RajaGrasindo Persada

Sumber Lain:

http://tanbihun.com/sejarah/sejarah-asal-usul-nama-majlis-talim/#.UVgiGZbbD_c (25-03-2013/ 20.00)

http://karyailmiahremaja.blogspot.com/2010/08/bahan-tinjauan-pustaka.html(25-03-2013/ 20.00)

http://psikologibebas.blogspot.com/2012/09/fenomenologi.html (25-03-2013/ 21.00)

http://tanbihun.com/sejarah/sejarah-asal-usul-nama-majlis+talim/#.UVgiGZbbD_c (04-04-2013/ 19.00)

http://www.slideshare.net/elkhea/teori-komunikasi-kelompok (04-04-2013/ 20.00)

http://www.psychologymania.com/2012/09/pengertian-identitas-diri.html (01-04-2013/ 20.00) http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/34165 (17-04-2013 / 19.00)

http://uchinfamiliar.blogspot.com/2009/02/pengertian-majelis-taklim-dasar-hukum.html (19-04-2013 / 19.30)

http://skripsimajlistalim.blogspot.com/ (19-04-2013 / 19.30) Karya Ilmiah:

(15)
(16)

1

(17)

Identitas meliputi mengenal dan menghayati diri sebagai pribadi sendiri serta tidak tenggelam dalam peran yang dimainkan. Identitas juga merupakan salah satu proses sentral pada seseorang. Perkembangan zaman mengenai indentitas seseorang pada saat ini sangat memprihatinkan. Perubahan tersebut terjadi dengan tujuan kearah yang baik dan buruk. Perubahan identitas kearah yang baik tidak menjadi masalah penting, tetapi perubahan identitas diri kearah yang tidak baik menjadi masalah penting yang harus dipahami dan dibahas, agar perubahan identitas diri kearah yang tidak baik menjadi identitas diri yang baik.

(18)

Identitas seseorang atau kelompok meliputi faktor-faktor biologis, psikologis, dan sosiologis yang mendasari tingkah laku individu. Tingkah laku tersebut terdiri dari kebiasaan, sikap, sifat-sifat serta karakter yang berada pada seseorang sehingga seseorang tersebut berbeda dengan orang yang lainnya.

“Menurut Allport, sifat kompleks dan beragam-ragam pada individu mempunyai dasar kebulatan atau kesatuan (unitas). Selanjutnya, setidak-tidaknya bagi individu yang normal, faktor-faktor yang menentukan tingkah laku yang sadarlah yang terpenting. Kebulatan tingkah laku dan pentingnya dorongan sadar ini yang mementingkan gejala yang disebut self dan ego. “(dalam Suryabrata, 2008:202)

Pembahasan tentang identitas sangat menarik dibahas, dikarenakan agar kita dapat dengan mudah mengetahui bagaimana seseorang berada dalam sebuah kelompok. Terjadinya sebuah perubahan identitas menjadi hal yang paling utama seseorang dalam sebuah kelompok. Ada sebelas domain dalam identitas diri yang terbagi dua bagian yaitu domain utama (core domain) dan domain tambahan (supplemental domain). Domain utama terdiri dari domain pendidikan/karir, domain religius/agama, domain politik, domain sikap peran jenis kelamin, dan domain derajat ekpresi seksualitas. Domain tambahan terdiri dari domain hobi/minat, hubungan dengan teman, hubungan dengan kekasih, peran pasangan, peran orangtua, dan prioritas antara keluarga dan karir.

(19)

seseorang yang berada dalam sebuah kelompok, diawali dengan ketidak nyamanan/sebuah perbedaan akan identitas yang lama menghadirkan sebuah transformasi identitas sebelumnya, baik itu sebelum melakukan transformasi identitas, proses memaknakan dirinya (self), maupun sesudah melakukan transformasi identitas.

Ketika seseorang yang transformasi identitas, dengan sendirinya mereka akan membentuk citra dan kesan yang berbeda dengan identitas baru mereka, baik dari sikap, prilaku, obrolan hingga pola pikir. Perubahan tersebut akan menghadirkan kepribadian yang berbeda yang tanpa disadari oleh dirinya. Sehingga perubahan yang di alami akan dapat merubah identitas sebelumnya dan membentuk sebuah identitas yang baru.

“Menurut Anselm Strauss, menyebutkan bahwa transformasi identitas mengisyaratkan penilaian baru tentang diri pribadi dan orang-orang lain, tentang peristiwa-peristiwa, tindakan-tindakan, dan objek-objek. Menurut perspektif teori interaksi simbolik, transformasi identitas menyangkut perubahan psikologi, perubahan ini dapat mengidentifikasi melalui pelakunya yang menjadi berbeda dari sebelumnya dan mengakui melalui transformasi identitas, seseorang akan bersifat irreversible, yang artinya sekali berubah tidak bisa kembali lagi.” (dalam Mulyana, 2002:231)

(20)

dari beberapa organisasi dalam berbagai lingkupnya. Umumnya sebuah komunitas atau perkumpulan memiliki ketertarikan dan habitat sama.

Dalam komunitas manusia, individu-individu di dalamnya dapat memiliki maksud, kepercayaan, sumber daya, preferensi, kebutuhan, risiko dan sejumlah kondisi lain yang serupa. Komunitas berasal dari bahasa latin communittas yang berarti “kesamaan”, kemudian dapat diturunkan dari communis yang berarti

“sama, publik, dibagi oleh semua atau banyak”.

Majelis Taklim merupakan salah satu bentuk perkumpulan atau komunitas, yang didirikan dengan tujuan, untuk mempelajari ajaran Agama Islam. KH. Abdullah Syafi’ie (1910-1985) orang pertama yang memperkenalkan istilah

(21)

Berdasarkan hal di atas, dapat dikatakan bahwa majelis taklim merupakan sebuah media untuk berkomunikasi yang di dalamnya terdapat sarana komunikasi, baik pengajaran dari seorang ustadz ataupun simbolisasi atau penggunaan bahasa simbol dalam sebuah majelis taklim. Sarana komunikasi dapat dilihat dengan adanya sebuah proses komunikasi antara komunikator (ustadz) dengan komunikan (mustamik) begitu juga mustamik dengan mustamik lainnya. Proses komunuikasi ini yang menjadikan salah satu penyebab dari perubahan atau transformasi identitas diri para mustamik.

Selanjutnya dalam penelitian ini peneliti mengemukakan bahwa Majelis Taklim Asy-Syifaa Wal Mahmuudiyyah sebagai salah satu wadah untuk mustamik dalam belajar agama islam tepatnya mustamik yang berada di Kota Bandung. Majelis taklim ini merupakan majelis taklim yang mempunyai banyak anggota atau santri, baik dikalangan nasional maupun internasional yang dikarenakan Ustadz yang mengajarkan tersebut sudah berdakwah di kalangan nasional dan internasional.

(22)

taklim tersebut, seperti masyarakat umum dan pemerintahan (departemen agama dan pemeritah daerah). Sedangkan mustamik santri adalah mustamik yang memang belajar setiap hari di majelis taklim tersebut. Dalam segi kehidupannya mustamik yang ikut belajar agama di sebuah majelis taklim mempunyai ciri yang berbeda dengan masyarakat umum, yaitu bisa dilihat dari perilaku, gaya hidup, dan busana yang digunakan, biasanya busana yang digunakan berupa baju muslim yang rapih seperti baju muslim, gamis dan menggunakan sorban atau kopeah atau peci.

Penelitian ini menggunakan sebuah metode fenomenologi di dalam menjalani penelitian, karena fenomenologi mempelajari struktur pengalaman sadar (dari sudut pandang orang pertama), bersama dengan kondisi-kondisi yang relevan. Fenomenologi berasal dari bahasa Yunani dengan asal suku kata phainomenon yang berarti yang menampak. Menurut Husserl, dengan fenomenologi kita dapat mempelajari bentuk-bentuk pengalaman dari sudut orang yang mengamatinya langsung, sehingga memungkinkan kita sampai kepada objek itu sendiri (dalam Kuswarno, 2009:10)

(23)

merubah pola pikir, prilaku, sifat, mind set, dan menemukan identitas barunya, sehingga meninggalkan identitas sebelumnya dan tindakan inilah yang menghadirkan arti dari transformasi identitas sendiri.

(24)

1.2Rumusan Masalah

1.2.1 Rumusan Masalah Makro

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka peneliti mencoba merumuskan masalah makro dengan tujuan untuk mengarahkan permasalahan yang akan diteliti sehingga pada penelitian ini. Peneliti menyimpulkan rumusan masalah makro yaitu, Bagaiamana Transformasi Identitas Diri Mustamik dalam Majelis taklim Asy-Syifaa Wal Mahmuudiyyah di Kota Bandung?

1.2.2 Rumusan Masalah Mikro

Berdasarkan rumusan masalah makro tersebut dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah mikro sebagai berikut:

1. Bagaimana identitas diri Mustamik sebelum masuk Majelis taklim Asy-Syifaa Wal Mahmuudiyyah di kota Bandung?

2. Bagaimana pengelolaan kesan mustamik pada saat di dalam Majelis taklim Asy-Syifaa Wal Mahmuudiyyah di kota Bandung?

(25)

1.3Maksud dab Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menggambarkan bagaimana Transformasi Identitas diri Mustamik Majelis taklim Asy-Syifaa Wal Mahmuudiyyah di Kota Bandung (Studi Fenomenologi Transformasi Identitas Diri Mustamik dalam Majelis Taklim

Asy-Syifaa Wal Mahmuudiyyah di Kota Bandung).

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian tentang Transformasi identitas diri mustamik dalam Majleis Taklim Asy-Syifaa Wal Mahmuudiyyah (Studi Fenomenologi Transformasi Identitas Diri Mustamik dalam Majelis Taklim Asy-syifaa Wal Mahmuudiyyah di Kota Bandung dirumuskan sebagai berikut

1. Untuk mengetahui identitas diri Mustamik sebelum masuk Majelis taklim Asy-Syifaa Wal Mahmuudiyyah di kota Bandung.

2. Untuk mengetahui pengelolaan kesan Mustamik pada saat di dalam Majelis taklim Asy-Syifaa Wal Mahmuudiyyah di kota Bandung. 3. Untuk mengetahui identitas diri Mustamik setelah masuk Majelis

(26)

1.4Kegunaan Penelitian 1.4.1 Keguunaan Teoritis

Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan ilmu pengetahuan secara teoritis bagi penelitian-penelitian selanjutnya, sehingga mampu menunjang pengembangan Ilmu Komunikasi secara umum, dan menambah wawasan pengetahuan tentang Transformasi Identitas diri.

1.4.2 Kegunaan Praktis

1. Kegunaan Bagi Peneliti

Kegunaan penelitian ini untuk peneliti adalah memberikan pengetahuan lebih mendalam tentang transformasi identitas diri mustamik dalam Majelis taklim Asy-Syifaa Wal Mahmuudiyyah di kota Bandung. Sehingga memberikan wawasan baru bagi peneliti akan berbagai macam perubahan psikologis yang terdapat di dalam anggota suatu perkumpulan. Penelitian ini juga memberikan kesempatan yang baik bagi peneliti untuk menerapkan pengetahuan yang diterima selama perkuliahan dibidang Ilmu Komunikasi.

2. Kegunaan Bagi Universitas

(27)

3. Kegunaan Bagi Masyarakat

(28)

13

Tinjauan pustaka adalah proses umum yang kita jalani untuk mendapatkan teori lebih dahulu. Mencari kepustakaan yang terkait dengan tugas, lalu menyusunya. Kajian pustaka meliputi pengidentifikasian secara sistematis, penemuan dan analisis dokumen yang memuat informasi yang berkaitan dengan masalah penelitian (dalam Ardianto 2010:37). Tinjauan berisikan teori-teori yang biasa mendasari dalam olah pikir, sehingga permasalahan dapat dicari jawabannya.

2.1.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu

(29)

Tabel 2.1

Penelitian terdahalu

Aspek

Nama Peneliti

Rian Widhistira Ita Novita

Universitas Universitas Komputer Indonesia Universitas Sumatera Utara

(30)

sebelum dia melakukan transformasi dalam dirinya baik

itu meliputi perilaku, sikap, mind set, maupun budaya luar

yang dihadirkan dalam mencangkup sisi perubahan diri

seseorang.

Makna diri adalah fase dimana seseorang akan bertanya dalam dirinya untuk mencoba mencari jati diri menuju arah kemana dia akan melangkah dan itu semua

akan menjadi sebuah pilihan dengan teman sebaya di dunia

(31)

setiap perubahan diri seseorang, akan sulit dipahami oleh diri sendirimaupun orang terdekat.

remaja untuk dapat belajar peran, menentukan sikap, dan

membentuk perilaku yang juga akan mempengaruhi

perkembangan identitas remaja.

2.1.2 Tinjauan Tentang Komunikasi 2.1.2.1 Pengertian Komunikasi

Komunikasi atau communications dalam bahasa Inggris dari kata latin communis yang berarti “sama”, communico, communications, atau communicare yang berarti “membuat sama” (to make common). Istilah pertama

(communis) paling sering disebut sebagai asal kata komunikasi, yang merupakan akar dari kata-kata latin lainnya yang mirip. Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan dianut secara sama. (dalam Mulyana, 2007:46).

(32)

kesamaan makna mengenai apa yang di komunikasikan, yakni baik si penerima maupun si pengirim sepaham dari suatu pesan tertentu (dalam Effendy,2002: 9)

Banyak definisi komunikasi diungkapkan oleh para ahli dan pakar komunikasi seperti yang diungkapkan oleh Carl. I. Hovland yang dikutip oleh Onong Uchana Effendy dalam buku Ilmu Komunikasi teori dan Praktek , ilmu komunikasi adalah Upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegas asas-asas penyampaian informasi serta pembentukan pendapat dan sikap (dalam Effendy, 2001: 10)

Hovland juga mengungkapkan bahwa yang dijadikan objek studi ilmu komunikasi bukan hanya penyampaian informasi melainkan juga pembentukan pendapat umum (public Opinion) dan sikap publik (public attitude) yang dalam kehidupan sosial dan kehidupan politik memainkan peranan yang amat penting. (dalam Effendy, 2001:10)

Selain itu, Joseph A Devito menegaskan bahwa komunikologi adalah ilmu komunikasi, terutama komunikasi oleh dan diantara manusia.Seorang komunikologi adalah ahli ilmu komunikasi. Istilah komunikasi dipergunakan untuk menunjukkan tiga bidang studi yang berbeda: proses komunikasi, pesan yang dikomunikasikan, dan studi mengenai proses komunikasi.

Luasnya komunikasi ini didefinisikan oleh Devito dalam Effendy sebagai:

(33)

meliputi komponen-komponen sebagai berikut: konteks, sumber, penerima, pesan, saluran, gangguan, proses penyampaian atau proses encoding, penerimaan atau proses decoding, arus balik dan efek. Unsur-unsur tersebut agaknya paling esensial dalam setiap pertimbangan mengenai kegiatan komunikasi. Ini dapat kita namakan kesemestaan komunikasi; Unsur-unsur yang terdapat pada setiap kegiatan komunikasi, apakah itu intra-persona, antarpersona, kelompok kecil, pidato, komunikasi massa atau komunikasi antarbudaya.” (dalam Effendy, 2005 : 5)

Dan menurut Carl I. Hovland dalam Onong, mengatakan bahwa ilmu komunikasi adalah: “Upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegar

asas-asas penyampaian informasi serta pembentukan pendapat dan sikap”.(dalam Onong, 1990:10)

Roger dalam Mulyana berpendapat bahwa komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada suatu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka. (Mulyana, 2007:69) Harold Lasswell menjelaskan bahwa (Cara yang baik untuk menggambarkan komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut) Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect? Atau Siapa

Mengatakan Apa Dengan Saluran Apa Kepada Siapa Dengan Pengaruh bagaimana? (dalam Mulyana, 2007: 69)

Adapun fungsi Komunikasi menurut Onong Uchjana Effendi dalam bukunya Ilmu, teori & Filsafat Komunikasi adalah:

(34)

3. Menghibur (to entertain)

4. Mempengaruhi (to influence) (Effendi, 1993: 55)

Dari beberapa pengertian di atas peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa komunikasi adalah proses pertukaran pesan dari seseorang kepada orang lain dengan maksud untuk mempengaruhi orang lain. Unsur-unsur dari proses komunikasi diatas merupakan faktor penting dalam komunikasi, bahwa pada setiap unsur tersebut oleh para ahli ilmu komunikasi dijadikan objek ilmiah untuk ditelaah secara khusus.

2.1.2.2 Definisi Proses Komunikasi

Proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan) (Effendy 2004:11). Pikiran bisa merupakan gagasan, informasi, opini dan perasaan bisa berupa keyakinan, kepastian, keragu-raguan, kekhawatiran, kemarahan, keberanian, kegairahan dan sebagainya yang timbul dalam lubuk hati. Menurut Onong Uchayana Effendy (2004: 11-19) proses komunikasi terbagi menjadi dua tahap, yakni secara primer dan secara sekunder sebagai berikut :

a. Proses komunikasi secara primer

(35)

media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa, isyarat, gambar, warna, dan lain sebagainya yang secara langsung mmampu “menerjemahkan” pikiran atau perasaan komunikator kepada

komunikan.

Bahwa bahasa yang paling banyak dipergunakan dalam komunikasi adalah jelas karena hanya bahasalah yang mampu “menerjemahkan” pikiran seseorang kepada orang lain. Apakah

berbentuk informasi atau opini; baik mengenai hal yang kongkret maupun yang abstrak; bukan hanya tentang hal atau peistiwa yangterjadi pada saat sekarang, melainkan juga pada waktu yang lalu dan masa yang akan datang.

b. Proses komunikasi secara sekunder

Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama.

(36)

Pada umumya apabila kita berbicara di kalangan masyarakat, yang dinamakan media komunikasi itu adalah media kedua sebagaimana diterangkan di atas. Jarang sekali orang menganggap bahasa sebagai media komunikasi. Hal ini disebabkan oleh bahasa sebagai lambang (symbol) beserta isi (content) yakni pikiran atau perasaan yang dibawanya menjadi totalitas pesan (massage) yang taidak dapat dipisahkan.

2.1.2.3 Unsur-Unsur Komunikasi

Lasswell, mengemukakan beberapa unsur dalam komunikasi yaitu: (Effendy 2004:10)

A. Komunikator dan Komunikan

(37)

memandangnya untuk mendapatkan tanggapan untuk mendapatkan dukungan, pengertian, simpati, persetujuan dan sebagainya. Ketika kita menyerap isyarat-isyarat nonverbal ini, kita menjalankan fungsi penerima.

B. Pesan

Pesan dalam proses komunikasi yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan terdiri dari isi (the content) dan lambang (simbol). Lambang dalam media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa, kial, isyarat, gambar, warna dan sebagainya yang secara langsung mampu menerjemahkan pikiran atau perasaan komunikator kepada komunikan (Effendy, 2000 : 11).

C. Media

Media sering disebut sebagai saluran komunikasi, jarang sekali komunikasi berlangsung melalui satu saluran, kita mungkin menggunakan dua atau tiga saluran secara simultan (Devito, 1997 :28). Sebagai contoh dalam interaksi tatap muka kita berbicara dan mendengar (saluran suara), tetapi kita juga memberikan isyarat tubuh dan menerima isyarat secara visual (saluran visual). Kita juga memancarkan dan mencium bau-bauan (saluran olfaktori), dan sering kita saling menyentuh itupun komunikasi (saluran taktil).

(38)

spanduk, surat kabar, majalah, film, televisi, internet yang pada umumnya diklasifikasikan sebagai media tulisan atau cetak, visual, audio dan audio-visual.

D. Efek

Komunikasi selalu mempunyai efek atau dampak atas satu atau lebih orang yang terlihat dalam tindak komunikasi. Pada setiap tindak komunikasi selalu ada konsekuensi. Pertama Anda mungkin memperoleh pengetahuan atau belajar bagaimana menganalisis, melakukan sintesis atau mengevaluasi sesuatu, ini adalah efek intelektual atau kognitif. Kedua Anda mungkin memperoleh sikap baru atau mengubah sikap, keyakinan, emosi dan perasaan Anda, ini adalah efek afektif. Ketiga Anda mengkin memperoleh cara-cara atau gerakan baru seperti cara melemparkan bola atau melukis, selain juga perilaku verbal dan non verbal yang patut, ini adalah efek psikomotorik (Devito, 1997:29). 2.1.3 Tinjauan Tentang Komunikasi Kelompok

2.1.3.1 Definisi Komunikasi Kelompok

(39)

“Komunikasi kelompok sebagai interaksi tatap muka dari tiga atau lebih individu guna memperoleh maksud atau tujuan yang dikehendaki seperti berbagai informasi, pemeliharan diri atau pemecahan masalah sehingga semua anggota dapt menumbuhkan karakteristik anggota lainnya dengan akurat (Sendjaja, 2003 : 33). Deddy Mulyana menyatakan bahwa, kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut (dalam Mulyana, 2005:61-69).

Kelompok ini misalnya adalah keluarga, kelompok diskusi, atau suatu komite yang tengah berapat untuk mengambil suatu keputusan. Pada komunikasi kelompok, juga melibatkan komunikasi antar pribadi, karena itu kebanyakan teori komunikasi antar pribadi berlaku juga bagi komunikasi kelompok.

2.1.3.2 Klasifikasi Komunikasi Kelompok

Dalam komunikasi kelompok terdapat klasifikasi kelompok yang terbagi menjadi beberapa bagian (dalam Rahmat, 2005;120), yaitu :

1. Kelompok primer dan sekunder

(40)

berhubungan tidak akrab, tidak personal, dan tidak menyentuh hati kita.

Jalaludin Rakhmat membedakan kelompok ini berdasarkan karakteristik komunikasinya, sebagai berikut:

a. Kualitas komunikasi pada kelompok primer bersifat dalam dan meluas. Dalam, artinya menembus kepribadian kita yang paling tersembunyi, menyingkap unsur-unsur backstage (perilaku yang kita tampakan dalam suasana pribadi saja). Meluas, artinya sedikit sekali kendala yang menentukan rentangan dan cara berkomunikasi. Pada kelompok sekunder komunikasi bersifat dangkal dan terbatas.

b. Komunikasi kelompok primer lebih menekankan aspek hubungan daripada aspek isi, sedangkan kelompok sekunder adalah sebaliknya.

c. Komunikasi kelompok primer cenderung informal, sedangkan kelompok sekunder formal.

d. Komunikasi pada kelompok primer bersifat personal, sedangkan kelompok sekunder nonpersonal.

e. Komunikasi kelompok primer cenderung ekspresif, sedangkan kelompok sekunder instrumental.

(41)

Theodore Newcomb (1930) melahirkan istilah kelompok keanggotaan (membership group) dan kelompok rujukan (reference group). Kelompok keanggotaan adalah kelompok yang anggota-anggotanya secara administratif dan fisik menjadi anggota kelompok itu. Sedangkan kelompok rujukan adalah kelompok yang digunakan sebagai alat ukur (standard) untuk menilai diri sendiri atau untuk membentuk sikap.Menurut teori, kelompok rujukan mempunyai tiga fungsi: fungsi komparatif, fungsi normatif, dan fungsi perspektif.

3. Kelompok deskriptif dan kelompok preskriptif

John F. Cragan dan David W. Wright (1980) membagi kelompok menjadi dua (dalam Rahmat: 2005:89): deskriptif dan peskriptif. Kategori deskriptif melihat proses pembentukan kelompok secara alamiah. Berdasarkan tujuan, ukuran, dan pola komunikasi, kelompok deskriptif dibedakan menjadi tiga:

a. Kelompok tugas

(42)

Kelompok tugas bertujuan memecahkan masalah, misalnya transplantasi jantung, atau merancang kampanye politik. Kelompok pertemuan adalah kelompok orang yang menjadikan diri mereka sebagai acara pokok. Kelompok terapi di rumah sakit jiwa adalah contoh kelompok pertemuan. Kelompok penyadar mempunyai tugas utama menciptakan identitas sosial politik yang baru.

Kelompok preskriptif, mengacu pada langkah-langkah yang harus ditempuh setiap anggota kelompok dalam mencapai tujuan kelompok. Cragan dan Wright mengkategorikan enam format kelompok preskriptif, yaitu: diskusi meja bundar, simposium, diskusi panel, forum, kolokium, dan prosedur parlementer.

2.1.3.3 Fungsi Komunikasi Kelompok

Keberadaan suatu kelompok dalam masyarakat dicerminkan oleh adanya fungsi-fungsi yang akan dilaksanakan. Fungsi-fungsi tersebut mencakup fungsi hubungan sosial, pendidikan, pemecahan masalah, dan pembuatan keputusan dan fungsi terapi (Sendjaja, 2002:38).

(43)

Fungsi Kedua, fungsi pendidikan atau edukasi. Hal ini berkaitan dengan pertukaran informasi anatar anggota. Melalui fungsi ini kebutuhan anggota akan informasi baru dapat terpenuhi. Dan secara tidak langsung kemampuan para anggota dibidangnya masing-masing dapat membawa pengetahuan baru atau justru membawa keuntungan untuk para anggota lainnya ataupun bagi kelompok.

Fungsi ketiga, kemampuan persuasi. Fungsi ini sebelumnya dapat menguntungkan atau merugikan pihak yang mem-persuasi. Misalnya, seorang anggota yang berusaha mem-persuasi anggota kelompok lainnya untuk tidak atau melakuakan sesuatu. Jika ia mem-persuasi suatu yang sejalan dengan kelompok, maka ia akan diterima dan menciptakan iklim yang positif di dalam kelompok, tapi sebaliknya jika ia mempersuasi suatu yang bertentangan dengan kelompok, maka akan berpotensi menciptakan konflik dan perpecahan di dalam kelompok.

Fungsi keempat, problem solving. Hal ini berkaitan erat dengan jalan-jalan alternative dari para anggota kelompok untuk memecahkan masalah.

(44)

mereka. Dalam kelompok ini juga tetap membutuhkan pemimpin sebagai pengatur atau penengah jika terjadi konflik atau perbedaan pendapat.

2.1.4 Tinjauan Tentang Majelis Taklim

Menurut akar katanya, istilah majelis taklim tersusun dari gabungan dua kata yaitu majelis yang berarti (tempat) dan taklim yang berarti (pengajaran) yang berarti suatu tempat pengajaran atau pengajian bagi orang-orang yang ingin mendalami ajaran-ajaran agama Islam sebagai sarana dakwah dan pengajaran agama.

Menurut (http://skripsimajelistalim.blogspot.com, Agustus 2009). Majelis taklim adalah salah satu lembaga pendidikan diniyah non formal yang bertujuan meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT dan akhlak mulia bagi jamaahnya, serta mewujudkan rahmat bagi alam semesta.

(45)

majelis taklim inilah yang menjadi kekuatan sehingga mampu bertahan dan merupakan lembaga pendidikan islam yang paling dekat dengan umat (masyarakat). Majelis taklim juga merupakan wahana interaksi dan komunikasi yang kuat antara masyarakat awam dengan para mualim, dan antara sesama anggota jamaah majelis taklim tanpa dibatasi oleh tempat dan waktu.

Dengan demikian majelis taklim menjadi lembaga pendidikan keagamaan alternative bagi mereka yang tidak memiliki cukup tenaga, waktu, dan kesempatan menimba ilmu agama dijulur pandidikan formal. Inilah yang menjadikan majelis taklim memiliki nilai karkteristik tersendiri dibanding lembaga-lembaga keagamaan lainnya.

Macam dan tingkatan Majelis Taklim menurut latar belakang sosial budayanya antara lain:

1. Majelis Taklim Pinggiran

Istilah pinggiran dalam hal ini bukan berarti pinggiran kota, tetapi menunjukan pemukiman lama yang umumnya dihuni oleh masyarakat ekonomi lemah yang sebagian besar menunjukan unsur Betawi asli.

2. Majelis Taklim Gedongan

(46)

Instansi tertentu membangun kompleks perumahan untuk karyawan seperti Bank, Depkes, Hankam, PLN dan sebagainya. Majelis Taklim jamaahnya terdiri dari golongan menengah dan punya ikatan dengan instansi yang membangun kompleks.

4. Majelis Taklim Pemukiman Baru

Majelis Taklim ini tumbuh di daerah perumahan baru, jamaahnya terpelajar, ekonomi menengah, karyawan, tidak terikat instansi. 5. Majelis Taklim Kantoran

Majelis Taklim ini diselenggarakan oleh karyawan suatu kantor. Mempunyai ikatan sangat erat dengan kebijaksanaan kantornya. 6. Majelis Taklim Khusus

Misalnya pengajian para mentri, jamaah haji VIP, keluarga besar daerah dan lain-lain

7. Majelis Taklim Kelompok Usroh

Jamaahnya para remaja adalah sebagian yang mengikuti aliran politik/politik tertentu.

(47)

Dari segi tingkatan kebudayaan, majelis taklim memiliki peran yang cukup signifikan dalam kehidupan beragama di masyarakat. Karena salah satu prinsip teori fungsional menyatakan bahwa “segala sesuatu yang tidak berfungsi akan lenyap dengan sendirinya”. Karena sejak dahulu hingga

sekarang, majelis taklim dengan tangguh menyatakan eksistensinya. Berarti ia mampu dan memerankan sejumlah fungsi di masyarakat.

Beberapa fungsi majelis taklim sebagai berikut:

a. Membina dan mengembangkan ajaran Islam dalam rangka membentuk masyarakat yang bertakwa kepada Allah SWT.

b. Sebagai taman rekreasi rohaniyah, karena penyelenggaraannya bersifat santai

c. Sebagai ajang berlangsungnya silaturahmi masal yang dapat menghidupsuburkan dakwah dan ukhuwah Islamiyah.

d. Sebagai sarana dialog berkesinambungan antara ulama dan umaro dengan umat.

(48)

2.1.5 Tinjauan Tentang Mustamik

Mustamik berasal dari kata resapan dari bahasa Arab yaitu Mustami, yang berarti pendengar. Pendengar ini dimaksud kan bagi para orang-orang yang mendengarkan atau belajar ajaran Agama Islam pada sebuah majelis taklim atau pengajian. Mustamik berbeda dengan jemaah, jemaah berarti bersama-sama atau rombongan. Perbedaan yang jelas dari dua kata tersebut yaitu jumlah dari pada seseorang tersebut, mustamik berjumlah tunggal yaitu sebutan orang yang mendengarkan pada suatu majelis taklim sedangkan jemaah sebutan rombongan yang berjumlah lebih dari satu atau tunggal.

Mustamik dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu:

1. Mustamik Umum, yaitu mustamik yang tidak berasal dari santri. Seperti, masyarakat umum.

2. Mustamik Santri, yaitu mustamik yang berasal dari salah satu santri pondok pesantren.

2.2Kerangka Pemikiran

2.2.1 Tinjauan Tentang Fenomenologi

(49)

bentuk-bentuk pengalaman dari sudut pandang orang yang mengalaminya langsung, seolah-olah kita mengalaminya sendiri. ( Kuswarno, 2009:10 ).

Fenomenologi yang kita kenal melalui Husserl adalah ilmu tentang penampakan (fenomena). Artinya, semua perbincangan tentang esensi di balik penampakan di buang jauh-jauh. Istilah “fenomenologi” itu sendiri bertolak dari bahasa Yunani Phainomenon ( phainomai, menampakan diri ) dan logos ( akal Budi ). Ilmu tentang penampakan berarti ilmu tentang apa yang menampakan diri ke pengalaman subjek. (Gahral Adian, 2010: 5)

Tidak ada penampakan yang tidak di alami. Hanya dengan berkonsentrasi pada apa yang tampak dalam pengalaman, maka esensi dapat terumuskan dengan jernih. Adapun studi fenomenologi bertujuan untuk menggali kesadaran terdalam para subjek mengenai pengalaman beserta maknanya.

(50)

Dalam buku Metode Penelitian Kualitatif bahwa tujuan utama fenomenologi adalah mempelajari bagaimana fenomena dialami dalam kesadaran, pikiran, dan dalam tindakan, seperti bagaimana fenomena tersebut bernilai atau diterima secara estetis. Fenomenologi mencoba mencari pemahaman bagaimana manusia menkonstruksi makna dan konsep-konsep penting, dalam kerangka intersubjektivitas. Intersubjektif karena pemahaman kita mengenai dunia dibentuk oleh hubungan kita dengan orang lain. Walaupun makna yang kita ciptakan dapat ditelusuri dalam tindakan, karya, dan aktifitas yang kita lakukan, tetap saja ada peran orang lain didalamnya.(dalam Elvinaro, 2010:56)

Fenomenologi adalah upaya hati-hati dalam mendeskripsikan hal ihwal sebagaimana mereka menampakan diri ke dalam kesadaran. Dengan kata lain, semua persoalan tentang semesta luar harus di dekati dengan senantiasa melibatkan cara penampakan mereka pada kesaradan manusia.

(51)
(52)

2.2.2 Tinjauan Tentang Transformasi Identitas Diri

Transformasi identitas adalah sebuah proses dinamis meliputi pilihan-pilihan yang disengaja, bukan kondisi yang kekal dan tak dapat dielakan. Makna dan nilai dibangun individu melalui aturan budaya yang dimiliki bersama oleh kelompok-kelompok tertentu, namun bukan sesuatu yang ganjil bagi seseorang untuk berpindah dari satu aturan ke aturan lain, ataupun bergerak di antara keanekaragaman identitas sosial.seseorang yang sudah mengalami transformasi idenitas akan membangun citra dan kesan yang berbeda baik sikap, perilaku, obrolan, mind set, dan memungkinkan seseorang akan mempunyai kepribadian ganda (Mulyana, 2007:165)

Munculnya sebuah identitas seseorang tidak terlepas dari sebuah transformasi identitas, sebuah aspek dari proses transformasi adalah kebutuhan akan penerimaan atau pengakuan orang lain atas identitas yang diyakini dan diakui. Suatu proses transformasi memunculkan sebuah hal yang baru, oleh karena itu sebuah transformasi idenritas diri akan memunculkan sebuah identitas baru, yang dimana identitas baru itu akan berbeda dengan identitas sebelumnya.

(53)

kesetian atau mengeksistensikan keberadaan dirinya maka secara tidak langsung dia akan beradaptasi dengan lingkungannya.

Gambar 2.1

Model Transformasi Identitas Deddy Mulyana

Sumber : Metode Penelitian Komunikasi, Deddy Mulyana (2007 : 170) IDENTITAS SEBELUM TRANSFORMASI

Dialog dengan diri

Isolasi diri

(54)

2.2.3 Tinjauan Tentang Identitas Diri

Identitas diri merupakan komponen penting yang menunjukkan identitas personal individu. Semakin baik struktur pemahaman diri seseorang berkembang, semakin sadar individu akan keunikan dan kemiripan dengan orang lain, serta semakin sadar akan kekuatan dan kelemahan individu dalam menjalani kehidupan. Sebaliknya, jika kurang berkembang maka individu semakin tergantung pada sumber-sumber eksternal untuk evaluasi diri.

Marcia, menyatakan bahwa pembentukan identitas diri merupakan: “ Identity formation involves a synthesis of childhood skills, beliefs, and identification into a more or less coherent, unique whole that provides the young adult with both a sense of continuity with the past and a direction for the future”(Marcia, 1993:3)

(55)

Pembentukan identitas diri dapat digambarkan melalui status identitas berdasarkan ada tidaknya eksplorasi (krisis) dan komitmen. Eksplorasi yang juga dikenal dengan istilah krisis adalah suatu periode dimana adanya keinginan untuk berusaha mencari tahu, menyelidiki berbagai pilihan yang ada dan aktif bertanya secara serius, untuk mencapai sebuah keputusan tentang tujuan-tujuan yang akan dicapai, nilai-nilai, dan keyakinan-keyakinan. Dimensi eksplorasi (krisis) ialah:

a. Sudah melalui eksplorasi (past crisis)

Seseorang dikatakan berada pada tahap eksplorasi di masa lalu (past crisis) ketika periode dimana pemikiran aktif terhadap sejumlah variasi dari aspek-aspek identitas yang potensial sudah berlalu sekarang. Individu mampu menyelesaikan krisis dan memiliki pandangan yang pasti tentang masa depan atau tugas tersebut ditunda tanpa mencapai adanya sebuah kesimpulan yang bermakna.

b. Sedang dalam eksplorasi (in crisis)

(56)

c. Tidak adanya eksplorasi (absence of crisis)

Seseorang dikatakan tidak mengalami eksplorasi ketika seseorang tidak pernah merasa penting untuk melakukan eksplorasi pada berbagai alternatif identitas tentang tujuan yang ingin dicapai, nilai ataupun kepercayaan seseorang.

Komitmen adalah suatu periode dimana adanya pembuatan pilihan yang relatif tetap mengenai aspek-aspek identitas seseorang dan terlibat dalam aktivitas yang secara signifikan mengarahkan kepada perwujudan pilihan yang sudah diambil. Dimensi komitmen ialah:

1. Seseorang dikatakan memiliki komitmen ketika aspek identitas yang dimiliki individu berguna untuk mengarahkan perilaku di masa depan dan tidak adanya perubahan yang besar pada aspek tersebut.

2. Tidak adanya komitmen ditunjukkan dengan keragu-raguan yang dialami seseorang, tindakan yang terus berubah-ubah, tidak terarah, dan membentuk komitmen personal pada saat ini bukanlah suatu hal yang penting.

2.2.4 Tinjauan Tentang Interaksi Simbolik

(57)

penelitian benda mati. Seseorang peneliti harus empati pada pokok materi, terjun langsung pada pengalamannya, dan berusaha untuk memehami nilai tiap orang. (Ahmadi, :2005:301)

Tradisi Chicago melihat manusia sebagai kreatif, inovatif, dalam situaisi yang tidak dapat diramalkan.masyarakat dan diri, dipandang sebagai proses, bukan sebagai struktur untuk membekukan proses atau menghilangkan intisari hubungan sosial.

Interaksi simbolik telah menyatukan studi bagaimana kelompok mengkoordinasi tindakan mereka, bagaimana emosi dipahami dan dikendalikan, bagaimana kenyataan yang dibangun, bagaimana diri diciptakan, bagaimana struktur sosial besar dibentuk, dan bagaimana kebijakan publik dapat dipengaruhi yang merupakan sebuah gagasan dasar dari perkembangannya dan perluasan teorites ilmu komunikasi.

Komunikasi yang berlangsung dalam tatanan interpersonal tatap muka dialogis timbal balik dinamakan interaksi simbolik (symbolic Interaction). Interaksi simbolik telah menjadi istilah komunikasi dan sosiologi yang bersifat indisipliner. Objek material (objectum material) nyapun sama, yaitu manusia, dan perilaku manusia (human behavior).

(58)

sejauh ini didahului oleh penyerapan akar sosiologi yang berkembang luas di eropa.

Simbol adalah objek sosial dalam interaksi yang digunakan sebagai perwakilan dan komunikasi yang ditentukan oleh orang-orang yang menggunakannya. Orang-orang tersebut member arti. Menciptakan dan mengubah objek di dalam interaksi.

Salah satu teori sosiologi yang cukup berpengaruh adalah interaksi simbolik yang fokus pada perilaku peran, interaksi individu, serta tindakan-tindakan dan komunikasi yang dapat diamati. Melalui pendekatan ini, secara lebih spesifik, dan dapat menguraikan perkembangan sejarahnya dan manfaatnya bagi individu maupun masyarakat itu sendiri.

Perilaku seseorang dipengaruhi oleh simbol yang diberikan oleh orang lain, demikian pula perilaku orang tersebut. Melalui pemberian isyarat berupa simbol, maka kita dapat mengutarakan perasaan, pikiran, maksud, dan sebaliknya dengan cara membaca simbol yang ditampilkan oleh orang lain.

Sesuai dengan pemikiran-pemikiran Mead, basis karya dari sebuah interaksi simbolik, adalah:

Mind, kemampuan untuk menggunakan simbol yang mempunyai

(59)

Self, kemampuan untuk merefleksikan diri tiap individu dari

penilaian sudut pandang atau pendapat orang lain, dan teori interaksionisme simbolis adalah salah satu cabang dalam teori sosiologi yang mengemukakan tentang diri sendiri (self) dan dunia luarnya.

Society, hubungan sosial yang diciptakan, dibangun, dan

dikontruksikan oleh tiap individu di tengah masyarakat, dan tiap individu tersebut terlibat dalam perilaku yang mereka pilih secara aktif dan sukarela, yang pada akhirnya mengantarkan manusia dalam proses pengambilan peran di tengah masyarakatnya.

Dengan atau tanpa disadari pada dasarnya setiap orang telah melakukan proses interaksi simbolik dalam setiap harinya. Dari perubahan sebuah identitas diri seseorang yang ditunjukan oleh mustamik dalam sebuah Majelis Taklim Asy-syfaa Wal Mahmuudiyyah itu sendiri tentunya menimbulkan suatu identitas baru yang memungkinkan telah terjadi sebuah proses interaksi simbolik di dalamnya.

(60)

Gambar 2.2

Model Penelitian

Sumber: Analisa Peneliti (2013) Identitas Sebelum masuk majelis taklim

Penglolaan kesan pada saar di majelis taklim

Identitas Setelah masuk majelis taklim

Majelis Taklim Asy-Syifaa Wal Mahmuudiyyah

INTERAKSI SIMBOLIK

FENOMENOLOGI

Transformasi identitas diri

(61)

46 BAB III

OBJEK DAN METODE PENELITIAN

3.1Objek Penelitian

3.1.1 Sejarah Majelis taklim Asy-Syifaa Wal Mahmuudiyyah

Objek penelitian ini adalah Majelis Taklim Asy-Syifaa Wal Mahmuudiyyah yang bertempat di Masjid Raya Bandung. Majelis taklim ini didirikan oleh seorang yang bernama kyai haji Muhyiddin Abdul Qodir Al Manafi, MA tepatnya pada tahun 1995.

Awal mulanya majelis taklim ini hanya perkumpulan pengajian umum yang sering diadakan di daerah Jelegong Soreang Jawa Barat, dengan nama Al-Mahmuudiyyah. Dikarenakan mustamik dan santri yang mengikuti pengajian tersebut sudah melampaui batas dari majelis taklim ini, sang pendiri pun ingin membuat sebuah majelis taklim yang dimana majelis taklim tersebut dapat hadir di semua daerah. oleh karena itu, majelis taklim ini pun tersebar di berbagai daerah dengan tujuan seorang mustamik tidak bertumpuk pada suatu tempat yaitu tempat asal berdirinya majelis ini dan memperluas ajaran Islam untuk masyarakat yang ada di Jawa Barat.

(62)

Kampung Pamulihan Desa Simpang, dimana tempat ini menjadi pusat Majelis Taklim Asy-Syifaa Wal Mahmuudiyyah. Pada tahun ini majelis taklim berubah nama menjadi Asy-Syifaa wal Mahmuudiyyah. Tambahan kata asy-Syifaa yang berarti obat dalam bahasa Indonesia, ini mempunyai maksud bahwa majelis taklim ini menjadi sebuah obat untuk kalangan masyarakat dalam penyakit-penyakit, berupa pembekalan atau pengajaran mengenai ajaran agama Islam.

3.1.2 Struktur Keanggotaan Majelis Taklim Asy-Syifaa Wal Mahmuudiyyah Kota Bandung

Gambar 3.1

Struktur Organisasi Majelis Taklim Asy-Syifaa Wal Mahmuudiyyah Kota Bandung

(63)

Seperti yang telah ditampilkan dalam struktur organisasi diatas, dapat dilihat bahwa Majelis Taklim Asy-Syifaa Wal Mahmuudiyyah di pimpin oleh ketua majelis taklim yaitu Ustadz H. Chandra dan di bawah dari ketua ada wakil ketua, yaitu H. Abdul Aziz. Wakil ketua mengepalai tiga pimpinan, yaitu sekretaris (H. Denny), Seksi Dakwah (H. M. Ibrahim Daddy), dan Bendahara (H. Ozi). Di setiap pimpinan mempunyai wakil, kecuali sekretaris. Wakil seksi dakwah ( H. Aziz) dan Wakil Bendahara (H. Deddy).

3.1.3 Kegiatan Rutin Majelis Taklim Asy-Syifaa Wal Mahmuudiyyah Bandung

(64)

3.2Metode Penelitian 3.2.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan studi fenomenologi, sebagaimana diungkapkan oleh Deddy Mulyana dalam bukunya Metodelogi Penelitian Kualitatif.

“Metode penelitian kualitatif dalam arti penelitian kualitatif tidak mengandalkan bukti berdasarkan logika matematis, prinsip angka, atau metode statistik. Penelitian kualitatif bertujuan mempertahankan bentuk dan isi perilaku manusia dan menganalisis kualitas-kualitasnya, alih-alih mengubah menjadi entitas-entias kuantitatif.” (Mulyana, 2003:150)

Penelitian Kualitatif selalu mengandalkan adanya suatu kegiatan proses berpikir induktif untuk memahami suatu realitas, peneliti yang terlibat langsung dalam situasi dan latar belakang fenomena yang diteliti serta memusatkan perhatian pada suatu peristiwa kehidupan sesuai dengan konteks penelitian. Thomas Lindlof dengan bukunya Qualytative Communication Research Methods dalam kuswarno menyebutkan bahwa

(65)

dan penafsiran informan. Sebagaimana diungkapkan beberapa ahli (Bogdan dan Taylor, 1975:5)

Peranan fenomenologi menjadi lebih penting ketika di tempat secara praksis sebagai jiwa dari metode penelitian sosial dalam pengamatan terhadap pola perilaku seseorang sebagai aktor sosial dalam masyarakat. Namun demikian implikasi secara teknis dan praksis dalam melakukan pengamatanaktor bukanlah esensi utama dari kajian fenomenologi sebagai perspektif. Fenomenologi Schutz sebenarnya lebih merupakan tawaran akan cara pandang baru terhadap fokus kajian penelitian dan penggalian terhadap makna yang terbangun dari realitas kehidupan sehari-hari yang terdapat di dalam penelitian secara khusus dan dalam kerangka luas pengembangan ilmu sosial.

(66)

3.2.2 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah cara yang digunakan untuk mengumpulkan data dengan menggunakan metode-metode tertentu. Metode-metode yang akan digunakan dalam penelitia ini, antara lain :

3.2.2.1 Studi Pustaka

Peneliti di sini dalam melakukan penelitian tentu tidak terlepas dari adanya pencarian data dengan menggunakan studi kepustakaan, disini peneliti menggunakan studi pustaka dengan mencari berbagai data sebagai pendukung dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti, yaitu dengan menggunakan:

a.Referensi buku

Refrensi buku dapat memberikan keterangan topil, perkataan, tempat peristiwa, data statistika, pedoman, alamat, nama orang, riwayat orang-orang terkenal. Pelayanan referensi adalah pelayanan dalam menggunakan buku-buku referensi dan disebut “koleksi referensi” sedangkan ruang tempat penyimpanan disebut

(67)

b.Skripsi Peneliti Terdahulu

Disini peneliti menggunakan studi pustaka dengan melihat hasil karya ilmiah para peneliti terdahulu, tentunya dengan melihat hasil karya ilmiah yang meiliki pembahasan serta tinjauan yang sama c.Internet searching

Peneliti mencari data dengan melakukan searching secara online dan data yang diambil berhubungan dengan masalah penelitian yang sedang dilakukan.

3.2.2.2 Studi Lapangan

Studi lapangan yang dilakukan dalam penelitian in adalah sebagai berikut:

a. Wawancara (interview)

(68)

b. Observasi Lapangan

Observasi lapangan adalah kegiatan yang setiap saat dilakukan, dengan panca indra yang dimiliki. Kegiatan observasi merupakan salh satu kegiatan untuk memahami lingkungan (Ardianto, 2011:179). Peneliti melakukan pengamatan secara langsung serta mengikuti kegiatan-kegiatan yang ada dalam Majelis taklim Asy-Syifaa Wal Mahmuudiyyah.

c. Dokumentasi

Dokumentasi adalah salah satu metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian sosial. Dokumen merupakan catatan yang didalamnya terdapat sebuah peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen tersebut bisa dalam bentuk tulisan, gambar, video seseorang.

3.2.3 Teknik Penentuan Informan

Dalam menentukan informan penelitian yang diambil dari subjek, maka peneliti menggunakan teknik penentuan informan dengan menggunakan teknik purposive Sampling. Menurut Sugiyono dalam bukunya “Memahami Penelitian Kualitatif”, Menyebutkan bahwa:

(69)

Peneliti memilih untuk menggunakan dua tipe informan, yaitu informan kunci dan informan pendukung. Informan pendukung adalah informan yang mengetahui secara mendalam permasalahan yang sedang diteliti, sedangkan informan pendukung adalah informan yang ditentukan dengan dasar pertimbangan memiliki pengetahuan dan sering berhubungan baik secara formal maupun informal dengan para informan kunci. Informan pendukung diambil dari orang tua dan pimpinan dari majelis taklim Asy-syifaa Wal Mahmuudiyyah pusat dan pimpinan majelis taklim yang ada di Kota Bandung dengan pertimbangan karena mereka semua adalah orang-orang yang lebih mengetahui apa yang terjadi dalam perubahan identitas dari seorang informan kunci.

Dalam penelitian ini peneliti memilih beberapa informan yang dapat memberikan informasi dan terkait dengan penelitian ini. Adapun yang menjadi informan penelitian adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1

TabelInformanPenelitian

No. NAMA KETERANGAN

(70)

Untuk memperjelas dan memperkuat data yang lebih baik dalam informasi yang diperoleh , terdapat informan pendukung yang dijadikan sebagai penjelas, adapun informan pendukung sebagai berikut :

Tabel 3.2

Tabel Informan Pendukung

No. Nama Informan Keterangan

1. KH. Muhyiddin Abdul Qodir Al-Manafi M.A

Pimpinan Majelis Taklim Asy-syifaa Wal Mahmuudiyyah (pusat)

2. H. Agus Mulyadi Sahabat Bapak Dadang Priyatna 3. Arif Daryanto Sahabat Bapak David Andiro

4. Tan Rachman Masyarakat

3.2.4 Teknik Analisa Data

Dalam setiap kegiatan penelitian pasti diperlukan adanya suatu analisis data sebagai media pengumpulan data. Analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan urutan dasar (Patton dalam Moleong, 2007:268).

(71)

Data yang sudah dikelompokkan dan sudah disesuaikan dengan kode-kodenya, kemudian disajikan dalam bentuk tulisan deskriptif agar mudah dipahami secara keseluruhan dan juga dapat menarik kesimpulan untuk melakukan penganalisisan dan penelitian selanjutnya.

1. Pengumpulan Data

Data yang telah dikelompokan selanjutnya disusun dalam bentuk narasi-narasi, sehingga berbentuk rangkaian informasi yang bermakna sesuai dengan masalah penelitian

2. Reduksi Data

Kategorikan dan mereduksi data, yaitu melakukan pengumpulan terhadap informasi penting yang terkait dengan masalah penelitian, selanjutnya data dikelompokan sesuai topik masalah

3. Penyajian Data

Melakukan Interpretasi data, yaitu menginterpretasikan apa yang telah dinterpretasikan informan terhadap masalah yang diteliti.

4. Penarikan Kesimpulan

(72)

Gambar 3.2

Komponen-Komponen Analisis Data: Model Interaktif

Sumber : Milles dan Huberman (1992:20)

3.2.5 Uji Keabsahan Data

Uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi beberapa pengujian. Peneliti menggunakan uji credibility (validitas internal) atau uji kepercayaan terhadap hasil penelitian. Uji keabsahan data ini diperlukan untuk menentukan valid atau tidaknya suatu temuan atau data yang dilaporkan peneliti, dengan apa yang terjadi sesungguhnya di lapangan.

Cara pengujian kredibilitas data atau kepercayaan terhadap hasil penelitian menurut Sugiyono dalam bukunya Memahami Penelitian Kualitatif (2010) dilakukan dengan perpanjangan pengamatan, Triangulasi, analisa kasus negative dan member check.

(73)

sumber. Trianggulasi teknik dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Misalnya data diperoleh melalui wawancara, lalu dicek kembali melalui observasi, dokumentasi. Trianggulasi waktu dilakukan dengan cara melakukan pengecekan dengan wawancara observasi atau teknik lainnya dalam waktu atau situasi yang berbeda.

2) Diskusi dengan teman sejawat, Teknik ini dilakukan dengan mengekspos hasil sementara atau hasil akhir yang diperoleh dalam

bentuk diskusi dengan rekan-rekan sejawat. Pemeriksaan sejawat berarti

pemerikasaan yang dilakukan dengan jalan mengumpulkan rekan-rekan

sebaya, yang memiliki pengetahuan umum yang sama tentang apa yang

sedang diteliti, sehingga bersama mereka peneliti dapat me-review

persepsi, pandangan dan analisis yang sedang dilakukan. (Moleong,

2007:334).

(74)

3.2.6 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.6.1 Lokasi Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti melakukan penelitian yang bertempat pada Masjid Raya Bandung. Tepatnya pada Majelis Taklim Asy-Syifaa Wal Mahmuudiyyah Kota Bandung.

3.2.6.2 Waktu Penelitian

(75)

Tabel 3.3

6. pelaksanaan sidang Pendaftaran dan

(76)

DATA PRIBADI

Nama : Yanis Muda Arianto

Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 15 Desember 1990 Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Jalan siliwangi 2 No. 305 Blok A RT 005 RW 017 Chandra Baru Pondok Melati, Bekasi

Telepon : 0856 9339 9015

Email : yanis_atma@yahoo.com

RIWAYAT PENDIDIKAN

I. PENDIDIKAN FORMAL

No Tahun Uraian Keterangan

1. 2009-Sekarang Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Humas Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia, Bandung

-

2. 2005-2008 SMA Negeri 67 Jakarta Timur Berijazah 3. 2002-2005 SMP Negeri 128 Jakarta Timur Berijazah

(77)

2. 2011 Peserta Study Tour Media Massa 2011 Bersertifikat Ilmu Komunikasi & Public Relations UNIKOM kerjasama dengan LDK UMMI UNIKOM

Bersertifikat

6. 2009 Peserta Ceramah Umum Dekan FISIP Unikom “Peningkatan Kualitas Keilmuan, Keterampilan ICT dan Kewirausaaan Sebagai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

1. Language Bahasa Inggris (Pasif)

2. Program Microsoft Office (Word, PowerPoint, Excel, Publisher), Adobe (Photoshop, Pagemaker)

Bandung, Agustus 2013 Penulis

Gambar

Gambaran Identitas Diri pada
Gambar 2.1
Gambar 2.2
Gambar 3.1
+5

Referensi

Dokumen terkait

Bahwa penelitian kualitatif adalah pengumpulan data pada suatu latar alamiah, dengan menggunakan metode alamiah, dan dilakukan oleh orang atau peneliti yang tertarik

Dengan demikian masalah yang ada dalam skripsi ini adalah Apakah figur kyai “Buya Yahya” berpengaruh terhadap motivasi masyarakat dalam menghadiri majelis taklim Al Bahjah

Nilai-nilai Islam yang diterapkan kepada jama’ah Majelis taklim di Kecamatan Lubuklinggau timur II Kota Lubuklinggau adalah iman, Islam, ihsan, takwa, ikhlas,

Pola komunikasi yang diterapkan di Jamaah Persatuan Amal Sosial Majelis Taklim Becak Bermotor As-Salam Kota Sibolga baik langsung maupun tidak langsung

Namun setelah adanya pengajian rutin yang diadakan oleh Majelis Taklim Matla’ul Anwar, dan setelah mereka mengikutinya kondisi akhlak msayarakat yang tadinya suka dan

Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat, kasih dan karunia-Nya penyusunan skripsi yang berjudul “ Identitas Diri Female Disc Jockey(Studi

sebagai sebuah organisasi keagamaan, majelis taklim perempuan pun tidak terlepas dalam dinamika sosial politik yang ada di masyarakat, namun otonomi yang dimiliki

Perancangan ini bertujuan untuk menciptakan identitas visual baru yang menarik, konsisten dan sesuai dengan citra yang ingin dibangun Teluk Youtefa sebagai salah satu cara