• Tidak ada hasil yang ditemukan

Muslim Kamboja di bawah rezim Komunis Khmer Merah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Muslim Kamboja di bawah rezim Komunis Khmer Merah"

Copied!
146
0
0

Teks penuh

(1)

MUSLIM KAMBOJA DI BAWAH REZIM KOMUNIS KHMER

MERAH 1975-1979

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum.)

Disusun oleh :

Dirga Fawakih (1111022000028)

JURUSAN SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

i

LEMBAR PENYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 06 Juli 2015

(3)
(4)

iii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul MUSLIM KAMBOJA DI BAWAH REZIM KOMUNIS KHMER MERAH 1975-1979 telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada

6 Juli 2015. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar

Sarjana Humaniora (S.Hum) pada program studi Sejarah dan Kebudayaan Islam.

Jakarta, 06 Juli 2015

Panitia Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,

Nurhasan, MA Sholikatus Sa’dyah, M.Pd

NIP: 196907241997031001 NIP: 197504172005012007

Anggota,

Penguji I Penguji II

Dr. Sudarnoto Abd. Hakim, MA Dra. Hj. Tati Hartimah, MA NIP: 195902031989031003 NIP: 1955073119890322001

Pembimbing

(5)

i ABSTRAK

Skripsi ini bertujuan menganalisa mengenai apa motif diskriminasi dan bagaimana kebijakan rezim Khmer Merah terhadap etnis dan agama minoritas di Kamboja, di mana etnis Cham-Melayu yang notabennya beragama Islam termasuk di dalamnya. Selain itu skripsi ini juga ingin melanjutkan tulisan P.B Lafont yang dalam artikelnya belum menjawab mengenai apa motif diskriminasi yang dilakukan Khmer Merah terhadap umat Islam di Kamboja. Penelitian ini bersifat analytical history, maka dari itu penulis menggunakan metode penelitian yang biasa digunakan dalam penelitian sejarah pada umumnya, yakni, heuristik, verifikasi, interpretasi,dan historiografi. Dalam penelitian ini penulis mendapatkan temuan-temuan baru terkait motif yang melatarbelakangi diskriminasi Khmer Merah terhadap umat Islam di Kamboja. Selain itu penulis juga menemukan fakta-fakta terkait kebijakan rezim Khmer Merah terhadap etnis dan agama minoritas di Kamboja. Dengan demikian penelitian ini diharapkan dapat melengkapi penelitian-penelitian terdahulu yang belum sempat menjawab permasalahan yang menjadi fokus kajian skripsi ini.

Skripsi ini juga ingin menguji teori gerakan sosial Rafael Raga Maran, yang mengatakan bahwa, “masalah sosial dan masalah ekonomi adalah yang menyebabkan munculnya gerakan sosial menentang pemerintahan”. Berangkat dari kerangka teori tersebut, penulis berusaha merumuskan permasalahan skripsi ini dengan menggunakan pendekatan politik dan sosial. Dari hasil analisa menggunakan teori tersebut dapat disimpulkan bahwa kebijakan pemerintah Khmer Merah terhadap umat Islam Kamboja yang cenderung menyudutkan berimplikasi pada pemberontakan-pemberontakan umat Islam di beberapa wilayah yang menjadi konsentrasi umat Islam. Namun pemberontakan tersebut akhirnya dapat dipadamkan, dan rentetan kisah pilu umat Islam berupa penindasan, pembantaian, dan pembakaran rumah ibadah terus berlangsung di bawah rezim Khmer Merah.

(6)

ii

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam yang telah memberikan rahmat

dan hidayahNya bagi para hambaNya yang selalu memuja. Shalawat serta salam

semoga selalu terlimpah kepada junjungan nabi Muhammad saw beserta keluarga,

sahabat, dan para pengikunya. Rasa syukur disertai dengan usaha yang

sungguh-sungguh serta tekad yang kuat akhirnya penulis berhasil menyelesaikan skripsi

yang berjudul “Muslim Kamboja di Bawah Rezim Komunis Khmer Merah 1975

-1979”. Meskipun penulis sadar betul akan banyaknya kekurangan dalam karya

ini. Penulis berkeyakinan karya ini dapat bersumbangsih bagi siapa saja yang

ingin bergelut pada dunia penelitian, khususnya bagi mereka yang memfokuskan

kajian pada Islam di Kamboja.

Layaknya peristiwa sejarah yang penyebabnya tidak tunggal, begitupun

halnya dengan perjuangan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Tidak bisa

dinafikan bahwa penulis bukan satu-satunya aktor sentral, namun di balik usaha

dan kerja keras penulis terdapat orang-orang yang rela meluangkan waktu untuk

membantu. Maka dengan niatan suci yang terpatri kuat dalam sanubari, penulis

sampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A. selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Prof. Dr. Sukron Kamil, M.A. selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora.

3. Nurhasan, MA. selaku Ketua Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam serta

dosen pembimbing yang dengan sangat teliti dan sabar memberikan arahan

(7)

iii

4. Solikhatus Sa’diyah, M.Pd. selaku sekretaris Jurusan Sejarah dan Kebudayaan

Islam yang telah dengan sabar mengurusi semua administrasi yang penulis

butuhkan.

5. Dr. Saidun Derani, M.A. selaku dosen penasihat akademik yang terus

memberikan arahan, masukan, dan meyakinkan penulis dalam menggeluti

pengkajian Islam di Kamboja.

6. Dr. Sudarnoto Abdul Hakim, M.A. selaku dosen penasihat akademik. Terima

kasih atas pengorbanan tanpa pamrih dan nilai kejujuran yang telah

ditanamkan.

7. H. Budi Santoso dan Rumiyati selaku orang tua penulis. Terima kasih atas

motivasi, cinta, dan pengorbanan tanpa pamrih yang telah diberikan.

8. Kakak dan adik-adiku tercinta, Prawira Yudha Santoso, Ditto Santoso,

Pringga Tritanoko, Ukhtia Khuluqi Adzima, dan Siti Rohadatul Aisy. Terima

kasih telah menjadikan rumah sebagai tempat berdiskusi dan mengadu hati.

9. Kawan-kawan Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam angkatan 2011. Terima

kasih atas diskusi-diskusi yang menarik dan mencerdaskan selama

perkuliahan. Semoga kelak kita dipertemukan dalam keadaan sukses.

10.Yanti Susilawati, Siti Rahmawati, dan Amanah penulis hanturkan terima kasih

yang mendalam telah menjadi teman berjuang dalam perburuan sumber.

11.Ikatan Remaja Lingkungan RW 05 (IKRA 05) penulis hanturkan terima kasih

atas waktu dan keluangan yang diberikan kepada penulis untuk memfokuskan

diri dalam menyusun skripsi.

12.Dita Aulia Afifah, sahabat yang tidak henti memberikan motivasi demi

(8)

iv

13.Dan yang tersepesial untuk Abdul Ajid bin Manat, sahabat sejati

yang selalu menginspirasi. Terima kasih atas optimisme yang engkau patrikan

dalam hati. Cita dan harapanmu akan selalu hidup dalam sanubari. Semoga

engkau ditempatkan di sisi sang Ilahi. Untukmulah skripsi ini aku

persembahkan.

Jakarta, 06 Juli 2015

(9)

v DAFTAR ISI

ABSTRAK... i

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI... v

DAFTAR ISTILAH... vii

DAFTAR SINGKATAN... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah... 11

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 11

D. Tujuan Penelitian... 12

E. Manfaat Penelitian... 12

F. Tinjauan Pustaka... 13

G. Kerangka Teori... 17

H. Metode Penelitian... 20

I. Sistematika Penulisan... 23

BAB II MUSLIM KAMBOJA SEBELUM REZIM KHMER MERAH BERKUASA A. Geografi dan Struktur Masyarakat Kamboja... 25

B. Mengenal Muslim Kamboja... 27

(10)

vi

BAB III MUSLIM KAMBOJA DI BAWAH REZIM KHMER MERAH 1975-1979

A. Sejarah dan Kiprah Khmer Merah dalam Kancah Perpolitikan

Kamboja... 46

B. Kebijakan Politik Rezim Khmer Merah terhadap Agama dan Etnis Minoritas... 56

C. Motif Penindasan Khmer Merah terhadap Umat Islam Kamboja ... 63

D. Respons Muslim Kamboja terhadap Kebijakan Politik Khmer Merah... 73

BAB IV MUSLIM KAMBOJA PASCA KEJATUHAN REZIM KHMER MERAH A. Faktor Kejatuhan Rezim Khmer Merah... 79

B. Muslim Kamboja di Bawah Rezim People Republic of Kampuchea... 85

C. Kebangkitan Islam di Kamboja... 90

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan... 97

B. Saran... 100

DAFTAR PUSTAKA... 102

(11)

vii

DAFTAR ISTILAH

Angkar Pasukan revolusioner Khmer Merah

Bilal Pengumandang Adzan

Cham Etnis yang berasal dari pesisir

Vietnam

Cham-Chvea Asimilasi etnis Cham dan Melayu

Cham Jahed/ Cham Bani Cham Muslim berfaham Animisme

Indocina Wilayah yang meliputi Kamboja,

Laos, Vietnam

Imom Imam/ pengurus masjid

Jva Iyava Orang Melayu dari Jawa

Jva Krapi Orang Melayu dari Sumatera

Jva Melayu Orang Melayu dari Malaysia,

Singapura, dan Thailand Selatan

Katan Khitan, Sunat

Keitap Kitab pelajaran agama Islam (Fiqih)

Khatib Pembaca doa di masjid

Khmer Islam Sebutan orang Muslim Kamboja

Khmer Issarak Organisasi komunis pertama di

Kamboja

Khmer Merah Organisasi komunis radikal

Mophati Mufti, pemimpin tertinggi umat Islam

Kamboja.

(12)

viii

Bulan Ramadhan, bulan puasa

Sihanoukisme Paham sosialisme Budha yang

digaungkan oleh Norodom Sihanouk

(13)

i

DAFTAR SINGKATAN

AKIY Association of Khmer Islamic Youth

ASEAN Association of Southeast Asian Nations

CIS Central Islamic Association

CPF Communist Party of France

CPK Communist Party of Kampuchea

CMDF Cambodian Muslim Development

Foundation

DK Demokratic Kampuchea

FULRO Front Univie de Lutte des Race Oprimess

FUNK Front Uni National du Kampuchea

GRUNK Gouvernment of National Union of

Kampuchea

ICP Indocina Communist Party

KNUFNS Kampuchean National United Front for

National Salvation

KPRP Khmer People Revolutioner Party

NGO Non Goverment Organization

NLAF National Liberation Armed Forces

(14)
(15)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setelah Kamboja merdeka dari protektorat Prancis pada tahun 19531 umat

Islam Kamboja yang didominasi oleh etnis Cham dan Melayu telah menjadi

bagian dari warganegara Kamboja. Meski mereka sadar bahwa identitas agama

dan etnis mereka berbeda dengan etnis yang mendominasi Kamboja yakni etnis

Khmer yang notabenenya beragama Budha. Namun status mereka tetap

disamakan dengan masyarakat pribumi Kamboja.2 Perlahan mereka dapat berbaur

dengan masyarakat Khmer yang dominan, meskipun identitas agama dan budaya

mereka tetap dipertahankan dengan baik. Sejauh ini hubungan antara agama Islam

dan Budha digambarkan dalam kondisi yang harmonis. Sejauh penulis membaca

berbagai literatur terkait Islam di Kamboja, belum pernah disinggung mengenai

masalah konflik yang terjadi, baik horizontal maupun vertikal.

Pada masa awal kemerdekaan, ketika kancah perpolitikan Kamboja

dipimpin oleh raja Norodom Sihanouk (1953-1970), hubungan umat Islam dengan

pemerintah berjalan dengan baik. Bahkan tak jarang raja Norodom Sihanouk

menggelar dialog dengan orang-orang Islam di kerajaan.3 Pada masa Sihanouk

diterapkan politik asimilasi dan diperkenalkan istilah Khmer untuk etnis

1

Kamboja telah menjadi protektorat Prancis sejak tahun 1864. Semenjak kehadiran Prancis sebenarnya suasana politik Kamboja lebih stabil dibanding masa sebelumnya. Tahun 1941 Prancis mengangkat pangeran Norodom Sihanouk menjadi raja Kamboja. Sihanouk inilah yang kelak membawa Kamboja ke pintu kemerdekaan pada tahun 1953. Lihat: Ensiklopedi Nasonal Indonesia Jilid 8, (Jakarta: PT Delta Pamungkas, 2004), hlm. 94.

2

P. B Lafont, Tinjauan Sepintas Sejarah Bangsa Cham dari Abad XVI s.d Abad XX, dalam Kerajaan Champa, (Jakarta: Balai Pustaka, 1981), hlm. 75.

3

Anthony Cabaton, Orang Cam Islam di Indo-China Prancis, dalam Kerajaan Champa, Echole D’Extreme-Orient, (Jakarta: Balai Pustaka, 1981), hlm. 242-243.

(16)

minoritas. Menurut Yekti Maunati, tujuannya adalah untuk mewujudkan konsep

nasionalisme dan komposisi ideal bangsa Kamboja.4 Walaupun pada masa

kemudian julukan ini dipertanyakan oleh beberapa ahli karena tujuan dari politik

asimilasi tersebut yang dianggap sebagai langkah mengeliminasi atau

menyembunyikan etnis minoritas. Jadi dalam penyebutan etnis minoritas di

Kamboja terdapat tiga pembagian sebutan, yakni Khmer Loeu untuk menyebutkan

orang Kamboja yang tinggal di dataran tinggi timur laut, Khmer Krom untuk

orang yang tinggal di delta Mekong, dan Khmer Islam untuk orang Cham dan

Melayu. Maka dari itu hingga kini Muslim Kamboja yang notabenenya berasal

dari etnis Cham dan Melayu lebih dikenal dengan sebutan Khmer Islam atau

Khmer Muslim. Namun sangat disayangkan, keberadaan Muslim Melayu jarang

disebut dalam berbagai literatur. Keberadaan mereka nampaknya disamakan

dengan etnis Cham yang memang jumlahnya lebih mendominasi.

Sejak masa kemerdekaan kondisi politik Kamboja memang selalu

mengalami guncangan. Kancah politik Kamboja selalu diwarnai dengan perebutan

pengaruh kaum komunis dan kaum liberalis yang dipelopori oleh Lon Nol.

Sihanouk belakangan memiliki kecenderungan dengan kaum komunis. Ia

memberikan izin pendirian basis militer Partai Komunis Indocina (Indocina

Communist Party – ICP) di Kamboja. Hal ini sontak menimbulkan silang

pendapat di kalangan elit pemerintahan. Lon Nol yang kala itu menjabat sebagai

perdana menteri tidak menyetujui hal tersebut, karena sangat beresiko bagi

keselamatan masyarakat sipil. Mengingat Amerika Serikat sedang gencar

membombardir semua wilayah yang menjadi basis kaum komunis di Indocina

4

(17)

(Kamboja, Laos, dan Vietnam). Ditambah lagi dengan sikap para militer ICP yang

di dalamnya juga terdapat kader Khmer Merah berlaku semena-mena di dalam

wilayah Kamboja yang juga menuai perotes dari kalangan masyarakat sipil. Selain

itu penolakan Lon Nol juga bermotifkan penyelamatan Kamboja dari pengaruh

komunis yang dipelopori oleh ICP dan Khmer Merah, melihat ICP yang kala itu

sedang gencar menyebarluaskan pengaruhnya di Indocina. Lon Nol tidak

menginginkan bila ICP menanamkan pengaruhnya di Kamboja. Maka dari itu Lon

Nol berusaha menolak kebijakan Sihanouk yang memberikan izin mendirikan

basis militer ICP di Kamboja. Meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa usahanya

juga mendapatkan dorongan dari Amerika Serikat.

Berbagai permasalahan yang terjadi di dalam pemerintahan membuat

Sihanouk dan Lon Nol terpecah. Akhirnya pada tahun 1970 ketika sedang pergi

ke Prancis untuk berobat, dengan leluasa akhirnya militer yang diplopori oleh Lon

Nol mengambil alih kepemimpinan Kamboja dengan mengkudeta raja Sihanouk

melalui sidang Dewan Perhimpunan.5

Pada masa Lon-Nol sistem kenegaraan yang tadinya menganut sistem

monarki, akhirnya digantikan dengan sistem republik.6 Hubungan antara umat

Islam dengan pemerintah terjalin dengan baik pada masa ini. Memang sebenarnya

sejak masa Sihanouk umat Islam tidak pernah mengalami konflik dengan

pemerintah. Lon Nol memberikan kebebasan bagi orang-orang Islam untuk

berpartisipasi di kancah perpolitikan. Di bawah Les Kosem, salah seorang jendral

Muslim, dua organisasi Islam berhasil didirikan, yakni, The Central Islamic

5

M.C Ricklef, Sejarah Asia Tenggara dari Masa Klasik Hingga Kontemporer, (Jakarta: Komunitas Bambu, 2013), hlm. 584.

6

(18)

Association of The Khmer Republic - CIS, dan The Association of Khmer Islamic

Youth - AKIY.7 Pada masa Lon Nol umat Islam sangat dekat dengan pemerintah,

sehingga banyak orang Islam yang diberikan posisi penting dalam pemerintahan.

Namun tak lama memerintah, Lon-Nol dianggap korup oleh berbagai

kalangan, sehingga memunculkan citra negatif di kalangan masyarakat Kamboja.

Di samping itu Lon Nol juga sangat ketergantungan terhadap Amerika Serikat

baik dalam masalah politik maupun ekonomi, sehingga Lon Nol dituding telah

gagal membawa Kamboja menjadi negara yang mandiri karena

ketergantungannya tersebut. Sementara itu Sihanouk dengan didukung oleh

pemerintahan komunis Beijing menjalin kerjasama dengan Communist Party of

Kampuchea (CPK) yang dipimpin oleh Saloth Sar atau Pol-Pot untuk mengkudeta

rezim Lon-Nol. Meskipun menurut dunia Internasional CPK di bawah Pol Pot

dianggap sebagai pemberontak, namun mereka mendapat dukungan yang cukup

banyak dari masyarakat Kamboja. Ditambah lagi hampir 60 persen wilayah

Kamboja pada tahun 1975 telah dikuasai oleh CPK. Hal ini membuat

pemerintahan Lon Nol semakin terdesak dan mulai merumuskan penyerahan

tanpa syarat.

Akhirnya pada 17 April 1975, Phnom Penh, ibukota Kamboja berhasil

dikuasai oleh pasukan revolusioner.8 Sejak saat itulah Kamboja dikuasai oleh

rezim yang menyebut dirinya Khmer Merah atau Khmer Rouge. Julukan Khmer lihat:“Phnom Penh Fallas Into Khmer Rouge Hands.” Warta Berita Antara, 17 April 1975.

(19)

Merah diberikan oleh Sihanouk ketika orang-orang komunis memberontak pada

tahun 1960. Khmer Merah merupakan kelompok ideologi komunis garis keras.

Kelompok ini diisi oleh penganut paham komunis yang pernah menuntut ilmu di

Prancis dan pernah tergabung dalam Partai Komunis Prancis (Communist Party of

France – CPF) di Prancis. Pol-Pot dijuluki sebagai Brother One atau kakak pertama dalam organisasi ini. Selanjutnya diikuti oleh rekan-rekannya seperti

Ieng Sary, Hou Youn, Khieu Samphan, dan Noun Chea. Mereka adalah

mahasiswa Kamboja yang pernah menuntut ilmu di Prancis dan membentuk

organisasi yang mencetuskan ide-ide komunis radikal. Mereka pulalah yang

menjadi pelopor kudeta terhadap pemerintah Lon-Nol pada tahun 1975.

Keberadaan para penganut ideologi komunis sebenarnya telah ada sejak

masa protektorat Prancis. Namun pergerakan mereka baru sebatas penyebaran

pamflet dan perekrutan anggota dalam tingkat distrik. Keberadaan mereka

berkembang seiring tumbuhnya rasa nasionalisme masyarakat Kamboja. Gerakan

perlawanan para penganut ideologi komunis dikokohkan dengan didirikannya

Barisan Pembebasan Khmer (Nekhum Isarak Khmer) pada April tahun 1950 di

provinsi Kompot.9 Organisasi ini diketuai oleh Song Ngoch Minh, salah seorang

pendeta Budha yang keluar dari wiharanya. Sebenarnya didirikannya Barisan

Pembebasan Khmer merupakan inspirasi dari Partai Komunis Indocina (Indocina

Communist Party – ICP) di bawah Vietnam. Tujuan didirikannya Nekhum

Issarak Khmer sebenarnya tidak jauh berbeda dengan ICP, mereka sama-sama

9

(20)

berkeinginan menentang hegemoni kolonial Prancis di Indocina (Kamboja, Laos,

dan Vietnam).10

Pada tahun 1951 Nekhum Issarak Khmer mempelopori berdirinya sebuah

partai komunis pertama di Kamboja yakni, Partai Revolusioner Rakyat Khmer

(Khmer People’s Revolutionary Party – KPRP). Song Ngoch Minh masih

memainkan peran yang sangat sentral dalam organisasi ini.11 Pada tahun

1951-1959 banyak kader KPRP yang mati terbunuh oleh rezim Sihanouk. Hal tersebut

menyebabkan terjadinya kekosongan di beberapa cabang KPRP. Saat itulah Pol

Pot bersama kawan-kawannya, Khieu Samphan, Hou Youn, Hun Nim, dan Ieng

Sary mengisi kekosongan tersebut dan memainkan peran sentral di dalam tubuh

KPRP.

Pada kongres tertutup tahun 1960 di Phnom Penh, KPRP berganti nama

menjadi Partai Pekerja Kamboja (Worker Party of Kampuchea – WPK). Tou

Samout menjadi Sekretaris Jenderal Komite Pusat, Noun Chea menjabat sebagai

Wakil Sekretaris, dan Pol Pot menjadi Wakil Sekretaris Dua. Tak lama berselang

dari kongres tersebut, Tao Samouth tewas terbunuh oleh polisi Sihanouk. Kala itu

Sihanouk memang sedang gencar melakukan perburuan pada kader komunis yang

memberontak. Selepas kematian Tou Samouth, kemudian posisinya digantikan

oleh Pol Pot yang ditetapkan melalui kongres partai yang dilaksanakan pada 21

Februari 1963 di Pnom Penh. Kemudian pada tahun 1966 WPK berganti nama

menjadi Partai Komunis Kamboja (Communist Party of Kampuchea – CPK).12

10

Michael Vickery, Cambodia 1975-1982, (Boston MA: South End Press, 1984), hlm. 197.

11 Ibid., 12

(21)

CPK didirikan dengan dasar ideologi Communist-Leninis.13 CPK ini yang kemudian lebih dikenal dengan Khmer Merah atau rezim Demokratic

Kampuchea.

Tahun naiknya Khmer Merah disebut sebagai tahun nol atau zero year. Dikatakan sebagai zero year karena Pol-Pot ingin menjadikan masa pemerintahannya sebagai titik awal perubahan. Sehingga segala sesuatunya

dianggap bermulai dari nol. Di bawah kepemimpinan Saloth Sar atau yang lebih

dikenal dengan Pol-Pot, Khmer Merah berusaha menjadikan Kamboja sebagai

negara berfaham komunis yang fokus pada modernisasi bidang pertanian.14

Seluruh warga dikonsentrasikan di pedesaan untuk bekerja di sawah, ladang, dan

peternakan. Seluruh warga dihimbau untuk menggunakan pakaian hitam sebagai

simbol kesetaraan sosial.

Awalnya rezim ini disambut baik oleh masyarakat, karena

program-programnya yang dianggap pro rakyat. Namun sambutan baik itu dengan cepat

berubah menjadi petaka dan sejarah kelam bagi masyarakat Kamboja terutama

kaum minoritas di dalamnya. Harapan indah masyarakat Kamboja kini berubah

menjadi neraka Kamboja. Pemerintah Khmer Merah menerapkan kebijakan

menaikkan target penghasilan pertanian 3 ton beras dalam 1 hektar yang dirasa

sangat memberatkan.15 Hal tersebut sulit terealisasikan mengingat alat pertanian

yang digunakan masih sangat sederhana. Dalam hal ini rakyat menjadi pihak yang

sangat menderita, karena pemerintah Khmer Merah lebih mengutamakan ekspor

dan memasok kebutuhan militer. Sedangkan rakyat harus rela kelaparan karena

(22)

kebutuhan pangannya tidak terpenuhi. Akhirnya banyak rakyat Kamboja yang

harus mati karena kelaparan dan menderita penyakit.

Di samping itu, untuk memuluskan cita-citanya pemerintah Khmer Merah

kerap kali menggunakan kekerasan dan paksaan. Hanya terdapat dua pilihan pada

masa Pol Pot, yakni mengikuti Pol-Pot atau menjadi musuh Pol Pot.16 Berbagai

kekejaman dan diskriminasi tak jarang dialamatkan kepada kaum minoritas

termasuk umat Islam di dalamnya.

Dapat dikatakan bahwa masa Khmer Merah berkuasa di Kamboja pada

tahun 1975-1979 merupakan sejarah kelam bagi umat Islam di Kamboja. Pada

masa pemerintah Khmer Merah umat Islam mengalami intimidasi, pembantaian,

dan diskriminasi. Para tokoh agama Islam banyak yang menjadi target

pembunuhan dan pembantaian, di antaranya adalah para pemimpin tertinggi

Muslim Kamboja seperti, Mufti Hadji Abdullah bin Idres (Res Las), Hadji

Suleimane Sukri, dan Hadji Sulaimane Fekri.17

Masjid-masjid dan lembaga pendidikan Islam dihancurkan dan dibakar.

Pada tahun 1976 tak kurang dari 20-30 orang dibantai di kamp konsentrasi.18

Umat Islam dipaksa untuk meninggalkan agamanya, dan meninggalkan teradisi

keislamannya. Bahkan tak sampai di situ, umat Islam Kamboja juga dipaksa untuk

memakan daging babi dan meminum arak, serta menikah dengan berlainan

agama. Banyak dari umat Islam yang disiksa di kamp-kamp konsentrasi di Tuol

dkk, Readings on Islam in Southeast Asia, (Singapore: Institute of Southeast Asia Studies, 1985), hlm. 194.

18

(23)

Sleng (Penjara S21).19 Sebelum Khmer Merah berkuasa diperkirakan jumlah

Muslim di Kamboja mencapai 700.000 jiwa. 20 Namun pada masa Pol-pot sekitar

70 persen dari total penduduk Muslim Kamboja mati terbunuh, dalam kamp

konsentrasi maupun saat bekerja.21 Seluruh Masjid yang kurang lebih berjumlah

113 di hancurkan dan dialihfungsikan.22

Berdasarkan fakta yang didapat, analisa penulis terkait motif diskriminasi

yang dilakukan pemerintah Khmer Merah terhadap Muslim Kamboja disebabkan

karena tiga hal. Pertama, Khmer Merah melakukan perburuan terhadap elit

Muslim dikarenakan kedekatan mereka dengan rezim Lon Nol. Khmer Merah

khawatir apabila dibiarkan mereka akan menjadi oposisi yang mengancam

pemerintahan Khmer Merah. Kedua, kebijakan dalam Five Point Plans 1975 yang menyudutkan dan mengebiri umat Islam untuk melakukan praktik keagamaannya.

Kebijakan tersebut di antaranya, pelarangan penggunaan hijab, perintah untuk

memusnahkan al-Qur’an, paksaan memakan daging babi, larangan shalat,

penutupan masjid, dan pemaksaan untuk menikah dengan berlainan agama.23

19

Ibid., hlm. 108. 20

International Center for Ethnic Study, Minorities in Cambodia, (United Kingdom: Manchester Free Press, 1995), hlm. 10.

Seddik Taouti berbeda pendapat, ia mengatakan bahwa jumlah umat Islam sebelum tahun 1975 berkisar 800.000 orang, lihat: Seddik Taouti, Forgotten Muslim Kampuchea and Vietnam, dalam Ahmad Ibrahim, Readings on Islam ini Southeast Asia, (Singapore: Institute of Southeast Asia Studies, 1985), hlm.194.

Michael Vieckery mengemukakan pendapat lain, ia menyatakan bahwa jumlah umat Islam sebelum tahun 1975 diperkirakan hanya berkisar 185.000 jiwa saja yang semuanya tersebar di seluruh distrik. Michael Vickery, Kampuchea Politic Economics and Society, (London: Frances Pinter Publisher, 1986), hlm.1.

21

Seddik Taouti, Forgotten Muslim Kampuchea and Vietnam, dalam Ahmad Ibrahim dkk, Readings on Islam in Southeast Asia, (Singapore: Institute of Southeast Asia Studies, 1985), hlm.194.

22 Ibid., 23

(24)

Hal ini berbuah respons berupa pemberontakan di beberapa distrik di

Kampong Cham. Berawal dari bentrok antara Khmer Merah dan umat Islam

tersebut membuat umat Islam masuk ke dalam daftar musuh dalam negeri

(internal enemy) Khmer Merah. Hal tersebut berlanjut sampai ditetapkannya Demokratic Kampuchea Constitution pada tahun 1976 yang melarang keberadaan

agama reaksioner. Agama reaksioner dalam hal ini adalah agama-agama yang

memiliki kecenderungan untuk memberontak, termasuk umat Islam di dalamnya.

Karena pada masa sebelumnya umat Islam sempat melakukan

pemberontakan-pemberontakan terhadap rezim Khmer Merah. Maka dari itu agama Islam

dimasukkan ke dalam agama reaksioner. Faktor yang ketiga adalah karena

perbedaan etnis. Dalam hal kebudayaan, Khmer Merah ingin melakukan

Khmerisasi dengan mencoba mengeliminasi etnis minor seperti etnis Cham dan

Melayu yang notebenenya beragama Islam.

Maka dari itu perlu kiranya ditelisik lebih dalam mengenai apa motif yang

melatarbelakangi penindasan rezim Khmer Merah terhadap umat Islam, dan

bagaimana kebijakan Khmer Merah terhadap Muslim Kamboja. Penelitian ini

juga sekaligus ingin melanjutkan tulisan P.B Lafont dalam buku Kerajaan Champa yang diterbitkan oleh Balai Pustaka. Dalam artikelnya yang berjudul Tinjauan Sepintas Sejarah Bangsa Cham dari Abad XVI s.d Abad XX,24 P.B

Lafont menjelaskan perjalanan sejarah etnis Cham dari abad XVI sampai abad XX

dengan menjadikan Vietnam dan Kamboja sebagai fokus kajiannya. Lafont sedikit

menyinggung mengenai kekerasan, penindasan, dan intimidasi yang dilakukan

oleh rezim Khmer Merah terhadap Cham Muslim di Kamboja. Namun ia belum

24

(25)

menjawab pertanyaan yang dia ajukannya sendiri. Maka dari itu bersamaan

dengan pertanyaan yang belum dijawab oleh Lafont tersebut, dalam skripsi ini

penulis ingin menjawab pertanyaan yang diajukan Lafont dalam artikelnya.

B. Identifikasi Masalah

Sejak masa awal kedatangannya sampai dengan berkuasanya rezim

Lon-Nol (1970-1975), Muslim Kamboja memiliki rekam jejak hubungan yang baik

dengan pemerintah maupun etnis Khmer yang menjadi pribumi Kamboja. Namun

pada 1975-1979 ketika Khmer Merah salah satu partai politik berideologi

komunis radikal di bawah Pol Pot menguasai kancah perpolitikan Kamboja, umat

Islam Kamboja memasuki era kegelapan. Terdapat beberapa permasalahan yang

penulis berhasil identifikasi dan berpotensi untuk dijadikan kajian terkait kondisi

Muslim Kamboja di bawah rezim Khmer Merah, di antaranya:

1. Etnis dan agama minoritas menjadi sasaran diskriminasi dari kebijakan rezim

Khmer Merah, di mana umat Islam termasuk di dalamnya

2. Negara-negara Islam baik di Timur Tengah maupun Asia Tenggara tidak

menunjukkan simpatinya ketika umat Islam Kamboja mengalami diskriminasi

oleh rezim Khmer Merah

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Dari dua permasalahan yang berhasil penulis identifikasi, akhirnya penulis

membatasi permasalahan dalam skripsi ini pada permasalahan seputar kebijakan

Khmer Merah terhadap etnis dan agama minoritas di Kamboja, di mana umat

Islam termasuk di dalamnya. Penulis juga akan menelusuri lebih jauh mengenai

(26)

dan agama minoritas di Kamboja. Batas tahun yang digunakan ialah tahun

1975-1979 ketika rezim komunis Khmer Merah berkuasa penuh atas Kamboja. Ruang

lingkup yang penulis gunakan ialah negara Kamboja secara keseluruhan, terutama

wilayah yang terdapat komunitas Muslim di dalamnya. Berdasarkan pemaparan

permasalahan tersebut, maka rumusan pertanyaan dalam penelitian ini di

antaranya:

1. Apa motif yang melatarbelakangi penindasan dan diskriminasi yang dilakukan

rezim Khmer Merah terhadap umat Islam Kamboja?

2. Bagaimana kebijakan politik rezim Khmer Merah dan dampaknya terhadap

etnis dan agama minoritas di Kamboja?

3. Bagaimana respons umat Islam terhadap kebijakan rezim Khmer Merah?

4. Bagaimana kondisi Muslim Kamboja pasca jatuhnya rezim Khmer Merah

pada tahun 1979?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Menjelaskan motif penindasan dan dikriminasi yang dilakukan rezim Khmer

Merah terhadap umat Islam Kamboja.

2. Menjelaskan kebijakan politik rezim Khmer Merah dan dampaknya terhadap

Muslim Kamboja.

3. Menjelaskan bagaimana respons umat Islam terhadap kebijakan rezim Khmer

Merah.

4. Menjelaskan kondisi Muslim Kamboja pasca rezim Khmer Merah jatuh pada

(27)

E. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Memberikan gambaran mengenai kondisi Muslim Kamboja sebelum, saat, dan

setelah rezim Khmer Merah berkuasa di Kamboja tahun 1975-1979.

2. Menambah khazanah penelitian dan pengkajian Islam di Kamboja setelah

sebelumnya pembahasan ini tidak banyak atau bahkan belum sama sekali

menjadi sorotan, terutama oleh mahasiswa Jurusan Sejarah dan Kebudayaan

Islam Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Padahal estimasi jumlah penduduk Muslim Kamboja tidak dapat dikatakan

kecil dan peranannya cukup signifikan dalam berbagai aspek di Kamboja.

Maka dari itu perlu kiranya membangkitkan gairah pengkajian Islam di

Kamboja lebih jauh, khususnya untuk mahasiswa Jurusan Sejarah dan

Kebudayaan Islam konsentrasi Asia Tenggara.

3. Menjawab permasalahan sejarah yang belum terungkap secara mendetail

dengan menggunakan metode sejarah yang ilmiah. Untuk itu keberlangsungan

penelitian ini juga bermaksud untuk melengkapi beberapa karya pengkajian

Islam di Kamboja. Seperti dalam tulisan P. B. Lafont dan Yekti Maunati yang

belum menjawab lebih mendetail mengenai kebijakan Khmer Merah dan

dampaknya terhadap Muslim Kamboja. Agar kelak penelitian ini dapat

memberikan sumbangan yang berarti terhadap pengkajian Islam di Asia

Tenggara. Khususnya bagi mereka yang menaruh perhatian terhadap

(28)

F. Tinjauan Pustaka

Penulis mencari beberapa literatur terkait kondisi Muslim Kamboja

khususnya saat kancah perpolitikan Kamboja dikuasai oleh Khmer Merah, namun

tidak banyak sumber terutama yang berbahasa Indonesia yang menggambarkan

hal terkait. Walaupun memang ada, literatur tersebut tidak banyak memberikan

informasi mengenai kondisi Muslim Kamboja saat Kamboja dikuasai oleh rezim

Khmer Merah (1975-1979). Sedangkan dalam skripsi-skripsi yang telah ada baik

di Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora maupun Perpustakaan Utama UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta belum ditemukan satupun judul yang membahas

mengenai kondisi Muslim di Kamboja, baik pada masa Khmer Merah

(1975-1979) maupun sebelum dan sesudahnya. Maka dari itu penelitian ini ingin

menyajikan hasil penelitian yang original yang sebelumnya tidak pernah menjadi

pembahasan pokok dalam berbagai literatur maupun skripsi yang telah ada.

Terutama di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Berikut beberapa literatur yang dijadikan tinjauan pustaka:

1. Pemerintahan Khmer Merah di Kamboja dan Kejatuhannya 1975-197925, karya Diana Yulianti dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia. Skripsi

ini membahas mengenai perjalanan politik Khmer Merah yang meliputi

sejarah berdirinya, kiprahnya dalam perpolitikan Kamboja, dan jatuhnya rezim

Khmer Merah. Skripsi ini lebih memfokuskan permasalahan pada narasi

perjalanan politik Khmer Merah saja. Terutama hubungan internasional

dengan beberapa negara lain. Diana memaparkan lebih banyak mengenai

program-program agraria Khmer Merah dan konflik yang terjadi antara

25

(29)

Kamboja dengan Vietnam. Namun permasalahan mengenai kebijakan agama

dan etnis, serta kondisi mereka luput dari kajian Diana.

Perbedaan dengan skripsi penulis adalah, dalam skripsi ini penulis menjadikan

Muslim Kamboja sebagai obyek kajian utama. Penulis mengangkat tema

kondisi Muslim Kamboja pada saat Khmer Merah berkuasa. Terutama

mengenai motif pendiskriminasian Khmer Merah terhadap umat Islam. Dalam

hal ini juga penulis lebih memaksimalkan sumber-sumber yang ditulis oleh

kalangan Muslim. Sehingga penulis menarik kesimpulan, meski berjibaku

pada pembatasan tahun dan pendekatan yang sama, namun obyek kajiannya

sangat berbeda dan permasalahannya berbeda.

2. The Cham Diaspora in Southeast Asia Social Integration and Transnational Networks the Case of Cambodia.26 Editor Yekti Maunati dan Betti Rosita Sari. Buku ini mengkaji lebih jauh mengenai bagaimana proses terintegrasinya

Muslim Cham dengan masyarakat pribumi Kamboja. Pembahasannya diawali

dengan proses diasporanya etnis Cham di Kamboja. Setelah itu dalam buku ini

Yekti sedikit memaparkan kondisi umum Muslim Kamboja di beberapa rezim

yang berkuasa. Hemat penulis buku ini lebih mengedepankan mengenai

pola-pola kehidupan masyarakat Cham pada masa kekinian. Baik meliputi

keagamaan, sosial-kemasyarakatan, maupun perekonomian. Hal ini sangat

berbeda jauh dengan kajian dalam skripsi ini, baik dalam hal waktu maupun

pendekatan. Dalam buku ini Yekti menggunakan pendekatan

multidimensional, dengan mengkaji berbagai aspek. Berbeda dengan skripsi

ini, dalam skripsi ini penulis hanya memfokuskan kajian pada permasalahan

26

(30)

perpolitikan dan sosial saja, yang meliputi kebijakan-kebijakan politik Khmer

Merah terhadap etnis minoritas di mana etnis Cham dan Melayu yang

beragama Islam termasuk di dalamnya. Selain itu batas waktu yang digunakan

dalam buku ini juga tidak dijelaskan secara spesifik. Berbeda dengan skripsi

penulis yang menekankan pada model diakronis27 yang menggunakan batas

waktu dan lebih menekankan pada proses.

3. The Forgoten Muslim of Kampuchea and Vietnam,28 karya Seddik Taouti, dalam Reading on Islam in Southeast Asia. Buku ini merupakan hasil pengalaman perjalanan Seddik Taouti di Kamboja pasca Kamboja dikuasai

oleh rezim Khmer Merah. Buku ini cukup membantu memberikan

gambaran-gambaran mengenai kondisi umat Islam Kamboja pasca Khmer Merah

berkuasa. Buku ini lebih menekankan pada kondisi Muslim dan

pembangunan-pembangunan umat Islam di berbagai sektor pasca rezim

Khmer Merah berkuasa. Buku ini banyak memperoleh data melalui

wawancara dengan tokoh Muslim Kamboja seperti Mohammad Aly, Dr.

Abdoul Koyoum, dan Mr. Attman Ibrahim. Namun seperti pada beberapa

literatur lainnya, buku ini lebih menekankan pada gambaran mengenai

keadaan umat Islam pasca Khmer Merah. Namun buku ini mengabaikan

mengenai kebijakan rezim Khmer Merah serta implikasinya. Mengenai

respons masyarakat Muslim yang menjadi obyek penindasan juga luput dari

pemaparan buku ini. Beberapa kekosongan dalam buku inilah yang akan

27

Model diakronis merupakan ciri yang membedakan antara kajian sejarah dengan ilmu-ilmu sosial seperti sosiologi, ekonomi, antropologi, dan sebagainya. Unsur diakronis lebih menekankan pada proses atau memanjang dalam waktu. Sedangkan Singkronis yang menjadi model pengkajian ilmu sosial lebih menekankan pada struktur atau meluas dalam ruang. Lihat: Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah, (Jogjakarta: Tiara Wacana, 2013), hlm. 44-45.

28

(31)

penulis lengkapi dalam kajian skripsi ini, baik meliputi kebijakan yang

ditujukan kepada etnis minoritas, maupun respons dari kebijakan yang

diterapkan oleh pemerintah Khmer Merah. Perbedaan yang mencolok dari

buku-buku di atas dengan kajian skripsi penulis adalah, bahwa dalam skripsi

ini (meskipun penulis juga menyertakan kondisi Muslim Kamboja sebelum

Khmer Merah berkuasa) lebih berfokus pada penjelasan mengenai kondisi

Muslim Kamboja saat Khmer Merah berkuasa. Penulis lebih jauh akan

menelisik mengenai kebijakan-kebijakan yang diterapkan oleh Khmer merah

terutama kebijakan politik yang berkaitan dengan etnis minoritas dan agama.

G. Kerangka Teori

Menurut Miriam Budiardjo, untuk mencapai komunisme, kekerasan

dipandang sebagai alat sah yang harus dipakai.29 Kekerasan ini dipakai untuk

menghancurkan lawan politik dan bagi mereka yang menentang atau dianggap

sebagai musuh. Begitupun dengan rezim komunis Khmer Merah yang cenderung

memaksakan gagasan revolusionernya dengan melakukan perubahan secara

fundamental. Kerap kali kekerasan digunakan sebagai alat penindasan dan

kebijakan dijadikan alat diskriminasi. Tak jarang umat Islam yang merupakan

agama minoritas menjadi sasaran.

Maka dari itu berdasarkan uraian fakta di atas, studi ini ingin menguji teori

gerakan sosial dengan pendekatan konflik yang dikemukakan oleh Rafael Raga

Maran. Rafael mengatakan bahwa masalah sosial dan masalah ekonomi adalah

29

(32)

yang menyebabkan munculnya gerakan sosial menentang pemerintah.30 Masalah

sosial yang terjadi adalah penindasan, pendiskriminasian, dan pembantaian massal

yang dilakukan rezim Khmer Merah melalui kebijakannya. Sedangkan masalah

ekonomi yang terjadi dalam konteks kajian penulis adalah, kegagalan rezim

Khmer Merah dalam memodernisasi bidang pertanian. Produksi beras yang

ditargetkan sebanyak 3 ton per hektar gagal diwujudkan. Hal ini berimbas pada

kurangnya pasokan beras untuk rakyat yang menyebabkan banyak rakyat yang

mati kelaparan.

Kebijakan Khmer Merah yang tertuang dalam Five Point Plans 1975 dan Konstitusi Khmer Merah sangat menyudutkan umat Islam Kamboja. Hal ini

menyebabkan munculnya berbagai permasalahan sosial yang terjadi pada umat

Islam, di antaranya, umat Islam mengalami pendiskriminasian etnis, penindasan,

bahkan sampai dengan pembunuhan massal. Bila mengacu kepada teori gerakan

sosial dengan pendekatan konflik yang dikemukakan Rafael, umat Islam yang

mengalami permasalahan sosial tersebut akan bergerak menentang pemerintah.

Selain itu umat Islam dan seluruh masyarakat Kamboja juga mengalami

permasalahan ekonomi berupa kekurangan pangan. Permasalahan ekonomi

tersebut juga dimungkinkan dapat menjadi pemicu munculnya gerakan sosial.

Namun untuk mendukung atau menolak teori tersebut penulis akan melakukan

analisa lebih mendalam dengan menggunakan pendekatan politik dan sosial.

Konsep31 Muslim Kamboja yang dimaksud dalam skripsi ini merujuk pada

etnis Cham dan Melayu yang beragama Islam. Sebagian besar dari mereka

30

Rafael Raga Maran, Pengantar Sosiologi Politik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2013), hlm. 78.

31

(33)

terkonsentrasi di beberapa wilayah seperti, di Kampong Cham, Kampong

Chnnang, Battambang, Phnom Penh, dan beberapa tempat lainnya. Sebutan

Muslim Kamboja penulis khususkan kepada etnis Cham dan Melayu dikarenakan

sejauh ini penulis belum menemukan data mengenai etnis lain terutama etnis

Khmer yang merupakan pribumi yang memeluk agama Islam. Konsep Muslim

Kamboja yang penulis gunakan juga selaras dengan julukan Khmer Islam atau

Khmer Muslim yang diberikan Sihanouk untuk mengganti identitas etnis Cham

dan Melayu yang beragama Islam.

H. Metode Penelitian

Penelitian ini bersifat analitical history,32 sehingga metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode yang biasa digunakan dalam

penelitian sejarah pada umumnya, yakni, heuristik atau pengumpulan data, kritik

sumber baik intern maupun ekstern, interpretasi atau penafsiran, dan yang terakhir

adalah tahap historiografi atau penulisan sejarah.33

Dalam proses heuristik penulis menggunakan metode kepustakaan atau

library research. Penulis menghimpun sumber-sumber tertulis baik yang bersifat primer maupun sekunder. Untuk sumber primer, penulis menggunakan dokumen

berupa undang-undang Khmer Merah atau Demokratic Kampuchea Constitution

1976. Selain itu penulis juga memanfaatkan sumber primer berupa bulletin yang

dikeluarkan oleh rezim Khmer Merah yang berjudul Demokratic Kampuchea a

muslimin, muslimat, kristiani, reformis dan sebagainya. Selengkapnya lihat: Dudung Abdurrahman, Metodologi Penelitian Sejarah, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), hlm. 35-37.

32

Analitical History merupakan jenis penelitian sejarah yang memanfaatkan teori dan metodologi. Lihat: M. Dien Madjid dan Johan Wahyudi, Ilmu Sejarah Sebuah Pengantar, (Jakarta: Kencana, 2014), hlm. 218.

33

(34)

Workers’ Peasants’ State in South-East Asia.34 Selain sumber primer berupa

dokumen, penulis juga memanfaatkan sumber primer berupa foto-foto.

Sumber-sumber tersebut, baik Sumber-sumber primer berupa dokumen, bulletin, maupun foto,

kesemuanya penulis dapatkan dari situs resmi Document Center of Cambodia.35

Untuk sumber sekunder penulis menggunakan surat kabar terbitan tahun

1975-1979 yang penulis dapatkan di Perpustakaan Nasional. Surat kabar yang

penulis himpun di antaranya, surat kabar Warta Berita Antara, Kompas, dan Merdeka. Di antara surat kabar tersebut penulis lebih banyak menggunakan Warta Berita Antara. Dikarenakan Warta Berita Antara memiliki bagian khusus kilas internasional yang selalu menginformasikan berita-berita internasional secara

aktual. Selain itu, hal tersebut lebih memudahkan penulis dalam proses pencarian.

Selain itu, penulis juga menggunakan sumber sekunder berupa jurnal

bulanan Asian Survey yang terbit pada tahun 1979 yang penulis temukan di Perpustakaan Universitas Indonesia. Selebihnya data-data sekunder yang penulis

gunakan berupa buku, artikel, majalah, dan tesis yang penulis temukan di

Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora, Perpustakaan Utama UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Universitas Indonesia, Perpustakaan Nasional,

dan situs internet.

34 Demokratic Kampuchea a Workers’ Peasants’ State in South

-East Asia, (Berlin:

Embassy of Demokratic Kampuchea, 1977). Tersedia di:

http://www.d.dcCham.org/Archives/Documents/pdf/Bulletin_of_the_Embassy_of_Democratic_Ka mpuchea_in_Berlin_GDR_March_1977.pdf (akses: 24/04/2015)

35

(35)

Tahap berikutnya ialah kritik sumber atau verifikasi. Dalam proses ini,

penulis melakukan uji keaslian sumber atau otentifikasi melalui kritik ekstern.

Selain itu penulis juga melakukan uji kelayakan sumber atau kredibilitas, yang

penulis telusuri melalui kritik intern. Dalam kritik ekstern penulis mengkritisi

secara fisik mengenai sumber-sumber primer yang penulis dapatkan melalu situs

resmi Document Center of Cambodia. Dokumen-dokumen yang penulis temukan

dalam situs Document Center of Cambodia beberapa sudah ada yang dicetak

ulang dalam bahasa Khmer dan Inggris. Sehingga secara fisik dokumen tersebut

tidak dapat dikatakan otentik karena sudah tidak dalam bentuk aslinya, namun

hemat penulis sumber tersebut tetap memuat unsur-unsur primer.36 Sumber primer

berupa buletin dan foto yang penulis temukan masih dalam bentuk asli yang

dipublikasikan dalam bentuk mikrofilm. Sehingga secara ekstern bulletin dan foto

tersebut dapat dikatakan otentik dan memuat unsur-unsur primer.

Setelah itu penulis juga menguji kredibilitas sumber dengan menggunakan

kritik intern. Dalam kritik inten penulis membandingkan sumber-sumber yang

penulis dapatkan. Penulis membandingkan Konstitusi Khmer Merah yang

diterbitkan oleh Document Center of Cambodia dengan yang diterbitkan oleh

pihak lain. Hal ini dilakukan mengingat dokumen tersebut telah dicetak ulang,

sehingga perlu rasanya penulis menaruh kecurigaan terhadap kredibilitas sumber

tersebut. Penulis menghimpun beberapa Konstitusi Khmer Merah dalam beberapa

versi, di antaranya versi Document Center of Cambodia, versi Franҫois Ponchaud,

dalam bukunya Cambodia Year Zero37, dan versi yang dipublikasikan oleh

36

Lebih jauh mengenai unsur-unsur primer lihat: Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah. (Jakarta: UI Press, 2008), hlm. 45.

37

(36)

Kedutaan Besar Khmer Merah di Berlin tahun 1977.38 Dari ketiga versi tersebut

penulis tidak menemukan perbedaan berarti kecuali dalam segi fisik dan tata

bahasa saja, sehingga penulis menyimpulkan bahwa sumber tersebut kredibel

dalam menyajikan unsur-unsur primer.

Sedangkan kritik internal yang penulis lakukan pada sumber skunder

hanya ditemukan perbedaan-perbedaan mengenai waktu sebuah peristiwa terjadi,

seperti perbedaan mengenai tahun kedatangan umat Islam. Selain itu juga terdapat

perbedaan mengenai estimasi jumlah umat Islam Kamboja sebelum rezim Khmer

Merah berkuasa. Seperti Ysa Osman mengatakan bahwa jumlahnya 700.000 jiwa,

sedangkan Seddik Taouti mengatakan 800.000 jiwa. Sedangkan Ramlan Surbakti

dan Michael Vickery mengatakan jumlahnya tidak lebih dari 200.000 jiwa.

Tahap selanjutnya yakni penulis melakukan interpretasi atau penafsiran

terhadap sumber-sumber yang telah penulis himpun untuk memperoleh

fakta-fakta terkait permasalahan yang menjadi fokus kajian penulis. Dalam tahap ini

penulis menggunakan metode analisis dan sintesis. Dalam proses analisis atau

penguraian, penulis memperoleh beberapa fakta dari sumber-sumber yang telah

penulis baca baik sumber primer maupun sekunder, seperti pada masa rezim

Khmer Merah banyak masjid yang diberangus dan dialihfungsikan, banyak

perburuan dan pembunuhan para ulama dan intelektual Muslim, selain itu telah

terjadi penurunan jumlah populasi Muslim Kamboja secara drastis, yang

disebabkan karena genosida atau pembunuhan massal, dan yang terakhir terdapat

pemberontakan-pemberontakan oleh umat Islam terhadap rezim Khmer Merah.

Kesemua fakta tersebut merupakan buah dari kebijakan rezim Khmer Merah yang

38 Demokratic Kampuchea a Workers’ Peasants’ State in South

(37)

menyudutkan keberadaan umat Islam Kamboja. Dari beberapa fakta hasil analisis

tersebut maka sintesisnya adalah, bahwa telah terjadi pendiskriminasian terhadap

etnis dan agama minoritas oleh rezim Khmer Merah, di mana umat Islam

termasuk di dalamnya.

Tahap terakhir yakni historiografi, dalam tahap ini penulis menguraikan

fakta-fakta yang sudah didapat ke dalam penulisan sejarah, dan kemudian menarik

kesimpulan yang merupakan jawaban dari permasalahan pokok yang menjadi

kajian utama dalam penelitian ini.

I. Sistematika Penulisan

Secara Keseluruhan skripsi ini terbagi menjadi lima bab, adapun susunan

skripsi ini adalah sebagai berikut:

Bab I Berisikan Pendahuluan yang terdiri atas penjabaran singkat permasalahan yang menjadi fokus kajian, identifikasi masalah,

batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,

metodologi penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori, serta

sistematika penulisan.

Bab II Membahas mengenai kondisi Muslim Kamboja sebelum rezim Khmer Merah berkuasa pada tahun 1975-1979. Yang meliputi

gambaran geografi serta struktur masyarakat Kamboja, mengenal

Muslim Kamboja, dan kondisi Muslim di bawah dua rezim yang

berdaulat sebelum Khmer Merah, yakni rezim Norodom Sihanouk,

dan Lon-Nol.

(38)

berkuasa pada tahun 1975-1979, motif yang melatarbelakangi

penindasan umat Islam, kebijakan-kebijakan rezim Khmer Merah

terhadap Muslim Kamboja serta respons Muslim Kamboja

terhadap kebijakan yang diterapkan oleh rezim Khmer Merah.

Bab IV Membahas mengenai kondisi Muslim Kamboja ketika rezim Khmer Merah jatuh dalam kancah perpolitikan Kamboja tahun

1979. Yang meliputi faktor intern dan ekstern penyebab kejatuhan

rezim Khmer Merah dari kancah kekuasaan di Kamboja, kondisi

Muslim Kamboja di bawah rezim Hun Sen dari People Republic of

Kampuchea, dan kebangkitan Islam di Kamboja yang menyinggung beberapa aspek seperti perekonomian, sosial

keagamaan, dan hubungan dengan negara-negara Muslim lain di

Asia Tenggara dan Timur Tengah.

Bab V Berisi penutup yang terdiri atas kesimpulan yang merupakan jawaban dari permasalahan yang menjadi motif awal pengkajian

penelitian ini, dan saran-saran yang menjadi masukan-masukan

(39)

BABII

MUSLIM KAMBOJA SEBELUM REZIM KHMER MERAH BERKUASA

A. Geografi dan Struktur Masyarakat Kamboja

Kamboja atau Kampuchea merupakan wilayah yang terletak di

Semenanjung barat daya Indocina.1 Negara yang beribukota Phnom Penh ini

sempat masuk ke dalam negara yang diproteksi oleh Prancis bersama Laos dan

Vietnam. Kamboja berbatasan langsung dengan Laos di sebelah utara, Vietnam di

timur dan selatan, serta Thailand di barat dan utara. Luas negara ini sekitar

181.035 km persegi.2 Jumlah penduduk Kamboja berkisar 7 juta jiwa pada survei

sebelum tahun 1975.3

Kamboja merupakan wilayah yang terdiri atas sebagian besar daratan.

Garis pantainya hanya berkisar 560 km. Dilengkapi dengan keberadaan sungai

Mekong yang membentang sepanjang 540 km di dalam negara ini, menjadikan

wilayah Kamboja sebagai wilayah pertanian yang subur. Ditambah lagi dengan

jumlah anak sungai yang sangat melimpah dan danau Tonle Sap yang

membentang luas, membuat wilayah Kamboja seakan tidak pernah defisit air.

Kamboja memiliki iklim Muson tropis dengan suhu antara 21-35 derajat celcius.

Curah hujan yang mencapai 5000 milimeter pertahun membuat empat perlima

wilayah Kamboja terdiri atas hutan tropis.

1

Indocina merupakan wilayah yang pernah masuk kedalam protektorat Prancis yang meliputi Kamboja, Vietnam, dan Laos. Istilah Indocina diambil karena adanya perpaduan pengaruh kebudayaan India dan China di wilayah tersebut. Lihat: Ensiklopedia Nasional Indonesia Jilid 7, (Jakarta: PT Cipta Adi Pustaka, 1989). hlm. 71.

2

Lebih lanjut mengenai data geografis dan demografi Kamboja lihat : Rahmat Bratamidjaja dkk. Ensiklopedia Indonesia Seri Geografi, (Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve,1990), hlm. 125-130

3

Michael Vickery, Kampuchea Politic, Economics, and Society, (London: Frances Pinter Publisher, 1986), hlm. 3.

(40)

Perekonomian Kamboja bergantung pada sektor pertanian. Sektor

pertanian menyerap sekitar tiga perempat dari tenaga kerja Kamboja.4 Beras

masih menjadi komoditas utama pertanian negeri ini. Selain beras, karet

menempati posisi kedua sebagai fokus utama bidang perkebunan. Wilayah

Kamboja yang terdapat banyak anak sungai menjadikan sebagian penduduknya

juga berkecimpung pada sektor perikanan.

Kamboja sebenarnya merupakan salah satu negara yang terbilang

homogen. Karena sekitar 90 persen penduduknya etnis Khmer.5 Etnis Khmer

tercatat telah mendatangi Kamboja sejak abad ke-2 Masehi. Selain Khmer

terdapat pula beberapa etnis minoritas seperti Cham-Melayu, Vietnam, Lao, Thai,

dan China. Etnis Cham-Melayu menduduki peringkat pertama minoritas

terbanyak di Kamboja dengan populasi sekitar 700.000 jiwa pada survei sebelum

tahun 1975.6 Kemudian sisanya adalah etnis lain seperti Vietnam, Lao, Thai, dan

China.

Agama Budha menjadi agama yang dipeluk mayoritas penduduk

Kamboja. Jumlah pemeluknya sekitar 96 persen dari total keseluruhan masyarakat

Kamboja. Setelah itu disusul dengan pemeluk agama Islam yang berjumlah

sekitar 2,1 persen. Sisanya adalah pemeluk agama Kristen dan animisme. Hal

yang cukup menarik dari keberadaan agama-agama minoritas ini adalah, harmoni

yang tercipta antar pemeluk agama di Kamboja. Meski agama Budha menjadi

agama mayoritas namun jarang sekali ditemukan sikap superioritas dalam bentuk

diskriminasi terhadap agama minoritas. Berbeda dengan kasus di beberapa negara

4

Ibid., hlm. 97. 5

The People of Cambodia, (Cambodia Research Network, 2007), hlm. 30. 6

(41)

lain di wilayah Asia Tenggara, seperti Thailand, Filipina, dan Myanmar yang

sangat sensitif dengan isu konflik baik yang berlatar belakang agama maupun ras.

Di Kamboja toleransi umat beragama sangat dijunjung tinggi. Hal tersebut terjadi

disetiap rezim, baik pada masa kerajaan maupun pasca kemerdekaan Kamboja.

Pada masa rezim Khmer Merahpun sebenarnya tidak terjadi konflik horizontal,

yang terjadi adalah konflik vertikal antara umat Islam dan pemerintah Khmer

Merah. Harmoni yang tercipta sangat dimungkinkan terjadi karena mulai

terintegrasikan dengan baik antara umat Islam dengan masyarakat pribumi

Kamboja. Terutama pasca penerapan nasionalisasi Khmer yang dilakukan

Sihanouk.

B. Mengenal Muslim Kamboja

Nampaknya Islamisasi di Kamboja berjalan mandek sampai pada masa

Sihanouk berkuasa (1953), dikarenakan jarang sekali ditemukan pribumi Kamboja

dalam hal ini etnis Khmer yang memeluk Islam. Kebanyakan dari masyarakat

pribumi tetap bertahan pada ajaran agama Budha. Pendapat penulis dikuatkan

dengan beberapa literatur yang telah penulis temukan. Kebanyakan literatur

tersebut kerap kali mengaitkan Islam di Kamboja dengan etnis Cham dan Melayu.

Sehingga penulis berkesimpulan bahwa Islam eksklusif dipeluk oleh etnis Cham

dan Melayu. Berbicara Islam di Kamboja berarti berbicara mengenai etnis Cham

dan Melayu, begitupun sebaliknya. Hal ini berlaku sebelum Khmer Merah

berkuasa. Namun tidak berlaku pada masa kekinian, melihat Islam pada akhir

abad ke-20 juga dipeluk oleh etnis-etnis lain di Kamboja walaupun jumlahnya

(42)

Antara Muslim Cham dan Melayu sebenarnya terdapat perbedaan dalam

proses kedatangannya, baik dalam waktu maupun motif. Muslim Cham yang

datang ke Kamboja merupakan Muslim Cham yang berasal dari Kerajaan Champa

yang berada di pesisir Vietnam Selatan.7 Beberapa literatur sepakat bahwa

kehadiran mereka bermula pada tahun 1471 M ketika ibukota mereka di Vijaya

jatuh akibat serangan dari Kerajaan Viet Utara.8 Kejatuhan ibukota mereka

memaksa orang-orang Cham melarikan diri ke berbagai wilayah di Asia

Tenggara, seperti Malaysia, Sumatera, Borneo, Thailand Selatan, dan Kamboja,

bahkan ke Jawa. Etnis Cham sendiri pernah memiliki hubungan baik dengan

Kerajaan Majapahit di Jawa.9 Biasanya wilayah yang menjadi target pelariannya

adalah wilayah yang pernah menjalin hubungan dengan Kerajaan Champa

sebelum keruntuhannya.

Etnis Cham memang terkenal dengan tipikal yang kosmopolit. Ditambah

dengan sistem pelayaran yang cukup maju pada masanya, sangat memungkinkan

bagi mereka untuk melakukan kontak dengan wilayah-wilayah lain terutama

dengan wilayah yang menjadi basis etnis Melayu.10 Kebanyakan mereka yang

mengalami penindasan oleh orang-orang Viet adalah Cham Muslim. Hal ini

dimaksudkan karena Islam dianggap sebagai agama yang dapat menggangu

7

Kerajaan Champa merupakan kerajaan bercorak Hindu yang terletak di pesisir Vietnam Selatan. Kemunculan kerajaan ini diperkirakan telah ada sejak abad ke-2 dikenal dengan nama Lin Yi. Lebih lengkap mengenai Kerajaan Champa sejak awal berdirinya sampai dengan kejatuhannya lihat, George Coedes, Sejarah Champa dari Awal Sampai Tahun 1471, dalam Kerajaan Champa, (Jakarta: Balai Pustaka, 1981), hlm. 31-70. Lihat pula: George Coedes, Sejarah Asia Tenggara Masa Hindu Budha, (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2010).

8

Saifullah, Sejarah Kebudayaan Islam di Asia Tenggara, (Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 223.

9

Dikabarkan bahwa raja Brawijaya pernah memperistri seorang putri dari Kerajaan Champa yang telah memeluk Islam. Lebih lanjut mengenai hubungan Champa dan Jawa lihat: Po Dharma, Kepulauan Indonesia dan Champa. Dalam Panggung Sejarah, Henry Chambert-Loir dan Hasan Mua’rif Ambary (ed). (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2011), hlm. 163-169.

10

(43)

keberlangsungan kekuasaan orang-orang Viet di Champa. Mengingat orang-orang

Cham Muslim masih tinggal di beberapa tempat eksklusif terutama di wilayah

Tanjung Varella yang memungkinkan mereka untuk melakukan pemberontakan.

Meskipun hemat penulis hal tersebut sangat sulit dilakukan mengingat sudah

melemahnya etnis Cham akibat aneksasi pasukan Viet dan banyak dari mereka

yang sudah meninggalkan Vietnam sejak Vijaya direbut oleh Viet.

Sebenarnya literatur yang menegaskan mengenai Islamnya orang Champa

masih sangat sedikit. Bahkan George Coedes dengan maha karyanya yang

berjudul Asia Tenggara masa Hindu Budha, tidak menjelaskan mengenai Islamnya orang-orang Champa.11 Begitupun dalam artikel yang ia tulis dalam

Buku yang berjudul Kerajaan Champa yang diterbitkan oleh Balai Pustaka. Dalam artikelnya yang berjudul Sejarah Champa dari awal Sampai Tahun 1471 ia tidak menyinggung mengenai Islamnya masyarakat kerajaan Champa.12 Namun

Ahmad Dahlan dalam karyanya yang berjudul Sejarah Melayu, mengatakan bahwa Champa telah Islam sejak abad ke-10 Masehi. Menurut Dahlan, para

pedagang Arablah yang memiliki andil dalam Islamnya masyarakat Champa.13

Namun sayangnya pendapat Dahlan ini tidak disertakan dengan bukti yang cukup

kuat. Berbeda dengan Anthony Cabaton yang mengatakan bahwa Islam telah

dikenal penduduk Champa sejak abad ke-11 Masehi dibawa oleh orang-orang

Arab dan Persia, kemudian dikembangkan oleh orang-orang Melayu pada abad

11

Lebih lanjut lihat: George Coedes, Asia Tenggara Masa Hindu Budha, (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2010), hlm. 264-265.

12

George Coedes, Sejarah Champa dari Awal Sampai Tahun 1471, dalam Kerajaan Champa, Echole D’Extreme-Orient, (Jakarta: Balai Pustaka, 1981), hlm. 31-70.

13

(44)

ke-14.14 Permasalahan ini nampaknya butuh dikaji lebih jauh dalam pembahasan

lain.

Kita tinggalkan mengenai Islamnya orang-orang Champa di Vietnam yang

pada kemudian hari menjadi agen pembawa agama Islam di Kamboja. Sejak

kejatuhannya pada tahun 1471 M secara bertahap sampai dengan tahun 1832

masyarakat Cham mulai meninggalkan tanah air mereka.15 Terdapat pula sebagian

kecil Muslim Cham yang tetap bertahan di sana yang pada kemudian hari dikenal

dengan Cham Bani. Namun sebagian besar terdiasporakan ke berbagai wilayah,

salah satunya adalah Kamboja. Menurut P.B. Lafont hampir seluruhnya etnis

Cham yang terdiasporakan ke Kamboja beragama Islam.16

Sebenarnya telah lama Kerajaan Champa kuno dengan Kerajaan Angkor

menjalin hubungan, baik dalam hal perekonomian maupun politik. Maka dari itu

ketika kejatuhan ibukota Champa di Vijaya, orang-orang Cham memilih Kamboja

sebagai destinasi pelarian mereka. Keberadaan sungai Mekong dan anak

sungainya yang membentang dari perbatasan Kamboja dan Vietnam juga menjadi

akses yang mudah bagi pelarian orang-orang Cham Muslim menuju Kamboja. Hal

ini dibuktikan dengan banyak ditemukannya orang-orang Muslim yang bertempat

tinggal di sepanjang sungai Mekong pada masa sekarang.

Kedatangan orang-orang Cham ke Kamboja disambut baik oleh raja

Jayajettha III (1677-1705) yang menjadi raja yang berdaulat di Kamboja kala

14

Anthony Cabaton, Orang Cam Islam di Indocina Prancis, dalam Kerajaan Champa, Echole D’Extreme-Orient, (Jakarta: Balai Pustaka, 1981), hlm. 223.

15

Po Dharma, Kepulauan Indonesia dan Champa, dalam Panggung Sejarah, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011), hlm. 164.

16

(45)

itu.17 Orang-orang Cham yang datang kala itu ditempatkan di beberapa tempat

seperti di Kampong Chnang, Kampong Cham, Battambang, Kompot, dan

beberapa wilayah lainnya.18 Dalam perjalanannya orang-orang Cham dapat hidup

berbaur dengan orang Khmer yang menjadi pribumi Kamboja. Orang-orang Cham

juga mengabdi dengan baik dengan raja Khmer kala itu. Bahkan beberapa dari

mereka diangkat menjadi pegawai kerajaan.19 Pada Abad ke-17 sebenarnya

terdapat raja Khmer yang telah memeluk Islam, yakni raja Ramadhipati

(1642-1658) yang kelak berganti nama menjadi Ibrahim.20 Namun keislaman raja ini

tidak seraya diikuti oleh rakyatnya. Selepas raja tersebut mangkat, agama Budha

tetap mendominasi di Kamboja. Gagalnya Islamisasi pada tingkat elite, menurut

penulis yang menjadi salah satu faktor mandeknya Islamisasi di Kamboja.

Selain etnis Cham yang berjasa dalam membawa Islam ke Kamboja, etnis

Melayu juga memiliki peran yang cukup signifikan. Namun perannya sedikit

sekali disinggung dalam beberapa literatur yang penulis temukan. Atau bahkan

keberadaan mereka disamakan dengan Muslim Cham. Jika motif kedatangan

Muslim Cham ke Kamboja adalah sebagai pelarian dari kejaran orang-orang Viet,

berbeda dengan kedatangan orang Melayu yang memiliki motif perdagangan.

Diperkirakan orang-orang Melayu telah menjalin hubungan dagang

dengan masyarakat Khmer sejak abad ke-7. Namun, menurut penulis orang-orang

Melayu yang datang ke Kamboja pada abad ke-7 belum memeluk agama Islam.

Karena proses Islamisasi di tanah Melayu saja baru santer setelah abad ke 7. Para

(46)

pedagang Melayu yang datang ke Kamboja adalah keturunan mubaligh Islam

yang memiliki misi berdagang dan berdakwah.

Orang Melayu di Kamboja juga dibagi menjadi beberapa golongan.

Namun pembagian golongan ini tidak menjadi perbedaan bagi mereka. Karena

perbedaan golongan tersebut hanya sebatas identitas dari mana mereka datang.

Sedikitnya terdapat tiga golongan Muslim Melayu yang berada di Kamboja, di

antaranya, Jva Krapi, Jva Iyava, dan Jva Melayu.21 Jva Krapi merupakan orang-orang Melayu yang datang dari wilayah Sumatera terutama wilayah Minangkabau

dan Aceh. Jva Iyava merupakan orang Melayu yang datang dari wilayah pulau

Jawa. Sedangkan Jva Melayu merupakan orang-orang Melayu yang datang dari

wilayah Semenanjung Melayu, seperti Thailand Selatan, Singapura, dan Malaysia.

Jumlah Muslim Melayu yang datang di Kamboja memang tidak

sesignifikan Muslim Cham. Antara etnis Cham dan Melayu keduanya memiliki

ikatan yang cukup baik. Sejatinya memang sejak abad ke-15 antara kerajaan

Champa dan orang-orang Muslim Melayu telah memiliki hubungan yang baik,

terutama dalam hal perdagangan.22 Sehingga tidak aneh jika hal ini berimplikasi

pada hubungan kedua etnis tersebut ketika bertemu di Kamboja.

Di Kamboja, Cham dan Melayu membentuk semacam asimilasi etnis yang

bernama Cham-Chvea atau Cham-Jva.23 Asimilasi etnis Cham dan Melayu dilakukan melalui jalur perkawinan. Muslim Melayu sangat berjasa dalam

membentuk identitas Muslim Cham dengan memperkenalkan mazhab Syafi’i.

21

Omar Farouk dan Hiroyuki Yamamoto (ed), Islam at the Margins: The Muslim of Indocina, (Kyoto University: Center of Integrated Area Studies, 2008), hlm. 72.

22

Anthony Reid., Sejarah Modern Awal Asia Tenggara, (Jakarta: LP3ES, 2004), hlm. 63.

23

Gambar

gambaran geografi serta struktur masyarakat Kamboja, mengenal

Referensi

Dokumen terkait

Gangguan rasa nyaman: Nyeri yang berhubungan dengan potensial kerusakan  jaringan jalan lahir ditandai dengan : DO: klien memasuki kala II DS : klien tampak  mengerang kesakitan

Hal ini disebabkan karena dengan pemberian biourin sapi dan pupuk N, P dan K dapat meningkatkan ketersediaan sejumlah unsur hara, karena didalam biourin sapi

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh kondisi analisis optimum asam laurat, asam oleat, dan asam palmitat agar diperoleh metode yang valid yang selanjutnya digunakan

IMPLEMENTASI KETAHANAN NASIONAL DALAM KEHIDUPAN BERMASAYARAKAT, BERBANGSA DAN BERNEGARA Pendahuluan Negara dipandang sebagai organisme hidup yang dapat berkembang dan juga bisa

ga, walaupun disebut “makam tangga seribu”. Tentu tidak mudah bagi seseorang ke sana ka- lau belum terbiasa berjalan kaki jauh dan men- daki gunung. Sering pengunjung hanya mam-

Seorang ibu dengan bayi pertamanya mungkin akan mengalami berbagai masalah, hanya karena tidak mengetahui cara-cara yang sebenarnya sangat sederhana, seperti cara menaruh

Pada bulan Maret 2007, sebagian besar (63,52 persen) penduduk miskin berada di daerah perdesaan, sementara pada bulan Maret 2008 persentase ini hampir sama yaitu 63,47

*)prodi: Silakan dikoordinasikan dengan dosen pembimbing. Rini Agustina, S.Kom., M.Pd. Gaguk Susanto, S.Kom., M.Cs.. Judul diganti dengan metode profil matching. - Jurnal