• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan Produksi Benih Botani Bawang Merah (Allium Cepa Var. Ascalonicum) Di Dataran Rendah Melalui Aplikasi Bap, Introduksi Apis Cerana, Dan Pemupukan P Serta K.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peningkatan Produksi Benih Botani Bawang Merah (Allium Cepa Var. Ascalonicum) Di Dataran Rendah Melalui Aplikasi Bap, Introduksi Apis Cerana, Dan Pemupukan P Serta K."

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN PRODUKSI BENIH BOTANI BAWANG

MERAH (Allium cepa

var.

ascalonicum) DI DATARAN RENDAH

MELALUI APLIKASI BAP, INTRODUKSI

Apis cerana, DAN

PEMUPUKAN P DAN K

LELI KURNIASARI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Peningkatan Produksi Benih Botani Bawang Merah (Allium cepa var. ascalonicum) di Dataran Rendah Melalui Aplikasi BAP, Introduksi Apis cerana, dan Pemupukan P serta K”adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, November 2015

(4)
(5)

RINGKASAN

LELI KURNIASARI. Peningkatan Produksi Benih Botani Bawang Merah (Allium

cepavar.ascalonicum) di Dataran Rendah Melalui Aplikasi BAP, Introduksi Apis

cerana, dan Pemupukan P serta K. Dibimbing oleh ENDAH RETNO PALUPI dan YUSDAR HILMAN.

Produksi benih botani bawang merah (True Shallot Seed/TSS) dapat dilakukan dengan meningkatkan pembungaan dan penyerbukan yang intensif. Peningkatan pembungaan dapat dilakukan melalui aplikasi BAP, sementara introduksi Apis cerana dilakukan untuk meningkatkan penyerbukan. Aplikasi pupuk P dan K dapat meningkatkan mutu benih yang dihasilkan. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pembungaan, pembentukan kapsul, serta mutu TSS di dataran rendah Subang (100 m dpl) dan telah dilaksanakan pada bulan Mei 2014 sampai dengan Januari 2015.

Penelitian terdiri atas tiga tahap percobaan. Percobaan pertama disusun dalam rancangan petak terbagi dengan rancangan lingkungan rancangan acak kelompok (RAK) dengan empat ulangan. Petak utama adalah waktu aplikasi BAP yang terdiri atas dua taraf yaitu pada 1, 3 ,5 minggu setelah tanam (MST) dan 2, 4, 6 MST. Anak petak adalah konsentrasi BAP yang terdiri atas enam taraf yaitu 0, 50, 100, 150, 200, 250 ppm. Percobaan kedua dilakukan terhadap dua populasi tanaman yaitu tanaman tanpa introduksi dan dengan introduksi Apis cerana. Percobaan ketiga disusun dalam rancangan acak kelompok faktorial dengan empat ulangan. Faktor pertama adalah dosis P2O5sebesar (0, 100, 200, 300, 400 kg ha-1)

dan faktor kedua adalah dosis K2O5(0, 50, 100, 150, 200 kg ha-1).

Hasil percobaan pertama menunjukkan bahwa pemberian BAP 50 ppm mampu meningkatkan persentase tanaman berbunga, jumlah umbel per tanaman, dan daya berkecambah benih. Waktu aplikasi BAP pada 2, 4, 6 MST mampu meningkatkan persentase tanaman berbunga, jumlah bunga per umbel, jumlah kapsul per umbel, persentase pembentukan kapsul, bobot TSS per tanaman,dan bobot 100 butir. Hasil percobaan kedua menunjukkan bahwa introduksi Apis

cerana mampu meningkatkan semua variabel produksi yang meliputi persentase

pembentukan kapsul, persentase TSS bernas, jumlah TSS per umbel, bobot TSS per umbel. Introduksi Apis cerana juga mampu meningkatkan mutu TSS yang ditunjukkan dengan meningkatnya bobot 100 butir, daya berkecambah benih, potensi tumbuh maksimum, dan indeks vigor. Hasil percobaan ketiga menunjukkan bahwa peningkatan dosis pupuk P dan K tidak mampu meningkatkan pembungaan, pembentukankapsul, dan produksi di dataran rendah Subang. Pemberian 100 kg P2O5ha-1dan 200 kg K2O ha-1 mampu meningkatkan

daya berkecambah dan indeks vigor, sedangkan 200 kg P2O5 ha-1 mampu

meningkatkan potensi tumbuh maksimum TSS yang dihasilkan.

(6)

SUMMARY

LELI KURNIASARI. Increased TSS Production Through Application of BAP, Introduction of Apis cerana, and Application of P and K Fertilizer in The Low Land Area. Suprivised by ENDAH RETNO PALUPI and YUSDAR HILMAN.

Production of true shallot seed (TSS) can be increased by enhancing flowering and intensifying the pollination. Application of BAP enhances flowering, whereas introduction of insect pollinator intensifies pollination. Application of P and K fertilizers will increases the seed quality. This research was aimed to increase TSS production in lowland area of Subang (100 mdpl) and was carried out from May 2014 until Januari 2015.

The research consisted of three experiments. The first experiment was arranged in split plot randomized block design with four replication. The main plot was time of application of BAP, i.e. 1, 3, 5 day after planting (DAP) and 2, 4, 6 DAP. The sub plot was consentration of BAP, i.e.0, 50, 100, 150, 200, and 250 ppm. The second experiment was comparing TSS production from two populations with and without installment of Apis cerana hive. The third experiment was arranged in randomized block design with two factors and replicated four times. The first factor was dosages of P2O5. i.e.0, 100, 200, 300,

400 kg ha-1and the second was dosages of K2O, i.e.0, 50, 100, 150, 200 kg ha-1.

First experiment showed that BAP at 50 ppm effective increased percentages of plant flowering, amount umbel per plant, and germination capacity. Time application of BAP at 2, 4, 6 WAP effective increased plant flowering, amount of flower per umbel, amount of fruit per umbel, percentage fruit sets, weight TSS per plant,and weight 100 seeds. Second experiment showed that introduction of Apis cerana effective increased variable production such percentages of fruit sets, percentages of filled out TSS, amount of TSS per umbel, and weight TSS per umbel. Introduction Apis ceranahive also effective on increased weight 100 seeds, germianation capacity, growth maximum potential, and indeks vigour.Third experiment showed that dosages phosporus and potassium couldn’t enchance on flowering, fruit set, and TSS production in low land area of Subang. Both 100 kg P2O5ha-1and 200 kg K2O ha-1effective increased

germination capacity, vigor index, and growth potential of TSS.

Key word :dosage, flowering, fruitset, germination capacity, true shallot

(7)

©Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah;pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(8)
(9)

PENINGKATAN PRODUKSI BENIH BOTANI BAWANG

MERAH (Allium cepa

var.

ascalonicum) DI DATARAN RENDAH

MELALUI APLIKASI BAP, INTRODUKSI

Apis cerana, DAN

PEMUPUKAN P DAN K

LELI KURNIASARI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)
(11)
(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga tesis yang berjudul “Peningkatan Produksi Benih Botani Bawang Merah (Allium cepavar.ascalonicum) di Dataran Rendah Melalui Aplikasi BAP, IntroduksiApis cerana, dan Pemupukan P dan K” dapat diselesaikan dengan baik. Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu dalam proses penyelesaian tesis ini, antaralain;

1. Dr. Ir. Endah Retno Palupi, MSc, selaku ketua komisi pembimbing, dan Prof. Dr. Ir. Yusdar Hilman, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing, serta Ir. Rini Rosliani, MSi selaku pembimbing lapang yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam berbagi ilmu pengetahuan dan pengalaman, serta atas dukungan selama melakukan bimbingan kepada penulis sejak penyusunan proposal dan pelaksanaan penelitian hingga selesainya penulisan tesis ini.

2. Dr. Tatiek Kartika Suharsi, MS selaku dosen penguji luar komisi dan Dr. Ir. Maya Melati, MS, MSc selaku dosen penguji perwakilan program studi pada ujian tesis atas masukan dan sarannya dalam rangka penyempurnaan tesis ini. 3. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan yang telah memberikan Beasiswa

Unggulan Dalam Negeri (BUDN) kepada penulis.

4. Pak Memed, Pak Ade, Pak Cucu, dan seluruh staf Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa) dan Kebun Percobaan Balai Penelitian Buah (Balitbu) Jawa Barat atas bantuannya selama penulis melaksanakan penelitian di Subang.

5. Ayahanda Sahun Wargono dan Ibu Sumini, atas doa dan dukungan yang tiada henti untuk penulis, serta saudara kandung penulis Atik Haryani, Guno Wiartisetyaningsih, dan Rahmat Suminto, atas perhatiannya selama ini. 6. Teman-teman Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih atas diskusi dan

masukannya selama mengikuti pendidikan.

7. Sahabat-sahabat penulis Tri Dian Oktiana, Meutia Rahmi, Dewi Mulyasari, Desti Ummu Etha, Sangadah, Rofiul Hidayah, dan Vivi Sofiati.

Semoga tesis ini bermanfaat bagi masyarakat dan perkembangan ilmu pengetahuan.

.

Bogor, November2015

(13)

DAFTAR ISI

2 TINJAUAN PUSTAKA 3

Pembungaan dan Pembentukan Biji 3

Zat Pengatur Tumbuh 4

Fosfor 4

Kalium 6

3 METODE 6

Tempat dan Waktu 6

Bahan dan Penelitian 7

Peralatan Penelitian 7

Metode Penelitian 7

Pengamatan dan Pengumpulan data 12

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14

Kondisi Umum 14

Pengaruh BAP terhadap Peningkatan Pembungaan di Dataran

Rendah 16

IntroduksiApis ceranaMeningkatkan Produksi TSS di Dataran Rendah

Pemupukan P dan K terhadap Produksi dan Mutu TSS di Dataran Rendah

24

27

5 KESIMPULAN 37

6 DAFTAR PUSTAKA 37

LAMPIRAN 43

RIWAYAT HIDUP 49

DAFTAR TABEL

1 Waktu muncul umbel, waktu berbunga 50%, dan awal bunga mekar sebagai respon tanaman bawang merah terhadap konsentrasi BAP dan waktu aplikasi di dataran rendah Subang

16

2 Persentase tanaman berbunga, jumlah umbel per tanaman, dan jumlah bunga per umbel sebagai respon tanaman bawang merah terhadap konsentrasi BAP dan waktu aplikasi di dataran rendah Subang 17 3 Jumlah kapsul per umbel, jumlah kapsul bernas per umbel, dan

persentase pembentukan kapsul sebagai respon tanaman bawang merah terhadap konsentrasi BAP dan waktu aplikasi di dataran rendah Subang 19 4 Jumlah TSS per umbel, jumlah TSS per tanaman, dan bobot TSS per

(14)

BAP dan waktu aplikasi di dataran rendah 20

5 Korelasi antar peubah pada waktu aplikasi BAP 2, 4, 6 MST 22

6 Bobot 100 butir, daya berkecambah, potensi tumbuh maksimum, dan indeks vigor tanaman bawang merah sebagai respon terhadap konsentrasi dan waktu aplikasi BAP di dataran rendah Subang 23 7 Jumlah umbi per tanaman dan bobot umbi per tanaman bawang merah

sebagai respon terhadap konsentrasi dan waktu aplikasi BAP di dataran

rendah Subang 24

8 Waktu muncul umbel, 50% bunga muncul dan awal bunga mekar tanaman bawang merah sebagai respon P dan K di dataran rendah

Subang 29

9 Persentase tanaman berbunga (%), jumlah umbel per tanaman, jumlah bunga per umbel tanaman bawang merah sebagai respon pemupukan P

dan K di dataran rendah Subang 31

10 Daya berkecambah, indeks vigor, dan potensi tumbuh maksimum

sebagai respon pemupukan P dan K di dataran rendah Subang 35

DAFTAR GAMBAR

1 Polybag ditanami tiga umbi (a) dan bedengan yang diberi mulsa dan

plastik naungan (b) 8

2 Introduksi lebahApis cerana 10

3 Alur penelitian 11

4 Umbel bunga (a), kuntum bunga dalam satu umbel (b), kapsul yang

terbentuk dalam satu umbel (c) 12

5 Serangga yang terjerat yellowtrap termasuk di dalamnya lalat dan kutu

daun 14

6 Umbel bunga yang terserang penyakit embun bulu saat umbel

berkembang (a) dan saat bunga mekar (b) 14

7 Serangga yang mengunjungi bunga: semut (a) lalat, (b) lebah (c), dan

laba-laba (d) 15

8 Kurva regresi persentase tanaman berbunga pada berbagai konsentrasi BAP dan dua waktu aplikasi 1, 3, 5 MST (a) dan 2, 4, 6 MST (b) 19 9 Kurva regresi jumlah kapsul bernas per umbel pada waktu aplikasi BAP

1, 3, 5 MST (a) dan 2, 4, 6 MST (b) 20

10 Kurva regresi jumlah kapsul bernas dan bobot TSS per tanaman pada

waktu aplikasi BAP 1, 3, 5 MST (a) dan 2, 4, 6 MST 21

11 Jumlah kapsul bernas per tanaman (a) dan persentase pembentukan kapsul (b) pada plot tanpa dan dengan introduksiApis cerana 25

12 Apis ceranayang menyerbuki bunga 26

13 Jumlah TSS per tanaman (a), persentase TSS bernas pertanaman (b), dan bobot TSS per tanaman (c) pada plot tanpa dan dengan introduksi

Apis cerana 26

(15)

15 Tinggi tanaman bawang merah sebagai respon terhadap pemupukan P

dan K di dataran rendah Subang 27

16 Jumlah daun tanaman bawang merah sebagai respon terhadap

pemupukan P dan K di dataran rendah Subang 28

17 Jumlah umbel per tanaman bawang merah sebagai respon terhadap

pemupukan P dan K di dataran rendah Subang 30

18 Jumlah bunga per umbel sebagai respon terhadap pemupukan P dan K

di dataran rendah Subang 31

19 Jumlah kapsul per tanaman bawang merah sebagai respon terhadap

pemupukan P dan K di dataran rendah Subang 31

20 Jumlah TSS bernas per tanaman bawang merah sebagai respon terhadap

pemupukan P dan K di dataran rendah Subang 32

21 Persentase pembentukan TSS tanaman bawang merah sebagai respon

terhadap pemupukan P dan K di dataran rendah Subang 32

22 Bobot TSS per tanaman bawang merah sebagai respon terhadap

pemupukan P dan K di dataran rendah Subang 33

23 Bobot 100 butir sebagai respon pemupukan terhadap P (a) dan K (b) tanaman bawang merah sebagai respon terhadap pemupukan P dan K di

dataran rendah Subang 34

24 Jumlah umbi per tanaman bawang merah sebagai respon terhadap

pemupukan P dan K di dataran rendah Subang 36

25 Bobot TSS per tanaman bawang merah sebagai respon terhadap

pemupukan P dan K di dataran rendah Subang 37

DAFTAR LAMPIRAN

1 Deskripsi varietas bawang merah varietas Bima Brebes 43

2 Hasil analisis tanah Subang 44

3 Hasil analisis pupuk SP-36 dan KCl 45

4 Hasil analisis kandungan Boron 46

5 Hasil analisis pupuk P dan K 47

(16)
(17)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bawang merah (Allium cepa var.ascalonicum) merupakan komoditas sayuran bumbu dalam berbagai masakan di Indonesia. Peran bawang merah sebagai bumbu utama tidak bisa disubtitusikan dengan komoditi lainnya sehingga permintaan terus terjadi. Menurut BPS (2015) produksi bawang merah dalam kurun waktu lima tahun (2008-2013) terus mengalami kenaikan sebesar 955 972 ton atau meningkat 2.35% per tahunnya. Kenaikan produksi yang relatif lambat tersebut dipengaruhi oleh luas panen yang juga meningkat lambat dengan rata-rata 99 593 ha per tahun atau meningkat sebesar 0.93% per tahun. Kedua faktor ini menyebabkan produktivitas bawang merah juga mengalami peningkatan yang lambat dengan rata-rata 9.61 ton ha-1 per tahun atau meningkat 1.45%. Peningkatan produktivitas ini dinilai rendah jika dibandingkan dengan potensi produksinya karena Bappenas (2015) melaporkan bahwa produktivitas bawang merah bisa mencapai 20 ton ha-1. Rendahnya produktivitas tersebut disebabkan oleh masalah penyediaan benih bermutu.

Selama ini produksi bawang merah di Indonesia masih menggunakan umbi sebagai bahan tanam. Kelemahan menggunakan umbi sebagai bahan tanam adalah umumnya membawa penyakit tular benih, tidak dapat disimpan lama, dan berkompetensi pemanfaatannya sebagai umbi konsumsi sehingga ketika harga cukup tinggi petani menjual umbi bibit yang sudah disisihkan sebagai umbi konsumsi. Kondisi ini menimbulkan kelangkaan umbi bibit dan menyebabkan kenaikan harga.

Penggunaan TSS sebagai bahan tanam masih jarang digunakan karena terkendala pada daya tumbuhnya yang rendah (Wulandari et al. 2014). Penggunaan TSS sebagai bahan tanam memiliki banyak kelebihan antaralain, benih yang digunakan sedikit yaitu hanya sekitar 2-3 kg ha-1 dibandingkan umbi yang mencapai 1.5 ton ha-1, bebas penyakit terbawa benih, pengangkutan lebih mudah, dan memiliki daya simpan yang lama (Permadi & Putrasemadja 1991; Sumarni et al. 2005). Basuki (2009) juga melaporkan bahwa penggunaan TSS mampu meningkatkan produksi hingga dua kali lipat dan dapat menghemat biaya produksi hingga 40% dibandingkan dengan umbi. Berdasarkan kelebihan tersebut, TSS dapat dijadikan sebagai bahan tanam yang lebih baik.

(18)

2

Produksi TSS di dataran rendah telah diteliti oleh Rosliani et al.(2013) dan Hilman et al. (2014). Menurut Rosliani et al. (2012, 2013) produksi TSS di dataran rendah masih rendah yaitu 0.432 g per tanaman sementara produksi TSS di dataran tinggi mencapai 0.885 g per tanaman. Menurut Hilman et al.(2014) tingginya produksi TSS di dataran tinggi karena pembungaan lebih tinggi, 2-3 kali lipat di dataran rendah. Namun demikian, mutu TSS di dataran rendah lebih baik dibandingkan dataran tinggi dalam hal bobot 100 butir, di dataran rendah sebesar 0.398 g atau 8.15% lebih tinggi dibandingkan di dataran tinggi sebesar 0.368 g.

Benzylaminopurine (BAP) merupakan zat pengatur tumbuh golongan sitokinin yang berperan dalam meningkatkan pembungaan serta pembentukan biji (Werner et al. 2001). Rosliani et al. (2012) melaporkan bahwa penggunaan BAP 50 ppm dapat meningkatkan pembungaan dan hasil biji bawang merah terutama di dataran tinggi, sementara Rosliani et al. (2013) melaporkan bahwa di dataran rendah peningkatan pembungaan dan hasil biji masih belum memuaskan.

Pembentukan biji dalam proses reproduksi seksual tanaman dipengaruhi oleh keberhasilan penyerbukan. Bawang merah, seperti halnya bawang Bombay, merupakan tanaman menyerbuk silang, karena organ jantan dan betina dalam satu bunga tidak masak bersamaan (Currah & Proctor 1990). Menurut Gure et al. (2009) bawang mengalami pematangan benangsari terlebih dahulu sebelum putik reseptif. Persentase penyerbukan sendiri yang terjadi secara alami pada tanaman bawang bombay masih rendah, hanya sekitar 9%. Salah satu faktor yang berperan dalam proses penyerbukan pada tanaman bawang adalah polinator atau serangga penyerbuk terutama lebah (Yucel & Duman 2005). Lebah madu dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas benih yang ditunjukkan dengan meningkatnya viabilitas benih dan bobot benih per tanaman (Rosliani et al.2012; Adel et al. 2013). Palupi et al. (2015) melaporkan bahwaApis cerana merupakan serangga penyerbuk yang efektif dalam membantu penyerbukan untuk meningkatkan produksi TSS.

Upaya meningkatkan produksi TSS dapat juga dilakukan dengan pemupukan. Fosfor (P) dan Kalium (K) merupakan unsur essensial yang diperlukan tanaman untuk membantu sebagian besar proses metabolisme tanaman. Menurut Tohiret al. (2009), P merupakan nutrisi penting bagi perkembangan tanaman karena merupakan penyusun adenosin tri fospat (ATP) serta pembentukan biji (Kabir et al. 2013). Amjadet al.(1999) melaporkan bahwa peningkatan dosis P (50-75 kg ha-1) dapat meningkatkan produksi TSS bawang merah. Bernstein et al. (2011) menyatakan bahwa K merupakan salah satu unsur hara makro yang berperan sebagai faktor kunci dalam mengontrol produksi dan kualitas hasil. Pemberian pupuk K mampu mencegah terjadinya kerontokan buah, meningkatkan kualitas bunga (Al-Hamzawi 2010; Bernstein et al. 2011), dan jumlah buah (Al-Hamzawi 2010). Aliyu et al. (2007) melaporkan bahwa penggunaan K (120 kg ha-1) pada bawang merah mampu meningkatkan jumlah benih per tanaman, persentase pembentukan kapsul, bobot benih per tanaman, bobot 1000 butir, dan daya berkecambah benih. Menurut Sumarni et al. (2011), pemupukan P 100 kg ha-1 dan K 120 kg ha-1 dapat meningkatkan hasil biji bawang merah (TSS) di dataran medium.

(19)

3

Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan pembungaan bawang merah di dataran rendah dengan pemberian BAP.

2. Meningkatkan pembentukan kapsul bawang merah di dataran rendah dengan introduksiApis cerana.

3. Meningkatkan mutu TSS bawang merah di dataran rendah dengan pemupukan P dan K pada dosis yang tepat.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Pembungaan dan Pembentukan Biji

Bunga bawang merah dikategorikan sebagai bunga majemuk. Dalam setiap tandan bunga terdapat 50-200 kuntum bunga (Sudarmanto 2009). Bunga yang terbentuk termasuk bunga sempurna yang memiliki benangsari dan putik dalam setiap bunga. Benang sari yang terdapat dalam setiap kuntum bunga terdiri dari 5-6 benang sari dan sebuah putik. Bakal buah terbentuk dalam tiga karpel buah dan setiap karpel terdiri dari dua calon bakal biji.Buah berbentuk bulat dengan ujung tumpul. Bentuk biji agak pipih dan berwarna putih ketika masih muda dan akan menghitam ketika sudah tua. Biji bawang merah dapat digunakan sebagai bahan perbanyakan tanaman secara generatif (Rabinowitch & Kemenetsky 2002; Sudarmanto 2009).

Pembungaan bawang merah di daerah tropis terutama Indonesia sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, terutama suhu. Menurut Kokhar et al. (2007a), kisaran suhu yang baik untuk menginduksi pembungaan bawang merah berkisar antara 50-130 C dan panjang hari kurang dari 17 jam. Induksi pembungaan dapat terjadi jika terdapat stimulus dari luar yang mendorong pembentukan primordia bunga pada meristem apikal (Hempelet al. 2000).

Faktor lain yang berperan dalam pembungaan pada genus Allium adalah panjang hari atau fotoperiode. Menurut Rabinowitch dan Kamenetsky (2002) bawang merah termasuk tanaman yang memerlukan hari panjang (long day plant). Matthewet al. (2011) melaporkan bahwa penambahan panjang hari pada tanaman bawang putih dapat mempercepat waktu muncul bunga, panjang tangkai bunga, dan meningkatkan jumlah kuntum bunga per umbel.

Penyerbukan merupakan salah satu proses kritikal pada tanaman dalam menghasilkan buah atau biji. Proses ini ditandai dengan terjadinya transfer serbuksari yang mengandung gamet jantan kepada organ betina tanaman yang mengandung gamet betina (Keogh et al. 2010). Bawang merah memiliki tipe penyerbukan silang karena benangsari lebih dahulu matang sebelum putik reseptif. Oleh karena itu, diperlukan bantuan dalam proses penyerbukan. Penyerbukan yang umum terjadi pada tanaman bawang dibantu oleh serangga terutama lebah

(20)

4

meningkatkan produksi biji pada bawang merah yang ditandai dengan meningkatnya jumlah biji serta bobot benih per umbel (Pardjoet al. 2012).

Peranan serangga penyerbuk selain memiliki kemampuan dalam

meningkatkan produksi benih dengan membantu proses penyerbukan juga mampu meningkatkan kualitas biji yang diserbuki. Biji yang dihasilkan dari penyerbukan oleh serangga memiliki daya berkecambah benih yang lebih tinggi ( Chandelet al. 2004; Wilakniecet al.2004).

Lebah jenis Apis cerana merupakan spesies yang sering digunakan dalam membantu penyerbukan tanaman sayur keluarga bawang karena sangat aktif membantu penyerbukan. Hal ini bisa dilihat dari tingginya persentase kunjungan ke bunga, jumlah bunga yang dikunjungi dalam sekali perjalanan, jumlah serbuksari yang berhasil dibawa, lebih kompetitif dari lebah jenis lainnya (Gure 2009). Selain itu,Apis ceranamerupakan lebah yang efektif dalam meningkatkan produksi TSS karena kemampuannya dalam menyerbukan seluruh bunga dalam setiap umbel (Palupiet al.2015).

Zat Pengatur Tumbuh

Zat pengatur tumbuh endogen atau fitohormon merupakan senyawa organik bukan nutrisi yang aktif dalam jumlah yang kecil dan disintesis pada bagian tertentu dari tanaman dan dapat menyebabkan respon secara biokimia, fisiologis, dan morfologis (Davies 2004). Menurut Amanullah et al. (2010), zat pengatur tumbuh memiliki peran dalam produktivitas tanaman karena efektif meningkatkan pembungaan, perkembangan kapsul dan biji.

Sitokinin merupakan fitohormon yang berperan dalam perkembangan tanaman sejak benih hingga tanaman menua. Sitokinin berperan dalam mendorong terjadinya pembelahan sel, perkembangan kloroplas, juga memicu munculnya tunas dari dominasi apikal (Riefleret al. 2006). Secara alami sitokinin terdapat dalam bentuk adenin dan turunannya yang mengandung isoprenoid atau rantai aromatik dalam turunannya. Benzyladenin merupakan sitokinin aromatik dan terdapat pada tanaman dengan jumlah yang sangat kecil (Bajguz & Piotrowska 2009).

Benzyladenin-6-purine (BAP) merupakan sitokinin yang digunakan untuk menginduksi dan menunjang perkembangan akar.BAP memiliki sifat yang stabil, murah dan mudah didapat dibandingkan sitokinin jenis lainnya (Arteca 1996). Pemberian BAP juga mampu meningkatkan pembentukan kapsul dan hasil tanaman (Nagelet al.2001; Rosliani 2012).

Fosfor

Kebutuhan tanaman akan suplai hara bagi kelangsungan pertumbuhan dan produktivitas tanaman sangat penting agar tercapai produktivitas dan kualitas tanaman. Salah satu unsur hara yang dibutuhkan tanaman adalah unsur fosfor (P). Tanaman menggunakan P dari larutan tanah dan hanya dalam bentuk fosfat.

(21)

5

renik.P anorganik tanah terdapat dalam bentuk mineral apatit, kompleks fosfat Fe dan Al, dan P terjerap pada partikel liat. Di dalam tanah kelarutan P organik maupun P anorganik masih sangat rendah, sehingga sangat sedikit berada dalam larutan tanah. P tersedia bagi tanaman berbentuk ion ortofosfat (HPO42- dan

H2PO4-). Bentuk ini menyebabkan P mudah bereaksi dengan banyak unsur,

senyawa, dan mineral tanah sehingga ketersediaan P dalam tanah pada umumnya rendah (Munawaret al.2011).

Ketersediaan unsur P dalam tanah sangat lambat dan terjadi dalam waktu yang cukup lama, hanya sedikit tanah yang mampu menyediakan P dengan jumlah yang besar (Saccachmant et al. 1998; Shaheen et al. 2007; Siebers et al. (2012). Oleh karena itu dilakukan penambahan unsur P baik dalam bentuk organik maupun anorganik untuk meningkatkan kandungan P dalam tanah menjadi P tersedia dalam bentuk fosfat (Siebers et al. 2012). Penggunaan P anorganik lebih dipilih karena harganya relatif murah dan mudah didapatkan ketika akan segera diaplikasikan pada tanaman (Shaheenet al.2007).

Pada beberapa reaksi enzim, P anorganik (Pi) merupakan substrat dari produk akhir dalam menghasikan energi. Pi ikut berperan dalam mengontrol beberapa reaksi enzim. Pi berperan besar pada regulasi metabolisme di dalam sitosol dan kloroplas. Pada tumbuhan tingkat tinggi, vakuola menjadi tempat penyimpanan cadangan makanan, dan Pi terdapat dalam jumlah yang besar berkisar 85-95%. Daun yang mengalami defisiensi Pi, Pi banyak diemukan di dalam sitosol dan kloroplas. Di dalam sitosol Pi terdapat dalam kisaran yang sempit dan berperan dalam meregulasi metabolisme. Pada akar, defisiensi Pi menyebabkan konsentrasi energi yang diperoleh menurun 20-30% dari level sebelumnya (Maschner 2012).

Pupuk P berperan dalam percepatan pertumbuhan akar, mengurangi gejala defisiensi yang dapat menurunkan ukuran umbi serta menghambat terjadinya penuaan dan pematangan buah (Horneck 2004). Kekurangan unsur P pada tanaman bawang merah dapat menyebabkan terjadinya penurunan perkembangan akar dan daun, ukuran umbi berkurang dan menurunnya hasil serta menunda pematangan benih (Brewster 1994; Abdisa et al.2011). Penambahan dosis pupuk P pada tanaman bawang merah mampu meningkatkan hasil umbi bawang merah (Shaheen 2007; Aliyu et al. 2007) dan total hasil per hektar (Morsyet al. 2012). Namun demikian, Aliyu et al. (2007) melaporkan bahwa pemberian P dengan dosis yang tinggi menyebabkan pembungaan (bolting).

(22)

6

Kalium

Kalium merupakan salah satu unsur hara makro yang penting bagi pertumbuhan tanaman. Menurut (Rehm & Schmitt 2002; Ashley 2006) terdapat tiga bentuk kalium dalam tanah. Pertama, kalium dalam bentuk tidak tersedia. Dalam bentuk ini, 90-98% kalium berbentuk kristal mineral mika dan feldspar. Tanaman tidak bisa menggunakan kalium dalam bentuk kristal mineral mika dan feldspar. Oleh karena itu, diperlukan waktu yang sangat panjang dan lama agar kalium berubah menjadi bentuk yang tersedia. Kedua, kalium berbentuk lambat tersedia yang terdapat pada mineral liat tanah. Tanaman masih belum bisa menggunakan kalium dalam bentuk ini. Ketiga, kalium dalam bentuk tersedia. Pada bentuk ini kalium berada dalam larutan air sehingga mudah diadsorbsi oleh tanaman.

Kalium bagi tanaman sangat berperan dalam berbagai proses biokimia dan fisiologis (Prajapati & Modi 2012). Peran kalium antara lain berperan dalam aktivasi enzim dan transportasi gula (Van Brunt & Sultenfuss 1998; Maschner 2012), mengatur buka tutup stomata dan membantu transportasi air dan nutrisi (Cochrane & Cocrhane 2009), sintesis protein dan pati, serta berperan dalam fotosintesis dan kualitas hasil tanaman (Prajapati & Modi 2012). Menurut Maschner (2012), terdapat lebih dari 50 jenis enzim diaktivasi oleh kation dari kalium (K+). Aktivasi ini dilakukan dengan cara menginduksi perubahan pada enzim dan protein. K+ yang terdapat di daun mempengaruhi peningkatan fotosintesis dengan terlebih dahulu meningkatkan pertambahan ukuran sel pada daun. Pemupukan kalium pada tanaman bawang merah mampu meningkatkan kemampuan fotosintesis tanaman, mengurangi kerusakan hasil panen, dan meningkatkan daya tahan terhadap penyakit. Selain itu, kalium dapat mempertahankan mutu dan daya simpan hasil panen (Gunadi 2009).

Pada fase generatif, pemberian unsur kalium pada tanaman mampu meningkatkan kualitas bunga dan buah yang dihasilkan. Breinstein et al. (2011) menyatakan bahwa pemberian unsur K mampu mempertahankan bunga dari kerontokan. Hegaziet al.(2011) juga melaporkan bahwa pemberian K pada masa pembungaan dapat meningkatkan produksi buah dan mencegah kerontokan buah. Hal ini karena pemberian K pada masa generatif menjadi sumber nutrisi bagi tanaman saat periode pembentukan buah.

3 METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

(23)

7

Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi bawang merah varietas Bima dengan bobot 5-7 g per umbi, lebah madu jenis Apis cerana,

6-Benzylaminopurine(BAP), pupuk kandang domba, pupuk NPK (16:16:16), boron,

SP36, KCl, media tanam, sekam, dolomit, subtrat kertas, aquades,yellowtrap, dan pestisida.

Peralatan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: hand sprayer, hand

counter, timbangan digital, alat pengecambah benih jenis Germinator Electric

Seedburo yang diatur pada suhu 15-200C, cool storage untuk vernalisasi umbi

dengan suhu rendah (5-100C), mulsa plastik hitam perak, plastik bening untuk naungan dari jenis PEP dengan ketebalan 1 mm, polybagukuran 30 cm x 40 cm, label, bambu, dan perlengkapan panen.

Metode Penelitian

Percobaan I Pengaruh BAP terhadap Peningkatan Pembungaan di Dataran Rendah

Percobaan I dilakukan pada bulan Juni sampai September 2014. Percobaan ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi BAP dan waktu aplikasi terbaik dalam upaya meningkatkan pembungaan di dataran rendah.

Percobaan I menggunakan Rancangan Petak Terbagi dengan rancangan lingkungan Rancangan Acak Kelompok (RAK). Petak utama adalah waktu aplikasi BAP yang terdiri atas dua taraf yaitu waktu aplikasi BAP pada 1, 3, 5 MSTdan 2, 4, 6 MST. Anak petak adalah konsentrasi BAP yang terdiri atas enam taraf yaitu 0, 50, 100, 150, 200, dan 250 ppm. Masing-masing perlakuan diulang empat kali, sehingga terdapat 48 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdapat 9 tanaman, dengan demikian terdapat 432 tanaman.

Model linier yang digunakan pada percobaan I yaitu sebagai berikut : Yijk = µ +αi+ ρj+ γij+βk+ (ρβ)jk+Ɛijk

Keterangan :

i : ulangan (1, 2, 3, 4)

j : waktu aplikasi (1, 3, 5 MST dan 2, 4, 6 MST) k : konsentrasi BAP (0, 50, 100, 150, 200, 250 ppm)

Yijk : nilai pengamatan dari pengaruh waktu aplikasi ke-j, dan BAP ke-k

µ : nilai tengah

αi : pengaruh ulangan ke-i

ρj : pengaruh waktu aplikasi (petak utama) ke-j

γij : pengaruh galat waktu aplikasi (petak utama) ke-j ulangan ke-i

βk : pengaruh konsentrasi (anak petak) BAP ke-k

(αβ)jk : pengaruh interaksi antara waktu aplikasi (petak utama) ke-j dan

(24)

8

Ɛijk : pengaruh galat waktu aplikasi ke-j dan konsentrasi BAP (anak

petak) ke-k ulangan ke-i

Data dianalisis menggunakan sidik ragam (uji F), dan apabila perlakuan berpengaruh nyata, maka dilakukan uji lanjut dengan Uji Wilayah Berganda Duncan (DMRT) padaα = 5 % dan pengolahan data menggunakan program SAS. Uji korelasi antar peubah dilakukan untuk melihat peran peubah-peubah dalam produksi.

Pelaksanaan Penelitian

Umbi bibit diberi perlakuan vernalisasi pada suhu 100C selama tiga minggu. Penanaman menggunakan media tanam berupa campuran antara tanah, dolomit sebanyak 1 ton ha-1, pupuk kandang sebanyak 10 ton ha-1, serta sekam padi sebanyak 5 ton ha-1. Penanaman menggunakanpolybagberukuran 30 cm x 40 cm. Setiap polybagditanami tiga umbi (Gambar 1a) dengan jarak tanam 20 cm antar umbi. Tingkat kedalaman tanam sebatas tiga per empat bagian umbi (±1.5 cm dari dasar umbi). Polybag ditempatkan pada bedengan yang ditutup mulsa plastik hitam perak dan diberi naungan plastik bening PEP dengan ketebalan 1 mm (Gambar 1b). Pemupukan dilakukan seminggu sekali menggunakan NPK (16:16:16) dengan dosis total 600 kg ha-1. Larutan pupuk diaplikasikan sebanyak 10 kali mulai umur 10hari setelah tanam (HST).

Gambar 1Polybagditanami tiga umbi (a) bedengan yang ditutup mulsa dan diberi naungan plastik (b)

.

Perlakuan BAP dengan konsentrasi 0, 50, 100, 150, 200, 250 ppm diberikan sebanyak tiga kali sesuai waktu aplikasi yaitu 1, 3, 5 MST dan 2, 4, 6 MST. Pemberian BAP dilakukan dengan cara disiramkan pada bagian titik tumbuh apikal dengan volume 100 ml per polybag. Pemeliharaan meliputi penyiraman, penyiangan, pengendalian gulma, pengendalian hama dan penyakit jika diperlukan. Penyiraman dilakukan setiap hari sejak awal tanam pada saat pagi atau sore hari.

(25)

9

Percobaan II Pengaruh Introduksi Serangga terhadap Pembentukan Kapsul Bawang Merah di Dataran Rendah

Percobaan II dilakukan pada bulan Agustus 2014 sampai November 2014. Percobaan ini bertujuan untuk meningkatkan pembentukan kapsul bawang merah. Konsentrasi dan waktu aplikasi BAP terbaik dari percobaan pertama digunakan dalam percobaan kedua.

Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) satu faktor yaitu perlakuan lebah dengan dua taraf yaitu tanpa diintroduksi Apis cerana dan dengan introduksi Apis cerana. Masing-masing perlakuan diulang empat kali sehingga terdapat 8 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri atas 120 tanaman. Dengan demikian terdapat 720 tanaman. Lokasi penanaman tanpa dan dengan introduksi Apis cerana terpisah sejauh ± 300 m dan diantara kedua lokasi dipisahkan oleh kebun buah-buahan.

Model linear yang digunakan dalam percobaan II yaitu sebagai berikut: Yijk = µ +τi +βj+Ɛij

Keterangan :

i : perlakuan lebah (tanpa introduksi dan dengan introduksiApis cerana) j : kelompok (1, 2, 3, 4)

Yij : pengamatan dari pengaruh cara perlakuan ke-i, kelompok ke-j

µ : nilai tengah

τi : pengaruhApis ceranake-i

βj : pengaruh kelompok ke-j

Ɛij : pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j

Data akan dianalisis menggunakan uji t pada taraf 5% dan pengolahan data menggunakan program SAS.

Pelaksanaan Penelitian

Umbi bibit diberi perlakuan vernalisasi pada cold storage pada suhu 100C selama tiga minggu. Setelah tiga minggu, umbi bibit kemudian ditanam. Satu minggu sebelum dilakukan penanaman, terlebih dahulu dilakukan persiapan media tanam, yang berupa campuran tanah, dolomit sebanyak 1 ton ha-1, dan pupuk kandang ayam sebanyak 10 ton ha-1. Penanaman dilakukan sama seperti pada percobaan I. Pemupukan dilakukan seminggu sekali menggunakan NPK (16:16:16) dengan dosis total 600 kg ha-1. Larutan pupuk diaplikasikan sebanyak 10 kali mulai umur 10 hari setelah tanam (HST).

(26)

10

Gambar 2 Introduksi lebahApis ceranapada lahan percobaan

Percobaan III Pengaruh Pemupukan P dan K terhadap Produksi dan Mutu Benih Bawang Merah di Dataran Rendah

Percobaan III dilakukan pada bulan September 2014 sampai Januari 2015. Percobaan ini bertujuan untuk menentukan dosis dan pemupukan yang optimum untuk meningkatkan mutu TSS.

Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok Faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama adalah pemupukan fosfor (P) yang terdiri atas lima taraf (0, 100, 200, 300, dan 400 kg ha-1). Faktor kedua adalah pemupukan kalium (K) yang terdiri dari atas lima taraf (0, 50, 100, 150, dan 200 kg ha-1). Setiap perlakuan diulang empat kali, sehingga seluruhnya terdapat 100 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri atas 9 tanaman, sehingga diperlukan 900 tanaman .

Model linear dalam Rancangan Acak Kelompok Faktorial sebagai berikut: Yijk= µ +αi+βj+ (αβ)ij+ ρk + εijk

Keterangan:

i : pemupukan P

j : pemupukan K

k : ulangan (1, 2, 3, 4)

Yijk : nilai pengamatan pada pemupukan P taraf i, pemupukan K taraf ke-j, dan ulangan ke-k

µ : nilai tengah pengamatan

αi : pengaruh utama dari pemupukan P ke-i

βj : pengaruh utama dari pemupukan K ke-j

(αβ)ij : komponen interaksi dari pemupukan P dan faktor pemupukan K

Ρk : pengaruh aditif kelompok

εijk : pengaruh acak yang menyebar normal

Analisis data dilakukan dengan menggunakan sidik ragam (uji F). Apabila terdapat pengaruh nyata, maka dilakukan uji lanjut dengan uji Wilayah Berganda Duncan (DMRT) padaα= 5 % dan pengolahan data menggunakan program SAS.

Pelaksanaan Penelitian

(27)

11

minggu sebelum dilakukan penanaman, terlebih dahulu dilakukan persiapan media tanam, yang berupa campuran tanah, dolomit sebanyak 1 ton ha-1, dan pupuk kandang ayam sebanyak 10 ton ha-1. Penanaman dilakukan seperti pada percobaan I.

Konsentrasi dan waktu aplikasi BAP hasil terbaik dari percobaan pertama digunakan dalam percobaan ketiga, demikian juga perlakuan yang lebih baik pada percobaan kedua diterapkan dalam percobaan ini. Pemupukan fosfor (P) yang diberikan dua kali yaitu pada saat seminggu sebelum tanam bersamaan dengan persiapan media tanam dan menjelang tanaman berbunga. Pupuk fosfor yang digunakan adalah SP20. Pupuk K yang digunakan berupa K2O 60%, diberikan

dua kali yaitu saat tanam dan menjelang tanaman berbunga. Pemberian pupuk dilakukan dengan cara dilarik, dengan setengah dosis perlakuan pada setiap aplikasi pupuk. Pemeliharaan meliputi penyiraman, penyiangan, pengendalian gulma, pengendalian hama dan penyakit jika diperlukan. Penyiraman dilakukan setiap hari sejak awal tanam pada saat pagi atau sore hari.

Alur Pelaksanaan Penelitian

Secara garis besar penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan produksi TSS dengan mutu yang tinggi. Oleh karena itu, penelitian ini dilaksanakan melalui tiga percobaan secara simultan (Gambar 3). Pada percobaan pertama, tujuan yang ingin dicapai adalah peningkatan pembungaan melalui aplikasi BAP pada konsentrasi yang berbeda (0, 50, 100, 150, 200, 250 ppm) dan dua waktu aplikasi yang berbeda (1, 3, 5 MST) dan (2, 4, 6 MST). Konsentrasi dan waktu aplikasi yang efektif dalam peningkatan pembungaan akan digunakan dalam dua percobaan selanjutnya.

.

Gambar 3 Alur penelitian

Percobaan kedua dititik beratkan pada peningkatan pembentukan kapsul bawang merah. Produksi bunga yang cukup tinggi merupakan potensi untuk

Peningkatan pembungaan Konsentrasi dan

waktu aplikasi BAP

Peningkatan mutu TSS Peningkatan pembentukan

kapsul

Produksi dan mutu TSS yang tinggi di dataran

rendah

(28)

12

produksi TSS yang tinggi pula. Oleh karena itu selain peningkatan pembungaan diperlukan juga peningkatan pembentukan kapsul agar produksi meningkat. Keberhasilan pembentukan kapsul bergantung pada keberhasilan penyerbukan. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan penyerbukan adalah dengan melibatkan serangga penyerbuk (Apis cerana). Hasil percobaan kedua ini akan diterapkan pada percobaan ke tiga.

Pada percobaan ketiga, tujuan akhir yang ingin dicapai adalah peningkatan mutu TSS melalui pemupukan P dan K. TSS yang diharapkan dapat memenuhi standar mutu yang telah ditentukan.

Pengamatan dan Pengumpulan Data

Pengamatan pada percobaan I,II, dan III meliputi:

Pembungaan bawang merah

1. Waktu muncul kuncup bunga (HST), ditentukan berdasarkan jumlah hari sejak saat tanam sampai dengan umbel bunga pertama muncul (Gambar 4a).

2. Waktu berbunga 50% (HST), ditentukan berdasarkan 50% tanaman dari setiap satuan percobaan/plot

3. Waktu bunga mekar (HST), ditentukan dengan cara menghitung jumlah hari setelah kuncup bunga muncul hingga bunga mekar.

4. Persentase tanaman berbunga (%), ditentukan berdasarkan jumlah tanaman berbunga dalam satu satuan percobaan (plot tanaman).

5. Jumlah umbel per tanaman merupakan jumlah umbel yang terbentuk dalam satu rumpun tanaman .

Gambar 4 Umbel bunga (a), kuntum bunga dalam satu umbel (b), kapsul yang terbentuk dalam satu umbel (c)

Pembentukan kapsul

1. Jumlah bunga per umbel, ditentukan dengan menghitung jumlah bunga yang terbentuk per umbelnya (Gambar 4b).

2. Jumlah kapsul per umbel,baik yang bernas maupun tidak bernas pada setiap umbel (Gambar 4c).

3. Jumlah kapsul bernas per umbel, kapsul bernas adalah kapsul yang berisi ≥2 biji.

(29)

13

4. Persentase pembentukan kapsul (%) merupakan proporsi bunga yang berkembang menjadi kapsul dalam satu umbel.

Produksi benih botani (TSS)

1. Jumlah biji per umbel

2. Bobot TSS (g) per umbel per tanaman 3. Jumlah biji per kapsul

4. Bobot 100 butir (g), ditentukan dengan cara menimbang 100 butir benih dari setiap petak dengan delapan ulangan.

5. Bobot biji per tanaman (g)

Mutu Benih

1. Daya berkecambah (%)

Pengecambahan benih dilakukan dengan metode uji di atas kertas

menggunakan kertas merang dalam standard germinator (Seedburo

Germinator) pada suhu 20 0C. Benih yang digunakan sebanyak 100 butir dan

diulang empat kali. Daya berkecambah benih (%) dihitung berdasarkan persentase jumlah kecambah normal pada hitungan pertama (6 HST) dan hitungan kedua (12 HST) yang dibandingkan dengan jumlah total benih yang ditanam (ISTA 2010). Daya berkecambah (DB) benih dihitung dengan rumus :

DB (%) = ƩKN Hitungan I +ƩKN Hitungan II

Ʃbenih yang ditanam × 100%

Keterangan :

KN : kecambah normal

2. Potensi tumbuh maksimum (%)

Pengecambahan benih dilakukan seperti pada uji daya berkecambah. Potensi tumbuh maksimum (PTM) dihitung berdasarkan persentase benih yang mampu menjadi kecambah normal maupun kecambah abnormal pada pengamatan hari terakhir yaitu 12 HST per jumlah benih yang ditanam. Potensi tumbuh maksimum dihitung dengan rumus :

PTM(%) = Ʃbenih yang tumbuh

Ʃbenih yang ditanam× 100%

3. Indeks vigor (IV)

Pengecambahan benih dilakukan seperti pada uji daya berkecambah. Indeksvigor dihitung berdasarkan persentase jumlah kecambah normal pada hitungan pertama (6 HST) di bagi dengan jumlah benihyang ditanam. Indeks vigor (IV) dihitung dengan rumus :

ܫܸ(%) = Ʃkecambah normal pada hitungan pertama

(30)

14

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Penanaman untuk percobaan pertama dilakukan pada akhir bulan Mei menjelang awal Juni ketika curah hujan setinggi 156.2 mm bulan-1, suhu udara rata-rata 26.60C dengan kelembaban udara relatif sebesar 84%. Kondisi ini mengakibatkan serangan hama kutu daun (Toxoptera spp) cukup tinggi dan merusak daun. Pengendalian dilakukan dengan pemasangan yellowtrap (Gambar 5) dan menyemprotkan pestisida berbahan aktif spinosad dan abamectin. Yellowtrapkemudian dilepas ketika umbel bunga mulai pecah untuk menghindari terjeratnya serangga penyerbuk.

Penyemprotan embun dilakukan setiap pagi untuk menghindari serangan penyakit bercak ungu (Alternateria porri) dan embun bulu (Peronospora destructor). Saat tanaman memasuki periode pembungaan (±3 MST), penyiraman harus dilakukan dengan teliti karena mempengaruhi perkembangan bunga. Serangan bercak ungu dan embun bulu terjadi pada 4-5 MST (Gambar 5).

Gambar 5 Serangga yang terjerat dalam yellowtrap termasuk di dalamnya lalat dan kutu daun

Gambar 6 Umbel bunga yang terserang penyakit embun bulu saat umbel berkembang (a) dan saat bunga mekar (b)

(31)

15

Serangan ini mengakibatkan beberapa tangkai bunga berwarna cokelat dan akhirnya mati. Kelembaban udara yang cukup tinggi ikut berperan dalam menyebarkan penyakit, sehingga banyak bunga yang terserang. Pengendalian dilakukan dengan memotong bagian tanaman yang terserang dan memberikan fungisida berbahan aktif mankozeb, klorotalonil 75% dan difenoconazol pada ujung-ujung daunnya.

Pada saat tanaman memasuki fase bunga mekar, banyak jenis serangga yang mengunjungi bunga antaralainsemut (Gambar 7a), lalat (Gambar 7b), lebah (Gambar 7c), laba-laba (Gambar 7d). Serangga mengunjungi bunga saat cuaca cerah dan suhu udara tidak terlalu tinggi, pada umumnya berkisar pukul 08.00-11.00 WIB. Saat bunga sudah membentuk kapsul, terjadi serangan ulat grayak (Spodoptera spp). Pengendalian dilakukan dengan menyemprotkan insektisida yang berbahan aktifklorantraniliprol.

Gambar 7 Serangga yang mengunjungi bunga:semut (a), lalat (b), lebah (c),laba-laba (d)

Penanaman untuk percobaan dua dilakukan pada awal Agustus 2014 saat cuaca kering dan suhu udara 26.2 0C serta kelembaban udara sebesar 77%. Cuaca dengan suhu yang tinggi dan kelembaban rendah juga menyebabkan aktifitas lebah untuk berkelibang menjadi rendah dan terbatas waktu. Cuaca yang kering dan terik menyebabkan aktifitas lebah berkelibang menurun. Menurut Tara dan Sharma (2010), Apis cerana berkelibang pada kisaran suhu 19.6-24.2 0C dengan kelembaban relatif antara 59 -78%.

Penanaman untuk percobaan tiga dilakukan pada bulan September 2014 ketika suhu udara rata-rata mencapai 270C dan kelembaban udara sekitar 67%. Upaya untuk menghindari kegagalan pembungaan karena umbi mengalami devernalisasi akibat tingginya suhu udara dan rendahnya kelembaban adalah dengan tidak memberikan plastik naungan pada awal tanam dan melakukan

b

c d

(32)

16

penyiraman setiap hari. Pemberian naungan dilakukan setelah tanaman memasuki periode pembentukan buah untuk menghindari kerontokan buah apabila hujan.

Pengaruh BAP terhadap Peningkatan Pembungaan di Dataran Rendah Pembungaan

Konsentrasi BAP dan waktu pemberian tidak berinteraksi dalam

mempengaruhi pembungaan bawang merah di dataran rendah Subang.

Konsentrasi BAP hanya mempengaruhi waktu 50% tanaman berbunga (Tabel 1). Sementara itu waktu aplikasi tidak mempengaruhi waktu muncul umbel, waktu 50% tanaman berbunga, dan awal bunga mekar (Tabel 1).

Tabel 1 Waktu muncul umbel, waktu berbunga 50%, dan awal bunga mekar sebagai respon tanaman bawang merah terhadap konsentrasi dan waktu aplikasi BAP di dataran rendah Subang

Perlakuan Waktu muncul

Rata-rata 26.4 - 45.9

Waktu aplikasi

1, 3, 5 MST 26.8 29.7 48.9

2, 4, 6 MST 25.9 31.1 46.3

Rata-rata 26.4 30.7 45.9

BAP x W tn tn tn

KK (%) 20.6 13.3 16.76

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama pada masing-masing perlakuan tidak berbeda nyata pada uji DMRT pada taraf 5%; tn= tidak nyata.

Pada penelitian ini, pembungaan tanaman yang tidak diberi BAP tidak mencapai 50% sedangkan tanaman yang diberi perlakuan berbagai konsentrasi BAP menghasilkan 50% tanaman berbunga pada sekitar 30 HST. Penelitian Rosliani et al. (2013) pada tempat dan varietas yang sama menghasilkan 50% tanaman berbunga pada 33 HST, 12 hari lebih lambat dari pada kontrol atau 3 hari lebih lambat dari penelitian ini.

(33)

17

Konsentrasi BAP berpengaruh terhadap persentase tanaman berbunga dan jumlah umbel per tanaman, sementara waktu aplikasi BAP berpengaruh terhadap persentase tanaman berbunga dan jumlah bunga per umbel (Tabel 2). Tanaman yang tidak diberi perlakuan BAP menghasilkan persentase tanaman berbunga mencapai 27.8% sementara tanaman yang diberi aplikasi BAP mampu menghasilkan persentase tanaman berbunga antara 38.9-55.6% dengan persentase tertinggi dicapai pada pemberian BAP 200 ppm. Sementara itu waktu aplikasi BAP pada 2, 4, 6 MST mampu meningkatkan persentase tanaman berbunga sebesar 50% lebih tinggi daripada waktu pemberian BAP pada 1, 3, 5 MST.

Tabel 2 Persentase tanaman berbunga, jumlah umbel per tanaman, dan jumlah bunga per umbel sebagai respon tanaman bawang merah terhadap konsentrasi dan waktu aplikasi BAP di dataran rendah Subang

Perlakuan Persentase tanaman

50 38.9ab 1.6ab 63.7

100 50.0ab 2.0ab 50.9

150 47.3ab 2.1 a 46.1

200 55.6 a 1.5ab 44.9

250 44.4ab 1.7ab 41.2

Waktu aplikasi

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama pada masing-masing perlakuan tidak berbeda nyata pada uji DMRT pada taraf 5%; tn= tidak nyata;tr = transformasi√x + 1

Jumlah umbel per tanaman juga dipengaruhi oleh perbedaan konsentrasi BAP dan tidak dipengaruhi oleh waktu aplikasi. Jumlah umbel per tanaman meningkat sejalan dengan peningkatan konsentrasi BAP. Tanaman yang diberi BAP menghasilkan 1.5–2.1 umbel per tanaman lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol yang hanya menghasilkan 1 umbel per tanaman. Peningkatan jumlah umbel tertinggi dicapai pada konsentrasi 150 ppm sebanyak 2.1 umbel. Getharani dan Ponnuswamy (2007) menyatakan bahwa jumlah umbel pada tanaman bawang merah dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya kondisi penyimpanan umbi, kerapatan tanam, kultivar, dan praktik budidaya. Pada penelitian ini kondisi suhu udara yang tinggi diduga menyebabkan devernalisasi sehingga tanaman yang tidak diberi perlakuan BAP menghasilkan umbel yang rendah, sementara tanaman yang diberi BAP mampu menghasilkan umbel lebih banyak diduga karena BAP berperan dalam mendorong pembelahan sel sehingga mampu mengkompensasi devernalisasi yang terjadi.

(34)

18

tanaman yang memiliki jumlah umbel yang lebih sedikit (kontrol, aplikasi BAP 50, 200, dan 250 ppm). Kondisi ini diduga karena jumlah umbel ikut menentukan pembagian asimilat. Jumlah umbel per tanaman yang banyak menyebabkan pembagian asimilat untuk perkembangan bunga, kapsul, dan bijimenjadi lebih sedikit. Jumlah bunga per umbel pada percobaan ini tidak dipengaruhi oleh konsentrasi BAP yang berbeda akan tetapi dipengaruhi oleh waktu aplikasi. Waktu aplikasi BAP pada 2, 4, 6 MST mampu menghasilkan jumlah bunga sebanyak 57.3 kuntum per umbel atau 15 kuntum bunga lebih banyak dibandingkan pada pemberian BAP pada 1, 3, 5 MST yang menghasilkan 41.7 bunga per umbel. Perbedaan jumlah bunga per umbel yang disebabkan oleh waktu aplikasi BAP memberikan indikasi perbedaan penyerapan BAP. Tanaman yang diberi perlakuan BAP pada 2, 4, 6 MST lebih besar pertumbuhannya daripada tanaman pada umur 1, 3, 5 MST sehingga tanaman lebih efektif menyerap BAP dan meningkatkan pembelahan sel meristem.

Berdasarkan kurva regresi (Gambar 8), terjadi perbedaan respon oleh tanaman terhadap perbedaan waktu aplikasi BAP. Waktu aplikasi BAP pada 1, 3, 5 MST menurunkan persentase tanaman berbunga dengan persamaan y=-0.00085x2 + 0.167x + 37.9 (R2=0.099) (Gambar 8a). Semakin tinggi konsentrasi BAP yang diberikan pada 1, 3, 5 MST maka persentase tanaman berbunga semakin menurun. Persentase tanaman berbunga dengan waktu aplikasi BAP 1, 3, 5 MST mencapai optimum pada konsentrasi BAP 98.2 ppm yang menghasilkan persentase berbunga sebesar 46.1%. Sementara itu, pemberian BAP pada 2, 4, 6 MST mampu meningkatkan persentase tanaman berbunga dengan persamaan y=-0.001x2 + 0.419x +19.44 (R2=0.422) (Gambar 8b). Semakin tinggi konsentrasi BAP yang diberikan pada 2, 4, 6 MST maka akan semakin tinggi pula persentase tanaman berbunga. Persentase tanaman berbunga dengan waktu aplikasi BAP 2, 4, 6 MST mencapai optimum pada pemberian BAP 209.5 ppm yang menghasilkan persentase berbunga sebesar 63.3%. Penundaan waktu aplikasi BAP diduga dapat memberikan kesempatan bagi tanaman dapat tumbuh lebih baik karena akumulasi asimilat tanaman lebih tinggi sehingga mendorong pembelahan sel yang lebih nyata sehingga persentase tanaman berbunga pada waktu aplikasi 2, 4, 6 MST lebih tinggi daripada 1, 3, 5 MST.

(35)

19

Pembentukan Kapsul

Pemberian BAP tidak mempengaruhi pembentukan kapsul per umbel dan jumlah kapsul bernas per umbel (Tabel 3). Jumlah kapsul per umbel dan jumlah kapsul bernas per umbel lebih dipengaruhi waktu aplikasi BAP. Waktu aplikasi BAP pada 2, 4, 6 MST mampu menghasilkan jumlah kapsul per umbel sebanyak 32.2 sedangkan waktu aplikasi BAP pada 1, 3, 5 MST menghasilkan 21.9 kapsul per umbel.

Tabel 3 Jumlah kapsul per umbeldan jumlah kapsul bernas per umbel sebagai respon terhadap konsentrasi BAP dan waktu aplikasi di dataran rendah Subang

Perlakuan Jumlahkapsul per

umbel

Jumlah kapsul bernas per umbel

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama pada masing-masing perlakuan tidak berbeda nyata pada uji DMRT pada taraf 5%; tn= tidak nyata; tr= transformasi√x + 1

(36)

20

Gambar 9 Kurva regresi jumlah kapsul bernas per umbel pada waktu aplikasi BAP 1, 3, 5 MST (a) dan 2, 4, 6 MST (b)

Produksi TSS

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian BAP tidak berpengaruh terhadap jumlah dan bobot TSS per tanaman. Hasil ini menguatkan Roslianiet al. (2012) yang menyatakan bahwa BAP tidak berpengaruh terhadap peubah produksi. Namun demikian, dalam penelitian ini waktu aplikasi BAP berpengaruh terhadap bobot TSS per tanaman tetapi tidak mempengaruhi jumlah TSS per tanaman (Tabel 4). Tanaman yang diberi aplikasi BAP pada waktu 2, 4, 6 MST

menghasilkan bobot TSS per tanaman yang meningkat hingga 33.7%

dibandingkan pada 1, 3, 5 MST.

Tabel 4 Jumlah TSS per tanaman dan bobot TSS per tanaman bawang merah sebagai respon terhadap konsentrasi dan waktu aplikasi BAP di dataran rendah Subang

Perlakuan Jumlah TSS per

tanaman

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama pada masing-masing perlakuan tidak berbeda nyata pada uji DMRT pada taraf 5%; tn= tidak nyata,tr= transformasi√x + 1.

Jumlah bunga per umbel

a

Jumlah bunga per umbel

(37)

21

Berdasarkan uji regresi (Gambar 10), terjadi peningkatan bobot TSS per tanaman sejalan dengan meningkatnya jumlah kapsul bernas per tanaman. Pada waktu aplikasi 1, 3, 5 MST, peningkatan bobot TSS per tanaman masih rendah mengikuti respon regresi linear dengan persamaan y=0.008x-0.011 (R2=0.871). Setiap peningkatan satu kapsul bernas per tanaman akan meningkatkan bobot TSS per tanaman sebesar 0.01%.Sementara itu pada waktu aplikasi BAP 2, 4, 6 MST terjadi peningkatan bobot TSS pertanaman yang sama besar (0.01%) dengan persamaan y=0.008x+0.038 (R2=0.897).

Gambar 10 Kurva regresi jumlah kapsul bernas per tanaman dan bobot TSS per tanaman pada waktu aplikasi BAP 1, 3, 5 MST (a) dan 2, 4, 6 MST

Korelasi antar Peubah Produksi TSS

Peningkatan pembungaan melalui aplikasi BAP pada 2, 4, 6 MST memberikan banyak manfaat dibandingkan waktu aplikasi pada 1, 3, 5 MST. Tanaman yang diaplikasi BAP pada 2, 4, 6 MST mengalami peningkatan pada beberapa peubah yaitu, jumlah bunga per umbel , jumlah kapsul per umbel, dan jumlah kapsul bernas per umbel lebih banyak, serta bobot TSS per tanaman lebih tinggi.

Hasil uji korelasi (Tabel 5) menunjukkan bahwa terdapat keeratan hubungan yang ditunjukkan dengan positifnya koefisien korelasi antara jumlah umbel per tanaman yang berkorelasi nyata dengan dengan jumlah bunga per umbel (r=0.516), dan bobot TSS per tanaman (r=0.736). Sementara jumlah bunga per umbel berkorelasi nyata dengan jumlah kapsul bernas per tanaman (r=0.767) dan bobot TSS per tanaman. Jumlah kapsul bernas per tanaman juga berkorelasi nyata dengan bobot TSS per tanaman (r=0.725). Data ini memberi indikasi bahwa peningkatan bobot TSS yang dihasilkan dapat dilakukan dengan meningkatkan jumlah kapsul bernas per tanaman. Jumlah kaapsul bernas per tanaman akan meningkat apabila jumlah bunga per umbel meningkat, yang dapat dicapai dengan meningkatkan jumlah umbel per tanaman melalui aplikasi BAP. Fenomena peningkatan jumlah umbel per tanaman yang diikuti dengan peningkatan jumlah bunga per umbel diduga karena BAP berperan dalam perluasan zona merismatik tanaman. Prat et al. (2008) menyatakan bahwa peningkatan jumlah bunga dapat terjadi karena adanya perluasan zona merismatik tanaman akibat pemberian BAP.

y = 0.008x - 0.011

Jumlah kapsul bernas per tanaman

a

Jumlah kapsul bernas per tanaman

(38)

22

Meskipun jumlah umbel per tanaman cukup tinggi, tidak terjadi penghambatan translokasi asimilat untuk perkembangan meristem sehingga jumlah bunga per umbel dapat terus meningkat. Amanullah (2010) menyatakan bahwa zat pengatur tumbuh dapat membantu tanaman dalam translokasi nutrisi dan asimilat.

Peningkatan setiap satu satuan jumlah umbel juga diikuti dengan peningkatan bobot TSS per tanaman dengan proporsi 0.736. Hasil ini menguatkan Rosliani et al.(2014) yang menyatakan bahwa jumlah umbel berkorelasi dengan bobot TSS. Hasil pengujian ini dapat bermanfaat dalam memberikan informasi awal bahwa jumlah umbel menjadi salah satu faktor penentu dalam produksi TSS, semakin banyak jumlah umbel, maka potensi produksi TSS semakin meningkat.

Tabel 5 Koefisien korelasi antara jumlah umbel per tanaman, jumlah bunga per umbel, jumlah kapsul bernas per tanaman, dan bobot TSS per tanaman pada waktu aplikasi BAP 2, 4, 6 MST

Peubah JU JB JKPB BTSS

JU - 0.516** 0.346tn 0.736**

JB - 0.767** 0.726**

JKPB - 0.725**

BTSS

-Keterangan:JU=jumlah umbel per tanaman, JB=jumlah bunga per umbel, JKPB=jumlah kapsul bernas per tanaman, BTSS=bobot TSS per tanaman, **=berbeda nyata pada taraf 1%, tn=tidak nyata.

Jumlah bunga per umbel juga berkorelasipositif dengan jumlah kapsul bernas per umbel (r=0.767) dan bobot TSS per tanaman (r=0.726). Dengan demikian maka setiap peningkatan satu satuan jumlah bunga per umbel maka peluang terbentuknya kapsul bernas per tanaman juga akan meningkat dengan proporsi 0.767 dan bobot TSS per tanaman juga akan meningkat dengan proporsi sebesar 0.726. Hasil ini juga memberikan informasi bahwa selain jumlah umbel per tanaman, jumlah bunga per umbel juga ikut menentukan produksi TSS. Semakin tinggi jumlah bunga per umbel maka peluang pembentukan kapsul bernas semakin tinggi sehingga produksi TSS dapat meningkat.

Jumlah kapsul bernas per umbel secara nyata berkorelasi positif terhadap bobot TSS per tanaman (r=0.689). Korelasi yang positif pada kedua tolok ukur tersebut menunjukkan bahwa setiap peningkatan satu satuan jumlah kapsul bernas per umbel akan diikuti peningkatan bobot TSS per tanaman dengan proporsi 0.689. Hasil ini menunjukkan bahwa pendugaan produksi TSS dapat dilakukan melalui jumlah kapsul bernas per tanaman.

Mutu TSS

Pada penelitian ini, pemberian BAP berpengaruh terhadap daya

(39)

23

butir sebesar 0.237 g. Rata-rata bobot 100 butir TSS pada penelitian ini dinilai lebih rendah jika dibandingkan dengan penelitian Rosliani et al.(2013) yang melaporkan bahwa rata-rata bobot 100 butir TSS di dataran rendah Subang sekitar 0.395 g.

Tabel 6 Bobot 100 butir, daya berkecambah, potensi tumbuh maksimum, dan indeks vigor tanaman bawang merah sebagai respon terhadap konsentrasi dan waktu aplikasi BAP di dataran rendah Subang

Perlakuan Bobot

150 0.276 29.5bc 64.5bc 24.0 c

200 0.279 22.0 c 55.0 c 18.5 c

Rata-rata - 41.8 66.3 37.1

BAP x W tn tn tn tn

KK (%) 31.30 33.83 22.77 36.56

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama pada masing-masing perlakuan tidak berbeda nyata pada uji DMRT pada taraf 5%; tn= tidak nyata.

Dalam penelitian ini peningkatan konsentrasi BAP cenderung menurunkan mutu TSS yang ditunjukkan dengan semakin menurunnya daya berkecambah, potensi tumbuh maksimum, dan indeks vigor dibandingkan dengan konsentrasi yang rendah (50 ppm) dan kontrol. TSS yang diberi aplikasi BAP dengan konsentrasi rendah (50 ppm) memiliki daya berkecambah 64.5%, potensi tumbuh maksimum 77%, dan indeks vigor 55% yang lebih baik dibandingkan dengan TSS yang diberi BAP dengan berkonsentrasi lebih tinggi dengan daya berkecambah berkisar 22.0-43.5%, potensi tumbuh maksimum 55.0-64.5%, dan indeks vigor 18.5-40.5%. Nilai daya berkecambah pada percobaan ini tergolong masih rendah dibandingkan dengan Rosliani et al. (2013) yang melaporkan bahwa daya berkecambah TSS di dataran rendah Subang rata-rata sebesar 68.88%. Selain itu, daya berkecambah TSS pada penelitian ini juga tidak memenuhi standar minimum daya berkecambah ≥75% yang ditetapkan oleh Direktorat Bina Perbenihan (2007).

Produksi Umbi

(40)

24

aplikasi BAP tidak berpengaruh terhadap jumlah umbi per tanaman dan bobot umbi per tanaman (Tabel 7). Jumlah umbi per tanaman yang mendapat perlakuan BAP mengalami peningkatan dibandingkan kontrol. Tanaman yang diberi konsentrasi BAP mampu meningkatkan jumlah umbi per tanaman antara 5.9-8.1 sementara pada kontrol hanya mampu menghasilkan 4.5 umbi per tanaman.

Peningkatan jumlah umbi akibat pemberian BAP diduga karena adanya pengaruh sitokinin dalam meningkatkan pembelahan sel-sel meristem. Sel- sel meristem yang berkembang dan terdeferensiasi akhirnya membentuk jaringan baru dalam bentuk umbi. Jumlah umbi per tanaman yang mendapat perlakuan BAP mengalami peningkatan dibandingkan kontrol. Hasil ini juga menunjukkan bahwa tanaman yang berbunga akibat perlakuan BAP tetap menghasilkan umbi dengan jumlah yang lebih banyak daripada kontrol. Dengan demikian, pembungaan pada tanaman bawang merah tidak menurunkan jumlah umbi dan bobot umbi per tanaman.

Tabel 7 Jumlah umbi per tanaman dan bobot umbi per tanaman bawang merah sebagai respon terhadap konsentrasi dan waktu aplikasi BAP di dataran rendah Subang

Perlakuan Jumlah umbi per tanaman Bobot umbi per tanaman (g)

Konsentrasi BAP (ppm)

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama pada masing-masing perlakuan tidak berbeda nyata pada uji DMRT pada taraf 5%; tn= tidak nyata.

IntroduksiApis ceranaMeningkatkan Produksi TSS di Dataran Rendah Pembentukan Kapsul

(41)

25

Introduksi Apis cerana meningkatkan jumlah kapsul bernas sampai empat kali lipat sedangkan persentase pembentukan kapsul meningkat dua kali lipat (Gambar 11). Dalam penelitian sebelumnya Palupi et al. (2015) melaporkan bahwa koloni lebah yang diintroduksi dalam pertanaman bawang merah tidak dapat bertahan karena koloni dikerodong sehingga tidak ada pilihan sumber makanan lain selain nektar bunga bawang merah. Dalam penelitian ini koloni masih tetap bertahan sampai penelitian selesai, lebah tidak mempunyai pilihan makanan yang lain. Penelitian Devkota dan Thapa (2005) melaporkan bahwa jumlah bunga yang dikunjungi dan waktu kunjungan Apis cerana dengan sistem terbuka (open pollination) lebih tinggi dibandingkan dengan yang dikurung. Dengan demikian, semakin besar jumlah bunga yang dikunjungi dan semakin sering waktu kunjungan dapat memperbesar terjadinya proses penyerbukan, pembentukan kapsul dan biji. Pernyataan yang sama juga disampaikan oleh Tara dan Abbadi (2010) dan Sharma (2010) menyatakan bahwa penyerbukan terbuka

mampu meningkatkan persentase pembentukan kapsul. Meningkatnya

pembentukan kapsul pada sistem penyerbukan terbuka diduga karena

memungkinkan Apis cerana (Gambar 12) dan serangga lain ikut berperan dalam penyerbukan sehingga peluang pembentukan kapsul menjadi lebih besar.

Gambar 11 Jumlah kapsul bernas per tanaman (a) dan persentase pembentukan kapsul (b) pada plot tanpa dan dengan introduksiApis cerana

(42)

26

Produksi TSS

Introduksi Apis cerana Tanaman yang diintroduksi 22 menjadi 116.5 butir, perse menjadi 78.7%, bobot TSS g (Gambar 12). Peningkatan dan jumlah TSS bernas peningkatan. Hasil ini selar serta Tara dan Sharma melaporkan bahwa penyerbuka jumlah biji per umbel dan bobot

Gambar 13 Jumlah TSS per dan bobot TSS Apis cerana

Mutu TSS

Introduksi Apis cerana 100 butir (Gambar 14). berkecambah TSS dua kali butir meningkat hampir sete yang melaporkan bahwa i bobot 100 butir akan t berkecambah.

rana juga efektif dalam meningkatkan produksi oduksi mengalami peningkatan jumlah TSS per tana

ersentase TSS bernas per tanaman meningkat da S per tanaman meningkat empat kali lipat menj tan ini terjadi karena meningkatnya pembentuk s sehingga bobot TSS per umbel juga m laras dengan Sharma et al. (2009) pada tanam a (2010) pada tanaman Brassica campest erbukan terbuka tanpa kerodong mampu meni

bobot biji per umbel.

per tanaman (a), persentase TSS bernas per tan S per tanaman (c) pada plot tanpa dan dengan

rana juga meningkatkan daya berkecambah da Introduksi Apis cerana mampu meningkat li lipat, dari 23% menjadi 47%. Sementara itu etengahnya. Hasil ini berbeda dengan Palupiet a introduksi Apis cerana hanya meningkatka

tetapi tidak memberikan pengaruh terhada

(43)

27

Gambar 14 Mutu TSS bawang merah berupa daya berkecambah (a) dan bobot 100 butir TSS (b) pada plot tanpa dan dengan introduksiApis cerana

Pemupukan P dan K terhadap Produksi dan Mutu TSS di Dataran Rendah Pertumbuhan Vegetatif

Peningkatan dosis P tidak meningkatkan tinggi tanaman bawang merah (Gambar 15). Hasil ini selaras dengan Ali et al. (2008) yang melaporkan bahwa peningkatan dosis P tidak meningkatkan tinggi tanaman. Pada penelitian ini pemupukan P optimum dicapai pada pemberian 200 kg P2O5ha-1.. Respon serupa

juga terjadi dari peningkatan dosis pupuk K yang tidak meningkatkan tinggi tanaman (Gambar 15). Hasil penelitian ini bertentangan dengan Ali et al. (2007) yang melaporkan bahwa peningkatan K dapat menambah tinggi tanaman bawang merah. Dosis optimum pupuk K dalam penellitian ini dicapai dengan pemberian 20 kg K2O ha-1. Hasil yang sama dilaporkan oleh Sumarni et al. (2011) bahwa

peningkatan dosis P dan K tidak meningkatkan tinggi tanaman.

Gambar 15 Tinggi tanaman bawang merah sebagai respon terhadap pemupukan P (a) dan K(b) di dataran rendah Subang

Peningkatan dosis pupuk P tidak meningkatkan jumlah daun per tanaman bawang merah. Hasil ini berbeda dengan Aliet al.(2008) yang melaporkan bahwa

(44)

28

peningkatan dosis P mampu meningkatkan jumlah daun per tanaman bawang merah. Dosis optimum pupuk P dalam penelitian ini dicapai pada pemberian 150 kg P2O5ha-1 (Gambar 16a). Pemberian pupuk K juga tidak ikut meningkatkan

jumlah daun per tanaman (Gambar 16b). Dosis optimum pupuk K dicapai pada pemberian 122.91 kg K2O ha-1. Hasil ini membantah Ali et al. (2007) yang

melaporkan bahwa peningkatan dosis K mampu meningkatkan jumlah daun per tanaman bawang merah.

Gambar 16 Jumlah daun tanaman bawang merah sebagai respon terhadap pemupukan P (a) dan K(b) di dataran rendah Subang

Tidak berpengaruhnya pemberian P dan K terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun diduga karena fase perkembangan vegetatif tanaman dan proses fotosintesis sebagian besar diperankan secara langsung oleh nitrogen (N) sementara P tidak memberikan efek langsung terhadap fotosintesis. Selain itu, kelebihan dosis P dan K juga dapat menyebabkan tanaman kekurangan unsur hara lain. Sumarni et al. (2012b) menyatakan bahwa kelebihan K menghambat penyerapan Mg dan Ca sehingga pertumbuhan tanaman terhambat dan kerdil.

Pembungaan

Pemberian pupuk K mempengaruhi pembungaan bawang merah sementara peningkatan dosis P tidak berpengaruh terhadap pembungaan bawang merah di dataran rendah Subang (Tabel 8). Semakin tinggi dosis pupuk K yang diberikan, waktu muncul umbel semakin lambat. Dosis 200 kg K2O ha-1 memperlambat

waktu muncul umbel dari 27.9 menjadi 29.6 HST. Lambatnya muncul umbel menyebabkan perlambatan awal bunga mekar dari 50.1 menjadi 52.5 HST.

(45)

29

Tabel 8 Waktu muncul umbel, waktu berbunga 50%, dan awal bunga mekar tanaman bawang merah sebagai respon terhadap pemupukan P dan K di dataran rendah Subang

100 28.8 31.1 51.0

200 28.0 30.1 50.7

300 28.4 30.8 51.3

400 27.8 31.2 49.6

Rata-rata 28.3 30.9 50.9

K2O (kg ha-1)

0 27.9ab 30.3 50.1 b

50 27.6 b 30.1 50.4 b

100 28.1ab 30.7 50.5ab

150 28.3ab 31.4 50.7ab

200 29.6a 31.9 52.5 a

Rata-rata - 30.9

-P x K tn tn tn

KK (%) 9.8 7.3 5.9

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama pada masing-masing perlakuan tidak berbeda nyata pada uji DMRT pada taraf 5%.

(46)

30

Tabel 9 Persentase tanaman berbunga (%), jumlah umbel per tanaman, jumlah bunga per umbel tanaman bawang merah sebagai respon pemupukan P dan K di dataran rendah Subang

Perlakuan Persentase tanaman

berbunga (%)

Jumlah umbel per tanaman

P2O5(kg ha-1)

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama pada masing-masing perlakuan tidak berbeda nyata pada uji DMRT pada taraf 5%; tn= tidak nyata

Peningkatan dosis P tidak meningkatkan jumlah bunga per umbel (Gambar 17). Hasil ini sejalan dengan Ali et al. (2008) bahwa peningkatan dosis P tidak meningkatkan jumlah bunga per umbel. Berdasarkan kurva respon, dosis optimum pupuk P dicapai dengan pemberian P sebanyak 278.18 kg ha-1yang menghasilkan bunga per umbel sebanyak 66.77.

Gambar 17 Jumlah umbel per tanaman bawang merah sebagai respon terhadap pemupukan P(a) dan K(b) di dataran rendah Subang

(47)

31

Peningkatan dosis K juga tidak mampu meningkatkan jumlah bunga per umbel yang ditunjukkan semakin menurunnya jumlah bunga per umbel seiring dengan peningkatan dosis K (Gambar 18). Meskipun demikian, dosis K optimum dicapai pada pemberian K sebesar 20.5 kg ha-1 yang menghasilkan jumlah bunga per umbel sebanyak 67.9 kuntum. Menurunnya respon tanaman terhadap jumlah bunga per umbel dalam penelitian ini diduga karena rendahnya serapan K oleh tanaman karena K masih terjerap dalam tanah.

Gambar 18 Jumlah bunga per umbel tanaman bawang merah sebagai respon terhadap pemupukan P (a) dan K(b) di dataran rendah Subang

Pembentukan Kapsul

Jumlah kapsul per tanaman tidak mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya dosis P (Gambar 19). Namun demikian, dosis optimum dicapai dengan pemberian 120 kg P2O5 ha-1 yang menghasilkan jumlah kapsul sebanyak

29.4 buah. Hasil ini berbeda dengan Aliyu et al. (2008) yang melaporkan bahwa peningkatan dosis P mampu meningkatkan jumlah kapsul bawang merah.

Gambar 19 Jumlah kapsul per tanaman bawang merah sebagai respon terhadap pemupukan P (a) dan K (b) di dataran rendah Subang

Gambar

Gambar 1 Polybag ditanami tiga umbi (a) bedengan yang ditutup mulsa dan diberinaungan plastik (b)
Gambar 3 Alur penelitian
Gambar 5 Serangga yang terjerat dalam yellowtrap termasuk di dalamnya lalat
Gambar 7 Serangga yang mengunjungi bunga:semut (a), lalat (b), lebah (c),laba-
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian yang telah dilakukan dengan 4 variabel independen dalam pengaruhnya terhadap struktur modal menunjukkan bahwa 2 variabel memiliki pengaruh signifikan terhadap

Respon anak terhadap strategi yang dilakukan guru dalam dalam mengembangkan kecerdasan kinestetik pada aspek kelenturan di Kelompok B2 Taman Kanak-kanak Bina

ide tentang cara menemukan jawaban melaui eksperimen yang akhirnya siswa mampu mengembangkan ide, serta mampu menghubungkan hasil eksperimen dan aplikasinya. Dengan

Apabila kita lihat dari pendapat di atas mengenai tujuan dari pendekatan pembelajaran Inquiry yakni diharapkan setelah siswa mengikuti proses pembelajaran dengan

baik berdasarkan validasi ahli media, sehingga layak untuk digunakan sebagai media pembelajaran; (3) ada perbedaan untuk masing-masing kepercayaan diri dan hasil

Hal ini terbukti; (1) Ada perbedaan antara model pembelajaran pratikum melalui pendekatan discovery berbasis inkuiri dengan model pembelajaran pratikum tanpa melalui pendekatan

Model pembelajaran Cooperative Learning tipe Two Stay Two Stray (TSTS) adalah suatu model pembelajaran sebagai solusi pada permasalahan tersebut yang tujuannya

Keduanya melaksanakan perintah Allah, oleh sebab itulah Iblis tidak mau bersujud kepada Adam dan Fir’aun tidak mau beriman (kepada Nabi Musa) sebagai utusan Allah