• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengawetan Kayu Sengon (Falcataria moluccana Miq.) dengan Diffusol CB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengawetan Kayu Sengon (Falcataria moluccana Miq.) dengan Diffusol CB"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

PENGAWETAN KAYU SENGON (

Falcataria moluccana

Miq.)

DENGAN DIFFUSOL CB

SAJIDA

DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengawetan Kayu Sengon (Falcataria moluccana Miq.) dengan Diffusol CB adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2013

Sajida

NIM E24090099

(3)

ABSTRAK

SAJIDA. Pengawetan Kayu Sengon (Falcataria moluccana Miq.) dengan Diffusol CB. Dibimbing oleh I WAYAN DARMAWAN.

Kemajuan ilmu serta teknologi memungkinkan jenis kayu sengon (Falcataria moluccana Miq.) dapat diperpanjang masa pakainya melalui proses pengawetan kayu, terutama dengan metode rendaman dingin. Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan parameter retensi, penurunan berat, penilaian

grave yard test, kadar air, kerapatan, berat jenis, MOE dan MOR kayu sengon (Falcataria moluccanaMiq.). Contoh uji dibuat dengan 3 kombinasi varian yang terdiri dari: (a) Varian bagian dalam kayu (Gubal dan Teras); (b) Varian umur (5, 6, dan 7 tahun); serta (c) Varian posisi ketinggian (Pangkal, Tengah dan Ujung). Aplikasi bahan pengawet diffusol CB melalui metode rendaman dingin pada kayu sengon umur 5, 6 dan 7 tahun dapat meningkatkan sifat fisis (kadar air, berat jenis dan kerapatan kayu) dan keawetan kayu (retensi, penurunan berat dan grave yard test), serta dapat mengurangi serangan organisme perusak (rayap Macrotermes gilvus dan jamur Pycnoporus cinnabarinus) jika dibandingkan dengan kontrol. Sifat mekanis (MOE dan MOR) kayu sengon pada posisi pangkal cenderung menurun dari bagian kulit menuju empulur kayu.

Kata kunci:Falcataria moluccana, diffusol CB, rendaman dingin, uji kubur

ABSTRACT

SAJIDA. Preservation Sengon Wood Falcataria moluccana Miq.) with Diffusol CB. Supervised by I WAYAN DARMAWAN.

Innovation in wood science and technology could improve the service life of sengon wood (Falcataria moluccana Miq.) through the wood preservation process, especially with a cold immersion method. Analysis of data was conducted in a descriptive with the retention, weight loss, grave yard test valuation, moisture content, density, specific gravity, MOE and MOR parameters of the sengon wood (Falcataria moluccana Miq.). Samples were prepared with 3 combinations of variant consisting of: (a) Variant of wood inside (sapwood and heartwood); (b) Variant of age (5, 6, 7 years); and (c) Variant of height position (bottom, middle, and upper). The application of preservative diffusol CB through the cold immersion method on sengon wood age 5, 6, and 7 years can improve the physical properties (moisture content, specify gravity and density of the wood), and durability of wood (retention, weight loss, grave yard test), as well as could reduce the organism attack (termite Macrotermes gilvus and fungi Pycnoporus cinnabarinus) when compared to control. Mechanical properties (MOE and MOR) sengon wood in bottom position of inclined downward from the pith to bark.

(4)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Hasil Hutan

PENGAWETAN KAYU SENGON (

Falcataria moluccana

Miq.)

DENGAN DIFFUSOL CB

SAJIDA

DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul Skripsi: Pengawetan Kayu Sengon (Falcataria moluccanaMiq.) dengan Diffusol CB

Nama : Sajida NIM : E24090099

Disetujui oleh

Prof Dr Ir I Wayan Darmawan, MSc Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr Ir I Wayan Darmawan, MSc Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

(6)
(7)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus sampai Desember 2012 ialah keawetan, dengan judul Pengawetan Kayu Sengon (Falcataria moluccanaMiq.) dengan Diffusol CB. Penyusunan skripsi ini menjadi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Walaupun demikian, semoga hasil yang dituangkan dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang memerlukannya.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini, terutama kepada:

1. Prof Dr Ir I Wayan Darmawan, MSc selaku dosen pembimbing, yang telah berkenan memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis.

2. Ayah, Ibu dan keluarga tercinta atas semua dukungan dan kasih sayang yang diberikan, baik moril maupun materil serta doa yang selalu mengalir tanpa henti kepada penulis.

3. Erik Kurbaniana, SHut atas semangat, dukungan dan doa yang diberikan kepada penulis.

4. Seluruh tenaga kependidikan di Departemen Hasil Hutan yang banyak memberikan dukungan dan bantuannya selama ini kepada penulis.

5. Teman-teman Mayor Teknologi Hasil Hutan Angkatan 46 dan semua mahasiswa THH yang tidak bisa disebutkan satu per satu atas dukungan semangat dan kerjasamanya selama menempuh kuliah di Fakultas Kehutanan IPB.

6. Semua pihak yang telah membantu penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Bogor, Desember 2013

Sajida

(8)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN ix

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 1

TINJAUAN PUSTAKA 2

Kayu Sengon (Falcataria moluccanaMiq.) 2

Diffusol CB 2

Pengawetan 3

Uji Kubur (Grave Yard Test) 4

METODOLOGI 4

Waktu dan Lokasi 4

Alat dan Bahan 4

Prosedur Penelitian 4

Persiapan Contoh Uji 4

Pengeringan Kayu 5

Pengawetan Contoh Uji 6

Pengamatan dan Pengambilan Data 6

Kadar Air, Kerapatan dan Berat Jenis 6

Retensi 7

Grave yard test 7

Penurunan Berat 7

Identifikasi Rayap 8

Modulus of Elasticity(MOE) 8

Modulus of Rupture (MOR) 8

Analisis Data 9

HASIL DAN PEMBAHASAN 9

Keawetan Kayu Sengon (Falcataria mollucanaMiq.) 9

(9)

Retensi Bahan Pengawet 9

Penurunan Berat 10

Penilaian Grave Yard Test 11

Sifat Fisis Kayu Sengon (Falcataria mollucanaMiq.) 12

Kadar Air 12

Kerapatan 13

Berat Jenis 15

Sifat Mekanis Kayu Sengon (Falcataria mollucanaMiq.) 16 Modulus Eelastisitas (Modulus of Elasticity, MOE) 16 Modulus Patah (Modulus of Rupture, MOR) 17

SIMPULAN DAN SARAN 18

Simpulan 18

Saran 18

DAFTAR PUSTAKA 18

LAMPIRAN 20

RIWAYAT HIDUP 28

(10)

DAFTAR TABEL

1 Penilaian visual grave yard test 7

2 Klasifikasi kelas awet kayu berdasarkan persentase kehilangan berat

setelah diumpankan 8

3 Rekapitulasi hasil penilaian visual grave yard test kayu sengon pada tiga

umur berbeda 11

DAFTAR GAMBAR

1 Pengambilan contoh uji untuk sifat mekanis dan sifat fisis kayu 5 2 Histogram retensi rata-rata bahan pengawet diffusol CB kayu sengon

pada tiga umur berbeda 9

3 Histogram penurunan berat kayu sengon tanpa pengawet (A) dan menggunakan bahan pengawet (B) pada tiga umur berbeda 10 4 Contoh uji yang mengalami kerusakan dan rayap Macrotermes gilvus 12 5 Histogram kadar air kayu sengon tanpa pengawet (A) dan menggunakan

bahan pengawet (B) pada tiga umur berbeda 13 6 Histogram kerapatan kayu sengon tanpa pengawet (A) dan menggunakan

bahan pengawet (B) pada tiga umur berbeda 14 7 Histogram berat jenis sengon tanpa pengawet (A) dan menggunakan

bahan pengawet (B) pada tiga umur berbeda 15 8 Grafik MOE kayu sengon pada tiga umur berbeda 17 9 Grafik MOR kayu sengon pada tiga umur berbeda 17

DAFTAR LAMPIRAN

1 Nilai rata-rata retensi kayu sengon (Falcataria moluccana Miq.) pada

umur 5, 6 dan 7 tahun 20

2 Nilai rata-rata penurunan berat kayu sengon (Falcataria moluccana

Miq.) diawetkan dan tidak diawetkan umur 5, 6 dan 7 tahun 21 3 Hasil penilaian visual grave yard test kayu sengon (Falcataria

moluccanaMiq.) diawetkan dan tidak diawetkan umur 5, 6 dan 7 tahun 24 4 Nilai rata-rata kadar air kayu sengon (Falcataria moluccana Miq.)

diawetkan dan tidak diawetkan umur 5, 6 dan 7 tahun 25 5 Nilai rata-rata kerapatan kayu sengon (Falcataria moluccana Miq.)

diawetkan dan tidak diawetkan umur 5, 6 dan 7 tahun 25

(11)

6 Nilai rata-rata berat jenis kayu sengon (Falcataria moluccana Miq.) diawetkan dan tidak diawetkan umur 5, 6 dan 7 tahun 26 7 Nilai MOE (kg/cm2) kayu sengon (Falcataria moluccanaMiq.) umur 5,

6 dan 7 tahun 26

8 Nilai MOR (kg/cm2) kayu sengon (Falcataria moluccanaMiq.) umur 5,

6 dan 7 tahun 27

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia memiliki sekitar 4000 jenis kayu yang dikenal, sekitar 85,7% diantaranya termasuk ke dalam kelas awet rendah, yang memerlukan perlakuan pengawetan agar dapat dipergunakan dengan memuaskan (Martawijaya 1996). Dewasa ini kayu yang sering digunakan masyarakat dalam membangun rumah tinggalnya antara lain adalah jenis kayu rakyat seperti sengon (Falcataria moluccana Miq.) atau lebih sering dikenal dengan kayu jeunjing. Hal ini disebabkan harganya yang tergolong murah dan mudah diperoleh, hanya keawetannya rendah sehingga masa pakai relatif pendek. Menurut laporan Departemen Kehutanan dan Badan Statistika Nasional (2004), propinsi dengan luas tanaman sengon rakyat terbesar adalah Jawa Tengah dan Jawa Barat, dimana total jumlah pohon yang dibudidayakan di kedua propinsi ini dilaporkan lebih dari 60% dari total jumlah pohon sengon yang ditanam oleh masyarakat di Indonesia.

Kemajuan ilmu serta teknologi memungkinkan jenis kayu sengon yang termasuk dalam kelas awet IV‒V dapat diperpanjang masa pakainya melalui proses pengawetan kayu. Jenis bahan pengawet diffusol CB sering digunakan karena mempunyai sifat antara lain efektif untuk mencegah serangan jamur dan serangga serta cocok dipakai untuk kayu konstruksi dengan berbagai metode pengawetan. Salah satu metode pengawetan yang efektif dan mudah dilakukan yaitu perendaman dingin. Uji kubur terhadap kayu yang telah diawetkan sangat sesuai untuk mengetahui keampuhan bahan pengawet diffusol CB untuk menahan serangan faktor perusak kayu karena metode ini merupakan salah satu pengujian lapangan yang cukup praktis atau mudah dilakukan untuk mengetahui kualitas pengawet yang diberikan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh pemberian diffusol CB terhadap sifat fisis, mekanis dan keawetan kayu sengon (Falcataria moluccana

Miq.), serta memperoleh informasi mengenai keefektifan diffusol CB sebagai pengawet kayu.

Manfaat Penelitian

(13)

2

TINJAUAN PUSTAKA

Kayu Sengon (Falcataria moluccanaMiq.)

Sengon (Falcataria moluccana Miq.) memiliki nama daerah jeungjing, sengon laut (Jawa), tedehu pute (Sulawesi), rare, selawoku, selawaku merah, seka, sika, sika bot, sikas, tawa sela (Maluku), bae, bai wahogon, wai, wikkie (Irian Jaya). Kayu ini tersebar di seluruh Jawa, Maluku, Sulawesi Selatan dan Irian Jaya. Sengon dipilih sebagai salah jenis yang dibudidayakan pada hutan tanaman industri di Indonesia karena pertumbuhannya yang sangat cepat, mampu beradaptasi pada berbagai jenis tanah, karakteristik silvikulturnya yang bagus dan kualitas kayunya dapat diterima untuk industri panel dan kayu pertukangan.

Pohon sengon umumnya berukuran cukup besar dengan tinggi pohon total mencapai 40 m dan tinggi bebas cabang mencapai 20 m. Diameter pohon dewasa dapat mencapai 100 cm atau lebih, dengan tajuk lebar mendatar. Pohon sengon pada umumnya tidak berbanir, permukaan kulit batang berwarna putih, abu-abu atau kehijauan, halus, kadang-kadang sedikit beralur (Krisnawati et. al. 2011). Ciri diagnostik kayu sengon dapat dilihat dari aspek warna yaitu memiliki warna kayu teras dan gubal yang sulit dibedakan yaitu berwarna putih abu-abu kecoklatan atau putih merah kecoklatan pucat. Tekstur agak kasar sampai kasar dengan arah serat terpadu dan kadang-kadang lurus sedikit bercorak, kekerasan kayu agak lunak dan beratnya ringan (Pandit dan Kurniawan 2008).

Menurut Pandit dan Ramdan (2002), kayu sengon banyak digunakan untuk bahan bangunan perumahan terutama dipedesaan, peti, papan partikel, papan serat, papan wool semen, dan barang kerajinan lainnya. Berat jenis kayu sengon rata-rata 0,33 (0,24‒0,49) dengan kelas awet dan kelas kuat IV‒V. Tanaman sengon dapat ditebang ketika umur panen sudah tercapai. Umur panen (periode rotasi) biasanya tergantung pada tujuan produksi. Untuk tujuan produksi kayu pulp, pemanenan dapat dilakukan sekitar 8 tahun, sedangkan untuk produksi kayu pertukangan, panen dapat dilakukan pada umur 12–15 tahun. Untuk tanaman sengon dengan sistem wanatani, panen biasanya dilakukan sekitar 10–15 tahun. Rotasi umum untuk produksi kayu pulp adalah 6–8 tahun sedangkan untuk produksi kayu gergajian sekitar 15–17 tahun (Krisnawati et. al.2011).

Diffusol CB

(14)

krom selain intuk mencegah korosif bahan pengawet, terutama dimaksudkan untuk meningkatkan fiksasi tembaga dan boron dalam kayu sehinnga bahan pengawet sukar luntur dan tidak mudah tercuci dalam waktu yang lama (Hunt dan Garrat 1986).

Sifat-sifat yang menguntungkan dari bahan pengawet larut air antara lain: (a) Dapat diangkut dalam bentuk padat atau dalam konsentrasi tertentu ke tempat penggunaan; (b) Formulasinya mudah diatur agar bersifat racun terhadap cendawan atau serangga; (c) Kayunya tetap bersih dan dapat dicat; (d) Umumnya tidak berbau, serta (e) Tidak meninggikan sifat bakar kayu dan dapat dikombinasikan dengan bahan penghambat api (fire retardant). Kekurangan dari bahan pengawet ini adalah bahan ini membasahkan kembali kayu sehingga menimbulkan perubahan dimensi kayu, karena itu diperlukan pengeringan kembali setelah kayu diawetkan. Kelemahan lain bahan pengawet larut air adalah pada umumnya mudah tercuci atau mudah luntur. Bahan pengawet yang baik haruslah memiliki sifat-sifat, diantaranya adalah: (a) Bersifat racun terhadap organisme perusak kayu walaupun dalam konsentrasi yang sangat rendah; (b) Permanen; (c) Mudah diimpregnasikan (daya penetrasi tinggi) serta mudah dikontrol; (d) Aman didalam pengangkutan dan penggunaan; (e) Tidak bersifat korosif; serta (f) Tersedia dalam jumlah yang banyak. Menurut Hunt dan Garrat (1986), bahan pengawet Diffusol CB adalah bahan pengawet kayu larut air yang berbentuk pasta berwarna coklat gelap yang terdiri dari asam borat, boraks, tembaga dan khromium dengan formulasi dengan formulasi CuSO4 (32,4%),

H3BO3(21,6%), dan Na2Cr2O7(36,0%).

Pengawetan

Pengawetan kayu adalah proses memasukkan bahan kimia beracun atau bahan pengawet ke dalam kayu untuk memperpanjang masa pakai kayu. Pemberian bahan pengawet ke dalam kayu tidak awet diharapkan dapat memperpanjang masa pakai kayu, minimal sama dengan masa pakai kayu kelas awet I yang tidak diawetkan (Batubara 2006). Menurut Hunt dan Garratt (1986), secara umum proses pengawetan dilakukan dengan dua cara yaitu menggunakan tekanan dan tidak menggunakan tekanan. Perendaman merupakan salah satu proses pengawetan tanpa tekanan yang banyak di gunakan untuk mengawetkan kayu. Hunt dan Garratt (1986), juga menyatakan absorsi bahan pengawet dengan metode perendaman paling cepat terjadi pada 2 atau 3 hari pertama dilakukan perendaman. Menurut Dumanau (2001), diacu dalamKurnia (2009), keuntungan metode perendaman dalam pengawetan adalah: (a) Retensi dan penetrasi bahan pengawet lebih banyak dibanding metode pelaburan, penyemprotan, dan pencelupan; (b) Kayu dalam jumlah banyak dapat diawetkan bersama; serta (c) Larutan dapat digunakan berulang kali (dengan menambah konsentrasi bila berkurang). Kerugian metode ini adalah: (a) Waktu yang dibutuhkan untuk proses pengawetan relatif lama; (b) Peralatan mudah terkena karat; serta (c) Kayu basah agak sulit diawetkan.

(15)

4

Uji Kubur (Grave Yard Test)

Pengujian dengan penguburan dilapang banyak memberi keuntungan, antara lain kayu yang diuji berada pada kondisi sesuai dengan kondisi tempat pamakaian sehingga diperoleh data yang dapat diandalkan dan dapat mengukur lama masa pakai kayu tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Nandika (1975), diacu dalam

Nurmeryteni (2007) bahwa cara yang paling baik untuk mengetahui keawetan kayu adalah menguji kayu tersebut pada kondisi yang sesuai dengan kondisi pada waktu penggunaanya. Pengujian menggunakan metode penguburan dilapang merupakan cara pengujian keawetan yang terbaik, kerena organisme perusak kayu utama seperti rayap dan cendawan diberi kebebasan untuk memilih kayu yang akan dimakan, sehingga dapat menggambarkan perbandingan ketahanan suatu kayu terhadap organisme perusak. Darrel (1973), diacu dalam Nurmeryteni (2007) menerangkan bahwa kayu yang bersentuhan dengan tanah membusuk jauh lebih cepat dibandingkan kayu yang berada diatas tanah. Hal ini terjadi karena kelembaban kayu dalam tanah lebih tinggi dibandingakan kayu yang berada diatas permukaan tanah, dan lebih mudah terjadi pencucian bahan pengawet sehingga mikroorganisme memiliki peluang lebih tinggi untuk mendegradasi kayu tersebut.

METODOLOGI

Waktu dan Lokasi

Penelitian ini dilaksanakan di Arboretum Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (DKSHE), Laboratorium Sifat Fisis Kayu, dan Laboratorium Keteknikan Kayu Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, pada bulan Agustus sampai Desember 2012.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan elektrik, masker, gergaji pemotong, cutter, oven, tangki pengawet, eksikator, sarung tangan, mistar, kaliper, alat tulis, alat hitung, kamera digital, rapido, digital microscope, software Motic Image Plus 2.0, Microsoft excel2013, dan AutoCAD 2012. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu sengon (Falcataria moluccana Miq.) berumur 5, 6 dan 7 tahun dipotong dengan ukuran 2 x 2 x 46 cm, 2 x 2 x 30 cm, 2 x 2 x 2 cm, dan pengawet diffusol CB.

Prosedur Penelitian

Persiapan Contoh Uji

(16)

Varian bagian dalam kayu:

Contoh uji dibuat dengan ukuran 2 x 2 x 46 cm, diambil dari bagian kulit ke empulur. Log dibelah pada bagian tengah dari bagian kulit ke kulit melalui empulur. Masing-masing bagian, dijadikan sebanyak 8 buah contoh uji, dimana setiap 2 contoh uji digunakan untuk mengukur kadar air (KA), kerapatan, dan berat jenis. 3 contoh uji akan diawetkan, serta 3 contoh uji lainnya sebagai kontrol. Contoh uji juga dibuat untuk pengujian sifat mekanis kayu dengan ukuran 2 x 2 x 30 cm. Diagram pengambilan contoh uji pada sengon disajikan pada

Gambar 1 Pengambilan contoh uji untuk sifat mekanis dan sifat fisis kayu

Pengeringan Kayu

Sebelum digunakan, contoh uji dikeringkan terlebih dahulu hingga mencapai kadar air kering udara. Pengeringan dilakukan menggunakan kipas angin pada seluruh contoh uji hingga masing-masing contoh uji mencapai kadar air 12−15%.

(17)

6

Pengawetan Contoh Uji

Sebelum diawetkan, terlebih dahulu contoh uji diukur panjang, lebar, dan tebal dan kemudian ditimbang sebagai berat awal. Selanjutnya, contoh uji direndam dalam bak penampung yang berisi larutan bahan pengawet selama 3 hari. Setelah direndam, contoh uji diangkat dari bak perendaman dan ditiriskan hingga kering kemudian kayu ditimbang.

Pengamatan dan Pengambilan Data

Kadar Air, Kerapatan dan Berat Jenis

Kadar air dihitung secara gravimetri pada contoh uji berukuran 2 x 2 x 46 cm yang dibuat menjadi contoh uji kecil untuk penentuan kadar air dengan ukuran 2 x 2 x 2 cm sebanyak 5 sampel. Semua contoh uji diukur dimensi panjang, lebar dan tebal guna memperoleh volume dari contoh uji tersebut. Contoh uji ditimbang beratnya (BB). Sebanyak 90 contoh uji diawetkan dan 90 contoh uji lainnya tidak diawetkan. Kemudian, contoh uji di oven selama 48 jam dengan suhu 103 ± 20C. Setelah dioven contoh uji ditimbang kembali (BKT). Kadar air dihitung dengan

BB = Berat awal contoh uji (gram)

BKT = Berat kering tanur contoh uji (gram)

Kerapatan dihitung dengan rumus berikut:

ρ

= BB V

Dimana:

ρ

= Kerapatan contoh uji (gram/cm3)

BB = Berat awal contoh uji (gram)

V = Volume contoh uji (cm3)

Berat jenis dihitung dengan rumus berikut:

BJ = ρKayu

ρBenda Standar

Dimana:

BJ = Berat jenis

ρkayu = Kerapatan contoh uji (gram/cm

3

)

ρbenda standar = Kerapatan benda standar (gram/cm 3

(18)

Retensi

Sebelum dan setelah diawetkan, contoh uji ditimbang untuk mengetahui retensi bahan pengawet difusol CB. Retensi dihitung menggunakan rumus:

R = A x K V

Dimana:

R = Retensi bahan pengawet (Kg/m3)

A = Absorpsi bahan pengawet (Kg)

V = Volume contoh uji yang diawetkan (m3)

K = Konsentrasi bahan pengawet (%)

Grave yard test

Penilaian hasil uji grave yard test dilakukan secara visual setelah 3 bulan pengamatan. Adapun tahapan yang dilakukan dalan penilaian visual ini meliputi: (a) Contoh digali dari tempat pengujian; (b) Contoh uji dibersihkan dari tanah; dan (c) Penilaian tingkat serangan secara visual dicocokkan dengan Tabel 1 (Nandika 1975, diacu dalam Nurmeryteni 2007).

Tabel 1 Penilaian visual grave yard test

Tingkatan Penilaian Kualitatif

Penilaian Kuantitatif

Tingkat Serangan Keterangan Nilai*

A Tidak diserang Kayu tidak diserang (0%) 0

B Sedikit diserang

Terdapat serangan rayap seperti bekas-bekas gigitan dengan kedalaman sampai 12,5%

1 – 10

C Serangan ringan Terdapat saluran dengan kedalaman

maksimum 25% 11 – 20

D Serangan berat Terdapat saluran nyata sampai

kedalaman 37,5% 21 – 30

E Serangan hancur Serangan mencapai kedalaman > 50%

dari kayu utuh 31 – 40

*Semakin tinggi nilai, maka kayu tidak awet (Nandika 1975, diacu dalamNurmeryteni 2007)

Penurunan Berat

Penurunan berat merupakan perbandingan antara berat kering tanur estimate (W1) contoh uji sebelum dikubur dengan berat kering tanur (W2) contoh uji setelah dikubur. Setelah 3 bulan, dilakukan perhitungan kehilangan berat berdasarkan data sebelum dan setelah dikubur. dihitung menggunakan rumus:

Penurunan Berat (%) = W1 – W2 x 100% W1

Setelah itu kayu diklasifikasikan kelas awetnya berdasarkan persentase kehilangan beratnya. Tabel 2 menyajikan klasifikasi kelas awet kayu berdasarkan persentase kehilangan berat.

(19)

8

Tabel 2 Klasifikasi kelas awet kayu berdasarkan persentase kehilangan berat setelah diumpankan

V Sangat Buruk 18,94 – 31,89

Sumber: SNI 01.7202-2006

Identifikasi Rayap

Pengambilan foto rayap dan pengukuran tubuh rayap menggunakan software Motic Image Plus versi 2.0 dan Digital Microscope dengan perbesaran 10x dan 30x. Identifikasi rayap dilakukan secara deskriptif dengan mengamati karakter tubuh rayap diantaranya ukuran badan, mandibula, ukuran kepala dan segmen antena. Prosedur identifikasi rayap adalah rayap difoto secara utuh kemudian dilakukan pengukuran panjang total tubuh rayap. Tubuh rayap yang utuh dipotong pada bagian kepala. Pengambilan foto diulang kembali pada bagian kepala dan selanjutnya dilakukan pengukuran kepala rayap dari mandibel sampai pangkal kepala. Identifikasi pada penelitian ini berdasarkan kunci identifikasi oleh Tho (1992).

Modulus of Elasticity(MOE)

Contoh uji yang digunakan untuk pengujian Modulus elastisitas (MOE) adalah 2 x 2 x 30 cm. Pengujian dilakukan menggunakan alat UTM (Universal Testing Machine) dengan pembebanan terpusat. Pola pembebanan pengujian sesuai dengan standar BS 373. Nilai MOE dihitung dengan menggunakan rumus:

MOE = Δp x L

3

4 x Δy x b x h2

Dimana:

MOE = Modulus elastisitas (kg/cm2)

L = Jarak bentang (cm)

Δp = Beban sampai batas proporsi (kg)

Δy = Defleksi akibat beban Δp (cm)

B = Lebar balok (cm)

h = Tinggi balok (cm)

Modulus of Rupture (MOR)

(20)

MOR = 3 x Pmaksx L 2 x b x h2

Dimana:

MOR = Modulus patah (kg/cm2)

Pmaks = Beban maksimum (kg)

L = Jarak bentang (cm)

b = Lebar balok (cm)

h = Tinggi balok (cm)

Analisis Data

Analisis data secara deskriptif menggunakan perangkat lunak Microsoft excel 2013.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keawetan Kayu Sengon (Falcataria mollucanaMiq.)

Retensi Bahan Pengawet

Efektifitas pengawetan tidak hanya ditentukan oleh sifat-sifat yang dimiliki oleh bahan pengawet, akan tetapi juga ditentukan oleh jumlah bahan pengawet yang masuk kedalam kayu atau retensi (Hunt dan Garrat 1986). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan rendaman dingin diffusol CB dapat menghasilkan retensi bahan pengawet kayu sengon seperti hasil yang disajikan pada Gambar 2 dan Lampiran 1.

Gambar 2 merupakan histogram retensi bahan pengawet dimana retensi cenderung meningkat dari bagian pangkal hingga ujung pada semua tingkat umur 9

(21)

10

kayu sengon. Histogram tersebut juga menyatakan nilai rata-rata retensi paling tinggi terdapat pada kayu sengon umur lima tahun yang dekat empulur bagian ujung (T5U) yaitu 17,31 kg/cm3, nilai rataan retensi terendah terdapat pada kayu sengon umur 7 tahun dekat kulit bagian pangkal (G7P) yaitu 8,01 kg/cm3.

Penurunan Berat

Martawijaya (1996) menyatakan bahwa penurunan berat merupakan salah satu faktor yang menentukan ketahanan suatu bahan. Menurunnya berat kayu akibat serangan rayap, karena di dalam kayu terdapat selulosa yang disukai oleh rayap. Dengan demikian, terjadinya penurunan berat kayu sebagai suatu akibat adanya selulosa dalam kayu yang dimakan rayap tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan rendaman dingin diffusol CB dapat meningkatkan ketahanan (keawetan) kayu sengon jika dibandingkan dengan kontrol, seperti hasil yang tersaji pada Gambar 3A, Gambar 3B dan Lampiran 2.

0

A. Perlakuan Tanpa Pengawet

0

B. Perlakuan Dengan Pengawet

Gambar 3 Histogram penurunan berat kayu sengon tanpa pengawet (A) dan menggunakan bahan pengawet (B) pada tiga umur berbeda

(22)

Gambar 3A merupakan histogram penurunan berat yang terjadi pada kayu sengon tanpa perlakuan bahan pengawet (kontrol) dimana penurunan berat cenderung meningkat dari bagian pangkal hingga ujung pada semua tingkat umur kayu sengon. Hasil pada Gambar 3B merupakan histogram penurunan berat yang terjadi pada kayu sengon dengan perlakuan bahan pengawet dimana penurunan berat cenderung menurun dari bagian pangkal hingga ujung pada semua tingkat umur kayu sengon. Nilai penurunan berat terendah terdapat pada contoh uji menggunakan bahan pengawet umur 5 tahun dekat empulur pada bagian ujung (T5U) yaitu sebesar 3,91%, sedangkan untuk penurunan berat tertinggi terdapat pada contoh uji tanpa bahan pengawet umur 5 tahun dekat empulur bagian ujung (T5U) yaitu sebesar 31,81 %. Hal ini terjadi karena pemberian bahan pengawet dapat melindungi kayu dari organisme perusak.

Klasifikasi kelas awet kayu berdasarkan persentase kehilangan berat setelah diumpankan, kayu sengon tanpa menggunakan bahan pengewet termasuk dalam kelas awet IV-V sedangkan kayu yang menggunakan bahan pengewet termasuk dalam kelas awet II. Oey (1990), diacu dalam Kurnia (2009) menyatakan bahwa kayu kelas awet II yang selalu berhubungan langsung dengan tanah hanya memilki masa pakai 5 tahun sedangkan kayu kelas awet IV-V yang selalu berhubungan langsung dengan tanah memilki masa pakai yang sangat pendek.

Penilaian Grave Yard Test

Penilaian grave yard test dilakukan secara kualitatif, yaitu dengan cara mengamati kerusakan yang terjadi pada setiap contoh uji. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan rendaman dingin diffusol CB dapat menurunkan tingkat serangan organisme perusak terhadap kayu sengon jika dibandingkan dengan kontrol, seperti hasil yang tersaji juga pada Tabel 3 dan Lampiran 3.

Tabel 3 Rekapitulasi hasil penilaian visual grave yard test kayu sengon

Tabel 3 menunjukkan tingkat serangan organisme perusak yang terjadi pada kayu sengon tanpa perlakuan bahan pengawet (kontrol) sangat tinggi jika dibandingkan dengan perlakuan berbahan pengawet yang menunjukkan hampir tidak memperlihatkan adanya kerusakan. Kerusakan yang terjadi pada kontrol umumnya disebabkan oleh jamur dan rayap tanah saat dilakukan pembongkaran contoh uji. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa jamur yang menyerang yaitu

Pycnoporus cinnabarinus yang terbukti dengan adanya hifa berwarna orange pada saat pembongkaran contoh uji. Rayap tanah yang menyerang yaitu Macrotermes gilvus (Gambar 4) yang berdasarkan hasil analisis kunci identifikasi jenis rayap dengan ukuran besar, panjang tubuh rayap ditambah mandibel sebesar 8 mm, kepala berwarna coklat kemerahan, panjang kepala ditambah mandible sebesar 4,7 mm, panjang kepala tanpa mandible sebesar 3,4 mm, lebar kepala sebesar 2,8 mm, dan ruas antena sejumlah 17 segmen.

(23)

12

Gambar 4 Contoh uji yang mengalami kerusakan dan rayap Macrotermes gilvus

Tingkat serangan organisme perusak terbesar terjadi pada kontrol didukung oleh kondisi lingkungan sebagai habitat yang relatif disukai oleh rayap. Hasil pengamatan menunjukkan tingkat serangan rayap pada contoh uji kontrol lebih tinggi terjadi pada bagian yang ditanam. Hal ini disebakan kondisi yang lembab dan ternaungi tegakan, sehingga populasi rayap berkembang lebih banyak, yang menyebabkan terjadinya kerusakan tinggi pada contoh uji.

Sifat Fisis Kayu Sengon (Falcataria mollucanaMiq.)

Kadar Air

Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam kayu (Panshin dan De Zeeuw 1964, diacu dalamNurelaxa 2009). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan rendaman dingin diffusol CB meningkatkan kadar air kayu sengon, seperti hasil yang tersaji juga pada Gambar 5A, Gambar 5B dan Lampiran 4.

(24)

10.5

A. Perlakuan Tanpa Pengawet

10.5

B. Perlakuan Dengan Pengawet

Gambar 5 Histogram kadar air kayu sengon tanpa pengawet (A) dan menggunakan bahan pengawet (B) pada tiga umur berbeda

Kondisi kering udara merupakan kondisi yang paling dikehendaki dalam pemakaian kayu. Hal ini dikarenakan dalam kondisi kering udara tidak lagi terjadi perubahan bentuk yang penting seperti bengkok, pecah, belah dan sebagainya. Suatu kayu dikatakan dalam kondisi kering udara apabila terjadi keseimbangan antara kadar air kayu dan kadar air udara yang disekitarnya. (Oey 1990).

Kerapatan

Kerapatan kayu merupakan perbandingan antara massa atau berat kayu dengan volumenya yang dinyatakan dalam kg/m³ atau g/cm³. Menurut Bowyer et al. (2003), kerapatan kayu didefinisikan sebagai jumlah bahan penyusun dinding sel kayu maupun zat-zat lain, dimana bahan tersebut memberikan sifat kekuatan pada kayu. Kerapatan suatu kayu berkaitan erat dengan berat jenisnya dan menjadi faktor penentu kekuatan suatu kayu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 13

5 TAHUN 6 TAHUN 7 TAHUN

(25)

14

perlakuan rendaman dingin diffusol CB meningkatkan kerapatan kayu sengon, seperti hasil yang tersaji juga pada Gambar 6A, Gambar 6B dan Lampiran 5.

0.00

A. Perlakuan Tanpa Pengawet

0.00

B. Perlakuan Dengan Pengawet

Gambar 6 Histogram kerapatan kayu sengon tanpa pengawet (A) dan menggunakan bahan pengawet (B) pada tiga umur berbeda

Gambar 6A merupakan histogram kerapatan kayu sengon tanpa perlakuan bahan pengawet (kontrol) dimana kerapatan cenderung menurun dari bagian pangkal hingga ujung pada semua tingkat umur kayu sengon, seperti halnya pada Gambar 6B (histogram kerapatan dengan perlakuan bahan pengawet) yang menyatakan kerapatan cenderung menurun dari bagian pangkal hingga ujung pada semua tingkat umur kayu sengon. Nilai kerapatan terendah terdapat pada contoh uji tanpa menggunakan bahan pengawet umur 5 tahun dekat empulur pada bagian ujung (T5U) yaitu sebesar 0,229 gram/cm3 dan kerapatan tertinggi terdapat pada contoh uji umur 7 tahun dekat kulit bagian pangkal (G7P) yaitu sebesar 0,423 gram/cm3. Bowyer et al. (2003), mengungkapkan bahwa kerapatan akan bertambah dari empulur ke arah luar kemudian akan mencapai tingkat yang kira-kira konstan. Selain itu, variasi kerapatan suatu kayu tergantung dari umur, posisi

5 TAHUN 6 TAHUN 7 TAHUN

(26)

dalam suatu pohon, letak dalam kisaran spesies, kondisi tempat tumbuh dan susunan genetik dalam pohon tersebut.

Berat Jenis

Berat jenis didefinisikan sebagai perbandingan antara kerapatan kayu dengan kerapatan benda standar (air). Berat jenis suatu kayu dipengaruhi oleh kadar air kayu, kadar zat kayu dan zat ekstraktif (Haygreen dan Bowyer 1996). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan rendaman dingin diffusol CB meningkatkan berat jenis kayu sengon, seperti hasil yang tersaji juga pada Gambar 7A, Gambar 7B dan Lampiran 6.

0.00

A. Perlakuan Tanpa Pengawet

0.00

B. Perlakuan Dengan Pengawet

Gambar 7 Histogram berat jenis sengon tanpa pengawet (A) dan menggunakan bahan pengawet (B) pada tiga umur berbeda

Gambar 7A merupakan histogram berat jenis kayu sengon tanpa perlakuan bahan pengawet (kontrol) dimana berat jenis cenderung menurun dari bagian pangkal hingga ujung pada semua tingkat umur kayu sengon. Hasil pada Gambar 15

5 TAHUN 6 TAHUN 7 TAHUN

(27)

16

7B (histogram berat jenis dengan perlakuan bahan pengawet) juga memperlihatkan berat jenis cenderung menurun dari bagian pangkal hingga ujung pada semua tingkat umur kayu sengon. Hasil penelitian menunjukkan nilai berat jenis terendah terdapat pada contoh uji tanpa menggunakan bahan pengawet umur 5 tahun dekat empulur pada bagian ujung (T5U) yaitu sebesar 0,229 gram/cm3dan berat jenis tertinggi terdapat pada contoh uji umur 7 tahun mendekati kulit bagian pangkal (G7P) yaitu sebesar 0,407 gram/cm3.

Oey (1990) menyatakan bahwa, berat jenis yang tinggi disebabkan oleh kadar ekstraktif atau endapan-endapan yang terdapat di antara serabut-serabut kayu yang tinggi. Pertambahan tebal dari dinding sel serabut kayu inilah yang dapat meningkatkan berat jenis kayu tersebut sehingga dapat meningkatkan kekuatan mekaniknya. Pandit (2006) juga menyatakan bahwa tebal dinding sel, dimensi penampang lintang sel (diameter sel dan tebal dinding sel), lebar lingkaran tahun (riap) dan perbandingan antara kayu awal dan kayu akhir akan menentukan variasi berat jenis kayu. Variasi berat jenis kayu dapat dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu umur pohon, tempat tumbuh, posisi kayu dalam batang dan kecepatan pertumbuhan batang (Pandit dan Kurniawan 2008).

Sifat Mekanis Kayu Sengon (Falcataria mollucanaMiq.)

Modulus Elastisitas (Modulus of Elasticity, MOE)

(28)

0

5 Tahun 6 Tahun 7 Tahun

Gambar 8 Grafik MOE kayu sengon pada tiga umur berbeda

Modulus Patah (Modulus of Rupture, MOR)

Kayu yang kedua ujungnya ditumpu kemudian diberi beban terpusat pada bagian tengah kayu tersebut, maka akan mengalami tegangan dan akan mengalami perubahan bentuk. Tegangan yang muncul adalah tegangan normal dan tegangan geser. Tegangan normal ini biasanya disebut tegangan lentur (tarik atau tekan). Tegangan lentur maksimum biasa disimbolkan dengan MOR (Mardikanto et al.

2011). Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai MOR kayu sengon umur 5 tahun, umur 6 tahun dan umur 7 tahun cenderung meningkat dari empulur hingga kulit, seperti hasil yang tersaji pada Gambar 9 dan Lampiran 8.

0

5 Tahun 6 Tahun 7 Tahun

Gambar 9 Grafik MOR kayu sengon pada tiga umur berbeda

(29)

18

berbanding lurus (Bowyer et al. 2003). Disamping kerapatan kayu, kekuatan juga dipengaruhi oleh ada atau tidaknya cacat pada suatu kayu. Cacat yang dapat mengurangi kekuatan kayu antara lain adalah mata kayu, serat miring, retak atau pecah, dan ada tidaknya cacat pada kayu tersebut (Tsoumis 1991).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Pemberian bahan pengawet diffusol CB melalui metode rendaman dingin pada kayu sengon dapat meningkatkan sifat fisis (kadar air, berat jenis dan kerapatan kayu) dan keawaetan kayu (retensi, penurunan berat dan grave yard test) jika dibandingkan dengan kontrol.

2. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aplikasi bahan pengawet diffusol CB pada umur 5, 6 dan 7 tahun dapat mengurangi serangan organisme perusak dibandingkan dengan kontrol.

3. Sifat mekanis (MOE dan MOR) kayu sengon umur 5, 6 dan 7 tahun pada posisi pangkal cenderung menurun dari bagian kulit menuju empulur kayu.

Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menguji anatomi dan karakteristik kayu sengon agar dalam pengerjaannya dapat dimanfaatkan dengan secara tepat.

2. Adanya penelitian lanjutan menggunakan diffusol CB dengan menggunakan metode pengawetan yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

Batubara R. 2006. Teknologi pengawetan perumahan dan gedung dalam upaya pelestarian hutan [karya imliah]. Medan (ID): Fakultas Pertanian, Universitas Sumatra Utara.

Bowyer JL, Shmulsky R, Haygreen JG. 2003. Forest Product and Wood Science : An Introduction. Iowa (US): Iowa State Pr.

[BS] British Standard. 1957. Methods of Testing Small Clear Specimens of Timber. BS-373.

[Dephut] Departemen Kehutanan, [BSN] Badan Statistika Nasional. 2004. Potensi Hutan Rakyat Indonesia 2003. Jakarta (ID): Pusat Inventarisasi dan Statistika Kehutanan, Departemen Kehutanan dan Direktorat Statistika Pertanian, Badan Statistika Nasional.

(30)

Hunt GM, Garrat GA. 1986. Wood Preservation. New York (US): McGraw-Hill Book Company.

Krisnawati H, Varis E, Kallio M, Kanninen M. 2011. Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen : Ekologi, Silvikultur dan Produktivitas. Bogor (ID): Center for International Forestry Research.

Kurnia A. 2009. Sifat keterawetan dan keawetan kayu durian, limus, dan duku terhadap rayap kayu kering, rayap tanah, dan jamur pelapuk [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Mardikanto TR, Karlinasari L, Effendi TB. 2011. Sifat Mekanis. Bogor (ID):

sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) dan gmelina (Gmelina arborea Roxb.) [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Oey DS. 1990. Berat Jenis dari Jenis-jenis Kayu Indonesia dan Pengertian Beratnya Kayu Untuk Keperluan Praktek. Soewarsono PH, penerjemah. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Terjemahan dari: Specific Gravity of Indonesian Woods and Its Significance for Practical Use.

Pandit IKN, Ramdan H. 2002. Anatomi Kayu: Pengantar Sifat Kayu sebagai Bahan Baku. Bogor (ID): Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan IPB.

Pandit IKN. 2006. Variabilitas Sifat Dasar Kayu. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Pandit IKN, Kurniawan D. 2008. Anatomi Kayu: Struktur Kayu, Kayu Sebagai Bahan Baku dan Ciri Diagnostik Kayu Perdagangan Indonesia. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Rostina T. 2001. Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa (Cocos nucifera

Linn.) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sari RJP. 2011. Karakteristik balok laminasi dari kayu sengon (Paraserianthes falcataria (l.) Nielsen), manii (Maesopsis eminii Willd.), dan akasia (Acacia mangium Engl.) [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. utilization. New York (US): Van Nostrand Reinhold.

(31)

20

LAMPIRAN

Lampiran 1 Nilai rata-rata retensi kayu sengon (Falcataria moluccana

Miq.) pada umur 5, 6 dan 7 tahun

Posisi Retensi Posisi Retensi Posisi Retensi

G5P 8,53 G6P 8,45 G7P 8,01

T5P 8,92 T6P 8,78 T7P 8,66

G5T 9,21 G6T 9,12 G7T 8,92

T5T 10,16 T6T 10,06 T7T 9,32

G5U 10,54 G6U 10,52 G7U 10,37

(32)

Lampiran 2 Nilai rata-rata penurunan berat kayu sengon (Falcataria moluccana Miq.) diawetkan dan tidak diawetkan umur 5, 6 dan 7 tahun

A. Penurunan berat kayu sengon tidak diawetkan

Posisi Ulangan Respon (%) Rataan (%) Ketahanan Kelas Awet

G5P 1 14,18

G5U 2 19,63 Sangat Buruk V

G5U 3 20,30 Sangat Buruk V

T5U 1 31,51

32,48

Sangat Buruk V

T5U 2 31,72 Sangat Buruk V

T5U 3 32,20 Sangat Buruk V

G6P 1 12,58

G6U 2 20,24 Sangat Buruk V

G6U 3 19,11 Sangat Buruk V

T6U 1 26,93

26,22

Sangat Buruk V

T6U 2 25,11 Sangat Buruk V

T6U 3 26,63 Sangat Buruk V

(33)

22

Lampiran 2A Lanjutan

Posisi Ulangan Respon (%) Rataan (%) Ketahanan Kelas Awet

G7P 1 11,01

G7U 2 19,41 Sangat Buruk V

G7U 3 19,44 Sangat Buruk V

T7U 1 23,80

23,17

Sangat Buruk V

T7U 2 22,12 Sangat Buruk V

T7U 3 23,61 Sangat Buruk V

B. Penurunan berat kayu sengon yang diawetkan

Posisi Ulangan Respon (%) Rataan (%) Ketahanan Kelas Awet

(34)

Lampiran 2B Lanjutan

Posisi Ulangan Respon (%) Rataan (%) Ketahanan Kelas Awet

(35)

24

(36)

Lampiran 4 Nilai rata-rata kadar air kayu sengon (Falcataria moluccana

Miq.) diawetkan dan tidak diawetkan umur 5, 6 dan 7 tahun

Posisi KA Posisi KA Posisi KA

Tidak Diawetkan G5P 11,933 G6P 11,633 G7P 11,333

T5P 12,033 T6P 12,000 T7P 12,000

G5T 12,267 G6T 12,233 G7T 12,167

T5T 12,367 T6T 12,333 T7T 12,300

G5U 12,533 G6U 12,400 G7U 12,400

T5U 13,000 T6U 12,800 T7U 12,567

Diawetkan G5P 12,167 G6P 12,167 G7P 12,000

T5P 12,433 T6P 12,433 T7P 12,267

G5T 12,933 G6T 12,767 G7T 12,633

T5T 13,067 T6T 13,033 T7T 12,967

G5U 13,233 G6U 13,233 G7U 13,100

T5U 13,800 T6U 13,633 T7U 13,400

Lampiran 5 Nilai rata-rata kerapatan kayu sengon (Falcataria moluccana

Miq.) diawetkan dan tidak diawetkan umur 5, 6 dan 7 tahun

Posisi Ρ Posisi ρ Posisi Ρ

Tidak Diawetkan G5P 0,349 G6P 0,357 G7P 0,358

T5P 0,321 T6P 0,322 T7P 0,331

G5T 0,304 G6T 0,304 G7T 0,310

T5T 0,262 T6T 0,262 T7T 0,267

G5U 0,250 G6U 0,250 G7U 0,251

T5U 0,229 T6U 0,234 T7U 0,248

Diawetkan G5P 0,360 G6P 0,392 G7P 0,407

T5P 0,338 T6P 0,343 T7P 0,359

G5T 0,321 G6T 0,332 G7T 0,334

T5T 0,300 T6T 0,309 T7T 0,314

G5U 0,260 G6U 0,266 G7U 0,268

T5U 0,238 T6U 0,242 T7U 0,253

(37)

26

Lampiran 6 Nilai rata-rata berat jenis kayu sengon (Falcataria moluccana

Miq.) diawetkan dan tidak diawetkan umur 5, 6 dan 7 tahun

Posisi BJ Posisi BJ Posisi BJ

Tidak Diawetkan G5P 0,349 G6P 0,357 G7P 0,358

T5P 0,321 T6P 0,322 T7P 0,331

G5T 0,304 G6T 0,304 G7T 0,310

T5T 0,262 T6T 0,262 T7T 0,267

G5U 0,250 G6U 0,250 G7U 0,251

T5U 0,229 T6U 0,234 T7U 0,248

Diawetkan G5P 0,360 G6P 0,392 G7P 0,407

T5P 0,338 T6P 0,343 T7P 0,359

G5T 0,321 G6T 0,332 G7T 0,334

T5T 0,300 T6T 0,309 T7T 0,314

G5U 0,260 G6U 0,266 G7U 0,268

T5U 0,238 T6U 0,242 T7U 0,253

Lampiran 7 Nilai MOE (kg/cm2) kayu sengon (Falcataria moluccanaMiq.) umur 5, 6 dan 7 tahun

Contoh Uji MOE Contoh Uji MOE Contoh Uji MOE

Side 1 P5B1 57343,171 P6B1 61465,580 P7B1 68119,778

P5B2 56217,682 P6B2 59373,281 P7B2 61945,780

P5B3 55531,682 P6B3 55562,733 P7B3 61808,580

P5B4 49666,384 P6B4 55187,044 P7B4 51583,314

P5B5 48910,974 P6B5 49105,759 P7B5 47341,908

P5B6 44321,025 P6B6 47194,509 P7B6 41262,887

Side 2 P5B1 61046,926 P6B1 66944,589 P7B1 67125,078

P5B2 58481,481 P6B2 58458,173 P7B2 54225,544

P5B3 54639,882 P6B3 58344,281 P7B3 54159,682

P5B4 54532,828 P6B4 56399,686 P7B4 53850,982

P5B5 48352,705 P6B5 48182,635 P7B5 49083,140

(38)

Lampiran 8 Nilai MOR (kg/cm2) kayu sengon (Falcataria moluccanaMiq.) umur 5, 6 dan 7 tahun

Contoh Uji MOR Contoh Uji MOR Contoh Uji MOR

Side 1 P5B1 440,381 P6B1 359,557 P7B1 365,790

P5B2 350,392 P6B2 345,541 P7B2 365,120

P5B3 346,949 P6B3 333,240 P7B3 342,067

P5B4 344,294 P6B4 306,931 P7B4 340,816

P5B5 343,809 P6B5 279,947 P7B5 309,594

P5B6 310,940 P6B6 265,307 P7B6 307,342

Side 2 P5B1 371,717 P6B1 393,533 P7B1 435,088

P5B2 361,401 P6B2 374,451 P7B2 431,986

P5B3 348,224 P6B3 333,890 P7B3 393,004

P5B4 276,409 P6B4 327,817 P7B4 384,604

P5B5 264,437 P6B5 314,842 P7B5 365,520

P5B6 228,654 P6B6 239,074 P7B6 346,845

(39)

28

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Mns. Ara (Sigli) pada tanggal 25 juli 1991 dari ayah Ilyas dan ibu Rosna. Penulis adalah putri kedua dari empat bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari MAN 1 Sigli dan tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah dan diterima di Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Dendrologi pada tahun ajaran 2011/2012. Penulis juga aktif sebagai anggota Ikatan Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) Wilayah Bogor, Staf Divisi Kewirausahaan Pimpinan Cabang Sylva IPB (PCSI) Sylva Indonesia, Staf Divisi Komunikasi dan Informasi Badan Eksekutif Mahasiswa Kehutanan (BEM-E) IPB, Anggota Bidang Minat Teknologi Peningkatan Mutu Kayu, Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan (Himasiltan) IPB, Bendahara Umum DKM Ibaadurahman Fakultas Kehutanan IPB.

Penulis juga aktif mengikuti lomba karya tulis ilmiah tingkat mahasiswa. Beberapa prestasi yang diraih oleh penulis antara lain ialah Lulus Program Kreativitas Mahasiswa Kewirausahaan (PKM-K) Tingkat Nasional dengan Judul “Cenderamata Aromatik dari Kulit Pohon Agathis dammara sebagai Produk Kreatif Berbahan Dasar Limbah”, Presenter dengan Judul “Pemanfaatan Limbah Kulit Kayu Agathis dammara“ dalam Acara “The 2nd International Conference on Sustainable Future for Human Security – Sustain 2011 on 8 – 10 October 2011, at Kihada Hall, Uji Campus, Kyoto University, Japan”, Juara 1 Kreatifitas Jilbab dalam Acara Beauty in Action, Lembaga Dakwah Kampus (LDK) Al-Hurriyah IPB, Penerima Beasiswa Tanabe Foundation.

Gambar

Gambar 1  Pengambilan contoh uji untuk sifat mekanis dan sifat fisis kayu
Gambar 2  Histogram retensi rata-rata bahan pengawet diffusol CB kayu
Gambar 3  Histogram penurunan berat kayu sengon tanpa pengawet (A) dan
Gambar 5A merupakan histogram kadar air kayu sengon tanpa perlakuan
+5

Referensi

Dokumen terkait

JENIS TUMBUHAN BAWAH DENGAN NILAI K, KR, F, FR dan INP PADA KAWASAN TAMAN DELENG MACIK HUTAN RAYA BUKIT BARISAN KABUPATEN KARO SUMATERA

Pengaruh peran suami dalam melakukan Pijat Oksitosin terhadap Kelancaran ASI pada Ibu Nifas Berdasarkan tabel 10 tabulasi silang Pengaruh Peran Suami Dalam Melakukan

Songon i ma nian nang roha mi Sonang nai molo rap hita nadua Uli denggan sude nang rohakki Dang jadi sirang be ra hita nadua Sai gabe ma sahat tu saur matua Sonang nai molo

Dalam perjalanan penyakitnya, pasien dengan Ph + lebih rawan terhadap adanya kelainan kromosom tambahan, hal ini terbukti pada 60-80% pasien Ph+ yang mengalami fase krisis

[r]

Metode ini, yang dinamakan algoritma kekangan multi titik, menerapkan persamaan kekangan langsung ke dalam persamaan keseimbangan struktur, tanpa merubah ukuran dari pada

Penelitian sebelum ini membandingkan ketamin kumur 40 mg dengan benzydamine HCl 0,075% untuk mengurangi nyeri tenggorok pascaintubasi, didapatkan bahwa pemberian ketamin kumur 40

Pengaduan yang disampaikan secara tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b dilakukan dengan penyediaan kotak pengaduan yang wajib disediakan