• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kinerja Microbial Fuel Cell Penghasil Biolistrik dengan Elektroda yang Berbeda pada Limbah Cair Industri Perikanan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kinerja Microbial Fuel Cell Penghasil Biolistrik dengan Elektroda yang Berbeda pada Limbah Cair Industri Perikanan"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

KINERJA

MICROBIAL FUEL CELL

PENGHASIL

BIOLISTRIK DENGAN ELEKTRODA YANG BERBEDA

PADA LIMBAH CAIR INDUSTRI PERIKANAN

ZHALINDRI NOOR ADJANI

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Kinerja Microbial Fuel Cell Penghasil Biolistrik dengan Elektroda yang Berbeda pada Limbah Cair Industri Perikanan”adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

ZHALINDRI NOOR ADJANI. Kinerja Microbial Fuel Cell Penghasil Biolistrik dengan Elektroda yang Berbeda pada Limbah Cair Industri Perikanan. Dibimbing oleh BUSTAMI IBRAHIM dan PIPIH SUPTIJAH.

Microbial Fuel Cell (MFC)merupakan salah satu contoh teknologi alternatif yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai energi substituen karena fuel cell ini mengubah energi kimia menjadi energi listrik melalui reaksi katalitik menggunakan mikroorganisme. Teknologi ini dapat diaplikasikan pada penanganan limbah, salah satunya limbah cair perikanan yang mengandung beban limbah yang cukup tinggi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja sistem MFC pada limbah cair perikanan dalam menghasilkan biolistrik serta menurunkan beban limbahnya dengan penggunaan jenis elektroda yang berbeda yaitu, alumunium, besi, karbon grafit serta kombinasi alumunium dan karbon grafit. Hasil elektrisitas selama 120 jam pengamatan secara keseluruhan mulai dari alumunium hingga kombinasi alumunium dengan karbon grafit berturut-turut adalah0,23 V, 0,17 V, 0,19 V, dan 0,34 V. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem MFC mampu menurunkan rata-rata total N sebesar 61%, BOD sebesar 30,11%, COD sebesar 59,34%, dan total amonia nitrogen sebesar 12,45%. Peningkatan biomassa terjadi pada akhir pengamatan dengan nilai MLSS dan MLVSS masing-masing sebesar 7066,67 mg/L dan 6100 mg/L.

Kata kunci: biolistrik, elektroda, limbah cair perikanan, microbial fuel cell.

ABSTRACT

ZHALINDRI NOOR ADJANI. Performance of Microbial Fuel Cell for Producing ElectricityUsing Different Types of Electrode in The Fishery Water Waste. Supervised by BUSTAMI IBRAHIM and PIPIH SUPTIJAH.

Microbial Fuel Cell (MFC) is one example of an alternative technology that has the potential to be developed as a substituent energy because this fuel cell converts chemical energy into electrical energy through the catalytic reaction using the microorganism.This technologycan beapplied for wastewater treatment such asfisherywastewater thatcontainsa lot of nutrient. The purpose of this studywas to determine the performance of the MFC system infisherywastewaterin resulted theelectricity and reduce the burden of waste with the use of different types of electrodesnamely aluminum, iron, graphite carbon, anda combination of aluminum and graphite carbon. Results of electricity during the 120 hours observations as a whole ranging from aluminum to aluminum with carbon graphite combinations are 0.23V, 0.17V, 0.19V and 0.34V. The results showed that the MFC system couldreduce the average total N respectively of 61%, BOD of 30.11%, COD of 59.34% and the Total Nitrogen Amoniaof 12.45%. Increasing biomass occured at the end of observation respectively with a value of MLSS and MLVSS of 7066.67 mg/L and 6000 mg/L.

(5)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(6)
(7)

KINERJA

MICROBIAL FUEL CELL

PENGHASIL

BIOLISTRIK DENGAN ELEKTRODA YANG BERBEDA

PADA LIMBAH CAIR INDUSTRI PERIKANAN

ZHALINDRI NOOR ADJANI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada

Departemen Teknologi Hasil Perairan

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Kinerja Microbial Fuel Cell Penghasil Biolistrik dengan Elektroda yang Berbeda pada Limbah Cair Industri Perikanan Nama :Zhalindri Noor Adjani

NIM :C34090026

Program Studi :Teknologi Hasil Perairan

Disetujui oleh

Dr.Ir. Bustami Ibrahim, M.Sc. Pembimbing I

Dr. Dra. Pipih Suptijah, MBA Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. Joko Santoso, M.Si Ketua Departemen

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ”Kinerja Microbial Fuel Cell Penghasil Biolistrik dengan Elektroda yang Berbeda pada Limbah Cair Industri Perikanan” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dorongan hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, yaitu :

1. Dr. Ir. Bustami Ibrahim, M.Sc dan Dr. Dra. Pipih Suptijah, MBA selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Joko Santoso, M.Si selaku dosen penguji dan ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan yang telah memberikan saran dan kritik untuk perbaikan skripsi ini.

3. Prof. Dr. Ir. Nurjanah, MS selaku wakil ketua program studi yang telah mewakili departemen pada saat ujian dan saran perbaikan.

4. Ibu,Bapak, serta seluruh keluarga yang telah memberikan motivasi kepada penulis.

5. Rafiq dan Syeila, teman seperjuangan selama penelitian MFC ini.

6. Galih, Jamil, Alam, Rasta, Budi, Darsasa, Dhani, Yudha, dan teman-teman yang senantiasa memberikan bantuannya selama penelitian.

7. Andi Prio Pamungkas atas bantuan dan dukungannya selama ini.

8. Teman-teman THP 46 (alto) untuk kebersamaan dan bantuannya terhadap penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Olehkarena itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat diharapkan. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Bogor, 27 Desember 2013

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

METODE ... 2

Bahan ... 2

Alat ... 2

Prosedur Penelitian ... 3

Pembuatan Limbah Cair Buatan ... 3

Persiapan Alat MFC ... 3

Pengukuran Elektrisitas ... 4

Pengujian Limbah ... 4

Analisis Chemical Oxygen Demand (COD) ... 4

Analisis Biological Oxygen Demand (BOD) ... 4

Analisis Total Amonia Nitrogen (TAN) ... 5

Analisis Total Kjeldahl Nitrogen (TKN) ... 5

MIxed Liquor Suspended Solids (MLSS) ... 6

Mixed Liquor Volatile Suspended Solids (MLVSS) ... 6

Rancangan Percobaan ... 7

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 7

Karakteristik Limbah Cair Perikanan ... 7

Elektrisitas Limbah dalam Sistem MFC ... 8

Hasil Analisis Limbah Cair Perikanan pada Sistem MFC ... 11

Biological Oxygen Demand (BOD) ... 12

Chemical Oxygen Demand (COD) ... 12

Mixed Liquor Suspended Solids (MLSS) dan Mixed Liquor Volatile Suspended Solids (MLVSS) ... 13

Total Amonia Nitrogen (TAN) ... 15

(13)

SIMPULAN DAN SARAN ... 16

Simpulan ... 16

Saran ... 17

DAFTAR PUSTAKA ... 17

LAMPIRAN ... 19

RIWAYAT HIDUP ... 25

DAFTAR TABEL

1 Karakteristik limbah cair perikanan buatan... 7

DAFTAR GAMBAR

1 Desain MFC air cathode satu bejana (Liu dan Logan 2004) ... 3

2 Nilai elektrisistas dalam MFC dengan elektroda alumunium ... 8

3 Nilai elektrisistas dalam MFC dengan elektroda besi ... 8

4 Nilai elektrisistas dalam MFC dengan elektroda karbon grafit ... 9

5 Nilai elektrisistas dalam MFC dengan kombinasi elektroda karbon grafit dan alumunium ... 9

6 Hubungan perubahan nilai akhir BOD setiap perlakuan terhadap nilai BOD awal limbah cair buatan = limbah awal; = limbah akhir ... 12

7 Hubungan perubahan nilai akhir COD setiap perlakuan terhadap nilai COD awal limbah cair buatan = limbah awal; = limbah akhir ... 13

8 Hubungan perubahan nilai akhir MLSS setiap perlakuan terhadap nilai MLSS awal limbah cair buatan = limbah awal; = limbah akhir … 14 9 Hubungan perubahan nilai akhir MLVSS setiap perlakuan terhadap nilai MLSS awal limbah cair buatan = limbah awal; = limbah akhir ... 14

10 Hubungan perubahan nilai akhir TAN setiap perlakuan terhadap nilai TAN awal limbah cair buatan = limbah awal; = limbah akhir ... 15

11 Hubungan perubahan nilai akhir Total N setiap perlakuan terhadap nilai Total N awal limbah cair buatan = limbah awal; = limbah akhir .. 16

DAFTAR LAMPIRAN

1 Data rata-rata elektrisitas sistem MFC semua perlakuan selama 5 hari .... 18

2 Data limbah... 19

3 Dokumentasi penelitian ... 21

(14)
(15)
(16)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia saat ini sedang dihadapkan pada masalah krusial yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Pertumbuhan manusia yang semakin meningkat menyebabkan permintaan energi listrik semakin besar sedangkan pasokan sumber energi listrik semakin menipis. Disisi lain, ketersediaan minyak bumi yang selama ini menjadi sumber energi utama pada tahun 2013 diperkirakan hanya tersisa 25% dari total minyak bumi yang tersedia di dunia (KESDM 2012). Krisis energi ini memicu pengembangan sumber energi alternatif untuk mensubstitusi penggunaan minyak bumi yang selama ini menjadi sumber energi utama bagi masyarakat. Microbial fuel cell (MFC) atau sel elektrokimia berbasis mikroba merupakan salah satu contoh teknologi alternatif yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai energi substituen karena fuel cell ini mengubah energi kimia menjadi energi listrik melalui reaksi katalitik menggunakan mikroorganisme. Sistem ini memanfaatkan air buangan sebagai substrat sehingga dapat dijadikan alat yang ideal untuk mengolah mikroorganisme.

Air limbah industri perikanan merupakan salah satu limbah yang banyak menimbulkan masalah terhadap lingkungan sekitarnya. Limbah cair industri perikananyang mengandung sejumlah besarprotein dan lemak, dapat menimbulkan masalah lingkungan karena menimbulkan bau yang tidak sedap serta merupakan polusi berat pada perairan bila pembuangannya tidak diberi perlakuan yang tepat. Kurangnya penanganan limbah cairpada lingkungan perusahaan, menyebabkan masih banyak kandungan minyak dan kotoran seperti serpihan ikan dan sisik ikan yang terbawa dalam aliran limbah. Hal ini dapat terjadi karena dalam pengelolaan limbah cair dibutuhkan dana yang cukup banyak terutama untuk energi yang dibutuhkan pada instalasi limbah, sehingga perusahaan yang berorientasi profit semata banyak yang mengabaikan pengelolaan limbah cair.

Pencemaran lingkungan oleh limbah cair sebenarnya dapat dihindari dengan memanfaatkan limbah cair itu sendiri. Penelitian terkini membuktikan adanya potensi penggunaan limbah cair sebagai penghasil listrik masa depan. Hasil penelitian Suyanto et al. (2010) yang dilakukan pada Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Kricak menunjukkan data elektrisitas terbesar yang dihasilkan pada bak black water adalah sebesar 0,91 volt, pada bak sedimentasi awal adalah 0,63 volt, bak anaerobic filter sebesar 0,80 volt dan bak rotating biological contractor sebesar 0,5 volt dengan kisaran suhu 27 oC-28 oC, maka sebagai upaya pemanfaatan, air limbah industri perikanan ini dapat dimanfaatkan sebagai substrat dalam sistem MFC untuk produksi listrik.

Mikroorganisme dapat mengkonversi energi kimia yang tersimpan di dalam komponen organik menjadi energi listrik selama diinkubasi dalam microbial fuel cell

(17)

2

mikroba salah satunya pada lumpur aktif dapat digunakan dalam sistemMFCs untuk menghasilkan energi listrik melalui proses penghancuran darimaterial organik.Lumpur aktif adalah ekosistem yang komplek yang terdiri dari bakteri, protozoa, virus, dan organisme-organisme lain. Lumpur aktif tersebut biasanya terdiri dari kombinasi bakteri pengurai seperti Aerobacter sp., Nitrobacter sp., Nitrosomonas sp., danyang mampu mendegradasi senyawa organik seperti mempercepat proses fermentasi limbah organik yang terlarut dalam air serta menurunkan kadar BOD, COD dan TSS dalam air limbah.Pemanfaatan lumpur aktif tersebut juga diharapkan dapat digunakan pada sistem MFC, sehingga selain mendegradasi komponen organik pada limbah cair perikanan, penggunaan lumpur aktif tersebut juga dapat menghasilkan biolistrik.

Dengan pemanfaatan air limbah industri perikanan ini dalam sistem MFC diharapkan dapat menjadi alternatif pengolahan limbah yang selama ini digunakan dan dapat mengatasi permasalahan utama yang ditimbulkan oleh air limbah tersebut, yaitu bau yang tidak sedap yang menyebakan ketidaknyamanan masyarakat di sekitarnya. Selain itu, hasil dari riset ini juga diharapkan dapat menjadi salah satu langkah ke depan untuk mendapat sumber energi yang murah. Hal ini berarti penggunaan sistem MFC dengan susbstrat air limbah dapat mengurangi konsumsi energi (Kristin 2012).

Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah mempelajari proses pengolahan limbah cair perikanan dengan menggunakan teknologi microbial fuel cell (MFC) satu bejana. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini yaitu:

a) Menentukan karakteristik kimiawi limbah cair hasil perikanan selama proses pengolahan.

b) Menguji elektrisitas limbah cair hasil perikanan menggunakan teknologi microbial fuel cell (MFC) satu bejana.

c) Menentukan elektrisitas terbaik yang dihasilkan dari limbah cair hasil perikanan dengan menggunakan jenis elektroda yang berbeda.

METODE

Bahan

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini umpur aktif, dan limbah ikan berupa kulit dan sisa daging. Bahan lain yang digunakan meliputi akuades, K2Cr2O7,H2SO4.Ag2SO4, indikator ferroin, [Fe(NH4)2(SO4)2], NaOH 45%, HCl 0,05 N, NaOH 0,05 N, Kertas saring Whatman 42, bahan uji amonia.

Alat

(18)

3 Prosedur Penelitian

Tahap penelitian ini terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama yaitu pembuatan limbah cair perikanan yang mengacu pada Ibrahim et al. (2009).Tahap kedua adalah pembuatan model alat Microbial Fuel Cell(MFC) yang digunakan pada penelitian Moqsud dan Omine (2010) yang dimodifikasi.Tahap ketiga adalah pengukuran elektrisitas dari MFC satu bejana mengacu pada Suyanto et al. (2010) serta analisis kualitas limbah cair yang terdiri dari analisis BOD, COD, Total amonia, TKN, MLSS, dan MVLSS.

Pembuatan Limbah Cair Buatan

Limbah cair buatan dibuat menggunakan limbah padat pengolahan ikan (isi perut, kulit, dan insang). Hal ini dilakukan untuk menjaga kestabilan karakteristik limbah cair yang digunakan untuk percobaan. Pembuatan limbah cair dilakukan menurut Ibrahimet al.(2009) yakni limbah potongan daging dan kulit ikan yang diperoleh dari proses pengolahan fillet ikan dicincang, selanjutnya direbus pada air mendidih selama 10 menit dengan rasio berat ikan (kg) dan volume air (liter) adalah 1:5. Air rebusan disaring untuk memisahkannya dari padatan dan ampas ikan. Setelah air rebusan yang disaring menjadi dingin, siap digunakan untuk percobaan. Kemudian dilakukan analisis karakteristik limbah cair buatan meliputi BOD, COD, total nitrogen, dan total amonia nitrogen. Dalam tahap ini juga dilakukan proses aerasi lumpur aktif yang diperoleh dari unit pengolahan limbah di Muara Baru. Lumpur aktif tersebut akan dimasukkan ke dalam sistem MFC yang berisi limbah cair dengan perbandingan antara lumpur aktif dan limbah cair sebesar 1:10. Tujuan penambahan lumpur aktif ini adalah untuk menurunkan komponen terlarut, khususnya senyawa organik sampai batas yang aman terhadap lingkungan dengan memanfaatkan mikroba.

Persiapan Alat MFC

Model alat MFC yang digunakan mengacu Moqsud dan Omine (2010) yang dimodifikasi. Sistem MFC yang digunakan merupakan sistem MFC satu bejana tanpa membran mengacu pada penelitian Liu dan Logan (2004). Desain MFC-satu bejana tanpa membran dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1Desain MFC air cathode satu bejana(Liu dan Logan 2004).

(19)

4

dibuat sebanyak 12 buah untuk 3 kali ulangan. Perlakuan yang diberikan adalah perbedaan jenis elektroda yaitu alumunium, besi, dan karbon grafit.

Pengukuran Elektrisitas

Masing-masing elektroda di dalam bejana dihubungkan dengan kabel lalu bejana ditutup rapat. Kedua kabel dihubungkan oleh multimeter. Multimeter diatur untuk pengukuran tegangan listrik pada skala terkecil terlebih dahulu kemudian nilai tegangan yang tertera pada layar multimeter diamati pada selang waktu tertentu (Suyanto et al. 2010).

Pengujian Limbah

Analisis yang dilakukan pada penelitian ini meliputi analisis Chemical Oxygen Demand (COD),Biological Oxygen Demand (BOD), total nitrogen, amonia, Mixed Liquor Suspended Solids (MLSS), dan Mixed Liquor Volatile Suspended Solids (MLVSS) pada hari ke 0 (awal), dan 5 (akhir). Setiap analisis dilakukan 3 kali ulangan.

Analisis Chemical Oxygen Demand (COD) (APHA 1975)

Prosedur penentuan parameter COD adalah sebanyak 25 mLlarutan sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Setelah itu ditambahkan K2Cr2O7 0,025 N sebanyak 5 mL. Kemudian ditambahkan H2SO4 sebanyak 5 mL, dan dititrasi dengan ferrous ammonium Sulfate [Fe(NH4)2(SO4)2] 0,2 N. Kemudian dibuat juga larutan blanko dengan prosedur yang sama. Titrasi dilakukan sampai terjadi perubahan warna dari hijau terang menjadi kemerahan tajam. Teknik ini memiliki keuntungan yaitu pada sampel tidak kehilangan bahan yang volatil secara signifikan. Berikut ini adalah rumus yang digunakan untuk menghitung nilai COD.

Keterangan: B = Volume titrasi balnko (mL) S = Volume tittasi sampel (mL) N = Normalitas Fe(NH4)2(SO4)2

V = Volume sampel yang digunakan (mL) Analisis Biological Oxygen Demand (BOD)(APHA 17975)

(20)

5

Keterangan: D1 = DO sebelum inkubasi (mg/L) D2 = DO setelah inkubasi (mg/L) P = Volume pengenceran

Analisis Total Amonia Nitrogen (TAN) (APHA 1975)

Sampel yang akan dianalisis diambil sebanyak 10 mLuntuk didestilasi, lalu ditambahkan MnSO4 sebanyak 1 tetes ke dalam sampel yang telah didestilasi. Kemudian dilakukan penambahan asam hypochlorous sebanyak 0,5 mL dan reagen phenate sebanyak 0,6 mL. Sampel yang telah ditambahkan reagent kemudian diaduk. Perubahan warna pada larutan sampel akan terjadi karena adanya penambahan reagen tersebut, dan perubahan warna ini akan stabil pada larutan sampel setelah 10 menit. Larutan blanko dan larutan standar dibuat selama pengukuran ini. Nilai absorban pada larutan blanko kemudian diukur menggunakan alat spectrophotometerOPTIMA SP-300dengan panjang gelombang 630 nm. Nilai total amonia nitrogen dapat dihitung dengan rumus Analisis Total Kjeldahl Nitrogen (TKN) (APHA 1975)

(21)

6

Keterangan: A = Volume titrasi blanko (mL) B = Volume titrasi sampel (mL) C = Volume sampel (mL) fp = faktor pengenceran

Mixed Liquor Suspended Solids (MLSS)

Mixed Liquor Suspended Solids (MLSS) merupakan jumlah total Suspended Solid (TSS) yang berasal dari bak pengendap lumpur. TSS merupakan jumlah berat kering dalam mg/l lumpur yang ada dalam air limbah setelah mengalami penyaringan (Sugiharto 1987).

Kertas saring Whatman 42 dikeringkan dalam oven selama 1 jam pada suhu 100 – 105°C dan selanjutnya didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kemudian diambil sampel sebanyak 50 mL dengan diaduk terlebih dahulu dan disaring. Setelah itu kertas saring dikeringkan dalam oven pada suhu 105ºC selama 2 jam. Kertas saring didinginkan dalam desikator dan ditimbang.Konsentrasi MLSS dalam sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

= x106 Keterangan: A = Berat akhir kertas saring (g)

B = Berat awal kertas saring (g) V = Volume sampel (mL)

Mixed liquor volatile suspended solids (MLVSS)

Analisis Mixed Liquor Volatile Suspended Solids (MLVSS) merupakan MLSS yang telah dipanaskan pada suhu 600°C sehingga benda volatilnya menguap (Sugiharto 1987). Prosedur penentuan parameter MLVSS adalah cawan porselin yang akan digunakan dikeringkan dalam tanur selama 10 menit pada suhu 550°C dan selanjutnya didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kertas saring dari uji MLSS dimasukkan dalam cawan porselin dan dipanaskan dalam tanur pada suhu 550°C selama 2 jam. Kemudian cawan didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Bila perlu lakukan pengulangan proses pengeringan untuk mendapatkan berat yang konstan.Konsentrasi MLVSS dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

= mg MLSS / liter – x106

Keterangan: MLSS = Hasil pada uji MLSS (mg/L) A = Berat awal cawan (g)

(22)

7

Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dalam waktu (RAL intime) dengan satu faktor, yaitu penambahan lumpur aktif. Waktu dianggap sebagai pengamatan berulang sehingga akan terlihat perkembangan respon selama penelitian berjalan. Data penelitian diuji dengan menggunakan uji t student pada selang kepercayaan 95%. Data diolah dengan software SPSS 15.0 Model rancangan percobaan yang digunakan adalah

Yij = μ + i + ij Keterangan:

Yij = nilai respon faktor yang memperoleh perlakuan ke-i

μ = mean populasi

ij = pengaruh perlakuan ke-i

ij = komponen acak dari interaksi waktu dengan perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Limbah Cair Perikanan

Limbah cair industri pengolahan ikan memiliki karakteristik jumlah bahan organik terlarut dan tersuspensi yang tinggi jika dilihat dari nilai BOD dan COD. Lemak dan minyak juga ditemukan dalam jumlah yang tinggi. Terkadang padatan tersuspensi dan nutrien seperti nitrogen dan fosfor juga ditemukan dalam jumlah tinggi (Apriyani 2012). Karakteristik limbah cair merupakan hal yang sangat penting untuk diketahui pada tahap awal proses pengolahan limbah cair. Hal ini bertujuan untuk mengetahui nilai beban limbah awal sehingga dapat menjadi acuan terhadap hasil akhir dari perubahan yang terjadi pada perlakuan penelitian ini. Proses karakterisasi limbah cair ini dapat dilakukan dengan menggunakan parameter fisikokimia, nitrogen, dan kandungan fosfor.Penggunaan limbah cair buatan bertujuan agar umpan yang akan dimasukkan dalam sistem sebagai influen memiliki karakteristik yang lebih stabil dan mudah dikendalikan (Ibrahim 2007).Parameter karakteristik limbah yang dianalisis selama penelitian ini adalah total nitrogen, BOD, COD, nitrogen amonia, MLSS, dan MLVSS. Karakteristik limbah cair buatan yang dihasilkan disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Karakteristik limbah cair perikanan buatan

Parameter Satuan Limbah cair

Sumber: a Ibrahim (2007); bKementrian Negara Lingkungan Hidup (2007)

(23)

8

penelitian ini memiliki nilai amonia, COD, dan total N yang lebih tinggi namun memiliki nilai BOD5 yang rendah bila dibandingkan limbah cair pada penelitian Ibrahim (2007). Hasil tersebut bila dibandingkan dengan nilai baku mutu limbah cair tepung ikan menunjukkan nilai parameter COD dan BOD5 memiliki karakteristik yang sama dengan limbah cair buatan yang digunakan. Hasil ini menunjukkan bahwa beban limbah cair buatan yang dihasilkan perlu dikurangi agar memenuhi syarat baku mutu limbah. Upaya penggunaan lumpur aktif merupakan salah satu alternatif untuk mengurangi beban limbah cair buatan yang digunakan pada penelitian ini.

Elektrisitas Limbah dalam Sistem MFC

Elektrisitas dalam sistem MFC diukur setiap satu jam sekali selama lima hari dalam satuan volt. Menurut Suyanto et. al. (2010), pengukuran setiap jam dilakukan karena tiap reaksi metabolisme dalam sistem MFC sangat cepat sehingga berpengaruh besar terhadap besar kecilnya elektrisitas yang dihasilkan. Hasil pengukuran elektrisitas limbah cair perikanan disajikan pada Gambar 2, Gambar 3, Gambar 4, dan Gambar 5.

Gambar 2 Nilai elektrisitas dalam MFC dengan elektroda alumunium.

(24)

9

Gambar 4 Nilai elektrisitas dalam MFC dengan elektroda karbon grafit.

Gambar 5 Nilai elektrisitas dalam MFC dengan kombinasi elektroda karbon grafit dan alumunium.

Nilai elektrisitas tertinggi pada semua perlakuan terdapat pada awal pengukuran dengan hasil tertinggi pada kombinasi karbon grafit dan alumunium sebesar 0,50V, kemudian diikuti alumunium, besi, dan karbon grafit secara berturut-turut sebesar 0,36 V, 0,30 V, dan 0,29 V. Hasil rataan dari keseluruhan pengamatan menunjukkan hasil yang paling tinggi pada kombinasi karbon grafit dan alumunium, yaitu 0,34 V, kemudian diikuti alumunium, karbon grafit, dan besi berturut-turut sebesar 0,23 V, 0,19 V, dan 0,17 V.Nilai elektrisitas yang dihasilkan pada semua perlakuan baik elektroda alumunium, elektroda besi, elektroda karbon grafit, dan kombinasi elektroda karbon grafit dan alumunium memiliki nilai yang berfluktuasi. Hasil tersebut dapat dilihat pada awal pengukuran, rata-rata nilai elektrisitas pada jam ke-0 sebesar 0,268 V pada elektroda alumunium, 0,083 V pada elektroda besi, 0,143 V pada elektroda karbon grafit, dan 0,393 V pada kombinasi elektroda karbon grafit dan alumunium. Hasil penelitian menunjukkan adanya pola fluktuasi yang hampir sama pada masing-masing perlakuan yaitu peningkatan elektrisitas pada 28 jam pertama.

(25)

10

menjadi energi listrik melalui aktivitas metabolisme mikroba (Pant et al. 2009). Degradasi material organik seperti pada limbah cair perikanan buatan ini menghasilkan elektron yang dapat berikatan dengan TEA (Terminal Electron Acceptor) seperti oksigen, nitrat, nitrit, sulfat, dan sebagainya yang berdifusi melalui sel, lalu elektron tersebut ditangkap oleh anoda dan proton ditangkap oleh katoda yang kemudian menyebabkan beda potensial, sehingga menghasilkan biolistrik (Logan 2008).

Kemampuan MFC dalam menghasilkan listrik bergantung pada reaksi elektrokimia yang terjadi antara susbtrat organik berpotensial rendah seperti glukosa dan penerima elektron akhir yang berpotensial tinggi, seperti oksigen. Glukosa sebagai molekul biodegradable terdegradasi seperti yang ditunjukkan pada reaksi berikut:

Anoda : C6H12O6 + H2O CO2+ e- + H+ Katoda : O2 + e- H2O

Peningkatan atau penurunan listrik yang dihasilkan ini berhubungan dengan jumlah elektron bebas yang dihasilkan oleh bakteri tersebut. Selain itu, fluktuasi listrik yang dihasilkan ini dapat pula disebabkan oleh interaksi dan persaingan antara bakteri di dalam substrat pertumbuhan. Penurunan yang terjadi pada akhir pengukuran elektrisitas pada MFC disebabkan karena seiring bertambahnya hari maka nutrien yang di dalam substrat telah digunakan untuk aktivitas metabolisme bakteri sehingga nutrien tersebut berkurang. Air limbah juga merupakan habitat dari bakteri electricigens (bakteri yang mampu menghasilkan elektrisitas) (Suyanto et al. 2010).

Pengadukan dalam sistem lumpur aktif memegang peranan yang penting dalam menjaga keseragaman dan kestabilan kelarutan bahan organik, oksigen, dan mencegah pengendapan lumpur aktif.Tujuan dari pengolahan limbah cair secara biologis ini adalah untuk menurunkan komponen terlarut, khususnya senyawa organik sampai batas yang aman terhadap lingkungan dengan memanfaatkan mikroba. Dalam rangka menyisihkan bahan organik yang terlarut, mikroorganisme yang ada akan menggunakan bahan organik sebagai nutrien bagi pertumbuhannya menjadi sel-sel baru dan karbondioksida. Secara konvensional pengolahan limbah cair mencapai sukses menurunkan BOD dan COD, meskipun penyisihan senyawa nutrien (nitrogen dan fosfor) masih terus dicarikan model dan cara yang efisien (Ibrahim 2005).

Berdasarkan rata-rata listrik yang dihasilkan pada semua perlakuan maka MFC dengan perlakuan elektroda alumunium dan karbon grafit merupakan perlakuan yang menghasilkan rata-rata listrik paling besar dibandingkan dengan besi. Hal ini yang menjadikan alasan dilakukannya perlakuan kombinasi antara alumunium dengan karbon grafit. Hal ini bertujuan untuk menghasilkan nilai elektrisitas yang lebih optimal dibandingkan dengan perlakuan yang menggunakan elektroda sejenis.Besarnya listrik yang dihasilkan dalam sistem MFC ini karena adanya perbedaan sifat kereaktifan dan nilai dari potensial standar dari masing-masing jenis elektroda yang digunakan. Alumunium merupakan unsur dari golongan IIIA dengan nilai potensial standar sebesar -1,66 sedangkan besi merupakan unsur golongan VIIID yang memiliki nilai potensial standar

mikroba

(26)

11 sebesar -0,44. Berdasarkan perbedaan nilai potensial standar tersebut, alumunium memiliki sifat kereaktifan yang lebih tinggi dibandingkan dengan besi sehingga posisi alumunium dalam deret volta berada di sebelah kiri besi. Anwir (1979) menyatakan bahwa semakin ke kiri kedudukan suatu logam dalam deret volta menandakan bahwa logam semakin mudah melepas elektron dan merupakan reduktor yang kuat. Sebaliknya, semakin kanan kedudukan logam dalam deret volta menandakan logam semakin sukar melepas elektron. Sifat kereaktifan dari masing-masing elektroda pada sistem MFC ini menyediakan luasan yang lebih besar untuk kontak bakteri dalam mentransfer elektron ke elektroda dan memberikan efek pada energi listrik yang dihasilkan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa selain alumunium, karbon grafit juga memiliki nilai elektrisitas yang lebih tinggi daripada besi. Hal ini terjadi karena sifat karbon grafit yang memiliki elektron yang telah terdelokalisasi dan tidak terikat pada atom tertentu sehingga memungkinkan untuk membawa muatan listrik. Karbon grafit merupakan golongan non logam yang berasal dari alotrop karbon dengan nilai potensial standar -1,59. Nilai potensial standar yang tinggi pada karbon grafit menyebabkan elektroda ini lebih tahan terhadap asam dan basa sehingga lebih tahan terhadap korosi (Djaprie 1983). Penelitian ini juga menguji kinerja dua elektroda yang berbeda yaitu paduan alumunium dan karbon grafit. Alasan pemilihan paduan dua jenis elektroda ini yaitu, alumunium dan karbon grafit memiliki nilai rataan elektrisitas, nilai potensial standar, dan keinertan logam dalam medium air yang tinggi.Anwir (1979) menyatakan bahwa logam yang bersifat inert merupakan logam yang tahanterhadap asam atau bereaksi lambat karena adanya lapisan oksida pelindung. Grafit (C), Platina (Pt), Aurum (Au), dan Alumunium (Al) merupakan salah satu jenis logam yang bersifat inert terhadap oksidasi karena memiliki lapisan pelindung pada bagian permukaan yang mampu mencegah terjadinya oksidasi berkelanjutan (pasivasi).

Bila kembali melihat hasil elektrisitas yang dihasilkan, perlakuan yang paling optimal untuk menghasilkan elektrisitas terbaik adalah kombinasi antara alumunium dan karbon grafit dengan rata-rata elektrisitas 0,34 V. Hasil ini terbilang cukup baik bila dibandingkan penelitian sebelumnya yang dilakukan Alwinsyah (2012) menggunakan limbah perikanan yang sama dengan hasil rataan tertinggi 0,21 V. Bila dilihat dari potensial listrik pasangan senyawa yang beraksi dari hasil degradasi, hasil elektrisitas yang diperoleh sudah cukup baik, karena senyawa hasi degradasi limbah seperti NO3-/NO2- serta NO3-/N2 memiliki potensial antara 0,34 – 0,74 V.Faktor yang menentukan nilai elektrisitas pada MFC ini adalah jenis substrat, kondisi operasi sistem, luas area, tipe elektroda dan jenis mikroorganisme(Madigan dan Martinko 2009).

Hasil Analisis Limbah Cair Perikanan pada sistem MFC

(27)

12

mampu meningkatkan degradasi bahan organik dan listrik yang dihasilkan semakin besar. Pengaruh pengolahan limbah pada sistem MFC dapat dilihat melalui analisis limbah seperti BOD, COD, MLSS, MLVSS, TAN, dan Total N.

Biological Oxygen Demand (BOD)

Biological Oxygen Demand atau BOD merupakan jumlah miligram oksigen yang dibutuhkan oleh mikroba aerobik untuk menguraikan bahan organik karbon dalam satu liter air selama lima hari pada suhu 20°C±1°C (BSN 2009). Semakin banyak bahan organik yang ada di dalam air, semakin sedikit sisa kandungan oksigen yang terlarut di dalamnya. Analisis BOD merupakan analisis yang mencoba mendekati secara umum proses-proses mikrobiologis yang terjadi dalam air. Perubahan nilai BOD ini menandakan bahwa terjadi kecepatan oksidasi senyawa Hasil analisis BOD limbah cair dalam sistem MFC disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6 Hubungan perubahan nilai akhir BOD setiap perlakuan terhadap nilai BOD awal limbah cair buatan. = limbah awal;

= limbah akhir.

Berdasarkan gambar 6, terlihat adanya penurunan kadar BOD pada awal dan akhir pengamatan. Limbah awal sebelum diberikan perlakuan penambahan lumpur aktif memiliki kadar BOD sebesar 124 ± 5,66 mg/L. Nilai BOD tersebut menurun setelah limbah diberi lumpur aktif menjadi 37,33 ± 27,23 mg/L dengan persentase penurunan sebesar 30,11%. Penurunan nilai BOD tersebut menunjukkan terjadinya proses penguraian senyawa organik. Semakin besar jumlah bahan organik yang diuraikan maka semakin banyak oksigen yang digunakan. Bila melihat dari hasil uji statistik, pengaruh perlakuan lumpur aktif memberikan pengaruh pada kadar BOD limbah. Berdasarkan hasil BOD tersebut, lumpur aktif yang digunakan mampu menurunkan BOD sesuai dengan baku mutu BOD limbah cair tepung ikan, yaitu dibawah 100 mg/L (Kementrian Negara Lingkungan Hidup 2007).

Chemical Oxygen Demand (COD)

(28)

13 Muchlisin 2010).Hasil analisis COD limbah cair dalam sistem MFC disajikan pada Gambar 7.

Gambar 7 Hubungan perubahan nilai akhir COD setiap perlakuan terhadap nilai COD awal limbah cair buatan. = limbah awal;

= limbah akhir.

Hasil uji pada Gambar 7 menunjukkan penurunan kadar COD pada limbah cair perikanan. Limbah awal memiliki kadar COD sebesar 768 ± 66mg/L. Nilai tersebut menurun pada akhir pengamatan menjadi 456 ± 394,99 mg/L, dengan persentase penurunan kadar COD sebanyak 59,34% dari limbah awal. Hasil COD tersebut menunjukkan bahwa lumpur aktif yang digunakan mampu menurunkan beban limbah cair buatan melalui reaksi metabolik mikroba yang berlangsung dalam sistem selama proses pengamatan.Pohan (2008) menyatakan bahwa reduksi COD setelah tiga hari akan mengalami penurunan yang disebabkan oleh peningkatan jumlah mikroba yang menghambat kontak antara mikroba dengan limbah cair sehingga nilai penurunan COD relatif konstan. Berdasarkan hasil uji statistik t pada taraf nyata 0,05, pemberian lumpur aktif berpengaruh signifikan terhadap hasil akhir beban limbah.

Mixed Liquor Suspended Solid (MLSS) dan Mixed Liquor Volatil Suspended

Solid (MLVSS)

(29)

14

Gambar 8 Hubungan perubahan nilai akhir MLSS setiap perlakuan terhadap nilai MLSS awal limbah cair buatan. = limbah awal;

= limbah akhir.

Gambar 9 Hubungan perubahan nilai akhir MLVSS setiap perlakuan terhadap nilai MLVSS awal limbah cair buatan. = limbah awal; = limbah akhir.

(30)

15 Total Amonia Nitrogen (TAN)

Kadar amonia merupakan salah satu parameter uji yang dilakukan untuk menguji baku mutu limbah cair. Penguraian amonia oleh aktifitas mikroba pengurai menjadi nitrit dan nitrat menjadi salah satu indikator proses penanganan limbah cair (Jamieson et al. 2003). Hasil uji TAN dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10 Hubungan perubahan nilai akhir TAN setiap perlakuan terhadap nilai TAN awal limbah cair buatan. = limbah awal; = limbah akhir.

Hasil uji pada Gambar 10 menunjukkan adanya penurunankandungan nitrogen amonia dari 2,44 ± 0,07 mg/L menjadi 0,30 ± 0,23 mg/L pada hari ke-6 pengamatan. Penurunan kandungan amonia terjadi karena adanya degradasi senyawa amonia menjadi nitrit dan nitrat. Penambahan lumpur aktif ke dalam limbah cair diduga meningkatkan jumlah mikroorganisme termasuk bakteri nitrifier. Hal ini menunjukkan bahwa flok lumpur aktif merupakan tempat berkumpulnya bakteri autotrofik seperti bakteri nitrit (Nitrosomonas, Nitrobacter) yang dapat merubah amonia menjadi nitrat (Apriyani 2012). Berdasarkan hasil uji statistik t pada taraf nyata 0,05, perlakuan pemberian lumpur aktif memberikan pengaruh terhadap uji ini. Pengaruh perlakuan terhadap perubahan total amonia nitrogen adalah signifikan satu sama lain.

Total Nitrogen

(31)

16

Gambar 11 Hubungan perubahan nilai akhir Total N setiap perlakuan terhadap nilai Total N awal limbah cair buatan. = limbah awal; = limbah akhir.

Berdasarkan Gambar 11, terlihat adanya penurunan total nitrogen dalam sistem MFC, yaitu 3464,51 ± 77,61 mg/L pada hari ke-0 menjadi 2136,24 mg/L pada hari ke-6, dengan persentase penurunan beban limbah sebesar 61%. Penurunan total nitrogen menunjukkan bahwa pemberian lumpur aktif mampu mempercepat proses penguraian senyawa nitrogen organik yang terdapat pada limbah cair. Pada proses ini terjadi konversi amonia menjadi nitrit dan nitrat dimana proses ini mengakibatkan perubahan bentuk senyawa nitrogen yang berubah menjadi gas nitrogen. Berdasarkan hasil uji statistik t pada taraf nyata 0,05, perlakuan pemberian lumpur aktif memberikan pengaruh terhadap uji ini. Pengaruh perlakuan terhadap perubahan total nitrogen adalah signifikan satu sama lain.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

(32)

17 Saran

Perlu dilakukan peningkatan sistem MFC dengan penggunaan jenis elektroda lain dankombinasi perlakuan elektroda yang berbeda jenis pada sistem yang sama, penggunaanMFC dengan sistem dua bejana, serta penerapan pada limbah cair perikanan sebenarnya sebagai substrat agar dapat dibandingkan dan diperoleh sistem MFC terbaik dalam menghasilkan biolistrik.

DAFTAR PUSTAKA

[APHA] American Public Health Association. 1975. Standard Methods for the Eximination of Water and Wastewater 14th Edition. Washington DC (US):American Public Health Association,American Water Works Association,Water Pollution Control Federation.

Alwinsyah R. 2012. Biolistrik limbah cair perikanan dengan teknologi Microbial Fuel Cell menggunakan jumlah elektroda yang berbeda [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Anwir BS. 1979. Ilmu Bahan Logam Jilid II. Jakarta (ID): Bhratara Karya Aksara. Apriyani DL.2012. Elektrisitas limbah cair perikanan dengan metode Microbial

Fuel Cell satu bejana [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

[BSN] SNI 6989.72. 2009. Air dan Limbah – Bagian 72: Cara Uji KebutuhanOksigen Biokimia (Biochemical oxygen demand/BOD). Jakarta (ID): BadanStandardisasi Nasional

Djaprie S. 1983. Ilmudan Teknologi Bahan (Ilmu Logam dan Bukan Logam). Jakarta (ID): Erlangga.

Firdus, Muchlisin ZA. 2010. Degradation rate of sludge and water quality of septic tank (water closed) by using starbio and freshwater catfish as biodegradator. Jurnal Natural 10 (1):1-6.

Ibrahim B. 2005. Kaji ulang sistem pengolahan limbah cair industri hasil perikanan secara biologis dengan lumpur aktif.Buletin Teknologi Hasil Perikanan VIII(1):31-41.

Ibrahim B. 2007. Studi penyisihan nitrogen air limbah agroindustri hasil perikanan secara biologis dengan model dinamik Activated Sludge Model (ASM)1[disertasi]. Bogor (ID): Sekolah PascaSarjana, InstitutPertanian Bogor. Ibrahim B, Erungan AC, Heriyanto. 2009. Nilai parameter biokinetika proses denitrifikasi limbah cair industri perikanan pada rasio cod/tkn yang berbeda. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia. 12(1):31-45.

(33)

18

[KESDM] Kementrian Energi dan Sumberdaya Mineral. 2012. Rencana induk jaringan transmisi dan distribusi gas bumi nasional tahun 2012-2025. Kepmen No 2700 k/11/MEM/2012.

[KNLH] Kementrian Negara Lingkungan Hidup. 2007 Baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan hasil perikanan. Kepmen No 06 Tahun 2007.

Kim JR, Booki M, Bruce EL. 2005. Evaluation of procedures to acclimate a microbial fuel cellfor electricity production.Appl Microbiol Biotechnol 68:23-30.

Kristin E. 2012. Produksi energi listrik melalui microbial fuel cell menggunakan limbah industri tempe. [skripsi]. Depok (ID): Universitas Indonesia.

Liu H, Logan BE. 2004. Electricity generation using an air-cathode single chamber microbial fuel cell in the presence and absence of a proton exchange membrane. Environ. Sci. Technol. 38: 4040-4046.

Logan BE. 2008. Microbial Fuel Cell. Canada(CA): WILEY.

Madigan MT, Martinko JM, Dunlap PV, Clark DP. 2009. Brock, Biology of Microorganisms. Boston (US): Prentice Hall.

Miliken CE, May HD. 2007. Sustained Generation of Electricity by the Spore-Forming, Gram-Positive, Desulfitobacterium hafniense strain DCB2. Applied Microbial and Cell Physiology 73: 1180-1189.

Pant D, Bogaert GV, Diels L, Vanbroekhoven K. 2009. A review of the substrates used in microbial fuel cells (MFCs) for sustainable energy production. Bioresource Technology. 10: 1-11.

Moqsud MA,Omine K. 2010. Bio-electricity generation by using organic waste in Bangladesh[prosiding]. International Conference on Environmental Aspects of Bangladesh (ICEAB10) di Jepang, September 2010.

Mulyani H. 2012. Pengaruh pre-klorinasi dan pengaturan pH terhadap proses aklimatisasi dan penurunan COD pengolahan limbah cair tapioka sistem Anaerobic Baffled Reactor [tesis]. Semarang (ID): Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.

Pohan N. 2008. Pengolahan limbah cair industri tahu dengan proses biofilter aerobik [tesis]. Medan (ID): Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara.

Sugiharto. 1987. Dasar-Dasar Pengolahan Limbah Cair. Jakarta (ID): UI Press. Suyanto E, Mayangsari A, Wahyuni A, Zuhro F, Isa S, Sutariningsih SE,

(34)

19

LAMPIRAN

Lampiran 1Data rata-rata elektrisitas sistem MFC semua perlakuan selama 5 hari

(35)

jam ke- Grafit; AG = Alumunium+Karbon Grafit

(36)

Lampiran 3Dokumentasi penelitian

Lokasi pengambilan sampel dan proses aerasi lumpur aktif

Desain Wadah MFC Pengukuran Elektrisitas

Pengujian Limbah Cair Buatan

Pembuatan Limbah Cair Buatan

(37)

Lampiran 4 Hasil uji statistik t

Biological Oxygen Demand (BOD)

Paired Samples Statistics

Chemical Oxygen Demand (COD)

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation

Std. Error Mean

Pair 1 sebelum 768,0000 3 66,00000 38,10512

sesudah 282,6667 3 147,80167 85,33333

Paired Samples Correlations

sesudah 485,33333 207,59897 119,85732 -30,37110 1001,03777 4,049 2 ,056

(38)

Mixed Liquor Suspended Solids (MLSS)

sesudah 7066,6667 3 4196,82420 2423,03758

Paired Samples Correlations

sesudah -133,33333 3638,97421 2100,96274 -9173,04641 8906,37974 -,063 2 ,955

Mixed Liquor Volatile Suspended Solids (MLVSS)

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation

Std. Error Mean

Pair 1 sebelum 5680,0000 3 40,00000 23,09401

sesudah 6100,0000 3 2100,00000 1212,43557

Paired Samples Correlations

sesudah -420,00000 2080,28844 1201,05509 -5587,72297 4747,72297 -,350 2 ,760

(39)

Total Amonia Nitrogen (TAN)

sesudah 2136,2275 4 98,06532 49,03266

Paired Samples Correlations

sesudah 1328,28250 125,06782 62,53391 1129,27169 1527,29331 21,241 3 ,000

(40)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal04Agustus 1991 dari bapak Ir. Didi Effendi Harahap dan ibu Emira Sairoh. Penulis merupakan anak tunggal.Pendidikan formal yang ditempuh penulis dimulai dari SDN Duta Indah Bekasi pada tahun 1997 hingga tahun 2003. Penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Pusakanagara, Subang hingga tahun 2006. Pendidikan formal selanjutnya ditempuh di SMA Negeri 1 Pamanukan, Subang pada tahun 2006 dan lulus pada tahun 2009. Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI.

Selama perkuliahan, penulis aktif berorganisasi dalam Divisi Informasi dan KomunikasiBadan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan tahun kepengurusan 2010-2011 dan dan aktif dalam kepanitian berbagai kegiatan kemahasiswaan di Institut Pertanian Bogor. Penulis juga aktif menjadi asisten praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Perairan pada tahun ajaran 2012/2013. Penulis juga pernah aktif mengikuti lomba karya tulis ilmiah PKM-Penelitian 2012 yang didanai oleh DIKTI.

Gambar

Gambar 3, Gambar 4, dan Gambar 5.
Gambar 5 Nilai elektrisitas dalam MFC dengan kombinasi elektroda karbon
Gambar 6.
Gambar 7 Hubungan perubahan nilai akhir COD setiap perlakuan
+3

Referensi

Dokumen terkait

• Adanya kebijakan Instalasi Farmasi RS/Sarana Pelayanan Kesehatan lainnya tentang Keselamatan Pasien yang meliputi kejadian yang tidak diharapkan (KTD),

5) Anjar Permana (2012) Pengaruh Dana Pihak Ketiga dan Kredit Yang Diberikan Terhadap Rentabilitas. Dari hasil Uji Hipotesis dapat ditarik kesimpulan bahwa Dana pihak

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa Untuk mengetahui gambaran yang mempengaruhi perilaku sosial anak usia 5-6 tahun di Taman Kanak-Kanak Ar-Ridho

Dalam konteks bahasa perempuan, kajian terhadap ideologi akan menghasilkan sebuah perian, tafsir, dan eksplanasi tentang bagaimana perempuan melihat dan menafsirkan dunia

User dapat mengetahui nama anggota beserta alamat anggota yang belum mengembalikan buku beserta tanggal buku tersebut harus di kembalikan Sistem harus dapat melakukan

Berdasarkan perhitungan yang dilakukan dalam menyelesaikan permasalahan CVRP menggunakan algoritma sweep, diperoleh total jarak tempuh kendaraan yaitu 142.9 km

Lokasi SPBU yang berada di pinggir jalan raya merupakan daerah yang rawan terhadap kebisingan, serta adanya karakteristik operator seperti usia, jenis kelamin,