• Tidak ada hasil yang ditemukan

Desain Taman Cilaki Atas Kota Bandung Berbasis Ekologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Desain Taman Cilaki Atas Kota Bandung Berbasis Ekologi"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

DESAIN TAMAN CILAKI ATAS KOTA BANDUNG

BERBASIS EKOLOGI

ALVIAN NURCAHYO HAVILUDIN

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul "Desain Taman Cilaki Atas Kota Bandung Berbasis Ekologi" adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip baik dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

ALVIAN NURCAHYO HAVILUDIN. Desain Taman Cilaki Atas Kota Bandung Berbasis Ekologi. Dibimbing oleh ANDI GUNAWAN.

Taman kota merupakan ruang terbuka hijau yang mengakomodasi kebutuhan aktivitas sosial. Fungsi lain dari taman kota adalah sebagai ruang estetis dan ekologis. Bandung merupakan salah satu kota dengan beragam taman. Taman tersebut berpotensi memberikan keseimbangan ekologis pada kota. Namun, taman kota yang tersedia pada umumnya dibuat sekedar untuk keindahan dan fungsi sosial, padahal taman kota masih dapat dimaksimalkan lagi fungsinya. Fungsi taman kota yang sering terlupakan yakni sebagai pengontrol keseimbangan ekologi. Salah satu taman tersebut adalah Taman Cilaki Atas Kota Bandung. Perlu adanya taman kota dengan memaksimalkan fungsi ekologis yang memahami karakteristik ekologi lanskap sekitar. Salah satu aspek ekologi yang menjadi titik berat dalam permasalahan taman adalah hidrologi. Karakteristik topografi taman yang relatif curam menyebabkan banyak terjadi pengikisan permukaan tanah. Analisis deskriptif dilakukan untuk menentukan karakteristik fisik dan desain dari taman. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi dan menganalisis karakter pengguna taman kota untuk mengetahui kebutuhan dan harapan pengguna khususnya untuk keberlanjutan ekologi lingkungan yang selanjutnya akan dihasilkan desain taman kota yang fungsional, estetis, dan ekologis. Konsep dasar yang digunakan adalah eco urban park. Pada proses desain perlu diperhatikan aspek rekreasi dan ekologi. Ekologi yang dimaksud mencakup siklus alami lingkungan dan pelestarian budaya lokal. Konsep desain mengaplikasikan pola nervous untuk menciptakan nuansa kota. Pola tersebut menjadi focal point taman yang memecah kesan alami taman. Sebanyak 7 kolam retensi yang terkoneksi dengan bioswale dibangun pada taman untuk mendukung fungsi ekologi. Kolam tersebut akan memaksimalkan infiltrasi air run off yang tertampung serta untuk keperluan irigasi taman. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan dan pedoman dalam mendesain taman kota yang berbasis ekologi.

Kata kunci: Desain Taman, Desain Ekologi, Taman Kota

ABSTRACT

ALVIAN NURCAHYO HAVILUDIN. Ecological Based Design of Cilaki Atas Park in Bandung City. Supervised by ANDI GUNAWAN.

(5)

ecological aspects which are becoming main point in park issues is the hydrological aspect. The characteristics of park topography which is relatively steep, causing many topsoil removal. A descriptive analysis was carried out to determine the physical characteristics and the design of the park. The purpose of this research is to identify and analyze the user's characteristics of urban park to find out the needs and expectations of users especially for ecological sustainability of the environment. Then, the functional, aesthetic, and ecologic urban park design will be produced. The basic concepts used are eco urban park. In the design process, it is important to note the recreation and ecological aspects. Ecology which is mentioned here cover a natural environmental cycle and preservation of local culture. The design concept applying nervous patterns to create the feel of the city. These patterns become the focal point that breaks down the natural impression of the park. Seven retention ponds which are connected with bioswale built to support the ecological function. The pond will maximize the infiltration of water run off cached as well as irrigation needs. This research is expected to be a consideration and guidelines in designing the urban parks based on ecology.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Arsitektur Lanskap

DESAIN TAMAN CILAKI ATAS KOTA BANDUNG

BERBASIS EKOLOGI

ALVIAN NURCAHYO HAVILUDIN

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)

Judul Skripsi : Desain Taman Cilaki Atas Kota Bandung Berbasis Ekologi Nama : Alvian Nurcahyo Haviludin

NIM : A44090077

Disetujui oleh

Dr Ir Andi Gunawan, MAgr.Sc Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Bambang Sulistiyantara, MAgr Ketua Departemen

(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt atas segala berkat limpahan rahmat dan pertolongan-Nya sehingga penelitian ini dapat diselesaikan. Penelitian yang berjudul "Desain Taman Cilaki Atas Kota Bandung Berbasis Ekologi" merupakan syarat kelulusan studi pada Program Studi Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih penulis persembahkan kepada

1. kedua orang tua tercinta, Bapak (Suprayitno BSW) dan Ibu (Haryati, Amd.Keb yang telah memberikan dorongan moral, perhatian, nasihat, doa, dan kasih sayang, serta pengorbanan lainnya yang tidak terhingga;

2. Dr. Ir. Andi Gunawan, M.Agr.Sc. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, dorongan, nasehat, doa, dan bantuan lainnya kepada penulis selama penyusunan skripsi, Dr. Ir. Indung Siti Fatimah, M.Si. yang senantiasa sabar memberikan pengarahan selama masa perkuliahan, Prof. Dr. Ir. Wahju Qamara Mugnisjah, M.Agr dan Dewi Rezalini Anwar, SP. MA.Des selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran;

3. kakak dan adik penulis (Deny Nurcahyo, SE dan Aghista Cynthia), Yana Respati Dewi, SE atas dukungan dan doa kepada penulis selama menyelesaikan skripsi ini, teman-teman ARL 46 atas dorongan semangat dan bantuannya selama masa perkuliahan dan selama penyelesaian skripsi; 4. semua pihak yang tidak disebutkan satu per satu untuk doa dan dukungannya kepada penulis selama studi dan selama mengerjakan penelitian.

Dalam sebuah kehidupan pasti semuanya mengalami berbagai macam kesulitan. Namun, dibalik itu semua terdapat sebuah keberhasilan yang akan dipetik jika kita mau bekerja keras dan berdoa kepada-Nya. Semoga hasil skripsi ini dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya.

Bogor, Maret 2014

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL iv

DAFTAR GAMBAR iv

DAFTAR LAMPIRAN v

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 4

Kerangka Pikir 4

METODOLOGI 5

Lokasi dan Waktu 5

Metode Penelitian 5

Persiapan 6

Pengumpulan Data 6

Analisis Sintesis 8

Konsep Desain 9

Desain Lanskap 9

Pengembangan Desain 9

Batasan Penelitian 9

Alat dan Bahan 10

Jadwal Penelitian 10

HASIL DAN PEMBAHASAN 11

Peraturan Perundangan 11

Kondisi Umum Taman Cilaki Atas 11

Kondisi Fisik dan Biofisik 11

Batas Taman dan Geografi 11

Iklim 13

Geologi dan Tanah 14

Topografi dan Drainase 14

Hidrologi 15

Pemandangan (View) 15

Vegetasi 15

Satwa 16

Sirkulasi dan Aksesibilitas 16

(13)

Kondisi Sosial 17

Analisis dan Sintesis 17

Kondisi Fisik dan Biofisik 17

Batas Taman dan Geografi 18

Iklim 18

Geologi dan Tanah 22

Topografi dan Drainase 23

Hidrologi 26

Pemandangan (View) 28

Vegetasi 31

Satwa 33

Sirkulasi dan Aksesibilitas 34

Fasilitas dan Utilitas pada Tapak 34

Kondisi Sosial 37

Konsep 38

Konsep Dasar 38

Konsep Desain 39

Konsep Pengembangan 41

Konsep Ruang dan Fasilitas 41

Konsep Sirkulasi 43

Konsep Vegetasi 45

Konsep Hidrologi 46

Desain Taman Cilaki Atas Berbasis Ekologi 50

Sirkulasi 50

Fasilitas dan Utilitas 58

SIMPULAN DAN SARAN 62

Simpulan 62

Saran 63

DAFTAR PUSTAKA 64

LAMPIRAN 66

(14)

DAFTAR TABEL

1 Jenis data, bentuk data, sumber data, dan cara pengambilan 7

2 Jenis data dan penerapan eco-design 8

3 Jadwal Kegiatan Penelitian 10

4 Jenis tanaman dan populasinya di dalam tapak 18

5 Konsep Kebutuhan Ruang 43

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka Pikir Penelitian 4

2 Peta Orientasi Lokasi Penelitian 5

3 Peta Kondisi Umum 12

4 Grafik rata-rata curah hujan Kota Bandung tahun 2011 13 5 Grafik rata-rata suhu udara Kota Bandung tahun 2011 13 6 Grafik rata-rata lembab nisbi Kota Bandung tahun 2011 14 7 Grafik rata-rata kecepatan angin Kota Bandung 2011 14

8 Kondisi Taman Cilaki Atas 15

9 Fasilitas dan utulitas eksisting 17

10 Suasana Taman 18

11 Peta Analisis Fisik 19

12 Ilustrasi reduksi sinar matahari oleh permukaan 21 13 Ilustrasi reduksi sinar matahari oleh naungan vegetasi 22 14 Stratifikasi tanaman secara vertikal pada lereng 23

15 Ilustrasi pemanfaatan dek kayu pada lereng 24

16 Ragam metode slope protection 25

17 Dampak limpasan aliran permukaan 26

18 Ilustrasi intensitas aliran permukaan 27

19 Ilustrasi bioswale 28

20 Peta Analisis Hidrologi 29

21 Peta Analisis Visual 30

22 Potongan vegetasi membentuk canopied space 31

23 Model Bormann dan Liken (1967) dalam ekosistem DAS 32 24 Fasilitas dan utilitas pada Taman Cilaki Atas 34

25 Peta Analisis Sirkulasi 35

26 Toilet untuk user berkebutuhan khusus 36

27 Ilustrasi Boardwalk 37

28 Konsep ekologi dalam hardscape 39

29 Konsep desain 40

30 Peta Konsep Ruang 42

31 Peta Konsep Sirkulasi 44

32 Konsep Hidrologi Taman 46

33 Sistem Fluida Rife River Pump 47

34 Peta Konsep Hidrologi 48

35 Peta Rencana Blok 49

(15)

37 Peta Rencana Tapak 52

38 Peta Rencana Tapak 53

39 Peta Rencana Tapak 54

40 Peta Rencana Tapak 55

41 Gambar Ilustrasi dan Potongan 56

42 Ilustrasi sirkulasi utama 57

43 Ilustrasi sirkulasi boardwalk 58

44 Ilustrasi jalur refleksi 58

45 Ilustrasi toilet dan mushola 59

46 Ilustrasi kolam resapan air 60

47 Ilustrasi signage sisi utara 60

48 Ilustrasi artwork 61

49 Ilustrasi signage sisi selatan 61

50 Ilustrasi bangku taman, lampu taman, dan tempat sampah 62

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kuesioner 66

2 Peta Rencana Pencahayaan 69

3 Gambar Detil Hardscape 70

4 Gambar Detil Hardscape 71

5 Gambar Detil Hardscape 72

6 Denah Toilet Lantai 1 73

7 Denah Toilet Lantai 2 74

8 Gambar Potongan Toilet 75

9 Gambar Detil Dek dan Boardwalk 76

10 Gambar Detil Kolam Retensi dan Detil Penananaman 77

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kota Bandung merupakan ibu kota Provinsi Jawa Barat. Kota dengan luas wialayah mencapai 16.729.65 hektar ini memiliki peran yang cukup vital dalam kaitan pembangunan provinsi Jawa Barat secara umum. Posisi penting Kota Bandung bagi Provinsi Jawa Barat mencakup banyak hal, yaitu dalam lingkup perekonomian, politik, sosial, dan administrasi. Menurut Simonds dan Starke (2006), hal tersebut yang membuat kota menjadi pusat dari kehidupan masyarakat. Tersedianya berbagai fasilitas dan prasarana di kota menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat daerah untuk bermigrasi ke kota atau biasa dikenal dengan istilah urbanisasi. Pada lain sisi, kota turut memfasilitasi aktivitas manusia, budaya, dan kreativitas yang mencerminkan vitalitas dan peluang di dalam masyarakat serta melambangkan kemajuan sosial dan ekonomi. Selain itu, kota juga merupakan mesin bagi pertumbuhan pembangunan dan perekonomian daerah tertentu (Inoguchi et al 1999). Fakta inilah yang menjadi salah satu faktor pesatnya perkembangan di kota.

Perkembangan yang terjadi pada Kota Bandung dalam beberapa dekade terlihat cukup pesat, terbukti dengan semakin meluasnya area pemukiman, perkantoran, dan kawasan bisnis. Berdasarkan data yang diperoleh dari BPS, pada tahun 2008 Kota Bandung memiliki jumlah penduduk sebanyak 2.335.406 jiwa. Selang 4 tahun kemudian, yakni pada tahun 2012 jumlah penduduk Kota Bandung mengalami peningkatan menjadi 2.455.517 jiwa atau mengalami peningkatan pertumbuhan penduduk sebesar 5 % dalam kurun waktu tersebut. Perubahan jumlah penduduk tersebut berkorelasi positif dengan peningkatan jumlah ruang yang mengalami transformasi bentuk khususnya lahan yang tidak terbangun menjadi terbangun, baik untuk kebutuhan perniagaan maupun permukiman. Peningkatan lahan yang terbangun tersebut nantinya akan berkorelasi dengan keadaan lingkungan setempat. Jika peningkatan lahan terbangun tidak diimbangi dengan penambahan ruang terbuka hijau atau memaksimalkan fungsi ekologi dari suatu ruang terbuka sebagai penyangga kawasan kota, maka daya dukung Kota Bandung terhadap aktivitas di atasnya akan semakin menurun . Hal ini sesuai dengan pernyataan Moughtin dan Shirley (2005) bahwa faktor penting yang mempengaruhi kemerosotan lingkungan adalah pertumbuhan penduduk.

(17)

2

harus terpenuhi untuk menciptakan keharmonisan ekologi di dalamnya karena, jika melihat definisinya, kota merupakan kesatuan lingkungan fisik dengan warga kota itu sendiri. Kesatuan dari kedua aspek ini dapat terwujud jika di dalam kota dapat dipenuhi kebutuhan ruang terbuka hijau dan fasilitas yang mampu mendukung kegiatan manusia.

Keberadaan public space khususnya urban park atau taman kota bagi masyarakat di perkotaan sangat penting karena mampu mengakomodasi kebutuhan rekreasi di sela kesibukan lingkungan perkotaan. Menurut Arifin dkk (2008), taman kota adalah taman umum pada skala kota yang peruntukannya sebagai fasilitas rekreasi, olahraga, dan sosialisasi masyarakat kota yang bersangkutan. Fasilitas yang disediakan dengan fungsinya dan fasilitas pendukung lainnya meliputi

a. fasilitas rekreasi (fasilitas bermain anak, tempat bersantai, panggung, dan lain-lain);

b. fasilitas olahraga (jalur lari, kolam renang, lapangan bola, lapangan tenis, lapangan bola basket, lapangan bola voli, lapangan bulu tangkis, dan fasilitas refleksi);

c. fasilitas sosialisasi (ruang piknik, ruang/fasilitas yang memungkinkan untuk bersosialisasi baik untuk kelompok kecil maupun besar);

d. fasilitas jalan, entrance, tempat parkir, musala, tempat berjualan, drainase, air, listrik, penerangan, penampungan sampah, dan toilet.

Taman kota yang tersedia di berbagai sudut perkotaan pada umumnya dibuat sekedar untuk keindahan dan pemenuhan fugsi sosial, padahal taman kota masih dapat dimaksimalkan lagi fungsinya. Salah satu fungsi taman kota yang sering terlupakan yakni sebagai pengontrol keseimbangan ekosistem setempat dengan metode pendekatan desain taman kota berbasis ekologi. Menurut Dahlan (2004), yang dimaksud dengan taman kota adalah taman yang memiliki konsep dasar untuk memaksimalkan keberadaan taman itu sendiri serta berbagai bentuk penghijauan kota lainnya untuk mengatasi permasalahan lingkungan yang ada atau diperkirakan akan ada di masa yang akan datang.

Menurut Beck dan Franklin (2013), ekosistem merupakan hubungan timbal balik dari hewan, tumbuhan, dan lingkungan fisiknya dimana dalam hubungan tersebut terdapat aliran energi dan material yang saling dibutuhkan satu sama lain untuk keberlangsungan masing-masing. Ketika pendekatan ekosistem diberlakukan dalam desain lanskap nantinya akan tercipta keseimbangan ekologi dalam lingkup lanskap tersebut, dimana beragam komponen baik biotik maupun abiotik akan saling mendukung satu sama lain dan memperkecil limbah yang dihasilkan dalam sistem tersebut. Namun, sebelumnya perlu adanya pengetahuan tersendiri mengenai ekologi dan bagaimana ekologi tersebut dapat diaplikasikan dalam desain lanskap.

(18)

3 dalam ekosistem, sedangkan yang dimaksud dengan dinamika adalah perubahan dari struktur dan fungsi elemen di dalam ekosistem suatu lanskap seiring dengan berjalannya waktu.

Menciptakan gubahan public space yang mampu memaksimalkan fungsi ekologis perlu adanya desain yang didasarkan pada pemahaman karakteristik dari ekologi lanskap yang ada. Desain berbasis ekologi atau yang sering dikenal dengan sebutan eco-design merupakan segala sesuatu bentuk dari sebuah desain yang meminimalkan dampak merusak lingkungan dengan mengintegrasikan desain dan proses alam yang terjadi atau secara sederhana dapat dijelaskan dengan efektivitas adaptasi terhadap proses alami dalam lingkungan (Van der Ryn dan Cowan 1996). Selain itu, desain berbasis ekologi juga menerapkan kerangka kerja yang koheren terhadap desain ulang lanskap, bangunan, kota, dan sistem dari energi, limbah, pangan, manufaktur, dan air. Integrasi eco-design tersebut nantinya akan diaplikasikan dalam desain yang mempertimbangkan keragaman spesies, meminimalkan pengikisan sumber daya, mempertahankan siklus air dan nutrisi, mempertahankan kualitas habitat, dan mengakomodir semua persayaratan dan kebutuhan bagi kesehatan manusia beserta lingkungan.

Pada pendekatan desain bebasis ekologi secara menyeluruh, terdapat beberapa aspek yang perlu dipenuhi untuk mewujudkan keseimbangan ekologi. Faktor-faktor ekologi yang perlu dipenuhi diantaranya adalah penggunaan material ramah lingkungan, hemat energi, efisiensi sirkulasi, sirkulasi udara taman yang baik, pencahayaan taman yang maksimum namun tetap hemat energi, siklus pengelolaan limbah, efisiensi dan pemaksimalan peresapan air, fungsionalitas taman sebagai ruang sosial, melestarikan unsur budaya setempat, penggunaan material hardscape dan softscape setempat, serta masih banyak aspek ekologi lain yang harus dipenuhi. Salah satu unsur fundamental ekologi yang nantinya akan diterapkan dalam taman adalah pemaksimalan sistem hidrologi di dalam tapak. Menurut Dunnet dan Clayden (2008), hidrologi dapat menjadi elemen fundamental dalam desain suatu lanskap tidak hanya untuk keperluan estetika melainkan dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap lingkungan. Oleh karena itu, perlu dilakukannya pendekatan pada sisi ekologi dalam suatu taman kota untuk menjaga keberlanjutan ekosistem setempat terutama terkait pemaksimalan siklus hidrologi taman tersebut.

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:

1. mengidentifikasi dan menganalisis karakter pengguna taman kota untuk mengetahui kebutuhan dan harapan pengguna khususnya untuk keberlanjutan ekologi lingkungan,

(19)

4

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dilakukannya penelitian ini adalah:

1. menjadi bahan rekomendasi bagi instansi terkait dalam mendesain taman kota, 2. menjadi wawasan bagi arsitek lanskap dalam medesain taman kota yang

fungsional dan estetis tanpa mengesampingkan kepentingan ekologi, 3. menjadi bahan referensi taman kota pada tempat lain.

Kerangka Pikir

Kota Bandung merupakan ibukota provinsi dari Jawa Barat. Sepertihalnya pusat pemerintahan provinsi yang lain, kota ini mengalami perkembangan yang cukup pesat, terlebih laju urbanisiasi yang terjadi. Laju urbanisasi senantiasa berkorelasi positif dengan laju pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan lahan terbangun berikut kebutuhan pemukiman. Hal demikian menyebabkan kota mengalamai degradasi lingkungan, dilain sisi dengan laju pertumbuhan penduduk yang terjadi maka kebutuhan kota akan ruang terbuka semakin tinggi. Oleh karenanya perlu dilakukan desain taman kota berbasis ekologi.

(20)

5

METODOLOGI

Lokasi dan Waktu

Penelitian mengenai desain taman kota berbasis ekologi ini akan dilakukan pada Taman Cilaki Atas yang terletak di Jalan Cilaki, Kecamatan Bandung Wetan, Wilayah Pengembangan Cibeunying, Kota Bandung, Jawa Barat (Gambar 2). Kegiatan Penelitian ini dimulai dari bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 dan penyususnan skripsi hingga bulan Desember 2013.

Gambar 2. Peta Orientasi Lokasi Penelitian (Sumber: earth.google.com)

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif melalui survei lapang dan wawancara yang akan dilakukan dalam empat tahapan, yakni tahap persiapan, pengumpulan data, pengolahan data (konsep, analisis, dan sintesis), dan kegiatan desain. Pada tahap persiapan dan pengumpulan data akan dilakukan dengan cara turun langsung ke lokasi penelitian yang selanjutnya pengolahan dan desain akan dilakukan di studio (Bogor). Proses penelitian yang akan dilakukan mengacu pada proses desain Booth (1983) dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:

1. Peninjauan Lokasi Penelitian

2. Riset dan Analisis (termasuk kunjungan tapak) a. Persiapan rencana dasar

(21)

6

a. Layout plan (rencana tata ruang)

b. Grading plan (rencana pembentukan elevasi ruang) c. Rencana penanaman

d. Detil konstruksi

Persiapan

Pada tahap persiapan dilakukan perumusan masalah dan tujuan dilakukannya penelitian sebagai usulan untuk melakukan desain Taman Cilaki Atas di Kota Bandung. Selanjutnya dilakukan pengumpulan informasi awal terkait lokasi penelitian dan menyusun rencana kegiatan. Selain itu, pengurusan perijinan juga dilakukan dalam tahap ini.

Pengumpulan Data

Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengukuran dan pengamatan secara langsung, wawancara dengan narasumber, dan penyebaran kuisioner kepada responden. Data sekunder diperoleh melalui badan-badan atau instansi terkait dan studi pustaka.

1. Data fisik meliputi lokasi, batas dan luas tapak, maupun data terkini di tapak seperti data teknik kostruksi baik berupa hard material atau soft material. Pengumpulan data sendiri diperoleh dari survei/data primer dan studi pustaka dari berbagai sumber/data sekunder.

2. Data biofisik meliputi data hidrologi, iklim, tanah, serta topografi. Data ini diperoleh dari data sekunder dan juga melalui survei langsung di tapak untuk melihat kesesuaian data sekunder dengan keadaan eksisting di lapang.

(22)

7 Tabel 1. Jenis data, bentuk data, sumber data, dan cara pengambilan

Kelompok

Sekunder Dinas Pertamanan Studi Pustaka

Biofisik

Tanah Sekunder Dinas Pertamanan Studi Pustaka Vegetasi-Satwa Primer Tapak Survei

Hidrologi Sekunder Dinas Sungai Studi Pustaka Angin Sekunder St. Klimatologi

Bandung

Studi Pustaka Suhu Sekunder St. Klimatologi

Bandung

Studi Pustaka

Sosial dan Budaya

Aktivitas Primer Kuesioner Survei

Preferensi Sejarah kawasan Primer Kuesioner,

Bappeda Bandung

Survei

(23)

8

Tabel 2. Jenis data dan penerapan eco-design

Penerapan

(24)

9 kriteria desain, kepekaan terhadap konteks ekologi, kepekaan terhadap konteks budaya, keragaman biologis, budaya dan ekonomi, multidisiplin ilmu, skala perencanaan, sistem keseluruhan, peranan alam, metafora yang mendasari, tingkat partisipasi, jenis pembelajaran, serta respon terhadap krisis keberlanjutan.

Konsep Desain

Pada tahap berikut dilakukan pembuatan konsep dasar dan konsep desain lanskap perumahan dengan basis utama yakni ekologi yang kemudian akan dikembangkan berdasarkan hasil analisis dan sintesis potensi kendala yang telah dikakukan pada tahapan sebelumnya. Pengembangan konsep meliputi konsep ruang, sirkulasi, vegetasi atau tata hijau, hidrologi, serta aktivitas dan fasilitas.

Desain Lanskap

Pada tahapan ini akan dilakukan proses desain yang diawali dengan pembuatan block plan, yaitu penerjemahan keseluruhan konsep yang telah dibuat dan diintegrasikan dengan kebutuhan ruang sehingga menghasilkan ruang-ruang yang fungsional dalam bentuk gambar atau grafis. Hasil block plan ini selanjutnya akan diterjemahkan ke dalam bentuk gambar desain akhir.

Pengembangan Desain

Tahap ini merupakan bagian akhir dari suatu proses desain. Pada pengembangan desain akan lebih difokuskan pada pekerjaan desain yang lebih detil hingga penentuan jenis material terutama terkait dengan ilustrasi bagaimana nantinya desain tersebut terealisasi di lapang. Desain yang dikembangkan bertujuan untuk memberikan kesepahaman klien dengan desainer, sehingga bagian paling penting dalam pengembangan desain adalah ilustrasi desain tersebut. Diharapkan ide dari desainer dapat ditangkap oleh klien secara jelas.

Batasan Penelitian

(25)

10

Alat dan Bahan

Alat-alat yang dibutuhkan dalam proses penelitian ini adalah

1. Global Positioning System (GPS) yang digunakan untuk menetapkan titik koordinat dari lokasi penelitian berikut objeknya,

2. meteran yang digunakan untuk mengukur dimensi tapak,

3. kamera yang digunakan untuk melakukan inventarisasi tapak, dan

4. seperangkat komputer dengan program CAD, Trimble Sketchup 8, Adobe Photoshop CS3, Adobe Illustrator CS5 dan Lumion2.5 yang digunakan untuk membuat gambar ilustrasi, serta Microsoft Word 2007 dan Microsoft Excel 2007 yang digunakan untuk mengolah data hasil penelitian.

Jadwal Penelitian

(26)

11

HASIL DAN PEMBAHASAN

Peraturan Perundangan

Berdasarkan peraturan daerah Kota Bandung No.18 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandung, pada Bab Asas dan Tujuan Pasal 3 yang di dalamnya termuat pernyataan bahwa salah satu tujuan dalam penataan ruang kota yakni mewujudkan tata ruang yang nyaman, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan. Selanjutnya, pada bagian Kebijakan dan Strategi Struktur Ruang Pasal 12 dijelaskan bahwa strategi untuk peningkatan kualitas, kuantitas, keefektifan, dan efisiensi pelayanan prasarana kota yang terpadu dengan sistem regional diantaranya dilakukan dengan mempertahankan kualitas air permukaan dan air tanah dangkal, mewajibkan penyediaan sumur resapan dalam setiap kegiatan pembangunan, dan meningkatkan pelayanan prasarana drainase dalam rangka mengatasi permasalahan banjir dan genangan, sedangkan dalam Pasal 14 dijelaskan mengenai strategi untuk perwujudan keseimbangan proporsi kawasan lindung yang dilakukan dengan beberapa cara yang diantaranya dengan mempertahankan dan merevitalisasi kawasan-kawasan resapan air atau kawasan yang berfungsi hidrologis untuk menjamin ketersediaan sumber daya air dan kesuburan tanah serta melindungi kawasan dari bahaya longsor dan erosi serta mempertahankan fungsi dan menata RTH yang ada dan tidak memberi izin alih fungsi ke fungsi lain di dalam mencapai penyediaan ruang terbuka hijau (BAPPEDA 2011).

Kondisi Umum Taman Cilaki Atas

Kondisi Fisik dan Biofisik

Penelitian ini akan memberikan gambaran umum bagaimana kondisi eksisting dari Taman Cilaki Atas. Kemudian akan dibahas beberapa kondisi fisik dan biofisik yang terdapat di Taman Cilaki Atas, antara lain: batas tapak dan geografi, iklim, geologi dan tanah, topografi dan drainase, hidrologi, pemandangan (view), vegetasi, satwa, sirkulasi dan aksesibilitas, serta fasilitas dan utilitas taman.

Batas Taman dan Geografi

Taman Cilaki Atas berlokasi di Jl. Cilaki, Kecamatan Bandung Wetan, Wilayah Pengembangan Cibeunying, Kota Bandung, Jawa Barat. Taman ini secara umum berada pada ketinggian 791 meter di atas permukaan laut (BAPPEDA 2011) dengan luas area 1.58 ha dan panjang keliling taman 612 m (Dinas Pertamanan 2012). Tapak penelitian ini secara geografis terletak pada koordinat 6054’4.34”LS dan 107037’15.71” BT dengan batas wilayah sebagai berikut:

(27)

12

Ga

mbar

3. P

eta

Kondisi

(28)

13 dengan kelembaban nisbi maksimum terjadi pada bulan November, yakni sebesar 83%, sedangkan kelembaban nisbi minimum terjadi pada bulan Agustus dan September, yakni sebesar 69%. Kawasan ini dilalui angin dengan kecepatan rata-rata sebesar 3 knot dengan kecepatan maksimum terjadi pada bulan Februari, yakni sebesar 5 knot, sedangkan kecepatan angin minimum terjadi pada interval bulan Maret hingga Desember, yakni sebesar 3 knot, dan curah hujan rata-rata sebesar 149,06 mm/bulan dengan curah hujan maksimum terjadi pada bulan April, yakni sebesar 381,5 mm, sedangkan curah hujan minimum terjadi pada bulan Agustus yakni sebesar 3,1 mm. Grafik curah hujan, suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin pada tahun 2011 masing-masing disajikan pada gambar berikut.

Gambar 4. Grafik rata-rata curah hujan Kota Bandung tahun 2011 (Sumber: Badan Meteorologi dan Geofisika 2012)

Gambar 5. Grafik rata-rata suhu udara Kota Bandung tahun 2011 (Sumber: Badan Meteorologi dan Geofisika 2012)

(29)

14

Gambar 6. Grafik rata-rata lembab nisbi Kota Bandung tahun 2011 (Sumber: Badan Meteorologi dan Geofisika 2012)

Gambar 7. Grafik rata-rata kecepatan angin Kota Bandung tahun 2011 (Sumber: Badan Meteorologi dan Geofisika 2012)

Geologi dan Tanah

Berdasarkan laman berkala pemerintah Kota Bandung (2013), kawasan Bandung wilayah timur secara geologis tersusun atas endapan alluvium vulkanik hasil letusan dari Gunung Tangkuban Perahu. Jenis tanah pada kawasan ini pada umumnya di dominasi oleh sebaran tanah jenis alluvial kelabu dengan bahan endapan liat.

Topografi dan Drainase

Berdasarkan hasil survey tapak, Taman Cilaki Atas memiliki tipe topografi yang beragam dengan kecuraman yang variatif. Pada bagian welcome area cenderung bertopografi landai, sedangakan pada bagian yang berbatasan langsung dengan sungai cenderung memiliki kecuraman tinggi. Secara umum, taman ini terletak pada ketinggian 790 meter di atas permukaan laut. Saluran drainase pada tapak ini terdapat dua jenis, yakni terbuka dan tertutup, dimana limpasan akhir dari drainase tersebut bermuara pada sungai kecil yang membelah taman. Keadaan topografi dan drainase di sekitar tapak dapat dilihat pada analisis hidrologi.

(30)

15 Hidrologi

Taman Cilaki Atas dibelah oleh sungai kecil tepat di tengah taman. Sungai tersebut berfungsi sebagai area limpasan terakhir aliran air yang ada di sekeliling area taman. Aliran limpasan air dari jalan yang mengelilingi lokasi penelitian disalurkan melalui drainase tertutup menuju ke sungai, sedangkan pada bagian taman itu sendiri tidak terdapat drainase yang menampung limpasan air. Aliran limpasan air terutama pada saat hujan langsung menuju ke arah sungai kecil yang terletak pada bagian tengah tapak. Keadaan hidrologi tapak beserta foto dapat dilihat pada sub bab analisis hidrologi.

Pemandangan (View)

Tapak penelitian ini merupakan area yang didominasi dengan tegakan pohon tinggi dan rapat. Nuansa alami tegakan pohon dengan topografi yang beragam membuat tapak memiliki potensi pemandangan yang dapat diekspos dan dimaksimalkan keindahannya. Berikut pemandangan eksisting yang berada di dalam tapak penelitian.

Gamabar 8. Kondisi Taman Cilaki Atas (Sumber: Dokumentasi pribadi) Vegetasi

(31)

16

Tabel 4. Jenis tanaman dan populasinya di dalam tapak

No Nama Lokal Nama Ilmiah Jumlah Klasifikasi

1 Sukun Artocarpus commanis 11 Pohon

2 Nangka Artocarpus heterophylla 5 Pohon

3 Rumput Gajah Axonopus compressus 1 Penutup Tanah

4 Bunga Kupu-kupu Bauhinia blacheana 5 Pohon

5 Galinggem Bixa arborea 19 Pohon

6 Bougenvile Bougenviellea spechtabilis 24 Semak

7 Kenanga Cananga odorata 6 Pohon

8 Mangga Cerbera mangans 4 Pohon

9 Kayu manis Cinnamomun burmanii 11 Pohon

10 Hanjuang Cordyline terminalis 70 Semak

11 Flamboyan Delonix regia 38 Pohon

12 Lengkeng Dinocarpus longan 1 Pohon

13 Ganitri Elaeocarpus ganitrus 7 Pohon

14 Salam Eugenia aperculata 34 Pohon

15 Kerai Payung Felicium decipiens 5 Pohon

16 Melinjo Gnetum gnemon 10 Pohon

17 Bungur Langrestomia indica 8 Pohon

18 Sawo Kecik Manilkara kauki 2 Pohon

19 Nagasari Mesua nagasarium 11 Pohon

20 Tanjung Mimusoph elengi 8 Pohon

21 Kismis Muehlenbeckia platyclada 6 Pohon

22 Alpukat Persea americana mill 6 Pohon

23 Jambu Psidium guajava 15 Pohon

24 Angsana Pterocarpus indicus 37 Pohon

25 Takokak Solanum tarvum 3 Pohon

26 Kecrutan Spatodhea campanulata 3 Pohon

27 Kepel Stelechocarpus burahol 2 Pohon

28 Mahoni Swietenia mahogany 74 Pohon

29 Ketapang Terminalia catappa 3 Pohon

Jumlah 429

Sumber: Dinas Pertamanan Kota Bandung (2009) dalam Hidayah (2010) Satwa

Berdasarkan pengamatan di tapak, tidak terdapat satwa endemik yang mampu menjadi ciri khas dalam tapak penelitian ini. Satwa yang ada dalam tapak diantaraya adalah satwa liar seperti burung kutilang, burung perkutut, tupai, dan hewan melata lainnya.

Sirkulasi dan Aksesibilitas

(32)

17 Fasilitas dan Utilitas pada Tapak

Taman Cilaki Atas merupakan salah satu taman kota yang sering dikunjungi oleh masyarakat setempat khususnya untuk kegiatan rekreasi keluarga maupun untuk berolahraga. Taman ini pada dasarnya diperuntukkan bagi pemenuhan kebutuhan rekreasi masyarakat setempat khususnya kegiatan rekreasi dalam bentuk olahraga. Fasilitas yang nyaman dan aman merupakan poin penting yang disajikan dalam taman, fasilitas dalam taman tersebut diantaranya yaitu: jalur pejalan kaki atau jogging track, jalur refleksi, toilet, bangku taman, tempat sampah, dan lampu taman.

Gambar 9. Fasilitas dan utilitas eksisting (Sumber: Dokumentasi pribadi)

Kondisi Sosial

Pengunjung tapak penelitian ini pada umumnya adalah masyarakat sekitar dan pegawai pemerintahan. Pengunjung pada lokasi ini didominasi oleh remaja dan keluarga yang ingin bersantai menikmati suasana taman. Meskipun nama taman saat ini berupa "Taman Lansia Cilaki Atas" namun pada kenyataannya pengunjung taman ini justru sedikit didominasi oleh pengunjung lanjut usia. Pengunjung lanjut usia pada taman bahkan tidak mencapai 20% dari total pengunjung taman baik pada hari kerja maupun pada akhir pekan. Intensitas pengunjung pada taman ini tergolong cukup tinggi pada saat pagi dan siang hari dengan aktivitas jogging pada pagi hari dan aktivitas relaksasi seperti duduk-duduk atau sekedar berjalan pada siang hari. Pada sore hari, pengunjung didominasi oleh remaja yang melakukan kegiatan berdiskusi dan bermain.

Analisis Sintesis

Kondisi Fisik dan Biofisik

(33)

18

perkembangannya nama taman yang sebelumnya hanya berupa "Taman Cilaki Atas" kemudian disisipkan kata "Lansia" di dalamnya menjadi "Taman Lansia Cilaki Atas".

Pengunjung mayoritas dari taman ini didominasi oleh kalangan remaja dan hanya sedikit dari kalangan lanjut usia yang memanfaatkan taman tersebut. Terkait dari gubahan topografi eksisting pada taman dapat dikatakan kurang sesuai jika dikembangkan sebagai taman yang khusus diperuntukkan bagi pengguna lanjut usia. Oleh karena itu alangkah lebih baik apabila kata "Lansia" pada nama taman ini dihilangkan dan dikembalikan namanya seperti sebelumnya yakni "Taman Cilaki Atas". Selanjutnya akan dibahas analisis dan sintesis terkait kondisi fisik dan biofisik beserta alasan yang melatar belakangi mengapa dikembalikannya nama taman ini menjadi "Taman Cilaki Atas" antara lain, batas tapak dan geografi, iklim, geologi dan tanah, topografi dan drainase, hidrologi, pemandangan (view), vegetasi, satwa, sirkulasi dan aksesibilitas, serta fasilitas dan utilitas pada tapak.

Batas Taman dan Geografi

Lokasi Taman Cilaki Atas pada umumnya sudah memiliki batasan yang jelas namun, di beberapa bagian titik masih terdapat aksesibilitas liar yang menghubungkan area di luar tapak dengan di dalam tapak. Pada hari Senin-Sabtu, taman ini masih berfungsi secara normal dengan beberapa pedagang kaki lima yang memanfaatkan secara liar area pedestarian yang mengelilingi tapak ini, sedangkan pada akhir pekan tepatnya pada hari Minggu, taman ini sudah tidak berfungsi optimal memenuhi kebutuhan pengguna. Ketika hari Minggu, area taman disesaki oleh pedagang dadakan (pasar kaget) yang membuat fungsi dari perubahan iklim dunia bermula disaat pencetusan revolusi industri yang berdampak pada pelepasan karbon besar-besaran pada atmosfer hingga menimbulkan efek rumah kaca berkepanjangan (Simonds dan Starke 2006).

Perubahan iklim erat kaitannya dengan faktor lingkungan yang mempengaruhi, faktor lingkungan yang mampu mempengaruhi atau mengontrol siklus organime darat terdapat empat, yakni kelembaban, suhu, angin, dan

(34)

19

G

ambar

11. P

eta

Ana

li

sis

F

isi

(35)

20

intensitas penyinaran matahari pada tapak (Forman dan Godron 1986). Suhu dan kelembaban merupakan faktor utama yang mempengaruhi kenyamanan dan aktivitas manusia.

Lokasi penelitian memiliki suhu rata-rata sebesar 23,40C dengan suhu maksimum terjadi pada bulan Desember, yakni sebesar 24,00C, sedangkan suhu udara minimum terjadi pada bulan Januari dan Agustus, yakni sebesar 23,00C. Tingkat kelembaban nisbi udara pada tapak ini rata-rata sebesar 76,5% dengan kelembaban nisbi maksimum terjadi pada bulan November, yakni sebesar 83%, sedangkan kelembaban nisbi minimum terjadi pada bulan Agustus dan September, yakni sebesar 69%. Berdasarkan data iklim, indeks kenyamanan manusia (Thermal Humidity Index) terhadap kelembaban dan suhu rata-rata pada lokasi penelitian dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan Kuantifikasi Kenyamanan berikut.

dengan THI = Thermal Humidity Index T = suhu (0C), dan

RH = kelembaban nisbi (%). Berdasarkan hasil perhitungan dari persamaan di atas didapatkan nilai THI sebesar 22,3 sedangkan pada daerah tropis ketidaknyamanan terjadi pada saat nilai THI lebih besar dari 27. Hasil dari perhitungan THI pada lokasi penelitian menunjukkan bahwa tapak masih pada batas kenyamanan. Hal tersebut terpenuhi karena suhu pada lokasi penelitian tidak terlampau tinggi akibat adanya naungan pepohonan yang rindang. Adanya naungan pepohonan dalam tapak dapat menurunkan suhu udara. Pada dasarnya fungsi keberadaan tanaman dalam lanskap yakni untuk memodifikasi atau mengontrol iklim mikro (Carpenter et al 1975). Keberadaan tanaman dalam lokasi penelitian khususnya pepohonan mampu mereduksi intensitas sinar matahari serta proses transpirasinya mampu meningkatkan kelembaban di sekitarnya.

(36)

21 hangat. Perkerasan yang ternaungi oleh tanaman pada dasarnya akan lebih dingin 10-200 daripada yang tidak ternaungi sehingga perlu pemilihan warna yang mampu menciptkan kesan hangat pada tapak. Penggunaan warna-warna sejuk seperti hijau dan biru akan menciptakan susasana ruang terasa semakin dingin, sehingga pemilihan warna sebaiknya mepergunakan warna-warna panas seperti kuning, merah, atau oranye. Pemilihan warna panas dan pastel pada tapak nantinya akan menciptakan suasana yang hangat dan ceria.

Kelembaban udara rata-rata tahunan pada kawasan penelitian sebesar 76,5% dengan kelembaban tertinggi mencapai 83% dan kelembaban minimum mencapai 69%. Mengingat suhu pada tapak cukup rendah dan dikaitkan dengan nilai THI yang cukup rendah jika dibandingkan dengan batas maksimum indeks THI bisa dikatakan bahwa lokasi penelitian memiliki tingkat kenyamanan yang cukup memadai, oleh karena itu perlu dipertahankan kondisi yang telah ada. Kenyamanan yang tercipta dalam lokasi penelitian ditunjang oleh rapatnya tegakan pohon yang ada dengan naungan yang hampir 70% menutupi area. Pohon atau semak yang memberikan bayangan pada tapak mampu mereduksi sinar matahari hingga 80%. Menurut Brooks (1988), pohon decidious dengan tajuk yang rindang mampu mereduksi radiasi matahari hingga 96%.

(37)

22

Gambar 13. Ilustrasi reduksi sinar matahari oleh naungan vegetasi (Sumber: Carpenter 1975)

Geologi dan Tanah

Tanah merupakan elemen penting dalam lingkup tempat tumbuh kembang makhluk hidup terutama mikroorganisme dan tanaman. Menurut Supardi (1983), tanah merupakan tubuh alam yang berdimensi dalam dan luas serta berasal dari pelapukan bahan-bahan organik yang sesuai menjadi media tumbuh bagi tanaman.Tanah sendiri tersusun atas masa padat, cair, dan gas yang terdapat di permukaan bumi dan berasal dari pelaukan batuan dan bahan induk lain. Hasil pelapukan bahan induk atau yang biasa disebut regolit merupakan sumber mineral utama tanah yang dibutuhkan tanaman untuk tumbuh kembang, selain itu terdapat pula bahan organik yang menyusun tanah dimana bahan organik juga penting bagi pemenuhan kebutuhan hara tanaman.

Tanah memiliki beberapa lapisan atau yang dikenal dengan horizon, pada bagian permukaan tanah terdapat top soil. Ketebalan top soil variatif dengan ketebalan maksimal hanya mencapai 2m. Pada bagian ini kaya akan kandungan hara dan mineral yang dibutuhkan oleh tumbuhan. Menurut Simond dan Starke (2006), top soil terdapat pada permukaan tanah dimana lapisan tanah tersebut memiliki sifat yang lembab dan subur, bagian ini merupakan akar dari sumber kehidupan bagi tanaman. Seorang perencana yang bijak tidak akan mengganggu atau memodifikasi bagian ini tanpa ada alasan yang kuat dan pada umumnya top soil akan dikonservasi untuk memproteksi kualitas tanah.

(38)

23 tanaman dan tanah, keduanya saling mempengaruhi keberlanjutan suatu sistem dalam lingkungan. Pada lokasi penelitian ini, hampir 80% area ternaungi oleh pepohonan. Kondisi demikian mampu menjaga keberlanjutan sistem kehidupan di dalam tanah, namun tanaman yang medominasi tapak ini berupa pohon, sedangkan semak terlihat jarang menutupi permukaan tanah. Kemiringan lereng pada tapak tergolong curam pada beberapa bagian dan dengan hanya didominasi oleh penutupan permukaan oleh pohon maka pada beberapa titik masih terdapat aliran permukaan yang menggerus lapisan top soil. Pengaplikasian strata tanaman secara vertikal dengan menggunakan variasi tanaman dari groundcover, semak, dan pohon nantinya akan mampu mengurangi laju permukaan air sehingga lapisan top soil dapat lebih terjaga. Menurut Norris et al (2008) dalam penelitiannya dijelaskan bahwa penutupan tanah oleh vegetasi mampu mengurangi gaya kinetik dari air hujan yang mampu menyebabkan pengikisan permukaan tanah, serta vegetasi juga berperan dalam meningkatkan laju infiltrasi air.

Gambar 14. Stratifikasi tanaman secara vertikal pada lereng

Topografi dan Drainase

Topogafi merupakan elemen penting dalam suatu tapak. Bentuk kontur yang cenderung bergelombang dan beragam akan menjadi daya tarik sendiri dalam keindahan lanskap. Pada area penelitian, kontur tapak cenderung bergelombang dan di beberapa titik memiliki kecuraman yang relatif tinggi. Menurut Chiara dan Koppelmen (1997), terdapat beberapa hal mendasar yang membedakan antara tapak datar dengan tapak bergelombang atau tidak datar terutama perihal biaya pembangunan. Pada tapak yang relatif datar dapat meminimalkan biaya pembangunan, namun yang perlu diperhatikan dalam kondisi tapak yang datar

Semak

(39)

24

adalah rencana drainasenya agar aliran air mampu efektif tanpa menimbulkan genangan di beberapa titik. Tapak yang relatif bergelombang dalam pelaksanaan pembangunan terkadang membutuhkan biaya yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan biaya yang dibutuhkan untuk pembangunan pada tapak yang relatif datar terutama jika bangunan yang akan didirikan pada tapak cenderung melawan topografi. Pembangunan yang melawan topografi menurut Chiara dan Koppelman (1997) bukan merupakan keputusan yang sering diambil dalam pembuatan desain lanskap, hal tersebut disebabkan karena disaaat pembangunan yang dilaksanakan tidak sejajar dengan topografi akan menaikkan biaya konstruksi, biaya pelandaian, dan biaya urugan. Pada tapak yang tidak datar juga perlu diperhatikan drainasenya, karena besar kemungkinan akan terjadi run off pada tapak jika tidak terdapat rencana drainase yang efektif.

Topografi pada lokasi penilitian yang bergelombang memberikan keuntungan lebih pada tapak untuk mendukung keindahan. Kemiringan lahan yang relatif curam pada beberapa bagian bisa dimanfaatkan menjadi viewing point dengan mempergunakan konstruksi dek kayu guna menghindari pembengkakan biaya pembangunan, dilain sisi juga untuk memaksimalkan resapan air pada permukaan tanah disepanjang area yang tertutupi oleh dek.

Gambar 15. Ilustrasi pemanfaatan dek kayu pada lereng

(40)

25 kerap dikenal dengan sebutan bio-slope protection seperti mempergunakan tanaman lokal di area berlereng curam. Menurut Simond dan Starke (2006) terdapat beberapa cara untuk mencegah terjadinya longsor pada tapak dengan kemiringan curam, yakni menggunakan metode rip-rap, mulsa, tanaman, gabion, dan retaining wall. Konservasi lereng dengan menggunakan tanaman lebih sesuai diterapkan pada tapak penelitian kareana akan membantu meningkatkan kualitas ekologi lingkungan setempat. Tanaman yang dipergunakan beragam, mulai dari ground cover, semak, serta pepohonan.

Gambar 16. Ragam metode slope protection (Sumber: Simond dan Starke 2006)

Selain akan berpengaruh besar terhadap laju limpasan air pada permukaan tapak, kemiringan topografi yang tergolong curam pada sebagian besar titik dirasa kurang tepat apabila taman ini secara khusus diperuntukkan untuk kebutuhan aktivitas pengguna lanjut usia. Adapun kemiringan tapak untuk kebutuhan aktivitas lanjut usia tidak boleh melebihi 8-15%, sedangkan lokasi penelitian ini memiliki kemiringan variatif dari 15% hingga lebih dari 45%. Bentuk gubahan topografi eksisting tapak tidak sesuai untuk aktivitas lanjut usia, sedangkan untuk menyesuaikan antara kebutuhan lanjut usia dengan bentukan topografi tapak

Slope protection dengan rip-rap Slope protection dengan mulsa

Slope protection dengan tanaman Slope protection dengan mortar bag

(41)

26

diperlukan perlakuan rekayasa tapak. Rekayasa tapak dalam pendekatan desain berbasis ekologi dianjurkan untuk dihindari karena dapat mempengaruhi aktivitas mikroba di dalam tanah, selain itu akan membuat biaya pembangunan taman semakin membengkak. Oleh karena hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa secara topografi taman ini kurang sesuai diperuntukkan bagi aktivitas lanjut usia. Hidrologi

Hidrologi memiliki peranan yang signifikan dalam suatu lanskap, terutama terkait ekologi. Hidrologi menjadi penghubung dari beberapa siklus makhluk hidup dalam suatu lingkup ekosistem (Black 1991 dalam Cadenasso dan Pickett 2008). Karakteristik hidrologi dipengaruhi oleh vegetasi penutup, jenis tanah, dan penutup permukaan lain dimana hal tersebut akan mempengaruhi tingkat poroisitas, konduktifitas, maupun permeabilitas air dari permukaan menuju ke dalam tanah (Cadenasso dan Pickett 2008). Kemampuan air meresap dalam tanah tersebut yang nantinya akan mempengaruhi siklus ekologi dalam suatu ekosistem. Selain berperan dalam mendukung ekologi lanskap, air juga merupakan elemen estetis. Menurut Booth (1983), air dapat berperan sebagai elemen estetis dalam lanskap atau dapat difungsikan untuk hal lain seperti mendinginkan suhu udara, peredam suara, irigrasi tanah, maupun sebagai penunjang kebutuhan rekreasi. Pada tapak ini sumber air berasal dari air tanah, air hujan, air limpasan dari jalan sekitar, dan air sungai yang membelah tepat di tengah taman. Sungai kecil pada taman berfungsi sebagai destinasi terakhir dari limpasan air permukaan maupun drainase taman. Permasalahan utama pada tapak ini adalah tingginya limpasan air permukaan dikarenakan kondisi kontur dengan kemiringan yang cukup curam. Pada beberapa titik taman terlihat permukaan tanah telah mengalami erosi akibat limpasan air permukaan.

Gambar 17. Dampak limpasan aliran permukaan

Terjadinya erosi diakibatkan drainase pada taman kurang efektif dan terlalu sedikit jika dibandingkan dengan intensitas hujan Kota Bandung, selain itu permukaan tanah pada taman tidak tertutupi oleh vegetasi sehingga semakin mempermudah tergerusnya tanah akibat limpasan air. Solusi yang dapat diterapkan untuk meminimalisir terjadinya erosi pada taman diantaranya dengan merancang ulang sistem drainase, membuat kolam-kolam retensi untuk menampung air limpasan, membuat bioswales atau parit pada taman, dan menambah masa tanaman terutama tanaman penutup tanah dan semak. Untuk mengatasi permasalahan erosi pada tapak tidak hanya difokuskan meminimalisir

(42)

27 dampak dari limpasan air permukaan saja, melainkan juga patut dipikirkan bagaimana air tersebut diresapkan secara maksimal ke dalam tanah untuk memaksimalkan fungsi ekologisnya. Taman pada lokasi penelitian ini dapat dimaksimalkan sebagai lokasi tadah hujan dimana air hujan yang mengguyur taman maupun area sekitar taman dapat dipanen yang selanjutnya ditampung di beberapa kolam retensi. Tinggi rendahnya kapasitas air yang mampu diresapkan ke dalam tanah bergantung pada jenis material yang menutupi permukaan tanah, permukaan tanah yang tertutupi oleh vegetasi akan lebih tinggi meresapkan air jika dibandingkan dengan permukaan yang tertutupi oleh perkerasan. Menurut Dunnet dan Clayden (2008), permukaan tanah yang tertutupi oleh vegetasi akan terkena limpasan air permukaan kurang dari 10% dan semakin banyak perkerasan yang menutupi permukaan tanah maka akan semakin tinggi limpasan air yang terjadi.

Gambar 18. Ilustrasi intensitas aliran permukaan (Sumber: Dunnet dan Clayden 2008)

Pembuatan bioswale dan kolam retensi pada taman akan sangat membantu dalam memaksimalkan peresapan air. Bioswale yang diaplikasikan di sepanjang jalur sirkulasi atau di sekeliling tepian taman akan sangat bermanfaat dalam menyimpan dan menjaga ketersediaan air untuk mendukung ekosistem dalam taman. Menurut Jusczak et al (2007), peningkatan kapasitas penyimpanan air tanah dapat dilakukan dengan meningkatkan kapasitas tampung air dalam kolam retensi (memperkecil debit buangan air) atau dengan cara membendung aliran pada kolam retensi. Aliran limpasan air yang disalurkan melalui bioswale merupakan salah satu solusi yang paling efektif dalam mengkonservasi sumberdaya air dalam taman, area komersial, sepanjang area parkir, dan jalan raya (Dunnet dan Clayden 2008). Namun untuk lebih mendukung ekologi lingkungan, di sepanjang tepi bioswale ditanami bermacam tanaman air, hal tersebut akan meningkatkan kapasitas evaporasi air dari parit sehingga meningkatkan kelembaban taman itu sendiri sedangkan bioswale berfungsi mensuplai kebutuhan air bagi tanaman yang ada di sekitarnya.

(43)

28

diharapkan air yang telah tertampung dapat dimanfaatkan secara maksimal terutama untuk kepentingan ekologi. Adapun tujuan menampung air tersebut yakni untuk meningkatkan laju intersepsi, infiltrasi, evaporasi, dan transpirasi. Meningkatkan laju infiltrasi air pada tapak secara tidak langsung akan mempengaruhi kapasitas peresapan air di lingkungan sekitar taman karena pada dasarnya bendungan air berupa kolam tidak hanya meningkatkan kapasitan retensi atau peresapan air di kolam itu sendiri tetapi juga meningkatkan kapasitas peresapan air di daerah skitarnya (Jusczak et al 2007).

Gambar 19. Ilustrasi bioswale (Sumber: Dunnet dan Clayden 2008) Pemandangan (View)

(44)

29

Ga

mbar

20. P

eta

Ana

li

sis

Hidr

(45)

30

Ga

mbar

21. P

eta

Ana

li

sis

Visua

(46)

31 Vegetasi

Menurut Carpenter et al (1973), vegetasi merupakan bagian integral dari biosphere bumi dan memiliki peran vital dalam siklus keberlanjutan suatu ekosistem, sedangkan menurut Booth (1983) vegetasi merupakan salah satu elemen fisik dalam gubahan desain dan memiliki peran dalam mengontrol lingkungan. Sesuai dengan peran dari seorang arsitek lanskap terkait penataan lingkungan maka elemen vegetasi tidak bisa dipisahkan dalam hal organisir ruang dan pemecahan masalah, terlebih jika konsep yang diusung menggunakan pendekatan ekologis. Terdapat tiga fungsi utama vegetasi, yakni fungsi vegetasi sebagai arsitektural, fungsi visual, dan fungsi lingkungan.

a. Fungsi Vegetasi sebagai Arsitektural

Secara arsitektural, vegetasi dapat membentuk ruang outdoor dimana vegetasi bertindak sebagai pembentuk dinding, langit-langit, dan lantai. Selain sebagai elemen pembentuk ruang, vegetasi juga mampu mengarahkan pergerakan user serta mampu mempengaruhi psikologi user terhadap pemandangan tertentu. Dalam lingkup arsitektural, vegetasi mampu mendefinisakan ruang, menghalangi pandangan, dan membentuk ruang privat. Menurut Booth (1983), ruang yang didefinisikan oleh vegetasi adalah open space, semi-open space, canopied space, enclosed canopied space, dan vertical space.

Pada lokasi penelitian, ruang yang terbentuk oleh susunan vegetasi eksisting yakni bersifat canopied space dimana vegetasi yang mendominasi merupakan jenis pepohonan dan tanaman penutup tanah dengan hanya sedikit variasi semak di beberapa sisi taman. Taman ini cukup teduh dengan kanopi pepohonan yang cukup rapat menutupi area penelitian. Menurut Booth (1983), canopied space merupakan ruang yang terbentuk dengan penutupan kanopi rapat pada bagian langit-langit dan dengan pandangan terbuka pada bagian dinding atau samping. Ruang yang terbentuk menghadirkan kesejukan bagi user dengan meminimalisir pancaran sinar matahri yang masuk ke dalam ruang. Pada taman publik dihindari adanya blind spot untuk meminimalisir terjadinya kejahatan, oleh karena itu fungsi canopied space tanpa adanya pandangan yang membatasi ke arah luar taman sangat sesuai diterapkan pada lokasi penelitian.

(47)

32

b. Fungsi Vegetasi sebagai Visual

Salah satu fungsi vegetasi adalah sebagai elemen visual, yang dimaksud dengan elemen visual adalah mengontrol persepsi user. Pesepsi user dalam tapak dikontrol oleh vegetasi untuk memberikan kesan estetis pada tapak. Terdapat beberapa karakteristik vegetasi untuk memenuhi fungsi vegetasi sebagai visual, yakni ukuran, bentuk, warna, aroma, dan tekstur. Peran vegetasi dalam membentuk persepsi user dalam tapak sangat penting, vegetasi mampu menghadirkan kesan estetis dalam tapak sehingga mampu memberikan kenyamanan secara visual dan emosional kepada user. Pada lokasi penelitian, vegetasi yang tersusun memberikan kesan alami yang cukup kuat sehinnga mampu membuat psikologi user menjadi lebih rileks.

c. Fungsi Vegetasi sebagai Lingkungan

Vegetasi dalam lingkup lanskap memiliki fuungsi sebagai pengontrol kualitas lingkungan dimana vegetasi bekerja dalam suatu siklus ekosistem guna menjaga keseimbangannya. Menurut Booth (1983), vegetasi mampu memperbaiki dan mengendalikan kualitas lingkungan, diantaranya adalah kemampuan vegetasi dalam memodifikasi iklim mikro setempat. Dalam suatu ekosistem, siklus yang bekerja di dalamnya tidak hanya sebatas komponen biotik saja melainkan juga termasuk komponen abiotik. Menurut model Bormann dan Liken (1967) dalam Beck dan Franklin (2013), komponen-komponen yang saling terkait dalam ekosistem biosphere adalah atmosfir, ketersediaan nutrisi, tanah dan bebatuan mineral, serta komponen organik. Komponen organik yang dimaksud mencakup mikrobakteria, binatang, dan vegetasi. Vegetasi dalam suatu ekosistem terutama dalam rantai makanan memiliki peran sebagai produsen, dalam hal ini vegetasi berfotosintesis dengan menangkap energi matahari dan merubah mineral yang ditangkapnya untuk selanjutnya disimpan dan dikembalikan lagi ke lingkungan dalam bentuk oksigen dan karbohidrat. Siklus inilah yang perlu dijaga dalam ekosistem lanskap dimana semua komponen memiliki ketergantungan dan saling melengkapi.

(48)

33 Pada lokasi penelitian terdapat beberapa titik dengan kelerengan curam, besar kemungkinan terjadinya limpasan air permukaan hingga menyebabkan longsor. Dalam hal ini, keberadaan vegetasi mampu mencegah terjadinya longsor di lokasi penelitian. Akar dari vegetasi mampu menjerap air yang meresap ke dalam tanah dan mampu mengikat tanah di sekitar akar. Menurut Norris et al (2008) dijelaskan bahwa vegetasi memiliki pengaruh penting terhadap hidrologi tanah dimana hal tersebut akan berdampak pada aktivitas erosi dan longsor pada daerah curam. Berikut pengaruh vegetasi terhadap hidrologi sekitar, yakni:

1. kanopi vegetasi mampu mengurangi jumlah dan intensitas air hujan yang jatuh langsung ke atas tanah,

2. vegetasi mengurangi kelembaban tanah akibat aktivitas transpirasinya,

3. penutupan vegetasi dan serasahnya pada permukaan tanah akan melindungi permukaan tanah tersebut dan mencegahnya kering, hal tersebut akan menjaga intensitas infiltrasi serta meningkatkan intensitas evaporasi tanah, dan

4. vegetasi akan memperbaiki struktur tanah melalui perakaran dan produksi serasahnya serta akan meningkatkan aktivitas microbacteria dalam tanah.

Penanaman vegetasi dengan ragam jenis mulai dari jenis pohon, semak, hingga tanaman penutup tanah akan meningkatkan kemampuan sistem akar vegetasi tersebut dalam menjerap air hujan yang melintasi area tersebut. Selain dengan keberagaman vegetasi, jenis vegetasi yang ditanam juga akan mempengaruhi kemampuan dalam beradaptasi terhadap lingkungan sekitar, oleh karena itu akan lebih efektif ketika vegetasi yang dipilih adalah vegetasi lokal (native plant) dimana vegetasi tersebut telah beradaptasi dengan baik terhadap lingkungan penelitian. Pada lokasi penelitian tersebut terdapat 26 jenis pohon eksisting dengan total populasi mencapai 334 pohon. Keberadaan pohon eksisting perlu dipertahankan karena selain mampu berperan aktif dalam meningkatkan laju infiltrasi air, pepohonan juga merupakan salah satu poin penilaian bagi suatu kota untuk mendapatkan penghargaan adipura. Menurut Permen Lingkungan Hidup (2006), beberapa aspek sarana kota yang menjadi kriteria penilaian adipura diantaranya adalah kerapatan tajuk pohon, keragaman jenis pohon, dan presentase area resapan.

Satwa

(49)

34

Sirkulasi dan Aksesibilitas

Lokasi penelitian dapat diakses dengan mudah melalui jalan-jalan penting kota Bandung seperti akses langsung dari Tol Pasteur melalui jembatan layang Pasoepati (Pasteur-Soerapati). Karena lokasinya yang berdekatan dengan taman Gazibu dan Gedung Sate menjadikan Taman Cilaki Atas mudah diakses dari penjuru kota Bandung. Terdapat beberapa jaringan yang mengelilingi taman untuk mengakses tapak tersebut, jaringan jalan tersebut dapat diakses baik dengan menggunakan kendaraan pribadi maupun transportasi umum seperti angkutan umum kota dengan jurusan Dago-Riung Bandung, Cicaheum-Ledeng, Sadang Serang-Stasiun Hall, dan Dago-Ciwastra.

Akses menuju ke dalam taman dapat melalui beberapa pintu masuk. Pintu masuk pada taman terdiri dari dua pintu masuk utama dan dua pintu masuk alternatif. Pintu masuk utama terletak pada Jalan Cimanuk sedangkan pintu masuk alternatif terletak pada Jalan Cisangkeuy. Meskipun sudah tersedia beberapa pintu utama dan alternatif pada taman ini namun tetap saja terdapat beberapa pintu masuk tidak resmi. Jalur masuk tidak resmi tersebut memanfaatkan dari rusaknya pagar pembatas pada taman dan beberapa dari bekas pohon yang sudah ditebang dari pohon-pohon yang berada di sela-sela pagar pembatas taman. Akses pintu masuk tidak resmi sebaiknya ditutup karena selain merusak keindahan dari taman itu sendiri juga mengganggu fungsi ruang yang coba dibentuk pada taman.

Fasilitas dan Utilitas pada Tapak

Taman Cilaki Atas merupakan salah satu taman di Kota Bandung yang ramai dikunjungi oleh masyarakat setempat terutama untuk melakukan kegiatan rekreasi bersama keluarga atau untuk berolahraga. Taman ini ramai dikunjungi terutama pada akhir pekan. Tingginya animo masyarakat untuk mengunjungi taman ini sebaiknya juga diimbangi dengan penyediaan fasilitas dan utilitas yang nyaman bagi user, sementara beberapa fasilitas dan utilitas yang tersedia pada taman ini masih kurang memadai untuk mengakomodir kebutuhan dan kenyamanan user. Beberapa fasilitas dan utilitas yang disediakan untuk mengakomodir kebutuhan user yakni, jogging track, jalur refleksi, bangku, jembatan, toilet umum, tempat sampah, lampu taman, dan signage.

(50)

35

Ga

mbar

25. P

eta

Ana

li

sis

S

irkula

(51)

36

Jalur pejalan kaki pada taman ini memiliki fungsi ganda, selain sebagai jalur sirkulasi utama jalur tersebut juga sering difungsikan sebagai jalur jogging. Sepanjang jalur pejalan kaki terdapat beberapa spot yang disediakan tempat duduk untuk beristirahat. Intensitas penggunaan jalur ini cukup tinggi terutama pada pagi hari dan pada akhir pekan, mayoritas kegiatan yang dilakukan seperti jogging dan berjalan santai. Meskipun intensitas penggunaan pada jalur ini tinggi, akan tetapi lebar jalur eksisting masih kurang memadai untuk mengakomodir kegiatan user. Sempitnya jalur pejalan kaki menimbulkan rasa ketidaknyamanan bagi user untuk mmanfaatkannya sebagai jalur jogging, akan lebih baik apabila jalur tersebut diperlebar. Selain jalur pejalan kaki, terdapat pula jalur refleksi pada taman ini. Jalur refleksi ini dibuat untuk menunjang kegiatan olahraga khususnya bagi user lanjut usia. Jalur dibuat agar dapat dimanfaatkan sebagai fasilitas berekreasi pijat kaki, akan tetapi kondisi jalur ini kurang terawat dengan susunan letak bebatuan refleksi yang tidak teratur dan tidak tertata rapi. Akses untuk memanfaatkan jalur refleksi ini juga kurang memenuhi standar, user diharuskan melewati sejumlah anak tangga terlebih dahulu sebelum bisa memanfaatkannya serta tidak adanya pegangan atau handrail sepanjang jalur refleksi akan menyulitkan user terutama bagi user lanjut usia.

Selayaknya sebuah ruang terbuka publik, taman ini juga dilengkapi dengan fasilitas toilet umum bagi user. Kebersihan toilet dijaga setiap waktu oleh petugas kebersihan taman sehingga kebersihan toilet terus terpantau. Akan tetapi, penempatan lokasi toilet kurang strategis, toilet berada tepat di sebelah sungai serta sulit diakses terutama bagi user berkebutuhan khusus.

Bagi user yang ingin memanfaatkan fasilitas toilet ini diharuskan melewatai beberapa anak tangga terlebih dahulu sedangkan akses tangga ini juga berlaku bagi user berkebutuhan khusus. Akses bagi user berkebutuhan khusus seharusnya tidak berupa anak tangga melainkan akses berupa ramp atau toilet bisa dibuat bertingkat dimana toilet atas difungsikan untuk user berkebutuhan khusus sedangkan toilet bawah ditujukan bagi user biasa.

Gambae 26. Toilet untuk user berkebutuhan khusus

Beberapa fasilitas pada taman ini didominasi oleh penggunaan material berupa perkerasan, baik untuk fasilitas sirkulasi maupun fasilitas berupa hardscape. Sirkulasi eksisting pada taman ini dibuat dengan menggunakan

(52)

37 material paving block. Penggunaan material paving block pada taman ini bertujuan untuk memaksimalkan poroisitas air pada permukaan sirkulasi karena material ini memungkinkan air meresap ke dalam tanah melalui pori-pori yang ada. Akan tetapi masih terdapat masalah terkait sirkulasi terhadap pemaksimalan peresapan air ke dalam tanah terutama terkait limpasan air permukaan. Kurang efektifnya saluran drainase pada taman menyebabkan laju limpasan air kurang terkontrol, terlihat pada beberapa titik terjadi pengkikisan permukaan tanah. Masalah ini bisa diatasi dengan mencoba memaksimalkan laju peresapan air baik pada area sirkulasi maupun bukan. Pada lintasan sirkulasi dapat menerapkan konstruksi boardwalks dengan membuat bioswales pada bawahnya untuk menahan sementara laju limpasan air permukaan dan menyerapkannya ke dalam tanah sebelum air tersebut diteruskan menuju kolam retensi atau bioswales lainnya. Menurut Bell (2010), penggunaan boardwalks mampu memberikan keuntungan terhadap tapak terkait permasalahan hidrologi, dimana peresapan air ke dalam tanah pada tapak terutama pada area wetlands tidak akan terganggu.

Gambar 27. Ilustrasi Boardwalk (Sumber: http://www.google.com) Kondisi Sosial

Taman Cilaki Atas terletak di kawasan perniagaan, kompleks pemerintahan, serta beberapa perumahan penduduk. Pada umumnya taman ini sering dikunjungi oleh masyarakat sekitar dan pegawai pemerintahan setempat, meski demikian tidak jarang pengunjung bukan berasal dari daerah sekitar atau bahkan dari luar kota Bandung. Pada akhir pekan akan ditemui banyak pengunjung pada taman dan tidak jarang mereka berasal dari luar kota.

Taman ini terletak di antara kawasan perumahan, kompleks perdagangan dan kompleks pemerintahan. Oleh karena itu, karakteristik pengunjung taman ini tidak terlepas dari kegiatan disekitarnya. Proporsi jumlah pengunjung terbanyak yaitu pada pagi hari dan siang hari dengan aktivitas dominan yaitu jogging terutama pada pagi hari oleh masyarakat. Pada siang hari, pengunjung didominasi oleh pegawai pemerintahan yang melakukan relaksasi dengan aktivitas duduk-duduk pada jam makan siang, sedangkan untuk sore hari pengunjung didominasi oleh kaum remaja yang melakukan kegiatan berdiskusi dan bermain.

Gambar

Tabel 4. Jenis tanaman dan populasinya di dalam tapak
Gambar 9. Fasilitas dan utilitas eksisting (Sumber: Dokumentasi pribadi)
Gambar 10. Suasana taman
Gambar  11. Peta Analisis Fisik
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian, pengaruh strategi inovasi pada desain sepatu fashion wanita diharapkan dapat meningkatkan kualitas produk sepatu fashion wanita yang diproduksi sehingga

Hal ini berarti semakin tinggi (baik) penerapan kebijakan struktur organisasi baru, maka akan semakin tinggi (baik) pula kualitas pelayanannya. Di samping itu,

Program Perpuseru merupakan kegiatan yang menjadikan perpustakaan/Taman Bacaan Masyarakat sebagai pusat belajar berbasis teknologi informasi guna meningkatkan kualitas

Beberapa usulan strategi yang mungkin dilakukan untuk mewujudkan penataan ruang berbasis bencana di daerah kajian adalah dengan cara memasukkan indikator bencana dalam

Model tersebut digunakan untuk sarana (perangkat) evaluasi kinerja pengelolaan lingkungan dan perumusan kebijakan serta strategi dalam rangka mendorong upaya peningkatan