• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor Sosial Petani Dalam Konteks Aturan Pemasaran Hasil Hutan (Studi Kasus: Kabupaten Sumbawa).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Faktor Sosial Petani Dalam Konteks Aturan Pemasaran Hasil Hutan (Studi Kasus: Kabupaten Sumbawa)."

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FAKTOR SOSIAL PETANI DALAM KONTEKS

ATURAN PEMASARAN HASIL HUTAN

(Studi Kasus: Kabupaten Sumbawa)

ANDHINI WIRA PRADANA

DEPARTEMEN STATISTIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Faktor Sosial Petani dalam Konteks Aturan Pemasaran Hasil Hutan (Studi Kasus: Kabupaten Sumbawa) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

ANDHINI WIRA PRADANA. Analisis Faktor Sosial Petani dalam Konteks Aturan Pemasaran Hasil Hutan (Studi Kasus: Kabupaten Sumbawa). Dibimbing oleh TOTONG MARTONO dan PIKA SILVIANTI.

Berbagai faktor sosial petani mungkin berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan petani mengenai aturan panen dan penjualan hasil hutan, seperti usia, pendidikan, keikutsertaan dalam pelatihan, mengurus sertifikat lahan, menjadi anggota kelompok tani/koperasi, melek huruf, produksi, dan penyuluhan. Dari hasil survei terhadap 159 petani, ada sekitar 83.02% memiliki tingkat pengetahuan rendah, 13.84% memiliki tingkat pengetahuan sedang, dan 3.15% memiliki tingkat pengetahuan tinggi. Petani dengan tingkat pengetahuan rendah, sedang dan tinggi mayoritas berusia tidak lebih dari 50 tahun dan lulusan SD, sehingga tingkat pendidikan secara umum tidak berkontribusi terhadap tingkat pengetahuan petani. Analisis regresi logistik ordinal yang diawali dengan SMOTE menghasilkan empat faktor yang memengaruhi tingkat pengetahuan petani yaitu usia, pernah pelatihan, mengurus sertifikat lahan, dan produksi. Petani yang tidak pernah mengikuti pelatihan dan tidak mengurus sertifikat lahan cenderung memiliki tingkat pengetahuan rendah. Sedangkan petani yang berusia tidak lebih dari 50 tahun serta memproduksi kayu dan HHBK cenderung memiliki tingkat pengetahuan tinggi. Peubah urus sertifikat lahan memiliki nilai rasio odds sebesar 6.110 menunjukkan bahwa petani yang tidak mengurus sertifikat lahan cenderung 6.110 kali lebih tinggi tergolong dalam tingkat pengetahuan rendah.

(5)

ABSTRACT

ANDHINI WIRA PRADANA. Analysis of Farmers’ Social Factors in Context of the Forests Products Marketing Rules (Case Study: Kabupaten Sumbawa). Supervised by TOTONG MARTONO and PIKA SILVIANTI.

Various farmers’ social factors may affect level of farmers’ knowledge about the harvest and sales of forest products rules, such as age, education, participation in training, managing land certificate, farmers groups member, literacy, production, and counseling. From the survey of 159 Sumbawa farmers, there are about 83.02% have low level of knowledge, 13.84% have medium level of knowledge and 3.14% have high level of knowledge. Farmers with low, medium, and high level of knowledge majority of aged not more than 50 years old and graduated from primary school, so that level of education doesn’t contribute to level of farmers' knowledge. Ordinal logistic regression analysis that begins with SMOTE concludes there are four factors that affect level of farmers’ knowledge, such as age, participation in training, managing land certificate, and production. Farmers who have never participation in training and didn’t manage land certificate tend to have lower levels of knowledge. Meanwhile, farmers who have aged below 50 years and producing timber and NTFPs tend to have higher levels of knowledge. Variables managing land certificate had an odds ratio for 6.110 indicates that farmers who didn’t manage land certificate tend to be 6.110 times higher in relatively low level of knowledge.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Statistika

pada

Departemen Statistika

ANALISIS FAKTOR SOSIAL PETANI DALAM KONTEKS

ATURAN PEMASARAN HASIL HUTAN

(Studi Kasus: Kabupaten Sumbawa)

ANDHINI WIRA PRADANA

DEPARTEMEN STATISTIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul dari karya ilmiah ini adalah Analisis Faktor Sosial Petani dalam Konteks Aturan Pemasaran Hasil Hutan (Studi Kasus: Kabupaten Sumbawa).

Selesainya karya ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Totong Martono dan Ibu Pika Silvianti selaku pembimbing yang selalu bersabar dalam memberikan arahan, saran, dan nasihat kepada penulis untuk dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.

2. Tim Kanoppi CIFOR-ICRAF yang telah memberikan data untuk digunakan dalam penelitian ini.

3. Ibu Ani Adiwinata Nawir dan Kak Amirah Yumn yang telah membantu penulis dalam diskusi untuk menyelesaikan karya ilmiah ini.

4. Teman-teman Pemuda Indonesia, yaitu Siti Nur Aziezah S, Pradita Candra, Linda Karlina S, Aulia Rahma D, Gita Septiana D, Ema Maryati, M. Jamaludin, Adi Nugraha, Fauzi dan Iqbal Hanif sebagai teman diskusi dan teman cerita keluh kesah yang telah memberikan motivasi dan semangat. 5. Teman-teman Statistika 48 atas kebersamaan dan kenangan selama 4 tahun. 6. Staf Tata Usaha Departemen Statistika atas bantuannya dalam kelancaran

administrasi.

7. Kedua orang tua serta seluruh keluarga atas doa dan dukungannya kepada penulis.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2015

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

TINJAUAN PUSTAKA 1

Regresi Logistik Ordinal 1

Synthetic Minority Oversampling Technique (SMOTE) 2

METODE 2

Data 2

Prosedur Analisis Data 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 4

Deskripsi Petani 4

Identifikasi Faktor Sosial Petani 6

SIMPULAN DAN SARAN 7

Simpulan 7

Saran 7

DAFTAR PUSTAKA 7

LAMPIRAN 9

(12)

DAFTAR TABEL

1 Peubah respon (Y) dan peubah penjelas (X) 3

2 Hasil regresi logistik ordinal dengan SMOTE 6

3 Ketepatan klasifikasi model dengan SMOTE 7

DAFTAR GAMBAR

1 Tingkat pengetahuan berdasarkan usia dan pendidikan 5 2 Tingkat pengetahuan berdasarkan peubah pernah pelatihan 5 3 Tingkat pengetahuan petani berdasarkan peubah urus sertifikat lahan 5

DAFTAR LAMPIRAN

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan tidak hanya menghasilkan sumber daya alam berupa kayu, tetapi juga hasil hutan bukan kayu (HHBK). Penanaman dengan menggabungkan kedua hasil hutan ini telah lama dilakukan oleh petani di Indonesia, salah satunya di Kabupaten Sumbawa, NTB. Sumbawa memiliki kawasan hutan terluas di NTB, yaitu sekitar 37.21% dari total luas hutan di NTB (Tim Kanoppi2014). Kehidupan petani di Sumbawa sangat bergantung dari pemasaran hasil hutan. Sebagian besar hasil hutan kayu yang dihasilkan adalah kayu jati dan mahoni, sedangkan HHBK yang dihasilkan adalah madu, bambu, kopi, kemiri dan kacang.

Pemasaran hasil hutan berkaitan dengan produksi kayu dan HHBK. Sistem produksi yang sesuai dengan jenis hasil hutan akan menghasilkan kayu dan HHBK yang optimal. Petani juga harus mengetahui karakter pasar dari tiap produk agar penjualannya tepat sasaran. Menurut Tim Kanoppi (2014), sistem pemasaran hasil hutan kayu dilakukan dengan menjual kayu dalam bentuk tegakan pohon, bentuk log, dan bentuk balok yang sudah siap diolah. Sedangkan sistem pemasaran HHBK dilakukan dengan menjual produk mentah seperti kemiri dan kacang, serta dalam bentuk olahan seperti madu dan kopi yang dijual dalam bentuk kemasan.

Pemasaran berperan penting dalam pemanfaatan dan pengembangan hasil hutan sehingga mendorong pemerintah membuat suatu kebijakan untuk mengatur pemasaran hasil hutan baik pemanenannya maupun penjualannya. Pemasaran yang dilakukan sesuai dengan aturan akan berdampak positif terhadap pendapatan petani, seperti informasi kualitas produk yang dibutuhkan pasar, yang pada gilirannya juga terkait dengan penggunaan teknik silvikultur.

Faktor sosial tampaknya berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan petani mengenai aturan panen dan penjualan hasil hutan. Ada 8 faktor yang ditelaah dalam penelitian ini, yaitu usia, pendidikan, keikutsertaan dalam pelatihan, mengurus sertifikat lahan, menjadi anggota kelompok tani/koperasi, melek huruf, produksi, dan tertarik penyuluhan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor sosial yang memengaruhi tingkat pengetahuan petani di Sumbawa terhadap aturan panen dan penjualan hasil hutan menggunakan regresi logistik ordinal.

TINJAUAN PUSTAKA

Regresi Logistik Ordinal

(14)

2

pada peubah bebas X dinyatakan dalam πj(x) = | dengan peluang kumulatifnya adalah | = π1(x) + π2(x) + … + πJ(x). Menurut Agresti (2007), model logit kumulatif didefinisikan sebagai berikut:

[ | ] | | ∑

dengan j=1,…, J-1.

Pendugaan parameter pada model logit dilakukan dengan metode penduga kemungkinan maksimum dengan fungsi kemungkinannya adalah:

∏[ ]

dengan { .

Menurut Agresti (2007), pada regresi logistik ordinal, setiap model logit kumulatif mempunyai nilai α (threshold) yang berbeda sesuai dengan kategori peubah respon (Y) sebanyak J-1. Perubahan banyaknya kategori peubah respon (Y) dapat mengubah nilai α namun tidak mengubah nilai koefisien β.

Synthetic Minority Oversampling Technique (SMOTE)

Banyaknya amatan yang tidak seimbang untuk setiap kategori respon menjadi permasalahan dalam pengklasifikasiannya. Kategori dengan jumlah amatan terbanyak disebut kategori mayor dan kategori dengan jumlah amatan sedikit disebut kategori minor. Kondisi ini akan menyebabkan pengklasifikasian terhadap kategori minor tidak tepat. Ketidakseimbangan data respon dapat ditangani dengan menggunakan metode Synthetic Minority Oversampling Technique (SMOTE) (Chawla et al. 2002). Metode ini akan meningkatkan jumlah amatan kategori minor dengan membangkitkan data synthetic sehingga jumlahnya setara dengan kategori mayor. Data synthetic dibuat dengan menggunakan k nearest neighbors (ketetanggaan data) yang dipilih secara acak untuk setiap kategori minor.

METODE

Data

Data dalam penelitian ini ada sebanyak 159 petani yang merupakan hasil survei rumah tangga mengenai pengembangan dan strategi pemasaran kayu dan hasil hutan bukan kayu untuk peningkatan taraf kehidupan petani di Indonesia. Survei ini dilakukan oleh Tim Kanoppi Center for International Forestry Research (CIFOR) dan World Agroforestry Center (ICRAF) pada tahun 2013 di Desa Batudulang dan Desa Pelat, Kabupaten Sumbawa, NTB.

Peubah respon yang digunakan adalah tingkat pengetahuan petani terhadap dua aturan pemasaran hasil hutan, yaitu:

1) Aturan panen dan penjualan kayu 2) Aturan panen dan penjualan HHBK

(15)

3 Tabel 1 Peubah respon (Y) dan peubah penjelas (X)

Kode Peubah Skala

Y Tingkat Pengetahuan Petani 1: Rendah (belum tahu aturan) 2: Sedang (1 buah aturan diketahui) 3: Tinggi (2 buah aturan diketahui)

X1 Usia 0: > 50 tahun

Sumber: Data Tim Kanoppi CIFOR-ICRAF 2014

Prosedur Analisis Data

Tahapan analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: 1. Eksplorasi data.

2. Jika data respon tidak seimbang, lakukan SMOTE. 3. Pemodelan regresi logistik ordinal.

a. Pendugaan parameter.

b. Pengujian parameter secara simultan dengan statistik uji-G berbentuk

[ ⁄ ] . adalah fungsi kemungkinan maksimum tanpa peubah bebas dan adalah fungsi kemungkinan maksimum dengan p peubah bebas. Hipotesis yang diuji adalah:

H0: 1= 2=…= p =0

H1 : paling sedikit ada satu βi ≠ 0, dengan i = 1,2,…,p

H0 ditolak jika G > χ2(p,α) dengan p adalah jumlah peubah bebas dalam model (Agresti 2007).

c. Pengujian parameter secara parsial dengan statistik uji Wald berbentuk

̂ ̂ . Hipotesis yang diuji adalah: H0: i = 0

H1: i ≠ 0, dengan i=1,2,…,p

H0 ditolak jika |�| > Zα/2 (Agresti 2007).

(16)

4

e. Pembuatan model reduksi dengan backward logistic regression. f. Interpretasi koefisien.

Interpretasi koefisien pada model melalui nilai rasio odds ( ) yang didefinisikan sebagai berikut (Agresti 2007):

|

|

Parameter menyatakan perubahan nilai fungsi logit untuk perubahan satu unit peubah penjelas x. Dalam hal peubah penjelas kategorik dan

, interpretasinya adalah | |

sebesar , begitu pula sebaliknya jika . Sedangkan untuk peubah bebas numerik dan interpretasinya adalah | | sebesar ketika (Indahwati et al. 2010). g. Evaluasi nilai ketepatan klasifikasi model.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Petani

Petani yang memiliki tingkat pengetahuan rendah, sedang, dan tinggi masing-masing sebesar 83.02%, 13.84%, dan 3.14%. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas petani di Sumbawa belum mengetahui adanya aturan panen dan penjualan hasil hutan, dan secara statistik terjadi ketidakseimbangan data pada setiap kategori respon. Akibatnya, analisis regresi logistik ordinal harus diawali dengan metode SMOTE untuk menambah data tingkat pengetahuan tinggi yang merupakan kategori minor. Tingkat pengetahuan sedang akan menjadi kategori minor jika SMOTE pertama telah menghasilkan data untuk tingkat pengetahuan rendah dan tinggi telah dianggap seimbang. Penentuan keseimbangan data dilakukan secara subjektif namun tetap merepresentasikan keadaan data sebenarnya, yaitu kategori rendah memiliki jumlah amatan terbanyak, kategori sedang memiliki jumlah amatan lebih sedikit dibandingkam dengan kategori rendah, dan kategori tinggi memiliki jumlah amatan paling sedikit. Setelah dilakukan SMOTE, didapat 280 amatan masing-masing 149 untuk tingkat pengetahuan rendah, 84 untuk tingkat pengetahuan sedang dan 47 untuk pengetahuan tinggi.

(17)

5

Gambar 1 Tingkat pengetahuan berdasarkan usia dan pendidikan

Dari Gambar 2 tampak mayoritas petani yang pernah mengikuti pelatihan (65.38%) ternyata memiliki tingkat pengetahuan rendah dan hanya sekitar 3.85% dengan tingkat pengetahuan tinggi. Hal ini dapat dimaknai modul pelatihan tidak selaras dengan upaya meningkatkan tingkat pengetahuan petani.

Gambar 2 Tingkat pengetahuan berdasarkan peubah pernah pelatihan Pada Gambar 3 terungkap bahwa petani mayoritas memiliki tingkat pengetahuan rendah baik mereka mengurus sertifikat lahan maupun tidak mengurusnya, masing-masing sebesar 72.22% dan 86.18%. Data pada Lampiran 1 mengindikasikan petani yang tidak mengurus sertifikat lahan sekitar 3.5 kali lebih banyak dibandingkan mereka yang mengurusnya padahal sertifikat merupakan syarat untuk pemasaran kayu. Kendala biaya dan prosedur yang rumit mungkin sebagai penyebabnya.

(18)

6

Identifikasi Faktor Sosial Petani

Analisis regresi logistik ordinal dengan data respon hasil SMOTE sebanyak 280 petani menghasilkan nilai statistik uji G sebesar 160.809 dan nilai p sebesar 0.000 sehingga pada taraf nyata 5% sedikitnya ada satu peubah penjelas yang memengaruhi tingkat pengetahuan petani. Kemudian dilakukan pereduksian peubah dengan menggunakan backward logistic regression.

Tabel 2 Hasil regresi logistik ordinal dengan SMOTE

Peubah Kategori Koefisien Wald Nilai p Rasio odds Statistik Uji G= 160.809; Nilai-p= 0.000

Berdasarkan Tabel 2, koefisien positif pada X3 dan X4 dapat diartikan bahwa petani yang tidak pernah mengikuti pelatihan dan tidak mengurus sertifikat lahan cenderung memiliki tingkat pengetahuan rendah. Sedangkan koefisien negatif pada X1 dan X7 dapat diartikan bahwa petani yang berusia tidak lebih dari 50 tahun dan memproduksi kayu dan HHBK cenderung memiliki tingkat pengetahuan tinggi. Berdasarkan Tabel 2, model regresi logistik ordinal yang dihasilkan adalah:

̂

Interpretasi koefisien pada model dilakukan menggunakan nilai rasio odds. Berdasarkan Tabel 2, nilai rasio odds peubah usia (X1) sebesar 0.451 menunjukkan bahwa petani yang berusia diatas 50 tahun cenderung sekitar 2 kali lebih tinggi tergolong dalam tingkat pengetahuan rendah. Nilai odds peubah pernah pelatihan (X3) sebesar 3.740 menunjukkan bahwa petani yang tidak pernah mengikuti pelatihan cenderung 3.740 kali lebih tinggi tergolong dalam tingkat pengetahuan rendah. Nilai odds peubah urus sertifikat lahan (X4) sebesar 6.110 menunjukkan bahwa petani yang tidak mengurus sertifikat lahan cenderung 6.110 kali lebih tinggi tergolong dalam tingkat pengetahuan rendah. Nilai odds peubah produksi (X7) sebesar 0.110 menunjukkan bahwa petani yang memproduksi lainnya cenderung sekitar 9 kali lebih tinggi tergolong dalam tingkat pengetahuan rendah.

(19)

7 Tabel 3 Ketepatan klasifikasi model dengan SMOTE

Aktual Prediksi % Benar

Rendah Sedang Tinggi

Rendah 130 19 0 87.25

Petani Sumbawa cenderung memiliki tingkat pengetahuan rendah terhadap aturan panen dan penjualan hasil hutan, yaitu sebesar 83.02%. Petani dengan tingkat pengetahuan rendah, sedang dan tinggi mayoritas berusia tidak lebih dari 50 tahun dan lulusan SD, sehingga tingkat pendidikan secara umum tidak berkontribusi terhadap tingkat pengetahuan petani. Hasil analisis regresi logistik ordinal setelah dilakukan SMOTE menunjukkan bahwa faktor sosial yang memengaruhi tingkat pengetahuan petani terhadap aturan tersebut ialah usia, pernah pelatihan, mengurus sertifikat lahan, dan produksi. Petani yang tidak pernah mengikuti pelatihan dan tidak mengurus sertifikat lahan cenderung memiliki tingkat pengetahuan rendah. Sedangkan petani yang berusia tidak lebih dari 50 tahun serta memproduksi kayu dan HHBK cenderung memiliki tingkat pengetahuan tinggi. Peubah urus sertifikat lahan memiliki nilai rasio odds sebesar 6.110 menunjukkan bahwa petani yang tidak mengurus sertifikat lahan cenderung 6.110 kali lebih tinggi tergolong dalam tingkat pengetahuan rendah.

Saran

Survei lanjutan dan terarah dari parameter yang dominan terhadap tingkat pengetahuan rendah akan mampu memberikan gambaran yang lebih utuh pengaruhnya, antara lain pendapatan petani, luas lahan, biaya pelatihan, dan manfaat pelatihan dari berbagai aspek sosial dan ekonomi.

DAFTAR PUSTAKA

Agresti A. 2007. An Introduction to Categorical Data Analysis. New Jersey (US) :

John Wiley and Sons.

Chawla NV, Bowyer KW, Hall LO, Kegelmeyer WP. 2002. SMOTE: Synthetic Minority Over-sampling Technique. Journal of Artificial Intelligence Research [Internet]. [diunduh 2015 Mei 25]; 16:321-357. Tersedia pada: http://arxiv.org/pdf/1106.1813.pdf.

(20)

8

15(2):23-31. Tersedia pada: http://journal.ipb.ac.id/index.php/statistika/article /download/4880/3315.

Tim Kanoppi CIFOR-ICRAF. 2014. Analisis kebijakan dalam mendukung produksi, pemasaran dan pengolahan hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu di Kabupaten Sumbawa – Nusa Tenggara Barat [laporan penelitian]. Kanoppi.

(21)

9 Lampiran 1 Tabulasi silang peubah respon dengan peubah penjelas

Peubah Penjelas Rendah Tingkat Pengetahuan Petani (%) Sedang Tinggi Total

Usia

> 50 41 (85.42) 5 (10.42) 2 (4.17) 48 < 50 91 (81.98) 17 (15.32) 3 (2.70) 111

Pendidikan

< SD 38 (88.37) 2 (4.65) 3 (6.98) 43 > SD 94 (81.03) 20 (17.24) 2 (1.72) 116

Pernah pelatihan

Ya 34 (65.38) 16 (30.77) 2 (3.85) 52

Tidak 98 (91.59) 6 (5.61) 3 (2.80) 107

Urus sertifikat lahan

Ya 26 (72.22) 6 (16.67) 4 (11.11) 36

Tidak 106 (86.18) 16 (13.01) 1 (0.81) 123 Anggota kelompok tani

/koperasi

Ya 34 (72.34) 10 (21.28) 3 (6.38) 47

Tidak 98 (87.5) 12 (10.71) 2 (1.79) 112

Melek huruf

Ya 116 (82.27) 21 (14.89) 4 (2.84) 141 Tidak 16 (88.89) 1 (5.56) 1 (5.56) 18

Produksi

Kayu dan HHBK 10 (47.62) 9 (42.86) 2 (9.52) 21 Lainnya 122 (88.41) 13 (9.42) 3 (2.17) 138

Tertarik penyuluhan

Ya 125 (82.78) 21 (13.91) 5 (3.31) 151

(22)

10

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cijantung, Jakarta Timur pada tanggal 16 Agustus 1993 dari pasangan Rahmat Agus (ayah) dan Ating Yuningsih (Ibu). Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara. Tahun 2011 penulis lulus dari SMA Negeri 3 Depok dan lulus masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) di Departemen Statistika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Gambar

Tabel 1  Peubah respon (Y) dan peubah penjelas (X)
Gambar 2  Tingkat pengetahuan berdasarkan peubah pernah pelatihan
Tabel 2   Hasil regresi logistik ordinal dengan SMOTE
Tabel 3  Ketepatan klasifikasi model dengan SMOTE

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Hasil penelitian uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH pada ekstrak methanol terhadap daun ubi jalar kuning dapat diambil kesimpulan bahwa: Uji

Agar lebih jelas dan lebih spesifik tentang apa tepatnya yang dilakukan, kapan, dimana dan bagaimana, maka perlu kita ajukan pertanyaan sebagai berikut : “Bekerja sama

CYCLE 7E DENGAN PENDEKATAN ILMIAH (SCIENTIFIC APPROACH) UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS PEMINATAN XI MIA 3 SEMESTER 2 SMA

(2013), pengaruh metode pembelajaran bermain peran berbantuan asesmen kinerja terhadap hasil belajar IPS dan motivasi berprestasi kelas V.. Penelitian senada juga dilakukan

 Menjawab pertanyaan tentang materi Pembuatan gambar komik dengan berbagai teknik yang terdapat pada buku pegangan peserta didik atau lembar kerja yang telah disediakan.

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 3 dapat diketahui pada upaya pencegahan HIV/ADIS menunjukkan bahwa upaya pencegahan kategori tinggi yaitu 7 responden (14%),

Penelitian ini menunjukkan bahwa respon terapi lokal pada penderita KNF residu atau rekuren yang diberikan PDT sebesar 83,9%, dengan angka harapan hidup cukup tinggi yaitu