SKRIPSI
ANALISIS TINGKAT UNDERPRICING SAHAM PADA SAAT PENAWARAN UMUM PERDANA
DI BURSA EFEK INDONESIA
OLEH
TRISNA NURHIDAYAT SIBARANI 120521142
PROGRAM STUDI STRATA-1 MANAJEMEN EKSTENSI DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
ANALISIS TINGKAT UNDERPRICING SAHAM PADA SAAT PENAWARAN UMUM PERDANA DI BURSA EFEK INDONESIA
120521142 Trisna N.Sibarani
Skripsi ini membahas fenomena underpricing yang terjadi di Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah : pertama, untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh dari jumlah saham yang ditawarkan, ukuran perusahaan, kapitalisasi pasar dan profitabilitas perusahaan berpengaruh secara simultan terhadap tingkat underpricing. Kedua, mengetahui dan menganalisis pengaruh dari jumlah saham yang ditawarkan, ukuran perusahaan, kapitalisasi pasar dan profitabilitas perusahaan berpengaruh secara parsial terhadap tingkat underpricing.
Penelitian ini dilakukan pada perusahaan yang melakukan penawaran saham perdana di Bursa Efek Indonesia periode 2010-2014, sehingga didapat 76 sampel dari 123 perusahaan melalui teknik sampel dan menggunakan metode analisis regresi berganda.
Hasil analisis membuktikan bahwa jumlah saham yang ditawarkan, ukuran perusahaan, kapitalisasi pasar dan profitabilitas perusahaan secara simultan berpengaruh terhadap underpricing. Namun, secara parsial hanya variabel ukuran perusahaan yang berpengaruh terhadap tingkat underpricing.
ABSTRACT
AN ANALYSIS THE UNDERPRICING OF INITIAL PUBLIC OFFERING IN INDONESIA STOCK EXCHANGE
120521142 Trisna N.Sibarani
This thesis discussed the phenomenon of underpricing that occurred in Indonesia. The purpose of this research is: the first, to know and to analyze the number of shares offfered, size of the issue, market capitalization companies and profitability simultaneously affect the level of underpricing. The second, to know and to analyze the number of shares offfered, size of the issue, market capitalization companies and profitability partially affect the level of underpricing.
This research done on the company that performs initial public Offering (IPO) in Indonesia Stock Exchange on 2010-2014, and obtained 76 samples of 123 companies use by a sampling technique and using the method of multiple regression analysis.
The results of this analysis prove that from all variable used, only size of issue that significantly affect the level of underpricing. Taken together, all variables effect the level of underpricing
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur dan terima kasih penulis ucapkan kepada Tuhan Yang
Maha Esa atas kelimpahan berkat dan kebaikan-Nya, penulis dapat menyelesaikan
skripsi dengan judul “ANALISIS TINGKAT UNDERPRICING SAHAM PADA SAAT PENAWARAN UMUM PERDANA DI BURSA EFEK INDONESIA”.
Penulisan skripsi ini bertujuan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mencapai gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari
bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini saya
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr Azhar Maksum, M.Ec.Ac, Ak., selaku Dekan Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Dr. Isfenti Sadalia, ME., dan Dra. Marhayanie, SE.,Msi., selaku Ketua dan
Sekretaris Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Sumatera Utara.
3. Ibu Dr. Endang Sulistya Rini, SE.,Msi., dan Dra. Friska Sipayung, SE., Msi.,
selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Sumatera Utara.
4. Ibu Dr. Isfenti Sadalia, ME., selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak
5. Ibu Nisrul Irawaty MBA, selaku Dosen Pembaca Penilai yang telah memberikan
kritikan dan saran untuk perbaikan skripsi ini.
6. Teristimewa untuk Ayah, P. Sibarani dan Ibunda S. Hutapea yang telah
membantu penulis dalam dukungan doa dan dana serta semangat hingga
selesainya pengerjaan skripsi ini.
7. Kepada teman seperjuangan, khususnya Manajemen Ekstensi 2012 yang juga
memberikan dukungan semangat dari awal pengerjaan sampai terselesainya,
kiranya kita semua sukses dalam cita dan cinta
Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu penulis sangat menghargai saran dan kritik yang
membangun untuk kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat
dalam mengembangkan ilmu dan memperluas pengetahuan di bidang Manajemen
Keuangan.
Medan, Juli 2012
DAFTAR ISI
1.4. Manfaat Penelitian ... 10
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 12
2.1. Pasar Modal ... 12
2.2. Penawaran Umum Saham (go public) ... 14
2.3. Penawaran Umum Perdana (Initial Public Offering) ... 16
2.4. Underpricing ... 24
2.3.1. Pengertian Underpricing ... 24
2.3.2. Faktor-faktor Underpricing ... 29
2.5. Penelitian terdahulu ... 31
2.6. Kerangka Konseptual ... 38
2.7. Hipotesis Penelitian ... 40
BAB 3 METODE PENELITIAN ... 41
3.1. Jenis Penelitian... 41
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 41
3.3. Batasan Operasional... 41
3.4. Operasionalisasi Variabel ... 42
3.5. Populasi dan Sampel Penelitian ... 44
3.6. Jenis dan Sumber Data ... 46
3.7. Metode Pengumpulan data ... 46
3.8. Teknik Analisis data ... 48
3.8.1. Analisis Statistik Deskriptif ... 48
3.8.2. Uji Asumsi Klasik ... 48
3.8.3. Analisis Regresi Linear Berganda ... 51
3.8.4. Pengujian Hipotesis ... 52
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 55
4.1. Gambaran Umum Perusahaan Sampel ... 55
4.2. Pengujian Data ... 59
4.2.2. Hasil Uji Asumsi Klasik ... 61
4.2.3. Hasil Analisis Regresi Berganda ... 65
4.2.4. Pengujian Hipotesis ... 67
4.3. Pembahasan Analisis ... 71
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 75
5.1. Kesimpulan ... 75
5.2. Keterbatasan Penelitian ... 76
5.3. Saran ... 76
DAFTAR PUSTAKA ... 78
LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 81
DAFTAR TABEL
Perkembangan Initial Public Offering periode 2010-2014 ... Data 5 (lima) Perusahaan yang mengalami Underpricing ... Perbedaan Perusahaan Go Public dan tidak Go Public ... Ringkasan Penelitian Terdahulu ... Operasionalisasi Variabel ... Kriteria Sampel ... Gambaran Umum IPO Perusahaan Sampel ... Hasil Uji Statistik Deskriptif ... Hasil Uji Normalitas Data Sebelum Transformasi ... Hasil Uji Normalitas Data Sesudah Transformasi ... Hasil Uji Heteroskedastisitas ... Hasil Uji Autokorelasi ... Hasil Uji Multikolinearitas ... Hasil Analisis Regresi Berganda ... Hasil Uji Hipotesis Regresi Berganda ... Hasil Uji Simultan ... Hasil Uji Parsial ... Hasil Uji Koefisien Determinasi ...
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Judul Halaman
2.1 Kerangka Konseptual ... 39
DAFTAR LAMPIRAN
No. Lampiran Judul Halaman
1 2 3 4 5 6 7 8
Tingkat Underpricing Perusahaan Sampel ... Data Variabel Perusahaan Sampel ... Hasil Uji Statistik Deskriptif ... Hasil Uji Normalitas ... Hasil Uji Heteroskedastisitas ... Hasil Uji Autokorelasi ... Hasil Uji Multikolinearitas ... Hasil Uji Regresi Berganda ...
81 85 87 88 89 90 91 92
ABSTRAK
ANALISIS TINGKAT UNDERPRICING SAHAM PADA SAAT PENAWARAN UMUM PERDANA DI BURSA EFEK INDONESIA
120521142 Trisna N.Sibarani
Skripsi ini membahas fenomena underpricing yang terjadi di Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah : pertama, untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh dari jumlah saham yang ditawarkan, ukuran perusahaan, kapitalisasi pasar dan profitabilitas perusahaan berpengaruh secara simultan terhadap tingkat underpricing. Kedua, mengetahui dan menganalisis pengaruh dari jumlah saham yang ditawarkan, ukuran perusahaan, kapitalisasi pasar dan profitabilitas perusahaan berpengaruh secara parsial terhadap tingkat underpricing.
Penelitian ini dilakukan pada perusahaan yang melakukan penawaran saham perdana di Bursa Efek Indonesia periode 2010-2014, sehingga didapat 76 sampel dari 123 perusahaan melalui teknik sampel dan menggunakan metode analisis regresi berganda.
Hasil analisis membuktikan bahwa jumlah saham yang ditawarkan, ukuran perusahaan, kapitalisasi pasar dan profitabilitas perusahaan secara simultan berpengaruh terhadap underpricing. Namun, secara parsial hanya variabel ukuran perusahaan yang berpengaruh terhadap tingkat underpricing.
ABSTRACT
AN ANALYSIS THE UNDERPRICING OF INITIAL PUBLIC OFFERING IN INDONESIA STOCK EXCHANGE
120521142 Trisna N.Sibarani
This thesis discussed the phenomenon of underpricing that occurred in Indonesia. The purpose of this research is: the first, to know and to analyze the number of shares offfered, size of the issue, market capitalization companies and profitability simultaneously affect the level of underpricing. The second, to know and to analyze the number of shares offfered, size of the issue, market capitalization companies and profitability partially affect the level of underpricing.
This research done on the company that performs initial public Offering (IPO) in Indonesia Stock Exchange on 2010-2014, and obtained 76 samples of 123 companies use by a sampling technique and using the method of multiple regression analysis.
The results of this analysis prove that from all variable used, only size of issue that significantly affect the level of underpricing. Taken together, all variables effect the level of underpricing
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Perkembangan Globalisasi dan Teknologi terus terjadi terutama pada
tahun-tahun terakhir ini, dimana dampaknya sangat jelas terlihat di segala bidang
termasuk bidang perekonomian dunia, hal ini didukung oleh peningkatan
teknologi dan komunikasi yang semakin pesat. Sejalan dengan perkembangan
tersebut, semakin meningkat pula upaya berbagai perusahaan untuk
mengembangkan usaha agar dapat memasuki pasar global serta menghadapi
persaingan yang ada didalamnya.
Perusahaan dalam mengembangkan usahanya memerlukan dana sehingga
dalam rangka pemenuhan kebutuhan dana tersebut perusahaan berupaya
melakukan kegiatan-kegiatan untuk dapat meraih dana, seperti: mencari pinjaman
atau tambahan, mencari partner untuk melakukan penggabungan usaha, menjual
perusahaan atau menutup/mengurangi sebagian kegiatan usaha. (Sitompul,
2004:10).
Penerbitan saham di pasar modal telah menjadi salah satu alternatif serta
pertimbangan yang menarik bagi perusahaan guna memperoleh dana tambahan
untuk kegiatan ekspansi atau operasi perusahaan bukan hanya bagi perusahaan,
bagi investor pasar modal juga menjadi salah satu alternatif untuk menanamkan
modalnya (berinvestasi) dengan membeli sejumlah efek dengan harapan akan
memperoleh keuntungan yang disebut dengan initial return dari hasil kegiatan
Selama beberapa waktu terakhir, pasar modal di Indonesia mengalami
peningkatan sehingga semakin banyak saham-saham perusahaan yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia (BEI). Hal ini mengakibatkan meningkatkan jumlah saham
di pasar modal sehingga investor dapat memilih saham yang akan dibelinya,
keadaan ini tentu memerlukan strategi tertentu untuk membeli saham yang
sekiranya akan menguntungkan dan saham-saham yang dijual pada pasar perdana
dapat menjadi pilihan untuk berinvestasi.
Kegiatan perusahaan untuk menjual sebagian sahamnya kepada
masyarakat luas termasuk investor melalui pasar modal disebut dengan Penawaran
Umum (Go Public), perusahaan penerbit saham disebut emiten atau investee dan
pembeli saham disebut investor. Penjualan saham oleh perusahaan yang dilakukan
untuk pertama kali disebut sebagai Initial Public Offering (IPO) atau penawaran
umum perdana. Istilah go public (Penawaran Umum) tidak lain adalah istilah
hukum yang ditujukan bagi kegiatan suatu emiten untuk memasarkan dan
menawarkan dan akhirnya menjual efek-efek yang diterbitkannya, baik dalam
bentuk saham, obligasi atau efek-efek lainnya. Berikut Penawaran umum perdana
perusahaan pada tahun 2010-2014, seperti yang terlihat pada Tabel 1.1:
Tabel 1.1
Perusahaan yang melakukan Initial Public Offering Tahun 2010-2014
No Tahun Jumlah Perusahaan IPO
1. 2010 23
2. 2011 25
3. 2012 22
4. 2013 30
5. 2014 23
Total 123
Berdasarkan Tabel 1.1 dapat dilihat, bahwa tahun 2010 sampai 2011,
terjadi peningkatan jumlah perusahaan yang melakukan penawaran perdananya di
pasar modal Indonesia yaitu berjumlah 23 dan 25, sedangkan tahun 2012
mengalami penurunan namun tidak terlalu drastis hanya berjumlah 22 perusahaan
saja. Pada tahun 2013 perusahaan yang melakukan penawaran perdana semakin
meningkat yaitu ada 30 perusahaan. Sementara itu pada tahun 2014, perusahaan
yang menawarkan saham perdananya berjumlah 23. Adanya kondisi seperti ini
menunjukkan bahwa setiap tahunnya ada perusahaan yang terus berkembang
karena dengan melakukan penawaran perdana perusahaan memperoleh tambahan
dana agar dapat melakukan perluasan (ekspansi) usahanya.
Menurut Handayani (2008) dalam jurnal, transaksi penawaran umum
perdana atau IPO dilakukan oleh emiten (perusahaan go public) untuk pertama
kalinya dilaksanakan di pasar perdana (primary market) dengan tujuan agar
perusahaan mendapatkan dana sebesar saham yang ditawarkan, kemudian
diperjualbelikan di pasar sekunder (secondary market) yang bertujuan untuk
menyelenggarakan perdagangan saham yang sudah ada di tangan investor,
sehingga investor yang ingin menjual atau membeli sejumlah saham terlaksana.
Melalui kegiatan IPO diharapkan akan berakibat pada membaiknya
prospek perusahaan yang terjadi karena ekspansi yang akan dilakukan dan
membaiknya prospek perusahaan akan membuat harga saham yang ditawarkan
menjadi lebih tinggi. Selain itu, melalui kegiatan go public dapat menaikkan
modal perusahaan serta menciptakan suatu pasar publik dimana pendiri dan
tunai dengan segera pada suatu saat dimasa depan dan juga meningkatkan
publikasi yang memainkan peran pelengkap bagi sebagian perusahaan.
Suyatmin dan Sujadi (2006) dalam jurnal menyatakan, permasalahan yang
dihadapi perusahaan ketika melakukan penawaran saham perdana di pasar modal
adalah penentuan besarnya harga penawaran perdana. Di satu pihak perusahaan
ingin menerapkan harga jual tinggi agar memperoleh penerimaan dari hasil
penawaran (proceeds) yang tinggi pula, di sisi lain harga saham yang mahal
mempengaruhi minat investor untuk membeli saham tersebut, dan mahalnya harga
saham mengakibatkan saham yang ditawarkan menjadi kurang menarik karena
investor ingin mendapatkan initial return dari selisih antara harga saham di pasar
sekunder dengan pembelian saham di pasar perdana tersebut, sehingga kondisi ini
tidak menguntungkan bagi emiten, karena emiten telah mengorbankan return
yang seharusnya didapat. Adanya initial return mengindikasikan terjadi fenomena
underpricing di pasar perdana.
Apabila harga saham pada pasar perdana lebih rendah dibandingkan
dengan harga saham pada pasar sekunder pada hari pertama, maka akan terjadi
fenomena harga rendah di penawaran perdana yang disebut underpricing.
Underpricing harga saham tergantung dari permintaan dan penawaran pada hari
pertama saham tersebut ditransaksikan di bursa. Harga yang dipergunakan bisa
menggunakan offering price (Harga IPO) atau closing price pada transaksi hari
pertama di pasar sekunder. Bila harga yang ditawarkan ke publik pada pasar
perdana adalah sebesar Rp. 395 per saham dan pada hari pertama saham tersebut
saham ini dianggap underpricing. Artinya, harga wajar perusahaan adalah harga
permintaan dan penawaran sebesar Rp.550.
Menurut Beatty (1989) dalam jurnal, kondisi underpricing menimbulkan
dampak yang berbeda bagi perusahaan dan investor. Perusahaan akan tidak
diuntungkan apabila terjadi underpricing karena dana yang diperoleh dari go
public tidak maksimum. Sedangkan bila terjadi overpricing investor yang akan
merugi karena mereka tidak menerima initial return yaitu keuntungan yang
diperoleh pemegang saham karena perbedaan harga saham yang dibeli di pasar
perdana saat IPO dengan harga jual yang bersangkutan di hari pertama di pasar
sekunder.
Berikut tabel perhitungan 5 (lima) data perusahaan yang mengalami
underpricing dari 76 sampel yang digunakan pada tahun 2010 sampai 2014:
Tabel 1.2
Data Underpricing, Total Aktiva, Kapitalisasi Pasar dan ROA pada 5 (lima) Perusahaan yang underpricing tahun 2010-2014
No. Perusahaan Harga
380 445 3.082.315.000 8.366,244 4,335,000,000 3.04 %
5. Saraswati Griya Lestari Tbk
185 200 550.000.000 733,883 607,000,000,000 -1,89%
Pada Tabel 1.2 dapat dilihat kondisi underpricing yang terjadi pada 5
(lima) perusahaan yang underpriced pada tahun 2010-2014 dimana harga IPO
yang ditawarkan pada hari I di pasar perdana lebih rendah dari harga penutupan
(closing price) saham pada saat hari I diperdagangkan di pasar sekunder. Investor
yang membeli saham pada IPO selalu menginginkan harga sahamnya mengalami
peningkatan di pasar sekunder terutama pada hari pertama agar investor
memperoleh pengembalian saham. Tingkat pengembalian saham pada hari
pertama dikenal dengan tingkat pengembalian awal (initial return). Namun karena
kondisi underpricing yang terjadi pada pasar modal di Indonesia, seperti terlihat
pada Tabel 1.2, sudah tentu dapat merugikan perusahaan yang go public, karena
dana yang diperoleh dari publik tidak maksimal akibatnya investor dapat merugi
karena tidak menerima initial return.
Initial Return adalah return yang diperoleh dari aktiva di penawaran
perdana mulai dari saat dibeli di pasar primer sampai pertama kali didaftarkan di
pasar sekunder. Pembelian aktiva, misalnya saham di pasar primer belum dapat
dijual sampai aktiva tersebut terdaftar di pasar sekunder, seetelah masuk di pasar
sekunder, saham tersebut mulai diperdagangkan dalam bentuk jual beli
(Jogiyanto, 2000:33).
Terjadinya kondisi ini pada umunya disebabkan oleh berbagai faktor baik
melalui rasio keuangan (ROA, DER,ROE) ataupun non-keuangan (harga saham,
jumlah saham, total aktiva yang dimiliki dan kapitalisasi pasar, dan lain-lain)
Fenomena underpricing terjadi karena adanya beberapa faktor, yang
pertama underpricing yang sengaja dilakukan untuk menarik investor di pasar
perdana. Selain itu, untuk memberikan keuntungan kepada underwriter dan faktor
selanjutnya adalah karena adanya informasi asimetri. Informasi Asimetri bisa
terjadi antara emiten dan penjamin emisi maupun antar investor. Untuk
mengurangi adanya informasi asimetri maka dilakukanlah penerbitan prospektus
oleh perusahaan. Prospektus memuat rincian informasi serta fakta material tentang
penawaran umum emiten baik berupa informasi yang sifatnya keuangan maupun
non keuangan (Suyatmin dan Sujadi, 2004).
Penelitian tentang tingkat underpricing merupakan hal yang menarik bagi
peneliti keuangan untuk mengevaluasi secara empiris perilaku investor dalam
pembuatan keputusan investasi di pasar modal. Riset-riset sebelumnya mengenai
tingkat underpricing (initial return) telah banyak dilakukan di bursa saham
Indonesia maupun luar negeri. Dalam penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti
terdahulu tersebut, tingkat underpricing sangat banyak dipengaruhi oleh
faktor-faktor dan dari beberapa penelitian tersebut terdapat perbedaan hipotesis pada
beberapa variabel diantaranya, jumlah saham yang ditawarkan, ukuran
perusahaan, kapitalisasi pasar dan profitabilitas perusahaan.
Seperti penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2008) menyatakan,
perusahaan dengan skala usaha yang besar dan tingkat pertumbuhan yang tinggi
diharapkan akan memberikan tingkat keuntungan yang tinggi maka akan
menawarkan saham dengan nilai besar. Demikian pula sebaliknya, perusahaan
akan menawarkan saham dengan nilai kecil. Dengan demikan semakin besar
jumlah saham yang ditawarkan (shared offered) kapada masyarakat maka tingkat
ketidakpastiannya akan semakin kecil yang pada akhirnya akan menurunkan
tingkat underpricing saham. Penelitian ini juga dilakukan yang dilakukan Aini
(2009) dan Suyatmin dan Sujadi (2006) menyatakan variabel OFFER berpengaruh
positif signifikan terhadap tingkat underpricing sedangkan Diananingsih (2002)
menyatakan variabel OFFER berpengaruh negatif terhadap tingkat underpricing.
Faktor ukuran perusahaan (issue of size) juga berperan dalam memberikan
keyakinan untuk investor maupun underwriter dalam menilai harga saham
sehingga tingkat underpricing dapat diperkecil. Hal ini juga diteliti oleh
Sjahruddin dan Fahtoni (2012), Ghozali dan Mansyur (2002), menemukan bahwa
ukuran perusahaan tidak terbukti secara signifikan mempengaruhi underpricing
dengan arah negatif. Sedangkan penelitian oleh Kusumawati dan Sudento (2005)
serta Yolana dan Martani (2005) menemukan bahwa ukuran perusahaan
berpengaruh signifikan negatif terhadap underpricing.
Faktor Kapitalisasi Pasar (Market Capitalization) juga menjadi salah satu
faktor yang mempengaruhi seperti penelitian yang dilakukan oleh Bansal dan
Khana (2012) yang menyatakan bahwa kapitalisasi pasar berpengaruh secara
positif dan signifikan terhadap tingkat underpricing.
Faktor profitabilitas (ROA) dianggap berpengaruh karena ROA
menunjukkan tingkat kemampulabaan perusahaan terhadap aset yang dimilikinya
sehingga semakin tinggi nilai ROA maka investor maupun underwriter akan dapat
underpricing. Suyatmin & Sujadi (2006) menyatakan variabel ROA berpengaruh
negatif signifikan terhadap tingkat underpricing. Sedangkan Setianingrum (2005)
menyatakan variabel ROA berpengaruh positif terhadap tingkat underpricing.
Meskipun studi tentang underpricing telah banyak, namun penelitian ini
masih dianggap masalah yang menarik untuk diteliti karena adanya
ketidakkonsistenan hasil penelitian. Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis
tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi tingkat underpricing saham khususnya pada perusahaan yang
melakukan penawaran umum perdana (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Periode waktu penelitian yang digunakan adalah tahun 2010-2014. Sesuai dengan
latar belakang yang telah dikemukakan, maka penulis mengambil judul: Analisis Tingkat Underpricing Saham Pada Saat Penawaran Umum Perdana Di Bursa Efek Indonesia.
1.2.Rumusan Masalah
Berbagai penelitian terdahulu juga telah dilakukan untuk mengkaji
fenomena underpricing, namun terdapat perbedaan terhadap hasil
penelitian-penelitian tersebut mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
underpricing saham. Ketidakkonsistenan tersebut menimbulkan permasalahan.
Untuk menjawab faktor-faktor apakah yang mempengaruhi tingkat underpricing¸
maka diajukan rumusan masalah untuk penelitian ini:
1. Apakah jumlah saham yang ditawarkan (shared offered), ukuran perusahaan
Perusahaan berpengaruh secara simultan terhadap tingkat Underpricing saham
pada saat Penawaran Umum Perdana (Initial Public Offering)?
2. Apakah jumlah saham yang ditawarkan (shared offered), ukuran perusahaan
(issue of size), Kapitalisasi Pasar (Market Capitalization) dan Profitabilitas
Perusahaan berpengaruh secara parsial terhadap tingkat Underpricing saham
pada saat Penawaran Umum Perdana (Initial Public Offering)?
1.3. Tujuan Penelitian
Sehubungan dengan masalah tersebut, penelitian ini bertujuan untuk:
1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh dari jumlah saham yang
ditawarkan (shared offered), ukuran perusahaan (issue of size), Kapitalisasi
Pasar (Market Capitalization) dan Profitabilitas Perusahaan berpengaruh
secara simultan terhadap tingkat Underpricing saham pada saat Penawaran
Umum Perdana (Initial Public Offering).
2. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh dari jumlah saham yang
ditawarkan (shared offered), ukuran perusahaan (issue of size), Kapitalisasi
Pasar (Market Capitalization) dan Profitabilitas Perusahaan berpengaruh
secara parsial terhadap tingkat Underpricing saham pada saat Penawaran
Umum Perdana (Initial Public Offering).
1.4.Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi para:
1. Kalangan Akademis
Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menambah referensi
acuan untuk mengadakan penelitian serupa di masa yang akan datang,
khususnya mengenai tingkat underpricing pada penawaran saham perdana
perusahaan di Bursa Efek Indonesia ( BEI ).
2. Investor
Bagi investor maupun calon investor penelitian ini diharapkan sebagai sumber
informasi dalam menentukan strategi investasi di pasar modal serta untuk
pengambilan keputusan investasi.
3. Perusahaan
Bagi perusahaan (emiten) diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi underpricing
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pasar Modal
Pasar Modal atau yang disebut juga Bursa Efek sejak lama telah menjadi
suatu lembaga yang diperhitungkan bagi perkembangan perekonomian mengingat
fungsinya sebagai perantara antara pihak yang membutuhkan dana dan pihak yang
kelebihan dana (investor). Menurut UU No.8 tahun 1995 “pasar modal adalah
kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek,
perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga
dan profesi yang berkaitan dengan efek”.
Pasar Modal dapat diartikan suatu tempat dimana bertemunya pembeli
dan penjual efek yang terdaftar di bursa (listed stock) (Sitompul 2004:6).
Sedangkan Simatupang (2010:13) menyatakan pasar modal adalah sebagai bagian
dari pasar keuangan yang memperdagangkan surat-surat berharga jangka panjang
seperti saham, surat utang obligasi, reksa dana dan produk pasar modal lainnya.
Menurut Widoatmojo (2009:11) pasar modal dapat dikatakan pasar abstrak,
dimana yang diperjualbelikan adalah dana-dana jangka panjang, yaitu dana yang
ketertarikannya dalam investasi lebih dari satu tahun. Berdasarkan pengertian
tersebut, pasar modal dapat dijelaskan sebagai suatu pasar yang kegiatannya
memperjualbelikan surat-surat berharga jangka panjang (lebih dari satu tahun)
seperti: saham, obligasi, reksa dana, waran, right serta produk berjangka seperti
Menurut Darmadji dan Fakhruddin (2006 : 3) mengenai pasar modal,
menyatakan bahwa keberadaan pasar modal memberikan banyak manfaat
diantaranya:
1. Menyediakan sumber pendanaan atau pembiayaan (jangka panjang) bagi
dunia usaha sekaligus memungkinkan alokasi sumber dana secara optimal.
2. Memberikan wahana investasi bagi investor sekaligus memungkinkan upaya
diversifikasi.
3. Menyediakan indikator utama (leading indicator) bagi tren ekonomi negara.
4. Memungkinkan penyebaran kepemilikan perusahaan sampai lapisan
masyarakat menengah.
5. Menciptakan lapangan kerja/profesi yang menarik.
6. Memberikan kesempatan memiliki perusahaan yang sehat dengan prospek
yang baik.
7. Alternatif investasi yang memberikan potensi keuntungan dengan risiko yang
bisa diperhitungkan melalui keterbukaan, likuiditas, dan diversifikasi investasi
8. Membina iklim keterbukaan bagi dunia usaha dan memberikan akses kontrol
sosial.
9. Mendorong pengelolaan perusahaan dengan iklim terbuka, pemanfaatan
manajemen profesional dan penciptaan iklim berusaha yang sehat.
Jogiyanto (2003:15), mengemukakan tentang jenis pasar modal, ada empat
jenis antara lain:
1. Pasar Perdana (Primary Market) adalah surat berharga yang baru dikeluarkan
berupa penawaran perdana ke publik (Initial Public Offering atau IPO) atau
tambahan surat berharga baru jika perusahaan sudah going public (sekuritas
tambahan ini sering disebut seasoned new issues).
2. Pasar Sekunder (Secondary Market), setelah surat berharga yang sudah
beredar diperdagangkan di pasar perdana, selanjutnya surat berharga tersebut
diperjualbelikan oleh dan antar investor di pasar sekunder.
3. Pasar Ketiga (Third Market), pasar ketiga merupakan pasar perdagangan surat
berharga pada saat pasar kedua tutup.
4. Pasar Keempat (Fourth Market), pasar keempat merupakan pasar modal yang
dilakukan antara institusi berkapasitas besar untuk menghindari komisi dari
broker.
2.2.Penawaran Umum Saham (Go Public)
Penawaran Umum (Go Public) adalah kegiatan yang dilakukan dengan
menjual sebagian dari kepemilikan atas perusahaan, melalui berbagai cara dimana
salah satunya adalah dengan penjualan saham yang dikeluarkan perusahaan dalam
bentuk efek kepada masyarakat (investor). Widjaja dan Risnamanitis (2009:6)
menyatakan bahwa penawaran umum tidak lain adalah kegiatan emiten untuk
menjual efek yang dikeluarkan kepada masyarakat, yang diharapkan akan
membelinya dengan demikian memberikan pemasukan dana kepada emiten baik
untuk mengembangkan usahanya, membayar utang, atau kegiatan lainnya yang
diinginkan oleh emiten tersebut.
Pada perusahaan yang go public status perusahaan dapat berubah dimana
terbuka (go public). Pasar modal menjadi fasilitas perubahan tersebut melalui
instrumen hukum pasar modal.
Tabel 2.1
Perbedaan Perusahaan Go Public dan tidak Go Public
No Aspek Perusahaan tidak Go
Public
Perusahaan Go Public
1.
Persyaratan pengungkapan minimum (minimum disclosure requirements)
Tidak mutlak Mutlak ditaati
2. Jumlah pemegang saham Biasanya terbatas Lebih dari 300
pemegang saham
3.
Kewajiban menyampaikan laporan (reguler maupun insidentil)
Tidak mutlak Mutlak
4. Pemisahaan antara pemilik dan
manajemen
Bukan merupakan kebutuhan mendesak
Merupakan Kebutuhan
5. Pergantian kepemilikan
saham Rendah Tinggi
6. Tindakan manajemen Tidak selalu menarik
perhatian masyarakat
Menjadi perhatian masyarakat Sumber: Widjaja dan Risnamanitis (2009)
Keuntungan perusahaan melakukan penawaran umum saham (Go Public),
antara lain:
1. Emiten yang melakukan penawaran umum akan memperoleh dana yang relatif
besar dan dapat diterima sekaligus. Hal ini lebih baik dibandingkan emiten
harus menggunakan fasilitas kredit dari bank karena akan dibebankan dengan
tingkat bunga yang cukup besar.
2. Meningkatkan likuiditas perusahaan terhadap kepentingan pemegang saham
utama dan pemegang saham minoritas
3. Meningkatkan nilai pasar dari perusahaan karena umumnya perusahaan yang
sudah menjadi perusahaan publik likuiditasnya akan lebih meningkat bila
4. Penawaran umum saham dapat meningkatkan prestise dan publisitas
perusahaan. Hal ini tentu menguntungkan bagi emiten karena tidak perlu
membuang biaya untuk membayar jasa advertising yang lumayan mahal
5. Biaya penawaran umum saham relatif murah dengan proses yang relatif lebih
cepat
6. Pembagian dividen berdasarkan keuntungan sehingga tidak ada pihak bagi
emiten, pemegang saham utama emiten, ataupun investor publik yang akan
dirugikan
7. Penyertaan masyarakat biasanya tidak masuk dalam manajemen emiten
Setiap perusahaan yang melakukan penawaran umum juga mempunyai
konsekuensi atau akibat sebagai berikut:
1. Perusahaan atau calon emiten dituntut untuk lebih terbuka dan harus
mengikuti peraturan-peraturan pasar modal mengenai kewajiban pelaporan
2. Segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan baik pemasukan maupun
pengeluaran harus tercatat secara terperinci dan dapat dipertanggungjawabkan
3. Perusahaan atau calon emiten harus selalu membuat pelaporan yang
diwajibkan sesuai dengan waktu yang ditetapkan dan dipantau oleh pemilik
modal maupun masyarakat umum, sehingga apabila terjadi penyimpangan
dapat segera diketahui.
2.3.Penawaran Umum Perdana (Initial Public Offering)
Perusahaan yang akan go public (yang mengeluarkan surat berharga)
menurut Mayo (2008:31) yaitu: “Firms, in addition to acquiring funds through
private placements, may issue new securities and sell them to general public,
ussually through investments banker. If this sale is the first sale of common stock
to the general public, it is reffered to as an initial public offering (IPO)”. Hal ini
berarti IPO adalah saat dimana perusahaan dalam memperoleh dana dengan cara
menerbitkan sekuritas baru dan menjualnya kepada publik melalui pasar modal
untuk pertama kalinya. Sementara Samsul (2006:12) menyatakan bahwa pasar
perdana merupakan tempat atau sarana bagi perusahaan yang untuk pertama kali
menawarkan saham atau obligasi ke masyarakat umum.
Harga saham pada pasar perdana ditentukan oleh penjamin emisi dan
perusahaan yang melakukan IPO dinamakan emiten. Selanjutnya surat berharga
yang sudah beredar akan diperdagangkan di bursa efek yang dinamakan pasar
sekunder (Secondary Market).
Menurut Samsul (2006:70) suatu perusahaan yang untuk pertama kalinya
akan menjual saham atau obligasi kepada masyarakat umum atau IPO (initial
public offering), membutuhkan tahapan-tahapan terlebih dahulu. Tahapan tersebut
dapat dikelompokkan menjadi 5 (lima), yaitu: rencana go public, persiapan go
public, pernyataan pendaftaran ke BAPEPAM, penawaran umum, dan kewajiban
emiten setelah go public.
1. Rencana Go Public,
Rencana go pulic membutuhkan waktu yang cukup berkaitan dengan
a) rapat gabungan pemegang saham, dewan direksi, dan dewan komisaris. Rapat
gabungan ini akan membahas alasan go public, jumlah dana yang dibutuhkan,
penerbitan saham atau obligasi
b) Kesiapan Mental Personel
Personel dari semua lapisan manajemen (termasuk pemegang saham
mayoritas) harus siap secara mental menghadapi perubahan atau kejadian yang
sebelumnya tidak pernah terjadi. Banyak kewajiban yang harus dilaksanakan
oleh emiten setelah perusahaan go public, seperti kewajiban melaporkan
secara rutin atau insidentil atas suatu peristiwa penting yang apabila tidak
dilaksanakan emiten akan terkena sanksi denda atau sanksi pidana.
c) Perbaikan organisasi
Organisasi perusahaan yang ada sebelum go public harus disesuaikan dengan
ketentuan perundangan yang berlaku di pasar modal, misalnya, kewajiban
mengelola perusahaan secara baik atau disebut good corporate governance
yang tercermin dari kewajiban mengangkat komisaris independen, kewajiban
membentuk komite audit, dan kewajiban mengangkat corporate secretary.
d) Perbaikan sistem informasi
Mengingat banyak kewajiban pelaporan yang harus dilaksanakan oleh emiten,
baik yang bersifat rutin maupun insidentil, yang diminta oleh BAPEPAM
ataupun Bursa Efek, maka emiten harus memiliki sistem informasi yang dapat
diterbitkan setiap kali dibutuhkan. Perbaikan sistem meliputi keberadaan
sistem akuntansi keuangan yang mengacu pada Standar Akuntansi Keuangan
standar tambahan dari bursa efek seperti hasil kerja dari komite audit, dan
sistem akuntansi manajemen yang dapat menghitung laba ekonomis yang akan
digunakan sebagai dasar menentukan jumlah deviden tunai yang harus
dibagikan.
e) Perbaikan aspek hukum
Pada umumnya emiten berasal dari perusahaan keluarga walaupun berbadan
hukum perseroan terbatas. Go public berarti perseroan terbatas tertutup harus
berubah menjadi perseroan terbatas terbuka (PT Tbk.), status kepemilikan aset
tetap dan aset bergerak harus jelas, semua jenis aset yang ada dalam laporan
keuangan yang telah diaudit harus sudah atas nama perseroan termasuk
rekening yang ada di bank. Semua perjanjian dengan pihak ketiga harus
dilakukan secara tertulis nota riil, tidak boleh secara lisan. Semua perizinan
usaha yang diwajibkan harus dipenuhi, dan yang belum ada izin harus segera
diupayakan. Semua kewajiban pajak harus dipenuhi dan dibuktikan
keabsahannya. Konsultan hukum akan membantu perusahaan yang akan go
public dari segi hukum sehingga sesuai dengan hukum yang berlaku.
f) Perbaikan Struktur Permodalan
Perbaikan struktur modal dengan cara pemegang saham menambah modal
sendiri atau mengubah struktur modal pinjaman dengan beban bunga yang
lebih rendah.
g) Persiapan dokumen
Sebelum persiapan menuju go public dimulai, yaitu penunjukkan lembaga
lembaga tersebut harus disediakan. Pihak yang terlibat dalam proses go public
adalah underwriter, akuntan publik, notaris, konsultan hukum, dan perusahaan
penilai (appraisal company). Dokumen yang dibutuhkan antara lain: laporan
keuangan yang telah diaudit, proyeksi laporan keuangan, bukti kepemilikan
aktiva tetap dan aktiva bergerak, anggaran dasar perseroan, perjanjian nota riil
ataupun yang dibawah tangan, polis asuransi, peraturan perusahaan,
pajak-pajak, perkara pengadilan, dan lain-lain.
2. Persiapan menuju Go public
Setelah rincian rencana go public diselesaikan seperti uraian sebelumnya,
calon emiten akan menunjuk perusahaan penjamin emisi efek, akuntan publik,
notaris, konsultan hukum, dan perusahaan penilai yang terdaftar di BAPEPAM.
Persiapan menuju go public meliputi :
a) Penunjukkan Lembaga Penunjang dan Lembaga Profesi Penjamin emisi akan
bertindak sebagai koordinator dalam kegiatan-kegiatan berikut: menentukan
komitmen sesuai kondisi pasar, rapat-rapat teknis, pernyataan pendaftaran
kepada BAPEPAM, public expose dan road show, persiapan prospektus,
penawaran resmi.
b) Due Diligence Meeting. Untuk memperoleh gambaran awal mengenai
kekuatan pasar, emiten memerlukan due diligence meeting yang
dikoordinasikan oleh underwriter, yaitu pertemuan antara emiten,
underwriter, dan lembaga profesi lainnya di satu sisi dengan para pialang dan
c) Pernyataan pendaftaran kepada BAPEPAM. Pernyataan pendaftaran adalah
dokumen yang wajib disampaikan kepada BAPEPAM oleh emiten dalam
rangka penawaran umum atau perusahaan publik.
d) Public Expose dan Road Show. Public Expose dan Road show merupakan
upaya sendiri oleh emiten yang menjual saham dengan nilai kapitalisasi sangat
besar sehingga perlu mengundang calon investor.
3. Pelaksanaan Go Public.
Kegiatan pelaksanaan go public meliputi: Penyerahan dokumen ke
BAPEPAM, tanggapan dari BAPEPAM, perbaikan dokumen pernyataan
pendaftaran, mini expose di BAPEPAM, penentuan harga perdana, sindikasi dan
perjanjian penjaminan emisi.
4. Penawaran Umum
Kegiatan penwaran umum antara lain: Distribusi prospektus, penyusunan
prospektus ringkas untuk diiklankan, penawaran, penjatahan, pengembalian dana,
penyerahan saham, pencatatan saham/perdagangan saham
Pada saat menjelang penawaran umum calon emiten harus membagikan
prospektus melalui underwriter dan agen penjual efek yang ditunjuk oleh
underwriters sebelum penawaran secara resmi dilakukan. Prospektus adalah setiap
informasi tertulis yang berkaitan dengan penawaran umum dan bertujuan agar
pihak lain membeli efek. Prospektus berisikan antara lain: penawaran umum,
tujuan penawaran umum, penggunaan dana hasil emisi, informasi tentang
perusahaan seperti sejarah, organisasi, dan personalia, kegiatan usaha dan
penawaran umum, kebijakan deviden, pendapat dari segi hukum, laporan akuntan
publik, laporan penilaian harta perusahaan, para penjamin emisi, lembaga
penunjang emisi lainnya, perpajakan, anggaran dasar perseroan, persyaratan
pemesanan saham, penyebarluasan prospektus dan formulir pesanan saham.
Penawaran resmi efek melibatkan 5 tahapan, yaitu
a) Periode penawaran (offering period) adalah periode (minimal 3 hari kerja)
dimulainya penawaran sekuritas.
b) Periode penjatahan (allotment period) adalah periode (maksimal 6 hari kerja)
akan dilakukannya pembagian perolehan saham.
c) Periode pengembalian dana (refund period) adalah periode tertentu (maksimal
4 hari kerja) yang telah ditetapkan dan tertera dalam prospektus untuk
mengembalikan dana kepada calon investor akibat kelebihan pembayaran oleh
calon investor berkaitan dengan penjatahan saham.
d) Periode penyerahan saham (delivery period) adalah 3 hari sebelum saham itu
dicatat atau diperdagangkan di bursa efek, saham tersebut sudah diterima oleh
investor.
e) Periode pencatatan di bursa efek (listing date) adalah suatu tanggal yang telah
ditetapkan terlebih dahulu dan tertera pada halaman depan prospektus yang
menunjukkan hari pertama saham itu diperdagangkan di bursa efek.
Setelah melakukan penjualan saham di pasar perdana, selanjutnya saham
tersebut dicatatkan di Bursa Efek Indonesia (BEI) sampai perdagangan di pasar
penawaran umum atau 30 hari sesudah ditutupnya masa penawaran umum
tersebut tergantung mana yang lebih dahulu.
Di BEI, proses pencatatan efek dimulai dari pengajuan permohonan
pencatatan ke bursa oleh emiten tentunya berdasarkan persyaratan pencatatan efek
yang berlaku di BEI. Persyaratan untuk tiap efek berbeda, tetapi persyaratan
pertama yang harus dipenuhi terlebih dahulu antara lain mendapat pernyataan
efektif dari BAPEPAM atas pernyataan pendaftaran emisi emiten.
5. Kewajiban Emiten setelah Go Public
Pemegang saham mayoritas atau pemilik lama sebagai pemegang saham
pendiri (founding stakeholder) harus menjaga kepercayaan yang sudah diberikan
oleh pemegang saham minoritas atau masyarakat dengan cara:
a) Tidak melakukan tindakan yang menjatuhkan harga saham di pasar
b) Selalu memberi informasi secepat mungkin kepada investor
c) Tidak melakukan penipuan harga dalam transaksi internal yang mengandung
conflic of interest, misalnya transfer pricing, dan pinjaman tanpa bunga
d) Menyampaikan laporan keuangan yang sudah diaudit (short form report)
langsung ke alamat pemegang saham
e) Menyampaikan laporan berkala yang sudah diwajibkan oleh BAPEPAM
f) Menyampaikan laporan insidentil atas suatu peristiwa yang terjadi yang dapat
2.4. Underpricing
2.4.1. Pengertian Underpricing
Pada saat investasi, para investor tentu berupaya untuk memaksimalkan
return yang ingin diperoleh dari penjualan saham. Return merupakan imbalan
atas keberanian investor menanggung risiko atas investasi yang dilakukannya.
Return bersumber dari yield (berdasarkan besarnya dividen saham yang diperoleh)
dan capital gain (berdasarkan kenaikan/penurunan harga surat berharga).
Akan tetapi permasalahan yang sering terjadi pada saat penawaran umum
perdana di pasar modal adalah penentuan harga saham perdananya. Di satu pihak
pemegang saham lama tidak ingin menawarkan saham baru dengan harga yang
terlalu murah kepada investor karena investor tentu menginginkan return untuk
memperoleh capital gains dari pembelian saham di pasar perdana, namun di sisi
lain jika saham ditawarkan dengan harga tinggi tentu akan mengurangi minat
investor baru dalam membeli saham tersebut. Capital Gain (loss) sebagai
komponen dari return merupakan kenaikan atau penurunan harga surat berharga
yang bisa memberikan keuntungan/kerugian bagi investor. Capital gain bisa juga
diartikan sebagai perubahan harga sekuritas (Tandelilin, 2010:102)
Perbedaan kepentingan yang terjadi, dimana emiten menginginkan dana
yang lebih besar dan investor menginginkan return akan mengakibatkan
terjadinya underpricing. Selisih dari harga penawaran perdana dengan harga
saham di pasar sekunder dinamakan initial return. Underpricing menggambarkan
biaya bagi pemilik saat ini karena investor baru diizinkan membeli saham
Meskipun tidak memperoleh tambahan dana dari transaksi yang terjadi di
pasar sekunder, tetapi perdagangan pasar sekunder sangat penting untuk
menentukan likuiditas sekuritas di pasar perdana. Hal ini terkait dengan sikap
pesimis dan optimis dari para investor terhadap kemampuan sekuritas yang
diterbitkan emiten untuk memberikan keuntungan selisih harga yang berasal dari
penjualan di pasar sekunder (Tandelilin, 2010:27).
Menurut Hanafi (2004:88), underpricing merupakan fenomena yang
sering dijumpai dalam IPO. Ada kecenderungan bahwa harga penawaran di pasar
perdana selalu lebih rendah dibandingkan dengan harga penutupan pada hari
pertama diperdagangkan di pasar sekunder. Sedangkan overpricing yang disebut
juga underpricing negatif, merupakan kondisi dimana harga penawaran perdana
lebih tinggi daripada harga penutupan hari pertama di pasar sekunder.
Yolana dan Martani (2005) mendefinisikan underpricing adalah adanya
selisih positif antara harga saham di pasar sekunder dengan harga saham di pasar
perdana atau saat IPO. Selisih harga inilah yang dikenal sebagai initial return
(IR) atau positif return bagi investor. Underpricing saham juga dapat
didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana efek yang dijual di bawah nilai
likuidasinya atau nilai pasar yang seharusnya diterima oleh pemegang saham.
Underpricing adalah fenomena yang umum dan sering terjadi di pasar
modal manapun saat emiten melakukan penawaran perdana. Fenomena
underpricing dikarenakan adanya mispriced di pasar perdana sebagai akibat
adanya ketidakseimbangan informasi antara pihak underwriter dengan pihak
informasi. Fenomena underpricing tidak menguntungkan bagi perusahaan yang
melakukan go public, karena dana yang diperoleh perusahaan atau emiten tidak
maksimal tetapi di lain pihak menguntungkan para investor.
Menurut Beatty (1989) bahwa para pemilik perusahaan menginginkan agar
meminimalkan underpricing, karena terjadinya underpricing menyebabkan
adanya transfer kemakmuran (wealth) dari pemilik kepada investor. Ada 3 (tiga)
teori pokok yang menentukan underpricing, yaitu asimetri informasi, signalling
hyphothesis, litigation risk.
Teori-teori yang menjelaskan underpricing :
1. Asimetric Information (Informasi Asimetri)
Emiten, underwriter (penjamin emisi), masyarakat pemodal adalah pihak
pihak yang terlibat dalam penawaran perdana pada saat terjadinya underpricing
karena adanya informasi asimetri yang menjelaskan perbedaan informasi. Model
Baron (1982), menganggap underwriter memiliki informasi lebih mengenai pasar
modal, sedangkan emiten tidak memiliki informasi mengenai pasar modal. Oleh
karena itu, underwriter memanfaatkan informasi yang dimiliki untuk membuat
kesepakatan harga IPO yang maksimal, yaitu harga yang memperkecil resikonya
apabila saham tidak terjual semua karena emiten kurang memiliki informasi, maka
emiten menerima harga yang murah bagi penawaran sahamnya. Semakin besar
ketidakpastian emiten tentang kewajaran harga sahamnya, maka lebih besar
permintaan terhadap jasa underwriter dalam menetapkan harga. Sehingga
underwriter menawarkan harga perdana sahamnya dibawah harga ekuilibrium.
Model Rock (1986) menyatakan bahwa asimetri informasi terjadi pada
kelompok informed investor dengan uninformed investor. Informed investor yang
memiliki informasi lebih banyak mengenai perusahaan emiten akan membeli
saham-saham IPO jika harga pasar yang diharapkan melebihi harga perdana.
Sementara kelompok uninformed karena kurang memiliki informasi mengenai
perusahaan emiten, cenderung melakukan penawaran secara sembarangan baik
pada saham-saham IPO yang underpriced maupun overpriced. Akibatnya
kelompok uninformed memperoleh proporsi yang lebih besar dalam saham IPO
yang overpriced.
Menyadari bahwa mereka menerima saham-saham IPO yang tidak
proporsional, maka kelompok uninformed akan meninggalkan pasar perdana.
Agar kelompok ini berpartisipasi dalam pasar perdana dan memungkinkan mereka
memperoleh return saham yang wajar serta dapat menutup kerugian dari
pembelian saham yang overpriced, maka saham-saham IPO harus cukup
underpriced.
2. Signalling Hyphothesis
Dalam konteks ini underpricing merupakan suatu fenomena ekuilibrium
yang berfungsi sebagai sinyal kepada para investor bahwa kondisi perusahaan
cukup baik atau mempunyai prospek yang bagus (Ernyan dan Husnan, 2002).
Titman dan trueman (1986) menyajikan signalling model yang menyatakan bahwa
auditor yang memiliki kualitas menghasilkan informasi yang berguna bagi
Menurut Jogiyanto (2000:392), informasi yang dipublikasikan sebagai
suatu pengumuman akan memberikan signal bagi investor dalam pengambilan
keputusan investasi. Jika pengumuman tersebut mengandung nilai positif, maka
diharapkan pasar akan bereaksi pada waktu pengumuman tersebut diterima oleh
pasar. Pada waktu informasi diumumkan dan semua pelaku pasar sudah menerima
informasi tersebut, pelaku pasar terlebih dahulu menginterpretasikan dan
menganalisis informasi tersebut sebagai signal baik (good news) atau signal buruk
(bad news). Jika pengumuman informasi tersebut sebagai signal baik bagi
investor maka terjadi perubahan dalam volume perdagangan saham.
Ivana (2005:16), pengumuman informasi akuntansi memberikan signal
bahwa perusahaan mempunyai prospek yang baik di masa mendatang (good news)
sehingga investor tertarik untuk melakukan perdagangan saham, dengan demikian
pasar akan bereaksi yang tercermin melalui perubahan dalam volume perdagangan
saham dan hubungan antara publikasi informasi baik laporan keuangan/kondisi
keuangan ataupun sosial politik terhadap fluktuasi volume perdagangan saham
dapat dilihat dalam efisiensi pasar.
3. Litigation Risk
Mengutip Regulation hyphothesis menjelaskan bahwa peraturan
pemerintah yang diberlakukan dimaksudkan untuk mengurangi asimetri informasi
antara pihak manajemen dengan pihak luar termasuk para calon pemodal (Ernyan
dan Husnan, 2002). Teori-teori yang menjelaskan tentang underpricing dan yang
informasi baik antara pemilik perusahaan dan calon investor, antar calon investor
dan antara issuer dan penjamin emisi.
2.4.2. Faktor-faktor Underpricing
Fenomena underpricing dipengaruhi beberapa faktor dan berikut akan
dibahas beberapa faktor yang menjadi variabel dalam penelitian ini yakni: jumlah
saham yang ditawarkan (share offered), ukuran perusahaan (Issue of Size),
kapitalisasi pasar (Market Capitalization) dan profitabilitas perusahaan.
1. Jumlah saham yang ditawarkan (share offered)
Besarnya persentase saham menunjukkan jumlah saham yang ditawarkan
kepada masyarakat. Faktor ini diduga mempengaruhi tingkat underpricing, karena
semakin besar saham yang ditawarkan kepada masyarakat semakin rendah
ketidakpastian dimasa yang akan datang dan berarti semakin tinggi harga saham
(Suyatmin dan Sujadi, 2006). Jumlah saham tersebut dapat diukur melalui
besarnya saham yang ditawarkan ke publik ketika perusahaan melakukan IPO.
Menurut penelitian terdahulu yaitu Suyatmin dan Sujadi (2006) variabel Offer
berpengaruh negatif terhadap tingkat underpricing. Dengan demikan semakin
besar prosentase saham yang ditawarkan kapada masyarakat maka tingkat
ketidakpastiannya akan semakin kecil, yang pada akhirnya akan menurunkan
tingkat underpricing saham.
2. Ukuran Perusahaan (Size of Issue)
Ukuran perusahaan Jogiyanto (2003 : 282) mengemukakan tentang ukuran
perusahaan. Perusahaan yang besar dianggap mempunyai risiko yang lebih kecil
dibanding perusahaan yang lebih kecil.
Ukuran besar kecilnya suatu perusahaan dapat ditentukan oleh beberapa
hal, antara lain dengan total asset, total penjualan, rata-rata tingkat penjualan dan
rata-rata total asset. Ukuran perusahaan dapat diketahui dari besarnya total asset
perusahaan pada periode terakhir sebelum perusahaan melakukan penawaran
saham perdananya. Sehubungan dengan total asset, apabila perusahaan memiliki
total asset yang besar maka hal tersebut menunjukkan bahwa perusahaan tersebut
mencapai tahap kedewasaan.
Yolana dan Martani (2005) mengemukakan bahwa semakin besar aset
perusahaan akan semakin besar ukuran perusahaan tersebut. Secara teoritis
perusahaan yang lebih besar mempunyai kepastian (certainty) yang lebih besar
daripada perusahaan kecil sehingga akan mengurangi tingkat ketidakpastian
mengenai prospek perusahaan ke depan. Hal tersebut dapat membantu investor
memprediksi risiko yang mungkin terjadi jika investor berinvestasi pada
perusahaan itu. Besar kecilnya dana untuk investasi menyebabkan deviden
kepada pemegang saham besar dan berkaitan dengan prospek perusahaan.
Investor tentunya akan lebih tertarik untuk menawarkan modalnya pada
perusahaan yang punya prospek baik dalam jangka waktu yang relatif lama.
3. Kapitalisasi Pasar (Market Capitalization)
Kapitalisasi pasar merupakan nilai keseluruhan dari
yaitu sebuah yang harus dibayar seseorang untuk membeli seluruh
dapat menjadi pengukuran penting dari keberhasilan atau kegagalan perusahaan
terbuka. Faktor kapitalisasi pasar (market capitalization) juga menjadi salah satu
faktor yang mempengaruhi seperti penelitian yang dilakukan Bansal dan Khanna
(2012) yang menyatakan bahwa kapitalisasi pasar berpengaruh secara positif dan
signifikan terhadap tingkat underpricing
4. Profitabilitas Perusahaan
Profitabilitas perusahaan memberikan informasi kepada pihak luar
mengenai efektivitas operasional perusahaan, hal inilah yang menjadi
pertimbangan memasukan variabel ini sebagai salah satu faktor yang
mempengaruhi underpricing. Kemampuan perusahaan menghasilkan laba di masa
yang akan datang ditunjukkan dengan profitabilitas perusahaan yang tinggi dan
laba merupakan informasi penting bagi investor sebagai perimbangan dalam
menanamkanmodalnya.
Triananingsih (2005:200) menyatakan bahwa tingkat profitabilitas
merupakan informasi tingkat keuntungan yang dicapai atau informasi mengenai
efektivitas operasional perusahaan. Profitabilitas perusahaan yang tinggi akan
mengurangi ketidakpastian IPO sehingga mengurangi tingkat underpricing.
Semakin tinggi nilai profitabilitas perusahaan menunjukkan semakin tinggi pula
laba yang dihasilkannya. Dengan demikian semakin besar rasio ROA maka
semakin tinggi pula harga saham dinilai oleh investor.
2.5.Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
initial return yang didefinisikan sebagai return yang diterima investor di pasar
perdana yang diperoleh dari selisih harga saham pada saat penawaran umum
(IPO) dengan harga closing saham saat pertama kali listing di pasar sekunder
(Balvers, 1988).
Penelitian oleh Carter dan Manaster (1990), dengan sampel 501
perusahaan yang melakukan IPO Januari 1979 sampai Agustus 1983, menemukan
bahwa reputasi penjamin emisi, insiders shares, offering size (log-offersize), dan
umur perusahaan berpengaruh signifikan (negatif) terhadap initial return saham.
Abdullah (2000) dengan sampel 50 perusahaan tahun 1995-2000,
menemukan bahwa variabel besaran perusahaan, profitabilitas perusahaan (ROE),
jenis industri manufaktur (dummy), dan persentase saham yang ditawarkan pada
publik secara bersama berpengaruh signifikan pada initial return. Sementara itu
ketika dilakukan pengujian parsial atau terpisah, hanya variabel jenis industri dan
profitabilitas (ROE) yang berpengaruh signifikan pada initial return.
Ghozali dan Mansyur (2002) berdasarkan data perusahaan yang IPO di
BEI pada tahun 1997 sampai dengan 2000, mencoba menguji pengaruh variabel
reputasi penjamin emisi, presentase saham yang ditahan founder, skala perusahaan
(total aktiva), umur perusahaan, financial leverage (debt to asset ratio), dan ROA
terhadap tingkat underpricing. Mereka berhasil membuktikan bahwa reputasi
penjamin emisi, financial leverage signifikan pada level 10 persen dengan arah
negatif mempengaruhi underpricing. ROA mempengaruhi underpricing dengan
level signifikansi 5 % dengan arah negatif. Umur perusahaan, skala perusahaan
saham yang ditahan, tidak terbukti secara signifikan positif mempengaruhi
underpricing.
Yolana dan Martani (2005) menggunakan sampel yang diolah pada
penelitian ini adalah 131 emiten yang tercatat di BEI dengan melakukan
penawaran perdana atau IPO pada tahun 1994 sampai dengan tahun 2001 dan
mempunyai initial return yang positif. Dari hasil penelitian ini, variabel rata–rata
nilai kurs dan ROE terbukti secara signifikan berpengaruh positif terhadap
underpricing. Variabel besaran perusahaan dan jenis industri berhasil
membuktikan bahwa secara parsial variabel tersebut secara signifikan
mempengaruhi underpricing dengan arah negatif dengan asumsi variabel bebas
yang lain konstan mempengaruhi underpricing. Sedangkan variabel reputasi
penjamin emisi ternyata tidak terbukti mempengaruhi underpricing dengan arah
negatif secara parsial.
Sujatmin dan Sujadi (2006) melakukan penelitian mengenai faktor-faktor
yang mempengaruhi underpricing pada penawaran umum perdana di Bursa Efek
Jakarta periode 1999-2003 dengan variabel independen umur perusahaan, besaran
perusahaan, reputasi auditor, reputasi penjamin emisi, jenis industri, EPS
(Earning Per Share), ukuran penawaran (proceeds), current ratio, ROI (Rate of
Return on Investment), dan financial leverage. Hasilnya menyatakan bahwa hanya
variabel current ratio, reputasi penjamin emisi, reputasi auditor, dan jenis industri
yang mempengaruhi underpricing.
Handayani (2008) dengan menggunakan teknik analisis regresi berganda
variabel–variabel seperti debt to equity ratio (DER), return on assets (ROA),
earning per share (EPS) berpengaruh signifikan negatif terhadap underpricing.
Ukuran perusahaan, dan prosentase penawaran saham berpengaruh signifikan
terhadap underpricing. Sedangkan variabel–variabel yang lain tidak mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap underpricing.
Penelitian oleh Islam et al. (2010), dengan sampel 191 perusahaan yang
melakukan IPO di Chittagong Stock Exchange periode 1995-2005, menemukan
bahwa umur dan ukuran perusahaan berpengaruh signifikan positif pada initial
return. Sementara jumlah saham yang ditawarkan dan jenis industri berpengaruh
signifikan negatif pada initial return.
Wulandari (2011) menganalisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi
nderpricing pada penawaran umum perdana (studi kasus pada perusahaan go
publik yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2006-2010) dengan variabel
debt to Equity Ratio, Return On Assets, ukuran perusahaan, umur perusahaan, dan
jumlah saham yang ditawarkan menggunakan analisis regresi berganda dengan
hasil penelitian variabel DER, Offer berpengaruh secara positif, sedangkan ROA,
Age, dan Size berpengaruh negatif terhadap underpricing.
Penelitian yang dilakukan oleh Bansal dan Khanna (2012), dengan sampel
405 perusahaan yang melakukan IPO di Indian Market periode 2000-2012
menggunakan analisis multiple regressions, menemukan bahwa tidak ada
pengaruh signifikan dari hubungan tahun IPO, jenis lembaga perusahaan, usia
perusahaan dengan tingkat underpricing, jumlah saham yang ditawarkan,
signifikan positif terhadap tingkat underpricing. Ukuran perusahaan berpengaruh
secara signifikan dan negatif terhadap tingkat underpricing.
Penelitian yang dilakuan oleh Azizi Nur Wicaksono (2012), dengan
periode penelitian tahun 1998-2010 menggunakan analisis regresi berganda
dengan variabel umur perusahaan, ukuran perusahaan, proporsi penawaran
perdana, jenis industri, return on asset, financial leverage, earning per share,
reputasi auditor, reputasi underwriter dan tujuan penggunaan dana investasi.
Hasil penelitian ini menemukan bahwa hanya reputasi auditor dan ukuran
perusahaan yang secara signifikan berpengaruh terhadap tingkat underpricing,
dengan arah hubungan (-) untuk ukuran perusahaan dan positif untuk reputasi
auditor.
Berdasarkan penelitian terdahulu dapat disimpulkan melalui Tabel 2.4
berikut:
Tabel 2.2
Ringkasan Penelitian Terdahulu
No Peneliti dan Tahun Peneliti
Judul Penelitian Variabel Penelitian
yang listing di BEJ antara tahun
No Peneliti dan Tahun Peneliti
Judul Penelitian Variabel Penelitian Saham pada saat IPO di BEI pada
- Reputasi penjamin emisi, financial
signifikansi 5% arah (-) -Sedangkan umur perusahaan, skala perusahaan berpengaruh tidak signifikan arah (). -persentase saham yang ditahan, tidak
berpengaruh signifikan
3. Yolana saham pada saat IPO pada perusahaan yang terdaftar di BEI tahun 1994-2001
Dependent: Initial return Independen: variabel rata – rata nilai kurs dan ROE, besaran dan ROE terbukti secara signifikan berpengaruh positif terhadap underpricing. -Variabel besaran perusahaan dan jenis industri secara parsial variabel tersebut secara signifikan berpengaruh negatif dengan asumsi variabel bebas yang lain konstan berpengaruh - variabel reputasi penjamin emisi tidak berpengaruh secara perdana di Bursa Efek Jakarta ROI, financial leverage
Regresi Linear Berganda
Hasilnya:
menyatakan bahwa hanya variabel current ratio, reputasi
No Peneliti dan Tahun Peneliti
Judul Penelitian Variabel Penelitian perdana di BEI periode 2004-2007
Debt to equity ratio (DER), return on assets (ROA), earning
-Debt to equity ratio (DER), return on assets (ROA), earning per share (EPS) berpengaruh signifikan negatif terhadap underpricing -Ukuran perusahaan, dan prosentase penawaran saham berpengaruh signifikan terhadap underpricing. Sedangkan variabel– variabel lain tidak berpengaruh signifikan
6. Islam et al.
(2010),
Underpricing pada perusahaan yang melakukan IPO di Chittagong Stock Exchange periode 1995-2005
Dependen: Umur dan ukuran perusahaan jumlah saham yang ditawarkan dan jenis industri berpengaruh signifikan negatif pada initial return
Analisis Regresi Berganda
umur dan ukuran perusahaan
berpengaruh signifikan positif pada initial return. Sedangkan jumlah saham yang ditawarkan dan jenis industri berpengaruh signifikan negatif pada initial return (Studi Kasus Pada Perusahaan Go Publik
Yang Terdaftar Di BEI Tahun 2006-2010)
Debt to Equity Ratio, Return On Assets, Ukuran
variabel DER, Offer berpengaruh secara positif terhadap underpricing,
sedangkan ROA, Age, dan Size berpengaruh negatif terhadap Tahun IPO, Jenis perusahaan, usia
tidak ada pengaruh signifikan dari jumlah saham yang ditawarkan, kapitalisasi pasar, metode
2.6.Kerangka Konseptual
Penelitian ini akan menguji pengaruh jumlah saham yang ditawarkan,
ukuran perusahaan, kapitalisasi pasar dan profitabilitas perusahaan sebagai
variabel independen terhadap underpricing sebagai variabel dependen.
Besarnya jumlah saham yang ditawarkan kepada masyarakat oleh
perusahaan diduga mempengaruhi tingkat underpricing, karena semakin besar
saham yang ditawarkan kepada masyarakat berarti semakin tinggi harga saham.
Menurut penelitian terdahulu Bansal & Khanna (2012), jumlah saham yang
ditawarkan (share offered) ke publik ketika perusahaan melakukan IPO
berpengaruh positif terhadap tingkat underpricing.
Yolana dan Martani (2005) menyatakan bahwa semakin besar aset
perusahaan akan semakin besar ukuran perusahaan tersebut. Secara teoritis
perusahaan yang lebih besar mempunyai kepastian (certainly) yang lebih besar
daripada perusahaan kecil sehingga akan mengurangi tingkat ketidakpastian
mengenai prospek perusahaan ke depan. Yolana dan Martani (2005) menemukan
bahwa ukuran perusahaan berpengaruh signifikan negatif terhadap underpricing.
Faktor Kapitalisasi Pasar (Market Capitalization) juga menjadi salah satu
faktor yang mempengaruhi seperti penelitian yang dilakukan oleh Bansal dan
Khanna (2012) yang menyatakan bahwa kapitalisasi pasar berpengaruh secara
positif dan signifikan terhadap tingkat underpricing.
Triananingsih (2005:200) menyatakan bahwa tingkat profitabilitas
merupakan informasi tingkat keuntungan yang dicapai atau informasi mengenai
mengurangi ketidakpastian IPO sehingga mengurangi tingkat underpricing.
Semakin tinggi nilai profitabilitas perusahaan menunjukkan semakin tinggi pula
laba yang dihasilkannya. Penelitian ini menyatakan bahwa profitabilitas
berpengaruh negatif terhadap tingkat underpricing.
Dari landasan teori dan penelitian terdahulu, dapat diperoleh
variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: jumlah saham yang
ditawarkan (share offered), ukuran perusahaan (Size of Issue), Kapitalisasi Pasar
(market capitalization) dan profitabilitas perusahaan. Variabel-variabel tersebut
diperkirakan memiliki pengaruh terhadap underpricing pada perusahaan yang
melakukan IPO di BEI. Berdasarkan hal tersebut dapat digambarkan bentuk
kerangka konseptual sebagai berikut:
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
Underpricing
Jumlah Saham yang ditawarkan (share offered)
Ukuran Perusahaan (Issue of Size)
Kapitalisasi Pasar (Market Cap)
2.7.Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah proposisi yang dirumuskan dengan maksud untuk diuji
secara empiris (Erlina, 2007:49). Hipotesis pada dasarnya adalah suatu anggapan
yang mungkin benar dan sering digunakan sebagai dasar pembuatan keputusan,
pemecahan persoalan maupun dasar penelitian lebih lanjut. Anggapan sebagai
satu hipotesis juga merupakan data tetapi karena kemungkinan bisa salah, apabila
akan digunakan sebagai dasar pembuatan keputusan harus diuji dahulu dengan
memakai data hasil observasi.
Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
H1 : Jumlah saham yang ditawarkan, ukuran perusahaan, kapitalisasi pasar dan
profitabilitas secara simultan mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap tingkat underpricing.
H2 : Jumlah saham yang ditawarkan, ukuran perusahaan, kapitalisasi pasar dan
profitabilitas secara parsial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap