BAB lll
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian ini, menjelaskan pengaruh antar variabel independen dengan variabel dependen dalam penelitian ini. Konsep penelitian ini
merupakan melihat hubungan yang logis dari landasan teoritis yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya. Variabel Independen yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu Reputasi Underwriter, Reputasi Auditor, Return On Equity, Ukuran Perusahaan Persentase Penawaran Saham, dan Jenis Industri yang diperkirakan memiliki pengaruh terhadap Variabel Dependen yaitu underpricing
pada saat IPO perusahaan yang terdaftar di BEI periode 2009 sampai 2013, dan Financial Leverage sebagai Variabel Moderating yang dapat memperkuat atau memperlemah hubungan langsung antara variabel independen (Reputasi
Underwriter, Reputasi Auditor, Return on Equity ( ROE), Ukuran Perusahaan, Persentase Penawaran Saham, Jenis Industri) dengan variabel dependen
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
Pertumbuhan ekonomi nasional yang semakin meningkat mengakibatkan ,
pasar modal Indonesia pun semakin maju dibuktikan dengan semakin bertambahnya jumlah perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Bahkan saat penutupan perdagangan BEI mencatat pencapaian yang luar biasa saat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menyentuh level tinggi.
Reputasi Underwriter (RAW)
Underpricing Pada
Saat IPO ( Initial
Public Offering )
Pada BEI (UND )
Reputasi Auditor (RAUD)
ReturnOnEquity
(ROE)
Ukuran
Perusahaan (UP)
Persentase
Penawaran Saham (PPS)
Jenis Industri(JI)
Hal ini menunjukkan semakin tingginya minat investor untuk berinvestasi
di pasar modal. Salah satu fenomena menarik yang sering terjadi di hampir seluruh pasar modal di dunia termasuk Indonesia adalah fenomena underpricing.
Underpricing menimbulkan pengaruh yang berbeda bagi perusahaan dan investor. Perusahaan akan tidak diuntungkan apabila terjadi underpricing, karena
dana yang diperoleh dari go public tidak maksimum. Sedangkan investor akan diuntungkan, karena menerima initial return. Underpricing disebabkan oleh
adanya asimetri informasi (Beatty 1989). Ketidaksamaan informasi yang dimiliki oleh emiten, underwriter, maupun investor dapat mengakibatkan perbedaan harga yang memungkinkan terjadinya underpricing. Ketidaksamaan informasi yang
dimiliki oleh para pihak inilah yang dapat mengakibatkan perbedaan harga sehingga memungkinkan terjadinya underpricing. Faktor-faktor yang mempengaruhi underpricing penting diketahui baik oleh pihak emiten,
underwriter maupun investor. Dengan mengetahui faktor-faktor ini maka dapat dipertimbangkan, bagi emiten untuk menghindari maupun meminimalkan
underpricing demi keberhasilan dalam melakukan initial public offering
Bagi underwriter, sebagai informasi dalam mengambil langkah-langkah
yang diperlukan untuk mencapai harga yang wajar dan menghindarkan dari risiko saham tidak laku terjual. Bagi investor, sebagai informasi dalam membuat suatu
faktor-faktor penyebab underpricing dibuktikan dengan banyaknya penelitian
yang dilakukan antara lain ( Beatty 1989) di pasar modal Amerika,( Kim et al. 1993) di pasar modal Korea, (How et al. 1995) di pasar modal Australia.
Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi underpricing juga telah banyak dilakukan di Indonesia diantaranya (Trisnawati 1998), (Daljono 2000), (Abdullah 2000), (Sandhiaji 2004), (Yolana dan Martani 2005), serta
(Gerianta 2008).
3.2. Hipotesis
H1:Faktor- faktor (Reputasi Underwriter, Reputasi Auditor, Profitabilitas, Ukuran Perusahaan, Persentase Saham yang ditawarkan dan Jenis industri) secara
simultan dan parsial berpengaruh terhadap Underpricing Saham pada saat Initial Public Offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia
H2 :Financial Leverage dapat memoderasi hubungan antara faktor-faktor
(Reputasi Underwriter, Reputasi Auditor, Profitabilitas, Ukuran Perusahaan, Persentase Penawaran Saham yang ditawarkan dan Jenis industri ) dengan
BAB IV
METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian asosiatif kausal. Penelitian asosiatif kausal adalah penelitian yang bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan sebab akibat antara berbagai variabel menurut (Erlina 2008). Penelitian ini bertujuan
untuk menguji pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen (Underpricing) harga saham perdana pada perusahaan yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia dari tahun 2009 – 2013. 4.2 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di Bursa Efek Indonesia, data diperoleh
dengan mengakses www.idx.co.id dan dari Pusat Referensi Pasar Modal (PRPM) , menggunakan data pada Indonesian Capital Market Directory (ICMD) dan Data diperoleh dari prospektus,, www..e-bursa.com. Objek penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia periode Tahun 2009 - 2013
4.3 Populasi dan Sampel
Penelitian ini mengambil populasi seluruh perusahaan yang melakukan
IPO di BEI dari tahun 2009 -2013 yang terdapat sebanyak 115 perusahaan yang melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia. Teknik pengambilan sampel dilakukan
1. Populasi perusahaan merupakan seluruh perusahaan yang melakukan
initial public offering (IPO ) dan listing di BEI periode tahun 2009 - 2013. 2. Perusahaan yang mengalami Overpricing
3. Perusahaan tidak mengalami Underpricing dan Overpricing
4. Perusahaan tidak memiliki data lengkap dan tidak memiliki data propertus Dari syarat - syarat tersebut didapatkan jumlah sampel penelitian adalah
sebagai berikut :
Tabel 4.1 Seleksi Pengambilan Sampel Penelitian
Kriteria Pengambilan Sampel Perusahaan
Jumlah perusahaan yang melakukan IPO tahun 2009-2013 115 Perusahaan yang yang mengalami Overpricing (20) Perusahaan yang Tidak Overpricing dan Tidak Underpricing
Perusahaan yang tidak memiliki data yang lengkap
(5) (8)
Jumlah Sampel penelitian 82
Berdasarkan kreteria penentuan pengambilan sampel tesebut, maka
jumlah sampel Penelitian didapatkan sebanyak 82 perusahaan, Daftar sampel perusahaan tersebut ditunjukkan pada lampiran 2 , sekaligus uraian perusahaan yang mengalami Underpricing, perusahaan yang mengalami Overpricing dan
perusahaan yang memiliki data yang tidak lengkap ( tidak memliki buku propertus perusahaan)
4.4 Metode Pengumpulan Data
Data yang disajikan dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan data
seperti orang lain atau dokumen (Sugiyono 2007). Adapun data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Daftar perusahaan emiten, data harga saham penawaran, data harga saham
harian, dan data Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang diperoleh dari situs www.idx.co.id. serta dari Pusat Referensi Pasar Modal (PRPM).
2. Data nama underwriter dan auditor, jenis perusahaan, jumlah saham yang
ditawarkan dan data laporan keuangan masing-masing perusahaan emiten, yang diperoleh dari Indonesian Capital Market Directory (ICMD) tahun 2009
- 2013, dan prospektus masing-masing perusahaan emiten.
3. .Daftar Kantor Akuntan Publik (KAP) di Indonesia termasuk Big Four tahun 2009-2013 yang diperoleh dari situs www.wikipedia.org dan daftar top
underwriter
4.5 Defenisi Operasional Variabel 4.5.1. Variabel Dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah tingginya tingkat underpricing
yang terjadi dalam penawaran harga saham pada pasar perdana yang diukur berdasarkan perhitungan Initial Return dari semua perusahaan yang melakukan Initial Public offering (IPO) selama periode tahun 2009-2013 dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Up =(Pt1−Pt0)
Pto x 100%
Pt1 = Harga penutupan saham pada hari pertama di pasar sekunder
4.5.2. Variabel Independen
Bertolak dari hasil penelitian terdahulu mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi underpricing masih menghasilkan temuan yang berbeda-beda dan ketidakkonsistenan hasil penelitian, maka peneliti termotivasi meneliti kembali untuk memperoleh bukti empiris yang dapat memberikan manfaat bagi
pihak-pihak yang berkepentingan. Variabel-variabel yang akan diteliti pada penelitian ini yang merupakan variabel independen adalah terdiri dari : Reputasi
Underwriter, Reputasi Auditor, Profitabilitas, Ukuran Perusahaan, Persentase Saham yang ditawarkan dan Jenis industri
4.5.2.1 Reputasi Underwriter
Sampai saat ini belum ada standar baku untuk mengkategorikan underwriter
bereputasi baik dan buruk. Pengukuran reputasi underwriter pada tiap penelitian
mungkin berbeda.Penelitian ini melihat ranking yang diberikan kepada underwriter
dijadikan dasar membedakan underwriter yang memiliki reputasi tinggi dan
underwriter yang tidak memiliki reputasi tinggi. Pengukuran variabel reputasi
underwriter menggunakan variabel dummy. Penentuan reputasi underwriter menggunakan skala 1 untuk underwriter yang memiliki reputasi tinggi dan 0 untuk underwriter yang tidak memiliki reputasi tinggi. Penentuan ranking didasarkan perangkingan yang dibuat oleh situs www.idx.com. Underwriter yang
underwriter yang memiliki reputasi tinggi dan dan adalah underwriter yang tidak masuk dalam 50 top active IDX member in Total Trading Volume setiap tahunnya dikategorikan sebagai underwriter yang tidak memiliki reputasi tinggi
4.5.2.2 Reputasi Auditor
Auditor atau akuntan, merupakan salah satu profesi penunjang pasar
modal yang bertujuan untuk memberikan pendapat atas kewajaran laporan keuangan yang disajikan oleh perusahaan. Adapun peran auditor antara lain
adalah untuk menentukan apakah sebuah perusahaan sudah layak untuk go public atau tidak, Auditor yang mempunyai reputasi yang tinggi, akan mempertahankan reputasinya dengan memberikan kualitas yang baik terhadap
hasil auditannya.
Dengan menggunakan jasa auditor yang profesional akan mengurangi kesempatan emiten untuk berlaku curang dalam menyajikan informasi yang
kurang akurat sehingga penggunaan auditor yang profesional dapat digunakan sebagai petunjuk kualitas perusahaan
Pengukuran variabel reputasi auditor menggunakan variabel dummy. Penentuan reputasi auditor menggunakan skala 1 untuk auditor yang bereputasi baik dan 0 untuk auditor yang bereputasi kurang baik. Auditor yang bereputasi
baik adalah auditor yang masuk dalam peringkatan 4 besar KAP ( Big Four ) dan Auditor yang tidak bereputasi baik adalah yang tidak termasuk dalam 4 besar
KAP ( Big Four ).
Tingkat profitabilitas perusahaan yang diukur dengan Return on Equity (ROE). ROE merupakan rasio yang memberikan informasi kepada investor tentang seberapa besar tingkat pengembalian modal dari perusahaan yang berasal
dari kinerja perusahaan memperoleh laba. Tingkat profitabilitas merupakan informasi tingkat keuntungan yang dicapai perusahaan. Informasi ini akan memberikan informasi kepada pihak luar mengenai efektivitas operasional
perusahaan. ROE merupakan suatu rasio penting yang dapat dipergunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dengan investasi yang telah ditanamkan
(Equity yang dimilikinya) unutk mendapatkan laba. ROE menjadi salah satu pertimbangan investor di dalam melakukan investasi terhadap saham di BEI
4.5.2.4 Ukuran Perusahaan
Perusahaan yang berskala besar umumnya lebih dikenal oleh masyarakat daripada perusahaan dengan skala kecil , perusahaan yang berskala besar
mempunyai underpriced yang lebih rendah daripada perusahaan yang berskala kecil. Ukuran perusahaan dapat diukur dengan menggunakan logaritma natural
dari total aktiva perusahaan menurut pada periode terakhir sebelum perusahaan melakukan penawaran perdana di BEI ( Ibrahim 2008)
4.5.2.5 Persentase Penawaran Saham
Presentase saham yang dipegang oleh pemilik saham menunjukan banyak
perusahaannya baik. Semakin besar tingkat kepemilikan yang ditahan akan
memperkecil ketidakpastian. Dalam hal ini prosentase saham yang ditawarkan diukur dengan menggunakan prosentase saham yang ditawarkan kepada publik
atau shareholder publik ketika perusahaan melakukan IPO. Persentase penawaran saham merupakan jumlah saham yang ditawarkan terhadap jumlah saham yang beredar pada saat IPO dengan rumus :
PPS = TSTTS
PPS = Persentase Penawaran Saham
TST = Jumlah saham yang ditawarkan pada saat IPO TS = Jumlah Saham yang beredar
4.5.2.6 Jenis Industri
Variabel jenis industri digunakan untuk melihat apakah underpricing terjadi pada hampir semua jenis industri yang melakukaan IPO atau hanya pada
jenis industri tertentu saja. Setiap kelompok industri mempunyai karakteristik tertentu yang berbeda dari kelompok industri lain. Jenis industri merupakan
variabel dummy. Pada hakekatnya variabel dummy ini dimaksudkan untuk menunjukkan apakah tingkat underpriced perusahaan industri manufaktur berbeda dengan perusahaan industri non manufaktur. Pengukuran variabel jenis
industri menggunakan variabel dummy. Penentuan jenis industri menggunakan skala 1 untuk industri manufaktur dan 0 untuk industri bukan manufaktur.
4.5.3 Variabel Moderating
Debt to Equity Ratio (DER) digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar hutang dengan modal yang dimilikinya. DER yang
tinggi menunjukkan risiko finansial atau risiko kegagalan perusahaan untuk mengembalikan pinjaman akan semakin tinggi, dan sebaliknya. DER diukur dengan rasio total hutang terhadap equity yang dimiliki oleh perusahaan , dengan
rumus :
DER = Total Hutang
Total Ekuitas
DER : Debt to Equity Ratio
Total Hutang : Merupakan jumlah hutang terakhir sebelum IPO
Total Equitas : Merupakan Jumlah Ekuitas (Modal )terakhir sebelum IPO
Tabel 4.2 Definisi Operasional Variabel No Variabel Defenisi
Operasional
Parameter Skala
1. Underpricing Keadaan dimana Harga saham perdana lebih rendah
Pt1 = Harga penutupan saham perdana pada hari yaitu pada saat IPO
Total Frekuensi Perdagangan Nilai 1 termasuk Penjamain Emisi yang termasuk Top 50, Nilai 0 termasuk Penjamin emisi yang tidak termasuk Top 50
3. Reputasi
berafiliasi dengan Big FourNilai 1 untuk Auditor yang termasuk Big Four dan nilai 0 untuk Auditor yang tidak termasuk Big
Four pada saat IPO
perusahaan tersebut Total Equity = Total Equity perusahaan satu total Asset satu tahun sebelum IPO publik pada saat IPO
PPS =TST kepada publik pada saat IPO
TS= Jumlah saham yang beredar pada saat IPO
7. Jenis Industri Pengelompokkan
Jenis industri =1 untuk industri manufaktur, dan0 untuk industri non manufaktur
Total Hutang = Total Hutang satu tahun
4.6 Metode Analis Data
4.6.1 Uji Asumsi Klasik
Sebelum model regresi digunakan untuk menguji hipotesis, diperlukan uji
asumsi klasik untuk memastikan bahwa model tersebut telah memenuhi kriteria .Adapun uji asumsi klasik yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
4.6.1.1Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,
variabel terikat dan variabel bebas keduanya mempunyai distribusi normal.Menurut (Ghozali 2005),pada prinsipnya normalitas dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik atau
1. Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal
atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.
2. Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogram tidak menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.
Uji statistik lain yang dapat digunakan untuk menguji normalitas residual
adalah uji statistik non-parametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S). Menurut (Ghozali 2005). Uji Kolmogorov Smirnov adalah uji beda antara data yang diuji normalitasnya dengan data normal baku. Penerapan pada Uji Kolmogorov
Smirnov adalah bahwa jika signifikansi di bawah 0,05 berarti data yang akan diuji mempunyai perbedaan yang signifikan dengan data normal baku, berarti data tersebut tidak normal, jika signifikansi di atas 0,05 maka berarti tidak terdapat
perbedaan yang signifikan antara data yang akan diuji dengan data normal baku, atau data tersebut berdistribusi normal.
4.6.1.2 Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel independen(Variabel Bebas ). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel - variabel
tidak ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel bebas yang nilai korelasi antar
sesama variabel bebas adalah nol menurut (Ghozali 2005).
Menurut (Ghozali 2005), untuk mendeteksi ada atau tidaknya
multikolinearitas di dalam model regresi adalah sebagai berikut :
1. Nilai R2 yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi empiris sangat tinggi, tetapi secara individual variabel-variabel bebas banyak yang tidak
signifikan mempengaruhi variabel terikat.
3. Menganalisis matrik korelasi variabel-variabel bebas. Jika antar variabel
bebas ada korelasi yang cukup tinggi (diatas 0,90) maka hal ini merupakan indikasi adanya multikolinearitas.
4. Multikolinearitas dapat juga dilihat dari Tolerance Value dan Variance
Inflation Factor (VIF). Batas tolerance value adalah 0,10 dan VIF adalah 10. Apabila nilai tolerance value kurang dari 0,10 atau VIF lebih besar dari 10 maka terjadi multikolinearitas.
4.6.1.3. Uji Heteroskedastisitas
Menurut (Ghozali 2005), uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual suatu pengamatan ke
pengamatan yang lain tetap maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang terjadi
Menurut Ghozali (2005) menyatakan bahwa untuk mendeteksi ada atau
tidaknya heteroskedastisitas yaitu dengan melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat (ZPRED) dengan residualnya (SRESID), yaitu dengan deteksi ada
tidaknya pola tertentu pada grafik scaterplot antara SRESID dan ZPRED. Dasar analisisnya adalah sebagai berikut :
1. Jika ada pola tertentu, seperti titik yang ada membentuk pola tertentu yang
teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.
2. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan dibawah angka 0 dan sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
Kemudian uji heterokedastisitas juga dapat dilakukan dengan melakukan
uji Glesjer. Uji ini dilakukan dengan membuat persamaan regresi nilai absolut residual terhadap variabel independen. Jika variabel independen signifikan secara statistik mempengaruhi variabel dependen, maka ada indikasi terjadi
heteroskedastisitas (Ghozali, 2005).
4.6.1.4. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam suatu model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada
periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Pengujian autokorelasi ini dilakukan dengan menggunakan uji
1. Bila nilai DW terletak antara batas atas atau upper bound (du) dan (4-du),
maka koefisien autokorelasi sama dengan nol, berarti tidak ada autokorelasi. 2. Bila nilai DW lebih rendah daripada batas bawah atau lower bound (dl), maka
koefisien autokorelasi lebih besar daripada nol, berarti ada autokorelasi positif.
4. Bila nilai DW lebih besar daripada (4-dl), maka koefisien autokorelasi lebih
kecil daripada nol, berarti ada autokorelasi negatif.
5. Bila nilai DW terletak diantara batas atas (du) dan batas bawah (dl) atau DW
terletak antara (4-du) dan (4-dl), maka hasilnya tidak dapat disimpulkan.
4.6.2 Analisis Regresi Berganda
Metode analisis data yang digunakan bertujuan untuk menguji pengaruh variabel-variabel independen dengan variabel dependen. Untuk menguji hipotesis tersebut digunakan 2 model Persamaan Regresi Berganda yaitu : Model regresi
linier berganda dan Model regresi linier untuk Variabel Moderating. a. Persamaan Regresi linier berganda
UND = bo + b1RAW + b2RAUD + b3ROE + b4PPS + b5UP + b6JI+ e Keterangan:
bo : Konstanta
b1-b6 : Koefisien Regresi UND : Underpricing
ROE : Return On Equity
PPS : Persentase Penawaran Saham UP : Ukuran Perusahaan
JI : Jenis Industri e : Faktor Pengganggu
Nilai koefisien regresi sangat menentukan sebagai dasar analisis. Hal ini
berarti jika nilai koefisien b bernilai positif (+) maka dapat dikatakan terjadi pengaruh searah antara variabel independen dengan variabel dependen.
Sedangkan bila koefisien nilai b bernilai negatif (-) hal ini menunjukkan adanya pengaruh negatif dimana kenaikan nilai variabel independen akan mengakibatkan penurunan nilai variabel dependen.
b.Persamaan Regresi linier Variabel Moderating ( Uji Residual )
M = b0 +b1RAW+b2RAUD+b3ROE+b4PPS+b5UP+b6JI + |e|
|e| = b0+b7DER+ e
Keterangan :
b0 = Konstanta
b1-b6 = Koefisien Regresi dari masing-masing variabel Independen b7 = Koefisien Regresi dari variabel Moderating
4.7 Pengujian Hipotesis
4.7.1 Uji Kelayakan Model (Uji Statistik F)
Uji kelayakan model digunakan untuk menguji apakah semua variabel
independen berpengaruh terhadap variabel terikat yaitu underpricing. Apabila Pvalue < 0,05 maka hubungan variabel-variabel bebas mempengaruhi underpricing, hal ini bermakna bahwa model yang digunakan layak (fit) menurut (Ghozali 2005).
4.7.2. Uji Signifikan Parameter Individual (Uji Statistik t)
Uji signifikan parameter individual pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh suatu variabel penjelas/independen secara individual dalam
menerangkan variasi variabel dependen. Artinya apakah variabel tersebut merupakan penjelas yang signifikan atau tidak terhadap variabel dependen. Pada uji t, nilai t-hitung akan dibandingkan dengan nilai t-tabel, apabila nilai t-hitung
lebih besar daripada nilai t-tabel maka Ha diterima, demikian pula sebaliknya. Selain itu dapat juga dilakukan dengan membandingkan tingkat signifikansinya.
Apabila tingkat signifikansi yang dihasilkan lebih kecil daripada 5%, maka Ha diterima, demikian pula sebaliknya Ghozali ( 2005).
4.7.3 Uji Koefisien Determinasi
Menurut (Ghozali 2005), ketepatan dari fungsi regresi sampel dalam
dari nilai koefisien determinasi (R2), nilai statistik F (uji kelayakan model) dan
nilai statistik t (uji signifikan parameter individual).
Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah di antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan-kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen
amat terbatas. Nilai R2 yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi
variabel dependen (Ghozali 2005).Kelemahan mendasar penggunaan koefisien determinasi adalah bias terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan ke dalam model. Setiap tambahan satu variabel independen, maka R2 pasti
meningkat tanpa dipengaruhi apakah variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen atau tidak.
Oleh karena itu banyak peneliti menganjurkan untuk menggunakan nilai
Adjusted R2 pada saat mengevaluasi model regresi. Tidak seperti R2, Adjusted R2 dapat naik ataupun turun apabila suatu variabel independen ditambahkan ke dalam
model (Ghozali 2005).
4.7.4 Uji Residual Untuk Variabel Moderating
` Pengujian hipotesis Kedua menggunakan uji regresi linier berganda dengan uji residual. Uji residual bertujuan untuk menentukan apakah variabel
ketidak cocokan (lack of fit) yang dihasilkan dari deviasi hubungan linier antara
variabel independen. Lack of fit ditujukan oleh nilai residual di dalam regresi. Dalam hal ini jika terjadi kecocokan antara variabel moderating dengan variabel
independen (nilai residual kecil atau nol) yaitu nilai variabel moderating dan nilai variabel independen tinggi maka nilai variabel dependen juga tinggi. jika terjadi ketidak cocokan atau lack of fit antara variabel moderating dengan variabel
independen (nilai residual besar) yaitu nilai variabel moderating rendah dan nilai variabel independen tinggi maka nilai varaibel dependen rendah.
Suatu variabel dikatakan sebagai variabel moderating ditunjukkan dengan nilai koefisien yang signifikan dan negatif (yang berarti adanya lack of fit antara variabel moderating dan variabel independen mengakibatkan nilai variabel
BAB V
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
5.1 Analisa Statistik Deskriptif
Objek penelitian dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang melakukan IPO di BEI selama periode Januari 2009 sanpai dengan Desember
2013 , terdapat 115 perusahaan yang melakukan IPO, dari jumlah tersebut sebanyak 20 perusahaan yang mengalami overpricing , 8 perusahaan yang
datanya tidak lengkap (Tidak memiliki buku Propertus ) dan 5 perusahaan yang tidak termasuk dalam overpricing dan underpricing yang dikeluarkan dari sampel , sehingga jumlah sampel penelitian didapat sebanyak 82 perusahaan.
Berdasarkan hasil statistik deskriptif, dari 82 perusahaan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini, diperoleh nilai rata-rata(Mean) dan tingkat
underpricing ditunjukkan pada tabel berikut ini : Tabel 5.1 Statistik Deskriptif
N Min Max Mean Std. Dev
Reputasi Underwriter 82 ,00 1,00 ,56 ,49
Reputasi Auditor 82 ,00 1,00 ,36 ,48
Return ON Equity 82 ,01 67,24 16,40 15,20
Persentase Penawaran Saham 82 3,23 61,91 24,35 12,41
Jenis Industri 82 ,00 1,00 ,341 ,47
Ukuran Perusahaan 82 19,23 31,70 27,80 1,89
Debt To Equity 82 3,37 1412,6 221,44 249,82
Underpricing 82 1,08 70,00 25,67 22,57
Valid N (listwise) 82
Dari 82 perusahaan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini, nilai rata-rata
tingkat underpricing adalah sebesar 25,67%. Tingkat underpricing yang paling tinggi terdapat pada Bank Sinarmas Tbk yaitu sebesar 70% .
Bank Sinarmas Tbk yang melaksanakan IPO pada tanggal 13 Desember 2010. dengan memiliki Total aktiva sebesar Rp. 346.977.673.235 , menggunakan underwriter yang bereputasi tinggi yaitu PT Sinarmas Sekuritas dan KAP yang bereputasi rendah yaitu Mulyamin Sensi Suryanto & Lianny ( Member of Moore Stephans International Ltd.)
Persentase penawaran saham sebesar 21,968 %, ROE 11,751 %, Jenis Industri termasuk Non Manufaktur dan financial leverage (DER ) sebesar 213,012% (Sumber: Lampiran 10).
Underpricing yang paling rendah yaitu sebesar1,08% terdapat pada perusahaan Dharma Satya Nusantara Tbk yang melaksanakan IPO pada tanggal
04 Juni pada tahun 2013. Dharma Satya Nusantara Tbk memiliki total aktiva sebesar Rp. 5.141.003.000.000, Dengan menggunakan underwriter bereputasi tinggi yaitu PT Ciptadana Sekuritas, PT BCA sekuritas dan KAP yang
bereputasi tinggi yaitu Siddharta dan Widjaja,, persentase penawaran saham adalah 12,97 %, ROE 17,96% dan financial leverage 265,66% (Sumber:
Lampiran 10).
Ditinjau dari persentase penawaran saham nilai minimum diperoleh dalam penelitian ini adalah sebesar 5,26% yaitu PT.Surya Essa PerkasaTbk (ESSA)
). Sedangkan persentase penawaran saham maksimum diperoleh sebesar
61,909% yaitu pada Benakat Integra Tbk .
Ukuran perusahaan yang minimum diperoleh yang diukur dengan
menggunakan logaritma natural (Ln) dari nilai total aktiva adalah sebesar 19,23 Ln total aktiva atau nilai total aktiva sebesar Rp. 225.246.085 yaitu pada PT. Toba Bara Sejahtera yang melaksanakan IPO pada tahun 2012 (Sumber:
Lampiran 11). Ukuran perusahaan yang maksimum diperoleh adalah sebesar 31,70 nilai total Ln total aktiva sebesar Rp 55.572.747.000.000 yaitu pada
PT.Indo Straits Tbk yang melakukan IPO pada tanggal 12 juli 2011
5.2 Pengujian Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik dalam penelitian ini terdiri dari uji normalitas, uji heteroskedastisitas, uji multikolinearitas dan uji autokorelasi.
5.2.1 Uji Normalitas
Uji normalitas data dilakukan untuk melihat nilai residual terdistribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah model yang memiliki nilai residual
yang terdistribusi normal (Ghozali, 2005). Dalam penelitian ini, untuk menguji normalitas residual, digunakan uji Kolmogorov-Smirnov (K-S) dengan tingkat signifikansi 5%. Hasil uji normalitas residual menunjukkan bahwa nilai residual
berdistribusi normal, karena residualnya (Asymp. Sig. (2-tailed)) >0,050 yaitu sebesar 0,353 (sumber :Tabel 5.2). Jadi dapat disimpulkan bahwa model memiliki
Tabel 5.2 Hasil Uji Normalitas Seluruh Variabel
Kolmogorov-Smirnov Z ,930
Asymp. Sig. (2-tailed) ,353
a Test distribution is Normal. b Calculated from data.
Untuk menguji data tersebut berdistribusi normal atau tidak,dapat juga dipergunakan analisis grafik seperti ditunjukkan pada gambar 5.1 berikut ini :
Gambar 5.1 Normal P-P Plot of Regression
Berdasarkan gambar tersebut menunjukkan titik- titik tidak menyebar jauh dari garis diagonal sehingga dapat dikatakan model regresi sudah memenuhi
asumsi klasik. Observed Cum Prob1.00.80.60.40.20.0
Expected Cum Prob
Penentuan data berdistribusi normal dapat juga dilakukan dengan melihat
gambar Histogram yang di ditunjukkan pada gambar 5.2 berikut ini :
Gambar 5.2 Grafik Histogram Regression Standardized Residual
Berdasarkan Hasil uji normalitas residual dan dengan Uji statistik non parametrik setiap variabel sudah berdistribusi normal yang nilainya diatas 0,05
5.2.2 Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji adanya korelasi antar variabel independen (variabel bebas ) dalam model regresi (Ghozali, 2005). Uji multikolinearitas dalam penelitian ini dilakukan dengan berdasarkan tolerance
value dan Variance Inflation Factor (VIP). Batas tolerance value adalah 0,10 dan VIF adalah 10. Apabila nilai tolerance value kurang dari 0,10 atau VIF lebih besar
dari 10 maka terjadi multikolinearitas. Berdasarkan hasil uji multikolinearitas (sumber: Tabel 5.3 ), dapat diketahui bahwa tolerance value semua variabel independen berada di atas 0,10 dan nilai Variance Inflation Factor (VIP) dibawah
Regression Standardized Residual
3
21
0
-1-2
Frequency
10, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas dalam
persamaan regresi berganda yang digunakan dalam penelitian ini , ditunjukkan pada tabel 5.3 berikut ini
Tabel 5.3 Collinearity Statistics
Model
Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1 Reputasi Underwriter ,908 1,101
Reputasi Auditor ,885 1,130
Return ON Equity ,859 1,164
Persentase Penawaran
Saham ,878 1,139
Jenis Industri
,913 1,095
Ukuran Perusahaan ,816 1,226
a Dependent Variable: Underpricing
5.2.3 Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk mengetahui terjadinya ketidaksamaan
variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain dalam model regresi. Jika variance dari residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain
tetap maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas (Ghozali, 2005).Dalam penelitian ini uji heteroskedastisitas dilakukan dengan uji Glejser yaitu dengan meregresi nilai absolut residual terhadap variabel-variabel
independen. Berdasarkan hasil uji Glejser (sumber: Tabel5.4 ), diketahui bahwa tingkat signifikansi dari masing-masing variabel bebas adalah di atas 5%. Hal ini
mempengaruhi nilai absolut. Jadi dapat disimpulkan model regresi tidak
mengandung adanya heteroskedastisitas.
Tabel 5.4 Hasil Uji Heteroskedatisitas
Mo
Pengujian Heteroskedatisitas dilakukan dengan melihat grafik scatter plot yang menunjukkan titik-titik yang menyebar pada sekitar angka 0 pada sumbu Y
Gambar 5.3 Uji Heteroskedatisitas dengan scatter plot 5.2.4 Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji adanya korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya) dalam model regresi. Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem
autokorelasi (Ghozali, 2005). Pengujian autokorelasi dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan uji Durbin Watson (DW-test). Nilai DW sebesar
1,798 (sumber: Tabel 5.5) dibandingkan dengan ketentuan nilai Durbin Watson yang terdapat dalam (Algifari 1997), yaitu jika nilai DW sebesar 1,55 hingga 2,46 berarti tidak ada autokorelasi, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat
autokorelasi pada persamaan regresi dalam penelitian ini.
Regression Studentized Residual
Tabel 5.5 Uji Autokorelasi Durbin-Watson Mo
del R
Std. Error of
the Estimate Durbin-Watson
1 ,504(a) 20,25350 1,798
Predictors: (Constant), Ukuran Perusahaan, Jenis Industri, Persentase Penawaran Saham, Reputasi Underwriter, Reputasi Auditor, Return ON Equity
Dependent Variable: Underpricing
5.3 Pengujian Data Hipotesis
5.3.1 Hasil Uji Statistik F ( Uji Secara Serempak )
Uji statistik F bertujuan untuk mengetahui kelayakan model yang
digunakan untuk menguji pengaruh semua variabel independen terhadap variabel terikat yaitu underpricing. Dari hasil uji ANOVA atau, didapat F-hitung sebesar 4,265 dengan tingkat signifikansi 0,001 (sumber: Tabel 5.6 ). Karena tingkat
signifikansi 0,001 jauh lebih kecil dari 0,05 atau 5%, maka hal ini berarti H0 ditolak dan H1 diterima, artinya secara serempak faktor-faktor (Reputasi
Underwriter, Reputasi Auditor, Profitabilitas, Ukuran Perusahaan, Persentase Saham yang ditawarkan dan Jenis industri ) berpengaruh signifikan terhadap underpricing pada saham perusahaan yang melakukan IPO di Bursa Efek Indoensia (BEI) Periode Januari 2009 sampai Desember 2013
Tabel 5.6 Uji ANOVA
a Predictors: (Constant), Ukuran Perusahaan, Jenis Industri, Persentase
5.3.2 Pengujian Koefisien Determinasi
Nilai koefisiensi determinasi (Adjusted R Square) adalah sebesar 0,195
(Sumber Tabel 5.7 ). Hal tersebut berarti 19,5% variabel underpricing dapat dijelaskan oleh variasi dari variabel independennya yaitu: Reputasi Underwriter,
Reputasi Auditor, Profitabilitas, Ukuran Perusahaan, Persentaase Penawaran Saham ditawarkan dan Jenis. Sedangkan sisanya (100% - 19,5% = 80,5% ) dijelaskan oleh faktor-faktor lain selain variabel yang diteliti pada penelitian ini
Tabel 5.7 Adjusted R Square Mode
l R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 ,504(a) ,254 ,195 20,25350 1,798
a Predictors: (Constant), Ukuran Perusahaan, Jenis Industri, Persentase
Penawaran Saham, Reputasi Underwriter, Reputasi Auditor, Return ON Equity b Dependent Variable: Underpricing
Hal ini berarti 19,5% variasi underpricing dapat dijelaskan oleh variasi dari keenam variabel independen yaitu reputasi underwriter, reputasi auditor,
ROE, ukuran perusahaan, persentase penawaran saham , ukuran perusahaan , jenis industri. Sedangkan sisanya sebesar 80,5% dijelaskan oleh variabel lain yang
tidak dipergunakan dalam model ini.
5.3.3 Hasil Uji Statistik t (Uji Secara Parsial )
yang signifikan atau tidak terhadap variabel dependen. Pada uji t, nilai t-hitung
akan dibandingkan dengan nilai t-tabel, apabila nilai t-hitung lebih besar daripada nilai t-tabel maka H1 diterima, demikian pula sebaliknya.
Selain itu dapat juga dilakukan dengan membandingkan tingkat signifikansinya. Apabila tingkat signifikansi yang dihasilkan lebih kecil daripada
5%, maka Ha diterima, demikian pula sebaliknya menurut (Ghozali, 2005).Artinya dapat diketahui variabel tersebut merupakan penjelas yang
signifikan atau tidak terhadap variabel dependen. Adapun hasil analisis regresi berganda yang digunakan dalam penelitian ini ditunjukkan oleh Tabel 5.7 berikut.
Tabel 5.7 Uji Statistik t
Model a Dependent Variable: Underpricing
variabel independen yang dimasukkan ke dalam model regresi, terdapat dua
variabel yang berpengaruh signifikan pada tingkat underpricing yaitu reputasi underwriter, reputasi auditor. Hal ini dapat dilihat dari tingkat signifikansi untuk RAUD sebesar 0,001 dan RAW sebesar 0,011 yang lebih kecil dari 0,05. Secara parsial hanya Reputasi underwriter dan Reputasi Auditor yang berpengaruh negatif dan signifikan terhadap underpricing dapat dilihat dari nilai nilai t hitung
Reputasi Underwriter sebesar -2,592 > t tabel (0,05 : 75) sebesar -1,992 dengan tingkat signifikansi 0,011 < α = 0,05 dan t hitung Reputasi Auditor sebesar -3,509
> t tabel (0,05 : 75) sebesar -1,992 dengan tingkat signifikansi 0,001(RAUD) dan 0,011 (RAW) < α = 0,05
Sedangkan variabel-variabel lainnya yaitu Return On Equity, UkuranPerusahaan, Persentase PenawaranSaham, dan Jenis Industri dengan tingkat signifikansi diatas 0,05, tidak memiliki pengaruh yang signifikan pada
tingkat underpricing. Dengan demikian dapat dibuat persamaan matematis sebagai berikut.
Keterangan:
b0 : Konstanta UND : Underpricing
RAW : Reputasi Underwriter RAUD : Reputasi Auditor UP : Ukuran Perusahaan
ROE : Profitabilitas Perusahaan (Return on Equity) JI : Jenis Industri
e : Error
Berdasarkan persamaan matematis tersebut, konstanta sebesar 58,719
menunjukkan bahwa jika koefisien regresi variabel-variabel independen dianggap nol maka rata-rata underpricing sebesar 58,719%. Koefisien regresi RAW (reputasi underwriter) sebesar -12,256 menunjukkan bahwa underpricing
perusahaan yang menggunakan underwriter yang bereputasi tinggi cenderung lebih rendah sebesar 12,256% dibandingkan dengan perusahaan yang
menggunakan underwriter yang tidak memiliki reputasi tinggi, dengan asumsi konstanta dan koefisien regresi variabel lain adalah nol. Koefisien regresi RAUD (Reputasi Auditor) sebesar -17,325 menunjukkan bahwa jika variabel ukuran
Nilai koefisiensi determinasi (Adjusted R Square) adalah sebesar 0,195
(Sumber Tabel 5.8 ). Hal tersebut berarti 19,5% variabel underpricing dapat dijelaskan oleh variasi dari variabel independennya yaitu: Reputasi Underwriter,
Reputasi Auditor, Profitabilitas, Ukuran Perusahaan, Persentase Penawaran Saham ditawarkan dan Jenis Industri . Sedangkan sisanya (100% - 19,5% = 80,5% ) dijelaskan oleh faktor-faktor lain selain variabel yang diteliti pada
penelitian ini
5.3.4 Pengujian Residual Variabel Moderating
Uji residual dilakukan setelah dilakukan terlebih dahulu uji regresi berganda antara faktor- faktor terhadap Financial leverage. Hasil analisis statistik dapat dilihat pada tabel 5.9 berikut ini
Tabel 5.9 Hasil Analisis Regresi Variabel Moderating
Mo
Hasil analisa regresi berganda tersebut dapat didefenisikan dalam bentuk
persamaan sebagai berikut :
Financial Leverage (DER) = 25,730 -4,594 -5,376-0,27-0,138- 0,942-0,33
Hasil regresi tersebut kemudian dilakukan uji residual untuk mengetahui apakah financial leverage (DER) terhadap nilai absolut residual dari variabel moderating. Hasil penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 5.10. Hasil Pengujian Variabel Moderating ANOVA
a Predictors: (Constant), Ukuran Perusahaan, Jenis Industri, Persentase
Penawaran Saham, Reputasi Underwriter, Reputasi Auditor, Return ON Equity b Dependent Variable: DER
Tabel 5.11 Hasil Uji Residual Variabel Moderating
Model | a Dependent Variable: Financial Leverage (DER)
Berdasarkan hasil pada tabel tersebut, maka model regresi dapat
dirumuskan dalam bentuk Sbb:
||
Dari hasil pengujian secara simultan F diperoleh nilai signifikan DER yang lebih besar dari 0,05 yaitu 0,079. Kemudian secara parsial t juga diperoleh
nilai signifikan DER yang lebih kecil dari 0,05 yaitu 0,000 dan namun nilai koefisiennya menghasilkan nilai positif sebesar 0,192 .Sebuah variabel dikatakan
variabel moderating jika memiliki koefisien yang negatif dan berpengaruh signifikan. Dengan demikian disimpulkan bahwa variabel DER bukan merupakan variabel moderating.
5.4 Pembahasan Hasil Penelitian
Pengujian hipotesis pertama memperoleh nilai R Square diperoleh sebesar 0,195 artinya 19,5 % variasi Underpricing mampu dijelaskan oleh variasi variabel Reputasi Underwriter, Reputasi Auditor, Profitabilitas, Ukuran Perusahaan,
Persentase Penawaran Saham ditawarkan dan Jenis Industri sedangkan sisanya sebesar 80,5 % dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan di dalam
model. Variabel-variabel lain tersebut dapat berasal dari pertumbuhan laba perusahaan, kondisi makro ekonomi Indonesia, gejolak politik dalam negeri, keamanan, kondisi pasar modal Indonesia sendiri maupun nilai tukar rupiah
terhadap dollar..
Secara simultan ( Uji F ) menunjukkan seluruh variabel independen yang
Secara parsial, ada dua variabel yaitu Reputasi Underwriter dan Reputasi
Auditor yang berpengaruh signifikan negatif terhadap Underpricing. . Sedangkan variabel Profitabilitas, Ukuran Perusahaan, Persentase Penawaran Saham
ditawarkan dan Jenis Industri tidak berpengaruh signifikan. Uraian dari masing-masing variabel tersebut dapat dilihat sebagai berikut.
5.4.1 Pengaruh Reputasi Underwriter terhadap Underpricing
Dari hasil pengujian pada Tabel 4.7. diperoleh nilai t hitung sebesar 2,592
dengan signifikansi sebesar 0,011. Nilai t hitung yang diperoleh lebih besar dari nilai Ttabel (0,05; 94) 1,992 dan nilai signifikansi lebih kecil dari α 0,05, dengan demikian hipotesis yang menyatakan Reputasi Underwriter (RAW) berpengaruh
signifikan terhadap Underpricing dapat diterima.
Berdasarkan hasil uji statistik t diketahui bahwa variabel RAW (reputasi underwriter) berpengaruh signifikan pada tingkat underpricing. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi sebesar 0,011 yang lebih kecil dari 0,05. Tanda pada koefisien regresi untuk variabel reputasi underwriter adalah negatif, sebagaimana
yang diduga, yang artinya bahwa semakin tinggi reputasi underwriter maka tingkat underpricing akan semakin rendah, dan sebaliknya. Temuan ini konsisten dengan Beatty (1989), Carter dan Manaster (1990), Kim et al. (1993), How et al.
(1995), Rosyati dan Sabeni (2002), Sandhiaji (2004) dan Gerianta (2008) yang telah membuktikan bahwa reputasi underwriter berpengaruh negatif pada
lebih berani memberikan harga yang tinggi sebagai konsekuensi dari kualitas
penjaminannya, sehingga tingkat underpricing rendah.
Dalam menghadapi IPO, calon investor cenderung melihat terlebih dahulu
pihak yang menjadi underwriter karena menurut investor, underwriter dianggap memiliki informasi yang lebih lengkap tentang kondisi emiten. Begitu pula jika dibandingkan dengan emiten, underwriter dianggap memiliki informasi yang
lebih lengkap tentang pasar.
Underwriter yang bereputasi tinggi dianggap mampu memprediksi harga saham di masa yang akan datang dengan baik, yang akan mengurangi ketidakpastian sehingga tingkat underpricing rendah.
Temuan ini tidak konsisten dengan Trisnawati (1998), Daljono (2000),
Yolana dan Martani (2005). Hal ini dapat diakibatkan oleh perbedaan proksi yang digunakan, seperti dalam penelitian Yolana dan Martani (2005), reputasi underwriter (variabel dummy) diukur dengan memberi nilai 1 untuk underwriter yang masuk top 10 dalam 20 most active brokerage monthly JSX berdasarkan total frekwensi perdagangan dan nilai 0 untuk underwriter yang tidak masuk top
10. Dengan ukuran ini, hasil dapat menjadi bias karena underwriter yang merupakan anggota JSX, dapat saja memiliki fungsi lain yaitu sebagai joint venture, invesment manager, maupun securities broker (JSX dan IDX Factbook). Dengan demikian, peringkat yang diberikan IDX berdasarkan total frekwensi perdagangan, tidak secara khusus dapat mewakili keaktifan underwriter tersebut
5.4.2 Pengaruh Reputasi Auditor terhadap Underpricing
Dari hasil pengujian pada Tabel 4.7. diperoleh nilai t hitung sebesar -3,509 dengan signifikansi sebesar 0,011. Nilai T hitung yang diperoleh lebih besar
dari nilai Ttabel (0,05; 75) 1,992 dan nilai signifikansi lebih kecil dari α 0,05,
dengan demikian hipotesis yang menyatakan Reputasi Auditor (RAUD) berpengaruh signifikan terhadap Underpricing dapat diterima.
Hasil uji statistik t menunjukkan bahwa variabel RAUD (reputasi auditor)berpengaruh signifikan pada tingkat underpricing. Hal ini dapat dilihat
dari nilai signifikansi sebesar 0,01 yang lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian Hipotesis (H2) yang menyatakan reputasi auditor berpengaruh pada underpricing, dapat diterima. Terdapat pola dominasi yang bertolak belakang atas penggunaan
jasa KAP dari tahun 1997-2001, dimana pada rentang waktu tersebut, terdapat dua KAP big 4 yaitu Prasetio, Utomo & Co (Arthur Andersen) dan Hans Tuanakotta & Mustofa (Deloitte) yang mendominasi audit perusahaan yang melakukan IPO.
Namun mulai tahun 2002, banyak emiten yang menggunakan jasa KAP non big 4. Hal ini dapat disebabkan oleh runtuhnya citra KAP big 4 setelah terjadi kasus
KAP Arthur Andersen. Bahkan mulai tahun 2007 sampai dengan 2010, lebih banyak emiten yang menggunakan jasa KAP non Big 4 .
Temuan ini konsisten dengan penelitian sebelumnya di Indonesia yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu Trisnawati (1998), Daljono (2000), Rosyati dan Sabeni (2002), Sandhiaji (2004) dan Gerianta (2008) bahwa reputasi auditor
bahwa investor mempertimbangkan reputasi auditor dalam menilai emiten yang
melakukan IPO.
5.4.3 Pengaruh ROE terhadap Underpricing
Dari hasil pengujian pada Tabel 4.7. diperoleh nilai Thitung sebesar -0,576 dengan signifikansi sebesar 0,566. Nilai Thitung yang diperoleh lebih kecil dari
nilai Ttabel (0,05; 75) 1,992 dan nilai signifikansi lebih besar dari α 0,05, dengan demikian hipotesis yang menyatakan ROE berpengaruh signifikan terhadap
Underpricing ditolak .
Uji statistik t menunjukkan bahwa variabel ROE (Return on Equity) tidak berpengaruh signifikan pada tingkat underpricing. Hal ini dapat dilihat dari nilai
signifikansi sebesar 0,566 yang lebih besar dari 0,05. Dengan demikian Hipotesis (H3) yang menyatakan ROE berpengaruh pada underpricing, tidak dapat diterima.
ROE tidak dapat dijadikan patokan dalam melihat kualitas perusahaan. Oleh karena itu investor tidak terlalu mempertimbangkan nilai ROE perusahaan
dalam menilai emiten yang melakukan IPO.
Dalam dunia bisnis yang identik dengan persaingan, belum tentu perusahaan yang memiliki ROE lebih rendah mempunyai kinerja atau prospek
yang lebih jelek dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang memiliki nilai ROE yang lebih tinggi. Ramadhani (2009) menyatakan ROE suatu perusahaan
5.4.4 Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Underpricing
Dari hasil pengujian pada Tabel 4.7. diperoleh nilai Thitung sebesar 0,466 dengan signifikansi sebesar 0,642. Nilai Thitung yang diperoleh lebih kecil dari
nilai Ttabel (0,05; 75) 1,992 dan nilai signifikansi lebih besar dari α 0,05, dengan
demikian hipotesis yang menyatakan Ukuran Perusahaan berpengaruh signifikan terhadap Underpricing ditolak.
Berdasarkan hasil uji statistik t diketahui bahwa variabel UP (ukuran perusahaan) tidak berpengaruh signifikan pada underpricing. Hal ini dapat dilihat
dari nilai signifikansi sebesar 0,835 yang lebih besar dari 0,05. Dengan demikian Hipotesis (H4) yang menyatakan ukuran perusahaan berpengaruh pada underpricing, ditolak. Temuan ini tidak konsisten dengan Sandhiaji (2004) serta Yolana dan Martani (2005), temuan ini menambah bukti empiris bahwa ukuran perusahaan berpengaruh signifikan dan negatif pada tingkat underpricing.
Perusahaan besar umumnya lebih dikenal oleh masyarakat daripada
perusahaan kecil. Karena lebih dikenal maka informasi mengenai perusahaan besar lebih banyak dan lebih mudah diperoleh investor dibandingkan perusahaan
kecil. Hal ini akan mengurangi asimetri informasi pada perusahaan yang besar sehingga akan mengurangi tingkat underpricing daripada perusahaan kecil karena penyebaran informasi perusahaan kecil belum begitu banyak.
5.4.5 Pengaruh Persentase Penawaran Saham terhadap Underpricing
nilai Ttabel (0,05; 75) 1,992 dan nilai signifikansi lebih besar dari α 0,05, dengan
demikian hipotesis yang menyatakan Persentase Penawaran Saham berpengaruh signifikan terhadap Underpricing ditolak
Variabel persentase penawaran saham(PPS) tidak berpengaruh signifikan pada underpricing. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi sebesar 0,951 yang lebih besar dari 0,05.
5.4.6 Pengaruh Jenis Industri terhadap Underpricing
Dari hasil pengujian pada Tabel 4.7. diperoleh nilai Thitung sebesar 0,649 dengan signifikansi sebesar 0,518. Nilai Thitung yang diperoleh lebih kecil dari nilai Ttabel (0,05; 75) 1,992 dan nilai signifikansi lebih besar dari α 0,05, dengan
demikian hipotesis yang menyatakan jenis industri berpengaruh signifikan terhadap Underpricing ditolak
Hasil uji statistik t menunjukkan bahwa variabel JI (Jenis Industri) tidak
berpengaruh signifikan pada underpricing. Hal ini ditunjukkan oleh nilai signifikansi sebesar 0,309 yang lebih besar dari 0,05. Dengan demikian H6 yang
menyatakan jenis industri (JI) berpengaruh pada underpricing, tidak dapat diterima.
Variabel JI ditemukan tidak berpengaruh signifikan pada underpricing.
Hasil uji statistik t menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,309 yang lebih besar dari 0,05. Dengan demikian H6 yang menyatakan jenis industri berpengaruh
Temuan ini tidak mendukung hasil penelitian yang dilakukan (Yolana dan
Martani 2005) yang menemukan pengaruh signifikan negatif jenis industri pada tingkat underpricing. Hal ini dapat diakibatkan pengukuran jenis industri dalam
penelitian ini belum mewakili variasi jenis industri perusahaan-perusahaan yang melakukan IPO. Penelitian ini hanya membedakan perusahaan yang melakukan IPO ke dalam kelompok perusahaan manufaktur dan non manufaktur.
Berdasarkan temuan ini, berarti investor tidak membedakan jenis industri dalam melakukan investasi pada perusahaan yang melakukan IPO. Investor
menganggap risiko investasi terdapat pada semua jenis industri, sehingga peluang untuk memperoleh keuntungan pun dimiliki oleh semua jenis industri.
6.7 Pengaruh Variabel Moderating
Setelah pengujian regresi berganda dilakukan , maka dilakukan pengujian kembali dengan menggunakan variabel moderating yaitu Financial Leverage ,
Berdasarkan hasil uji residual yang dilakukan diketahui nilai F signifikan sebesar 0,079 > 0,05 sehingga dapat dikatakan tidak berpengaruh secara
signifikan, sehingga kesimpulannya variabel financial leverage (DER) bukan merupakan variabel moderating yang dapat memperkuat atau memperlemah pengaruh antara variabel independen terhadap tingkat underpricing. Hal ini
menunjukkan bahwa variabel Financial Leverage tidak dapat memperkuat atau memperlemah variabel independen terhadap underpricing.Temuan ini tidak
berpengaruh pada underpricing. Hal ini dapat disebabkan oleh ketidakpercayaan
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan
Tujuan penelitian ini adalah untuk meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat underpricing saham pada penawaran saham perdana di Bursa Efek Indonesia. Berdasarkan pembahasan hasil penelitian secara empiris
yang telah diuraikan, maka diperoleh kesimpulan bahwa tingkat underpricing pada perusahaan yang melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia periode
2009-2013 menghasilkan kesimpulan sebagai berikut :
1. Secara simultan faktor-faktor (Reputasi Underwriter, Reputasi Auditor, Profitabilitas, Ukuran Perusahaan, Persentase Penawaran Saham yang
ditawarkan dan Jenis industri ) berpengaruh signifikan terhadap underpricing. Hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Yustisia dan Maria Roza 2012) yang menyatakan bahwa faktor-faktor
tersebut tidak berpengaruh secara simultan terhadap Underpricing.
2. Secara parsial Reputasi underwriter berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap underpricing , yaitu semakin tinggi reputasi underwriter maka tingkat
underpricing akan semakin rendah, dan sebaliknya. Hasil penelitian ini
mendukung penelitian (Beatty 1989), (Carter dan Manaster 1990), (Kim et al.
1993), (How et al. 1995), (Rosyati dan Sabeni 2002), (Sandhiaji 2004),
Gerianta (2008).dan (NataliYustisia dan Mailana Roza 2012 )
penelitian yang dilakukan oleh (Triani dan Hikmah 2006 ) yang menyatakan
bahwa PPS berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap Underpricing ,tetapi hasil ini tidak didukung oleh (Sulistio 2005) yang menemukan PPS
berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap Underpricing.
4.Variabel Financial Leverage (DER) bukan merupakan variabel moderating yang dapat memperkuat dan memperlemah pengaruh antara variabel independen terhadap Underpricing. Setelah pengujian regresi berganda
dilakukan , maka dilakukan pengujian kembali dengan menggunakan variabel moderating yaitu Financial Leverage , Berdasarkan hasil uji residual yang dilakukan diketahui nilai F signifikan sebesar 0,079> 0,05 dan nilai
koefisiennya bernilai negatif dan tidak berpengaruh secara signifikan.Hasil penelitian ini menyatakan bahwa Debt toEquity Ratio (DER ) tidak
berpengaruh terhadap Underpricing. Temuan tidak mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh ( Daljono 2000), yang menyatakan adanya hubungan yang signifikan antara DER dengan underpricing. Namun temuan ini mendukung
hasil penelitian yang dilakukan oleh (Durukan 2002) yang menyatakan bahwa DER tidak berpengaruh secara signifikan terhadap underpricing
6.2 Keterbatasan Penelitian
1.Keterbatasan jumlah variabel independen yang kemungkinannya merupakan
2.Keterbatasan waktu penelitian yang hanya 5 tahun dari tahun 2009 - 2013
sehingga data tersebut sangat terbatas sehingga dapat mempengaruhi estimasi pengukuran.
6.3 Saran
Dari uraian kesimpulan tersebut , maka peneliti memberikan beberapa saran sebagai berikut :
1. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menambah Variabel yang lain yang dapat mempengaruhi tingkat Underpricing.