• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persepsi Masyarakat Terhadap Upaya Konservasi di Taman Hutan Raya Bukit Barisan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Persepsi Masyarakat Terhadap Upaya Konservasi di Taman Hutan Raya Bukit Barisan"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

KARYA TULIS

Persepsi Masyarakat Terhadap Upaya Konservasi

di Taman Hutan Raya Bukit Barisan

Oleh :

Rahmawaty

Khairida

Eva Siagian

DEPARTEMEN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga KARYA TULIS ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih adalah “Persepsi Masyarakat Terhadap Upaya Konservasi di Taman Hutan Raya Bukit Barisan”

Diharapkan tulisan ini bermanfaat untuk menambah informasi mengenai persepsi masyarakat yang merupakan salah satu aspek yang sangat penting dipertimbangkan dalam penyusunan strategi pengembangan taman hutan raya.

Kami menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk lebih menyempurnakan karya tulis ini. Akhir kata kami ucapkan semoga karya tulis ini dapat bermanfaat.

Medan, Mei 2006

(3)

DAFTAR ISI

Hal

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... iv

PENDAHULUAN Latar Belakang... 1

Tujuan ... 1

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Sejarah Tahura Bukit Barisan ... 3

Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat Dusun III Tongkoh ... 3

Kependudukan ... 3

Mata Pencaharian ... 3

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian... 4

Bahan dan Alat Penelitian... 4

Populasi dan Sampel... 4

Pengumpulan Data... 4

Analisa Data... 4

HASIL DAN PEMBAHASAN Persepsi Masyarakat Terhadap Hutan, Tahura Bukit Barisan, dan Tapal Batas ... 5

Sikap Masyarakat Terhadap Upaya Konservasi Tahura Bukit Barisan ... 7

KESIMPULAN DAN SARAN... 12

(4)

DAFTAR TABEL

Hal

1. Persepsi Masyarakat Terhadap Hutan ... 5 2. Persepsi Masyarakat terhadap Tahura Bukit Barisan ... 7 3. Persepsi Masyarakat Terhadap Tapal Batas Kawasan Taman Hutan

Raya Bukit Barisan ... 11

(5)

Persepsi Masyarakat Terhadap Upaya Konservasi

di Taman Hutan Raya Bukit Barisan

Oleh :

Rahmawaty, Khairida, Eva Siagian

PENDAHULUAN Latar Belakang

Sumberdaya alam hayati Indonesia dengan ekosistemnya mempunyai peranan penting bagi kehidupan, karena itu perlu dikelola dan dimanfaatkan bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia pada khususnya dan umat manusia pada umumnya baik di masa kini maupun di masa depan.

Laju kerusakan hutan di Indonesia saat ini begitu tinggi. Hutan dengan fungsi lindung dan fungsi konservasi semakin berkurang luasnya. Kerusakan hutan telah mengakibatkan berbagai bencana, seperti : banjir, tanah longsor, menyusutnya debit air, dan penurunan keragaman hayati (biodiversity) berupa flora dan fauna (Arief, 1994). Apabila kerusakan hutan ini tidak segera diatasi, maka bencana-bencana tersebut akan terus hadir dan menimbulkan kerugian bagi manusia. Untuk menjaga agar hutan tetap lestari dan berkelanjutan, maka perlu dibentuk suatu kawasan pelestarian sumberdaya hutan. Salah satu contoh kawasan pelestarian alam terdapat di Provinsi Sumatera Utara, yaitu Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Barisan.

Kurangnya kerjasama pemerintah dan masyarakat sekitar kawasan Tahura Bukit Barisan ini menyebabkan upaya konservasi yang dilaksanakan pemerintah tidak berjalan optimal, keterbatasan aparat berwenang yang bertugas untuk melaksanakan kegiatan konservasi dan menjaga kawasan sangat terbatas dibandingkan dengan luas kawasan yang dikelola, oleh karena itu, diperlukan informasi mengenai persepsi, sikap dan partisipasi masyarakat sekitar kawasan Tahura Bukit Barisan tersebut untuk membantu menyusun perencanaan kegiatan konservasi di kawasan Tahura Bukit Barisan ini.

Tujuan

(6)

KONDISI UMUM TAHURA BUKIT BARISAN Sejarah Tahura Bukit Barisan

Istilah “taman hutan raya (Tahura)” di Indonesia dikenal sejak tahun 1985, saat diresmikan Taman Hutan Raya Ir. Juanda seluas 590 Ha, kemudian pada tahun 1986 taman hutan raya kedua diresmikan di Sumatera Barat dengan nama Taman Hutan Raya Dr.M.Hatta seluas 240 Ha, selanjutnya merupakan taman hutan raya ketiga di Indonesia adalah Taman Hutan Raya Bukit Barisan yang berlokasi di Provinsi Sumatera Utara dan ditetapkan dengan Keputusan Presiden No.48 Tahun 1988 tanggal 19 November 1988 (Dinas Kehutanan Provinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara, 1999/2000)

Taman Hutan Raya Bukit Barisan Sumatera Utara mempunyai luas seluruhnya 51.600 Ha. Secara administratif kawasan Tahura Bukit Barisan termasuk pada wilayah Kabupaten Karo, Simalungun, Langkat dan Deli Serdang. Kawasan ini berjarak 76 Km dari Ibukota Sumatera Utara (Medan) atau sekitar dua jam perjalanan. Secara geografis, kawasan Tahura Bukit Barisan terletak pada bagian utara dari wilayah Kabupaten Dati II Karo, bagian selatan dan timur wilayah Kabupaten Dati II Langkat dan bagian barat dari wilayah Kabupaten Dati II Simalungun (Dinas Kehutanan Provinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara, 1999/2000).

Areal kawasan Tahura Bukit Barisan yang hutannya lebat dan perawan itu, meliputi wilayah Pemerintah Kabupaten Karo seluas 19.805 hektar, Deli terdapat 17.150 hektar, Langkat 13.000 hktar dan Simalungun 1045 hektar. Seluruh kawasan ini yang luasnya 51.600 hektar itu ,berasal dari hutan lindung 38.273 hektar (74,17%), Taman Nasional 13.000 hektar (25,20%), Bumi Perkemahan Pramuka Sibolangit 200 hektar (0,39%), Cagar Alam Sibolangit 120 hektar (0,23%), dan taman wisata Lau Debuk-debuk 7 hektar (0,01%) .

Faktor penunjang utama yang dimiliki Tahura Bukit Barisan sebagai obyek wisata adalah udara yang sejuk, vegetasi alam yang baik dan pemandangan alam yang indah. Disamping itu sarana dan prasarana juga cukup memadai, seperti : jalan raya dengan kondisi yang baik dan mulus yang menghubungkan sebagian besar kawasan Tahura, sarana akomodasi dan penginapan, lokasi perkemahan dan jalan setapak di beberapa kawasan, kantor penelitian, pusat informasi, pondok wisata Shelter, Gapura, Perpustakaan, Museum, Zoologicum, Karborium, Plaza, Play Ground, Kolam Renang, Lapangan Parkir, Taman Buaya, Griya, Mesjid dan beberapa ekor gajah yang siap ditunggangi para wisatawan domestik dan mancanegara yang mengunjunginya .

(7)

Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat Kependudukan

Berdasarkan daftar isian data monografi desa tahun 2003, jumlah penduduk Dusun III Tongkoh sebanyak 450 orang. Terdiri dari 212 orang laki-laki dan 238 orang perempuan, dengan jumlah kepala keluarga 100 KK. Penduduk Dusun III Tongkoh memiliki agama dan suku yang beragam. Suku yang palingdominan adalah suku karo (72 %), suku batak toba (15 %), suku jawa (12 %), dan suku nias (1 %). Dari sisi penganut agama, masyarakat Dusun III Tongkoh terdiri dari 59 % agama Islam dan 41 % agama Kristen.

Klasifikasi jumlah penduduk Dusun III Tongkoh menurut usia yang diperoleh dari data monografi desa pada tahun 2003 dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2.

Jenis Pekerjaan

Mayoritas pekerjaan penduduk Dusun III Tongkoh menurut daftar isian data monografi desa tahun 2003 adalah petani (90 %). Selain tani, mata pencaharian masyarakat adalah pedagang (4,5 %), PNS (2,8 %), Bengkel (1 %), dan lain-lain (1,7 %). Pembagian komposisi mata pencaharian masyarakat Dusun III Tongkoh dapat dilihat pada Gambar 3.

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Dusun III Tongkoh, Desa Dolat Raya, Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Pengambilan data dilakukan pada bulan 18 Februari 2005 sampai dengan 19 Maret 2005.

.

Bahan dan Alat Penelitian

Dalam penelitian ini bahan atau obyek yang diteliti adalah masyarakat Dusun III Tongkoh, Desa Dolat Raya, Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Alat penelitian yang digunakan adalah kuisioner/angket, alat tulis-menulis, kalkulator, kamera. dan tape recorder.

Populasi dan Sampel

(8)

penelitian yang dikehendaki. Dari hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh data bahwa Dusun III Tongkoh memiliki masyarakat sebanyak 450 jiwa (Data Monografi Desa, 2003).

Metode pengambilan sample dilakukan dengan cara purposive sampling

(sampel bertujuan) Menurut Soekarwati (1995), purposive sampling dapat diartikan sebagai pengambilan sampel berdasarkan kesengajaan, maka pemilihan sekelompok subyek berdasarkan atas ciri atau sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya, yaitu masyarakat Dusun III Tongkoh yang berinteraksi langsung dengan kawasan Tahura Bukit Barisan, berumur 17 tahun ke atas, sehat jasmani dan rohani, dan mampu berkomunikasi yang baik.

Besarnya ukuran sampel dalam penelitian ini berdasarkan rumusan yang ditulis Hasan (2000), bahwa dalam menentukan ukuran sample dengan menggunakan rumus penentuan sampel :

2 N = Ukuran Populasi

e = Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sample yang masih dapat ditolerir/diinginkan, misalnya 10 %

Rumus di atas digunakan karena ukuran populasi diketahui dan asumsi bahwa populasi berdistribusi normal. Maka berdasarkan rumus diatas dapat dihitung besarnya jumlah sample yang diambil. Dari populasi 450 jiwa di Dusun III Tongkoh dengan tingkat kesalahan 10 % maka jumlah sample masyarakat yang dibutuhkan adalah sebanyak 82 jiwa. Pemilihan sample 82 jiwa ini dilakukan secara acak dari populasi. Besarnya sample yang diperlukan dalam penelitian menurut Chadwick et al (1991) ditentukan berdasarkan sifat populasi, tingkat ketepatan yang diperlukan, dan sumberdaya yang tersedia bagi peneliti.

Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa : a. Data Primer

b. Data sekunder

Analisa Data

(9)

Dalam penerapannya penelitian ini menggunakan metode kualitatif sebagai metode utama, dan didukung dengan metode kuantitatif. Metode kuantitatif dalam penelitian ini digunakan untuk pengumpulan data hasil kuisioner dan pentabulasian data sebelum dianalisis.

Hasil kuisioner yang disebar kepada masyarakat Dusun III Tongkoh untuk mengetahui bagaimana persepsi, bagaimana bentuk partisipasi yang dilakukan,bagaimana pandangan masyarakat Dusun III Tongkoh terhadap upaya konservasi Tahura Bukit Barisan dikumpulkan berdasarkan karakteristiknya, selanjutnya disajikan dalam bentuk tabulasi. Tabulasi yang digunakan adalah tabel frekuensi. Data-data yang telah tersaji dalam bentuk tabulasi tersebut dianalisis secara kuantitatif menggunakan frekuensi dari masing-masing karakteristik. Dalam analisis data hasil kuisioner, data-data dari hasil wawancara dan observasi digunakan untuk mendukung analisis data hasil penyebaran kuisioner.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Persepsi Masyarakat Terhadap Hutan, Tahura Bukit Barisan, dan Tapal Batas

Persepsi masyarakat terhadap Tahura Bukit Barisan dibagi menjadi tiga bagian, yaitu persepsi responden terhadap hutan, persepsi responden terhadap Tahura Bukit Barisan, dan persepsi responden terhadap tapal batas kawasan Tahura Bukit Barisan. Persepsi masyarakat terhadap Tahura Bukit Barisan diuraikan sebagai berikut.

Persepsi Masyarakat Terhadap Hutan

Persepsi responden terhadap hutan dari hasil penyebaran kuisioner (dengan metode wawancara) diperoleh persepsi yang hampir seragam, perbedaan persepsi antar masyarakat tidak terlalu tampak. Secara garis besar persepsi responden terhadap hutan dapat dikelompokkan seperti dalam Tabel 2

Tabel 1. Persepsi Masyarakat Terhadap Hutan

No Persepsi Masyarakat Terhadap Hutan Jumlah

Responden

Persentase ( % ) 1. Hutan merupakan tempat hidup hewan-hewan dan

pohon-pohon

25 30

2. Hutan merupakan wilayah yang bermanfaat pada masyarakat untuk mengambil humus dan kayu bakar

14 17

3. Hutan merupakan penghasil Oksigen (menjaga udara tetap bersih), menjaga tata air, mencegah erosi dan longsor

25 30

4. Hutan merupakan kawasan yang harus dilestarikan untuk kehidupan dan tidak boleh ditebang pohonnya

8 10

5. Hutan merupakan tempat rekreasi dan merupakan kawasan yang dilindungi

1 2

6. Hutan merupakan kawasan yang melindungi masyarakat dari bencana alam

4 5

(10)

Jumlah 82 100

Berdasarkan pengelompokkan persepsi responden terhadap hutan dalam Tabel 2, dapat diambil satu kesimpulan. Hutan merupakan suatu kawasan yang berfungsi untuk menjaga udara tetap bersih, menjaga tata air, mencegah erosi dan longsor yang di dalamnya terdiri dari berbagai jenis hewan dan tumbuhan, yang bermanfaat bagi masyarakat untuk mengambil humus dan kayu bakar, merupakan tempat rekreasi, dan merupakan kawasan yang dapat melindungi masyarakat dari bencana alam.

Persepsi yang dikemukakan responden penelitian terhadap hutan dikelompokkan dalam 7 kelompok. Kelompok pertama (sebesar 30 %) menyatakan bahwa hutan merupakan tempat hidup hewan-hewan dan pohon-pohon. Persepsi ini menunjukkan bahwa kelompok responden ini memandang hutan secara sederhana saja, tanpa ada niat untuk memanfaatkan atau mengeksploitasinya.

Kelompok responden yang kedua (sebesar 17 %) mengemukakan hutan merupakan wilayah yang bermanfaat pada masyarakat untuk mengambil humus dan kayu bakar. Kelompok ini bersikap aktif atau agresif, dimana hutan merupakan obyek yang dapat dieksploitasi atau dimanfaatkan dari sisi ekonomi. Masyarakat mengambil humus untuk pupuk tanaman bunga mereka yang akan dijual, dan mereka mengambil ranting-ranting atau kayu-kayu hutan yang sudah lapuk untuk dijadikan kayu bakar. Kelompok responden yang keempat sebesar 10 % mengemukakan bahwa hutan adalah kawasan yang harus dilestarikan untuk kelangsungan kehidupan dan tidak boleh dilakukan kegiatan menebang pohon.

Kelompok responden yang kelima sebesar 2 % menyatakan bahwa hutan adalah tempat rekreasi dan kawasan hutan lindung, kelompok responden keenam sebesar 5 %, bahwa hutan adalah kawasan yang dapat melindungi masyarakat dari bencana alam. Kelompok responden yang ketujuh atau yang terakhir sebesar 6 %, yaitu kelompok yang tidak tahu tentang hutan karena mereka jauh dari kawasan hutan Tahura Bukit Barisan dan tidak pernah mengikuti penyuluhan yang dilakukan oleh pemerintah.

Dari hasil pengelompokkan diatas dapat diketahui bahwa persepsi masyarakat tentang hutan sudah positif. Hanya 17 % responden yang memiliki persepsi yang negatif terhadap hutan, yaitu kawasan yang bermanfaat bagi masyarakat untuk mengambil humus dan kayu bakar. Persepsi masyarakat Dusun III Tongkoh sudah positif terhadap hutan dan dengan persepsi seperti ini masyarakat sudah mengerti arti pentingnya hutan bagi kelangsungan hidup mereka.

(11)

patah untuk dijadikan kayu bakar, ada yang memanfaatkan kupu-kupu dan angrek-angrek yang langka untuk dikembangbiakkan dan dijual, dan ada yang mengambil humus. Kegiatan mengambil kupu-kupu dan anggrek langka sudah tidak dilakukan lagi oleh masyarakat karena pemerintah sudah memberi peringatan kepada mereka untuk tidak mengganggu satwa dan tumbuhan yang ada di kawasan Tahura Bukit Barisan. Sampai saat ini kegiatan yang masih dilakukan masyarakat di dalam hutan adalah mengambil humus, masyarakat Dusun III Tongkoh mengambil humus untuk kebun bunga mereka, karena masyarakat Dusun III Tongkoh memiliki mata pencaharian utama sebagai petani bunga/tanaman hias. Beberapa masyarakat juga ada yang memanfaatkan kawasan hutan untuk lahan kebun mereka. Masyarakat memanfaatkan lahan hutan yang kosong yang terdapat di pinggir jalan.

Wibowo (1988) menyatakan bahwa salah satu faktor yang menentukan persepsi seseorang terhadap suatu obyek adalah faktor pengalaman. Masyarakat Dusun III Tongkoh berbatasan langsung dengan kawasan hutan yaitu kawasan Tahura Bukit Barisan, oleh karena itu, mereka setiap harinya akan berinteraksi langsung dengan kawasan hutan yang ada, baik secara langsung maupun tidak langsung. Berdasarkan adanya interaksi ini maka masyarakat memiliki pengalaman-pengalaman tentang kawasan hutan yang ada di daerah mereka sehingga mereka dapat memberikan persepsi mereka terhadap hutan.

Persepsi Masyarakat Terhadap Tahura Bukit Barisan

Dari hasil kuisioner yang disebarkan diperoleh persepsi yang beragam tentang Tahura Bukit Barisan. 28 % responden mempunyai persepsi bahwa kawasan Tahura Bukit Barisan merupakan suatu kawasan yang memiliki manajemen pengelolaan yang buruk dan memiliki dua ekor gajah yang dapat merusak dan 12 orang (15 %) responden menjawab tidak tahu tentang kawasan Tahura Bukit Barisan tersebut. Secara garis besar persepsi responden terhadap Tahura Bukit Barisan dapat dikelompokkan seperti dalam Tabel 2.

Tabel 2. Persepsi Masyarakat TerhadapTahura Bukit Barisan

No Persepsi Masyarakat Terhadap Tahura Bukit Barisan Jumlah

Responden

Persentase ( % ) 1. Tahura Bukit Barisan adalah hutan milik negara yang

tidak boleh diganggu

9 11

2. Tahura Bukit Barisan adalah kawasan yang tidak boleh diambil humus, dirusak kayunya ( ditebang ), dan harus dijaga

11 13

3. Tahura Bukit Barisan merupakan tempat untuk mengambil humus dan kayu

7 9

4. Tahura Bukit Barisan merupakan tempat rekreasi bagi masyarakat

11 13

5. Tahura Bukit Barisan adalah kawasan yang memiliki manajemen pengelolaan yang buruk dan memiliki gajah yang merusak kawasan Tahura Bukit Barisan

23 28

6. Tidak tahu tentang Tahura Bukit Barisan 12 15

7. Tahura Bukit Barisan adalah kawasan wisata yang sudah tidak layak lagi menjadi tempat wisata karena tidak terawat ( jorok )

(12)

Jumlah 82 100

Dari hasil penyebaran kuisioner yang dilakukan dengan sistem wawancara, secara garis besar persepsi masyarakat dapat dikelompokkan dalam 7 kelompok (Tabel 2). Berdasarkan pengelompokkan tersebut dapat ditarik satu kesimpulan. Menurut masyarakat, Tahura merupakan suatu kawasan wisata yang sudah tidak layak lagi menjadi obyek wisata karena sudah sangat jorok dan tidak indah lagi, mempunyai sistem manajemen pengelolaan yang sangat buruk yang mempunyai dua ekor gajah yang merusak kawasan Tahura Bukit Barisan, yang merupakan kawasan tempat mengambil humus dan kayu bakar. Responden penelitian juga mengungkapkan bahwa Tahura Bukit Barisan adalah hutan milik negara yang tidak boleh diganggu.

Persepsi masyarakat terhadap Tahura Bukit Barisan hampir sama dan bersifat negatif. Persepsi yang paling banyak dikemukakan oleh masyarakat penelitian sebesar 28 %, yaitu bahwa Tahura Bukit Barisan adalah kawasan yang memiliki manajemen pengelolaan yang buruk dan memiliki gajah yang merusak kawasan Tahura Bukit Barisan, masyarakat yang tidak mengetahui tentang Tahura Bukit Barisan sebesar 15 %, 11 % mengatakan bahwa Tahura Bukit Barisan adalah kawasan wisata yang sudah tidak layak lagi menjadi tempat wisata karena tidak terawat. 37 % responden memiliki persepsi yang positif terhadap Tahura Bukit Barisan, yaitu 11% mengatakan bahwa Tahura Bukit Barisan adalah hutan milik negara yang tidak boleh diganggu, 13 % mengatakan bahwa Tahura Bukit Barisan adalah kawasan yang tidak boleh diambil humus, dirusak kayunya, dan harus dijaga dan merupakan tempat rekreasi bagi masyarakat.

Dari data di atas dapat diketahui bahwa persepsi masyarakat Dusun III Tongkoh cenderung positif walaupun 48 % responden memiliki persepsi yang negatif., sama seperti persepsi positif yang dimiliki oleh masyarakat terhadap hutan.

(13)

Barisan tidak mendengar pendapat masyarakat dan ini menyebabkan masyarakat tidak mau perduli lagi terhadap kondisi dari Tahura Bukit Barisan tersebut.

Persepsi masyarakat yang negatif terhadap kawasan Tahura Bukit Barisan, bahkan ada masyarakat ketika diwawancarai mengatakan bahwa kawasan Tahura Bukit Barisan sebagai kawasan yang ditujukan untuk penelitian, pendidikan, ilmu pengetahuan, menunjang budidaya, budaya dan sebagai tempat rekreasi tidak bermanfaat bagi mereka, timbul karena tidak adanya tanggapan dari pihak Dinas Kehutanan terhadap masukan-masukan atau pendapat dari masyarakat. Pihak Dinas Kehutanan sering melakukan kegiatan penyuluhan di Dusun III Tongkoh, tapi hanya sebagian kecil saja dari responden penelitian yang pernah mengikuti kegiatan tersebut, karena setiap adanya pendapat dan masukan dari masyarakat pihak Dinas kehutanan hanya mendengarkan saja dan tidak pernah melaksanakannya sehingga masyarakat memiliki persepsi yang negatif terhadap Tahura Bukit Barisan. Tidak pernahnya responden penelitian mengikuti kegiatan penyuluhan yang dilakukan juga menyebabkan responden penelitian tidak mengetahui apa itu Tahura Bukit Barisan.

Faktor pengalaman merupakan salah satu faktor yang menentukan persepsi mereka. Pengalaman mereka bahwa setiap diadakannya penyuluhan, pihak Dinas Kehutanan tidak mau memperhatikan pendapat mereka sehingga persepsi mereka menjadi negatif terhadap Tahura Bukit Barisan.

Faktor pengetahuan juga mempengaruhi persepsi responden penelitian. Faktor pengetahuan yang diperoleh dari hasil penyuluhan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi persepsi yang dikemukakan oleh responden. Sebesar 40 % dari responden penelitian mengatakan pernah mengikuti kegiatan penyuluhan yang dilakukan oleh Dinas Kehutanan sehingga 40 % responden penelitian ini memiliki persepsi yang positif tentang kawasan Tahura Bukit Barisan. Pengetahuan yang berasal dari kegiatan penyuluhan merupakan bagian dari pendidikan non-formal. Oleh sebab itu, dapat dikemukakan bahwa pendidikan non-formal responden penelitian di Dusun III Tongkoh juga ikut menentukan persepsi yang mereka sampaikan. Menurut Effendi (2002), persepsi adalah pengalaman tentang obyek, peristiwa atau hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan pada stimulasi indrawi (sensor

stimuli) sehingga manusia memperoleh pengetahuan baru. Kesamaan penilaian

responden penelitian terhadap Tahura Bukit Barisan didasarkan pada informasi tentang Tahura yang didapat dari hasil penyuluhan yang dilakukan oleh instansi pemerintah, dan berdasarkan pengalaman-pengalaman yang mereka dapat.

Menurut responden, manfaat hutan Tahura Bukit Barisan adalah sebagai tempat pariwisata karena Tahura Bukit Barisan adalah kawasan pariwisata. Manfaat lainnya adalah sebagai penghasil humus dan kayu bakar. Untuk manfaat sebagai penghasil kupu-kupu langka dan anggrek langka menurut masyarakat sudah tidak dilakukan lagi karena telah dilarang oleh pemerintah.

(14)

dan menghembuskan oksigen untuk dihirup manusia. Hutan Tahura Bukit Barisan sebagai bentuk dari hutan alam juga mempunyai fungsi yang sama.

Fungsi hutan kawasan Tahura Bukit Barisan sebenarnya masuk dalam kategori manfaat hutan Tahura Bukit Barisan itu sendiri, yaitu manfaat tidak langsung (intangible). Salim (1997) mengklasifikasikan manfaat hutan menjadi dua, yaitu manfaat langsung (tangible) dan manfaat tidak langsung (intangible). Manfaat langsung adalah manfaat yang dapat dirasakan atau dinikmati secara langsung oleh masyarakat. Manfaat hutan kawasan Tahura Bukit Barisan sebagai tempat bagi masyarakat untuk mengambil humus, rotan, penggunaan lahan untuk berladang, dan kayu bakar, merupakan manfaat langsung dari keberadaan kawasan hutan Tahura Bukit Barisan.

Manfaat tidak langsung hutan menurut Salim (1997) adalah manfaat yang tidak langsung dinikmati oleh masyarakat, tetapi yang dapat dirasakan adalah keberadaan hutan itu sendiri. Manfaat kawasan Tahura Bukit Barisan sebagai penghasil oksigen, paru-paru bumi, menjaga tata air, mencegah erosi dan longsor, dan merupakan perlindungan bagi masyarakat sekitar Tahura Bukit Barisan dari bencana alam merupakan manf aat tidak langsung dari keberadaan kawasan hutan Tahura Bukit Barisan.

Pengalaman terhadap fenomena alam yang pernah terjadi, sehingga menjadi suatu pengetahuan bagi masyarakat tentang fungsi keberadaan kawasan Tahura Bukit Barisan ialah fenomena-fenomena alam di kawasan hutan lain, seperti longsor, banjir bandang, dan banyak lagi fenomena alam yang pernah terjadi. Berkaitan dengan pengalaman terhadap fenomena alam yang membentuk suatu persepsi masyarakat terhadap kawasan Tahura Bukit Barisan, Rakhmat (1992) mengemukakan bahwa persepsi merupakan pengalaman seseorang tentang suatu obyek, peristiwa atau hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Dengan mengetahui dampak dan peristiwa bencana alam yang terjadi di kawasan hutan lain, masyarakat Dusun III Tongkoh memberikan penilaian atau pandangan bahwa penyebab terjadinya bencana alam di berbagai daerah sekitar kawasan hutan adalah kerusakan hutan, sehingga dengan demikian masyarakat menyimpulkan bahwa hutan Tahura Bukit Barisan memiliki fungsi dan manfaat sebagai pelindung dari bencana longsor, banjir, dan bencana alam lainnya.

(15)

Persepsi Masyarakat Terhadap Tapal Batas Kawasan Tahura Bukit Barisan.

Persepsi responden terhadap tapal batas kawasan Tahura Bukit Barisan tidak terlalu beragam seperti persepsi mereka terhadap hutan dan Tahura Bukit Barisan. Secara garis besar persepsi responden terhadap tapal batas kawasan Tahura Bukit Barisan dapat dikelompokkan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Persepsi Masyarakat Terhadap Tapal Batas Kawasan Tahura Bukit Barisan

No Persepsi Masyarakat Terhadap Tapal Batas Kawasan Tahura Bukit Barisan

Jumlah Responden

Persentase ( % ) 1. Tapal batas merupakan tanda batas yang dibuat oleh

pemerintah untuk memperjelas kawasan Tahura Bukit Barisan dengan lahan milik rakyat yang berupa tembok dinding dan kayu dengan tinggi 1 m yang dipacakkan dan dihubungkan dengan tali

24 43,6

2. Tapal batas merupakan tanda patok atau tanda batas Tahura Bukit Barisan dengan Dusun III Tongkoh yang dibuat sejak jaman Belanda yang berbentuk pilar

13 23,6

3. Tidak tahu tentang pal batas 18 32,7

Jumlah 55 100

Berdasarkan Tabel 3 dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian tapal batas menurut responden penelitian dikemukakan dari sisi tujuan dibuatnya tapal batas oleh pemerintah Indonesia dan pemerintah Belanda dan dari ciri-ciri bentuk tapal batas itu sendiri. Dari hasil kuisioner diketahui bahwa 43,6 % responden mempunyai persepsi bahwa tapal batas adalah batasan yang dibuat oleh pemerintah pada batas-batas kawasan Tahura Bukit Barisan dengan tanah milik rakyat yang berupa tembok dinding dan kayu setinggi 1m yang dipacakkan tiap 2m lalu dihubungkan dengan tali, sedangkan 32,7 % responden menjawab tidak tahu tentang tapal batas.

Pengertian tapal batas menurut responden penelitian ialah tanda yang dibuat oleh pemerintah sebagai batas antara kawasan yang masuk ke dalam Tahura Bukit Barisan dengan kawasan di luar Tahura Bukit Barisan. Pengertian ini diperoleh responden berdasarkan sosialisasi pemasangan tapal batas oleh Dinas Kehutanan. Sebagian responden penelitian juga mengatakan bahwa tapal batas adalah batas yang dibuat oleh Belanda sejak dulu untuk membatasi kawasan Tahura Bukit Barisan dengan tanah milik rakyat.

(16)

yang berbentuk pilar yang berada di Utara yaitu di Gunung Singkut dan di sebelah selatan di Gunung Barus, dan pemerintah Indonesia hanya tinggal memperbaiki saja (23,6 %).

Sebagian besar responden yang melihat langsung bentuk tapal batas adalah responden yang memiliki lahan pertanian atau perkebunan yang berbatasan langsung dengan tapal batas yang dibuat oleh pemerintah, namun ada juga responden yang mengetahuinya dari cerita orang tua dulu, bahwa ada tapal batas yang telah dibuat oleh Belanda pada zaman Belanda dulu, dan merupakan masyarakat yang bekerja sebagai pekerja yang memperbaiki tapal batas pada saat dilakukan proyek perbaikan tapal batas kawasan Tahura Bukit Barisan.

Menurut responden, manfaat dan fungsi keberadaan tapal batas kawasan Tahura Bukit Barisan adalah sebagai tanda batas agar masyarakat tidak melakukan kegiatan perladangan melewati batas yang ada. Selain itu, tapal batas juga memperjelas kawasan mana yang masuk kawasan Tahura Bukit Barisan, dan kawasan mana yang di luar kawasan Tahura Bukit Barisan.

Tapal batas kawasan Tahura Bukit Barisan yang ada saat ini sudah diikuti oleh masyarakat Dusun III Tongkoh. Tidak ada masyarakat yang menambah luas lahan mereka dengan melanggar batas yang telah dibuat. Masyarakat sudah mengerti bahwa batas yang dibuat untuk mencegah rusaknya kawasan Tahura Bukit Barisan dan tidak boleh diganggu.

Kesimpulan hasil wawancara dengan responden tentang tapal batas kawasan menunjukkan bahwa sebagian besar responden menyarankan agar bentuk tapal batas kawasan Tahura Bukit Barisan tidak berbentuk kayu yang setinggi 1m, namun diganti dengan bentuk lain dan tidak bisa dipindah-pindahkan. Betuk tapal batas favorit yang diusulkan oleh sebagian besar responden adalah tembok dinding. Dengan tembok dinding sebagai bentuk tapal batas kawasan, menurut responden tidak hanya lebih jelas dan nyata batas antara kawasan Tahura Bukit Barisan dan kawasan di luar Tahura Bukit Barisan, namun juga tahan lama dan tidak bisa diganggu.

KESIMPULAN DAN SARAN

Pengelolaan Tahura Bukit barisan masih perlu ditingkatkan lagi, dengan melibatkan masyarakat sekitar dalam hal ini adalah masyarakat Dusun III Tongkoh.

(17)

DAFTAR PUSTAKA

Arief, A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Cetakan ke Lima. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Hal 7

Arief, A. 1994. Hutan : Hakikat dan Pengaruhnya Terhadap Lingkungan. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Hal 12

Dinas Kehutanan Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara. 1999/2000. Naskah Rencana Pengelolaan Taman Hutan Raya Bukit Barisan. Hal 3

Hasan, I. 2002. Pokok-Pokok Materi Metodelogi Penelitian dan Aplikasinya. Penerbit Ghalia Indonesia. Jakarta. Hal 20

Salim, H.S. 1997. Dasar-Dasar Hukum Kehutanan. Sinar Grafika. Jakarta.

Gambar

Tabel  1. Persepsi Masyarakat Terhadap Hutan
Tabel 2. Persepsi Masyarakat TerhadapTahura Bukit Barisan
Tabel 3. Persepsi Masyarakat Terhadap Tapal Batas Kawasan Tahura Bukit   Barisan

Referensi

Dokumen terkait

Dengan adanya peer teaching, siswa yang kurang aktif menjadi aktif karena tidak malu lagi untuk bertanya dan mengeluarkan pendapat secara bebas, dengan pergaulan antara

Sistem Radio frequency identification (RFID) adalah sebuah teknologi yang menggunakan komunikasi via gelombang elektromagnetik untuk merubah data antara terminal dengan suatu

Meskipun bahan feromagnetik (dan ferrimagnetik) adalah satu-satunya yang tertarik pada magnet yang cukup kuat untuk dianggap magnetis, semua zat lainnya bereaksi

Mengubah masyarakat secara revolusioner (perubahan secara cepat) harus berakhir dengan kemenangan kaum proletar. Sehingga pada gilirannya pemerintahan negara harus

data yang relevan penelitian. 14 Teknik dokumentasi digunakan untuk mencari data prestasi belajar matematika siswa yang.. diperoleh dari guru matematika yang

[r]

Demikian juga pada hasil pembacaan sampel dari Siompu-Kendari (Gambar 5) dan sampel dari Bali dan Batu (Gambar 6) menunjukkan bahwa sampel dengan gejala defisiensi Zn dan Fe serta

Pemerintah menetapkan upah minimum yang harus diterapkan oleh perusahaan penanaman modal asing dan wajib diberikan setiap bulan kepada pekerja yang masih