• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penanggulangan Hilangnya Papila Interdental

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penanggulangan Hilangnya Papila Interdental"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

PENANGGULANGAN HILANGNYA

PAPILA INTERDENTAL

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh :

NIM : 060600010 INDAH WATI S.

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010

(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Penanggulangan terhadap ketiadaan atau hilangnya papila interdental terutama pada daerah anterior merupakan salah satu pertimbangan penting dalam mengambil keputusan untuk mengembalikan kepercayaan diri dan estetis pasien. Ketiadaan atau hilangnya papila interdental ini dapat disebabkan oleh diastema, bentuk akar yang divergen, mahkota yang berbentuk triangular, lesi yang berhubungan dengan plak, prosedur oral higiene yang traumatik, kontur restorasi yang inadekuat, dan hilangnya gigi.

Untuk menilai keberadaan papila interdental dapat digunakan klasifikasi Nordland dan Tarnow serta papilla presence index (PPI). Nordland dan Tarnow menilai kehilangan tinggi papila interdental berdasarkan titik kontak interdental, perluasan permukaan apikal CEJ dan perluasan koronal interproksimal CEJ. Sedangkan papilla presence index (PPI) menilai kehilangan tinggi papila interdental berdasarkan hubungan keduduka n di antara papila, cemento-enamel junction (CEJ) dan gigi yang bersebelahan. Klasifikasi PPI ini digunakan terutama untuk menilai hilangnya papila interdental yang disebabkan oleh penyakit periodontal dan hasil rekonstruksi papila setelah perawatan periodontal, terutama jika melibatkan tindakan mereposisi gigi.

(3)

Beberapa prosedur telah dikemukakan untuk merawat hilangnya papila interdental. Prosedur tersebut meliputi prosedur periodonsia, ortodonsia, konservasi, dan prostodonsia. Prosedur periodonsia yakni dengan tindakan kuretase berulang terhadap papila dan tindakan rekonstruksi papila yang akan merekonstruksi jaringan lunak diantara gigi. Sedangkan prosedur ortodonsia, konservasi dan prostodonsia dapat memodifikasi ruang interproksimal yang akan mempengaruhi bentuk jaringan lunak.

Tindakan yang multidisiplin seperti kombinasi prosedur periodonsia dengan ortodonsia untuk menanggulangi papila interdental yang hilang akibat diastema patologis dapat dijadikan suatu pertimbangan untuk mencapai hasil klinis yang optimal. Kesulitan dalam melakukan tindakan tergantung pada anatomi dan morfologi papila itu sendiri sehingga diperlukan perencanaan perawatan yang cermat sebelum melakukan tindakan. Daftar Rujukan : 14 (2003 - 2008).

---ooOoo---

(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, Januari 2010

Pembimbing : Tanda tangan

1. S. Hamzah Dalimunthe, drg., Sp.Perio (K) ……….. NIP : 19450905 197201 1 001

2. Irma Ervina, drg., Sp.Perio (K) ……….. NIP : 19710702 199601 2 001

(5)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji Pada tanggal 28 Januari 2010

TIM PENGUJI

KETUA : S. Hamzah Dalimunthe, drg., Sp.Perio (K) ……… ANGGOTA : 1. Irma Ervina, drg.,Sp.Perio (K) ………....

2. Zulkarnain, drg., M.Kes ………

Disetujui Ketua Departemen

Zulkarnain, drg., M.Kes ………

NIP : 19551002 198503 1 001

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan serta dukungan moril dan materil dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Ismet Danial Nasution, drg., Sp.Pros. (K), Ph.D selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Zulkarnain, drg., M.Kes selaku Ketua Departemen Periodonsia pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

3. S. Hamzah Dalimunthe, drg., Sp.Perio (K) selaku dosen pembimbing I saya yang telah banyak meluangkan waktu dan memberikan bimbingan, petunjuk dan pengarahan serta saran dalam penulisan skripsi.

4. Irma Ervina, drg., Sp.Perio (K) selaku dosen pembimbing II saya yang telah sangat banyak membantu saya dan telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, petunjuk dan pengarahan serta saran dalam penulisan skripsi ini. 5. A. Nagang Sitepu, drg., MS., Sp.Ort yang pernah menjadi dosen wali dan Muslim

Yusuf, drg., Sp.Ort selaku dosen wali yang telah memberikan arahan dan masukan dalam bidang akademik pada penulis.

(7)

6. Seluruh staf pengajar dan tenaga administrasi FKG USU terutama di bagian Periodonsia yang telah memberikan bimbingan dan membantu penulis dalam menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. 7. Teman-teman yang turut mendukung penulis, khususnya Dewi, Ellyssa, Eltica,

Fani, Ingrid, Jose, Sufeni, Vivi, Yumira, dan teman-teman lain yang telah memberikan dukungan moril kepada penulis.

8. Semua pihak yang telah membantu penulisan ini hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Ucapan terima kasih yang teristimewa buat orangtua tercinta alm. Hui Kong An dan Leong Sui Lian yang telah membesarkan dan mendidik penulis dengan kasih sayang, selalu memberikan doa, bantuan moril dan materil yang tidak akan terbalas oleh penulis. Tidak lupa juga kepada saudara saya Nurhayaty, Hantono S. dan Hendry K. yang telah memberikan dukungan moril kepada penulis.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ………. i

HALAMAN PERSETUJUAN ………. ii

HALAMAN TIM PENGUJI ……… iii

BAB 2 : GAMBARAN RUANG INTERDENTAL DAN PAPILA INTERDENTAL………. 3

2.1 Ruang Interdental ………... 3

2.2 Papila Interdental ………... 5

BAB 3 : HILANGNYA PAPILA INTERDENTAL…….………… 8

3.1 Penyebab Kehilangan Papila Interdental ………... 8

3.2 Masalah yang Muncul Akibat Kehilangan Papila Interdental ………... 9

3.3 Klasifikasi Keberadaan Papila Interdental ….………… 10

3.3.1 Klasifikasi Berdasarkan Titik Kontak Interdental, Perluasan Permukaan Apikal CEJ dan Perluasan Koronal Interproksimal CEJ …………. 10

3.3.2 Klasifikasi Berdasarkan Hubungan Kedudukan di antara Papila, Cemento-enamel junction (CEJ) dan Gigi yang Bersebelahan ……….. 12

(9)

BAB 4 : PROSEDUR PERAWATAN UNTUK MENANGGULANGI

PAPILA INTERDENTAL YANG HILANG ………. 16

4.1 Prosedur Periodonsia ………... 16

4.1.1 Kuretase Berulang Terhadap Papila ………. 16

4.1.2 Rekonstruksi Papila ………... 17

4.2 Kombinasi Prosedur Periodonsia dengan Ortodonsia ... 26

4.3 Prosedur Konservasi ………. 32

4.4 Prosedur Prostodonsia ……….. 33

BAB 5 : DISKUSI DAN KESIMPULAN ………... 35

DAFTAR PUSTAKA ……….. 38

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1 : Hasil Pengukuran Klinis Awal dan Akhir ……… 20

(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1 : Ruang Interdental Disusun oleh Piramida Servikal, Oklusal,

Bukal, dan Lingual ………. 4

Gambar 2 : Pada Bidang Sagital, Proyeksi dari Piramida Bagian

Oklusal dan Proyeksi Piramida Bagian Servikal …………... 4 Gambar 3 : Pada Bidang Oklusal, Proyeksi dari Piramida Bagian

Bukal dan Proyeksi Piramida Bagian Palatal ………... 5 Gambar 4 : Aspek Klinis dari Papila Interdental ……….. 6 Gambar 5 : Aspek histologi dari papila interdental ……….. 6 Gambar 6 : Ilustrasi Gambaran Skematis dari Sistem Klasifikasi pada

Kehilangan Papila Interdental ……….... 11 Gambar 7 : Ilustrasi Gambaran Skematis dari Hubungan di antara

Titik Kontak dan Ruang Interdental………..…….… 11 Gambar 8 : Papila Presence Index Skor 1 (PPI 1), Keberadaan

Papila Sempurna ………. 12 Gambar 9 : Papila Presence Index Skor 1 (PPI 1) dengan

Diastema Interdental ……….……….………… 12 Gambar 10 : Papila Presence Index Skor 2 (PPI 2),

Keberadaan Papila Kurang Sempurna,

tetapi CEJ Interproksimal belum Kelihatan ………... 13 Gambar 11 : Papila Presence Index Skor 2 (PPI 2) dengan

Diastema Interdental……….……….. 13 Gambar 12 : Papila Presence Index Skor 3 (PPI 3),

Keberadaan Papila Kurang Sempurna dan

CEJ Interproksimal Dapat Terlihat……….…… 14 Gambar 13 : Papila Presence Index Skor 3 (PPI 3) dengan

Diastema Interdental……… 14

(12)

Gambar 14 : Papila Presence Index Skor 4 (PPI 4), Keberadaan Papila Kurang Sempurna dan Kedua CEJ Yakni

Interproksimal dan Bukal Dapat Terlihat ……….. 15 Gambar 15 : Papila Presence Index Skor 4 (PPI 4) dengan

Diastema Interdental ……….. 15 Gambar 16 : Kuretase Berulang pada Papila Interdental ……….….. 17 Gambar 17 : Teknik untuk Meninggikan Papila Interproksimal ……….... 18 Gambar 18 : Gambaran Skematis Cangkok Jaringan Ikat yang

Disisipkan di bawah Flep pada Daerah Interdental ………… 20 Gambar 19 : Gambaran Prabedah pada Wanita Berusia 20 Tahun yang

Kehilangan Papila Interproksimal Parah sebagai Akibat

Kegagalan prosedur GTR………... 21 Gambar 20 : Gambar Radiografi Prabedah Memperlihatkan Jarak 9,5 mm

dari Titik Kontak ke Krista Tulang Alveolar ... 21 Gambar 21 : Pengukuran prabedah ……….. 21 Gambar 22 : Insisi Bukal Semilunar Dibuat 2 mm dari Koronal ke

Batas Mukogingiva dan Diperluas dari Bagian Mesial

Insisivus Sentral ke Distal Insisivus Lateral ……….. 22 Gambar 23 : Pisau Orban Digunakan untuk Melepaskan Gingivopapila

dari Tulang……….………. 23

Gambar 24 : Kekosongan Bukal/Palatal Diamati di antara Jaringan Lunak

dan Tulang……….…. 23

Gambar 25 : Penempatan Cangkok Jaringan Ikat Subepitel untuk Mengisi Ruang dan Mempertahankan Gingivopapila

Koronal ……….……….. 24

Gambar 26 : Insisi Semilunar Dijahit untuk Meningkatkan Penyembuhan

Sebagai Tujuan Prosedur Pertama ……….. 24 Gambar 27 : Gambaran Pascabedah,

8 Minggu Setelah Prosedur Pertama……….…. 24

(13)

Gambar 28 : Pengulangan Prosedur Bedah Memberikan Hasil

Migrasi Koronal dari Margin Gingiva .……….…. 25 Gambar 29 : Hasil Akhir Setelah 4 Tahun Menunjukkan

Rekonstruksi Papila yang Sempurna……….. 25 Gambar 30 : Gambaran radiografi akhir ………. 26 Gambar 31: Modifikasi Ruang Interdental yang Ditujukan untuk

Perawatan Ortodonti : Kasus Klinis Sebelum Terapi ……… 26 Gambar 32 : Penutupan Diastema Menyebabkan Pergerakan ke

Koronal dari Jaringan Gingiva Interproksimal ………….…. 27 Gambar 33 : Migrasi Gigi Anterior dan Radiografi Intraoral Dini

Memperlihatkan Hilangnya Tulang Interproksimal dengan Cacat Vertikal pada Sisi Mesial Insisivus

Sentralis Kiri ………...…… 28

Gambar 34 : Flep Dibuat Berdasarkan

Modifikasi Teknik Preservasi Papila ……….………. 29 Gambar 35 : Pandangan bukal intraoperatif dari cacat infraboni………… 29 Gambar 36 : Cacat Infraboni Diaugmentasi dengan Meletakkan

Bahan Cangkok Tulang ……….. 29 Gambar 37 : Kombinasi antara Jahitan Mattress dan Interrupted Digunakan

untuk Memperoleh Penutupan Primer dari Flep ……..……. 30 Gambar 38 : Akhir Perawatan Ortodonsia dan

Radiografi Intraoral Akhir ……….. 31 Gambar 39 : Gambaran Skematis Migrasi Gigi dengan Diastema,

Hilangnya Papila Interdental dan Keberadaan Cacat

Infraboni ………. 31

Gambar 40 : Gambaran skematis dari objek perawatan ………….………. 31 Gambar 41 : Gambaran skematis dari hasil akhir ……….…….. 32 Gambar 42 : Gambaran skematis dari perpindahan titik kontak ……….... 32

(14)

Gambar 43 : Kunci untuk Memelihara Papila Interproksimal

adalah dengan Perluasan Pontik Ovate 2,5 mm ke dalam Bagian yang Diekstraksi pada Hari yang Sama

dengan Ektraksi Gigi ………... 33 Gambar 44 : Gambaran Penempatan Restorasi Sementara

pada Hari yang Sama dengan Ekstraksi Gigi ………. 33 Gambar 45 : Sembilan Bulan Setelah Penempatan

Restorasi Sementara ……….……….. 34 Gambar 46 : Gambaran Dua Tahun Setelah Penggunaan Protesa Tetap

yang Memperlihatkan Bagaimana Pontik Ovate

telah Memelihara Bentuk Papila ……….……… 34 Gambar 47 : Gambaran Skematis Ilustrasi Hubungan antara

Pontik Ovate dan Papila Interdental ……….……... 34

(15)

Fakultas Kedokteran Gigi

Penanggulangan terhadap ketiadaan atau hilangnya papila interdental terutama pada daerah anterior merupakan salah satu pertimbangan penting dalam mengambil keputusan untuk mengembalikan kepercayaan diri dan estetis pasien. Ketiadaan atau hilangnya papila interdental ini dapat disebabkan oleh diastema, bentuk akar yang divergen, mahkota yang berbentuk triangular, lesi yang berhubungan dengan plak, prosedur oral higiene yang traumatik, kontur restorasi yang inadekuat, dan hilangnya gigi.

Untuk menilai keberadaan papila interdental dapat digunakan klasifikasi Nordland dan Tarnow serta papilla presence index (PPI). Nordland dan Tarnow menilai kehilangan tinggi papila interdental berdasarkan titik kontak interdental, perluasan permukaan apikal CEJ dan perluasan koronal interproksimal CEJ. Sedangkan papilla presence index (PPI) menilai kehilangan tinggi papila interdental berdasarkan hubungan keduduka n di antara papila, cemento-enamel junction (CEJ) dan gigi yang bersebelahan. Klasifikasi PPI ini digunakan terutama untuk menilai hilangnya papila interdental yang disebabkan oleh penyakit periodontal dan hasil rekonstruksi papila setelah perawatan periodontal, terutama jika melibatkan tindakan mereposisi gigi.

(16)

Beberapa prosedur telah dikemukakan untuk merawat hilangnya papila interdental. Prosedur tersebut meliputi prosedur periodonsia, ortodonsia, konservasi, dan prostodonsia. Prosedur periodonsia yakni dengan tindakan kuretase berulang terhadap papila dan tindakan rekonstruksi papila yang akan merekonstruksi jaringan lunak diantara gigi. Sedangkan prosedur ortodonsia, konservasi dan prostodonsia dapat memodifikasi ruang interproksimal yang akan mempengaruhi bentuk jaringan lunak.

Tindakan yang multidisiplin seperti kombinasi prosedur periodonsia dengan ortodonsia untuk menanggulangi papila interdental yang hilang akibat diastema patologis dapat dijadikan suatu pertimbangan untuk mencapai hasil klinis yang optimal. Kesulitan dalam melakukan tindakan tergantung pada anatomi dan morfologi papila itu sendiri sehingga diperlukan perencanaan perawatan yang cermat sebelum melakukan tindakan. Daftar Rujukan : 14 (2003 - 2008).

---ooOoo---

(17)

BAB 1 PENDAHULUAN

Salah satu keadaan klinis yang menarik untuk dirawat adalah ketiadaan papila interdental1 yang merupakan akibat dari berbagai bentuk keadaan seperti diastema, akar yang divergen, mahkota yang cenderung berbentuk triangular,2 lesi yang berhubungan dengan plak, prosedur oral higiene yang traumatik, kontur restorasi yang inadekuat, dan hilangnya gigi.3 Ketiadaan papila interdental ini dapat menciptakan masalah estetik, masalah fonetik dan impaksi makanan2,4 yang akan menimbulkan berbagai kesulitan dalam hubungan personal, kepercayaan diri dan persepsi diri.5

Beberapa prosedur telah dikemukakan untuk menanggulangi hilangnya papila interdental. Prosedur tersebut meliputi prosedur periodonsia, ortodonsia, konservasi, dan prostodonsia. Prosedur periodonsia akan merekonstruksi jaringan lunak diantara gigi. Sedangkan prosedur ortodonsia, konservasi dan prostodonsia dapat memodifikasi ruang interproksimal yang akan mempengaruhi bentuk jaringan lunak.4 Tujuan penulisan ini adalah untuk memperlihatkan berbagai macam prosedur yang dapat mengatasi berbagai bentuk ketiadaan papila interdental.

Untuk membahas lebih lanjut maka pada bab 2 akan dibahas mengenai karakteristik ruang interdental dan papila interdental. Ruang interdental terdiri atas empat embrasur piramida yaitu servikal, oklusal, bukal, dan lingual/palatal.

Pada bab 3 akan dibahas mengenai penyebab dan masalah yang akan timbul akibat kehilangan papila interdental serta klasifikasi keberadaan papila interdental yang terdiri atas klasifikasi menurut Nordland-Tarnow dan papilla presence index (PPI).

(18)

Klasifikasi menurut Nordland-Tarnow menilai kehilangan tinggi papila interdental berdasarkan titik kontak interdental, perluasan permukaan apikal CEJ dan perluasan koronal interproksimal CEJ, sedangkan papilla presence index (PPI) menilai kehilangan tinggi papila interdental berdasarkan hubungan kedudukan di antara papila, cemento-enamel junction (CEJ) dan gigi yang bersebelahan.

Berbagai prosedur perawatan seperti prosedur periodonsia yakni dengan kuretase berulang terhadap papila dan rekonstruksi papila, kombinasi prosedur periodonsia dengan ortodonsia, prosedur konservasi, dan prosedur prostodonsia untuk menanggulangi papila interdental yang hilang akan dibahas pada bab 4. Pada akhir tulisan ini akan ditutup dengan diskusi dan kesimpulan.

Dengan adanya pembahasan yang lebih terperinci pada setiap bab di atas, diharapkan dapat menambah pemahaman mengenai papila interdental dan dapat dijadikan pedoman dalam melakukan penanggulangan terhadap berbagai keadaan klinis atas hilangnya papila interdental pada pasien.

---ooOoo---

(19)

BAB 2

GAMBARAN RUANG INTERDENTAL DAN PAPILA INTERDENTAL

Gingiva merupakan bagian dari mukosa yang memiliki hubungan erat dengan elemen - elemen gigi, ruang interdental dan tulang alveolar. Secara topografi, gingiva dibagi dalam tiga kategori klasik yaitu gingiva bebas, gingiva cekat dan gingiva interdental.6

Gingiva bebas merupakan bagian gingiva paling koronal dan tidak melekat ke permukaan gigi, melainkan mengelilinginya seperti layaknya kerah baju. Gingiva cekat merupakan lanjutan gingiva bebas ke arah apikal. Gingiva ini kaku, lenting dan melekat erat ke periosteum tulang alveolar yang berada dibawahnya.7 Gingiva interdental merupakan gingiva yang menempati ruang mahkota gigi hingga krista tulang alveolar.6 Pada bab ini akan dibahas mengenai karakteristik ruang interdental dan papila interdental.

2.1 Ruang Interdental

Ruang interdental adalah ruang yang secara fisik tampak terletak di antara dua gigi yang bersebelahan. Dimana bentuk dan volumenya dipengaruhi oleh morfologi gigi. Ruang interdental terdiri dari empat embrasur piramida yaitu servikal, oklusal, bukal, dan lingual/palatal.3,4

(20)

Gambar 1 : Ruang interdental disusun oleh piramida servikal, oklusal, bukal, dan lingual. Masing –

masing piramida berakhir pada titik kontak (Prato GPP. J Perio Rest Dent 2004;24:248)

Ujung dari setiap akhir bagian piramida berada pada titik kontak atau area dari dua gigi yang bersebelahan. Piramida bagian lingual, bukal dan oklusal tidak ditempati oleh apapun, sedangkan bagian servikal ditempati oleh papila interdental. Pada bidang sagital, proyeksi dari piramida bagian oklusal memperlihatkan sudut terbuka, sedangkan proyeksi piramida bagian servikal memperlihatkan sudut lancip.4

Gambar 2 : Pada bidang sagital, proyeksi dari piramida bagian oklusal memperlihatkan sedikit sudut yang

terbuka, sedangkan proyeksi piramida bagian servikal memperlihatkan sudut lancip (Prato GPP. J Perio Rest Dent 2004;24:248)

Pada bidang oklusal, proyeksi dari piramida bagian bukal memperlihatkan sudut terbuka, sedangkan proyeksi piramida bagian lingual menunjukkan sudut lancip. Titik atau daerah kontak yang dekat dengan bidang oklusal dan terletak sebelah bukal

(21)

cenderung membuka sudut piramida bagian oklusal dan bukal. Dengan kata lain, titik atau daerah kontak yang terletak pada sepertiga mahkota membuat piramida bagian oklusal dan bukal menjadi lebih sempit. Hal ini memperbesar piramida servikal dan mempermudah retensi sisa-sisa makanan.4

Gambar 3 : Pada bidang oklusal, proyeksi dari piramida bagian bukal memperlihatkan sudut terbuka,

sedangkan proyeksi piramida bagian palatal menunjukkan sudut lancip(Prato GPP. J Perio Rest Dent 2004;24:248)

2.2 Papila Interdental

Papila interdental adalah bagian gingiva dari area interdental. Gingiva interdental pada daerah insisivus biasanya berbentuk seperti papila piramida atau seperti lembah gingiva yang tipis, tergantung pada lokasi area kontak dan tinggi gingiva.8

Piramida bagian servikal ditempati oleh papila gingiva interdental (Gambar 4). Papila interdental dibentuk oleh jaringan ikat padat yang ditutupi oleh jaringan epitel oral (Gambar 5). Bentuk papila interdental ditentukan oleh hubungan kontak antar gigi, lebar permukaan gigi aproksimal dan bagian dari cemento-enamel junction (CEJ).3,4

(22)

Gambar 4 : Aspek klinis dari papila interdental(Prato GPP. J Perio Rest Dent 2004;24:248)

Gambar 5 : Aspek histologi dari papila interdental (hematoxylin-eosin stain; original magnification x 80)

(Prato GPP. J Perio Rest Dent 2004;24:248)

Pada regio anterior, apeks bukal dari papila mencapai apeks palatal/lingual yang bersesuaian dengan titik kontak. Pada regio posterior (premolar/molar), gigi mempunyai permukaan kontak aproksimal yang lebar. Oleh karena itu, papila dari segi bukal dan palatal / lingual dipisahkan oleh suatu kecekungan yang dikenal sebagai lembah (col).3,4

Penelitian yang menghubungkan ada atau tidaknya papila interproksimal dengan jarak vertikal di antara titik kontak dan krista tulang alveolar menyatakan bahwa papila dianggap ada apabila jaringan mengisi embrasur secara sempurna. Jika terdapat ruang dari apikal ke titik kontak, maka papila dianggap hilang.4

(23)

Ketika jarak vertikal dari titik kontak ke krista tulang alveolar kurang atau sama dengan 5 mm, maka keberadaan papila dikatakan hampir 100%. Sedangkan apabila jaraknya lebih atau sama dengan 6 mm, maka biasanya papila dinyatakan tidak ada.4,5,8-10

---ooOoo---

(24)

BAB 3

HILANGNYA PAPILA INTERDENTAL

Embrasur gingiva yang terbuka atau “black triangle” adalah ruang segitiga yang tampak oleh karena kurangnya papila gingiva interdental yang mengisi daerah interdental. Insisivus sentralis merupakan gigi anterior yang paling dominan pada lengkung maksila karena tampak sepenuhnya pada pasien dengan senyum lebar. Pada pasien tertentu embrasur gingiva yang terbuka di antara insisivus sentralis maksila akan mengganggu estetik.9

Suatu diastema berbeda dengan black triangle yang merupakan suatu ruang utuh di antara dua gigi tanpa adanya kontak aproksimal. Dengan kata lain, pada gambaran black triangle terdapat kontak di antara gigi insisivus dengan ruang di bagian servikal.

Diastema dapat terjadi oleh karena agenesis atau malformasi dari insisivus lateral, hipertropi frenulum labial, diskrepansi tulang / gigi, kebiasaan buruk, atau oleh karena relaps setelah perawatan ortodonsia.9

Pada bab ini akan dibahas mengenai penyebab dan masalah yang akan timbul akibat kehilangan papila interdental serta klasifikasi keberadaan papila interdental yang terdiri atas klasifikasi menurut Nordland – Tarnow dan klasifikasi menurut papilla presence index (PPI).

3.1 Penyebab Hilangnya Papila Interdental

Hilangnya papila interdental dapat disebabkan oleh keadaan klinis yang berbeda - beda. Pertama, adanya diastema midline yang terjadi secara alami. Keadaan ini

(25)

dapat ditanggulangi dengan perawatan ortodonsia yang memposisikan gigi agar tertutup. Kedua, akar divergen merupakan keadaan lain yang dapat mengakibatkan adanya ruang interproksimal ketika titik kontak di antara dua mahkota klinis terletak terlalu insisal. Perawatan ortodonsia dapat juga mengkoreksi keadaan klinis ini dengan pelurusan akar dan penekanan jaringan lunak interproksimal. Cara demikian dapat menciptakan papila yang baru.Ketiga, mahkota klinis yang cenderung berbentuk triangular dapat berakibat pada ruang interproksimal. Hal ini disebabkan oleh tekanan diskrepansi pada lebar mesiodistal insisal edge dan batas gingiva. Pembentukan mahkota klinis dapat membantu dalam mengurangi terbukanya ruang interproksimal.2

Acapkali, terjadi kehilangan papila sebagai konsekuensi dari penyakit periodontal, seperti jaringan lunak yang biasanya menyusut selama masa penyembuhan.12 Jarak vertikal dari krista tulang ke kontak aproksimal adalah faktor yang menentukan keberadaan atau ketiadaan papila. Pasien dengan periodontitis selalu beresiko tinggi terhadap black triangles.9

Selain itu, ketiadaan atau hilangnya papila interdental dapat pula disebabkan oleh lesi yang berhubungan dengan plak, prosedur oral higiene yang traumatik, kontur restorasi yang inadekuat, dan hilangnya gigi.3

3.2 Masalah yang Muncul Akibat Hilangnya Papila Interdental

Keberadaan dan ketiadaan papila interdental menjadi topik pembicaraan yang hangat pada saat ini. Pada kasus ketiadaan papila akibat diastema dapat menyebabkan masalah estetis dan fonetik. Sedangkan pada kasus ketiadaan papila akibat “black

(26)

triangles” atau “black spaces”, selain menyebabkan masalah estetik dan fonetik juga

mengakibatkan masalah impaksi makanan.2,4,9,11,12

3.3 Klasifikasi Keberadaan Papila Interdental

Beberapa keadaan yang mengubah ruang interdental menyebabkan bentuk papila interdental menjadi terganggu. Bentuk gigi yang abnormal, kontur mahkota prostetik atau restorasi yang inadekuat, prosedur higiene interproksimal yang traumatik, dan terutama penyakit periodontal dapat menyebabkan kehilangan papila interdental.4

3.3.1 Klasifikasi Berdasarkan Titik Kontak Interdental, Perluasan Permukaan Apikal CEJ dan Perluasan Koronal Interproksimal CEJ Nordland dan Tarnow mengemukakan suatu sistem klasifikasi terhadap kehilangan tinggi papila interdental yang berdasarkan pada tiga struktur anatomi yakni titik kontak interdental, perluasan permukaan apikal CEJ dan perluasan koronal interproksimal CEJ.3,4 Klasifikasi ini terdiri atas empat kategori yaitu (Gambar 6) : 3,4

• Normal : papila interdental mengisi embrasur sampai ke perluasan apikal dari

area/titik kontak interdental.

• Klas I : ujung papila interdental terletak di antara titik kontak interdental dan

perluasan paling koronal dari interproksimal CEJ (Terdapat ruang interdental tetapi CEJ tidak tampak).

• Klas II : ujung papila interdental terletak pada atau di sebelah apikal

interproksimal CEJ tetapi koronal dari perluasan apikal dari bagian fasial CEJ (Interproksimal CEJ tampak) (Gambar 7).

(27)

• Klas III : ujung papila interdental terletak sejajar atau di sebelah apikal dari

bagian fasial CEJ.

Gambar 6 : Ilustrasi gambaran skematis dari sistem klasifikasi pada kehilangan papila interdental

(Krishnan IS. J Prosthodont 2006;6:165)

Gambar 7 : Ilustrasi gambaran skematis dari hubungan diantara titik kontak dan ruang interdental

(Krishnan IS. J Prosthodont 2006;6:165)

Sebagai contoh, jika terdapat black triangles di bawah titik kontak dengan tinggi 2 mm, keadaan ini dikatakan sebagai klas I – II. Tinggi tulang alveolar dan lebar ruang interdental dapat diukur secara radiografi.3

(28)

3.3.2 Klasifikasi Berdasarkan Hubungan Kedudukan di antara Papila,

Cemento-enamel junction (CEJ) dan Gigi yang Bersebelahan

Sistem klasifikasi dengan pemberian skor berdasarkan hubungan kedudukan di antara papila, cemento-enamel junction (CEJ) dan gigi disebelahnya dikenal dengan papilla presence index (PPI).11

Papila Presence Index skor 1 (PPI 1) : bila keberadaan papila sempurna dan

perluasan koronal ke titik kontak mengisi embrasur interproksimal secara sempurna. Papila ini sama tinggi dengan papila gigi disebelah.11

Gambar 8 : Papila Presence Index skor 1 (PPI 1), keberadaan papila sempurna (Cardaropoli Daniele. J

Perio Rest Dent 2004; 24: 491)

Gambar 9 : Papila Presence Index skor 1 (PPI 1) dengan diastema interdental (Cardaropoli Daniele. J

Perio Rest Dent 2004; 24: 492)

(29)

Papila Presence Index skor 2 (PPI 2) : bila keberadaan papila kurang sempurna

dan terletak apikal dari titik kontak. Papila ini tidak berada pada level yang sama dengan papila gigi yang disebelah. Embrasur tidak terisi secara sempurna, tetapi interproksimal CEJ ( iCEJ ) masih belum terlihat.11

Gambar 10 : Papila Presence Index skor 2 (PPI 2), keberadaan papila kurang sempurna, tetapi CEJ

interproksimal belum kelihatan (Cardaropoli Daniele. J Perio Rest Dent 2004; 24: 491)

Gambar 11 : Papila Presence Index skor 2 (PPI 2) dengan diastema interdental (Cardaropoli Daniele. J

Perio Rest Dent 2004; 24: 492)

Kedua skor PPI1 dan PPI2 dipersulit oleh kehadiran resesi gingiva bukal, diklasifikasikan sebagai PPI 1r dan PPI 2r.11

(30)

Papila Presence Index skor 3 (PPI 3) : bila keberadaan papila lebih apikal dan

iCEJ menjadi terlihat. Keadaan ini sama dengan resesi jaringan lunak interdental dalam jumlah besar.11

Gambar 12 : Papila Presence Index skor 3 (PPI 3), keberadaan papila kurang sempurna dan CEJ

interproksimal dapat terlihat (Cardaropoli Daniele. J Perio Rest Dent 2004; 24: 491)

Gambar 13 : Papila Presence Index skor 3 (PPI 3) dengan diastema interdental (Cardaropoli Daniele. J

Perio Rest Dent 2004; 24: 492)

Papila Presence Index skor 4 (PPI 4) : bila papila terletak apikal dan kedua CEJ

yakni interproksimal CEJ ( iCEJ ) dan bukal CEJ ( bCEJ ) dapat terlihat. Resesi jaringan lunak interproksimal terdapat bersamaan dengan resesi gingiva bukal dan estetik pasien digambarkan dramatis.11

(31)

Gambar 14 : Papila Presence Index skor 4 (PPI 4), keberadaan papila kurang sempurna dan kedua CEJ

yakni interproksimal dan bukal dapat terlihat (Cardaropoli Daniele. J Perio Rest Dent 2004; 24: 491)

Gambar 15 : Papila Presence Index skor 4 (PPI 4) dengan diastema interdental (Cardaropoli Daniele. J

Perio Rest Dent 2004; 24: 492)

Indeks klasifikasi yang dikemukakan di atas dapat memberikan penilaian yang mudah terhadap tinggi papila pada semua keadaan klinis dan memberikan perbandingan level papila pada saat awal dan setelah perawatan.11

(32)

BAB 4

PROSEDUR PERAWATAN UNTUK MENANGGULANGI PAPILA INTERDENTAL YANG HILANG

Beberapa upaya telah dilakukan untuk merawat dan memperbaiki kehilangan papila interproksimal. Bila hilangnya papila berhubungan hanya dengan kerusakan jaringan lunak, maka teknik rekonstruktif dapat memperbaikinya secara utuh. Bila hilangnya papila interdental disebabkan oleh suatu penyakit periodontal yang parah dengan resorpsi tulang interproksimal, maka tindakan rekonstruksi saja biasanya tidak akan berhasil untuk menanggulanginya.4

Pada bab ini akan dibahas mengenai prosedur perawatan untuk menanggulangi papila interdental yang hilang yakni meliputi prosedur periodonsia, kombinasi prosedur periodonsia dengan ortodonsia, prosedur konservasi, dan prosedur prostodonsia dalam menanggulangi hilangnya papila interdental.

4.1 Prosedur Periodonsia

Karena nilai estetis dari papila interproksimal, maka prosedur periodonsia yang terdiri dari beberapa teknik seperti kuretase berulang terhadap papila dan rekonstruksi papila dikemukakan untuk menanggulangi perusakan estetis.4

4.1.1 Kuretase Berulang Terhadap Papila

Suatu laporan kasus oleh A.Shapiro pada tahun 1985 menggambarkan suatu tindakan nonbedah untuk pembentukan kembali papila yang rusak oleh karena gingivitis nekrotis. Skeling / penyerutan akar (S-PA) dan kuretase berulang terhadap jaringan papila

(33)

dilakukan setiap 15 hari selama tiga bulan. Instrumentasi ini dapat menyebabkan reaksi inflamasi hiperplastik proliferatif dari papila.3,4 Dalam perkembangannya, tidak diperoleh data lebih lanjut terhadap teknik ini. Keterangan gambar di bawah ini diperoleh dari Prof. M. Caffabriga.

Gambar 16: Kiri atas: Hilangnya papila interdental di antara insisivus sentral dan lateral maksila. Kuretase berulang pada papila interdental dilakukan setiap 15 hari. Kanan atas: Kasus sama setelah satu bulan. Kiri bawah: Kasus sama setelah dua bulan. Kanan bawah: Kasus sama setelah tiga bulan. Regenerasi sempurna dari jaringan interdental tercapai. (Prato GPP. J Perio Rest Dent 2004;24:251.)

4.1.2 Rekonstruksi Papila

Sebelum dilakukan rekonstruksi papila, penting untuk menilai jarak vertikal di antara titik kontak dengan krista tulang alveolar dan jarak vertikal di antara titik kontak dengan tinggi jaringan lunak pada daerah interdental. Jika jarak di antara krista tulang dengan titik kontak ≤ 5 mm dan jarak antara papila dengan titik kontak ≤ 4 mm, maka dapat dilakukan tindakan bedah untuk meningkatkan volume papila dalam menanggulangi masalah black triangle interdental. Jika titik kontak berada pada jarak > 5 mm dari krista tulang akibat kehilangan jaringan periodontal pendukung atau

(34)

hubungan kontak interdental yang tidak tepat, berarti untuk memperpanjang titik kontak ke arah apikal dibutuhkan suatu teknik khusus bukannya suatu usaha yang berhubungan dengan pembedahan untuk memperbaiki topografi papila. Hingga kini, berbagai macam prosedur telah dikemukakan untuk merekonstruksi papila.3

Pada tahun 1996, Han dan Takei mengemukakan suatu tindakan berdasarkan penggunaan insisi semilunar pada mukosa alveolar daerah interdental. Insisi intrasulkular digabung dengan insisi semilunar untuk memungkinkan pembukaan flep ketebalan sebagian dan flep ditempatkan ke koronal pada gingivopapila. Cangkok jaringan ikat gingiva bebas subepitel ditempatkan di bawah jaringan interdental yang diposisikan secara koronal. Prosedur dapat diulang dua atau tiga kali setelah dua sampai tiga bulan penyembuhan untuk mencapai rekonstruksi papila.2-4

Gambar 17: Kiri atas: teknik untuk meninggikan papila interproksimal: insisi semilunar memungkinkan penempatan cangkok jaringan ikat di bawah jaringan interdental yang ditempatkan secara koronal. Kanan atas: papila interdental setelah dua minggu jahitan dilepas. Kiri bawah: penyembuhan setelah satu bulan. Kanan bawah: penyembuhan setelah tiga bulan. (Prato GPP. J Perio Rest Dent 2004;24:253.)

(35)

Teknik yang paling umum dan secara luas digunakan adalah teknik yang dikemukakan oleh Azzi dkk pada tahun 1998 yang juga menggunakan cangkok jaringan ikat. Azzi dkk mengemukakan tiga teknik rekonstruksi yang berbeda.3,4

Teknik yang pertama bertujuan untuk merekonstruksi papila interdental dengan menggunakan flep ketebalan sebagian pada bagian bukal dan palatal serta cangkok jaringan ikat. Flep amplop (envelope flap) ketebalan sebagian dibuka ke arah bukal dan palatal untuk penempatan cangkok jaringan ikat yang diambil dari daerah tuberositas. Ukuran dan bentuk cangkokan dipotong sesuai dengan kebutuhan serta bentuk flep. Flep bukal dan palatal kemudian dijahit bersama-sama dengan jaringan ikat yang dicangkokkan pada bagian dalam.3,4

Teknik yang kedua dilakukan untuk memperoleh penutupan akar dan rekonstruksi papila pada resesi klas IV. Cangkok jaringan ikat subepitel yang diambil dari daerah tuberositas ditempatkan pada flep amplop yang dibuka dengan terlebih dahulu dilakukan insisi pada batas mukogingiva. Jaringan ikat dan pemindahan koronal dari flep memungkinkan perawatan bersama terhadap resesi gingiva dan kehilangan papila interproksimal.3,4

Teknik yang ketiga dilakukan untuk meningkatkan volume jaringan interdental dengan modifikasi teknik kedua antara lain dengan penggunaan cangkok tulang yang diambil dari daerah tuberositas dan cangkok jaringan ikat bebas palatal disisipkan pada flep amplop.3,4

(36)

Gambar 18: Gambaran skematis menggambarkan cangkok jaringan ikat yang disisipkan di bawah flep pada daerah interdental (Krishnan IS. J Prosthodont 2006;6:166.)

Berikut laporan kasus yang dikemukakan oleh Carnio J. yakni rekonstruksi bedah papila interdental dengan menggunakan cangkok jaringan ikat subepitel pada seorang wanita sehat dan tidak merokok berusia 20 tahun yang dirujuk kepadanya untuk melakukan rekonstruksi atas kehilangan papila interdental di antara gigi insisivus sentral dan lateral kiri maksila (Gambar 19 dan 20). Pasien dilaporkan telah mengalami prosedur bedah regenerasi jaringan terarah (GTR) pada daerah tersebut dengan tingkat keberhasilan yang terbatas. Pasien mengeluh akan masalah estetik dan fonetiknya. Hasil pemeriksaan klinis menemukan adanya garis senyum yang tinggi, resesi gingiva klas IV pada bagian bukal gigi insisivus sentral dan lateral kiri maksila, dan kehilangan papila klas III di antara gigi tersebut dengan destruksi pada daerah bukal/palatal. Jaringan lunak secara klinis terlihat sehat dengan kedalaman sulkus minimal dan terapi inisial hanya berupa instruksi oral higiene. Hasil pengukuran klinis awal dapat dilihat pada tabel berikut.2

Tabel 1: Hasil Pengukuran Klinis Awal dan Akhir (Carnio J.J Perio Rest Dent 2004; 24: 33.)

Hasil pengukuran awal dan akhir ( mm )

Pengukuran Awal Akhir

Resesi fasial ( gigi insisivus sentral ) 2,0 0,0 Resesi fasial ( gigi insisivus lateral ) 2,0 0,0 Jarak dari titik kontak ke margin gingiva 5,5 0,0 Jarak horizontal di antara kedua akar 3,5 0,0 Jarak dari titik kontak ke krista tulang alveolar 9,5 9,5

(37)

Gambar 19: Gambaran prabedah pada wanita berusia 20 tahun yang kehilangan papila interproksimal parah sebagai akibat kegagalan prosedur GTR (Carnio J. J Perio Rest Dent 2004; 24: 32.)

Gambar 20: Gambar radiografi prabedah memperlihatkan jarak 9,5 mm dari titik kontak ke krista tulang alveolar (Carnio J. J Perio Rest Dent 2004; 24: 32.)

Gambar 21: Pengukuran prabedah. A = resesi fasial pada insisivus sentralis kiri maksila; B = resesi fasial pada insisivus lateral kiri maksila; C = jarak dari titik kontak ke margin gingiva; D = jarak horizontal di antara akar; E = jarak dari titik kontak ke krista tulang alveolar (Carnio J. J Perio Rest Dent 2004; 24: 33.)

(38)

Setelah terapi inisial, jaringan gingiva yang mengelilingi insisivus sentral dan lateral maksila tampak sehat. Kemudian dilakukan pemberian anastesi lokal dan insisi semilunar ketebalan sebagian yang dibuat 2 mm dari koronal ke batas mukogingiva dan diperluas dari mesial insisivus sentral ke distal insisivus lateral. Dilanjutkan dengan insisi intrasulkular yang mengelilingi leher gigi dan diperluas dari bukal ke palatal. Papila yang ada dipertahankan sepenuhnya (Gambar 22). Setelah prosedur ini, dilakukan pengambilan jaringan donor yakni jaringan ikat palatal dengan ketebalan 2 mm dari daerah premolar. Kemudian dibentuk sesuai dengan daerah interproksimal dan dicelupkan dalam saline.2

Gambar 22: Insisi bukal semilunar dibuat 2 mm dari koronal ke batas mukogingiva dan diperluas dari bagian mesial insisivus sentral ke distal insisivus lateral. Insisi intrasulkular dipersiapkan sedemikian rupa sehingga mengelilingi leher gigi yang bersangkutan, perluasan dari bagian bukal ke palatal. Catatan: papila interproksimal yang ada dipertahankan sepenuhnya (Carnio J. J Perio Rest Dent 2004; 24: 34.)

Untuk melepaskan gingivopapila dari tulang, digunakan pisau Orban dengan membentuk flep ketebalan sebagian melalui insisi semilunar pada permukaan bukal yang diperluas ke arah palatal (Gambar 23). Dalam menjalankan prosedur ini sangat diperlukan ketelitian untuk mencegah perforasi jaringan palatal dan rusaknya papila interproksimal. Setelah insisi, jaringan lunak secara utuh dilepaskan dari akar dan tulang.

(39)

Suatu kekosongan (dead space) dapat terlihat di antara jaringan lunak dan struktur tulang (Gambar 24).2

Gambar 23: Pisau Orban digunakan untuk melepaskan gingivopapila dari tulang (Carnio J. J Perio Rest Dent 2004; 24: 34.)

Gambar 24: Kekosongan bukal/palatal diamati di antara jaringan lunak dan tulang (Carnio J. J Perio Rest Dent 2004; 24: 34.)

Cangkok jaringan ikat dimasukkan pada dead space dan distabilkan dengan menggunakan jahitan palatum – graf – palatum (Gambar 25). Mukosa alveolar kemudian diseksi agar jaringan dapat ditempatkan ke koronal tanpa memberikan tekanan berlebih pada struktur papila. Pada tahap awal dilakukan penjahitan insisi semilunar agar tercapai penutupan primer (Gambar 26). Perawatan pasca bedah berupa obat kumur klorheksidin 0,12 % digunakan tiga kali sehari selama empat minggu tanpa dilakukan pembersihan mekanis pada daerah interproksimal. Prosedur bedah dilakukan kembali dua kali dengan

(40)

tahapan prosedur yang sama pada daerah yang sama dengan interval waktu delapan minggu (Gambar 27).2

Gambar 25: Penempatan cangkok jaringan ikat subepitel diletakkan untuk mengisi ruang dan mempertahankan gingivopapila koronal. Bahan cangkokan dimasukkan dan distabilkan menggunakan jahitan palatum – graft – palatum (Carnio J. J Perio Rest Dent 2004; 24: 34.)

Gambar 26: Insisi semilunar dijahit untuk meningkatkan penyembuhan sebagai tujuan prosedur pertama (Carnio J. J Perio Rest Dent 2004; 24: 34.)

Gambar 27: Gambaran pascabedah, 8 minggu setelah prosedur pertama (Carnio J. J Perio Rest Dent 2004; 24: 34.)

(41)

Pada tahap lanjutan, pemulihan pada ketiga prosedur bedah tidak memperlihatkan timbulnya masalah yang berarti (Gambar 28). Empat tahun setelah prosedur bedah, ruang interproksimal masih terisi sempurna. Tinggi dan volume papila yang direkonstruksi dapat dipertahankan. Resesi bukal yang ada sebelumnya pada gigi insisivus sentral dan lateral kiri maksila menjadi tertutup dan kedalaman sulkus disekeliling gigi tersebut tidak melebihi 2,5 mm (Gambar 29).2

Gambar 28: Pengulangan prosedur bedah memberikan hasil adanya migrasi koronal yang banyak dari margin gingiva (Carnio J. J Perio Rest Dent 2004; 24: 35.)

Gambar 29: Hasil akhir setelah 4 tahun menunjukkan rekonstruksi papila yang sempurna (Carnio J. J Perio Rest Dent 2004; 24: 35.)

(42)

Gambar 30: Gambaran radiografi akhir. Krista tulang alveolar berada pada level yang sama dengan level awal (Carnio J. J Perio Rest Dent 2004; 24: 35.)

4.2 Kombinasi Prosedur Periodonsia dengan Ortodonsia

Pada keadaan diastema, titik kontak hilang dan menyebabkan papila interdental menjadi tiada. Jika keadaan periodontal sehat, jaringan gingiva interproksimal melekat dengan erat pada gigi dan tulang alveolar. Tindakan ortodonsia diindikasikan pada keadaan ini. Tujuannya adalah untuk mengurangi diastema dan menciptakan titik kontak di antara gigi yang bersebelahan.3,4 Sesungguhnya, penutupan yang tepat dari diastema menyebabkan jaringan gingiva interproksimal beberapa derajat bergerak ke arah koronal (Gambar 31 dan 32). 4

Gambar 31: Modifikasi ruang interdental yang ditujukan untuk perawatan ortodonti : kasus klinis sebelum terapi (Prato GPP. J Perio Rest Dent 2004;24:250.)

(43)

Gambar 32: Penutupan diastema menyebabkan pergerakan ke koronal dari jaringan gingiva interproksimal (Prato GPP. J Perio Rest Dent 2004;24:250.)

Migrasi patologis pada gigi anterior maksila oleh karena hilangnya dukungan periodontal merupakan hal yang lazim. Migrasi ini dapat mengakibatkan ekstrusi gigi, kehilangan titik kontak, kehilangan papila, dan penampilan yang kurang estetis. Papila menjadi menyusut dalam ketiadaan kontak di antara gigi yang bersebelahan. 12,13

Berikut laporan kasus yang dikemukakan oleh Cardaropoli D. dan Re S. yakni prosedur augmentasi papila interdental yang diikuti perawatan ortodonsia pada seorang pasien periodontitis kronis lanjutan yang sebelumnya telah dirawat dengan skeling dan penyerutan akar (S – PA) dan memperlihatkan oral higiene baik dengan skor plak mulut ≤ 15 %. Keberadaan saku infraboni pada gigi insisivus sentral maksila dan kedalaman

probing ≥ 6 mm menjadi indikasi untuk dilakukannya terapi bedah periodontal. Adanya migrasi dan ekstrusi pada gigi insisivus sentral dengan pembukaan diastema dan hilangnya papila interdental menjadi indikasi untuk dilakukannya perawatan ortodonsia (Gambar 33).5

(44)

Gambar 33 : Kiri: Migrasi gigi anterior, pembukaan diastema dan hilangnya papila midline. Kanan: Radiografi intraoral dini memperlihatkan hilangnya tulang interproksimal dengan cacat vertikal pada sisi mesial insisivus sentralis kiri (kanan) (Cardaropoli Daniele. J Periodontol 2005; 76: 656.)

Pasien menjalani bedah setelah dilakukan pemberian anastesi lokal articain 4 % ditambah epinephrine 1/100.000. Tipe akses bedah yang dipilih adalah teknik preservasi papila. Desain flep periodontal yang digunakan adalah insisi flep ketebalan penuh yang dibuat agar dapat mempertahankan jaringan selama akses ke daerah cacat tulang dan insisi interdental pada bagian bukal atau lingual (Gambar 34). Kemampuan untuk akses ke daerah cacat tulang, penerapan teknologi regeneratif dan penutupan luka merupakan kunci dari prosedur. Perluasan flep yang menghubungkan sisi distal dari kedua insisivus lateral dan insisi vertikal hanya dilakukan bila dibutuhkan akses bedah yang lebih baik (Gambar 35). Kemudian, jaringan granulasi disingkirkan secara sempurna dari cacat tulang dengan menggunakan kuret dan skeler, peralatan ultrasonik konvensional dan bur diamond yang dipasang pada handpiece contra-angled low-speed. Setelah itu, dilakukan debridement pada permukaan radikular. Pada tahap ini, daerah cacat diaugmentasi dengan menggunakan bahan cangkok tulang (collagen bovine bone mineral) tanpa menggunakan membran barrier (Gambar 36). Teknik penjahitan dipilih sesuai dengan anatomi dari kerusakan tulang supaya penutupan pasif pada margin luka tercapai dengan

(45)

membebaskan tarikan flep (Gambar 37). Kombinasi antara jahitan mattress horizontal dan jahitan interrupted dapat digunakan.5

Gambar 34: Flep dibuat berdasarkan modifikasi teknik preservasi papila (Cardaropoli Daniele. J Periodontol 2005; 76: 657.)

Gambar 35: Pandangan bukal intraoperatif dari cacat infraboni (Cardaropoli Daniele. J Periodontol 2005; 76: 657.)

Gambar 36: Cacat infraboni diaugmentasi dengan meletakkan bahan cangkok tulang (collagen bovine bone

mineral) (Cardaropoli Daniele. J Periodontol 2005; 76: 657.)

(46)

Gambar 37: Kombinasi antara jahitan mattress dan interrupted digunakan untuk memperoleh penutupan primer dari flep (Cardaropoli Daniele. J Periodontol 2005; 76: 657.)

Pasca bedah, pasien diberi analgesik non steroid seperti nimesulide 100 mg dua kali sehari selama lima hari, antibiotik oral seperti amoksisilin / potasium klavulanat 1 gr dua kali sehari selama enam hari dan berkumur dengan klorheksidin 0,2 % tiga kali sehari hingga pelepasan jahitan yakni dua minggu setelah bedah.5

Beberapa hari setelah jahitan dilepas, perawatan ortodonti aktif boleh dilakukan. Penggunaan teknik per segmen direkomendasikan karena kemampuannya memberi kekuatan yang ringan dan berkelanjutan (10 – 15 gr per gigi) dan menciptakan kekuatan pada pusat tahanan. Mekanisme intrusif dapat terdiri dari lengkung dasar atau dua kantilever yang terbuat dari kawat 0,017” x 0,025” TMA, penjangkaran dibuat dari lengkung palatal dan dua stainless steel 0,036” dihubungkan pada gigi posterior. Pesawat cekat harus dapat menahan migrasinya gigi dan menutup diastema dengan pergerakan 0,5 – 1 mm per bulan.5

Selama terapi ortodonsia, pesawat harus dikontrol setiap dua minggu. Untuk pemeliharaan oral higiene dengan profilaksis profesional dapat dilakukan setiap tiga bulan. Di akhir perawatan, gigi telah tertata kembali dengan jaringan lunak yang optimal dan migrasinya papila ke koronal mengisi embrasur interdental.5

(47)

Gambar 38: Kiri: Di akhir perawatan ortodonsia, jaringan lunak telah mengisi embrasur interproksimal. Kanan: Radiografi intraoral akhir memperlihatkan resolusi dari cacat infraboni (Cardaropoli Daniele. J Periodontol 2005; 76: 658.)

Gambar 39: Gambaran skematis migrasi gigi dengan diastema, hilangnya papila interdental dan keberadaan cacat infraboni (Cardaropoli Daniele. J Periodontol 2005; 76: 658.)

Gambar 40: Gambaran skematis dari objek perawatan. Gigi digerakkan secara ortodonsia pada cacat yang diaugmentasi dan sel ligamen periodontal distimulasi untuk berpindah ke permukaan akar. Penutupan diastema mendorong papila ke arah koronal ke dalam ruang interdental (Cardaropoli Daniele. J Periodontol 2005; 76: 659.)

(48)

Gambar 41: Gambaran skematis dari hasil akhir. Cacat infraboni diisi dengan prosedur augmentasi tulang dan pergerakan ortodonti. Papila yang distimulasi telah mengisi embrasur dan didukung oleh regenerasi krista tulang interdental. Jarak normal antara krista tulang dan titik kontak tercapai (Cardaropoli Daniele. J Periodontol 2005; 76: 659.)

4.3 Prosedur Konservasi

Jika black triangles disebabkan oleh anatomi mahkota gigi yang triangular, maka dibutuhkan perawatan rekonturing permukaan mahkota aproksimal untuk memperluas titik kontak dan memindahkan titik kontak ke servikal untuk mengisi ruang interdental. Resin komposit biasa digunakan sebagai bahan restorasi yang disisipkan sedikit ke dalam sulkus gingiva yang berfungsi sebagai arsitektur dento-gingiva yang menuntun bentuk interdental papila.9

Meskipun demikian, penggunaan bahan komposit harus dilakukan secara hati-hati untuk mencegah ketebalan yang tidak semestinya yang dapat menyebabkan retensi plak, penekanan pada papila, inflamasi dan mengakibatkan masalah estetik.9

Gambar 42: Gambaran skematis dari perpindahan titik kontak (Prato GPP. J Perio Rest Dent 2004;24:250.)

(49)

4.4 Prosedur Prostodonsia

Ketika gigi diekstraksi, bentuk embrasur gingiva menjadi hilang. Respon normal papila terhadap hilangnya embrasur adalah dengan resesi jaringan 1,5 sampai 2,0 mm. Resesi ini dapat dicegah dengan penyisipan bentuk pontik yang benar yakni 2,5 mm ke dalam bagian yang diekstraksi pada hari yang sama dengan ekstraksi gigi. Bentuk embrasur gingiva dan papila dapat dipelihara (Gambar 43 dan 44). Setelah empat minggu, perluasan 2,5 mm dari pontik dikurangi menjadi 1,0 – 1,5 mm untuk memudahkan higiene oral. Prosedur ini dapat memelihara papila disamping gigi abutment selama tulang pada gigi tersebut berada pada level normal (Gambar 45 dan

46).14 Pontik ovate memberikan penampilan yang baik dan bantuan terhadap pemeliharaan papila interdental pasca ekstraksi (Gambar 47).3

Gambar 43: Kunci untuk memelihara papila interproksimal adalah dengan perluasan pontik ovate 2,5 mm ke dalam bagian yang diekstraksi pada hari yang sama dengan ektraksi gigi. Hal ini akan memelihara bentuk embrasur gingiva dan tinggi papila interproksimal (Newman MG, Takei HH, Klokkevold PR. Carannza’s Clinical Periodontology 2006:1063.)

Gambar 44: Gambaran penempatan restorasi sementara pada hari yang sama dengan ekstraksi gigi. Pontik dimasukkan ke dalam soket 2,5 mm. Terbentuknya ruang untuk pemulihan kembali papila ke arah koronal. (Newman MG, Takei HH, Klokkevold PR. Carannza’s Clinical Periodontology 2006:1063.)

(50)

Gambar 45: Sembilan bulan setelah penempatan restorasi sementara (Newman MG, Takei HH, Klokkevold PR. Carannza’s Clinical Periodontology 2006:1063.)

Gambar 46: Gambaran dua tahun setelah penggunaan protesa tetap yang memperlihatkan bagaimana pontik ovate telah memelihara bentuk papilla (Newman MG, Takei HH, Klokkevold PR. Carannza’s Clinical Periodontology 2006:1063.)

Gambar 47: Gambaran skematis ilustrasi hubungan antara pontik ovate dan papila interdental (Krishnan IS. J Prosthodont 2006;6:167.)

--- ooOoo ---

(51)

BAB 5

DISKUSI DAN KESIMPULAN

Papila interdental adalah bagian gingiva dari area interdental yang dibentuk oleh jaringan ikat padat yang ditutupi oleh jaringan epitel oral. Bentuk ini ditentukan oleh hubungan kontak antar gigi, lebar permukaan gigi aproksimal dan bagian dari cemento-enamel junction ( CEJ ). Pada bagian anterior, gingiva ini memiliki bentuk piramida

dengan ujung yang terdapat langsung di bawah titik kontak. Pada bagian posterior, gingiva ini lebih lebar dan berbentuk lembah (kol) konkaf atau jembatan.

Hilangnya papila interdental dapat disebabkan oleh karena diastema midline, keadaan akar yang divergen, mahkota klinis yang cenderung berbentuk triangular, lesi yang berhubungan dengan plak, prosedur oral higiene yang traumatik, kontur restorasi inadekuat dan hilangnya gigi. Pada kasus ketiadaan papila akibat diastema dapat menyebabkan masalah estetis dan fonetik. Sedangkan pada kasus ketiadaan papila akibat black space / black triangles, selain menyebabkan masalah estetis dan fonetik juga mengakibatkan impaksi makanan.

Nordland dan Tarnow mengemukakan suatu sistem klasifikasi untuk kehilangan tinggi papila interdental yang didasarkan pada tiga struktur anatomis yakni titik kontak interdental, perluasan permukaan apikal CEJ dan perluasan koronal interproksimal CEJ sehingga diperoleh empat kategori yakni keadaan yang normal, klas I, klas II, dan klas III. Papilla presence index (PPI) merupakan suatu sistem klasifikasi lainnya dengan pemberian skor berdasarkan hubungan keduduk an di antara papila, CEJ dan gigi yang disebelahnya yang terdiri atas PPI 1, PPI 2, PPI 3, dan PPI 4. Papilla presence index

(52)

(PPI) ini digunakan terutama untuk menilai hilangnya papila interdental yang disebabkan oleh penyakit periodontal dan hasil rekonstruksi papila setelah perawatan periodontal, terutama jika melibatkan tindakan mereposisi gigi.

Beberapa prosedur telah dikemukakan untuk menanggulangi hilangnya papila interdental. Prosedur tersebut meliputi prosedur periodonsia, ortodonsia, konservasi, dan prostodonsia. Prosedur periodonsia akan merekonstruksi jaringan lunak diantara gigi. Sedangkan prosedur ortodonsia, konservasi dan prostodonsia dapat memodifikasi ruang interproksimal yang akan mempengaruhi bentuk jaringan lunak.

Carnio J. dalam laporan kasusnya yakni rekonstruksi bedah papila sebagai salah satu prosedur periodonsia memperlihatkan bahwa teknik bedah dengan menggunakan penempatan cangkok jaringan ikat subepitel dapat membentuk kembali papila interdental yang telah hilang. Hasil rekonstruksi ini stabil dan tidak memperlihatkan adanya tanda klinis inflamasi selama empat tahun pasca bedah. Untuk mencapai keberhasilan ini harus didukung dengan tindakan pemeliharaan integritas dari jaringan interproksimal.

Cardaropoli D. dan Re S. dalam laporan kasusnya yakni prosedur augmentasi papila interdental yang diikuti perawatan ortodonsia sebagai prosedur kombinasi antara periodonsia dengan ortodonsia. Prosedur periodonsia akan memodifikasi jaringan lunak dan memulihkan kesehatan periodontal dengan pengurangan kedalaman probing dan merekonstruksi tulang dengan pencangkokan tulang. Sedangkan prosedur ortodonsia akan menata susunan gigi sehingga menunjukkan potensi yang baik sekali terhadap perbaikan estetis. Hal ini berpengaruh terhadap level papila akhir yang akan memperbaiki estetis pasien.

(53)

Jika hilangnya papila interdental merupakan akibat anatomi mahkota gigi yang triangular maka perawatan rekonturing dengan penggunaan bahan restorasi pada permukaan mahkota aproksimal dapat dilakukan untuk memperluas titik kontak dan memindahkan titik kontak ke servikal yang akan mengisi ruang interdental. Dan bila hilangnya papila interdental merupakan akibat kehilangan gigi maka keadaan ini dapat ditanggulangi dengan tindakan prostetik yang menggunakan pontik ovate. Pontik ini menggantikan posisi gigi yang hilang dan memberikan bantuan terhadap pengisian ruang interproksimal yang akan menciptakan papila interdental pasca ekstraksi. Selain itu, pontik ini juga memiliki nilai estetis dan higiene yang optimal.

Seluruh faktor penyebab dan alternatif perawatan terhadap hilangnya papila interdental harus didiskusikan terlebih dahulu dengan pasien sebelum dilakukan perawatan karena dengan rencana perawatan yang cermat maka level papila yang telah tercapai dapat dipertahankan. Suatu tindakan yang multidisiplin seperti dengan kombinasi prosedur dapat dijadikan pertimbangan untuk mencapai hasil klinis yang optimal.

---ooOoo---

(54)

DAFTAR PUSTAKA

1. Reddy MS. Achieving gingival esthetics. J Amp Dent Assoc 2003; 134: 295-304. 2. Carnio J. Surgical reconstruction of interdental papilla using an interposed

subepithelial connective tissue graft: a case report. J Perio Rest Dent 2004; 24:

31-7.

3. Krishnan IS, Kheur MG. Esthetic considerations for the interdental papilla: eliminating black triangles around restorations: a literature review. J Prosthodont

2006; 6(4): 164-9.

4. Prato GPP, Rotundo R, Cortellini P, Tinti C, Azzi R. Interdental papilla management: a review and classification of the therapeutic approaches. J Perio

Rest Dent 2004; 24: 246-55.

5. Cardaropoli D, Re S. Interdental papilla augmentation procedure following orthodontic treatment in a periodontal patient. J Periodontol 2005; 76: 655-61.

6. Zetu L, Wang H-L. Management of inter-dental/inter-implant papilla. J Clin Periodontol 2005; 32: 831-9.

7. Dalimunthe SH. Periodonsia. 2th ed. Medan: Universitas Sumatera Utara, 2005: 8-11.

8. Chang L-C. The association between embrasure morphology and central papilla recession: a noninvasive assessment method. Chang Gung Med J 2007;

30:445-52.

(55)

9. Tanaka OM, Furquim BD’A, Pascotto RC, Ribeiro GLU, Bosio JA, Maruo H. The dilemma of the open gingival embrasure between maxillary central incisors. J

Contemp Dent Pract 2008; 9: 92-8.

10.Leblebicioglu B, Rawal S, Mariotti A. A review of the functional and esthetic requirements for dental implants. J Amp Dent Assoc 2007; 138(3): 321-9.

11.Cardaropoli D, Re S, Corrente G. The papilla presence index (PPI): a new system to assess interproximal papillary levels. J Perio Rest Dent 2004; 24: 488-92.

12.Cardaropoli D, Re S, Corrente G, Abundo R. Reconstruction of the maxillary midline papilla following a combined orthodontic-periodontic treatment in adult

periodontal patients. J Clin Periodontol 2004; 31: 79-84.

13.Inocencio F, Sandhu HS. Interdental papilla reconstruction combining periodontal and orthodontic therapy in adult periodontal patients: a case report.

J Can Dent Assoc 2008; 74(6): 531-5.

14.Spear FM, Cooney JP. Restorative Interrelationship. In : Carannza FA. Clinical Periodontology. Missouri : Elsevier Saunders, 2006: 1050-69.

---ooOoo--

Gambar

Gambar 12 : Papila Presence Index skor 3 (PPI 3), keberadaan papila kurang sempurna dan CEJ interproksimal dapat terlihat (Cardaropoli Daniele
Gambar 15 : Papila Presence Index skor 4 (PPI 4) dengan diastema interdental (Cardaropoli Daniele
Gambar 18: Gambaran skematis menggambarkan cangkok jaringan ikat yang disisipkan di bawah flep pada daerah interdental (Krishnan IS
Gambar 21: Pengukuran prabedah. A = resesi fasial pada insisivus sentralis kiri maksila; B = resesi fasial pada insisivus lateral kiri maksila; C = jarak dari titik kontak ke margin gingiva; D = jarak horizontal di antara akar; E = jarak dari titik kontak
+7

Referensi

Dokumen terkait