• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Potensi Dan Preferensi Masyarakat Terhadap Bank Syariah Di Wilayah Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Potensi Dan Preferensi Masyarakat Terhadap Bank Syariah Di Wilayah Kota Medan"

Copied!
150
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS POTENSI DAN PREFERENSI MASYARAKAT

TERHADAP BANK SYARIAH DI WILAYAH

KOTA MEDAN

TESIS

Oleh

ALWI REZA NASUTION

047017003/Akt

S

E K O L AH

P A

S C

A S A R JA NA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ANALISIS POTENSI DAN PREFERENSI MASYARAKAT

TERHADAP BANK SYARIAH DI WILAYAH

KOTA MEDAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Akuntansi pada

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

ALWI REZA NASUTION

047017003/Akt

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : ANALISIS POTENSI DAN PREFERENSI MASYARAKAT TERHADAP BANK SYARIAH DI WILAYAH KOTA MEDAN

Nama Mahasiswa : Alwi Reza Nasution Nomor Pokok : 047017003

Program Studi : Akuntansi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Muslich Lufti, MBA) Ketua

(Drs. Zainul Bahri Torong, M.Si, Ak) Anggota

Ketua Program Studi Direktur

(Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak) (Prof. Dr. Ir.T. Chairun Nisa B, M.Sc)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal: 19 September 2006

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Muslich Lufti, MBA

Anggota : 1. Drs. Zainul Bahri Torong, M.Si, Ak

2. Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS. MBA. Ak

3. Drs. Arifin Akhmad, M.Si, Ak

(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul:

ANALISIS POTENSI DAN PREFERENSI MASYARAKAT

TERHADAP BANK SYARIAH DI WILAYAH

KOTA MEDAN

Adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun

sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan

secara benar dan jelas.

Medan, September 2006 Yang membuat pernyataan,

(6)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan menguji serta memberikan bukti empiris mengenai potensi dan preferensi masyarakat terhadap bank syariah di Kota Medan. Penelitian ini menggunakan metode sampel dengan jumlah sampel sebanyak 340 orang. Data yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua golongan yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan menggunakan kuesioner yang dibagikan oleh enumerator yang berjumlah 5 orang kepada para responden, sedangkan data sekunder diperoleh dari pihak-pihak terkait. Penelitian ini menggunakan kuesioner sebagai instrumen penelitian. Butir-butir pertanyaan yang terdapat dalan kuesioner tersebut sebelumnya telah dilakukan uji validitas untuk mengukur tingkat ketehandalan atau kesahihan dari setiap pertanyaan.

Dengan menggunakan metode pearson product moment didapat nilai correlated item

correlation dari masing-masing variabel > dari nilai r sebesar 0,098 (dF=300-2;0,05). Selain dilakukan uji validitas, butir-butir pertanyaan tersebut juga dilakukan uji reabilitas. Untuk melakukan uji realibilitas maka digunakan uji alpha cronbach.

Dengan menggunakan program SPSS versi 11.0, didapat nilai alpha cronbach dari

masing-masing variabel > dari nilai r sebesar 0,098 (dF=300-2;0,05).

(7)

berpengaruh adalah faktor kompleksitas dari perbankan syariah, dengan derajat signifikansi sebesar 0,961.

(8)

ABSTRACT

This Research aim to analyse, test and also give the empirical evidence hit the potency and preferency society to islamic bank in Kota Medan. This Research use the method sampel with the amount sampel as much 340 people. Data used in this research is divided to become two faction that is data of primary and data sekunder. Primary data obtained by using kuesioner alloted by enumerator amounting to 5 people to all responder, while data sekunder obtained from party - related parties. This research use kuesioner as research instrument. Item questions which is there are in kuesioner previously have been conducted by a validity test to measure the validity dan reability from each question. By using method of pearson product moment got value of correlated of item correlation from each variables > from value r of tables of equal to 0,098 (dF=300-2;0,05). Besides conducted by validity test, the question items is also conducted by realibility test. To conduct the reability test is used by test of alpha cronbach. By using program of SPSS version 11.0, got value of alpha cronbach from each variable > from value of r tables wich is equal to 0,098 (dF=300-2;0,05).

Result of research for the examination of all sampel got that potency of medan community from demography facet known that most of the sampel has maximal education level of Strata-1 with the amount as much 187 responder people or equal to 55% from all responder, believe in the Islam as much 268 responder people (78%), others as much 200 people of responder are men, most of responder is 27 year old (8,2%). From economic facet as much 159 responder or 46% taken as sampel confess to put hand to the governance sector with the production level range from 1,5 till 5 million rupiah. As much 141 responder people of taken as sampel confess have married but not yet owned the child as much 141 people or as much 41% from overall of responder, and experience the life every day pursuant to religion norm believed. Meanwhile preference of Medan community to islamic bank, from all responder which is being sample as much 17 people or 5% confessing relate to the islamic bank because of the advantage which is not got in conventional bank. Others as much 58 responder people or 17,1% confessing get more information from islamic bank than conventional bank. Meanwhile from facet kompatibilitas, complexity and triabilitas as much 155 people or 45,6% responder confess the applied of islamic bank compatible in Kota Medan, because islamic bank is also involved in public and social matter. By using analysis of regresi logistics got a most of dominant factor influence the responder in saving in islamic bank work factor, this matter is shown with the degree of significant equal to 0,552. Meanwhile in the case of obtaining, most dominant factor defrayal have an effect on is complexity factor from islamic banking, with the degree of significant equal to 0,961

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan

hidayah-Nya kepada kita semua, karena hanya atas karunia-Nya tesis yang berjudul

“Analisis Potensi dan Preferensi Masyarakat terhadap Bank Syariah di Wilayah Kota

Medan” ini dapat terselesaikan, dan juga kepada junjungan kita Nabi Besar

Muhammad SAW dengan kata “Iqra” Beliau telah membawa semua ummatnya ke

zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan.

Dalam penyelesaian tesis ini, penulis banyak menerima bantuan serta

dorongan dari semua pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang tulus

kepada:

1. Ayahanda H. Sutan Nasution dan Ibunda Hj. Arwati Lubis yang telah

memberikan semua kasih sayang dan doanya dengan tulus. Adinda Fany

Andaruri Nasution dan Nurul Wardani Lubis yang telah terlibat dalam proses

pembuatan tesis ini.

2. Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Chairuddin P Lubis, DTM&H,

Sp.A(K) atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk

mengikuti dan menyelesaikan Program Studi Ilmu Akuntansi.

3. Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Ir. T.

Chairun Nisa B, M.Sc atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Studi Ilmu

Akuntansi pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak dan Dra. Sri Mulyani MBA,

Ak selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Ilmu Akuntansi Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan arahan dan

tuntunannya selama ini.

5. Bapak Dr. Muslich Lufti, MBA dan Bapak Drs. Zainul Bahri Torong, M.Si, Ak

selaku Dosen Pembimbing yang telah berusaha mencurahkan seluruh

(10)

6. Rekan-rekan angkatan VII Program Studi Ilmu Akuntansi Universitas Sumatera

Utara yang banyak membantu selama proses perkuliahan, serta semua pihak

yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Menyadari tesis ini masih jauh dari sempurna, kritik maupun saran penulis

harapkan dari pembaca. Semoga tesis ini dapat bermanfaat.

Medan, September 2006

Penulis

(11)

RIWAYAT HIDUP

I. DATA PRIBADI

Nama : Alwi Reza Nasution

Tempat/Tgl Lahir : Jambi/31 Januari 1981

Alamat : Komp. Puri Tanjung Sari II No. 6 Medan

Agama : Islam

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Status : Belum Menikah

Tinggi Badan : 176 Cm

Berat Badan : 66 Kg

Kewarganegaraan : Indonesia

Telepon/Hp : (061) 8221812/ 0819-857891

II. LATAR BELAKANG PENDIDIKAN

1987 – 1993 : Lulus SD Xaverius 1 Jambi

1993 – 1996 : Lulus SMP Xaverius 1 Jambi

1996 – 1999 : Lulus SMU Xaverius 1 Jambi

1999 – 2003 : Lulus Program Sarjana Akuntansi (S1)

Universitas Sumatera Utara

2004 – 2006 : Lulus Sekolah Pascasarjana Ilmu Akuntansi (S2)

Universitas Sumatera Utara

III. LATAR BELAKANG PEKERJAAN

2003 – 2005 : Staff Akuntansi PT. Bank Bumiputera Indonesia, Tbk,

Cabang Medan

2005 – September 05 : Account Officer PT. Bank Syariah Mandiri,

KCU Medan

2005 – Sekarang : Customer Service PT. Bank Mandiri (Persero),

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK.. ... ... i

ABSTRACT... ...iii

KATA PENGANTAR... iv

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL ...x

DAFTAR GAMBAR... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN...1

1.1. Latar Belakang...1

1.2. Rumusan Masalah ...11

1.3. Tujuan Penelitian ...11

1.4. Manfaat Penelitian ...11

BAB II LANDASAN TEORITIS ...13

2.1. Prinsip-prinsip Ekonomi Islam ...13

2.2. Bank Syariah...17

2.3. Prinsip Bank Syariah ...19

2.3.1. Prinsip Utama ...19

(13)

2.4. Keterbukaan Informasi ...35

2.5. Kompleksitas, Kompabilitas dan Triabilitas Perbankan Syariah ...41

2.6. Medan Sebagai Ibukota Propinsi Sumatera Utara ...48

2.7. Review Penelitian Sebelumnya ...57

2.8. Kerangka Konseptual Penelitian...59

BAB III METODE PENELITIAN ...62

3.1. Jenis Penelitian ...62

3.2. Data Penelitian...63

3.2.1. Jenis dan Sumber Data...63

3.2.2. Pengumpulan Data...64

3.2.3. Tempat Penelitian ...65

3.3. Populasi dan Sampel ...66

3.3.1. Populasi...66

3.2.2. Sampel ...66

3.4. Instrumen Penelitian ...68

3.4.1. Uji Validitas...68

3.4.2. Uji Realibilitas ...71

3.5. Variabel Penelitian...72

(14)

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ...76

4.1. Potensi Masyarakat Kota Medan ...76

4.1.1. Karakteristik Responden...76

4.2. Preferensi Masyarakat terhadap Bank Syariah ...80

4.2.1. Preferensi terhadap Keuntungan Relatif ...80

4.2.2. Preferensi terhadap Keterbukaan Informasi ...91

4.2.3. Preferensi terhadap Kompatibilitas, Kompleksitas, dan Triabilitas ...95

4.3. Analisis Logistik Regressi ...103

4.3.1. Keinginan Masyarakat Menabung ...103

4.3.2. Keinginan Masyarakat Memperoleh Pembiayaan ...105

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...109

5.1. Kesimpulan ...109

5.2. Keterbatasan Penelitian ...113

5.3. Saran ... 114

(15)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

1.1. Bank Syariah di Kota Medan ... ... 9

1.2. Perkembangan Perbankan Syariah di Kota Medan (Trilliun Rp) .... 10

2.1. Penelitian Terdahulu ... .... 57

2.2. Perbedaan dengan Penelitian Sebelumnya... .... 58

3.1. Jenis dan Sumber Data ... .... 63

3.2. Proses Pengumpulan Data... .... 64

3.3. Lokasi Penelitian (Kecamatan Objek Penelitian) ... .... 65

3.4. Uji Validitas ... .... 69

3.5. Uji Reliabilitas ... .... 71

4.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... .... 76

4.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan ... .... 77

4.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Agama... .... 77

4.4. Kelompok Pendapatan Responden di Kota Medan... .... 78

4.5. Kelompok Pekerjaan Responden di Kota Medan ... .... 79

4.6. Preferensi Masyarakat terhadap Kepedulian terhadap Bagi Hasil.... 80

4.7. Preferensi Masyarakat terhadap Beda Bagi Hasil dengan Bunga .... 81

4.8. Preferensi Masyarakat terhadap Beda Bagi Hasil Kredit dengan Suku Bunga Kredit ... .... 81

4.9. Preferensi Masyarakat terhadap Jaringan yang Masih Sedikit .... .... 82

4.10. Preferensi Masyarakat terhadap Beda Bagi Hasil Produk Dana Bank Syariah dan Bank Konvensional ... .... 82

4.11. Preferensi Masyarakat terhadap Beda Bagi Hasil Produk Pembiayaan Bank Syariah dan Bank Konvensional ... .... 83

4.12. Preferensi Masyarakat terhadap Proses Pembukaan Produk Dana Bank Syariah... .... 83

(16)

4.14. Preferensi Masyarakat terhadap Pencairan Dana Lebih Cepat

Lebih Diminati Dibandingkan Suku Bunga yang Rendah ... .... 84

4.15. Preferensi Masyarakat terhadap Performance Kedepan Bank Syariah Dibandingkan Bank Konvensional... .... 85

4.16. Preferensi Masyarakat terhadap Operasionalisasi Berdasarkan Prinsip Syariah ... .... 86

4.17. Preferensi Masyarakat terhadap Pasar Bank Syariah Tidak Hanya Umat Muslim... .... 86

4.18. Preferensi Masyarakat terhadap Prinsip Syariah Merupakan Hal yang Tidak Asing ... .... 87

4.19. Preferensi Masyarakat terhadap Kepedulian Penggunaan Prinsip Syariah ... .... 87

4.20. Preferensi Masyarakat terhadap Kebutuhan Sosialisasi Prinsip Syariah ... .... 88

4.21. Preferensi Masyarakat terhadap Penggunaan Prinsip Syariah yang Kurang Tepat... .... 88

4.22. Preferensi Masyarakat terhadap Prinsip Wadiah ... .... 89

4.23. Preferensi Masyarakat terhadap Prinsip Mudharabah... .... 89

4.24. Preferensi Masyarakat terhadap Prinsip Murabahah... .... 90

4.25. Preferensi Masyarakat terhadap Prinsip Ijarah ... .... 90

4.26. Preferensi Masyarakat terhadap Kemudahan Informasi ... .... 91

4.27. Preferensi Masyarakat terhadap Informasi Laporan Keuangan Merupakan Indikator Sehatnya Sebuah Bank... .... 92

4.28. Preferensi Masyarakat terhadap Pemahaman Laporan Keuangan Sebagai Alasan Mengikuti Laporan Keuangan... .... 92

4.29. Preferensi Masyarakat terhadap Kemudahan Informasi Jumlah Dana yang Terhimpun dari Pihak Ketiga ... .... 93

4.30. Preferensi Masyarakat terhadap Kemudahan Informasi Jumlah Dana yang Disalurkan Kepada Pihak Ketiga ... .... 93

4.31. Preferensi Masyarakat terhadap Informasi Perkembangan Aset . ... 94

4.32. Preferensi Masyarakat terhadap Kemudahan Informasi tentang Zakat yang Disalurkan oleh Bank Syariah ... .... 94

(17)

4.34. Preferensi Masyarakat terhadap Bank Syariah Identik dengan

Bagi Hasil... .... 96

4.35. Preferensi Masyarakat terhadap Bagi Hasil Hanya cocok

untuk Bank Syariah ... .... 96

4.36. Preferensi Masyarakat terhadap Bank Syariah yang Sangat

Cocok dengan Masyarakat Indonesia... .... 97

4.37. Preferensi Masyarakat terhadap Bank Syariah Tidak Hanya

Cocok untuk Ummat Islam Saja ... .... 97

4.38. Preferensi Masyarakat terhadap Kesesuaian Janji akan Janji

Bagi Hasil dengan Kenyataan yang ada... .... 98

4.39. Preferensi Masyarakat terhadap Menabung di Bank Syariah

Sekaligus Bersedekah ... .... 98

4.40. Preferensi Masyarakat terhadap Menabung di Bank Syariah

Sekaligus Mengatasi Masalah Sosial ... .... 99

4.41. Preferensi Masyarakat terhadap Investasi yang Diberikan

Bank Syariah Hanya Kepada yang Bersifat Halal Saja ... .... 99

4.42. Preferensi Masyarakat terhadap Semua Transaksi di Bank

Konvensional Tidak Dapat Semua Dilakukan di Bank Syariah .. .. 100

4.43. Preferensi Masyarakat terhadap Kemudahan Memperoleh

Informasi tentang Prinsip Syariah... .. 101

4.44. Preferensi Masyarakat terhadap Sosialisasi yang Masih

Jarang Dilakukan oleh Bank Syariah ... .. 101

4.45. Preferensi Masyarakat terhadap Jumlah Bank Syariah yang

Masih Sedikit ... .. 102

4.46. Preferensi Masyarakat terhadap Sulitnya Informasi tentang

(18)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1.1 Peta Kota Medan ...6

2.1 Alur Operasional Bank Syariah ...25

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sebagai negara dengan kuantitas penduduk muslim terbesar di dunia, institusi

perbankan di Indonesia dituntut untuk dapat mengoperasionalkan sistem perbankan

yang berbasiskan kepada syariah Islam. Meskipun agak terlambat, setelah beberapa

dekade diambangkan oleh kaum ulama dan pemerintah tentang persoalan halal dan

haramnya bunga dalam perbankan, tahun 1992 dikeluarkan UU No. 7 Tahun 1992

tentang perbankan yang merupakan tonggak legalitas diadopsinya perbankan syariah

dalam sistem perbankan di Indonesia. Peraturan ini kemudian diperbaiki dengan UU

No. 10 Tahun 1998, lalu UU No. 23 Tahun 1999 dan terakhir dengan UU No. 3

Tahun 2004 tentang Bank Indonesia. Sampai saat ini, perkembangan perbankan

syariah sangat pesat baik dari segi jumlah usaha, kantor, penghimpunan dan

pembiayaan, maupun ragam produknya.

Meskipun pertumbuhan jaringan kantor bank syariah di Indonesia relatif

cepat, namun kontribusi perbankan syariah terhadap perbankan nasional masih relatif

kecil, sampai dengan akhir tahun 2005 total aset perbankan syariah baru mencapai

1,46 % dari total aset perbankan nasional (Bank Indonesia, 2005). Berbagai langkah

(21)

perbankan syariah yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan kepercayaan para

pengguna jasa perbankan syariah (Bank Indonesia, 2005).

Sejak tahun 1992, mulai beroperasi apa yang dimaksud dengan dual banking

system di Indonesia. Perbankan konvensional yang menerapkan bunga berjalan

berdampingan dengan perbankan syariah yang mendasarkan kepada sistem bagi hasil.

Struktur kebijakan seperti ini merupakan opsi yang realistis, karena saat ini struktur

berpikir di tengah masyarakat juga demikian. Struktur pengetahuan dan preferensi

masyarakat yang sudah terbangun sejak lama tentu saja tidak mudah untuk diarahkan

kepada hanya perbankan yang berasaskan syariah Islam. Dengan alasan itu, penelitian

ini dirasa penting untuk mengungkapakan bagaimana sikap masyarakat saat ini, serta

bagaimana strateginya untuk diubah agar lebih menerima perbankan syariah.

Meskipun perbankan syariah dikenal belum lama, adalah hal yang menarik untuk

dipelajari bagaimana karakteristik masyarakat yang selama ini telah mengadopsi

perbankan syariah. Apakah karakteristik tersebut bersifat khas, dan apakah mereka

merupakan pasar yang potensial.

Penelitian tentang perilaku, karakteristik, dan preferensi masyarakat terhadap

bank syariah khususnya di Indonesia masih sangat terbatas. Namun penelitian

pendahuluan yang dilakukan oleh Wibisana dkk, (1999) di Jawa Timur secara

sederhana dapat memberikan gambaran tentatif tentang perilaku dan preferensi

(22)

pernah dilakukan di negara Jordan oleh Erol dan El-Bdour (1989) dan El-Bdour

(1984) (Bank Indonesia, 2000).

Studi pendahuluan preferensi masyarakat tentang BPR syariah di Jawa Timur

menunjukkan adanya keberagaman preferensi masyarakat terhadap bank syariah. Dari

hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa ada indikasi bahwa masyarakat belum

memahami keberadaan bank syariah. Temuan penelitian tersebut sebetulnya tidak

jauh berbeda dengan yang dilakukan oleh Erol dan El-Bdour (1989). Hasil penelitian

yang dilakukan di Jordan tersebut menunjukkan bahwa masyarakat sebetulnya lebih

berorientasi kepada profit daripada agama. Dengan kata lain, motivasi pada profit

merupakan faktor dominan yang mempengaruhi keputusan masyarakat untuk

memilih bank syariah, bukan berdasarkan pada motivasi agama (Bank Indonesia,

2000).

Apa yang diungkapkan di atas merupakan sebuah gambaran tentang preferensi

masyarakat terhadap bank syariah. Penelitian yang lebih mendalam dan lengkap

masih sangat diperlukan untuk mengetahui preferensi masyarakat terhadap bank

syariah. Penelitian tentang Potensi, Preferensi, dan Perilaku Masyarakat terhadap

Bank Syariah tahun 2000 lalu, mengungkapkan banyak hal, penelitian yang dilakukan

oleh Bank Indonesia bekerja sama dengan beberapa Lembaga Penelitian Universitas

Negeri di Pulau Jawa, seperti Pusat Pengkajian Bisnis dan Ekonomi Islam Fakultas

Ekonomi Universitas Brawijaya dan Pusat Penelitian Kajian Pembangunan Lembaga

Penelitian Universitas Diponegoro, menunjukkan, bahwa kualitas pelayanan dan

(23)

mempengaruhi pereferensi masyarakat Jawa Timur untuk menggunakan jasa bank

syariah. Sementara, masyarakat Jawa Tengah lebih didominasi oleh pertimbangan

keagamaan dalam menggunakan jasa bank syariah (Bank Indonesia, 2000). Temuan

tersebut diperkuat dengan informasi bahwa masyarakat non-nasabah bank syariah

yang diberi penjelasan sistem, produk dan jasa, serta kehalalan bank syariah memiliki

kecenderungan kuat untuk memilih bank syariah. Namun sebaliknya, nasabah yang

telah menggunakan jasa bank syariah, sebagian cenderung untuk berhenti menjadi

nasabah karena kualitas pelayanan yang kurang baik dan atau ragu akan konsistensi

penerapan prinsip syariah. Hasil penelitian itu memantapkan hasil penelitian Haron,

yang menunjukkan, untuk kasus Malaysia, terdapat 40 persen dari muslim yang

mempercayai bahwa agama merupakan faktor utama dari masyarakat untuk

mempertahankan rekeningnya di bank syariah. Selebihnya, sekitar 60 persen muslim,

masih mempertimbangkan faktor-faktor seperti kecepatan transaksi, kualitas jasa,

keramahan staf, dan lokasi sebagai kriteria penting pada saat mereka menyeleksi

suatu bank (Bank Indonesia, 2005). Lebih lanjut penelitian Muryani (1998)

menunjukkan, alasan utama nasabah menabung di bank syariah adalah karena untuk

menjalankan syariah, dan alasan kedua adalah bagi hasil. Nasabah memutuskan

memilih bank syariah sebagai tempat menitipkan uangnya, lebih didorong oleh

pertimbangan yang bersifat emosional (emotional motives) dibandingkan rational

motives (Ramadania, 2002). Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah terdapat dua

faktor utama yang digunakan sebagai dasar pertimbangan nasabah pada saat memilih

(24)

Bertitik tolak dari penelitian terdahulu tersebut di atas, maka penulis mencoba

melakukan penelitian yang sejenis dengan wilayah penelitian Kota Medan. Kota

Medan sebagai ibukota dari Provinsi Sumatera Utara, dengan luas 26.510 hektar

(265,10 km²) atau 3,6% dari luas keseluruhan Provinsi Sumatera Utara dengan

jumlah penduduk 2.036.185 jiwa (data BPS, 2005), bagian terbesar dari penduduk

kota medan menganut agama Islam (66,83%) kemudian agama Kristen (21,02%),

Buddha (10,40%), Hindu (0,68%) dan kepercayaan lainnya (0,07%), hal tersebut

merupakan potensi yang sangat besar bagi perkembangan perbankan syariah.

Secara administratif Kota Medan di sebelah Barat, Timur dan Selatan

berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang, di sebelah Utara berbatasan langsung

dengan Selat Malaka, yang diketahui merupakan salah satu lintas laut paling sibuk

(padat) di dunia. Secara relatif Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu daerah

yang kaya dengan Sumber Daya Alam (SDA), khususnya di bidang perkebunan dan

kehutanan. Karenanya secara geografisnya Kota Medan didukung oleh daerah-daerah

yang kaya sumber alam seperti Deli Serdang, Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli

(25)

1 2 3 4

Gambar 1.1. Peta Kota Medan

Kondisi ini menjadikan Kota Medan secara ekonomi mampu mengembangkan

berbagai kerjasama dan kemitraan yang sejajar, saling menguntungkan dan saling

memperkuat dengan daerah-daerah sekitarnya. Di samping itu sebagai daerah yang

berada pada pinggiran jalur pelayaran Selat Malaka, maka Kota Medan memiliki

posisi strategis sebagai pintu gerbang kegiatan perdagangan barang dan jasa, baik

(26)

Sebagai aktivitas yang diorientasikan untuk memperoleh keuntungan secara

ekonomi, kegiatan bisnis merupakan bidang yang sangat luas dan terkait dengan

bidang-bidang lainnya. Perubahan kondisi atau kebijakan dalam bidang lain akan

selalu mempengaruhi kondisi bisnis yang ada. Kegiatan bisnis, terlebih yang berskala

besar, akan sangat dipengaruhi lingkungan nasional, budaya, hukum, politik,

teknologi, hankam, dan lain-lain khususnya lingkungan makroekonomi.

Kondisi saling ketergantungan tersebut merupakan alasan kuat bagi

Pemerintah Kota Medan bersama-sama dengan seluruh komponen masyarakat, untuk

selalu berusaha menciptakan iklim atau lingkungan yang kondusif bagi kegiatan

bisnis di kota ini, baik bagi bisnis lokal, domestik, maupun asing. Dengan dukungan

dari 21 kecamatan yang dimilikinya, Kota Medan berusaha mewujudkan lingkungan

bisnis yang kondusif, pengaruh mempengaruhi antar berbagai faktor sehingga sangat

multi dimensi. Untuk itulah Pemko Medan secara intens dan terus menerus selalu

melakukan dialog, berinteraksi dengan seluruh kalangan dan lapisan masyarakat

untuk membangun dan menciptakan lingkungan bisnis yang kondusif bagi semua

pelaku bisnis tanpa diskriminatif.

Sebagai salah satu kegiatan ekonomi, keberadaan lembaga keuangan,

khususnya perbankan di Kota Medan dirasakan sangat strategis khususnya untuk

mendukung ketersediaan modal, baik yang bersifat modal investasi, modal kerja,

maupun konsumsi. Rusaknya sistem perbankan sebagai akibat krisis ekonomi

ternyata tidak sampai menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga

(27)

masyarakat pada perbankan, baik yang berbentuk giro, tabungan, deposito, maupun

dana pihak ketiga.

Indikator utama keuangan perbankan di Sumatera Utara hingga triwulan I

tahun 2006 pada umumnya menunjukkan peningkatan yang menggembirakan. Hal ini

tercermin dari laju pertumbuhan aset sebesar 18,13%. Peningkatan aset ini

disebabkan karena peningkatan dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun oleh pihak

perbankan selama triwulan pertama sebesar 13,68%. Sejalan dengan hal tersebut,

penyaluran kredit di Sumatera Utara juga mengalami peningkatan yang cukup berarti

sebesar 25,20% (Bank Indonesia, 2006).

Saat ini paling tidak ada 40 bank yang beroperasi di Kota Medan, baik jenis

bank umum devisa, bukan devisa, termasuk bank perkreditan rakyat (BPR).

Walaupun fungsi intermidiasi perbankan sejak krisis ekonomi belum pulih

sepenuhnya, namun data hingga posisi bulan Maret 2006 menunjukkan meningkatnya

penggunaan fasilitas kredit perbankan secara nominal maupun pertumbuhan

kreditnya oleh para pengusaha (debitur). Total kredit yang tersalur di Kota Medan per

31 Maret 2006 telah mencapai Rp 22,8 trilyun (Sumatera Utara Rp 35,86 trilyun).

Kredit yang paling banyak digunakan adalah kredit modal kerja, diikuti kredit

investasi dan konsumsi (Bank Indonesia, 2006).

Perkembangan perbankan syariah di wilayah Sumatera Utara khususnya Kota

Medan menunjukkan pertumbuhan yang menggembirakan. Hal ini terlihat dari

penyebaran jumlah kantor baik sebagai kantor cabang utama, kantor cabang

(28)

penyetoran uang nasabah. Sampai dengan Maret 2006 jumlah bank syariah yang

beroperasi di wilayah Kota Medan mencapai 8 bank syariah yang digolongkan

menjadi Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah, dan Bank Perkreditan Rakyat

Syariah. Nama, Jenis dan Alamat Kantor Cabang Utama dari perbankan syariah yang

beroperasional di wilayah Kota Medan dapat dilihat dalam tabel berikut:

Tabel 1.1. Bank Syariah di Kota Medan

Nama Bank Jenis Alamat

Bank Syariah Mandiri Bank Umum Syariah Jl. Ahmad Yani No. 100 Medan Bank Muamalat Bank Umum Syariah Jl. Gajah Mada No. 21 Medan

Bank Negara Indonesia Syariah Unit Usaha Syariah Jl. Gatot Subroto No. 199 - 201 Medan Bank Rakyat Indonesia Syariah Unit Usaha Syariah Jl. Gatot Subroto No. 196 Medan Bank Bukopin Syariah Unit Usaha Syariah Jl. Letjen. S. Parman

Bank Sumut Syariah Unit Usaha Syariah Jl. Imam Bonjol No.18 Medan

BPRS Gebu Prima BPRS Jl. Utama No.2 A Medan

BPRS Al-Wasliyah BPRS Jl. Sisingamangaraja No. 51 D Medan

Sumber: Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah (LPPD) Sumatera Utara, diterbitkan oleh Kantor Bank Indonesia (BI) Medan, 2006

Sampai dengan Triwulan I tahun 2006, indikator keuangan bank umum

syariah yang tercermin dari pertumbuhan Assets, Kredit/Pembiayaan, Dana Pihak

Ketiga, dan Laba/rugi apabila dibandingkan dengan triwulan I tahun sebelumnya

menunjukkan kecenderungan menurun. Perkembangan indikator perbankan syariah

(29)

Tabel 1.2. Perkembangan Perbankan Syariah di Kota Medan (Trilliun Rp)

Indikator 2005 2006 Growth

I II III IV I I/2006

Assets 1.05 1.09 1.23 1.22 0.95 -10,23%

Credit 1.07 1.14 1.22 1.24 0.97 -8,66%

DPK 0.67 0.71 0.69 0.63 0.5 -24,89%

Laba 0.02 0.03 0.05 0.05 0.01 -48,56%

Sumber: Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah (LPPD) Sumatera Utara, Diterbitkan oleh Kantor Bank Indonesia (BI) Medan, 2006

Dilihat dari segi pertumbuhan ekonominya, pertumbuhan ekonomi Kota

Medan menunjukkan tingkat elastisitas yang tinggi terhadap pertumbuhan

propinsinya, artinya jika pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara positif, maka

pertumbuhan ekonomi Kota Medan menunjukkan angka positif yang lebih besar dari

pertumbuhan ekonomi propinsinya (www.pemkomedan.go.id). Ini menunjukkan

Kota Medan masih merupakan mesin pembangunan bagi daerah kota dan kabupaten

lainnya di Sumatera Utara. Namun demikian untuk memacu pertumbuhan ekonomi

ke tingkat minimal sama dengan masa sebelum krisis (6 s/d 7%), Kota Medan masih

membutuhkan dana investasi paling tidak mencapai 12 trilyun rupiah, untuk lima

tahun ke depan (www.pemkomedan.go.id).

Berdasarkan uraian singkat tersebut, maka pada penulisan tesis ini peneliti

akan meneliti bagaimana potensi dan preferensi masyarakat Kota Medan terhadap

bank syariah. Nantinya diharapkan hasil dari penelitian/penulisan tesis ini akan dapat

memberikan masukan bagi pengembangan perbankan syariah di Sumatera Utara

(30)

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut di atas, maka

permasalahan yang penulis temukan adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana potensi masyarakat yang ada di wilayah penelitian?

2. Bagaimana preferensi masyarakat yang ada di wilayah penelitian terhadap

perbankan syariah?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti empiris mengenai:

1. Potensi masyarakat yang ada di wilayah penelitian.

2. Preferensi masyarakat yang ada di wilayah penelitian terhadap perbankan

syariah.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian yang berkaitan dengan perbankan syariah masih relatif sedikit

dilakukan di Indonesia, dan di Kota Medan penelitian sejenis sangat jarang dilakukan,

oleh karena itu hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi

berbagai pihak antara lain:

1. Peneliti dalam hal ini juga sebagai penulis, semoga dengan adanya penelitian

ini akan dapat menambah wawasan bagi peneliti baik mengenai perbankan

(31)

2. Pihak akademisi, penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan/

informasi yang berguna bagi penelitian-penelitian berikutnya.

3. Masyarakat umum, penelitian ini diharapkan mampu memberikan suatu

tambahan wawasan ataupun pengetahuan kepada masyarakat umum, baik

mengenai perbankan secara umum maupun perbankan syariah khususnya.

4. Bagi pengelola bank syariah, khususnya yang beroperasional di wilayah Kota

Medan, sehingga dapat memberikan masukan/informasi yang berguna bagi

perluasan jaringan perbankan syariah di wilayah Kota Medan.

5. Bagi pihak Bank Indonesia (BI), dengan adanya penelitian ini semoga dapat

membantu pihak Bank Indonesia untuk mengetahui seberapa besar minat

masyarakat Kota Medan terhadap produk perbankan syariah, dan potensi apa

saja yang terdapat di wilayah Kota Medan khususnya bagi pengembangan

(32)

BAB II

LANDASAN TEORITIS

2.1. Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam

Sistim keuangan dan perbankan syariah adalah merupakan bagian dari konsep

yang lebih luas tentang ekonomi Islam, yang tujuannya, sebagaimana dianjurkan oleh

para ulama, adalah memperkenalkan sistim nilai dan etika Islam ke dalam lingkungan

ekonomi. Karena dasar etika ini maka keuangan dan perbankan syariah bagi

kebanyakan muslim adalah bukan sekedar sistem transaksi komersial. Persepsi Islam

dalam transaksi finansial itu dipandang oleh banyak kalangan muslim sebagai

kewajiban agamis. Kemampuan lembaga keuangan Islam menarik investor dengan

sukses bukan hanya tergantung pada tingkat kemampuan lembaga itu menghasilkan

keuntungan, tetapi juga pada persepsi bahwa lembaga tersebut secara

sungguh-sungguh memperhatikan restriksi-restriksi agamis yang digariskan oleh Islam.

Dalam kehidupan sehari-hari, Islam dapat diterjemahkan ke dalam teori dan

juga diinterpretasikan ke dalam praktek tentang bagaimana seseorang berhubungan

dengan orang lain. Ajaran Islam bertujuan untuk membentuk masyarakat dengan

tatanan sosial yang solid. Dalam tatanan tersebut, setiap individu diikat oleh tali

persaudaraan dan kasih sayang bagai suatu keluarga, sebuah persaudaraan yang tidak

diikat oleh batas-batas geografis.

“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang

(33)

janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak

adil. Berlaku adillah kamu, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan

bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu

kerjakan”(Al-Maa’idah: 8).

Perilaku individu dan masyarakat dalam islam diarahkan ke arah bagaimana

cara pemenuhan kebutuhan mereka dilaksanakan dan bagaimana menggunakan

sumber daya yang ada.

“Hai manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi

dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan karena sesungguhnya setan itu

adalah musuh yang nyata bagimu” (Al-Baqarah: 168).

“Dan janganlah kalian merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah

kalian merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan” (Asy-Syu’araa’: 183).

Hal ini menjadi subyek yang dipelajari dalam ekonomi Islam sehingga

implikasi ekonomi yang dapat ditarik dari ajaran Islam berbeda dengan ekonomi

umum. Oleh sebab itu, dalam ekonomi Islam, hanya pemeluk Islam yang berimanlah

yang dapat mewakili satuan ekonomi Islam.

M. Abdul Mun’im Afar (Ahmad Rizal Purnama, 2000) Prinsip-prinsip

Ekonomi Islam itu secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Dalam Ekonomi Islam, berbagai jenis sumber daya dipandang sebagai

(34)

bumi ini, termasuk harta benda adalah Allah SWT. Kepemilikan oleh manusia hanya bersifat relatif, sebatas untuk melaksanakan amanah mengelola dan memanfaatkan sesuai dengan ketentuannya. Firman Allah SWT

“Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagaian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka, orang-orang yang beriman diantara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya mendapatkan pahala yang besar” (Al-Hadiid: 7).

2. Islam mengakui kepemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu,

termasuk kepemilikan alat produksi dan faktor produksi. Pertama, kepemilikan individu dibatasi oleh kepentingan masyarakat, dan Kedua, Islam menolak setiap pendapatan yang diperoleh secara tidak sah, apalagi usaha yang menghancurkan masyarakat.

“Belanjakanlah (hartamu) pada jalan Allah dan janganlah kamu jatuhkan dirimu kedalam kebinasaan dan berbuat baiklah. Sesungguhnya Allah mengasihi orang-orang yang berbuat baik” (Al-Baqarah: 195).

3. Kekuatan penggerak utama Ekonomi Islam adalah kerjasama. Seorang

muslim, apakah ia sebagai pembeli, penjual, penerima upah, pembuat keuntungan dan sebagainya, harus berpegang pada tuntunan Allah SWT dalam Al Qur'an:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan jalan batil, kecuali dengan perdagangan yang dilakukan dengan suka sama suka diantara kamu…' (An-Nissa: 29).

4. Pemilikan kekayaan pribadi harus berperan sebagai kapital produktif yang akan meningkatkan besaran produk nasional dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Al Qur'an mengungkapkan bahwa, 'Apa yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya sebagai harta rampasan dari penduduk negeri-negeri itu, adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar diantara orang-orang kaya saja diantara kamu…' (QS 57: 7). Oleh karena itu, Sistem Ekonomi Islam menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh beberapa orang saja. Konsep ini berlawanan dengan Sistem Ekonomi Kapitalis, di mana kepemilikan industri didominasi oleh monopoli dan oligopoli, tidak terkecuali industri yang merupakan kepentingan umum.

5. Islam menjamin kepemilikan masyarakat dan penggunaannya

direncanakan untuk kepentingan orang banyak. Prinsip ini didasari Sunnah Rasulullah yang menyatakan bahwa, "Masyarakat punya hak

yang sama atas air, padang rumput dan api" (Al Hadits). Sunnah

(35)

hubungannya dengan produksi air, bahan tambang, bahkan bahan makanan harus dikelola oleh negara. Demikian juga berbagai macam bahan bakar untuk keperluan dalam negeri dan industri tidak boleh dikuasai oleh individu.

6. Orang muslim harus takut kepada Allah dan hari akhirat, seperti

diuraikan dalam Al Qur'an sebagai berikut:

“Dan takutlah pada hari sewaktu kamu dikembalikan kepada Allah, kemudian masing-masing diberikan balasan dengan sempurna usahanya. Dan mereka tidak teraniaya…” (Al-Baqarah: 281).

7. Oleh karena itu Islam mencela keuntungan yang berlebihan,

perdagangan yang tidak jujur, perlakuan yang tidak adil, dan semua bentuk diskriminasi dan penindasan.

8. Seorang muslim yang kekayaannya melebihi tingkat tertentu (Nisab)

diwajibkan membayar zakat. Zakat merupakan alat distribusi sebagian kekayaan orang kaya (sebagai sanksi atas penguasaan harta tersebut), yang ditujukan untuk orang miskin dan orang-orang yang membutuhkan. Menurut pendapat para alim-ulama, zakat dikenakan 2,5% (dua setengah persen) untuk semua kekayaan yang tidak

produktif (Idle Assets), termasuk di dalamnya adalah uang kas,

deposito, emas, perak dan permata, pendapatan bersih dari transaksi

(Net Earning from Transaction), dan 10% (sepuluh persen) dari

pendapatan bersih investasi.

9. Islam melarang setiap pembayaran bunga (Riba) atas berbagai bentuk pinjaman, apakah pinjaman itu berasal dari teman, perusahaan perorangan, pemerintah ataupun institusi lainnya. Al Qur'an secara bertahap namun jelas dan tegas memperingatkan kita tentang bunga. Hal ini dapat dilihat dari turunnya ayat-ayat Al Qur'an sebagai berikut

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba yang berlipat-lipat ganda dan takutlah kepada Allah,….” (Al-Imran: 130). “Jual beli itu hanya seperti riba, Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba……” (Al-Baqarah: 275).

Islam bukanlah satu-satunya agama yang melarang pembayaran bunga.

Banyak pemikir zaman dahulu yang berpendapat bahwa pembayaran bunga adalah

tidak adil. Bahkan meminjamkan uang dengan bunga dilarang pada zaman Yunani

kuno. Aristoteles adalah orang yang amat menentang dan melarang bunga, sedang

(36)

2.2. Bank Syariah

Dalam Booklet Perbankan Bank Indonesia (2005), yang dimaksud dengan

bank adalah “Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk

simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-

bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak”. Perbankan

Indonesia dalam menjalankan fungsinya berdasarkan demokrasi ekonomi dan

menggunakan prinsip kehati-hatian. Fungsi utama dari perbankan Indonesia adalah

sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat serta bertujuan untuk menunjang

pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan

pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional

kearah peningkatan taraf hidup orang banyak.

Perbankan memiliki posisi yang strategis, yaitu sebagai penunjang kelancaran

sistem pembayaran, pelaksanaan kebijakan moneter dan pencapaian stabilitas sistem

keuangan, sehingga diperlukan perbankan yang sehat, transparan dan dapat

dipertanggungjawabkan.

Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Pasal 1 butir 13, yang

dimaksud dengan prinsip syariah adalah

Aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain

pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (Mudharabah),

pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (Musharakah),

(37)

atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (Ijarah wa itiqna).

Dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 59

disebutkan bahwa yang dimaksud dengan bank syariah adalah:

Bank yang berasaskan, antara lain, pada asas kemitraan, keadilan, transparansi, dan universal serta melakukan kegiatan usaha perbankan berdasarkan prinsip syariah. Kegiatan bank syariah merupakan implementasi dari prinsip ekonomi islam dengan karakteristik, antara lain, sebagai berikut:

a. pelarangan riba dalam berbagai bentuknya;

b. tidak mengenal konsep nilai waktu dari uang (time value of

money);

c. konsep uang sebagai alat tukar bukan sebagai alat komoditas;

d. tidak diperkenankan melakukan kegiatan yang bersifat

spekulatif;

e. tidak diperkenankan menggunakan dua harga untuk satu

barang; dan

f. tidak diperkenankan dua transaksi dalam satu akad.

Bank syariah beroperasi atas dasar konsep bagi hasil, bukan menggunakan

bunga sebagai alat untuk memperoleh pendapatan maupun membebankan bunga atas

penggunaan dana dan pinjaman karena bunga merupakan riba yang diharamkan.

Berbeda dengan bank konvensional, bank syariah tidak membedakan secara tegas

antara sektor moneter dan sektor riil sehingga dalam kegiatan usahanya dapat

melakukan transaksi-transaksi sektor riil, seperti jual beli dan sewa menyewa. Bank

syariah juga dapat menjalankan kegiatan usaha untuk memperoleh imbalan atas jasa

perbankan lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.

Bank syariah memiliki fungsi yang berbeda dengan bank konvensional, fungsi

(38)

fungsi bank syariah, maka hal ini akan membawa dampak dalam pelaksanaan

kegiatan usaha bank syariah. Banyak para pengelola dan pelaksana bank syariah tidak

memahami dan menyadari fungsi dari bank syariah ini dan menyamakan fungsi bank

syariah sama seperti fungsi dari bank konvensional, sehingga membawa dampak

dalam pelaksanaan di lapangan.

Dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 59

disebutkan bahwa fungsi bank syariah itu ada empat antara lain:

a. Sebagai manajer investasi yang mengelola investasi atas dana nasabah dengan menggunakan akad mudharabah atau sebagai agen investasi;

b. Sebagai investor yang menginvestasikan dana yang dimilikinya

maupun dan nasabah yang dipercayakan kepadanya dengan menggunakan alat investasi yang sesuai dengan prinsip syariah dan membagi hasil yang diperoleh sesuai dengan nisbah yang disepakati antara bank dan pemilik dana;

c. Penyedia jasa keuangan dan lalu lintas pembayaran seperi bank non

syaria (bank konvensional) sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah; dan

d. Pengemban fungsi sosial berupa pengelola dana zakat, infak,

shadaqah, serta pinjaman kebajikan (qarhul hasan) sesuai dengan

ketentuan yang berlaku.

2.3. Prinsip Bank Syariah

2.3.1. Prinsip Utama

Islam adalah suatu Din (Way of Life) yang praktis, yang mengajarkan segala

sesuatu yang baik dan bermanfaat bagi manusia, dengan mengabaikan waktu, tempat

atau tahap-tahap perkembangannya (Wiyono, 2005: 15). Manusia adalah khalifah

(39)

amanah Allah kepada sang khalifah agar dipergunakan dengan sebaik-baiknya bagi

kesejahteraan bersama” (Antonio, 2001: 5-7).

“Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang

terang….” (Al-Maa’idah: 48).

Tan Sri Datuk Ahmed bin Mohd. Ibrahim (Ahmad Rizal Purnama, 2000: 6)

menyatakan:

Banking and financial activities have emerged to meet genuine human needs. Therefore, unless these activities belong to the category expressly forbidden by Islam, there is nothing in the nature of these activities which is contrary to the Syariah. Examples of forbidden activities include gambling and manufacturing and trading in forbidden goods such as liquor.

Aktivitas keuangan dan perbankan dapat dipandang sebagai wahana bagi

masyarakat modern untuk membawa mereka kepada, paling tidak, pelaksanaan dua

ajaran Qur'an, yaitu:

(1) Prinsip Al Ta'awun, yaitu saling membantu dan saling bekerja sama diantara

anggota masyarakat untuk kebaikan, sebagaimana dinyatakan dalam Al

Qur'an:

"Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa,

dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran"

(Al-Maaidah: 2).

(2) Prinsip menghindari Al Iktinaz, yaitu menahan uang (dana) dan

(40)

bermanfaat bagi masyarakat umum, sebagaimana dinyatakan di dalam Al

Qur'an:

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta

sesamamu dengan jalan batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku

dengan suka sama suka di antara kamu…" (An-Nissa: 29).

Sejak dekade tahun 70-an, umat Islam di berbagai negara telah berusaha untuk

mendirikan bank-bank syariah. “Tujuan dari pendirian bank-bank syariah ini pada

umumnya adalah untuk mempromosikan dan mengembangkan aplikasi dari

prinsip-prinsip syariah Islam dan tradisinya ke dalam transaksi keuangan dan perbankan dan

bisnis lain yang terkait” (Antonio, 2001: 13).

Muhammad Syafii Antonio, (2001: 14-16) menyebutkan prinsip utama yang

dianut oleh Bank Syariah adalah:

a. Larangan riba (bunga) dalam berbagai bentuk transaksi;

b. Menjalankan bisnis dan aktivitas perdagangan yang berbasis pada

memperoleh keuntungan yang sah menurut syariah;

c. Memberikan zakat.

Pada dasarnya Islam memandang uang hanya sebagai alat tukar, bukan

sebagai barang dagangan (komoditas). Oleh karena itu motif permintaan akan uang

adalah untuk memenuhi kebutuhan transaksi (money demand for transaction), bukan

untuk spekulasi. Islam juga sangat menganjurkan penggunaan uang dalam pertukaran

karena Rasulullah telah menyadari kelemahan dari salah satu bentuk pertukaran

di zaman dahulu yaitu barter (Bai' al Muqayyadah), di mana barang saling

(41)

"Rasulullah SAW menyadari akan kesulitan-kesulitan dan kelemahan-

kelemahan akan sistem pertukaran ini, lalu beliau ingin menggantinya dengan sistem

pertukaran melalui uang. Oleh karena itu beliau menekankan kepada para sahabat

untuk menggunakan uang dalam transaksi-transaksi mereka " (Al-Mushlih, 2003:

36-38).

Hal ini dapat dijumpai dalam hadits-hadits antara lain seperti diriwayatkan

oleh Ata Ibn Yasar, Abu Said dan Abu Hurairah, dan Abu Said Al Khudri.

"Ternyata Rasulullah tidak menyetujui transaksi-transaksi dengan sistem

barter, untuk itu dianjurkan sebaiknya menggunakan uang. Nampaknya beliau

melarang bentuk pertukaran seperti ini karena ada unsur riba di dalamnya."

Dalam konsep Islam tidak dikenal money demand for speculation, karena

spekulasi tidak diperbolehkan. Kebalikan dari sistem konvensional yang memberikan

bunga atas harta, Islam malah menjadikan harta sebagai obyek zakat. Uang adalah

milik masyarakat sehingga membiarkan uang tidak produktif adalah merupakan hal

yang dilarang, karena hal itu berarti mengurangi jumlah uang yang beredar

di masyarakat. Dalam pandangan Islam, uang adalah flow concept, oleh karenanya

harus selalu berputar dalam perekonomian. Semakin cepat uang berputar dalam

perekonomian, maka akan semakin tinggi tingkat pendapatan masyarakat dan

semakin baik perekonomian (Marthon, 2004: 35).

Bagi mereka yang tidak dapat memproduktifkan hartanya, Islam

menganjurkan untuk melakukan investasi dengan prinsip Musyarakah atau

(42)

karena musyarakah atau mudharabah, maka Islam sangat menganjurkan untuk

melakukan Qard yaitu meminjamkannya tanpa imbalan apapun karena meminjamkan

uang untuk memperoleh imbalan adalah riba.

Zainul Arifin, menyebutkan secara mikro, Qard tidak memberikan manfaat

langsung bagi orang yang meminjamkan. Namun secara makro, Qard akan

memberikan manfaat tidak langsung bagi perekonomian secara keseluruhan. Hal ini

disebabkan karena pemberian Qard membuat perputaran uang (velocity of money)

akan bertambah cepat, yang berarti bertambahnya darah baru bagi perekonomian,

sehingga pendapatan nasional (National Income) meningkat. Dengan peningkatan

pendapatan nasional, maka si pemberi pinjaman akan meningkat pula pendapatannya.

Demikian pula pengeluaran Shadaqah juga akan memberikan manfaat yang lebih

kurang sama dengan pemberian Qard.

Islam juga tidak mengenal konsep Time Value of Money, namun Islam

mengenal konsep Economic Value of Time yang artinya bahwa yang bernilai adalah

waktu itu sendiri. Islam memperbolehkan penetapan harga tangguh bayar lebih tinggi

dari pada harga tunai. Ahmad Rizal Purnama menyebutkan Zaid bin Ali Zainal

Abidin bin Husin bin Ali bin Abi Thalib, cicit Rasulullah saw, adalah orang yang

pertama kali menjelaskan diperbolehkannya penetapan harga tangguh bayar

(Deferred Payment) lebih tinggi daripada harga tunai (Cash).

Yang lebih menarik adalah bahwa dibolehkannya penetapan harga tangguh

yang lebih tinggi itu sama sekali bukan disebabkan Time Value of Money, namun

(43)

bila barang dijual tunai dengan laba Rp 500 maka si penjual dapat membeli lagi dan

menjual lagi sehingga dalam satu hari itu keuntungannya adalah Rp 1000. Sedangkan

bila dijual tangguh bayar maka hak si penjual menjadi tertahan, sehingga dia tidak

dapat membeli lagi dan menjual lagi. Akibat lebih jauh dari itu, hak dari keluarga dan

anak si penjual untuk makan malam pada hari itu tertahan oleh pembeli. Untuk alasan

inilah, yaitu tertahannya hak penjual yang telah memenuhi kewajibannya

(menyerahkan barang), maka Islam membolehkan penetapan harga tangguh lebih

tinggi dari harga tunai.

2.3.2. Sistim Operasional Bank Syariah

Sistim keuangan dan perbankan modern telah berusaha memenuhi kebutuhan

manusia untuk mendanai kegiatannya, bukan dengan dananya sendiri, melainkan

dengan dana orang lain, baik dalam bentuk penyertaan (equity financing) maupun

dalam bentuk pinjaman (debt financing).

Islam mempunyai hukum sendiri untuk memenuhi kebutuhan tersebut, yaitu

melalui akad-akad bagi hasil (Profit and Loss Sharing), sebagai metoda pemenuhan

kebutuhan permodalan (equity financing), dan akad-akad jual-beli (al bai') untuk

(44)

Bagi

Prinsip Bagi Hasil Bagi Hasil/laba

Mudharabah Muthalaqah

Lainnya ( Modal ) Prinsip Jual Beli Prinsip Ijarah

Jasa Keuangan : Wakalaf, Kafalah, Sharf Agen : Mudharabah Muqayaddah Pendapataan Berbasis

Sumber: Wiroso; 2005

(45)

a. Produk Pembiayaan

1) Equity Financing

Ada dua macam kontrak dalam kategori ini yaitu:

a) Musyarakah (Joint Venture Profit Sharing)

Melalui kontrak ini, dua pihak atau lebih (termasuk bank dan lembaga

keuangan bersama nasabahnya) dapat mengumpulkan modal mereka untuk

membentuk sebuah perusahaan (Syirkah al Inan) sebagai sebuah Badan Hukum

(legal entity). Setiap pihak memiliki bagian secara proporsional sesuai dengan

kontribusi modal mereka dan mempunyai hak mengawasi (Voting Right) perusahaan

sesuai dengan proporsinya. Untuk pembagian keuntungan, setiap pihak menerima

bagian keuntungan secara proporsional dengan kontribusi modal masing-masing atau

sesuai dengan kesepakatan yang telah ditentukan sebelumnya. Bila perusahaan

mengalami kerugian, maka kerugian itu juga dibebankan secara proporsional kepada

masing-masing pemberi modal. Aplikasinya dalam perbankan terlihat pada akad yang

diterapkan pada usaha atau proyek di mana bank membiayai sebagian saja dari

jumlah kebutuhan investasi atau modal kerjanya, selebihnya dibiayai sendiri oleh

nasabah. Akad ini juga diterapkan pada sindikasi antar bank atau lembaga keuangan.

Dalam kontrak tersebut, salah satu pihak dapat mengambil alih modal pihak

lain sedang pihak lain tersebut menerima kembali modal mereka secara bertahap.

Inilah yang disebut dengan Musyarakah al Mutanakishah. Aplikasinya dalam

perbankan adalah pada pembiayaan proyek oleh bank bersama nasabahnya atau bank

(46)

diambil alih oleh pihak lainnya dengan cara mengangsur. Akad ini juga dapat

dilaksanakan pada mudharabah yang modal pokoknya dicicil, sedangkan usahanya

berjalan terus dengan modal yang tetap.

b) Mudharabah (Trustee Profit Sharing)

Kontrak mudharabah adalah juga merupakan suatu bentuk equity financing,

tetapi mempunyai bentuk yang berbeda dengan musyarakah. Di dalam mudharabah,

hubungan kontrak bukan antar pemberi modal melainkan antara penyedia dana

(Shahib al Maal) dengan entrepreneur (Mudharib). Di dalam kontrak mudharabah,

seorang mudharib (dapat perorangan, rumah tangga perusahaan atau suatu unit

ekonomi) memperoleh modal dari unit ekonomi lainnya untuk tujuan melakukan

perdagangan atau perniagaan. Mudharib dalam kontrak ini menjadi trustee atas modal

tersebut.

Dalam hal obyek yang didanai ditentukan oleh penyedia dana, maka kontrak

tersebut dinamakan Mudharabah al Muqayyadah. Dia menggunakan modal tersebut,

dengan tujuan yang dinyatakan secara khusus, untuk menghasilkan keuntungan. Pada

saat proyek sudah selesai, Mudharib akan mengembalikan modal tersebut kepada

penyedia modal berikut porsi keuntungan yang telah disetujui sebelumnya. Bila

terjadi kerugian maka seluruh kerugian dipikul oleh Shahib al Maal. Bank dan

lembaga keuangan dalam kontrak ini dapat menjadi salah satu pihak. Mereka dapat

menjadi penyedia dana (Mudharib) dalam hubungan mereka dengan para penabung,

atau dapat menjadi penyedia dana (Shahib al Maal) dalam hubungan mereka dengan

(47)

2) Debt Financing

Kalimat Al Qur'an "… Allah menghalalkan jual beli (al bai) dan melarang

riba…" (Al-Baqarah: 275) menunjukkan bahwa praktek bunga adalah tidak sesuai

dengan spirit Islam. Istilah jual-beli (al Bai') memiliki arti yang secara umum

meliputi semua tipe kontrak pertukaran, kecuali tipe kontrak yang dilarang oleh

syariah. Al Bai' berarti setiap kontrak pertukaran barang dan jasa dalam jumlah

tertentu atas barang (termasuk uang) dan jasa yang lain. Penyerahan jumlah atau

harga barang dan jasa tersebut dapat dilakukan dengan segera (cash) atau dengan

tangguh (deferred). Oleh karenanya syarat-syarat Al Bai' dalam Debt Financing

menyangkut berbagai tipe dari kontrak jual beli tangguh (Deferred Contract of

Exchange) yang meliputi transaksi-transaksi sebagai berikut:

a) Prinsip Jual-beli

(1) Al Murabahah, yaitu kontrak jual beli di mana barang yang diperjual-belikan

tersebut diserahkan segera, sedang harga (baik pokok dan margin keuntungan

yang disepakati bersama) atas barang tersebut dibayar di kemudian hari secara

sekaligus (Lump Sum Deferred Payment). Dalam prakteknya, bank bertindak

sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli dengan kewajiban membayar

secara tangguh dan sekaligus.

(2) Al Bai' Bitsaman Ajil, yaitu kontrak al murabahah di mana barang yang

diperjual-belikan tersebut diserahkan dengan segera sedang harga atas barang

(48)

Payment). Dalam prakteknya pada bank sama dengan murabahah, hanya saja

kewajiban nasabah dilakukan secara angsuran.

(3) Bai' as Salam, yaitu kontrak jual beli dimana harga atas barang yang

diperjual-belikan dibayar dengan segera (secara sekaligus), sedangkan

penyerahan atas barang tersebut dilakukan kemudian. Bai' as salam ini

biasanya dipergunakan untuk produk-produk pertanian yang berjangka

pendek. Dalam hal ini, bank bertindak sebagai pembeli produk dan

menyerahkan uangnya lebih dulu sedangkan para nasabah menggunakannya

sebagai modal untuk mengelola pertaniannya. Karena kewajiban nasabah

kepada bank berupa produk pertanian, biasanya bank melakukan paralel salam

yaitu mencari pembeli kedua sebelum saat panen tiba.

(4) Bai' al Istishna', hampir sama dengan bai' as salam yaitu kontrak jual beli

dimana harga atas barang tersebut dibayar lebih dulu tetapi dapat diangsur

sesuai dengan jadwal dan syarat-syarat yang disepakati bersama, sedangkan

barang yang dibeli akan diproduksi (manufactured) dan diserahkan kemudian.

Dalam prakteknya bank bertindak sebagai penjual (mustashni' ke-1) kepada

pemilik/pembeli proyek (bohir) dan mensubkannya kepada kontraktor

(mustashni' ke-2).

b) Prinsip sewa-beli

Sewa dan sewa-beli (Ijarah dan Ijara wa Iqtina) oleh para ulama, secara bulat

dianggap sebagai model pembiayaan yang dibenarkan oleh syariah Islam.

(49)

Ijarah atau sewa, adalah kontrak yang melibatkan suatu barang (sebagai

harga) dengan jasa atau manfaat atas barang lainnya. Penyewa dapat juga

diberikan options untuk membeli barang yang disewakan tersebut pada saat

sewa selesai, dan kontrak ini disebut Al Ijarah wa Iqtina', di mana akad sewa

yang terjadi antara bank (sebagai pemilik barang) dengan nasabah (sebagai

penyewa) dengan cicilan sewanya sudah termasuk cicilan pokok harga

barang.

c) Al Qard al Hasan

Dalam rangka mewujudkan tanggung jawab sosialnya, bank dapat

memberikan fasilitas yang disebut Al Qard al Hasan, yaitu penyediaan

pinjaman dana kepada pihak-pihak yang patut mendapatkannya. Secara

syariah peminjam hanya berkewajiban membayar kembali pokok

pinjamannya, walaupun syariah membolehkan peminjam untuk memberikan

imbalan sesuai dengan keikhlasannya tetapi bank sama sekali dilarang untuk

menerima imbalan apapun.

b. Produk Penghimpunan Dana

Bank syariah menjalankan fungsi-fungsi financing tersebut dalam

kapasitasnya sebagai mudharib dengan menggunakan dana-dana yang diperoleh dari

para nasabah sebagai Shahib al Maal, yang menyimpan dan menanamkan dananya

(50)

1) Rekening Koran

Jasa simpanan dana dalam bentuk rekening koran diberikan oleh bank Islam

dengan prinsip Al Wadi'ah yad Dhamanah, di mana penerima simpanan bertanggung

jawab penuh atas segala kehilangan atau kerusakan yang terjadi pada aset titipan

tersebut. Dengan prinsip ini, bank menerima simpanan dana dari nasabah yang

memerlukan jasa penitipan dengan kebebasan mutlak untuk menariknya kembali

sewaktu-waktu. Jadi, Bank memperoleh ijin dari nasabah untuk menggunakannya

selama dana tersebut mengendap di bank. Nasabah sewaktu-waktu dapat menarik

sebagian atau seluruh saldo yang mereka miliki. Dengan demikian mereka

memerlukan jaminan pembayaran kembali dari bank atas simpanan mereka. Semua

keuntungan yang dihasilkan dari penggunaan dana tersebut selama mengendap

di bank adalah menjadi hak bank. Bank diperbolehkan memberikan bonus kepada

nasabah atas kehendaknya sendiri, tanpa diikat oleh perjanjian. Bank menyediakan

cek dan jasa-jasa lain yang berkaitan dengan rekening koran tersebut.

Berdasarkan prinsip wadiah ini penerima simpanan juga dapat bertindak

sebagai Yad al Amanah (tangan penerima amanah), artinya ia tidak bertanggung

jawab atas kehilangan atau kerusakan yang terjadi pada aset titipan selama hal itu

bukan akibat kelalaian atau kecerobohan yang bersangkutan (terjadi karena faktor

di luar kemampuan penerima simpanan). Penerapannya dalam perbankan dapat kita

(51)

2) Rekening Tabungan

Bank menerima simpanan dari nasabah yang memerlukan jasa penitipan dana

dengan tingkat keleluasaan tertentu untuk menariknya kembali berikut kemungkinan

memperoleh keuntungan berdasarkan prinsip Wadi'ah. Bank memperoleh izin dari

nasabah untuk menggunakan dana tersebut selama mengendap di bank. Nasabah

dapat menarik sebagian atau seluruh saldo simpanannya sewaktu-waktu atau sesuai

dengan perjanjian yang disepakati. Bank menjamin pembayaran kembali simpanan

mereka. Semua keuntungan atas pemanfaatan dana tersebut adalah milik bank, namun

berbeda dengan rekening koran, bank dapat memberikan imbalan keuntungan yang

berasal dari sebagian keuntungan bank. Bank menyediakan buku tabungan dan

jasa-jasa yang berkaitan dengan rekening tersebut.

3) Rekening Investasi Umum

Bank menerima simpanan dari nasabah yang mencari kesempatan investasi

dari dana mereka dalam bentuk rekening investasi umum berdasarkan prinsip

mudharabah mutlaqah. Simpanan diperjanjikan untuk jangka waktu tertentu. Bank

dapat menerima simpanan tersebut untuk jangka waktu 1, 3, 6, 12, 24 bulan dan

seterusnya. Dalam hal ini bank bertindak sebagai Mudharib dan nasabah bertindak

sebagai Shahib al Maal, sedang keduanya menyepakati pembagian laba (bila ada)

yang dihasilkan dari penanaman dana tersebut dengan Nisbah tertentu. Dalam hal

terjadi kerugian, nasabah menanggung kerugian tersebut dan bank kehilangan

(52)

4) Rekening Investasi Khusus

Bank dapat juga menerima simpanan dari pemerintah atau nasabah korporasi

dalam bentuk rekening simpanan khusus. Rekening ini juga dioperasikan berdasarkan

prinsip mudharabah, tetapi bentuk investasi dan nisbah pembagian keuntungannya

biasanya dinegosiasikan secara kasus per kasus (mudharabah muqayyadah).

c. Produk Jasa-jasa

1) Rahn

Rahn adalah akad menggadaikan barang dari satu pihak kepada pihak lain,

dengan uang sebagai gantinya. Akad ini dapat digunakan sebagai tambahan pada

pembiayaan yang beresiko dan memerlukan jaminan tambahan. Akad ini juga dapat

menjadi produk tersendiri untuk melayani kebutuhan nasabah untuk keperluan yang

bersifat jasa dan konsumtif, seperti pendidikan, kesehatan dan sebagainya. Lembaga

keuangan tidak menarik manfaat apapun kecuali biaya pemeliharaan atau keamanan

barang yang digadaikan tersebut.

2) Wakalah

Wakalah adalah akad perwakilan antara dua pihak. Dalam aplikasinya pada

Perbankan Syariah, Wakalah biasanya diterapkan untuk penerbitan Letter of Credit

(L/C) atau penerusan permintaan akan barang dalam negeri dari bank di luar negeri

(L/C ekspor). Wakalah juga diterapkan untuk mentransfer dana nasabah kepada pihak

(53)

3) Kafalah

Kafalah adalah akad jaminan satu pihak kepada pihak lain. Dalam lembaga

keuangan, akad ini terlihat dalam penerbitan garansi bank (Bank Guarantee), baik

dalam rangka mengikuti tender (Bid bond), pelaksanaan proyek (Performance bond),

ataupun jaminan atas pembayaran lebih dulu (Advance Payment bond).

4) Hawalah

Hawalah adalah akad pemindahan hutang/piutang suatu pihak kepada pihak

lain. Prakteknya dapat dilihat pada transaksi anjak piutang (Factoring). Namun

kebanyakan ulama tidak memperbolehkan mengambil manfaat (imbalan) atas

pemindahan hutang/piutang tersebut.

5) Jo'alah

Jo'alah adalah suatu kontrak dimana pihak pertama menjanjikan imbalan

tertentu kepada pihak kedua atas pelaksanaan suatu tugas/pelayanan yang dilakukan

oleh pihak kedua untuk kepentingan pihak pertama. Prinsip ini dapat diterapkan oleh

bank dalam menawarkan berbagai pelayanan dengan mengambil fee dari nasabah.

6) Sharf

Sharf adalah transaksi pertukaran antara emas dengan perak atau pertukaran

valuta asing, di mana mata uang asing dipertukarkan dengan mata uang domestik atau

dengan mata uang asing lainnya.

Muhammad Syafii Antonio, 2001: 175 Bank syariah sebagai lembaga

keuangan dapat menerapkan prinsip ini, dengan catatan harus memenuhi syarat-syarat

(54)

a. Harus tunai;

b. Serah terima harus dilaksanakan dalam majelis kontak;

c. Bila dipertukarkan mata uang yang sama harus dalam jumlah/kuantitas yang

sama.

2.4. Keterbukaan Informasi

Masyarakat sebagai salah satu bagian dari pelaku ekonomi, dengan

perkembangan yang terjadi di masyarakat sebagai akibat perkembangan dari

teknologi informasi, telah mempengaruhi perilakunya sebagai pelaku ekonomi.

Seperti halnya yang diungkapkan oleh Soemitro Djojohadikusumo dalam Sulaiman

Effendy (2005) bahwa:

...dalam proses pengambilan keputusan para pelaku ekonomi mengandalkan

pengalaman dan pengetahuannya dari masa lalu dan masa kini, perkiraan-perkiraan yang akan terjadi di masa mendatang ditambah dengan segenap informasi data yang sekarang tersedia.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa informasi yang tersedia tentang

kondisi sektor perbankan, dapat mempengaruhi keputusan yang akan diambil yang

berkaitan dengan dengan kepercayaannya kepada bank.

Peranan bank yang sangat strategis dalam perkembangan ekonomi, sehingga

perlu diperhatikan dan dijaga kontinuitas usahanya, dengan meningkatkan

kemampuan menggali sumber dana masyarakat. Untuk itu perlu didukung oleh

Gambar

Gambar 2.1. Alur Operasional Bank Syariah
Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu
Tabel 2.2. Perbedaan dengan Penelitian Sebelumnya
Gambar 2.2. Kerangka Konseptual Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Studi lebih lanjut perlu mempertajam seberapa besar option masyarakat kota Samarinda yang: (i) bersedia berhubungan dengan bank syari'ah dan tidak bersedia berhubungan dengan bank

Hasil penelitian menunjukan bahwa preferensi nasabah non-muslim terhadap Bank Syariah Mandiri adalah Preferensi nasabah non-muslim terhadap Bank Syariah Mandiri

Maka diperlukan penelitian mengenai perilaku preferensi nasabah bank syariah dalam menggunakan jasa layanan setor tunai untuk mengetahui nasabah bank syariah lebih

Populasi nasabah Pegadaian Syariah Cabang Setia Budi Medan berjumlah 4950 nasabah dengan pengambilan sampel sebanyak 50 responden pengambilan sampel dilakukan dengan

Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat pinggiran kota Medan yang terdiri dari kecamatan Medan Tembung, Medan Denai, Medan Tuntungan dan Medan Amplas.. Data

2004, Penelitian Potensi, Preferensi dan perilaku masyarakat terhadap bank syariah di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah.. Luthfi,

ANALISIS PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP KEINGINAN MEMPEROLEH PEMBIAYAAN MUDHARABAH DAN MURABAHAH.. PADA BANK SYARIAH DI KOTA MEDAN

Data primer didapatkan dari informan yaitu pimpinan pegadaian syariah sebanyak 4 (empat) pegadaian syariah yang tersebar di kota Medan dengan cara wawancara langsung dan