ANALISIS POTENSI DAN PREFERENSI MASYARAKAT
TERHADAP BANK SYARIAH DI WILAYAH
KOTA MEDAN
TESIS
Oleh
ALWI REZA NASUTION
047017003/Akt
S
E K O L AH
P A
S C
A S A R JA NA
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANALISIS POTENSI DAN PREFERENSI MASYARAKAT
TERHADAP BANK SYARIAH DI WILAYAH
KOTA MEDAN
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Akuntansi pada
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
ALWI REZA NASUTION
047017003/Akt
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : ANALISIS POTENSI DAN PREFERENSI MASYARAKAT TERHADAP BANK SYARIAH DI WILAYAH KOTA MEDAN
Nama Mahasiswa : Alwi Reza Nasution Nomor Pokok : 047017003
Program Studi : Akuntansi
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Dr. Muslich Lufti, MBA) Ketua
(Drs. Zainul Bahri Torong, M.Si, Ak) Anggota
Ketua Program Studi Direktur
(Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak) (Prof. Dr. Ir.T. Chairun Nisa B, M.Sc)
Telah diuji pada
Tanggal: 19 September 2006
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Muslich Lufti, MBA
Anggota : 1. Drs. Zainul Bahri Torong, M.Si, Ak
2. Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS. MBA. Ak
3. Drs. Arifin Akhmad, M.Si, Ak
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul:
ANALISIS POTENSI DAN PREFERENSI MASYARAKAT
TERHADAP BANK SYARIAH DI WILAYAH
KOTA MEDAN
Adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun
sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan
secara benar dan jelas.
Medan, September 2006 Yang membuat pernyataan,
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan menguji serta memberikan bukti empiris mengenai potensi dan preferensi masyarakat terhadap bank syariah di Kota Medan. Penelitian ini menggunakan metode sampel dengan jumlah sampel sebanyak 340 orang. Data yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua golongan yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan menggunakan kuesioner yang dibagikan oleh enumerator yang berjumlah 5 orang kepada para responden, sedangkan data sekunder diperoleh dari pihak-pihak terkait. Penelitian ini menggunakan kuesioner sebagai instrumen penelitian. Butir-butir pertanyaan yang terdapat dalan kuesioner tersebut sebelumnya telah dilakukan uji validitas untuk mengukur tingkat ketehandalan atau kesahihan dari setiap pertanyaan.
Dengan menggunakan metode pearson product moment didapat nilai correlated item
correlation dari masing-masing variabel > dari nilai r sebesar 0,098 (dF=300-2;0,05). Selain dilakukan uji validitas, butir-butir pertanyaan tersebut juga dilakukan uji reabilitas. Untuk melakukan uji realibilitas maka digunakan uji alpha cronbach.
Dengan menggunakan program SPSS versi 11.0, didapat nilai alpha cronbach dari
masing-masing variabel > dari nilai r sebesar 0,098 (dF=300-2;0,05).
berpengaruh adalah faktor kompleksitas dari perbankan syariah, dengan derajat signifikansi sebesar 0,961.
ABSTRACT
This Research aim to analyse, test and also give the empirical evidence hit the potency and preferency society to islamic bank in Kota Medan. This Research use the method sampel with the amount sampel as much 340 people. Data used in this research is divided to become two faction that is data of primary and data sekunder. Primary data obtained by using kuesioner alloted by enumerator amounting to 5 people to all responder, while data sekunder obtained from party - related parties. This research use kuesioner as research instrument. Item questions which is there are in kuesioner previously have been conducted by a validity test to measure the validity dan reability from each question. By using method of pearson product moment got value of correlated of item correlation from each variables > from value r of tables of equal to 0,098 (dF=300-2;0,05). Besides conducted by validity test, the question items is also conducted by realibility test. To conduct the reability test is used by test of alpha cronbach. By using program of SPSS version 11.0, got value of alpha cronbach from each variable > from value of r tables wich is equal to 0,098 (dF=300-2;0,05).
Result of research for the examination of all sampel got that potency of medan community from demography facet known that most of the sampel has maximal education level of Strata-1 with the amount as much 187 responder people or equal to 55% from all responder, believe in the Islam as much 268 responder people (78%), others as much 200 people of responder are men, most of responder is 27 year old (8,2%). From economic facet as much 159 responder or 46% taken as sampel confess to put hand to the governance sector with the production level range from 1,5 till 5 million rupiah. As much 141 responder people of taken as sampel confess have married but not yet owned the child as much 141 people or as much 41% from overall of responder, and experience the life every day pursuant to religion norm believed. Meanwhile preference of Medan community to islamic bank, from all responder which is being sample as much 17 people or 5% confessing relate to the islamic bank because of the advantage which is not got in conventional bank. Others as much 58 responder people or 17,1% confessing get more information from islamic bank than conventional bank. Meanwhile from facet kompatibilitas, complexity and triabilitas as much 155 people or 45,6% responder confess the applied of islamic bank compatible in Kota Medan, because islamic bank is also involved in public and social matter. By using analysis of regresi logistics got a most of dominant factor influence the responder in saving in islamic bank work factor, this matter is shown with the degree of significant equal to 0,552. Meanwhile in the case of obtaining, most dominant factor defrayal have an effect on is complexity factor from islamic banking, with the degree of significant equal to 0,961
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya kepada kita semua, karena hanya atas karunia-Nya tesis yang berjudul
“Analisis Potensi dan Preferensi Masyarakat terhadap Bank Syariah di Wilayah Kota
Medan” ini dapat terselesaikan, dan juga kepada junjungan kita Nabi Besar
Muhammad SAW dengan kata “Iqra” Beliau telah membawa semua ummatnya ke
zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Dalam penyelesaian tesis ini, penulis banyak menerima bantuan serta
dorongan dari semua pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang tulus
kepada:
1. Ayahanda H. Sutan Nasution dan Ibunda Hj. Arwati Lubis yang telah
memberikan semua kasih sayang dan doanya dengan tulus. Adinda Fany
Andaruri Nasution dan Nurul Wardani Lubis yang telah terlibat dalam proses
pembuatan tesis ini.
2. Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Chairuddin P Lubis, DTM&H,
Sp.A(K) atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk
mengikuti dan menyelesaikan Program Studi Ilmu Akuntansi.
3. Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Ir. T.
Chairun Nisa B, M.Sc atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Studi Ilmu
Akuntansi pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
4. Ibu Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak dan Dra. Sri Mulyani MBA,
Ak selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Ilmu Akuntansi Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan arahan dan
tuntunannya selama ini.
5. Bapak Dr. Muslich Lufti, MBA dan Bapak Drs. Zainul Bahri Torong, M.Si, Ak
selaku Dosen Pembimbing yang telah berusaha mencurahkan seluruh
6. Rekan-rekan angkatan VII Program Studi Ilmu Akuntansi Universitas Sumatera
Utara yang banyak membantu selama proses perkuliahan, serta semua pihak
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Menyadari tesis ini masih jauh dari sempurna, kritik maupun saran penulis
harapkan dari pembaca. Semoga tesis ini dapat bermanfaat.
Medan, September 2006
Penulis
RIWAYAT HIDUP
I. DATA PRIBADI
Nama : Alwi Reza Nasution
Tempat/Tgl Lahir : Jambi/31 Januari 1981
Alamat : Komp. Puri Tanjung Sari II No. 6 Medan
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Status : Belum Menikah
Tinggi Badan : 176 Cm
Berat Badan : 66 Kg
Kewarganegaraan : Indonesia
Telepon/Hp : (061) 8221812/ 0819-857891
II. LATAR BELAKANG PENDIDIKAN
1987 – 1993 : Lulus SD Xaverius 1 Jambi
1993 – 1996 : Lulus SMP Xaverius 1 Jambi
1996 – 1999 : Lulus SMU Xaverius 1 Jambi
1999 – 2003 : Lulus Program Sarjana Akuntansi (S1)
Universitas Sumatera Utara
2004 – 2006 : Lulus Sekolah Pascasarjana Ilmu Akuntansi (S2)
Universitas Sumatera Utara
III. LATAR BELAKANG PEKERJAAN
2003 – 2005 : Staff Akuntansi PT. Bank Bumiputera Indonesia, Tbk,
Cabang Medan
2005 – September 05 : Account Officer PT. Bank Syariah Mandiri,
KCU Medan
2005 – Sekarang : Customer Service PT. Bank Mandiri (Persero),
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK.. ... ... i
ABSTRACT... ...iii
KATA PENGANTAR... iv
RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI... vii
DAFTAR TABEL ...x
DAFTAR GAMBAR... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN...1
1.1. Latar Belakang...1
1.2. Rumusan Masalah ...11
1.3. Tujuan Penelitian ...11
1.4. Manfaat Penelitian ...11
BAB II LANDASAN TEORITIS ...13
2.1. Prinsip-prinsip Ekonomi Islam ...13
2.2. Bank Syariah...17
2.3. Prinsip Bank Syariah ...19
2.3.1. Prinsip Utama ...19
2.4. Keterbukaan Informasi ...35
2.5. Kompleksitas, Kompabilitas dan Triabilitas Perbankan Syariah ...41
2.6. Medan Sebagai Ibukota Propinsi Sumatera Utara ...48
2.7. Review Penelitian Sebelumnya ...57
2.8. Kerangka Konseptual Penelitian...59
BAB III METODE PENELITIAN ...62
3.1. Jenis Penelitian ...62
3.2. Data Penelitian...63
3.2.1. Jenis dan Sumber Data...63
3.2.2. Pengumpulan Data...64
3.2.3. Tempat Penelitian ...65
3.3. Populasi dan Sampel ...66
3.3.1. Populasi...66
3.2.2. Sampel ...66
3.4. Instrumen Penelitian ...68
3.4.1. Uji Validitas...68
3.4.2. Uji Realibilitas ...71
3.5. Variabel Penelitian...72
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ...76
4.1. Potensi Masyarakat Kota Medan ...76
4.1.1. Karakteristik Responden...76
4.2. Preferensi Masyarakat terhadap Bank Syariah ...80
4.2.1. Preferensi terhadap Keuntungan Relatif ...80
4.2.2. Preferensi terhadap Keterbukaan Informasi ...91
4.2.3. Preferensi terhadap Kompatibilitas, Kompleksitas, dan Triabilitas ...95
4.3. Analisis Logistik Regressi ...103
4.3.1. Keinginan Masyarakat Menabung ...103
4.3.2. Keinginan Masyarakat Memperoleh Pembiayaan ...105
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...109
5.1. Kesimpulan ...109
5.2. Keterbatasan Penelitian ...113
5.3. Saran ... 114
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
1.1. Bank Syariah di Kota Medan ... ... 9
1.2. Perkembangan Perbankan Syariah di Kota Medan (Trilliun Rp) .... 10
2.1. Penelitian Terdahulu ... .... 57
2.2. Perbedaan dengan Penelitian Sebelumnya... .... 58
3.1. Jenis dan Sumber Data ... .... 63
3.2. Proses Pengumpulan Data... .... 64
3.3. Lokasi Penelitian (Kecamatan Objek Penelitian) ... .... 65
3.4. Uji Validitas ... .... 69
3.5. Uji Reliabilitas ... .... 71
4.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... .... 76
4.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan ... .... 77
4.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Agama... .... 77
4.4. Kelompok Pendapatan Responden di Kota Medan... .... 78
4.5. Kelompok Pekerjaan Responden di Kota Medan ... .... 79
4.6. Preferensi Masyarakat terhadap Kepedulian terhadap Bagi Hasil.... 80
4.7. Preferensi Masyarakat terhadap Beda Bagi Hasil dengan Bunga .... 81
4.8. Preferensi Masyarakat terhadap Beda Bagi Hasil Kredit dengan Suku Bunga Kredit ... .... 81
4.9. Preferensi Masyarakat terhadap Jaringan yang Masih Sedikit .... .... 82
4.10. Preferensi Masyarakat terhadap Beda Bagi Hasil Produk Dana Bank Syariah dan Bank Konvensional ... .... 82
4.11. Preferensi Masyarakat terhadap Beda Bagi Hasil Produk Pembiayaan Bank Syariah dan Bank Konvensional ... .... 83
4.12. Preferensi Masyarakat terhadap Proses Pembukaan Produk Dana Bank Syariah... .... 83
4.14. Preferensi Masyarakat terhadap Pencairan Dana Lebih Cepat
Lebih Diminati Dibandingkan Suku Bunga yang Rendah ... .... 84
4.15. Preferensi Masyarakat terhadap Performance Kedepan Bank Syariah Dibandingkan Bank Konvensional... .... 85
4.16. Preferensi Masyarakat terhadap Operasionalisasi Berdasarkan Prinsip Syariah ... .... 86
4.17. Preferensi Masyarakat terhadap Pasar Bank Syariah Tidak Hanya Umat Muslim... .... 86
4.18. Preferensi Masyarakat terhadap Prinsip Syariah Merupakan Hal yang Tidak Asing ... .... 87
4.19. Preferensi Masyarakat terhadap Kepedulian Penggunaan Prinsip Syariah ... .... 87
4.20. Preferensi Masyarakat terhadap Kebutuhan Sosialisasi Prinsip Syariah ... .... 88
4.21. Preferensi Masyarakat terhadap Penggunaan Prinsip Syariah yang Kurang Tepat... .... 88
4.22. Preferensi Masyarakat terhadap Prinsip Wadiah ... .... 89
4.23. Preferensi Masyarakat terhadap Prinsip Mudharabah... .... 89
4.24. Preferensi Masyarakat terhadap Prinsip Murabahah... .... 90
4.25. Preferensi Masyarakat terhadap Prinsip Ijarah ... .... 90
4.26. Preferensi Masyarakat terhadap Kemudahan Informasi ... .... 91
4.27. Preferensi Masyarakat terhadap Informasi Laporan Keuangan Merupakan Indikator Sehatnya Sebuah Bank... .... 92
4.28. Preferensi Masyarakat terhadap Pemahaman Laporan Keuangan Sebagai Alasan Mengikuti Laporan Keuangan... .... 92
4.29. Preferensi Masyarakat terhadap Kemudahan Informasi Jumlah Dana yang Terhimpun dari Pihak Ketiga ... .... 93
4.30. Preferensi Masyarakat terhadap Kemudahan Informasi Jumlah Dana yang Disalurkan Kepada Pihak Ketiga ... .... 93
4.31. Preferensi Masyarakat terhadap Informasi Perkembangan Aset . ... 94
4.32. Preferensi Masyarakat terhadap Kemudahan Informasi tentang Zakat yang Disalurkan oleh Bank Syariah ... .... 94
4.34. Preferensi Masyarakat terhadap Bank Syariah Identik dengan
Bagi Hasil... .... 96
4.35. Preferensi Masyarakat terhadap Bagi Hasil Hanya cocok
untuk Bank Syariah ... .... 96
4.36. Preferensi Masyarakat terhadap Bank Syariah yang Sangat
Cocok dengan Masyarakat Indonesia... .... 97
4.37. Preferensi Masyarakat terhadap Bank Syariah Tidak Hanya
Cocok untuk Ummat Islam Saja ... .... 97
4.38. Preferensi Masyarakat terhadap Kesesuaian Janji akan Janji
Bagi Hasil dengan Kenyataan yang ada... .... 98
4.39. Preferensi Masyarakat terhadap Menabung di Bank Syariah
Sekaligus Bersedekah ... .... 98
4.40. Preferensi Masyarakat terhadap Menabung di Bank Syariah
Sekaligus Mengatasi Masalah Sosial ... .... 99
4.41. Preferensi Masyarakat terhadap Investasi yang Diberikan
Bank Syariah Hanya Kepada yang Bersifat Halal Saja ... .... 99
4.42. Preferensi Masyarakat terhadap Semua Transaksi di Bank
Konvensional Tidak Dapat Semua Dilakukan di Bank Syariah .. .. 100
4.43. Preferensi Masyarakat terhadap Kemudahan Memperoleh
Informasi tentang Prinsip Syariah... .. 101
4.44. Preferensi Masyarakat terhadap Sosialisasi yang Masih
Jarang Dilakukan oleh Bank Syariah ... .. 101
4.45. Preferensi Masyarakat terhadap Jumlah Bank Syariah yang
Masih Sedikit ... .. 102
4.46. Preferensi Masyarakat terhadap Sulitnya Informasi tentang
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
1.1 Peta Kota Medan ...6
2.1 Alur Operasional Bank Syariah ...25
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sebagai negara dengan kuantitas penduduk muslim terbesar di dunia, institusi
perbankan di Indonesia dituntut untuk dapat mengoperasionalkan sistem perbankan
yang berbasiskan kepada syariah Islam. Meskipun agak terlambat, setelah beberapa
dekade diambangkan oleh kaum ulama dan pemerintah tentang persoalan halal dan
haramnya bunga dalam perbankan, tahun 1992 dikeluarkan UU No. 7 Tahun 1992
tentang perbankan yang merupakan tonggak legalitas diadopsinya perbankan syariah
dalam sistem perbankan di Indonesia. Peraturan ini kemudian diperbaiki dengan UU
No. 10 Tahun 1998, lalu UU No. 23 Tahun 1999 dan terakhir dengan UU No. 3
Tahun 2004 tentang Bank Indonesia. Sampai saat ini, perkembangan perbankan
syariah sangat pesat baik dari segi jumlah usaha, kantor, penghimpunan dan
pembiayaan, maupun ragam produknya.
Meskipun pertumbuhan jaringan kantor bank syariah di Indonesia relatif
cepat, namun kontribusi perbankan syariah terhadap perbankan nasional masih relatif
kecil, sampai dengan akhir tahun 2005 total aset perbankan syariah baru mencapai
1,46 % dari total aset perbankan nasional (Bank Indonesia, 2005). Berbagai langkah
perbankan syariah yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan kepercayaan para
pengguna jasa perbankan syariah (Bank Indonesia, 2005).
Sejak tahun 1992, mulai beroperasi apa yang dimaksud dengan dual banking
system di Indonesia. Perbankan konvensional yang menerapkan bunga berjalan
berdampingan dengan perbankan syariah yang mendasarkan kepada sistem bagi hasil.
Struktur kebijakan seperti ini merupakan opsi yang realistis, karena saat ini struktur
berpikir di tengah masyarakat juga demikian. Struktur pengetahuan dan preferensi
masyarakat yang sudah terbangun sejak lama tentu saja tidak mudah untuk diarahkan
kepada hanya perbankan yang berasaskan syariah Islam. Dengan alasan itu, penelitian
ini dirasa penting untuk mengungkapakan bagaimana sikap masyarakat saat ini, serta
bagaimana strateginya untuk diubah agar lebih menerima perbankan syariah.
Meskipun perbankan syariah dikenal belum lama, adalah hal yang menarik untuk
dipelajari bagaimana karakteristik masyarakat yang selama ini telah mengadopsi
perbankan syariah. Apakah karakteristik tersebut bersifat khas, dan apakah mereka
merupakan pasar yang potensial.
Penelitian tentang perilaku, karakteristik, dan preferensi masyarakat terhadap
bank syariah khususnya di Indonesia masih sangat terbatas. Namun penelitian
pendahuluan yang dilakukan oleh Wibisana dkk, (1999) di Jawa Timur secara
sederhana dapat memberikan gambaran tentatif tentang perilaku dan preferensi
pernah dilakukan di negara Jordan oleh Erol dan El-Bdour (1989) dan El-Bdour
(1984) (Bank Indonesia, 2000).
Studi pendahuluan preferensi masyarakat tentang BPR syariah di Jawa Timur
menunjukkan adanya keberagaman preferensi masyarakat terhadap bank syariah. Dari
hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa ada indikasi bahwa masyarakat belum
memahami keberadaan bank syariah. Temuan penelitian tersebut sebetulnya tidak
jauh berbeda dengan yang dilakukan oleh Erol dan El-Bdour (1989). Hasil penelitian
yang dilakukan di Jordan tersebut menunjukkan bahwa masyarakat sebetulnya lebih
berorientasi kepada profit daripada agama. Dengan kata lain, motivasi pada profit
merupakan faktor dominan yang mempengaruhi keputusan masyarakat untuk
memilih bank syariah, bukan berdasarkan pada motivasi agama (Bank Indonesia,
2000).
Apa yang diungkapkan di atas merupakan sebuah gambaran tentang preferensi
masyarakat terhadap bank syariah. Penelitian yang lebih mendalam dan lengkap
masih sangat diperlukan untuk mengetahui preferensi masyarakat terhadap bank
syariah. Penelitian tentang Potensi, Preferensi, dan Perilaku Masyarakat terhadap
Bank Syariah tahun 2000 lalu, mengungkapkan banyak hal, penelitian yang dilakukan
oleh Bank Indonesia bekerja sama dengan beberapa Lembaga Penelitian Universitas
Negeri di Pulau Jawa, seperti Pusat Pengkajian Bisnis dan Ekonomi Islam Fakultas
Ekonomi Universitas Brawijaya dan Pusat Penelitian Kajian Pembangunan Lembaga
Penelitian Universitas Diponegoro, menunjukkan, bahwa kualitas pelayanan dan
mempengaruhi pereferensi masyarakat Jawa Timur untuk menggunakan jasa bank
syariah. Sementara, masyarakat Jawa Tengah lebih didominasi oleh pertimbangan
keagamaan dalam menggunakan jasa bank syariah (Bank Indonesia, 2000). Temuan
tersebut diperkuat dengan informasi bahwa masyarakat non-nasabah bank syariah
yang diberi penjelasan sistem, produk dan jasa, serta kehalalan bank syariah memiliki
kecenderungan kuat untuk memilih bank syariah. Namun sebaliknya, nasabah yang
telah menggunakan jasa bank syariah, sebagian cenderung untuk berhenti menjadi
nasabah karena kualitas pelayanan yang kurang baik dan atau ragu akan konsistensi
penerapan prinsip syariah. Hasil penelitian itu memantapkan hasil penelitian Haron,
yang menunjukkan, untuk kasus Malaysia, terdapat 40 persen dari muslim yang
mempercayai bahwa agama merupakan faktor utama dari masyarakat untuk
mempertahankan rekeningnya di bank syariah. Selebihnya, sekitar 60 persen muslim,
masih mempertimbangkan faktor-faktor seperti kecepatan transaksi, kualitas jasa,
keramahan staf, dan lokasi sebagai kriteria penting pada saat mereka menyeleksi
suatu bank (Bank Indonesia, 2005). Lebih lanjut penelitian Muryani (1998)
menunjukkan, alasan utama nasabah menabung di bank syariah adalah karena untuk
menjalankan syariah, dan alasan kedua adalah bagi hasil. Nasabah memutuskan
memilih bank syariah sebagai tempat menitipkan uangnya, lebih didorong oleh
pertimbangan yang bersifat emosional (emotional motives) dibandingkan rational
motives (Ramadania, 2002). Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah terdapat dua
faktor utama yang digunakan sebagai dasar pertimbangan nasabah pada saat memilih
Bertitik tolak dari penelitian terdahulu tersebut di atas, maka penulis mencoba
melakukan penelitian yang sejenis dengan wilayah penelitian Kota Medan. Kota
Medan sebagai ibukota dari Provinsi Sumatera Utara, dengan luas 26.510 hektar
(265,10 km²) atau 3,6% dari luas keseluruhan Provinsi Sumatera Utara dengan
jumlah penduduk 2.036.185 jiwa (data BPS, 2005), bagian terbesar dari penduduk
kota medan menganut agama Islam (66,83%) kemudian agama Kristen (21,02%),
Buddha (10,40%), Hindu (0,68%) dan kepercayaan lainnya (0,07%), hal tersebut
merupakan potensi yang sangat besar bagi perkembangan perbankan syariah.
Secara administratif Kota Medan di sebelah Barat, Timur dan Selatan
berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang, di sebelah Utara berbatasan langsung
dengan Selat Malaka, yang diketahui merupakan salah satu lintas laut paling sibuk
(padat) di dunia. Secara relatif Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu daerah
yang kaya dengan Sumber Daya Alam (SDA), khususnya di bidang perkebunan dan
kehutanan. Karenanya secara geografisnya Kota Medan didukung oleh daerah-daerah
yang kaya sumber alam seperti Deli Serdang, Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli
1 2 3 4
Gambar 1.1. Peta Kota Medan
Kondisi ini menjadikan Kota Medan secara ekonomi mampu mengembangkan
berbagai kerjasama dan kemitraan yang sejajar, saling menguntungkan dan saling
memperkuat dengan daerah-daerah sekitarnya. Di samping itu sebagai daerah yang
berada pada pinggiran jalur pelayaran Selat Malaka, maka Kota Medan memiliki
posisi strategis sebagai pintu gerbang kegiatan perdagangan barang dan jasa, baik
Sebagai aktivitas yang diorientasikan untuk memperoleh keuntungan secara
ekonomi, kegiatan bisnis merupakan bidang yang sangat luas dan terkait dengan
bidang-bidang lainnya. Perubahan kondisi atau kebijakan dalam bidang lain akan
selalu mempengaruhi kondisi bisnis yang ada. Kegiatan bisnis, terlebih yang berskala
besar, akan sangat dipengaruhi lingkungan nasional, budaya, hukum, politik,
teknologi, hankam, dan lain-lain khususnya lingkungan makroekonomi.
Kondisi saling ketergantungan tersebut merupakan alasan kuat bagi
Pemerintah Kota Medan bersama-sama dengan seluruh komponen masyarakat, untuk
selalu berusaha menciptakan iklim atau lingkungan yang kondusif bagi kegiatan
bisnis di kota ini, baik bagi bisnis lokal, domestik, maupun asing. Dengan dukungan
dari 21 kecamatan yang dimilikinya, Kota Medan berusaha mewujudkan lingkungan
bisnis yang kondusif, pengaruh mempengaruhi antar berbagai faktor sehingga sangat
multi dimensi. Untuk itulah Pemko Medan secara intens dan terus menerus selalu
melakukan dialog, berinteraksi dengan seluruh kalangan dan lapisan masyarakat
untuk membangun dan menciptakan lingkungan bisnis yang kondusif bagi semua
pelaku bisnis tanpa diskriminatif.
Sebagai salah satu kegiatan ekonomi, keberadaan lembaga keuangan,
khususnya perbankan di Kota Medan dirasakan sangat strategis khususnya untuk
mendukung ketersediaan modal, baik yang bersifat modal investasi, modal kerja,
maupun konsumsi. Rusaknya sistem perbankan sebagai akibat krisis ekonomi
ternyata tidak sampai menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga
masyarakat pada perbankan, baik yang berbentuk giro, tabungan, deposito, maupun
dana pihak ketiga.
Indikator utama keuangan perbankan di Sumatera Utara hingga triwulan I
tahun 2006 pada umumnya menunjukkan peningkatan yang menggembirakan. Hal ini
tercermin dari laju pertumbuhan aset sebesar 18,13%. Peningkatan aset ini
disebabkan karena peningkatan dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun oleh pihak
perbankan selama triwulan pertama sebesar 13,68%. Sejalan dengan hal tersebut,
penyaluran kredit di Sumatera Utara juga mengalami peningkatan yang cukup berarti
sebesar 25,20% (Bank Indonesia, 2006).
Saat ini paling tidak ada 40 bank yang beroperasi di Kota Medan, baik jenis
bank umum devisa, bukan devisa, termasuk bank perkreditan rakyat (BPR).
Walaupun fungsi intermidiasi perbankan sejak krisis ekonomi belum pulih
sepenuhnya, namun data hingga posisi bulan Maret 2006 menunjukkan meningkatnya
penggunaan fasilitas kredit perbankan secara nominal maupun pertumbuhan
kreditnya oleh para pengusaha (debitur). Total kredit yang tersalur di Kota Medan per
31 Maret 2006 telah mencapai Rp 22,8 trilyun (Sumatera Utara Rp 35,86 trilyun).
Kredit yang paling banyak digunakan adalah kredit modal kerja, diikuti kredit
investasi dan konsumsi (Bank Indonesia, 2006).
Perkembangan perbankan syariah di wilayah Sumatera Utara khususnya Kota
Medan menunjukkan pertumbuhan yang menggembirakan. Hal ini terlihat dari
penyebaran jumlah kantor baik sebagai kantor cabang utama, kantor cabang
penyetoran uang nasabah. Sampai dengan Maret 2006 jumlah bank syariah yang
beroperasi di wilayah Kota Medan mencapai 8 bank syariah yang digolongkan
menjadi Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah, dan Bank Perkreditan Rakyat
Syariah. Nama, Jenis dan Alamat Kantor Cabang Utama dari perbankan syariah yang
beroperasional di wilayah Kota Medan dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 1.1. Bank Syariah di Kota Medan
Nama Bank Jenis Alamat
Bank Syariah Mandiri Bank Umum Syariah Jl. Ahmad Yani No. 100 Medan Bank Muamalat Bank Umum Syariah Jl. Gajah Mada No. 21 Medan
Bank Negara Indonesia Syariah Unit Usaha Syariah Jl. Gatot Subroto No. 199 - 201 Medan Bank Rakyat Indonesia Syariah Unit Usaha Syariah Jl. Gatot Subroto No. 196 Medan Bank Bukopin Syariah Unit Usaha Syariah Jl. Letjen. S. Parman
Bank Sumut Syariah Unit Usaha Syariah Jl. Imam Bonjol No.18 Medan
BPRS Gebu Prima BPRS Jl. Utama No.2 A Medan
BPRS Al-Wasliyah BPRS Jl. Sisingamangaraja No. 51 D Medan
Sumber: Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah (LPPD) Sumatera Utara, diterbitkan oleh Kantor Bank Indonesia (BI) Medan, 2006
Sampai dengan Triwulan I tahun 2006, indikator keuangan bank umum
syariah yang tercermin dari pertumbuhan Assets, Kredit/Pembiayaan, Dana Pihak
Ketiga, dan Laba/rugi apabila dibandingkan dengan triwulan I tahun sebelumnya
menunjukkan kecenderungan menurun. Perkembangan indikator perbankan syariah
Tabel 1.2. Perkembangan Perbankan Syariah di Kota Medan (Trilliun Rp)
Indikator 2005 2006 Growth
I II III IV I I/2006
Assets 1.05 1.09 1.23 1.22 0.95 -10,23%
Credit 1.07 1.14 1.22 1.24 0.97 -8,66%
DPK 0.67 0.71 0.69 0.63 0.5 -24,89%
Laba 0.02 0.03 0.05 0.05 0.01 -48,56%
Sumber: Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah (LPPD) Sumatera Utara, Diterbitkan oleh Kantor Bank Indonesia (BI) Medan, 2006
Dilihat dari segi pertumbuhan ekonominya, pertumbuhan ekonomi Kota
Medan menunjukkan tingkat elastisitas yang tinggi terhadap pertumbuhan
propinsinya, artinya jika pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara positif, maka
pertumbuhan ekonomi Kota Medan menunjukkan angka positif yang lebih besar dari
pertumbuhan ekonomi propinsinya (www.pemkomedan.go.id). Ini menunjukkan
Kota Medan masih merupakan mesin pembangunan bagi daerah kota dan kabupaten
lainnya di Sumatera Utara. Namun demikian untuk memacu pertumbuhan ekonomi
ke tingkat minimal sama dengan masa sebelum krisis (6 s/d 7%), Kota Medan masih
membutuhkan dana investasi paling tidak mencapai 12 trilyun rupiah, untuk lima
tahun ke depan (www.pemkomedan.go.id).
Berdasarkan uraian singkat tersebut, maka pada penulisan tesis ini peneliti
akan meneliti bagaimana potensi dan preferensi masyarakat Kota Medan terhadap
bank syariah. Nantinya diharapkan hasil dari penelitian/penulisan tesis ini akan dapat
memberikan masukan bagi pengembangan perbankan syariah di Sumatera Utara
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut di atas, maka
permasalahan yang penulis temukan adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana potensi masyarakat yang ada di wilayah penelitian?
2. Bagaimana preferensi masyarakat yang ada di wilayah penelitian terhadap
perbankan syariah?
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti empiris mengenai:
1. Potensi masyarakat yang ada di wilayah penelitian.
2. Preferensi masyarakat yang ada di wilayah penelitian terhadap perbankan
syariah.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian yang berkaitan dengan perbankan syariah masih relatif sedikit
dilakukan di Indonesia, dan di Kota Medan penelitian sejenis sangat jarang dilakukan,
oleh karena itu hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
berbagai pihak antara lain:
1. Peneliti dalam hal ini juga sebagai penulis, semoga dengan adanya penelitian
ini akan dapat menambah wawasan bagi peneliti baik mengenai perbankan
2. Pihak akademisi, penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan/
informasi yang berguna bagi penelitian-penelitian berikutnya.
3. Masyarakat umum, penelitian ini diharapkan mampu memberikan suatu
tambahan wawasan ataupun pengetahuan kepada masyarakat umum, baik
mengenai perbankan secara umum maupun perbankan syariah khususnya.
4. Bagi pengelola bank syariah, khususnya yang beroperasional di wilayah Kota
Medan, sehingga dapat memberikan masukan/informasi yang berguna bagi
perluasan jaringan perbankan syariah di wilayah Kota Medan.
5. Bagi pihak Bank Indonesia (BI), dengan adanya penelitian ini semoga dapat
membantu pihak Bank Indonesia untuk mengetahui seberapa besar minat
masyarakat Kota Medan terhadap produk perbankan syariah, dan potensi apa
saja yang terdapat di wilayah Kota Medan khususnya bagi pengembangan
BAB II
LANDASAN TEORITIS
2.1. Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam
Sistim keuangan dan perbankan syariah adalah merupakan bagian dari konsep
yang lebih luas tentang ekonomi Islam, yang tujuannya, sebagaimana dianjurkan oleh
para ulama, adalah memperkenalkan sistim nilai dan etika Islam ke dalam lingkungan
ekonomi. Karena dasar etika ini maka keuangan dan perbankan syariah bagi
kebanyakan muslim adalah bukan sekedar sistem transaksi komersial. Persepsi Islam
dalam transaksi finansial itu dipandang oleh banyak kalangan muslim sebagai
kewajiban agamis. Kemampuan lembaga keuangan Islam menarik investor dengan
sukses bukan hanya tergantung pada tingkat kemampuan lembaga itu menghasilkan
keuntungan, tetapi juga pada persepsi bahwa lembaga tersebut secara
sungguh-sungguh memperhatikan restriksi-restriksi agamis yang digariskan oleh Islam.
Dalam kehidupan sehari-hari, Islam dapat diterjemahkan ke dalam teori dan
juga diinterpretasikan ke dalam praktek tentang bagaimana seseorang berhubungan
dengan orang lain. Ajaran Islam bertujuan untuk membentuk masyarakat dengan
tatanan sosial yang solid. Dalam tatanan tersebut, setiap individu diikat oleh tali
persaudaraan dan kasih sayang bagai suatu keluarga, sebuah persaudaraan yang tidak
diikat oleh batas-batas geografis.
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang
janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak
adil. Berlaku adillah kamu, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan”(Al-Maa’idah: 8).
Perilaku individu dan masyarakat dalam islam diarahkan ke arah bagaimana
cara pemenuhan kebutuhan mereka dilaksanakan dan bagaimana menggunakan
sumber daya yang ada.
“Hai manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi
dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan karena sesungguhnya setan itu
adalah musuh yang nyata bagimu” (Al-Baqarah: 168).
“Dan janganlah kalian merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah
kalian merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan” (Asy-Syu’araa’: 183).
Hal ini menjadi subyek yang dipelajari dalam ekonomi Islam sehingga
implikasi ekonomi yang dapat ditarik dari ajaran Islam berbeda dengan ekonomi
umum. Oleh sebab itu, dalam ekonomi Islam, hanya pemeluk Islam yang berimanlah
yang dapat mewakili satuan ekonomi Islam.
M. Abdul Mun’im Afar (Ahmad Rizal Purnama, 2000) Prinsip-prinsip
Ekonomi Islam itu secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Dalam Ekonomi Islam, berbagai jenis sumber daya dipandang sebagai
bumi ini, termasuk harta benda adalah Allah SWT. Kepemilikan oleh manusia hanya bersifat relatif, sebatas untuk melaksanakan amanah mengelola dan memanfaatkan sesuai dengan ketentuannya. Firman Allah SWT
“Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagaian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka, orang-orang yang beriman diantara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya mendapatkan pahala yang besar” (Al-Hadiid: 7).
2. Islam mengakui kepemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu,
termasuk kepemilikan alat produksi dan faktor produksi. Pertama, kepemilikan individu dibatasi oleh kepentingan masyarakat, dan Kedua, Islam menolak setiap pendapatan yang diperoleh secara tidak sah, apalagi usaha yang menghancurkan masyarakat.
“Belanjakanlah (hartamu) pada jalan Allah dan janganlah kamu jatuhkan dirimu kedalam kebinasaan dan berbuat baiklah. Sesungguhnya Allah mengasihi orang-orang yang berbuat baik” (Al-Baqarah: 195).
3. Kekuatan penggerak utama Ekonomi Islam adalah kerjasama. Seorang
muslim, apakah ia sebagai pembeli, penjual, penerima upah, pembuat keuntungan dan sebagainya, harus berpegang pada tuntunan Allah SWT dalam Al Qur'an:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan jalan batil, kecuali dengan perdagangan yang dilakukan dengan suka sama suka diantara kamu…' (An-Nissa: 29).
4. Pemilikan kekayaan pribadi harus berperan sebagai kapital produktif yang akan meningkatkan besaran produk nasional dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Al Qur'an mengungkapkan bahwa, 'Apa yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya sebagai harta rampasan dari penduduk negeri-negeri itu, adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar diantara orang-orang kaya saja diantara kamu…' (QS 57: 7). Oleh karena itu, Sistem Ekonomi Islam menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh beberapa orang saja. Konsep ini berlawanan dengan Sistem Ekonomi Kapitalis, di mana kepemilikan industri didominasi oleh monopoli dan oligopoli, tidak terkecuali industri yang merupakan kepentingan umum.
5. Islam menjamin kepemilikan masyarakat dan penggunaannya
direncanakan untuk kepentingan orang banyak. Prinsip ini didasari Sunnah Rasulullah yang menyatakan bahwa, "Masyarakat punya hak
yang sama atas air, padang rumput dan api" (Al Hadits). Sunnah
hubungannya dengan produksi air, bahan tambang, bahkan bahan makanan harus dikelola oleh negara. Demikian juga berbagai macam bahan bakar untuk keperluan dalam negeri dan industri tidak boleh dikuasai oleh individu.
6. Orang muslim harus takut kepada Allah dan hari akhirat, seperti
diuraikan dalam Al Qur'an sebagai berikut:
“Dan takutlah pada hari sewaktu kamu dikembalikan kepada Allah, kemudian masing-masing diberikan balasan dengan sempurna usahanya. Dan mereka tidak teraniaya…” (Al-Baqarah: 281).
7. Oleh karena itu Islam mencela keuntungan yang berlebihan,
perdagangan yang tidak jujur, perlakuan yang tidak adil, dan semua bentuk diskriminasi dan penindasan.
8. Seorang muslim yang kekayaannya melebihi tingkat tertentu (Nisab)
diwajibkan membayar zakat. Zakat merupakan alat distribusi sebagian kekayaan orang kaya (sebagai sanksi atas penguasaan harta tersebut), yang ditujukan untuk orang miskin dan orang-orang yang membutuhkan. Menurut pendapat para alim-ulama, zakat dikenakan 2,5% (dua setengah persen) untuk semua kekayaan yang tidak
produktif (Idle Assets), termasuk di dalamnya adalah uang kas,
deposito, emas, perak dan permata, pendapatan bersih dari transaksi
(Net Earning from Transaction), dan 10% (sepuluh persen) dari
pendapatan bersih investasi.
9. Islam melarang setiap pembayaran bunga (Riba) atas berbagai bentuk pinjaman, apakah pinjaman itu berasal dari teman, perusahaan perorangan, pemerintah ataupun institusi lainnya. Al Qur'an secara bertahap namun jelas dan tegas memperingatkan kita tentang bunga. Hal ini dapat dilihat dari turunnya ayat-ayat Al Qur'an sebagai berikut
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba yang berlipat-lipat ganda dan takutlah kepada Allah,….” (Al-Imran: 130). “Jual beli itu hanya seperti riba, Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba……” (Al-Baqarah: 275).
Islam bukanlah satu-satunya agama yang melarang pembayaran bunga.
Banyak pemikir zaman dahulu yang berpendapat bahwa pembayaran bunga adalah
tidak adil. Bahkan meminjamkan uang dengan bunga dilarang pada zaman Yunani
kuno. Aristoteles adalah orang yang amat menentang dan melarang bunga, sedang
2.2. Bank Syariah
Dalam Booklet Perbankan Bank Indonesia (2005), yang dimaksud dengan
bank adalah “Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-
bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak”. Perbankan
Indonesia dalam menjalankan fungsinya berdasarkan demokrasi ekonomi dan
menggunakan prinsip kehati-hatian. Fungsi utama dari perbankan Indonesia adalah
sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat serta bertujuan untuk menunjang
pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan
pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional
kearah peningkatan taraf hidup orang banyak.
Perbankan memiliki posisi yang strategis, yaitu sebagai penunjang kelancaran
sistem pembayaran, pelaksanaan kebijakan moneter dan pencapaian stabilitas sistem
keuangan, sehingga diperlukan perbankan yang sehat, transparan dan dapat
dipertanggungjawabkan.
Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Pasal 1 butir 13, yang
dimaksud dengan prinsip syariah adalah
Aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain
pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (Mudharabah),
pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (Musharakah),
atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (Ijarah wa itiqna).
Dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 59
disebutkan bahwa yang dimaksud dengan bank syariah adalah:
Bank yang berasaskan, antara lain, pada asas kemitraan, keadilan, transparansi, dan universal serta melakukan kegiatan usaha perbankan berdasarkan prinsip syariah. Kegiatan bank syariah merupakan implementasi dari prinsip ekonomi islam dengan karakteristik, antara lain, sebagai berikut:
a. pelarangan riba dalam berbagai bentuknya;
b. tidak mengenal konsep nilai waktu dari uang (time value of
money);
c. konsep uang sebagai alat tukar bukan sebagai alat komoditas;
d. tidak diperkenankan melakukan kegiatan yang bersifat
spekulatif;
e. tidak diperkenankan menggunakan dua harga untuk satu
barang; dan
f. tidak diperkenankan dua transaksi dalam satu akad.
Bank syariah beroperasi atas dasar konsep bagi hasil, bukan menggunakan
bunga sebagai alat untuk memperoleh pendapatan maupun membebankan bunga atas
penggunaan dana dan pinjaman karena bunga merupakan riba yang diharamkan.
Berbeda dengan bank konvensional, bank syariah tidak membedakan secara tegas
antara sektor moneter dan sektor riil sehingga dalam kegiatan usahanya dapat
melakukan transaksi-transaksi sektor riil, seperti jual beli dan sewa menyewa. Bank
syariah juga dapat menjalankan kegiatan usaha untuk memperoleh imbalan atas jasa
perbankan lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
Bank syariah memiliki fungsi yang berbeda dengan bank konvensional, fungsi
fungsi bank syariah, maka hal ini akan membawa dampak dalam pelaksanaan
kegiatan usaha bank syariah. Banyak para pengelola dan pelaksana bank syariah tidak
memahami dan menyadari fungsi dari bank syariah ini dan menyamakan fungsi bank
syariah sama seperti fungsi dari bank konvensional, sehingga membawa dampak
dalam pelaksanaan di lapangan.
Dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 59
disebutkan bahwa fungsi bank syariah itu ada empat antara lain:
a. Sebagai manajer investasi yang mengelola investasi atas dana nasabah dengan menggunakan akad mudharabah atau sebagai agen investasi;
b. Sebagai investor yang menginvestasikan dana yang dimilikinya
maupun dan nasabah yang dipercayakan kepadanya dengan menggunakan alat investasi yang sesuai dengan prinsip syariah dan membagi hasil yang diperoleh sesuai dengan nisbah yang disepakati antara bank dan pemilik dana;
c. Penyedia jasa keuangan dan lalu lintas pembayaran seperi bank non
syaria (bank konvensional) sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah; dan
d. Pengemban fungsi sosial berupa pengelola dana zakat, infak,
shadaqah, serta pinjaman kebajikan (qarhul hasan) sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
2.3. Prinsip Bank Syariah
2.3.1. Prinsip Utama
Islam adalah suatu Din (Way of Life) yang praktis, yang mengajarkan segala
sesuatu yang baik dan bermanfaat bagi manusia, dengan mengabaikan waktu, tempat
atau tahap-tahap perkembangannya (Wiyono, 2005: 15). Manusia adalah khalifah
amanah Allah kepada sang khalifah agar dipergunakan dengan sebaik-baiknya bagi
kesejahteraan bersama” (Antonio, 2001: 5-7).
“Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang
terang….” (Al-Maa’idah: 48).
Tan Sri Datuk Ahmed bin Mohd. Ibrahim (Ahmad Rizal Purnama, 2000: 6)
menyatakan:
Banking and financial activities have emerged to meet genuine human needs. Therefore, unless these activities belong to the category expressly forbidden by Islam, there is nothing in the nature of these activities which is contrary to the Syariah. Examples of forbidden activities include gambling and manufacturing and trading in forbidden goods such as liquor.
Aktivitas keuangan dan perbankan dapat dipandang sebagai wahana bagi
masyarakat modern untuk membawa mereka kepada, paling tidak, pelaksanaan dua
ajaran Qur'an, yaitu:
(1) Prinsip Al Ta'awun, yaitu saling membantu dan saling bekerja sama diantara
anggota masyarakat untuk kebaikan, sebagaimana dinyatakan dalam Al
Qur'an:
"Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa,
dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran"
(Al-Maaidah: 2).
(2) Prinsip menghindari Al Iktinaz, yaitu menahan uang (dana) dan
bermanfaat bagi masyarakat umum, sebagaimana dinyatakan di dalam Al
Qur'an:
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku
dengan suka sama suka di antara kamu…" (An-Nissa: 29).
Sejak dekade tahun 70-an, umat Islam di berbagai negara telah berusaha untuk
mendirikan bank-bank syariah. “Tujuan dari pendirian bank-bank syariah ini pada
umumnya adalah untuk mempromosikan dan mengembangkan aplikasi dari
prinsip-prinsip syariah Islam dan tradisinya ke dalam transaksi keuangan dan perbankan dan
bisnis lain yang terkait” (Antonio, 2001: 13).
Muhammad Syafii Antonio, (2001: 14-16) menyebutkan prinsip utama yang
dianut oleh Bank Syariah adalah:
a. Larangan riba (bunga) dalam berbagai bentuk transaksi;
b. Menjalankan bisnis dan aktivitas perdagangan yang berbasis pada
memperoleh keuntungan yang sah menurut syariah;
c. Memberikan zakat.
Pada dasarnya Islam memandang uang hanya sebagai alat tukar, bukan
sebagai barang dagangan (komoditas). Oleh karena itu motif permintaan akan uang
adalah untuk memenuhi kebutuhan transaksi (money demand for transaction), bukan
untuk spekulasi. Islam juga sangat menganjurkan penggunaan uang dalam pertukaran
karena Rasulullah telah menyadari kelemahan dari salah satu bentuk pertukaran
di zaman dahulu yaitu barter (Bai' al Muqayyadah), di mana barang saling
"Rasulullah SAW menyadari akan kesulitan-kesulitan dan kelemahan-
kelemahan akan sistem pertukaran ini, lalu beliau ingin menggantinya dengan sistem
pertukaran melalui uang. Oleh karena itu beliau menekankan kepada para sahabat
untuk menggunakan uang dalam transaksi-transaksi mereka " (Al-Mushlih, 2003:
36-38).
Hal ini dapat dijumpai dalam hadits-hadits antara lain seperti diriwayatkan
oleh Ata Ibn Yasar, Abu Said dan Abu Hurairah, dan Abu Said Al Khudri.
"Ternyata Rasulullah tidak menyetujui transaksi-transaksi dengan sistem
barter, untuk itu dianjurkan sebaiknya menggunakan uang. Nampaknya beliau
melarang bentuk pertukaran seperti ini karena ada unsur riba di dalamnya."
Dalam konsep Islam tidak dikenal money demand for speculation, karena
spekulasi tidak diperbolehkan. Kebalikan dari sistem konvensional yang memberikan
bunga atas harta, Islam malah menjadikan harta sebagai obyek zakat. Uang adalah
milik masyarakat sehingga membiarkan uang tidak produktif adalah merupakan hal
yang dilarang, karena hal itu berarti mengurangi jumlah uang yang beredar
di masyarakat. Dalam pandangan Islam, uang adalah flow concept, oleh karenanya
harus selalu berputar dalam perekonomian. Semakin cepat uang berputar dalam
perekonomian, maka akan semakin tinggi tingkat pendapatan masyarakat dan
semakin baik perekonomian (Marthon, 2004: 35).
Bagi mereka yang tidak dapat memproduktifkan hartanya, Islam
menganjurkan untuk melakukan investasi dengan prinsip Musyarakah atau
karena musyarakah atau mudharabah, maka Islam sangat menganjurkan untuk
melakukan Qard yaitu meminjamkannya tanpa imbalan apapun karena meminjamkan
uang untuk memperoleh imbalan adalah riba.
Zainul Arifin, menyebutkan secara mikro, Qard tidak memberikan manfaat
langsung bagi orang yang meminjamkan. Namun secara makro, Qard akan
memberikan manfaat tidak langsung bagi perekonomian secara keseluruhan. Hal ini
disebabkan karena pemberian Qard membuat perputaran uang (velocity of money)
akan bertambah cepat, yang berarti bertambahnya darah baru bagi perekonomian,
sehingga pendapatan nasional (National Income) meningkat. Dengan peningkatan
pendapatan nasional, maka si pemberi pinjaman akan meningkat pula pendapatannya.
Demikian pula pengeluaran Shadaqah juga akan memberikan manfaat yang lebih
kurang sama dengan pemberian Qard.
Islam juga tidak mengenal konsep Time Value of Money, namun Islam
mengenal konsep Economic Value of Time yang artinya bahwa yang bernilai adalah
waktu itu sendiri. Islam memperbolehkan penetapan harga tangguh bayar lebih tinggi
dari pada harga tunai. Ahmad Rizal Purnama menyebutkan Zaid bin Ali Zainal
Abidin bin Husin bin Ali bin Abi Thalib, cicit Rasulullah saw, adalah orang yang
pertama kali menjelaskan diperbolehkannya penetapan harga tangguh bayar
(Deferred Payment) lebih tinggi daripada harga tunai (Cash).
Yang lebih menarik adalah bahwa dibolehkannya penetapan harga tangguh
yang lebih tinggi itu sama sekali bukan disebabkan Time Value of Money, namun
bila barang dijual tunai dengan laba Rp 500 maka si penjual dapat membeli lagi dan
menjual lagi sehingga dalam satu hari itu keuntungannya adalah Rp 1000. Sedangkan
bila dijual tangguh bayar maka hak si penjual menjadi tertahan, sehingga dia tidak
dapat membeli lagi dan menjual lagi. Akibat lebih jauh dari itu, hak dari keluarga dan
anak si penjual untuk makan malam pada hari itu tertahan oleh pembeli. Untuk alasan
inilah, yaitu tertahannya hak penjual yang telah memenuhi kewajibannya
(menyerahkan barang), maka Islam membolehkan penetapan harga tangguh lebih
tinggi dari harga tunai.
2.3.2. Sistim Operasional Bank Syariah
Sistim keuangan dan perbankan modern telah berusaha memenuhi kebutuhan
manusia untuk mendanai kegiatannya, bukan dengan dananya sendiri, melainkan
dengan dana orang lain, baik dalam bentuk penyertaan (equity financing) maupun
dalam bentuk pinjaman (debt financing).
Islam mempunyai hukum sendiri untuk memenuhi kebutuhan tersebut, yaitu
melalui akad-akad bagi hasil (Profit and Loss Sharing), sebagai metoda pemenuhan
kebutuhan permodalan (equity financing), dan akad-akad jual-beli (al bai') untuk
Bagi
Prinsip Bagi Hasil Bagi Hasil/laba
Mudharabah Muthalaqah
Lainnya ( Modal ) Prinsip Jual Beli Prinsip Ijarah
Jasa Keuangan : Wakalaf, Kafalah, Sharf Agen : Mudharabah Muqayaddah Pendapataan Berbasis
Sumber: Wiroso; 2005
a. Produk Pembiayaan
1) Equity Financing
Ada dua macam kontrak dalam kategori ini yaitu:
a) Musyarakah (Joint Venture Profit Sharing)
Melalui kontrak ini, dua pihak atau lebih (termasuk bank dan lembaga
keuangan bersama nasabahnya) dapat mengumpulkan modal mereka untuk
membentuk sebuah perusahaan (Syirkah al Inan) sebagai sebuah Badan Hukum
(legal entity). Setiap pihak memiliki bagian secara proporsional sesuai dengan
kontribusi modal mereka dan mempunyai hak mengawasi (Voting Right) perusahaan
sesuai dengan proporsinya. Untuk pembagian keuntungan, setiap pihak menerima
bagian keuntungan secara proporsional dengan kontribusi modal masing-masing atau
sesuai dengan kesepakatan yang telah ditentukan sebelumnya. Bila perusahaan
mengalami kerugian, maka kerugian itu juga dibebankan secara proporsional kepada
masing-masing pemberi modal. Aplikasinya dalam perbankan terlihat pada akad yang
diterapkan pada usaha atau proyek di mana bank membiayai sebagian saja dari
jumlah kebutuhan investasi atau modal kerjanya, selebihnya dibiayai sendiri oleh
nasabah. Akad ini juga diterapkan pada sindikasi antar bank atau lembaga keuangan.
Dalam kontrak tersebut, salah satu pihak dapat mengambil alih modal pihak
lain sedang pihak lain tersebut menerima kembali modal mereka secara bertahap.
Inilah yang disebut dengan Musyarakah al Mutanakishah. Aplikasinya dalam
perbankan adalah pada pembiayaan proyek oleh bank bersama nasabahnya atau bank
diambil alih oleh pihak lainnya dengan cara mengangsur. Akad ini juga dapat
dilaksanakan pada mudharabah yang modal pokoknya dicicil, sedangkan usahanya
berjalan terus dengan modal yang tetap.
b) Mudharabah (Trustee Profit Sharing)
Kontrak mudharabah adalah juga merupakan suatu bentuk equity financing,
tetapi mempunyai bentuk yang berbeda dengan musyarakah. Di dalam mudharabah,
hubungan kontrak bukan antar pemberi modal melainkan antara penyedia dana
(Shahib al Maal) dengan entrepreneur (Mudharib). Di dalam kontrak mudharabah,
seorang mudharib (dapat perorangan, rumah tangga perusahaan atau suatu unit
ekonomi) memperoleh modal dari unit ekonomi lainnya untuk tujuan melakukan
perdagangan atau perniagaan. Mudharib dalam kontrak ini menjadi trustee atas modal
tersebut.
Dalam hal obyek yang didanai ditentukan oleh penyedia dana, maka kontrak
tersebut dinamakan Mudharabah al Muqayyadah. Dia menggunakan modal tersebut,
dengan tujuan yang dinyatakan secara khusus, untuk menghasilkan keuntungan. Pada
saat proyek sudah selesai, Mudharib akan mengembalikan modal tersebut kepada
penyedia modal berikut porsi keuntungan yang telah disetujui sebelumnya. Bila
terjadi kerugian maka seluruh kerugian dipikul oleh Shahib al Maal. Bank dan
lembaga keuangan dalam kontrak ini dapat menjadi salah satu pihak. Mereka dapat
menjadi penyedia dana (Mudharib) dalam hubungan mereka dengan para penabung,
atau dapat menjadi penyedia dana (Shahib al Maal) dalam hubungan mereka dengan
2) Debt Financing
Kalimat Al Qur'an "… Allah menghalalkan jual beli (al bai) dan melarang
riba…" (Al-Baqarah: 275) menunjukkan bahwa praktek bunga adalah tidak sesuai
dengan spirit Islam. Istilah jual-beli (al Bai') memiliki arti yang secara umum
meliputi semua tipe kontrak pertukaran, kecuali tipe kontrak yang dilarang oleh
syariah. Al Bai' berarti setiap kontrak pertukaran barang dan jasa dalam jumlah
tertentu atas barang (termasuk uang) dan jasa yang lain. Penyerahan jumlah atau
harga barang dan jasa tersebut dapat dilakukan dengan segera (cash) atau dengan
tangguh (deferred). Oleh karenanya syarat-syarat Al Bai' dalam Debt Financing
menyangkut berbagai tipe dari kontrak jual beli tangguh (Deferred Contract of
Exchange) yang meliputi transaksi-transaksi sebagai berikut:
a) Prinsip Jual-beli
(1) Al Murabahah, yaitu kontrak jual beli di mana barang yang diperjual-belikan
tersebut diserahkan segera, sedang harga (baik pokok dan margin keuntungan
yang disepakati bersama) atas barang tersebut dibayar di kemudian hari secara
sekaligus (Lump Sum Deferred Payment). Dalam prakteknya, bank bertindak
sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli dengan kewajiban membayar
secara tangguh dan sekaligus.
(2) Al Bai' Bitsaman Ajil, yaitu kontrak al murabahah di mana barang yang
diperjual-belikan tersebut diserahkan dengan segera sedang harga atas barang
Payment). Dalam prakteknya pada bank sama dengan murabahah, hanya saja
kewajiban nasabah dilakukan secara angsuran.
(3) Bai' as Salam, yaitu kontrak jual beli dimana harga atas barang yang
diperjual-belikan dibayar dengan segera (secara sekaligus), sedangkan
penyerahan atas barang tersebut dilakukan kemudian. Bai' as salam ini
biasanya dipergunakan untuk produk-produk pertanian yang berjangka
pendek. Dalam hal ini, bank bertindak sebagai pembeli produk dan
menyerahkan uangnya lebih dulu sedangkan para nasabah menggunakannya
sebagai modal untuk mengelola pertaniannya. Karena kewajiban nasabah
kepada bank berupa produk pertanian, biasanya bank melakukan paralel salam
yaitu mencari pembeli kedua sebelum saat panen tiba.
(4) Bai' al Istishna', hampir sama dengan bai' as salam yaitu kontrak jual beli
dimana harga atas barang tersebut dibayar lebih dulu tetapi dapat diangsur
sesuai dengan jadwal dan syarat-syarat yang disepakati bersama, sedangkan
barang yang dibeli akan diproduksi (manufactured) dan diserahkan kemudian.
Dalam prakteknya bank bertindak sebagai penjual (mustashni' ke-1) kepada
pemilik/pembeli proyek (bohir) dan mensubkannya kepada kontraktor
(mustashni' ke-2).
b) Prinsip sewa-beli
Sewa dan sewa-beli (Ijarah dan Ijara wa Iqtina) oleh para ulama, secara bulat
dianggap sebagai model pembiayaan yang dibenarkan oleh syariah Islam.
Ijarah atau sewa, adalah kontrak yang melibatkan suatu barang (sebagai
harga) dengan jasa atau manfaat atas barang lainnya. Penyewa dapat juga
diberikan options untuk membeli barang yang disewakan tersebut pada saat
sewa selesai, dan kontrak ini disebut Al Ijarah wa Iqtina', di mana akad sewa
yang terjadi antara bank (sebagai pemilik barang) dengan nasabah (sebagai
penyewa) dengan cicilan sewanya sudah termasuk cicilan pokok harga
barang.
c) Al Qard al Hasan
Dalam rangka mewujudkan tanggung jawab sosialnya, bank dapat
memberikan fasilitas yang disebut Al Qard al Hasan, yaitu penyediaan
pinjaman dana kepada pihak-pihak yang patut mendapatkannya. Secara
syariah peminjam hanya berkewajiban membayar kembali pokok
pinjamannya, walaupun syariah membolehkan peminjam untuk memberikan
imbalan sesuai dengan keikhlasannya tetapi bank sama sekali dilarang untuk
menerima imbalan apapun.
b. Produk Penghimpunan Dana
Bank syariah menjalankan fungsi-fungsi financing tersebut dalam
kapasitasnya sebagai mudharib dengan menggunakan dana-dana yang diperoleh dari
para nasabah sebagai Shahib al Maal, yang menyimpan dan menanamkan dananya
1) Rekening Koran
Jasa simpanan dana dalam bentuk rekening koran diberikan oleh bank Islam
dengan prinsip Al Wadi'ah yad Dhamanah, di mana penerima simpanan bertanggung
jawab penuh atas segala kehilangan atau kerusakan yang terjadi pada aset titipan
tersebut. Dengan prinsip ini, bank menerima simpanan dana dari nasabah yang
memerlukan jasa penitipan dengan kebebasan mutlak untuk menariknya kembali
sewaktu-waktu. Jadi, Bank memperoleh ijin dari nasabah untuk menggunakannya
selama dana tersebut mengendap di bank. Nasabah sewaktu-waktu dapat menarik
sebagian atau seluruh saldo yang mereka miliki. Dengan demikian mereka
memerlukan jaminan pembayaran kembali dari bank atas simpanan mereka. Semua
keuntungan yang dihasilkan dari penggunaan dana tersebut selama mengendap
di bank adalah menjadi hak bank. Bank diperbolehkan memberikan bonus kepada
nasabah atas kehendaknya sendiri, tanpa diikat oleh perjanjian. Bank menyediakan
cek dan jasa-jasa lain yang berkaitan dengan rekening koran tersebut.
Berdasarkan prinsip wadiah ini penerima simpanan juga dapat bertindak
sebagai Yad al Amanah (tangan penerima amanah), artinya ia tidak bertanggung
jawab atas kehilangan atau kerusakan yang terjadi pada aset titipan selama hal itu
bukan akibat kelalaian atau kecerobohan yang bersangkutan (terjadi karena faktor
di luar kemampuan penerima simpanan). Penerapannya dalam perbankan dapat kita
2) Rekening Tabungan
Bank menerima simpanan dari nasabah yang memerlukan jasa penitipan dana
dengan tingkat keleluasaan tertentu untuk menariknya kembali berikut kemungkinan
memperoleh keuntungan berdasarkan prinsip Wadi'ah. Bank memperoleh izin dari
nasabah untuk menggunakan dana tersebut selama mengendap di bank. Nasabah
dapat menarik sebagian atau seluruh saldo simpanannya sewaktu-waktu atau sesuai
dengan perjanjian yang disepakati. Bank menjamin pembayaran kembali simpanan
mereka. Semua keuntungan atas pemanfaatan dana tersebut adalah milik bank, namun
berbeda dengan rekening koran, bank dapat memberikan imbalan keuntungan yang
berasal dari sebagian keuntungan bank. Bank menyediakan buku tabungan dan
jasa-jasa yang berkaitan dengan rekening tersebut.
3) Rekening Investasi Umum
Bank menerima simpanan dari nasabah yang mencari kesempatan investasi
dari dana mereka dalam bentuk rekening investasi umum berdasarkan prinsip
mudharabah mutlaqah. Simpanan diperjanjikan untuk jangka waktu tertentu. Bank
dapat menerima simpanan tersebut untuk jangka waktu 1, 3, 6, 12, 24 bulan dan
seterusnya. Dalam hal ini bank bertindak sebagai Mudharib dan nasabah bertindak
sebagai Shahib al Maal, sedang keduanya menyepakati pembagian laba (bila ada)
yang dihasilkan dari penanaman dana tersebut dengan Nisbah tertentu. Dalam hal
terjadi kerugian, nasabah menanggung kerugian tersebut dan bank kehilangan
4) Rekening Investasi Khusus
Bank dapat juga menerima simpanan dari pemerintah atau nasabah korporasi
dalam bentuk rekening simpanan khusus. Rekening ini juga dioperasikan berdasarkan
prinsip mudharabah, tetapi bentuk investasi dan nisbah pembagian keuntungannya
biasanya dinegosiasikan secara kasus per kasus (mudharabah muqayyadah).
c. Produk Jasa-jasa
1) Rahn
Rahn adalah akad menggadaikan barang dari satu pihak kepada pihak lain,
dengan uang sebagai gantinya. Akad ini dapat digunakan sebagai tambahan pada
pembiayaan yang beresiko dan memerlukan jaminan tambahan. Akad ini juga dapat
menjadi produk tersendiri untuk melayani kebutuhan nasabah untuk keperluan yang
bersifat jasa dan konsumtif, seperti pendidikan, kesehatan dan sebagainya. Lembaga
keuangan tidak menarik manfaat apapun kecuali biaya pemeliharaan atau keamanan
barang yang digadaikan tersebut.
2) Wakalah
Wakalah adalah akad perwakilan antara dua pihak. Dalam aplikasinya pada
Perbankan Syariah, Wakalah biasanya diterapkan untuk penerbitan Letter of Credit
(L/C) atau penerusan permintaan akan barang dalam negeri dari bank di luar negeri
(L/C ekspor). Wakalah juga diterapkan untuk mentransfer dana nasabah kepada pihak
3) Kafalah
Kafalah adalah akad jaminan satu pihak kepada pihak lain. Dalam lembaga
keuangan, akad ini terlihat dalam penerbitan garansi bank (Bank Guarantee), baik
dalam rangka mengikuti tender (Bid bond), pelaksanaan proyek (Performance bond),
ataupun jaminan atas pembayaran lebih dulu (Advance Payment bond).
4) Hawalah
Hawalah adalah akad pemindahan hutang/piutang suatu pihak kepada pihak
lain. Prakteknya dapat dilihat pada transaksi anjak piutang (Factoring). Namun
kebanyakan ulama tidak memperbolehkan mengambil manfaat (imbalan) atas
pemindahan hutang/piutang tersebut.
5) Jo'alah
Jo'alah adalah suatu kontrak dimana pihak pertama menjanjikan imbalan
tertentu kepada pihak kedua atas pelaksanaan suatu tugas/pelayanan yang dilakukan
oleh pihak kedua untuk kepentingan pihak pertama. Prinsip ini dapat diterapkan oleh
bank dalam menawarkan berbagai pelayanan dengan mengambil fee dari nasabah.
6) Sharf
Sharf adalah transaksi pertukaran antara emas dengan perak atau pertukaran
valuta asing, di mana mata uang asing dipertukarkan dengan mata uang domestik atau
dengan mata uang asing lainnya.
Muhammad Syafii Antonio, 2001: 175 Bank syariah sebagai lembaga
keuangan dapat menerapkan prinsip ini, dengan catatan harus memenuhi syarat-syarat
a. Harus tunai;
b. Serah terima harus dilaksanakan dalam majelis kontak;
c. Bila dipertukarkan mata uang yang sama harus dalam jumlah/kuantitas yang
sama.
2.4. Keterbukaan Informasi
Masyarakat sebagai salah satu bagian dari pelaku ekonomi, dengan
perkembangan yang terjadi di masyarakat sebagai akibat perkembangan dari
teknologi informasi, telah mempengaruhi perilakunya sebagai pelaku ekonomi.
Seperti halnya yang diungkapkan oleh Soemitro Djojohadikusumo dalam Sulaiman
Effendy (2005) bahwa:
...dalam proses pengambilan keputusan para pelaku ekonomi mengandalkan
pengalaman dan pengetahuannya dari masa lalu dan masa kini, perkiraan-perkiraan yang akan terjadi di masa mendatang ditambah dengan segenap informasi data yang sekarang tersedia.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa informasi yang tersedia tentang
kondisi sektor perbankan, dapat mempengaruhi keputusan yang akan diambil yang
berkaitan dengan dengan kepercayaannya kepada bank.
Peranan bank yang sangat strategis dalam perkembangan ekonomi, sehingga
perlu diperhatikan dan dijaga kontinuitas usahanya, dengan meningkatkan
kemampuan menggali sumber dana masyarakat. Untuk itu perlu didukung oleh