• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengelolaan Likuiditas pada Perbankan Syariah di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengelolaan Likuiditas pada Perbankan Syariah di Indonesia"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

PENGELOLAAN LIKUIDITAS PADA PERBANKAN

SYARIAH DI INDONESIA

SKRIPSI

Disusun Dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh:

060200154

NURLATIFAH HARAHAP

Departemen Hukum Ekonomi

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PENGELOLAAN LIKUIDITAS PADA PERBANKAN

SYARIAH DI INDONESIA

SKRIPSI

Disusun Dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara Oleh:

NURLATIFAH HARAHAP

060200154

Departemen Hukum Ekonomi

Disetujui oleh :

Ketua Departemen Hukum Ekonomi

NIP. 195603291986011001 Prof. Dr.Bismar Nasution, SH, MH.

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. Dr.Bismar Nasution, SH, MH.

NIP. 195603291986011001 NIP.196302151989032002 Prof.Dr.Sunarmi, SH,M.Hum.

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah Penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas

segala Rahmat dan HidayahNya yang diberikan kepada Penulis, sehingga Penulis

dapat menyelesaikan Penulisan Skripsi ini sesuai dengan waktu yang diberikan.

Skripsi ini disusun dan diajukan guna untuk melengkapi persyaratan

memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara, dimana hal tersebut merupakan kewajiban bagi setiap mahasiswa/i yang

ingin menyelesaikan perkuliahannya. Adapun judul skripsi yang Penulis

kemukakan adalah : “Pengelolaan Likuiditas pada Perbankan Syariah di

Indonesia”.

Dalam Penyusunan Skripsi ini, Penulis telah banyak bantuan, bimbingan

dan arahan dari berbagai pihak. Untuk itu Penulis ingin mengucapkan terima

kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada :

1. Bapak Prof.Dr.Runtung Sitepu,SH,M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara;

2. Bapak Prof.Dr.Suhaidi,SH,MH, selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara;

3. Bapak Syafruddin SH,M.Hum,DFM, selaku Pembantu Dekan II Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara;

4. Bapak M.Husni,SH,M.Hum, selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum

(4)

5. Bapak Prof.Dr.Bismar Nasution,SH,MH, selaku ketua Jurusan Hukum

Ekonomi Universitas Sumatera Utara dan juga sebagai Dosen Pembimbing I

Penulis dalam Tugas Akhir ini. Terima kasih untuk segala nasehat,

bimbingan dan kemudahan yang telah diberikan, semoga ilmu yang telah

didapatkan dapat digunakan ditengah masyarakat kelak;

6. Ibu Prof.Dr.Sunarmi,SH,M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II Penulis,

yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penyelesaian

skripsi ini dan juga sebagai Dosen Pengasuh Akademik Penulis yang telah

banyak membimbing Penulis sejak awal Penulis masuk Fakultas Hukum

USU.

7. Seluruh Staff Pengajar di Departeman Hukum Ekonomi yang telah

memberikan ilmunya kepada saya, Ibu Keizerina Devi, Ibu Ningrum

Natasya Sirait, Bapak Budiman Ginting, Bapak Mahmul Siregar, Bapak

Hermansyah;

8. Seluruh Dosen di lingkungan Fakultas Hukum yang telah mengajar dan

membimbing Penulis sejak awal masuk kuliah sampai pada akhir, yang

tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu;

9. Segenap Staff Administrasi dan Pegawai di lingkungan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara;

10. Yang teristimewa buat kedua orang tua saya yang sangat saya cintai dan

sayangi, Ayahanda H.Kombang Tua Harahap dan Ibunda Kartika Astuti

Siregar. Terima Kasih atas segala doa, kasih sayang, nasehat, perhatian

(5)

tentunya sangat berarti bagi saya dan tidak ternilai harganya. Hanya Allah

SWT yang mampu memberikan balasan dari semua pengorbanan kedua

orang tua saya;

11. Buat adik-adik saya yang tersayang Furqon Muarif Harahap, Marisa

Zulfiyani Harahap, dan Fauzan Azmi Harahap yang telah banyak

membantu dan menyemangati saya agar menyelesaikan skripsi ini dengan

baik;

12. Buat seluruh keluarga besar saya dimanapun berada, terima kasih atas doa

serta dukungannya kepada saya;

13. Buat Sahabat saya Nurleli Sihotang semoga persahabatan kita tetap

berjalan;

14. Buat Teman-Teman stambuk ’06 Fakultas Hukum USU terutama

teman-teman grup C dan Departemen Hukum Ekonomi yang tidak bisa

disebutkan satu persatu. Terima Kasih atas kebersamaan kita dikampus

tercinta ini;

15. Buat kakak-kakak senior stambuk ’05 yang telah banyak membantu saya

dalam penulisan skripsi ini;

16. Buat Sahabat-Sahabat lama saya, Dewi Septu, Juliami, Verawati, Mira,

dan Meri yang meskipun jarang ketemu karena kesibukan masing-masing

tetapi selalu memberikan motivasi yang membangun kepada saya dan

(6)

17. Buat teman-teman MCC (Morth Court Competion) UII Yogyakarta 2009,

semoga pertemanan kita tetap berjalan.

18. Terakhir buat orang-orang yang telah banyak membantu dan telah

mendukung Penulisan Skripsi ini hingga selesai;

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan

dapat memberi ilmu yang cukup berarti dalam ilmu hukum khususnya yang

berkaitan dengan hukum ekonomi.

Dalam Penyusunan Skripsi ini Penulis telah banyak mencurahkan segenap

hati , pikiran dan kerja keras. “Tak ada gading yang tak retak”, Penulis menyadari

bahwa dalam Penulisan Skripsi ini masih banyak kekurangannya, baik dari segi

bahasa, penulisan maupun penyajian materinya.

Untuk itu saya sebagai Penulis mengharapkan kepada para pembaca untuk

dapat memberikan saran, masukan atau juga kritik yang bersifat konstruktif agar

kesempatan lainnya Penulisan Skripsi ini dapat lebih baik dan mencapai suatu

kesempurnaan sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan yang ada.

Medan, Maret 2010

Penulis

(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………..………i

DAFTAR ISI ………..………...v

ABSTRAKSI………...……vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang………..1

B. Perumusan Masalah………12

D. Tujuan dan Manfaat Penulisan………...13

D. Keaslian Penulisan……….14

E. Tinjauan Kepustakaan………14

F. Metode Penulisan………...17

G. Sistematika Penulisan……….19

BAB II STRUKTUR PERMODALAN PERBANKAN SYARIAH A. Sejarah Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia………...22

B. Persyaratan Pendirian Perbankan Syariah………..30

C. Struktur Organisasi Perbankan Syariah………..34

D. Struktur Kegiatan Operasional Perbankan Syariah………39

E. Struktur Permodalan Perbankan Syariah………50

BAB III PERANAN BANK INDONESIA SEBAGAI BANK SENTRAL DALAM MENETAPKAN KETENTUAN DAN PERATURAN MENGENAI LIKUIDITAS A. Teori Pengelolaan Likuiditas………..57

B. Prinsip Pengelolaan Likuiditas………61

(8)

D. Komponen Pengelolaan Likuiditas………....68

E. Peranan Bank Indonesia Sebagai Bank Sentral dalam Menetapkan Ketentuan dan Peraturan mengenai Likuiditas………..73

BAB IV MEKANISME PENGELOLAAN LIKUIDITAS PADA PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA

A. Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah……….78

B. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia………..93

C. Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek Bagi Bank Syariah…………..98

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan………101

B. Saran………..108

(9)

PENGELOLAAN LIKUIDITAS PADA PERBANKAN

Pemicu utama kebangkrutan bank, baik bank yang besar maupun bank yang kecil, bukanlah karena kerugian yang diderita bank tersebut, melainkan lebih kepada ketidakmampuan suatu bank untuk memenuhi kebutuhan likuiditasnya. Setiap lembaga perbankan, baik perbankan konvensional maupun perbankan syariah, diwajibkan untuk memelihara dan mengelola likuiditasnya demi kelangsungan hidup perbankan yang bersangkutan. Pengelolaan likuiditas merupakan suatu fungsi terpenting yang dilaksanakan oleh lembaga perbankan. Untuk terlaksananya fungsi pengelolaan likuiditas secara efisien dan menguntungkan diperlukan adanya instrumen dan pasar keuangan baik yang bersifat jangka pendek maupun jangka panjang.

Permasalahan yang diajukan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut : Bagaimana struktur permodalan Perbankan Syariah, Bagaimana peranan Bank Indonesia sebagai bank sentral dalam menetapkan ketentuan dan peraturan mengenai likuiditas, Bagaimana mekanisme pengelolaan likuiditas pada Perbankan Syariah di Indonesia.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode library research. Library research yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang disebut dengan data sekunder.

Dalam pengelolaan likuiditas, bank akan mengalami salah satu dari tiga hal berikut : Posisi seimbang, Posisi lebih, Posisi kurang. Dalam kegiatan operasional, bank dapat mengalami kelebihan atau kekurangan likuiditas. Apabila terjadi kelebihan, maka hal itu dianggap sebagai keuntungan bank. Sedangkan jika terjadi kekurangan likuiditas maka bank memerlukan sarana untuk menutupi kekurangan likuiditasnya.

Pada perbankan syariah terdapat 3 cara untuk mengelola likuiditas perbankan syariah, yaitu : Pasar Uang Antarbank berdasarkan Prinsip Syariah, Sertifikat Wadiah Bank Indonesia, dan Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek bagi Perbankan Syariah.

Kata kunci : Likuiditas Perbankan, Pengelolaan Likuiditas, Perbankan Syariah, Peraturan Perbankan Syariah

___________________________

* Dosen Pembimbing I ** Dosen Pembimbing II

(10)

PENGELOLAAN LIKUIDITAS PADA PERBANKAN

Pemicu utama kebangkrutan bank, baik bank yang besar maupun bank yang kecil, bukanlah karena kerugian yang diderita bank tersebut, melainkan lebih kepada ketidakmampuan suatu bank untuk memenuhi kebutuhan likuiditasnya. Setiap lembaga perbankan, baik perbankan konvensional maupun perbankan syariah, diwajibkan untuk memelihara dan mengelola likuiditasnya demi kelangsungan hidup perbankan yang bersangkutan. Pengelolaan likuiditas merupakan suatu fungsi terpenting yang dilaksanakan oleh lembaga perbankan. Untuk terlaksananya fungsi pengelolaan likuiditas secara efisien dan menguntungkan diperlukan adanya instrumen dan pasar keuangan baik yang bersifat jangka pendek maupun jangka panjang.

Permasalahan yang diajukan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut : Bagaimana struktur permodalan Perbankan Syariah, Bagaimana peranan Bank Indonesia sebagai bank sentral dalam menetapkan ketentuan dan peraturan mengenai likuiditas, Bagaimana mekanisme pengelolaan likuiditas pada Perbankan Syariah di Indonesia.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode library research. Library research yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang disebut dengan data sekunder.

Dalam pengelolaan likuiditas, bank akan mengalami salah satu dari tiga hal berikut : Posisi seimbang, Posisi lebih, Posisi kurang. Dalam kegiatan operasional, bank dapat mengalami kelebihan atau kekurangan likuiditas. Apabila terjadi kelebihan, maka hal itu dianggap sebagai keuntungan bank. Sedangkan jika terjadi kekurangan likuiditas maka bank memerlukan sarana untuk menutupi kekurangan likuiditasnya.

Pada perbankan syariah terdapat 3 cara untuk mengelola likuiditas perbankan syariah, yaitu : Pasar Uang Antarbank berdasarkan Prinsip Syariah, Sertifikat Wadiah Bank Indonesia, dan Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek bagi Perbankan Syariah.

Kata kunci : Likuiditas Perbankan, Pengelolaan Likuiditas, Perbankan Syariah, Peraturan Perbankan Syariah

___________________________

* Dosen Pembimbing I ** Dosen Pembimbing II

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam

bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit

dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat

banyak.1

Demikian pula lembaga keuangan ini dapat menyediakan dana bagi

pengusaha-pengusaha swasta atau kalangan rakyat pengusaha lemah yang

membutuhkan dana bagi kelangsungan usahanya. Dan juga berbagai fungsi lain

yang berupa jasa bagi kelancararan lalu lintas dan peredaran uang baik nasional

maupun antar negara.

Salah satu kegiatan yang paling dominan dan sangat dibutuhkan

keberadaannya di dunia ekonomi dewasa ini adalah kegiatan usaha lembaga

keuangan perbankan, oleh karena fungsinya sebagai pengumpul dana yang sangat

berperan demi menunjang pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. Sebagai alat

penghimpun dana, lembaga keuangan ini mampu melancarkan gerak

pembangunan dengan menyalurkan dananya ke berbagai proyek penting di

berbagai sektor usaha yang dikelola oleh pemerintah.

2

1

UU No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Pasal 1 butir 2.

2

(12)

Yang menjadi permasalahan bagi kebanyakan orang terhadap kegiatan

usaha lembaga keuangan perbankan tersebut jika dihubungkan dengan

ketentuan-ketentuan hukum Islam bukanlah dari segi fungsi lembaga tersebut melainkan dari

konsep usahanya serta teknik operasional usahanya yang menyangkut jenis-jenis

perjanjian yang digunakan. Di sini disadari bahwa kegiatan usaha yang

diinspirasikan oleh sistem ekonomi kapitalis ini adalah dengan jalan menarik

keuntungan usahanya terutama dari bunga kredit yang dimanfaatkannya melalui

dana simpanan masyarakat dengan tambahan berupa bunga.

Konsep usaha yang mudah dengan janji keuntungan yang berlipat ganda

tanpa menanggung resiko rugi ini, tentu mengandung pertentangan dengan prinsip

hukum Islam yang menghargai usaha dan mengharamkan riba.3

Di dunia Internasional, para ahli ekonomi telah menyadari secara empiris

bahwa sistem bunga mengandung kemudaratan.

Hal ini

menyebabkan adanya perdebatan-yang berlarut-larut dikalangan ahli fiqih Islam

di Indonesia. Padahal telah diketahui jelas bahwa sistem kredit dengan perangkat

bunga ini telah lama diharamkan tidak hanya oleh ajaran Islam tetapi juga oleh

agama-agama lainnya.

4

3

Ibid., hal.52.

4

Ibid.

Hal ini dikarenakan

pengambilan keuntungan dengan tanpa memikul resiko berakibat si peminjam

tidak memperoleh keuntungan yang seimbang dengan tingkat bunga yang harus

dibayar, sehingga terjadi berbagai krisis ekonomi, terutama terhadap

(13)

Di dalam kenyataannya, penerapan sistem bunga membawa akibat-akibat

negatif, yaitu sebagai berikut:5

5

Warkum Sumitro, Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga Terkait, (PT Raja Grafindo Persada : Jakarta, 1997), hal.12.

1. Masyarakat sebagai nasabah menghadapi suatu ketidakpastian, bahwa hasil

perusahaan dari kredit yang diambilnya tidak dapat diramalkan secara pasti.

Sementara itu dia tetap wajib membayar persentase berupa pengambilan

sejumlah uang tertentu yang tetap berada di atas jumlah pokok pinjaman.

2. Penerapan sistem bunga mengakibatkan eksploitasi (pemerasan) oleh orang

kaya terhadap orang miskin. Uang/modal besar yang dikuasai oleh orang kaya

tidak disalurkan ke dalam usaha-usaha produktif yang dapat menciptakan

lapangan kerja bagi masyarakat, tetapi modal besar itu justru digunakan untuk

kredit berbunga yang tidak produktif.

3. Sistem perbankan yang ada sekarang memilki kecenderungan terjadinya

konsentrasi kekuatan ekonomi ditangan kelompok elite, para bankir, dan

pemilik modal. Alokasi kekayaan yang tidak seimbang ini bisa menimbulkan

kecemburuan sosial yang pada akhirnya keadaan ini akan mengganggu

stabilitas nasional maupun perdamaian internasional.

4. Sistem perbankan yang menerapkan bunga menimbulkan laju inflasi semakin

tinggi, karena ada kecenderungan bank-bank untuk memberikan kredit secara

berlebih-lebihan.

5. Sistem perbankan yang menerapkan bunga sekarang dirasakan kurang berhasil

dalam membantu memerangi kemiskinan dan meratakan pendapatan baik di

(14)

Terkait dengan adanya larangan riba dalam usaha perbankan pada

khususnya menimbulkan ide untuk membangun suatu usaha perbankan yang

menjalankan usahanya berdasarkan syariat Islam dibentuklah bank syariah.6 Baik

bank syariah yang berasal dari bank konvensional maupun bank syariah yang

berdiri sendiri dan menganut sistem syariah murni. Sehingga dapat memberikan

pilihan bagi para nasabah yang tidak setuju dengan sistem riba untuk tetap bisa

menyimpan uangnya. Hal ini tentu memberikan kenyamanan yang lebih bagi

sebagian besar masyarakat.7

Perbedaan antara bank syariah dan bank konvensional, adalah:8

6

Ibid. hal.16.

7

Ibid.

8

M.Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hal.34.

1. Bank syariah hanya melakukan kegiatan investasi yang halal-halal saja,

sedangkan bank konvensional melakukan kegiatan investasi yang halal dan

haram.

2. Bank syariah melakukan kegiatan perbankan berdasarkan prinsip bagi hasil,

jual beli, atau sewa. Sedangkan bank konvensional melakukan kegiatan

perbankan dengan memakai perangkat bunga.

3. Bank syariah melakukan kegiatan perbankan dengan menggunakan profit dan

falah (mencari kemakmuran di dunia dan di akhirat), sedangkan bank

konvensional hanya melakukan kegiatan perbankan dengan menggunakan

profit (keuntungan semata).

4. Dalam bank syariah, hubungan bank dengan nasabah dalam bentuk hubungan

kemitraan. Sedangkan dalam bank konvensional, hubungan bank dengan

(15)

5. Dalam bank syariah, penghimpun dan penyaluran dana harus sesuai dengan

Fatwa Dewan Pengawas Syariah. Sedangkan dalam bank konvensional tidak

terdapat Dewan Pengawas

Beberapa prinsip atau hukum yang dianut oleh sistem perbankan syariah,

antara lain :9

Dalam menjalankan perbankan syariah ini tidaklah semudah seperti apa

yang dipikirkan dan dibicarakan dalam teori yang diketahui. Tidak semua orang

memiliki kesadaran untuk menjalankan prinsip syariah tersebut. Tidak jarang

ditemui penyimpangan baik secara administratif maupun teknis. Bahkan tidak 1. Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman

dengan nilai ditentukan sebelumnya, tidak diperbolehkan.

2. Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat

hasil usaha institusi yang meminjam dana.

3. Islam tidak memperbolehkan “menghasilkan uang dari uang”, uang hanya

merupakan media pertukaran dan bukan komoditas, karena tidak memiliki

nilai instrinsik.

4. Unsur Gharar (ketidakpastian) tidak diperkenankan. Kedua belah pihak harus

mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah transaksi.

5. Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan

dalam Islam. Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh

Perbankan Syariah.

9

(16)

jarang label syariah ini malah dijadikan tameng untuk melakukan kegiatan yang

tidak syariah. Tujuannya untuk menyamarkan kegiatan itu dan mengurangi

kecurigaan yang ditujukan kepada perbankan maupun oknum yang ada di

dalamnya. Untuk menghindari dan meminimalisir hal ini maka perlu dibentuk

suatu lembaga atau setidaknya tim yang bertugas melakukan pengawasan terhadap

setiap kegiatan yang dilakukan oleh perbankan syariah ini.

Dalam penjelasan Pasal 2 UU No.21 tahun 2008 Tentang Perbankan

Syariah disebutkan bahwa kegiatan usaha yang berasaskan prinsip syariah, antara

lain adalah kegiatan usaha yang tidak mengandung unsur, yaitu :10

10

UU No.21 tahun 2008 TentangPerbankan Syariah, Penjelasan Pasal 2.

1. Riba, yaitu penambahan pendapatan secara tidak sah (batil) antara lain dalam

transaksi pertukaran barang sejenis yang tidak sama kualitas, kuantitas, dan

waktu penyerahan, atau dalam transaksi pinjam meminjam yang

mempersyaratkan nasabah penerima fasilitas mengembalikan dan yang

diterima melebihi pokok pinjaman karena berjalannya waktu;

2. Maisir, yaitu transaksi yang digantungkan kepada suatu keadaan yang tidak

pasti dan bersifat untung-untungan;

3. Gharar, yaitu transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak dimiliki, tidak

diketahui keberadaannya, atau tidak dapat diserahkan pada saat transaksi

dilakukan kecuali diatur lain dalam syariah;

4. Haram, yaitu transaksi yang objeknya dilarang dalam syariah; atau

(17)

Pemicu utama kebangkrutan bank, baik bank yang besar maupun bank yang

kecil, bukanlah karena kerugian yang diderita bank tersebut, melainkan lebih

kepada ketidakmampuan suatu bank untuk memenuhi kebutuhan likuiditasnya.11

Likuiditas adalah kemampuan bank untuk memenuhi kewajibannya,

terutama kewajiban pendanaan dalam jangka pendek.12

Pengelolaan likuiditas merupakan suatu fungsi terpenting yang

dilaksanakan oleh lembaga perbankan. Untuk terlaksananya fungsi pengelolaan

likuiditas secara efisien dan menguntungkan diperlukan adanya instrumen dan

pasar keuangan baik yang bersifat jangka pendek maupun jangka panjang.

Dari sudut aktiva,

likuiditas adalah kemampuan bank untuk mengubah seluruh aset menjadi bentuk

tunai. Sedangkan dari sudut pasiva, likuiditas adalah kemampuan bank memenuhi

kebutuhan dana melalui peningkatan portofolio liabilitas.

13

Dalam keadaan yang sangat mendesak, untuk mengatasi perbankan syariah

yang mengalami kesulitan likuiditas jangka pendek karena arus dana yang masuk

ke bank tersebut lebih kecil dibanding arus dana yang keluar pada saat kliring,

Bank Indonesia telah mengeluarkan ketentuan tentang Fasilitas Pembiayaan

Jangka Pendek bagi Perbankan Syariah. Hal ini dilakukan jika alternatif

pembiayaan lain tidak dapat diperoleh bank syariah untuk mempertahankan

likuiditasnya.14

11

Zainul Arifin, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah, (Jakarta : Pustaka Alvabet, 2009), hal.265.

12

Ibid.

13

Wirdyaningsih, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, (Jakarta : Kencana, 2007), hal.139.

14

(18)

Dalam pengelolaan likuiditas, bank akan mengalami salah satu dari tiga

hal di bawah ini, yaitu:15

Fungsi dari likuditas secara umum adalah untuk:

1. Posisi seimbang (squere), dimana persediaan dana sama dengan kebutuhan

dana yang tersedia.

2. Posisi lebih (long), dimana persediaan dana lebih dari kebutuhan dana yang

tersedia.

3. Posisi kurang (short), dimana persediaan dana kurang dari kebutuhan dana

yang tersedia.

Dalam kegiatan operasional, bank dapat mengalami kelebihan atau

kekurangan likuiditas. Apabila terjadi kelebihan, maka hal itu dianggap sebagai

keuntungan bank. Sedangkan jika terjadi kekurangan likuiditas maka bank

memerlukan sarana untuk menutupi kekurangan likuiditasnya.

16

d. Memberikan fleksibiltas dalam meraih kesempatan investasi menarik yang

menguntungkan.

Bank wajib menyediakan likuiditas tersebut dengan cukup dan

mengelolanya dengan baik, karena apabila likuiditas tersebut terlalu kecil

maka akan mengganggu kegiatan operasional bank, namun demikian likuiditas

juga tidak boleh terlalu besar, karena apabila jumlah likuditas terlalu besar

maka akan menurunkan efisiensi bank sehingga berdampak pada rendahnya a. Menjalankan transaksi bisnisnya sehari-hari;

b. Mengatasi kebutuhan dana yang mendesak;

c. Memuaskan permintaan nasabah akan pinjaman; dan

15

Ibid., hal.140.

16

(19)

tingkat profitabilitas. Dalam hal Bank tidak mampu memenuhi kebutuhan

dana dengan segera untuk memenuhi kebutuhan transaksi sehari-hari maupun

guna memenuhi kebutuhan dana yang mendesak maka muncullah risiko

likuditas.

Risiko Likuditas adalah risiko terjadinya kerugian yang merupakan akibat

dari adanya kesenjangan antara sumber pendanaan yang pada umumnya berjangka

pendek dan aktiva yang pada umumnya berjangka panjang.17

Dalam mengantisipasi terjadinya Risiko Likuditas, aktivitas Manajemen

Risiko yang umumnya ditetapkan oleh bank antara lain adalah:

Besar kecilnya

risiko likuditas ditentukan antara lain:

a. Kecermatan dalam perencanaan arus kas atau arus dana berdasarkan prediksi

pembiayaan dan prediksi pertumbuhan dana, termasuk mencermati tingkat

fluktuasi dana

b. Ketepatan dalam mengatur struktur dana termasuk kecukupan dana-dana;

c. Ketersediaan aset yang siap dikonversikan menjadi kas; dan

d. Kemampuan menciptakan akses ke pasar antar bank atau sumber dana lainnya,

termasuk fasilitas lender of last resort.

Apabila kesenjangan tersebut cukup besar maka akan menurunkan

kemampuan bank untuk memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo. Oleh

karena itu untuk mengantisipasi terjadinya risiko likuiditas, maka diperlukan

pengelolaan likuiditas, yang mana pengelolaan likuiditas bank juga merupakan

bagian dari pengelolaan liabilitas bank.

18

17

Zainul Arifin, loc.cit.

18

(20)

a. Melaksanakan monitoring secara harian atas besarnya penarikan dana yang

dilakukan oleh nasabah baik berupa penarikan melalui kliring maupun

penarikan tunai.

b. Melaksanakan monitoring secara harian atas semua dana masuk baik melalui

incoming transfer maupun setoran tunai nasabah.

c. Membuat analisa sensitivitas likuiditas bank terhadap skenario penarikan dana

berdasarkan pengalaman masa lalu atas penarikan dana bersih terbesar yang

pernah terjadi dan membandingkannya dengan penarikan dana bersih rata-rata

saat ini. Dari analisa tersebut dapat diketahui tingkat ketahanan likuiditas

bank.

d. Selanjutnya bank menetapkan secondary reserve untuk menjaga posisi

likuiditas bank, antara lain menempatkan kelebihan dana ke dalam instrumen

keuangan yang likuid.

e. Menetapkan kebijakan Cash Holding Limit pada kantor-kantor cabang Bank.

Melaksanakan fungsi ALCO (Asset and Liability Committee) untuk mengatur

tingkat bunga dalam usahanya.

f. Meningkatkan/menurunkan sumber dana tertentu.

Fungsi dari pengelolaan likuiditas salah satunya adalah untuk memberikan

keyakinan kepada para nasabah (penyimpan dana) bahwa deposan dapat menarik

sewaktu-waktu dananya atau pada saat jatuh tempo dana tersebut dapat ditarik.

Oleh karena itu bank wajib mempertahankan sejumlah dana likuid agar bank

dapat memenuhi kewajibannya tersebut.

Baik bank konvensional maupun bank syariah wajib mengelola

(21)

kewajiban bank terutama kewajiban jangka pendek.19 Namun demikian terdapat

beberapa kendala dalam pengelolaan likuiditas dalam Bank dengan berbasis

Syariah (Bank Islam) apabila dibandingkan dengan bank konvensional, mengingat

bank dengan berbasis syariah, produk-produknya masih dibilang baru, seiring

dengan usia berkembangnya bank syariah. Adapun kendala-kendala tersebut

antara lain yaitu:20

Untuk mengantisipasi masalah tersebut, ada beberapa pilihan yang

kebanyakan dilakukan oleh pengelola bank-bank Islam yang bersifat darurat,

yaitu:

a. Kurangnya akses untuk memperoleh pendanaan jangka pendek ;

b. Kurangnya akses ke pasar uang sehingga bank syariah hanya dapat

memelihara likuiditas dalam bentuk kas.

c. Kendala operasional, kesulitan dalam mengendalikan likuiditasnya secara

efisien, sebagai contoh tidak tersedianya kesempatan investasi segera atas

dana-dana yang diterimanya, kesulitan mencairkan dana investasi yang sedang

berjalan sehingga berakibat bank-bank Islam menahan alat likuidnya dalam

jumlah besar dibandingkan dengan rata-rata perbankan konvensional.

21

19

Wirdyaningsih, Loc.Cit.

20

Ibid.

21

Zainul Arifin, Op.Cit., hal.194.

a. Mengupayakan dana di pasar uang antar bank berdasarkan prinsip syariah

dengan menggunakan berbagai instrumen pasar uang yang tersedia di pasar

uang tersebut.

b. Mengambil bunga dan menggunakannya untuk tujuan sosial berdasarkan

(22)

c. Menginvestasikan dalam bentuk emas dan/atau logam mulia lainnya seara

tunai dengan kontrak berjangka.

d. Menyimpan dananya di bank konvensional tanpa menerima bunga sebagai

imbangan dari jasa yang diperolehnya.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan judul skripsi ini yaitu “Pengelolaan Likuiditas Pada Perbankan

Syariah di Indonesia”, dan setelah mengemukakan latar belakang masalah diatas,

maka dapat dirumuskan yang menjadi permasalahan terhadap judul skripsi ini

yaitu :

1. Bagaimana struktur permodalan Perbankan Syariah?

2. Bagaimana peranan Bank Indonesia sebagai bank sentral dalam menetapkan

ketentuan dan peraturan mengenai likuiditas?

3. Bagaimana mekanisme pengelolaan likuiditas pada Perbankan Syariah di

Indonesia?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penulisan skripsi ini adalah sebagai

berikut :

a. Untuk mengetahui struktur permodalan Perbankan Syariah.

b. Untuk mengetahui peranan Bank Indonesia sebagai bank sentral dalam

menetapkan ketentuan dan peraturan mengenai likuiditas.

(23)

2. Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan yang dapat diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah

sebagai berikut :

a. Secara Teoritis

Pembahasan skripsi ini dapat menambah pengetahuan dan memberikan

manfaat dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam

pengembangan perbankan syariah.

b. Secara Praktis

Pembahasan skripsi ini diharapkan dapat memberi masukan bagi pembaca

yang ingin mengetahui keberadaan pengelolaan likuiditas bagi Perbankan

Syariah di Indonesia. Dan diharapkan dapat memberikan motivasi bagi

masyarakat, pemerintah, dan khususnya bagi pihak-pihak yang berkaitan

langsung dalam operasional perbankan syariah agar dapat mendukung

pengembangan perbankan syariah menjadi lebih baik.

D. Keaslian Penulisan

“Pengelolaan Likuiditas Pada Perbankan Syariah di Indonesia” yang

diangkat menjadi judul skripsi ini merupakan hasil karya penulis sendiri dan

belum pernah ditulis sebelumnya di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Dilihat dari permasalahan serta tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skrispsi

ini, maka dapat dikatakan bahwa skripsi ini merupakan karya asli Penulis. Skripsi

ini disusun melalui referensi buku-buku, media cetak dan elektronik serta bantuan

(24)

E. Tinjauan Kepustakaan

Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan

kredit jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi

disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah.22

Dalam UU No.21 Tahun 2008 Pasal 1 ayat (1) disebutkan bahwa

Perbankan Syariah atau Bank Islam adalah suatu sistem perbankan yang

dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) Islam.23 Usaha pembentukan sistem

ini didasari oleh larangan dalam agama Islam untuk memungut maupun

meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi

untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram, dimana hal ini tidak dapat dijamin

oleh sistem perbankan konvensional. Perbankan syariah adalah segala sesuatu

yang menyangkut tentang bank syariah atau unit usaha syariah, mencakup

kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara proses dalam melaksanakan kegiatan

usahanya.24

Bank Syariah atau Bank Islam adalah bank yang beroperasi sesuai dengan

prinsip-prinsip syariah Islam.25

22

Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Yogyakarta : Ekonisia, 2005), hal.27.

Edy Wibowo, Mengapa Memilih Bank Syariah?, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2005), hal.33.

Bank yang beroperasi sesuai dengan

prinsip-prinsip syariah Islam maksudnya adalah bank yang dalam beroperasinya itu

mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam, khususnya yang menyangkut tata

cara secara Islam. Dalam UU No.21 tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah

disebutkan bahwa Bank Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya

(25)

dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.26

Likuiditas adalah kemampuan suatu bank melunasi kewajiban-kewajiban

keuangan yang segera dapat dicairkan atau yang sudah jatuh tempo. Secara lebih

spesifik, likuiditas adalah kesanggupan bank menyediakan alat-alat lancar guna

membayar kembali titipan yang jatuh tempo dan memberikan pinjaman kepada

masyarakat yang memerlukan.

Selanjutnya disebutkan bahwa Bank

Umum Syariah adalah bank syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa

dalam lalu lintas pembayaran dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah adalah bank

syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas

pembayaran.

27

Pengertian likuiditas dapat dilihat secara statis ataupun secara dinamis.

Statis berarti tersedianya alat-alat likuid sebagai suatu persediaan yang harus

selalu ada sekarang yang dinamakan stock concept. Dinamis berarti tidak

mengandalkan persediaan alat-alat likuid atau yang segera dapat dikonversikan ke

dalam alat-alat likuid dengan mengantisipasikan kewajiban keuangan yang akan

tiba dan bersamaan dengan itu juga memproyeksikan alat-alat likuid yang akan

masuk, baik yang berasal dari kegiatan opersional maupun dari perluasan kredit

yang dinamakan flow concept.

28

Pengelolaan Likuditas adalah kegiatan yang rutin dalam operasi bank

dimana dana yang dikelola sebagian besar adalah dana pihak ketiga yang sifatnya

sangat berfluktuasi.29

26

UU No.21 tahun 2008, Op.Cit., Pasal 7.

27

O.P Simorangkir, Lembaga Keuangan Bank dan Nonbank, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2004), hal.141.

28

Ibid.

29

Zainul Arifin, Op.Cit., hal.180.

(26)

memberikan keyakinan kepada para penyimpan dana (nasabah) bahwa mereka

dapat menarik dananya sewaktu-waktu atau pada saat jatuh tempo. Oleh karena

itu bank harus mempertahankan sejumlah alat likuid guna memastikan bahwa

bank sewaktu-waktu dapat memnuhi kewajiban jangka pendeknya.30

Dalam menyusun skripsi ini, digunakan metode penelitian hukum yuridis

normatif. Penelitian hukum yuridis normatif adalah penelitian dengan

mengolah dan mengumpulkan data-data sekuder, yang terdiri dari bahan

hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang bersifat mengikat, misalnya:

peraturan dasar, peraturan perundang-undangan, dan peraturan lain yang

berkaitan. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan

penjelasan mengenai bahan hukum primer, misalnya: hasil penelitian hukum

dan hasil karya ilmiah dari kalangan hukum, dan bahkan bahan hukum tertier

yang memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan

bahan hukum sekunder, misalnya : kamus-kamus hukum dan enksilopedia.

F. Metode Penulisan

Untuk melengkapi penulisan skripsi ini agar tujuan dapat lebih terarah dan

dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka metode penulisan yang

digunakan antara lain :

1. Jenis Penelitian

31

30

Ibid.

31

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta : Kencana, 2008), hal.141.

2. Sumber Data

Untuk melengkapi dan materi skripsi, maka penulis mencari dan mengambil

(27)

a. Bahan hukum primer, yaitu peraturan-peraturan yang mengikat dan

diterapkan oleh pihak yang berwenang.32

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberi penjelasan

mengenai bahan hukum primer, seperti Rancangan Undang-undang,

hasil penelitian hukum, dan hasil karya ilmiah dari kalangan hukum. Dalam tulisan ini diantaranya

adalah Undang-undang No.10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas

Undang-undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Undang-undang

No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Undang-undang No.3

Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-undang No.23 Tahun 1999

tentang Bank Indonesia, dan Peraturan Bank Indonesia..

33

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberi petunjuk

maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder, misalnya : kamus-kamus hukum dan enksilopedia.34

3. Teknik pengumpulan data

Data-data diatas dikumpulkan dengan cara penelitian kepustakaan (library

research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka

yang disebut dengan data sekunder berupa : perundang-undangan, karya

ilmiah para ahli hukum, sejumlah buku-buku, artikel-artikel baik dari surat

kabar, majalah, maupun media elektronik yang semua dimaksudkan untuk

memperoleh data-data atau bahan-bahan yang bersifat teoritis yang

dipergunakan sebagai dasar penelitian.

32

Ibid.

33

Ibid., hal.142.

34

(28)

4. Analisis data

Data-data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan disusun secara sistematis

kemudian dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan metode deduktif

dan induktif. Metode deduktif dilakukan dengan membaca, menafsirkan, dan

membandingkan, sedangkan metode induktif dilakukan dengan

menerjemahkan, berbagai sumber yang berhubungan dengan topik dalam

skripsi ini, sehingga diperoleh kesimpulan yang sesuai dengan penelitian yang

dirumuskan.

G. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan penulisan skripsi ini, maka diperlukan adanya

sistematika penulisan yang teratur yang terbagi dalam bab per bab yang saling

berangkaian satu sama lain. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah :

Bab I : Pendahuluan

Merupakan pengantar yang didalamnya terurai mengenai latar belakang

penulisan skripsi, perumusan masalah, kemudian dilanjutkan dengan

tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan,

metode penulisan yang kemudian diakhiri dengan sistematika penulisan.

Bab II : Struktur Permodalan Perbankan Syariah

Di dalam bab ini dipaparkan mengenai : sejarah perbankan syariah,

persyaratan pendirian perbankan syariah, struktur organisasi perbankan

syariah, struktur kegiatan operasional Perbankan Syariah, dan struktur

(29)

Bab III : Peranan Bank Indonesia Sebagai Bank Sentral dalam Menetapkan

Ketentuan dan Peraturan mengenai Likuiditas

Bab ini mencoba menjelaskan tentang teori pengelolaan likuiditas,

prinsip pengelolaan likuiditas, tujuan pengelolaan likuiditas,

komponen pengelolaan likuiditas, dan Peranan Bank Indonesia sebagai

bank sentral dalam menetapkan ketentuan dan peraturan mengenai

likuiditas.

Bab IV : Mekanisme Pengelolaan Likuiditas pada Perbankan Syariah di

Indonesia

Bab IV ini merupakan bab yang terpenting dari penulisan skripsi ini

yang berisikan tentang Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip

Syariah, kemudian dilanjutkan dengan Sertifikat Wadiah Bank

Indonesia, dan Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek Bagi Bank

Syariah.

Bab V : Kesimpulan dan Saran

Bab ini merupakan kesimpulan dan saran dari seluruh rangkaian

bab-bab sebelumnya. Dalam bab-bab ini berisikan kesimpulan yang dibuat

berdasarkan uraian skripsi ini, dan dilengkapi dengan saran yang

mungkin bermanfaat bagi Perbankan syariah dalam mengelola

likuiditasnya untuk pengembangan perbankan syariah menjadi lebih

(30)

BAB II

STRUKTUR PERMODALAN PERBANKAN

SYARIAH

A. Sejarah Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia

Sejarah perkembangan industri perbankan syariah di Indonesia diawali

dari aspirasi masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim untuk memiliki sebuah

alternatif sistem perbankan yang islami. Selain itu, masyarakat meyakini bahwa

sistem perbankan syariah yang menerapkan bagi hasil sangat menguntungkan baik

untuk nasabah maupun bank.35

Umat Islam Indonesia telah lama mendambakan adanya bank yang

beroperasi sesuai dengan syariat islam. K.H. Mas Mansur, Ketua Pengurus Besar

Muhammadiyah periode 1937-1944 telah menguraikan pendapatnya tentang

penggunaan jasa bank konvensional sebagai hal yang terpaksa dilakukan karena

umat islam belum mempunyai bank sendiri yang bebas riba.36 Kemudian disusul

dengan ide untuk mendirikan bank syariah di Indonesia yang sebenarnya telah

muncul sejak pertengahan tahun 1970.37

35

M.Yusuf, Bisnis Syariah, (Mitra Wacana Media : Jakarta, 2007), hal.31.

36

Gemala Dewi, Op.Cit., hal.57.

37

Ibid.

Wacana ini dibicarakan pada seminar

nasional Hubungan Indonesia dengan Timur Tengah pada tahun 1974 dan pada

tahun 1976 dalam seminar internasional yang dilaksanakan oleh Lembaga Studi

Ilmu Kemasyarakatan (LSIK) dan Yayasan Bhineka Tunggal Ika. Namun ada

beberapa alasan yang menghambat terealisasinya ide ini, yaitu : Operasi bank

syariah yang menerapkan prinsip bagi hasil belum diatur, dan oleh karena hal itu

(31)

1967. Konsep bank syariah dari segi politis juga dianggap berkonotasi ideologis,

merupakan bagian atau berkaitan dengan konsep Negara Islam, oleh karena itu

tidak dikehendaki pemerintah. Pada saat itu masih dipertanyakan, siapa yang

bersedia menaruh modal dalam ventura semacam itu, sementara pendirian bank

baru dari Negara-negara Timur Tengah masih dicegah, antara lain oleh kebijakan

pembatasan Bank asing yang ingin membuka kantor cabang di Indonesia.38

Pelaksanaan keinginan untuk menerapkan prinsip syariah di bidang

lembaga keuangan di tanah air dimulai dengan berdirinya Lembaga Keuangan

Baitut – Tamwil yang berstatus badan hukum koperasi pada tahun 1980-an.39

Pertama kali didirikan di Bandung yaitu Koperasi Baitut – Tamwil Jasa Keahlian

Teknosa pada tanggal 30 Desember 1980 dengan akta perubahan tertangggal 21

Desember 1982. Hal ini didorong oleh keluarnya Deregulasi Perbankan Paket

1 Juni 1983, yang telah membuka belenggu penetapan bunga perbankan oleh

pemerintah. Dengan dibebaskannya penentuan besar bunga kepada

masing-masing bank, maka suatu bank dapat menetapkan bunga sebesar 0% (nol persen)

yang memungkinkan beroperasinya bank tanpa bunga dengan dasar bagi hasil

keuntungan.40 Namun oleh karena belum dimungkinkannya pendirian bank baru,

sedangkan bank-bank yang ada masih belum menganggap sistem bank tanpa

bunga sebagai bisnis yang dapat menguntungkan, bank syariah belum dapat

berdiri, melainkan digunakan badan hukum koperasi sebagai bentuk hukumnya.

Kemudian di Jakarta didirikan Baitul – Tanwil kedua dengan nama Koperasi

Simpan Pinjam Ridho Gusti yang didirikan tanggal 25 September 1988.41

38

Ibid.

39

Heri Sudarsono,Op.Cit., hal.30.

40

Ibid.

41

(32)

Setelah dikeluarkannya PAKTO (Paket Kebijaksanaan Pemerintah bulan

Oktober) tahun 1988 yang berisi tentang liberalisasi perbankan yang

memungkinkan pendirian bank-bank baru selain yang telah ada, dimulailah

pendirian Bank-bank Perkreditan Rakyat Syariah di beberapa daerah di Indonesia,

yang pertama kali memperoleh izin usaha adalah Bank Perkreditan Rakyat

Syariah (BPRS) Berkah Amal Sejahtera dan BPRS Dana Mardhatillah pada

tanggal 19 Agustus 1991, serta BPRS Amanah Rabaniah pada tanggal 24 Oktober

1991 yang ketiganya beroperasi di Bandung, dan BPRS Hareukat pada tanggal 10

November 1991 di Aceh, yang kemudian mendorong didirikannya Bank Umum

Syariah pertama di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia pada tanggal 1 Mei

1992.42

Setelah adanya rekomendasi dari lokakarya ulama tentang bunga bank dan

perbankan di Cisarua, Bogor tanggal 19 - 22 Agustus 1990, hasil lokakarya

tersebut dibahas lebih mendalam pada Musyawarah Nasional IV Majelis Ulama

Indonesia (MUI) yang berlangsung di Hotel Sahid Jaya, Jakarta pada tanggal 22

- 25 Agustus 1990. Berdasarkan amanat Musyawarah Nasional tersebut, maka

dibentuk kelompok kerja untuk mendirikan Bank Syariah di Indonesia.43

1991. Pada saat itu terkumpul komitmen pembelian saham sebanyak Rp.84

milyar.

Bank Muamalat Indonesia lahir sebagai kerja tim Perbankan MUI, akta

pendirian PT Bank Muamalat Indonesia ditandatangani pada tanggal 1 November

44

Pada tanggal 3 November 1991, pada acara silahturahmi Presiden di

(33)

RP.106.126.382,-.45 Selanjutnya Yayasan Dana Dakwah Pembangunan ditetapkan

sebagai yayasan penopang Bank Syariah. Dengan terkumpulnya modal awal

tersebut, pada tanggal 1 Mei 1992, Bank Muamalat Indonesia (BMI) mulai

beroperasi.46

Kemudian diikuti dengan kemunculan UU No.7 Tahun 1992 tentang

Perbankan, dimana Perbankan bagi hasil diakui. Dalam UU tersebut pada Pasal 13

ayat (c) menyatakan bahwa salah satu usaha Bank Pembiayaan Rakyat (BPR)

menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil dengan

ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.72 Tahun 1992

tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil dan diundangkan pada tanggal 30

Oktober 1992 dalam lembaran Negara Republik Indonesia No.119 Tahun 1992.47

Hal itu secara tegas ditemukan dalam ketentuan Pasal 6 PP No.72 Tahun

1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil yang berbunyi :48

Dalam menjalankan perannya, Bank Syariah berlandaskan pada UU

Perbankan No.72 Tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil yang 1. Bank umum atau Bank Pembiayaan Rakyat yang kegiatan usahanya

semata-mata berdasarkan prinsip bagi hasil, tidak diperkenankan melakukan usaha

yang tidak berdasarkan prinsip bagi hasil.

2. Bank umum atau Bank Perkreditan Rakyat yang kegiatan usahanya tidak

berdasarkan prinsip bagi hasil, tidak diperkenankan melakukan kegiatan usaha

yang berdasarkan prinsip bagi hasil.

45

Ibid.

46

Heri Sudarsono, Op.Cit., hal.31.

47

Ibid.

48

(34)

kemudian dijabarkan dalam Surat Edaran Bank Indonesia yang pada pokoknya

menetapkan hak-hak, antara lain :49

Pendirian Bank Muamalat Indonesia ini diikuti oleh perkembangan

Bank-bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS), namun demikian adanya 2 jenis Bank-bank

tersebut belum sanggup menjangkau masyarakat Islam lapisan bawah. Oleh

karena itu, maka dibangunlah lembaga-lembaga simpan pinjam yang disebut

Baitul Maal wa Tamwil (BMT).

a. Bahwa bank berdasarkan prinsip bagi hasil adalah Bank Umum dan Bank

Perkreditan Rakyat yang dilakukan usaha semata-mata berdasarkan

prinsip-prinsip bagi hasil.

b. Prinsip bagi hasil yang dimaksudkan adalah prinsip bagi hasil yang

berdasarkan syariah.

c. Bank berdasarkan prinsip bagi hasil wajib memiliki Dewan Pengawas

Syariah.

d. Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat yang kegiatan usahanya

semata-mata berdasarkan prinsip bagi hasil diperkenankan melakukan kegiatan usaha

yang berdasarkan prinsip bagi hasil. Sebaliknya, Bank Umum atau Bank

Perkreditan Rakyat yang melakukan kegiatan usahanya tidak berdasarkan

prinsip bagi hasil (konvensional), tidak diperkenankan melakukan kegiatan

usaha berdasarkan prinsip bagi hasil.

50

Pada tahun 1998 muncul UU No.10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas

UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan, dimana terdapat beberapa perubahan

yang memberikan peluang yang lebih besar bagi pengembangan perbankan

49

Heri Sudarsono, Loc. Cit.

50

(35)

syariah. Dari UU tersebut dapat disimpulkan bahwa sistem perbankan syariah

dikembangkan dengan tujuan berikut :51

d. Pemberlakuan UU No.10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas UU No.7

Tahun 1992 tentang Perbankan diikuti dengan dikeluarkannya sejumlah

ketentuan pelaksanaan dalam bentuk Surat Keputusan (SK) Direksi Bank

Indonesia yang memberikan landasan hukum yang lebih kuat dan kesempatan

yang lebih luas bagi perkembangan perbankan syariah di Indonesia.

Perundang-undangan tersebut membuka kesempatan untuk pengembangan a. Memenuhi kebutuhan jasa perbankan bagi masyarakat yang tidak menerima

konsep bunga. Dengan diterapkannya sistem perbankan konvensional (dual

banking system), mobilitas dana masyarakat dapat dilakukan secara lebih luas

terutama dari segmen yang selama ini belum dapat tersentuh oleh sistem

perbankan konvensional yang menerapkan sistem bunga;

b. Membuka peluang pembiayaan bagi pengembangan usaha berdasarkan prinsip

kemitraan. Dalam prinsip ini, konsep yang diterapkan adalah investor yang

harmonis (mutual investor relationship). Sementara dalam bentuk Bank

Konvensional konsep yang diterapkan adalah hubungan debitur – kreditur

(debitor to creditor relationship);

c. Memenuhi kebutuhan akan produk dan jasa perbankan yang memiliki

beberapa keunggulan komparatif berupa peniadaan bunga yang

berkesinambungan (perpectual interest effect), membatasi kegiatan spekulasi

yang tidak produktif, pembiayaan ditujukan kepada usaha-usaha yang lebih

memperhatikan unsur moral.

51

(36)

jaringan perbankan syariah, antara lain melalui izin pembukaan Kantor

Cabang Syariah (KCS) oleh Bank Konvensional. Dengan kata lain, Bank

Konvensional dapat melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.

Landasan dan kepastian hukum yang kuat bagi para pelaku bisnis serta

masyarkat luas ini meliputi :

1) Pengaturan aspek kelembagaan dan kegiatan usaha bank syariah

sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 1 ayat (3) UU No.10 Tahun

1998. Pasal tersebut menjelaskan bahwa Bank Umum dapat memilih

untuk melakukan kegiatan usaha berdasarkan sistem konvensional atau

berdasarkan prinsip syariah atau melakukan kedua kegiatan tersebut.

Dalam hal Bank Umum melakukan kegiatan usaha berdasarkan syariah,

maka kegiatan tersebut dilakukan dengan membuka satuan kerja dan

kantor cabang khusus, yaitu Unit Usaha Syariah. Sedang BPR harus

memilih kegiatan usaha diantara salah satunya saja. Bank Umum

Konvensional yang akan membuka cabang syariah wajib melaksanakan :

a) Pembentukan Unit Usaha Syariah (UUS);

b) Memiliki Dewan Pengawas Syariah yang ditempatkan oleh Dewan

Syariah Nasional;

c) Menyediakan modal kerja yang disisihkan oleh bank dalam suatu

rekening tersendiri atas nama Unit Usaha Syariah (UUS) yang

dapat digunakan untuk membayar biaya kantor dan izin-izin yang

berkaitan dengan kegiatan operasional maupun non operasional

(37)

2) Ketentuan kliring instrumen moneter dan pasar uang antar bank. Didalam

penjelasan UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia telah

diamanatkan bahwa untuk mengantisipasi perkembangan prinsip syariah,

maka tugas dan fungsi Bank Indonesia untuk mengakomodasi prinsip

tersebut. Untuk mengatur kelancaran lalu lintas pembayaran antar bank

serta pelaksnaan Pasar Uang antar bank berdasarkan Prinsip Syariah,

transaksi pembayaran dilakukan melalui mekanisme kliring dengan

membebankan rekening giro pada Bank Indonesia. Apabila dalam

pelaksanaan saldo bank menjadi kurang dari Giro Wajib Minimum

(GWM), maka bank atau kantor cabangnya dikenakan kewajiban

membayar.

Di Indonesia pelopor perbankan syariah adalah Bank Muamalat Indonesia.

Berdiri tahun 1991, bank ini diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan

pemerintah serta dukungan dari Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI)

dan beberapa pengusaha muslim. Bank ini sempat terimbas oleh krisis moneter

pada akhir tahun 1990-an sehingga ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal

awal. Kemudian diberikan suntikan dana kepada bank ini dan pada priode

1999-2002 dapat bangkit dan menghasilkan laba.52

Hingga tahun 2007 terdapat 3 institusi bank syariah di Indonesia, yaitu

Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri, dan Bank Mega Syariah.

Sementara itu bank umum yang telah memiliki unit usaha syariah adalah 19 bank

diantaranya merupakan bank besar seperti Bank Negara Indonesia (Persero) dan Saat ini keberadan bank syariah di

Indonesia telah diatur dalam Undang-undang yaitu UU No.10 Tahun 1998.

52

(38)

Bank Rakyat Indonesia (Persero). Sistem syariah juga telah digunakan oleh Bank

Pembiayaan Rakyat, saat ini telah berkembang 104 BPR Syariah.53

Pendirian Bank Syariah baru untuk Bank Umum dan BPR Syariah

ditentukan harus memenuhi persyaratan pemilik, pengurus, modal dan persyaratan

lainnya. Permohonan pendirian Bank Umum atau BPR syariah diajukan oleh

B. Persyaratan Pendirian Perbankan Syariah

Pasal 6 UU No.21 Tahun 2008 menetapkan bahwa persyaratan dan tata cara

pendirian Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) syariah ditetapkan

oleh Bank Indonesia. Ketentuan yang lebih rinci mengenai tata cara pendirian dan

kegiatan usaha bank syariah dijabarkan lebih lanjut dalam bentuk Surat Keputusan

Direksi Bank Indonesia yaitu SK Direksi BI No.32/33/KEP/DIR tanggal 12 Mei

1999 tentang Bank Umum, SK Direksi BI No.32/34/KEP/DIR tanggal 12 Mei

1999 tentang Bank Umum Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah, SK Direksi BI

No.32/36/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Pembiayaan Rakyat

Berdasarkan Prinsip Syariah. Kedua SK Direktur BI yang terakhir ini telah diganti

dengan Peraturan Bank Indonesia PBI No.6/24/PBI/2004 tanggal 14 Oktober

2004 tentang Bank Umum yang melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan

Prinsip Syariah jo PBI No.7/35/PBI/2005 tanggal 25 September 2005 tentang

Perubahan Atas PBI No.6/24/PBI/2004 tentang Bank Umum yang melaksanakan

Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah dan Peraturan Bank Indonesia (PBI)

No.6/17/PBI/2004 tanggal 1 Juli 2004 tentang Bank Perkreditan Rakyat

Berdasarkan Prinsip Syariah.

53

(39)

calon pemilik bank dengan melalui dua tahap perizinan yaitu, izin prinsip dan izin

usaha.

1. Konversi Bank Konvensional menjadi Bank Syariah54

Mengenai konversi ini diatur dalam PBI No.4/1/PBI/2002. Permohonan

diajukan oleh Direksi Bank Konvensional kepada Dewan Gubernur Bank

Indonesia. Pemberian izin konversi dilakukan dalam 2 tahap, yaitu persetujuan

prinsip dan izin perubahan kegiatan usaha. Persetujuan prinsip berlaku untuk

jangka waktu 180 hari terhitung sejak tanggal persetujuan prinsip itu

dikeluarkan.55 Setelah mendapat izin konversi (izin perubahan usaha) bank wajib

melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah selambat-lambatnya 30

hari sejak tanggal izin dikeluarkan dan bank tersebut wajib menyelesaikan hak

dan kewajiban terhadap nasabah konvensional selambat-lambatnya 360 hari

setelah izin perubahan.56 Selain itu bank wajib mencantumkan kata syariah

sesudah kata bank dan dilarang mengubah kegiatan usahanya menjadi bank

konvensional.57

54

Gemala Dewi, Op.Cit., hal.67.

55

PBI No.4/1/PBI/2002 Tentang Perubahan Kegiatan Usaha Bank Umum konvensional Menjadi Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syarih, Pasal 5.

56

Ibid., Pasal 8.

57

Ibid,, Pasal 9.

Tentang konversi ini diatur kembali dengan PBI No.8/3/PBI/2006 tentang

Perubahan kegiatan usaha bank umum konvensional menjadi bank umum yang

melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dan pembukaan kantor

bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah oleh bank

umum konvensional. Pada intinya menguatkan dan memberikan penjelasan lebih

(40)

2. Pembukaan Kantor Cabang58

Bank Umum Konvensional yang membuka kantor cabang syariah wajib

melaksanakan hal-hal berikut :

Menurut PBI No.4/1/PBI/2002 jo PBI No.8/3/PBI/2006, pembukaan

kantor cabang syariah pada bank umum konvensional dapat dilakukan dalam tiga

cara, yaitu membuka kantor cabang bank konvensional yang ada, meningkatkan

status, dan mengubah kantor cabang pembantu konvensional menjadi cabang

syariah penuh. Pemberian perizinan pembukaan kantor cabang syariah dilakukan

dalam 2 tahap yaitu persetujuan prinsip dan izin pembukaan kantor cabang

syariah.

59

58

Gemala Dewi, Op.Cit., hal.68.

59

Ibid.

a. Membentuk Unit Usaha Syariah (UUS), yaitu satuan kerja setingkat yang

setingkat yang berfungsi sebagai kantor induk dari seluruh kantor cabang

syariah. Unit tersebut berada di kantor pusat bank dan dipimpin oleh seorang

anggota direksi atau pejabat satu tingkat di bawah direksi.

b. Memiliki Dewan Pengawas Syariah yaitu badan independen yang ditempatkan

oleh Dewan Syariah Nasional pada bank. Tugas utama Dewan Pengawas

Syariah adalah mengawasi kegiatan usaha bankagar tidak menyimpang dari

ketentuan dan prinsip syariah yang telah difatwakan Dewan Syariah Nasional.

c. Bank yang telah membuka unit usaha syariah, dapat membuka kantor cabang

syariah dengan izin dari Dewan Gubernur Bank Indonesia, dengan cara :

1) Membuka Kantor Cabang Syariah yang baru;

2) Mengubah kegiatan usaha kantor cabang yang melakukan kegiatan usaha

(41)

3) Meningkatkan status kantor di bawah Kantor Cabang yang melakukan

kegiatan usaha secara konvensional menjadi Kantor Cabang Syariah;

4) Mengubah kegiatan usaha Kantor Cabang yang melakukan kegiatan usaha

secara konvensional yang sebelumnya telah membuka Unit Usaha Syariah

menjadi Kantor Cabang syariah; dan/atau

5) Meningkatkan status Kantor Cabang Pembantu yang melakukan kegiatan

usaha secara konvensional yang sebelumnya telah membuka Unit Usaha

Syariah mejadi Kantor Cabang Syariah.

d. Bank yang membuka Kantor Cabang Syariah wajib menyediakan modal kerja

sekurang-kurangnya sebesar :

1) Rp.2 milyar (dua milyar rupiah) untuk setiap Kantor Cabang Syariah yang

berkedudukan di wilayah Jabodetabek; atau

2) Rp.1 milyar (satu milyar rupiah) untuk setiap Kantor Cabang Syariah yang

berkedudukan di luar wilayah Jabodetabek.

e. Kantor bank yang telah mendapat izin pembukaan Kantor Cabang Syariah

wajib mencantumkan kata “Kantor Cabang Syariah” pada setiap penulisan

nama kantornya dan dilarang untuk mengubah kegiatan Kantor Cabang

Syariah menjadi kantor cabang yang melakukan kegiatan usaha secara

konvensional.

C. Struktur Organisasi Perbankan Syariah

Bank syariah memiliki struktur yang sama dengan bank konvensional

dalam hal komisaris dan direksi, namun unsur utama yang membedakannya

(42)

operasional bank dan produk-produknya agar sesuai dengan garis-garis syariah.60

Dewan Pengawas Syariah berada pada posisi setingkat Dewan Komisaris pada

bank. Hal ini untuk menjamin efektifitas dari setiap opini yang diberikan oleh

Dewan Pengawas Syariah dan dilakukan oleh Rapat Umum Pemegang Saham

(RUPS), setelah para anggota Dewan Pengawas Syariah tersebut mendapat

rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional. Dewan Syariah Nasional merupakan

badan otonom Majelis Ulama Indonesia yang secara eks-officio diketuai oleh

Ketua Majelis Ulama Indonesia.61

Dewan Syariah Nasional didirikan berdasarkan Surak Keputusan Majelis

Ulama Indonesia No. Kep. 754/II/1999, dengan 4 tugas pokok,yaitu:62

Adapun fungsi dari Dewan Syariah Nasional adalah:

1. Menumbuhkembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan

perekonomian;

2. Mengeluarkan fatwa atau jenis-jenis kegiatan keuangan;

3. Mengeluarkan fatwa atau produk keuangan syariah; dan

4. Mengawasi penerapan fatwa yang telah dikeluarkan.

63

60

Ibid., hal.103.

61

Heri Sudarsono, Op.Cit., hal.34.

62

Ibid.

63

Gemala Dewi, Loc.Cit.

1. Mengawasi produk-produk lembaga keuangan syariah agar sesuai dengan

syariah;

2. Meneliti dan memberi fatwa bagi produk-produk yang dikembangkan lembaga

(43)

3. Memberikan rekomedasi para ulama yang akan ditugaskan sebagai Dewan

Pengawas Syariah pada suatu lembaga keuangan syariah; dan

4. Memberi teguran kepada lembaga keuangan syariah jika terjadi penyimpangan

dari garis panduan yang telah ditetapkan.

Sedangkan fungsi Dewan Pengawas Syariah adalah sebagai berikut:64

Bank syariah mempunyai ciri-ciri berbeda dengan bank konvensional,

adapun ciri-ciri bank syariah adalah:

1. Mengawasi jalannya operasional bank sehari-hari agar sesuai dengan

ketentuan syariah;

2. Membuat pernyataan berkala bahwa bank yang diawasinya telah berjalan

sesuai dengan ketentuan syariah; dan

3. Meneliti dan membuat rekomendasi produk baru dari bank yang diawasinya.

65

64

Ibid.

65

Heri Sudarsono, Op.Cit., hal.40.

1. Beban biaya yang disepakati bersama pada waktu akad perjanjian diwujudkan

dalam bentuk jumlah nominal, yang besarnya tidak kaku dan dapat dilakukan

dengan kebebasan untuk tawar-menawar alam batas wajar. Beban biaya

tersebut hanya dikenakan sampai batas waktu sesuai dengan kesepakatan

dalam kontrak.

2. Penggunaan persentase dalam hal kewajiban untuk melakukan pembayaran

selalu dihindari, karena persentase bersifat melekat pada sisa utang meskipun

(44)

3. Di dalam kontrak-kontrak pembiayaan proyek, bank syariah tidak menerapkan

perhitungan berdasarkan keuntungan yang pasti ditetapkan di muka, karena

pada hakikatnya yang mengetahui tentang ruginya suatu proyek yang dibiayai

bank hanyalah Allah semata.

4. Pengerahan dana masyarakat dalam bentuk deposito tabungan oleh

penyimpanan dianggap sebagai titipan (al-wadiah) sedangkan bagi bank

dianggap sebagai titipan yang diamanatkan sebagai penyertaan dana pada

proyek-proyek yang dibiayai bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip

syariah sehingga pada penyimpanan tidak dijanjikan imbalan yang pasti.

5. Dewan Pengawas Syariah bertugas untuk mengawasi operasionalisasi bank

dari sudut syariahnya. Selain itu manajer dan pimpinan bank Islam harus

menguasai dasar-dasar muamalah Islam.

6. Fungsi kelembagaan bank syariah menjembati antara pihak pemilik modal

dengan pihak yang membutuhkan dana, juga mempunyai fungsi amanah,

artinya berkewajiban menjaga dan bertanggung jawab atas keamanan dana

yang disimpan dan siap sewaktu-waktu apabila dana diambil pemiliknya.

Bank syariah mempunyai tujuan diantaranya sebagai berikut :66

1. Mengarahkan kegiatan ekonomi umat untuk bermuamalat secara Islam,

khususnya muamalat yang berhubungan dengan perbankan agar terhindar dari

praktek-praktek riba atau jenis-jenis usaha/perdagangan lain yang

mengandung unsur gharar (tipuan). Dimana jenis-jenis usaha tersebut selain

66

(45)

dilarang dalam Islam, juga telah menimbulkan dampak negatif terhadap

kehidupan ekonomi rakyat.

2. Untuk menciptakan suatu keadilan di bidang ekonomi dengan jalan meratakan

pendapatan melalui kegiatan investasi, agar tidak terjadi kesenjangan yang

amat besar antara pemilik modal dengan pihak yang membutuhkan dana.

3. Untuk meningkatkan kualitas hidup umat dengan jalan membuka peluang

berusaha yang lebih terutama kelompok miskin, yang diarahkan kepada

kegiatan usaha yang produktif, menuju terciptanya kemandirian usaha.

4. Untuk menanggulangi masalah kemiskinan, yang pada umumnya merupakan

program utama dari negara-negara yang sedang berkembang. Upaya bank

syariah di dalam mengentaskan kemiskinan ini berupa pembinaan nasabah

yang lebih menonjol sifat kebersamaan dari siklus usaha yang lengkap seperti

program pembinaan pedagang perantara, program pembinaan konsumen,

program pengembangan modal kerja, dan program pengembangan usaha

bersama.

5. Untuk menjaga stabilitas ekonomi dan moneter. Dengan aktifitas Bank syariah

akan mampu menghindari pemanasan ekonomi diakibatkan adanya inflasi,

menghindari persaingan yang tidak sehat antara lembaga keuangan.

(46)

D. Struktur Kegiatan Operasional Perbankan Syariah

1. Sistem Penghimpun Dana67

a. Modal

Metode penghimpun dana yang ada pada Bank-bank Konvensional

didasari teori yang diungkapkan Keynes yang mengemukakan bahwa orang

membutuhkan uang untuk tiga kegunaan, yaitu fungsi transaksi, cadangan, dan

investasi. Oleh karena itu, produk penghimpun dana pun disesuaikan dengan tiga

fungsi tersebut, yaitu berupa giro, tabungan, dan deposito. Prinsip operasional

syariah yang diterapkan adalah wadiah dan mudharabah. Berbeda dengan hal

tersebut, bank syariah tidak melakukan pendekatan tunggal dalam menyediakan

produk penghimpun dana bagi nasabahnya. Sebagai salah satu lembaga yang

berfungsi untuk menghimpun dana masyarakat, bank syariah harus memiliki

sumber dana yang optimal sebelum disalurkan kembali ke masyarakat.

Disamping itu, sebagai bank syariah yang dituntut untuk mempraktekkan

kaidah syariat Islam, maka perlu dipahami terlebih dahulu dana masyarakat dan

transaksi-transaksinya yang tidak bertentangan dengan syariat Islam. Sumber dana

yang dapat dihimpun dari masyarakat terdiri dari 3 jenis dana, yaitu dana modal

yaitu dana dari pendiri bank dan dana dari para pemegang saham tersebut, dana

titipan masyarakat, baik yang dikelola bank dengan sistem Wadiah, maupun yang

diinvestasikan melalui bank dalam bentuk dana investasi khusus (Mudharabah

Muqayyadah) dan investasi terbatas (Mudharabah Mutlaqah), serta dana zakat,

infak, dan sadaqah.

68

67

Gemala Dewi, Op.Cit., hal.80.

68

(47)

Modal merupakan dana (dalam bentuk pembelian saham) yang diserahkan

oleh pemilik yang mempunyai hak untuk memperoleh deviden dan

penggunaan modal yang disertakan tersebut. Dalam perbankan syariah,

mekanisme penyertaan modal pemegang saham dapat dilakukan melalui

musyarakah fi sahm asy-syariah atau equity participation pada saham

perseroan.

b. Titipan (Al-Wadiah)69

a) Harta atau benda yang dititipkan tidak boleh dimanfaatkan dan

digunakan oleh penerima titipan;

Salah satu prinsip yang digunakan Bank syariah dalam penghimpunan dana

adalah dengan menggunakan prinsip titipan. Adapun akad yang sesuai dengan

prinsip ini adalah Al-Wadiah. Al-Wadiah merupakan titipan murni yang setiap

saat dapat diambil jika pemiliknya menghendaki. Secara umum terdapat dua

jenis Al-Wadiah, yaitu:

1) Wadiah Yad Al-Amanah (TrusteeDepository). Wadiah ini mempunyai

karekteristik sebagai berikut:

70

69

Ibid., hal.81.

70

Adiwarman A.Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta : PT Rajagrafindo Persada, 2006), hal.107.

b) Penerima titipan (pihak bank) hanya berfungsi sebagai penerima

amanah yang bertugas dan berkewajiban untuk menjaga barang yang

dititipkan tanpa mengambil manfaatnya; dan

c) Sebagai kompensasi, penerima titipan diperkenankan untuk

(48)

Prinsip ini diaplikasikan dalam perbankan syariah dalam bentuk

produk safe deposit box.

2) Wadiah Yad Adh-Dhamanah (Guarantee Depository). Wadiah ini

mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

a) Harta atau benda yang dititipkan diperbolehkan untuk dimanfaatkan

oleh penyimpan;

b) Apabila ada hasil / keuntungan dari pemanfaatan benda titipan, maka

hasil tersebut menjadi hak dari penerima titipan.71

Akad perjanjian yang sesuai dengan prinsip investasi adalah mudharabah

yang mempunyai tujuan kerja antara pemilik dana (shahibul maal) dan

pengelola (mudarib), dalam hal ini adalah pihak bank. Pemilik dana sebagai

deposan di bank syariah berperan sebagai investor murni yang menanggung

aspek sharing risk dan return dari bank.Dengan demikian deposan bukanlah

leader atau kreditor bagi bank seperti halnya pada bank konvensional.

Tidak ada

kewajiban dari penyimpanan untuk memberikan hasil tersebut kepada

penitip sebagai pemilik benda.

Prinsip ini diaplikasikan dalam produk giro dan tabungan. Namun perlu

ditekankan disini bahwa bank tidak memperjanjikan hasil dari benda

titipan yang dimanfaatkan tersebut kepada nasabah. Pemberian hasil

hanya sebagai bonus dari kebijakan bank dan tidak ditentukan atau

disebutkan dalam akad perjanjian.

c. Investasi (mudharabah)

72

Secara garis besar, mudharabah terbagi menjadi dua jenis, yaitu:

71

Wiroso, Penghimpunan Dana dan Distribusi Hasil Usaha Bank Syariah, (Jakarta : PT Grasindo, 2005), hal.21.

72

Referensi

Dokumen terkait

Antara Waktu Yang Tertutupi :

Dengan puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, saya menyerahkan Tesis ini yang berjudul “IMPLIKASI YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

Penulisan Tugas Akhir ini bertujuan untuk mengetahui lebih dalam tentang sistem pengadaan barang yang dilaksanakan di PDAM Tirta Satria mulai dari permintaan dan

Puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta karunianya kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Perempuan Di Partai

Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan hasil belajar Fisika peserta didik kelompok yang diajar menggunakan teknik Window Shopping dan kelompok diajar

Ruas jalan Kabupaten Agam.Jalan yang dinaikan statusnya di kabupaten agam terdiri dari jalan Padang-Koto Gadang-Palembayan dan jalan Tanjung Ampalu- Bukit Bual-Si

Adapun saran-saran yang ingin disampaikan yaitu: (1) Pengembangan Buku Ajar Siswa Programmable Logic Controller Berbasis Problem Based Learning ini dinyatakan

bertadarus siswa melaksanakan pembelajaran dengan penuh rasa tanggungjawab dan sungguh sungguh menghormati guru dan menghargai temanya, selain itu siswa