• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh “Positive Deviance” Pada Ibu Dari Keluarga Miskin Terhadap Status Gizi Anak Usia 12 –24 Bulan Di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi Tahun 2007

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh “Positive Deviance” Pada Ibu Dari Keluarga Miskin Terhadap Status Gizi Anak Usia 12 –24 Bulan Di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi Tahun 2007"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH “POSITIVE DEVIANCE” PADA IBU DARI KELUARGA MISKIN TERHADAP STATUS GIZI ANAK USIA 12 – 24 BULAN

DI KECAMATAN SIDIKALANG KABUPATEN DAIRI TAHUN 2007

TESIS

Oleh

FRISDA TURNIP

047023007/AKK

S

E K O L AH

P A

S C

A S A R JA

NA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PENGARUH “POSITIVE DEVIANCE” PADA IBU DARI KELUARGA MISKIN TERHADAP STATUS GIZI ANAK USIA 12 – 24 BULAN

DI KECAMATAN SIDIKALANG KABUPATEN DAIRI TAHUN 2007

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Konsentrasi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

FRISDA TURNIP

047023007/AKK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : PENGARUH “POSITIVE DEVIANCE” PADA IBU DARI KELUARGA MISKIN TERHADAP STATUS GIZI ANAK USIA 12 – 24 BULAN DI KECAMATAN SIDIKALANG KABUPATEN DAIRI TAHUN 2007

Nama Mahasiswa : Frisda Turnip Nomor Pokok : 047023007

Program Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Konsentrasi : Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. dr. Guslihan Dasatjipta, Sp.A(K)) Ketua

(Ir. Zuraidah Nasution, M.Kes) (Dra. Jumirah, Apt. M.Kes) Anggota Anggota

Ketua Program Studi Direktur

(Dr. Drs. Surya Utama, MS) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal 16 September 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. dr. Guslihan Dasatjipta, Sp.A(K) Anggota : 1. Ir. Zuraidah Nasution, M.Kes

(5)

PERNYATAAN

PENGARUH “POSITIVE DEVIANCE” PADA IBU DARI KELUARGA MISKIN TERHADAP STATUS GIZI ANAK USIA 12-24 BULAN

DI KECAMATAN SIDIKALANG KABUPATEN DAIRI TAHUN 2007

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, Agustus 2008

(6)

ABSTRAK

Masa krisis pertumbuhan dan perkembangan anak berada pada usia 12-24 bulan disebut “Periode Kritis”, karena pada usia ini anak mengalami pertumbuhan fisik dan perkembangan otak yang sangat cepat dan memerlukan gizi yang baik. Namun pada periode tersebut anak umumnya sudah mempunyai adik lagi sehingga anak kurang mendapatkan perhatian dari orangtua, ataupun gizi kurang, penyakit infeksi dan parasit serta problem psikologis pada anak. Masalah ini mempermudah timbulnya masalah gizi di masyarakat.

Berdasarkan hasil pemantauan status gizi bulan Desember 2005, di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi tercatat 15.846 keluarga miskin (17,77% dari 88.335 keluarga) dengan jumlah anak balita gizi baik tertinggi yaitu 4.524 balita (34,32%). Kondisi ini menunjukkan bahwa tidak selamanya keluarga miskin memiliki anak balita dengan gizi buruk. Oleh karena itu diduga ada faktor lain yang

berperan penting dalam menentukan status gizi anak, salah satunya adalah “Positive

deviance” (pola pemberian makan, pola pengasuhan, kebersihan diri dan perolehan

pelayanan kesehatan). Untuk itu dilakukan penelitian pengaruh “Positive deviance”

ibu dari keluarga miskin terhadap status gizi anak usia 12-24 bulan di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi tahun 2007.

Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan case

control study, dan analisa dilakukan dengan chi-square test dan regresi logistik berganda. Sampel sebanyak 80 orang ibu yang memiliki anak usia 12-24 bulan dari 213 ibu, berdasarkan hasil screening terhadap status gizi anak. Penelitian dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner yang telah diuji validitas.

Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara kebiasaan pemberian makan, pola asuh, kebersihan diri dan akses pelayanan kesehatan terhadap status gizi anak usia 12 – 24 bulan (p<0,05). Pada keluarga miskin peluang terjadinya status gizi tidakbaik mengalami 4 kali peningkatan bila kebiasaan pemberian makan tidak baik; 9 kali peningkatan bila penerapan pola asuh tidak baik; 6 kali peningkatan bila kebiasaan kebersihan diri tidak baik; 11 kali peningkatan bila akses dalam memperoleh pelayanan kesehatan tidak baik.

Hasil analisis mutivariat terhadap semua faktor positive deviance

menunjukkan peluang paling besar untuk terjadinya status gizi tidak baik pada anak usia 12-24 bulan adalah kebersihan diri anak tidak baik

Dapat disimpulkan bahwa status gizi yang baik anak usia 12-24 bulan dari

keluarga miskin di Kecamatan Sidikalang dipengaruhi oleh positive deviance ibu

dalam pola pengasuhan, kebersihan diri dan pelayanan kesehatan

(7)

ABSTRACT

The critical time of growth and development of the child of 12-14 months old is call “Danger period” because in this age the child undergoes very rapid physical growth and brain development but generally the child has got a younger brother/sister that he gets less attention from his parents that the child gets less nutrient input, develops infectious and parasitic diseases and has psychological problem. This condition results in nutrient problem in the community.

Based on the result of Nutrient Status Observation (PSG) in December 2005, the condition of nutrient status in Dairi District was that of 15634 children under five years old weighed, 233 (1.49%) were with poor nutrient and 1914 (12.24%) were with less nutrient. Of the all 14 sub-districts, Sidikalang Sub-district has 4.524 (34.32%) children under five years old with the best nutrient condition and up to 15.846 poor families or 17.77% of 88.335 families.

The purpose of this observational study with case control study design is to examine the influence of positive deviance in the mother of poor family on the nutrient status of the child of 12-24 months old in Sidikalang Sub-district, Dairi District including food-giving habits, rearing patterns, self hygiene and health service access. Of 213 mothers having a child of 12-24 months old, 80 were selected for the samples of this study based on the result of the child’s nutrient status screening.

The result of this study reveals that there is a significant difference between food-giving habits, rearing patterns, self hygiene and health service access and

nutrient status of the child of 12-24 years old (p <0.05). In poor family, the

opportunity of poor nutrient status incident is four times if the food-giving habit is poor while the opportunity of poor nutrient status incident is 9 times if the application of rearing patterns is poor. If self hygiene is not good, the opportunity of poor nutrient status incident is 6 times and will become 11 times if the access to health service is not good.

(8)
(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena

berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis yang berjudul

“Pengaruh Positive Deviance pada Ibu dari Keluarga Miskin terhadap Status Gizi Anak Usia 12 – 24 Bulan di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi Tahun 2007”.

Saat ini, kasus gizi buruk masih sangat tinggi bahkan mengalami peningkatan

dari tahun ke tahun di seluruh wilayah Indonesia, meskipun berbagai upaya dan

program sudah dilakukan dengan dana yang tidak sedikit. Untuk mencari upaya

pemecahan masalah gizi buruk di Kabupaten Dairi, penulis ingin melihat pengaruh

“Positive Deviance” untuk dapat dilakukan sebagai pendekatan pemecahan masalah

tersebut.

Selain untuk mencari pemecahan masalah gizi buruk di Kabupaten Dairi, tesis

ini sebagai persyaratan memperoleh gelar Magister Kesehatan Masyarakat pada

Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan konsentrasi Administrasi

Kesehatan Komunitas/Epidemiologi, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera

Utara. Tesis ini dapat terselesaikan berkat bantuan dari kerjasama serta dukungan

berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima

(10)

1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A (K), Rektor Universitas

Sumatera Utara.

2. Ibu Prof. Dr. Ir T. Chairun Nisa B, MSc selaku Direktur SPs USU Medan

beserta sivitas akademika SPs USU Medan.

3. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Ketua Program Studi Administrasi

dan Kebijakan Kesehatan Sekolah Pascasarjana USU Medan.

4. Bapak Prof. dr Guslihan Dasatjipta, Sp.A (K) selaku Ketua Komisi

Pembimbing yang selalu memberikan bimbingan kepada penulis dan

dorongan yang bermanfaat dalam penyusunan tesis ini.

5. Ibu Ir. Zuraidah Nasution, M.Kes dan Ibu Dra. Jumairah, Apt, M.Kes selaku

Anggota Komisi Pembimbing penulisan tesis ini.

6. Ibu Prof. Dr. dr. Rozaimah Zain-Hamid, MS.Sp.FK dan Ibu dr. Murniaty

Manik, MSc,Sp.KK selaku pembanding yang telah banyak memberikan saran

dan masukan untuk kesempurnaan penulisan tesis ini.

7. Ibu dr. Hj. Fatni Sulani, DTM&H, M.Si selaku Kepala Dinas Kesehatan

Provinsi Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada penulis

untuk mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana USU Medan.

8. Bapak Dr. MP. Tumanggor selaku Bupati Diri yang telah memberikan ijin

kepada penulis untuk mengikuti pendidikan.

9. Bapak dr. Budiman Simanjuntak, M.Kes, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten

(11)

10.Teristimewa suami serta ketiga ananda tercinta yang penuh kesabaran

senantiasa memberikan dorongan dan motivasi serta dukungan doa, sehingga

tesis ini dapat terselesaikan.

11.Para rekan-rekan mahasiswa Program Studi Administrasi dan Kebijakan

kesehatan konsentrasi Epidemiologi Angkatan 2005 serta seluruh pihak yang

tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih atas bantuan yang

diberikan pada penulis.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari

segi bahasa maupun isinya. Oleh karenanya kritik dan saran yang bersifat

membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini.

Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa membalas segala kebaikan Bapak, Ibu

saudara sekalian dan akhir kata penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat

bermanfaat. Terima kasih.

Medan, Agustus 2008

(12)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Frisda Turnip

Tempat/Tgl Lahir : Pematang Siantar/22 Oktober 1968

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jln. Sentosa No. 4 Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi

RIWAYAT PENDIDIKAN

1981 : SD Negeri No. 0841383 Pematang Siantar

1984 : SMP Negeri 7 Pematang Siantar

1987 : SMA Negeri 2 Pematang Siantar

1991 : Program Studi Kesehatan Masyarakat (PSKM)

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

2004 : Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

RIWAYAT PEKERJAAN

1992 – 1999 : Staf Seksi Pemulihan Kesehatan Dinas Kesehatan

Kabupaten Dairi.

1994 – 1996 : Ka. Sub Sie Puskesmas Pada Seksi Pemulihan Kesehatan

Dinas Kesehatan Kabupaten Dairi.

1996 – 1999 : Ka. Seksi Bina Kesehatan Masyarakat Kandepkes

Kabupaten Dairi.

1999 – 2007 : Ka. Seksi Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Pada

Bidang P2P Dinas Kesehatan Kabupaten Dairi.

2007 – Sekarang : Ka. Bidang Bina Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP... vi

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR... xi

DAFTAR LAMPIRAN... xii

BAB I PENDAHULUAN... 1

2.3. Gejala Klinis Berbagai Gangguan Kesehatan Akibat Gizi Tidak Seimbang... 12

2.4. Landasan Teori... 13

2.5. Dampak Masalah Gizi terhadap Anak Balita... 16

2.6. Kemiskinan ... 17

2.7. Perilaku Positive Deviance... 18

2.8. Keuntungan Pendekatan Positive Deviance... 23

2.9. Interaksi Sosial ... 24

2.10. Program Perbaikan Gizi ... 25

2.11. Kerangka Konsepsional ... 26

BAB III METODE PENELITIAN ... 27

3.1. Jenis Penelitian... 27

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 27

3.3. Populasi dan Sampel ... 28

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 29

3.5. Variabel Dan Definisi Operasional ... 32

3.6. Metode Pengukuran ... 34

(14)

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 38

4.1. Gambar Daerah ... 38

4.2. Karakteristik Responden ... 38

4.3. Interakasi Sosial ... 41

4.4. Analisis Positive Deviance dalam Kebiasaan Pemberian Makan, Pola Pengasuhan, Kebersihan Diri dan Pelayanan Kesehatan pada Anak Usia 12-24 Bulan terhadap Status Gizi... 42

4.5. Analisis Faktor Positive Deviance Ibu yang Paling Berpengaruh terhadap Status Gizi Anak Usia 12-24 Bulan di Kecamatan Sidikalang ... 45

BAB 5 PEMBAHASAN ... 50

5.1. Karakteristik Responden ... 50

5.2. Interaksi Sosial ... 51

5.3. Kebiasaan Pemberian Makan terhadap Status Gizi Anak Usia 12-24 Bulan ... 52

5.4. Kebiasaan Pola Asuh terhadap Status Gizi Anak Usia 12-24 Bulan... 54

5.5. Kebiasaan Kebersihan Diri terhadap Status Gizi Anak Usia 12 - 24 Bulan ... 54

5.6. Kebiasaan Pelayanan Kesehatan terhadap Status Gizi Anak Usia 12-24 Bulan... 55

5.7. Analisis Faktor Positive Deviance Ibu yang Paling Berpengaruh terhadap Gizi Anak Usia 12-24 Bulan di Kecamatan Sidikalang... 56

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 59

6.1. Kesimpulan ... 59

6.2. Saran-saran... 60

(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Klasifikasi Status Gizi Anak Bawah Lima Tahun... 9

2.2. Kebaikan dan Kelemahan Indeks Antropometri... 9

2.3. Pendekatan Tradisional VS Positive Deviance... 22

3.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Penelitian... 30

3.2. Variabel dan Definisi Operasional... 33

4.1. Kelompok Gizi Anak Usia 12-24 Bulan Berdasarkan Kelompok Umur di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi 2007... 39

4.2. Status Gizi Anak Usia 12-24 Bulan Berdasarkan Pendidikan Ibu di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi 2007... 39

4.3. Status Gizi Anak Usia 12-24 Bulan Berdasarkan Pekerjaan Ibu di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi 2007... 40

4.4. Status Gizi Anak Usia 12-24 Bulan Berdasarkan Pengetahuan Ibu di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi 2007... 40

4.5. Status Gizi Anak Usia 12-24 Bulan Berdasarkan Sosial Ibu di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi 2007... 41

4.6. Analisis Kebiasaan Pemberian Makan terhadap Status Gizi pada Anak Usia 12-24 bulan... 42

4.7. Analisis Kebiasaan Pola Asuh terhadap Status Gizi pada Anak Usia 12-24 bulan... 43

4.8. Analisis Kebersihan Diri terhadap Status Gizi pada Anak Usia 12-24 Bulan... 44

(16)

4.10. Hasil Analisis Bivariat Antara Variabel Kebiasaan Pemberian Makan, Kebiasaan Pola Asuh, Kebiasaan Kebersihan Diri dan Kebiasaan Pelayanan Kesehatan dengan Status Gizi Anak Usia

12-24 Bulan... 46

4.11. Hasil Analisis Bivariat Antara Pemberian Makan, Pola Asuh, Kebersihan Diri dan Pelayanan Kesehatan dengan Status Gizi

pada Anak Usia 12-24 Bulan... 47

4.12. Hasil Analisis Antara Pola Asuh, Kebersihan Diri dan Pelayanan Kesehatan dengan Status Gizi Anak Usia 12-24

(17)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Bagan Faktor Penyebab Gizi Buruk... 15

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuisioner... 64

2. Output Hasil Analisa Data... 72

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan Nasional tertujuan untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya

Manusia (SDM) yang dilakukan secara keberlanjutan. Upaya peningkatan kualitas

SDM dimulai dengan pemenuhan kebutuhan dasar manusia dengan perhatian utama

pada proses tumbuh kembang anak sejak pembuahan sampai mencapai dewasa. Pada

masa tumbuh kembang ini, pemenuhan kebutuhan dasar anak seperti perawatan dan

makanan bergizi yang diberikan secara baik dan benar dapat membentuk SDM yang

sehat, cerdas dan produktif. Berdasarkan angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

untuk Provinsi Sumatera Utara tahun 2005 sebesar 72,0 dan kondisi IPM Kabupaten

Dairi menduduki peringkat ke 18 dari 25 Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

yaitu sebesar 69,9 (BPS Provinsi Sumatera Utara, 2006).

Masalah gangguan tumbuh kembang pada bayi dan anak usia di bawah dua

tahun (baduta) merupakan masalah yang perlu ditanggulangi dengan serius, karena

usia di bawah dua tahun adalah masa yang sangat penting sekaligus masa kritis dalam

proses tumbuh kembang secara fisik maupun kecerdasan.

Menurut Jelliffe (1989), masa krisis pertumbuhan dan perkembangan anak

berada pada usia 12-24 bulan yang disebut dengan “Periode Kritis” (Danger Period)

(20)

sangat cepat yang memerlukan gizi yang baik, namun pada umumnya anak sudah

mempunyai adik lagi. Kondisi demikian dapat menyebabkan anak kurang

mendapatkan perhatian dari orang tua, asupan gizi kurang, adanya penyakit infeksi

dan parasit serta adanya problem psikologis pada anak.

Masalah gizi merupakan masalah yang tersembunyi, dan tingginya angka

kematian bayi dan balita menunjukkan masalah kesehatan dan gizi di Indonesia

cukup serius (Jaringan Informasi Pangan dan Gizi, 2005). Departemen Kesehatan

(Depkes, 2000) menyebutkan bahwa masalah gizi di Indonesia masih didominasi oleh

kekurangan zat gizi yang disebabkan banyak faktor, diantaranya adalah tingkat sosial

ekonomi keluarga. Krisis ekonomi yang terjadi sejak tahun 1997 lalu memberi

dampak berupa penurunan kualitas hidup keluarga yang menyebabkan rendahnya

daya beli, sehingga jumlah keluarga miskin dan akan-anak kekurangan gizi

bertambah. Kasus gizi buruk yang ditemukan di Nusa Tenggara Barat (NTB)

merupakan awal laporan masalah gizi anak balita. Setelah NTB, hampir seluruh

daerah di Indonesia juga melaporkan adanya kasus gizi buruh di wilayahnya

(Nurpudji, 2005). Berdasarkan hasil estimasi para ahli gizi, ada 5,1 juta balita

menderita gizi buruk dan 54% kematian bayi dan balita diakibatkan oleh gizi kurang

(Siswono, 2008).

Hasil penelitian seksi gizi dinas kesehatan di 6 kabupaten di Provinsi

Sumatera Utara pada tahun 2002, menunjukkan bahwa tidak kurang dari 17.39%

balita gizi kurang (BB/U < -2 SD Media baku WHO-NCHS) dan 8,76% balita gizi

(21)

angka nasional yang tercantum pada SKRT 2001 (Dinkes Prov.SU, 2003). Kondisi

ini akan tetap menjadi permasalahan kesehatan di Provinsi Sumatera Utara apabila

tidak dilakukan upaya-upaya yang lebih tepat, yang dapat mencegah kasus-kasus gizi

buruk, di samping upaya-upaya yang sudah dilaksanakan yaitu pemberian makanan

tambahan seperti pemberian makanan pendamping ASI.

Kejadian gizi buruk atau KEP berat sebenarnya dapat dicegah apabila akar

masalah di masyarakat yang bersangkutan dapat dikenali, sehingga penanggulangan

masalah gizi dapat dilakukan secara lebih mendasar melalui penanganan terhadap

akar masalahnya. Satu hal penting yang perlu diperhatikan untuk mempertajam

identifikasi akar masalah KEP berat, yaitu adanya fakta bahwa kasus

marasmus/kwasiorkor tidak selalu terjadi pada keluarga-keluarga miskin atau yang

tinggal di lingkungan miskin. Dengan kata lain, anak-anak dengan keadaan gizi baik

juga ditemukan pada keluarga-keluarga miskin/marginal.

Untuk menanggulangi masalah gizi di Provinsi Sumatera Utara, upaya yang

dilakukan Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara saat ini meliputi upaya jangka

pendek, dengan melakukan pelacakan kasus gizi buruk di kabupaten dan kota. Jika

ditemukan kasus gizi buruk segera dirujuk kerumah sakit umum kelas III dengan

biaya gratis bagi masyarakat miskin. Selain itu juga dilakukan dengan peningkatan

kualitas sumber daya manusia serta pelatihan bagi petugas.

Untuk jangka menengah dilakukan revitalisasi pos pelayanan terpadu

(22)

peran Puskesmas dalam upaya preventif dan promotif. Sedangkan program jangka

panjang yakni dengan memberdayakan keluarga dalam penanggulangan kemiskinan.

Berdasarkan upaya di atas, posyandu berperan sebagai pos terdepan

perpanjangan tangan Depkes dalam memberikan pelayanan kesehatan. Posyandu

tidak membutuhkan fasilitas dan biaya yang besar, bahkan dapat dilakukan di rumah

penduduk maupun tempat-tempat pertemuan desa. Ini merupakan suatu modal dasar

yang sangat baik, yang sebaiknya disosialisasikan kepada khalayak dan digunakan

untuk mengubah persepsi bahwa posyandu itu bukan milik kesehatan melainkan

milik masyarakat.

Salah satu bentuk pendekatan yang dapat diterapkan sesuai dengan

keberadaan posyandu adalah pendekatan positive deviance. Pendekatan ini adalah

suatu model bagaimana kita merubah perilaku masyarakat, sehingga dari kondisi gizi

buruk menjadi kondisi baik, mempertahankan kondisi gizi baik dan meningkatkannya

dengan melalui perilaku positif.

Pendekatan positive deviance merupakan pemecahan masalah gizi yang

berbasis keluarga dan masyarakat, dengan mengidentifikasi berbagai perilaku ibu

atau pengasuh yang memiliki anak bergizi baik tetapi dari keluarga kurang mampu

dan menularkan kebiasaan positif kepada keluarga lain yang memiliki anak dengan

gizi kurang. Contoh pendekatan positive deviance dimisalkan keluarga A miskin

tetapi sehat, sedangkan keluarga B miskin tetapi mengalami gizi buruk. Perilaku

keluarga A yang sehat, sedapat mungkin dapat diadopsi kepada keluarga B tanpa

(23)

Pemantauan Status Gizi di Kabupaten Dairi pada bulan Desember 2005,

menunjukkan jumlah anak balita yang memiliki gizi buruk sebanyak 233 (1,49%) dan

1914 gizi kurang (12,24%) dari 15634 anak balita yang ditimbang (Laporan PSG

Dinkes Kab. Dairi, 2005). Kondisi tersebut tersebar pada 11 kecamatan dari 14

kecamatan yang ada, dan Kecamatan Sidikalang merupakan kecamatan yang

memiliki keadaan gizi baik balita tertinggi yaitu 4.524 balita (34,32%), meskipun

jumlah keluarga miskin di Kecamatan Sidikalang mencapai 15.846 (17,77%) dari

88.335 keluarga (Laporan Bappeda Kab. Dairi, 2006).

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka perlu dilakukan

penelitian dengan judul: Pengaruh “Positive Deviance” pada Ibu dari Keluarga

Miskin terhadap Status Gizi Anak Usia 12 – 24 Bulan di Kecamatan Sidikalang

Kabupaten Dairi Tahun 2007.

1.2. Permasalahan

Belum diketahui faktor-faktor apa yang ada pada keluarga miskin yang

termasuk positive deviance, yang dapat mempengaruhi status gizi baik pada

anak-anak usia 12 – 24 bulan di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi.

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penelitian ini mencakup tujuan umum dan tujuan

(24)

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh positive deviance pada ibu dari keluarga miskin

terhadap suatu gizi anak usia 12 – 24 bulan, di Kecamatan Sidikalang Kabupaten

Dairi tahun 2007.

1.3.2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

1. Mengetahui status gizi anak usia 12 – 24 bulan dari keluarga miskin

di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi.

2. Mengetahui pengaruh positive deviance tentang kebiasaan pemberian makan

terhadap status gizi anak usia 12 – 24 bulan.

3. Mengetahui pengaruh positive deviance tentang kebiasaan pengasuhan

terhadap status gizi anak usia 12-24 bulan.

4. Mengetahui pengaruh positive deviance tentang kebiasaan kebersihan diri

terhadap status gizi anak usia 12 – 24 bulan.

5. Mengetahui pengaruh positive deviance tentang pelayanan kesehatan terhadap

anak usia 12 - 24 bulan.

1.4. Hipotesis

Positive deviance pada ibu dari keluarga miskin mempunyai pengaruh

(25)

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak sebagai

masukan dalam pengambilan keputusan, antara lain:

1.5.1. Bagi Industri Dinas Kesehatan

Sebagai dasar penyusunan rencana dan pengembangan program

penanggulangan masalah gizi di Kabupaten Dairi, dan sebagai bahan masukan

dalam menentukan alternatif penanggulangan masalah gizi di Kabupaten

Dairi.

1.5.2. Bagi Masyarakat

Untuk meyakinkan maupun individu tentang potensi diri yang dimiliki

di dalam menanggulangi masalah gizi kurang, sehingga diharapkan dapat

meningkatkan status kesehatan masyarakat.

1.5.3. Bagi Peneliti

Menambah khasanah ilmu pengetahuan dalam penanggulangan masalah gizi

(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Status Gizi

Status gizi adalah tanda-tanda atau tampilan yang diakibatkan oleh

keseimbangan antara pemasukan zat gizi dan pengeluaran oleh tubuh yang

dibutuhkan untuk kelangsungan hidup. Status gizi masyarakat terutama digambarkan

oleh status gizi anak balita dan wanita hamil. Oleh karena itu, sasaran utama dari

program perbaikan gizi makro berdasarkan siklus kehidupan, dimulai pada wanita

usia subur, ibu hamil, bayi baru lahir, balita dan anak sekolah (Gibson, 1989).

Secara tidak langsung status gizi masyarakat dapat diketahui berdasarkan

penilaian terhadap data kuantitatif maupun kaulitatif konsumsi pangan. Informasi

tentang konsumsi pangan dapat diperoleh melalui survei yang akan menghasilkan

data kuantitatif (jumlah dan jenis pangan) dan kualitatif (frekwensi makan dan cara

mengolah makanan). Penentuan status gizi dapat dilakukan dengan berbagai cara

yaitu secara biokimia, dietetika, klinik dan antropometri (cara yang paling umum dan

mudah digunakan untuk mengukur status gizi di lapangan). Indeks antropometri yang

dapat digunakan adalah Berat Badan per Umur (BB/U). Tinggi Badan per Umur

(TB/U); Berat Badan per Tinggi Badan (BB/TB), (Depkes RI, 2005) dapat dilihat

(27)

Tabel 2.1. Klasifikasi Status Gizi Anak Bawah Lima Tahun

Indikator Status Gizi Ambang Batas

Gizi lebih > +2SD

Gizi baik ≥ -2SD sampai ≥ +2SD

Gizi kurang < -2SD sampai ≥ 3SD

Berat Badan menurut Umur (BB/U), untuk menilai status gizi secara umum dan bersifat kronis, yang berhubungan

dengan kesejahteraan masyarakat Gizi buruk < -3SD

Normal ≥ 2SD

Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), untuk mengukur perubahan yang terjadi pada waktu lampau

Pendek (stunted) < -2SD

Gemuk > +2SD

Normal ≥ -2SD sampai + 2SD

Kurus (wasted) < -2SD sampai ≥ -3SD

Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB) untuk menilai keadaan gizi saat ini

Kurus sekali < -3SD

Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 920/Menkes/SK/VIII/2002

Tabel 2.2. Kebaikan dan Kelemahan Indeks Antropometri

Indeks Kebaikan Kelemahan

BB/U • Baik untuk status gizi akut/kronis

• Berat badan dapat berfluktuasi

• Sangat sensitif terhadap perubahan

kecil

• Umur sering sulit ditaksir

dengan tepat

TB/U • Baik untuk menilai gizi masa lampau

• Ukuran panjang dapat dibuat sendiri

• Murah dan mudah dibawa

• Tinggi badan tidak cepat

naik bahkan tidak mungkin turun

• Pengukuran relatif sulit

dilakukan karena anak harus berdiri

• Ketetapan umur sulit

BB/TB • Tidak memerlukan data umur

• Dapat membedakan proporsi badan

• Membutuhkan 2 macam

alat ukur

• Pengukuran relatif lebih

lama

• Membutuhkan 2 orang

(28)

2.2. Masalah Gizi

Gizi merupakan salah satu kebutuhan hidup manusia yang erat kaitannya

dengan kualitas fisik maupun mental manusia. Keadaan gizi meliputi proses

penyediaan dan penggunaan gizi untuk pertumbuhan, perkembangan, dan

pemeliharaan serta aktivitas. Keadaan kurang gizi dapat terjadi akibat

ketidakseimbangan asupan zat-zat gizi, faktor penyakit pencernaan, absorbsi dan

penyakit infeksi.

Masalah gizi terbagi menjadi masalah gizi makro dan mikro. Masalah gizi

makro adalah masalah yang terutama disebabkan oleh kekurangan atau

ketidakseimbangan asupan energi dan protein (KEP). Bila terjadi pada anak balita

akan mengakibatkan marasmus, kwashiorkor atau marasmik-kwashiorkor, dan

selanjutnya akan menyebabkan gangguan pertumbuhan pada anak usia sekolah.

Departemen Kesehatan RI menyatakan bahwa masalah gizi di Indonesia

masih didominasi oleh kekurangan zat gizi yang disebabkan oleh banyak faktor,

di antaranya adalah tingkat sosial ekonomi keluarga (Depkes, 2002). Krisis ekonomi

yang melanda sejak 1997, telah menambah jumlah keluarga miskin dengan daya beli

yang rendah, sehingga memberi dampak terhadap penurunan kualitas hidup keluarga

dan meningkatkan jumlah anak-anak yang kekurangan gizi.

Selain ketersediaan pangan, masalah gizi juga dipengaruhi oleh faktor

perilaku ibu, dukungan keluarga, dan petugas kesehatan. Menurut Green (1980)

masalah perilaku kesehatan dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor utama, yaitu: faktor yang

(29)

nilai-nilai dan norma dalam masyarakat yang berkaitan dengan kesehatan; faktor

pendorong (enabling factors) meliputi ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas

kesehatan bagi masyarakat, di mana fasilitas ini pada hakikatnya mendukung atau

memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan; dan faktor ketiga berupa faktor

penguat (reinforcing factors) meliputi sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh

agama dan juga sikap, perilaku dan ketrampilan petugas kesehatan.

Adanya pengaruh perilaku terhadap masalah gizi, memerlukan pengamatan

untuk mengetahui perilaku seperti apa, yang diperlukan untuk menanggulangi

masalah gizi pada anak. Salah satu bentuk pengembangan perilaku dalam

penanggulangan masalah gizi adalah positive deviance yang telah dilakukan

di Jakarta, Bogor dan Lomok Timur. Hasilnya adalah interaksi ibu dengan anak usia

6 – 17 bulan berhubungan positif dengan keadaan gizi anak. Anak-anak yang selalu

diupayakan untuk mengkonsumsi makanan, mendapatkan respon ketika berceloteh,

selalu mendapatkan senyum dari ibu, keadaan gizinya lebih baik dibandingkan

dengan teman sebaya lainnya yang kurang mendapatkan perhatian orang tua (Jahari,

et al, 2000).

Positive Deviance digunakan untuk menjelaskan suatu keadaan penyimpanan

positif yang berkaitan dengan kesehatan, pertumbuhan dan perkembangan anak-anak

(30)

2.3. Gejala Klinis Berbagai Gangguan Kesehatan Akibat Gizi Tidak Seimbang

Akibat gizi tidak seimbang dapat mengakibatkan berbagai gangguan

kesehatan, diantaranya adalah:

2.3.1. Kwashiorkor

Gejala klinis kwashiorkor meliputi oedema menyeluruh, terutama pada

punggung kaki (dorsum pedis), wajah membulat dan sembab, pandangan mata sayu,

rambut tipis kemerahan seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa rasa sakit

serta rontok, perubahan status mental, apatis dan rewel, perubahan hati, otot

mengecil, kelainan kulit berupa bercak merah mudah yang meluas dan berubah warna

menjadi coklat kehitaman dan terkelupas, sering disertai penyakit akut, anemia dan

diare.

2.3.2. Maramus

Gejala klinis maramus antara lain tubuh tampak sangat kurus, wajah seperti

orang tua, cengeng, rewel, kulit keriput, jaringan subkutis sangat sedikit; perut

cekung, sering disertai penyakit infeksi kronis dan diare atau sudah buang air.

2.3.3. Marasmik-Kwashiorkor

Gejala klinis marasmik-kwashiorkor meliputi gabungan gejala klinis antara

kwashiorkor dengan maramus, dengan BB/U < 60% baku median WHO-NCHS

(31)

2.4. Landasan Teori

Masalah gizi dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait, secara garis

besar disebabkan oleh:

2.4.1. Penyebab Langsung

Kekurangan makanan dan penyakit, secara langsung dapat menyebabkan gizi

kurang, atau anak yang mendapat cukup makanan tetapi sering menderita sakit, pada

akhirnya dapat menderita gizi kurang. Disisi lain, anak yang tidak memperoleh cukup

makan, akan mengalami penurunan daya tahan tubuh, sehingga akan mudah terserang

penyakit. Tidak tersedianya makanan yang adekuat terkait langsung dengan kondisi

ekonomi. Kemiskinan sangat identik dengan tidak tersedianya makanan yang

adekuat, sehingga kemiskinan merupakan akar masalah gizi buruk.

2.4.2. Penyebab Tidak Langsung

Ada 3 penyebab tidak langsung gizi kurang, yaitu:

2.4.2.1. Ketahanan pangan keluarga yang kurang memadai. Setiap keluarga

diharapkan mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota

keluarganya dalam jumlah yang cukup baik jumlah maupun mutu gizinya.

2.4.2.2. Pola pengasuhan anak yang kurang memadai. Pola pengasuhan anak

berpengaruh pada kondisi gizi anak, karena anak yang diasuh ibunya sendiri

dengan kasih sayang, akan memperoleh gizi yang lebih baik dibanding anak

(32)

menyediakan waktu, perhatian, dan dukungan terhadap anak agar dapat

tumbuh kembang dengan baik baik secara fisik, mental dan sosial.

2.4.2.3. Pelayanan Kesehatan dan lingkungan kurang memadai. Sistem pelayanan

kesehatan yang ada diharapkan dapat menjamin penyediaan air bersih dan

sarana pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh setiap keluarga yang

membutuhkan.

Ketiga faktor tersebut berkaitan dengan tingkat pendidikan, pengetahuan dan

keterampilan keluarga. Makin tinggi tingkat pendidikan, pengetahuan dan

keterampilan, maka makin banyak keluarga yang memanfaatkan pelayanan

kesehatan. Tetapi apabila tingkat pendidikan, pengetahuan dan keterampilan keluarga

sangat rendah dapat dipastikan kalau tingkat ekonomi keluarga juga rendah, sehingga

mempengaruhi tingkat ketahanan pangan keluarga juga rendah dan kurang

memanfaatkan pelayanan kesehatan, yang akhirnya akan menyebabkan timbulnya

berbagai masalah kesehatan pada keluarga tersebut, diantaranya kasus gizi buruk. Hal

(33)

Sumber: Baliwati, et.al, 2006

Gambar 2.1. Bagan Faktor Penyebab Gizi Buruk

Berdasarkan bagan penyebab masalah gizi pada Gambar 2.1 dapat dilihat

bahwa akar permasalahan gizi adalah terjadinya krisis ekonomi, politik dan sosial

dalam masyarakat, yang menyebabkan kemiskinan dan tingginya angka inflasi dan

(34)

memperbaiki kondisi ini antara lain: pemberdayaan wanita dan keluarga serta

pemanfaatan sumber daya masyarakat.

Masalah gizi merupakan masalah yang sangat kompleks dan mempunyai

dimensi yang sangat luas, tidak hanya menyangkut aspek kesehatan tetapi juga

meliputi masalah sosial, ekonomi, budaya, pola asuh, pendidikan, lingkungan dan

perilaku. Mengingat penyebabnya sangat kompleks, pengolahan gizi buruk

memerlukan kerjasama yang komprehensif dari semua pihak, bukan hanya oleh

petugas medis, namun juga pihak orang tua, keluarga, pemuka agama dan

pemerintah.

2.5. Dampak Masalah Gizi terhadap Anak Balita

Gizi kurang merupakan salah satu masalah gizi utama pada balita Indonesia.

Gangguan (masalah) gizi pada anak balita, dapat menyebabkan marasmus,

kwashiorkor atau marasmik-kwashiorkor yang juga akan menyebabkan gangguan

pertumbuhan pada anak usia sekolah. Gangguan ini akan menjadi serius bila tidak

ditangani secara intensif. Hasil Survei Tinggi Badan Anak Baru masuk Sekolah

(TB-ABS) di lima provinsi (Jawa Barat, Jawa Tengah, NTT, Maluku dan Irian Jaya) pada

tahun 1994 dan tahun 1998 menunjukkan prevalensi gangguan pertumbuhan anak

usia 5 – 9 tahun masing-masing 42.4% dan 37.8%. Meskipun angka tersebut

mengalami penurunan yang cukup berarti, tetapi secara umum prevalensi gangguan

(35)

2.6. Kemiskinan

Kemiskinan merupakan masalah yang multidimensi di Indonesia, sehingga

pemecahannya memerlukan strategi yang komprehensif, terpadu dan terarah serta

berkesinambungan. Untuk penanggulangan kemiskinan, maka seluruh unsur bangsa

harus ikut serta memberikan perhatian terhadap kemiskinan, tidak hanya pemerintah

semata, tetapi juga melibatkan pelaku usaha nasional, lembaga keuangan dan

perbankan, perguruan tinggi hingga masyarakat madani, lembaga pengembangan

swadaya masyarakat, organisasi non pemerintah, kemasyarakatan dan politik.

Upaya penanggulangan kemiskinan harus diwajibkan melalui pemberdayaan

masyarakat, yaitu dengan meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui peran serta

aktif masyarkat itu sendiri dalam mewujudkan pemenuhan kebutuhan hidup,

meningkatkan kesejahteraan sosial-ekonomi serta memperkokoh martabat manusia

dan bangsa.

Walau pengertian kemiskinan dapat diartikan bermacam-macam, namun

menurut kriteria Badan Pusat Statistik bahwa kemiskinan adalah suatu kondisi

seseorang yang hanya dapat memenuhi makanannya kurang dari 2100 kalori per

kapita per hari. Badan Pusat Statistik mengelompokkan keluarga, yang terdiri dari

keluarga pra sejahtera (rumah tangga miskin), keluarga sejahtera I, keluarga sejahtera

II, keluarga sejahtera III dan keluarga sejahtera III plus (BPS Provinsi Sumatera

Utara, 2006).

Empat dimensi pokok kemiskinan di Indonesia yaitu kurangnya kesempatan

(36)

jaminan (low-level of security) dan ketidakberadaan (low of capacity or

empowerment) (Komiti Penanggulangan Kemiskinan, 2002). Oleh karena itu, untuk

memahami kemiskinan, penting diperhatikan lokalitas yang ada pada masing-masing

daerah, yaitu kemiskinan tingkat lokal yang ditentukan oleh komunitas dan

pemerintah setempat. Indikator kemiskinan berdasarkan karakteristik rumah tangga

miskin pada aspek kegiatan ekonomi dapat ditinjau dari sumber penghasilannya.

2.7. Perilaku Positive Deviance

Positive Deviance dipakai untuk menjelaskan suatu keadaan penyimpangan

positif yang berkaitan dengan kesehatan, pertumbuhan dan perkembangan anak-anak

tertentu dengan anak-anak lain di dalam lingkungan masyarakat atau keluarga yang

sama. Secara khusus pengertian positive deviance dapat dipakai untuk menjelaskan

faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan serta status gizi yang baik dari

anak-anak yang hidup di dalam keluarga miskin dan hidup di lingkungan miskin (kumuh)

di mana sebagian besar anak lainnya menderita gangguan pertumbuhan dan

perkembangan dengan kondisi mengalami gizi kurang (Zeitlin, et.al, 1990).

Positive Deviance didasarkan pada asumsi bahwa beberapa solusi untuk

mengatasi masalah gizi sudah ada di dalam masyarakat, hanya perlu diamati untuk

dapat diketahui bentuk penyimpangan positif yang ada, dari perilaku masyarakat

tersebut. Upaya yang dilakukan dapat dengan memanfaatkan kearifan lokal yang

berbasis pada keyakinan bahwa setiap individu memiliki kebiasaan dan perilaku

(37)

yang lebih baik, untuk mencegah kekurangan gizi dibanding tetangga mereka yang

memiliki kondisi ekonomi yang sama tetapi tidak memiliki perilaku yang termasuk

penyimpangan positip. Studi ‘positive deviance’ mempelajari mengapa dari sekian

banyak bayi dan balita di suatu komunitas miskin hanya sebagian kecil yang gizi

buruk. Kebiasaan keluarga yang menguntungkan sebagai inti program positive

deviance dibagi menjadi tiga atau empat kategori utama yaitu pemberian makan,

pengasuhan, kebersihan, dan mendapatkan pelayanan kesehatan (CORE, 2003).

Penelitian positive deviance belum banyak dikembangkan, aplikasinya di satu

daerah belum tentu dapat diterapkan di daerah lain. Oleh karena itu, perlu

dikembangkan di beberapa daerah. Studi positive deviance di berbagai negara, seperti

Guatemala dan Costa Rica, menunjukkan bahwa beberapa ibu telah memiliki teknik

yang baik mengenai praktek, tradisi dan kepercayaan dalam hal mempersiapkan

makanan, pemberian makanan pada anak, merawat anak pada waktu sakit dan masa

pemulihan. Ibu yang memiliki teknik yang baik ini bukanlah ibu yang berasal dari

pendidikan yang tinggi. Di Indonesia, studi positive deviance telah dilakukan oleh

Jauhari, dkk (2000) di Jakarta, Bogor dan Lombok Timur. Hasilnya adalah interaksi

ibu dengan anak usia 6 – 17 bulan berhubungan positif dengan keadaan gizi anak.

Anak-anak yang selalu diupayakan untuk mengkonsumsi makanan, mendapatkan

respon ketika berceloteh, selalu mendapat senyum dari ibu, keadaan gizinya lebih

baik dibandingkan dengan teman sebaya lainnya yang kurang mendapat perhatian

(38)

2.7.1. Kebiasaan Pemberian Makan

Berbagai kebiasaan baik, termasuk memberi makan anak-anak kecil berusia

di atas 6 bulan dengan berbagai variasi makanan dalam porsi kecil setiap hari sebagai

tambahan Air Susu Ibu (ASI), pemberian makan secara aktif, pemberian makan

selama sakit dan penyembuhan serta menangani anak yang memiliki selera makan

yang rendah.

2.7.2. Kebiasaan Pengasuhan

Interaksi positif antara anak dan pengasuh utama dan pengganti, membantu

perkembangan emosi dan psikologis anak. Kebiasaan positif seperti sering melakukan

interaksi lisan dengan anak, memberikan dan menujukkan perhatian dan kasih sayang

kepada anak, adanya pembagian tugas agar pengawasan dan pengasuhan anak

berjalan baik, dan partisipasi aktif ayah dalam pengasuhan anak. Kebiasaan tersebut

dan kebiasaan lain dalam hal pengasuhan anak, merupakan hal yang sangat penting

bagi perkembangan anak yang normal namun sering kali terabaikan.

2.7.3. Kebiasaan Kebersihan

Kebersihan tuhuh, makanan dan lingkungan berperan penting dalam

memelihara kesehatan akan serta mencegah penyakit-penyakit diare dan infeksi

kecacingan. Satu kebiasaan yang bersih seperti mencuci tangan dengan sabun

sebelum makan dan setelah buang air besar, telah menjadi fokus kampanye WHO

(39)

2.7.4. Kebiasaan Mendapatkan Pelayanan Kesehatan

Selain memberikan imunisasi lengkap kepada anak sebelum ulang tahun yang

pertama, pengobatan penyakit pada masa kanak-kanak dan mendapatkan bantuan

profesional pada waktu yang tepat sangat berperan penting dalam menjaga kesehatan

anak.

Berbeda dengan pendekatan (perilaku) tradisional yang dilakukan selama ini,

intervensi gizi tradisional meliputi penimbangan, penyuluhan dan penyediaan

makanan tambahan serta mikronutrien seperti vitamin A. Pendekatan tradisional

terhadap intervensi gizi cenderung mencari masalah-masalah dalam masyarakat yang

perlu diselesaikan. Sedangkan pendekatan positive deviance berupaya mencari

perilaku positif dan kekuatan yang ada masyarakat serta apa yang bisa dibangun

di atasnya.

Selama beberapa dekade, organisasi yang bergerak dalam bantuan darurat dan

pengembangan di seluruh dunia telah menyelenggarakan program pemberian

makanan tambahan dan bersifat pengobatan kepada anak-anak yang diklasifikasi

mengalami kekurangan gizi dan telah berhasil merehabilitas banyak anak. Namun

demikian, karena program tersebut didasarkan pada sumber dari luar dan dilakukan

di pusat pelayanan dengan petugas kesehatan yang dibayar, maka anak-anak

seringkali kembali mengalami kekurangan gizi setelah kegaitan pemberian makan

berakhir. Keadaan tersebut terjadi karena tidak mempertimbangkan pencapaian

(40)

Anggaran Pemerintah yang direalisasikan juga untuk menanggulangi

masyarakat yang mengalami kurang gizi dan juga gizi buruk sudah cukup besar,

termasuk pengadaan susu (MP-ASI) sebagai makanan pendamping, biskuit dan

bubur, namun kurang berhasil untuk memecahkan permasalahan yang ada, sehingga

dapat diyakini bahwa program ini bukanlah menjadi program unggulan yang dapat

menyelesaikan permasalahan. Untuk itu perlu dicari upaya lain yang lebih praktis

dan tidak perlu membutuhkan biaya yang besar, cukup dengan memberdayakan

masyarakat secara optimal.

Dengan melihat pertanyaan-pertanyaan yang biasanya digunakan pada kedua

pendekatan ini, maka dapat dilihat perbedaannya pada Tabel 2.3 di bawah ini:

Tabel 2.3. Pendekatan Tradisional VS Positive Deviance Pendekatan Tradisional Pendekatan Positive Deviance

Apa saja yang anda butuhkan? Kekuatan apa yang anda miliki?

Ada masalah apa ? Hal apa yang dapat dikerjakan di sini?

Apa yang dapat kami sediakan? Apa sajakah sumber daya yang anda

miliki

Apa yang kurang dari masyarakat? Hal apakah yang baik dalam masyarakat

anda

Apa yang kurang di sini? Hal apakah yang bisa dijadikan dasar

membangun

Penelitian Kohort di Vietnam tahun 1990 menginformasikan bahwa dari 700

orang anak yang seluruhnya mengalami kekurangan gizi tingkat dua dan tiga, setelah

dua tahun ternyata hanya 3% yang tetap mengalami kekurangan gizi tingkat dua dan

(41)

38% menjadi gizi kurang tingkat satu. Tingkat kemajuan tersebut diperoleh setelah

melakukan observasi selama 14 – 23 bulan (CORE, 2003).

2.8. Keuntungan Pendekatan Positive Deviance

Beberapa keuntungan pendekatan positive deviance, yaitu: (CORE, 2003).

2.8.1. Cepat – pendekatan ini memberikan solusi yang dapat menyelesaikan

masalah dengan segera.

2.8.2. Terjangkau – positive deviance dapat dijangkau dan keluarga tidak perlu

bergantung pada sumber daya dari luar untuk mempraktekkan perilaku baru.

Pelaksanaannya lebih murah tetapi efektif dibandingkan mendirikan pusat

rehabilitas gizi atau melakukan investasi di rumah sakit.

2.8.3. Partisipatif – partisipasi masyarakat merupakan salah satu komponen penting

dalam rangka mencapai keberhasilan pendekatan positive deviance.

Masyarakat memainkan peran sangat penting dalam keseluruhan proses mulai

dari menemukan perilaku dan strategi sukses di antara masyarakat sampai

mendukung ibu balita setelah kegaitan berakhir.

2.8.4. Berkesinambungan – pendekatan positive deviance merupakan pendekatan

berkesinambungan karena berbagai perilaku baru sudah dihayati dan berlanjut

setelah kegiatan berakhir. Kegiatan ini tidak hanya merubah perilaku anggota

keluarga secara individu, tetapi juga mengubah cara pandang masyarakat

(42)

2.8.5. Asli – karena solusi sudah ada di tempat itu, maka kemajuan dapat dicapai secara cepat tanpa banyak menggunakan analisis atau sumber daya dari luar.

Pendekatan tersebut dapat diterapkan secara luas karena pelaku positive

deviance selalu ada hampir di setiap masyarakat.

2.8.6. Secara Budaya Dapat Diterima – karena pendekatan ini didasarkan pada

perilaku setempat yang diidentifikasi dalam konteks sosial, etnik, bahasa dan

agama di setiap masyarakat, maka per definisi hal ini sesuai dengan budaya

setempat.

2.8.7. Berdasarkan Perubahan Perilaku – pendekatan ini tidak mengutamakan

perolehan pengetahuan, namun ada tiga langkah proses perubahan perilaku

yang termasuk dalamnya, yaitu: penemuan (penyelidikan PD), demonstrasi

(kegiatan pos gizi) dan penerapan (kegiatan pos gizi dan di rumah).

2.9. Interaksi Sosial

Manusia sebagai makhluk hidup, dalam melakukan aktivitas kehidupan

sehari-hari selalu berhubungan satu dengan lainnya, sehingga kepribadian, kecakapan

dan ciri-ciri kegiatannya menjadi kepribadian individu yang sebenarnya. Dengan

demikian kehidupan manusia dalam masyarakat memiliki dua fungsi yaitu sebagai

obyek dan subyek. Berkaitan dengan proses hubungan antara satu individu dengan

individu yang lain, maka proses ini kenal dengan istilah interaksi sosial.

Interaksi sosial adalah suatu hubungan antara dua individu atau lebih di mana

(43)

individu yang lain atau sebaliknya (Ahmadi, 1999). Dengan adanya interaksi antar

individu tersebut, maka manusia sebagai makhluk hidup akan selalu melakukan

aktivitas sosial untuk saling mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki kehidupan.

Bentuk-bentuk kegaitan sosial yang dilakukan oleh individu, dapat berupa

organisasi formal, organisasi non formal maupun tanpa suatu organisasi apa pun.

Namun semua bentuk kegiatan sosial tersebut merupakan suatu gambaran dari

interaksi sosial individu dengan lingkungan sekitarnya (Gerungan, 1991).

2.10. Program Perbaikan Gizi

Program perbaikan gizi mikro diarahkan untuk menurunkan masalah gizi

makro yang utamanya mengatasi masalah kurang energi protein terutama di daerah

miskin baik di pedesaan maupun di perkotaan dengan meningkatkan keadaan gizi

keluarga, meningkatkan partisipasi masyarakat, meningkatkan kualitas pelayanan gizi

baik di puskesmas maupun di posyandu dan meningkatkan konsumsi energi dan

protein pada balita gizi buruk.

Strategi yang dilakukan untuk mengatasi masalah gizi makro adalah melalui

pemberdayaan keluarga di bidang kesehatan dan gizi, pemberdayaan masyarakat

di bidang gizi, pemberdayaan petugas dan subsidi langsung berupa dana untuk

pembelian makanan tambahan dan penyuluhan pada balita gizi buruk dan ibu hamil

(44)

2.11. Kerangka Konsepsional

Variabel Pendahulu

• Umur

• Pendidikan

• Pekerjaan

• Pengetahuan

• Interaksi Sosial

POSITIVE DIVIANCE

ASUPAN MAKANAN PENYAKIT

Variabel Antara

Variabel Dependent

STATUS GIZI Anak 12 – 24

bulan

• Kebiasaan pemberian makan

• Kebiasaan pengasuhan

• Kebiasaan kebersihan

• Kebiasaan mendapatkan

pelayanan kesehatan

KARAKTERISTIK IBU

Variabel Independent

(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan Case

control study. Rancangan penelitian ini dipilih karena kejadian baik buruknya status

gizi seseorang memerlukan waktu yang relatif lama (prevalen), di sisi lain Kecamatan

Sidikalang terdapat keluarga miskin yang memiliki anak balita usia 12 – 24 bulan

yang status gizinya tidak baik dan status gizi baik. Oleh karena itu rancangan

penelitian ini cocok untuk mengungkapkan faktor paparan terutama mengenai

penyimpangan perilaku positif (positive deviance) ibu yang berkaitan dengan

kejadian status gizi anak balita usia 12 – 24 bulan.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi yang

didasarkan atas tingginya jumlah keluarga miskin dan status gizi baik anak balita

dibandingkan kecamatan lainnya.

Penelitian dilakukan selama 3 (tiga) bulan yang dimulai pada April hingga bulan

(46)

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang memiliki anak usia 12 –

24 bulan dari keluarga miskin di Kecamatan Sidikalang. Berdasarkan hasil

pengumpulan data dasar, diperoleh sebanyak 213 orang ibu. Sebelum penentuan

sampel terlebih dahulu dilakukan screening dengan penentuan kriteria, yaitu Kriteria

Inklusi dan Kriteria Ekslusi.

Kriteria Inklusi:

Ibu dari keluarga miskin yang memiliki anak usia 12 – 24 bulan dan

melakukan pengasuhan minimal 16 jam. Dan apabila ditemui ibu yang memiliki anak

kembar dengan usia 12 – 24 bulan ditetapkan menjadi satu objek pengamatan.

Kriteria Eksklusi:

Ibu yang memiliki anak usia 12 – 24 bulan dan melakukan pengasuhan kurang

dari 16 jam atau pengasuhan diserahkan pada pengasuh lain.

Setelah penetapan kriteria maka sampel dalam penelitian adalah ibu yang

dipilih dari keluarga miskin berdasarkan kepemilikan anak usia 12 -24 bulan dan

melakukan pengasuhan sendiri minimal 16 jam. Sebelum penetapan sampel,

dilakukan penimbangan terhadap anak usia 12 -24 bulan untuk menetapkan status gizi

anak serta identifikasi terhadap lamanya waktu pengasuhan anak. Status gizi anak

kemudian dikelompokkan menjadi gizi baik (≥ -SD sampai <+2SD) dan gizi tidak

baik (gizi lebih, gizi kurang dan gizi buruk). Jadi besarnya sampel didasarkan pada

(47)

Sidikalang. Berdasarkan hasil screening diperoleh anak yang memiliki gizi tidak baik

(<-SD dan >+2SD) sebanyak 40 anak usia 12-24 bulan (sebagai kontrol). Proporsi

kasus dan kontrol ditetapkan 1 : 1 sehingga jumlah kasus yang diperlukan 40 anak

usia 12-24 bulan dengan status gizi baik (<-2SD sampai >+2 SD). Dengan demikian

jumlah keseluruhan sampel adalah 80 orang.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi 2 jenis, yaitu data

primer dan data sekunder.

3.4.1. Data Primer

Data yang diperoleh melalui wawancara langsung dengan ibu dari keluarga

miskin yang memiliki anak usia 12-24 bulan yang ditetapkan menjadi responden dan

berpedoman pada instrumen yang telah dipersiapkan.

Sebelum dilakukan wawancara, terlebih dahulu dilakukan uji validasi dan

reliabilitas kuesioner terhadap 10 orang ibu yang memiliki anak usia 12-24 bulan

dengan mengkorelasikan skor yang didapat dari setiap butir pertanyaan dengan skor

total untuk tiap variabel. Instrumen penelitian yang baik harus valid dan reliabel. Uji

validitas terhadap kuesioner yang telah dipersiapkan dilakukan dengan formula

Pearson “Product Moment” yang rumusnya sebagai berikut:

(48)

Di mana : x = Skor tiap-tiap variabel

Y = Skor total tiap variabel

N = Jumlah responden

Untuk mengetahui sejauhmana konsistensi hasil penelitian jika kegiatan

tersebut dilakukan berulang-ulang, maka dilakukan uji reliabilitas terhadap kuesioner

yang telah dipersiapkan dengan formula Alpha Cronbach, yang rumusnya sebagai

berikut:

Vx = Variasi butir-butir

M = Jumlah butir pernyataan

(49)
(50)

Variabel Nomor

Data yang diperoleh dari catatan dan laporan yang ada pada puskesmas,

Rumah Sakit, dan Dinas Kesehatan Kabupaten Dairi.

Pengumplan data dilakukan oleh peneliti dengan dibantu 2 orang tenaga gizi

puskesmas, dan data yang telah terkumpul akan diolah secara deskriptif dan analitik

serta disajikan dalam tabel distribusi frekuensi dan tabel silang.

3.5. Variabel dan Definisi Operasional

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel pendahulu, variabel bebas,

(51)

Tabel 3.2. Variabel dan Definisi Operasional

Tindakan yang dilakukan ibu dalam memberi makan kepada anaknya usia 12-24 bulan

Upaya yang dilakukan ibu dalam mengasuh anak termasuk tindakan yang dilakukan apabila anak sedang sakit serta menemani anak bermain

Upaya yang dilakukan ibu terhadap anaknya usia 12-24 bulan dalam menjaga agar tetap bersih

Upaya yang dilakukan ibu terhadap anaknya usia 12-24 bulan dalam mencegah atau mengobati penyakit yang

5 Status gizi anak Keadaan gizi anak usia 12-24

bulan yang diukur menggunakan baku berat badan menurut umur (BB/U)

Wawancara

6 Pengetahuan Gizi

anak

Kemampuan ibu dalam mengetahui segala sesuatu yang berkaitan dengan status gizi anak usia 12-24 bulan

Wawancara • Baik

• Tidak baik

Ordinal

7 Interaksi sosial Kegiatan ibu di luar rumah

yang berhubungan dengan kegiatan sosial, baik yang bersifat formal maupun non formal

Wawancara • Baik

• Tidak baik

Ordinal

8 Pendidikan Tingkat pendidikan formal

yang diselesaikan ibu yang dibagi dalam dua kategori yaitu pendidikan dasar dan menengah

Wawancara • Dasar

• Menengah

Ordinal

9 Pekerjaan Aktifitas yang dilakukan ibu

dalam rangka memperoleh uang

Wawancara • Petani

• Dagang

(52)

3.6. Metode Pengukuran

Aspek Pengukuran dengan menggunakan metode scoring dengan skala rating,

di mana sipeneliti dapat menentukan nilai score pada seluruh variabel yang diteliti

sesuai dengan yang ada pada kuesioner penelitian.

1. Kriteria Penilaian Kebiasaan Pemberian Makan:

Nilai minimal yang mungkin dicapai adalah 9 dan nilai maksimal yang

mungkin dicapai 27. Berdasarkan rentang nilai tersebut, maka kebiasaan

responden dalam pemberian makan kepada anak usia 12-24 bulan dikatakan:

Tidak baik apabila mempunyai skor : 9 – 18

Baik apabila mempunyai skor : 19 – 27

2. Kriteria Penilaian Kebiasaan Pengasuhan:

Nilai minimal yang mungkin dicapai adalah 7 dan nilai maksimal yang

mungkin dicapai 21. Berdasarkan rentang nilai tersebut, maka kebiasaan

responden dalam pengasuhan kepada anak usia 12-24 bulan dikatakan:

Tidak baik apabila mempunyai skor : 7 – 14

Baik apabila mempunyai skor : 15 – 21

3. Kriteria Penilaian Kebiasaan Kebersihan:

Nilai minimal yang mungkin dicapai adalah 7 dan nilai maksimal yang

mungkin dicapai 21. Berdasarkan rentang nilai tersebut, maka kebiasaan

responden dalam kebersihan diri anak usia 12-24 bulan dikatakan:

Tidak baik apabila mempunyai skor : 7 – 14

(53)

4. Kriteria Penilaian Kebiasaan Pelayanan Kesehatan:

Nilai minimal yang mungkin dicapai adalah 11 dan nilai maksimal yang

mungin dicapai 23. Berdasarkan rentang nilai tersebut, maka kebiasaan

responden dalam pelayanan kesehatan kepada anak usia 12-24 bulan

dikatakan:

Tidak baik apabila mempunyai skor : 11 – 17

Baik apabila mempunyai skor : 18 – 23

5. Kriteria Penilaian Pengetahuan:

Nilai minimal yang mungkin dicapai adalah 17 dan nilai maksimal yang

mungkin dicapai 41. Berdasarkan rentang nilai tersebut, maka pengetahuan

responden dikatakan:

Tidak baik apabila mempunyai skor : 17 – 29

Baik apabila mempunyai skor : 30 – 41

6. Kriteria Penilaian Interkasi Sosial:

Nilai minimal yang mungkin dicapai adalah 4 dan nilai maksimal yang

mungkin dicapai 30. Berdasarkan rentang nilai tersebut, maka interaksi sosial

yang dilakukan responden dikatakan:

Tidak baik apabila mempunyai skor : 4 – 17

(54)

7. Kriteria Penilaian Status Gizi:

Nilai status gizi anak usia 12-24 bulan didasarkan dan hasil pengukuran antara

berat badan dengan umur. Berdasarkan klasifikasi Departemen Kesehatan RI,

maka status gizi anak usia 12-24 bulan dikatakan:

Tidak baik apabila mempunyai ambang atas : <-2 SD dan >+2 SD

Baik apabila mempunyai ambang atas : ≥-2 SD sampai +2 SD

3.7. Metode Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan, dianalisis dengan bantuan komputer.

3.7.1. Analisis Univariat

Analisis yang dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi dari

masing-masing variabel bebas, yaitu faktor positive deviance dengan variabel terikat yaitu

status gizi anak usia 12-24 bulan.

3.7.2. Analisis Bivariat

Analisis Bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas

dan variabel terikat, yang dilakukan secara statistik dengan menggunakan uji

(55)

3.7.3. Analisis Multivariat

Analisis Multivariat dilakukan untuk mengetahui variabel bebas yang paling

besar pengaruhnya terhadap variabel terikat, metode analisis yang digunakan adalah

regresi logistik. Variabel yang layak diuji secara multivariat adalah variabel yang

(56)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambar Daerah

Kecamatan Sidikalang secara administrasi berbatasan sebelah barat dengan

Kecamatan Si Empat Nempu Hulu, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan

Brampu, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Pegagan Hilir dan sebelah

utara dengan Kecamatan Sitinjo.

Luas wilayah Kecamatan Sidikalang 98,60 Km2 dengan jumlah desa sebanyak

11desa. Jumlah penduduk Kecamatan Sidikalang sebanyak 48.943 jiwa yang terbagi

dalam 9.686 rumah tangga dengan kepadatan penduduk sebesar 503 jiwa/Km2.

Berdasarkan jenis kelamin, penduduk Kecamatan Sidikalang terdiri dari 24.170

laki-laki dan 24.773 perempuan.

4.2. Karakteristik Responden

Secara umum karakteristik ibu yang memiliki usia 12-24 bulan yang meliputi

umur, pendidikan, pekerjaan dan pengetahuan disajikan pada Tabel 4 berturut-turut

(57)

Tabel 4.1. Status Gizi Anak Usia 12-24 Bulan Berdasarkan Kelompok Umur di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi 2007

Status Gizi Kelompok Umur Gizi Tidak

Baik

Karakteristik ibu yang berkaitan dengan umur paling banyak berada pada

kelompok umur 31-43 tahun sebesar 61,2% sedangkan kelompok umur muda (19-30

tahun) sebesar 38,8%. Kelompok ibu umur dewasa yang memiliki anak dengan

kondisi status gizi baik sebanyak 72,5%

Tabel 4.2. Status Gizi Anak Usia 12-24 Bulan Berdasarkan Pendidikan Ibu di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi 2007

Status Gizi Pendidikan Ibu Gizi Tidak

Baik

Ibu yang memiliki anak dengan gizi tidak baik dengan gizi baik pada tingkat

pendidikan dasar yaitu SD dan SMP adalah sebesar 45,0%, sedangkan yang memiliki

tingkat pendidikan menengah (SMA) sebesar 55,0%. Melihat karakteristik

pendidikan ibu yang memiliki anak dengan status gizi baik, terdapat perbedaan antara

(58)

Tabel 4.3. Status Gizi Anak Usia 12 – 24 Bulan Berdasarkan Pekerjaan Ibu di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi 2007

Status Gizi Pekerjaan Ibu Gizi Tidak

Baik

Dari Tabel 4.3. di atas terlihat bahwa ibu yang memiliki anak usia 12-24

bulan di Kecamatan Sidikalang baik kelompok gizi baik maupun tidak baik, lebih

besar berada pada ibu yang mempunyai pekerjaan sebagai petani yaitu sebanyak

91,2%. Sedangkan ibu yang mempunyai pekerjaan sebagai pedagang hanya besar

8,8%.

Pengetahuan ibu yang memiliki anak usia 12-24 bulan dengan status gizi

anaknya dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut:

Tabel 4.4. Status Gizi Anak Usia 12 – 24 Bulan Berdasarkan Pengetahuan Ibu di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi 2007

Status Gizi Pengetahuan Ibu Gizi Tidak

Baik

Dari Tabel 4.4. di atas terlihat bahwa ibu yang memiliki anak usia 12-24

(59)

tingkat pengetahuan baik (80%). Dari ibu yang memiliki tingkat pengetahuan baik,

ternyata lebih banyak berada pada kelompok gizi baik (92,5%) dibandingkan

kelompok gizi tidak baik (67,5%).

4.3. Interaksi Sosial

Kegiatan ibu yang memiliki anak usia 12-24 bulan dalam melaksanakan

interaksi sosial dapat digambarkan pada Tabel 4.5 di bawah ini:

Tabel 4.5. Status Gizi Anak Usia 12 – 24 Bulan Berdasarkan Sosial Ibu di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi 2007

Status Gizi Interaksi Sosial Gizi Tidak

Baik

Gizi Baik Total

Jml % Jml % Jml %

Tidak baik 11 27,5 3 5,1 14 16,5

Baik 29 72,5 37 94,9 66 83,5

Total 40 100,0 40 100,0 80 100,0

Dari Tabel 4.5. di atas menunjukkan bahwa ibu yang memiliki anak usia

12-24 bulan di Kecamatan Sidikalang mengikuti kegiatan dengan baik dalam rangka

berinteraksi sosial (83,5%) sedangkan yang tidak baik sebanyak 16,5%. Dari ibu yang

melakukan interaksi sosial dengan baik, 94,9% terdapat pada kelompok gizi baik,

sedangkan pada kelompok gizi tidak baik sebesar 72,5%. Jenis kegiatan yang

dilakukan 100% berupa arisan ibu-ibu. Berdasarkan hasil wawancara, alasan yang

mendorong ibu mengikuti kegiatan, 80% mengatakan untuk menambah wawasan/

(60)

4.4. Analisis Positive Deviance dalam Kebiasaan Pemberian Makan, Pola Pengasuhan, Kebersihan Diri dan Pelayanan Kesehatan pada Anak Usia 12-24 Bulan terhadap Status Gizi

4.4.1. Kebiasaan Pemberian Makan terhadap Status Gizi Anak Usia 12-24 Bulan

Kebiasaan memberi makan anak-anak kecil berusia di atas 6 bulan dengan

berbagai variasi makanan dalam porsi kecil setiap hari sebagai tambahan Air Susu

Ibu (ASI), pemberian makan secara aktif, pemberian makan selama sakit dan

penyembuhan serta menangani anak yang memiliki selera makan yang rendah

mencerminkan interkasi ibu dengan anak akan berhubungan positif dengan keadaan

gizi anak. Hasil analisis data tentang kebiasaan pemberian makan terhadap status gizi

anak usia 12-24 bulan seperti tabel di bawah ini:

Tabel 4.6. Analisis Kebiasaan Pemberian Makan terhadap Status Gizi pada Anak Usia 12-24 Bulan

Pemberian

Berdasarkan hasil uji Chi-Square kebiasaan pemberian makan terhadap status

gizi anak usia 12-24 bulan menujukkan ada perbedaan antara status gizi tidak baik

(61)

berarti bahwa anak usia 12-24 bulan yang status gizinya tidak baik mempunyai

peluang 4,3 kali terjadi pada keluarga yang kebiasaan pemberian makan tidak baik

dengan dibandingkan dengan keluarga yang kebiasaan pemberian makan baik.

4.4.2. Kebiasaan Pola Asuh terhadap Status Gizi Anak Usia 12 – 24 Bulan

Pola asuh yang baik merupakan gambaran dari adanya interaksi positif antara

anak dengan pengasuh utama yang dapat membantu pekermbangan emosi dan

psikologis anak. Dengan pola asuh yang baik dan benar termasuk dalam memberikan

perhatian dapat menciptakan perkembangan anak yang normal. Hasil lengkapnya

seperti terlihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.7. Analisis Kebiasaan Pola Asuh terhadap Status Gizi pada Anak Usia 12-24 Bulan

Dari Tabel 4.7. menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada

kebiasaan pola asuh terhadap status gizi anak usia 12-24 bulan (p <0,05) dan OR =

9,1 pada CI 95% (1,906 – 43,898). Ini berarti bahwa anak usia 12-24 bulan yang

(62)

menerapkan kebiasaan pola asuh tidak baik dibandingkan dengan anak pada keluarga

dengan pola asuh yang baik.

4.4.3. Kebiasaan Kebersihan Diri terhadap Status Gizi Anak Usia 12-24 Bulan

Kebersihan diri yang menyangkut kebersihan tubuh, kebersihan makanan dan

lingkungan berperan dalam pemeliharaan kesehatan anak serta mencegah penyakit

infeksi yang pada gilirannya dapat mempengaruhi status gizi anak.

Hasil pengolahan data terhadap kebiasaan diri dapat dilihat pada Tabel 4.8

seperti di bawah ini:

Tabel 4.8. Analisis Kebersihan Diri terhadap Status Gizi pada Anak Usia 12-24 Bulan

Dari Tabel 4.8 menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada

kebiasaan kebersihan diri terhadap status gizi anak usia 12-24 bulan (p<0,05) dan OR

= 5,9 pada CI 95% (1,540 – 22,903). Ini berarti bahwa anak usia 12-24 bulan yang

memiliki status gizi tidak baik mempunyai peluang 5,9 kali pada keluarga yang

menerapkan kebiasaan kebersihan diri tidak baik dibandingkan dengan anak pada

Gambar

Tabel 2.2. Kebaikan dan Kelemahan Indeks Antropometri
Gambar 2.1. Bagan Faktor Penyebab Gizi Buruk
Tabel 2.3. Pendekatan Tradisional VS Positive Deviance
Gambar 2.2. Kerangka Konsepsional
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dan seperti ini pula orang yang membuka buku sebagai pengakuan dari mereka bahwa mereka mengetahui yang gaib, dan mereka adalah orang kafir dengan keyakinan ini, karena mereka

Penilaian otentik adalah kegiatan untuk mengetahui pengetahuan dan atau ketrampilan peserta didik melalui pertanyaan pada level berpikir aplikasi atau lebih tinggi yang

bahwa dalam rangka pelaksanaan tugas dan wewenang serta kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 25 maka perlu adanya

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan Bupati Bantul tentang Pembentukan Panitia Penghapusan

Sumber utama standar kompetensi dan kompetensi dasar adalah adalah silabus matakuliah. Pemilihan kompetensidasar yangakan diujikan berdasarkan pada

Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 14 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan Kabupaten Bantul;a. Peraturan

Adanya hubungan ini merupakan bukti bahwa ujian nasional juga dapat digunakan untuk memprediksi keberhasilan belajar peserta didik di perguruan tinggi.. Ujian

Sebagai masukan bagi sekolah yang bersangkutan dalam usahanya untuk meningkatkan mutu pendidikan dan kualitas peserta didiknya sehubungan dengan faktor yang mempengaruhi