Iman Pasu Purba : Tinjauan Yuridis Mengenai Penggunaan Perjanjian Standar Dalam Kontrak Bisnis Waralaba Local (Analisa Terhadap Kontrak PT. Ultra Disc Prima Internasional), 2007.
USU Repository © 2009
TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PENGGUNAAN
PERJANJIAN STANDAR DALAM KONTRAK BISNIS
WARALABA LOKAL
(ANALISA TERHADAP KONTRAK PT. ULTRA DISC PRIMA INTERNASIONAL)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
OLEH
NAMA : IMAN PASU PURBA
NIM : 03020088
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Iman Pasu Purba : Tinjauan Yuridis Mengenai Penggunaan Perjanjian Standar Dalam Kontrak Bisnis Waralaba Local (Analisa Terhadap Kontrak PT. Ultra Disc Prima Internasional), 2007.
USU Repository © 2009
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ... i
Abstraksi ... ii
Daftar Isi ... iii
BAB I. PENDAHULUAN A. . Latar Belakang Masalah ... 1
B. Perumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan ... 5
D. Keaslian Penulisan ... 7
E. Tinjauan Kepustakaan ... 7
F. Metode Penelitian ... 10
G. Sistimatika Penulisan ... 11
BAB II. TINJAUAN UMUM MENGENAI WARALABA A. Konsep Dasar Waralaba ... 15
B. Waralaba Sebagai Bentuk Perjanjian ... 20
C. Pengaturan Waralaba Di Indonesia ... 24
D. Hak Dan Kewajiban Para Pihak Dalam Waralaba ... 36
BAB III. PERJANJIAN STANDAR DALAM PERSPEKTIF HUKUM INDONESIA A. Perjanjian Pada Umumnya ... 41
B. Perjanjian Standar Dan Pengaturan Validitasnya ... 52
C. Klausula Baku Dan Klausula Eksonerasi Dalam Suatu Perjanjian Standar ... 60
Iman Pasu Purba : Tinjauan Yuridis Mengenai Penggunaan Perjanjian Standar Dalam Kontrak Bisnis Waralaba Local (Analisa Terhadap Kontrak PT. Ultra Disc Prima Internasional), 2007.
USU Repository © 2009
BAB IV. TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PENGGUNAAN
PERJANJIAN STANDAR PADA KONTRAK BISNIS
WARALABA LOKAL
A. Keseimbangan Kedudukan Para Pihak Dalam
Kontrak Bisnis Waralaba Dengan Model Perjanjian Standar ... 70
B. Upaya Untuk Menekan Kedudukan Berat Sebelah Dalam
Perjanjian Waralaba Dengan Model Perjanjian Standar ... 79
C. Analisa Kontrak Franchise PT. Ultra Disc Prima Internasional ... 91
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan ... 112
B. Saran ... 115
Iman Pasu Purba : Tinjauan Yuridis Mengenai Penggunaan Perjanjian Standar Dalam Kontrak Bisnis Waralaba Local (Analisa Terhadap Kontrak PT. Ultra Disc Prima Internasional), 2007.
USU Repository © 2009
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kehidupan manusia dijaman modern ini cepat berputar, setiap hari dipaksa
oleh sistim untuk bekerja dan bekerja demi mempertahankan hidup. Hari demi hari
kebutuhan manusia juga semakin meningkat dan bertambah banyak sehingga akan
berjuang sebisanya guna memenuhi kebutuhannya itu. Sudah bukan jamannya lagi
hidup bersantai-santai karena persaingan begitu ketat, sehingga mereka yang tidak
dapat bertahan dalam persaingan pada akhirnya akan tersisih. Kehidupan yang serba
cepat ini memacu manusia untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya secara cepat
pula. Pemenuhan kebutuhan hidup secara cepat telah membuka peluang bagi pelaku
bisnis untuk memikirkan pola pendistribusian barang/jasa dengan baik dan tepat.
Dengan melihat perkembangan jaman saat ini diketahui begitu banyak
perubahan yang terjadi pada dasawarsa ini, begitu pula dengan pelaku bisnis yang
dituntut untuk terus berusaha semampunya agar dapat survive dalam masa sekarang
dimana persaingan sangat ketat, sedangkan perekonomian di Indonesia masih dalam
keadaaan yang memprihatinkan. Pelaku bisnis di Indonesia didominasi oleh
pengusaha kecil dan menengah yang harus sudah mulai memikirkan nasibnya agar
dapat berjalan terus. Salah satu cara untuk bertahan adalah adanya pola distribusi
barang dan jasa yang baik, sehingga hasil produksi dari pelaku bisnis dapat disalurkan
serta diserap oleh konsumen secara optimal. Sehingga pengusaha kecil mendapatkan
keuntungan yang memuaskan. Salah satu jenis usaha yang dilakukan oleh pebisnis
Iman Pasu Purba : Tinjauan Yuridis Mengenai Penggunaan Perjanjian Standar Dalam Kontrak Bisnis Waralaba Local (Analisa Terhadap Kontrak PT. Ultra Disc Prima Internasional), 2007.
USU Repository © 2009
Pola franchise/waralaba ini berkembang baik di tengah jaman yang semakin
maju ini karena:1
1. Menawarkan kenyamanan/keleluasaan, hal ini sangat didambakan oleh
manusia saat ini karena kehidupan sehari-hari sudah sedemikian menekan
sehingga ada waktu-waktu santai. Biasanya waktu tersebut mereka habiskan
untuk membeli kenyamanan. Contoh: jasa SPA, body care, dan sebagainya.
2. Peningkatan permintaan akan jasa, hal ini merupakan sektor yang
berkembang pesat karena dalam pemenuhan kebutuhan kehidupnya manusia
tidak terlepas dari ketergantungan kepada sesamanya. Contoh: antar jemput
anak sekolah, catering, dan sebagainya.
3. Konsumen tidak mempunyai waktu, waktu merupakan hal yang sangat
berharga oleh karena itu kita dituntut unutk berprilaku untuk berprilaku cepat.
Contoh: Kentucky Fried Chiken, Texas, C-Burger dan sebagainya.
4. Pelayanan dan kualitas yang baik, hal ini karena sangat didambakan oleh
konsumen dimanapun mereka berada
Berdasarkan hal diatas, saat ini ada sekitar 650-an jumlah franchise di
Indonesia. Banyak yang tergiur untuk mencoba bisnis ini karena tawaran keuntungan
yang tidak sedikit jika berjalan dengan baik. Sehingga para pebisnis berlomba untuk
memfranchisekan bisnisnya. Pihak lain juga mulai melirik franchise mana yang lebih
menggiurkan. Sehingga dalam praktek, untuk mengikat para pihak yang akan
melakukan kerjasama bisnis ini diikat dalam suatu perjanjian atau kontrak guna
mengatur masalah hak dan kewajiban para pihak dalam bisnis tersebut. Hal tersebut
tentunya bertujuan untuk tercapainya prestasi yang diharapkan para pihak.
1
Iman Pasu Purba : Tinjauan Yuridis Mengenai Penggunaan Perjanjian Standar Dalam Kontrak Bisnis Waralaba Local (Analisa Terhadap Kontrak PT. Ultra Disc Prima Internasional), 2007.
USU Repository © 2009
Umumnya perjanjian waralaba menggunakan perjanjian baku. Maksudnya
bahwa klausula atau isi dari perjanjian tersebut sudah ditentukan oleh pihak
pewaralaba (franchisor). Penerima waralaba hanya menyatakan sepakat atau tidak
atas isi perjanjian tersebut. Walaupun akhirnya penerima waralaba (franchisee)
diberikan kebebasan untuk menolak atau menerima perjanjian tersebut. Dalam hal
ini perjanjian standar ini tidak banyak dipermasalahkan penggunaannya oleh
pihak franchisee karena tekadnya untuk membeli waralaba tersebut yang
menurutnya merupakan peluang bisnis yang menggiurkan baginya.
Kebiasaan dalam penggunaan perjanjian standar ditengah-tengah
kehidupan masyarakat mengakibatkan perjanjian standar ini merupakan bentuk
perjanjian yang di sahkan dan menjadi hukum bagi masyarakat. Namun tidak
sedikit permasalahan yang terjadi akibat penggunaan perjanjian ini yang memang
nyata menunjukkan kedudukan yang berat sebelah diantara para pihak. Dengan
demikian perlu ditinjau bagaimana penggunaan dari perjanjian baku tersebut. Hal
yang diharapkan adalah adanya keseimbangan kedudukan antara para pihak
melalui hak dan kewajiban dalam melakukan perjanjian tersebut.
Bagaimanapun ketika suatu perjanjian hanya dirancang oleh satu pihak,
maka mau tidak mau perjanjian tersebut akan lebih menguntungkan pihak yang
membuatnya bahkan menunjukkan bahwa ada posisi yang terkuat dan lemah
dalam perjanjian tersebut. Namun bagaimanapun hukum tidak dapat melarangnya
selama perjanjian tersebut tidak bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan,
susila, agama yang ada ditengah-tengah masyarakat apalagi ada kata sepakat
didalam perjanjian tersebut. Hal ini berhubungan dengan berlakunya asas
Iman Pasu Purba : Tinjauan Yuridis Mengenai Penggunaan Perjanjian Standar Dalam Kontrak Bisnis Waralaba Local (Analisa Terhadap Kontrak PT. Ultra Disc Prima Internasional), 2007.
USU Repository © 2009
Perihal penggunaan perjanjian standar ini maka dipandang perlu untuk
meninjau bagaimana penggunaanya mengingat bahwa hukum yang baik adalah
hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup (the living law) . Peninjauan
terhadap perjanjian standar ini akan mengantarkan kita melihat jauh lebih dalam
tentang perjanjian standar dan bagaimana pelaksanaannya didalam praktek
khususnya perjanjian waralaba lokal. Dengan demikian pihak-pihak yang
melakukan perjanjian waralaba akan mempersiapkan hal-hal apa yang harus
dicantumkan dalam perjanjian standar supaya prestasi yang diharapkan dapat
dicapai, memperkecil resiko atau masalah, dan para pihak akan mendapat
keuntungan yang seimbang dalam menjalankan bisnis tersebut.
Penulis tertarik mendalami perjanjian waralaba, karena waralaba memiliki
berbagai nilai-nilai positif didalam kerangka sistim bisnis khususnya di negara
kita didalam membangkitkan gairah masyarakat untuk berperan didalam
pertumbuhan ekonomi bangsa. Sehingga yang diharapkan adalah bagaimana
supaya bisnis dengan sistim waralaba dapat membuahkan hasil yang memuaskan
bagi pebisnis yang pada umumnya adalah pengusaha kecil menengah. Penulis
yakin jika perjanjian stadar yang digunakan tidak berat sebelah maka kecil
kemungkinan akan terjadi permasalahan atau resiko dalam perjanjian waralaba
tersebut sehingga usaha bisnis waralaba tersebut dapat berjalan dengan baik dan
Iman Pasu Purba : Tinjauan Yuridis Mengenai Penggunaan Perjanjian Standar Dalam Kontrak Bisnis Waralaba Local (Analisa Terhadap Kontrak PT. Ultra Disc Prima Internasional), 2007.
USU Repository © 2009
B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian diatas, penulis merumuskan tiga permasalahan melihat
teori dan bagaimana prakteknya dilapangan. Adapun yang menjadi permasalahan
dalam skripsi ini adalah:
1. Apakah keberadaan perjanjian standar diakui keberadaannya, khususnya
didalam melakukan kontrak bisnis waralaba lokal?
2. Bagaimana keseimbangan kedudukan antara pihak dalam perjanjian
waralaba dengan menggunakan perjanjian standar, dan upaya apa yang
dapat di lakukan jika kedudukan para pihak berat sebelah?
3. Bagaimanakah penggunaan perjanjian standar oleh waralaba lokal, dalam hal
ini tinjauan terhadap kontrak waralaba PT. Ultra Disc Prima Internasional?
C. TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN
Salah satu tujuan disusunnya skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu
syarat guna meraih gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Unversitas
Sumatera Utara dan juga sebagai sumbangsih penulis terhadap pengembangan
Ilmu Pengetahuan Hukum dan Ilmu Hukum Perdata khususnya.
Dari segi ilmiahnya tujuan dan maksud penulisan ini ditujukan untuk:
1. Untuk mengetahui apakah perjanjian standar di legalkan atau diakui di
Indonesia apakah ada aturan yang menyatakan kevaliditasannya sehingga
dapat digunakan didalam praktek dan dianggap tidak betentangan dengan
undang-undang maupun kesusilaan.
2. Untuk mengetahui bagaimana keseimbangan kedudukan para pihak dalam
Iman Pasu Purba : Tinjauan Yuridis Mengenai Penggunaan Perjanjian Standar Dalam Kontrak Bisnis Waralaba Local (Analisa Terhadap Kontrak PT. Ultra Disc Prima Internasional), 2007.
USU Repository © 2009
yang dapat dilakukan untuk menekan kedudukan yang berat sebelah. Sehingga
dengan upaya tersebut dapat disusun perjanjian franchise dengan lebih cermat
dan kerja bisnis yang dijalankan menguntungkan kedua belah pihak secara
seimbang.
3. Untuk mengetahui tinjauan terhadap kontrak bisnis waralaba lokal dengan
menggunakan model perjanjian standar melalui analisis terhadap kontrak baku
franchise PT. Ultara Disc Prima Internasional. Mengetahui hal-hal yang
dituangkan didalam perjanjian tersebut yang sebelumnya sudah ditetapkan
oleh pihak franchisor, dan apakah klausula tersebut lebih menguntungkan
pihaknya apakah benar kontrak tersebut berat sebelah atau tidak seimbangnya
kedudukan antara franchisor dengan franchisee. Selain itu akan diketahui
hal-hal yang belum diatur oleh para pihak yang juga merupakan hal-hal yang esensial
didalam perjanjian tersebut.
Selain hal-hal tersebut diatas, mamfaat penulisan ini adalah :
1. Secara teoritis
Skripsi ini dapat memberikan pengetahuan tentang penggunaan perjanjian
standar dalam praktek lapangan hukum perjanjian khususnya pada waralaba
lokal yang saat ini sedang berkembang di Indonesia.
2. Secara praktis
Skripsi ini dapat menjadi sebuah kajian yang akan memberikan dan
menambah pemahaman akan penggunaan perjanjian standar sehingga tercipta
keseimbangan kedudukan diantara franchisor dan franchisee dengan meninjau
dan memuat hal-hal yang perlu dipenuhi didalam perjanjian standar. Sehingga
Iman Pasu Purba : Tinjauan Yuridis Mengenai Penggunaan Perjanjian Standar Dalam Kontrak Bisnis Waralaba Local (Analisa Terhadap Kontrak PT. Ultra Disc Prima Internasional), 2007.
USU Repository © 2009
sebelum menyepakati perjanjian tersebut. Selain itu dapat memberikan
manfaat kepada para pihak yang membuat perjanjian kontrak bisnis waralaba
lokal dengan model perjanjian standar.
D. KEASLIAN PENULISAN
Penulisan yang berjudul Tinjauan Yuridis Tentang Penggunaan Perjanjian
Standar Pada Kontrak Bisnis Waralaba Lokal, setelah melalui penelusuran
perpustakaan Fakultas Hukum USU, pembahasan mengenai permasalahan diatas
belum pernah ada. Namun ada tulisan lain yang mengangkat tentang perjanjian
baku, namun dalam hal kajian yang berbeda. Tulisan tersebut berjudul : ”Aspek
Hukum Masalah Perlindungan Konsumen Terhadap Perjanjian Baku” oleh Binsar
Sumbayak, dan ”Tinjauan KUHPerdata Terhadap Perjanjian Baku Dari Segi
Positif Negatifnya Bagi Konsumen” oleh Jaubat Harianja. Dengan demikian
penulisan skripsi ini dapat dikatakan orisinil, sehingga keabsahannya dapat
dipertanggungjawabkan secara moral dan akademik..
E. TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Adapun yang menjadi pembahasan didalam skripsi ini adalah ”Tinjauan
Yurisdis Tentang Penggunaan Perjanjian Standar Pada Kontrak Bisnis Waralaba
Lokal”.
Perjanjian standar menurut Abdulkadir Muhammad adalah:
“ Perjanjian yang menjadi tolak ukur yang dipakai sebagai patokan atau pedoman bagi setiap konsumen yang mengadakan hubungan hukum dengan pengusaha yang distandarisasikan atau dibakukan adalah meliputi model, rumusan, dan ukuran”.2
2
Iman Pasu Purba : Tinjauan Yuridis Mengenai Penggunaan Perjanjian Standar Dalam Kontrak Bisnis Waralaba Local (Analisa Terhadap Kontrak PT. Ultra Disc Prima Internasional), 2007.
USU Repository © 2009
Didalam praktek perjanjian baku tumbuh sebagai perjanjian tertulis dalam
bentuk formulir. Perbuatan-perbuatan hukum sejenis yang selalu terjadi secara
berulang-ulang dan teratur yang melibatkan banyak orang, menimbulkan
kebutuhan untuk mempersiapkan isi perjanjian itu terlebih dahulu dan kemudian
dibakukan dan seterusnya dicetak dalam jumlah banyak. Disini terlihat bahwa
perjanjian baku bersifat kolektif dan massal. Perjanjian massal ini diperuntukkan
bagi setiap debitur yang melibatkan diri dalam perjanjian sejenis itu tanpa
memperhatikan perbedaan kondisi antara debitur yang satu dengan yang lain.3
Munir Fuady mendefenisikan klausula eksonerasi adalah suatu klausula
dalam kontrak yang membebaskan atau membatasi tanggung jawab dari salah satu
pihak jika terjadi wanprestasi.4 Didalam perjanjian standar syarat eksonerasi
dibakukan dan dituangkan didalam bentuk formulir.5
“Perikatan antara Pemberi Waralaba dengan Penerima Waralaba dimana Penerima Waralaba diberikan hak untuk menjalankan usaha dengan memanfaatkan dan/atau menggunakan hak kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki Pemberi Waralaba dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh Pemberi Waralaba dengan sejumlah kewajiban menyediakan dukungan konsultasi
Waralaba menurut Peraturan Menteri Perdagangan Nomor
12/M-DAG/PER/3/2006 Pasal 1 ayat (1) adalah:
Perdagangan. (Bandung: Citra Aditya Bhakti, 1992), hal. 2.
3
Badrulzaman, Mariam D, Perjanjian Baku (standar) Perkembangannya Di Indonesia. Disampaikan pada Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Dalam Mata Kuliah Hukum Perdata Pada Fakultas Hukum Sumatera Utara Di Medan Diucapkan Pada tanggal 30 Agustus 1980.
4
Fuady, Munir, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), (Bandung: Citra Aditya Bhakti, 2003), hal. 98.
5
Iman Pasu Purba : Tinjauan Yuridis Mengenai Penggunaan Perjanjian Standar Dalam Kontrak Bisnis Waralaba Local (Analisa Terhadap Kontrak PT. Ultra Disc Prima Internasional), 2007.
USU Repository © 2009
operasional yang berkesinambungan oleh Pemberi Waralaba kepada Penerima Waralaba” 6
”Suatu pola kemitraan usaha antara perusahaan yang memiliki merek dagang dikenal dan sistem manajemen, keuangan dan pemasaran yang telah mantap, disebut pewaralaba, dengan perusahaan/individu yang memanfaatkan atau menggunakan merek dan sistem milik pewaralaba, disebut terwaralaba. Pewaralaba wajib memberikan bantuan teknis, manajemen dan pemasaran kepada terwaralaba dan sebagai imbal baliknya, terwaralaba membayar sejumlah biaya (fees) kepada pewaralaba. Hubungan kemitraan usaha antara kedua pihak dikukuhkan dalam suatu perjanjian lisensi/waralaba”.
Waralaba menurut Amir Karamoy adalah :
7
Penggunaan perjanjian standar atau perjanjian baku pada kontrak bisnis
waralaba lokal perlu untuk dicermati, karena dalam prakteknya banyak bisnis
waralaba yang gagal karena lebih banyak menguntungkan pihak pewaralaba Pemberi waralaba (franchisor) menurut Peraturan Pemerintah Nomor 42
Tahun 2007 Pasal 1 ayat (2) adalah :
“Orang perseorangan atau badan usaha yang memberikan hak untuk
memanfaatkan dan/atau menggunakan Waralaba yang dimilikinya kepada
Penerima Waralaba”.
Penerima waralaba (franchisee) menurut Peraturan Menteri
Perdagangan Nomor 12/M-DAG/PER/3/2006 Pasal 1 ayat (3) adalah :
”Badan usaha atau perorangan yang diberikan untuk memamfaatkan dan/atau menggunakan hak kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas yang dimiliki pemberi waralaba”.
6
Peraturan Menteri Perdagangan No. 12 Tahun 2006
7
Iman Pasu Purba : Tinjauan Yuridis Mengenai Penggunaan Perjanjian Standar Dalam Kontrak Bisnis Waralaba Local (Analisa Terhadap Kontrak PT. Ultra Disc Prima Internasional), 2007.
USU Repository © 2009
(franchisor). Sesungguhnya di lapangan banyak waralaba bermasalah numun
tidak mencuat kepermukaan karena lebih banyak didiamkan atau diselesaikan
secara damai. Hal tersebut tidak mengherankan karena didalam perjanjian standar
tersebut pastinya franchisor akan mengatur klausula yang sedemikian rupa supaya
pihaknya lebih diuntungkan. Penerima waralaba (franchisee) pada pembuatan
perjanjian hanya memberikan persetujuan atas isi perjanjian walaupun acap kali
setiap klusula yang ada tidak dipahami sepenuhnya. Dalam hal ini franchisee juga
tidak tertutup kemungkinan tidak tahu menahu hal-hal apa yang minimal diatur
dalam klusula tersebut. Secara tidak sadar ada banyak klausula-klausula yang
tidak diatur dalam perjanjian standar merugikan pihaknya jika klausula-klausula
itu tidak dicantumkan. Walaupun demikian tidak tertutup kemungkinan
franchisor juga tidak tahu secara lengkap apa yang harus dituangkan didalam
perjanjian waralaba.
F. METODE PENELITIAN
Untuk melengkapi penulisan skripsi ini agar tujuan dapat lebih terarah dan
dapat lebih dipertanggungjawabkan metode penulisan yang dipergunakan adalah
metode penelitian hukum normatif, dengan pengumpulan data melalui study
kepusatakaan (library research).
Metode penelitian Library Research adalah mempelajari sumber-sumber
atau bahan tertulis yang dapat dijadikan bahan dalam penulisan skripsi ini.
Sumber-sumber itu antara lain adalah buku-buku, majalah, penelusuran melalui
internet, dokumen-dokemen resmi, bahan-bahan karya ilmiah yang merupakan
Iman Pasu Purba : Tinjauan Yuridis Mengenai Penggunaan Perjanjian Standar Dalam Kontrak Bisnis Waralaba Local (Analisa Terhadap Kontrak PT. Ultra Disc Prima Internasional), 2007.
USU Repository © 2009
majalah dan laporan. Dimana terhadap data tersebut dilakukan pengolahan
melalui membaca, menafsirkan, membandingkan serta menerjemahkannya guna
merampungkan penulisan skripsi ini.
F. SISTIMATIKA PENULISAN
Secara sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab, yang pada
setiap bab dibagi lagi atas beberapa sub bab. Gambaran ini ada untuk lebih
memudahkan pembaca untuk memahami skripsi ini.
Sistematika adalah gambaran dari keseluruhan isi secara global ynag
dirangkaikan berdasarkan garis-garis besarnya dan diperjelas dengan melakukan
pengertian selanjutnya. Adapun sitematika isi atau gambaran isi skripsi ini adalah
sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini penulis mencoba untuk menguraikan masalah
Pendahuluan yang mengantarkan kita kepada materi yang akan
dibahas antara lain berisi tentang latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan dan mamfaat penulisan, metode
penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN UMUM MENGEANAI WARALABA
Dalam bab ini penulis menguraikan secara umum akan
menguraikan secara umum tentang Waralaba. Baik masalah
konsep dasar waralaba, waralaba sebagai bentuk perjanjian,
Iman Pasu Purba : Tinjauan Yuridis Mengenai Penggunaan Perjanjian Standar Dalam Kontrak Bisnis Waralaba Local (Analisa Terhadap Kontrak PT. Ultra Disc Prima Internasional), 2007.
USU Repository © 2009
pelaksanaannya serta tentang hak dan kewajiban para pihak
dalam melakukan perjanjian waralaba.
BAB III : PERJANJIAN STANDAR DALAM PERSFEKTIF HUKUM
INDONESIA
Dalam bab ini akan diuraikan tentang perjanjian secara umum,
perjanjian standar dan pengaturan validitasnya di Indonesia,
juga dibahas masalah klusula baku dan klausula eksonerasi
pada perjanjian standar, serta unsur tanggung jawab pada
klausula eksonerasi.
BAB IV : TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENGGUNAAN
PERJANJIAN STANDAR PADA KONTRAK BISNIS
WARALABA LOKAL
Dalam bab ini dibahas mengenai pengaturan hak dan kewajiban
para pihak dalam mengadakan perjanjian waralaba dengan
menggunakan perjanjian standar hubungannya dengan
keseimbangan kedudukan para pihak yang melakukan
perjanjian dan upaya apa untuk menekan kedudukan yang berat
sebelah akibat penggunaan perjanjian standar. Didalam bab ini
penulis akan meninjau dan menganalisa contoh perjanjian
standar waralaba lokal yaitu PT. Ultra Disc Prima
Internasional. Didalam tinjauan tesebut akan diketahui
bagaimana penggunaan perjanjian standar, hal-hal apa yang
diatur dan hal-hal apa pula yang belum diatur didalam
Iman Pasu Purba : Tinjauan Yuridis Mengenai Penggunaan Perjanjian Standar Dalam Kontrak Bisnis Waralaba Local (Analisa Terhadap Kontrak PT. Ultra Disc Prima Internasional), 2007.
USU Repository © 2009
mengantisipasi adanya masalah dan resiko didalam mencapai
prestasi yang diharapkan. Perusahaan Waralaba ini mewakili
beberapa waralaba lokal lainnya di Indonesia.
BAB V : PENUTUP
Dalam bab ini berisi tentang kesimpulan dari keseluruhan isi
skripsi serta saran-saran dari penulis guna mengantisipasi
resiko maupun sengketa didalam melakukan perjanjian
waralaba. Dengan tinjauan terhadap kontrak bisnis waralaba
lokal dengan model perjanjian standar ini diharapkan kita
semakin mencermati penggunaan perjannjian standar ini.
Sehingga dalam prakteknya keseimbangan kedudukan diantara
para pihak dapat terwujud, dan didalam penyusunan format
yang penuh cermat akan menghasilkan kerjasama bisnis yang
akan menghasilkan keuntungan bagi para pihak secara
Iman Pasu Purba : Tinjauan Yuridis Mengenai Penggunaan Perjanjian Standar Dalam Kontrak Bisnis Waralaba Local (Analisa Terhadap Kontrak PT. Ultra Disc Prima Internasional), 2007.
USU Repository © 2009
BAB II
TINJAUAN UMUM MENGENAI WARALABA
Waralaba (franchise) sebenarnya merupakan suatu sistem bisnis yang
telah lama dikenal oleh dunia dimana waralaba pertama kali dimulai di Amerika
oleh Singer Sewing Machine Company, produsen mesin jahit Singer pada 1851.
Pola itu kemudian diikuti oleh perusahaan otomotif General Motor Industry yang
melakukan penjualan kendaraan bermotor dengan menunjuk distributor franchise
pada tahun 1898. Selanjutnya, diikuti pula oleh perusahaan-perusahaan soft drink
di Amerika sebagai saluran distribusi di AS dan negara-negara lain, sedangkan di
Inggris waralaba dirintis oleh J. Lyons melalui usahanya Wimpy and Golden Egg
pada dekade '60-an. Dalam perkembangannya, sistem bisnis ini mengalami
berbagai penyempurnaan terutama di tahun l950-an yang kemudian dikenal
menjadi waralaba sebagai format bisnis (business format) atau sering pula disebut
sebagai waralaba generasi kedua. Sampai saat ini waralaba yang sudah menjamur
di negara-negara ini berkembang dengan pesat bahkan mereka berhasil
memperluas jaringannya sampai ke negara-negara lain.
Di Indonesia waralaba dikenal sejak era 1970-an ketika masuknya Shakey
Pisa, KFC, Swensen, dan Burger King. Perkembangannya terlihat sangat pesat
dimulai sekira 1995. Setelah itu, usaha franchise mengalami kemerosotan karena
terjadi krisis moneter. Para penerima waralaba asing terpaksa menutup usahanya
karena nilai rupiah yang terperosok sangat dalam. Hingga tahun 2000, franchise
asing masih menunggu untuk masuk ke Indonesia. Hal itu disebabkan kondisi
Iman Pasu Purba : Tinjauan Yuridis Mengenai Penggunaan Perjanjian Standar Dalam Kontrak Bisnis Waralaba Local (Analisa Terhadap Kontrak PT. Ultra Disc Prima Internasional), 2007.
USU Repository © 2009
politik. Barulah pada 2003, usaha franchise di tanah air mengalami perkembangan
yang sangat pesat dan hingga saat ini.
Didalam prakteknya dikenal ada dua jenis waralaba (franchise) yaitu
franchise internasional yang maksudnya franchise yang berasal dari luar Indonesia
yang beroperasi di Indonesia dan franchise domestik/lokal yang merupakan
konsep franchise yang lahir di Indonesia yang beroperasi di Indonesia maupun
manca negara.
A. Kosep Dasar Waralaba.
1. Pengertian Umum Pewaralabaan (franchising), Pemberi Waralaba
(franchisor), dan Penerima waralaba (franchisee).
a. Pengertian Waralaba (franchise)
Dalam Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan, salah satu dari
pengertian franchise adalah : (A. Abdul Rahman, 1991 : 454)
Suatu persetujuan atau perjanjian antara levaransir dan pedagang eceran atau pedagang besar, yang menyatakan bahwa yang tersebut pertama itu memberikan kepada yang tersebut terakhir itu suatu hak untuk memperdagangkan produknya, dengan syarat-syarat yang disetujui oleh kedua belah pihak. 8
1. Suatu izin yang diberikan oleh sebuah perusahaan (franchisor) kepada seseorang atau kepada suatu peruasahaan (franchisee) unutk mengoperasikan suatu outlet retail, makanan atau supermarket dimana pihak franchisee setuju untuk menggunakan milik franchisor berupa Selanjutnya dalam kamus Dictionary Of Business Terms, suatu franchise
mempunyai banyak arti dua diantaranya adalah : (Jack P. Friedmann, 1987 : 235)
8
Iman Pasu Purba : Tinjauan Yuridis Mengenai Penggunaan Perjanjian Standar Dalam Kontrak Bisnis Waralaba Local (Analisa Terhadap Kontrak PT. Ultra Disc Prima Internasional), 2007.
USU Repository © 2009
nama, produk, servis, promosi, penjualan, distribusi, metode untuk display, dan lain-lain company support.
2. Hak untuk memasarkan barang-barang atau jasa perusahaan
(company’s goods and service) dalam suatu wilayah tertentu, hak tersebut telah diberikan oleh perusahaan kepada seseorang individu, kelompok individu, kelompok marketing, pengecer atau grosir.
Menurut Lindawaty Sewu Franchising adalah :
“sistem pemasaran barang dan atau jasa dan atau teknologi, yang didasarkan pada kerjasama tertutup (antara franchisor dan franchisee) dan terus menerus pelaku-pelaku independen (franchisor dan franchisee) dan terpisah baik secara hukum dan keuangan, dimana franchisor memberikan hak kepada franchisee, dan membebankan kewajiban untuk melaksanakan bisnisnya sesuai dengan konsep dari franchisor”.9
” franchising is a method of distributing products or services. At least two levels people are involved in the franchise system: (1) the franchisor, who lends his trademark or trade name and a business system; and(2) the francisee, who pays a royalty and often an initial fee for the right to business under the franchisor’s name and system. Technically, the contract binding the two parties is the “franchise”, but that term is often used to mean the actual business that the franchisee operates”.
Menurut International Franchise Association (IFA) :
10
9
Sewu, Lindawaty, Op. Cit, hal. 35. 10
Yuni, Karyanti, Tinjauan Hukum Perjanjian atas Perjanjian Waralaba. (Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000). Hal. 45.
Definisi-definisi diatas menerangkan bahwa franchising merupakan
suatu metode atau sistem dalam suatu usaha, bukan suatu industri atau
bisnis. Defenisi juga menekankan pada pentingnya peran lisensi dalam
pembrian waralaba yang berarti franchisor memberikan ijin kepada
franchisee untuk menjual, memasarkan dan mendistibusikan produk/jasa
atas kekayaan intektual yang dimilikinya dengan membayar initial fee dan
Iman Pasu Purba : Tinjauan Yuridis Mengenai Penggunaan Perjanjian Standar Dalam Kontrak Bisnis Waralaba Local (Analisa Terhadap Kontrak PT. Ultra Disc Prima Internasional), 2007.
USU Repository © 2009
Sama halnya dengan lisensi, franchisee berkewajiban atas
pemenuhan standar yang disyaratkan oleh franchisor, namun konsep
waralaba lebih luas lagi yaitu dengan memberi bantuan pemasaran, promosi,
dan bantuan teknis lainnya kepada franchisee agar ia dapat menjalankan
usahanya dengan baik. Kewajiban untuk menggunakan metode, tata cara
atau prosedur yang telah ditetapkan oleh franchisor membawa akibat lebih
lanjut yaitu usaha waralaba adalah usaha yang mandiri yang tidak dapat
digabungkan dengan usaha lain.
b. Pengertian Pemberi Waralaba (franchisor)
Pengertian pemberi waralaba (franchisor) menurut John F.Kinch
adalah The company that lends its trademarks, trade name, and business,
system (including training merchadizing, marketing, selling techniqes, ect.)
to a franchisee. Sementara itu Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1997,
Pasal 1 ayat(2) menyatakan bahwa Pemberi waralaba adalah badan usaha
atau perorangan yang memberikan hak kepada pihak lain untuk
memamfaatkan dan atau mengggunakan hak atas kekayaan intelektual atau
penemuan atau ciri khas yang dimiliki Pemberi Waralaba.11
Pengertian Penerima Waralaba menurut John F. Kinch adalah The
individual who pays a fee or fees to inquire the right to do business with a
franchisor company. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 c. Pengertian Penerima Waralaba (franchisee)
11
Iman Pasu Purba : Tinjauan Yuridis Mengenai Penggunaan Perjanjian Standar Dalam Kontrak Bisnis Waralaba Local (Analisa Terhadap Kontrak PT. Ultra Disc Prima Internasional), 2007.
USU Repository © 2009
Penerima Waralaba adalah orang perseorangan atau badan usaha yang diberikan
hak oleh Pemberi Waralaba untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan
Waralaba yang dimiliki Pemberi Waralaba.12
Sebelum membahas masalah tipe-tipe waralaba adalah penting untuk
menguraikan biaya-biaya yang timbul dalam perjanjian franchise. Biaya-biaya
tersebut adalah:
Berdasarkan deenisi-defenisi diatas, dapat diartikan bahwa franchisee
adalah penerima lisensi dari franchisor dengan hak eksklusif untuk melakukan
penjualan produk atau jasa dalam wilayah geografis tertentu dengan membayar
imbalan (fee) kepada franchisor.
13
(1) Royalty;
Merupakan pembayaran oleh pihak franchisee kepada pihak franchisor
sebagai imbalan dari pemakaian hak franchise oleh franchisee.
(2) Franchise Fee;
Merupakan pembayaran atas biaya franchise, yang biasanya dilakukan dengan
jumlah tertentu yang pasti dan dilakukan sekaligus dan hanya sekali saja.
Dibayar hanya pada tahap saat faranchise akan dimulai atau pada saat
penandatanganan akta perjanjian faranchise.
(3) Direct Expenses;
Merupakan biaya langsung yang harus dikeluarkan oleh franchisee
sehubungan dengan pengoperasian suatu usaha franchise, misalnya terhadap
biaya pelatihan managemen dan keterampilan tertentu.
(4) Marketing and Advertising Fees;
12
Ibid, hal 49 13
Iman Pasu Purba : Tinjauan Yuridis Mengenai Penggunaan Perjanjian Standar Dalam Kontrak Bisnis Waralaba Local (Analisa Terhadap Kontrak PT. Ultra Disc Prima Internasional), 2007.
USU Repository © 2009
Merupakan biaya yang dikeluarkan untuk memasarkan atau mempromosikan
bisnis franchise.
(5) Assignment Fees;
Merupakan biaya yang harus dibayar oleh pihak franchisee kepada franchisor
jika pihak franchisee menglihkan bisnisnya kepada pihak lain, termasuk bisnis
yang merupakan objek franchise. Oleh pihak franchisor biaya tersebut
biasanya dimamfaatkan untuk persiapan pembuatan perjanjian penyerahan,
pelatihan pemegang franchise yang baru, dan sebagainya.
2. Tipe Waralaba
Ada 3 (tiga) tipe waralaba, yaitu:14
Tipe waralaba ini adalah pemberian hak kepada franchisee unutk
memproduksi produk yang dihasilakan oleh franchisor. Umumnya a. Trade Mark/Name Franchise
Tipe dari waralaba ini mirip dengan lisensi, yaitu hak untuk
memproduksi produk dengan menggunakan merek, karikatur, dan
sebagainya yang dimiliki oleh ranchifsor untuk setiap wilayah.
Tipe ini tidak memerlukan penekatan sistim lengkap, tapi franchisor
harus memberikan supervisi unutk menjamin nama baik merek dagangnya.
Contoh dari tipe waralaba ini adalah coca cola, pepsi, dan produksi kartun
Walt Disney.
b. Product Distribution Franchise
14
Iman Pasu Purba : Tinjauan Yuridis Mengenai Penggunaan Perjanjian Standar Dalam Kontrak Bisnis Waralaba Local (Analisa Terhadap Kontrak PT. Ultra Disc Prima Internasional), 2007.
USU Repository © 2009
franchisor memberikan pedoman dan pelatihan kepada franchisee mengenai
bagaimana mengelola distibusi produk. Tipe ini juga tidak memerlukan
pendekatan sistim lengkap. Contoh waralaba ini adalah rantai tempat
pengisian bensin seperti Petronas, shell, mobil, dan sebagainya.
c. Business Distribution Franchise
Tipe ini adalah tipe waralaba dengan sistem yang paling lengkap.
Sistim ini tidak hanya meberi franchisee hak untuk menggunakan brand
name atau mendistribusikan produk franchisor tetapi juga hak unutk
menduplikasikan seluruh sistem usahanya. Dalam tipe ini franchisor
bertanggung jawab untuk menyiapkan konsep pengembangan dan pemilihan
lokasi, manual operasi, pelatihan, sistem akuntansi, paket iklan dan
promosi, serta bantuan pengembangan usaha yang berkesinambungan. Tipe
ini merupakan tipe yang paling digunakan oleh usahawan. Contoh dari tipe
waralaba ini adalah restoran Mc Donald, Kentucky Fried Chicken, Es Teller
77, dan sebagainya.
B. Waralaba Sebagai Bentuk Perjanjian
Waralaba, sebagaimana halnya lisensi, adalah suatu bentuk
perjanjian yang mana franchisor memberikan hak khusus (exclusive right)
kepada franchisee, yaitu:15
15
Iman Pasu Purba : Tinjauan Yuridis Mengenai Penggunaan Perjanjian Standar Dalam Kontrak Bisnis Waralaba Local (Analisa Terhadap Kontrak PT. Ultra Disc Prima Internasional), 2007.
USU Repository © 2009
(a) Hak untuk melakukan penjualan produk/jasa dengan
menggunakan nama dagang atau merek dagang atas kekayaan
itelektual franchisor;
(b) Hak untuk melakukan kegiatan usaha dengan atau berdasarkan
prosedur bisnis yang di tentukan oleh franchisor.
Oleh karena waralaba adalah suatu perjanjian maka ia tunduk pada
ketentuan umum yang berlaku bagi sahnya suatu perjanjian sebagaimana
diatur dalam Buku III KUHPerdata selain ketentuan khusus yang diatur
dalam PP No.42 Tahun 2007 Tentang Waralaba dan KepMen No.
259/MPP/Kep/7/1997 Tentang ketentuan dan Pelaksanaan Pendaftaran
Usaha Waralaba.
Dalam mengadakan perjanjian akan memberikan akibat hukum
bahwa dalam suatu perjanjian akan selalu ada dua pihak. Satu pihak wajib
berprestasi pihak lain berhak atas prestasi tersebut. Selanjutnya dalam Pasal
1314 rumusan perjanjian dikembangkan lebih jauh dengan menyatakan
bahwa dengan prestasi yang wajib dilakukan debitur, debitur tersebut dapat
diminta dilakukannya kontra-prestasi dari pihak lawannya. Artinya,
perjanjian pada dasarnya dapat bersifat sepihak( hanya satu pihak saja yang
wajib berprestasi) dan perikatan yang timbal-balik (masing-masing pihak
saling berprestasi). Sama halnya dengan franchisor dan franchisee yang
mengadakan kerja bisnis untuk meraih keuntungan yang seimbang dan
berkesinambungan.
Ada sejumlah asas-asas hukum penting yang dikenal dalam ilmu
Iman Pasu Purba : Tinjauan Yuridis Mengenai Penggunaan Perjanjian Standar Dalam Kontrak Bisnis Waralaba Local (Analisa Terhadap Kontrak PT. Ultra Disc Prima Internasional), 2007.
USU Repository © 2009
yang penting pula, oleh sebab itu kerjasama bisnis franchise hendaknya
didasarkan pada :16
(a) Asas Kebebasan Berkontrak
Pasal 1338 KUHPerdata menyatakan bahwa semua persetujuan yang
dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya. Menurut Mariam Darus, semua mengandung arti
meliputi seluruh perjanjian, baik yang namanya dikenal maupun
yang tidak dikenal oleh undang-undang.
(b) Asas Konsensualitas
Perjanjian berlaku bagi para pihak sebagai undang-undang selama
adanya kesepakatan;
(c) Asas Itikad Baik
Persetujuan tersebut harus dilaksanakan dengan itikad baik.
Pelaksanaan perjanjian franchise merupakan suatu rangkaina proses
timbal-balik antara franchisor dengan Franchisee. Perjanjian
franchisee dilaksanakan dalam jangka waktu yang cukup panjang.
Oleh karena itu, maka kedua pihak harus menjungjung tinggi asas ini
sehingga baik hak maupun kewajiban dari kesua belah pihak dapat
terpenuhi dengan baik.
(d) Asas Kerahasiaan
Asas ini pada dasarnya mewajibkan kepada para pihak (franchisor
dan franchisee) untuk menjaga kerahasiaan data maupun
ketentuan-ketentuan yang dianggap rahasia. Misalnya masalah trade secret,
16
Iman Pasu Purba : Tinjauan Yuridis Mengenai Penggunaan Perjanjian Standar Dalam Kontrak Bisnis Waralaba Local (Analisa Terhadap Kontrak PT. Ultra Disc Prima Internasional), 2007.
USU Repository © 2009
know-how, atau resep makanan/minuman, dan tidak dibenarkan
untuk memberitahukan kepada pihak ketiga, kecuali undang-undang
menghendakinya. Pada dasarnya asas ini sangat esensial dalam suatu
bisnis franchise dengan pola franchise yang mengandalkan ciri khas
dari suatu produk atau jasa.
(e) Asas Persamaan Hukum
Asas ini menempatkan para pihak didalam persamaan derajat, tidak
ada perbedaan, walupun ada perbedaan kulit, bangsa, kekayaan,
kekuasaan, jabatan, dan lain-lain. Asas ini sangat penting terutama
dalam perjanjian yang bersifat internasioanal.
(f) Asas Keseimbangan
Asas ini mengkehendaki kedua pihak memenuhi dan melaksanakan
perjanjian itu. Asas keseimbangan ini merupakan kelanjutan dari
asas persamaan. Franchisor dinilai mempunyai kekuatan unutk
menuntut prestasi namun franchisor memikul pula beban untuk
melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik. Kedudukan
franchisor yang kuat apabila diimbangi pula dengan kewajibannya
untuk memperhatikan itikad baik, maka kedudukan franchiusor dan
franchisee dapat seimbang. Jadi asas keseimbangan ini menekankan
keseimbangan antara hak dan kewajiban dari para pihak secara wajar
Iman Pasu Purba : Tinjauan Yuridis Mengenai Penggunaan Perjanjian Standar Dalam Kontrak Bisnis Waralaba Local (Analisa Terhadap Kontrak PT. Ultra Disc Prima Internasional), 2007.
USU Repository © 2009
C. Pengaturan Waralaba di Indonesia
1. Waralaba Menurut PP No.16 Tahun 1997
a. Defenisi waralaba dalam pasal 1 ayat (1) PP No.16 Tahun 1997 adalah:
Perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak untuk
memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau
penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu
imbalan berdasarkan persyaratan dan atau penjualan barang dan atau jasa.
Dari rumusan diatas dapat diuraikan hal-hal sebagai berikut:17
(1) Waralaba adalah suatu perikatan
Sebagai suatu perikatan maka perjanjian waralaba tunduk pada
ketetenutan umum mengenai perikatan yang diatur dalam
KUHPerdata sebagaimana yang telah diuraikan diatas.
(2) Waralaba meliputi hak dan memamfaatkan dan atau menggunakan
hak kekayaaan intelektual (HKI) atau penemuan atau ciri khas usaha.
Yang dimaksud dengan HKI termasuk diantaranya, merek, nama
dagang, logo, desain, hak cipta, rahasia dagang dan paten. Yang
dimaksud dengan penemuan atau ciri khas usahanya misalnya, sistim
managemen, cara penjualan, atau distribusi dan merupakan ciri
khusus dari pemiliknya.
Pengikutsetaaan HKI dalam perjanjian waralaba melibatkan lisensi
sebagai syarat pemberian ijin oleh pemilih HKI khususnya yang
berhubungan dengan nama dagang atau merek dagang baik berupa
17
Iman Pasu Purba : Tinjauan Yuridis Mengenai Penggunaan Perjanjian Standar Dalam Kontrak Bisnis Waralaba Local (Analisa Terhadap Kontrak PT. Ultra Disc Prima Internasional), 2007.
USU Repository © 2009
barang maupun jasa tertentu. Secara tidak langsung PP No.16 Tahun
1997 juga mengakui adanya dua bentuk waralaba, yaitu:
(a) Waralaba dalam bentuk lisensi merek dagang atau produk dan;
(b) Waralaba dalam bentuk format bisnis.
(3)Waralaba meliputi pemberian imbalan berdasarkan persyaratan dan
atau penjualan barang/jasa. Ketentuan ini menyatakan bahwa
waralaba dikaitkan dengan suatu bentuk imbalan tertentu.
Yang penting juga diperhatikan oleh franchisor asing adalah Pasal 2
ayat (2) PP No.16 Tahun !997 yang menyatakan “perjanjian waralaba dibuat
dalam bahasa Indonesia dan terhadapnya berlaku hukum Indonesia.
Sebelum membuat perjanjian, franchisor wajib menyampaikan
keterangan kepada franchisee secara tertulis dan benar sekurang-kurangnya
mengenai:18
(1)Nama pihak franchisor, berikut keterangan mengenai kegiatan
usahanya. Keterangan antara lain meliputoi nama dan alamat tempat
usaha, nama dan alamat franchisor, pengalaman mengenai
keberhasilan ataupun kegagalan selam menjalankan waralaba,
keterangan mengenai franchisee yang pernah dan masih melakukan
perikatan dan kondisi keuangan;
(2)HKI penemuan atau ciri khas yang menjadi objek waralaba;
18
Iman Pasu Purba : Tinjauan Yuridis Mengenai Penggunaan Perjanjian Standar Dalam Kontrak Bisnis Waralaba Local (Analisa Terhadap Kontrak PT. Ultra Disc Prima Internasional), 2007.
USU Repository © 2009
(3)Persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi franchisee, antara lain
mengenai cara pembayaran, ganit rugi, wilayah pemasaran dan
pengawasan mutu;
(4)Bantuan atau fasilitas yang ditawarkan franchisor kepada franchisee.
Antara lain berupa pelatihan, bantuan keuangan, pemasaran dan
pembukuan serta pedoman kerja. Keterangan mengenai prospek
kegiatan waralaba juga meliputi pemberian keterangan tentang
prospek yang dimaksud;
(5)Hak dan kewajiaban franchisor dan franchisee;
(6)Pengakhiran, pembatalan dan perpanjangan perjanjian waralaba serta
hal-hal lain perlu diketahui oleh franchisee dalam rangka pekasanaan
perjanjian tersebut.
Selanjutnya dinyatakan bahwa franchisor wajib memberikan waktu
yang mencakup bagi franchisee untuk meneliti dan mempelajari informasi
yang diberikan lebih lanjut. Setelah perjanjian waralaba disepakati oleh
para pihak maka franchisee diberi waktu 30 (tiga puluh) hari sejak
berlakunya perjanjian agar mendaftarkan perjanjian agar mendaftarkan
perjanjian waralaba beserta keterangan tertulis lainnya yang dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (1) tersebut ke Departemen Perindustrian dan
perdagangan dalam rangka kepentingan pembinaan usaha dengan cara
waralaba.
Pelaksanaan usaha waralaba juga diwajibkan oleh pemerintah untuk
memperhatikan perkembangan sosial ekonomi dan dalam rangka
Iman Pasu Purba : Tinjauan Yuridis Mengenai Penggunaan Perjanjian Standar Dalam Kontrak Bisnis Waralaba Local (Analisa Terhadap Kontrak PT. Ultra Disc Prima Internasional), 2007.
USU Repository © 2009
bahwa penyelenggaraaan waralaba pada dasarnya dilakukan secara bertahap
terutama di ibu kota provinsi, misalnya ibu kota kabupaten/kota madya Dati
II dan tempat-tempat tertentu lainnya yang memerlukan kehadiran jasa
waralaba.
Selanjutnya usaha waralaba juga dihimbau untuk mengutamakan
penggunaan barang dan atau bahan hasil produksi dalam negeri
sebanyak-banyaknya sepanjang memenuhi standar mutu barang dan jasa yang
disediakan dan atau dijual berdasarkan perjanjian waralaba (Pasal 4 ayat
(1)). Namun, dalam prakteknya faranchisor yang menentukan barang atau
bahan-bahan yang harus digunakan franchisee, bahkan sering kali
diperjanjikan bahwa franchisee harus membeli barang atau bahan-bahannya
dari franchisor dengan alasan menjaga mutu barang dan reputasi franchisor.
Ketentuan selanjutnya adalah penegasan kan kewajiban franchisor
untuk memberi pembinaan, bimbingan dan pelatihan kepada franchisee
Pasal 4 ayat (2).
2. Waralaba Menurut PP No.42 Tahun 2007
Pengaturan waralaba pada PP No.42 Tahun 2007 ini sebenarnya
memiliki kesamaan-kesamaan yang prinsipil didalam melakukan usaha waralaba
seperti yang diatur dalam PP No. 16 Tahun 1997, namun ada beberapa hal yang
baru diatur pada PP ini. Walupun demikian ada sedikit perbedaan didalam PP ini.
Defenisi waralaba dalam Pasal 1 ayat (1) PP No, 42 Tahun 2007 adalah :
Iman Pasu Purba : Tinjauan Yuridis Mengenai Penggunaan Perjanjian Standar Dalam Kontrak Bisnis Waralaba Local (Analisa Terhadap Kontrak PT. Ultra Disc Prima Internasional), 2007.
USU Repository © 2009
dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba.
Waralaba menurut PP ini secara garis besar sama dengan rumusan
pengertian waralaba menurut PP No. 16 Tahun 1997, namun adalah yang sangat
esensi tidak dicantumkan dalam pengertian waralaba tersebut, yaitu tentang
pemanfaatan dan atau penggunaan hak kekayaan intelektual. Maksudnya, PP
No.42 Tahun 2007 ini hanya mencantumkan pemamfaatan sistim bisnis dengan
cir khas usaha. Bahkan masalah imbalan didalam pemamfaatan sistim bisnis
dengan ciri khas tersebut tidak dicantumkan.
Pada Pasal 3 PP No.42 Tahun 2007 ini mengatur kriteria waralaba yang
dapat di waralabakan. Kriteria yang dimaksudkan adalah:
a. memiliki ciri khas usaha;
b. terbukti sudah memberikan keuntungan;
c. memiliki standar atas pelayanan dan barang dan/atau jasa yang
ditawarkan yang dibuat secara tertulis;
d. mudah diajarkan dan diaplikasikan;
e. adanya dukungan yang berkesinambungan; dan
f. Hak Kekayaan Intelektual yang telah terdaftar.
Sama halnya dengan PP No.16 tahun1997, Pasal 4 PP No 42 Tahun 2007
juga menyatakan bahwa perjanjin waralaba dibuat dalam bahasa ini Indonesia dan
terhadapnya berlaku hukum Indonesia.
Didalam melakukan perjanjian waralaba lain halnya dengan PP No.16
Tahun 1997, PP No. 42 Tahun 2007 mengatur klusula-klusula yang paling sedikit
dimuat dalam perjanjian waralaba. Klusula-klausula tersebut adalah:
Iman Pasu Purba : Tinjauan Yuridis Mengenai Penggunaan Perjanjian Standar Dalam Kontrak Bisnis Waralaba Local (Analisa Terhadap Kontrak PT. Ultra Disc Prima Internasional), 2007.
USU Repository © 2009
b. jenis Hak Kekayaan Intelektual;
c. kegiatan usaha;
d. hak dan kewajiban para pihak;
e. bantuan, fasilitas, bimbingan operasional, pelatihan, dan
pemasaran yang diberikan Pemberi Waralaba kepada Penerima
Waralaba;
f. wilayah usaha;
g. jangka waktu perjanjian;
h. tata cara pembayaran imbalan;
i. kepemilikan, perubahan kepemilikan, dan hak ahli waris;
j. penyelesaian sengketa; dan
k. tata cara perpanjangan, pengakhiran, dan pemutusan perjanjian.
Pada Pasal 6 ayat (1) dan (2) PP No.42 Tahun klausula pemberian hak
bagi Penerima Waralaba untuk menunjuk Penerima Waralaba lain dan harus
memiliki dan melaksanakan sendiri paling sedikit 1 (satu) tempat usaha Waralaba.
Hal yang baru diatur diadalam PP No.42 Tahun 2007 ini adalah
kewajiban yang diberikan kepada pemberi waralaba. Pemberi waralaba
diwajibkan harus memberikan prospektus penawaran waralaba kepada colon
penerima warlaba pada saat melakukan penawaran. Prospektus penawaran
waralaba memuat paling sedikit mengenai :
a. data identitas Pemberi Waralaba;
b. legalitas usaha Pemberi Waralaba;
c. sejarah kegiatan usahanya;
Iman Pasu Purba : Tinjauan Yuridis Mengenai Penggunaan Perjanjian Standar Dalam Kontrak Bisnis Waralaba Local (Analisa Terhadap Kontrak PT. Ultra Disc Prima Internasional), 2007.
USU Repository © 2009
e. laporan keuangan 2 (dua) tahun terakhir;
f. jumlah tempat usaha;
g. daftar Penerima Waralaba; dan
h. hak dan kewajiban Pemberi Waralaba dan Penerima Waralaba.
Pemberi Waralaba wajib memberikan pembinaan dalam bentuk pelatihan,
bimbingan operasional manajemen, pemasaran, penelitian, dan pengembangan
kepada Penerima Waralaba secara berkesinambungan. Dalam hal ini sepertinya
PP No 42 Tahun 2007 kurang menegaskan secara rinci yang menjadi kewaiban
dari penerima waralaba. Sehingga Peraturan Pemerintah ini menjadi kontraversial
didalam prakteknya.
Peraturan Pemerintah ini sangat mendorong para pihak yang melakukan
perjanjian waralaba untuk lebih mengutamakan penggunaan barang dan/atau jasa
hasil produksi dalam negeri sepanjang memenuhi standar mutu barang dan/atau
jasa yang ditetapkan secara tertulis oleh Pemberi Waralaba dan Pemberi Waralaba
harus bekerjasama dengan pengusaha kecil dan menengah di daerah setempat
sebagai Penerima Waralaba atau pemasok barang dan/atau jasa sepanjang
memenuhi ketentuan persyaratan yang ditetapkan oleh Pemberi Waralaba. Selain
itu, pemberi waralaba wajib mendaftarkan prosfektus penawaran waralaba
sebelum membuat perjanjian waralaba dengan penerima waralaba. Dalam hal
tidak melakukan pendaftaran prospektus penawaran oleh pemberi waralaba, maka
akan dikenai sanksi administratif berupa denda paling banyak Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah) dan untuk pelanggaran terhadap kewajiban pemberi waralaba
dalam hal melakukan pembinaan kepada Penerima Waralaba dikenai sanksi
Iman Pasu Purba : Tinjauan Yuridis Mengenai Penggunaan Perjanjian Standar Dalam Kontrak Bisnis Waralaba Local (Analisa Terhadap Kontrak PT. Ultra Disc Prima Internasional), 2007.
USU Repository © 2009
diterbitkannya surat peringatan tertulis ketiga. Hal ini juga berlaku bagi penerima
waralaba yang tidak melakukan kewajiban untuk mendaftarkan perjanjian
waralaba.
Dalam aturan terbaru ini memuat tentang peran pemerintah didalam
pewaralabaan. Pemerintah puasat maupun daerah melakukan pembinaan
waralaba. Pembianaan waralaba yang dimaksudkan adalah berupa:
a. pendidikan dan pelatihan Waralaba;
b. rekomendasi untuk memanfaatkan sarana perpasaran;
c. rekomendasi untuk mengikuti pameran Waralaba baik di dalam
negeri dan luar negeri;
d. bantuan konsultasi melalui klinik bisnis;
e. penghargaan kepada Pemberi Waralaba lokal terbaik; dan/atau
f. bantuan perkuatan permodalan.
Selain itu wujud dari peranan pemerintah ini dengan dilakukannya
pengawasan oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan dengan berkordinasi
dengan instansi yang terkait.
3. Waralaba Menurut KepMen No.259/MPP/Kep/7/1997 dan KepMen
yang baru No. 12/M-DAG/PER/3/2006
Berhubung Peraturan Menteri Perdagangan No. 12/
M-DAG/PER/3/2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda
Pendaftaran Usaha Waralaba yang terbit pada tanggal 26 Maret 2006 masih
Iman Pasu Purba : Tinjauan Yuridis Mengenai Penggunaan Perjanjian Standar Dalam Kontrak Bisnis Waralaba Local (Analisa Terhadap Kontrak PT. Ultra Disc Prima Internasional), 2007.
USU Repository © 2009
Pasal 1 ayat (4) menyatakan : “Penerima Waralaba Utama (master
franchise) adalah penerima waralaba yang melaksanakan hak membuat
Perjanjian Waralaba Lanjutan yang diperoleh dari Pembari Waralaba dan
berbentuk Perusahaan Nasional”.
Kemudian ayat (5) dalam pasal yang sama menyatakan : “Penerima
Waralaba Lanjutan adalah badan Usaha atau perorangan yang menerima hak
untuk memanfaatkan atau menggunakan hak kekayaan intelektual atau
penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki Pemberi Waralaba melalui
Penerima Waralaba Utama”
Pengertian diatas menegaskan bahwa dalam waralaba dapat
dilakukan dengan pemberian hak lebih lanjut oleh faranchise utama. Cara
ini dalam praktik disebut dengan Master Franchiuse yang mana
perjanjiannya disebut dengan Master Franchise Agreement. Pengertian
Master Faranchise Agreement ini tidak dirumuskan dalam peraturan ini tapi
hanya diberikan pengertian dari Perjanjian Waralaba dan Perjanjian
Waralaba Lanjutan. Artinya ada atau tidaknya hak untuk memberikan
Waralaba Lanjutan dalam suatu perjanjian waralaba dapat ditemukan dalam
perjanjian waralaba. Hal ini jelas dinyatakan dalam Pasal 3, yaitu
1. Perjanjian Waralaba antara Pemberi Waralaba dengan Penerima Waralaba
dapat disertai atau tidak disertai dengan pemberian hak untuk membuat
Perjanjian Waralaba Lanjutan.
2. Semua ketentuan mengenai Pemberi Waralaba sebagaimana yang diatur
Iman Pasu Purba : Tinjauan Yuridis Mengenai Penggunaan Perjanjian Standar Dalam Kontrak Bisnis Waralaba Local (Analisa Terhadap Kontrak PT. Ultra Disc Prima Internasional), 2007.
USU Repository © 2009
melaksanakan hak membuat Perjanjian Waralaba Lanjutan dengan
Penerima Waralaba Lanjutan
Sebagai pelaksana PP No.16 Tahun 1997. KepMen ini juga mesyaratkan
franchisor untuk meyampaikan keterangan tertulis dan benar kepada franchisee,
hanya ada penambahan yang lebih mendetail tentang syarat identitas franchisor
yaitu, keterangan mengenai kegiatan usahanya termasuk neraca dan daftar rugi
laba selama (dua) tahun terakhir (Pasal 5 butir (a)).19
Pasal 5 dan 6 diatas mengatur mengenai persyaratan sebelum perjanjian
dilaksanakan. Pasal 7 mengatur mengenai isi perjanjian waralaba. Persyaratan
sekurang-kurangnya berisikan:
Dalam hal pembuatan Perjanjian Waralaba Lanjutan, Franchisee Utama
wajib memberi tahu secara tertulis dengan dokumen otentik kepada Franchisee
Lanjutan bahwa Franchisee Utama memiliki hak atau ijin membuat Perjanjian
Waralaba Lanjutan dari Franchisor (Pasal 6).
20
19
Peraturan menteri Perdagangan Tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba, Permen Perdagangan No. 12/M-DAG/PER/3/2006.
20
Widjaja, Op.Cit, hal.118.
(a). Nama, alamat, dan tempat kedudukan perusahaan masing-masing pihak.
Khususnya yang berhubungan dengan identitas franchisor maka, jiak
franchisor berasal dari luar negeri harus memiliki bukti legalitas dari
instansi berwenang di negeri asalnya dan diketahui oleh Pejabat perwakilan
RI setempat. Jika franchisor berasal dari dalam negeri wajib memiliki SIUP
dan atau ijin usaha dari departemen teknis lainnya (Pasal 9)
(b) Nama dan jabatan masing-masing pihak yang berwenang menandatangani
Iman Pasu Purba : Tinjauan Yuridis Mengenai Penggunaan Perjanjian Standar Dalam Kontrak Bisnis Waralaba Local (Analisa Terhadap Kontrak PT. Ultra Disc Prima Internasional), 2007.
USU Repository © 2009
Ketentuan ini untuk memenuhi salah satu unsur sahnya suatu perjanjian
sebagaimana diautur dalam KUHPerdata.
(c) Nama dan jenis HKI, penemuan atau cirri khas usaha, misalnya sistim
managemen, cara penjualan atau penataan cara distribusi yang merupakan
kharateristik khusus yang menjadi objek waralaba;
(d) Hak dan kewajiban masing-masing pihak serta bantuan dan fasilitas yang
diberikan kepada franchisee;
(e) Wilayah Pemasaran
Penunjukan wilayah pemasaran usaha waralaba mencakup seluruh atau
sebagian wilayah Indonesia. Artinya, wilayah dapat bersifat territorial
eksklusif unutk seluruh wilayah atau non-eksklusif yang terbatas pada
wilayah tertentu saja. Mengenai teritori ini diatur dalam Pasal 19, yang
intinya adalah mencegah persaingan usaha yang dapat mengakibatkan
ketidaklayakan usaha waralaba di lokasi tersebut;
(f) Jangka waktu perjanjian dan tatacara perpanjangan perjanjian serta
syarat-syarat perpanjangan perjanjian. Jangka waktu perjanjian waralaba ditentukan
berlaku sekurang-kurangnya unutk 5 (lima) tahun (Pasal 8). Apabila
perjanjian dibatalkan oleh franchisor maka sebelum menunjuk franchisee
baru ia harus menyelesaikan terlebih dahulu segala permasalahan yang
timbul dengan franchisee lama termasuk persoalan ganti rugi dalam bentuk
Surat Pernyataan bersama (clean break). Selama permasalahan tidak
terselesaikan, maka Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba (STPUW)
untuk Franchisee baru tidak akan diterbitkan oleh pejabat yang berwenang
Iman Pasu Purba : Tinjauan Yuridis Mengenai Penggunaan Perjanjian Standar Dalam Kontrak Bisnis Waralaba Local (Analisa Terhadap Kontrak PT. Ultra Disc Prima Internasional), 2007.
USU Repository © 2009
(g) Cara Penyelesaian Perselisihan
Pada umumnya, penyelesaian sengketa dicoba untuk dilaksanakan diluar
pengadilan melalui alternatif penyelesaian sengketa seperti mediasi,
arbitrase, atau negosiasi karena bila melalui pengadilan akan memakan
waktu lama dan berdampak buruk bagi usaha waralaba tersebut;
(h) Ketentuan-ketentuan pokok yang disepakati yang dapat mengakibatkan
pemutusan perjanjian atau berakhirnya perjanjian. Pada dasarnya setiap
perjanjian memiliki jangka waktu berlakunya, dan berakhir dengan
sendirinya dengan habisnya jangka waktu tersebut. Disini peranan Pasal
1266 KUHPerdata sangat besar dan perlu diperhatikan sebagaimana yang
telah dibahas sebelumnya;
(i) Ganti rugi dalam hal terjadi pemutusan perjanjian
Ketentuan ini umumnya dapat ditemukan dalam Pasal 1627 KUHPerdata
yang menyatakan bahwa bila pihak terhadap siapa suatu perikatan tidak
terpenuhi dapat menuntut penggantian biaya, kerugian dan bunga;
(j) Tata cara pembayaran imbalan
Mengenai pembayaran imbalan maka itu dapat dilakukan dalam bentuk
Direct Monetary Compensation, yaitu lump sum payment dan royalty.
(k) Penggunaan barang atau bahan hasil produksi dalam negeri yang dihasilkan
dan dipasok oleh pengusaha kecil. Inti dari ketentuan ini adalah
meningkatkan produksi usaha kecil menengah dalam usaha waralaba hingga
Iman Pasu Purba : Tinjauan Yuridis Mengenai Penggunaan Perjanjian Standar Dalam Kontrak Bisnis Waralaba Local (Analisa Terhadap Kontrak PT. Ultra Disc Prima Internasional), 2007.
USU Repository © 2009
(l) Pembinaan, bimbingan dan pelatihan kepada franchisee.21
Hal ini tentunya merupakan pokok dari usaha waralaba, khususnya Business
Format Franchise, karena esensi dari usaha waralaba adalah penyeragaman
konsep dan oleh karenanya harus mendapat bimbingan dari franchisor.
D. Hak Dan Kewajiban Para Pihak Dalam Waralaba
Hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian waralaba merupakan
prestasi maupun kontra prestasi bagi mereka, di mana kesuksesan dan
keberhasilan pelaksanaan perjanjian tersebut dinilai dari sejauh mana para pihak
melaksanakan hak dan kewajibannya. Secara umum, dapat dirumuskan hak-hak
dan kewajiban-kewajiban pemberi waralaba maupun penerima waralaba. 22
1. Memberikan segala macam informasi yang berhubungan dengan hak atas
kekayaan intelektual, penemuan atau cirri khas usaha, misalnya sistem
manajemen, cara penjualan, atau penataan, atau cara distribusi yang
merupakan karakteristik khusus yang menjadi objek waralaba, dalam rangka
pelaksanaan waralaba yang diberikan tersebut; Pemberi waralaba berkewajiban untuk :
2. Memberikan bantuan pada penerima waralaba, pembinaan, bimbingan, dan
pelatihan kepada penerima waralaba.
Pemberi waralaba memiliki hak untuk :
1. Melakukan pengawasan jalannya pelaksanaan waralaba;
2. Memperoleh laporan-laporan secara berkala atas jalannya kegiatan usaha
21
Menjadi poin (j) dalam Perturan Menteri Perdagangan yang baru 22
Iman Pasu Purba : Tinjauan Yuridis Mengenai Penggunaan Perjanjian Standar Dalam Kontrak Bisnis Waralaba Local (Analisa Terhadap Kontrak PT. Ultra Disc Prima Internasional), 2007.
USU Repository © 2009
penerima waralaba;
3. Melaksanakan inspeksi pada daerah kerja penerima waralaba guna
memastikan bahwa waralaba yang diberikan telah dilaksanakan
sebagaimana mestinya;
4. Sampai batas tertentu mewajibkan penerima waralaba dalam hal-hal
tertentu, untuk membeli barang modal atau barang-barang tertentu lainnya
dari pemberi waralaba;
5. Mewajibkan penerima waralaba untuk menjaga kerahasiaan Hak atas
Kekayaan Intelektual, penemuan atau ciri khas usaha, misalnya sistem
manajemen, cara penjualan, atau penataan atau cara distribusi yang
merupakan merupakan karakteristik khusus yang menjadi objek waralaba;
6. Mewajibkan agar penerima waralaba tidak melakukan kegiatan yang sejenis,
serupa, ataupun yang secara langsung maupun tidak langsung dapat
menimbulkan persaingan dengan kegiatan usaha yang mempergunakan hak
atas kekayaan intelektual, penemuan atau ciri khas usaha;
7. Menerima pembayaran royalti dalam bentuk, jenis, dalam jumlah yang
dianggap layak olehnya;
8. Meminta dilakukannya pendaftaran atas waralaba yang diberikan kepada
penerima waralaba;
9. Atas pengakhiran waralaba, meminta kepada penerima waralaba untuk
mengembalikan seluruh data, informasi maupun keterangan yang diperoleh
penerima waralaba selama masa pelaksanaan waralaba;
10.Atas pengakhiran waralaba, melarang penerima waralaba untuk
Iman Pasu Purba : Tinjauan Yuridis Mengenai Penggunaan Perjanjian Standar Dalam Kontrak Bisnis Waralaba Local (Analisa Terhadap Kontrak PT. Ultra Disc Prima Internasional), 2007.
USU Repository © 2009
diperoleh penerima waralaba selama masa pelaksanaan waralaba;
11.Atas pengakhiran waralaba, melarang penerima waralaba untuk melakukan
kegiatan sejenis, serupa, ataupun secara langsung maupun tidak langsung
dapat menimbulkan persaingan dengan mempergunakan Hak atas Kekayaan
Intelektual, penemuan atau ciri khas usaha;
12.Pemberian waralaba kecuali yang bersifat eksklusif tidak menghapuskan hak
pemberi waralaba untuk tetap memanfaatkan, menggunakan atau
melaksanakan sendiri Hak atas Kekayaan Intelektual, penemuan atau ciri
khas usaha.
Penerima waralaba memiliki kewajiban untuk :
1. Melaksanakan seluruh instruksi yang diberikan oleh pemberi waralaba
kepadanya guna melaksanakan Hak atas Kekayaan Intelektual, penemuan
atau ciri khas usaha, misalnya sistim manajemen, cara penjualan atau
penataan atau cara distribusi yang merupakan karakteristik khusus yang
merupakan objek waralaba ;
2. Memberikan keleluasaan bagi pemberi waralaba untuk melakukan
pengawasan maupun inspeksi berkala maupun secara tiba-tiba guna
memastikan bahwa penerima waralaba telah melaksanakan waralaba yang
diberikan dengan baik;
3. Memberikan laporan-laporan baik secara berkala maupun atas permintaan
khusus dari pemberi waralaba;
4. Sampai batas tertentu membeli barang modal tertentu, ataupun
Iman Pasu Purba : Tinjauan Yuridis Mengenai Penggunaan Perjanjian Standar Dalam Kontrak Bisnis Waralaba Local (Analisa Terhadap Kontrak PT. Ultra Disc Prima Internasional), 2007.
USU Repository © 2009
waralaba;
5. Menjaga kerahasiaan atas Hak atas Kekayaan Intelektual, penemuan atau
ciri khas usaha;
6. Melaporkan segala pelanggaran Hak atas Kekayaan Intelektual, penemuan
atau ciri khas usaha;
7. Tidak memanfaatkan Hak atas Kekayaan Intelektual, penemuan atau ciri
khas usaha, selain dengan tujuan untuk melaksankan waralaba yang
diberikan;
8. Melakukan pendaftaran waralaba;
9. Tidak melakukan kegiatan sejenis, serupa, ataupun secara langsung maupun
tidak langsung dapat menimbulkan persaingan dengan kegiatan usaha yang
mempergunakan Hak atas Kekayaan Intelektual;
10.Melakukan pembayaran royalti dalam bentuk, jenis dan jumlah yang telah
disepakati bersama;
11.Atas pengakhiran waralaba, mengembalikan seluruh data, informasi,
maupun keterangan yang diperolehnya;
12.Atas pengakhiran waralaba, tidak memanfaatkan lebih lanjut seluruh data,
informasi, maupun keterangan yang diperoleh oleh penerima waralaba
selama masa pelaksanaan waralaba;
13.Atas pengakhiran waralaba, tidak lagi melakukan kegiatan sejenis, serupa,
ataupun yang secara langsung maupun secara tidak langsung dapat
menimbulkan persaingan dengan mempergunakan Hak atas Kekayaan
Iman Pasu Purba : Tinjauan Yuridis Mengenai Penggunaan Perjanjian Standar Dalam Kontrak Bisnis Waralaba Local (Analisa Terhadap Kontrak PT. Ultra Disc Prima Internasional), 2007.
USU Repository © 2009
Penerima waralaba berhak untuk :
1. Memperoleh segala macam informasi yang berhubungan dengan Hak atas
Kekayaan Intelektual atau ciri khas usaha, misalnya sistim manajemen, cara
penjualan atau penataan atau cara distribusi yang merupakan karakteristik
khusus yang merupakan objek waralaba yang diperlukan olehnya untuk
melaksanakan waralaba yang diberikan tersebut;
2. Memperoleh bantuan dari pemberi waralaba atas segala macam cara
pemanfaatan atau penggunaan Hak atas Kekayaan Intelektual, penemuan
atau ciri khas usaha;
Hak dan kewajiban ini, baik oleh pemberi waralaba dan penerima
waralaba harus dituangkan di dalam perjanjian waralaba guna mewujudkan