• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. PERJANJIAN STANDAR DALAM PERSPEKTIF

B. Perjanjian Standar Dan Pengaturan Validitasnya

Perjanjian standar tumbuh berkembang dilatar belakangi dengan keadaan sosial dan ekonomi, dimana perusahaan besar semi pemerintah atau perusahaan-perusahaan pemerintah mengadakan kerjasama dalam suatu oraganisasi dan untuk kepentingannya menciptakan syarat-syarat tertentu, secara sepihak atau diajukan kepada pihak lawannya (counter party / wederpartij). Pitlo menyatakan bahwa perjanjian standar adalah suatu “dwang kontrak” kerena kebebasan yang diatur oleh Pasal 1338 KUHPerdata sudah dilanggar. Pihak yang lemah terpaksa menerima hal ini karena mereka tidak mampu berbuat lain34

34

Rahman,Hasanuddin, Legal Drafting. (Bandung : Citra Aditya Bhakti, 2000), hal 134.

Dalam perjanjian standar biasanya pihak lawan mempunyai kedudukan (bargaining position) yang

Iman Pasu Purba : Tinjauan Yuridis Mengenai Penggunaan Perjanjian Standar Dalam Kontrak Bisnis Waralaba Local (Analisa Terhadap Kontrak PT. Ultra Disc Prima Internasional), 2007.

USU Repository © 2009

lemah, baik karena posisi sosial ekonominya, maupun karena ketidaktahuannya mengenai perbuatan hukum yang akan diperbuatnya serta akibat hukumnya.35

Banyak ahli hukum menilai perjanjian standar sebagai perjanjian yang tidak sah, cacat dan bertentangan dengan asas kebebasan berkontrak. Namun demikian perjanjian standar sangat dibutuhkan dalam dunia bisnis karena para pengusaha akan memperoleh efisiensi dalam pengeluaran biaya dan waktu, selain itu perjanjian standar berlaku dimasyarakat sebagai suatu kebiasaan.36

Stein mengemukakan bahwa dasar berlakunya perjanjian standar ini adalah “de fictie van will of vertrouwen”. Jadi kebebasan kehendak yang sungguh-sungguh tidak ada pada pihak-pihak, khususnya debitur. Demikian juga Subekti mengemukakan bahwa asas konsensulisme terdapat didalam Pasal 1320 Jo 1338 KUHPerdata. Perlanggaran terhadap ketentuan ini mengkibatkan perjanjian tersebut tidak sah dan juga tidak mengikat sebagai undang-undang. 37

Di Indonesia tidak jelas diketahui sejak kapan mulai timbul perjanjian standar dalam praktek sehari-hari tetapi yang jelas sudah dahulu timbul dalam praktek. Misalnya cetak film, perjanjian rekening koran di Bank, dan lain sebagainya. Perundang-undangan di Indonesia belum ada yang mengatur secara tegas mengenai perjanjian standar, tetapi harus diakui bahwa secara eksplisit telah

Hal-hal diatas menunjukkan bahwa perjanjian standar bertentangan dengan asas-asas hukum perjanjian (Pasal 1320 Jo Pasal 1338 KUHPerdata) maupun kesusilaan. Akan tetapi dalam praktek perjanjian ini tumbuh karena keadaan menghendakinya dan harus diterima sebagai kenyataan.

35

Badrulzman, Mariam D. Aneka Hukum Bisnis. (Bandung : Citra Aditya Bhakti. 1994), hal, 46. 36

Muhammad, Abdulkadir, Perjanjian Baku Dalam Praktek Perusahaan Perdagangan. (Bandung : Citra Aditya Bhakti, 1992), hal 2.

37

Iman Pasu Purba : Tinjauan Yuridis Mengenai Penggunaan Perjanjian Standar Dalam Kontrak Bisnis Waralaba Local (Analisa Terhadap Kontrak PT. Ultra Disc Prima Internasional), 2007.

USU Repository © 2009

diatur dalam ketentuan yang berserak-serak sesuai dengan bidang perjanjian tersebut.

1. Pengertian

Perjanjian standar dialihbahasakan dari istilah terkenal dalam bahasa

Belanda, yaitu “ standaart contract” atau “standaart voorwarden” dalam bahasa Jerman, perjanjian standar dikenal dengan istilah “Allgemene geschafts bedingun”, standaart vertrag”, “standaart konditionen”. Hukum Inggris mengenal perjanjian standaart sebagai “standaart contract” atau “take it or leave it contract”.

Abdulkadir Muhammad mendefenisikan perjanjian standar adalah perjanjian yang menjadi tolak ukur yang dipakai sebagai patokan atau pedoman bagi setiap konsumen yang mengadakan hubungan hukum dengan pengusaha yang distandarisasikan atau dibakukan adalah meliputi model, rumusan, dan ukuran.38

Mariam Darus Badrulzaman menjelaskan bahwa perjanjian standar adalah perjanjian yang didalamnya dibakukan syarat eksenorasi dan dituangkan dalam bentuk formulir yang bermacam-macam bentuknya.39

Dari defenisi tersebut diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa suatu perjanjian standar adalah perjanjian yang dimuat didalamnya klusula-klausula yang sudah dibakukan, dan dicetak dalam bentuk formulir dengan jumlah yang banyak serta dipergunakan untuk semua perjanjian yang sama jenisnya. Suatu perjanjian standar biasanya digunakan oleh anggota suatu asosiasi dagang untuk

38

Muhammad Abdulkadir, Op. Cit. Hal 6. 39

Iman Pasu Purba : Tinjauan Yuridis Mengenai Penggunaan Perjanjian Standar Dalam Kontrak Bisnis Waralaba Local (Analisa Terhadap Kontrak PT. Ultra Disc Prima Internasional), 2007.

USU Repository © 2009

membuat perjanjian diantara sesamanya ataupun dengan pihak lain, dalam hal ini masyarakat. Perjanjian standar bahkan diatur oleh undang-undang. Selain itu, perjanjian standar juga digunakan sebagai alat untuk mengalokasikan resiko dalam perjanjian, dalam hal ini dipergunakan unutk menentukan terlebih dahulu pihak mana yang harus bertanggung jawab terhadap resiko yang timbul.

2. Ciri-ciri perjanjian standar

Sesuai dengan perkembangan kebutuhan masyarakat, maka ciri-ciri perjanjian standar mengikuti dan menyesuaikan dengan perkembangan tuntutan masyarakat, yang antara lain adalah sebagai berikut:

a. Bentuk perjanjian tertulis;

Bentuk perjanjian meliputi naskah perjanjian secara keseluruhan dan dokumen bukti perjanjian yang memuat syarat-syarat baku dibuat secara tertulis berupa akata otentik atau akta dibawah tangan.

b. Format perjanjian distandarisasikan;

Format perjanjian meliputi model, rumusan, dan ukuran. Format ini dibakukan, artinya sudah ditentukan model, rumusan, ukurannya sehingga tidak dapat diganti atau diubah dengan cara lain karena sudah dicetak. Model perjanjian dapat berupa blanko naskah perjanjian lengkap atau blanko formulir yang dilampiri dengan naskah syarat-syarat perjanjian, atau dokumen bukti perjanjian yang memuat syarat-syarat baku.

c. Syarat-syarat perjanjian (terms) ditentukan oleh pengusaha;

Syarat-syarat perjanjian yang merupakan pernyataaan kehendak ditentukan sendiri secara sepihak oleh pengusaha atau organisasi pengusaha. Karena

Iman Pasu Purba : Tinjauan Yuridis Mengenai Penggunaan Perjanjian Standar Dalam Kontrak Bisnis Waralaba Local (Analisa Terhadap Kontrak PT. Ultra Disc Prima Internasional), 2007.

USU Repository © 2009

syarat-syarat perjanjian itu dimonopoli oleh pengusaha, maka sifatnya cenderung lebih menguntungkan pengusaha ketimabang konsumen. Hal ini tergambar dalam klausula eksenorasi berupa pembebasan tanggung jawab pengusaha, tanggung jawab tersebut menjadi beban konsumen.

d. Konsumen hanya menerima atau menolak;

Jika konsumen bersedia menerima syarat-syarat perjanjian yang ditawarkan kepadanya, maka ditandatanganilah perjanjian tersebut. Penandatangan perjanjian tersebut menunjukkan bahwa konsumen tersebut bersedia memikul baban tanggung jawab. Jika konsumen tidak setuju dengan syarat-syarat perjanjian yang ditawarkan tersebut, ia tidak bisa melakukan negoisasi syarat-syarat yang sudah distandarisasikan tersebut.

e. Penyelesaian sengketa melalui musyawarah atau badan peradilan;

Dalam syarat-syarat perjanjian terdapat klusula standar mengenai penyelesaian sengketa. Jika timbul sengketa dikemudian hari dalam pelaksanaan perjanjian, maka penyelesaian dilakukan melalui badan arbitrase terlebih dahulu atau alternatif penyelesaian sengketa (alternative dispute resulations) sebelum diselesaikan di pengadilan.40

f. Perjanjian standar selalu menguntungkan pengusaha;

40

UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Pasal 2 menegaskan bahwa Pengadilan Negari Tidak berwenang untuk mengadili sengketa para pihak yang telah terikat dalam perjanjian arbitrase.

Selanjutnya, Pasal 5 ayat (1) UU No. 30 Tahun 1999, mengatur bahwa sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanya sengketa dibidang perdagangan dan mengenai hak ynag menurut hokum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa.

Sedangkan ayat Pasal 5 ayat (2) mengatur bahwa sengketa ynag tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase adalah sengketa yang menurut peraturan perundang-undangan tidak dapat diadakan perdamaian.

Iman Pasu Purba : Tinjauan Yuridis Mengenai Penggunaan Perjanjian Standar Dalam Kontrak Bisnis Waralaba Local (Analisa Terhadap Kontrak PT. Ultra Disc Prima Internasional), 2007.

USU Repository © 2009

Perjanjian standar dirancang secara sepihak oleh pihak pengusaha, sehingga perjanjian yang dibuat dengan cara demikian akan selalu menguntungkan pengusaha, terutama dalam hal –hal sebagai berikut:

a. efisiensi biaya, waktu, dan tenaga;

b. praktis karena sudah tersedia naska yang dicetak berupa formulir atau blanko yang siap diisi dan ditandatangani;

c. penyelesaian cepat karena konsumen hanya menyetujui dan atau menandatangani perjanjian yang ditawarkan padanya;

d. homogenitas perjanjian yang dibuat dalam jumlah yang banyak; e. pembebanan tanggung jawab.

Sedangkan Mariam D.Badrulzman menjelaskan bahwa ciri-ciri perjanjian standar adalah sebagai berikut :41

1. Isinya ditetapkan secara sepihak kreditur yang posisinya relatif kuat dari debitur;

2. Debitur sama sekali tidak ikut menentukan isi perjanjian tersebut;

3. Terdorong oleh kebutuhannya, debitur terpaksa menerima

perjanjian tersebut; 4. Bentuknya tertulis;

5. Dipersiapkan terlebih dahulu secara massal atau individual.

Ciri ciri tersebut mencerminkan prinsip ekonomi dan kepastian hukum yang berlaku di negara-negara yang bersangkutan. Prinsip ekonomi dan kepastian hukum dalam perjanjian standar dilihat dari kepentingan pengusaha bukan dari kepentingan konsumen. Dengan pemberlakuan syarat-syarat perjanjian, maka

41

Iman Pasu Purba : Tinjauan Yuridis Mengenai Penggunaan Perjanjian Standar Dalam Kontrak Bisnis Waralaba Local (Analisa Terhadap Kontrak PT. Ultra Disc Prima Internasional), 2007.

USU Repository © 2009

kepentingan ekonomi pengusaha lebih terjamin karena konsumen hanya menyetujui syarat-syarat yang ditawarkan oleh pengusaha.

3. Jenis-jenis perjanjian standar

Perjanjian standar dapat dibedakan dalam tiga jenis, sebgau berikut :42

a. Perjanjian standar sepihak;

Merupakan perjanjian yang isinya ditentukan oleh pihak yang kuat kedudukannya di dalam perjanjian itu. Pihak yang kuat disini adalah pihak kreditur yang lazimnya mempunyai kedudukan ekonomi kuat dibandingkan pihak debitur. Kedua belah pihak lazimnya terikat dalam organisasi, misalnya pada perjanjian kerja kolektif.

b. Perjanjian standar yang ditetapkan oleh pemerintah;

Merupakan perjanjian yang mempunyai objek berupa hak-hak atas tanah. Dalam bidang agraria, misalnya Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1996 tentang Bentuk Surat Kuasa Membabankan Hak Tangungan, Akta Pemberian Hak Tanggungan, Buku Tanah Hak Tanggungan, dan Sertifikat Hak Tanggungan.

c. Perjanjian standar yang ditentukan dilingkungan notaris atau advokad;

Merupakan perjanjian yang sudah sejak semula disediakan untuk memenuhi permintaan dari anggota masyarakat yang meminta bantuan Notaris atau Advokad yang bersangkutan.

42

Iman Pasu Purba : Tinjauan Yuridis Mengenai Penggunaan Perjanjian Standar Dalam Kontrak Bisnis Waralaba Local (Analisa Terhadap Kontrak PT. Ultra Disc Prima Internasional), 2007.

USU Repository © 2009

4. Pengaturan validitas perjanjian standar

Syarat sahnya suatu perjanjian standar adalah sama halnya dengan syarat

sahnya suatu perjanjian pada umumnya, yakni sebagaimana bunyi Pasal 1320 KUHPerdata, yang menentukan bahwa untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat :43

a. Kesepakatan mereka yang mengikat dirinya (wilsovereenssteming/

agreement);

Secara formil suatu pernyataan kesepakatan para pihak dalam suatu

perjanjian tertulis cukup dengan pembubuhan tanda tangan pada perjanjian tersebut.

b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan (capacity);

Kecakapan para pihak dalam membuat suatu perikatan pada dasarnya adalah sebagaimana bunyi Pasal 1330 KUHPerdata, yaitu sudah dewasa (jo. Pasal 330 KUHPerdata, umur 21 tahun keatas), dan tidak sedang berada dibawah pengampuan (jo. Pasal 433 KUHPerdata). Namun selain itu juga memerlukan ketentuan-ketentuan tertentu yaitu mengenai orang yang berhak untuk memiliki kepastian untuk membuat perjanjian. Misalnya suatu Perseroan Terbatas, maka pihak yang memiliki kepastian untuk membuat perjanjian adalah Direksi dari Perseroan Terbatas tersebut sebagai mana diatur dalam Pasal 79 ayat (1), Pasal 82, Pasal 89 UU Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.

c. Suatu hal tertentu (bepaald onderwrep / Certainly of terms);

Suatu perjanjian harus memiliki suatu objek tertentu.

43

Iman Pasu Purba : Tinjauan Yuridis Mengenai Penggunaan Perjanjian Standar Dalam Kontrak Bisnis Waralaba Local (Analisa Terhadap Kontrak PT. Ultra Disc Prima Internasional), 2007.

USU Repository © 2009

d. Suatu sebab yang halal (geoorloofde oorzaak/ legality);

Yang dimaksud dengan kausa adalah isi atau maksud dari suatu perjanjian.

Berkaitan dengan hal diatas, maka apabila suatu perjanjian standar telah dibuat dengan memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian, maka berlaku Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang menyatakan bahwa perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi pihak yang membuatnya dengan disertai konsekuensi pada ayat (2) yang menyatakan bahwa suatu persetujuan tidak dapat ditarik kembali selain melalui kesepakatan atau oleh undang-undang. Lebih lanjut pada ayat (3) menekankan bahwa pelaksanaan perjanjian harus dengan itikad baik. Dari penjelasan diatas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa suatu perjanjian standar adalah sah sepanjang secara formil dan materiil terpenuhi ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata.

C. KLAUSULA BAKU DAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM SUATU

Dokumen terkait