DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Ega Bismahadi Gupta
Tempat dan Tanggal Lahir : Bandung, 13 Juni 1990
Alamat : Jl. Nilem VIII No.08 RT/RW 005/005 Kelurahan Cijagra Kecamatan Lengkong Bandung Jawa Barat
Indonesia.
Pendidikan : TK. BPI 1996
SDN. Nilem 2002
Laporan Pengatar Tugas Akhir
PERANCANGAN BUKU CERITA BERGAMBAR
PRABU SILIWANGI
DK 38315 Tugas Akhir
Semester II 2012/2013
Oleh :
Ega Bismahadi Gupta
51909050
Program Studi Desain Komunikasi Visual
FAKULTAS DESAIN
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
BANDUNG
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah kepada Nya, laporan pengantar tugas akhir yang berjudul “PERANCANGAN BUKU CERITA BERGAMBAR PRABU SILIWANGI” ini dapat terselesaikan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan.
Dalam menyelesaikan mata kuliah Tugas Akhir Jurusan Desain Komunikasi Visual UNIKOM. Buku cerita bergambar Prabu Siliwangi ini, berkaitan dengan masalah yang dijadikan sebagai bahan penelitian khususnya tokoh Prabu Siliwangi dalam pengenalan tokoh. Dalam menyusun penelitian ilmiah ini penulis banyak melibatkan pihak.
Penulis menyadari dalam laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga bermanfaat.
Bandung, Juli 2013
DAFTAR ISI BUKU ILUSTRASI PRABU SILIWANGI ... 5
II.1 Prabu Siliwangi ... 5
II.2 Bukti Keberadaan Prabu Siliwangi... 7
II.3 Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh... 9
II.4 Kerajaan Singhapura ... 10
II.5 Masalah Identitas Prabu Siliwangi... 11
II.6 Antara Sri Baduga Maharaja dan Prabu Siliwangi... 13
II.7 Perjalanan Prabu Siliwangi ... 15
II.8 Buku Ilustrasi ... 17
II.9 Jenis-jenis buku bergambar ... 18
II.10 Pengaruh Buku Ilustrasi pada Anak ... 19
II.11 Targe Audience ... 20
II.11 Kuisioner ... 21
III.1 Strategi Komunikasi... 22
BAB IV TEKNIS PRODUKSI DAN MEDIA... 45
IV.1.1 Media... 45
IV.1.2 Teknis Perancangan... 45
IV.2 Media Promosi... 48
IV.2.1 Poster... 48
IV.2.2 X-Banner... 48
IV.3 Media Pendukung... 49
IV.3.1 Pembatas Buku... 49
IV.3.2 Jadwal Pelajaran... 50
IV.3.3 Peta... 51
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Asura, E. Rokajat. 2009. Prabu Siliwangi. Depok: Edelweiss Asura, E. Rokajat. 2009. Wangsit Siliwangi. Depok: Edelweiss
Ekadjati, Edi S. 2009. Kebudayaan Sunda Zaman Padjajaran. Pustaka Jaya. Iskandar, Yoseph, Drs. 1997. Sejarah Jawa Barat. Bandung: Geger Sunten Rustan, Surianto. 2010. Font dan Tipografi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Rustan, Surianto. 2009. Layout. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Rosidi, Ajip. 2011. Kearifan Lokal Dalam Perspetif budaya Sunda. Bandung: Kiblat Utama
Rothlein, Liz. Meinbach, Anita Meyer. 1991. Children's literature; Children;
Study and teaching (Elementary). United States: Books and reading.
Yusuf, Syamsyu, Dr. H. 2000. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
ARTIKEL ONLINE
Sang Suryagama. 2013. Komunitas Pecinta Cirebon. http://cirebonisun.blogspot.com/2013_02_01_archive.html
Asep Iqbal. 2013. Great Sunda. http://greatsunda.wordpress.com/tag/sri-baduga-maharaja/
Donn F. Draeger. 1972. Weapons & Fighting Arts of Indonesia. http://books.google.co.id/
Nusantara Online. Tokoh Pajajaran.
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Masalah
Pulau Jawa adalah salah satu pulau di Indonesia, yang dihuni oleh sekian banyak etnis. Suku Jawa dan suku Sunda merupakan etnis yang mendominasi pulau Jawa. Pada awal mulanya baik itu suku Jawa dan Sunda memiliki kerajaan secara terpisah dengan tradisi budaya yang berbeda. Masyarakat Jawa dan Sunda memiliki cerita-cerita rakyat maupun legenda yang beragam, salah satu kisah yang paling dikenal oleh masyarakat Sunda adalah kisah Prabu Siliwangi.
Menurut Edi S.Ekadjati (2009) Prabu Siliwangi adalah tokoh yang dikenal dalam cerita mitologis dan legendaris masyarakat Sunda, dipercayai sebagai raja Pajajaran terbesar, terideal, dan terakhir. Raja Pajajaran yang dapat dipandang sebagai pahlawan kebudayaan Sunda. Putera raja dari permaisuri, dibesarkan di dalam keraton, tetapi masa mudanya penuh dengan cobaan dan keprihatinan. Dengan Keberanian, Kekuatan fisik beserta kesaktiannya, akhirnya ia dikenal sebagai sosok yang kharismatik. Keunggulan tokoh Prabu Siliwangi dan Kerajaan Pajajaran pada masa pemerintahannya dituturkan dalam berbagai cerita pantun, babad dan wawacan masyarakat Sunda.
Populernya nama tokoh ini menyebabkan beberapa sejarawan Sunda terpanggil untuk mengidentifikasi identitasnya secara historis. Berdasarkan kajian sumber primer dan sumber sekunder, munculah pendapat bahwa Prabu Siliwangi itu adalah Sri Baduga Maharaja atau Prabu Jayadewata. Bertahta dari tahun 1482-1521.
pandangan mengenai identitas Prabu Siliwangi antara kelompok pertama dengan kelompok kedua tersebut tidak menyebabkan timbulnya konflik, melainkan sebaliknya, sebagai orang Sunda mereka sama-sama menganggap Prabu Siliwangi sebagai tokoh ideal orang Sunda, dan menjadi pahlawan kebudayaan Sunda (Edi S.Ekadjati(2009). Prabu Siliwangi memang sangat dikenal oleh masyarakat Sunda atau Jawa Barat, tetapi sebagian besar masyarakat hanya mengetahui Prabu Siliwangi sebagai raja Pajajaran (Sri Baduga Maharaja) yang merupakan raja terbesar bagi masyarakat Sunda, sosok yang dikenal sangat sakti dan dihormati oleh rakyatnya. Namun sebagian besar masyarakat Indonesia khususnya Jawa Barat kurang mengetahui kisah Prabu Siliwangi saat ia belum menjadi Sri Baduga Maharaja atau raja Pajajaran, padahal dalam kisah Prabu Siliwangi terdapat petualangan yang menarik saat ia menjadi seorang satria pengembara. Tokoh Prabu Siliwangi juga memiliki nilai-nilai positif akan kisahnya yang penuh perjuangan dan pantang menyerah dalam menyatukan Pajajaran, ditambah lagi pada era globalisasi ini, cerita-cerita lokal bangsa Indonesia semakin menipis dikarenakan oleh banyaknya cerita-cerita luar yang dikemas sangat kreatif, khususnya di kalangan anak-anak dan remaja.
Menurut Ajip Rosidi (2011), Dihadapkan pada sistem pendidikan yang seperti sekarang ini, ditambah lagi dengan terjangan era globalisasi, nilai-nilai lokal bangsa Indonesia semakin menipis. Pendidikan melalui sekolah-sekolah di Indonesia lebih banyak memperkenalkan siswa-siswi dengan kebudayaan Barat, materi yang mengenalkan kebudayaan warisan nenek moyang Indonesia memiliki porsi yang lebih sedikit. Dengan demikian bangsa ini semakin kehilangan nilai-nilai lokal yang terdapat pada peninggalan warisan kebudayaan leluhurnya yang kurang diperkenalkan melalui pendidikan formal maupun nonformal.
I.2 Identifikasi Masalah
Seperti yang telah di uraikan dalam latar belakang, terdapat berbagai masalah. Diantaranya adalah :
masyarakat Sunda, kisah-kisah perjuangan saat ia belum menjadi raja berdasarkan referensi dari buku Sejarah Jawa Barat yang ditulis oleh Drs. Yoseph Iskandar (1997).
Kurangnya buku atau media kreatif lainya yang membahas tentang cerita Prabu Siliwangi untuk anak, sehingga anak-anak tidak sempat untuk mengenal tokoh-tokoh dan mengetahui nilai-nilai positif pada kisah Prabu Siliwangi.
Tokoh-tokoh atau karakter asing yang dikemas lebih kreatif mendominasi pasar di Indonesia dibandingkan tokoh-tokoh atau karakter lokal.
I.3 Rumusan Masalah
Prabu Siliwangi memang sangat dikenal oleh masyarakat Sunda atau Jawa Barat, tetapi sebagian besar masyarakat hanya mengetahui Prabu Siliwangi sebagai raja Pajajaran (Sri Baduga Maharaja) yang merupakan raja terbesar bagi masyarakat Sunda, sosok yang dikenal sangat sakti dan dihormati oleh rakyatnya. Namun sebagian besar masyarakat Indonesia khususnya Jawa Barat kurang mengetahui kisah Prabu Siliwangi saat ia belum menjadi Sri Baduga Maharaja atau raja Pajajaran, padahal dalam kisah Prabu Siliwangi terdapat petualangan yang menarik saat ia menjadi seorang satria pengembara. Tokoh Prabu Siliwangi juga memiliki nilai-nilai positif akan kisahnya yang penuh perjuangan dan pantang menyerah dalam menyatukan Pajajaran, ditambah lagi pada era globalisasi ini, cerita-cerita lokal bangsa Indonesia semakin menipis dikarenakan oleh banyaknya cerita-cerita luar yang dikemas sangat kreatif, khususnya di kalangan anak-anak dan remaja.
I.4 Batasan Masalah
menjadi patandang (peserta) lomba tarung satria. Dalam final, ia bertarung sengit dan mengalahkan Prabu Amuk Murugul.
I.5 Tujuan Perancangan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan dari perancangan ini adalah merancang buku Ilustrasi mengenai tokoh Prabu Siliwangi yang memiliki tujuan untuk:
Menumbuhkan rasa bangga dan kecintaan terhadap legenda dan budaya lokal.
Mengangkat kisah-kisah yang kurang dibahas pada tokoh legenda Prabu Siliwangi.
Munculnya buku ini diharapkan dapat memperkaya Apresiasi terhadap budaya lokal.
BAB II
PEMBAHASAN PERANCANGAN BUKU ILUSTRASI PRABU
SILIWANGI
II.1 Prabu Siliwangi
Menurut Edi S.Ekadjati (2009) yang dikutip dari buku Kebudayaan Sunda Zaman Padjajaran, Prabu Siliwangi adalah tokoh yang dikenal dalam cerita mitologis dan legendaris masyarakat Sunda, dipercayai sebagai raja Pajajaran terbesar, terideal, dan terakhir. Raja Pajajaran yang dapat dipandang sebagai pahlawan kebudayaan Sunda. Keunggulan tokoh Prabu Siliwangi dan Kerajaan Pajajaran pada masa pemerintahannya dituturkan dalam berbagai cerita pantun, babad, dan wawacan masyarakat Sunda. Akhir hayat Prabu Siliwangi digambarkan secara misterius, legendaris dan mitologis.
Gambar II.1 Lukisan Sri Baduga Maharaja
http://id.merbabu.com/candi/pura_prabu_Siliwangi.html (6 April 2013)
Pada masa mudanya Sri Baduga terkenal sebagai ksatria pemberani dan tangkas, bahkan satu-satunya yang pernah mengalahkan Ratu Japura (Amuk Murugul). Dalam berbagai hal, orang sejamannya teringat kepada kebesaran mendiang buyutnya (Prabu Maharaja Lingga Buana) yang gugur di Bubat yang digelari Prabu Wangi. Mengenai hal itu, Pustaka Rajyarajya I Bhumi Nusantara II mengungkapkan bahwa orang Sunda menganggap Sri Baduga sebagai pengganti Prabu Wangi, sebagai silih yang telah hilang. Semasa medan perang Bubat, ia banyak membinasakan musuhnya karena Prabu Maharaja sangat menguasai ilmu senjata dan mahir berperang, tidak mau negaranya diperintah dan dijajah orang lain.
Beliau berani menghadapi pasukan besar Majapahit yang dipimpin oleh sang Patih Gajah Mada yang jumlahnya tidak terhitung. Oleh karena itu, ia bersama semua pengiringnya gugur tidak tersisa. Ia senantiasa mengharapkan kemakmuran dan kesejahteraan hidup rakyatnya di seluruh bumi Jawa Barat. Kemasyurannya sampai kepada beberapa negara di pulau-pulau Dwipantara atau Nusantara namanya yang lain. Kemashuran Sang Prabu Maharaja membangkitkan (rasa bangga kepada) keluarga, menteri-menteri kerajaan, angkatan perang dan rakyat Jawa Barat. Oleh karena itu, nama Prabu Maharaja mewangi. Selanjutnya ia di sebut Prabu Wangi. Dan keturunannya lalu disebut dengan nama Prabu Siliwangi. Demikianlah menurut penuturan orang Sunda.
II.2 Bukti Keberadaan Prabu Siliwangi
Menurut Edi S.Ekadjati (2009). Selain naskah-naskah Pangeran Wangsakerta, tidak ada sumber lain tentang Tanah Sunda periode pra-Islam yang memberitahukan hubungan langsung Kerajaan Tarumanagara dengan Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh. Yang ada hanyalah sumber yang memberikan tentang Kerajaan Tarumanagara dan dua kerajaan berikutnya masing-masing secara terpisah, baik berupa prasasti, naskah, berita luar negeri, maupun benda-benda budaya lainya.
Sampai sekarang telah ditemukan 24 buah prasasti yang berasal dari masa Kerajaan Sunda dan Galuh, terdiri atas 19 yang ditulis pada baru dan 6 yang
NYALINDUNG yang ditemukan di kampung Nyalindung Tengah, Bogor dan sekarang disimpan di museum Nasional di Jakarta. BATUTULIS hingga sekarang berada di Batutulis, kota Bogor,
beraksara Sunda Kunadan berbahasa Sunda Kuna serta berangka tahun 1455 saka = 1533 Masehi.
SANGHIYANG TAPAK yang terdiri dari 2 prasasti, 4 buah batu, ditemukan di Cibadak dan bantarmuncang, Sukabumi, beraksara dan berbahasa Jawa Kuna serta berangka tahun 952 Saka= 1030 Masehi, sekarang disimpan di Museum Nasional.
PASIR DATAR ditemukan diperkebunan Pasir Datar, Cisadane, Sukabumi, sekarang disimpan di musium Nasional.
GALUH diperkirakan dari daerah Galuh, beraksara Sunda Kuna, berupa angka tahun mungkin 1400 saka = 1478 Masehi sekarang disimpan dimuseum nasional.
KAWALI terdiri dari 5 prasasti, untuk pertama kalinya prasasti di Tanah Sunda menggunakan aksara dan bahasa Sunda Kuna, berada di Astana Gedé, Kawali, Ciamis.
CIKAPUNDUNG ditemukan diperkebunan kina Cikapundung, bandung Utara, pada arca batu megalitik tipe Pajajaran, berupa angka tahun Saka 1363 = 1441 Masehi, disimpan di Musium nasional.
RUMATAK (ditemukan di Geger Hanjuang, desa Rawagirang, Singaparna, Tasikmalaya, beraksara Jawa Kuna, berbahasa Sunda Kuna, berangka tahun 1033 atau 1333 saka = 1111 atau 1411 Masehi, sekarang disimpan di Museum Nasional
CIKAJANG berada diperkebunan teh milik K.F.Holle di Cikajang, Garut, beraksara dan berbahasa Sunda Kuna.
ULUBELU di Ulubelu, desa Rebangkubung, lampung, beraksara Sunda Kuna, disimpan di Museum nasional.
MANDIWUNA ditemukan di desa Cipadung, ciamis, beraksara dan berbahasa Jawa Kuna, sekarang disimpan di Museum Sri Baduga bandung.
Serta 6 prasasti lempengan tembaga sebagai berikut:
KEBANTENAN terdiri dari 5 prasasti, dibeli oleh Raden Saleh dari penduduk desa Kebantenan, Bekasi, beraksara dan berbahasa Sunda Kuna, sekarang disimpan di Museum Nasional.
SAPADINGAN pada kohlok perunggu, beraksara dan berbahasa Jawa Kuna berangka tahun 1111 saka = 1189 Masehi, ditemukan di desa Sadapaingan, Kawali, Sekarang disimpan di Museum Nasional.
Prasasti yang berasal dari masa ini dapat diklarifikasikan menjadi dua jenis, yaitu piteket dan sakakala. Piteket adalah prasasti yang berisi pengunguman atau pemberitahuan tentang keputusan raja pembuat prasasti. Sedangkan Sakakala adalah prasasti yang isinya memperingati peristiwa yang terjadi pada masa lalu atau mengenang dan menghargai perbuatan dari raja terdahulunya.
II.3 Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh
Berbeda dengan Kerajaan Tarumanagara yang lokasi ibukotanya di daerah pesisir, ibukota Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh berada di pedalaman. Dalam hal ini, Pakuan (sekitar kota Bogor sekarang) sebagai ibukota Kerajaan Sunda, Kemudian Kawali (dekat kota Ciamis sekarang) sebagai ibukota Kerajaan Galuh. Pakuan terletak sekitar 70 km dari pesisir utara. Ibukota ini dihubungkan ke pesisir utara oleh Sungai Ciliwung yang cukup besar dan pada saat itu.
Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh mengisi berita-berita tentang Tanah Sunda selama berabad-abad hingga menjelang akhir abad ke-16 Masehi. Sejak awa berdirinya (sekitar abad ke-7 atau awal abad ke-8) kedua kerajaan tersebut memiliki hubungan yang erat. Hubungan kerajaan kedua kerajaan ini makin lama makin erat berkat terjalinya hubungan kekeluargaan di antara keluarga keraton keduanya baik melalui hubungan darah maupun hubungan pernikahan seperti halnya Sri Baduga Maharaja dari Galuh dengan Kentring Manik dari Sunda yang akhirnya menyatukan kembali Sunda-Galuh dan kemudian menjadi Pajajaran.
Gambar II.2 Peta Kerajaan Sunda & Kerajaan Galuh
http://greatsunda.wordpress.com/tag/sri-baduga-maharaja/, (7 April 2013)
II.4 Kerajaan Singhapura
masyarakat Singhapura sangat akrab dengan segala hal yang berkaitan dengan air. Di kawasan ini, terutama di daerah Kecamatan Kapetakan banyak dibangun telaga. Telaga yang sampai sekarang masih dapat kita saksikan adalah telaga Jabir (di Karangkendal) dan telaga Jayasena. Berbeda dengan di wilayah lainnya, telaga di sini selain berfungsi sebagai cadangan air minumdan mandi juga berfungsi sebagai tempat penyimpanan air untuk upacara-upacara ritual. Upacara-upacara ritual yang dimaksud adalah upacara Nujubulan. Pada waktu Islam masuk ke Cirebon, telaga-telaga warisan zaman Hindu ini tetap dipertahankan.
Kerajaan Singhapura mengalami puncak kejayaan pada masa pemerintahan Ki Jumajan Jati atau dikenal dengan Ki Gedeng Tapa. Pada tahun 1401, berdasarkan catatan sejarah yang ditulis oleh P. Arya Carbon Raja Giyanti(P.Roliya Martakusuma), pelabuhan Muara Jati mendapat kunjungan armada besar dari China yang dipimpin oleh Cheng Hwa. Selama berada di Pesambangan Jati, Cheng Hwa menyarankan agar pelabuhan Muara Jati harus dilengkapi dengan Prasada Hing Tunggang Prawata (Mercusuar). Ki Gedeng Tapa pun menyetujui usulan ini. Maka dibangunlah menara api tersebut di atas bukit Amparan Jati. Selain melakukan alih teknologi, di pasar Pesambangan Jati juga terjadi transaksi antara penduduk lokal dengan pendatang dari tiongkok ini. Komoditi andalan Cirebon yang berupa garam, terasi, kayu jati, beras tuton. rempah-rempah ditukar dengan komoditi dari China yang berupa bahan pakaian, guci, tembikar dan barang pecah belah lainnya.
Sejak didirikannya menara di atas bukit amparan jati, makin ramailah kunjungan kapal dagang asing dari mancanegara ke pelabuhan Cirebon. Siang dan malam banyak kapal-kapal dagang yang membongkar muatannya. Namun ada juga yang sekedar transit untuk mengisi air tawar atau singgah untuk memperbaiki kerusakan kapalnya di galangan kapal Cirebon. Sebab pada saat itu, Cirebon juga dikenal memiliki stok persediaan kayu jati yang memadai.
II.5 Masalah Identitas Prabu Siliwangi
Seperti yang dikutip oleh Edi S.Ekadjati (2009) dari buku Kebudayaan
Sunda Zaman Padjajaran, identitas tokoh Prabu Siliwangi mengandung masalah
sebelumnya, pada satu pihak menganggap Prabu Siliwangi itu sebagai toko sejarah, artinya manusia yang pernah ada dan hidup di dunia nyata. Tetapi pada pihak lain nama Prabu Siliwangi sebagai raja Sunda sama sekali tidak tercatat dalam sumber primer tentang Kerajaan Sunda.
Dalam dokumen resmi kerajaan (prasasti) hanya tercatat nama-nama Prabu Raja Wastu, Rahyang Niskala Wastukancana, Rahyang Ningratkancana, dan Sri Baduga Maharaja sebagai raja Sunda. Dalam sumber primer berupa naskah pun nama Prabu Siliwangi sebagai raja Sunda tak dijumpai. Dalam Sanghyang Siksa
Kandang Karesian yang disusun tahun 1518 nama Siliwangi itu disebutkan
sebagai judul cerita pantun (Atja & Saleh Danasasmita,1981), tanpa dijelaskan lebih jauh mengenai identitasnya dan juga bagaimana isi ceritanya.
Tetapi dari cerita pantun Siliwangi oleh juru pantun dari Kabupaten Bogor pada tahun 1986 jelas yang dimaksud Siliwangi adalah raja Pajajaran terbesar. Jika isi cerita pantun itu ternyata sama dengan isi cerita pantun Siliwangi yang disebut pada Sanghyang Siksa Kandang Karesian, maka berarti pada tahun 1518 nama Siliwangi sebagai raja Pajajaran telah menjadi tokoh sastra, tokoh legenda, dan tokoh budaya. Hal itu berarti pula pada masa Sri Baduga Maharaja memerintah (1482-1521) nama Siliwangi telah menjadi tokoh sastra. Begitu juga di dalam naskah Bujangga Manik, bahwa Siliwangi itu (tertulis: Silih Wangi) nama tokoh yang diabadikan pada tempat pemandian atau sumur Jalatunda di daerah Kabupaten Brebes (Jawa Tengah). Menurut Noorduyn (1982), keterangan tersebut menunjukan bahwa Siliwangi telah menjadi tokoh sejarah pada waktu teks itu ditulis.
Memang harus diakui bahwa Prabu Siliwangi sebagai raja Pajajaran hanya didapatkan dalam sumber sekunder (babad, wawacan, folkor) yang bentuk dan sifatnya lebih bersifat sastra daripada sejarah. Adapum dalam sumber primer (prasasti, naskah kontemporer), identitas dan aktivitas tokoh dengan nama demikian tidak dijumpai sama sekali. Maka Prabu Siliwangi itu bukanlah tokoh sejarah, melainkan tokoh sastra, tokoh legenda atau tokoh mitologis.
sejarah, melainkan hanya sebagai tokoh sastra. Pada pihak lain kaum intelektual yang menatuh perhatian pada masalah ini, mempertanyakan data yang membuktikan bahwa Prabu Siliwangi itu merupakan tokoh sejarah.
II.6 Antara Sri Baduga Maharaja dan Prabu Siliwangi
Seperti yang dikutip oleh Drs.Yoseph Iskandar (1997) dari buku Sejarah
Jawa Barat, berdasarkan hasil musyawarah para pemuka Galuh dan Sunda,
setelah Prabu Dewa Niskala dan Prabu Susuktunggal meletakkan tahta kerajaanya, sebagai penggantinya, yaitu Sang Jayadewata, putera Prabu Dewa Niskala, cucunya Sang Mahaprabu Niskala Wastu Kancana, cicitnya Prabu Maharaja Linggabuana (Prabu Wangi). Di bawah pemerintahan Sri Baduga Maharaja, Kerajaan Pajajaran mencapai puncak kejayaanya. Peraturan dan ajaran leluhur dipegang teguh. Karena itu tidak akan kedatangan musuh lahir dan musuh batin. Bahagia sentosa di utara, selatan, barat, dan timur, karena perasaan sejahtera. (Purbatisti-purbajati, mana mo kadatangan ku musuh ganal musuh alit.
Suka kretatang lor kidul kulon wetan kena kretarasa).
Pakuan yang menjadi ibukota Pajajaran memiliki jumlah penduduk mencapai 48.271 orang. Pada masa pemerintahan itu, Pakuan merupakan kota terbesar kedua di seluruh Nusantara, setelah Demak yang jumlah penduduknya mencapai 49.197 orang. Pasai menjadi kota terbesar ketiga, dengan jumlah penduduk mencapai 23.121 orang. Pelabuhan-pelabuhan yang menjadi pusat kegiatan niaga adalah Banten, Pontang, Cigede, Tamgara (muara Cisadane), Sunda Kelapa, Karawang dan Cimanuk.
Dayo yang dicatat oleh Tome Pires, maksudnya dayeuh, yaitu kota Pakuan. Rumah-rumah disana indah dan besar, terbuat dari bahan batu, kayu dan palem. Istana keraton, dikelilingi 330 pilar sebesar tong anggur yang tingginya 4 pathom (kira-kira 9 meter) dengan ukiran indah di puncaknya. Tome Pires juga mencatat tentang perilaku orang Pajajaran, yang menarik, ramah, tinggi-kekar, dan mereka orang jujur. Komentarnya mengenai pemerintaha Sri Baduga Maharaja adalah "The Kingdom of Sunda is justtly governed" (Kerajaan Sunda diperintah dengan adil).
Karya besar Sri Baduga Maharaja diabadikan dalam prasasti, baik yang dibuat atas perintahnya langsung, atau dibuat kemudian setelah ia meninggal dunia. Prasasti yang dibuat atas perintahnya, adalah prasasti tembaga yang ditemukan di Kebantenan, Bekasi, sebanyak 5 lembar. Dari prasasti tersebut dapat diketahui, bahwa Sri Baduga Maharaja mengukuhkan status lemah dewasasana atau lurah
kawikuan di Sunda Sembawa, Gunung Samaya, dan Jayagiri. Pengukuhan
batas-batas tanah tersebut, merupakan perlindungan terhadap tempat-tempat suci keagamaan. Selain itu, daerah-daerah tersebut dibebaskan dari 4 macam pajak:
1. Dasa, adalah pajak tenaga perorangan, yaitu kewajiban bekerja beberapa hari dalam setahun untuk kerajaan.
2. Calagara, adalah pajak tenaga kolektif yang diambil dari suatu daerah, untuk kepentingan raja dan negara.
3. Kapas-timbang, upeti kapas sebanyak 10 pikul pertahun
4. Pare-dongdang, menyerahkan padi turiang, yaitu padi yang tumbuh di
huma setelh dipanen dan ditinggalkan penggarapnya (peladang adalah petani yang berpindah-pindah tempat garapanya).
Karya Sri Baduga Maharaja, tercatat dalam prasasti Batu-tulis Bogor yang berangka tahun 1455 Saka. Angka tersebut menunjukan tahun 1533 Masehi. Sri Baduga Maharaja memerintah selama 39 tahun, dari tahun 1482 sampai 1521. berarti prasasti tersebut dibuat setelah 12 tahun Sri Baduga Maharaja wafat (prebu
ratu purane), untuk kepentingan ngahiyangkeun atau ngiyangkeun (upacara
Dalam pasasti batutuli Bogor disebutkan jasa-jasa Sri Baduga Maharaja antara lain adalah:
1. Nu nyusuk na pakwan, membuat "susukan" atau parit pertahanan sepanyang 3 kilometer tebing Cisadane, bekas tanah galian dibentuk benteng memanjang di bagian dalam, sehingga jika musuh menyerang dari luar akan terhambat oleh parit kemudian benteng tanah.
2. Nu nyiyan sakakala gugunungan, membuat tanda peringatan berupa
gunung-gunungan, yaitu bukit badigul di daerah Rancamaya, tempat upacara dan menyemayamkan abu jenazah raja-raja tertentu.
3. Ngabalay, memperkeras jalan dengan bebatuan tertentu (penetrasi) dari
gerbang Pakuan sampai keraton, kemudian dari gerbang Pakuan ke Rancamaya (7km).
4. Nyiyan samida, melestarikan hutan tutupan (terlarang) yang ditanami kayu
samida (untuk kepentingan upacara ngahiyangkeun).
5. Nyiyan sanghiyang talaga rena mahawijaya, membuat talaga yang diberi
nama Rena Mahawijaya untuk kepentingan pariwisata dan penyuburan tanah.
Dengan segala kebesaran jasa dan kejayaan karyanya, Sri Baduga
Maharaja Ratu aji di Pakwan Pajajaran Sri Sang Ratu Dewata, bagi masyarakat
Pajajaran tidak efisien untuk menyebut gelarnya yang demikian panjang. Masyarakat hanya tahu, bahwa raja sebesar Sri Baduga Maharaja pernah ada pada masa sebelumnya, yaitu jaman pemerintahan Prabu Wangi dan Prabu Wangisuta, Sri Baduga Maharaja pun dianggap silih (pengganti) wanginya (termashurnya) raja yang gugur di Bubat, sehingga Amir Sutaarga dan Saleh Danasasmita menganggap Sri Baduga Maharaja itulah yang termashur sebagai Prabu Silih Wangi atau Prabu Siliwangi.
II.7 Perjalanan Prabu Siliwangi
Menurut yang dikutip oleh Drs.Yoseph Iskandar (1997) dari buku Sejarah
Jawa Barat, Sri Baduga Maharaja telah berhasil mempersatukan kembali 2
Pajajaran. Salah satu upaya Sri Baduga Maharaja untuk mempersatukan Jawa Barat di bawah naungan panji kebesaran Pajajaran, sebagai pengemban wangsit kakeknya, ia mempererat kekerabatan dan kekeluargaanya, melalui jalinan tali perkawinan.
Ketika Sri Baduga Maharaja dilahirkan di keraton Surawisesa, Kawali, oleh kakeknya (Sang Mahaprabu Niskala Wastu Kancana) diberi nama
Pamanahrasa ("pamanah-rasa"), lalu oleh ayahnya (Prabu Anom Dewa Niskala)
diberi nama Sang Jayadewata atau Prabu Jayadewata ("kekayaan dewata"). Sang Pamanahrasa atau Prabu Jayadewata, perilakunya lebih banyak dipengaruhi oleh kakeknya, ia banyak belajar "purbatisti-purbajati" dari sang kakek. Setelah menginjak masa muda, Prabu Jayadewata mengikuti jejak pengalaman kekeknya, menjadi satria pengembara, sebagaimana yang dikisahkan dalam Pantun ataupun Babad. Seperti yang Jayadewata dengar, bagaimana kakeknya "prihatin" sebagai yatim-piatu, kemudia dididik oleh Sang Bunisora. Prabu Jayadewata pun mengetahui cerita kakeknya, ketika Sang kakek menjadi satria pengembara di perguruan Resi Susuk Lampung, Sumatera Selatan.
Prabu Jayadewata tidak tinggal diam dibuai kemewahan keraton. Ia pergi mengembara ke wilayah utara, mengabdi ke pamanya, Ki Gendeng Sindangkasih, penguasa daerah Sindangkasih (Kecamatan Beber, Cirebon). Atas kesetiaanya, Prabu Jayadewata dijodohkan pada Nyai Ambetkasih, puterinya Ki Gendeng Sindangkasih. Ia diangkat pula sebagai Prabu Anom (Yuwaraja) di kerajaan Sindangkasih, dari Ambetkasih Prabu Jayadewata tidak memperoleh keturunan seorang pun.
Subanglarang, Prabu Jayadewata memperoleh 3 orang anak yaitu Prabu
Walangsungsang, Nyai Rara Santang, dan Prabu Rajasanggara.
Setelah Amuk Murugul mengetahui bahwa Prabu Jayadewata itu masih terhitung saudaranya, Prabu Amuk Murugul mengajak Prabu Jayadewata ke Pakuan. Prabu Susuktunggal (raja Sunda) gembira atas kedatangan putera adiknya dari wilayah Galuh, segera saja Prabu Jayadewata dijodohkan dengan puteri bungsunya Nyai Kentring Manik Mayang Sunda. Melalui jalinan tali perkawinan tersebut, Prabu Jayadewata telah berhasil mempersatukan cucu Sang Mahaprabu Niskala Wastu Kancana, sekaligus menjadi Prabu Anom di 4 kerajaan Galuh, Sindangkasih, Singapura, dan Sunda.
Garis kebijakan inilah yang dijadikan alasan oleh para pemuka Kerajaan Sunda-Galuh, ketika menyelesaikan sengketa antara Prabu Susuktunggal dengan Prabu Dewa Niskala, sehingga keduanya dengan ikhlas menyerahkan tahtanya kepada Sang Pamanahrasa atau Prabu Jayadewata, yang kemudia bergelar Sri Baduga Maharaja. Dari Nyai Kentring Manik Mayang Sunda, Prabu Jayadewata mempunyai putera bernama Surawisesa. Putera inilah yang dicalonkan menjadi pengganti dirinya.
II.8 Buku Ilustrasi
Menurut Ensiklopedi Indonesia Ilustrasi dalam bahasa latin illustrare, yaitu penampakan atau penggambaran yang berupa gambar tangan (manual), ataupun gambar dari hasil olah digital (dari komputer, atau fotografi) atau kombinasi dari keduanya manual dan digital,baik hitam putih maupun berwarna yang mempunyai fungsi sebagai penerang penghias untuk memperjelas atau memperkuat arti atau memperbesar pengaruh dari suatu teks atau naskah/cerita yang menyertainya.
Gambar II.3 Buku ilustrasi
http://www.relax-art.com/bookdesign-kids.html (7 April 2013)
II.9 Jenis-jenis buku bergambar
Buku bergambar (picture book) dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis. Rothlein dan Meinbach (1991) dalam Abu membedakan jenis buku bergambar menjadi 5 macam, yaitu :
1. Buku abjad (alpabet book) 2. Buku mainan (toys book) 3. Buku konsep (concept books)
4. Buku bergambar tanpa kata (wordless picture books) 5. Buku cerita bergambar.
1. Buku abjad (alpabet book). Dalam buku alfabet, setiap huruf harus dikaitkan dengan suatu ilustrasi objek yang diawali dengan huruf. Ilustrasi harus jelas berkaitan dengan huruf-huruf kunci dan gambar objek serta mudah teridentifikasi. Buku alfabet berfungsi untuk membantu anak menstimulasi dan membantu pengembangan kosakata.
kognitif, meningkatkan kemampuan bahasa dan sosialnya serta mencintai buku.
3. Buku konsep (concept books). Buku konsep adalah buku yang menyajikan konsep dengan menggunakan satu atau lebih contoh untuk membantu pemahaman konsep yang sedang dikembangkan. Konsep-konsep 26 ditekankan melalui alur cerita atau dijelaskan melalui repitisi dan perbandingan. Melalui berbagai konsep seperti warna, bentuk, ukuran dapat didemontrasikan sendiri dengan konsep yang lainnya.
4. Buku bergambar tanpa kata (wordless picture books). Buku bergambar tanpa kata adalah buku untuk menyampaikan suatu cerita melalui ilustrasi saja. Alur cerita disajikan dengan gambar yang diurutkan dan tindakan juga digambarkan dengan jelas.
5. Buku cerita bergambar. Buku cerita bergambar memuat pesan melalui ilustrasi dan teks tertulis. Kedua elemen ini merupakan elemen penting pada cerita. Buku-buku ini memuat berbagai tema yang sering didasarkan pada pengalaman kehidupan sehari-hari anak.
II.10 Pengaruh Buku Ilustrasi pada Anak
II.11 Target Audience
Geografis
Secara geografis target audience ditujukan untuk anak-anak yang berada di wilayah pulau Jawa. Selain itu juga target audience juga bertempat tinggal di daerah perkotaan.
Demografis
Anak-anak Usia : 10 - 13 tahun
Gender : Laki – laki dan perempuan Status Ekonomi Sosial : Menengah ke atas
Pada masa ini anak sudah memasuki masa pengenalan dan penyesuaian terhadap berbagai disiplin di pendidikan formal. Dalam hal status ekonomi kalangan menengah ke atas cenderung memiliki bentuk kehidupan yang cukup layak sehingga memungkinkan untuk menyisihkan sebagian dari kemampuan finansialnya dalam hal pendidikan dan hiburan.
Psikografis
Para pembaca dari buku ini adalah anak-anak yang memiliki kecenderungan berimajinasi dan tertarik kepada satu tokoh atau figur idola tertentu.
Beberapa sifat khas pada umur 10 sampai umur merurut Dr.H.Syamsu Yusuf LN., M.Pd :
1. Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret, hal ini menimbulkan adanya kecenderungan untuk membandingkan pekerjaan-pekerjaan yang praktis.
2. Amat realistik, ingin mengetahui, dan sangat ingin belajar.
3. Menjelang akhir masa ini telah ada minat kepada hal-hal dan mata pelajaran khusus, yang oleh para ahli yang mengikuti teori faktor ditafsirkan sebagai mulai menonjolnya bakat-bakat khusus.
4. Pada masa ini, anak memandang nilai (angka rapor) sebagai ukuran yang tepat (sebaik-baiknya) mengenai prestasi sekolah.
II.12 Kuisioner
Setelah melakukan Penelitian dengan metode kuantitatif dengan membagikan kuisioner kepada anak usia 10-13 tahun yang berjumlah 20 orang. Pertanyaan Kuisioner yang di lakukan ke pada 20 anak di SMPN 11 Bandung.
1. Tahukah kamu Prabu Siliwangi ? Ya atau Tidak
20 anak menjawab "Ya" 2. Tahukah kamu cerita Prabu Siliwangi? Ya atau Tidak
14 anak menjawab "Ya" dan 6 anak menjawab "Tidak"
3. Apakah kamu tahu tokoh-tokoh lain yang berhubungan dengan Prabu Siliwangi? Ya atau Tidak
4 anak menjawab "Ya" dan 16 anak menjawab "Tidak"
4. Apa kamu tahu cerita Prabu Siliwangi sebelum menjadi raja? Ya atau Tidak
20 anak menjawab "Tidak"
5. Apakah kamu tahu cerita Prabu Siliwangi saat mengikuti turnamen atau perlombaan? Ya atau Tidak
20 anak menjawab "Tidak"
BAB III
STRATEGI PERANCANGAN DAN STRATEGI VISUAL
III.1 Strategi Komunikasi
III.1.1 Pendekatan Visual
Dalam perancangan buku ilustrasi ini yang akan mengangkat Prabu Siliwangi sebagai seorang tokoh Mitologi Sunda, visualisasi yang akan dimunculkan adalah ilustrasi dengan gaya semi-realis. Ilustrasi semi-realis merupakan pilihan yang tepat dikarenakan gaya ilustrasi seperti ini mudah dipahami serta mampu mengantarkan dan mendukung informasi yang ingin disampaikan. Ilustrasi dengan gaya semi-realis juga dapat memaksimalkan kesan kuno atau jaman dahulu pada kerajaan Pajajaran, baik itu berupa bangunan, pakaian dan objek-objek lainya. Ilustrasi akan ditampilkan lebih imajinatif, karena anak pada usia 10-13 tahun lebih menyukai hal-hal yang berbau fantasi.
Gambar III.1 referensi gaya visual http://ramayana.na (9 April 2013)
III.1.2 Pendekatan Verbal
penyampaian cerita secara efektif kata-kata dibuat seminim mungkin namun dapat menggambarkan suasana dengan jelas.
III.2 Strategi Kreatif
Pendekatan kreatif dalam kisah Prabu Siliwangi ini, dengan menggunakan ilustrasi yang akan dibuat menarik melalui penyajian karakter dan environment yang dibuat utuh seperti layaknya manusia lewat kelengkapan tangan, kaki, kepala, serta suasana background yang digambarkan menyerupai aslinya hanya saja penggambaran visual akan berbeda dengan beberapa pengembangan tetapi tetap menampilkan kesan natural.
III.3 Strategi Media
Media Utama
Media utama yang akan digunakan dalam kisah Prabu Siliwangi ini adalah buku ilustrasi, pemakaian media ini dikarenakan buku ilustrasi sangat efisien, tidak memerlukan alat bantu perantara lain, dan juga mudah untuk dibawa kemana saja. Serta akses untuk mendapatkanya terbilang cukup mudah, karena sudah begitu banyak tempat-tempat penjualan buku kita jumpai pada saat ini.
Media Promosi dan Media pendukung
Media promosi dapat membantu meningkatkan penjualan buku ilustrasi ini. Untuk itu media promosi yang akan digunakan yaitu Poster, X-Banner, serta aplikasi pendukung lainya seperti pembatas buku dan jadwal pelajaran untuk mendukung kegiatan sekolah.
III.4 Studi Literatur
III.4.1 Studi Lokasi
Mengetahui bahwa batasan cerita akan difokuskan pada peristiwa saat Prabu Siliwangi mengikuti perlombaan klasik (pasanggiri) "tarung satria" untuk memperebutkan hadiah puteri Subanglarang, yang diadakan oleh Ki Gedeng Tapa, raja dari kerajaan Singapura. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa peristiwa tersebut terjadi pada saat Prabu Siliwangi belum menjadi Sri Baduga Maharaja atau raja Pajajaran (dibawah tahun 1482), pada saat itu Prabu Siliwangi memiliki gelar sebagai putera mahkota kerajaan Galuh dan juga dikenal sebagai satria pengembara. Lokasi peristiwa akan terjadi dalam wilayah Jawa Barat (antara Kerajaan Galuh, Kerajaan Sunda dan Kerajaan Singapura "wilayah Cirebon").
Gambar III.2 lukisan Prabu Siliwangi http://erosandi.blogspot.com (9 April 2013)
III.4.2 Studi Properti
masyarakat Sunda menganut agama Sunda Wiwitan (agama asli Sunda). Berdasarkan dari uraian diatas maka properti (mencakup senjata, pakaian, bangunan, asesoris, dan perlengkapan lainya) yang akan ditampilkan adalah properti dengan nuansa dari budaya Hindu dan Sunda kuno.
III.4.2.1 Kujang
Meskipun kujang identik dengan keberadaan Kerajaan Padjajaran pada masa silam, namun menurut berita Pantun Bogor oleh Djatisunda (2000) tidak menjelaskan bahwa kujang dipakai oleh seluruh warga masyarakat secara umum. Kujang hanya digunakan oleh kelompok tertentu, yaitu para raja, prabu anom (putera mahkota), golongan pangiwa, golongan panengen, golongan agama,para puteri serta kaum wanita tertentu, para kokolot.
Gambar III.3 Struktur Kujang http://pv-garut.blogspot.com (9 April 2013)
Kujang Ciung mata 9; hanya dipakai khusus oleh Raja.
Kujang Ciung mata 7; dipakai oleh Mantri Dangka dan Prabu Anom. Kujang Ciung mata 5; dipakai oleh Geurang Seurat, Bupati Pamingkis dan
Para Bupati Pakuan.
Kujang Jago; dipakai oleh Balapati, para Lulugu dan Sambilan.
Kujang Kuntul; dipakai oleh Patih (Patih Puri, Patih Taman, Patih Tangtu, Patih Jaba dan Patih Palaju). Juga digunakan oleh para Mantri (Mantri Majeuti, Mantri Paseban, Mantri Layar, Mantri Karang dan Mantri Jero). Kujang Bangkong; dipakai oleh Guru Sekar, Guru Tangtu, Guru Alas,
Guru Cucuk.
Kujang Naga; dipakai oleh para Kanduru, para Jaro, Jaro Awara, Jaro Tangtu, Jaro Gambangan.
Kujang Badak; dipakai oleh para Pangwereg, para Pamatang, para Palongok, para Palayang, para Pangwelah, para Bareusan, Prajurit, Paratulup, Pangawin, Sarawarsa, Para Kokolot.
III.4.2.2 Golok
Gambar III.4 Golok
http://goloksunda.wordpress.com (22 April 2013)
III.4.2.3 Tombak dan Perisai
Tombak adalah senjata yang telah ada sejak masa purba kala dan banyak ditemukan di seluruh peradaban dunia. Tombak adalah senjata untuk berburu dan berperang, bagiannya terdiri dari tongkat sebagai pegangan dan mata atau kepala tombak yang tajam dan kadang diperkeras dengan bahan lain. Sedangkan perisai adalah adalah perlengkapan untuk melindungi diri, perisai Sunda umumnya berbentuk bundar dan terbuat dari logam atau kulit dan biasa digunakan oleh prajurit kerajaan.
III.4.2.4 Panah
Busur atau panah atau dikategorikan sebagai sebuah senjata yang digunakan untuk menembakkan anak panah, dibantu oleh kekuatan elastisitas dari panah itu sendiri. Biasanya senjata ini digunakan untuk berburu dan pada masa lalu sebagai salah satu peralatan perang. Selain itu panah juga digunakan sebagai alat utama dalam olahraga panahan.
III.4.2.5 Iket Sunda
Gambar III.5 Iket Sunda
http://aingkumaha.blogspot.com (23 April 2013)
III.4.2.6 Keris
Keris adalah senjata tikam golongan belati (berujung runcing dan tajam pada kedua sisinya) dengan banyak fungsi budaya yang dikenal di kawasan Nusantara bagian barat dan tengah. Pada masa lalu keris berfungsi sebagai senjata dalam duel/peperangan, sekaligus sebagai benda pelengkap sesajian. Pada penggunaan masa kini, keris lebih merupakan benda aksesori (ageman) dalam berbusana, memiliki sejumlah simbol budaya, atau menjadi benda koleksi yang dinilai dari segi estetikanya.
III.4.2.7 Candi
Gambar III.6 Candi Sewu
http://http://i44.photobucket.com (23 April 2013)
Gambar III.7 Candi Puri Gunung Salak http://wikipedia.com (23 April 2013)
III.4.2.8 Keraton
datuk/datu dan bahasa Ambon; latu. Dalam bahasa Jawa sendiri dikenal istilah kedaton yang memiliki akar kata dari datu, di Keraton Surakarta istilah kedaton merujuk kepada kompleks tertutup bagian dalam keraton tempat raja dan putra-putrinya tinggal. Masyarakat Keraton pada umumnya memiliki gelar kebangsawanan.
Gambar III.8 Keraton Cirebon
Gambar III.9 Kumpulan referensi visual https://www.google.co.id/imghp?hl=en&tab=wi
III.5.1 Prabu Siliwangi
Merupakan tokoh utama dalam kisah Prabu Siliwangi, dilahirkan di keraton Surawisesa, Perilakunya lebih banyak dipengaruhi oleh kakeknya (Wastukancana), ia banyak belajar dari sang kakek. Setelah menginjak masa muda, Prabu Siliwangi mengikuti jejak pengalaman kekeknya, menjadi satria pengembara. Peristiwa dalam buku ilustrasi ini akan terjadi pada saat Prabu Siliwangi belum menjadi Sri Baduga Maharaja atau raja Pajajaran (dibawah tahun 1482), pada saat itu Prabu Siliwangi dikenal sebagai putera mahkota kerajaan Galuh dan juga dikenal sebagai satria pengembara.
Karakteristik dari tokoh ini adalah berani, optimistis, tangkas, berbudi luhur, tampan, sedikit arogan dan pantang menyerah. Penentuan umur karakter pada kisah ini akan berkisar antara umur 25-35 tahun.
Amuk Murugul adalah raja dari wilayah Japura dan merupakan putera dari Prabu Susuktunggal, raja dari kerajaan Sunda, Amuk Murugul mempunyai adik perempuan bernama Kentring Manik Mayang Sunda yang nantinya berjodoh dengan Prabu Siliwangi. Berdasarkan dari sumber sejarah dalam cerita ini Amuk Murugul akan berperan sebagai musuh terberat Prabu Siliwangi pada perlombaan yang diadakan oleh Ki Gedeng Tapa. Karakteristik dari tokoh ini adalah kasar, arogan, disegani, tinggi besar, keras kepala namun memiliki hati yang baik. Penentuan umur karakter pada kisah ini akan berkisar antara umur 40-50 tahun.
Dalam catatan sejarah Nyai Subanglarang merupakan istri kedua dari Prabu Jayadewata atau Prabu Siliwangi, Subanglarang adalah puteri dari raja Singhapura, Ki gedeng Tapa. Karakteristik dari tokoh ini akan digambarkan sebagai puteri raja yang cantik, santun dan berani.
Gambar III.12 Subanglarang
Ki Gedeng Tapa merupakan raja kerajaan Singhapura dan juga merupakan seorang saudagar kaya dan beragama muslim. Ia mengadakan sayembara atau perlombaan untuk menjodohkan puterinya Subanglarang dengan sang pemenang. Karakteristik dari tokoh ini akan digambarkan sebagai orang tua yang kaya, humoris.
Gambar III.13 Ki Gedeng Tapa
Harimau putih di Nusantara sering dikaitkan dengan kisah Prabu Siliwangi. Dalam beberapa pantun, babad masyarakat Sunda, akhir hayat Prabu Siliwangi digambarkan misterius, ia memilih ngahiang (menghilang) raganya dan berubah wujud menjadi harimau. Dalam cerita ini Harimau Putih akan berperan sebagai roh gaib yang memberikan kekuatan dan senjata pada Prabu Siliwangi. Karakteristik dari tokoh ini akan digambarkan sebagai sosok yang misterius.
Gambar III.14 Harimau Putih
Tumenggung Jagabaya adalah seorang patih Pajajaran pada saat Prabu Siliwangi sudah menjadi raja Pajajaran (Sri Baduga Maharaja). Dalam kisah ini Jagabaya akan berperan sebagai lawan Prabu Siliwangi di semi-final, pada kisah ini ia memiliki jabatan sebagai patih andalan Ki Gedeng Tapa, kerajaan Singapura dan juga sebagai pemenang turnamen musim sebelumnya. Karakteristik dari tokoh ini akan digambarkan sebagai orang yang tangkas dan menarik.
Gambar III.15 Jagabaya
Ki Purwa Galih adalah seorang petinggi di Pajajaran pada masa Sri Baduga Maharaja. Dalam kisah ini Purwa Galih akan berperan sebagai utusan kerajaan Galuh yang memberi petunjuk pada Prabu Siliwangi. Karakteristik dari tokoh ini akan digambarkan sebagai orang tua yang bijaksana dan religius.
Gambar III.16 Ki Purwa Galih
III.6 Sinopsis Cerita
kerajaan Singapura sedang mengadakan perlombaan klasik (pasanggiri) "tarung
satria" untuk memperebutkan hadiah puteri Subanglarang, puteri dari Ki Gedeng
Tapa. Prabu Siliwangi kemudian turut serta menjadi patandang (peserta) lomba tarung satria. Dalam final, ia bertarung sengit dan mengalahkan Prabu Amuk Murugul, raja dari daerah Japura (masih di wilayah Cirebon). Penyampaian cerita pada buku ilustrasi ini akan disampaikan dengan cara alur maju. Dalam cerita akan disisipkan sejarah-sejarah terkait dengan Sri Baduga Maharaja (Prabu Siliwangi), baik secara tertulis maupun melalui gambar.
III.7 Storyline
Volume 1
(intro) Prabu Siliwangi sedang bersembunyi di semak dan mengamati sekelompok bandit yang sedang berkumpul di sekitar api unggun.
Siliwangi menyerang sekelompok bandit tersebut.
Siliwangi menggiring kawanan bandit untuk diserahkan kepada yang berwenang di kota Pakuan.
Siliwangi tiba di kota Pakuan.
Siliwangi menukarkan bandit(buronan) yang ditangkapnya dengan hadiah pada aparat setempat di area jalan utama Pakuan.
Rombongan Amuk Murugul melewati jalan utama Pakuan mengarah keluar kota. Siliwangi mendapat informasi tentang Sayembara dari seorang pedagang.
Siliwangi berangkat menuju Menghasari, tempat diadakanya Sayembara, dan dalam perjalanan bertemu dengan seorang anak yang sedang berada dalam bahaya
Siliwangi menolong anak itu (bernama Kendil). ternyata anak tersebut tersesat saat mencari tanaman obat di hutan untuk kakeknya yang sakit di Menghasari. Siliwangi pun berjanji akan membantu Kendil, lalu mereka meneruskan perjalanan menuju Menghasari.
Siliwangi tiba di Menghasari.
Siliwangi membantu mengobati kakek si Kendil dengan ilmu ajianya, kakek sembuh Kendil pun sangat berterima kasih pada siliwangi.
Siliwangi mencari tempat diadakanya sayembara dan mendaftar sebagai peserta.
Ki Gedeng Tapa mengumumkan dimulainya perlombaan dengan didampingi oleh puterinya Subanglarang yang cantik jelita. Subanglarang akan dijodohkan dengan Sang Pemenang.
Penggambaran sistem dan peraturan turnamen.
Siliwangi yang memilih cabang berburu memenangkan babak penyisihan dengan mendapatkan hewan buruan terbanyak.
Siliwangi mengunjungi arena dari cabang panahan, untuk menyimak jalanya pertandingan. Tumenggung Jagabaya memenangkan cabang tersebut.
Jagabaya mengajak Siliwangi melihat jalanya pertandingan di cabang duel. Amuk Murugul mengalahkan semua lawanya dengan mudah.
Malam hari, Subanglarang bertemu dengan Siliwangi saat sedang berlatih di area keraton dan memberi sedikit bantuan untuk semi-final.
Penggambaran sistem dan peraturan di semi-final. Sistem perlombaanya adalah memburu Elang Jawa berambut merah.
Siliwangi berlomba menangkap Elang Jawa berambut merah melawan Jagabaya.
Siliwangi memenangkan perlombaan.
Volume 3
Jamuan makan malam di dalam keraton.
Ki Gedeng Tapa memerintahkan Subanglarang memilih sistem perlombaan untuk Final secara random. Jenis perlombaan yang terpilih adalah Duel, dan final akan dimulai satu minggu kedepan.
Masih di tempat yang sama Siliwangi bertemu dengan Ki Purwa Galih, utusan Dewa Niskala(ayah Siliwangi).
Siliwangi berangkat di pagi harinya menuju Gunung Sanghyang untuk mencari kekuatan.
Siliwangi memulai tapa di tengah hutan(reruntuhan candi). Harimau terus berdatangan mengelilingi Siliwangi.
Kedatangan Roh Harimau Putih.
Harimau Putih memberikan kekuatan dan senjata(Kujang) dan Siliwangi pun bergegas kembali menuju Menghasari.
Siliwangi tiba sedikit terlambat. Bersiap dan memasuki arena duel. Pertarungan sengit berlangsung.
Siliwangi mengalahkan Amuk.
Siliwangi mengangkat Kujang saktinya di tengah arena, masyarakat pun bersorak atas kemenanganya - Ending
Gambar III.17 Lukisan Prabu Siliwangi http://wikipedia.com (23 April 2013)
III.8 Format Desain
III.9 Layout
Konsep desain layout yang digunakan dalam buku ini, untuk ilustrasi dan teks diletakan secara random, tiap halaman buku kurang lebih akan memiliki layout yang sama, namun ada beberapa halaman yang dibuat berbeda dari konsep layout utama untuk menghindari kejenuhan membaca. Tampilan buku disusun sedemikian rupa agar baik dari segi komposisi dan mempermudah dalam menyampaikan informasi yang akan diberikan.
Gambar III.18 Contoh layout (Disney Rapunzel)
http://http://www.fanpop.com/clubs/disney-princes (7 Mei 2013)
III.10 Tipografi
dan klasik tersampaikan dengan baik tetapi tetap mempertahankan karakter yang kuat dan kokoh dan juga mudah dibaca.
Jenis font Optimus princeps semibold memiliki kesan yang kuat dan tegas serta bernuansa klasik, font ini akan diterapkan pada penggunaan headline, sub-judul dan poin-poin penting lainya. Jenis font Arabic typesetting memiliki karakter huruf yang rapi, mudah dibaca serta sesuai dengan tema dari buku ilustrasi ini, jenis font ini akan diterapkan pada penggunaan body text. Buku ilustrasi ini akan menggunakan jenis font lain hanya sebagai pendukung.
Gambar III.19 Font Optimus Princeps SemiBold
Gambar III.20 Font Arabic Typesetting
III.11 Warna
Komposisi warna yang digunakan dalam perancangan buku ini menggunakan warna-warna yang mendekati warna aslinya sebagai pesan objektif yang ingin disampaikan kepada anak-anak sebagai bahan pembelajaran. Berikut adalah warna-warna dominan yang diterapkan pada buku ilustrasi ini.
Gambar III.21 warna coklat
Warna coklat menjadi warna dominan yang akan digunakan dalam cergam ini. Warna ini dipilih karena cokelat merupakan melambangkan sifat yang positif dan juga warna yang mencerminkan tradisi dan segala sesuatu yang berhubungan dengan kebudayaan Nusantara.
Kuning
Gambar III.22 warna kuning
BAB IV
TEKNIS PRODUKSI DAN MEDIA
IV.1 Buku Ilustrasi Prabu Siliwangi
IV.1.1 Media
Format desain yang digunakan pada buku ilustrasi ini berupa persegi panjang horizontal, 21cm x 27cm, full color, softcover. Buku dibuka dari kanan ke kiri layaknya buku kebanyakan pada umumnya. Jenis kertas yang digunakan adalah jenis Artpaper 250 gram Sedangkan untuk covernya menggunakan Softcover. dengan Teknis cetak ofset sparasi.
Gambar IV.1 Sampul
IV.1.2 Teknis Perancangan
Teknis produksi buku ilustrasi ini diawali dengan menggunakan penggambaran sketsa secara manual. Setelah proses sketsa selesai, gambar di
menggunakan hardware tambahan yaitu pen tablet dan dibuat dengan software Adobe Photoshop menggunakan brush tool.
Gambar IV.2 Sketsa Manual
Selanjutnya tahap shading dan coloring tetap menggunakan software Adobe Photoshop. Mode warna yang digunakan adalah RGB, karena pengerjaanya dilakukan didalam komputer sehingga warna yang dihasilkan akan menyesuaikan dengan warna pada monitor, dan akan di export ke mode CMYK saat memasuki tahap cetak.
Proses selanjutnya adalah proses membuat layout. isi cerita dimasukan dan disusun sedemikian rupa agar memiliki komposisi yang baik. Konsep desain layout yang digunakan dalam buku ini, untuk ilustrasi dan teks diletakan secara random, tiap halaman buku kurang lebih akan memiliki layout yang sama, namun ada beberapa halaman yang dibuat berbeda dari konsep layout utama untuk menghindari kejenuhan membaca. Setiap halaman menggunakan 3 kolom vertikal per-halaman dan Margin 2 halaman simetris yang halaman sebelah kanan adalah cerminan dari sebelah kiri sehingga elemen layaout tetap berada pada posisi yang aman dari lipatan yang menekuk pada bagian tengah buku untuk artwork ditempatkan secara bebas dan tidak terpatok pada grid.
IV.2 Media Promosi
IV.2.1 Poster
Poster disini berfungsi sebagai pemberi informasi bahwa buku telah terbit. Ukuran poster yang digunakan adalah A2 dan A3. Karena mempunyai kualitas yang tidak gampang kotor dan kualitas warnanya terjaga. Menggunakan material syntethic paper untuk ukuran A2 dan artpaper (150 gr) untuk ukuran A3. Teknis cetak ofset sparasi.
Gambar IV.5 Poster
IV.2.2 X-Banner
Gambar IV.6 X-banner
IV.3 Media Pendukung
IV.3.1 Pembatas Buku
Gambar IV.7 Pembatas Buku
IV.3.2 Jadwal Pelajaran
Gambar IV.8 Jadwal Pelajaran
IV.3.3 Peta