" '
P? c{ i' .
,
2 , i"? .
.
f
ERlLAKU KONSUMSl GARAM BERIODIUM PADA MASYARAKAT
DAERAH ENDEMIK GAKt Dl KECAMATAN JUWANA,
KABUPATEN PAT], PROPINSI JAWA TENGAH
ELFRlDA H.P. TAMBUNAN
A30.
q317
JURUSAN
GlZl
MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ELFRIDA HELENA PARUNTUNGAN TAMBUNAN. Perilaku Konsumsi Garam Bericdiurl; pada Masyarakat Daeran Endemik GAKl di Kecam2fan Juwana, Kabupaten Pati, Propinsi Jawa Tengah. (Di bawah bimbingan DlAH KRlSNATUTl PRANADJI dan MELLY LATIFAH).
Secara umum, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perilaku konsurnsi garam beiiodium dan faktor-faktor yang mempengaruhinya pada ibu rumah tangga di daerah endemik GAKi. ~ d a b u n tujuan secara khusus adaiah untuk rnengeiahui karakteristik sosial ekoiiomi (umur, tingkai pendidikan, tingkat pendapatan, can aktivitas komunikasi ibu rumah tangga), tingkat pengetahuan GAKI dan garam beriodium, sikap terhadap GAKl dan garam beriodiumserta perilaku ibu rurnah tangga (bentuk, harga, dan berat gararn beriodium yang dikonsumsi); serta rnengetahui hubungan antara perilaku konsumsi garam beriodium dengan masing-masing faktor.
Penelitian dilakukan di Desa Jepura dan Desa Bajo Mulyo. Kabupaten Pati, Propinsi Jawa Tengah pada bul'an November-Desember 1996. Data yang dikumpulkan merupakan data hasil penelitian Staf Pengajar Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, lnstitut Pertanian Bogor, yang dibiayai oleh Proyek Community Health and Nutrition Ill (CHN Ill), kerjasama Departemen Kesehatan-Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi (Depkes-Dikti).
Pemilihan daerah lokasi penelitian dilakukan secara purposif atas dasar tingginya prevalensi GAKI. Dari kedua desa terpilih, diambil secara acak masing- rnasing dua RW untuk tiap desa. Kemudian dari setiap desa dipilih secara acak 30 ibu rurnah tangga sebasai responden sehingga diperoleh 60 orang responden.
Data yang dikuinpdlkan izeliputi daiz kaizkteristik jssial ekonomi keluarga (pendapatan keluarga, pendidikan formal), pengetahuan ibu mengenai GAKI dan garam beriodium, aktivitas komunikasi, sikap, dan perilaku ibu rumah tangga terhadap garam beriodium. Semua data tersebut diperoleh dengan rnenggunakan alat bantu kuesioner, sedangkan data sosio-demografi wilayah dan penduduk desa diperoleh dari kantor kelurahan.
Data mengenai karakteristik sosial e~onomi dan sikap ditabulasi dan dianalisis secara deskriptif. Data pengetahuan, dan aktivitas komucikasi dikelompokkan berdasarkan standar deviasi. Data pendapatan responden dibandingkan dengan pendapatan per kapita penduduk Indonesia pada tahun 1995 (BPS. 1995). Adapun data mengenai perilaku konsumsi garam beriodium diperoleh dari informasi Serat yararn yang dikonsumsi (gram), bentuk, dan harga garam ierssbut. Kesratan hubungan antara masing-masing faktor diuji dengan Spearman Correlstion Bivariat 2-
Tailed dengan menggunak~n perangkat SPSS V.6 for Windows.
positif.
Perilaku konsumsi garam beriodium responden secara umum baik. Dalam hal pemilihan garam berdasarkan harganya, lebih dari sebagian responden (61,67%) mengkonsumsi garam dengan harga antara Rp 200-299/kg. Sebagian besar responden (93,34%) mengkonsumsi garam berbentuk bata beriodium, dan sebanyak 65,00% responden mengkonsumsi garam dalam berat yang sesuai dengan anjuran Departemen Kesehatan (2-6 gr/org/hr).
Perilaku responden, da'lam hal ini konsumsi garam menurut harga garam yang dibeli, menunjukkan kecenderungan bahwa kelompok umur yang lebih muda membeli garam dengan harga relatif lebih mahal daripada kelompok umur lebih tua. Sedangkan tingkat pendidikan tidak menunjukkan adanya perbedaan dalam konsumsi garam menurut harganya, demikian pula dengan aktivitas komunikasinya. Sebagian besar responden dengan tingkat pendapatan rendah memilih garam dengan harga murah.
Tidak terlihat adanya hubungan antara umur dan tingkat pendapatan dengan bentuk garam beriodium yang dikonsumsi. Hal ini berbeda dengan tingkat pendidikan dan aktivitas komunikasi. Responden yang mengkonsumsi garam halus memiliki tingkat aktivitas komunikasi sedang dengan tingkat pendidikan yang tinggi (tamat SMA). Sedangkan responden yang mencampur garam bata dengan garam krosok non-iodium memiliki tingkat aktivitas komunikasi yang rendah dengan pendidikan tamat SD ke bawah. Responden yang mengkonsumsi garam batadengan krosok cenderung memiliki sikap netral terhadap GAKI dan garam beriodium, sementara responden yang mengkonsumsi garam halus seluruhnya bersikap positif.
Responden yang berada dalam kelompok umur lebih muda cenderung mengkonsumsi garam dengan berat yang sesuai standar kesehatan (2-6 gr/org/hr), sementara kelompok umur yang lebih tua cenderung mengkonsumsi garam melebihi standar tersebut. Dalam hal tingkat pendidikan terlihat bahwa mayoritas responden yang mengkonsumsi garam dalam berat yang kurang memiliki tingkat pendidikan yang relatif lebih rendah dari yang mengkonsumsi garam dengan berat yang melebihi standar. Tingkat pendapatan yang rendah memberikan kontribusi dalam kelompok responden yang mengkonsumsi garam dalam berat yang kurang. Sementara itu aktivitas komunikasi, khususnya interpersonal dan media massa menunjukkan adanya kecenderungan responden yang aktivitas komunikasinya tinggi dan sedang mengkonsumsi garam dengan jumlah yang cukup. Dalam hal ini sikap yang positif nampak lebih besar jumlahnya pada kelompok yang mengkonsumsi garam dengan berat yang kurang ataupunmelebihi standar.
Berdasarkan hasil uji statistik, diperoleh hubungan yang nyata antara harga garam dengan umur responden, bentuk garam yang dikonsumsi dengan pendidikan dan sikap, dan berat garam beriodium yang dikonsumsi dengan komunikasi interpersonal dan media massa. Tidak terlihat hubungan yang nyata antara tingkat
pendidikan, aktivitas komunikasi dan sik at'I-aktli'iv<tiit:ta"s,---omunl aSI engan bentuk garam; serta umur, tingkat pendidikan, dan sikap dengan
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian
lnstitut Pertanian Bogor
Oleh
ELFRIDA H.P. TAMBUNAN
A
30.1317
JURUSAN GlZl MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
MAHASISWA : ELFRIDA H.P. TAMBUNAN
NRP : A 30.1317
Menyetujui,
Dosen Pembimbing I,
Ir. Diah K. branadji, M.S NIP. 131 476 543
Dosen Pembimbing It,
n
Penulis dilahirkan di Kota Kendari, Propinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), pad a
tanggal 14 September 1975. Penulis merupakan anak pertama dari empat
bersaudara keluarga Bapak Sindak H. Tambunan, S.H dan Ibu S.B.R. Pardede
Jenjang pendidikan formal penulis, yaitu SD diselesaikan pad a tahun 1987 di
SON II Raha, Kabupaten Muna, Sultra. Pendidikan SL TP diselesaikan pad a tahun
1990 di SMPN II Kodya Kendari, Sultra. Kemudian melanjutkan ke SMAN I Kodya
Kendari, Sultra.
Penulis diterima sebagai mahasiswa IPB pada tahun 1993 melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Tahun 1994 penulis masuk Jurusan Gizi
Segala puji dan syukur hanya bagi Tuhan, Allah yang Maha Kasih. Hanya
atas segala berkat dan pimpinan-Nya sajalah yang membuat penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang tak terhingga kepada
Ir. Diah K. Pranadji, M.S. dan Ir. Melly Latifah atas segala bimbingan dan
perhatiannya selama ini kepada penulis. Ucapan terimakasih juga
disampaikan kepada Ir. C.M. Dwiriani, M.Sc selaku' dosen pemandu seminar
dan kepada Ir. Retnaningsih, M.Si. sebagai dosen penguji atas segal a
masukan demi kesempurnaan skripsi ini.
Kepada Bapak dan Mama terkasih, terimakasih atas segala kasih sa yang
dan dorongannya, juga atas segala doa dan pengorbanannya. Adik-adikku
tersayang (Ucok, Dony, dan Ika), terimakasih juga atas segala cinta dan
kebersamaannya, dukungan dan canda kalian membuat penulis bersemangat.
Kepada sahabat-sahabat setia semenjak Tingkat Persiapan Bersama (TPB
IPB), Mariati, Uti dan Sri Adams, penulis mengucapkan tenmakasih buat kebersamaan
yang telah エ・セ。ャゥョ@ selama ini. Rasa tenmakasih penulis sampaikan pula kepada Bang
Ronald atas perhatian dan dukungannya yang besar kepada penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini, juga tidak lupa kepada Tulang Jeffry dan keluarga yang lain
yang telah memberikan dorongan moril kepada penulis.
Terimakasih pula kepada teman-teman seatap di "Malibu KosI", Anjar, Danar,
Yutu, Yanti, Rully, Dessy, Made, Lia, Ula, Tatik, Novi, Ida, dan Dollar, teman-teman
di NHKBP Bogor yang memberi semangat kepada penulis, dan teman-teman
GMSK, Anjar, Sendih, Enny, Rida, Heni, Asih dll.
Kepada semua pihak yang tidak dapat ditulis satu per satu, penulis
mengucapkan terimakasih untuk segala bantuannya. . Akhir kata, biarlah Tuhan
memberkati semua pekerjaan kita dan berkenan di hadapan-Nya. Amin.
Bogor, September 1998
Halaman
DAFT AR T ABEL... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... viii
DAFTAR GAM BAR... ... ... ... ... ... ix
DAFTAR LAMPIRAN... ... ... ix
PENDAHULUAN... ... ... ... 1
Latar Belakang ... ' ... ... ... .. . ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... 1
Perumusan Masalah... 2
Tujuan Penelitian... ... ... 3
Kegunaan Penelitian... ... 4
TINJAUAN PUSTAKA... 5
Masalah dan Penanggulangan GAKI di Indonesia ... :.. ... ... ... ... .. 5
Garam Beriodium... ... 6
Hubungan Karakteristik Sosial Ekonomi, Pengetahuan, Sikap dan Keterampilan dengan Perilaku Individu... ... ... ... ... ... ... .... 7
KERANGKA PEMIKIRAN... 12
METODE PENELITIAN... 14
Tempat dan Waktu Penelitian... ... ... .... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... 14
Cara Pengambilan Contoh... ... ... ... ... ... ... ... 14
Jenis dan Cara Pengumpulan Data... ... ... ... ... ... ... 15
Pengolahan dan Analisis Data... 15
Batasan Istilah ... ' ... 17
HASIL DAN PEMBAHASAN... ... ... ... ... ... 19
Keadaan Umum Daerah Penelitian... 19
Prevalensi GAKI... 21
Karakteristik Sosial Ekonomi Responden... ... ... 21
Pengetahuan GAKI dan Garam Beriodium... 26
Sikap terhadap Garam Beriodium... 28
Perilaku Konsumsi Garam Beriodium... 30
Hubungan antar Variabel... ... ... 32
KESIMPULAN DAN SARAN... ... ... 40
Kesimpulan ... 40
Saran... ... ... ... 41
DAFTAR PUSTAKA... ... 42
Nomor Halaman
1. Jarak dari Desa Jepura dan Bajo Mulyo ke Pusat-pusat
Pemerintahan... ... ... ... ... ... ... ... .... ... ... ... ... ... 19
2. Sebaran Penduduk menurut Jenis Kelamin di Desa Jepura dan Bajo Mulyo ... . 20
3. Sebaran Penduduk yang Bekerja menurut Mata Pencaharian di Desa Jepura dan Bajo Mulyo... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... 20
4. Sebaran Responden menurut Umur... ... ... ... ... ... ... ... ... ... 22
5. Sebaran Responden menurut Tingkat Pendidikan... ... ... ... ... 22
6. Sebaran Responden menurut Jenis Pekerjaan... ... ... ... ... ... ... ... ... 23
7. Sebaran Responden menurut Tingkat Pendapatan per Kapita per Bulan ... 24
8. Sebaran Responden menu rut Tingkat Aktivitas Komunikasi... ... ... ... 25
9. Sebaran Responden menurut Tingkat Pengetahuan GAKI... ... ... ... ... 26
10. Sebaran Responden menurut Tingkat Pengetahuan Garam Beriodium.. 28
11. Sebaran Responden menurut Sikap terhadap GAKI dan Garam Beriodium... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... .... 29
12. Sebaran responden berdasarkan Harga Garam per Kilogram (Rp/Kg)... 30
13. Sebaran responden menurut Bentuk Garam yang Dikonsumsi... ... ... ... 31
Nomor
1 Bagan Hubungan antara Karakteristik Sosial Ekonomi, Pengetahuan GAKI dan Garam Beriodium serta Sikap
dengan Perilaku Konsumsi Garam Beriodium ... .
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
13
Nomor Halaman
1 2 3 4 5 6 7 8
Hubungan antara Perilaku Konsumsi Garam Beriodium dengan Umur Responden ... . Hubungan antara Perilaku Konsumsi Garam Beriodium
dengan Tingkat Pendidikan Responden ... . Hubungan antara Perilaku Konsumsi Garam Beriodium
dengan Tingkat Pendapatan Responden ... . Hubungan antara Perilaku Konsumsi Garam Beriodium dengan Tingkat Aktivitas Komunikasi Responden ... . Hubungan antara Perilaku Konsumsi Garam Beriodium dengan Tingkat Pengetahuan GAKI Responden ... . Hubungan antara Perilaku Konsumsi Garam Beriodium dengan Tingkat Pengetahuan Garam Beriodium Responden .. Hubungan antara Perilaku Konsumsi Garam Beriodium dengan Sikap Responden ... . Hasil Uji Hubungan antar Variabel berdasarkan Korelasi
Spearman ... .
Latar Belakanq
GAKI (Gangguan Akibat Kekurangan lodium) merupakan salah satu masalah
gizi utama di hampir semua propinsi di Indonesia. Sekitar 30 juta penduduk
bermuklm di daerah-daerah gondok endemik dimana sebanyak 3,5 juta orang
merupakan penderita GAKI dan 750 ribu orang diantaranya penderita kretin
(Oepartemen Kesehatan Republik Indonesia (Oepkes RI) ,1992). Meskipun penderitanya
tidak sampai meninggal. dampak GAKI sangat merugikan kualitas hidup manusia
karena dapat mengurangi kecerdasan penduduk dan produktivitas kerja serta
menghambat pertumbuhan fisiko Selain itu, GAKI dapat menyerang manusia di
segala usia, baik pria maupun wanita (OeMaeyer, Lowenstein, & Thilly, 1979).
Ojokomulyanto (1974) menyatakan bahwa masalah gondok endemik
merupakan manifestasi dari defisiensi iodium. Timbulnya masalah GAKI di suatu
daerah disebabkan oleh rendahnya kandungan iodium air dan tanah di daerah
tersebut sehingga mengakibatkan produksi tanaman pertanian dengan kadar iodiurn
yang sangat rendah (Tilden, 1992). Pemerintah telah melakukan dua cara untuk
mengatasi GAKI, yaitu penyuntikan lipiodol dan pemberian kapsul minyak iodium untuk
usaha jangka pendek serta pengadaan garam beriodium melalui fortifikasi untuk
dikonsumsi yang merupakan usaha jangka panjang (Oepartemen Perindustrian, 1990).
Upaya pemerintah melalui fortifikasi garam dilakukan dengan alasan iodisasi
garam dianggap sebagai cara yang paling sederhana, aman, dan murah. Selain itu
garam merupakan bah an makanan yang paling sering digunakan oleh setiap orang
dalam menunya (OeMaeyer et aI., 1979). Namun kenyataan di lapangan tidak
Pada masyarakat. kendala yang ban yak dihadapi adalah pengetahuan tentang manfaat garam beriodium yang masih kurang. keadaan sosial ekonomi yang rendah yang pada akhimya akan mempengaruhi daya bell. perilaku tentang penggunaan dan penanganan garam beriodium yang rendah. serta distribusi dan ketersediaan garam beriodium yang tidak merata (Lamid. Hidayat. Amelia. Andawinarsi. & Afriansyah, 1992).
Perumusan Masalah
lodisasi garam telah dilakukan semenjak tahun 1974. Namun hingga saat ini masih sulit untuk mencapai keadaan "Garam Beriodium untuk Semua". yaitu suatu kondisi dimana sekitar 90 persen atau lebih rumah tangga telah mengkonsumsi garam beriodium sesuai dengan persyaratan (Biro Pusat Statistik (BPS) - UNICEF, 1995).
Berdasarkan data hasil SUSENAS 1996 terlihat bahwa persentase rumah tangga pengguna garam iodium belum memuaskan. Hasil survei yang dilakukan oleh BPS bekerjasama dengan UNICEF pada tahun 1995 menunjukkan bahwa 23,31 persen rumah tangga masih mengkonsumsi garam noniodium dan 27,44 persen rumah tangga mengkonsumsi garam beriodium kurang dari persyaratan.
garam beriodium belum mencapai sasaran (BPS-UNICEF, 1995: World Health Organization (WHO), 1994).
Survei Garam lodium yang dilakukan oleh BPS-UNICEF pada tahun 1995 menunjukkan bahwa penduduk yang tingkat pengetahuan tentang garam beriodiumnya baik sebesar 48,27 persen, namun persentase penduduk yang pengetahuannya baik dan sekaligus mengkonsumsi garam beriodium ternyata hanya 38,08 persen. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan garam beriodium yang baik tidak selalu diikuti oleh konsumsi garam beriodium pula,
Berdasarkan kenyataan yang ada tersebut, maka penulis tertarik untuk meneliti perilaku konsumsi garam beriodium dan faktor-faktor yang mempengaruhinya pada ibu rumah tangga di daerah endemik GAKI.
Tujuan Penelitian
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku konsumsi garam beriodium dan faktor-faktor yang mempengaruhinya pada ibu rumah tangga di daerah endemik GAKI. Tujuan khusus penelitian ini adalah:
1) mengetahui karakteristik sosial ekonomi, dalam hal ini umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, dan aktivitas komunikasi ibu rumah tangga,
2) mengetahui tingkat pengetahuan ibu rumah tangga mengenai GAKI dan garam beriodium,
3) mengetahui sikap ibu rumah tangga mengenai GAKI dan garam beriodium, 4) mengetahui perilaku konsumsi garam beriodium ibu rumah tangga, dalam hal ini
5) mengetahui hubungan antara perilaku konsumsl garam beriodium ibu rumah tangga (harga, bentuk. dan berat garam yang dikonsumsi) dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. yaitu karakteristik sosial ekonomi, tingkat pengetahuan, dan sikap).
Kegunaan Penelitian
Masalah dan Penanggulangan GAKI IGanaguan Akibat Kekurangan lodium) di Indonesia
GAKI merupakan salah satu masalah gizi yang ada di Indonesia yang
memerlukan penanganan intensif. Hal in! dikarenakan kekurangan iodium tidak
hanya mengakibatkan pembesaran kelenjar gondok (thiroid), tetapi dapat juga
mengakibatkan kelainan-kelainan lain berupa gangguan fisik (pertumbuhan
terhambat, kerdil, bisu, dan tuli), gangguan mental, dan gangguan neuromotor.
Gan\l9uan yang tidak dapat disembuhkan ini banyak ditemukan di daerah endemik
berat (Komite Nasional PBB Bidang Pangan dan Pertanian,1992, dalam Muchtadi,
1992). Lebih lanjut Effendi (1995) mengemukakan bahwa masalah GAKI dapat
digambarkan sebagai gunung es dengan puncaknya keadaan kretin. Oi samping itu
kualitas sumberdaya manusia rendah karena banyak yang menderita hipothyroidi,
dengan gejala mudah mengantuk, kurang kreatif, lamban, pemalas.
Lamid et al (1992) menyatakan bahwa prevalensi GAKI di daerah endemik cukup
tinggi, umumnya di atas 60 persen. Oiperkirakan 30-35 juta penduduk tinggal di
daerah gondok endemik, yaitu daerah dengan prevalensi GAKI di atas 10 persen
(Oepkes RI, 1992).
Untuk menanggulangi GAKI pemerintah telah membuat berbagai langkah
kebijaksanaan. Tindakan yang dilakukan oleh Oepartemen Kesehatan selama
Pembangunan Jangka Panjang Tahap I antara lain penyuntikan lipiodol di seluruh
kantong gondok yang umumnya berada di daerah pegunungan dan sukar terjangkau
(Effendi, 1995). Selain itu masih ada program lain yaitu fortifikasi senyawa iodium
pada air minum, roti, tablet iodium, dan suntuikan larutan iodium (Djokomulyanto,
Fortifikasi iodium sangat penting dilakukan terhadap bahan pangan dengan
tujuan untuk meningkatkan suplai iodium dalam tubuh (Suhardjo, 1989). Menurut
Winarno (1992), dalam bahan pangan kandungan iodium ternyata sangat ked I.
Perbedaan tanah, pupuk, dan lingkungan akan menghasilkan produk pertanian
dengan kadar iodium yang berbeda-beda. Makanan laut dan gang gang laut
merupakan sumber iodium yang penting.
Upaya pemerintah untuk mananggulangi masalah GAKI dilakukan dengan
target penurunan prevalensi GAKI dari 27,7 persen menjadi 18 persen (Lamid et aI.,
1992). Menurut Hetzel, Dunn, & Stanburry (1987) program iodisasi akan berjalan dengan baik jika disertai dengan pendidikan masyarakat, produksi, dan pemasaran
yang efisien serta pengawasan mutu garam hasil produksi.
Hasil evaluasi dampak GAKI pada dua belas propinsi di Indonesia pada tahun
1987-1988 secara umum telah menunjukkan adanya penurunan prevalensi gondok.
Dibanding tahun 1982, prevalensi gondok total (TGR) menurun dari 37,2% menjadi
23,3%, dengan penurunan terbesar terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta. Namun
beberapa propinsi lainnya seperti Sumatra Utara, Kalimantan Barat, dan Nusa
Tenggara Timur justru menunjukkan kenaikan angka prevalensi (Depkes RI, 1992).
Sullivan, Houston, Gorstein, & Cervinskas (1995) menyatakan bahwa permasalahan umum yang dijumpai selama pelaksanaan penanggulangan GAKI berpangkal pad a
segi logistik.
Garam Beriodium
Kebutuhan iodium berbeda-beda setiap individu. Bagi orang dewasa dianjurkan
untuk mengkonsumsi sebanyak 100-150 flg per hari. Berdasarkan hal terse but
dalam 10.000 bag ian garam. lodium yang ditambahkan biasanya dalam bentuk
kalium iodida (0,005-0,01 % garam) (Nestel, 1994). Namun iodium bersifat volatil, mudah menguap. Karena itu tehnik penyimpanan garam beriodium harus
benar-benar diperhatikan (Sullivan et aI., 1995).
Garam beriodium yang dikemas dalam karung plastik dan disimpan selama tiga
bulan pad a suhu ruang (iklim tropis) dapat mempertahankan sekitar 75 persen
kandungan iodiumnya, dan setelah disimpan selama sembi Ian bulan kandungan
iodiumnya turun sampai 50 persen dari kadar semula. Akan tetapi bila kondisi
penyimpanan dan pengepakannya kurang baik, setelah disimpan selama sembi Ian
bulan maka kandungan iodium yang tertinggal hanya sekitar 10 persen dari kadar
semula (OeMaeyer et aI., 1979).
Sentuk garam yang diproduksi bermacam-macam, sesuai kebutuhan dan
selera. Ada yang berbentuk garam halus/meja, bata/briket, dan bentuk kristal
dengan beragam merk dan dikemas khusus (Effendi, 1995).
Garam mengandung natrium. Karena itu kelebihan konsumsi natrium dapat
memicu timbulnya penyakit tekanan darah iinggi. Karena itu untuk memenuhi
kebutuhan gizi yang baik dianjurkan untuk mengkonsumsi garam beriodium antara
2-6 gram per orang per harinya (Oepkes RI, 1995; Mervyn, 1989).
Hubungan Karakteristik Sosial Ekonomi. Pengetahuan, Sikap. dan Keterampilan dengan Perilaku Individu
Roger (1960) dalam Salim (1994) mengemukakan bahwa kemampuan
seseorang untuk mengubah perilakunya dipengaruhi oleh (1) kemampuan membaca
dan menu lis; (2) sifat kosmopolit; (3) tingkat pendidikan; (4) status sosial ekonomi
dan (5) umur. Oi sam ping itu, proses perubahan perilaku akan selalu melewati
memutuskan tingkah laku baru, serta tingkah laku baru yang diperkuat
lingkungannya.
Umur
Makin muda seseorang biasanya memiliki seman gat ingin tahu mengenai
hal-hal yang belum mereka ketahui. Hal ini menyebabkan mereka lebih cepat
melakukan hal-hal baru (Soekartawi, 1988). Hasil penelitian Pudjiastuti (1992)
menunjukkan bahwa kelompok usia tua umumnya lebih berhati-hati dan kurang
berani mengambil resiko dalam melakukan sesuatu.
Pendidikan
Pendidikan berlangsung sepanjang hayat man usia. Efek pendidikan adalah
merubah cara berpikir dan bertindak seseorang. Di samping itu pula dengan tingkat
pendidikan yang lebih tinggi akan memungkinkan individu untuk lebih cepat
memanfaatkan media komunikasi yang memerlukan kepandaian membaca,
dibandingkan dengan mereka yang berpendidikan lebih rendah (Pudjiastuti, 1992).
Sullivan et al. (1995) menganjurkan agar pengetahuan mengenai garam beriodium
diajarkan dalam sekolah. Hasil penelitian Purwiyanti (1997) menunjukkan bahwa
ibu-ibu yang tidak mengkonsumsi garam beriodium tingkat pendidikannya relatif
lebih rendah dibandingkan dengan ibu-ibu yang mengkonsumsi garam beriodium.
Tingkat Pendapatan
Hasil penelitian Pudjiastuti (1992) menunjukkan bahwa seseorang yang
pendapatannya rendah kemampuan berpartisipasi dalam mengorbankan sesuatu
baik yang bersifat materi dan non materi juga sangat kurang.
Lamid et al (1992) berdasarkan hasil penelitiannya di Jawa Timur menyatakan
bahwa sebenarnya tingkat pendapatan bukan merupakan faktor penyebab
BPS-Unicef (1995) harga garam rakyat yang jauh lebih murah merupakan salah satu
penyebab rendahnya konsumsi garam iodium.
Aktivitas Komunikasi
Bagi keluarga, komunikasi merupakan dimensi yang memudahkan namun juga
dapat menjadi kritis pad a sisi yang lain. Dalam perilaku konsumen, studi tentang
keluarga sangat penting dikarenakan banyak produk yang dibeli oleh konsumen
dipengaruhi oleh anggota keluarga lain dalam keluarganya (Engel, Blackwell, &
Miniard, 1992).
Komunikasi dibagi dalam dua jenis, yaitu komunikasi interpersonal (tatap muka)
dan media massa. Komunikasi berhubungan erat dengan tingkat pengetahuan
seseorang (Kincaid & Schramm, 1977). Media massa juga merupakan sarana
perubahan sosial karena berfungsi untuk menyebarkan pendidikan dan
meningkatkan pengetahuan (McQuail, 1983).
Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan merupakan segala informasi dari dunia sekitar yang disertai
pemahaman pada informasi yang diterima pada suatu objek. Pengetahuan dapat
diperoleh dengan cara bertanya pada orang lain, pengalaman sendiri,
mendengarkan cerita orang, atau melalui media massa (Azis, 1995).
Chandradhy (1978) menyatakan bahwa dengan pengetahuan yang agak serba
terbatas dan tidak sempurna membuat masyarakat pedesaan mengumpulkan dan
mendapat informasi melalui pergaulan dengan tetangganya. Informasi inilah yang
sering memperluas pengetahuan dan akan menentukan sikapnya terhadap suatu
barang. Dalam pasar konsumen, keluarga terutama ibu rumah tanggalah yang
Dengan aktivitas komunikasi yang semakin tinggi maka tingkat pengetahuan
akan semakin luas (Kincaid & Schramm, 1977). Pengetahuan dapat diuji
kebenarannya karena diperoleh melalui fakta yang didapatkan dari berbagai sumber
(Azis, 1995).
Purwiyanti (1997) melaporkan bahwa faktor dominan dalam mengklasifikasikan
responden pengguna garam beriodium dengan yang bukan adalah tingkat
pengetahuan mereka akan garam beriodium dan GAKI. Masyarakat di desa
tersebut mulai memakai garam beriodium semenjak mengenal adanya garam
beriodium yang bermanfaat untuk mencegah gondok Disamping itu juga ada
anjuran dari pejabat pemerintah setempat.
Sikap dan Keterampilan
Sikap adalah suatu kecenderungan untuk memberikan tanggapan terhadap
rangsangan tingkah laku seseorang. Jadi sikap akan mengarahkan perilaku secara
langsung (Mar'at, 1981). Dengan demikian sikap positif akan menumbuhkan
perilaku positif dan sebaliknya sifat negatif akan menumbuhkan perilaku yang negatif
seperti menolak, menjauhi, meninggalkan, bahkan merusak. Dari sikap seseorang
terhadap objek dapat diperkirakan perilaku yang akan timbul dari orang tersebut
terhadap objek (Pranadji, 1988). Sikap yang positif akan mempengaruhi niat
individu untuk ikut serta dalam kegiatan yang akan diwujudkan dalam bentuk
tindakan, yaitu keterampilan. Engel et al. (1884) menyatakan bahwa sikap biasanya
memainkan peranan utama dalam membentuk perilaku. Sikap itu sendiri
dipengaruhi oleh pengetahuan, dimana Madri (1973) menyimpulkan bahwa dengan
pengetahuan yang tinggi maka individu terse but memiliki sikap yang makin baik
Keterampilan merupakan kemampuan untuk menggunakan apa yang telah
dipelajari ke dalam situasi konkrit. Keterampilan seseorang sangat erat kaitannya
dengan pengetahuan yang dimiliki dan motivasi yang mendasarinya (Salim. A,
1994). Laporan BPS-Unicef (1995) menyebutkan masih banyak kesalahan dalam
penanganan garam beriodium pada masyarakal. Misalnya di Jawa Tengah
ditemukan rumah tangga yang "menyangrai" garam sebelum digunakan. Rumah
tangga di Sulawesi Selatan terbiasa mencuci garam sebelum dipakai, karena garam
rakyat yang dikonsumsi agak kotor. Selain itu, masih ban yak lagi rumah tangga
yang menyimpan garam dalam keadaan terbuka, meletakkan garam secara
Perilaku adalah segala sesuatu yang dilakukan oleh makhluk hidup. Perilaku
merupakan niat yang sudah direalisasikan dalam bentuk tingkah laku.
Hubungan antara konsep pengetahuan dan sikap dalam kaitannya dengan perilaku
manusia merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan. Adanya pengetahuan tentang
manfaat suatu hal akan menyebabkan orang terse but mempunyai sikap positif yang
kemudian akan mempengaruhinya niatnya untuk bertindak. Faktor internal yang
menjadi ciri pembeda tiap individu, yakni pengetahuan dan sikap, akan
rnempengaruhi serta menggerakkan individu. Perilaku individu juga banyak
dipengaruhi oleh pengetahuan yang ia dapatkan melalui informasi dalam proses
komunikasi.
Ibu rumah tangga dalam keluarga umumnya mempunyai peranan penting
da/am pengelolaan pangan keluarga. Perilaku individu, dalam hal ini ibu rumah
tangga, diduga berhubungan erat terhadap konsumsi garam beriodium keluarga.
Adapun perilaku konsumsi garam beriodium responden secara keseluruhan dilihat
dari harga garam, bentuk garam yang biasa dikonsumsi (krosok, bata, hal us, dll),
dan beratnya (gram atau sendok) selama sehari. Pengetahuan dan sikap ibu
tersebut diduga pula merniiiki kaitan yang erat dengan umur, pendidikan formal, dan
tingkat pendapatan keluarga.
,: ." ...
Karakteristik Sosial "'\''1\
Ekonomi:
- Umur
- Pendidikan d -- Pendapatan
Ii
- Aktivitas Komunikasi
(interpersonal. kelompok.
'ta
media massa)
,
r
Pengetahuan: -GAKIl
-Garam BeriodiumセゥPgfセセ_エbNrG[_jャcAZcQZエNゥ[LNLZL@
( Perilaku Konsumsi \:1;
c=)
!
Garam Beriodiumno
dalam: :;;U
-
Harga [セ@i - Bentuk Ii
l -
B e r a t , ; ;"'---セ@
Sikap terhadap GAKI dan Garam Beriodium
[image:23.608.67.492.110.549.2]METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Oesa Jepura dan Bajo Mulyo, Keeamatan Juwana,
Kabupaten Dati /I Pati, Propinsi Jawa Tengah. Pemilihan desa dilakukan seeara
purposif atas dasar tingginya prevalensi gondok endemik. Dari masing-masing desa
dipilih seeara aeak dua RW untuk memilih responden. Penelitian ini dilaksanakan
pad a Bulan November-Oesember 1996.
Cara Pengambilan Contoh
Unit eontoh penelitian ini adalah keluarga dengan responden ibu rumah tangga,
dengan pertimbangan bahwa umumnya ibu rumah tangga merupakan pengguna garam
dalam menyediakan hidangan sehari-hari untuk keluarga. Contoh dipilih seeara aeak
sederhana, dari setiap desa diambil sebanyak 30 orang responden, sehingga dari dua
desa terpilih akan diperoleh 60 orang responden.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Sumber data penelitian berasal dari data hasil penelitian Staf Pengajar Jurusan
Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Institut Perlanian Boger, yang dibiayai
oleh Proyek Community Health and Nutrition /II (CHN /II), kerjasama Oepartemen
Kesehatan - Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Depkes-Oikti). Data yang
dikumpulkan meliputi data mengenai identitas keluarga, pendapatan keluarga,
pendidikan formal, aktivitas komunikasi, pengetahuan responden mengenai garam
beriodium dan GAKI,sikap, serla perilaku responden dalam konsumsi garam
beriodium. Semua data tersebut diperoleh dengan menggunakan alat bantu
Pengolahan dan Analisis Data
Data mengenai keadaan sosial ekonomi respondp.n ditabulasi kemudian dianalisis secara deskrir,tif. Umur respondell dibagi atas lima kelompok umur, yakni umur 20-30 tahun, 31-40 tahun, 41-50 tahun, 51-60 tahun, dan di atas 60 tahun. Tingkat pendidikan responden dibagi atas 6 jenjang pendidikan, yakni tidak tamal SO, tamat SO, tidak tamat SL TP, tamat SL TP, tidak tamat SL TA, dan lamat SL TA.
Pendapatan keluarga didekati dengan pengeluaran keluarga selama sebulan. Pendapatan keluarga tersebut kemudian dibagi berdasarkan jumlah tanggungan keluarga, sehingga diperoleh data pendapatan per k8pita keluarga. Hasilnya kemudian dibandingkan dengan pengeluaran per kapita penduduk Indonesia selama sebulan, Y"litu sebesar Rp 70.062,00 (BPS, 1996). Data pendapatan ini kemudian dikategorikan menjadi pendapatan di atas penduduk Indonesia dan pendapatan di bawah pendapatan penduduk Indonesia selama sebulan.
Data mengenai aktivitas komunikasi serta pengetahuan GAKi dan Garam Beriodium responden dibagi atas tiga kelompok dengan menggunakan perhitungan standar deviasi. Adapun rumusnya adalah sebagai berikut:
Rendah = Sedang =
x<x-1SD
x-1SD:<:;x:<:;x+1S0
x
<x
+ 1S0(Keterangan: x=mean)
sedang (9,0-19,0), dan tinggi (>19,0), sedangkan untuk pengetahuan Garam Beriodium pembagiannya adalah rendah «13,2), sedang (13,2-17,5), dan tinggi (>17,5).
Data sikap dikelompokkan berdasarkan total skor yang diperoleh responden. Total skor maksimum adalah 40, yang kemudian dibagi menjadi beberapa kategori. Jumlah skor 0-25 sikap negatif, skor 26-34 sikap netral, dan diatas 34 sikap positif. Hasilnya kemudian dianalisis secara deskriptif.
Data perilaku konsumsi garam beriodium diperoleh dari informasi harga, bentuk dan .berat garam yang dikonsumsi keluarga. Harga garam dikelompokkan atas tiga kategori, yakni murah « Rp 200/kg), sedang (Rp200-Rp299/kg), dan tinggi
(>Rp 300/kg). Adapun bentuk garam juga dibagi dalam tiga kelompok, yaitu campuran garam bata beriodium dengan garam krosok non-iodium yang merupakan bentuk konsumsi garam yang buruk, konsumsi garam bata beriodium tanpa dicampur dengan garam lain, serta garam halus beriodium yang merupakan bentuk terbaik. Berat garam yang dikonsumsi dibagi dalam tiga kategori, yakni kurang «2 gram/orang/hari), cukup (2-6 gram/orang/hari), dan lebih (>6 gram/orang/hari).
Untuk mengukur keeratan hubungan antara masing-masing faktor dengan konsumsi garam digunakan uji korelasi Spearman Correlation Bivariat 2-Tailed
dalam SPSS V 6.0 for Windows. Uji ini cocok digunakan untuk data yang memiliki varia bel ordinal dan interval yang tidak memenuhi asumsi normalitas (Wahana, 1997). Dalam Walpole (1993) dijelaskan bahwa Koefisien Peringkat Spearman dilambangkan dengan
rs
dengan rumus sebagai berikut:rs
= 1-n 6
I
d2,1=1
dimana dl adalah selisih antara penngkat bagi Xi dan Yi , dan
n
adalah banyaknyapasangan data. Nilai
rs
dapat terjadi dan -1sampai +1. Nilai +1 atau -1 menunjukkanadanya hubungan yang sempurna antara X dan Y, sedang tanda plus dapat diartikan
bahwa pemberian penngkat itu sejalan. Selain itu digunakan tabulasi silang yang
kemudian dijabarkan secara deskriptif.
Batasan Istilah
Garam beriodium adalah bumbu dapur yang dalam kemasannya tertulis "garam . beriodium".
Umur adalah lama hidup individu dalam tahun sejak lahir hingga saat ibu rumah tangga diteliti.
Tingkat pendidikan adalahjenjang pendidikan formal yang pemah ditempuh.
Pendapatan didekati dari pengeluaran keluarga selama sebulan dalam rupiah per orang per bulan.
Pengetahuan tentang GAKI dan garam beriodium adalah banyaknya informasi tentang GAKI dan garam beriodium yang dimiliki oleh responden.
Aktivitas komunikasi adalah kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh atau membagi informasi kesehatan, dibedakan atas aktivitas komunikasi interpersonal, kelompok, dan media massa.
Aktivitas komunikasi interpersonal adalah kegiatan responden untuk memperoleh informasi kesehatan umum (termasuk tentang GAKI dan garam beriodium) dengan orang lain (suami, teman, tetangga, dll).
Aktivitas komunikasi kelompok adalah kegiatan responden dalam kegiatan kemasyarakatan yang ada di desanya.
Aktivitas komunikasi media massa adalah kegiatan responden untuk memperoleh informasi melalui surat kabar, radio, dan televisi.
Sikap terhadap GAKI dan garam beriodium adalah respon terhadap masalah GAKI dan perihal garam beriodium.
Bentuk adalah jenis garam beriodium yang dikonsumsi keluarga, yang dapat berbentuk bata/briket, curai, halus, atau gabungan bata dan krosok.
Harga adalah nilai garam beriodium dalam rupiah per kilogram,
Keadaan Umum Daerah Penelitian
Keadaan Geografis. Lokasi penelitian adalah Oesa Jepura dan Oesa Bajo
Mulyo yang merupakan bag ian dan 29 desa yang termasuk dalam Kecamatan Juwana,
Kabupaten Pati, Propinsi Jawa Tengah. Kedua desa tersebui terletak di pinggir laut Jawa
dan tanahnya kurang coeok untuk pertanian. Luas Oesa Jepura dan Bajo Mulyo
masing-masing adalah 8,5 dan 74,5 ha. Adapun perbandingan jarak antara kedua desa dengan
ibukota pusat pemerintah terlihat pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Jarak dari Desa Jepura dan Bajo Mulyo ke Pusat-pusat Pemerintahan
Oesa
Pusat Pemerintahan J epura Bajo Mulyo
... (km) ...
Ibukota KeeamatanJuwana 1 0,5
Ibukota Kabupaten Pati 13 13
Ibukota Propinsi Jateng 88 89
Sumber: Monografl Oesa Jepura dan BaJo Mulyo, 1996.
Keadaan Penduduk. Penduduk Oesa Jepura dan Bajo Mulyo pad a tahun 1996
masing-masing berjumlah 701 dan 3436 jiwa, dengan besar keluarga rata-rata lima
orang untuk masing-masing desa. Adapun jumlah kepala keluarga untuk Oesa
Jepura adalah 132 KK dan Bajo Mulyo 698 KK. Jika dibandingkan dengan luas
wilayahnya, maka kepadatan penduduk Oesa Jepura adalah sebesar 8247,05
jiwa/km2 dan Bajo Mulyo 4612,08 jiwa/km2 Hal ini menggambarkan bahwa tingkat
[image:29.597.90.486.356.455.2]Tabel 2. Sebaran Penduduk menurut Jenis Kelamin di Desa Jepura dan Desa Bajo Mulyo Tahun 1996
Des a
Jenis Kelamin Jepura Bajo Mulyo
n (%) n
Laki-Iaki 309 44,08 1691 Peremouan 392 55,92 1745
Total 701 100,00 3436 Sumber: Monografi Desa Jepura dan BaJo Mulyo, 1996. Keterangan : n=frekuensi penduduk
(%) 49,21 50,79 100,00 !I ;
Mata Pencaharian. Persentase terbesar mata pencaharian pen dud uk Desa Jepura adalah sebagai pedagang (44,99%), dan Desa Bajo Mulyo sebagai nelayan (30,35%). Lahan desa yang sempit dan tidak subur menjadikan penduduk Desa Jepura berusaha dalam bidang perdagangan dan jasa. Letak desa yang di pinggir laut Jawa menyebabkan sebagian penduduk Desa Bajo Mulyo memilih menjadi nelayan.
Tabel 3. Sebaran Penduduk yang Bekerja menurut Mata Pencaharian di Desa Jepura dan Bajo Mulya .
Mata D e s a
Pencaharian J e pur a Baja Mulya
n (%) n (%)
Petani 2 0,47
-
0,00I
Buruh Tani 7 1,64 58 4,99
Nelayan 5 1,17 353 30,35
Pengusaha 7 1,64 28 2,41
Buruh Industri 5 1,17 150 0,13 Buruh Bangunan 2 0,47 154 13,24 Pedagang 192 44,99 194 16,67
Angkutan 1 0,23 52 4,47
PNS/ABRI 14 3,28 59 5,07
Pensiunan 4 0,94 15 1,29
Lain-lain 188 44,03 100 21,03 Tat a I 427 100,00 1163 100,00
"
[image:30.595.84.508.127.232.2] [image:30.595.83.486.456.679.2]21
Sarana Kesehatan. Sarana kesehatan yang tersedia di Desa Jepura berupa
satu lembaga Kelompok KB dan 13 orang kader PKK, sedangkan Desa Bajo Mulyo
terdapat satu poliklinik, empat posyandu, satu orang dukun bayi, serta 15 orang
kader kesehatan dan 28 orang kader PKK. Penduduk kedua desa memanfaatkan
sarana Puskesmas dan dokter di Kecamatan Juwana yang jaraknya tidak terlalu
jauh dari desa.
Prevalensi GAKI
Secara nasional, angka TGR (Total Goiter Rate) atau Angka Gondok Total
untuk anak sekolah selama Pelita IV menurun dari 37,2% menjadi 23,2%. Angka ini
diharapkan menurun lagi sehingga pada akhir Pelita VI diketahui prevalensi GAKI
menjadi 18,0% (Effendi,1995). Adapun hasil penelitian Hadisaputro et al. pada
tahun 1996 menunjukkan bahwa Kabupaten Pati memiliki angka prevalensi TGR
yang cukup tinggi, yakni sebesar 23,8%, dan secara khusus untuk Kecamatan
Juwana adalah sebesar 46,8%. Kenyataan ini menunjukkan bahwa Kecamatan
Juwana memiliki masalah serius dalam hal defisiensi iodium.
Karakteristik Sosial Ekonomi Responden
Umur Responden. Sebagian besar responden berada dalam kelompok umur di
bawah 40 tahun (61,69%), hanya 10,00% responden yang berumur di atas 51 tahun.
Dengan demikian sebagian besar responden merupakan ibu rumah tangga dari
keluarga muda dengan besar keluarga rata-rata 4,98 jiwa per keluarga.
Tabel4. Sebaran Responden menurut Umur Umur (tahun)
I
JumlahII
i
n (%)20 - 30
I
10 16,6731-40
I
28 45,0241 - 50 16 26,66
51-60 5 8,33
> 60 1 1,67
Tot a I 60 100,00
Keterangan : n-frekuensi responden
Tingkat Pendidikan Responden. Tingkat pendidikan responden dibagi dalam enam kelompok seperti terlihat dalam Tabel 5. Sebagian besar responden memiliki tingkat pendidikan rendah, yaitu tamat SO ke bawah (53,33%). Seluruh responden mengaku dapat membaca dan menulis Bahasa Indonesia.
Tabel 5. Sebaran Responden menurut Tingkat Pendidikan Pendidikan J u m I a h
n (%)
Tidak Tamat SO 10 16,67
Tamat SO 22 36,66
Tidak Tamat SL TP 7 11,67
Tamat SLTP 6 10,00
Tidak Tamat SLTA 1 1,67
Tamat SLTA 14 23,33
To t a I 60 100,00
Keterangan : n=frekuensl responden
[image:32.602.70.496.96.241.2]sebagainya. Dengan demikian sebagian besar responden memiliki mata pencaharian lain di sam ping pekerjaan utama suami.
Tabel6. Sebaran Responden menurut Jenis Pekerjaan Jenis Pekerjaan
I
Jumlahn (%)
Ibu Rumah Tangga 22 36,67
Petani 1 1,67
Buruh Tani 1 1,67
Pedagang 21 35,00
Wiraswasta 5 8,33
Karyawan Swasta 3 5,00
Pegawai Negeri 6 10,00
Pensiunan 1 1,67
Tot a I 60 100,00
Keterangan : n=frekuensl responden
[image:33.600.79.492.163.366.2]I
Tabel 7. Sebaran Responden menurut Tingkat pendapatan per Kapita per Bulan
Pendapatan
(Rp/Kapita/Bulan) J u m I a h n (%) Kurang (x < 70.062,00) 29 48,33 Cukup (x?: 70.062,00) 31 51,67
T 0 t a I 60 100,00
Keterangan : n=frekuensl respond en
Aktivitas Komunikasi. Peranan komunikasi erat berkaitan dengan pengetahuan dan pendidikan yang akhimya akan mempengaruhi jumlah informasi yang masuk dan diserap individu. Mayontas responden di lokasi penelitian tidak terlalu aktif mencari informasi melalui media. Fungsi media. sebagai pemberi informasi kesehatan belum dirasakan sebagai kebutunan bagi responden. Hal ini diduga dipengaruhi pula oleh tingkat pendidikan responden yang sebagian besar tergolong rendah. Faktor ini merupakan penghalang bagi responden untuk mencari informasi melalui berbagai bentuk aktivitas komunikasi.
Aktivitas komunikasi interpersonal dapat dimanfaatkan untuk mencari informasi kesehatan secara personal. Keterbukaan terhadap suami mengenai masalah kesehatan ditunjukkan oleh sebagian responden (66,67%). Namun hal ini berbeda jika masalah yang dibicarakan adalah mengenai jenis garam, dimana hanya sedikit yang membahasnya dengan suami (10,00%) dan dengan orang lain seperti teman atau kader PKK (6,67%). Hal ini menampakkan bahwa garam bukan sesuatu yang begitu penting untuk dibicarakan.
[image:34.603.75.491.102.246.2]selama tiga bulan terakhir umumnya hanyalah mengikuti penyuluhan kesehatan
(38,88%). Penyuluhan tersebut membicarakan masalah kesehatan ibu/anaK dan
kebersihan lingkungan. Metode penyuluhan yang diberikan kebanyakan dengan
cara lisan, dan hanya 8,33% responden yang menggunakan alat bantu poster dalam
penyuluhan.
Tabel 8. Sebaran Responden menu rut Tingkat Aktivitas Komunikasi
Aktivitas Komunikasi Jumlah
(Skor)
n (%)
InterQersonal
Rendah (x< 6,00) 28 46,67
Sedang (6,00 :;;x:;; 9,70) 24 40,00
Tinggi (x >9,70) 8 13,33
KelomQok
Rendah (x< 8,80) 34 56,67
Sedang (8,80 :;;x:;; 14,00) 18 30,00
Tinggi (x >14,00) 8 13,33
Media massa
Rendah (x< 23,80) 34 56,67
Sedang (23,80 :;;x:;; 34,80) 18 30,00
Tinggi (x >34,80) 8 13,33
To ta I 60 100,00
Keterangan : n=frekuensl responden
Sebagian besar responden (90,00 %) merupakan anggota kelompok masyarakat
yang ada seperti Yasinan, Dasawisma, dan PKK. Responden yang mengikuti satu
kelompok sebanyak 15,00 %, dua kelompok sebanyak 28,33%, tiga kelompok 41,67%,
dan yang lebih dari tiga kelompok 3,33 %. Sebagian besar responden (86,00 %)
[image:35.600.67.489.245.519.2]Aktivitas komunikasi media massa menggambarkan seberapa jauh res pons
responden dalam jangkauan media massa sebagai sarana untuk meningkatkan
pengetahuan. Sebagian besar responden memiliki radio (73,33%) yang masih
berfungsi dengan baik, namun hanya 43,33 % responden yang pernah mengikuti
siaran radio. Jumlah ini sedikit lebih kecil bila dibandingkan dengan televisi dimana
63,33 % responden menonton acaranya. Untuk kedua media tersebut responden
tertarik untuk mengikuti jenis acara hiburan.
Kebiasaan membaca surat kabar masih sangat kurang, hanya 20 persen
responden yang mengaku membaca surat kabar dalam satu minggu terakhir. Jenis
surat kabar yang dibaca bermacam-macam, terbanyak Suara Merdeka (66,67%)
kemudian Jawa Pos, Kompas, Suara Karya, dan Bahari.
Pengetahuan GAKI dan Garam Beriodium
Pengetahuan tentang GAKI. Pengetahuan tentang GAKI dapat mempengaruhi
penilaian responden terhadap sikap dan konsumsi garam beriodium. Rata-rata skor
responden adalah 14,53 dengan kisaran nilai antara 0-27 (skor maksimal 35). Hal ini
menunjukkan responden hanya menguasai sekitar 53,81 persen pertanyaan yang diajukan.
Tabel 9. Sebaran Responden menurut Tingkat Pengetahuan GAKI
Tingkat Pengetahuan GAKI J u m I a h (skor)
n (%)
Rendah (x<9,00) 6 10,00
Sedang (9,00,;x,;19,00) 49 81,67
Tinggi (x>19,00) 5 13,33
Tot a I 60 100,00
[image:36.613.67.485.534.671.2]GAKI sebagai penyakit yang harus dicegah dan diobati dipahaml oleh hampir
semua responden (96,67 %). Sebagian besar responden mengetahui bahwa gondok
banyak terjadi di dataran tinggi/pegunungan (76,67%) dan penyebab gondok
dikarenakan kekurangan makanan kaya lodium (93,33%). Adapun sumber pangan
kaya iodium banyak berasal dari laut diketahui oleh sebagian (55,00%) responden
dan 61,67% menjawab bahwa iodium pun dapat diperoleh dari garam beriodium.
Sebagian besar respond en (91,67%) telah mengetahui bahwa tempatlwadah yang
baik untuk menyimpan garam beriodium adalah pada tempat tertutup, demikian pula
dengan cara meletakkan tempatlwadah garam di tempat yang kering (96,67%).
Cara terbaik dalam menggunakan garam beriodium pada masakan, yatu pada
saat masakan matang dan tidak dalam keadaan mendidih hanya diketahui oleh
sedikit responden (11,67%), sebanyak 33,33% responden menjawab tidak tahu dan
sisanya (55,00%) mengakui bahwa mereka memasukkan garam pad a saat air
masakan mendidih atau bersamaan dengan bumbu-bumbu. Disamping itu sebagian
besar responden (81,67%) tidak mengetahui dampak lain dari kekurangan iodium
seperti cebol/kerdil, bisu, tuli, dan gangguan mental. Upaya lain dalam mengatasi
masalah GAKI selain melalui garam beriodium hanya diketahui oleh 8,33% responden.
Padahal upaya pencegahan gondok yang telah dilakukan oleh pemerintah selain
pemasaran garam beriodium adalah melalui suntikan lipiodol, kapsul beriodium, dan
iodisasi air minum. Hal ini mungkin berkaitan dengan kegiatan pemerintah yang kurang
dirasakan penduduk, karena hanya 33,33% responden yang menyebutkan upaya
pencegahan gondok ditempuh dengan penyuluhan. Selebihnya menjawab tidak ada
Pengetahuan tentang Garam Beriodium. Nilai rata-rata responden adalah
15,27 dengan kisaran skor 9-19 (skor maksimaI23). Hal ini menggambarkan tingkat
penguasaan responden 66,26 persen terhadap soal yang diajukan.
Semua responden mengaku menggunakan garam beriodium dan mengetahui
manfaatnya untuk mencegah gondok. Bahwa garam yang dikonsumsi mengandung
iodium sebagian besar responden (90,00%) mengetahuinya melalui label pada
kantong, lainnya menjawab melalui bentuk (5,00%) dan orang lain (5,00%).
Tabel 10. Sebaran Responden menurut Tingkat Pengetahuan Garam Beriodium
Tingkat Pengetahuan Garam Beriodium J u m I a h (Skor)
n (%)
Rendah (x<13,15) 10 16,67
Sedang (13, QUL[クセQWLTYI@ 38 63,33
Tinggi (x>17,49) 12 20,00
Tot a I 60 100,00
Keterangan : n-frekuensl responden
Gabungan garam briket dan halus merupakan jawaban yang diberikan (76,67 %)
responden untuk bentuk garam yang beredar saat ini. Yang hanya menjawab garam
briket sebanyak 21,67% responden. Lainnya menjawab gabungan antara garam briket
dan garam halus (1,67 %). Pengujian garam beriodium dengan menggunakan
perasan singkong/kanji atau dengan larutan iodina diketahui oleh 26,67% responden
Sikap terhadap GAKI dan Garam Beriodium.
Sebagian besar (76,67%) responden memiliki sikap positif. Tidak dijumpai
responden yang bersikap negatif terhadap garam beriodium. Dengan sikap yang
[image:38.620.79.484.295.427.2](1992) menyatakan bahwa sikap yang positif akan mempengaruhi niat individu untuk
ikut dalam kegiatan yang diwujudkan dalam tindakan. Oi samping itu, Khumaidi
(1985) menerangkan bahwa sikap, kebiasaan makan, dan distribusi makan dalam
keluarga merupakan faktor sosial budaya yang memberikan pengaruh kuat dalam
konsumsi makanan.
Tabel 11. Sebaran Responden menurut Sikap terhadap GAKI dan Garam Beriodium
S i k a p J u m I a h
(Skor)
n (%)
Negatif (x < 26,00) 0 0,00
Netral (26,00 ,;x,; 34,00) 14 23,33
Positif (x >34,00) 46 76,67
Tot a I 60 100,00
Keterangan : n-frekuensl. responden
I
Seluruh responden menyatakan dukungannya terhadap penggunaan garam
beriodium, meskipun tidak menderita gondok. Umumnya responden setuju (98,33%)
dengan pernyataan bahwa garam beriodium lebih bermanfaat untuk mencegah
gondok dibanding garam non iodium, hanya 1,67% yang menjawab tidak tahu. Oi
samping itu, seluruh responden setuju dengan penggalakan penggunaan garam
beriodium dan dapat ditempuh melalui penyuluhan oleh para kader kesehatan dan
tokoh masyarakal. Seluruh responden juga setuju untuk mengusahakan agar garam
beriodium selalu tersedia di rumah.
Sebagian besar responden (93,33%) tidak menyetujui pendapat bahwa garam
beriodium menyebabkan perubahan rasa pad a makanan. Oemikian pula pernyataan
[image:39.618.70.490.249.387.2](98,33%) dan bahwa responden memerlukan waktu, biaya, dan tenaga yang lebih
besar untuk memperoleh garam berioidum dibandingkan garam non-iodium (90,00%).
Seluruh responden menyatakan tidak setuju dengan pernyataan bahwa garam
beriodium tidak usah digunakan karena harganya yang mahal.
Perilaku Konsumsi Garam Beriodium.
Harga Garam Beriodiurn. Harga garam beriodium yang beredar di lokasi
penelitian dirasakan responden tidak terlalu mahal, sehingga tidak memberatkan
dalam mengkonsumsinya. Harga garam yang relatif murah ini dikarenakan
lokasi pabrik garam yang tidak terlalu jauh dari desa penelitian sehingga
memperpendek jalur distribusi produk hingga sampai ke penduduk, disamping itu
garam merupakan salah satu komoditas yang disubsidi pemerintah (Departemen
Perindustrian, 1990).
Tabel12. Sebaran Responden menurut Harga Garam Beriodium per Kilogram (Rp/Kg)
Harga Garam J u m I a h
(Rp/Kg)
n (%)
Murah (x< 200) 8 13,33
Sedang HRPPY\セRYYI@ 37 61,67
Tinggi (X>299) 15 25,00
Tot a I 60 100,00
Keterangan : n-frekuensl responden
Tempat para responden membeli gararn pun bermacam-macam. Sebagian
besar memilih membeli dari warung dalam desa (66,67%), dad penjaja keliling
Semua responden mengaku tidak memperoleh kesulitan untuk mendapatkan garam
beriodium.
Pada saat wawancara. merk garam beriodium yang banyak digunakan
responden adalah Kapal Terbang, Zebra Terbang, dan Anggrek. Merk yang paling
mahal adalah garam halus Windu Mas (Rp 1000/kg). dan yang termurah garam
bata Kuda Laut (Rp 125/kg).
Bentuk Garam Seriodium. Sentuk garam beriodium bermacam-macam, yaitu
berupa garam bata/brike!. halus, dan krosok. Namun yang terbaik adalah garam
halus karena memudahkan penyerapan iodium dalam tubuh. Oi propinsi Jawa
Timur pemerintah daerahnya bahkan telah melarang produksi garam briketlbata
(BPS-Unicef, 1995). Oi lokasi penelitian hampir semua responden memilih membeli
garam bata/briket, hal ini sama dengan kebanyakan (61,97%) penduduk Indonesia.
Faktor ini mungkin dikarenakan jenis garam tersebut membantu mempercepat
penghalusan bumbu-bumbu pada waktu proses pengolahan masakan (BPS-Unicef,
1995). Terdapat pula 3,33 persen responden yang mencampur garam bata dengan
garam krosok.
Tabel13. Sebaran Responden menurut Bentuk Garam yang Oikonsumsi
Bentuk Garam Jumlah
n (%)
Sata+Krosok 2 3,33
Bata/briket beriodium 56 93,34
Halus Beriodium 2 3,33
Tot a I 60 100,00
Serat Garam Seriodium yang Oikonsumsi. Rata-rata berat konsumsi garam
dalam keluarga responden adalah 5,03 gr/orang/hari. Jumlah ini memenuhi
kebutuhan garam beriodium sehari-hari. Menurut Mervyn (1989) setiap harinya
orang mengkonsumsi garam beriodium sebanyak 2-6 gram. OepKes RI (1995)
menganjurkan batas maksimum konsumsi garam sebanyak 6 gram per orang per
hari atau satu sendok teh setiap harinya.
Tabel 14. Sebaran Responden berdasarkan Serat Garam yang Oikonsumsi (gr/orang/hari)
Serat Garam J u m I a h
(gram/orang /hari)
n (%)
Rendah (x < 2,00) 6 10,00
Sedang (2,00 sx:s; 6,00) 39 65,00
Tinggi (x >6,.00) 15 25,00
Tot a I 60 100,00
Keterangan : n=frekuensl responden
Hubungan antar Variabel
Hubungan antara Harga Garam yang Oikonsumsi dengan Karakteristik Sosial
Ekonomi, Pengetahuan, dan Sikap. Harga garam yang ditawarkan bervariasi menu nut
bentuk dan merk-nya. Serdasarkan hasil tabulasi silang, secara deskriptif terlihat adanya
kecendenungan bahwa semakin mud a umur responden cendenung memilih garam
dengan harga yang lebih mahal (Lampiran 1). Responden yang mengkonsumsi garam
dengan harga tinggi sebagian besar (81,3%) benumur di bawah 40 tahun. Oi pihak lain,
responden yang memilih garam berharga murah sebagian besar benumur di atas 40
tahun (71,43%). Analisis Spearman menunjukkan adanya hubungan negatif (p:;;O,01)
[image:42.620.73.488.264.402.2]responden maka harga garam yang dikonsumsi akan semakin mahal pula. Hal ini
diduga karena faktor preferensi, disamping itu harga garam yang tinggi biasanya disertai
dengan kemasan yang menarik. Engel et al. (1994) menyatakan bahwa kelompok umur
muda lebih memperhatikan ciri estetika dibandingkan dengan kelompok umur tua yang
lebih mempertimbangkan ciri fungsional atau fungsi dan suatu barang.
Harga garam benodium yang dikonsumsi tidak memperlihatkan adanya hubungan
dengan tingkat pendidikan baik secara deskriptif maupun secara statistik. Hal ini
menunjukkan bahwa tingkat pendidikan tidak memberikan pengaruh bagi responden
dalam membeli garam benodium berdasarkan harganya.
Harga garam beriodium yang dikonsumsi tidak memperlihatkan adanya hubungan
dengan tingkat pendapatan responden secara uji statistika melalui anal isis Spearman.
Namun secara desknptif melalui tabulasi silang (Lampi ran 3) terlihat bahwa responden
yang mengkonsumsi garam dengan harga rendah sebagian besar memiliki tingkat
pendapatan rendah (71,43%). Berarti secara umum ada faktor pembatas bagi
responden dalam memilih garam, yaitu faktor pendapatan yang rendah. Tetapi
sebaliknya untuk garam dengan harga tinggi kecenderungan terse but tidak berlaku.
Proporsi responden untuk kedua kelompok pendapatan hampir berimbang
jumlahnya, yaitu 43,75 % pendapatan rendah dan 56,25% pendapatan tinggi. Oi
sam ping itu, responden yang membeli garam dengan harga paling tinggi
(Rp 1000/kg) ternyata berasal dari kelompok berpendapatan rendah. Hal ini diduga
dipengaruhi oleh faktor preferensi dan pengetahuan.
Sebagian besar responden yang mengkonsumsi garam dengan harga murah
rnemiliki tingkat aktivitas kornunikasi yang rendah (71,43% Interpersonal, 75,00%
Kelornpok, dan 75,00% Media Massa) (Lampiran 4). Meskipun demikian, untuk konsumsi
rendah dan sedang. Kenyataan ini menunjukkan bahwa baik secara deskriptif melalui tabulasi silang ュ。オセオョ@ analisis Spearman tidak menunjukkan adanya hubungan antara kedua varia bel tersebut. Hal serupa berlaku pula untuk hubungan antara harga garam beriodium dengan tingkat pengetahuan GAKI dan garam beriodium. Berarti antara tingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan tidak memberikan pengaruh bagi responden dalam konsumsi garam berdasarkan harganya.
Melalui tabel dalam Lampiran 7 terlihat bahwa sebagian besar (89,19%) responden yang mengkonsumsi garam dengan harga sedang (Rp 200-299/kg)
memiliki sikap positi:, sedangkan garam dengan harga yang lebih murah sebagian dikonsumsi oleh responden yang bersikap netral (50,00%). Oi pihak lain, sebanyak 60,00% responden yang bersikap positif membeli garam dengan harga di atas Rp 300/kg. Jadi, terlihat adanya kecenderungan bahwa responden yang bersikap netral menyebar di ketiga kelompok harga garam. Hal ini berbeda dengan responden yang bersikap positif, dimana sebagian besar (71,43%) mengkonsumsi garam dengan harga sedang, Den!;1an demikian daoat dikatakan bahwa sebagian besar responden yang memiliki sikap positif memilih mengkonsumsi garam beriodium dengan harga sedailg karen a yang terpenting adalah konsumsi garam yang berlabel iodium.
Hubt;ngan antara Bentuk GaralJL'@nC' Oikonsumsi dengan KarakteristiK Sosiai Ekonomi, Pegetahuan, dan Sikap. Antara bentuk garam yang dikonsumsi dengan :.Jmur responden tidak menunjukkan adanya suatu kecenderungan tertentu. Analisis Spearman juga tidak menunjukkan adanya hubungan yang nyata antara kedua variabel tersebut.
garam bata dengan krosok ternyata memiliki tingkat pendidikan tamat SO ke bawah. Berbeda denqc>n responden yang mengkonsumsi garam halus dimana seluruhnya berpendidikan tamat SL TA. Hal ini didu(1a karena mereka telah memlJeroieh informasi mengenai pemakaian garam beriodium yang terbaik. Oengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi, penyerapan informasi juga lebih mudah. Semen tara responden yang mencampur garam beriodium dengan garam krosok adalah responden dengan tingkat pendidikan rendah dan umumnya belum pernah memperoleh informasi godok melalui penyuluhan. Salim (1994) menerangkan bahwa efek pendidikan adalah merubah perilaku dan cara berpikir serta bertindak. Analisis Spearman menunjukkan adanya hubungan yang nyata pada taraf poo:O,05 antara bentuk garam yang dikonsumsi dengan tingkat pendidikan.
lebih baik. Sementara responden yang bersikap netfal perlu diberi penekanan akan manfaat konsumsi garam beriodium secara baik dan benar.
Antara bentuk garam ケ。セァ@ dikonsumsi 、BLMLセ。イL@ tingkat pendapatan dan pengetahuan tidak menunjukkan adanya hubungan tertentu, demikian pula dengan hasil uji statistika melalui analisis Spearman. Kenyataan ini diduga disebabkan oleh kebiasaan mengkonsumsi garam bentuk bataibrikat yang banyak digunakan untuk menghaluskan bumbu-bumbu pada saat pengolahan makanan. Sehingga meskipun tingkat pengetahuan yang dimiliki tergolong baik namun belum menjamin perilaku yang baik pula. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Azizah (1997) dimana pengetahuan gizi bukan merupakan faktor yang paling menentukan dalam perilaku konsumsi pangan.
Hubungan antara Serat Garam yang Oikonsumsi dengan Karakteristik Sosial
Ekonomi, Pengetahuan, dan Sikap. Serat garam yang optimum untuk dikonsumsi
merupakan informasi yang masih kurang dipahami oleh responden. Antara berat garam
dengan umur memperlihatkan kondisi dimana responden yang mengkonsumsi garam
dengan berat yang kurang seluruhnya berumur antara 31-50 tahun (Lampiran 1). Terlihat
pula bahwa temyata dari seluruh responden yang berumur di atas 50 tahun, sebanyak
83,33% mengkonsumsi garam dengan berat yang lebih (> 6 gram/orang/hari). Astawan
dan Wahyuni (1988) menerangkan bahwa orang yang berumur lanjut umumnya
mengalami penurunan daya kecap. Hal ini diduga menjadi salah satu penyebabnya,
dimana responden merupakan ibu rumah tangga yang memasak makanan sehari-hari
untuk keluarga. Hasil analisis Spearman tidak menunjukkan adanya hubungan yang
nyata antara berat garam yang dikonsumsi dengan umur responden.
Ada kecenderungan responden yang mengkonsumsi garam dalam berat yang
kurang berpendidikan tamat SL TP ke bawah (83,34%) (Lampiran 2). Oi sam ping itu,
responden dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi (tidak tamat SMA ke atas)
sebagian besar mengkonsumsi garam dengan berat yang cukup dan hanya 26,67%
yang mengkonsumsi secara berlebihan. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa
hubungan antara berat garam yang dikonsumsi dengan tingkat pendidikan tidak
nyata. Oemikian pula dengan hubungan antara tingkat pendapatan, tidak
memperlihatkan perbedaan mencolok (Lampiran 3). Namun secara deskriptif terlihat
bahwa responden yang mengkonsumsi garam melebihi batas yang dianjurkan
Oepkes (>6 gram/hari) sebagian (60,00%) berasal dari responden berpendapatan
tinggi. Hal ini diduga berkaitan dengan jenis makanan yang dikonsumsi. Semakin
tinggi tingkat pendapatan maka kemungkinan variasi menu makanan keluarga akan
yakni 40,00% responden berpendapatan kurang juga mengkonsumsi garam
melebihi standar kesehatan. Hal ini sesuai pula dengan hasil penelitian
Djokomulyanto (1974) yang menyatakan bahwa kelompok masyarakat miskin
mengkonsumsi garam dalam jumlah yang banyak. Lamid et al. (1992) juga
menyatakan bahwa pendapatan bukan merupakan faktor yang menonjol dalam
pembelian garam beriodium.
Berdasarkan hasil tabulasi silang, seluruh responden yang mengkonsumsi
garam dalam berat yang dianjurkan untuk kesehatan sebagian besar (75,00%)
melTliliki aktivitas komunikasi interpersonal dan media massa yang tinggi. Hal ini
diduga berkaitan dengan pengetahuan akan konsumsi garam yang tidak berlebihan.
Sementara itu responden yang mengkonsumsi garam dengan berat yang kurang
dari batas kesehatan sebagian besar memiliki aktivitas komunikasi yang rendah
(66,67% interpersonal, 50,00% kelompok, dan 100,00% media massa). Sedangkan
kelompok responden yang mengkonsumsi garam dengan berat di atas standar
sebanyak 46,67% interpersonal, 60,00% kelompok, dan 66,67% media massa
tergolong dalam tingkat aktivitas komunikasi rendah. Pad a kelompok aktivitas
komunikasi yang tinggi terlihat bahwa hanya 13,33% responden saja dari ketiga
jenis komunikasi yang mengkonsumsi garam dengan berat yang berlebihan.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa aktivitas komunikasi memberi pengaruh
yang cukup berarti bagi responden dalam mengkonsumsi garam menurut beratnya.
Hal ini mungkin dipengaruhi oleh tingkat pendidikan responden. Dengan tingkat
pendidikan yang semakin tinggi akan memudahkan individu dalam menyerap dan
mengingat informasi yang pernah diterima (Suhardjo, 1989). Hubungan nyata antara
hubungan nyata pada aktivitas komunikasi interpersonal dan media massa pad a ps 0,05.
Tidak terlihat adanya hubungan antara berat garam beriodium yang dikonsumsi dengan pengetahuan GAKI maupun Garam Beriodium. Meskipun melalui tabulasi silang (Lampiran 5 dan Lampiran 6) sebagian besar responden yang memiliki tingkat pengetahuan GAKI dan garam beriodium yang tinggi telah mengkonsumsi garam dalam berat yang cukup (100,00% GAKI, 50,00% garam beriodium).
Kesimpulan
Sebaran umur responden sebagian besar berada di antara umur 26-50
tahun dengan tingkat pendidikan tergolong rendah (tidak tamat SL TP ke
bawah). Pendapatan rata-rata responden adalah Rp 85.743,67 per kapita
keluarga per bulan. Jika dibandingkan dengan pendapatan rata-rata penduduk
Indonesia per bulan, sebanyak 46,67% responden berada di bawah pendapatan
rata-rata penduduk Indonesia. Aktivitas komunikasi interpersonal, kelompok,
dan media massa responden rata-rata rendah, masing-masing 46,67%, 56,67%,
dan 56,67%.
Tingkat pengetahuan GAKI dan garam beriodium responden sebagian
besar tergolong sedang (masing-masing 81,67% dan 63,33%). Hal yang sam a
berlaku pula pada sikap responden yang positif terhadap garam beriodium
(76,67%).
Dalam mengkonsumsi garam menurut bentuknya, sebagian besar (93,34%)
responden memilih je