• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Ekstrak Ubi Jalar Ungu (Ipomea batatas (L.) Poir) sebagai Zat Warna pada Sediaan Lipstik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemanfaatan Ekstrak Ubi Jalar Ungu (Ipomea batatas (L.) Poir) sebagai Zat Warna pada Sediaan Lipstik"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

PEMANFAATAN EKSTRAK UBI JALAR UNGU

(

Ipomea batatas

(L.) Poir) SEBAGAI ZAT WARNA

PADA SEDIAAN LIPSTIK

SKRIPSI

ROSITA PRACIMA

1111102000041

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

(2)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

PEMANFAATAN EKSTRAK UBI JALAR UNGU

(

Ipomea batatas

(L.) Poir) SEBAGAI ZAT WARNA

PADA SEDIAAN LIPSTIK

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

ROSITA PRACIMA

1111102000041

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Nama : Rosita Pracima Program Studi : Strata-1-Farmasi

Judul Skripsi : Pemanfaatan Ekstrak Ubi Jalar Ungu (Ipomea batatas (L.) Poir) sebagai Zat Warna pada Sediaan Lipstik

Ubi jalar ungu memiliki potensi untuk dimanfaatkan sebagai pewarna alami karena memiliki warna yang menarik. Warna ungu dari ubi jalar ungu disebabkan oleh adanya pigmen antosianin yang merupakan turunan senyawa flavonoid. Pada penelitian ini dibuat sediaan lipstik dengan memanfaatkan pewarna alami yang terkandung dalam ubi jalar ungu. Formulasi lipstik terdiri dari bahan-bahan seperti cera alba, carnauba wax, adeps lanae, vaselin, minyak jarak, propil paraben dan butil hidroksi toluen serta penambahan ekstrak ubi jalar ungu dengan konsentrasi 5%, 7%, dan 9%. Hasil evaluasi fisik menunjukkan bahwa sediaan lipstik yang dibuat berwarna merah muda, homogen, titik lebur 52-60oC, kekuatan lipstik 84,44–134,44 gram, warna tidak menempel ketika dioleskan dan stabil pada kondisi penyimpanan suhu ruang (25oC) namun tidak stabil pada kondisi penyimpanan suhu tinggi (40oC) dan cycling test.

(7)

ABSTRACK

Name : Rosita Pracima

Program Study : Pharmacy

Title : The Utilization of Purple Potato Sweet (Ipomea batatas (L.) Poir) Extract as Lipstik Colouring Material

Purple sweet potato has potential to be used as a natural coloring agent because its attractive colour. The purple color comes from the anthocyanin pigment which are flavonoid derivatives. The aim of this research is to formulate lipstick using a natural coloring agent contained in purple sweet potato. Lipstick formulation consists of components such as cera alba, carnauba wax, adeps lanae, vaseline, castor oil, propyl paraben and butylated hydroxytoluen also added with purple sweet potato extract using a concentration of 5%, 7%, and 9%. Lipstick physical evaluation results showed that the homogenity of the lipstick was excellent, the melting point was 52-60oC, the breaking point was 84,44–134,44 gram, the color of its coloring agent wasnt visible when applied, and stable at room temperature (25oC) but unstable at high temperature (40oC) and cycling test.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan

rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan skripsi saya yang berjudul “Pemanfaatan

Ekstrak Ubi Jalar Ungu (Ipomea batatas (L.) Poir) Sebagai Zat Warna Pada

Sediaan Lipstik” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Skripsi ini tidak mungkin terwujud tanpa adanya dorongan, bimbingan,

semangat, motivasi, bantuan baik moral maupun material serta doa dari berbagai

pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima

kasih kepada:

1. Ibu Nelly Suryani, Ph.D., Apt. dan Bapak Hefriyan Handra, M.Kes., M.Sc.,

Apt. sebagai pembimbing yang telah membimbing dan membantu penulis

dalam penelitian hingga penyusunan skripsi.

2. Bapak Yardi, Ph.D., Apt. sebagai ketua Program Studi Farmasi Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan.

3. Bapak Dr. Arief Sumantri, S.KM., M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Puteri Amelia, M.Farm., Apt. sebagai pembimbing akademik yang telah

membimbing dan memberikan dukungan dalam menghadapi permasalahan

akademik.

5. Bapak dan Ibu staf pengajar, serta karyawan yang telah memberikan

bimbingan dan bantuan selama menempuh pendidikan di Program Studi

Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Kedua orang tua, Ayah dan Ibu tercinta yaitu Bapak Ihrom dan Ibu Sri

Sumiyati yang selalu memberikan kasih sayang dan doa yang tiada henti

senantiasa mengiringi perjalanan hidup penulis,serta dukungan baik secara

moril maupun materil. Kepada kakak ku tersayang Rosellian Pramuditha

yang telah memberikan doa dan semangat dalam menyelesaikan penulisan

(9)

7. Sahabat-sahabat tercinta, Tiara, Ririn, Asrul dan Didjah yang telah menjadi

keluarga kedua yang telah menghabiskan waktu susah senang bersama dan

mendengarkan segala keluh kesah penulis.

8. Teman seperjuangan penelitian, Happy Rahma Yulin atas perhatian, kerja

sama, kebersamaan dan waktu untuk mendengarkan segala keluh kesah

selama penelitian.

9. Seluruh laboran, Kak Eris, Kak Rani, Kak Rahmadi, Kak Lisna, Kak Tiwi,

Kak Yaenap dan Kak Walid yang telah banyak membantu dalam penelitian

ini.

10. Teman-teman seangkatan Farmasi 2011 yang telah memberikan semangat

dan doa selama ini.

11. Semua pihak yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian dan

penulisan yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan

dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik

dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan skripsi ini. Penulis berdoa

semoga amal baik dari semua pihak yang telah membantu penulis mendapat

balasan dari Allah SWT., Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat

bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Ciputat, 8 Oktober 2015

(10)
(11)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

HALAMAN ABSTRAK ... vi

HALAMAN ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... x

DAFTAR ISI ... xi

2.7.7 Butil Hidroksi Toluen... 17

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 18

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 18

(12)

3.2.1 Alat ... 18

3.3.3.1 Karakterisasi Non-Spesifik ... 19

3.3.3.2 Uji Organoleptis ... 20

3.3.4 Penapisan Fitokimia ... 20

3.3.5 Formulasi Sediaan Lipstik ... 21

3.3.6 Pembuatan Sediaan Lipstik ... 22

3.3.7 Evaluasi Fisik Sediaan Lipstik ... 22

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Ubi Jalar Ungu ... 10

Gambar 2.2 Antosianin ... 12

Gambar 2.3 Struktur Propil Paraben ... 16

Gambar 2.4 Struktur Butil Hidroksitoluen ... 17

Gambar 4.1 Sediaan Lipstik Tidak Memenuhi Persyaratan ... 28

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Kandungan Ubi Jalar Ungu ... 11

Tabel 3.1 Formula Sediaan Lipstik Ekstrak Ubi Jalar Ungu ... 21

Tabel 4.1 Hasil Karakterisasi Ekstrak Ubi Jalar Ungu ... 25

Tabel 4.2 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Ubi Jalar Ungu ... 26

Tabel 4.3 Hasil Evaluasi Awal Sediaan Lipstik ... 30

Tabel 4.4 Hasil Uji Titik Lebur Sediaan Lipstik ... 32

Tabel 4.5 Hasil Uji Kekuatan Sediaan Lipstik ... 33

Tabel 4.6 Hasil Uji Titik Lebur Kondisi Cycling Test ... 36

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Alur Penelitian ... 42

Lampiran 2. Hasil Determinasi Tanaman ... 43

Lampiran 3. Gambar Hasil Ekstrak Ubi Jalar Ungu ... 44

Lampiran 4. Gambar Alat Uji Kekuatan Lipstik ... 44

Lampiran 5. Perhitungan Rendemen Ekstrak ... 45

Lampiran 6. Perhitungan Parameter Non Spesifik ... 45

Lampiran 7. Gambar Hasil Penapisan Fitokimia ... 46

(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kosmetika adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk

digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir

dan organ genital bagian luar) atau gigi dan membran mukosa mulut

terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan

dan/atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh

pada kondisi baik (Anonim, 2010).

Setiap wanita mempunyai kecendrungan serupa, yaitu ingin terlihat

cantik dan menyenangkan untuk dipandang sehingga produk kosmetik

merupakan kebutuhan mutlak bagi dirinya (Farima, 2009). Salah satu

produk kosmetika yang sering digunakan khususnya bagi para wanita yaitu

lipstik (Mamoto dan Fatimawali, 2013).

Lipstik adalah salah satu sediaan kosmetika yang sangat umum

digunakan oleh para wanita untuk mewarnai bibir karena bibir dianggap

sebagai bagian penting dalam penampilan seseorang (Farima, 2009).

Lipstik digunakan oleh para wanita untuk menambah warna bibir sehingga

tampak lebih segar, membentuk bibir, serta memberi ilusi bibir lebih kecil

atau besar, tergantung warna yang digunakan. Biasanya wanita memilih

lipstik terutama karena warnanya, dimana dapat meningkatkan estetika

dalam tata rias wajah (Sinurat, 2011).

Zat warna menurut asalnya terdiri dari zat warna sintetis dan zat

warna alami (Winarti, 2008). Ubi jalar ungu merupakan salah satu

tanaman yang berpotensi sebagai sumber zat warna alami. Dibandingkan

jenis ubi jalar lain, ubi jalar ungu memiliki keunggulan, salah satunya

mengandung antioksidan dan pigmen antosianin yang lebih tinggi dari

sumber lain seperti kubis ungu, blueberry dan jagung merah (Rosidah,

(17)

pemanfaatannya terbatas untuk konsumsi langsung (dikukus/digoreng)

(Ginting et al., 2011).

Jumlah antosianin yang terkandung dalam ubi jalar ungu yaitu

sebesar 110,51 mg/100 gr (Rosidah, 2010). Antosianin memiliki banyak

manfaat, salah satunya dapat dimanfaatkan sebagai zat warna alami

(Hardhi, 2013). Sebagai contoh, zat warna alami dapat digunakan sebagai

pewarna pada formulasi lipstik. Penelitian yang dilakukan Adliani et al. (2012) menggunakan zat warna dari ekstrak bunga kecombrang

menghasilkan warna merah muda hingga merah tua yang stabil pada

sediaan lipstik. Begitu juga penelitian yang dilakukan Farima (2009)

menggunakan zat warna dari ekstrak bunga mawar menghasilkan warna

yang stabil pada sediaan lipstik.

Berdasarkan perkembangan pewarna alami yang dapat digunakan

sebagai zat warna lipstik dan masih sedikitnya pemanfaatan ubi ungu,

maka dilakukan penelitian terhadap ubi jalar ungu dengan cara

memanfaatkan ubi jalar ungu yang kemudian diaplikasikan untuk

mengembangkan suatu formulasi lipstik dengan ubi jalar ungu sebagai zat

warna dan melihat kestabilannya secara fisik.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut dapat

dirumuskan suatu permasalahan yaitu sebagai berikut:

1.2.1 Apakah ekstrak ubi jalar ungu dapat dimanfaatkan sebagai zat

warna pada sediaan lipstik?

1.2.2 Bagaimana stabilitas fisik sediaan lipstik dengan ekstrak ubi jalar

ungu sebagai zat warna?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Mengetahui apakah ekstrak ubi jalar ungu dapat dimanfaatkan

sebagai zat warna pada sediaan lipstik

(18)

1.4 Hipotesis

Ekstrak ubi jalar ungu dapat dimanfaatkan sebagai zat warna pada

sediaan lipstik dan menghasilkan sediaan yang stabil secara fisik.

1.5 Manfaat Penelitian

Memanfaatkan ubi jalar ungu sebagai pewarna pada sediaan lipstik,

memberikan informasi mengenai stabilitas fisik sediaan dan memberikan

(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kosmetik

Kosmetika adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk

digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir

dan organ genital bagian luar) atau gigi dan membran mukosa mulut

terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan

atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada

kondisi baik. (Permenkes, 2010).

2.1.1 Kosmetik Dekoratif

Kosmetik dekoratif adalah bahwa kosmetik ini bertujuan

semata-mata untuk mengubah penampilan, yaitu agar tampak lebih cantik dan

noda-noda atau kelainan pada kulit tertutupi. Kosmetik dekoratif tidak

perlu menambah kesehatan kulit. Kosmetik ini dianggap memadai jika

tidak merusak kulit atau sesedikit mungkin merusak kulit. Pemakaian

kosmetik dekoratif lebih untuk alasan psikologis daripada kesehatan kulit.

Dengan memakai kosmetik dekoratif, seseorang ingin menyembunyikan

kekurangan pada kulitnya atau ingin memberikan penampilan yang lebih

cantik, lebih menarik kepada dunia luar (Tranggono dan Latifah, 2007).

Sedikit persyaratan untuk kosmetik dekoratif antara lain adalah

warna yang menarik, bau yang harum menyenangkan, tidak lengket, tidak

menyebabkan kulit tampak berkilau, dan sudah tentu tidak merusak atau

mengganggu kulit, rambut, bibir, kuku, dan adneksa lainnya (Tranggono

dan Latifah, 2007).

2.1.1.1 Pembagian Kosmetik Dekoratif

Kosmetik dekoratif dapat dibagi dalam dua golongan besar, yaitu

(Tranggono dan Latifah, 2007):

(20)

dan pemakaiannya sebentar, misalnya bedak, lipstik, pemerah pipi,

eye-shadow, dan lain-lain (Tranggono dan Latifah, 2007).

2. Kosmetik dekoratif yang efeknya mendalam dan biasanya dalam

waktu lama baru luntur, misalnya kosmetik pemutih kulit, cat rambut,

pengriting rambut, dan preparat penghilang rambut (Tranggono dan

Latifah, 2007).

2.1.1.2 Zat Warna dalam Kosmetik Dekoratif

Dalam kosmetik dekoratif, zat warna memegang peran sangat

besar. Zat warna untuk kosmetik dekoratif berasal dari berbagai kelompok,

yaitu (Tranggono dan Latifah, 2007):

1. Zat Warna Alam yang Larut

Dampak zat warna alam ini pada kulit lebih baik daripada zat warna

sintetis, tetapi kekuatan pewarnaannya relatif lemah, tak tahan cahaya,

dan relatif mahal. Misalnya alkalain, zat warna merah yang dieksrak

dari kulit akar alkana (Radix alcannae); carmine, zat warna merah yang diperoleh dari serangga Coccus cacti yang dikeringkan; klorofil daun-daun hijau; henna, yang diekstrak dari daun Lawsonia inermis; carotene, zat warna kuning (Tranggono dan Latifah, 2007).

2. Zat Warna Sintetis yang Larut

Zat warna sintesis pertama kali disintesis dari anilin, sekarang

benzene, toluene, anthracene, dan hasil isolasi dari coal-tar lain yang

berfungsi sebagai produk awal bagi kebanyakan zat warna dalam

kelompok ini sehingga sering disebut sebagai zat warna dari coal tar

yang berhasil diciptakan, tetapi hanya sebagian yang dipakai dalam

kosmetik (Tranggono dan Latifah, 2007).

3. Pigmen-Pigmen Alam

Pigmen alam adalah pigmen warna pada tanah yang memang terdapat

secara alamiah, misalnya aluminium silikat, yang warnanya

tergantung pada kandungan besi oksida atau mangan oksidanya

(21)

murni, sama sekali tidak berbahaya, penting untuk mewarnai

bedak-krim dan make-up sticks (Tranggono dan Latifah, 2007). 4. Pigmen-Pigmen Sintetis

Dewasa ini, besi oksida sintetis dan oker sintetis sering menggantikan

zat warna alam. Warnanya lebih intens dan lebih terang. Pilihan

warnanya antara lain kuning, coklat sampai merah, dan

macam-macam violet. Pigmen sintetis putih seperti zinc oxide dan titanium

oxide termasuk dalam kelompok zat pewarna kosmetik yang

terpenting. Zinc oxide tidak hanya memainkan suatu peran besar

dalam pewarnaan kosmetik dekoratif, tetapi juga dalam preparat

kosmetik dan farmasi lainnya. Sejumlah senyawa cobalt digunakan

sebagai pigmen sintetis warna biru, khususnya warna cobalt dan

ultramarine. Cobalt hijau adalah pigmen hijau yang kebiru-biruan

(Tranggono dan Latifah, 2007).

5. Lakes Alam dan Sintetis

Lakes dibuat dengan mempresipitasikan satu atau lebih zat warna yang larut air di dalam satu atau lebih substrat yang tidak larut dan

mengikatnya sedemikian rupa (biasanya dengan reaksi kimia)

sehingga produk akhirnya menjadi bahan pewarna yang hampir tidak

larut dalam air, minyak, atau pelarut lain. Kebanyakan lakes dewasa

ini dibuat dari zat warna sintetis, kecuali Florentine lake yang diperoleh dari presipitasi carmine dan brasilin (zat warna dari sayuran)

di dalam aluminum hidroksida. Lakes yang dibuat dari zat-zat warna asal coal-tar merupakan zat pewarna terpenting di dalam bedak,

lipstik, dan make-up warna lainnya (Tranggono dan Latifah, 2007).

2.2 Bibir

Bibir adalah lipatan membran otot yang mengelilingi bagian

anterior mulut. Bibir atas dan bawah masing-masing disebut sebagai

"labium superius oris" dan "labium inferius oris". Titik di mana bibir bertemu kulit di sekitar daerah mulut adalah perbatasan merah terang.

(22)

lengkungan cupid. Kulit bibir memiliki 3-5 lapisan, sangat tipis

dibandingkan dengan kulit wajah yang memiliki hingga 16 lapisan. Kulit

bibir membentuk perbatasan antara kulit luar wajah, dan selaput lendir

interior bagian dalam mulut. Kulit bibir tidak berbulu dan tidak memiliki

kelenjar keringat. Kulit bibir mengandung lebih sedikit melanosit (sel yang

memproduksi pigmen melanin, yang memberikan kulit warna). Karena itu,

pembuluh darah muncul melalui kulit bibir, yang memberikan warna

merah bibir. Dengan warna kulit lebih gelap efek ini kurang menonjol,

seperti dalam kasus ini kulit bibir mengandung lebih banyak melanin

sehingga secara visual lebih gelap. Wilayah yang lebih dalam yang

membentuk bibir terdiri dari lapisan otot lurik, otot orbicularis orbis, dan

jaringan ikat longgar. Otot membuat daerah tepi zona merah terang

memberikan bentuk bibir. Bibir memiliki kepekaan sentuhan yang bagus.

Jaringan labial memiliki banyak reseptor sensorik, termasuk Meissner, sel

Merkel, dan ujung saraf bebas (Draelos, 2010).

2.3 Pewarna Bibir (Lipstik) 2.3.1 Persyaratan Lipstik

Persyaratan untuk lipstik yang dituntut oleh masyarakat, antara lain

(Tranggono dan Latifah, 2007):

a. Melapisi bibir secara mencukupi

b. Dapat bertahan di bibir selama mungkin

c. Cukup melekat pada bibir, tetapi tidak sampai lengket

d. Tidak mengiritasi atau menimbulkan alergi pada bibir

e. Melembabkan bibir dan tidak mengeringkannya

f. Memberikan warna yang merata pada bibir

g. Penampilannya harus menarik, baik warna maupun bentuknya

h. Tidak meneteskan minyak, permukaannya mulus, tidak bopeng atau

(23)

2.3.2 Komponen Utama Sediaan Lipstik

Adapun komponen utama dalam sediaan lipstik terdiri dari lilin,

minyak, lemak dan zat warna (Tranggono dan Latifah, 2007).

1. Lilin

Lilin digunakan untuk memberi struktur batang yang kuat pada lipstik

dan menjaganya tetap padat walau keadaan hangat. Lilin yang biasa

digunakan antara lain carnauba wax, paraffin wax, ozokerite, beeswax, candellila wax, spermaceti dan ceresine (Tranggono dan Latifah, 2007).

2. Minyak

Minyak yang digunakan dalam sediaan lipstik harus memberikan

kelembutan, kilauan dan berfungsi sebagai medium pendispersi zat

warna. Minyak yang sering digunakan antara lain minyak jarak,

tetrahydrofufuryl alkohol, isopropyl myristate, butyl stearat dan

paraffin oil (Tranggono dan Latifah, 2007). 3. Lemak

Lemak yang biasa digunakan adalah campuran lemak padat yang

berfungsi untuk membentuk lapisan film pada bibir, memberi tekstur

yang lembut, meningkatkan kekuatan lipstik, mengikat antara fase

minyak dan fase lilin dan dapat mengurangi efek berkeringat dan

pecah pada lipstik. Lemak padat yang biasa digunakan dalam basis

lipstik adalah lemak coklat, lanolin, lesitin dan minyak tumbuhan

yang sudah dihidrogenasi (Tranggono dan Latifah, 2007).

4. Zat warna

Zat warna dalam lipstik dibedakan atas dua jenis yaitu staining dye

dan pigmen. Stanining dye merupakan zat warna yang larut atau

terdipersi dalam basisnya, sedangkan pigmen adalah zat warna yang

tidak larut tetapi tersuspensi dalam basisnya (Tranggono dan Latifah,

(24)

2.3.3 Zat Tambahan dalam Sediaan Lipstik

Zat tambahan dalam lipstik adalah zat yang ditambahkan dalam

formula lipstik untuk menghasilkan lipstik yang baik yaitu dengan cara

menutupi kekurangan yang ada tetapi dengan syarat zat tersebut harus

inert, tidak toksik, tidak menimbulkan alergi, stabil dan dapat bercampur

dengan bahan-bahan lain dalam formula lipstik. Zat tambahan yang biasa

digunakan dalam sediaan lipstik antara lain (Tranggono dan Latifah,

2007):

1. Antioksidan

Antioksidan digunakan untuk melindungi minyak dan bahan tak jenuh

lain yang rawan terhadap reaksi oksidasi. BHA, BHT dan vitamin E

adalah antioksidan yang paling sering digunakan. Antioksidan yang

digunakan harus memenuhi syarat (Wasitaatmadja, 1997):

a. Tidak berbau agar tidak mengganggu wangi parfum dalam

kosmetika

b. Tidak berwarna

c. Tidak toksik

d. Tidak berubah meskipun disimpan lama

2. Pengawet

Kemungkinan bakteri atau jamur untuk tumbuh di dalam sediaan

lipstik sebenarnya sangat kecil karena lipstik tidak mengandung air.

Akan tetapi ketika lipstik diaplikasikan pada bibir kemungkinan

terjadi kontaminasi pada permukaan lipstik sehingga terjadi

pertumbuhan mikroorganisme. Oleh karena itu perlu ditambahkan

pengawet di dalam formula lipstik. Pengawet yang sering digunakan

yaitu metil paraben dan propil paraben (Tranggono dan Latifah,

2007).

3. Parfum

Parfum digunakan untuk memeberikan bau yang menyenangkan,

menutupi bau dari lemak yang digunakan sebagai basis dan dapat

menutupi bau yang mungkin timbul selama penyimpanan dan

(25)

2.4 Ubi Jalar Ungu

Ubi jalar ungu berbentuk lonjong dan permukaan kecil rata, daging

berwarna ungu ada yang keunguan dan ada yang berwarna ungu pekat.

Teksturnya tergolong keras, rasanya manis namun tak semanis ubi putih

(Rosidah, 2010).

Gambar 2.1Ubi Jalar Ungu

[Sumber: Ina et al., 2013]

2.4.1 Klasifikasi Tanaman

Kingdom : Plantea

Devisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotylodonnae

Ordo : Convolvulales

Famili : Convolvulaceae

Genus : Ipomoea

Spesies : Ipomoea Batatas L. (Juanda, 2010)

2.4.2 Kandungan

Ubi jalar ungu mengandung vitamin (A, B1, B2, C, dan E), mineral

(kalsium, kalium, magnesium, tembaga, dan seng), serat pangan, serta

karbohidrat bukan serat. Total kandungan antosianin ubi jalar ungu

(26)

antosianin dari sumber lain, seperti kubis merah, elderberi, bluberi, dan

jagung merah. Kestabilan dan kandungan antosianin yang lebih tinggi pada

ubi jalar ungu daripada sumber lain, menjadikannya sebagai pilihan

alternatif pewarna alami (Ginting et al., 2011). Kandungan secara lengkap tercantum dalam tabel di bawah ini.

Tabel 2.1. Kandungan Ubi Jalar Ungu

No. Kandungan Jumlah

Antosianin tergolong pigmen yang disebut flavonoid yang pada

umumnya larut dalam air. Flavonoid mengandung dua cincin benzena

yang dihubungkan oleh tiga atom karbon. Ketiga atom karbon tersebut

dirapatkan oleh sebuah atom oksigen sehingga terbentuk cincin di antara

dua cincin benzena. Warna pigmen antosianin merah, biru, violet dan

biasanya dijumpai pada bunga, buah-buahan, dan sayur-sayuran (Koswara,

(27)

Gambar 2.2 Antosianin [Sumber: Koswara, 2009]

Antosianin dalam tanaman terdapat dalam bentuk glikosida yaitu

membentuk ester dengan monosakarida (glukosa, galaktosa, ramnosa dan

kadang-kadang pentosa). Sewaktu pemanasan dalam asam mineral pekat,

antosianin pecah menjadi antosianidin dan gula. Pada pH rendah (asam)

pigmen berwarna merah dan pada pH tinggi berubah menjadi violet dan

kemudian menjadi biru. Antosianin banyak menarik perhatian untuk

dipakai sebagai pengganti zat warna sintesis amaranth (FD & C Red No. 2) yang dilarang di Amerika Serikat dan beberapa negara lainnya

(Koswara, 2009).

2.6 Ekstrak dan Ekstraksi

Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan

menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang sesuai, diluar

pengaruh cahaya matahari langsung. Ekstraksi adalah pemisahan bahan

aktif sebagai obat dari jaringan tumbuhan ataupun hewan menggunakan

pelarut yang sesuai melalui prosedur yang telah ditetapkan. Selama proses

ekstraksi, pelarut akan berdifusi sampai ke material padat dari tumbuhan

dan akan melarutkan senyawa dengan polaritas yang sesuai dengan

pelarutnya (Tiwari et al., 2011).

Macam-macam perbedaan metode ekstraksi yang akan

mempengaruhi kuantitas dan kandungan metabolit sekunder dari ekstrak,

antara lain (Tiwari et al., 2011): 1. Tipe ekstraksi

(28)

3. Suhu ekstraksi

4. Konsentrasi pelarut

5. Polaritas pelarut

Beberapa metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut dibagi

menjadi dua cara, yaitu cara panas dan cara dingin (Anonim, 2000).

1. Ekstraksi Cara Dingin

a. Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan

menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau

pengadukan pada temperatur kamar. Keuntungan ekstraksi

dengan cara maserasi adalah pengerjaan dan peralatan yang

digunakan sederhana, sedangkan kerugiannya yakni cara

pengerjaannya lama, membutuhkan pelarut yang banyak dan

penyarian kurang sempurna (Anonim, 2000). Metode ini paling

cocok digunakan untuk senyawa yang termolabil (Tiwari et al., 2011).

b. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai

terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada

temperatur kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahap

pengembangan bahan, tahap perendaman, tahap perkolasi antara,

tahap perkolasi sebenarnya (penampungan ekstrak) secara terus

menerus samp.i diperoleh ekstrak (perkolat). Ini adalah prosedur

yang paling sering digunakan untuk mengekstrak bahan aktif

dalam penyusunan tincture dan ekstrak cairan (Tiwari et al., 2011).

2. Ekstraksi Cara Panas

a. Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi mengunakan pelarut yang selalu baru,

dengan menggunakan alat soklet sehingga terjadi ekstraksi

kontinyu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya

(29)

b. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut pada

temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah

pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin

balik (Anonim, 2000).

c. Infusa

Infusa adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 90oC

selama 15 menit. Infusa adalah ekstraksi menggunakan pelarut air

pada temperatur penangas air dimana bejana infus tercelup dalam

penangas air mendidih, temperatur yang digunakan (96-98oC)

selama waktu tertentu (15-20 menit) (Anonim, 2000).

d. Dekok

Dekok adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur.

Metode ini digunakan untuk ekstraksi konstituen yang larut dalam

air dan konstituen yang stabil terhadap panas dengan cara direbus

dalam air selama 15 menit (Tiwari et al., 2011). e. Digesti

Digesti adalah maserasi dengan pengadukan kontinyu pada

temperatur lebih tinggi dari temperatur ruang (umumnya

25-30oC). Ini adalah jenis ekstraksi maserasi di mana suhu sedang

digunakan selama proses ekstraksi (Tiwari et al., 2011).

2.7 Komposisi Bahan Lipstik 2.7.1 Cera alba

Cera alba dibuat dengan cara memutihkan malam yang diperoleh

dari sarang lebah Apis mellifera L. atau spesies Apis lain. Cera alba berupa zat padat berwarna bening atau putih kekuningan dan memiliki bau khas

lemah. Cera alba praktis tidak larut dalam air, agak sukar larut dalam

etanol (95%) dingin dan larut dalam kloroform, eter hangat, minyak lemak

dan minyak atsiri. Cera alba memiliki titik lebur antara 62o- 64oC. Ketika

cera alba dipanaskan di atas 150oC, terjadi proses esterifikasi yang ditandai

(30)

pengoksidasi (Rowe et al., 2009). Cera alba dalam formulasi ini sebagai agen pemberi struktur batang.

2.7.2 Carnauba wax

Carnauba wax diperoleh dari tunas daun dan daun kelapa carnauba

Brasil, Copernicia cerifera. Daun kemudian dikeringkan dan diparut, dan lilin ini dihilangkan dengan penambahan air panas. Carnauba wax berupa serpihan berbentuk tidak teratur berwarna kuning pucat. Memiliki karakteristik bau hambar dan praktis tidak ada rasa. Hal ini menyebabkan

bebas dari tengik. Titik lebur carnauba wax tinggi yaitu 85oC. Carnauba

wax larut dalam kloroform hangat dan toluena hangat, sedikit larut dalam

etanol (95%) mendidih, dan praktis tidak larut dalam air (Rowe et al., 2009). Carnauba wax dalam formulasi ini agen pemberi struktur batang

dan meningkatkan titik lebur sediaan lipstik.

2.7.3 Vaselin flavum

Vaselin flavum merupakan campuran hidrokarbon setengah padat

yang diperoleh dari minyak mineral. Vaselin flavum memiliki massa

lunak, lengket, bening, kuning muda sampai kuning dan sifat ini tetap

setelah zat dileburkan bahkan dibiarkan hingga dingin tanpa diaduk.

Vaselin flavum tidak berbau, hampir tidak berasa dan dapat berfluoresensi

lemah. Vaselin flavum praktis tidak larut dalam air dan etanol (95%) dan

larut dalam kloroform, eter juga eter minyak tanah. Vaselin flavum

melebur pada suhu antara 38o- 56oC. Ketika terpapar cahaya, vaselin

flavum akan teroksidasi yang akan membuat berubah warna (Rowe et al., 2009). Vaselin flavum dalam formula ini sebagai agen pembentuk lapisan

film pada bibir dan memberikan tekstur yang lembut.

2.7.4 Minyak Jarak

Minyak jarak merupakan minyak lemak yang diperoleh dengan

perasan dingin biji Ricinus communis L. yang telah dikupas. Minyak jarak berupa cairan kental, jernih, berwarna kuning pucat atau hampir tidak

(31)

umumnya memualkan. Minyak jarak dapat bercampur dengan kloroform,

larut dalam etanol (95%) dan praktis tidak larut dalam air. Minyak jarak

stabil dan tidak menjadi tengik dengan pemanasan. Pemanasan pada suhu

300oC untuk beberapa jam, minyak jarak membentuk polimerisasi dan

menjadi larut dalam minyak mineral. Ketika didinginkan pada suhu 0oC,

menjadi kental (Rowe et al., 2009). Minyak jarak dalam formula ini digunakan sebagai medium pendispersi zat warna.

2.7.5 Adeps Lanae

Adeps lanae merupakan zat serupa lemak yang dimurnikan,

diperoleh dari bulu domba Ovis aries (Fam Bovidae). Adeps lanae berbentuk liat, lekat, berwarna kuning muda atau kuning pucat, agak

tembus cahaya dan bau khas lemah. Adeps lanae melebur pada suhu antara

36o-42oC. Adeps lanae praktis tidak larut dalam air, agak sukar larut dalam

etanol (95%), mudah larut dalam kloroform dan eter (Rowe et al., 2009). Adeps lanae dalam penelitian ini digunakan sebagai agen pembentuk

lapisan film pada bibir dan memberikan tekstur yang lembut.

2.7.6 Propil Paraben

Gambar 2.3 Struktur Propil Paraben [Sumber: Rowe et al., 2009]

Propil paraben digunakan sebagai pengawet antimikroba yang

memiliki spektrum antimikroba luas. Propil paraben berbentuk serbuk

hablur putih, tidak berbau dan tidak berasa. Propil paraben sangat sukar

larut dalam air, larut dalam 40 bagian minyak lemak dan mudah larut

(32)

berkurang dengan adanya surfaktan nonionik. Propil paraben berubah

warna dengan adanya besi dan terjadi hidrolisis oleh alkali lemah dan

asam kuat (Rowe et al., 2009). Propil paraben dalam formula digunakan sebagai pengawet agar sediaan tidak mudah terkontaminasi.

2.7.7 Butil hidroksitoluen (BHT)

Gambar 2.4 Struktur Butil Hidroksitoluen [Sumber: Rowe et al., 2009]

BHT digunakan sebagai antioksidan. Karakteristik BHT berupa

hablur padat berwara putih dan memiliki bau khas. BHT praktis tidak larut

dalam air dan propilenglikol, mudah larut dalam etanol (95%), kloroform

dan eter. BHT memiliki titik lebur 70oC. Ketika terpapar cahaya, lembab

dan panas menyebabkan perubahan warna dan menghilangkan aktifitas.

BHT inkompatibel dengan agen pengoksidasi kuat seperti peroksida dan

permanganat. Garam besi menyebabkan perubahan warna dan hilangnya

(33)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakognosi dan

Fitokimia, Laboratorium Penelitian II, Laboratorium Sediaan Padat,

Laboratorium Penelitian I, Laboratorium Sediaan Steril, dan Laboratorium

Kimia Obat Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Waktu

pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan Januari-Agustus 2015.

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat

Peralatan yang digunakan antara lain oven (Etuves C 3000®,

Perancis), lemari pendingin (SANYO Medicool, Jepang), hot plate (Cimarec Thermo Scientific, Amerika), melting point (Stuart®), alat uji kekuatan, timbangan analitik (KERN KB, Jerman), pH meter (Horiba

F-52, Jepang), cetakan lipstik, wadah lipstik (roll up), tanur, botol timbang, termometer, sudip, alu dan alat gelas(Schoot Duran, Jerman).

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan antara lain ubi jalar ungu yang diperoleh

dari Garut, Jawa Barat, akuades, asam sitrat, minyak jarak, cera alba,

vaselin flavum, adeps lanae, carnauba wax, butil hidroksi toluen (BHT),

propil paraben, H2SO4 2 N, pereaksi mayer, pereaksi dragendorff, etanol,

serbuk Mg, HCl, H2SO4 pekat, asam asetat anhidrat, FeCl3 1%, dan H2SO4

(34)

3.3 Prosedur Kerja

3.3.1 Determinasi Tanaman

Tanaman ubi jalar ungu diperoleh dari perkebunan ubi jalar ungu

di Desa Bayongbong, Kabupaten Garut, Jawa Barat dan dideterminasi di

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Puslit Biologi, Bogor.

3.3.2 Metode Ekstraksi

Sebanyak 1 kg ubi jalar ungu dibersihkan kulitnya lalu dipotong

kecil-kecil dan dihancurkan dengan blender. Setelah itu, dimaserasi

menggunakan 1,5 liter akuades dan ditambahkan 30 g asam sitrat

kemudian ditutup dan dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya

sambil sesekali dilakukan pengocokan. Setelah 5 hari, disaring

menggunakan kapas dan dilanjutkan dengan kertas saring sehingga

diperoleh filtrat. Ampas yang tersisa kemudian dimaserasi ulang. Hasil

filtrat yang diperoleh dicampur menjadi satu lalu di freeze dry menggunakan alat freeze dryer pada suhu -40oC dan dihitung persen rendemen dengan rumus (Risnawati, 2012):

3.3.3 Karakterisasi Ekstrak Ubi Jalar Ungu 3.3.3.1 Karakterisasi Non Spesifik

Adapun karakterisasi non-spesifik yang dilakukan meliputi

penetapan kadar air dan kadar abu.

1. Kadar Air

Dimasukan lebih kurang 1 gram ekstrak, dan ditimbang dalam

wadah yang telah ditara. Keringkan pada suhu 105oC selama 5 jam,

dan timbang. Lakukan pengeringan dan timbang pada jarak 1 jam

sampai perbedaan antara jarak penimbangan bertururt-turut tidak lebih

(35)

2. Kadar Abu

Sebanyak 1 g ekstrak ditimbang dan dimasukkan ke dalam krus

porselen yang sebelumnya telah dipijarkan dan ditimbang. Setelah itu

ekstrak dipijar dengan menggunakan tanur secara perlahan-lahan

(dengan suhu dinaikkan secara bertahap hingga 600° ± 25° C) hingga

arang habis. Kemudian ditimbang hingga bobot tetap (Anonim, 2000).

3.3.3.2 Uji Organoleptis

Pemeriksaan secara fisik menggunakan panca indera yang

meliputi pemeriksaan bentuk, warna, bau, dan rasa (Anonim, 2000).

3.3.4 Penapisan Fitokimia

a. Identifikasi golongan alkaloid

Sampel dicampur dengan 5 mL kloroform dan 5 mLamoniak

kemudian dipanaskan, dikocok dan disaring. Ditambahkan 5 tetes

asam sulfat 2 N pada masing-masing filtrat, kemudian dikocok dan

didiamkan. Bagian atas dari masing-masing filtrat diambil dan diuji

dengan pereaksi Meyer dan Dragendorff. Terbentuknya endapan putih dan jingga yang menunjukkan adanya alkaloid (Anonim, 2000).

b. Identifikasi golongan flavonoid

Sampel dicampur dengan 5 mL etanol, dikocok, dipanaskan, dan

dikocok lagi kemudian disaring. Kemudian ditambahkan serbuk Mg

0,2 g dan 3 tetes HCl pada masing-masing filtrat. Terbentuknya warna

merah pada lapisan etanol menunjukkan adanya flavonoid (Anonim,

(36)

c. Identifikasi golongan saponin

Sampel dididihkan dengan 20 mLair dalam penangas air. Filtrat

dikocok dan didiamkan selama 15 menit. Terbentuknya busa yang

stabil berarti positif terdapat saponin (Anonim, 2000).

d. Identifikasi golongan steroid

Sampel diekstrak dengan etanol dan ditambah 2 mL asam sulfat

pekat dan 2 mL asam asetat anhidrat. Perubahan warna dari ungu ke

biru atau hijau menunjukkan adanya steroid (Anonim, 2000).

e. Identifikasi golongan triterpenoid

Sampel dicampur dengan 2 mL kloroform dan 3 mL asam sulfat

pekat. Terbentuknya warna merah kecoklatan pada antar permukaan

menunjukkan adanya triterpenoid (Anonim, 2000).

f. Identifikasi golongan tannin

Sampel didihkan dengan 20 mL air lalu disaring. Ditambahkan

beberapa tetes FeCl3 1% dan terbentuknya warna coklat kehijauan atau

biru kehitaman menunjukkan adanya tannin (Anonim, 2000).

3.3.5 Formulasi Sediaan Lipstik

Total sediaan yang dibuat untuk satu formula adalah 5 g.

Tabel 3.1 Formula Sediaan Lipstik Ekstrak Ubi Jalar Ungu

Formulasi I : Sediaan dengan konsentrasi ekstrak 5%

(37)

Formulasi III : Sediaan dengan konsentrasi ekstrak 9%

3.3.6 Pembuatan Sediaan Lipstik

Lebur cera alba, carnauba wax, minyak jarak, propil paraben, BHT

dan ekstrak ubi jalar ungu di atas hot plate. Setelah melebur, campuran digerus hingga homogen (M1). Lebur adeps lanae, vaselin dan isopropil

miristat (M2). Campurkan M2 ke dalam M1 dan kemudian digerus hingga

homogen (M3). Lebur M3 di atas hot plate dan setelah melebur segera dimasukkan ke dalam cetakan lipstik. Diamkan ± 10 menit sampai lipstik

mengeras. Keluarkan lipstik dari cetakan dan dimasukkan ke dalam wadah

lipstik.

3.3.7 Evaluasi Fisik Sediaan Lipstik 3.3.7.1 Uji Organoleptis

Pengujian ini meliputi pemeriksaan warna, bentuk, dan bau sediaan

yang dihasilkan (Anvisa, 2005).

3.3.7.2 Uji Titik Lebur

Pengamatan dilakukan terhadap titik lebur lipstik dengan cara

melebur lipstik. Sediaan lipstik yang baik adalah sediaan lipstik dengan

titik lebur dengan suhu di atas 50ºC. Lipstik dimasukkan dalam pipa piler

kaca hingga membentuk kolom di dasar tabung dengan tinggi 2,5 mm

hingga 3,5 mm setelah diisi semampat mungkin dengan cara mengetukkan

secukupnya pada permukaan padat. Panaskan tangas hingga suhu lebih

kurang 10o di bawah suhu lebur yang diperkirakan, dan naikkan suhu

dengan kecepatan 1o ± 0,5o per menit. Masukkan kapiler, bila suhu

mencapai 5o di bawah suhu terendah yang diperkirakan, lanjutkan

pemanasan hingga melebur sempurna. Catat jarak lebur (Anonim, 1995).

3.3.7.3Uji Kekuatan

Pengamatan dilakukan terhadap kekuatan lipstik dengan cara

(38)

sebagai penekan. Tiap 30 detik berat penekan ditambah (10 gram).

Penambahan berat sebagai penekanan dilakukan terus menerus sampai

lipstik patah, pada saat lipstik patah merupakan nilai kekuatan lipstiknya

(Vishwakarma et al., 2011).

3.3.7.4Uji Homogenitas

Masing-masing sediaan lipstik yang dibuat diperiksa

homogenitasnya dengan cara mengoleskan sejumlah tertentu sediaan pada

kaca yang transparan. Sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen

dan tidak terlihat adanya butir-butir kasar (Risnawati, 2012).

3.3.7.5Uji Daya Oles

Uji oles dilakukan secara visual dengan cara mengoleskan lipstik

pada kulit punggung tangan kemudian mengamati banyaknya warna yang

menempel dengan perlakuan 5 kali pengolesan. Sediaan lipstik dikatakan

mempunyai daya oles yang baik jika warna yang menempel pada kulit

punggung tangan banyak dan merata (Risnawati, 2012).

3.3.7.6Uji Stabilitas

Pengujian dilakukan dengan menyimpan sediaan pada suhu tinggi

(40oC) dan suhu kamar (25oC) selama 1 bulan, dan dilakukan pengamatan

setiap 1 minggu sekali terhadap adanya perubahan warna, bentuk dan bau

(Anvisa, 2005).

3.3.7.7Uji Cycling Test

Pemeriksaan stabilitas dengan cara sediaan lipstik dari masing-masing formula disimpan secara bergantian pada suhu dingin (4˚C) pada 24 jam pertama dan suhu tinggi (40oC) pada 24 jam berikutnya (1 siklus),

(39)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Determinasi Tanaman

Hasil determinasi tanaman yang telah dilakukan di Lembaga Ilmu

Pengetahuan Indonesia (LIPI), Puslit Biologi, Bogor menunjukkan bahwa

tanaman yang digunakan adalah ubi jalar ungu (Ipomea batatas (L.) Poir) famili Convolvulaceae. Hasil determinasi dapat dilihat pada Lampiran 2.

4.2 Metode Ekstraksi

Ekstraksi ubi jalar ungu dilakukan dengan cara maserasi

menggunakan pelarut akuades. Akuades dipilih sebagai pelarut karena zat

warna antosianin merupakan senyawa polar yang akan larut di dalam

pelarut yang bersifat polar dan juga didasarkan pada keamanan ketika

digunakan dalam sediaan lipstik.

Saat proses maserasi ditambahkan pula asam sitrat sebanyak 30

gram. Menurut Robinson (1995) dalam Surianti 2012), ekstraksi senyawa

golongan flavonoid dianjurkan dilakukan pada suasana asam karena asam

berfungsi mendenaturasi membran sel tanaman, kemudian melarutkan

pigmen antosianin sehingga dapat keluar sel serta dapat mencegah oksidasi

flavonoid yang berhubungan dengan kestabilan warna pigmen. Semakin

rendah nilai pH maka semakin tinggi warna merah yang dihasilkan dan

sebaliknya semakin tinggi nilai pH maka semakin rendah warna merah

yang dihasilkan (Ali et al., 2013). Setelah proses maserasi, filtrat kemudian di-freeze dry dan didapatkan ekstrak air kering dengan persentase rendemen ekstrak sebesar 7,4%.

4.3 Karakterisasi Ekstrak Ubi Jalar Ungu

Ekstrak yang telah didapat kemudian dilakukan karakterisasi yang

(40)

bahwa ekstrak tersebut memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Hasil

karakterisasi ekstrak ubi jalar ungu dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Hasil Karakterisasi Ekstrak Ubi Jalar Ungu

Ekstrak air ubi jalar ungu (Ipomea batatas (L.) Poir

Pengamatan yang meliputi identitas dan organoleptis bertujuan

untuk memberikan objektifitas dari nama dan spesifikasi tanaman serta

sebagai pengenalan awal dengan mendeskripsikan bentuk, warna, bau dan

rasa menggunakan panca indra (Anonim, 2000). Berdasarkan hasil

pengamatan yang didapat adalah ekstrak air ubi jalar ungu (Ipomea batatas (L.) Poir) dengan warna merah, berbau khas, memiliki rasa asam dan

berbentuk ekstrak kering.

Pengujian kadar air ekstrak ubi jalar ungu diperoleh hasil sebesar

1,07%. Hasil ini telah sesuai dengan persyaratan dimana batas kadar air adalah ≤5%. Hal ini bertujuan untuk menghindari cepatnya pertumbuhan jamur dalam ekstrak sehingga akan mempengaruhi stabilitas pada saat

penyimpanan (Anam, 2011). Selanjutnya, pada pengujian kadar abu

(41)

4.4. Penapisan Fitokimia

Penapisan fitokimia bertujuan untuk mengetahui keberadaan

golongan senyawa metabolit sekunder yang ada dalam ekstrak. Pada

penelitian ini dilakukan penapisan fitokimia senyawa golongan alkaoid,

flavonoid, tanin, saponin, steroid dan triterpenoid. Hasil penapisan

fitokimia pada ekstrak ubi jalar ungu dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Ubi Jalar Ungu

Golongan Hasil

Hasil penapisan fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak air ubi jalar

ungu positif mengandung flavonoid yang ditandai dengan terbentuknya

warna merah pada lapisan amil alkohol. Flavonoid merupakan golongan

pigmen organik yang membentuk pigmentasi pada daun, bunga, buah dan

biji tanaman (I.D.A.D.Y, Dewi, 2013). Flavonoid memiliki sejumlah

gugus hidroksil yang tak tersulih atau suatu gula yang menyebabkan

flavonoid bersifat polar yang dapat terlarut dalam pelarut polar seperti

etanol, metanol, dan air sehingga ekstrak yang dihasilkan mengandung

flavonoid (Markham, 1988). Flavonoid merupakan senyawa yang juga

memiliki potensi sebagai antioksidan (Bhat, 2009 dalam Putranti 2013).

Dengan adanya antioksidan alami ini dapat memberikan keuntungan

dalam aplikasi ekstrak ubi jalar ungu sebagai pewarna alami untuk

mencegah atau menghambat oksidasi pada sediaan lipstik.

Berdasarkan uji penapisan fitokimia yang telah dilakukan,

memberikan hasil positif pada uji flavonoid sedangkan uji alkaloid,

saponin, tannin, steroid dan triterpenoid memberikan hasil negatif karena

(42)

penambahan pereaksi. Hasil ini sesuai dengan literatur (Sulastri, 2013)

yang menunjukkan bahwa dalam ubi jalar ungu terdapat kandungan

flavonoid dan tidak mengandung alkaloid, saponin, tannin, steroid dan

triterpenoid.

4.5 Pembuatan Sediaan Lipstik

Secara umum komponen utama sediaan lipstik terdiri dari minyak,

lilin (wax), lemak dan zat warna. Dalam pembuatan sediaan lipstik dilakukan percobaan pendahuluan agar mendapatkan sediaan lipstik

memenuhi persyaratan. Formula sediaan lipstik yang dibuat pada awalnya

mengacu pada penelitian Risnawati (2012) yang menggunakan cera alba,

lanolin anhidrat, vaselin, setil alkohol, carnauba wax, minyak jarak,

propilen glikol, tween 80, BHT dan nipagin menghasilkan tekstur lipstik

tidak lembab dan lengket ketika dioleskan. Kemudian coba dibuat dengan

menggunakan bahan-bahan seperti cera alba, carnauba wax, vaselin, adeps

lanae, minyak jarak, isopropil miristat, propil paraben dan BHT

menghasilkan sediaan lipstik yang lembab dan tidak lengket ketika

dioleskan.

Pembuatan sediaan lipstik selanjutnya dicoba dengan 2 metode

pembuatan. Metode pembuatan sediaan lipstik pertama dibuat dengan cara

ekstrak ubi jalar ungu dilakukan dengan cara massa 1 (cera alba, carnauba

wax, adeps lanae, vaselin dan isopropil miristat) yang dilebur bersama di atas hot plate pada suhu ±70oC dicampurkan dengan massa 2 (ekstrak ubi jalar ungu, BHT dan propil paraben yang telah dicampur dengan minyak

jarak). Campuran kemudian diaduk dan dimasukkan dalam cetakan

(Risnawati, 2012). Warna sediaan lipstik yang dihasilkan masih kurang

terdispersi dengan baik karena ekstrak ubi jalar ungu yang mengendap di

bagian bawah lipstik. Dengan menggunakan metode ini sediaan lipstik

yang dihasilkan tidak homogen. Sediaan lipstik yang tidak memenuhi

(43)

Gambar 4.1 Sediaan Lipstik Tidak Homogen

[Sumber: Koleksi Pribadi]

Metode pembuatan sediaan lipstik kedua dilakukan dengan cara

meleburkan massa 1 (cera alba, carnauba wax, minyak jarak, propil paraben, BHT dan ekstrak ubi jalar ungu) di atas hot plate pada suhu ±70oC. Setelah melebur sempurna, campuran digerus hingga homogen.

Selanjutnya massa 2 (adeps lanae, vaselin dan isopropil miristat) dilebur di

atas hot plate. Massa 2 yang telah dilebur dicampurkan ke dalam massa 1 dan kemudian digerus kembali hingga homogen. Campuran yang digerus

ini berwarna merah muda dan berbentuk seperti pasta. Campuran

kemudian dilebur di atas hot plate pada suhu ±50oC dan dimasukkan ke dalam cetakan. Sediaan lipstik yang dihasilkan berwarna merah muda dan

terdispersi secara merata. Hasil sediaan lipstik dapat dilihat pada Gambar

4.2.

(44)

Pembuatan sediaan lipstik dengan metode pertama menghasilkan

sediaan yang tidak memenuhi persyaratan diduga disebabkan oleh cara

pembuatan yang hanya menggunakan batang pengaduk saat proses

pengadukan dan juga ketika proses memasukan campuran ke dalam

cetakan yang dilakukan pada suhu tinggi ketika campuran berbentuk cair.

Hal ini menyebabkan ekstrak cepat mengendap dan tidak terdispersi

merata dalam sediaan. Berbeda halnya dengan cara pembuatan metode

pertama, dimana dalam metode kedua dilakukan penggerusan dengan

menggunakan alu. Tekanan yang dihasilkan dengan menggunakan alu

lebih besar dibandingkan menggunakan batang pengaduk dan proses

memasukan campuran ke dalam cetakan dilakukan pada suhu yang lebih

rendah dan sambil terus diaduk sehingga dapat membuat ekstrak menjadi

lebih mudah terdispersi merata dalam sediaan.

Proses pengadukan pada pembuatan lipstik dengan metode pertama

coba dilakukan penggantian dengan cara digerus namun pasta yang

dihasilkan lebih kaku sehingga sulit untuk digerus sedangkan pada cara

pembuatan metode kedua semua bahan tidak dilebur langsung menjadi

satu. Adeps lanae, vaselin dan isopropil miristat yang telah dilebur

ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam pasta sehingga ketika digerus

tidak kaku. Berdasarkan sediaan lipstik yang dihasilkan maka dipilihlah

metode pembuatan kedua untuk membuat sediaan lipstik ekstrak ubi jalar

ungu.

4.6 Evaluasi Fisik Sediaan Lipstik

Evaluasi sediaan lipstik ini merupakan langkah pemeriksaan mutu

untuk melihat kestabilan sediaan selama penyimpanan. Evaluasi dilakukan

terhadap masing-masing sediaan lipstik yang mengandung konsentrasi

pewarna yang berbeda. Pada proses evaluasi, ketiga sediaan lipstik

disimpan pada 3 kondisi yang berbeda yaitu pada suhu kamar (25oC), suhu

tinggi (40oC), dan cycling test.

Untuk penyimpanan pada suhu kamar (25oC) dan suhu tinggi

(45)

dilakukan pengamatan sedangkan cycling test dilakukan selama 12 hari (6 siklus) pada suhu dingin (4oC) dan suhu tinggi (40oC) secara bergantian

dengan masing-masing suhu selama 24 jam dan setiap pergantian siklus

dilakukan pengamatan. Pengamatan yang dilakukan meliputi organoleptis,

homogenitas, kekuatan, titik lebur, dan daya oles. Kestabilan sediaan

lipstik dapat dilihat dengan cara membandingkan kondisi sebelum

penyimpanan dan sesudah penyimpanan.

4.6.1 Evaluasi Awal Sediaan Lipstik

Evaluasi awal sediaan lipstik masing-masing formula berwarna

merah muda dengan aroma khas wax, homogen namun memiliki daya oles

yang kurang baik karena ketika dioleskan warna tidak menempel.

Kekuatan dan titik lebur yang dihasilkan dari tiap formula pun bervariasi.

Adapun hasil evaluasi awal sediaan lipstik dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Hasil Evaluasi Awal Sediaan Lipstik

Parameter Formula I Formula II Formula III

Organoleptis

4.6.2 Pengamatan Organoleptis Sediaan Lipstik

Hasil sediaan lipstik setelah dilakukan proses penyimpanan pada

suhu kamar (25oC) dan suhu tinggi (40oC) tidak menunjukkan adanya

perubahan organoleptis. Ketiga formula sediaan lipstik tetap berwarna

(46)

4.6.3 Uji Homogenitas Sediaan Lipstik

Sediaan lipstik dikatakan homogen apabila tidak terdapat

butir-butir kasar atau grity ketika dioleskan pada kaca objek. Adanya butir-butir kasar atau grity menandakan sediaan lipstik tidak homogen karena tidak terdispersinya antar komponen lipstik (Utami, 2013). Hasil pengujian

homogenitas menunjukkan bahwa sediaan lipstik yang dihasilkan tidak

memperlihatkan adanya butir-butir kasar atau grity saat dioleskan pada kaca objek. Selain diuji dengan cara tersebut, sediaan lipstik juga dilihat

homogenitas warnanya sampai ke bagian dalam dengan cara sediaan

lipstik dibelah membujur dan dilihat apakah warna merata sampai ke

bagian dalam lipstik. Setelah sediaan lipstik dibelah terlihat bahwa seluruh

sediaan lipstik memiliki warna yang merata sampai ke bagian dalam. Hal

ini menujukkan bahwa sediaan lipstik homogen pada penyimpanan suhu

kamar (25oC) maupun suhu tinggi (40oC). Hasil uji homogenitas sediaan

lipstik dapat dilihat pada Lampiran 8.

4.6.4 Uji Titik Lebur Sediaan Lipstik

Berdasarkan hasil pengujian titik lebur pada suhu yang bebeda

terlihat bahwa ketiga formula memiliki titik lebur yang bervariasi. Hasil

uji titik lebur sediaan lipstik selama penyimpanan pada suhu ruang (25oC)

cenderung memiliki titik lebur yang tetap. Pada kondisi penyimpanan suhu

tinggi (40oC) terlihat bahwa terjadi penurunan titik lebur sediaan lipstik

bila dibandingkan dengan hasil uji kekuatan pada evaluasi awal. Hal ini

kemungkinan karena kondisi penyimpanan dengan suhu tinggi (40oC)

mendekati suhu lebur sediaan lipstik sehingga ketika dilakukan

penyimpanan selama 4 minggu sediaan lipstik sedikit melunak dan titik

(47)

Tabel 4.4 Hasil Uji Titik Lebur Sediaan Lipstik

Tabel 4.4 menunjukkan bahwa ketiga formulasi sediaan lipstik

pada penyimpanan suhu kamar (25oC) memiliki titik lebur pada kisaran

55-60oC dan pada penyimpanan suhu tinggi (40oC) memiliki titik lebur

pada kisaran 52-59oC. Titik lebur sediaan lipstik yang ideal yaitu di atas

50oC. Titik lebur sediaan lipstik sebaiknya melebihi kisaran suhu yang

ideal. Hasil titik lebur ini menunjukkan bahwa sediaan lipstik yang dibuat

memenuhi persyaratan.

4.6.5 Uji Kekuatan Sediaan Lipstik

Uji kekuatan sediaan lipstik dilakukan dengan menggunakan alat

seberat 4,44 gram yang digantungkan pada sediaan lipstik. Dari hasil

pengujian kekuatan sediaan lipstik ketiga formula pada suhu yang berbeda

menunjukkan adanya perbedaan kemampuan sediaan lipstik menahan

beban. Sediaan lipstik pada formula I memiliki kekuatan yang lebih rendah

bila dibandingkan dengan sediaan lipstik pada formula II dan formula III.

Perbedaan ini kemungkinan disebabkan oleh perbedaan konsentrasi

pewarna ekstrak ubi jalar ungu yang digunakan dalam formulasi. Semakin

besar konsentrasi pewarna yang digunakan, maka minyak jarak yang

digunakan pun berkurang sehingga jumlah wax akan meningkatkan jumlah

padatan dalam emulsi sehingga sediaan lipstik yang terbentuk akan

semakin keras, sebaliknya bila konsentrasi pewarna yang digunakan

(48)

akan menambah jumlah cairan dalam emulsi dan sediaan lipstik yang

terbentuk semakin lunak (Perdanakusuma dan Wulandari, 2003).

Kekuatan sediaan lipstik dapat pula dipengaruhi oleh titik lebur

dimana kekuatan akan meningkat seiring dengan titik lebur sediaan lipstik

yang dihasilkan. Jika dilihat hasil antara uji kekuatan dan uji titik lebur

sediaan lipstik memiliki kesinambungan yaitu pada formula I memiliki

kakuatan paling rendah dibandingkan formula II dan formula III. Hal

tersebut mungkin diakibatkan karena sediaan lipstik formula I memiliki

titik lebur yang lebih rendah dibandingkan formula II dan formula III

sehingga kekuatan yang dihasilkan juga lebih rendah.

Tabel 4.5 Hasil Uji Kekuatan Sediaan Lipstik

Suhu Minggu

Hasil uji kekuatan sediaan lipstik selama penyimpanan pada suhu

ruang (25oC) terlihat bahwa formula I, formula II, dan formula III

cenderung memiliki kekuatan yang tetap bila dibandingkan dengan hasil

uji kekuatan pada evaluasi awal. Berbeda dengan kondisi penyimpanan

pada suhu tinggi (40oC) terlihat bahwa terjadi penurunan kekuatan sediaan

lipstik bila dibandingkan dengan hasil uji kekuatan pada evaluasi awal.

Hal ini dikarenakan titik lebur sediaan lipstik pada suhu tinggi (40oC)

mengalami penurunan sehingga kekuatannya pun ikut mengalami

(49)

4.6.6 Uji Daya Oles Sediaan Lipstik

Daya oles merupakan hal penting yang akan menjadi patokan

dalam memilih sediaan lipstik karena banyak orang cenderug memilih

lipstik yang warnanya menempel di bibir. Hasil pengujian daya oles

sediaan lipstik pada suhu kamar (25oC) dan suhu tinggi (40oC) dapat

dikatakan tidak memenuhi standar karena ketika sediaan lipstik dioleskan

ke bagian punggung tangan warnanya tidak menempel di kulit hanya

terlihat mengkilap. Hal ini kemungkinan disebabkan kurang optimalnya

proses ekstraksi yang dilakukan. Salah satu faktor yang berpengaruh pada

proses ekstraksi zat warna adalah jenis pelarut (Lestari et al., 2013). Pada ekstraksi dengan menggunakan air, umumnya menghasilkan rendemen

yang cukup banyak namun kandungan zat warna yang didapat sedikit.

Untuk mendapatkan ekstrak zat warna yang maksimal, maka perlu

digunakan larutan pengekstrak yang cocok dengan sifat zat yang akan

diekstrak (Putri, 2005 dalam Lestari et al. 2013). Dalam hal ini diduga zat warna dari ubi jalar ungu yaitu antosianin memiliki kepolaran yang

berbeda dengan pelarut akuades sehingga proses ekstraksi antosianin

menjadi tidak optimal.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Saati (2002), pelarut yang

paling baik digunakan untuk ekstraksi antosianin dari Bunga Pacar Air

adalah etanol 95%. Begitu juga dengan penelitian Wijaya (2001) tentang

ekstraksi pigmen dari kulit buah rambutan. Hal ini disebabkan tingkat

kepolaran antosianin hampir sama dengan etanol 95 % sehingga dapat

larut dengan baik pada etanol 95 % (Samsudin dan Khoirudin, 2011 dalam

Siregar et al., 2011).

Penelitian yang dilakukan oleh Risnawati (2012), memformulasi

sediaan lipstik dari ekstrak biji coklat. Biji coklat diekstrak dengan

menggunakan pelarut etanol 95% yang telah dicampur dengan asam sitrat,

menghasilkan sediaan lipstik dengan daya oles yang baik. Hal ini ditandai

dengan 4 kali pengolesan sediaan telah memberikan warna yang intensif,

(50)

4.6.7 Uji Cycling Test Sediaan Lipstik

Cycling test merupakan uji yang berguna sebagai simulasi apabila terjadi perubahan suhu setiap tahun bahkan setiap hari. Uji cycling test dilakukan pada suhu dengan interval waktu tertentu sehingga sediaan akan

mengalami tekanan yang bervariasi.

Hasil pengamatan selama uji cycling test menunjukkan bahwa ketiga formula sediaan lipstik tidak memperlihatkan adanya perubahan

organoleptis. Warna sediaan lipstik dari awal hingga akhir siklus tetap

merah muda dan aromanya pun tidak berubah. Hasil pengamatan

organoleptis dapat dilihat pada Lampiran 8.

Hasil pengujian homogenitas sediaan lipstik selama uji cycling test juga menunjukkan bahwa sediaan lipstik pada ketiga formula homogen.

Hal ini terlihat ketika sediaan lipstik dioleskan pada kaca objek tidak

menampakkan butir-butir kasar atau grity dan ketika sediaan lipstik dibelah membujur warnanya pun merata sampai ke bagian dalam sediaan

lipstik. Adapun hasil pengujian homogenitas dapat dilihat pada Lampiran

8.

Pengujian titik lebur sediaan lipstik menunjukkan bahwa baik

formula I, formula II maupun formula III cenderung mengalami penurunan

namun masih memenuhi persyaratan titik lebur yang ideal yaitu di atas

50oC. Penurunan titik lebur sediaan lipstik ini kemungkinan disebabkan

oleh lamanya waktu penyimpanan dalam suhu yang berfluktuasi sehingga

menyebabkan lipstik menjadi sedikit lunak. Hasil yang sama juga

ditunjukkan dari uji kekuatan sediaan lipstik. Seiring terjadinya penurunan

titik lebur sediaan lipstik, hasil pengujian kekuatan pun mengalami

(51)

Tabel 4.6 Hasil Uji Titik Lebur Kondisi Cycling Test

Tabel 4.7 Hasil Uji Kekuatan Kondisi Cycling Test

Siklus Formula I Formula II Formula III

Hasil daya oles sediaan lipstik pada uji cycling test dari awal siklus sampai siklus terakhir kurang baik karena warna tidak menempel ketika

dioleskan. Hal ini tidak berbeda pada saat evaluasi awal sediaan lipstik

(52)

BAB 5 PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa:

1. Sediaan lipstik dengan zat warna dari ekstrak ubi jalar ungu tidak

mengeluarkan warna ketika dioleskan.

2. Sediaan lipstik dengan zat warna dari ekstrak ubi jalar ungu secara

fisik stabil pada kondisi penyimpanan suhu ruang (25oC) tetapi tidak

stabil pada kondisi penyimpanan suhu tinggi (40oC) dan cycling test (4oC dan 40oC).

5.2 Saran

1. Perlunya dilakukan pengkajian lebih dalam mengenai pemilihan

pelarut yang tepat untuk proses ekstraksi sehingga dapat menghasilkan

zat warna antosianin yang maksimal.

2. Perlunya diperhatikan cara penuangan ke dalam cetakan lipstik agar

zat warna ekstrak ubi jalar ungu tidak mengendap.

3. Perlunya ditambahkan pewangi agar bau wax tertutupi.

(53)

DAFTAR PUSTAKA

Adliani, Nur., Nazliniwaty., Djendakita Purba. 2012. Formulasi Lipstik Menggunakan Zat Warna dari Ekstrak Bunga Kecombrang (Etlingera elatior (Jack) R.M..Sm. Journal of Pharmaceutics and Pharmacology Vol. 1 (2): 87-94. Ali, Farida., Ferawati., Risma Arqomah. 2013. Ekstraksi Zat Warna Dari Kelopak Bunga Rosella. Jurnal Teknik Kimia No. 1, Vol. 19.

Anam, Syariful., Muhammad, Muhammad Yusran, Alfred Trisakti, Nurlina Ibrahim, Ahmad Khumaidi, Ramdanil, dan Muhammad Sulaiman Zubair. 2013. Standarisasi Ekstrak Etil Asetat KayuSanrego (Lunasia amaru Blanco). Online Jurnal of Natural Science Vol. 2 (3): 1-8.

Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Anonim. 1995. Materia Medika Indonesia Jilid VI. Depkes RI: Jakarta.

Anonim. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Anvisa. 2005. Cosmetics Products Stability Guide Volume 1. Brasilia.

Azwanida., Normasarah., Asrul Afandi. 2014. Utilization and Evaluation of Betalain Pigment from Red Dragon Fruit (Hylocereus polyrhizus) as a Natural Colorant for Lipstick. Jurnal Teknologi (Sciences & Engineering) 69:6, 134-142. Badan POM RI . 2006. Public Warning No. KH.00.01.3352. Tentang Kosmetik yang Mengandung Bahan dan Zat Warna yang Dilarang.

I.D.A.D.Y, Dewi., Astuti, K. W., dan Warditiani, N.K. 2013. Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol 95% Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.). Jurnal Farmasi Universitas Udayana.

Ina, PT., GAKD Puspawati, GA Ekawati. 2013. Efek Waktu Ekstraksi Terhadap Aktivitas Antioksidan, Total Fenol dan Kadar Antosianin Ekstrak Ubi Ungu. Jurnal Teknologi Pertanian Universitas Udayana.

Draelos, Zoe Diana. 2010. Cosmetic Dermatology Products & Procedures. USA: Wiley-Blackwell.

Gambar

Gambar 4.2   Sediaan Lipstik Memenuhi Persyaratan  ...................................
Tabel 2.1   Kandungan Ubi Jalar Ungu ...........................................................
Tabel 2.1. Kandungan Ubi Jalar Ungu
Gambar 2.2 Antosianin
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini tidak terdapat hubungan antara dukungan teman sebaya dengan motivasi belajar pada underachiever.. Kata kunci : Dukungan

Penelitian tentang optimasi formula sediaan krim sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau dengan asam stearat dan Virgin Coconut Oil (VCO) sebagai fase minyak dilakukan

Sistem PetraFuz menyediakan tools yang cukup lengkap mulai dari proses desain membership function dan pembentukan fuzzy if-then rule sampai pada proses kendali fuzzy logic

Dengan demikian dalam penelitian ini akan dibahas tentang struktur, informasi, dan maksud pada wacana brosur iklan XL kartu seluler prabayar bebas, jempol, dan pascabayar xplor

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui latar belakang yang menyebabkan anggota masyarakat Desa Rarang Tengah menjadi pengemis dan upaya pemerintah daerah dalam

PENINGKATAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR MELALUI PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN ROLE REVERSAL QUESTION PADA MATA.. PELAJARAN PKn PADA SISWA KELAS IV

Dari persentasi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa proses kegiatan belajar mengajar yang dilakukan guru belum sesuai dengan apa yang direncanakan sebelumnya,

Sesuai dengan rumusan masalah, tujuan penelitian dan hasil penelitian tentang kontribusi kekuatan otot lengan terhadap ketepatan tembakan 3 poin pada tim basket putra