ANALISIS PENGARUH FAKTOR-FAKTOR PENENTU
KEBIJAKAN STRUKTUR MODAL TERHADAP LEVERAGE
HIPOTESIS PECKING ORDER DAN TRADE OFF TEORI
SKRIPSI
Oleh:
FADLI
104081002571
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
ANALISIS PENGARUH FAKTOR-FAKTOR PENENTU
KEBIJAKAN STRUKTUR MODAL TERHADAP LEVERAGE
HIPOTESIS PECKING ORDER DAN TRADE OFF TEORI
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjanan Ekonomi
Oleh : Fadli
NIM : 104081002571
Dibawah Bimbingan
Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM Indo Yama Nasarudin, SE, MAB NIP. 19602032001121003 NIP. 197411272001121002
JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ANALISIS PENGARUH FAKTOR-FAKTOR PENENTU
KEBIJAKAN STRUKTUR MODAL TERHADAP LEVERAGE
HIPOTESIS PECKING ORDER DAN TRADE OFF TEORI
SkripsiOleh : Fadli
NIM : 104081002571
Dibawah Bimbingan
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM NIP : 196902032001121003
Indoyama Nasarudin, SE. MAB NIP : 19741127 200112 1002
Penguji Ahli I Penguji Ahli II
Prof.Dr.H.Abdul Hamid NIP : 195706171985031002
Titi Dewi Waminda,SE.M.Si NIP : 197312212005012002
Penguji proposal
Amalia.M.S.M NIP : 197408212009012005 JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Hari ini Kamis Tanggal Sepuluh Bulan Mei Tahun Dua Ribu Sepuluh telah dilakukan Ujian Komprehensif atas nama Fadli NIM: 104081002571 dengan judul Skripsi “ANALISIS PENGARUH FAKTOR-FAKTOR PENENTU KEBIJAKAN STRUKTUR MODAL TERHADAP LEVERAGE HIPOTESIS PECKING ORDER DAN TRADE OFF TEORI”. Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 10 Mei 2010
Tim Penguji Ujian Komprehensif
Indoyama Nasarudin, SE, MAB Hemmy Fauzan, MM
Ketua Sekretaris
ABSTRACT
This research is to examine influence of the determinants of capital structure policy includes: asset tangibility, firm size, growth, profitability, and earnings volatility on the level of leverage. The data used are historical and financial data in the form of financial statements of go public companies in Indonesia Stock Exchange.
The sample consists of companies registered on the Indonesia Stock Exchange for an observation period of 2005-2008. From those population with purposive sampling, found 97 sample. In this research, researcher use less one indicator to represent one variable and have complex correlation between the variable, there for researcher used structural equation modeling (SEM) with program LISREL 8.80.
The result that asset tangibility, size, growth and profitability are significant influences to the level of leverage while earning volatility not significant influence to the level leverage policy. And the most of influential variable, shows that companies in the IDX using POT theory to determine their capital structure policy.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti empiris mengenai pengaruh faktor-faktor penentu kebijakan struktur modal yang meliputi: asset tangibility, size, growth, profitability, dan earning volatility terhadap tingkat leverage. Data-data yang digunakan adalah data historis dan data-data keuangan berupa laporan keuangan perusahaan go public di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Penelitian ini menggunakan populasi seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2005 sampai dengan tahun 2008. Dari populasi tersebut didapat sampel sebanyak 97 perusahaan dengan menggunakan metode purposive sampling. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan lebih dari satu indikator untuk mewakili satu variabel dan memiliki hubungan yang kompleks antara variabel-variabelnya sehingga peneliti menggunakan metode Structural Equation Modeling (SEM) dengan program LISREL 8.80.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa asset tangibility, size, serta growth berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat leverage perusahaan sedangkan profitability dan earning volatility tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat leverage.dan dari keseluruhan variable yang berpengaruh, menunjukan bahwa perusahaan di BEI menggunakan teori POT untuk menentukan kebijakan struktur modalnya.
CURRICULUM VITAE
FADLI
Hp : 02193539893
Identitas
Nama : Fadli
Tempat & Tgl Lahir : Jakarta 13 Juni 1987
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Alamat : Jl. Ismail No. 27 Rt 006/08 Kebon Jeruk, Jakarta barat
Pendidikan Formal
1992-1998 : Sekolah Dasar Negeri (SDN) 04 Jakarta
1998-2001 : Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 189 Jakarta 2001-2004 : Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 16 Jakarta 2004-2010 : Jurusan Manajemen Keuangan Fakultas Ekonomi
dan Ilmu Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pengalaman Organisasi
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam,
yang Maha Berkehendak atas segala sesuatu, karena atas rahmat dan karunia-Nya
penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Pengaruh
Faktor-Faktor Penentu Kebijakan Struktur Modal Terhadap Leverage, Hipotesis Pecking Order
Atau Tradeoff Teori ini. Shalawat serta salam semoga tetap dan akan terus tercurahkan
untuk Nabi Muhammad SAW, manusia pilihan yang pribadinya adalah tauladan bagi
kita semua, kepada keluarganya, sahabatnya, sampai kepada para pengikutnya.
Dalam skripsi ini peneliti menganalisis pengaruh Faktor-Faktor Penentu
Kebijakan Struktur Modal terhadap Leverage, pada perusahaan yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia (BEI) selama periode tahun 2005 hingga 2008.
Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari kontribusi beberapa pihak, karenanya
penulis dengan sepenuh hati mengucapkan terimakasih kepada semua pihak baik secara
langsung maupun tidak langsung yang membantu, mendorong serta memberikan
inspirasi sehingga skripsi ini bisa selesai sesuai dengan target. Secara khusus penulis
ucapkan terima kasih kepada:
1. Kepada Almarhum Ayahku serta Ibuku tersayang yang tak lelah, mendidik dan
membesarkan. Terimakasih atas perhatian, kesabaran, nasihat, semangat, serta
do’a yang tiada henti mengalir kepada penulis.
2. Kakak-kakak serta adikku, Febri, Rizki, Vira dan Nurul serta sanak saudaraku
sekalian yang selalu memberikan do’a dan semangat kepada penulis.
3. Orang yang selalu setia menemaniku , saat aku jatuh terpuruk dan yang selalu
membangkitkan semangatku Monica. Semoga selalu senantiasa sehat dan
4. Prof. Dr. Abdul Hamid, MS. Selaku dekan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Kepada dosen pembimbing skripsi Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM dan
Bapak Indo Yama Nasarudin SE, MAB yang telah meluangkan waktunya untuk
membimbing, mengarahkan dan mengoreksi penulisan skripsi ini.
6. Kepada para dosen penguji kompre Bapak Indoyama Nasarudin, SE, MAB
selaku ketua penguji, Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM selaku penguji ahli,
Bapak Hemmy Fauzan, MM, selaku Sekretaris penguji.
7. Kepada para dosen Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial atas
segenap ilmu, budi pekerti, dan nilai-nilai kehidupan yang telah kalian ajarkan
kepada kami semasa perkuliahan lalu.
8. Sahabatku Yunus, Wildan, Oji, Didi dan seluruh awak kelas manajemen e
angkatan 2004 yang telah menjadi teman dan sahabat seperjuangan dalam
mengarungi masa-masa perkuliahan yang penuh dengan tantangan dan
kenangan.
9. Dan semua orang dan pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu
Akhirnya, Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik,
saran dan masukan konstruktif dari berbagai pihak agar dapat lebih memberikan
manfaat dikemudian hari.
Jakarta, 14 Juli 2010
DAFTAR ISI
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... i
ABSTRACT ... ii
ABSTRAK ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian... 1
B. Perumusan Masalah ... 11
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 11
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori ... 13
1. Struktur Modal ... 13
2. Trade Off Theory ... 15
3. Pecking Order Theory ... 17
4. Leverage ... 19
5. Faktor-Faktor Penentu Kebijakan Struktur Modal ... 21
b. Firm Size ... 23
c. Growth ... 24
d. Profitability ... 25
e. Earning Volatility ... 26
6. Hubugan antara faktor-faktor penentu kebijakan struktur modal dengan leverage ... 27
a. Tangibility Asset dan Leverage ... 27
b. Size dan Tingkat Leverage Perusahaan ... 27
c. Growth dan Tingkat Leverage Perusahaan ... 28
d. Profitability dan Tingkat Leverage ... 28
e. Earning Volatility dan Tingkat Leverage ... 29
B. Penelitian Sebelumnya... 30
C. Kerangka Pemikiran ... 32
D. Hipotesis ... 35
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian ... 36
B. Metode Penentuan Sampel ... 36
C. Metode Pengumpulan Data... 38
D. Metode Analisis... 38
E. Operasional Variabel ... 52
a. Tangibility ... 52
c. Growth ... 53
d. Profitability ... 53
e. Earning Volatility ... 54
f. Leverage ... 54
BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskriptif Analis... 55
B. Outlier dan Uji Normalitas ... 55
C. Deskriptif Analisis Data ... 58
D. Pengujian dan Pembahasan Hipotesis ... 79
1. Pengujian Model ... 79
2. Analisis Structural Equation Model (SEM) ... 80
3. Pembahasan Hipotesis ... 84
BAB V : KESIMPULAN DAN IMPLIKASI A. Kesimpulan ... 86
B. Implikasi ... 87
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR
No. Keterangan Halaman
4.1 Sampel Data Penelitian 56
4.2 DFA/TA 59
4.3 DlnSal, DLnMv 62
4.4 DLnMBR, Ddta, dDSAL 66
4.5 DEBIT/S dan DROE 70
4.6 DLnSDNI, DLnSDEBIT 73
4.7 DLT-CAB dan DST-CAB 76
DAFTAR GAMBAR
No. Keterangan Halaman
2.1 Konseptualisasi Model 33
4.1 Path Diagram Hasil Pengujian, Coefisien Regresi, 80
DAFTAR LAMPIRAN
No. Keterangan Halaman
1. Lampiran I [Data Normal] 1
2. Lampiran II [Hasil Output] 11
3. Path Diagram dengan α = 5% 16
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Perusahaan dalam menjalankan usahanya sering dihadapkan pada kebutuhan
dana, baik untuk keperluan modal usaha maupun untuk perluasan usahanya. Dalam
memilih dana yang akan ditarik, perusahaan selain harus memperhatikan jangka waktu
penggunaan dana, juga harus memperhatikan aspek biaya yang harus dikeluarkan untuk
menarik dana tersebut. Oleh karena itu, pembentukan struktur modal perusahaan
menjadi salah satu aspek penting didalam perusahaan, khususnya didalam pendanaan
jangka panjang perusahaan
Ada berbagai sumber bagi perusahaan untuk memperoleh dana yang dapat
digunakan untuk memperluas usahanya. Sebuah perusahaan dapat memperoleh dana
dari sumber intern dan ekstern perusahaan, proporsi penggunaan dari kedua alternatif
dana tersebut ditentukan oleh teori apa yang digunakan perusahaan, apakah lebih
berdasar pada hierarki dari pendanaan yang bersumber pada laba, hutang, sampai pada
saham yang dimulai dengan biaya termurah sesuai dengan Pecking Order Theory,
ataukah didasarkan pada cost dan benefitnya antara biaya modal dan keuntungan
penggunaan hutang sesuai dengan Trade Off Theory.
Kedua jenis modal ini memiliki karakteristik yang berbeda satu dengan lainnya,
masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Penerbitan utang mempunyai dua
Adapun kelemahan utang diantaranya semakin tingginya resiko perusahaan, sehingga
suku bunganya akan lebih tinggi. Dan apabila sebuah perusahaan mengalami kesulitan
keuangan dan laba operasi tidak mencukupi untuk menutup beban bunga, maka
pemegang sahamnya harus menutup kekurangan itu, dan perusahaan akan bangkrut jika
mereka tidak sanggup. Begitu pula terlalu banyak utang juga dapat menghambat
perkembangan perusahaan yang pada gilirannya dapat membuat keengganan pemegang
saham untuk tetap menanamkan modalnya. Namun demikian dalam penarikan utang
harus diusahakan agar beban bunga yang harus dibayar (cost of debt) lebih rendah
daripada tingkat pengembaliannya (rate of return), hal ini dilakukan agar dapat
menguntungkan bagi pemegang saham. Begitu pula apabila dalam pemenuhan
kebutuhan dana tersebut perusahaan lebih mengutamakan pada utang saja maka
ketergantungan perusahaan pada pihak luar akan makin besar dan resiko finansialnya
akan makin besar pula. Sebaliknya apabila perusahaan hanya mendasarkan pada modal
sendiri (saham) saja, maka biayanya akan sangat mahal (Pecking Order Theory,Myers
dan Majluf:1984) dalam Hadri Kusuma (2006). Oleh karena itu, manajer harus mampu
menghimpun dana secara efisien, yang berarti keputusan pendanaan tersebut merupakan
keputusan yang mampu meminimalkan biaya modal yang harus ditanggung perusahaan.
Keputusan pendanaan yang diambil oleh manajer akan memberikan konsekuensi
langsung berupa biaya modal, misalnya ketika manajer menggunakan hutang, biaya
modal yang timbul sebesar biaya bunga yang dibebankan oleh kreditur, dan ketika
manajer menggunakan dana internal maka akan timbul opportunity cost dari dana
mengakibatkan berubahnya tingkat leverage perusahaan yaitu pembelanjaan permanent
yang mencerminkan perimbangan hutang jangka panjang dengan total aktivanya.
Kesejahteraan pemegang saham serta nilai perusahaan sangat dipengaruhi oleh
bagaimana kebijakan tingkat leverage yang diambil oleh manajer keuangan perusahaan.
Oleh sebab itu, manajer dalam mengambil keputusan mengenai tingkat leverage harus
dilakukan dengan hati-hati dan perlu mempertimbangkan faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Dari banyaknya penelitian yang dilakukan untuk mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat leverage, ditemukan beberapa faktor-faktor yang sering
muncul sebagai variabel penentu, antara lain resiko bisnis, pertumbuhan potensial,
volatilitas pendapatan, ukuran perusahaan, profitabilitas dan securable asset.
Beberapa teori struktur modal muncul untuk menentukan struktur modal optimal
maupun untuk melihat perilaku pembelanjaan dalam struktur modal. (Magginson:1997
dan Myers:1989) dalam R.Heru Kristanto (2002) mengungkapkan tiga teori yang
menjelaskan mengenai tingkat leverage/struktur modal yaitu Agency Cost/Trade-off
balanced theory , pecking order hypothesis, dan Signaling model of financial structure,
sedangkan (Wald:1999) masih dalam R.Heru Kristanto (2002) menyatakan terdapat 7
teori yang menjelaskan tingkat leverage struktur modal, yaitu: cost financial distress,
moral hazard, non debt tax shield, jansen freecash flow, pecking order hypothesis,
myer’s under-investment dan unchecked manajemen decreases risk. Namun jika diteliti
lebih lanjut, ketujuh teori yang diungkapkan oleh (Wald : 1999) akan sama dengan tiga
yang dikemukakan oleh (Magginson:1997) dan (Myers:1989). Menurut Magginson dan
moral hazard, non debt tax shield dan unchecked manajemen decreases risk. Sedangkan
teori under-investment yang dikemukakan Myer dalam teori Magginson dan Myer
dimasukan menjadi bagian dari pecking order hypothesis, demikian pula dengan teori
Jansen freecash flow yang dinyatakan Wald, dalam teori Magginson dan Myer hal itu
merupakan awal dari signaling theory. Dengan demikian secara garis besar hanya ada
dua teori struktur modal dalam manajemen keuangan, diantaranya teori struktur modal
Static Trade Off (STO) yang merupakan pengembangan dari teori struktur modal
modern pertama yang diperkenalkan oleh Modigliani & Miller pada tahun 1958.
Menurut trade-off teory yang diungkapkan oleh Miller “Perusahaan akan berhutang
sampai pada tingkat hutang tertentu, dimana penghematan pajak dari tambahan hutang
sama dengan biaya kesulitan keuangan financial distress. Biaya kesulitan keuangan
(Financial distress) yang dimaksud adalah biaya kebangkrutan (bankruptcy costs) atau
reorganization, dan biaya keagenan (agency costs) yang meningkat akibat dari turunnya
kredibilitas suatu perusahaan.
Dalam menentukan struktur modal yang optimal, trade-off theory memasukkan
beberapa faktor antara lain pajak, biaya keagenan (agency costs) dan biaya kesulitan
keuangan (financial distress),Biaya keagenan timbul akibat ketidakselarasan
kepentingan antara pemegang saham dan manager serta antara pemegang saham dengan
kreditur, Handono (2006:6).
Sedangkan menurut Ross dkk (2007:6) dalam bukunya yang berjudul Corporate
Finance Fundamentals dia mengatakan bahwa “In principle, a company becomes
happens the value of equity is zero and the shareholders of the company transferring
control to bondholder. Tingkat hutang yang optimal tercapai ketika penghematan pajak
mencapai jumlah yang maksimal terhadap biaya kesulitan keuangan. Trade-off theory
mempunyai pengertian bahwa manajer akan berpikir untuk tujuan menyeimbangkan
antara penghematan pajak dan biaya kesulitan keuangan dalam penentuan struktur
modal.
Tingkat profitabilitas yang tinggi membuat perusahaan berusaha mengurangi
pajaknya dengan cara meningkatkan rasio hutangnya, sehingga tambahan hutang
tersebut akan mengurangi pajak. Namun pada kenyataannya, sangat sedikit manajer
keuangan yang berpikir seperti itu. Pada kenyataannya justru perusahaan-perusahaan
dengan tingkat profitabilitas yang tinggi cenderung rasio hutangnya rendah. Hal ini
berlawanan dengan pendapat trade-off theory. Trade-off theory tidak dapat menjelaskan
korelasi negatif antara tingkat profitabilitas dan rasio hutang.
Menurut (Megginson:1997) dalam Muhammad Edi Wijaya (2001) Model
tradeoff theory mengasumsikan bahwa struktur modal perusahaan merupakan hasil
tradeoff dari keuntungan pajak dengan menggunakan hutang dengan biaya agensi yang
akan terjadi dengan penggunaan hutang tersebut. Model ini merupakan pengembangan
dari teori Modigliani Miller mengenai irrelevance capital structure hypothesis.
Modigliani Miller berpendapat bahwa dalam keadaan pasar sempurna maka nilai
perusahaan dengan menggunakan hutang akan sama dengan perusahaan yang tidak
menggunakan hutang (Modigliani dan Miller:1958) dalam Winarno(2001). Tetapi
adanya pajak maka hutang akan menjadi relevan. Hal ini disebabkan bunga hutang yang
dibayarkan akan mengurangi tingkat penghasilan yang terkena pajak, sehingga
perusahaan akan mampu meningkatkan nilainya dengan menggunakan hutang.
Suatu fakta yang berlawanan dengan temuan tersebut di atas, dalam
kenyataannya tidak ada satu perusahaan pun yang akan menggunakan dana yang
seluruhnya berasal dari hutang ataupun dalam jumlah yang relatif besar. Model tersebut
mengabaikan faktor biaya kebangkrutan dan biaya keagenan yang timbul. Sehingga
suatu struktur modal yang optimal akan dapat ditemukan dengan menyeimbangkan
antara keuntungan dari penggunaan hutang dan biaya kebangkrutan dan biaya keagenan,
hal ini disebut tradeoff theory (Myers 1984; Jensen & Meckling:1976) dalam Sekar
Mayangsari,(2000).
Penggunaan hutang yang berbeban bunga memiliki keuntungan dan kelemahan
bagi perusahaan (Brigham:1999) dalam Dede Setyabudi (2007). Keuntungan
penggunaan hutang adalah biaya bunga mengurangi penghasilan kena pajak sehingga
biaya utang efektif menjadi lebih rendah, kreditor hanya mendapat biaya bunga yang
relatif bersifat tetap. Dengan demikian, kelebihan keuntungan merupakan klaim bagi
pemilik perusahaan; bondholder tidak memiliki suara sehingga pemilik bisa
mengendalikan perusahaan dengan dana kecil. Adapun kelemahan penggunaan hutang
terjadi karena semakin tingginya penggunaan hutang akan meningkatkan tingkat
kemungkinan kepailitan, sehingga apabila bisnis perusahaan tidak dalam keadaan yang
baik, pendapatan operasi menjadi rendah dan tidak cukup untuk menutupi biaya bunga
perusahaan akan terancam kebangkrutan. Implikasi tradeoff theory menurut Brigham et
al., (1999) adalah perusahaan dengan resiko bisnis yang lebih tinggi baik menggunakan
hutang dalam jumlah yang sedikit dan perusahaan yang terkena tingkat pajak lebih
tinggi memperoleh penghematan pajak lebih tinggi bila menggunakan hutang.
Trade off theory menjelaskan bahwa tingkat leverage perusahaan merupakan
hasil trade off perusahaan antara manfaat pajak atas penggunaan hutang dengan
meningkatnya biaya keagenan dan financial distress yang muncul akibat peningkatan
penggunaan hutang, teori ini memiliki dasar pemikiran untuk menghindari keputusan
ekstrim,(penggunaan hutang 100%, atau penggunaan modal sendiri 100 %). Hal ini
didasarkan pada asumsi bahwa dengan meminjam, perusahaan akan dapat melindungi
pendapatannya dari pajak sedangkan apabila meminjam terlalu banyak, maka akan
menyebabkan timbulnya biaya kebangkrutan.
Perusahaan tidak perlu untuk membayar sebagian pajak yang semestinya dibayar
karena perusahaan memiliki hutang. Hal ini disebabkan hutang memiliki sifat “tax
deductible” yang berarti hutang mampu mengurangi jumlah pajak yang harus dibayar.
Ini merupakan manfaat pajak yang diperoleh perusahaan. Lain halnya dengan Static
Trade Off yang menggunakan pertimbangan cost dan benefit dari penggunaan hutang,
teori Pecking Order melakukan keputusan pendanaan yang bersumber pada laba,
hutang, sampai pada saham. Hal tersebut mengacu pada pendapat (Myers : 1984) yang
menyatakan bahwa “Perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi justru tingkat
hutangnya rendah, dikarenakan perusahaan yang profitabilitasnya tinggi memiliki
struktur modal yang optimal. Secara spesifik perusahaan mempunyai urut-urutan
preferensi (hierarki) dalam penggunaan dana.
(Myers : 1984) dalam Elyana (2007) berpendapat bahwa keputusan pendanaan
berdasarkan pecking order theory akan mengikuti urutan pendanaan sebagai berikut:
1. perusahaan akan lebih menyukai pendanaan dari sumber internal.
2. perusahaan akan menyesuaikan target pembayaran dividen terhadap peluang
investasi.
3. kebijakan deviden bersifat sticky, fluktuasi profitabilitas dan peluang investasi
berdampak pada aliran kas internal bisa lebih besar atau lebih kecil dari
pengeluaran investasi.
4. bila dana eksternal dibutuhkan, perusahaan akan berusaha memilih sumber dana
dari hutang karena dipandang lebih aman dan penerbitan ekuitas baru sebagai
pilihan terakhir untuk memenuhi kebutuhan sumber dana.
Pecking order theory menjelaskan urut-urutan pendanaan. Pada manajer
keuangan tidak memperhitungkan tingkat hutang yang optimal. Kebutuhan dana
ditentukan oleh kebutuhan investasi. Pecking order theory ini dapat menjelaskan
mengapa perusahaan yang mempunyai tingkat keuntungan yang tinggi justru
mempunyai tingkat hutang yang kecil.
Pada kenyataan yang terjadi, terdapat perusahaan-perusahaan yang dalam
menggunakan dana untuk kebutuhan investasinya tidak sesuai seperti skenario urutan
(hierarki) yang disebutkan dalam pecking order theory. Penelitian yang dilakukan oleh
di negara berkembang lebih memilih untuk menerbitkan ekuitas daripada berhutang
dalam membiayai perusahaannya.” Hal ini berlawanan dengan pecking order theory
yang menyatakan bahwa perusahaan akan memilih untuk menerbitkan hutang terlebih
dahulu daripada menerbitkan saham pada saat membutuhkan pendanaan eksternal.
Pecking order theory mengacu pada teori perusahaan yang bertujuan
memaksimumkan kemakmuran pemilik perusahaan.. Pecking order theory
membedakan ekuitas yang diperoleh dari laba diahan dan penerbitan saham baru karena
prioritas sumber pendanaan menempatkan posisi yang paling atas sedangkan penerbitan
saham baru pada posisi yang paling bawah. Tradeoff theory tidak membedakan urutan
pemilihan sumber pendanaan. Oleh karena itu, ekuitas tidak dibedakan apakah diperoleh
dari laba ditahan atau dari penerbitan saham baru, melainkan merupakan kombinasi dari
keduanya.
Sejauh ini, penelitian mengenai struktur modal memiliki tujuan untuk
menentukan model atau teori struktur modal yang dapat menjelaskan perilaku keputusan
pendanaan perusahaan. Namun kenyataannya, sulit bagi perusahaan untuk menentukan
suatu struktur modal yang terbaik dalam suatu komposisi pembelanjaan yang tepat.
Lebih mudah apabila perusahaan mencoba menaksir dalam suatu “range berapa tingkat
leverage yang tepat bagi perusahaan” (Hartono, 1990:3) dalam Elyana (2007).
Sehubungan dengan uraian tersebut di atas, maka penulis tertarik melakukan
penelitian tentang “Analisis Pengaruh Faktor-faktor Penentu Kebijakan struktur modal
memfokuskan arah penelitian ini, maka variabel-variabel yang dijadikan objek
penelitian terdiri dari asset tangibility, size, growth, profitability,dan earning volatility.
Penelitian ini merupakan lanjutan dan pengembangan dari penelitian Ari
Christianti (2006) yang berjudul, ” penentuan perilaku kebijakan struktur modal pada
perusahaan manufaktur di Bursa Efek Jakarta: hipotesis Static Trade Off atau Pecking
Order Theory”
Adapun yang membedakan dan kelebihan penelitian ini dengan penelitian
sebelumnya adalah sebagai berikut :
1. Penelitian sebelumnya hanya menggunakan populasi perusahaan industri
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta dengan purposive sampling
yang menghasilkan 76 perusahaan, sedangkan kali ini penulis akan
menggunakan populasi yaitu seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia tentunya dengan menggunakan purposive sampling.
2. Perbedaan periode yang digunakan pada penelitian ini adalah mengambil sampel
dari tahun 2005-2008, sedangkan peneliti sebelumnya mengambil sampel dari
tahun 2000-2008
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang pemikiran yang dikemukakan sebelumnya, maka
dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Apakah faktor-faktor penentu kebijakan struktur modal seperti asset tangibility, size,
2. Apakah perusahaan yang listing di BEI menggunakan pecking order theory atau
static trade off theory dalam menentukan perilaku kebijakan struktur modalnya.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas maka tujuan dan manfaat dari penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan sebagai berikut:
a. Untuk menganalisis pengaruh faktor-faktor penentu kebijakan struktur modal seperti
asset tangibility, size, growth, profitability dan earning volatility terhadap tingkat
leverage?
b. Untuk menganalisis perilaku kebijakan struktur modal di BEJ berdasar pada teori
struktur modal dalam manajemen keuangan yaitu Static Trade-off Theory atau
Pecking Order Theory ?
2. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:
a. Bagi investor dan masyarakat, dengan adanya penelitian ini diharapkan investor
serta masyarakat dapat memberikan masukan dalam membuat kebijakan yang
berhubungan dengan pembentukan struktur modal untuk menghasilkan struktur
b. Dunia penelitian dan Akademis, dapat menambah literatur mengenai faktor-faktor
yang mempengaruhi tingkat leverage perusahaan pada perusahaan-perusahaan yang
go public di Indonesia. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memacu penelitian
yang lebih baik mengenai pengaruh faktor-faktor penentu kebijakan struktur modal
terhadap tingkat leverage perusahaan pada masa yang akan datang
c. Bagi peneliti, diharapkan dapat memberikan kontribusi konseptual bagi
pengembangan literatur dan menambah referensi tentang kebijakan struktur modal
perusahaan dan faktor yang mempengaruhi, sehingga dapat dijadikan rujukan dalam
pengembangan penelitian yang sejenis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Weston dan Copeland (1996) dalam Irham Fahmi dan Yovie Lavianti Hadi
(2010) mengatakan bahwa “ Capital structure or capitalization of the firm is permanent
financing represented by long term debt, prefered stock, and shareholders equity. The
book value of shareholders equity includes common stock, paid capital or capital
surplus and the accumulated amount of retained earnings". Dari pendapat Weston dan
Copeland di atas mengenai struktur modal, mereka menitikberatkan pada struktur modal
dengan pendanaan yang menggunakan hutang jangka panjang, saham preferen dan laba
ditahan. Berdasarkan penitikberatan tersebut, terlihat bahwa Weston dan Copeland
cenderung berkiblat pada Static Trade Off yang lebih mendahulukan hutang dalam
pemilihan pendanaannya, sedangkan menurut Myers dalam buku “Fundamental of
Corporate Finance” mengartikan Capital structure is the combined long-term debt
financing and equity. Pengertian struktur modal tersebut hampir seerupa dengan apa
yang dikemukakan oleh Keown dalam bukunya yang berjudul “Financial Management:
Principles and application” yang menyebutkan bahwa Capital structure is a guideline
or a combination of long-term funding sources used by the company. Adapun bapak
prof. Ahmad Rodoni dalam bukunya yang berjudul manajemen keuangan menyatakan
struktur modal adalah proporsi dalam menentukan pemenuhan kebutuhan belanja
perusahaan dimana dana yang diperoleh menggunakan kombinasi atau panduan sumber
yang berasal dari dana jangka panjang yang terdiri dari dua sumber utama, yakni yang
berasal dari dalam dan luar perusahaan pengertian tersebut lebih sesuai dengan
pengertian struktur modal secara umum yang lebih relevan diartikan sebagai bauran dari
proporsi struktur modal yang dilakukan oleh perusahaan yang akan mempengaruhi nilai
perusahaan tersebut. Struktur modal tersebut terkait erat dengan pemilihan sumber
dana, baik yang berasal dari dalam perusahaan (internal) maupun dari luar perusahaan
(external).
Adapun dalam melakukan pengambilan keputasan pendanaan, para manajer
keuangan perlu mempertimbangkan manfaat dan biaya dari sumber dana yang
dipilihnya. Hal ini disebabkan karena karakteristik financial dari sumber dana yang
berbeda-beda akan memunculkan konsekuensi yang berbeda pula. Perusahaan dapat
memperoleh sumber dana yang berasal dari dalam seperti retained earning dan
depresiasi sedangkan sumber dana eksternal dapat dibedakan dalam dua kategori, yaitu
pembelanjaan dengan hutang (debt financing) dan pembelanjaan sendiri (penyertaan
modal). Pembelanjaan dengan hutang diartikan sebagai suatu pemenuhan kebutuhan
dana dalam bentuk hutang yang berasal dari kreditor sedangkan sumber dana
pembelanjaan sendiri berasal dari pemilik atau peserta yang ikut mengambil bagian
dalam perusahaan. Hasil penelitian empiris telah menemukan berbagai faktor yang
akan mempengaruhi masalah struktur modal.
2. Trade off theory
Teori trade off merupakan hasil pengembangan dari teori struktur modal modern
pertama yang diperkenalkan oleh Modigliani dan Miller pada tahun 1958. Teori ini
mengasumsikan bahwa struktur modal perusahaan adalah hasil trade off dari biaya
keagenan dan biaya kesulitan keuangan dimana sebagai imbangan dari manfaat
menggunakan pinjaman sama sekali dan perusahaan yang menggunakan pembiayaan
investasinya dengan pinjaman seluruhnya adalah buruk. Keputusan terbaik adalah
keputusan yang moderat dengan mempertimbangkan kedua instrument pembiayaan.
Trade off theory merupakan model yang didasarkan pada trade-off antara keuntungan
dengan kerugian penggunaan hutang. Trade-off tersebut dipengaruhi oleh beberapa
variabel. Umumnya oleh keuntungan pajak dari penggunaan hutang, risiko biaya
kesulitan keuangan dan penggunaan biaya agensi. Berdasarkan realita yang berasal dari
hutang dalam jumlah besar, penggunaan modal sendiri mempunyai manfaat dan
kerugian bagi perusahaan. Menurut (Brigham :2001) dalam Hasa (2008), hutang
mempunyai keuntungan pada:
a. Biaya bunga yang mempengaruhi penghasilan kena pajak, sehingga hutang
menjadi lebih rendah.
b. Kreditur hanya mendapatkan biaya bunga yang bersifat relatif tetap, kelebihan
keuntungan akan menjadi klaimbagi pemilik perusahaan.
Dalam static trade off theory, terdapat dua implikasi penting yaitu perusahaan
dengan risiko bisnis tinggi lebih baik menggunakan sedikit hutang. Hal ini akan
memperbesar biaya bunga serta menurunkan laba, sehingga perusahaan mengalami
biaya kesulitan keuangan.
Menurut Erwin Prasetya dalam bukunya yang berjudul “hutang menjadi
untung”, dia mengungkapkan bahwa “hutang akan baik2 saja apabila pengunaaanya
baik, konseptual, dan berkomitmen" agar tidak terjebak kedalam keputusan berhutang
berhutang, untuk apa hutang tersebut digunakan, 2. berapa besar hutang yang ingin dan
mampu anda ambil, 3. bagaimana hutang itu bisa dilunasi dalam keadaan darurat.
Static trade off theory mengemukakan bahwa hutang mempunyai dua sisi. Sisi
positif dari hutang adalah bahwa pembayaran bunga akan mengurangi pembayaran kena
pajak. Penghematan pajak ini akan meningkatkan nilai pasar perusahaaan. Hutang
menguntungkan perusahaan karena adanya perbedaan perlakuan pajak terhadap bunga
dan dividen serta pembayaran bunga diperhitungkan sebagai biaya dan mengurangi
penghasilan kena pajak, sehingga jumlah pajak yang dibayar perusahaan berkurang.
Sebaliknya, pembagian dividen kepada pemegang saham tidak mengurangi pembayaran
pembayaran pajak perusahaan. Jadi, dari sisi pajak akan lebih menguntungkan jika
perusahaan membiayai investasi dengan hutang karena adanya penghematan pajak.
Menurut teori ini, semakin besar laba (EBIT) yang dihasilkan oleh perusahaan, semakin
besar pula tingkat hutangnya agar pajak yang dibayar berkurang. Namun demikian,
besarnya hutang ini dibatasi oleh besarnya biaya-biaya kepailitan dan biaya tekanan
keuangan yang timbul menjelang perusahaan bangkrut (cost of financial distress).
3. Pecking Order Theory
Pecking order theory ini merupakan pengembangan dari signaling theory. Teori
tersebut adalah teori struktur pendanaan yang menawarkan alternatif lain dalam
pengambilan keputusan pendanaan. Pemilihan pendanaan berdasarkan risiko merupakan
konsep pecking order theory yang diperkenalkan oleh Myers (1984) dan Myers dan
pecking order theory merupakan suatu sinyal yang buruk mengenai prospek perusahaan
dimasa yang akan datang. Pecking order theory mengacu pada teori perusahaan yang
bertujuan memaksimumkan kemakmuran pemilik perusahaan. Konsep ini berbeda
dengan agency theory walaupun memiliki asumsi yang sama dalam hal asimetri
informasi.
Pecking order theory membedakan ekuitas yang diperoleh dari laba diahan dan
penerbitan saham baru karena prioritas sumber pendanaan menempatkan posisi yang
paling atas sedangkan penerbitan saham baru pada posisi yang paling bawah. Tradeoff
theory tidak membedakan urutan pemilihan sumber pendanaan. Oleh karena itu, ekuitas
tidak dibedakan apakah diperoleh dari laba ditahan atau dari penerbitan saham baru
melainkan merupakan kombinasi dari keduanya.
Adapun tiga sumber pendanaan perusahaan, yaitu retained earning, hutang, dan
ekuitas. Retained earning tidak memiliki permasalahan atau resiko sama sekali. Ekuitas
mempunyai tingkat risiko yang sangat besar, sedangkan hutang mempunyai risiko yang
relatif kecil. Keduanya mempunyai risiko, tetapi dari sudut pandang investor, ekuitas
mempunyai risiko yang lebih besar dari hutang. Hal ini mengakibatkan investor akan
mengharapkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi dari penggunaan ekuitas
dibandingkan dengan penggunaan hutang. Dari sudut pandang perusahaan, retained
earning merupakan sumber pendanaan yang lebih baik dibandingkan hutang, dan
hutang merupakan sumber pendanaan yang lebih baik dibandingkan ekuitas. Sejalan
menggunakan retained earning. Jika jumlah retained earning tidak mencukupi maka
pendanaan dengan hutang atau ekuitas yang akan digunakan.
(Myers:1984) dalam Muhamad Edi Wijaya (2001) berpendapat bahwa
keputusan pendanaan berdasarkan pecking order theory akan mengikuti urutan
pendanaan sebagai berikut:
1. Perusahaan akan lebih menyukai pendanaan dari sumber internal.
2. Perusahaan akan menyesuaikan target pembayaran dividen terhadap peluang
investasi.
3. Kebijakan deviden bersifat sticky, fluktuasi profitabilitas dan peluang investasi
berdampak pada aliran kas internal bisa lebih besar atau lebih kecil dari
pengeluaran investasi.
4. Bila dana eksternal dibutuhkan, perusahaan akan berusaha memilih sumber dana
dari hutang karena dipandang lebih aman dan penerbitan ekuitas baru sebagai
pilihan terakhir untuk memenuhi kebutuhan sumber dana.
4. Leverage
Leverage menunjuk pada hutang yang dimiliki perusahaan. Dalam arti harafiah,
leverage berarti pengungkit/tuas. Sumber dana perusahaan dapat dibedakan menjadi dua
yaitu sumber dana intern dan sumber dana ekstern. Sumber dana intern berasal dari laba
yang ditahan, pemilik perusahaan yang tercermin pada lembar saham atau prosentasi
kepemilikan yang tertuang dalam neraca. Sementara sumber dana ekstern merupakan
sumber dana perusahaan yang berasal dari luar perusahaan, misalnya hutang. Kedua
Houston dalam bukunya Fundamentals Of Financial Management, Brigham menulis
bahwa “Financial leverage is the extent to which fixed-income securities (debt and
preferred stock) are used in a firm’s capital structure”.
Selain itu, leverage juga dapat diartikan sebagai penggunaan aktiva atau dana
dimana untuk penggunaan tersebut, perusahaan harus menutup biaya tetap atau
membayar beban tetap. Jika pada “operating leverage” penggunaan aktiva dengan
biaya tetap adalah dengan harapan bahwa revenue yang dihasilkan oleh penggunaan
aktiva itu akan cukup untuk menutup biaya tetap dan biaya variabel, maka pada
“financial leverage” penggunaan dana dengan beban tetap itu adalah dengan harapan
untuk memperbesar pendapatan per lebar saham biasa. (EPS = Earning Per Share).
Perusahaan menggunakan dana dengan beban tetap sehingga menimbulkan
masalah financial leverage. Seperti halnya masalah operating leverage baru timbul
setelah perusahaan dalam operasinya mempunyai biaya tetap. Perusahaan yang
menggunakan dana dengan beban tetap dikatakan menghasilkan leverage yang
menguntungkan atau efek yang positif bila pendapatan yang diterima dari penggunaan
dana tersebut lebih besar daripada beban tetap dari penggunaan dana itu. Apabila
perusahaan dalam menggunakan dana dengan beban tetap itu menghasilkan efek yang
menguntungkan dana bagi pemegang saham biasa (pemilik modal sendiri) yaitu dalam
bentuknya memperbesar EPS-nya, maka dikatakan perusahaan itu menjalankan
“trading on the equity”.
Penggunaan dana yang disertai dengan beban tetap dimana dalam penggunannya
merupakan pengertian dari trading on the equity. Perusahaan tidak dapat memperoleh
pendapatan dari penggunaan dana tersebut sebanyak beban tetap yang yang harus
dibayar jika Financial leverage itu merugikan. Salah satu tujuan dalam pemilihan
berbagai alternatif metode pembelanjaan adalah untuk memperbesar pendapatan bagi
pemilik modal sendiri atau pemegang saham biasa.
Kebutuhan dana suatu perusahaan dapat sepenuhnya dipenuhi dengan saham
biasa, atau sebagian dengan saham biasa dan sebagian lain dengan saham preferen atau
obligasi, dimana dua sumber dana yang terakhir adalah disertai dengan beban tetap
(dividen saham preferen dan bunga).
Perlu diketahui tingkat EBIT (Earning Before Interest & Tax) untuk menentukan
“income effect” dari berbagai pembayaran (mix) atau berbagai alternatif metode
pembelanjaan terhadap pendapatan pemegang saham biasa (pemilik modal sendiri)
yang dapat menghasilkan EPS (Earning Per Share) yang sama besarnya antara berbagai
pertimbangan atau alternatif dalam pemenuhan dana tersebut.
Tingkat EBIT yang dapat menghasilkan EPS yang sama besarnya pada berbagai
perimbangan pembelanjaan dinamakan “Break-event point” (dalam financial leverage).
5. Faktor-faktor penentu kebijakan struktur modal
Keputusan struktur modal tercermin dari perubahan keputusan pendanaan , maka
penelitian ini menggunakan perubahan leverage untuk mengukur keputusan pendanaan
perusahaan. Penelitian ini menggunakan atribut untuk menentukan struktur modal pada
penjelasan mengenai masing-masing atribut yang digunakan dalam penelitian ini, antara
lain:
a. Tangibility
Salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan sumber dana eksternal
adalah adanya aset yang berwujud dalam jumlah yang memadai untuk digunakan
sebagai jaminan. Struktur aktiva dapat mempengaruhi sumber-sumber pembiayaan yang
pada gilirannya akan berpengaruh terhadap penentuan struktur modal perusahaan.
Struktur aktiva yang diukur oleh proporsi aktiva tetap terhadap total aktiva, memiliki
hubungan yang positif terhadap struktur modal. Artinya apabila struktur aktiva
mengalami peningkatan maka semakin tinggi pula jumlah utang dan semakin tinggi
pula struktur modal perusahaan (Titman dan Wessels:1988) dalam R. Agus
Sartono(2001).
Banyaknya penggunaan utang hipotik jangka panjang, ketika perusahaan
mempunyai aktiva tetap jangka panjang yang tinggi, terutama jika permintaan akan
produk mereka cukup meyakinkan (misalnya perusahaan umum). Perusahaan yang
sebagian aktivanya berupa piutang dan persediaan barang yang nilainya sangat
tergantung pada kelanggengan tingkat profitabilitas masing-masing perusahaan, tidak
begitu tergantung pada pembiayaan utang jangka panjang dan lebih tergantung pada
pembiayaan jangka pendek. Perusahaan yang memiliki aktiva tetap dalam jumlah yang
besar dapat menggunakan utang dalam jumlah yang lebih besar pula. Hal ini disebabkan
jaminan atau collateral utang perusahaan. Dengan demikian antara struktur aktiva
dengan struktur modal memiliki hubungan yang positif.
Semakin banyak assets tangibility suatu perusahaan berarti semakin banyak
collateral assets untuk bisa mendapatkan sumber dana eksternal berupa hutang. Hal ini
dikarenakan pihak kreditur akan meminta collateral assets untuk memback-up hutang.
Berdasarkan pada teori STO, assets tangibility berpengaruh positif terhadap leverage.
(Harris and Raviv: 1991) dalam Ari Christianti (2006) menyatakan bahwa perusahaan
dengan level fixed assets yang rendah mempunyai lebih banyak masalah asymetric
information dibandingkan perusahaan dengan level fixed assets yang tinggi. Ini terjadi
karena perusahaan dengan level fixed assets yang tinggi umumnya adalah perusahaan
yang besar, yang dapat menerbitkan saham dengan harga yang fair sehingga tidak
menggunakan hutang untuk mendanai investasi. Dengan demikian berdasar pada teori
POT tangibility assets berpengaruh negatif terhadap leverage.
b. Firm Size
Firm size mempunyai pengertian bahwa besarnya ukuran perusahaan yang dapat
dilihat dari kemampuan perusahaan dalam menghasilkan pendapatan perusahaan yang
berasal dari nilai penjualan. Adapun ukuran perusahaan juga merupakan variabel yang
menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan yang ditunjukkan dari besar kecilnya
aktiva, jumlah penjualan, rata-rata tingkat penjualan, dan rata-rata total aktiva. Maka
dari itu, dapat dikatakan bahwa firm size merupakan ukuran besar kecilnya perusahaan
yang dapat dilihat dari kemampuan perusahaan dalam menghasilkan pendapatan
dapat diukur dengan tiga cara, yaitu logaritma natural dari penjualan, logaritma natural
dari total asset, dan logaritma natural total asset dikurangi nilai buku ekuitas ditambah
nilai pasar ekuitas.
(Chen dan Jiang : 2001) dalam Putra Krisnanda (2009), menyatakan bahwa
perusahaan besar cenderung melakukan diversifikasi usaha lebih banyak daripada
perusahaan kecil. Oleh karena itu, kemungkinan kegagalan dalam menjalankan usaha
atau kebangkrutan akan lebih kecil. Ukuran perusahaan sering dijadikan indikator bagi
kemungkinan terjadinya kebangkrutan bagi perusahaan, dimana perusahaan dengan
ukuran lebih besar dipandang lebih mampu menghadapi krisis dalam menjalankan
usahanya. Hal ini akan mempermudah perusahaan dengan ukuran lebih besar untuk
memperoleh pinjaman atau dana eksternal. Hal ini menunjukkan adanya hubungan
positif antara ukuran perusahaan dengan leverage. Kemudahan memperoleh pinjaman
dari pihak ketiga disebabkan karena kemampuannya mengakses pihak lain atau jaminan
yang dimiliki berupa asset bernilai lebih besar dibanding perusahaan kecil. Ukuran
perusahaan berpengaruh terhadap struktur modal didasarkan pada kenyataan bahwa
semakin besar suatu perusahaan, kecenderungan untuk menggunakan hutang menjadi
semakin besar.
Pertumbuhan perusahaan berbanding lurus dengan ukuran perusahaan, sehingga
semakin cepat pertumbuhan perusahaan maka semakin besar pula ukuran perusahaan,
sehingga ukuran perusahaan berpengaruh terhadap struktur modal karena perusahaan
yang lebih besar akan mudah memperoleh pinjaman dibandingkan perusahaan kecil.
oleh total aktiva, total penjualan, rata-rata tingkat penjualan, dan rata-rata total aktiva
(Feri dan Jones : 1998) dalam Kusuma (2006). Ukuran perusahaan juga menjadi faktor
yang perlu diperhatikan dalam menentukan struktur modal. Perusahaan besar dapat
mengakses pasar modal dan dengan kemudahan tersebut maka dapat disimpulkan
bahwa perusahaan memiliki fleksibilitas dan kemampuan untuk mendapatkan dana atau
permodalan.
c. Growth
Pertumbuhan perusahaan sering diartikan sebagai peningkatan yang terjadi di
perusahaan. Pada tingkat pertumbuhan ini dicerminkan oleh kenaikan atau peningkatan
dalam penjualan perusahaan. Kartadinata (1985) dalam Muhamad Edi Wijaya (2001)
mengemukakan bahwa tingkat pertumbuhan adalah peningkatan atau penambahan suatu
variabel dalam suatu tahun yang dinyatakan sebagai persentase nilai tahun sebelumnya.
Menurut Rusdi lubis (1996 : 30) dalam Susilawati (2005 : 17), perusahaan
dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi dan cepat memerlukan tambahan dana yang
besar untuk mengantisipasi peningkatan disemua bidang kegiatan, misalnya
peningkatan penjualan, kapasitas produksi, skala usaha, dan sebagainya. Keperluan
dana yang besar dari sumber internal (laba ditahan) tidak akan cukup memenuhinya.
Oleh karena itu, biasanya didanai dengan sumber dana eksternal berupa utang atau
pinjaman.
Perusahaan dengan tingkat pertumbuhan tinggi cenderung lebih banyak
yang diungkapkan oleh Weston dan brigham (1990) dalam Putu Anom yang
berpendapat bahwa perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang cepat lebih banyak
mengandalkan pada sumber eksternal.
d. Profitability
Dalam mengelola kekayaan perusahaan yang ditunjukkan oleh laba yang
dihasilkan,profitabitas menjadi suatu indikator kinerja yang dilakukan oleh manajemen.
Secara garis besar, laba yang dihasilkan perusahaan berasal dari penjualan dan investasi
yang dilakukan oleh perusahaan. Sujoko (2007 : 44) mendefinisikan profitabilitas
adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan profit atau laba selama satu tahun
yang dinyatakan dalam rasio laba operasi dengan penjualan dari data laporon laba rugi
akhir tahun. Adapun untuk mengetahui profitabilitas yaitu dengan memperbandingkan
antara laba yang diperoleh dalam suatu periode dengan jumlah aktiva atau jumlah modal
pada perusahaan tersebut.
e. Earning Volatility
Putu Anom Mahadwarta (2002) menyatakan earning volatility merupakan
tingkat volatilitas (perubahan yang cepat) dari earning, maka dari itu earning volatility
sering di kaitkan dengan kondisi ketidakstabilan, atau sering pula diartikan sebagai
tingkat resiko bisnis dan kebangkrutan perusahaan yang timbul dari ketidakpastian atas
proyeksi pendapatan dimasa yang akan datang jika perusahaan tidak didanai dengan
hutang. Menurut (Junaidi:2006) dalam Putu Anom Mahadwarta (2002) hubungan antara
resiko dan hutang adalah berlawanan arah, yang berarti bahwa perusahaan dengan
Menurut Saidi (2004) resiko bisnis merupakan ketidakpastian yang dihadapi
perusahaan dalam menjalanken kegiatan bisnisnya. Resiko bisnis timbul dari adanya
kemampuan perusahaan dalam menutup biaya operasionalnya.
Dalam buku Gitman “Principle Of Managerial Finance” dibahas dua faktor
yang mempengaruhi resiko bisnis yaitu stabilitas pendapatan dan stabilitas biaya.
stabilitas pendapatan merupakan variabilitas atau perubahan relatif atas pendapatan
penjualan perusahaan, dan pendapatan penjualan yang sangat menentukan resiko bisnis
timbul dari volume permintaan serta tangkat harga, artinya volume permintaan yang
stabil dan tingkat harga yang stabil akan memberikan efek pendapatan penjualan yang
stabil, sehingga berpengaruh pada tingkat resiko bisnis yang akan stabil pula.
6. Hubungan antara faktor-faktor penentu kebijakan struktur modal dengan
Leverage
a. Tangibility Asset dan Leverage
Tangibility asset diprediksi berpengaruh terhadap tingkat leverage perusahaan.
Prediksi diperkuat dengan semakin banyak assets tangibility suatu perusahaan berarti
semakin banyak collateral assets untuk bisa mendapatkan sumber dana eksternal berupa
hutang. Ini terjadi karena pihak kreditur akan meminta collateral assets untuk
memback-up hutang. Assets tangibility berpengaruh positif terhadap leverage, hal
tersebut sesuai berdasarkan pada teori STO. Harris and Raviv: 1991) dalam Ari
Christianti (2006) menyatakan perusahaan dengan level fixed assets yang rendah
dengan level fixed assets yang tinggi. Umumnya, perusahaan dengan level fixed assets
yang tinggi adalah perusahaan yang besar, yang dapat menerbitkan saham dengan harga
yang fair jadi tidak perlu menggunakan hutang untuk mendanai investasi. Oleh sebab
itu, berdasarkan pada teori POT, maka tangibility assets berpengaruh negatif terhadap
leverage.
b. Size dan tingkat Leverage perusahaan
Size diprediksi berpengaruh terhadap tingkat leverage perusahaan. Berdasarkan
pada STO, size berpengaruh positif terhadap leverage karena perusahaan dengan ukuran
yang lebih besar dan kompleks tidak mempunyai kendala untuk mendapatkan dana
eksternal (hutang). Hal ini disebabkan perusahaan dengan ukuran besar mempunyai
risiko kebangkrutan yang kecil dibandingkan dengan perusahaan level yang lebih kecil.
Berdasarkan teori POT, Frank & Goyal (2003) dalam hubungannya dengan ukuran
perusahaan, size mempunyai pengaruh negatif terhadap ukuran perusahaan. Perusahaan
dengan level yang lebih kecil mempunyai asymetric information yang tinggi dan sedikit
untuk mendapatkan sumber dana eksternal (hutang).
c. Growth dan tingkat leverage perusahaan
Growth diprediksi berpengaruh terhadap tingkat leverage perusahaan, Hipotesis
POT mempunyai dua sinyal yaitu, perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi
akan cenderung untuk menjaga dan mempertahankan rasio hutang pada level yang
rendah (sinyal negatif) atau perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi akan
melakukan ekspansi dengan cara menggunakan dana eksternal berupa hutang (sinyal
tersebut sebagai kompleksitas dari POT. Akan tetapi, penelitian ini menganggap bahwa
atribut pertumbuhan (growth) terhadap leverage berpengaruh secara negatif terhadap
leverage perusahaan (sinyal negatif). Hipotesis STO mengestimasi terdapat pengaruh
negatif antara pertumbuhan (growth) dan leverage.
d. Profitability dan tingkat leverage
Profitability diprediksi mempengaruhi tingkat leverage perusahaan, Myers &
Majluf (1984) dalam Ari Christianty (2006) menyatakan bahwa terdapat hubungan
negatif antara profitability dengan leverage sedangkan Jensen (1986) menyatakan
terdapat hubungan positif antara leverage dengan profitability jika pasar dalam
mengontrol perusahaan efektif. Sebaliknya, jika pasar dalam mengontrol perusahaan
tidak efektif, terdapat hubungan negatif antara profitability dengan leverage perusahaan.
Berdasar pada STO, tingkat profitabilitas berpengaruh negatif terhadap leverage yang
berarti, perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang rendah mempunyai tingkat
leverage yang tinggi. Sebaliknya, penelitian ini mengganggap bahwa terdapat pengaruh
negatif antara profitability dengan leverage untuk POT.
e. Earning Volatility dan tingkat leverage
Earning volatility diprediksi memiliki pengaruh terhadap tingkat leverage.
Earning volatility perusahaan yang tinggi dianggap oleh pasar sebagai hasil kinerja
manajemen yang buruk, oleh karenanya perusahaan yang seperti ini sulit untuk
mendapatkan dana eksternal. Berdasar pada hipotesis STO dan POT, Chen & Jiang
(2001) dalam Ari christianti (2006) menyatakan terdapat pengaruh yang negatif antara
dari Chen, et al (1998) dalam hubungannya dengan Agency theory, hubungan yang
terjadi antara earning volatility dan tingkat leverage perusahaan adalah positif. Hal ini
dikarenakan masalah investasi menurun ketika volatilitas return perusahaan meningkat.
B. Penelitian Sebelumnya
Hubungan antara faktor-faktor penentu kebijakan struktur modal dengan tingkat
leverage perusahaan telah banyak di teliti oleh peneliti sebelumnya.
No Tahun Peneliti Judul Hasil Penelitian 1 2006
3 2007 di Bursa Efek Jakarta
Ia menemukan bahwa struktur modal a target adjustment trade off theory atau pecking order theory pada perusahaan yang listing di Bursa Efek Jakarta
Produk Tekstil Lainnya modal perusahaan dan
Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Struktur Modal Pada Perusahaan
Manufaktur Go Public Di Bursa Efek Jakarta (BEJ) Tahun 2003-2005. Order theory atau Static trade off theory
leverage dan profitability
berpengaruh negatif signifikan terhadap
leverage. Maka
dibuktikan bahwa asset tangibility, growth,
internal
C. Kerangka Pemikiran
Penelitian ini akan menguji apakah variabel faktor-faktor penentu kebijakan
struktur modal seperti asset tangibility, size, growth, profitability dan earning volatility
berpengaruh terhadap tingkat leverage perusahaan dan apakah teori pecking order atau
teori trade off yang mampu menjelaskan secara lebih baik perilaku leverage perusahaan
yang listing di BEI.
Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian yang disesuaikan dengan
teori, konsep jalur, dan hasil penelitian terdahulu maka skematis dapat dibuat kerangka
pemikiran yang dapat dilihat pada path diagram berikut:
Dari gambar di atas juga dapat menunjukkan keterangan-keterangan sebagai
berikut, yaitu:
• (gamma) yaitu koefisien jalur yang menjelaskan pengaruh dari variabel
indipenden ke variabel dipenden. Seperti dari X1 ke Y1, X1 ke Y2, X2 ke Y1, X2
keY2 dan seterusnya.
• (beta) yaitu koefisien jalur yang menjelaskan pengaruh dari variabel dipenden
yang satu ke variabel dipenden lainnya. Namun dalam penelitian ini tidak
terdapat pengaruh diantara kedua variabel dipenden tersebut.
• ε (residual variable) yang berkaitan dengan variabel dipenden.
Paradigma penelitian yang dinyatakan dalam bentuk persamaan struktural adalah
sebagai berikut:
Y1 = 1 X1 + 3 X2 + 5 X3 + 7 X4 + 9 X5 + 11 X6 + 13 X7 + 15 X8 + 17 X9 + 19 X10 +
21 X11 + 23 X12 +ε …... Persamaan 1
Y2 = 2 X1 + 4 X2 + 6 X3 + 8 X4 + 10 X5 + 12 X6 + 14 X7 + 16 X8 + 18 X9 + 20 X10 +
Pada persamaan struktural pertama, X1, X2, X3,…X12 merupakan variabel
independen, Y1 sebagai variabel dipenden, ε merupakan residual variable yang
berkaitan dengan variabel dipenden dan, 1, 3, 5, 7, 9, 11, 13, 15, 17, 19, 21, 23 adalah
koefisien jalur yang menjelaskan pengaruh dari variabel independen X1, X2, X3,…X12,
ke variabel dipenden Y1.
Pada persamaan struktural kedua, X1, X2, X3,…X12 merupakan variabel
independen, Y2 sebagai variabel dipenden, ε merupakan residual variable yang
berkaitan dengan variabel dipenden, 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16, 18, 20, 22, 24
adalah koefisien jalur yang menjelaskan pengaruh dari variabel independen X1, X2,
X3,…X12 ke variabel dipenden Y2, dan 1 yaitu koefisien jalur yang menjelaskan
pengaruh dari variabel dipenden Y1 ke variabel dipenden Y2.
Penelitian ini diawali dengan mengamati perusahaan-perusahaan yang terdaftar
berturut-turut di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2004, 2005, 2006, dan 2007.
Selanjutnya dari perusahaan-perusahaan tersebut, peneliti mengambil data laporan
keuangan yang diperlukan dalam penelitian ini. Selanjutnya data tersebut diolah untuk
mendapatkan variabel-variabel yang diperlukan.
D. Hipotesis
Berdasarkan landasan teori, penelitian terdahulu, dan kerangka pemikiran diatas
maka dapat di susum hipotesis sebagai berikut:
H1 : Perusahaan yang listing Di BEI menggunakan teori POT dalam menentukan
H2 : Perusahaan yang listing Di BEI menggunakan teori STO dalam menentukan
kebijakan struktur modal.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk dapat mengetahui apakah perubahan leverage
sebagai variabel indipenden disebabkan oleh perubahan berbagai faktor penentu
perilaku struktur modal perusahaan seperti (tangibility asset, growth, profitability dan
earning volatility) dengan metode Structural Equation Modeling (SEM). Penelitian ini
menggunakan data laporan keuangan perusahaan go public yang listing di BEI tahun
2004 sampai 2007. Penghitungan dan pengolahan data dalam penelitian ini
menggunakan alat bantu software statistik yaitu LISREL (Linear Structural
B. Metode Penentuan Sampel
Populasi dalam penelitian ini, yaitu seluruh perusahaan go public yang terdaftar
di BEI dengan periode observasi tahun 2005 hingga 2008. Sampel dalam penelitian ini
dipilih dengan metode purposive sampling dengan menggunakan kriteria sebagai
berikut:
1. Perusahaan go public yang terdaftar secara berturut-turut di BEI pada periode tahun
2005 sampai 2008 dan tidak pernah mengalami delisting.
2. Perusahaan memiliki hutang jangka panjang selama periode penelitian.
3. Bukan perusahaan perbankan dan lembaga keuangan lainnya. Alasan ini mengacu
pada pernyataan Jensen dan Meckling (1976) dalam Untung W. dan Hartini (2006)
bahwa industri dengan regulasi yang tinggi seperti public utilities dan bank akan
mempunyai debt equity ratio yang tinggi yang seekuivalen dengan tingginya risiko
yang melekat pada industri yang bersangkutan daripada non-regulated firms.
4. Laporan keuangan perusahaan tidak menunjukkan adanya saldo total ekuitas yang
negatif dan atau mengalami kerugian selama periode tahun penelitian (2005, 2006,
2007 dan 2008). Hal ini dikarenakan saldo ekuitas dan laba yang negatif sebagai
penyebut menjadi tidak bermakna. (Imam Subekti, 2000 dalam Untung W. dan
Hartini, 2006).
Selanjutnya dari keseluruhan periode penelitian yakni tahun 2005, 2006, 2007,
dan 2008 ditentukan berturut-turut sebagai tahun ke 1, 2, 3, dan, 4 seperti yang terlihat
pada gambar dibawah ini:
Periode data yang estimasi
2005 2006 2007 2008
Realize information periode estimasi expected information
Berdasarkan pada gambar di atas, penelitian ini menggunakan data perubahan
(delta) selama 2 tahun untuk masing-masing variabel yang diestimasi. Pengukuran
leverage dalam penelitian ini menggunakan data perubahan leverage (LT dan ST) dari
tahun 2006-2007 sebagai periode yang diestimasi. Hal yang sama juga berlaku untuk
perhitungan atribut tangibility dan flexibility. Atribut size dan profitability menggunakan
data perubahan untuk tahun 2005-2006 sebagai realize information. Selanjutnya, atribut
growth diukur dengan menghitung perubahan growth untuk tahun 2007-2008 sebagai
expected information. Atribut earning volatility diukur dengan menggunakan data untuk
semua tahun yakni tahun ke-1, 2, 3, dan, 4 dengan tujuan agar didapat estimasi yang
lebih baik.
C. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder bersifat
kuantitatif, berupa rasio-rasio laporan keuangan dari laporan keuangan yang terbit setiap
akhir periode laporan keuangan. Seluruh data diperoleh dari Pusat Referensi Pasar
Modal (PRPM) di Bursa Efek Indonesia (BEI) dapat dilihat dengan menggunakan
serta Fact Book Acrually dari seluruh perusahaan yang go public selama periode tahun
penelitian.
Selain itu, sebagai acuan teori yang berhubungan dengan variabel yang akan
diteliti, sumber data juga diperoleh dari penelusuran pustaka (Library Research) dengan
membaca dan mempelajari serta menganalisis literatur yang bersumber dari buku,
artikel dan jurnal-jurnal penelitian-penelitian sebelumnya yang relevan dengan
penelitian ini.
D. Metode Analisis
Metode analisis yang digunakan untuk menguji pengaruh perubahan berbagai
faktor penentu perilaku struktur modal perusahaan terhadap leverage adalah model
persamaan struktural dengan program LISREL 8.54. Penelitian ini menggunakan lebih
dari satu indikator untuk mewakili satu variabel dan memiliki hubungan yang kompleks
antara variabel-variabelnya sehingga peneliti menggunakan model persamaan struktural.
Tahapan peneliti dalam menganalisis pengaruh faktor-faktor penentu kebijakan
struktur modal terhadap kebijakan leverage adalah sebagai berikut:
1. Identifikasi Variabel
Penelitian ini menggunakan tiga variabel diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Variabel Eksogen
Variabel eksogen (exogenous variable) adalah variabel yang secara bebas
berpengaruh terhadap variabel endogen dalam suatu model. Adapun variabel yang
(dLnSAL,dLnMV), growth (dTA,dSAL,dLnMBR), profitability (dEBIT/S,dROE)
dan earning volatility (LnSdNI,LnSdEBIT).
b. Variabel Endogen
Variabel endogen (endogenous variable) yaitu variabel yang dipengaruhi oleh
variabel eksogen dan merupakan variabel antara artinya variabel endogen juga dapat
mempengaruhi variabel endogen lain dalam suatu model. Adapun variabel endogen
dalam penelitian ini adalah leverage(DLT-CAB, DSTCAB).
2. Model persamaan struktural
Model persamaan struktural (Structural Equation Modelling) adalah generasi
kedua teknik analisis multivariate (Bagozzi dan Fornell, 1982 dalam Malla Bahagia,
2007) yang memungkinkan peneliti untuk menguji hubungan antara variabel yang
kompleks untuk memperoleh gambaran menyeluruh mengenai keseluruhan model.
Selain itu menurut Bollen (1989) dalam Malla Bahagia (2007) SEM juga dapat
menguji secara bersama-sama:
a. Model struktural, yaitu hubungan (nilai loading) antara variabel laten, baik
variabel laten endogen maupun variabel eksogen.
b. Model measurement, yaitu hubungan (nilai loading) antara indikator dengan
variabel latennya.
Adanya pengujian model struktural dan pengukuran memungkinkan peneliti
untuk menguji kesalahan pengukuran (measurement error) sebagai bagian yang
pengujian hipotesis. Proses Struktural Equation Modelling mencakup beberapa
langkah yang harus dilakukan diantaranya adalah:
1. Konseptualisasi model
Tahap ini berhubungan dengan pengembangan hipotesis berdasarkan teori
sebagai dasar dalam menghubungkan variabel laten dengan variabel laten lainnya,
dan juga dengan indikator-indikatornya. Teori dalam konseptualisasi model bukan
hanya berasal dari para akademisi, tetapi juga dapat berasal dari pengalaman dan
praktek yang diperoleh dari para praktisi. Selain itu konseptualisasi model juga
harus merefleksikan pengukuran variabel laten melalui beberapa indikator yang
dapat diukur.
2. Penyusunan Diagram jalur
Tahap ini akan memudahkan kita dalam memvisualisasikan hipotesis yang telah
diajukan dalam konseptualisasi model. Path Diagram merupakan representasi grafis
mengenai bagaimana beberapa variabel pada suatu model berhubungan satu sama
lain, yang memberikan suatu pandangan menyeluruh mengenai struktur model.
3. Spesifikasi model
Tahap ketiga ini memungkinkan kita untuk menggambarkan sifat dan jumlah
parameter yang diestimasi.
Informasi yang diperoleh dari data yang diuji untuk menentukan apakah cukup
untuk mengestimasi parameter dalam model. Disini kita dapat memperoleh nilai
yang unik untuk seluruh parameter dari data yang telah kita peroleh.
Untuk menentukan apakah model kita mengandung/tidak masalah identifikasi,
maka harus dipenuhi keadaan berikut:
t ≤ s/2
dimana:
t = jumlah parameter yang diestimasi
s = jumlah varians dan kovarians antara variabel manifest (observed/manifest); yang
merupakan (p+q)(p+q+1)
p = jumlah variabel y (indikator variabel endogen)
q = jumlah variabel x (indikator variabel eksogen)
• Jika t ≥ 2, maka model tersebut adalah unidentified. Masalah ini dapat terjadi
pada SEM, dimana informasi yang terdapat pada data empiris (varians dan
kovarians variabel manifest) tidak cukup untuk menghasilkan solusi yang unik
untuk memperoleh parameter model. Masalah unidentified tersebut dapat diatasi
dengan mengkonstraint model dengan cara menambah indikator (variabel
manifest) ke dalam model, menentukan (fix) parameter tambahan menjadi 0 dan
mengasumsikan bahwa parameter yang satu dengan parameter yang lain
memiliki nilai yang sama.
• Jika t = s/2, maka model disebut just-identified, sehingga solusi yang unik