• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kualitas Silase yang Ditambah Daun Singkong dan Indigofera

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kualitas Silase yang Ditambah Daun Singkong dan Indigofera"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

KUALITAS SILASE DAUN DAN PELEPAH SAWIT YANG

DITAMBAH DAUN SINGKONG DAN

INDIGOFERA

ZHULMI RHAMDANI

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kualitas Silase Daun Sawit yang Ditambah Daun Singkong dan Indigofera adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2014

Zhulmi Rhamdani

(4)

ABSTRAK

ZHULMI RHAMDANI. Kualitas Silase Daun Sawit yang Ditambah Daun Singkong dan Indigofera. Dibimbing oleh KOMANG G WIRYAWAN dan LUKI ABDULLAH.

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas silase daun dan pelepah sawit dan fermentabiltasnya sebagai pakan ternak melalui penambahan Indigofera

dan daun singkong. Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, tahap pertama adalah produksi silase, dan tahap kedua adalah percobaan In vitro. Waktu pemanenan dilakukan pada hari ke 21 dengan perlakuan P0 (kontrol 100% daun dan pelepah sawit), P1 (P0+10% daun singkong), P2 (P0+20% daun singkong), P3 (P0+30% daun singkong), P4 (P0+10% Indigofera), P5 (P0+20% Indigofera), P6 (P0+30%

Indigofera). Pada percobaan In vitro digunakan rancangan acak kelompok. Data dianalisis dengan menggunakan analisis varian, dan uji duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa silase yang ditambah dengan daun singkong dan Indigofera

memiliki kualitas fisik yang baik pada semua perlakuan. Fermentasi yang baik ditunjukkan oleh pH rendah yang berkisar 3.69-3.94. Kecernaan bahan kering dan bahan organik terbaik terdapat pada penambahan Indigofera 30%, tetapi produksi VFA tertinggi ditunjukkan oleh silase yang mengandung 30% Indigofera. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kualitas terbaik ditunjukkan oleh silase daun dan pelepah sawit yang ditambah Indigofera 30%.

Kata kunci: daun sawit, daun singkong, Indigofera, silase

ABSTRACT

ZHULMI RHAMDANI. Silage quality of palm leaves added with Cassava leaves and Indigofera. Supervised by KOMANG G WIRYAWAN and LUKI ABDULLAH.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

KUALITAS SILASE DAUN SAWIT YANG DITAMBAH

DAUN SINGKONG DAN

INDIGOFERA

NAMA PENULIS

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Kualitas Silase yang Ditambah Daun Singkong dan Indigofera

Nama : Zhulmi Rhamdani NIM : D24090051

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Komang G Wiryawan Pembimbing I

Prof Dr Ir Luki Abdullah M Sc Agr Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Panca Dewi Manu Hara Karti S M Si Ketua Departemen

(8)
(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2013 ini ialah silase daun dan pelepah sawit, dengan judul Kualitas Silase Daun Sawit yang Ditambah Daun Singkong dan Indigofera.

Karya ilmiah ini berdasarkan pada keinginan penulis untuk mengkaji pengawetan pakan yang tepat dan dapat diterapkan di peternakan yang ada di Kabupaten Siak Riau. Pengawetan ini bertujuan untuk menyediakan pakan agar tersedia sepanjang tahun sehingga hasil yang didapatkan dari penelitian ini akan dijadikan sumbangsih dalam manajemen pakan di sejumlah peternakan yang ada di Kabupaten Siak Riau.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam karya ilmiah ini, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan oleh penulis demi perbaikan di masa mendatang. Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat memberikan informasi wawasan maupun sesuatu yang dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan dan semoga kekurangan yang terdapat pada tulisan karya ilmiah ini dapat diperbaiki dalam tulisan-tulisan selanjutnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2014

(10)

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN 1

METODE 2

Lokasi dan Waktu 2

Materi 2 Pembuatan Silase 2 Percobaan In vitro (Tilley dan Terry 1969) 2

Perlakuan 5

Peubah yang diamati 5

Rancangan Percobaan dan Analisa Data 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 7 Karakteristik Fisik 7 Karakteristik Kimiawi 8 Karakteristik Fermentabilitas In vitro 11 Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik (KCBK dan KCBO) 12

SIMPULAN DAN SARAN 13

DAFTAR PUSTAKA 13

LAMPIRAN 16

(11)

DAFTAR TABEL

1 Aroma, persentase kerusakan dan suhu pada silase daun dan pelepah sawit 8

2 pH, persentase bahan kering (BK), bahan organik (BO), daun dan pelepah sawit yang segar dan yang di silase 9

3 Kadar NH3 dan volatile fatty acid (VFA) silase daun dan pelepah sawit 9 4 Pengaruh komposisi daun sawit dengan penambahan daun singkong dan

indigofera terhadap kandungan protein kasar (PK), serat kasar (SK), NDF, dan

ADF 10

5 Kadar NH3 dan VFA pada daun dan pelepah sawit segar dan silase

secara In vitro 11

6 Persentase Kecernaan Bahan Kering (KCBK) dan Bahan Organik (KCBO) daun dan pelepah sawit segar dan silase secara In vitro 12

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil sidik ragam bahan kering (BK) silase daun dan pelepah sawit 16 2 Uji lanjut Duncan bahan kering (BK) silase daun dan pelepah sawit 16

3 Hasil sidik ragam pH silase daun dan pelepah sawit 16

4 Uji lanjut Duncan pH3 silase daun dan pelepah sawit 17 5 Hasil sidik ragam bahan kering NH3 daun dan pelepah sawit yang disilase 17 6 Uji lanjut Duncan bahan kering NH3 daun dan pelepah sawit yang disilase 17 7 Hasil sidik ragam NH3 daun dan pelepah sawit segar yang di In vitro 18 8 Uji lanjut Duncan NH3 daun dan pelepah sawit segar yang di In vitro 18 9 Hasil sidik ragam NH3 silase daun dan pelepah sawit yang di In vitro 18 10 Uji lanjut Duncan NH3 silase daun dan pelepah sawit yang di In vitro 19 11 Hasil sidik ragam VFA daun dan pelepah sawit yang disilase 19

12 Uji duncan VFA daun dan pelepah sawit yang disilase 19

13 Hasil sidik ragam VFA daun dan pelepah sawit segar yang di In vitro 20

14 Uji lanjut Duncan VFA daun dan pelepah sawit segar yang di In vitro 20

15 Hasil sidik ragam VFA silase daun dan pelepah sawit yang di In vitro 20

16 Uji lanjut Duncan VFA silase daun dan pelepah sawit yang di In vitro 21

17 Hasil sidik ragam kecernaan bahan kering (KCBK) daun dan pelepah sawit

segar 21

18 Uji lanjut Duncan kecernaan bahan kering (KCBK) daun dan pelepah sawit

segar 21

19 Hasil sidik ragam kecernaan bahan organik (KCBO) daun dan pelepah sawit

segar 22

20 Uji lanjut Duncan kecernaan bahan organik (KCBO) daun dan pelepah sawit

segar 22

21 Hasil sidik ragam kecernaan bahan kering (KCBK) daun dan pelepah sawit

22 yang di silase 22

23 Uji lanjut Duncan kecernaan bahan kering (KCBK) daun dan pelepah sawit

yang di silase 23

24 Hasil sidik ragam kecernaan bahan organik (KCBO) daun dan pelepah sawit

yang di silase 23

25 Uji lanjut Duncan kecernaan bahan organik (KCBO) daun dan pelepah sawit

yang di silase 23

(12)
(13)

PENDAHULUAN

Ketersediaan pakan hijauan semakin berkurang karena semakin sempitnya lahan pertanian yang dapat menghasilkan pakan hijauan. Data statistik Direktorat Jenderal Peternakan (Ditjennak) pada tahun 2010 menyatakan bahwa jumlah populasi ruminansia di Indonesia antara lain sapi potong 13 581 571 ekor, sapi perah 488 448 ekor, domba 10 725 488 ekor, dan setiap tahunnya ternak bertambah dan ketersediaan hijauan semakin berkurang. Kebutuhan konsumsi hijauan makanan ternak (HMT) adalah 10% bobot badan (BB), namun baru tercapai kebutuhan HMT 4-5%, dan masih kekurangan 5%-10%, sehingga perlu dilakukan alternatif lain dalam penyediaan pakan hijauan. Salah satu yang memiliki potensi besar yaitu berasal dari limbah perkebunan daun dan pelepah sawit. Menurut data dari Direktorat Jenderal Perkebunan, luas areal kebun kelapa sawit pada tahun 2010 sekitar 7 824 623 ha dan produksinya 19 844 901 ton sehingga terdapat limbah perkebunan sawit seperti daun, lidi, dan pelepah sawit. Namun demikian, pemanfaatan sebagai pakan ternak masih sangat terbatas. Hal ini disebabkan rendahnya kualitas biologis daun sawit. Jalaluddin (1994) melaporkan bahwa kandungan lignin daun kelapa sawit cukup tinggi yaitu 27.6%, sedangkan menurut Djajanegara et al. (1999) kandungan lignin daun kelapa sawit 13.79%. Menurut Mathius et al. (2004) produksi daun sawit 658 kg bahan kering (BK)/ha/th, BK 46.18%, serat kasar (SK) 21.52%, lemak kasar (LK) 4.37%, energi bruto 4 461 kal/g, Ca 0.84% P 0.17% sedangkan menurut Zahari et al. (2003) kandungan protein kasar (PK) 4.7%.

Daun dan pelepah sawit dapat dimanfaatkan secara optimal sebagai sumber pakan hijauan, tetapi harus diolah terlebih dahulu untuk meningkatkan nilai gizi dan kecernaannya. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah menggunakan teknik fermentasi untuk dijadikan produk pakan silase. Silase adalah salah satu produk pengawetan pakan atau hijauan pada kadar air tertentu melalui proses fermentasi mikrobial oleh bakteri yang berlangsung di dalam tempat yang disebut silo (McDonald et al. 2002). Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas silase daun dan pelepah sawit adalah dengan penggunaan zat aditif pada proses ensilase yang dapat menstimulasi fermentasi bakteri asam laktat (BAL) (Bureenok et al. 2006). Jagung merupakan sumber dari non fiber carbohydrate (NFC) dan dapat digunakan sebagai bahan tambahan hijauan dalam proses ensilase serta mempercepat penurunan pH selama fermentasi (Sibanda et al. 1997). Penambahan bahan aditif seperti tepung jagung yang memiliki kandungan nutrien menurut Suharyono et al.

(2005) yaitu SK 3.12%, PK 8.78%, diharapkan dapat meningkatkan kualitas silase. Selain penambahan zat aditif, silase daun dan pelepah sawit menggunakan penambahan protein lokal seperti daun singkong dan Indigofera yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas silase daun dan pelepah sawit. Kandungan PK daun singkong menurut Ramli dan Rismawati (2007) yaitu 25.10%, sedangkan kandungan PK Indigofera menurut Abdullah dan Suharlina (2010) adalah 20.47%-27.60%.

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas silase daun dan pelepah sawit dan fermentabiltasnya sebagai pakan ternak melalui penambahan Indigofera

(14)

2

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Unit Pelayanan Terpadu Pusat Kesehatan Hewan (UPT PUSKESWAN) Kecamatan Kerinci Kanan, Siak Riau, Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, dan di Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Agustus 2013 hingga Januari 2014.

Materi

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, tahap pertama adalah pembuatan silase dan tahap kedua adalah percobaan In vitro. Pada pembuatan silase, menggunakan tujuh perlakuan dan tiga ulangan, waktu panen pada hari ke 21. Pada percobaan In vitro menggunakan tujuh perlakuan dengan 3 ulangan penggunaan cairan rumen yang berbeda.

Pembuatan Silase Bahan dan Alat

Bahan digunakan adalah daun dan pelepah sawit, Indigofera, daun singkong, dan tepung jagung. Alat yang digunakan adalah plastik hitam, karet hitam, timbangan digital, dan pH meter.

Prosedur

Daun sawit dan pelepahnya, Indigofera, dan daun singkong dipotong-potong dengan lebar 2-3 mm, dan panjang 2-5 cm. Daun sawit yang sudah dipotong, ditimbang sebanyak 2 kg. Daun sawit dicampur dengan daun singkong dan

Indigofera sebanyak 10%, 20%, dan 30%. Tepung jagung ditambah sebanyak 3%, pada masing-masing perlakuan. Bahan yang sudah tercampur dimasukkan ke dalam plastik hitam hingga padat dan diikat dengan tali karet dan disimpan ditempat yang tertutup dan jauh dari sinar matahari selama 21 hari. Pada umur 21 hari, maka silase siap untuk dipanen. Silase yang sudah dipanen, diamati secara fisik, kimiawi, dan fermentabilitas In vitro.

Percobaan In vitro (Metode Tilley dan Terry 1969) Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah sampel yang telah dikering udara 60 ºC dan digiling halus, larutan McDougall, suhu 39 ºC dengan pH 6.5 – 6.9 (pH diturunkan dengan cara menambahkan gas CO2), cairan rumen sapi brahman cross (BX) segar, dengan suhu 39 ºC, larutan pepsin HCl 0.2%, aquades, larutan HgCl2 jenuh, larutan NaCO3 jenuh, larutan H2SO4 0.005 N, asam borat berindikator, larutan HCl 0.5 N, larutan H2SO4 15%, larutan NaOH 0.5N, larutan Indikator Phenol Phtalein (PP) 0.1%.

(15)

3 40 ºC, pipet serologi volume 25 mL, sentrifuge, gas CO2, vortex, cawan porselin, pompa vakum, kertas saring whatman no. 41, gegep, eksikator, oven 105 ºC, tanur listrik, cawan conway, pipet automatic 10-1000 µL, finnpippet 1 mL, mikroburet 10 mL, stirrer, seperangkat alat destilasi, labu erlenmeyer, kompor gas, panci

pressto, bulp, pipet volumetrik 5 ml, pipet serologi 5 ml, pipet serologi 1 mL, buret 50 mL, magnetic stirrer.

Prosedur Fermentasi Tahap I

Tabung fermentor yang telah diisi dengan 0.5 g sampel, ditambahkan 40mL larutan McDougall. Tabung dimasukan ke dalam shaker waterbath dengan suhu 39 ºC, kemudian diisi cairan rumen 10 mL, tabung dikocok dengan dialiri CO2 selama 30 detik, cek pH (6.5–6.9) dan kemudian ditutup dengan karet berventilasi, dan difermentasi selama 4 jam. Setelah 4 jam, tutup karet dibuka, dan diteteskan 2-3 tetes HgCl2 untuk membunuh mikroba. Tabung fermentor dimasukkan ke dalam centrifuge, dilakukan centrifuge dengan kecepatan 4.000 rpm selama 15 menit. Substrat akan terpisah menjadi endapan di bagian bawah dan supernatan yang bening berada di bagian atas, supernatan diambil untuk analisa NH3 dan VFA. Pengukuran Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik (KCBK dan KCBO)

Tabung fermentor yang telah diisi dengan 0.5 g sampel, ditambahkan 40 mL larutan McDougall. Tabung dimasukan ke dalam alat pengocok dengan suhu 39 ºC, kemudian diisi cairan rumen 10 mL, tabung dikocok dengan dialiri gas CO2 selama 30 detik, cek pH (6.5 – 6.9) dan kemudian ditutup dengan karet berfentilasi, dan difermentasi selama 48 jam. Setelah 48 jam, dibuka tutup karet tabung fermentor, diteteskan 2-3 tetes HgCl2 untuk membunuh mikroba.

Tabung fermentor dimasukkan ke dalam sentrifuge, dilakukan sentrifuge dengan kecepatan 4.000 rpm selama 10 menit. Substrat akan terpisah menjadi endapan di bagian bawah dan supernatan yang bening berada di bagian atas. Supernatan dibuang dan endapan hasil sentrifuge pada kecepatan 4.000 rpm selama 15 menit ditambahkan 50 mL larutan pepsin-HCl 0.2%. Campuran ini lalu diinkubasi kembali selama 48 jam tanpa tutup karet.

Sisa pencernaan disaring dengan kertas saring Whatman no 41 (yang sudah diketahui bobotnya) dengan bantuan pompa vakum. Endapan yang ada dikertas saring dimasukkan ke dalam cawan porselen, setelah itu dimasukkan ke dalam oven 105oC selama 24 jam. Setelah 24 jam, cawan porselen+kertas saring+residu dikeluarkan, dimasukkan kedalam eksikator dan ditimbang untuk mengetahui kadar bahan keringnya.

Selanjutnya bahan dalam cawan dipijarkan atau diabukan dalam tanur listrik selama 6 jam pada suhu 450 – 600 ºC, kemudian ditimbang untuk mengetahui kadar bahan organiknya. Sebagai blanko dipakai residu asal fermentasi tanpa bahan pakan. Cara Perhitungan sebagai berikut.

% KCBK = BK sampel (g) – ( BK residu (g) – BK blanko (g)) x 100%

BK sampel

% KCBO = BO sampel (g) – ( BO residu (g) – BO blanko (g)) x 100%

(16)

4

Pengukuran Konsentrasi NH3 (Metode Mikrodifusi Conway 1963)

Cawan Conway diolesi dengan vaselin pada bagian bibir cawan. Supernatan yang berasal dari proses fermentasi diambil 1.0 mL kemudian ditempatkan pada salah satu ujung alur cawan Conway. Larutan Na2CO3 jenuh sebanyak 1.0 mL ditempatkan pada salah satu ujung cawan Conway bersebelahan dengan supernatan (tidak boleh campur). Larutan asam borat berindikator sebanyak 1.0 mL ditempatkan dalam cawan kecil yang terletak di tengah cawan Conway. Cawan Conway yang sudah diolesi vaselin ditutup rapat hingga kedap udara, larutan Na2CO3 dicampur dengan supernatan hingga merata dengan cara menggoyang– goyangkan dan memiringkan cawan tersebut. Setelah itu dibiarkan selama 24 jam dalam suhu kamar. Setelah 24 jam cawan dibuka, asam borat berindikator dititrasi dengan H2SO4 0.005 N sampai terjadi perubahan warna dari biru menjadi merah.

Kadar NH3 di hitung : konsentrasi dengan 4 digit dibelakang koma.

Pengukuran Konsentrasi Volatile Fatty Acid (VFA)

Panci pressto diisi dengan aquades sampai tanda maksimum. Pastikan air dari kran mengalir yang berfungsi sebagai pendingin. Kompor gas dinyalakan, sehingga aquades yang ada dalam panci pressto tersebut mendidih dan menghasilkan uap yang akan masuk ke tabung-tabung destilasi, dimana hal ini menandakan bahwa kita bisa memulai analisis VFA. Supernatan yang sama dengan analisa NH3 diambil sebanyak 5 mL, kemudian dimasukan kedalam tabung destilasi,

Tabung erlenmeyer yang berisi 5 mL NaOH 0.5 N ditempatkan dibawah selang tampungan. Sebanyak 1 mL H2SO4 15% ditambahkan ke tabung destilasi yang sudah ada larutan sampel, kemudian segera tutup penutup kacanya, lalu dibilas dengan aquades secukupnya. Uap air panas akan mendesak VFA dan akan terkondensasi dalam pendingin. Air yang terbentuk ditampung labu Erlenmeyer yang berisi 5 mL NaOH 0.5 N sampai mencapai 300 mL. Indikator Phenol Pthalin (PP) ditambah sebanyak 2-3 tetes dan dititrasi dengan HCl 0.5 N sampai warna titrat berubah dari merah menjadi merah muda seulas.

Produksi VFA total dihitung :

mM VFA total = ( a – b ) mL x N HCl x 1000 / 5mL

(g) sampel x BK sampel

(17)

5 Perlakuan

Berikut adalah perlakuan daun dan pelepah sawit yang akan dibuat silase terdiri atas 7 perlakuan dan 3 ulangan.

P0 = 100% daun sawit

P1 = 90% sawit + 10% daun singkong P2 = 80% sawit + 20% daun singkong P3 = 70% sawit + 30% daun singkong P4 = 90% sawit + 10% Indigofera

P5 = 80% sawit + 20% Indigofera

P6 = 70% sawit + 30% Indigofera

Peubah yang diamati

Peubah yang diamati dalam penelitian ini ada tiga karakteristik sebagai berikut.

Karakteristik Fisik silase meliputi warna, aroma dilakukan dengan tekstur, kelembaban, dan kerusakan akibat tumbuhnya jamur dilakukan dengan pengujian sensori, sedangkan suhu dilakukan dengan menggunakan termometer.

Karakteristik Kimiawi silase yang meliputi pH menggunakan prosedur Naumann dan Bassler (1997), kandungan bahan kering (BK) silase menggunakan metode AOAC (1990), kehilangan bahan kering (BK) yang dihitung dari selisih berat kering bahan awal sebelum ensilasi dengan berat kering setelah ensilasi, acid detergent fiber (ADF) dan neutral detergent fiber (NDF) menggunakan metode VanSoest (1991), konsentrasi volatile fatty acid (VFA) menggunakan teknik destilasi uap atau Steam Destilation (General Laboratory Procedure 1966); e) kandungan protein kasar (PK) silase menggunakan metode Kjeldahl yang dikemukakan oleh AOAC (2005); f) konsentrasi N-NH3 silase menggunakan metode mikrodifusi Conway (Conway dan O’Malley 1942).

Karakteristik Fermentabilitas silase meliputi kecernaan In vitro

(18)

6

Rancangan Percobaan dan Analisa Data Rancangan untuk Percobaan Silase

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 7 perlakuan dan 3 ulangan. Model matematik yang digunakan adalah sebagai berikut :

Yijk = μ + τi + εijk

Keterangan Yij = nilai pengamatan ke-i, perlakuan ke-j

μ = nilai rataan umum

τi = pengaruh utama perlakuan ke-i

εijk = galat percobaan ke-i, pengaruh perlakuan ke-j Rancangan untuk Percobaan In vitro

Rancangan percobaan yang digunakan untuk kecernaan dalam penelitian ini adalah rancangan acak kelompok (RAK) dengan 7 perlakuan dan 3 ulangan pada rumen yang berbeda. Model matematik dari rancangan adalah sebagai berikut:

Yij = μ + αi + ßj+ εij

Keterangan Yij = nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

Μ = rataan umum

αi = efek perlakuan ke-I ßj = efek kelompok ke-j

εij = eror perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

(19)

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Fisik

Hasil pengamatan silase daun dan pelepah sawit yang ditambah daun singkong dan Indigofera setelah 21 hari menunjukkan warna yang tidak jauh berbeda yaitu warna hijau kekuningan seperti terlihat pada Gambar 1. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Macaulay (2004) bahwa silase yang baik ditunjukkan dengan warna hijau terang sampai kuning atau hijau kecokelatan tergantung materi yang digunakan.

Gambar 1. Warna silase daun dan pelepah sawit pada hari ke 21. P0: kontrol, P1: penambahan daun singong 10%, P2: penambahan daun singkong 20%, P3: Penambahan daun singkong 30%, P4: Penambahan Indigofera

10%, P5: Penambahan Indigofera 20%, P6: Penambahan Indigofera

30%.

Silase daun sawit yang dipanen memiliki kualitas yang baik, yaitu bau asam yang segar khas silase, warna masih hijau kecokelatan mirip bahan segar sebelum menjadi silase, dan teksturnya masih jelas. Hal ini sejalan dengan penelitian Ridla

(20)

8

Karakteristik fisik silase tidak berbeda nyata baik dalam persentase kerusakan, maupun pada suhu panen dapat dilihat dalam Tabel 1.

Tabel 1. Aroma, persentase kerusakan dan suhu pada silase daun dan pelepah sawit

Ket: P0 : kontrol, P1: penambahan daun singong 10%, P2: penambahan daun singkong 20%, P3:

Penambahan daun singkong 30%, P4: Penambahan Indigofera 10%, P5: Penambahan Indigofera

20%, P6: Penambahan Indigofera 30%.

Semua perlakuan silase setelah 21 hari ensilase menunjukkan bau khas fermentasi asam laktat. Hal ini didukung oleh pernyataan Saun dan Heinrich (2008) bahwa silase yang baik akan mempunyai bau seperti susu fermentasi karena mengandung asam laktat. Persentase kerusakan yang disebabkan oleh tumbuhnya jamur dipermukaan silase pada setiap perlakuan mempunyai kisaran 0.35% hingga 6.25%. Keberadaan jamur yang sedikit terdapat dalam kontrol (P0), dan pada silase daun sawit yang ditambah singkong 30% (P3). Keberadaan jamur yaitu sebesar 6.25% dan silase yang ditambahkan Indigofera 30% (P6) yaitu sebesar 4%. Persentase yang diperoleh dalam penelitian ini lebih rendah dibandingkan pernyatan Davies (2007) bahwa keberadaan jamur pada produk silase sekitar 10%

Karakteristik Kimiawi

Hasil penelitian menunjukkan pH silase daun sawit berkisar 3.69 hingga 3.94. Nilai ini menunjukkan bahwa silase daun sawit memiliki kualitas fermentasi yang baik sekali yang ditandai dengan pH kurang dari 4. Hal ini sesuai dengan pendapat McCullough et al. (1971) yang menyatakan bahwa silase dengan pH 3.2-4.2 tergolong pada silase yang berkualitas baik sekali. Nilai pH tersebut juga mengindikasikan bahwa silase daun sawit sudah layak disimpan.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pH silase nyata (P<0.05) dipengaruhi oleh perlakuan jenis silase. Nilai pH terendah terdapat dalam silase kontrol P0, yaitu 3.69 dan yang tertinggi terdapat pada silase yang ditambahkan

Indigofera 30% (P6) yaitu 3.94. Perbedaan pH antar perlakuan disebabkan perbedaan komposisi bahan kimia, dan mikrobial pada masing-masing perlakuan. Hal ini sejalan dengan laporan Kizilsimsek et al. (2005) bahwa bahan baku dan tipe silo mempengaruhi kualitas silase secara fisik dan kimia.

(21)

9 Karakteristik fermentatif yang di uji meliputi pH, bahan kering (BK), bahan organik (BO), silase yang tersaji dalam Tabel 2 berikut.

Tabel 2. pH, persentase bahan kering (BK), bahan organic (BO), daun dan pelepah sawit yang segar dan yang di silase.

Perlakuan

P1 3.78ab±0.11 31.41±1.03 91.60±1.40 29.12±0.48 91.70±0.0016 2.29±0.33

P2 3.73a ±0.06 30.71±2.01 92.80±2.00 29.25±0.11 92.40±0.49 1.46±0.36

P3 3.74ab±0.12 28.91±0.86 93.00±0.60 25.51±0.34 92.30±0.06 3.40±0.38

P4 3.72a ±0.08 31.50±1.13 93.00±0.14 28.52±0.62 91.30±0.36 2.98±0.23

P5 3.83ab±0.08 29.98±0.16 92.60±0.30 27.90±0.68 92.40±0.06 2.08±0.32

P6 3.94b ±0.21 26.57±0.00 93.20±1.20 25.59±0.03 91.70±0.18 0.98±0.03

BK: bahan kering, BO: bahan organik; Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan P<0.05; P0 : kontrol, P1: penambahan daun singong 10%, P2: penambahan daun singkong 20%, P3: Penambahan daun singkong 30%, P4: Penambahan Indigofera 10%, P5: Penambahan

Indigofera 20%, P6: Penambahan Indigofera 30%.

Kehilangan BK terjadi selama proses fermentasi berlangsung. Kehilangan BK terjadi dipengaruhi oleh kandungan nutrisi bahan dan mikroorganisme yang terlibat pada proses ensilase (McDonald et al. 2002). Menurut Borreani (2007) BK yang hilang selama proses fermentasi diubah menjadi N-amonia, air, gas CO2 dan panas. Menurut Schroender (2004), selama proses fermentasi mikroorganisme akan memanfaatkan sejumlah gula-gula sederhana yang terdapat pada bahan silase. Besar kehilangan BK pada penelitian ini berkisar antara 0.98%-3.40%. Menurut Parakkasi (1999) kehilangan BK hingga 10% dalam proses ensilase masih tergolong normal sehingga kisaran kehilangan BK dengan menggunakan teknik silase pada penelitian ini masih dalam batas normal.

Tabel 3. Kadar NH3 dan volatile fatty acid (VFA) silase daun dan pelepah sawit

Perlakuan

VFA: volatile fatty acid ; P0 : kontrol, P1: penambahan daun singong 10%, P2: penambahan daun

singkong 20%, P3: Penambahan daun singkong 30%, P4: Penambahan Indigofera 10%, P5:

(22)

10

Perombakan protein dapat dilihat pada Tabel 3 bahwa pada silase yang dihasilkan berkisar 2.499%-5.185% dengan perombakan tertinggi pada penambahan Indigofera 30% (P6) sebesar 5.185 dan terendah pada penambahan daun singkong 30% (P3) sebesar 2.499%. Menurut Departemen Pertanian (1980) perombakan protein kurang dari 10% termasuk silase dengan kualitas baik sekali, 10%-15% silase berkualitas baik, 15%-20% silase bekualitas cukup baik dan lebih dari 20% silase memiliki kualitas kurang baik. Berdasarkan hasil perombakan protein, ketujuh perlakuan termasuk pada silase yang mempunyai kualitas baik sekali karena perombakan protein yang terjadi kurang dari 10%.

VFA merupakan hasil dari penguraian bahan organik selama ensilase. Konsentrasi VFA silase yang dihasilkan berdasarkan analisis statistik menunjukkan hasil yang berpengaruh nyata (P<0.05) antar perlakuan. Konsentrasi VFA yang tertinggi terdapat pada perlakuan P6 atau silase sawit yang ditambah 30%

Indigofera yaitu sebesar 65.35 mM lalu yang terendah terdapat pada P4 atau penambahan Indigofera sebanyak 10% yaitu sebesar 35.82 mM. Menurut Salawu

et al. (1997) faktor yang mempengaruhi konsentrasi VFA adalah kandungan serat kasar dan unsur karbon yang terdapat dalam protein, sehingga konsentrasi VFA mencerminkan tingginya protein dan karbohidrat yang mudah larut. Oleh karena itu semakin banyak penambahan sumber protein didalam hijauan, terutama pada

Indigofera dalam silase daun dan pelepah sawit, dapat meningkatkan kadar konsentrasi VFA yang terlihat di Tabel 3. Namun pada penambahan di daun singkong, tidak begitu mengalami perubahan antar perlakuan seperti halnya pada penambahan Indigofera.

Protein kasar yang dihasilkan terlihat pada Tabel 4 berkisar 4.87%-15.65%. Protein yang dihasilkan mengalami peningkatan, protein kasar terendah pada perlakuan kontrol P0, dan tertinggi pada penambahan sumber protein yaitu daun singkong dan Indigofera 30%. Kandungan protein kasar menurut Abdulah dan Suharlina (2010), menyatakan bahwa Indigofera berkisar antara 20.47%-27.60% dan kandungan protein kasar daun singkong menurut Ramli dan Rismawati (2007) yaitu 25.10%.

Tabel 4. Pengaruh komposisi daun sawit dengan penambahan daun singkong dan

Indigofera terhadap kandungan protein kasar (PK), serat kasar (SK), NDF, dan ADF

PK : protein kasar, SK: serat kasar, NDF: neutral detergent fiber, ADF = acid detergent fiber; P0 : kontrol, P1: penambahan daun singong 10%, P2: penambahan daun singkong 20%, P3:

Penambahan daun singkong 30%, P4: Penambahan Indigofera 10%, P5: Penambahan

(23)

11 Menurut Zahari et al. (2003), kandungan protein kasar daun sawit 4.12%, sehingga silase daun dan pelepah sawit yang ditambahkan daun singkong dan

Indigofera berpengaruh dalam peningkatan protein kasar. Hal ini terjadi karena adanya proses fermentasi, dan penambahan sumber protein dari jenis legum (Indigofera dan daun singkong) yang memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dibandingkan daun sawit.

Kandungan serat kasar pada Indigofera menurut Abdulah dan Suharlina (2010) berkisar 10.97%-21.40%, sedangkan kandungan serat kasar daun singkong menurut Ramli dan Rismawati (2007) adalah 11.40%. Menurut Mathius et al.

(2004), kandungan serat kasar pada daun sawit adalah 21.52%, sehingga terjadi penurunan kadar serat kasar, hal ini disebabkan adanya proses fermentasi selama proses ensilase yang dapat menurunkan kadar serat kasar.

Neutral detergent fiber (NDF) yang dihasilkan pada silase daun dan pelepah sawit berkisar 50.61%-72.25%, yang tertinggi terdapat pada kontrol P0 dan terendah terdapat pada penambahan Indigofera 30%. Nilai NDF yang rendah menunjukkan bahwa kualitas silase yang baik (McDonald et al. 2002). Nilai acid detergent fiber (ADF) yang berkisar 30.40%-49.82% yang terendah terdapat pada P3 yaitu dengan penambahan daun singkong 30% dan tertinggi terdapat pada P1 yaitu dengan penambahan daun singkong 10%. Hal ini menandakan bahwa daun dan pelepah sawit sulit untuk dicerna, kemungkinan daun dan pelepah sawit yang digunakan umurnya relatif tua.

Karakteristik Fermentabilitas In vitro

Kandungan volatile fatty acid (VFA) yang diperoleh pada penelitian ini berkisar 71.69-165.04 mM. Konsentrasi VFA memiliki nilai yang bervariasi, hal ini dipengaruhi oleh adanya faktor kandungan serat kasar dan unsur karbon protein yang terdapat dalam silase yang ditambahkan sumber protein yang berbeda kadarnya. Produksi VFA di dalam cairan rumen, dapat digunakan sebagai tolak ukur fermentabilitas pakan (Hartati 1998). Kandungan NH3 dan VFA In vitro silase daun sawit pada masing-masing perlakuan tersaji dalam Tabel 5.

Tabel 5. Kadar NH3 dan VFA pada daun dan pelepah sawit segar dan silase secara In vitro

P0 : kontrol, P1: penambahan daun singong 10%, P2: penambahan daun singkong 20%, P3:

Penambahan daun singkong 30%, P4: Penambahan Indigofera 10%, P5: Penambahan

(24)

12

Di dalam rumen, protein dihidrolisis pertama kali oleh mikroba rumen. Amonia merupakan sumber nitrogen utama untuk sintesis protein mikroba, oleh karena itu konsentrasinya dalam rumen merupakan suatu hal yang perlu diperhatikan (Satter and Slyter 1974). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa fermentabilitas protein ransum tidak memperlihatkan perbedaan antar perlakuan, kadar NH3 rata-rata meningkat setelah daun sawit di fermentasi. Peningkatan terdapat pada kontrol (P0) dan silase yang ditambahkan Indigofera

20% (P5). NH3 yang dihasilkan masih tergolong rendah, dan kandungan VFA yang dihasilkan cenderung tinggi. Hal ini terjadi karena aktivitas bakteri dan jumlah protein didalam pakan yang tinggi. Menurut McDonald et al. (2002), kisaran konsentrasi amonia yang optimal untuk sintesis protein oleh mikroba rumen adalah 6-21 mM. Menurut Sutardi (1980), kisaran VFA ransum yang optimal adalah 80– 160 mM. NH3 dan VFA yang dihasilkan masih berada pada kisaran yang optimal untuk pertumbuhan ternak dan tidak berlebihan.

Kecernaan Bahan Kering dan Kecernaan Bahan Organik (KCBK dan KCBO)

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata (P<0.05) meningkatkan kecernaan bahan kering (KCBK) dan bahan organik (KCBO). Pengaruh penambahan daun singkong dan Indigofera terhadap kecernaan bahan kering In vitro ransum disajikan dalam Tabel 6.

Tabel 6. Persentase Kecernaan Bahan Kering (KCBK) dan Bahan Organik (KCBO) daun dan pelepah sawit segar dan silase secara In vitro

(25)

13 30%. Menurut Sudaryanto et al. (1999), kecernaan bahan kering In vitro dari daun kelapa sawit dan lidi adalah 24,52%. Islam et al. (2000), menyatakan kecernaan bahan kering daun kelapa sawit tanpa lidi pada 48 jam adalah 38,42%. Anjalani et al. (2013), nilai kecernaan bahan kering In vitro daun kelapa sawit berkisar antara 19.29%-25.54%. Kecernaan pada penelitian ini masih rendah akibat kandungan ligninnya (Tabel 4) yang masih tinggi meskipun sudah difermentasi dan mengalami peningkatan kecernaan dari yang segar menjadi silase, sehingga penggunaan daun dan kelapa sawit harus dibatasi. Winugroho dan Maryati (1999), meyatakan bahwa penggunaan daun kelapa sawit lebih dari 20% harus diolah secara biologis terlebih dahulu. Menurut Ranjhan (1981), Crowder dan Cheda (1982), faktor-faktor yang mempengaruhi kecernaan, antara lain bagian tanaman, tingkat pertumbuhan dan genotip, tingkat kedewasaan (stage of maturity), iklim, ukuran partikel, dan prosesing pakan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Silase daun sawit yang ditambahkan daun singkong dan Indigofera

mempunyai kualitas fisik yang baik pada semua perlakuan. Kualitas terbaik pada silase daun sawit adalah silase yang ditambahkan Indigofera 30%.

Saran

(26)

14

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah L, Suharlina. 2010. Herbage yield and quality of two vegetative parts of

Indigofera at different times of first regrowth defoliation. Med Pet. 33 (1): 44-49.

Anjalani R, Subur PSB, Hartadi H. 2013. Pengaruh perbedaan kadar kalsium hidroksida dan penambahan air terhadap komposisi kimia dan kecernaan In vitro daun kelapa sawit. Bul Pet. Vol. 37(2): 107-113.

[AOAC] Association of Official Agricultural Chemists. 1990. Official Methods of Analysis of the Association of Analytical Chemist. 15th Ed. Arlington (US): Assoc of Official Analytical Chemist.

[AOAC] Association of Official Agricultural Chemists. 2005. Official Methods of Analysis. 17th Ed. Washington DC (US): Assoc of Official Analytical Chemist.

Burenok S, Namihira T, Mizumachi S, Kawamoto Y, Nakada T. 2006. The effect of epiphytic lactic acid bacteria with or without different byproduct from defatted rice bran and green tea waste on napiergrass (Pennisetum purpureum

Shumach) silage fermentation. J Sci Food Agric. 86:1073-1077. doi: 10.1002/jsfa.2458

Borreani G, Tabacco E, Cavallarin L. 2007. A New Oxygen Barrier Film Reduces Aerobic Deterioration in Farm-Scale Corn Silage. J Dairy Sci. 90:4701-4706.doi:10.3168/jds.2007-0310.

Conway EJ, O’Malley E. 1942. Microdiffusion methods: ammonia and urea using

buffered absorbents (revised methods for ranges greater than 10 μg N). J Biochem. 36: 655-661.

Crowder LV, Chheda HR. 1982. Tropical Grassland Husbandry. New York (US) Longman Inc.

Davies D. 2007. Improving silage quality and reducing CO2 emission [Internet]. California (US): Dow Chemical. [diunduh 2014 Januari 11]. Tersedia pada: http://www.dow.com/silage/tools/experts/ improving.htm.

[Deptan] Departemen Pertanian. 1980. Silase sebagai Makanan Ternak. Departemen Pertanian. Ciawi, Bogor (ID). Deptan.

[Ditjenbun] Direktorat Jenderal Perkebunan. 2010. Buku Statistik Perkebunan Tahun 2009-2011 [Internet]. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Perkebunan. [diunduh 13 Februari 2013]. Tersedia pada: www.deptan.go.id /infoeksekutif/ bun/eis.../Luas%20Areal_sawit.pdf

[Ditjennak] Direktorat Jendral Peternakkan dan Kesehatan Hewan. 2010. Potensi Pelepah Daun Kelapa Sawit Sebagai Pakan Ternak [Internet]. Jakarta (ID): Departemen Pertanian Indonesia [diunduh 1 Maret 2013]. Tersedia pada: http://ditjennak.deptan.go.id

Djajanegara AB, Sudaryanto M, Winugroho, Karto ARA. 1999. Potensi produk kebun kelapa sawit untuk pengembangan usaha ternak ruminansia. Laporan APBN 1998/1999. Bogor (ID): Balai Penelitian Ternak.

[GLP] General Laboratory Procedure. 1966. General Laboratory Procedure.

(27)

15 Hartati E. 1998. Suplementasi minyak lemuru dan seng ke dalam ransum yang mengandung silase pod kakao dan urea untuk memacu pertumbuhan sapi Holstein jantan [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Islam MI, Dahlan, Rajion MA, Jelan ZA. 2000. Productivity and nutritive value of different fractions of oil palm (Elaeis guineensis) frond. J Anim Sci.

13(8):1113-1120.

Jalaluddin S. 1994. Feeding system based oil palm by products improving animal production systems based on local feed resources. Didalam Jalaluddin S, editor. Proc Of Symp Held Conjuction With 7th AAAP.1994 July 11−16; Bali,

Indonesia. Bali (ID): Animal Sci. Congres.

Kizilsimsek M, Erol A, Calislar S. 2005. Effect of raw material and silo size on silage quality. J Livestock Res Rur Dev. 17(3):256-263.

Mathius IW, Sitompul D, Manurung BP, Azmi. 2004. Integrasi sapi-sawit: upaya pemenuhan gizi sapi dari produk samping. Didalam: Sinurat A, Purwadaria T, Mathius IW, Sitompul DM, Manurung BP, editor. Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman Ternak; 2004; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Balitnak. hlm 426.

McCullough ME, Sisk LR. 1971. Crude fiber, form of ration, type of silage and digestibility of optimum rations. J Dairy Sci. 55 (4): 484-488.

McDonald P, Edwards RA, Greenhalgh JFD, Morgan CA. 2002. Animal Nutrition. 6th Ed. Harlow (GB): Pearson Education.

Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Jakarta (ID). Universitas Indonesia Press.

Ramli N, Rismawati. 2007. Integrasi tanaman singkong dan ternak unggas. Didalam: Rapat Komisi Pakan; 2007 Jun 13-15; Surabaya, Indonesia. Surabaya (ID): Garden Palace Hotel Surabaya.

Ranjhan SK. 1981. Animal Nutrition in Tropics. 2nd ed. New Delhi (IN). Vikas Publishing House PVT LTD.

Ridla M, Ramli N, Abdullah L, Toharmat L. 2009. Milk yield quality and safety of dairy cattle fed silage composed of organic components of garbage. J Ferment Bioeng. 77(5):572-574.

Salawu MB, Acamovic T, Stewart CS, DeB FD, Hovell, McKay I. 1997. Assesment of the nutritive value of Calliandra calothyrsus: in sacco degradation and In vitro gas production in the presence of Quebracho tannins with or without Browse Plus. J Anim Feed Sci. 69:219-232.

Saun RJV, Heinrich AJ. 2008. Trouble shooting silage problem. Di dalam: Proceedings of the Mid-Atlantic Conference; 2008 May 26; Pensylvania, United States of America. Pensylvania (US): Pen State’s College. hlm 2-10. Satter LD, Slyter LL, 1974. Effect of Ammonia Concentration in Rumen

MicrobialProtein Production In vitro. Br J Nutr. 35:199.

Schroeder JW. 2004. Silage Fermentation and Preservation. Extension Dairy Specialist. [Internet] A S-1254 (USA): [diunduh 1 Maret 2013]. Tersedia pada: http://www.ext.nodak.edu/extpubs/ansci/dairy/as 1254w.htm

Sibanda SR.M,. Jingura, Topps JH. 1997. The effect of level of inclusion of the legume Desmodium uncinatum and the use of molasses or ground maize as additives on the chemical composition of grass- and maize-legume silages.

(28)

16

Sudaryanto B, Sumanto K, Abdurrachman. 1999. Nilai kecernaan In vitro bagian daun kelapa sawit dari berbagai umur tanaman. Didalam: Kumpulan makalah

utama dan abstrak seminar nasional ‘Peternakan mandiri sebagai penggerak pembangunan pertanian nasional’. Lustrum VI. Juni 2013. Yogyakarta Indonesia. Yogyakarta (ID): Universitas Gajah Mada. hlm 107.

Suharyono, Nurdin SU, Arief RW, Murhadi. 2005. Potential of indonesian common maize as staple food compare with quality protein maize (QPM) based on their protein quality. J Media Gizi Keluarga. hlm 29(2): 72-76 Sutardi, T. 1980. Landasan Ilmu Nutrisi. Jilid I. Bogor (ID). IPB Press.

Tilley JMA, Terry RA. 1969. A two stage technique for the In vitro digestion of forage crop. J British Grassland Society. 18: 104-111

Van Soest, PJ, Robertson JB, Lewis BA. 1991. Methods for dietary fiber, neutral detergent fibre and non-starch polysaccharides in relation to animal nutrition.

J Dairy Sci. 74: 3583 – 3597.

Wan Zahari M, Abu Hassan O, Wong HK, Liang JB. 2003. Utilization of Oil Palm Frond - Based Diets for Beef and Dairy Production in Malaysia. J Anim Sci.

16 (4): 625-634.

(29)

17

LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil sidik ragam bahan kering (BK) silase daun dan pelepah sawit

Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat

Bebas Kuadrat Tengah Fhit Sigifikansi.

Model koreksi .005a 8 .001 .730 .665

Intersep 17.261 1 17.261 2.063E4 .000

Perlakuan .005 6 .001 .903 .524

Ulangan .000 2 .000 .212 .812

Galat .010 12 .001

Total 17.276 21

Total koreksi .015 20

Lampiran 2. Uji lanjut Duncan bahan kering (BK) silase daun dan pelepah sawit

Perlakuan N Subset

1

P6 3 .8730

P0 3 .9017

P2 3 .9110

P5 3 .9110

P4 3 .9130

P1 3 .9170

P3 3 .9197

Siginikansi .101

P0 : kontrol, P1: penambahan daun singong 10%, P2: penambahan daun singkong 20%, P3:

Penambahan daun singkong 30%, P4: Penambahan Indigofera 10%, P5: Penambahan

Indigofera 20%, P6: Penambahan Indigofera 30%

Lampiran 3. Hasil sidik ragam pH silase daun dan pelepah sawit

Sumber

Keragaman Jumlah Kuadrat

Derajat

Bebas Kuadrat Tengah Fhit Sigifikansi.

Model koreksi .132a 6 .022 1.607 .217

Intersep 300.056 1 300.056 2.195E4 .000

Perlakuan .132 6 .022 1.607 .217

Ulangan .191 14 .014

Galat 300.380 21

(30)

18

Lampiran 4 Uji lanjut Duncan pH3 silase daun dan pelepah sawit

Perlakuan N Subset

Penambahan daun singkong 30%, P4: Penambahan Indigofera 10%, P5: Penambahan Indigofera

20%, P6: Penambahan Indigofera 30%

Lampiran 5. Hasil sidik ragam NH3 daun dan pelepah sawit yang di silase

Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat

Bebas Kuadrat Tengah Fhit Sigifikansi.

Model koreksi 6.476a 8 .810 1.672 .203

Lampiran 6. Uji lanjut Duncan NH3 daun dan pelepah sawit yang di silase

Perlakuan N Subset

Penambahan daun singkong 30%, P4: Penambahan Indigofera 10%, P5: Penambahan Indigofera

(31)

19

Lampiran 7. Hasil sidik ragam NH3 daun dan pelepah sawit segar yang di In vitro

Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat

Bebas Kuadrat Tengah Fhit Sigifikansi.

Model koreksi 4.714a 7 .673 .808 .611

Intersep 208.286 1 208.286 249.943 .000

Perlakuan 4.714 6 .786 .943 .528

Ulangan .000 1 .000 .000 1.000

Galat 5.000 6 .833

Total 218.000 14

Total koreksi 9.714 13

Lampiran 8. Uji lanjut Duncan NH3 daun dan pelepah sawit segar yang di In vitro

Perlakuan N Subset

1

P5 2 3.0000

P0 2 3.0000

P1 2 4.0000

P3 2 4.0000

P6 2 4.0000

P2 2 4.5000

P4 2 4.5000

Sig. .168

P0 : kontrol, P1: penambahan daun singong 10%, P2: penambahan daun singkong 20%, P3:

Penambahan daun singkong 30%, P4: Penambahan Indigofera 10%, P5: Penambahan Indigofera

20%, P6: Penambahan Indigofera 30%

Lampiran 9. Hasil sidik ragam NH3 silase daun dan pelepah sawit yang di In vitro

Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat

Bebas

Kuadrat

Tengah Fhit Sigifikansi.

Model koreksi 153.429a 8 19.179 7.795 .001

Intersep 744.048 1 744.048 302.419 .000

Perlakuan

5.619 6 .937 .381 .878

Ulangan 147.810 2 73.905 30.039 .000

Galat 29.524 12 2.460

Total 927.000 21

(32)

20

Lampiran 10. Uji lanjut Duncan NH3 silase daun dan pelepah sawit yang di In vitro

Indigofera 20%, P6: Penambahan Indigofera 30%

Lampiran 11. Hasil sidik ragam VFA daun dan pelepah sawit yang di silase

Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat

Bebas Kuadrat Tengah Fhit Sigifikansi.

Model koreksi 5074.476a 8 634.310 8.578 .001

Lampiran 12. Uji Duncan VFA daun dan pelepah sawit yang di silase

Perlakuan N Subset

P0 : kontrol, P1: penambahan daun singong 10%, P2: penambahan daun singkong 20%, P3:

Penambahan daun singkong 30%, P4: Penambahan Indigofera 10%, P5: Penambahan

(33)

21

Lampiran 13. Hasil sidik ragam VFA daun dan pelepah sawit segar yang di In vitro

Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat

Bebas Kuadrat Tengah Fhit Sigifikansi.

Model koreksi 18316.643a 7 2616.663 2.490 .143

Intersep 204248.643 1 204248.643 194.346 .000

Perlakuan 18014.857 6 3002.476 2.857 .114

Ulangan 301.786 1 301.786 .287 .611

Galat 6305.714 6 1050.952

Total 228871.000 14

Total koreksi 24622.357 13

Lampiran 14. Uji lanjut Duncan VFA daun dan pelepah sawit segar yang di In vitro

Perlakuan N Subset

1 2

P4 2 71.50

P1 2 82.00 82.00

P0 2 92.00 92.00

P5 2 126.00 126.00

P2 2 154.50 154.50

P6 2 155.00 155.00

P3 2 164.50

Sig. .052 .054

P0 : kontrol, P1: penambahan daun singong 10%, P2: penambahan daun singkong 20%, P3:

Penambahan daun singkong 30%, P4: Penambahan Indigofera 10%, P5: Penambahan Indigofera

20%, P6: Penambahan Indigofera 30%

Lampiran 15. Hasil sidik ragam VFA silase daun dan pelepah sawit yang di In vitro

Sumber keragaman Jumlah Kuadrat Derajat

bebas Kuadrat tengah Fhit Signifikansi.

Model koreksi 8917.095a 8 1114.637 1.371 .300

Intersep 320341.712 1 320341.712 393.911 .000

Perlakuan 7668.476 6 1278.079 1.572 .238

Ulangan 1248.619 2 624.309 .768 .486

Galat 9758.804 12 813.234

Total 339017.610 21

(34)

22

Lampiran 16. Uji lanjut Duncan VFA silase daun dan pelepah sawit yang di In vitro

Lampiran 17. Hasil sidik ragam kecernaan bahan kering (KCBK) daun dan pelepah sawit segar

Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat

Bebas Kuadrat Tengah Fhit Sigifikansi.

Model koreksi 969.403a 7 138.486 3.761 .064

Lampiran 18. Uji lanjut Duncan kecernaan bahan kering (KCBK) daun dan pelepah sawit segar

20%, P6: Penambahan Indigofera 30%

Perlakuan N Subset

Penambahan daun singkong 30%, P4: Penambahan Indigofera 10%, P5: Penambahan Indigofera

(35)

23 Lampiran 19. Hasil sidik ragam kecernaan bahan organik (KCBO) daun dan

pelepah sawit Segar

Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat

Bebas Kuadrat Tengah Fhit Sigifikansi.

Model koreksi 990.000a 7 141.429 3.544 .072

Intersep 12124.571 1 12124.571 303.838 .000

Perlakuan 955.429 6 159.238 3.990 .058

Ulangan 34.571 1 34.571 .866 .388

Galat 239.429 6 39.905

Total 13354.000 14

Total koreksi 1229.429 13

Lampiran 20. Uji lanjut Duncan kecernaan bahan organik (KCBO) daun dan pelepah sawit segar

Perlakuan N Subset

1 2 3

P0 2 17.0000

P1 2 23.5000 23.5000

P4 2 24.0000 24.0000

P5 2 28.5000 28.5000 28.5000

P2 2 33.5000 33.5000

P3 2 36.0000 36.0000

P6 2 43.5000

Sig. .134 .110 .065

P0 : kontrol, P1: penambahan daun singong 10%, P2: penambahan daun singkong 20%, P3:

Penambahan daun singkong 30%, P4: Penambahan Indigofera 10%, P5: Penambahan Indigofera

20%, P6: Penambahan Indigofera 30%

Lampiran 21. Hasil sidik ragam kecernaan bahan kering (KCBK) daun dan pelepah sawit yang di silase

Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat

Bebas Kuadrat Tengah Fhit Sigifikansi.

Model koreksi 687.524a 8 85.940 6.303 .002

Intersep 23466.857 1 23466.857 1.721E3 .000

Perlakuan 587.810 6 97.968 7.185 .002

Ulangan 99.714 2 49.857 3.657 .058

Galat 163.619 12 13.635

Total 24318.000 21

(36)

24

Lampiran 22. Uji lanjut Duncan kecernaan bahan kering (KCBK) daun dan pelepah sawit yang di silase

Penambahan daun singkong 30%, P4: Penambahan Indigofera 10%, P5: Penambahan Indigofera

20%, P6: Penambahan Indigofera 30%

Lampiran 23. Hasil sidik ragam kecernaan bahan organik (KCBO) daun dan pelepah sawit yang di silase

Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat

Bebas Kuadrat Tengah Fhit Sigifikansi.

Model koreksi 768.381a 8 96.048 7.848 .001

Lampiran 24. Uji lanjut Duncan kecernaan bahan organik (KCBO) daun dan pelepah sawit yang dibuat silase

Penambahan daun singkong 30%, P4: Penambahan Indigofera 10%, P5: Penambahan Indigofera

(37)

25 Lampiran 25 Dokumentasi silase daun dan pelepah sawit

Daun dan pelepah sawit + daun singkong+ tepung

jagung

Daun dan pelepah sawit +indigofera+tepung

jagung

Tanaman indigofera

berumur 3 bulan

Bahan silase yang sudah dibungkus plastik hitam

Lokasi pembuatan silase di UPT PUSKESWAN Siak

Riau

Tanaman sawit berumur 10-15 tahun

Daun dan pelepah sawit yang sudah di potong-potong

Mesin pemotong daun dan pelepah sawit

Daun singkong Proses pembuatan silase

(38)

26 Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai asisten praktikum Teknik Formulasi Ransum dan Sistem Informasi

Pakan pada tahun 2013. Penulis juga aktif sebagai pengurus UKM Resimen Mahasiswa (MENWA) IPB sejak tahun 2010, Sekretaris Direktur Biro Bisnis dan Kemitraan (BISMIT) Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa IPB pada tahun 2012/2013, pengurus Asrama Putri Darmaga (APD) sebagai anggota sejak tahun 2010, dan berbagai kepanitiaan lainnya seperti Olimpiade Mahasiswa IPB (OMI) pada tahun 2013. Prestasi yang diraih oleh penulis ialah PKM didanai DIKTI pada tahun 2012.

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillahi rabbil’alamin, puji syukur atas kehadirat Allah SWT dan Nabi besar Muhammad SAW yang telah melimpahkan segala rahmat, taufik dan nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian, seminar dan skripsi ini sebagai salah satu syarat penulis untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof Dr Ir Komang G Wiryawan selaku dosen pembimbing skripsi dan pembimbing akademik dan Prof Dr Ir Luki Abdullah M Sc Agr selaku dosen pembimbing skripsi dan ketua pelaksana proyek, atas segala bimbingan, arahan, nasihat, motivasi dan kesempatan untuk terlibat dalam proyek ini. Penulis mengucapkan terima kasih juga kepada Dr Anuraga Jayanegara SPt MSc selaku dosen penguji seminar dan Dr Iwan Prihantoro SPt Msi selaku panitia seminar, Prof Dr Ir Yuli Retnani MSc dan Dr Tuti Suryati SPt MSi selaku dosen penguji sidang serta Dilla Mareistia Fassah SPt MSc selaku panitia sidang.

Penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada Ibunda

Sunarmi dan Ayahanda Arief Chozali tersayang atas kasih sayang, nasihat, do’a,

Gambar

Gambar 1. Warna silase daun dan pelepah sawit pada hari ke 21. P0: kontrol, P1:
Tabel 2. pH, persentase bahan kering (BK), bahan organic (BO), daun dan pelepah  sawit yang segar dan yang di silase
Tabel 4. Pengaruh komposisi daun sawit dengan penambahan daun singkong dan    Indigofera terhadap kandungan protein kasar (PK), serat kasar (SK), NDF, dan ADF
Tabel 5. Kadar NH3 dan VFA pada daun dan pelepah sawit segar dan silase       secara In vitro
+2

Referensi

Dokumen terkait

Kaliwungu - Perbaikan Jl Dukuh Ngebum Rt 7 Desa Mororejo Kaliwungu - Rehab Jembatan Jl Kalilengko/Sekrasak Kecamatan Limbangan - Pembangunan Senderan Jl Kelurahan Bugangin

Sedangkan jika dilakukan perbandingan berdasarkan parameter densitas, viskositas, dan angka asam antara minyak goreng sawit bekas dengan biodiesel hasil

Dikhawatirkan band dari genom DNA daun maja (Aegle marmelos) tidak muncul-muncul dengan berbagai optimasi yang dilakukan adalah penyebab dari sampel yang diisolasi dalam

Kabupaten Tanggamus yang memiliki topografi dari dataran rendah sampai dengan tinggi, sehingga tanaman pisang dapat tumbuh dengan optimal dan jenis tanaman pisang

Alamat : Tanggung, RT: 001/RW: 009, Kecamatan Campurdarat, Tulungagung, Jawa Timur Dengan ini saya menyatakan bahwa komposisi musik yang ada dalam Pertunjukan Musik

Berdasar permasalahan tersebut dapat diketahui adanya nilai beta yang fluktuatif, dari hasil tersebut peneliti ingin mengetahui apakah tingkat Leverage, Likuiditas

Setelah dilakukan perhitungan terhadap data jumlah keluhan hardware bulan sebelumnya pada perangkat komputer dengan menggunakan 6 himpunan fuzzy dan panjang

Meskipun tidak adanya petugas khusus yang mengelola arsip, perlu adanya pelatihan terhadap pegawai di Sub Bagian Kepegawaian tentang pengelolaan arsip yang baik sesuai dengan